PROGRAM SERTIFIKASI GURU (Antara Tuntutan Kesejahteraan dan Kualitas) Siswanto
Abstrak: Guru adalah profesi yang memegang peran sentral dalam menentukan generasi penerus bangsa. Guru dituntut memiliki keterampilan yang memungkinkan untuk mengorganisasikan materi serta mengelolanya dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi siswa. Profesi guru harus dipersiapkan untuk mengenal ilmu pengetahuan yang luas agar memiliki kemampuan dan kompetensi. Kompetensi guru bersifat kompleks dan merupakan kesatuan yang utuh yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan melalui tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai pendidik. Sertifikasi guru yang dilaksanakan pemerintah merupakan upaya peningkatan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Muara akhir yang diharapkan adalah meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan adalah upaya pemberian insentif tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Kata kunci: Sertifikasi, guru, kualitas, kompetensi, profesi, kesejahteraan
Pendahuluan Fenomena kehidupan yang amat penting pada abad ke-21 ialah adanya globalisasi1 hampir pada semua aspek kehidupan. 1
Dalam mendeskripsikan proses terkini tentang globalisasi tidak ada definisi tunggal, dikarenakan aspek multidimensi globalisasi sering dideskripsikan sebagai proses yang tidak jelas, tidak menentu dan penuh kontradiksi. Menurut John Tomlinson, globalisasi adalah proses hubungan yang rumit antar masyarakat luas dunia, antar budaya, institusi dan individual. Globalisasi merupakan proses sosial yang mempersingkat waktu dan jarak dari pengurangan waktu yang diambil baik secara
Siswanto
Konsekuensinya bagi semua bentuk pekerjaan, termasuk pekerjaan guru, memiliki tantangan yang bersifat mendunia. Hal ini terjadi karena batas-batas geografis sebuah negara bangsa di abad ke-21 semakin tidak penting dilihat dari proses berlangsungnya interaksi dan komunikasi antar individu di bumi ini. Kondisi seperti itu dapat terjadi sebagai akibat dari adanya inovasi yang luar biasa pesatnya di bidang teknologi komunikasi, sehingga kejadian apa saja di belahan bumi ini dapat diketahui oleh siapa saja yang memiliki akses ke sistem komunikasi global dalam waktu yang sama.2 Hal ini menjadi tantangan profesional guru di abad ke-21. Informasi yang dimiliki guru akan segera menjadi kuno jika tidak diperbarui secara terus menerus. Di pihak lain guru dan dosen bukan lagi orang yang paling pintar di kelas, sebab siswa dan mahasiswa dapat belajar dari sumber lain selain guru. Oleh karena itu, dalam abad ini, guru harus memiliki keunggulan kompetitif. Hukum survival of the fittest akan berlaku bagi profesi guru.3 Guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain menyampaikan informasi kepada siswa. Guru juga berperan sebagai perencana (designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) pembelajaran. Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi para siswa dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap materi standar yang efektif dan terorganisasi. Untuk itu diperlukan peran baru dari para guru, mereka dituntut memiliki keterampilan-keterampilan teknis yang memungkinkan untuk mengorganisasikan materi standar serta mengelolanya dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi siswa.4
langsung maupun tidak langsung. Jadi dengan dipersingkatnya jarak dan waktu, dunia dilihat seakan-akan semakin mengecil dalam beberapa aspek, yang membuat hubungan manusia antar satu dengan yang lain semakin dekat. 2 Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, Dalam Percaturan Dunia Global (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2006), hlm. 27. 3 Ibid. 4 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.14.
212
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Program Sertifikasi Guru
Di samping itu, guru merupakan faktor kunci sukses dari upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah. Guru memegang peranan strategis dalam kerangka pengembangan SDM, karena pembangunan pendidikan nasional tidak terpisahkan dari perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam kelas. Perubahanperubahan dan kecenderungan itu lebih banyak berlangsung karena adanya interaksi guru dan siswa di dalam kelas. Guru adalah profesi yang memegang peranan sentral dalam menentukan generasi penerus bangsa ini. Tanpa meningkatkan mutu guru, pekerjaan membentuk SDM yang kompetitif dan berbudi pekerti baik akan menjadi sia-sia.5 Menyadari hal tersebut, betapa pentingnya untuk meningkatkan aktivitas, kreatifitas, kualitas dan profesionalisme guru. Profesi guru harus dipersiapkan untuk dapat mengenal ilmu pengetahuan yang luas agar dia dapat mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk membimbing peserta didiknya memasuki ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi.6 Pengembangan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari para ahli terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengembangkan berbagai aspek pendidikan dan pembelajaran. Kompetensi dan Komitmen Profesi Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri
5
Khoe Yao Tung, Simphoni Sedih Pendidikan Nasional, Refleksi Dunia Pendidikan Nasional (Jakarta: Abdi Tandur, 2002), hlm. 82-83. 6 H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2005), hlm.180-181.
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
213
Siswanto
Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi7 diartikan sebagai perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.8 Merujuk pengertian kompetensi di atas, kompetensi guru bersifat kompleks dan merupakan kesatuan yang utuh yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan melalui kebebasan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugastugas sebagai pendidik. Menurut Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005, guru sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni: pertama, kompetensi kepribadian, merupakan kemampuan personal yang mencerminkan keribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kedua, kompetensi sosial, berkenaan dengan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Ketiga, kompetensi pedagogik, berkenaan dengan kemampuan memberikan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif, kompetensi ini mencakup pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Keempat, kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan 7
Terdapat beberapa istilah yang mirip dengan pengertian kompetensi, yaitu kinerja (performance), kualifikasi (qualification), kapabilitas (capability) dan kemampuan (ability). Pengertian kinerja merupakan unjuk kerja individu yang secara langsung dapat diobservasi dan diukur. Kualifikasi menyangkut kecakapan individu untuk melakukan tugas-tugas tertentu dengan benar sesuai dengan persyaratan minimal yang ditentukan. Kapabilitas lebih dekat dengan kompetensi, yaitu menyangkut kemampuan individu untuk melakukan tugas-tugas tertentu, baik yang telah diaktualisasikan maupun yang belum. Sedangkan kemampuan mengacu pada tingkat penguasaan peserta didik baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik dalam melakukan pekerjaan. Lihat Yatim Riyanto dan Ismet Basuki, Program Setifikasi Guru (Makalah pada Lokakarya Pengurus Cabang Lembaga Pendidikan Maarif Provinsi Jawa Timur, 19 Nopember 2006), hlm.2. 8 Ibid.
214
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Program Sertifikasi Guru
mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.9 Usaha meningkatkan kualitas dan kompetensi guru merupakan suatu masalah yang rumit, khususnya tentang citra guru. Kita ketahui bahwa citra guru dewasa ini relatif kurang mendapat penghargaan masyarakat dibandingkan dengan citra profesi lainnya yang memberikan jaminan hidup yang relatif lebih baik. Betapa sulitnya mendapatkan guru yang berkualitas, berdedikasi dan memiliki empati dalam mendidik siswa. Oleh karena itu profesi guru harus perlu ditingkatkan agar dapat bersaing dengan jenis profesi lainnya. Memang kita dapat saja menuntut dedikasi, pelayanan dan pengorbanan yang besar dalam profesi guru. Namun demikian, dalam kehidupan masyarakat yang serba terbuka, apabila tidak ada usaha-usaha nyata untuk meningkatkan citra guru, maka profesi guru tidak akan pernah mendapatkan dan menjaring tenaga-tenaga muda yang kompeten.10 Berkaitan dengan rendahnya citra guru, juga tampak dalam kemampuan dan tanggung jawab profesi guru terhadap tugasnya. Guru sebagai manajer kelas, ia harus dapat bertanggung jawab terhadap kelancaran tugasnya di dalam kelas terutama dalam menyampaikan materi pelajaran, menentukan metode pembelajaran dan menyusun bahan pelajaran dari waktu ke waktu demi pengembangan siswanya.11 Tidak salah kiranya kalau salah satu komponen pendukung bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan adalah profesionalisme guru. Keberhasilan guru profesional sangat ditentukan oleh banyak hal. Kemampuan dan keterampilan mengajar sangat perlu dimiliki, pemahaman kurikulum12 dan penguasaan materi menjadi prioritas 9
Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28. 10 Tung, Simphoni Sedih Pendidikan Nasional, hlm.83. 11 Ibid. 12 Kurikulum selalu sering berganti seiring dengan pergantian pemerintahan, anggaran pendidikan sudah mulai meningkat dari tahun ke tahun, hal ini tidak akan ada manfaatnya jika tidak didukung oleh sumber daya manusia di sekolah terutama guru yang professional. Guru tidak hanya dituntut mampu mengajar di kelas dan melengkapi administrasi pembelajaran, yang terpenting adalah guru mampu menganalisis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif. Jikalau kemapuan
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
215
Siswanto
utama, di samping mampu dan terampil di dalam metode mengajar dan mendayagunakan media pembelajaran. Tak kalah pentingnya pemahaman yang sungguh-sungguh terhadap teknik evaluasi, karena teknik evaluasi menjadi faktor penentu dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran.13 Sebagai tenaga profesional, pekerjaan guru harus dilandasi oleh sejumlah prinsip, yang menurut Undang-Undang Nomor 14/2005 meliputi : a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.14 Masih banyak sebenarnya faktor penunjang lainnya yang harus dimiliki guru di samping performance sewaktu mengajar di kelas. Semua yang disebutkan di atas, secara hakiki sudah dilakukan dan dimiliki guru akan tetapi ke depan kadar kepemilikan itu segera diwujudkan dengan sungguh dan motivasi kerja tinggi, dan ini menjadi beban moral guru dalam mewujudkan guru profesional. Tanpa itu, mustahil pendidikan bermutu dapat terwujud.15 Penghargaan dan Kesejahteraan Guru Seorang profesional dikarakteristikkan dengan beberapa faktor yaitu kepemilikan komponen intelektual, komitmen yang kuat akan tersebut dimiliki oleh guru Indonesia apapun kurikulumnya akan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bangsa ini. 13 Isjoni, Gurukah Yang Dipersalahkan? Menakar Posisi Guru di Tengah Dunia Pendidikan Kita (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 158. 14 Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7. 15 Isjoni, Gurukah Yang Dipersalahkan?, hlm. 158.
216
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Program Sertifikasi Guru
karier berbasis pada kompetensi khusus, berorientasi akan layanan yang memuaskan, dan yang terpenting terlibat akan tanggung jawab karena penggunaan kompetensi khusus tadi. Itulah sebabnya seorang profesional sering memperoleh penghargaan tertentu karena kompetensinya itu, walaupun itu ada ekses lain dari profesionalisme.16 Penghargaan memiliki pengertian yang luas, baik penghargaan secara materi maupun mental spiritual. Oleh karena itu, penghargaan terhadap guru terkait erat dengan kesejahteraan guru. Mengingat tugas guru memang termasuk yang tersulit,17 maka sudah selayaknya memperoleh penghargaan dan kesejahteraan yang memadai bagi hidup dan kehidupannya.18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa guru (pendidik) dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; b) penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan d) kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.19 Dalam kaitan itu, ada hubungan yang amat signifikan antara beratnya tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas tenaga profesional dengan besarnya gaji. Makin berat tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas tenaga profesional yang diperlukan, maka makin besar gaji yang harus diperoleh. Gaji memang sering digunakan sebagai standar kesejahteraan pegawai, namun itu bukan satu-satunya. Pengertian kesejateraan guru jauh lebih luas dibandingkan dengan hanya sekadar gaji. Hal-hal yang biasanya terkait dengan faktor kesejahteraan adalah: 16
Tung, Simphoni Sedih Pendidikan Nasional, hlm.88. Pekerjaan guru dianggap yang tersulit, karena guru harus membuat siswa memahami apa yang diajarkannya. Bahkan, selain membuat mengerti tentang bahan ajar, tugas guru adalah juga membuat siswa dapat menerapkan konsep-konsep yang dipelajarinya. Pepatah yang sering kita dengar membenarkan betapa beratnya tugas guru; To say is easy. To do is difficult. To understand is more difficult. But, to make one understand is the most difficult. Artinya, berkata itu mudah, bekerja itu sulit, mengerti itu lebih sulit, tetapi membuat seseorang mengerti adalah yang tersulit. 18 Suparlan, Menjadi Guru Efektif (Yogyakarta: Hikayat, 2005), hlm.153. 19 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, pasal 40 ayat 1. 17
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
217
Siswanto
(1) sarana dan prasarana yang cukup, (2) kontraprestasi kerja (gaji) yang memenuhi standar hidup, (3) suasana kerja yang kondusif, aman, dan nyaman, (4) sistem kerja yang adil dan terbuka, penuh kebersamaan, dan (5) aspirasi dan kreativitas kerja dapat tumbuh dengan subur. Faktor-faktor tersebut akan menimbulkan moral kerja dan etos kerja guru yang tinggi, yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja profesionalnya.20 Dengan fokus utama kecilnya gaji guru, akan menjadi sulit untuk hidup hanya berstatus guru sejati di masa sekarang. Hal ini diperparah bila dihadapkan dengan pola pikir masyarakat yang semakin materialistik. Segala sesuatu yang diukur dengan materi dan kenikmatan hidup (hedonisme), termasuk kehormatan akademik. Gaji guru yang teramat kecil mengakibatkan guru mudah akan kehilangan rasa percaya diri (self confidence) bila berhadapan dengan siswa yang berstrata sosial-ekonomi yang jauh lebih tinggi darinya. Hal ini sangat kontras dengan kejadian pembocoran soal, pembelian nilai, pernyuapan guru dan berbagai praktik yang merendahkan martabat guru.21 Akibatnya berimbas pada siklus yang memberikan masukan negatif pada masyarakat. Sistem imbalan gaji yang diberikan pemerintah sekarang tidak memadai lagi untuk mengangkat harkat dan derajat ekonomi para guru ke tingkat yang lebih baik. Banyaknya potongan gaji membuat guru semakin terpuruk dan memprihatinkan. Keprihatinan inilah yang kemudian menjadi rekaman yang tidak menggairahkan generasi muda untuk memilih profesi guru, kalau tidak terpaksa tentunya tidak akan terpikir akan menjadi guru. Guru seolah menjadi potret pengabdian yang mudah diiming-imingi dengan imbalan tertentu. Pergeseran pola pikir nilai sosial budaya yang tadinya sangat menghargai guru lambat laun hanya menghargai guru sebatas sebagai pekerja yang mencari nafkah dengan "pekerjaan" mengajar sekedarnya. Kalaupun ada penghargaan itupun hanya berupa nyanyian hampa "guru tanpa tanda jasa". Banyak orang tua mengarahkan anaknya agar tidak berpikir menjadi guru, karena bisa dikatakan menjadi guru artinya siap mengabdi dalam kondisi yang memprihatinkan.22 20
Suparlan, Menjadi Guru Efektif, hlm. 153-154. Tung, Simphoni Sedih Pendidikan Nasional,hlm.92. 22 Ibid. 21
218
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi: Orientasi Kesejahteraan atau Kualitas? Kreatifitas Guru harus menjadi prioritas utama pemerintah, sekolah, dan guru itu sendiri agar kreatifitas bangsa ini semakin baik. Saat ini pemerintah sudah memulai program peningkatan mutu tenaga kependidikan dengan mengadakan program studi lanjut, pelatihan, sertifikasi dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan kompetensi guru, bahkan pemerintah telah membuat kurikulum yang fleksibel, usaha-usaha tersebut tidak akan berpengaruh positif apabila guru tidak mau kreatif, apalagi masih banyak guru di Indonesia yang belum mau berubah (masih seperti yang dulu) sementara anak didiknya dituntut untuk berubah atau anak didiknya sudah jauh berubah kemampuannya meninggalkan kemampuan gurunya. Dalam Undang-undang RI No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP. No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, kepada para guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D4 yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Di samping itu, dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga dinyatakan demikian. Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D4 dibuktikan dengan ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada jenjang pendidikan dan mata pelajaran yang dibina. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang lulus sertifikasi guru. Secara spesifik, manfaat sertifikasi guru adalah; a) melindungi profesi pendidik dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra profesi pendidik; b) melindungi masyarakat dari praktikpraktik pendidikan yang tidak profesional; c) menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku; dan d) menjadi wahana penjaminan mutu bagi penyelenggara program
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
219
Siswanto
penyiapan tenaga kependidikan (PPTK) di perguruan tinggi, dan layanan, serta hasil pendidikan usia dini, dasar dan menengah.23 Dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Muara akhir ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan dalam hal ini adalah adanya upaya pemberian insentif tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Insentif ini berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri (PNS) maupun bagi guru yang tidak berstatus pegawai negeri (swasta). Sertifikasi guru berbentuk uji kompetensi sebagai agen pembelajaran yang didasarkan pada penilaian portofolio24 yang dipadu dengan self appraisal. Instrumen ini memberi kesempatan kepada guru untuk menilai diri sendiri dalam aktivitasnya sebagai guru. Setiap pernyataan dalam melakukan sesuatu atau berkarya harus dapat dibuktikan dengan bukti fisik berupa dokumen yang relevan. Bukti fisik tersebut menjadi bagian penilaian portofolio. Upaya ini dalam kenyataannya mungkin masih belum sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh semangat sertifikasi. Para guru belum dapat menunjukkan hasil kerja atau kompetensi dalam melaksanakan kewajiban profesionalnya. Masih banyak yang menggunakan ”biro jasa” penyusunan portofolio dari pada mengidentifikasi, memilih, menyusun dan menyimpan dokumen berupa 23
Riyanto, Program Sertifikasi Guru, hlm. 7. Secara umum, portofolio merupakan kumpulan dokumen berupa objek penilaian yang dipakai seseorang, kelompok, lembaga, organisasi, perusahaan, atau sejenisnya yang bertujuan untuk mendokumentasikan dan mengevaluasi perkembangan suatu proses dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Portofolio digunakan oleh guru untuk mendokumentasikan semua bahan dan sumber yang digunakan dalam proses pembelajaran, yang berfungsi untuk mengevaluasi diri dan juga untuk mengevaluasi peserta didik. Semakin rajin seorang guru mencari bahan-bahan dan sumber-sumber yang dipakai dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, semakin lengkap dokumen portofolio yang dimiliki. Lihat Sumarna Surapranata dan Muhammad Hatta, Penilaian Portofolio, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.28. 24
220
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
Program Sertifikasi Guru
karya-karya terbaiknya. Hal ini dapat kita pahami bahwa orientasi guru dalam mengikuti sertifikasi lebih mengarah kepada peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan dari pada peningkatan kualitas dan kompetensi guru itu sendiri. Padahal tujuan utama sertifikasi adalah meningkatkan keprofesionalan guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan semata-mata mengedepankan aspek material berupa peningkatan kesejahteraan hidup melalui insentif tunjangan profesi guru sebesar satu kali gaji pokok. Penutup Sudah saatnya pendidikan memasuki era profesionalisme agar peningkatan kualitas yang berkelanjutan dapat dipertahankan. Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi berjalan sedemikian cepatnya, sehingga dunia harus proaktif (value driven) dalam merespon bentuk perkembangan tersebut, jika tidak ingin ketinggalan dan ditinggalkan zaman. Oleh sebab itu, profesionalisme pendidikan segera kita lakukan, agar era kuantitas segera dapat digeser ke era kualitas. Untuk merealisasikan pergeseran paradigma tersebut, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, seorang guru harus memiliki standar kualifikasi, kompetensi dan kesejahteraan yang memadai. Makna kualifikasi terkait dengan jenjang pendidikan formal di bidang keguruan dan ilmu pendidikan minimal yang harus dimiliki. Sementara itu, kompetensi guru terkait dengan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru. Untuk meningkatkan kesejahteraan guru, amat diperlukan adanya sistem renumerasi atau penggajian yang menjanjikan, tunjangan hidup untuk guru (allowance), serta adanya jaminan sosial dan kesehatan. Kualifikasi, kompetensi dan kesejahteraan guru merupakan tiga aspek yang mempengaruhi kompetensi guru. Oleh karena itu, ketiganya harus dapat terpenuhi agar tercapai kompetensi guru yang optimal dan berkualitas. Wa Allâh a’lam bi al-shawâb.*
Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
221