PROGRAM PELATIHAN PERSIAPAN PRA NIKAH BAGI DEWASA MUDA DI JAKARTA Titi Sahidah Fitriana1, Ratih Arruum Listiyandini2
ABSTRACT: Premarital preparation programs carried out to improve there adiness of prospective couples to enter into marriage. Increased knowledge of themarital conditionis expected to minimizethe rate of divorce in couples. The program is conducted 4 sessions in a month. Theme sthat given are the concept of marriage relationship, establish effective communication, rolein household and unifythe visionand potential usesof self. Participants are people who have plans to get married one year to the next, both menand women. After the fourt raining sessions before marriage, there is an increased level of knowledge of significant wedding on trainees. Some suggestions are included at the end of the discussion fort he implementation of future programs. Keywords: premarital, preparation, marriage ABSTRAK: Program persiapan pranikah bertujuan untuk meningkatkan kesiapan pernikahan pada pasangan yang telah memiliki rencana untuk menikah. Peningkatan pengetahuan akan kondisi pernikahan diharapkan dapat menurunkan tingkat perceraian suami istri di Indonesia. Program ini terdiri dari 4 sesi dalam satu bulan dimana setiap sesi berdurasi antara 2-3 jam. Tema-tema yang diangkat antara lain adalah konsep pernikahan, komunikasi dan resolusi konflik yang efektif, peran dalam rumah tangga serta menetapkan visi dan menggali potensi rumahtangga. Partisipan yang mengikuti pelatihan ini adalah mereka yang memiliki rencana untuk menikah dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Berdasarkan evaluasi setelah pelatihan terdapat peningkatan tingkat pengetahuan yang signifikan pada setiap partisipan. Diskusi untuk meningkatkan efektivitas program juga dibahas pada akhir uraian. Kata Kunci: pranikah, persiapan pernikahan
Pendahuluan Dari tahun ke tahun, angka perceraian di Indonesia terus merangkak naik. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70% (dalam www.republika.co.id). Kemudian pada tahun 2011, angka perceraian diperkirakan naik 10% dari tahun sebelumnya. Tidak ada yang mengetahui pasti mengenai penyebab meningkatnya perceraian di Indonesia. Perceraian ini terjadi di berbagai kalangan baik ekonomi atas maupun bawah, pendidikan tinggi maupun rendah serta masyarakat desa maupun kota. Dampak negatif dari perceraian terhadap kesejahteraan anak dan pasangan sudah sepatutnya menarik perhatian para praktisi dan Pemerintah. Namun sayangnya, hingga saat ini Pemerintah belum memiliki program khusus untuk menurunkan tingkat perceraian di Indonesia. Beberapa negara di Amerika Serikat, sejak tahun 1980, telah menyadari bahwa salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menekan laju angka perceraian (baik untuk pasangan menikah atau tidak menikah) adalah dengan edukasi mengenai hubungan romantis (Bagarozzi, Bagarozzi, Anderson & Pollane, 1984; Hawkins & Erickson, 2014). Kebijakan memberikan edukasi mengenai hubungan romantic juga diberlakukan di negara seperti Inggris dan Australia. Berbagai penelitian sudah sejak lama membuktikan mengenai kebermanfaatan program persiapan pranikah 1 2
Fakultas Psikologi Universitas YARSI. Email:
[email protected] Fakultas Psikologi Universitas YARSI. Email:
[email protected]
73
untuk membantu pasangan membangun hubungan jangka panjang yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan anak (Hawkins & Erickson, 2014). Saat ini, program persiapan pranikah di Indonesia hanya sebatas pembekalan secara agama yang dilakukan oleh penghulu di KUA. Persiapan pranikah ini dilakukan dengan metode ceramah yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam selama 1 kali pertemuan. Durasi ini tentu tidak cukup untuk menyiapkan pasangan dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi pernikahan. Program persiapan pranikah seharusnya membantu pasangan untuk dapat mengatasi tugas-tugas penting yang akan mereka hadapi setelah menikah (Bagarozzi, dkk., 1984). Bagarozzi, dkk (1984) menambahkan bahwa program persiapan pranikah sepatutnya membantu pasangan untuk memiliki ketrampilan dan kemampuan pemecahan masalah yang dibutuhkan saat berbagai masalah pernikahan hadir. Selain itu, program persiapan pranikah sebaiknya juga memberi kesempatan bagi partisipan untuk mengevaluasi kembali mengenai tujuan mereka menikah. Pentingnya program persiapan pranikah dan belum adanya pihak yang mengembangkan program pranikah secara intensif, menjadi motivasi bagi tim penulis untuk menyusun sebuah program persiapan pranikah bagi calon pasangan suami istri. Melalui program ini, peserta akan diberikan gambaran mengenai kehidupan pernikahan dan diajarkan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengelola kehidupan pernikahan. Harapannya melalui program ini wawasan dan ketrampilan peserta mengenai pernikahan meningkat sehingga akhirnya dapat menjadikan perceraian sebagai jalan paling akhir untuk menyelesaikan masalah di dalam pernikahan. Metode Penelitian Program persiapan pranikah mengundang calon pasangan yang telah memiliki rencana untuk menikah dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Adanya rencana untuk menikah 1 tahun ke depan merupakan cara peneliti untuk menyeragamkan karakteristik partisipan. Diharapkan dengan durasi menuju pernikahan yang sama, maka langkah persiapan yang dilakukan oleh setiap partisipan berada pada baseline yang setara. Partisipan dianjurkan hadir bersama dengan pasangan, namun tidak menutup kemungkinan apabila partisipan hadir sendiri saja tanpa pasangan. Program persiapan pranikah diselenggarakan dalam 4 sesi dimana setiap sesi berlangsung 2-3 jam. Satu sesi dengan sesi berikutnya berjarak 1 minggu. Adanya jarak antar sesi bertujuan untuk memudahkan peserta menerapkan pengetahuan yang didapat, melatih ketrampilan dan melakukan evaluasi terhadap perubahan pasangan di setiap minggunya. Program persiapan pranikah diharapkan dapat membantu pasangan untuk dapat mengatasi tugas-tugas penting yang akan mereka hadapi setelah menikah (Bagarozzi, dkk., 1984). Oleh karena itu, program persiapan pranikah sepatutnya membantu pasangan memiliki berbagai ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah pernikahan.Menjawab hal ini, tema-tema yang diangkat pada program persiapan pranikah merupakan hasil studi literatur peneliti terhadap masalah-masalah pada pernikahan yang menghambat tercapainya kepuasan pernikahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li & Fung (2014) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tercapai-tidaknya kepuasan pernikahan adalah faktor intrapersonal (contoh: kepribadian), factor interpersonal (contoh: komunikasi pasangan), faktor mikro di lingkungan (contoh: kepuasan pernikahan orangtua) serta
74
factor makro di lingkungan (contoh: kebijakan pemerintah). Pada literatur lainnya, disebutkan bahwa faktor sosial ekonomi – penghasilan pasangan juga berkontribusi terhadap kepuasan dalam pernikahan (Ponzetti, 2003; Miller, 1976). Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kepuasan pernikahan ini menjadi referensi peneliti dalam menentukan tema-tema program pranikah yang diangkat. Berdasarkan studi literatur diketahui bahwa berbagai masalah yang terjadi pada awal pernikahan adalah terkait anak, agama, keluarga, cara berkomunikasi, peran dalam rumah tangga, ekspektasi yang tidak realistis, keuangan, seks, kecemburuan, pemecahan masalah, rasa percaya, kemandirian, kecanduan narkoba, karir dan kebersamaan (Karney & Bradbury, 2014). Berdasarkan kajian tersebut, peneliti melihat bahwa masalah-masalah yang biasa terjadi pada awal pernikahan berkaitan dengan ketidaktahuan akan diri sendiri dan pasangan serta persiapan akan masa mendatang yang kurang matang. Oleh karena itu, sesi pertama dan kedua pada program pelatihan terkait dengan pengenalan diri dan pola komunikasi dengan pasangan sementara sesi ketiga dan keempat membahas mengenai persiapan masa depan yaitu pengenalan peran rumah tangga dan perumusan visi masa depan. Adapun materi-materi ini disusun dengan mengangkat sumber utama dari karya popular oleh Adriana Ginanjar yaitu ‘Sebelum Janji Terucap’ dan dilengkapi dari sumber-sumber lainnya seperti Duvall &Miller (1985) serta Murray& Murray (2004). Uraian dari materi yang diangkat dalam pelatihan ini adalah sebagai berikut: Waktu Pertemuan 1 (Sabtu, 9 Mei 2015)
Pertemuan 2 (Sabtu, 16 Mei 2015)
Pertemuan 3 (Jum’at, 22 Mei 2015)
Realisasi Pelaksanaan Pernikahan: Mengenal Tujuan dan Diri Sendiri Pada pertemuan pertama ini, pemateri memberikan pengetahuan kepada peserta mengenai pentingnya memulai pernikahan dengan tujuan dan harapan yang realistis serta perlunya mengenali diri sebelum hendak menyatukannya dengan orang lain dalam wadah pernikahan. Pemateri juga menekankan pentingnya mengenal keluarga pasangan dalam rangka mengenai karakter pasangan. Sesi ini banyak melibatkan peserta untuk berefleksi, mengerjakan aktivitas dan berdiskusi dengan pasangan. Pada awal dan akhir sesi, pemateri memberikan pre dan post test untuk mengukur perubahan tingkat pengetahuan peserta. Komunikasi dan Konflik Sesi ini diawali dengan role play secara berpasangan. Pemateri memberikan tiga tugas kepada setiap pasangan dimana pasangan diminta untuk mengerjakan tugas tersebut secara bersama-sama. Pemateri hanya memberitahukan tugas tersebut kepada salah satu pihak, kemudian ia diminta untuk mengkomunikasikan dan mengerjakan tugas tersebut bersama pasangan. Melalui role play ini, pemateri dapat membantu peserta untuk mengevaluasi pola komunikasi mereka selama ini. Setelah sesi role play ini, pemateri memberikan materi mengenai komunikasi dan resolusi konflik kepada peserta. Mengenal Peran dalam Rumah Tangga Pada pertemuan ini, pemateri meminta kepada para peserta untuk mengisi kuesioner dan diskusi terkait dengan pembagian peran seperti apa yang hendak dijalani. Setelah mengenali pembagian peran dalam rumah tangga yang ingin 75
Pertemuan 4 (Jum’at, 29 Mei 2015)
mereka jalani, materi mengenai jenis-jenis peran kemudian disampaikan. Sebelum membahas materi mengenai tips perencanaan keuangan, para peserta juga diminta untuk menyusun tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dengan demikian, peserta lebih memahami pentingnya tujuan dalam pengaturan keuangan. Menguatkan Sumber Daya Menggapai Sakinah, Mawadah, Warahmah Pertemuan terakhir mengintegrasikan pengetahuan peserta mengenai materi sebelumnya, yaitu: mengenal diri sendiri/pasangan, keterampilan komunikasi/resolusi konflik, dan pembagian peran. Untuk itu, pemateri mengajak peserta membuat peta sumber daya (resource map) beserta visi pernikahan. Hal ini bertujuan agar para peserta lebih memahami dan dapat memprediksi berbagai sumber daya yang mereka miliki untuk mempertahankan pernikahan. Di akhir materi, peserta diminta untuk mengisi post-test/lembar evaluasi mengenai kebermanfaatan seluruh materi.
Hasil Dan Pembahasan Adapun evaluasi setiap sesi yang berjalan akan dijelaskan pada bagian berikut ini. Sesi pertama dengan tema “Pernikahan : Mengenal Tujuan dan Diri Sendiri”. Di awal sesi, pemateri menanyakan mengenai alasan peserta untuk menikah. Mayoritas jawaban peserta telah merefleksikan tujuan pernikahan yang positif seperti 'hendak membangun keluarga sakinah'. Namun ada pula yang membangun tujuan pernikahan yang tidak realistis seperti 'karena saya sangat mencintainya' atau 'saya berharap ia dapat mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik'. Setelah aktivitas tersebut, pemateri menyampaikan materi terkait dengan harapan pernikahan, kemudian dilanjutkan dengan situasi pernikahan yang real terjadi. Materi ini disampaikan sebagai pengetahuan bagi peserta bahwa terdapat banyak tantangan dalam pernikahan yang membutuhkan kerjasama bersama pasangan. Pernikahan tidak hanya membutuhkan cinta namun juga komitmen dan keinginan untuk beradaptasi bersama. Setelah menyampaikan tentang makna pernikahan, pemateri menyampaikan mengenai pentingnya mengenal diri sebagai upaya untuk memudahkan adaptasi di dalam pernikahan. Sesi ini diawali dengan aktivitas mengenal diri yang dilakukan secara individual. Peserta diminta untuk memilih karakter-karakter dirinya pada satu lembar kertas yang didalamnya telah terdaftar sekita 50 karakter manusia. Setelah menandai, peserta diminta untuk memilih 3 karakter yang paling menonjol dan menuliskannya pada secarik kertas. Pemateri juga meminta peserta untuk menuliskan dua tambahan karakter yang bukan karakter dirinya. Dari lima karakter yang telah tertulis pada 5 carik kertas, pasangan peserta diminta untuk memilih tiga karakter mana yang merupakan karakter dari pasangannya. Aktivitas ini dilakukan secara bergantian. Melalui aktivitas ini, peserta diharapkan lebih sadar mengenai dirinya sendiri dan mampu mengevaluasi sejauh mana mereka mengenal satu sama lain sebagai pasangan. Sesi ditutup dengan materi kiat memahami pasangan. Sesi ini berjalan dengan sangat baik. Peserta terlihat antusias dalam mengikuti materi dan mengerjakan aktivitas yang diberikan oleh pemateri. Hasil antara pra dan post test juga menunjukkan peningkatan level pengetahuan pernikahan dari peserta. Berikut hasil skor tingkat pengetahuan pernikahan dari peserta di awal dan akhir pelatihan sesi pertama: 76
Pemberian Respon yang Tepat 150% 100% 50% 0% item 1item 2item 3item 4item 5item 6item 7item 8item 9 item 10 pretest
Gambar 1:
postest
Grafik Pre-test dan Post-test pada sesi pertama (Sumber: Peneliti)
Adapun beberapa hal yang menjadi kekurangan dari sesi ini adalah waktu dan dinamika pasangan. Waktu mulai kegiatan mundur 30 menit dari rencana. Kemudian pada sesi ini, terdapat kondisi yang membutuhkan aktivitas bersama pasangan. Peserta yang datang bersama dengan pasangan tentu sangat menikmati kegiatan bersama ini. Namun mereka yang datang tidak bersama dengan pasangannya (karena satu dan lain hal) harus menunggu tanpa ada kegiatan lainnya hingga aktivitas pasangan selesai. Sesi kedua dengan tema “Komunikasi dan Konflik”. Adanya role play dalam sesi ini mendapat sambutan yang baik dari peserta. Melalui role play ini, peserta menjadi lebih sadar mengenai pola komunikasi mereka sebagai pasangan serta kelebihan dankekurangan pola komunikasi mereka selama ini. Hal yang perlu ditingkatkan ke depannya terkait dengan materi ini adalah perlunya sesi aktivitas untuk mempraktekkan materi komunikasi yang telah disampaikan. Hal ini dilakukan agar pemahaman peserta lebih mendalam. Sesi ketiga dengan tema “Berbagi Peran”. Secara umum, keseluruhan sesi berjalan dengan lancar dan kondusif. Pada pertemuan ini, hanya 2 dari 3 pasangan awal yang bisa hadir. Satu pasangan berhalangan hadir dikarenakan adanya agenda lain yang lebih mendesak. Ditambah dengan beberapa orang lainnya yang termasuk pendatang baru, maka total ada sekitar 8 peserta yang hadir pada pertemuan ini. Materi yang dimulai dengan pengisian kuesioner disambut antusias oleh para peserta. Mereka tampak mampu diajak bekerjasama mengisi kuesioner pembagian peran. Kuesioner ini berisi mengenai pernyataan-pernyataan mengenai pembagian peran dalam rumah tangga, seperti “Pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab istri, tetapi juga menjadi tugas suami” atau “Suami dan istri memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dalam karir.” Peserta secara individual diminta menilai setuju/tidaknya terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Dari hasil pengerjaan secara individual, peserta kemudian diminta mendiskusikan hasilnya kepada pasangan. Para pasangan yang memiliki kesamaan persepsi mengenai pembagian peran dianggap sudah cukup memiliki visi yang sama dalam keluarga. Sebaliknya, apabila belum dan ditemukan banyak perbedaan, maka mereka perlu mendiskusikannya lebih dalam lagi di kehidupan sehari-hari. Materi yang disampaikan terkait dengan pembagian peran, tampaknya juga mendapat tanggapan yang positif. Seluruh peserta tampak mendengarkan dengan seksama, dan sesekali tersenyum menanggapi contoh-contoh yang disampaikan pemateri. Tampak pula bahwa pada peserta yang membawa pasangan, saling menoleh
77
dan menunjuk, untuk mendeskripsikan bahwa contoh yang dikemukakan pemateri relevan dengan kehidupan mereka. Pada saat mengisi kuesioner mengenai pembuatan tujuan keuangan, tampak bahwa peserta juga mau diajak bekerjasama. Dipandu oleh pemateri, peserta mampu menuliskan tujuan-tujuan apa yang mereka miliki untuk keuangan di masa depan. Pada saat sesi diskusi, para peserta saling memberikan pendapat mengenai tujuan keuangan pasangan mereka dan menilai kecocokannya. Berdasarkan hal tersebut, peserta menjadi lebih mengenali pasangannya dan diharapkan mampu mendiskusikan hal tersebut lebih dalam lagi ke depannya. Sesi keempat dengan tema “Menguatkan Sumber Daya Menuju Sakinah, Mawadah, Warahmah”. Sesi ini dihadiri oleh 2 dari 3 pasang peserta awal. Ditambah dengan sekitar 6 orang pendatang, maka total peserta adalah sekitar 10 orang. Pada sesi ini, tidak ada materi khusus yang disampaikan dan pemateri hanya melakukan review terhadap materi yang sudah ada sebelumnya. Setelah review melalui diskusi, pemateri kemudian meminta peserta untuk mengisi resource map (peta sumber daya) serta visi pernikahan untuk diisi bersama oleh pasangan. Sesi diskusi bersama pasangan membuat peserta mampu untuk lebih mengenali potensi bersama yang dimiliki. Pada awalnya, peserta kebingungan dan agak kesulitan memahami cara pengerjaan peta sumber daya. Namun dengan didampingi fasilitator dan pemateri, peserta pun mampu mengisi peta yang ada. Berdasarkan peta tersebut, peserta kemudian mendiskusikannya dengan pemateri untuk lebih menjelaskan dan menyamakan persepsi mengenai sumber daya yang dimiliki. Secara keseluruhan, peserta dapat mengikuti rangkaian acara dengan baik. Sesi ini kemudian ditutup dengan kesimpulan dan pengisian kuesioner mengenai evaluasi rangkaian kegiatan. Dari hasil yang ada, tampak bahwa peserta merasakan adanya manfaat dari pelaksanaan program ini. Setiap sesi pada pelatihan pranikah rata-rata diikuti oleh 10 peserta. Sepuluh peserta ini terdiri dari couple dan individual (tidak membawa pasangan). Pelatihan diikuti secara konsisten oleh 2 pasangan, sementara terdapat 1 pasangan lain yang tidak bisa mengikuti sesi terakhir. Peserta pelatihan lainnya mengikuti satu atau dua pertemuan. Untuk melihat efektivitas pelatihan, pemateri melakukan perbandingan terhadap kuesioner Persepsi mengenai Pengetahuan pernikahan. Berikut adalah hasil pra dan post tes pada peserta yang mengikuti pelatihan dari awal hingga akhir: 9 7 5 3 1
Gambar 2:
78
Perempuan Laki-laki
9 7 5 3 1
Perempua n Laki-laki
Grafik Hasil Pra dan Post Test Kuesioner Persepsi mengenai Pengetahuan Pernikahan (Sumber: Peneliti)
Evaluasi juga dilakukan pada peserta yang mengikuti pelatihan hanya satu sesi saja yaitu sesi terakhir. Pemateri meminta peserta untuk menilai pergeseran pengetahuan mengenai pernikahan sebelum dan sesudah sesi pelatihan. Dari hasil penilaian peserta terhadap level pengetahuannya terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat pengetahuan terkait pernikahan pada peserta. 10 8 6 4
Sebelum
2
Setelah
0 Persepsi mengenai Tingkat Pengetahuan terkait Pernikahan
Gambar 3:
Grafik Hasil Pre dan Post Tes Persepsi Pengetahuan mengenai Pernikahan (Sumber: Peneliti)
Hal-hal yang dapat ditingkatkan ke depannya terkait dengan pelatihan ini adalah waktu penyelenggaraan dan penyediaan alat ukur yang valid reliabel. Hal pertama, waktu penyelenggaran pelatihan dilakukan sebanyak 4 sesi dalam 4 minggu. Lamanya masa pelatihan menyebabkan tidak semua peserta dapat mengikuti pelatihan ini dari awal hingga akhir. Apabila pelatihan ini hendak diselenggarakan kembali maka sebaiknya pelatihan dipadatkan dalam satu minggu saja. Hal ini untuk memastikan peserta dapat mengikuti seluruh sesi. Selain itu, alat ukur pelatihan juga perlu disusun secara lebih teliti lagi sehingga dapat menciptakan alat ukur yang valid dan reliabel. Simpulan Dan Implikasi Merujuk pada indikator kinerja serta evaluasi program, adapun beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pelatihan pranikah ini adalah sebagai berikut. Pertama program pelatihan pranikah yang telah disusun terbukti efektif untuk meningkatkan pengetahuan pernikahan peserta. Hal ini terlihat dari peningkatan level pengetahuan peserta di awal dan di akhir sesi. Namun begitu, program ini belum terbukti dapat meningkatkan ketrampilan peserta dalam berkomunikasi, mengatasi konflik dan menyusun rencana peran dalam pernikahan. Peningkatan level ketrampilan peserta hanya dapat dilakukan apabila dilakukan pengukuran setelah beberapa minggu sejak pelatihan berakhir. Kedua program pelatihan pranikah mendapat evaluasi positif dari peserta terkait dengan kebermanfaatan materi. Hal ini terlihat dari evaluasi pelatihan yang diberikan oleh peserta. Ketiga apabila merujuk pada indikator kinerja, yaitu terdapat 10 orang yang mengikuti program dari awal hingga akhir, maka indikator ini tidak tercapai. Program diikuti secara konsisten hanya oleh 2 pasangan (4 orang), sementara peserta lain hanya mengikuti 2-3 sesi.
79
Daftar Pustaka Bagarozzi, Dennis A., Bagarozzi, Judith I., Anderson., S.A., & Pollane, L. (1984). Premarital Education And Training Sequence (Pets): A 3 Year Follow Up Of An Experimental Study. Journal of Counseling and Development. 63. Duvall, E.M., & Miller, B.C. (1985). Marriage and development. New York: Harper & Row Publisher. Ginanjar, A. (2011). Sebelum janji terucap. Jakarta: Gramedia. Hawkins, Alan J., & Erickson, Sage E. (2015). Is Couple And Relationship Education Efective For Lower Income Participant? A Meta Analytic Study. Journal of Family Psychology. 29 (1), 59 – 68. Lavner, Justin A., Karney, Benjamin R., & Bradbury, Thomas N. (2014). Relationship Problems Over The Early Years Of Marriage: Stability Or Change. Journal of Family Psychology. 28 (6), 979 – 985. Li, Tianyun dan Fung., Helene H. (2011). The Dynamic Goal Theory of Marital Satisfaction. Review of General Psychology. 15 (3), 246-254. Miller, Brent. (1976). A Multivariate Developmental Model of Marital Satisfaction. Journal of Marriage and Family. 45 (1), 141-151. Murray, C, E., & Murray, T. L. (2004). Solution Focused Premarital Counseling: Helping Couples Build a Vision for Their Marriage. Journal of Marital and Family Therapy. 30(3), 349 – 358. Ponzetti Jr., James J. (2003). International encyclopedia of marriage and family. New York: Macmilan Reference.
80