MAKALAH
REFORMASI BlROKRASl Dl KEPOLlSlAN REPUBLIK INDONESIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN . PELAYANANKEPADAMASYARAKAT
Oleh: Zikri Alhadi, S.IP
PROGRAM STUD1 ILMU ADMlNlSTRASl NEGARA JURUSAN ILMU SOSIAL POLlTlK FAKULTAS ILMU SOSIAL UNlVERSlTAS NEGERI PADANG 2011
A. Latar Belakang Genderang Reformasi Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia telah didendangkan seirama dengan Instruksi Presiden RI (Inpres) No. 2 Tahun 1999, Keputusan Presiden RI (Kepres) No. 89 tahun 2000, didukung Keputusan MPR RI No. VI dan VII tahun 2000, dan yang terpenting UU No 2 Tahun 2002 serta berbagai perangkat peraturan per undang-undangan lainnya. Sebuah getaran perubahan, diawali cibiran disana-sini, terutama mereka yang dilumuri rasa kecewa atas pelayanan publik saat itu. Disadari bahwa citra buruk birokrasi dan aparatur negeri masih bergelayut dimata rakyat. Apabila tidak dilakukan langkahlangkah perbaikan, pada saatnya akan meng-gems kepercayaan masyarakat atas eksistensi
institusi
pelayanan
publik.
Survey
yang
dilakukan
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) bekerja sama dengan konsultan independen MUC Conslting Grup - lembaga yang terafiliasi dengan Russel Bedford Intemasional menyebutkan bahwa selain BPN, Dinas Perhubungan dan Samsat menempati peringkat atas sebagai instansi yang rawan biaya tak resmi dalam pelayanan kepada publik. Menurut Ketua Indonesia Police Watch, Neta S Pane dalam Majalah Berita Indonesia, perilaku polisi belum berubah meskipun mengalami reformasi dengan menerapkan paradigma baru. Sebab masyarakat belum merasakan perubahan yang diminta dari polisi. Polisi tetap saja dituding oleh masyarakat dengan gemar pungli dan mencari-cari kesalahan warga. Ini semua terjadi karena mentalitas dan moralitas polisi yang belum bisa dibenahi oleh instansi Polri sejak awal. Semestinya pembenahan di kepolisian dimulai dari awal, sejak rekruitmen. Sistem rekruitmen mestinya dilakukan secara ketat, jika ingin membenah mentalitas dan moralitas polisi. Untuk merubah stigma negatif tersebut, Polri bertekad membangun kepercayaan masyarakat (trust building) melalui program Reformasi birokrasi. Tujuannya membangun birokrasi yang Good Governance, yaitu bersih dari praktek KKN, transparan dan akuntabel. Masyarakat kini semakin kritis, namun juga carut marut. Setelah lebih satu dasawarsa bergulirnya Reformasi, Kepolisian terus berbenah diri. Menuju kepolisian yang profesional, bermoral dan modem, sebagaimana digariskan dalam visi kepolisian. Pada organisasi Polri yang menuju polisi sipil dan demokratis, yang peran dan fungsinya adalah memberikan pelayanan keamanan dengan tujuan melindungi harkat dan
martabat manusia sehingga dapat melakukan produktivitasnya dengan aman. Dapat dikatan juga prinsip yang hakiki peran dan fungsi Polri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menyadari bahwa sumber daya manusia sebagai asset utama bangsa. Dari aspek kultural, jelas Polri masih ben~sahamencari jati diri sebagai "polisi sipil" (civilian police). Dengan kata lain sasaran yang ditetapkan dan yang telah dicapai sangat mungkin kurang tepat untuk membangun budaya polisi sipil. Sangat mungkin perubahan filosofi dan tata-nilai Polri itu hanya bersifat sloganistis, belum diterjemahkan dalam program operasional. Apalagi berkaitan dengan redifinisi jati diri Polri melalui demiliterisasi, depolitisasi, deotorisasi, desakralisasi, desentralisasi, defeodalisasi, dekorporitasi, dan debirokratisasi. Sasaran ini tidak hanya menyangkut perubahan dalam organisasi Polri tetapi juga terkait dengan lembaga-lembaga lain. Fungsi polisi
dalam struktur kehidupan
masyarakat
sebagai pengayom
masyarakat, penegakkan hukurn, mempunyai tanggung jawab kusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalarn bentuk tindakan terhadap kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban 1 gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut Pemolisian yang konvensional
-
yang dilibat oleh birokrasi yang rumit, mustahil
tenvujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. dalam pemolisiannya POLRl hams sudah meninggalkan gaya militeristik yang otoriter dan paternalistik dengan gaya feodal. Di mana pemolisiannya yang dapat diterima dan didukung oleh masyarakatnya adalah yang sesuai dengan fungsi polisi sebagai kekuatan sipil yang diberi kewenangan untuk menjadi pengayom masyarakat dan penegak hukum. Dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Sehingga dalam pemolisiannya dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima atau cocok dengan masyarakatnya (sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya),
diperlukan gaya pemolisian yang berorientasi pada masyarakat dan untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi (Problem solvingpolicing). Yang pemolisiannya tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi dalam pemolisiannya berupaya untuk memahami berbagai aspek yang mempengaruhi antara lain corak masyarakat, kebudayaannya, gejala-gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat. Polisi sipil yang modem dan demokratis adalah polisi yang mengedepankan kemampuan pengetahuannya dalam menciptakan, memelihara dan memperbaiki keteraturan sosial (kamtibmas). Pola pemolisiannya lebih mengedepankan pencegahan, dan upaya-upaya memberikan pencerahan kepada masyarakat untuk berperan serta. Dan penilaian keberhasilan polisi bukan semata-mata pada pengungkapan kasus atau crime
fighter, tetapi adalah pada maintenance order atau restorative order
B. Kerangka Teori Studi mengenai upaya perbaikan pelayanan publik oleh pemerintah, telah menjadi pokok pembahasan utama dalam reformasi birokrasi di Indonesia. Intinya adalah bagaimana menciptakan pemerintahan yang bersih (cleun government) dan pemerintahan yang baik (good governance) yang tercermin dalam kinerja yang efisien, tanggap dan akuntabel. Perbaikan sistem birokrasi yang akan dan telah dilakukan tentu sebagai jawaban atas keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik dari institusi - institusi publik itu sendiri. Pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang bejudul
Reinventing government mengupayakan peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah yaitu dengan memberi wewenang kepada pihak swasta lebih banyak berpartisipasi karena pemerintah itu milik rakyat bukan rakyat milik kekuasaan pemerintah. Teori Reinventing Government yang tergolong pada The New Public Management merupakan demistifikasi atas The Old Public Management. Dan sebenarnya sekarang telah muncul demistifikasi atas The New public ikfunagement dengan munculnya konsep
The New Public service. Para ilmuwan politik, misalnya, telah memperdebatkan kemungkinan mengembangkan good government dan representative government, sejak awal abad 20an. Bahkan tidak hanya itu, Woodrow Wilson pada tahun 1887 dalam The
Study of Adrninistration telah mengemukakan konsep dikotomi politik dan administrasi untuk menciptakan pemerintahan yang efisien. Selain Wilson, ada Max weber (1922) dengan teori The Ideal Type of Bureucracy, Luther gullick (1937) dengan konsep POSDCORB, Frank J. Goodnow (1900) dengan konsepnya yang tertuang dalam makalahnya Politics and Adrninistration, Frederick W. Taylor (1 9 12) dengan konsepnya
Scientific Management, Herbert A. Simon (1 946) dengan konsepnya The Proverbs of Administration dan masih banyak lagi yang ikut memberikan kontribusi konsep dan teori dalam optirnalisasi pelayanan publik. Sedangkan gagasan Reinventing Government yang dicetuskan oleh David osborne dan Ted Gaebler (1992) adalah gagasan mutakhir yang mengkritisi dan memperbaiki konsep-konsep dan teori-teori klasik tersebut untuk optimalisasi pelayanan publik. Gagasan David Osbome dan Ted Gaebler tentang
Reinventing
Government tertuang dalam
karyanya yang berjudul
Reinventing
Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector yang dipublikasikan pada tahun 1992 dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for
Reinventing Government, buku terakhir ini ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997. Adapun beberapa pendekatan yang dipakai dalam konsep Reiventing Government adalah sebagai berikut: 1. Fokus pada pemberian pengarahan bukan pada pelayanan publik. Intinya
bagaimana memisahkan fungsi pemerintah sebagai pengarah dengan fungsi sebagai penyedia layananan. Dua ha1 ini tidak bisa dipegang secara bersamaan oleh
pemerintah, pemerintah cukup memberikan pengarahan
sedangkan
pelayanan diserahkan pada privatlmasyarakat
2. Memberi wewenang dari pada melayani. Intinya bagaimana masyarakat bisa memberdayakan diri mereka sendiri sehingga mampu menciptakan masyarakat yang bersifat (community self- help).
3. Memberikan semangat kompetisi dalam pemberian layanan publik. Intinya adalah bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan agar mampu memuaskan pelanggan yang pada akhirnya juga mampu bersaing secara sehat
4. Mengubah organisasi yang digerakkan oleh aturan menjadi digerakkan oleh misi. Intinya aturan yang ada janganlah menjadi penghalang dalam mencapai misi pemerintahan 5. Membiayai hasil (outcome) bukan pada masukan (input). Intinya bagaimana menciptakan pemerintah yang mampu menciptakan standar
-
standar tujuan
sehingga yang dibiayai adalah bagaimana mendaptkan hasil sesuai dengan standar - standar yang telah ditetapkan.
6. Bagaimana pemerintah memenuhi kebutuhan pelanggan (masyarakat) agar mendapatkan pelayanan yang maksimal dan bukan untuk birokrasi. 7. Mampu memberikan pendapatan tidak sekedar membelanjakan
8. Berupaya mencegah daripada sekedar mengobati. Selarna ini pemerintah cenderung reaktif, ada kejadian baru ada tindakan, dan tidak ada inisiatif untuk memulai lebih pencegahan. Misalnya dalam penanganan bencana pemerintah cenderung baru beraksi setelah kejadian, bukan mengantisipasi dari awal agar bisa meminimalisir kerugian yang ditimbulkan 9. Dari hirearkis menuju partisipatif dan tim kerja. Intinya adalah bagaimana
mengelola pekerjaan dengan menggunakan unit - unit yang lebih kecil dan bersentuhan langsung dengan masyarakat 1 0. Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan
dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan)
Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas seharusnya dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu dalam sistem pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan lebih optimal dan maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif. Dengan demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal dan akuntabel. Patologi birokrasi, seperti pungli, korupsi, kolusi, nepotisme, diskriminasi pelayanan, proseduralisme dan berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien, telah mengakibatkan terpuruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintahan kita.
Buruknya pelayanan publik tidak hanya pada masa orde baru yang sentralistik, tapi juga masih menggurita pada masa sekarang sebagaimana hasil penelitian dan penilaian Bank Dunia yang dilaporkan dalarn World Development Report 2004 dan Governance a n d Desentralization Survey (GDS) 2002 di atas. Reinventing Government yang di gagas oleh David Osbome dan Ted Gaebler menemukan titik relevansinya dalam konteks optimalisasi pelayanan publik. 10 prinsip yang terkandung di dalamnya, yakni pemerintah seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh, memberi wewenang ketimbang melayani, meningkatkan persaingan yang sehat (kompetisi) dalam pemberian pelayanan, digerakkan oleh misi bukan peraturan, berorientasi pada hasil (outcome) bukan masukan (income), berorientasi pada pelanggan bukan pada birokrasi, menghasilkan ketimbang membelanjakan, mencegah ketimbang mengobati, desentralisasi dan pemerintah berorientasi pasar, seharusnya diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government, tentu hams disesuaikan dengan sosio-kultur kita, bisa menjadi solusi altematif yang efektif untuk menghilangkan patologi-patologi birokrasi kita selama ini
C. Proses Perubahan Yang Dilakukan Administrasi Polri merupakan bagian administrasi negara dalam memberikan pelayanan ,perlindungan dan bimbingan kepada masyarakat serta bagian dalam Criminal Justice System (penegakan hukum) yang dilaksanakan Preventif, preemtif dan represif. Polri sebagai administrasi negara atau administrasi publik yang berorientasi pada pelayanan untuk menuju pelayanan Polri yang prima yang sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat mengangkat citra serta meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada aparat negara khususnya Polri, memerlukan berbagi pembenahan. Pembenahan tersebut antara lain mencakup bidang administrasi. Menurut Cryshnanda dalam Polri Masa Depan Dalam Perspektif Polisi Lalu Lintas dengan mengacu pemikiran David Osbome dan Ted Geabler dalam bukunya Reinventing Government (mewirausahakan Birokrasi) upaya Polri dalam melaksanakan pembenahan administrasi untuk menuju pelayanan yang prima adalah sebagai berikut: 1. Polri katalis: Mengarahkan ketimbang memberikan pelayanan (memisahkan atara pemberian kebijakan dengan pelayanan) Dalam tugas pe1ayanan yang dilaksanakan
oleh
Polri
adalah
yang
berkaitan
dengan
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat.Namun dalam ha1 ini Polri tentunya tidak dapat secara langsung ataupun menyeluruh bahkan secara cepat dalam memberikan layanan ini tanpa bantuan ataupun dukungan dan partisipasi dari masyarakat. Hal tersebut juga akan membangkitkan kesetiakawanan dalam menghadapi ancaman hambatan dab gangguan yang berkaitan dengan kamtibmas .Sebagai contoh dengan pelaksanaan Siskarnling, Penggunaan Satpam pada daerah perkantoran, kawasan industri ataupun perumahan. Atau sekarang ini yang terkenal dengan konsep Polmas, yang mana memberdayakan masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan masing - masing.
2. Polri adalah milik masyarakat dan untuk melayani masyarakat dari berbagai masalaha yang dihadapi oleh masyarakat terutama yang menyangkut masalah keamanan, ketertiban dalam masyarakat (karntibmas). Dalam menangani masalah kamtibmas ini bukanlah hanya tanggung jawab Polri sebagai profesional tetapi juga merupakan tanggung jawab dan peran masyarakat terutama dalam ha1 pencegahan timbulnya ganguan kamtibmas. Misalnya dengan selalu sigap dan tanggap dalam melayani dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat, tanpa meminta atau mensyaratkan sejumlah dana, karena pada hakekatnya Polri adalah milik masyarakat . 3. Polri yang kompetitif. Yang dimaksudkan disini bukan kompetisi antara pemerintah
dengan pihak swasta melainkan kompetisi versus monopoli. Dengan adanya kompetisi memaksa atau mengharuskan polri untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya (masyarakat). Dalam kompetisi ini akan lebih bersifat transpaaran dan membangkitkan Imenghargai adanya inovasi. Karena dalam kompetisi ini akan merupakan suatu seleksi alam yang akan mendukung dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan
Polri
kepada
masyarakat.
Dan
dalam
kompetiosi
ini
akan
membangkitkan harga diri ataupun kebanggaan bagi anggota Polri dalarn pelaksanaan tugas karena dengan adanya kompetisi ini berarti pengembangan karier dalam organisasi Polri ini berdasarkan pada prestasi ataupun kemampuan serta berdasarkan kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan.
4. Polri yang digerakkan oleh misi. Polri dalam mencapai tujuan organisasinya bukan hanya membuat petunjuk pelaksanaan Cjuklak) ataupun petunjuk teknis (Juknis) saja melainkan juga menentukan visi dan misinya. Sehingga anggota Polri bukan saja sebagai obyek yang hanya melaksanakan petunjuk dan arahan dari atasan saja melainkan ikut berpartisipasi dalam mengembangkan potensinya serta dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. 5. Polri yang berorietasi pada hasil, membiayai outcome bukan pada input. Untuk mencapai atau berorientasi pada hasil maka POLRI perlu atau hams melaksanakan pengukuran kinerja atau hasil yang dicapai ataupun yang akan dicapai. Pengukuran kinerja bisa didasarkan pada konsep Performanced Budgetting atau anggaran berbasis kinerja, bisa pula diukur dari efektifitas, efisiensi, ketepatan, kecepatan respon dalam menghadapi laporan dari masyarakat dan menindaklanjuti laporan tersebut.
6. Polri yang berorientasi pada customer (pelanggan). Yang dimaksud disini tentu bukan pelanggan yang mampu memberi benefit terbanyak pada institusi Polri, ha1 ini bisa diartikan negatif karena akan Polri akan memilih - milih dalam menanggapi laporan dari masyarakat. Pada hakekatnya semua laporan masyarakat hams ditanggapi dengan baik oleh Polri, karena sama kedudukannya di depanb hokum berdasarkan UUD 1945. Yang dimaksud adalah bagaimana keberhasilan Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat bukanlah ditentukan oleh Polri sendiri melainkan ditentukan oleh masyarakat (yang dilayaninya). Oleh karena itu Polri untuk mendapatkan dukungan atau legitimasi dari masyarakat hams berupaya bagaimana untuk memuaskan atau menyenangkan masyarakat yang dilayaninya karena adanya organisasi Polri adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pendekatan kepada masyarakat adalah mutlak terutama kepada para tokoh dan pemukanya sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat dapat didengar dan dipahami serta dalam memberikan pelayanan senantiasa dimonitor, dievaluasi, diukur, dan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan terus menerus.
7. Polri yang bersifat wirausaha. Polri sebagai organisasi publik yang bersifat nirlaba namun dengan segala inovasi dan pemberdayaan sumber daya yang ada dapat diupayakan untuk mendapatkan penghasilan melalui cara
-
cara yang bukan
korupsi, kolusi, nepotisme ataupun pungli melainkan memberikan suatu jasa ataupun pemberian sarana dan fasilitas dalam mengembangkan sistem kearnanan dan ketertiban swakarsa (siskamtibmas swakarsa). Dengan kata lain Polri pun bisa menawarkan jasa - jasa pelatihan bagi pihak
-
pihak swasta seperti kalangan
security dengan memberikan pelatihan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan para mitra tersebut.
8. Polri yang Bersifat antisipatif (mencegah dari pada mengobati). Untuk masa sekarang ini Polri hams mampu melihat ataupun menganalisa segala sesuatu yang terjadi untuk membuat suatu strategi ataupun tindak lanjut dalam pelaksanaan tugas operasional maupun dalam pembinaan. Karena tanpa kemampuan menganalisa ataupun membuat antisipasi terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi khususnya yang berkaitan dengan gangguan kamtibmas otomatis Polri tidak dapat atau tidak memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Dengan kemampuan mencegah akan lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas Polri dalam memberikan layanan kepada masyarakat tanpa hams memakan biaya ataupun korban yang cukup banyak dan mahal. Upaya
-
upaya tersebut dapat dilakukan
melaui: Pemolisian komuniti (comuniv Policing), pengedepanan hngsi preventif dan preemtif Polri. Yang tentunya dikaitkan dengan pembuatan perencanaan strategis yang meliputi: analisis situasi internal dan eksternal, identifikasi isu-isu kunci yang dihadapi organisasi, definisi dari misi yang mendasar dari orgtanisasi, pengungkapan sasaran dasar organisasi, penciptaam visi : seperti apa keberhasilan itu, pengembangan stategi untuk mewujudkan visi dan sasaran, pengembangan jadwal dari sasaran tersebut, pengukuran dan evaluasi dari h a i l yang dilaksanakan untuk jangka pendek, jangka sedang maupun jangka panjang baik untuk poperasional yang bersifat rutin ataupun khusus.
9. Polri yang terdesentralisasi. Dalam menuju Polri yang mandiri dan terdepan dalam memberikan pelayanan pada pelayanan publik salah satu sasarannya adalah Polri yang utuh dari Mabes sampai tingkat pos polisi dan Polri tetap dalam bentuk polisi nasional mengingat negara RI adalah negara kepulauan yang terpisah pisah dan dengan adanya polisi nasional akan mempermudah dalam memberikan back up ataupun pergeseran pasukan. Namun dalarn pelaksanaan komando operasional
(KOD) tetap dilaksanakan pada tingkat Polres (atau) Kepolisian pada kota madya ataupun kabupaten karena Polres merupakan satuan kepolisian yang terdepan dan terlengkap unsur ataupun fungsi dan bagian-bagiannya.
10. Polri yang berorientasi pasar. Di era globalisasi sekarang ini dalam memberikan jasa atau pelayanan kepada masyarakat POLRI hendaknya melihat atau berorientasi pada pasar ( apa yang menjadi harapan atau tuntutan masyarakat / apa yang sedang menjadi trend di masyarakat terutama yang berkaitan dengan masalah
-
masalah
Kamtibmas ).Berkaitan dengan ha1 tersebut POLRI tidak hanya sebagai satu
-
satunya badan yang memonopoli dalam pemberian pelayanan bidang keamanan tetapi POLRI juga menjadi fasilitator ataupun pemberi sarana dan prasarana kepada masyarakat untuk ikut serta menumbuh kembvangkan Siskamtibmas Swakarsa yang dilandasi dengan pemolisian komuniti (Comunity Policing) .
D. Agenda Perubahan Yang Diangkat Reformasi polisi seperti yang diuraikan oleh ProPatria Institute dalam Reformasi Sektor Keamanan Nasional 2009
-
2014 didefinisikan sebagai transformasi organisasi
kepolisian agar lebih profesional dan akuntabel dalam memberikan pelayanan. tanggap dalam merespon ancaman, serta responsif dalam memahami kebutuhan masyarakat. 1) Penggunaan pengetahuan dan keahlian dalam tugas kepolisian berdasarkan pendidikan dan latihan berjangka panjang 2) Memberi layanan terbaik
3) Otonom 4) Memiliki lembaga kontrol atas kinerjanya
5) Memiliki organisasi profesi melalui asosiasi
6) Memiliki kode etik dan kebanggaan profesi 7) Profesi kepolisian sebagai pengabdian 8) Bertanggungjawab atas monopoli keahlian, dan
9) Memiliki seperangkat ajaran yang dijadikan asas untuk memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan hidup organisasinya.
Implementasi Strategi.
Dalam strategi Quick Wins yang diterapkan oleh Polri diterjemahkan pada tiga pada tiga tahapan strategi, yaitu: 1. Jangka Pendek. a) Meningkatkan keprofesionalan Polri dengan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat tanpa menunjukan keberpihakan dalam menjalankan tugas. b) Mengembangkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan profesionalisme Polri dalam rangka menghadapi perubahan sistem nilai dan sosial masyarakat. c) Memantapkan Kamdagri dengan cara meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah, (optimalisasi deteksi dini, giat patroli di wilayah rawan gangguan, masyarakat dan melaksanakan penegakan hukum secara tegas, professional, proporsional dan tidak diskriminatif). d) Mendorong masyarakat untuk mengembangkan kultural kapital (moral, etika sopan santun, universal values) secara demokratis, serta peningkatan kepatuhan terhadap hukum. e) Membangun
Community
Policing
dengan
pemberdayaan
dan
pendayagunaan potensi masyarakat. 2. Jangka Sedang. a) Meningkatkan pertemuan dengan elemen masyarakat (Formal maupun non Formal) dalam rangka membangun kesadaran masyarakat terhadap nilainilai yang ada pada Pancasila. b) Mengajak dan mendorong masyarakat untuk pengembangan social capital (kemampuan menerima perbedaan, solidaritas sosial, berorganisasi, conflict management) agar mampu menyeleksi setiap pengaruh negatif dari luar dengan kesadaran dan keimanan. c) Bekerjasama dengan Depdiknas agar tenaga pendidik untuk menanamkan peranan nila-nilai sikap mental dan moral bangsa (keadilan, kerukunan, kepedulian, kemandirian, kejujuran dan sinergi) di sekolah. d) Penenaman nilai-nilai agama dalam keluarga dan sekolah.
e) Melakukan kemitraan dengan LSM, Tokoh-tokoh masyarakat dan Tokoh Agarna dalam pembinaan generasi muda tentang sistem nilai sikap mental dan moral bangsa. Jangka Panjang. a) Melanjutkan program yang telah dilaksanakan dengan penataan pada sistem dan
metode
dalam
rangka
perlindungan,
pengayoman,
pelayanan
masyarakat dan penegakan hukurn menuju kearah kemajuan peradaban, kebudayaan serta persatuan dan kesatuan bangsa. b) Mendorong tenvujudnya komitment antar elemen masyarakat ('endidik, alim ulama 1 tokoh agama, musikus, seniman, scene film, penegak hukum, lain-lain maupun pemda) dalam menyikapi krisis yang terjadi dengan membangun sistem nilai, sikap mental dan moral bangsa yang berbasis pada komunitas (community Policing), sesuai kapasitas dan bidang masingmasing secara sinergis. c) Meregulasi berbagai aturan 1 kebijakan POLRI yang kurang relevan dalam
upaya mengantisipasi berbagai perkembangan kejahatan akibat perubahan sistem nilai dan social yang terjadi pada masyarakat
Menurut Bambang Widodo dalam Arah Reformasi Polri Permasalahan yang masih dihadapi Reformasi Polri antara lain adalah: 1. Kondisi di lingkungan Polri masih menyisakan dilema antara belum terkikisnya
paradigma dan budaya militer dalam organisasi dengan trauma reposisi yang masih membayanginya. 2. Keberadaan Polri langsung di bawah presiden, menyebabkan Polri memposisikan diri sebagai lembaga yang memproduksi kebijakan, dan operasionalnya sekaligus.
3. Format Polri sebagai kepolisian nasional menyebabkan pemenuhan segala kebutuhan dan operasional Polri ditanggung oleh pemerintah pusat. Ketergantungan anggaran pada pemerintah pusat menyebabkan alur anggaran Polri menjadi panjang dan rawan korupsi. 4. Kendala Anggaran-Upaya membangun
Polri yang mandiri dan profesional
membutuhkan dukungan anggaran yang memadai. Hal ini menyebabkan polri
mencari anggarannya sendiri dan ha1 ini di dukung oleh UU Polri dimana tidak secara eksplisit menegaskan anggaran Polri berasal dari APBN, kecuali anggaran untuk Komisi Kepolisian Nasional. Rasio perbandingan jumlah anggota Polri dengan jumlah penduduk. Saat ini rasio anggota Polri dengan masyarakat masih berkisar antara 1:750 hingga 1 : 1000. sedangkan idealnya 1 :350. Rasio perbandingan yang tidak merata ini menyulitkan Polri dalam menjalankan tugas, khususnya pada Pemolisian Masyarakat (Community
Policing) dan Babinkamtibmas. Analisis SWOT terhadap Reformasi Birokrasi Polri Kekuatan
Kelemahan
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, sebagai
inkonsistensi anggota POLRI dalam menegakan
kekuatan Polri dalarn melaksanakan tugas selaku
hukum.
pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat.
Kurang optimalnya pengawasan dan pembinaan
Perubahan paradigma Polri menuju kultur Polisi sipil
kultur
yang semakin berkembang ke arah positif
menimbulkan konflik dalam tubuh Polri.
Polisi
sipil,
sehingga
seringkali
Komitmen Polri untuk menyelesaikan masalah yang
Masih belum optimalnya kemampuan SDM Polri
menjadi perhatian publik secara segera.
dalarn menyikapi perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Kendala
Peluang Adanya komitment
pemerintah memlihara budi
Kontrol sosial / pengawasan sosial masyarakat
pekerti kemanusian dan moral rang luhur dalarn
mulai melemah.
seluruh aspek kehidupan nasional.
f'emberdayaan
Kehidupan kemasyarakatan herdasarkan semangat
optimal.
kekeluargaan dan gotong royong.
Krisis
Dukungan
pemerintah
terhadap
menegakan hukum tanpa pandang bulu.
Polri
untuk
Community
ekonomi
yang
Policing
berkepanjangan.
menyebabkan lentrunya nilai-nilai dan rasa sosial
Sumber: Almanak Reformasi Sektor Keamanan Indonesia 2007
helum
kebersamaan
Setelah sepuluh tahun berlangsungnya reformasi Polri yang diuraikan dalam Almanak
Reformasi Sektor Keamanan Indonesia 2007, hasil yang dicapai antara lain: 1. POLRI telah menjadi lembaga non-departemen setingkat menteri. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kinerja Polri lebih independent dan bertanggung jawab langsung ke Presiden, sehingga akan meminimalisir dampak negatif dari besarnya tekanan politis dari berbagai pihak sewaktu masih tergabung dalam ABRI 2. Polri telah menjadi mitra kerja komisi DPR-RI. Berarti dengan menjadi mitra Komisi 111 DPR RI, maka akan meningkatkan kontrol masyarakat kepada Polri karena dalam
ha1 ini institusi DPR adalah penvakilan dari aspirasi masyarakat terhadap Polri. 3. Dalam ha1 kepegawaian telah memiliki manajemen tersendiri. Dengan mempunyai
manajemen kepergawaian tersendiri maka Polri akan bisa merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan dalam bidang sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan organisasi Polri dimasa sekarang dan yang akan datang terutama dalam menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan meningkatkan pelayanan kepada publik. 4. Dalam ha1 anggaran telah tercapai de-otorisasi dan rasionalisasi. Penggunaan anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan Polri dijalankan dengan prinsip
-
prinsip efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas. 5. Dalarn pembenahan polisi berseragam dan tidak berseragam telah diubah penampilan anggota dan peralatan tugas. Dengan pembenahan penampilan polisi yang lebih sipil dan menanggalkan pola - pola militeristik diharapkan bisa lebih mendekatkan diri dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
6. Telah melembagakan Komisi Kepolisian Nasional. Dengan adanya Kompolnas, yang berfungsi sebagai lembaga penampung keluhan masyarakat dan menyampaikan saran kepada Polri diharapkan bisa menambah masukkan kepada Polri dalam rangka mempercepat reformasi birokrasi di tubuh Polri. 7. Telah meminimalisir kegiatan seremonial dan upacara. Ini dimaksudkan untuk mengurangi unsur
-
unsur militer yang kental dengan acara
-
acara seremonial dan
menampilkan wajah sipil yang lebih dekat dan memahami masyarakat
8. Telah membangun makam kehormatan Polri sebagai upaya pemuliaan profesi Diharapkan setiap anggota Polri mengerti dengan luhurnya pekerjaan yang mereka
jalani dalam mengemban tugas sehingga diharapkan mampu mengerjakan tugas dengan baik dan dengan cara yang bermartabat.
9. Telah mengembangkan 109 Polres Persiapan, dan meningkatan empat Polwil menjadi Polda.
Dengan dibukanya kran otonomi
daerah diharapkan
Polri
marnpu
mengikutinya dengan memekarkan struktur organisasi Polri agar bisa lebih dekat dengan masyarakat di masing - masing daerah.
10. Telah meningkatkan jumlah anggota POLRI khususnya petugas di lapangan Reformasi telah mendorong perubahan dalam Polri khususnya dalam hal-ha1 yang simbolik dan permukaan, tetapi belum menyentuh aspek-aspek substantial yaitu perubahan kultur yang terdiri dari perilaku dan sikap. Singkatnya Reformasi Polri baru memberikan janji belum bukti. Dengan menggunakan kerangka pikir Polri, perubahan struktural dan instrumental termasuk peningkatan anggaran dari tahun ke tahun akan menghasilkan perubahan kultural. Dalam jangka panjang perlu diuji dengan seksama apakah memang problema kemandegan perubahan ini secara substantif disebabkan oleh persoalan-persoalan yang lebih makro misalnya pada level legislasi yang menyangkut aspek-aspek krusial seperti struktur organisasi, transparansi anggaran, kerangka pengawasan. Kalau itu memang menjadi penyebabnya, memang perlu dilakukan reformasi yang lebih radikal dalam kepolisian yang menyangkut aspek-aspek strategis misalnya amandemen UU Polri yang merubah persoalan struktur organisasi, kerangka, pengawasan, sumber pendanaan, termasuk peninjauan jurisdiksi Polri yang saat ini dinilai terlalu luas, tetapi dengan pengawasan yang lemah. Tetapi upaya ini secara politik memang melelahkan, karena belum adanya kesamaan visi para pengambil kebijakan dalam kepolisian. Langkah-langkah praktis jangka pendek adalah menggunakan kerangka legislasi yang ada, untuk mendorong kinerja Polri dengan berbagai program penguatan, konsultansi dan tentunya pengawasan agar Polri dapat meningkatkan fungsinya dalarn memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menuju Polri yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara prima bukanlah ha1 mudah dan membutuhkan waktu namun demikian yang terpenting
disini adalah kemauan untuk mencapai ha1 tersebut serta diimbangi dukungan baik dari pemerintah, sistem politik dan kebijakan pimpinan Polri sendiri. Di samping itu Polri juga hams senantiasa mereformasi dirinya secara terus menerus mengingat tuntutan masyarakat serta situasi Kamtibmas yang senantioasa mengalami perobahan secara cepat dan tidak menentu. Untuk Itu Polri diharapkan mampu untuk menganalisa dan mengantisipasi segala bentuk ganguan kamtibmas baik yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi serta mampu membangkitkan peran serta masyarakat dalam menciptakan Siskamtibmas Swakarsa. Untuk menilai akuntabilitas reformasi birokrasi Polri ditandai oleh kesediaan polisi menerima pengawasan atas wewenang yang diberikan. Tiga elemen akuntabilitas yang perlu diterapkan pada lembaga kepolisian: (1) Answeribilty, mengacu kepada kewajiban polisi memberikan informasi dan penjelasan atas segala apa yang mereka lakukan
(2) Enforcement, mengacu kepada kemampuan polisi menerapkan sanksi kepada pemegang kebijakan apabila mereka mangkir dari tugas tugas negardpublik
(3) Punishibility, mengacu kepada kesediaan polisi untuk menerima sanksi bila mereka terbukti melanggar code of conduct atau tindak pidana. Dalam organisasi Polri perlu diadakan pembenahan dan penerapan strategi seperti yang telah diuraikan diatas dan senantiasa mengevaluasi kinerja dalam pembinaan sumber daya manusia Polri yang meliputi, kompensasi (finansial Inon finansial), karier sistem, pendidikan dan latihan, serta disiplin kerja. Pelayanan publik yang buruk terutama di Polri, penyebabnya adalah penyalahgunan jabatan karena campur tangan politik pada birokrasi pemerintahan, rendahnya kualitas moral, standar etika pegawailpejabat dan professionalisme pegawailpejabat. Upaya menjembatani kondisi riil tersebut menuju kearah perbaikan yang diharapkan hams dilakukan melalui pilihan-pilihan yang perlu dikomunikasikan dalarn proses pembangunan. Proses tersebut dimaksudkan untuk: membawa, menumbuhkan dan menciptakan kondisi baru (new expected value) sebagai norma baru guna merubah status dalarn situasi yang lebih meningkat kearah kesejahteraan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih bermartabat,
f-l manusia yang memiliki rasa harga diri dan kehormatan, manusia yang memiliki kemandirian dan mampu membangun dirinya secara berkelanjutan Melalui tiga upaya yang telah disebutkan guna memperbaiki pelayanan publik baik melalui pemberantasan korupsi,
manipulasi
dan penyalahgunaan jabatan,
meningkatkan kualitas moral dan standar etika pegawailpejabat maupun melalui peningkatan profesionalime pegawailpejabat, maka diharapkan adanya kondisi baru yang lebih baik berupa pelayanan publik yang prima yang dilandasi dengan kepercayaan, kejujuran, integritas, tangung jawab, loyalitas, keadilan, taat hukum selaku warga negara yang berprinsip mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi serta bentuk profesionalisme pegawai yang mengutamakan pelayanan yang berkualitas seperti menitik beratkan pada suasana k e j a dan penampilan aparat pelaksana, handal dalam pelayanan dengan kemampuan dan penguasaan yang baik, memiliki tanggung jawab dengan memberi kepuasan serta mampu mendengar keluhan masyarakat, dapat dipercaya bahwa tidak ada suap, tip atau korupsi serta memberi pelayanan dengan ramah, tulus dan penuh kesungguhan.
Daftar Pustaka Osborne David, Ted Gaebler, 1999, Mewirausahakan Government), Jakarta, PT Pustaka Binaman Pressindo.
Birokrasi
(Reinventing
Yunanto, S, Reformasi POLRI: Baru Janji BeIum Bzlkti, 2007, LESPERSSI Djarnin, Awaloedin Prof DR, 1995, Administrasi Kepolisian, Jakarta, CV Mandira Buana. DL, Cryshnanda, Polri Masa Depan DaIam PerspektifPoIisi Lalu Lintas, Jakarta Umar, Barnbang Widodo, 2009, Reformasi Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, IDSPS Press Lihawa, Ronny, 2007, Akuntabilitas Politik dun Operasional Polri, Jakarta Yunanto, S, 2007, Reformasi Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, LESPERSSI dan DCAF Umar, Bambang Widodo, 2008, Arah Reformasi Polri, Jakarta, ProPatria Institute ProPatria, Tim, 2009, Rekomendasi Kebijakan Tentang Kerangka Kerja Keamanun Nasional2009 - 2014, Jakarta, ProPatria Insitute dan Yayasa. TIFA Rahardjo, Hapsoro, 2009, Quick-win Polri dalarn Rungka Trust Building Umar, Bambang Widodo, 2008, Dampak Dari Aluran /,egal dan Kebijakan Domestik Terhadap Reformasi POLRI, Jakarta, Lesperssi www.beritaindonesia.co.id/berita-utama/pelayanan-publik-di-tangan-para-calo/a1l-pages/