PENGARUH TEKNOLOGI MULTIMEDIA DAN GAYA BELAJAR TERHADAPHASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ALAT UKUR KOMPETENSI KEAHLIANTEKNIK KEND ARAAN RINGAN KELAS X SMKN 1 PADANG
ASRUDIAN PUTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode September 2013
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH TEKNOLOGI MULTIMEDIA DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ALAT UKUR KOMPETENSI KEAHLIANTEKNIK KENDARAAN RINGAN KELAS X SMKN 1 PADANG
ASRUDIAN PUTRA
Artikel ini disusun berdasarkan tesis Asrudian Putra untuk persyaratan wisuda periode September 2013 yang telah direviu dan disetujui oleh kedua pembimbing
Padang, 20 Agustus 2013
Pembimbing I
Prof. Drs. Jalius Jama, M.Ed, Ph.D NIP. 19420205 196706 1 001
Pembimbing II
Dr. Fahmi Rizal, M.Pd, MT NIP. 19591204 198503 1 004
PENGARUH TEKNOLOGI MULTIMEDIA DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ALAT UKUR KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN KELAS X SMKN 1 PADANG Asrudian Putra1, Jalius Jama2, Fahmi Rizal3 Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan FT Universitas Negeri Padang Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan: (1) Hasil belajar peserta didik Gaya Belajar Visual menggunakan Teknologi Multimedia dengan peserta didik Gaya Belajar Visual menggunakan Media Konvensional; (2) Hasil belajar peserta didik Gaya Belajar Kinestetik menggunakan Teknologi Multimedia dengan peserta didik Gaya Belajar Kinestetik menggunakan Media Konvensional; (3) Hasil belajar peserta didik Gaya Belajar Visual menggunakan Teknologi Multimedia dengan peserta didik Gaya Belajar Kinestetik menggunakan Media Konvensional dan (4) Ada tidaknya interaksi antara Teknologi Multimedia dan Gaya Belajar dalam mempengaruhi hasil belajar mata pelajaran Alat Ukur. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata hasil belajar peserta didik visual dengan menggunakan Teknologi Multimedia (89,00), lebih tinggi daripada hasil belajar peserta didik Visual menggunakan Media Konvensional (74,88); (2) Hasil belajar peserta didik Kinestetik menggunakan Teknologi Multimedia (92,33), lebih tinggi dibandingkan hasil belajar peserta didik kinestetik menggunakan Media Konvensional (77,59); (3) Hasil belajar peserta didik Visual menggunakan Teknologi Multimedia (89,00), lebih tinggi dibandingkan hasil belajar peserta didik Kinestetik menggunakan Media Konvensional (77,59) dan (4) Tidak terjadi interaksi antara Teknologi Multimedia dan Gaya Belajar dalam mempengaruhi hasil belajar mata pelajaran Alat Ukur Kompetensi Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan kelas X SMKN 1 Padang dengan nilai sign 0,777. Abstract This study aimed to analyze the differences: (1) The results of study of students using the Learning Style Visual Multimedia Technology with Learning Styles Visual learners using conventional media, (2) learning outcomes Learning Style Kinesthetic learners using the Multimedia Technology Learning Style Kinesthetic learners use Conventional media, (3) student learning outcomes using the Visual
1
2
learning Style Multimedia Technology with learning Style Kinesthetic learners using Conventional media and (4) presence or absence of interaction between Multimedia Technology and learning Styles in influencing outcomes study subjects Measuring Tools. Results of data analysis showed that: (1) Average visual learners 'learning outcomes using multimedia technology (89,00), higher than visual learners' learning outcomes using conventional media (74.88), (2) learning outcomes kinesthetic learners using multimedia technology (92.33), higher than kinesthetic learners learning outcomes using conventional media (77.59), (3) visual learners learning outcomes using multimedia technology (89,00), higher than the results kinesthetic learners learn using conventional media (77.59) and (4) There is an interaction between multimedia technology and learning styles affect learning outcomes in subjects Measuring Tools light vehicle technology competency skills class X SMK 1 Padang with sign value 0.777. Kata Kunci: Teknologi Multimedia, Gaya Belajar, Hasil Belajar.
Pendahuluan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan, “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Depdiknas, 2003:1)”. Sanjaya (2012:2) menyatakan terdapat hal yang sangat penting untuk konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut: “Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, tetapi dilakukan guru dan siswa untuk pencapaian tujuan belajar. Kedua, proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Berarti pendidikan tidak hanya untuk hasil belajar, akan tetapi bagaimana hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak.
3
Dengan demikian antara proses dan hasil belajar harus berjalan seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Berbagai pihak sepakat bahwa dunia pendidikan memegang peran utama dalam menyiapkan dan menghasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Upaya peningkatan mutu untuk segenap jenjang pendidikan dasar dan pendidikan di atasnya yang lebih tinggi menjadi hal yang sangat mendesak dilakukan dan telah menjadi perhatian yang sangat serius sejak beberapa tahun yang lalu. Agar pendidikan dapat memenuhi harapan dalam meningkatkan pencapaian hasil belajar yang memadai dan menghasilkan kualitas yang sebaik-baiknya, maka ada tiga unsur yang sangat menentukan dalam proses pendidikan dan pengajaran yaitu siswa, guru dan kurikulum. Guru merupakan ujung tombak dalam memberikan proses pembelajaran kepada anak didik. SMK adalah salah satu sub-sistem dari sistem pendidikan nasional di Indonesia. SMK memainkan peranan strategis bagi penyediaan tenaga kerja terampil secara nasional. Sejalan dengan tujuan SMK dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Lebih spesifik dalam PP No. 60 tahun 2010 Perubahan atas PP No. 17 tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Pasal 1 Ayat 15, dijelaskan bahwa pendidikan kejuruan adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,
4
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2008) terdapat 121 Program Keahlian di SMK. Pendidikan kejuruan dapat dikelompokkan berdasarkan jurusan. Jurusan menurut PP No. 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan pada ketentuan umum Pasal 1 butir 23 berbunyi: “Penjurusan pada SMK berbentuk bidang studi keahlian, bidang studi keahlian ini terdiri atas satu atau lebih program studi keahlian dan setiap program studi keahlian terdiri atas satu atau lebih kompetensi keahlian. Bidang studi keahlian SMK terdiri atas: (a) bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa; (b) bidang studi keahlian kesehatan; (c) bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata; (d) bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi; (e) bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi; (f) bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan (g) bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat (Ps 80 PP No. 17 Th 2010)”. Menurut Rusman (2012:123) menyatakan hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan intelektual berfikir, domain afektif berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap dan nilai, dan domain psikomotor berkenaan dengan suatu ketrampilan-ketrampilan atau gerakangerakan fisik. Menurut Djamarah (2008:175) perubahan tingkah laku yang terjadi dalam proses dan hasil belajar adalah sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
5
telah dilakukan oleh siswa, perubahan itu adalah hasil yang telah dicapai dari proses hasil belajar. Jadi untuk mendapat hasil belajar dalam bentuk “perubahan” harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar siswa. Unsurnya yakni: 1) Faktor lingkungan seperti lingkungan alami, sosial budaya. 2) Faktor instrumental seperti kurikulum, program, sarana & fasilitas, serta guru. 3) Faktor fisiologis seperti kondisi fisiologis, kondisi panca indra. 4) Faktor psikologis seperti minat, kecerdasan, kemampuan kognitif. Rusman (2012:151) menurut definisi yang terakhir bahwa terdapat empat komponen penting multimedia: 1) Adanya komputer yang mengkoordinasikan apa yang dilihat dan didengar yang berinteraksi dengan kita. 2) Adanya link yang menghubungkan kita dengan informasi. 3) Adanya alat navigasi yang memandu kita, menjelajah jaringan informasi yang saling terhubung. 4) Multimedia
menyediakan
tempat
kepada
kita
untuk
mengumpulkan,
memproses dan mengkomunikasikan informasi dan ide kita sendiri. Menurut Munir (2010:234) bahwa teknologi multimedia merangkum berbagai media dalam satu pembelajaran yang interaktif. Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif. Pada pembelajaran Konvensional ini kebanyakan peserta didik berbicara,
6
meribut dan tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Bahkan jika guru bertanya pada siswa sebagian besar siswa tidak menjawab, dan kadang satu siswa pun tidak ada yang menjawab. Pada pembelajaran mata pelajaran Alat Ukur siswa dapat mengerjakan soal dan latihan pembacaan alat ukur apabila bersamaan dengan guru di kelas/bengkel, dan jika diberikan tugas-tugas untuk dikerjakan di rumah kebanyakan peserta didik melihat hasil pekerjaan temannya ketika akan dikumpul dan bahkan ada yang tidak mengerjakan sama sekali, dan ada juga bahkan mengantuk dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran mata pelajaran Alat Ukur (Measuring Tools) tidak tercapai dengan baik. Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu visual (belajar melalui apa yang mereka lihat), auditorial (belajar melalui apa yang mereka dengar) dan kinestetik (belajar lewat gerak dan sentuhan). Walaupun masing-masing dari siswa belajar dengan menggunakan ketiga modalitas sebagai modalitas visual, auditorial, atau kinestetik pada tahapan tertentu. (DePorter & Hernacki, 2002:110). Pembelajaran mata pelajaran Alat Ukur, guru lebih dominan untuk mengajar dengan mengandalkan kemampuan visual dengan mewajibkan siswa untuk menyimak hand out/modul, job sheet, atau buku manual yang sudah ditentukan. Siswa diberi waktu membaca dulu sebelum guru mulai menjelaskan materi pelajaran. Dalam praktik siswa juga dituntut untuk mau membaca dan memahami job sheet, buku manual, sebelum mereka menanyakan kepada guru.
7
Selama ini, teknologi multimedia dan gaya belajar pada proses belajar yang diterapkan di SMK Negeri 1 Padang masih kurang maksimal dan sering mengarah pada pembelajaran konvensional. Karena sebagian besar guru yang mengajar di SMKN 1 Padang telah mendapat sertifikat pendidik, dan ini sangat anti klimaks dengan harapan agar guru memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswa dan untuk kemajuan dan ketercapaian tujuan pendidikan yakni mencerdaskan anak bangsa.
Metode Penelitian ini tergolong pada penelitian eksperimen semu dengan rancangan faktorial 2x2, tipe desain kelompok kontrol pre test dan pos test. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 75 siswa dengan penarikan sampel yang diambil 50 orang siswa dilakukan dengan teknik random sederhana. Jenis penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas konvensional. Teknik pengumpulan data dengan pemberian instrumen angket dan tes. Data dianalisis dengan uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian data dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS 18. Dengan keputusan jika probabilitas kecil dari 0,05 maka data tidak berdistribusi normal, dan sebaliknya jika probabilitas besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal.
Setelah dilakukan uji normalitas selanjutnya dilaksanakan uji
homogenitas bertujuan untuk melihat apakah variansi kelompok sampel sama atau berbeda. Maka digunakan uji F. Dengan keputusan jika probabilitas besar dari 0,05 maka H0 diterima dan jika probabilitas kecil dari 0,05 maka H0 ditolak. Jika
8
didapatkan kedua kelas normalitas dan homogen maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis satu, dua dan tiga, dilakukan dengan menggunakan uji t. Sedangkan hipotesis keempat dengan menggunakan Anova Dua Jalur dilakukan dengan bantuan SPSS 18.
Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian hipotesis pertama, hasil analisis menggnakan uji t menunjukkan bahwa secara keseluruhan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Teknologi Multimedia memperlihatkan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Visual. Ini didukung oleh kajian teori bahwa Teknologi Multimedia salah satu cara berkomunikasi mempengaruhi daya ingat peserta didik. Seperti yang dikatakan
Asyhar (2011:38), dengan komunikasi verbal tanpa menggunakan
media daya ingatnya dalam 3 jam hanya 70%, menggunakan media visual 72%. Komunikasi verbal ditambah dengan menggunakan media visual akan meningkatkan hasil belajar menjadi 85% dalam selang waktu 3 hari, ini berarti bahwa penggunaan media akan meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik terhadap materi pembelajaran. Danim & Khairil (2011:116) pelajar visual terbaik dalam mengingat apa yang mereka lihat, seperti foto, diagram, bagan alur, garis waktu, film, dan demosntrasi. Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa perlu digunakan Teknologi Multimedia sebagai penunjang pembelajaran.
9
Dari Hasil pengujian hipotesis kedua, hasil analisis menggunakan uji-t menunjukkan bahwa Hasil belajar antara peserta didik yang menggunakan Teknologi Multimedia lebih tinggi dibandingkan peserta didik yang menggunakan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Kinestetik. Silberman (2006:27) mengatakan Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan, dan barangkali bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi. Masingmasing cara dalam menyajikan konsep akan menentukan pemahamn siswa. Ketika kegiatan
bersifat
pasif,
siswa
mengikuti pelajaran tanpa
rasa
keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya, ketika kegiatan bersifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas. Peserta Didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan belajar. Arsyad (2011:15) fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data yang menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
10
Dari pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan cara belajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini, dan bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama yang merupakan ciri pelajar dengan Gaya Belajar Kinestetik.
Temuan
ini
bisa
dianggap
tidak
mengejutkan
bila
kita
mempertimbangkan cepatnya laju kehidupan moderen. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan tersedia. Disinilah pilihan menggunakan teknologi multimedia sebagai salah satu peran yang sangat penting untuk Gaya Belajar Siswa Kinestetik yang lebih tinggi pengaruhnya dibanding menggunakan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Kinestetik dalam proses belajar. Hasil analisis uji hipotesis ketiga, hasil belajar antara peserta didik visual lebih tinggi dengan menggunakan teknologi multimedia dan peserta didik kinestetik dengan menggunakan media konvensional. jumlah sampel berbeda, rata-rata berbeda dibandingkan Media Konvensional digunakan uji t, pada Gaya Belajar Visual menggunakan Teknologi Multimedia lebih tinggi dari Gaya Belajar Kinestetik yang menggunakan Media Konvensional. Silberman (2011:28) sebahagian siswa bisa belajar dengan sangat baik dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang berurutan., sementara peserta didik kinestetik belajar teruatama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Selama pelajaran mereka cenderung gelisah bila tidak dapat leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka dalam belajar agak serampangan dan tidak karuan. Pengelompokkan berbagai jenis media apabila dilihat dari perkembangan teknologi oleh Seels & Glasgow (1990:181-183) dibagi
11
ke dalam dua kategori luas, yaitu pilihan Media Tradisional/Konvensional dan Media Teknologi Mutakhir/Multimedia. Pilihan Media Tradisional yakni visual diam yang diproyeksikan yang terdiri dari proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips, visual yang tak diproyeksikan yaitu gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu, audio yaitu rekaman piringan, pita kaset, media cetak yang terdiri dari buku teks, modul, teks terpogram, workbook, majalah ilmiah, lembaran lepas (hand out), kemudian permainan dalam bentuk teka-teki, simulasi, permainan papan. Selanjutnya pilihan media teknologi mutakhir multimedia yang terdiri dari media berbasis telekomunikasi yakni telekonferen, kuliah jarak jauh, media berbasis mikroprosesor dalam bentuk computer assisted instruction, permainan komputer, sistem tutor intelijen, interaktif, hypermedia, compact (video) disc. Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi multimedia dengan Gaya Belajar Visual dinilai lebih tinggi pengaruh dibanding penggunaan Media Konvensional pada Gaya Belajar peserta didik Kinestetik karena pilihan dengan menggunakan teknologi multimedia akan sangat membantu siswa dalam proses belajar mengajar dibanding Media Konvensional yang cenderung sudah tertinggal, dan khusus untuk Gaya Belajar Visual nampak bahwa peserta didik lebih fokus dan lebih baik, serta lebih bisa menangkap pelajaran secara berurutan atau secara teratur menggunakan Teknologi Multimedia dibanding peserta didik dengan Gaya Belajar Kinestetik dengan menggunakan Media Konvensional yang cenderung agak serampangan dan tidak karuan serta
12
tidak teratur, yang berakibat hasil belajar lebih rendah dibanding Gaya Belajar Visual menggunakan Teknologi Multimedia. Hasil analisis uji hipotesis keempat, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara teknologi multimedia dan gaya belajar dalam mempengaruhi hasil belajar peserta didik atau hipotesis yang dikemukakan ditolak. Penyebab tidak terjadi interaksi diduga secara teori masing-masing variabel tegak sendiri, dan tidak ada sebab akibatnya. Menurut Sadiman, dkk (2012:17) menyatakan secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: a. Objek yang besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film, bingkai, film, atau model; b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar; c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photography; d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa lakang ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal; e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan; f. Model, diagram, dan lain-lain, dan konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisaikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.
13
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahan belajar; b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan; c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu kemampuannya dalam: a. memberikan perangsang yang sama; b. mempersamakan pengalaman; c. menimbulkan persepsi yang sama. Nasution (2011:93) menyatakan akhir-akhir ini timbul pikiran baru yakni, bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau “learning style” siswa, yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang yang diterimanya dalam proses belajar. Para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar. Mereka berkesimpulan, bahwa: a. Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. b. Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu. c. Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektivitas belajar. Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda-beda mempunyai pengaruh atas kurikulum, administrasi, dan proses belajar mengajar. Dari uraian pendapat ahli diatas disimpulkan bahwa tidak ada interaksinya Teknologi Multimedia dan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik siswa karena masing-masing variabel berdiri sendiri dan tidak ada saling mempengaruhi antara variabel satu dengan variabel lainnya, ini juga
14
disebabkan beberapa hal antara lain: (1) penggunaan Teknologi Multimedia untuk Gaya Belajar Visual memang cenderung berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik sementara untuk penggunaan Media Konvensional untuk Gaya Belajar Visual tidak berpengaruh terhadap hasil belajar, hal ini didapatkan dari data lebih tingginya pengaruh menggunakan Teknologi Multimedia pada Gaya Belajar Visual terhadap menggunakan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Visual. (2) tidak ada satu metode yang sesuai bagi semua murid untuk gaya belajarnya. (3) kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar dapat mempertinggi efektivitas belajar. (4) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis. (5) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. (6) penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. (7) dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.
Simpulan dan Saran Setelah melakukan penelitian dan analisa terhadap hipotesis penelitian pengaruh Teknologi Multimedia dan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar mata pelajaran Alat Ukur Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan kelas X SMKN 1 Padang: Pertama, hasil belajar peserta didik menggunakan Teknologi Multimedia lebih tinggi dibandingkan hasil belajar peserta didik dengan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Visual. Kedua, hasil belajar peserta didik menggunakan Teknologi Multimedia lebih tinggi dibandingkan hasil belajar peserta didik dengan media Konvensional dengan gaya Belajar Kinestetik. Ketiga, hasil belajar peserta didik menggunakan Teknologi Multimedia dengan Gaya Belajar Visual lebih tinggi dibandingkan hasil belajar peserta didik dengan Media
15
Konvensional dengan Gaya belajar Kinestetik. Keempat, tidak terdapat interaksi yang signifikan antara hasil belajar yang menggunakan Teknologi Multimedia dan Gaya Belajar pada mata pelajaran Alat Ukur. Setelah dilakukan penelitian banyak kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini. Maka disarankan: Pertama, Hasil belajar peserta didik yang menggunakan Teknologi Multimedia lebih baik dibandingkan yang menggunakan Media Konvensional dengan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik. Kedua, diharapkan kepada guru-guru lebih kreatif lagi dalam memanfaatkan Teknologi Multimedia sebagai media pembelajaran. Ketiga, Kepala Sekolah juga diharapkan selalu memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana yang sangat diperlukan demi kelancaran proses pembelajaran dan menumbuhkan
motivasi peserta
didik
sehingga
pembelajaranpun
dapat
dilaksanakan lebih optimal.
Daftar Rujukan Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Depdiknas. 2013. Undang-undang RI Nomor 20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). DePotter, Bobbi &, Hernacki, Mike. 2011. Quantum Learning. Jakarta: PT. Mizan Pustaka. Danim & Khairil. 2011. Psikologi Pedidikan (Dalam Perspektif Baru). Bandung: C.V. Alfabeta. Syaiful Bahri Djamarah &, Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2012. Psikologi Belajar & Mengajar membantu Guru dalam Perencanaan Pengajaran, Penilaian Perilaku, dan Memberi Kemudahan Kepada Siswa dalam Belajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Jama, Jalius. 2009. Teacher Training For Technical and Vocational Education and Training (TT-VT). Disampaikan pada International Workshop on
16
Development of Faculty of Vocational and Technical Education in Indonesia di Jakarta pada tanggal 31 Maret-1 April 2009. Munir. 2010. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: C.V. Alfabeta. Nasution, S. 2012. Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. PP.No. 17. 2010. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 80. Rusman. 2012. Belajar dan pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: C.V. Alfabeta. Sadiman, Arief. S., et al. 2011. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan Proses. Edisi ke 9: Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Seels, B.B. & Glasgow, Z. 1990. Exercise in Instruntional Design. Columbus: Merril Publishing Company.
Persantunan: artikel ini diolah dari Tesis Asrudian Putra dengan judul Pengaruh Teknologi Multimedia dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Alat Ukur Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan kelas X di SMKN 1 Padang dan ucapan terima kasih kepada pembimbing I Prof. Drs. Jalius Jama, M.Ed, Ph.D dan Pembimbing II Dr. Fahmi Rizal, M.Pd, MT yang telah membantu memberikan arahan sehingga tesis dan artikel ini bisa dibuat.