PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI Fakhrunnisak, Hazhira Qudsyi Program Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Univesitas Islam Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstract: The difference of subjective well being between certified teachers and noncertified teachers. This research attempt to find out the difference of subjective well being between certified teachers and non certified teachers. Data were collected from 58 certified teachers and 58 non certified teachers. Scale that used in this study is The Satisfaction with Life Scale by Diener, Emmons, Larsen and Griffin (1985) and Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) by Diener, Wirtz, Tov, Kim-Prieto, Choi, Oishi and Biswar-Diener (2009). The result of this study proved that there no differences of subjective well being between certified teachers and non certified teachers (p = 0.910; p > 0,05). So, the hypothetic on this research is decline.
Keywords: Subjective well being, teacher, teaching certification.
Abstrak: Perbedaan subjective well being antara guru bersertifikat dan guru nonsertifikasi. Upaya penelitian ini untuk mengetahui perbedaan subjective well being antara guru bersertifikat dan guru non bersertifikat. Data dikumpulkan dari 58 guru bersertifikat dan 58 guru non sertifikasi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepuasan dengan skala Life oleh Diener, Emmons, Larsen dan Griffin (1985) dan skala positif dan negatif pengalaman (SPANE) oleh Diener, Wirtz, Tov, Kim-Prieto, Choi, Oishi dan Biswar-Diener (2009). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada perbedaan subjective well being antara guru bersertifikat dan guru non bersertifikat (p= 0,910 ; p > 0,05). Jadi, hipotetik pada penelitian ini adalah penurunan.
Kata kunci: Subjective well being, guru, mengajar sertifikasi.
PENDAHULUAN
Guru merupakan komponen penting
tercapainya tujuan pendidikan. Guru yang
dalam proses pembelajaran bagi peserta
berkualitas akan memungkinkan tercapainya
didik
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
karena
pendidikan
guru
sebagai
merupakan
ujung
pelaksana tombak
Menurut
126
Suwardi
(2014),
guru
yang
127 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 2, November 2015, hlm. 126-135
berkualitas adalah guru yang memiliki
sedikitnya mengalami afek negatif atau afek
sejumlah persyaratan profesional. Dalam
yang tidak menyenangkan seperti ketakutan,
diri guru profesional terdapat sejumlah
kemarahan, dan kesedihan, serta pendapat
kemampuan, pengetahuan, dan komitmen
pribadi mengenai kepuasan hidup.
yang dibutuhkan oleh sistem pembelajaran.
Diener, Lucas dan Oishi (2002)
Dengan guru profesional akan memungkin-
menyimpulkan bahwa subjective well being
kan
adalah konsep umum yang mencakup emosi
terjadinya
pembelajaran,
perbaikan
proses
yang menyenangkan, tingkatan rendah dari
pembelajaran maupun sistem evaluasinya.
perasaan negatif dan kepuasan hidup yang
Hal
tinggi.
ini
baik
pelaksanaan
dalam
menunjukkan
bahwa
guru
Namun
pada
kenyataannya,
profesional memiliki peran penting dalam
subjective well being ini tidak didapatkan
peningkatan mutu pembelajaran yang pada
oleh banyak guru yang telah mengabdikan
akhirnya
dirinya dalam dunia pendidikan selama
akan
mendukung
pencapaian
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien
bertahun-tahun (Krisnayani dkk, 2014).
(Suwardi, 2014).
Sebagaimana yang dilansir dalam
Namun masih ada masalah yang
beritasatu.com
(5/12/2014),
“Masalah
timbul, seperti kesejahteraan (Krisnayani,
kesejahteraan guru menjadi salah satu
Maygayanti, Santi, & Dianti, 2014) yang
aspirasi yang mendominasi hasil Kunjungan
akan
ke-
Kerja Komisi IV DPRD Kalimantan Timur
profesionalan seorang guru. Setiap individu
ke daerah selatan meliputi Kota Balikpapan
memiliki persepsi, makna, dan penghayatan
dan Penajam Paser Utara (PPU), beliau
yang
berharap agar pemerintah provinsi lebih
menghambat
berbeda-beda
terciptanya
atas
kesejahteraan
tersebut.
banyak memberikan perhatian terhadap
Menurut Biswar dkk (Utami, 2012),
kesejahteraan
guru.
Sebab
mereka
subjective well being atau kesejahteraan
merupakan ujung tombak berlangsungnya
subjektif didefinisikan sebagai evaluasi
roda pembelajaran. Jika kesejahteraan guru
individu
yang
rendah tentu akan mempengaruhi kualitas
berkaitan dengan komponen kognitif dan
pendidikan. Kesejahteraan yang dimaksud,
emosional yang mencakup tiga komponen
terkait
utama. Ketiga komponen utama subjective
mengatakan guru-guru di Kaltim harus
well being
menurut Biswar dkk (Utami,
mendapatkan penghasilan yang pantas dan
2012), yaitu banyaknya mengalami afek
memadai, antara lain meliput gaji pokok,
positif atau afek yang menyenangkan seperti
tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan
terhadap
kehidupannya
kegembiraan, kelegaan hati, kasih sayang,
dengan
penghasilan.
Beliau
Fakhrunnisak, Perbedaan Subjective Well Being…| 128
profesi, tunjangan khusus serta penghasilan
pendidikan
lain yang berkaitan dengan tugasnya.
berkelanjutan (Purwandari, 2009).
Kurangnya dialokasikan
anggaran
untuk
dunia
dana
yang
di
Menurut
Indonesia
secara
Indryawati
(2010),
pendidikan,
sertifikasi guru adalah proses pemberian
menyebabkan kesejahteraan seorang guru
sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
kurang terjamin. Guru-guru pada umumnya
pendidik diberikan kepada guru yang telah
tidak begitu melibatkan diri dalam usaha
memenuhi standar professional guru. Guru
mencari uang, namun menginginkan adanya
professional merupakan syarat mutlak untuk
jaminan ekonomi, agar dapat menutupi
menciptakan sistem dan praktik pendidikan
biaya
sesuai
yang berkualitas. Dengan kata lain, kegiatan
keperluannya. Untuk mencari jaminan ini
sertifikasi guru ditujukan untuk meningkat-
guru atau anggota keluarganya sering
kan kinerja profesionalitas guru. Guru
terpaksa mencari sumber-sumber finansial
diharapkan menjadi lebih berkualitas dan
lain (Krisnayani dkk, 2014). Jadi, dapat
professional dalam menjalankan tugasnya.
disimpulkan bahwa aspek finansial dapat
Hal ini menjadi tantangan bagi guru untuk
menimbulkan ketegangan di kalangan guru.
selalu
Sehingga
sehingga benar-benar menjadi guru yang
kehidupan
sehari-hari
mengakibatkan
kurangnya
keprofesionalan seorang guru, dan hasil belajar
mengajar
tidak
dapat
Salah
satu
Berdasarkan peneliti
lakukan
wawancara pada
guru
yang yang
yang
bersertifikasi mengajar dan guru yang tidak
dikembangkan oleh pemerintah di banyak
bersertifikasi mengajar di sebuah sekolah
negara adalah kebijakan intervensi langsung
yang ada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta
menuju peningkatan mutu dan memberikan
terdapat
jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang
kesejahteraan setelah para guru tersebut
memadai. Berdasarkan UU Guru dan Dosen
mendapatkan sertifikasi. Hasil wawancara
No. 14 tahun 2005, guru-guru di Indonesia
terhadap guru yang bersertifikasi mengajar
harus melewati sertifikasi guru. Hal ini
yaitu beliau mengatakan bahwa dengan
dilakukan sebagai upaya dari pemerintah
adanya sertifikasi ini memberikan dampak
untuk
positif bagi guru dan sangat membantu
meningkatkan
kebijakan
kualifikasinya,
professional (Purwandari, 2009).
optimal
(Krisnayani dkk, 2014).
meningkatkan
mutu
guru
yang
dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan
guru,
sehingga
diharapkan
pendapat
mengenai
sekali dalam pemenuhan kebutuhan.
dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
perbedaan
Berbeda halnya dengan guru yang tidak
bersertifikasi
mengajar,
beliau
mengatakan bahwa beliau belum merasakan
129 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 2, November 2015, hlm. 126-135
kesejahteraan dan dengan gaji yang didapat
subjektif guru. Berbeda halnya dengan
sekarang
memiliki
pendapatan yang akan didapatkan oleh guru
pekerjaan sampingan untuk dapat memenuhi
yang tidak bersertifikasi mengajar, sehingga
kebutuhan. Hal tersebut akan mempengaruhi
akan berdampak pada menurunnya kepuasan
kinerja dan menurunkan motivasi serta
hidup dan meningkatnya afek negatif yang
konsentrasi
akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif
membuat
dalam
beliau
proses
pembelajaran
sehingga memunculkan afek negatif seperti
pada
emosi, pikiran dan perilaku negatif yang
mengajar.
akan mengganggu proses pembelajaran di dalam kelas.
guru
yang
Berdasarkan
tidak
bersertifikasi
pemaparan
di
atas,
dapat dijelaskan rumusan masalah yang
Adanya perbedaan hasil wawancara
akan
diteliti
yaitu,
“apakah
terdapat
yang telah dilakukan, maka terdapat tujuan
perbedaan subjective well being pada guru
dan maanfaat dari sertikasi guru. Menurut
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
Wibowo
(Suwardi,
tidak bersertifikasi mengajar?”.
bertujuan
untuk
memberi
perlindungan
profesi
pendidik
dan
kepada
2014),
sertifikasi
tenaga
METODE
kependidikan, untuk melindungi masyarakat
Variabel tergantung dalam penelitian
dari praktik-praktik yang tidak kompeten
ini adalah subjective well being, dan variabel
sehingga merusak citra pendidik dan tenaga
bebasnya adalah sertifikasi mengajar guru.
kependidikan,
dan
Subjek dalam penelitian ini adalah guru
penyelenggara
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
pendidikan dalam mengembangkan rambu-
tidak bersertifikasi mengajar di Kabupaten
rambu dan instrumen untuk melakukan
Sleman, Yogyakarta. Pengolahan data yang
seleksi
tenaga
dilakukan untuk menguji perbedaan variabel
citra
menggunakan software SPSS. Skala yang
melindungi
untuk
membantu
lembaga
calon
kependidikan,
pendidik untuk
dan
membangun
masyarakat terhadap profesi pendidik dan
digunakan
tenaga
untuk
subjective well being dalam penelitian ini
rangka
merupakan hasil adaptasi dari Diener,
meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga
Emmons, Larsen dan Griffin (1985) yaitu
kependidikan.
The Satisfaction with Life Scale & alat ukur
kependidikan
memberikan
Hal
solusi
ini
akan
serta dalam
berdampak
untuk
mengungkap
variabel
pada
yang digunakan oleh Diener, Wirtz, Tov,
peningkatan kepuasan hidup dan afek positif
Kim-Prieto, Choi, Oishi, dan Biswas-Diener
seperti emosi, pikiran dan perilaku positif,
(2009) yaitu Scale of Positive and Negative
sehingga akan meningkatkan kesejahteraan
Experience (SPANE) dengan mengacu pada
Fakhrunnisak, Perbedaan Subjective Well Being…| 130
aspek-aspek subjective well being dari
mengajar, dimana terdapat 11 orang yang
Diener dkk (2002) diantaranya adalah
memiliki subjective well being yang sangat
komponen kognitif (misal, kepuasan hidup)
rendah, terdapat 12 orang yang memiliki
dan komponen afektif (misal: afek positif
subjective well being termasuk kategori
dan afek negatif).
rendah, terdapat 12 orang yang memiliki
Skala subjective well being yang
subjective well being yang sedang, terdapat
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
12 orang yang memiliki subjective well
15 aitem yang terdiri dari favorable (aitem
being termasuk kategori tinggi, dan 11 orang
yang
yang
mendukung
variabel).
Sedangkan
memiliki
subjective
well
being
pengelompokkan sertifikasi mengajar guru
termasuk kategori sangat tinggi. Sedangkan
disusun
pada
berdasarkan
informasi
yang
subjek
yang
tidak
bersertifikasi
diperoleh dari identitas subjek yang diisikan
mengajar terdapat 11 orang yang memiliki
dalam skala subjective well being.
subjective well being yang sangat rendah,
Skala subjective well being ini memuat
lima
pilihan
jawaban
yang
terdapat 12 orang yang memiliki subjective well
being
termasuk
kategori
rendah,
menunjukkan frekuensi dari jawaban yang
terdapat 10 orang yang memiliki subjective
diberikan
kepada
well being yang sedang, terdapat 14 orang
dilakukan
berdasarkan
subjek.
Penilaian
metode
skala
yang
memiliki
subjective
well
being
modifikasi Likert, yang terdiri dari lima
termasuk kategori tinggi, dan 11 orang yang
jenjang penilaian dengan besar nilai 1
memiliki subjective well being termasuk
sampai dengan 5. Lima pilihan jawaban
kategori sangat tinggi.
tersebut adalah selalu (5), sering (4),
Selain dari itu, terdapat beberapa
kadang-kadang (3), jarang (2), dan tidak
faktor lain yang mempengaruhi subjective
pernah (1). Skor total diperoleh dari jumlah
well being pada guru yang bersertifikasi
keseluruhan skor aitem pada skala ini.
mengajar dan guru yang tidak bersertifikasi
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
mengajar, yakni berdasarkan jenis kelamin
pada butir aitem favorable, maka semakin
pada laki-laki (p = 0.735) dan perempuan (p
tinggi tingkat kesejahteraan subjektifnya.
= 0.316) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan. Begitu pula perbedaan pada guru
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
Hasil
tidak bersertifikasi mengajar ditinjau dari Penelitian
yang
melibatkan
116
status
pernikahan
bahwa
tidak
ada
subjek ini menunjukkan adanya deskripsi
perbedaan antara guru yang telah menikah
psikologis
(p = 0.915) maupun guru lajang (p = 0.682).
subjek
yang
bersertifikasi
131 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 2, November 2015, hlm. 126-135
Berdasarkan hasil analisis, ditinjau dari aspek subjective well being, maka
menikmati
pekerjaan
mereka
sebagai
seorang guru.
terdapat komponen afektif (afek positif
Berdasarkan hasil uji normalitas dan
dengan p = 0.708 dan afek negatif dengan p
homogen, data yang diperoleh dari subjek
= 0.754 serta affect balance dengan p =
penelitian adalah data berdistribusi normal
0.959, sehingga hasil analisis berdasarkan
(p = 0,200) dan homogen (p = 0.271).
komponen afektif tidak memiliki perbedaan.
Berdasarkan hasil analisis uji-t (independent
Sedangkan
sample t-test) rata-rata skor subjective well
dalam
komponen
kognitif
(kepuasan hidup) memiliki nilai p = 0.860 (p
being
> 0,05), sehingga hasil analisis berdasarkan
mengajar sebesar 2.6875 dan rata-rata skor
kepuasan hidup (life satisfaction) juga tidak
subjective well being pada guru yang tidak
memiliki
bersertifikasi
perbedaan.
Hal
ini
dapat
pada
guru
yang
mengajar
bersertifikasi
sebesar
2.6691.
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
Hasil uji-t menunjukkan t sebesar 0.113
guru yang bersertifikasi mengajar maupun
dengan p sebesar 0.910 dan menunjukkan
guru yang tidak bersertifikasi mengajar
bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara
ditinjau dari aspek subjective well being.
subjective well being pada guru yang
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat
aspek
yang
mendekati
bersertifikasi mengajar dan guru yang tidak
adanya
bersertifikasi mengajar, sehingga hipotesis
pengaruh subjective well being pada guru
yang diajukan dalam penelitian ini adalah
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
ditolak.
tidak bersertifikasi mengajar yaitu pada aspek komponen afektif yaitu afek positif
Pembahasan
dengan nilai p = 0.708. Afek positif merupakan
suatu
yang
sering
perasaan
yang
perbedaan subjective well being antara guru
menyenangkan, seperti sukacita, kegembira-
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
an, kepuasan, kebanggaan, kasih sayang,
tidak
dan kebahagiaan (Eddington & Shuman,
menunjukkan bahwa subjective well being
2008). Dari hasil penelitian terdapat afek
pada guru yang bersertifikasi mengajar dan
positif
yang
guru yang tidak bersertifikasi mengajar
bersertifikasi mengajar dan guru yang tidak
dapat dikatakan sama. Hasil penelitian yang
bersertifikasi mengajar, guru merasakan
dilakukan
perasaan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
memunculkan
yang
kondisi
Berdasarkan beberapa analisis di
banyak
tinggi
yang
pada
guru
menyenangkan
dan
atas,
menunjukkan
bersertifikasi
oleh
bahwa
tidak
mengajar.
Ningsih
Hal
(2013)
ada
ini
juga
subjective well being apabila ditinjau dari
Fakhrunnisak, Perbedaan Subjective Well Being…| 132
faktor demografi (status pernikahan, jenis
tetapi merasa keberatan apabila tuntutan
kelamin pada laki-laki dan perempuan, dan
yang diberikan oleh pemerintah banyak,
tingkat pendapatan yang berpenghasilan
kesannya seperti memberi kesejahteraan
rendah,
menengah
guru dengan sertifikasi tapi tuntutannya
rendah, menengah menengah, menengah
banyak sama saja bohong. Guru tersebut
atas dan tinngi).
mengatakan bahwa solusi untuk pemerintah
menegah
Diener
dkk
terendah,
(2002),
mengatakan
yaitu tuntutannya dikurangi, tidak perlu satu
bahwa efek faktor demografis (pendapatan,
gaji, separuh gaji tidak masalah tetapi
jenis kelamin, usia, pendidikan, status
mengurangi tuntutan yang diberikan agar
pernikahan dan agama) terhadap subjective
bisa menikmati kesejahteraan.
well being biasanya kecil. Sejauh mana faktor
demografis
meningkatkan
program sertifikasi adalah meningkatkan
subjective well being tergantung dari nilai
kesejahteraan dan subjek merasa lebih
dan
seseorang,
dihargai sehingga memotivasi subjek untuk
kepribadian dan kultur (Diener dkk, 2002).
melakukan peningkatan mutu dan pada saat
Penjelasan lain mengenai hubungan antara
subjek kesulitan ekonomi ada jalan yang
faktor demografis dan subjective well being
memudahkan dengan datangnya sertifikasi
adalah
tersebut.
Subjek
perbandingan sosial, dimana teori tersebut
sertifikasi
yang
menjelaskan bahwa kepuasan seseorang
menurut subjek melihat sisi finansial dan
tergantung pada apakah dia membandingkan
disatu sisi adalah program pemerintah.
dirinya dengan seseorang yang statusnya ada
Dengan makin tinggi perubahan makin
di atasnya atau di bawahnya (Gatari dalam
tinggi
Ningsih, 2013).
berbeda dengan sebelum disertifikasi karena
tujuan
yang
dengan
dapat
Manfaat yang subjek dapatkan dari
dimiliki
menggunakan
teori
Berdasarkan hasil penelitian yang
merasa
didapatkan,
kebutuhan.
kebutuhan
puas
dengan sertifikasi
Penghasilan
meningkat
subjek
pemasukan
juga
telah dilakukan, maka persoalan subjective
meningkat. Beberapa pendukung pandangan
well being ini tergantung pada masing-
ini
masing guru. Ada beberapa guru yang tidak
meningkatkan kebahagiaan hanya ketika
bersertifikasi
kebutuhan dasar terpenuhi, hal tersebut
mengajar
mengungkapkan
menjelaskan
pendapatan
bahwa merasa sejahtera walapun belum
dikarenakan
mendapatkan sertifikasi, selalu mensyukuri
barang material (Diener dkk, 2002).
apa yang telah didapatkannya. Ada pula
Faktor
mampu
bahwa
gaya
memiliki
hidup
juga
barang-
dapat
guru yang telah bersertifikasi mengajar
mempengaruhi keterkaitan subjective well
mengungkapkan bahwa merasakan sejahtera
being dengan pendapatan. Arus budaya
133 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 2, November 2015, hlm. 126-135
konsumtif yang tengah marak pada kalangan
ditinjau dari faktor demografis subjek,
kelas menengah dan kelas atas membawa
seperti jenis kelamin, pendapatan, dan status
individu memiliki kebutuhan yang semakin
pernikahan khususnya pada guru-guru yang
banyak diluar dari kebutuhan dasarnya.
ada di lima sekolah yang menjadi subjek
Sehingga besarnya pendapatan menjadi
penelitian
kurang
tingkatan
Yogyakarta. Tidak ada perbedaan subjective
subjective well being seseorang, maka tidak
well being antara guru yang bersertifikasi
mengherankan
dengan
mengajar dan yang tidak bersertifikasi
menengah-menengah
mengajar yang menikah dan tidak menikah,
memiliki subjective well being yang lebih
perempuan dan laki-laki, yang memiliki
kecil dibanding individu dengan tingkat
tingkat pendapatan rendah maupun tinggi.
berpengaruh
pendapatan
dengan
ketika kelas
individu
di
Kabupaten
Sleman,
pendapatan kelas menengah rendah atau bahkan dengan yang berpendapatan rendah sekalipun
(Ningsih,
Alasan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
pendapatan tidak terlalu kuat pengaruhnya
peneliti mengajukan beberapa saran, antara
terhadap subjective well
lain:
kebanyakan
orang
2013).
Saran
being
yang
karena memiliki
1. Bagi Subjek Penelitian
pendapatan lebih tinggi harus menghabiskan
Peneliti mengharapkan agar para
waktu lebih banyak untuk bekerja dan
guru yang telah bersertifikasi mengajar terus
memiliki sedikit waktu untuk bersenang-
mengembangkan diri dengan kemampuan
senang dan berhubungan sosial (Diener &
dan dapat meningkatkan kualitas sebagai
Diener, 2009).
tenaga pengajar dan pendidik sehingga dapat membawa
perbaikan
mutu
pendidikan
SIMPULAN DAN SARAN
Selain itu, peneliti mengharapkan akan lebih
Simpulan
baik apabila subjek penelitian memiliki afek
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
yang
tinggi,
dimana
sering
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
memunculkan
banyak
perasaan
yang
subjective well being antara guru yang
menyenangkan seperti sukacita, bersyukur,
bersertifikasi mengajar dan guru yang tidak
bahagia dan puas sehingga subjek penelitian
bersertifikasi mengajar. Begitu pula, tidak
lebih bisa menikmati pekerjaannya sebagai
ada perbedaan subjective well being jika
seorang guru tanpa mempertimbangkan
ditinjau dari aspek, yaitu komponen afektif
imbalan yang diperoleh.
(afek
positif
dan
afek
negatif)
positif
dan
Peneliti mengharapkan agar para
komponen kognitif (kepuasan hidup) serta
guru yang tidak bersertifikasi mengajar lebih
Fakhrunnisak, Perbedaan Subjective Well Being…| 134
termotivasi lagi untuk dapat mengembang-
tidak bersertifikasi mengajar menggunakan
kan diri dengan kemampuan dan dapat
variabel atau dengan aspek-aspek psikologis
meningkatkan
tenaga
lainnya, misalnya ditinjau dari kepribadian
pengajar dan pendidik dengan lebih sering
dan dukungan sosial dengan metode yang
mengikuti seminar-seminar atau acara-acara
sama atau berbeda.
kualitas
sebagai
yang bertemakan pendidikan agar lebih
Diharapkan penelitian selanjutnya
menambah pengalaman para guru dalam
dalam pengambilan data dilakukan dengan
proses
cara menemui satu persatu subjek penelitian
belajar
mengajar
agar
bisa
mendapatkan sertifikasi mengajar guru.
dan ditunggui atau dibantu dalam pengisian
2. Bagi peneliti selanjutnya
angket sehingga terjamin angket diisi tidak
Peneliti mengharapkan agar peneliti
pada orang yang berbeda dan tidak ada
selanjutnya lebih mendalam membahas
kesengajaan kerjasama dalam pengisian
mengenai subjective well being antara guru
angket.
yang bersertifikasi mengajar dan guru yang
DAFTAR RUJUKAN
Diener, E.D., Emmons, R.A., Larsen, R.J., & Griffin, S. (1985). The Satisfaction With Life Scale. Journal of Personality Assessment, 49:1. Diener, E. (2000). Subjective well-being The science of happiness and a proposal for a national index. American Psychologist, 55(1), 34-43. Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective well-being: The Science of Happiness and Life Satisfaction. In Snyder, C.A & Lopez, S,J (Edited). Handbook of Positive Psychology (63-73). New York: Oxford University Press. Diener, E.D., Wirtz, R., Biswas-Diener, R., Tov, W., Kim-Pierto. C., Choi, D., & Oshi, S. (2009). New Measures of Well-Being. Social Research Indicators Research Series 39, DOI 10.1007/978-90-4821-2354-4_12.
Diener. E., & Diener. (2009). Will money increase subjective well being? : A literature review and guide to needed research. In In E. Diener (Ed), The science of well being. New York: Springer Science Business Media. Eddington, N., & Shuman, R. (2008). Subjective well being (happiness). California: Continuing Psychology Education Inc. Indryawati, R. (2010). Kesejahteraan Psikologis Guru yang Mendapatkan Sertifikasi. Naskah Publikasi. Bekasi. Krisnayani, P., Maygayanti, N.M.E., Santi, N.P.Y.P., & Dianti, N.P.S. (2014). Perbandingan Kesejahteraan Guru di Indonesia. Naskah Publikasi. Universitas Pendidikan Ganesha. Ningsih, D. A. (2013). Subjective well being ditinjau dari faktor demografi (status pernikahan, jenis kelamin,
135 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 2, November 2015, hlm. 126-135
pendapatan). Jurnal Online Psikologi, vol. 01, no. 02, 581-603. Purwandari. (2009). Sertifikasi Guru: Sebagai Upaya Pengukuhan Guru yang Professional. Seminar Nasional. Universitas Negeri Yogyakarta. Soal
Kesejahteraan Guru, Dominasi Masalah Tenaga Pendidik di Kaltim. 2014. Diakses pada tanggal 22 Juni 2015 dari http://www.beritasatu.com/kesra/2306 84-soal-kesejahteraan-guru-dominasimasalah-tenaga-pendidik-dikaltim.html
Suwardi. (2014). Dampak Sertifikasi terhadap Peningkatan Kualitas Guru. Naskah Publikasi. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Diunduh dari http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU 2003.pdf Utami, M. S. (2012). Religiusitas, Koping Religius, dan Kesejahteraan Subjektif. Jurnal Psikologi, 39(1), 46-66.