MUNASABAH DALAM TAFSIR MAFATIH ALGHAIB TESIS
Diajukan Kepada Program PascasaIjana Univ"'l"sitas Islam Negeri "Syarif HidayatulIah" Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan MemperoIeh GeIar Magister Calam Ilmu Agama IsIarr.
OLEH:
Endad Musaddad NIM:.Ol.200.1.05.01.0121
PEMBIMBING: Prof.DR. H. Hanldani Anwar, M.A. DR. Hj. Faizah Ali SyibromaIisi, M.A
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) "S~:ARIF HIDAYATULLAH" JAKARTA 1426 Hj2005 1\1
MUNASABAH DALAM TAFSIR MAFATIH AL-GHAIB TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri "Syarif Hidayatullah" Jakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Oalam Ridang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Endad Musaddad NIM.01.:WO.1.05.01.0121
Oi bawah Bimbingan
S ibromalisi M.A
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH" JAf
1426 H/200S M
Tesis yang berjud1jl: Munasabah dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib yang ditulis oleh: Nama
: Endad Musaddad
NIM
: 01.200.1.05.01.0121
Program studi
: Tafsir Hadis
Telah diujikan dalam sidang munaqasyah pada tanggal 30 Mei 200~ dan tesis ini telah diteri,na sebagai salah satu 5/arat untuk memperoleh gelar Magister dalam birlang i1mu Auama Islam Pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) " Syarif Hidayatuliah" Jakarta.
Jakarta,31) Mei 2005 Tim penguii Sidang Tesis Universitas Islam Negeri (UIN) " Syarif Hidayatullah" Jakarta.
~~-----' Prof.DR.H.:
mrlani Anwar, M.,t,.
~.
Penguji II
A
'---
/
·0\A(;-.~
DR. Hj. fai ah Ali Syibromalisi, M.A.
Penguji IV
\I
~
{-'-
DR. H. A. Wahib Mu'thi
iii
KATAPENGANTAR
Puji dan
syukur pel1ulis panjatkan
kehadirdt Allah swt. yang telah
memberikan taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kiranya tetap tercurahkan alas junjungan kila l'!alJi Muhammad s.a.w., keluarganya, para sahabatnya serta para pengikulnya yang ';eli!: ';arnpai akhir zaman. Dengan bekal l'l\vakal dan perjuangan yang berat akhirnya penulis bisa menyelesaikan tesis ini, yang di ajukan guna memperoleh gelar Magister dalam ilmu agama Islam pada Program studi Tafsir Hadis Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) "Syarif Hidayatullah" Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini jauh
dari sempuma, karena itu penulis harapkan kepada sidang pembaca
berkenan memberikan masukan-masukan guna kesempumaan tulisan ini. Sel,;ma penulisan tesis ini,
penuli~
banyak menerima bantuan dan par,isipasi
dari berbaga i pihak, baik lembaga maupun perorangan. Karena itu penulis ingin menyampaikhn terima kasih dan
peng!1argaan kepada mereka semua, terutama
kepada:
1. Bapak Prof.DR. H. H,lmdani Am"ar, M.A. dan Ibu DR.Hj. Faizah Ali Syibroma:i3i, M.A. ma;ing-masing sebaf,ai pembimbing
I dan II yang telah
membimbinr dan mengarahkan secara aktif proses penulisan tesis ini. 2. Bapak Prc,L DR. H. Azyumardi Azra selaku Rektor UIN " Syahid" Jakarta.
iV
3. Bapak Dir~ktur Program Pascasarjana UIN "Syarif HiJayati.lllah" Jakmta beserta seluruh dosen yang sangat banyak memberikan tarnbahan ilmu pengetahuan sehingga membuka dan memperluas cakrawala berpikir penulis. 4. Bapak Prof.DR.H. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku ketua Program studi Tafsir Hadis serta Bhpak kepala perpustakaan Pascasarjan:1 UIN " Syahid" Jakarta yang telah memberikan berbagai lasilitas selama penulisan tesis inL 5. Bapak ketua STAIN" SMHB' Serang beserta ketua jurusan Ushuluddin yang telah mengizin:,an penulis untu l, mengikuti kuliah pada program Strata dua (S2) di Universilas Islam Negeri " Syahid" Jakarta. 6. Kedua orang tua pc nulis yang telah mengasuh dan membesarkan penulis serta lak bosan-bosannya
\I
,emberikan dorongan dan do'anya untuk menimba ilmu
pt;ngetahuan hingga :'ejenjang yang lebih linggL 7.
Islri penulis yang tercinla, lis Aisyaturohimah, S.Ag. dan kedua anak penulis: Muhammad Syauqi Arinal Haq, dan Muhammad Zamzam Ziyaul Haq
yang
deng1n penuL ket1bahan dan kesabarannya ikul serta bersama penulis dalam suka dan duka. Alas pengorbanan mereka ini penulis dapat menyelesaikan tesis inL Akhimya kehadirat Allah jualah, penulis memanjatktin do'a, semoga segala bantuan dan partisipasi dari berbagai pira:, dibalasi-Nya dengan pahala yang bedipat ganda. Amin 'fa Rabbal 'alamin. Jakarta,
Mei 2005
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB -LATIN
L
Konsonan
= ......,
=
f
-
q
s
J J
a
)
r
b
..J
= z
0
J'
.,
k
...::...
ts
J"
sy
J
".. ~
J
sil
i
III
,"..
b
c.r c.r
dl
0
n
"..
kh
1,
til
)
~
d
.b
zh
Jll
~
dz
y
!-,h
'-
'-
y
~
'-
.,s
=
w
h
=
y
2. Yokal I)
Yokallllnggal ;;.
a
2) Yoka! rangkap 1.5 1
HI
<
3
"..
'-
1
au
1I
vt
3. Maddah (Vokal Pan.iang)
Vokal
panjan~
dilambangkan oengan hUl1lf dan tanda yaitu;
Huntf Arab
contoh
Huruflatin dan tanda
//
<.S
a
I "-
J~ = qaIa /
j
J
(,
., I
4. Ta Marblltah
4 ) yang
1'_
j::"
T
~
=
qiia
J
J~ =yaqillu
hidllp (berhark<1t, jiltltat, /iasrat dan damat)
menjadi t. Sedangk:: n ta marbutah yang mati atau mendapat harokat sukun translitasinya adalah j,. 5. Syaddah ( ~ )
Tanda syaddah diJa'nbangkan dengm huruf yang sama dengan yang diberi tanda syaddEh Contoh;
rabbana
6. Kata Slwtlang
I) Kata sandarg yang diikuti oleh lam,f syamsiah, diganti dengan huruf yang sama dengan hun,f langsung yang mengikuti kala sandang
~ ',~, II
Cont n.ll '. .... <
;
\;
-
asy..syams
'" o~
'" \\
J-"".r
=
ar-rajul
2) Kala sandaq, yang diikuli oleh humf Qama:iah sesuai dengan aturan di alas dan menjadl sc.:suai dengan blUlyinya. ,
"'.-' Ill""
Contoh' ~I = al-qalam
VII
Secara
UlrUIH,
transliterasi
dalam
tlllisan
ini
m~rujllk
pada
Pedoman
Transliterasi Arab Latin berdasarkan Keplltllsan Bersama Menten Agama dan Menteri Pendidikan dan Keblldayaan RI. No: 158 tahlln 1977 dan No: 0543
b/UI1967.
viii
DAFTARISI
Halaman Halaman JUdlll.
.
Lembar Pers .otujuan...........................................................
Ii
Keterangan Tim Anggota Penguji................................................
Iii
Kata Pengar.ta
iv
Pedoman Transl:terasi......
vi
Daftar lsi........
ix
BAS. I
PENDAHULUAN
.
1
A. l.dt3r BelakanMasalah
.
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................
14
C. Kajlan Pustaka...............................................................................
15
D. Tt,juan Penelitian.....................................................................
16
E. Signifikansi Penelitan..............................................................
16
F. Metode Penelitian.....................................
17
G Sistematika Pembahasan..........................................
18 ix
BAB.II
TEORI MUNASABAH DALAM PENAFSIRJ\N.............................
19
!-•. Pengertian Mu'1asabah.............................................................
19
Munasabah....................................
24
B. Pandangan Ulama tentang
C. jenis-jenis Munasabah............... BAB. III
BAB. IV
BIOGRt.!":,
DAN
INTELEKTUAUTAS
31
FAKHRUDIN
AL-
RAZI...........................................................................................
56
A. Eiografi Fakhruddin al-Rilz1
56
B. Kondisl Sosial dan Intelektual Masa Fakhruddin al-Rilz1
61
C. Kcsarjanaan Fakhruddin al-Rilz1
71
D. Karya-karya Fakhruddin al-Rilz1....................................................
77
MUNASABAH
DAN
PENGGUNAANNYA
DALAM
TAFSIR
c......................
fJ2
J. .. Metode Fakhruddin al-Rilz: dalam menafsirkan al-Qur'an.........
87
MAFA71H AL-GHAIB.
13. Karakteristik Kitab Tafsir
C.
r~unilsabah
!vfatatih a/-Ghaib.................................
dan jenis-jenisnya dalam Tafsir
Mafatih a/-
Ghaib............................................................................................. BAB. V
102
116
PENUTUP.............................
167
A. I\esimpulan..........................
167
B. Saran.....................................................................................
173
DAFTAR PUSTtKA......................................................................................
115 x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalall AI-Qur'an adalah kitab Allah diclalamnya termuat dasar-dasar ajaran Islam. AI-Qur'an menerangkan segala perintah dan larangan, yang halal dan yang haram, baik dan buruk bah:Zan jlga memuat berbagai kisah umat masa lampau. Seluruh yang ten.'aktub dalam al-Qur'an pada hakekatnya merupakan ajaran yang harus dipegangi oleh umat Islam. la memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk mencapai kcbahagiaan hid up di dunia dan akhirat kelak, dalam bentuk ajaran : akidah, Ill'kum, r.kldak. falsafah dan sebagainya. Untuk l1lengungkap semua ilu, menjelaskannya tidaklah memadai bila seseorr.ng hanya mampu membaca dan melagukannya dengan baik, yar;g diperlukan bukan hany<. ilu, lapi lebih pada kemampuan memahami dan mengungkap isi serta mengetahui pl' nsip-pri.1sip yang dikandL:ngnya. Kemampuan seperti inilah yang diberikan tafsil.'
I Yunan YJsuf, Karakleris,ik Taftir al-Qur'an "bad XX, Jurnal Ulumul Qur'an, No.4.vol.lII. LSAF, 1992, ,l. 50.
Dengan
'l~mikian
tafsir adalah "kunci untuk nembuka gudang simpanan ya'lg
tertimbun di dalam al-Qur'an", demikian di ungkapkan al-Shabuni.2 Semen'am alZarkasyi memberikan definisi " tafsir adahh I1mu untuk mengetahui perr,ahaman kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, berupa penjelasan maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya serta hikmah-hikmahnya.3 Kebutuhan akan pentingnya tafsir terasa setelah wafatnya Rasulullah saw., karena munculnya perbedaan pemahaman para sahabat telhadap al-Qur'an. Perbedaan mereka sangat beragam meskipun mereka memahami al-Qur'an secara global. Munculnya perbedaan tersebllt kembali kepada pe.'bedaan mereka, penguasaan mereka terhadap bahasfl, tingkat pergnulan mereka dengan Rasul dan apakah mereka memanfaatkan beliall, ~erta pengetahuan l:1ereka tentang sebab-sebab tunmya ayat4• Dari sini kemudian timl'ul perguruan-perburuan tafsir yang dipelopori oleh para sahabat antara lain : J,1n 'Abbas, Ibn Mas'ud, Ubay ibn Ka'ab dan lain-lain. Selanjutnya peran para sahubat tersebut dilanjutkan oleh para muridnya dari kalangan tabi'in di kota-kota tempat mereka tinggal. Para sahabat da'am menafsirka1 al-Qur'an berpatokan kepada: Penjelasaan Rasul (had.s), kemudian ijtihad mereka sendiri, ada pula dikalangan mereka yang menanyakan masalah-masalah tertentu kepada ahli kitab berkaitan dengan nwaya; • Al-Sha~uni, Ikhtisar 'U/um a/-Qur'an Pralais, terjemah, Qodirur. NUT, (Jakarta: Pustaku Amani, 1988), h. 85. , Al-Zark..·"i, A/-Burhdn Fi-'U/Um a/-Qur'an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), Zuz 1, h.53. 4 Tentang hll ini lihal Ali al-Usy, Metodo!ogi Penafsiran a/-Qur'l1ll sehuah linjauan Awal, Jumal al-Hikrnah, "oA.(Ban'lung : Yayasan Muthehari, 1991), lihat Pula Depag, aI-Qur'an dan terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan PenerLit Mushaf al.our'an, 1993), h.28-29.
2
Nabi-nabi terrlahulu yang kemudian riwuyat mereka ini s'olanjutnya dikenal denga.l istilah Israiliyal Gabungan dari ketiga sumber tadi: penafsiran Nabi, sahabat, dan riwayat ahlu/ kila? ditambah dengan penjelasan tabi'in dikelompokan menjadi tafsir bi a/-ma'isur. 5
Sejala r , deLgan kt:butut,an umat Islam untuk mengetahui seluruh segi kandungan al-Qur'an serta intensilas perhatian pa,lI ulama terhadap tafsir aI-Qur'an, maka berrnurwulanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya, baik pada masa ulama salaf maupun
u/ama khalaj, sampai seperti sekarang ini.
Keragaman itu ditunjang oleh al-Qur'an yang keadaannya seperti dikatakan Abdullah Daraz dalam ai-Naba'u al-'Adzim: "Apabila ::nda membaca al-Qur'an maknanya akan jelas dihadapan anda. tetapi bila anda "nembacanya s'lkali lagi anda akan menemukan pula makna-makna lain yang berhc;da dengan makna sebelumnya. Demikian seterusnya sampai-sampai anda dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai arti berrnacam-macam, yang semuanya benar atau mungkin benar .Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan setiap sudutnya lTIemancarkrn cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut ;ainnya. Dan tklak mustahil, bila anda mempersilahkan orang lain memandangnya, ia ~kan melihat lebh banyak ketimbang yang anda lihat".6 Sejalan deng: n pendapat DalT"dZ di alas Muhammad Arkoun, pemikir al-Jazair kontemporer, menulis sebagai berikut: "Al-Qur'an memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas... ,(esan yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan
5
6
Lihat QlIra'sh Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandllng: Mizan, 1992), h.71. Ibid, h. 16.
3
berada pada tingkat wujud mutlak...Dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi barn). Tidak pemah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal".' Dari Fcnom-:na di atas sepanjang sejarahnya dibandingkan dengan teks lain (kitab sud agarra lain), al-Quran merupakan satu-satunY3 kitab sud yang banyak di kaji dan
sekali~L'~
dibaca bahkan di hafal baik oleh mereka yang meng'll1ut agama
Islam maupun Mereka yang menjadikan al-Quran hanya sekedar bahan studi. Dari hasil pengkajian itulah telah lahir berjilid-jilid kitab tafsir dengan berbagai macam karakteIistiklljU," LJ.al ini mempaKan fenomena mellarik sekaligus unik. Sebab, kil.abkitab tafsir sebag31 teks kedua seperti dapat kita lihat dalam khazanah literatur Islam tidak hanya sek,;dar jumlahnya yang banyak, tetapi juga corak dan model metodenya yang di pakai beragam dan berbeda-beda. Keragaman tmtang metode dan berbagai macam pendekatan guna memahami isi kandungan al-Qur'an oleh para ulama kemudian dikun tpulkan dalam sebuah disiplin ilmu " Uli1m al-Qur'an".' Di antara sekian banyak bahasan ilmu-ilmu a1-Qur'an, salah satunya adalah tentang mundsabah. Pembahasan tentang mundsabah ini pertama kali diperkenaIkan oleh seorang alim ai-Imam Abu Bllkar al-Naisaburi, yang nama lengkapnya Abu Bakr
1 Mohammad Nur Ikhwan, Taftir Ilmi: Memahami al-Qw'an meluJui pendekalan 80ins Modern. (Jogiakarta: \1''''ara Kudus. 2004\. h. 7~. B Yang dimaksuc< dengan karakteristik disini adalah cirri-ciri khusus bal,asan yang paling dominan dalam karya sebLilh tafsir. Misal ada kilab tafsir yang lebih menonjolkan aspek bahasanya (NahlYU, Sharaf, Brla~i"J.\, ada juga kitab tafsir yang lebib menekankan pada kecendenmgan Hmn pengetabuan. 9 Di antara mater bahasan Hmu-Hmn al-Qur'an ('UlUm al-{lur'an) antara lain adalah tentang: Asbal al-NuziJl, Muhkam Mutasyabih, Makky dan Madany, pengetabuan tentang Nasikh dan lvfansukh,Jam'u/ Qur'an, Qira1at, dan sebagainya.
4
'Abd Allah Ib.JU Muhammad Ziyad al- Naisaburi ( W. 324 H). Apabila al-Qur'an dibacakan kupadaaya, ia bertmya mengapa ayat ini ditempatkan disamping ayat sebelahnya. B&hkan ia mencela para ularr.a Baghdad karena mereka tidak memperhatikan ilmu mundsabah. 10 Argurnentasi mengenai keberadaan mundsabah dalam al-Qur'an oleh pam ulama
di dasarkan pada pendapat bahwa tetib ayat-ayat al-Qur'an adalah tauqifi
(tergantung paoa petunjuk Allah dan Rasul-Nya), begitu juga dengan tertib susunan surat-suratnya menurut pendapat jumhur ulama adalah tauqifi juga. Pendapat ini di dasarkan atas keadaan Nabi saw., yang setiap tahun melakukan mu'aradhah (memperdengark ~n bacaannya) kepada Jibril as. Termasuk yang diperdeugarkan Rasut adalah mer l!f.:nai tertib susunan suratnya.' , Dalam 'Jembahasan tentang mundsabah ini terdapat dua aliran 12• Pertama, pihak yang inenyatakan oahwa pasti ada pertalian erat antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat dalam al-Qur' an. Keiompok ini diwakiii anlaI'll iain oietu AI-Zorkrsyi,AI-Burhan Fi 'V/urn al-Qur'an, (Beirol:Dar al-Fikr, 1957), h.36 Muhanunad Abd al-Adzim a1-Zorqani, Mammil al-Iljan fi 'V/lirn al'Qur'an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), JiliJ.1. L. 348. Sebagian ulama menurul al-Zorqoni memandang bahwa tertib susunan ayat dan sural dalarr aI-Qur'an adalah ijtihadi. Pendapal ini di dasarkan pacta beberapa alasan. Pertama, mushaf pada catatan sahabal lidaklah sama. Kedua sahahal pemah mendengar Nabi membaca aIQUr'an berbeda dengan lertib sural yang tyerdapal dalam al-Qur'an. Ketiga adanya perbedaan pendapal menegenai lertib sur"l ini menunjukkan lidak adanya pelunjuk yang jelas alas tertib di rnaksud. Selain ito juga adanya pendapal bahwa sebagian lauqifi dan sebagian ijlihddi. Menanggapi persoalan di alas a1-Zarqoni berkomentar: Meski pendapal di alas memiliki alasan, letapi alasan-alasan yang dikemukakan ito lidak memiliki tingka'l keabsahan yang sarna. Alasan pendapat yang mengemukakn tertib sural sebagai ijlihddi tampak ti.jak kuat. Riwayal lentang sebagian sahahat pemag mendengar Nabi membaca al-Qur'an berbeda dengan lertib rnushaf yang sekarang dan adanya lentang catalan rnushaf sahabat yang berbeda bukanlah riwayal rnulawalir. Terti;, mushaf sekarang berdasarkan riwayal rnulawiilir. Kfo1lUdian lidak ada jaminan bahwa semua sahabal yang memiliki catalan mushaf ito hadir berSlUl'a Nabi liap saal turon ayat al-Qur'an. Karena ito kemugkinan tidak utuhnya lertib rnushafal-Qur'an sahabal sangal besm , Demikian ai-'lar.Jani menjelaskan. 12 Ibid 10 \I
5
Syekh 'Izz a:-Din Ibn 'Abd ai-Salam, atRu yang lebih dikenal dengan nama 'Abd alAziz Abd ai-Salam ( 577-660 H). Mem:rut kelompok ini mundsabah adalah i1mu yang menjehskan persyaratan baiknya kait:m pembiearaan ( irtibath al-Kalam ) apabila ada hubungan keterkaitan antara permulaan pembiearaan dengan
akhir
pembiearaan ymg tersusun ml;njadi satu. Dila hubungan itu terjadi karena sebab yang berbeda-blda, maka tidak disyarlltkar. admlya hubungan antara satu dengan yang lainnya,I3 'Izz
al-.~in
memberikan penjelasan bahwa al-Qur'an itu diturunkan dalam
masa dua puluh tallUn lebih. AI-Qur'an berisikan berbagai hukum dengan sebab yanp; ~ 1 aka
hubeda-beda.
dengan demikian apa tidak perlu ada pertalian antara satu
dengan lainnya. Selanjl'Llya ia memberikan alasan dengan mengajukan beberapa pertJnyaan: apakah artinya Tuhan meneiptakan hukum dan makhluknya? perbedaan illat dan sebab, upaya
m~l1ksia
tentang hal-hal yang disepakat:, diperselisihkan, dan bahkan
dipertentangkan, sudah bar-ang tentu
ti~ak
akan ada orang yang meneari-cari
hubungan tersebut bila tidak ada artinya. 14 Pembab,an lentang munLisabah (hubunga'l ayat
dengan ayat dan Sl!lat
dengan surat) mcrupakan salah satu bagian dari asvek-aspek iJaz (kemuJizatan ) alQur'an. Hal ini sebagaimana dikatakan Nashr Hamid Abu Zaid dengan mengutip pendapat al-Zarkasyi dalam al-Burhan sebagai berikut:
J)
I.
Al-SuyuIhi, Asrdr lartfb al-Qur'an, It. h. 108. Ibid.
6
., iviushaf sepetti suhut~suhuf mulia, sarna dengan yang terdapat dalam kitab yang tertutup rap£-t ( Lauh al-Mahfudz), semua surat dan ayatnya disusun seearn tauqifi. Penghafal al-Qur'an bila memintl Hltwa mengenai berbagai macam hukum, atau ia memperdebatkannya, atau mendiktekannya maka ia akan menyebutkan ayllt sesuai dengar yang ditanyakannya. Dan jika ia kembali kepOOa bacaan ,naka ia tidak mengatakan seperti yanb ia fatwakan, dan tidak pula seperti yang d:turunkan secarn terpisah-pisah 'llelainkan seperti yang diturunkan secara keseluruhan di Bait al-Izzah. Diantara yang jelas-jelas mukjizat ialah i1s1ub dan susunannya yang mengagumkan, sebab ia mem?ng sebuah kitab yang ayat-'iyatnya di kokohkan, kemudian diturunkar•. seeara terpisa'l-pisah dari sisi yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Ia mengatakan: Yang pertama kali pantas untuk diteliti dalam setiap ayat adalah apakah ayat berkr ,tan dengan ayat sebelumnya atau ia berdiri sendiri. Jika berdiri sendiri, pada sisi apa ke~esuaiannya dengan yang sebelumnya. Dalam hal ini terdapat banyak ilmu. Demikian pula dalam sural, sisi keterkaitannya dengan surat sebelumnya dan konteksnya per~u di carin .15 Se;.lagai bagian dari persollian i:iaz masalah ilmu ini pOOa dasarnya mengaeu pada mekanisJ'1e khusus teks yang membedakannya dari teks-teks lain dalam kebudayaan. ,1ila dihubungkan dengan Ilmt· Asbdb d-Nuzul misalnya, i1mu
mundsabah menr;kaji hubungan teks dalarn bentuknya yang akhir dan final. <;<:mentara
da~a""'1
Asbdb al-Nuzul mer,gkaji hubungan bagian-bagian leks dengan
kondisi ekstemll, atau konteks ekstemal pembentuk teks. lo
Keduo. pihal< yang menyatakan bahwa tidak perlu acanya mun.imbah ayal, karena peristiwlLlya saling berlainan. Sesungguhnya al-Qur'an diturunkan dan diberi hikmah seeara IGl.qifi, hal ini atas petunjuk dan kehendak Allah swt. 17Alasan lain adalah bahwa satu kalimat akan memiliki mundsabah bila diucapkan dalam konteks yang sama. Karcna al-Qur'an diturunkan dalam berbagai konteks, maka al-Qur'an
I' Nashr Hamid Abu laid,
MqfhUm ai-Nash, leljell,ah Khoiron Nahdliyyin, ( YogyHkarta:
LKis, 2002), eet. II, h. 108. 16I;id 17 AI-Zmkrsyi, Ibid; h. 37. Liha! pula a1-Suyuthi, Op.Cit, h. 108.
7
tidak memiliki mUliasar all. Pendapat ini juga di ajukan oleh Izzuddin ibn 'Abd alSalam twafat. 660 H). Di" ini seolah-olOO Izzuddin ingin mengatakan bOOwa susunan ayat mt'sti berdasarkan IT'asa turunnya. Sementara yang di ajukan oleh mereka yang pro terhadap mundsabah mengataklll1 bahwa ketidak teraturan susunan ayat mengandu.lg rahusia. Nampaknya pendapat kedua yang dikemukakam Izzuddin adalOO agar keterkaitan ayat-dengan ayat dan surat dengan surat, terhadap sebab y<mg berbrdabeda, Y1ng d'lak menjadi peryaratan ba;1mya susunan kalimat (irtibath al-kalam) jangan sampai dipaksakan. Akan tetapi jlka keterkaitan ujaran terjadi karena satu sebab yang
s~.ma,
maka
menghubungkannya adalOO suatu hal yang baik, dan
disinilah let.1k bagusnya ilmu mundsabah. J& Lepas dari dua pendapat di alas, mundsabah tela!; menjadi bagian yang tak terpisOOkan dari kajian
'Ulfim'.1/-(!'Jr'an. Pertanyaan tentang apakOO adanya
Mundsabah itu tauqifi atau ijtihddi?
pertl:.nyaan ini barang kali menjadi bOOan
diskusi yang pa.;ng menarik, dibanding dengan m'O'mpermasa'.OOkan ada tidak adanya mundsabah daLm a;-Qur'an seperti tersebut di atas. Mundsahah secara bahasa ada. ah mustaq dari kata ndsaba-YundsibuMundsabatan yll1g artinya adalah dekat (qarib) dan menyerupai (milsal). AI-
J8
Nashr Hamid, Op.cit, h. 199.
8
Munasabah artinya sarna den.~nn al-Muqariibatu, yang berarti mendekatkan dan menyesuaikan. 19 Menurut al-SuY'lthi apabila kata itu dikembalikan pengertiannya dalam konteks ayat, kalm;at keserupaan, kedekatan
atau surat dalam al-Qur'an, maka bisa berarti adanya (i
antara berbagai ayat, surat, atau kalimat yang diakibatan
oleh adanya hubul1gan makna yang muncul, misalnya karena yang satu 'am dan yang lainnya khds. Hubungan itu bisa juga muncul melalui penalaran ('aqli), penginderaan
( hiss,) atau melalui kemestian dalam pikiran ( al-Talazum al-dhihni) seperti hubungan sebab ddl1 akibat, 'illat dan ma'iul dua hal yang serupa atau dua hal yang berlainan. 20 Para ulama sepal.at bahwa hubungan ayat dengan ayat dapac menjadi tunNs manakala dijelaskdl1 dengan ayat-ayat
berikutnya yang berfungsi baik sebagai
penguat ( ta'k'd), lanjutan dan penjelasan ( 11th/an wa al-bayan), pengecualian dan pembatasa.l (istisna wa al-hasr), atau menengahi dan mengakhiri ('itiradan
WtJ
tadzyflan). Abd l1l-Qadir Ahmad 'Atha dalam pel'gantar buku Asror Tartib Al-Qur'an karya al-Suyuthi f>lengutip ke:.erangan tentang berbagai cara atau tahapan yang perlu diketahui untul<. menemukan munasabah antara ayat-ayat dalam al-Qur'an. Pertama, melihat tema sentral dari surat tcrtentu. Kedua, melihat premis-premis yang d;perlukan l'ntuk mendukung tema sentral itu. Ketiga, mengadakan lea/egorism:; 19
Lois lv'aluf, Kamus al-Munzid Fi al-Lughah wa al-'Alam, (Beirut: Dar al-syarqy, 1976),
.v
AI-SuY"thi, Op.CiI, h.
h.803.
9
terhadap premis-premis itu bel'dasarkan jauh dan dekatnya kepada tujuan. Keempat, me'ihat kalimat-ka'imat (pemyataan-pemyataan
yang saling mendukung dalam
premis itU)?1 Disamping munasabah ayat dengan ayat tak kalah pentingnya memperhatikan keserasian (h...bungan) surat t1engan surat. Namun sebagaimana di akui oleh para ulama bahwa literatnr
yang membahas
hubungan antar surat ini sedikit sekali.
Kesulitan ini menuurL,t Hasbi Ash Shiddieqy dikarenakan sedikitnya para mufasir yang menjelaskan
asp~1(
'l1undsabah dari jUfUsan ini.
Melihat betapa pentingnya memperhatikan mundsabah dalam al-Qur'an, Imam al-Syatib: menjelaskan; bahwa satu surat walaupun banyak mengandung masalah namun masalah-masalah tersebut ber1{a'tan antara satu dengan lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangannya pada awaI sural,tetapi henJaknya memperhatikan pula akhir wral, atau sebaliknya, karena bila hal tersebut
tidak diperhatikan, maka maksud
ayat yang di turunkan
akan
terabaikan?2 Dari ptlgertian dan cara-cara yan g diperlukan untuk mengetahui mundsabah, dapatlah dip'luami bahwa sasaran munas(lbah adalah susunan dan urutan-urutan kalimal,
a~'at,
dan surat-surat dalam ai-QuI" an. Menemukan arti yang tersirat dan
menjadikan l>a;?ian-bagian aI-QuI" an saling berhubungan sehingga tampak menjadi I"angkaian yang utuh dan integral.
21
~
Abu aJ-Qadir Ahmad Atha,Asrdr Tartih al· Qur'an.. (Kairo, Dar al-'ltisham, 1978), hA. AI-Syiilibl, AI-Muwdfaqat, Dar aJ-Ma'n.fah, (Beirut: Dar a1-Fikr, 1975), h. 141\..
10
Pentingnya memahami mundsabalt di akui para ulama bahwa ai-QUl'an merupakan kitat, ) ang ayatnya telah disusun secara rapi aan sistematis. Kelompok ayat yang satu titlak dapat dipisahkan dengan kelompok ayat berikutnya, antara satu ayat ,dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya mempunyai hubungan organik dan mata rantai yanf, bersambung, Kondisi ayat al-Qur'an yang demikian itu tidak mungkil1 dapat dipahami tanpa meneermati hubungau dengan ayat seblelumnya maupun sesudahnya. Melihat bf'tapa pentingnya memperhatikan mundsabah dalam al-Qur'an, hal ini sekaligus menolak anggapan surnbang dari para orientalis yang mengatakan bahwa susunan ayat dan surat dalam al-Qur'an sangat kaeau. Ia berpindah dari satu uraian ke uraian yang
lain, walaupun uraian yang pertama belum tuntas sedang
uraian berikutnya s<:rinr
itll pembahasan tentang mundsabah ini pada mulanya tidak
menda?at perhatian yanr, eukup dari para mufasir. Barn setelah Syekh Abu Bakar alNaisabury seorang pakar bahasa dan hukum memperkenalkan ilmu ini, ulama-ulama berikutny.l bem,ulleuhm membahas persoalan ini, seperti Abu Bakar Ibn al-Zubair, Fakhruddin al-Razl, al-Suyuthi, Ibrahim al-Biqa'i dan belakangan Muhammad Abdull, Rasyid Ridha, Mahmud Syaltut dan sebagainya m<:mbahas persoalan ini dalam 'afsim:/a.. 23
2J (uraish Shihab. Ibrahim Bin Umar al-Biqai' : Ahli Iqftir yang Konlrojersial, Dalam lurru,! UJuffiUJ Qur' JIl. LSAf. Vol. I. 1989, h, 5.
11
Dengan de:n'kian mundsabah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembabasan taf.;i,. Karenanya mundsabah merupakan alat untuk memabami isi kandungan al-(:Ul'al'. Sehingga tidaklab aneh bila ada mufasir yang lebih menekankan fok! tS lJembahasanya pada persoalan hli, seperti yang dilakukan alBiqa'iy dalam tafsirnja Nazm al-Durar Pi 1'anasub al-AyC:t Wa al-Suwar. Salah satt' usaha penafsiran yang di dalamnya mengetengabkan aspek-aspek
munasabah ialal. apa yang dilakukan oleh Fakhruddin al_Razi24 dalam kitab tafsirnya "Taftir al-Kabir" atau dikenal juga dengan nama" Mafdtih al-Ghaib". Fakhruddin alRazi
sebagaimana disinggung di atas termasuk ulama salqf (generasi awal) yang
menggunakan
p~ndekatan
mur.asabah dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an
sekalipun tafsimya tidak dikhususkan
membabas persoalan ini sebagaimana
dilakukan al-Biqa't. Hal tersebut
~ebagaimana
dikatakan Mana' al-Qathan, babwa al-Razi dalam
tafsimya mencurdh:;.all perhatian untuk raenerdngkan Mundsabah (korelasi) anlard aya! dan SUrd! dalam ai ·Qur'an. Tidak kurang dad tiga jenis mundsabah termuat dalam tafsimya. DiantaJ 1nya mundsabah antar nama SUrd!, mundsabah anlard bagian awal
surat dengan
bagian
SUrd! berikutnya, mundsabah antard ayat yang
24 AI-Razi nama lengkapnya Abu AbdHlab Muhammad Ibn Umar bin ai-Hasan Ali atTamim} aI-Bakry Ath-Tbibristany al-Razi. Labir di Ray pada tanggal :5 Ramadban 544 H.Libat Mubammad HU'iain AI-Dzahabi Taftir al-Muftisiruti (Beirut, dar al-Fikr, 1976). h. 290. 12
berdampingan, muntisabah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat yang lain,
munasab
ini
adalah
salah
sam
eontoh
penafsiran
al-Razi
dengan
mengetengahkan a:;pek muntisubah. 26
" Ketahuilah bahwa dalam surar ini meneakup berbagai macam rakiii' (tuntutan), karena itu Allah SWT, pada awal sumt ;ni memerintahkan untuk berlaku lemah lembut terhadap: anak-anak, kaum wanita, anak yatim, memberikan kasih saying kepada mereka, menunaikan hak-haknya dan memelihara harta benda mereka". Sehubungan teori tentang muntisabah adalah persoalail ijtihtidi, karenanya setiap r,lUfasir tidak akan sarna dengan mufasir lainnya ketika rnenjelaskm persoalan ini. Begitu puh eara-cara yang ditempuhnyu Ulama-L lama tarsir menurut
Qurais~
Shihab pada umumnya menempuh satu
dari tiga eara bcrikut dalam menjelaskan hubungan antara ayat: 1. Mengelompokkar. sekian banyak ayat dalam satu kelompok tema-tema, kemudian menjelaskannya dengan kelompok ayat-ayat berikutnya.
2S Said Atl Husain al-Munawar, AI-Qur an m"mbangun Trodisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Pres, 2002, h. 112. Ui Ibid, h. ]11, Lihat Taftir al-Kabir, JI1Z. 27., h. 123.
13
2. Menemubn tema sentral dari satu surah kemudlan mengembalikan uraian kelompok ..yat kepada tema sentral itu. 3. Menghubungkan
ayat
dengan
ayat
sebelumnya
dengan
menjelaskan
keserasiannya.27 Dari uraian latar belakang ini, jelaslah bahwa munasabah sebagai bagian dari alat bantu memahami kitab Allah yang digunakan oleh Fakhruddin al-Razi dalam tafsinya Mafdtih al-Ghaib, menarik untuk dilakukan
pen~litian
sekaligus menjawab
anggapan bahwa sistematika renyusunan ayat dan surat dalam al-Qur'an terkesan tidak sistematis dan kohem.
B. Per'masalahafl d:m Batasan Masalah Dalam menguraik:n tentang
permasalahan ini setidaknya perlu dijelaskan
hal-hal sebagai berikut:
I. Identifikasi Masalah A<:a
beb~f'dpa
hal yang perlu
diidentifikasi, sehubungan dengan masalah
mundsabah dalam Tafsir Mafdtih al-Ghail> ini antara lain menyangkut:
a. Hubungan (mundsabah) kalimat dengan kalimat dalarr. ayat. h. Huo'mgan (mundsabah) ayat denean ayat dalam satu surah. c. Hubu.lgan (mundsabah) awal uralan dengan akhir uraian surah.
27
Lihal QU"aish Shihab, Op.Cil, h. 6.
14
C. Kajian Pustalrn Penelitian-penelitian menyangkut berbagai bidang atau aspek yang berkenaan dengan Fakhruddi'1 al-Riiz! sepanjang pengetahuan penulis memang ada. Seperti terlihat pada
tulis~n
Basuni Faudah " Tafsir al-Qur'an: Berkenalan dengan Metode
Tafsir". Muham:naJ Husain al-Dzahabi dalam " Taftir al-Mufasirim" juga berbicara tentang Fakhrud< 'in al-Razl dan tafsimya. Dari kedllU tulisan tersebut jelaslah bahw,a yang dikaji adalah sekitar pandangan mereka tentang penulis dan larya tafsirnya secara umum. Penelitian khusus tentang munasabah dalam tafsir MaJf1tih al-Ghaib nampaknya belum ada. Oleh karenanya penclitian kJ,usus tentang munasabah dalam tafsir Mafatih al-Ghaib penting dilakukan.
D. Tujuan Penelitian Setelah memperhatikan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: I. Untuk mengetahui penafsiran Fakhruddin al-Riiz! menyangkut munasabah dalam taftimya " Mafatih al-Ghaib ".
2. Untuk mengetp!>lll jenis-jenis munasabah yang terdapat dalam taftir Mafatih a/-Ghaib.
E. Signifikansi Penelitian Setidaknya ada cua manfaat yang diperoleil O'lri penelitain ini:
16
1. Memperkaya khazanah Ilmu Pengetahuan di bidang tafr.ir.
2. Sebagai
~lJmbangan nyata bagi llamat Islam tentang pentinganya mempelajari
al-Qur' ,m secara mendalam, baik untuk kepentingan ibadah, maupun kepentingan umat Islam secara keseluruhan. 3. Menjawal:> anggapan bahwa ayat-ayat al-Qur'an satu sarna lain tidak berhubungan, bahkan dikatakan kacau dan rancu.
F. Metode Penefitian 1. Sumber lJata Penelitian ini
~dalah
studi literature (Library Reseach) tentang karya seoranp,
ulama tafs.:r " Taftir Mafatih al-Ghaib". Karenanya buku tersebut merupa!':an sumber rrimer. Sedang sumber sekundemya adaiah buku-buku atau kitabkitab tafslr dan 'Ulilm al-Qur'an
yang ada relevansinya dengan objek
bahasan 2. Metode Analisis Metode Yang ditempuh dalam tulisan ini adalah deskriptif analisis, yaitu deng,ln cara mengun,pulkan, menganalisis dan mempelajari datadata yang ada kaitannya dengan objek bahasan. 3. Metode Fenulisan Dalam tehnik penulisan ini, penulis berpedomankan kepada:
17
a. Buku pedoman penulisan karya ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi UI': versitas Negeri (UIN) " SyarifHidayatullah" Jakarta talmn 2003.
b. Tehnik penulisan ayat al-Qur'an berpedoman kepada penulisan al-Qur'an dl'L
j
~ljemahnya
yang diterbitkan oleh D ~partemen Agama P..I. tabun
2003. c. Buku randuan Program Pascasarjana, tabun akademik 2001/2002.
G. Sistematika Pembahasan Karena yang dibahas adalah Munasabah dalam tafslr Mafatih a/-Ghaib, maka data-data yang ciknmpulkan, dibahas dan di analisis secara rinei meliputi: Babi. Pendahuluan, Bab II. berisikan mengenai:" Landasan teoritis menyangkut mundsabah meliputi: Pengert;an mundsabah, Pandanagan ulama dan jenis-jenis munasabah. Bab Ill. Biografi dan Intelektualitas Faktruddin al-Razi meliputL Biografi Fakhruddin al-Riizi, Kondisi Intelektual masa Fakhruddin al-Riizi, Kesarjanaan Fakhruddin al-Riizi, dan Karya-kal)'a tulis'lya,. Bab IV. Mundsabah Dan Penggunaannya da/am Taftir Maftitih A/-Ghaib meliputi: Metode Fakhnld
Karakteristik Kitab Tafsir Mafiitih ,{/-Ghaib, Jenis-jenis Mundsabah Dalam Tafsir Mafdtih A/-Ghaib. Bab V Penutup terdiri dari: Kesimpulan dan saran.
18
BABII
TE0RI MUNASABAH DALAM PENAFSIRAN
A. Pengertian Muniisabah Secara bahasa munasabah berasal dari kata ndsaba-yundsibu-mundsabalan yang artinya deht (qarib)l. AI-Muniisabatu artinya sama dengan al-Muqiirabatu yang berarti mendekatkan dan juga al-Musyakalah (menyesuaikan). Sementara kata
al-nasibu menurut al-Zarkasyi (w. 794 1-1) sama artinya dengan al-qaribu al-mutasil (dekat dan bersambungan). Stbagai contoh dua orang bersaudara dan anak paman, kedua-duanya saling b'lrdekatan dalam artian ada ikatan atau hubungan. Karenanya
al-nasibu berarti juga al-rabith, yang berarti ikatan pertalian dan hubungan 2. Dari pengertian di atas di katakan bahwa setiap sesuatu yang berdekatan dan mepunyai hubungan bis'l dikatakan munasabah. Pengertian semacam ini misalnya kita katakan bahwa si Fulan munasabah dengan si fulan, yang artinya dia mendekati dan menyerupai si fulan dalam arti dia punya hubungan family dengannya atau lainnya.
Ibrahim Mustafa dkk, Kamu.\· MuJam al-Wasilh, (Madinah: AI-Maktab al-lImia"), h. 924. 'Badr-ildin Muhammad bin Abdillah AI-Zarkasyi (selanjutnya disebut al-Zarkasyi), AII!llrhdll Fi 'Uhllli II/-Qur'all, jul., I, ( Bairut: Dar al-Ndrifat, 1972), h. 35. ICl
Dalam pengertian sehari-haripl'O sering kita dengar kata-kata nasab yang artinya adalah (urunan (punya ikallin / hubungan family). Pengertian semacam ini misalnya bim kita temukan dalam al-Qur'an Sural al-Mukminun ayat 101:
Art'lIya: Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ar"a lagi pertalian nasab di antara mereka pnda hari itu, dan tidak ada pula mereka saHng bertanya. Pengertih~
mundsabah ini juga sama artinya dengan 'illat hukulll dalam bab
qiyas yakni sih,t-sifat yang berdekatan dengan hukum. Maksud
pengertian 'i1lat
hukum disini ad'llah kesamaan antara hukum asal dengan cabang (jar'un)3. Sejalal' dengan hal tersecut kaitannya dengan niunasabah yang akan di bahas disini adalah munisabah ayat dengan ayat dan m'lI1dsabah surat dengan surat ':!alam al-Qur'an.
M~nurut
al-Suyuthi mundsahah (kedekatan) itu hams di kembalikan
kepada makn<:. korelatif, baik secara:
khusus, umum, konkrit, maupun seperti
hubungan sebab dengan Inusabab, 'ilat dan ma'lul, perbandingan dan perlawanan 4 • Menurutnya Mundsabah adalah ilmll yang mulia tapi sedikit sekali perhatian mllfasir t,,:rhadapnya lantaran kehalusan ilmu illi 5•
3 Mana Khalil al-Qalhan (.elanjulnya disebut al-Qathan), Mabahitsfi 'Ulfim al-Qur'an, (AI'Ash al-Hadis, 1973),97 'lalaluddin Abd ai-Rahman AI-Suyuthi (selanjutnya disebut al-Suyuthi), Asrar Tartib alQur'an, (Kairo: Dar-al-'Itisham, ttl, h. 108 5 Nurahmall, "'- Mundsabah h dalalll al-Qur'an. dalam Millibar Studi, (Bandung: lAIN "SOD" Bandung, 1994). h3.
20
Se;ara terminologis muniisabah
selJagaimana di katakan Mana al-Qathan
adalah: segi-segi hubungan 8ntara satu kalimat dalam a:'at, antara satu ayat dengan 6
ayat lain rialam banyak ayat atau antara satu surat dengan surat lain , Dari pengertian secara terminologis tersebut selanjutnya oleh para ulama dirinci menjadi tujuh macam, yaitu: I. Hubu:Jgan antara satu surat d.,ngan surat ~ebelumnya; 2. Hubungan antara nama surat den-san isi atau tujuan surat; 3. Hubun"",n antara fawatih al-suwar ayat pertama yang terdiri dari beberapa huru/) <.:eng&n isi surat;
4.
Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat;
5. Hubunga:l 'lntara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surat; 6. Hubunga, antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat; 7. Hubungc,n antara fasilah dengan isi ayat; 8. Hubunl:ar, artara penutup ~urat dengan awal surat berikutnya 7, Dari pengertian dan perincian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa
muniisabah adalah pengetahuan yang IT'enggali hubungan ayat dengan ayat dan hubungan sural dengan sural dalam al-Qur'an. Hal ini berbeda dengan Dmu Asbiib al-
Nuzul yang nlengaitkan :.ejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka focus perhatian
ilml, muniisabah bukan terletak pada kronologis-historis dari bagian-
, AI-Qatilln, Op.Cit, h.83. )Azyumardi Azra (ed), Sejarah dan "U!um ul-Qur'an. (Jakarta: Puslaka Firdaus, 2000), h. 75-76.
21
bagian teks, tetapi aspek pepautan antara ayat dan surat menurut urutan teks, yaitu yang disebut dengan " urutan bacaan", feb.lgai bentuk lain dari "urutan turunnya ayat" .8 Adanya pengetahuan tenlang mundsabah di dalam al-Qur'an, ini di dasarkan pada 3uatu pendaprt h"hwa susunan ayal, urulan kalimat dan sural-sural dalam alQur'afl disusun secara lauq!{l9 bukan ijlihddl. Karenanya penempatan ayal, kalimal dan sural lerseblll berdasarkan lauqiji,lO ilulah yang hendak kila cari, sebab dibalik penempatan ayal dan "ural seperti ilu lenlu ada
hi~lnah
yang lerkandung di dalamnya.
Sebaliknya pendaoal yang mengatakan bahwa susunan ayal, urutan kalimal dan suralsural dalam al-Qur'an
di susun secara ijtihddi jelas akar merunluhkan leoti
munasabah dalam al-Qur'an. Sejillan dengan pendapal di atas Nashr Hamid Abu Zaid dalam bllkunya "Majh11m al-lIdsl," rhengalakan bahwa Jasar mundsabah antar ayat dan sural-sutal
adalah bahwp leb· 11 merupakan kesaluan "lruktural yang bagian-bagiannya salihg berkailan. Tugas mufasir adalah berusaha menemukan hubungan-hubungan tersebul atau mundsabah-mundsabah yang mengailkan antara ayal-dengan ayat pada satu 'Nashr Hamid Abu Zaid, Majhum ai-Nash Dirasah.ft 'Uuum al-Qur'an, te,jemah Khoiron Nahdliyin, ( (ogyakarta: LKiS, 1993), h. 197. 9 Yaitu berctasarkan petunjuk syara (dalam hal ini Rasul). 10 Ulama konternporer menurut Abu Zaid cer.derung menjadikan urutan surat dalam mushaf sebagai tauqifi blena pemahaman seperti itu sejalan dellgan konsep tontang eksistensi teks azali yang ada di Lauh ai-Iv; "hfudz. Perbedaan antara urutan tUfUn dan uruta" ba~aan terletak pacta susunan dan penataan. Melalui J..erbedaan susunan dan pfmataan ini, "persesuaian" antara ayat dan antara berbagai surat, sisi lain dui asp~k-aspek 'ijaz dapat diungkapkan. Lihet Abu Zaid, Majhum al-Nas, Ibid II Ya"g dimaksud dengan teks di sini adalah al-Qur'an. Nashr Hamid menggunakan kala iui ul1tuk menunjukkan baik pada al-Qur'an secau keseluruhan ataupun unit paling kecil dari al-Qur"ln yang masih dapat ,1isebut dengan teks. Penggullaan istilah teks untuk ., al~Qurlan" pernah mendap&i sorotan tajam dari para ulama khususnya Mesir ketika itu.
22
pihak, dan anlara su,al dengan sural di pihak lain. Oleh karena itu untuk mengungkapkan hubungan-hubungan lersebut dibutuhkan kemampuan dan ketajaman pandangan mufasir dalam menangkap caklawala teks. 12 Sebagdmana al-Suyulhi, Nashr Hamid Abu Zaid mengungkapkan ballwa
mundsabah a(> yang bersifal umum dan ada yang bersifat khusus, ada yang rasional, perseptif, atau imajinatif. Ini menurt Abu Zaid menunjukkan bahwa "hubunganhubungan"
a~au
mundsabah - n,undsabah merupakan kemungkinan-kemungkinan.
Kemungkinan-keT'1ungkinan ini harus di ul'gkap dah ditentukan pada setiap bagian leks oleh muf3S:r. MengungkajJkan hubungan-hubungan antara ayat dengan ayat dan antara sural dengan sural bukan berarti menjelaskan hubungan-hubungan yang 'nel11ang ada ser;ara inhernl dalam leks, tetapi membuat hubungan-hubungan anlara akal mufasir dLngan
teks. Melalui hubungan inilah hubungan antara bagian leks
dapal diungkapkan. 'J SekalipJr. demikian pengetahuan mengenai korelasi (mundsabah) antara ayalayal dan sural·,ural bukanlah berdasarkan lauqifz melainkan berdasarkan ijlihdd muta~i(
seorang
dan lingkal pengelahuannya
terhadap bmukjizatan al-Qur'an.
Apabila korelasl itu halus maknanya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam bahasa Arab, rr:ak" korelasi lersebut dapat dilerima, sebaliknya bila ko-elasi itu bertenlangan dengan kaidah-kaidah
12
kebahas~an
maka ia lertolak.
Abu Zaid. Ibid, h.t99.
"Ibid.
23
Dari keterangan di
at~s
dapatlah dipahami bahwa diterima tidaknya korelasi
(hubungan) ayat- dengan ayat maupun Imbungan surat dengan surat harus sejalan dengan asas-asas kebahasaan.
Karena dalam persoalan mundsabah kekuatan
. pemikiranlah yang berusaha mencari dan menemukan hubungan pertalian atau persamaan
arll~ra
rangkaian suatu pembicaraan. Karena mundsabah merupakan
persoalan yang menyangkut tafsir, maka bila sesuatu muncul dan disampaikln berdasarkan ra,:onalisasi akal, tentu ia akan di terima, tetapi jika sebaliknya tentu
,3
akan di tolak. Hal ini sejalan dengan kaidah yang dikernukakan para mufasir:
" MUni isabah
ialah soal akal, jika ia masuk akal ia akan di terima"
B. Pandan? an tJlama tentang Munlisabah Dalam memandang tentang mundsabah d'llam al-Qur'an, para ulama tid~k semuanyn seragam. Pendapat mereka sebagaimana dikatakan di atas terbagl pada dua bagian. Perta,na, pihak yang menyatakan pasti ada pertalian antara ayat dengan ayat dan antm'a sllrat dengan surat dalam al-Qur'an. Pendapat ini antara lain diwakili Izzuddin bin Abd ai-Salam (w. 660 H). Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa lI1undsabah adolah ilmu yang menjelaskan persyaratan baiknya pembicaraan (irtibath
24
al-Ka!am) 'tuapabila ada hubungan keterkaitan antara permulaan pembicaraan dengan akhir pembicaraan yang tersusun menjadi satu 14. 'IzzuJdin memberikan alasan bahwa al-Qur'an di turunkan dalam masa dl'a . puluh tahlln lebih. AI·Qur'an berisi berbagai hukum dengan sebab yang berbeda pula. Maka dengan demikian apa tidak perlu ada pertalian sat'l sarna lainnya? Selanjutnya ia memberikan alasan dengan
men~ajukan
pertanyaan pula, apakah artinya Tuhan
menciptakan hukum dan makhlukNya?, pe·.·bedaan 'il/at dan sebab, upaya para mufti dan penguaS;l. upaya manusia tentang hal-hal yang di seoakati, diperselisihkan dan bahkan dipc,tentangkan, sudah tentu tidak akan ada orang yang mau mencari-cari nubungan tersebut bila tidak ada artiny1 (hikmah).ls Sebaglimana ulama kuno, Izzuddin pun juga berkhayal bukan hanya karena al-Qur'an "di ·,usur. berdasarkan hikmah" semata, tetapi karena ia menc8mpuradukkan antara
regula~,i
umum dan regulasi kebahasaan. Bahasa m0miliki mekanisme sendiri.
Melalui mekar.isme tersebut, menurut Abu Zaid, bahasa merepresentasikan reltlitas. la tidak merejJr,;sentasikan realitas secara literal, tetapi mmebentuknya secara simbolik sesua, dengan mekanisme dan hukum-hukum tertentu. Dari sini, hubunganhubungan anura " realitas " eksternal bisa jadi tida ada, tetapi bahasa membentuk "realitas-realitps" ini di dalam realisasi kebapsaaan. Teks al-Qur'an,
me~kiplln
bagaian-bagianny" merupakan ekspresi dari realitas·realitas yang terpisah-pisah, adalah teks bahasa yang memiliki kemampuan menumbuhkan dan menciptakan
14 AI-Suyuthi, Op.CiI, ,1. 108. " AI-Za..kasyi, Op.Cif. :x.
25
hubungan-hubungan
khusus anatara bagian, yaitu
mundsabah-mun1sabah
hubungan-hubungan atau
yang menjadi fokus kajian i1mu inL Realiatas-realitas
eksternal inenurut Abu Zaid dalam teks al-Qur'an mungkin minp dengan " tujuan" atau " :ema" eksternal yang bermacam-macam dalam qashidak puisi "jahiliah". Jika tujuan dan t.;ma tersebut (yang berbeda-b,"da) tidak menuutp kemungkinan qashiduh tersebut merur lkan ke:;atuan hubungan, yang harus disingkapkan oleh kritikus dan pembaca, maka "kesatauan" teks al-Qur'an sebagai "struktur yang bagian-bagiannya saling terk~,it secara integral" adalah fokus kqji?n i1mu ini (mundsabah).J6 Ulama yang di anggap pertama kali memperkenalkan konsep mundsabah, adalah Abu Bakar Abdullah Ibn Muhamad al-Naisaburi (JV. tahun 324 H.), seorang '-Ilama yang mempunyai spesilikasi di bidang ilmu syari'ah dan bahasa. la mengakui eksistensi Ilmu mundsabah
ini sehingga melakukan kritik kepada ulama Baghdad
yang tidak ma' menyokong peran dan kehadiran mundsabah dalam al-Qur'rn. Salah sa,u kepekaallnya adalah, bila dibacak.·n kepadanya ayat-ayat al-Qur'aL, ia selalu menganalisis hl'bungan ayat itu, "mengapa ayat ini di tempatkan atau di buat dekat dengan ayat itu" ? dan "apa hikmahnya meletakkan surat ini dengan surat itu,,?I7. Pendapat lainnya juga dikemukakan Izah Darwaja;l. Menurutnya, semula orang mengira bahwa tidak ada hubungan antara ayat dengan ayat dan antara surat
"Abu Za'd, DQ.cit h. 700. " AI-Zarka;yi, Dp.cit. h.36.
26
dengan surat dalam a:-Qur'an. Temyata setelah mereka melakukan penelitian, sebagian besar ayat den! an ayat dan surat dengan surat itu ada hubungannya
18
•
Usaha yang di lakukan al-Naisaburl kemudian di lanjutkan oleh para ulama sesudannya
antara lain bisa kita sebutkan
misa'nya, al-Biqa'i dengan
karyanya
"Nadzm al-Durar ji Tandsub al-Ayyi wa al-Suwar", al-Suyuthi (w. 911 1-1.) juga menyusun kitab " A.•rar aI-Tanzi! " yang kemuJian diringkas dan diberi nama
"Tandsuq al-Durar fi Tandsub al-Suwar" atau kitab lainnya " Asrar Tartib alSuwar,,19. ML,fasir-mufasir lainnya juga hampir
tak ketinggalan mengetengahkJI1
aspek mundsa,';lh dalam setiap pembahm an tafsimya sekalipun mereka tidak seeara khusus menuyusun kitabnya melalui penaekatan ini, sebut saja misalnya tafsir a(-
Mandr, karY,l Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Mardghi, karya Muhammad Mllsthafa al-Mar8ghi.
Juga tak ketinggalan mufasir yang banyak
mengetengahk8fl aspek mwuisabah dalam tdfsirnya adalah Fakhruddin al-Razi dengan tafs'mya "Mafatih al-GhaiY.
Kedua, Pendapat yang mengatav.an bahwa tidak perlu adanya mundsabah karena peristiwa..peristiwa yang terjadi saling berlainan, karena al-Qur'an di turunkar. dan diberi hikmah
s~eara
tauq[fi (atas petunjuk dan kehendak Allah SWT).
TerhadaJJ ;lersoalan ini 'Izzuddin (w. 660 1-1) memberikan pendapat bahwa tidak semua urulln ayat dan surat dalam al-Qur'an mengandung mundsahah. Kriteria yang ia ajukan ~ ,1engenai urutan ayat atau surat itu mengandunf, mundsabah, apabila
18 Masyfuk Zuhdi, Pengantar 'UlulIJ al-Qur'an, (Surabaya: PT. Bina IImu, (993), h. If8. " Kitab ir' G"I ahkiq olch Abd ai-Qadir Ahmad Atha".
27
ada persesuaian rubungan kalima: dalam kesatuan antara bagian awal dan bagian akhimya saling terkait, sedans;(anka~ yang tidak menunjukkan hal itu, merupakan sebuah pemaksaan (takalluj) dan tidal< disebut dengan munasabah
20 •
Terhadap pewHlian ini 'Izzuddin bin Abd ai-Salam tampaknya ingin menyatakan bahwa w"tan ayat dan surat dalam al-Qur'an baleh jadi mengandung
mund"abah dan upaya ,l1endapatkannya tergantung pada kemampuan nalar sesearang (mufasir) dalam mencarinya dan sebab
nuzul ayat merupakan salah satu faktar
penting yang perlu diperhatikan. Pendapat lainnya juga dikemukakan Subhi Shalih, menurutnya mencari hubungan
antan~
;atu surat dengan surat lainnya adalah sesuatu yang sulit dan di cari-
cari tanpa ada pedoman dan petunjuk dari tertib surat dan ayat ·aya! lauqifi. Karena ilu menurut Su':>hi tidak semua yang lauqifi dapat di cati munasabahhnYa jika ayat-ayat itu mengandung asbab al-Nuzul yang berbeda-beda, terkecuali hal itu mempunyai
maudhu' yanl; menonjol yang bersifat umum, yang ada hubungan antara semua bagiannya.. 1 Pendapa! Subhi Shal'h di atas I,ampaknya di dasarkan pada
pendapat
sebagaian ulama, bahwa urutan aya! dan sural dalam al-Qur'an bersifat ijlihddi. Hal ini berbeda dengan pendapal mereka terhadap susunan ayat yang hampir secara I<eseluruhan rnengatakan lauqifi. Sehingga menurutnya sekalipun
ada kesatuan
20 Fauz"1 Iman. Mundsabah at-Qur'an, (Majalah Panji Masyarakat, No. 843, edisi 15-3U 1-'o'ember, 1995), h. '7. 2J Masfuk Z"hdi, op.cit, h. 169.
28
maudhu' pada tiap-tiap surat itu, tidaklah berarti ada kesatuan atau ada persamaan pada semua suro.l dalam al-Qur'an. Ulama tafsir tidak sampai membuat kesimpulan sejauh itu, mereka hanya menunjukkan antara ayat terakhir dengan ayat pertama surat ben'k utnya-"2 .
Selanjutn:;a neraca yang halUs di pegang dalam menerangkan macam-macam
mundsabah antara a:'at dan surat, rnenurut Hasbi ash-Shiddiql3 kembali ke derajat tamastu! dan tw,ydhuh antara mauahu-maudhunya (topik-topiknya). Maksud dari tamastu! dan tw,)'dbuh Jisini adalah tingbt kimiripan subjek. Sejalan dengan pendapat di alas Subhi Shalih mengatakan: jika persesuaian itu mengenai hal yang sa,na, dan ayat-ayat terakhir suatu sural terdapat kaitan dengan ayat-ayat permutaan surat berikutnya, maka persesuaian itu adalah masuk akaI dan dapat diterima, tetapi sebaliknya mcnurut Subhi jika
mundsabah
itu dilakukan
terhadap ayat-ayat y,.ng berbeda sebab nuzu!nya dan urusannya yang tidak ada keserasian antara satu dengan lainnya, maka tidaklah yang demikian itu dikatakan
Deng.. m demikian ukuran keteliwn sekurang-kurangnya harus meperhatikan segi-segi pers\;suaian ~ntara ayat yang sl'lu dengan ayat yang lain, tau antara sIJral yang satu dl:ngan surat yang lainnya. Sehab sebagaimana dikatakan al-Suyulh;
22 Sub"; Shal;h, Mabdhi.i Pi 'Ufam al-Qur'cn, le~emah Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h.187. 23 Hasbi ash· Shiddiqy, IImu· ibnu al-Qur'an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), h.40. -- Suhni Shulih, op.cit, h. 188.
29
lI1unGsabah itu terkadang ada yang jelas dan terkadang juga ada yang samar5 • Inilah yang menjadi keriteria atau ukuran untuk menetapkan ada dan tidak adanya
lI1unGsabah antara ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur'an. Dengan demikian, dapatlah dibayangkan bahwa letak titik persesuaian
(lI1unGsabah) antara ayat-ayat itu sedikit sekali kemungkinannya. Sebaliknya terlihat dengan jelas letak lI1unGsabah antara surat-surat itu jarang sekali kemungkinannya. Hal ini disebabkan karena penbicaraan mengenai satu hal, jarang bisa sempuma hanya dengan melilnt satu ayat saja26 • Alangkah baiknya apa yqng dikemukakan Abd aI-Qadir Ahmad 'Atha dalam pengantar buku al-Suyuthi " AsrGr Tortib al-Qur'an", mengutip berbagai keterangan, tentang berbagai langkah atau tahapan yang perlu diketahui untuk menemukan
lI1unG:'abah antan, ?)at dan surat dalam al-Qur'an. Langkah-Iangkah tersebut yaitu: I. Melihat tema sel'tral dari surat tertentu; 2. Melihat premis-premis yang diperlukan untuk menduktlng tema sentral itu; 3. Mengadakan l:ategorisasi terhadap pre.l;is-premis itu berdasarkan jauh dekatnya kepada tujuan; 4. Melihat kalimat-kalimat (pemyataan-pernyataan) yang raling mendukung di dalam premis itu. 27
25 2u
21
Nural~man> op.cil. h. 2. Ma,yfuk Zuhdi, op.cil, h. 170. .f,bd ai-Qadir Ahmad 'Atha, Pengantar Kitab Asror Tartih al-Qur'an, Op.Cit, h.45.
30
C. Jenis-.jenis Munlisabah Bertitik t01dk dari pengertian I/onu mundsabah al-Qur'an di atas yang mengandung dua komponen inti yaitu berkisar pada hubungan antara ayat dengan ayat dan antrl'j sUlat dengan surat dalam al-Qur"lO, maka uraian tentang maca:nmacam munasat,ah ini akan bertolak dari dua komponen tersebut. Dua komponerl inti itu kemudian cirinci oleh para ulama mel,jadi delapan macam hubungan baik yang berkaitan deng3l' ayat maupun sural. Rincia:l penjelasan rnengenai hubungan ayat dan surat tersebut adalah sebagai berikut
1. Hubungan ar"tara ayat dengan ayat meliputi: a. Hubungan antara kalimat dengan kalimat dalam ayat Pada umumnya penulis yar.g menjelaskan mur.asabah antara ayat dengan ayat ini tidak ada perbedaan yang r,lendasar. SNiap buku yang mengomentari hal ini telah mengulasnya deng1il redaksi dan '
'alhq( ( lakilnu ma'/u/ah wa fa lakilnu ma'/u/ah)"'. Mundsabah antara satu kalimat
28
Lihal al-Suyulhi, Gp.cil, h, 109.
31
dcngan kalintat lain dalam satu ayat yal'g dihubungkan dengan huruf 'athafbiasanYd mengandung beberapa unsur (bentuk), antara lain:
I) Unsur Tad;']d (nl-Mudlddhah), yakni berlawanan atau bertolak beiakang antara suatu kata dengan kata lainnya. sebagai contoh penycbutan kata rahmat setelah kata adzab.
i(~ta
al-raghbah setelah kata al-rahbah, menyebut janji dan ancaman
setelah meny"blltkan tekanan hukumnya. Contoh t< r"ebut di atas misalnya kita lihat pada surat al-'Araf ayat, 156:
Artinya: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada sial'a yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu". Contoh lain misalnya kila lcmukan pada sural Alu Imran ayat, 26:
Arrinya: Kmakaniah: "Wahai ':'uhm Yang mcmpunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepad'\ orang yang EngLcau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engknu kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakm, orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu 29.
29Depag, AI-Qur'a, ' dan Tefjemahnya, (Jakarta; Depag R.I. 1983).
Yayasan
Penyelenggara Pentcrjemah al-Qur'an
32
Pada ayat tersebut disebutkan pa,;angan masing-masing kata yang saling berlawanan yaitu penyebutan kata "
:::j.W"
setelah kata " ~Y" dan kata
"JiJ"
disebut setelt-h kata " j....:i " drlam ayat tersebut dinilai sebagai 'alaqatnya Contoh-contoh seperti itu banyak sebli ditemukan dalam ayat-ayat yang lainnya.
2) Unsur Istidhnd, yaitu pembahasannya pindah ke kata lain yang ada hubungannya atau penjelrsan selanjutnya. Contoh seperti ini bisa kita lihat pada surat alBaqarah ayat, 189:
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu ad.lliJh tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kCbajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumahrumah itu dari rintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung" (QS. al-BaGarah: 189). Dalam ayat tersebut disebutkan kaitan antara kata " al-ahillah" dengan kata
"ityan al-Buyut" (mendatangi rumah), apa hukum yang terkandung di dalamnya dan dimana Ietak lI1unasabahnya. Ayat tersebut berkenaan dengan masalah bulan Isabit pada musim haji yang ditanyakan kaum Anshar dengan rumah dari
belaka~g
kebia~aan
mereka mendatangi (memasuki)
(pintu belakang), lalu pertanyaan tersebut di jelaskan dengan
33
kata ai-Birr yang berarti taqwa kepada Allah dengan sekaligus menjalankan apa yang dlperintah AlJah dalam berhaji Jan larangan mereka memasuki rumah dari pintu belakang. Den gar. dijelaskannya melalui kata ai-Birr menurut al-Zarkasyi ( w.794 H) perhatian mereka beralih kepada persoalan memasuki pintu dari belakang. Disini kata ai-aMah menurutnya sangat berkaitan dengan kata al-Birr. 30Setelah kita ketahui SU"unan (larkib) dua kata rersebut yang saling beriringan dalam
~atu
ayat,
dengan demikian tidak tampak antara akhir ayat terpisah dari awalnya. 3) Unsur Takhc:lus, yaitu melepaskan penggunaan kata yang satu dan berganti dengan kata yang lain, tetapi masih berhubungan. Mengenai unsur takhalus ini al-Zar:,asyi memberikan contoh kata ai-NOr pada surat ai-NOr (yang berarti cahaya) ayat, 35:
3D
AI-Zarkasyi, Op.cil. h.41.
34
Artinya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan millyak dari pohon yang banyak herkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timnr (sesuatuj dan tidak pula di sebelah ba.at (nya), yang minyaknya (saja) hampirhampir me, erangi, walaupun tidak di~'entuh api. Cahaya di atas callaya (berlapislapis), Allr1 membimbing kepada callaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-peruPlpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetah\. i segala sesuatu. Pada kata tersei:lut terdapat lima macam takhalus yang menJpunyai sifat dan fungsinya. Bentuk takhalw, ini terdapat pada: •
Mel,yebut al-Nt1r dengan perumpamaannya, kemudian di takhaluskan kepada kata al-Zujajah dengan menyebut sifatnya dari kata tersebut yang bera.'ti kaca yang bisa memantulkan cahaya.
•
Meryeb'lt al- Nt1r dengan al-zaitunah yang di takhaluskan dengan kata al-
syajarah
•
Selanjutnya dari kata al-;yajarah di takhaluskan dengan menyebutkan si fat ,ai!uY'.
•
Kemlldian dari kata zaitun di takiwluskan ke sifat d- Nt1r.
•
Dari al- Nt1r di takhaluskan
kepada nikmat Allah berupa hidilyah bagi
orang yang Allah kehendaki. 31 Pada perp d~ dahan kata-kata tersebut peran dan fungsi masing-masing kata sama, yaitu berl.is"lr pada kata al- Nt1r juga, cuma sifat dan bentuknya saja yang berbeda.
JI
Ibid, h. 43,
35
Menurut Mana' "LQathan takhalus juga bisa teljadi antara ayat dengan ayat lain. Dalam al-Qur'an terdapat mundsabah antm'a ayat dengan ayat yang harus di perhatikan konteks logis yang dibicarakannya
J2
.
Sebagai cO:1toh misalnya ayat 17-20 pada surat al-Gha~yiyah: '"
""
..-'"
....
...
0
J
""....
///
Jl) (\A)~~ ~ ~CJ\ Jl) (\V)~ ~ J.~\ Jl 0)~ L.lil ,.. '" ... ....
....
/",;,""
(\ .)~ ~ J'~U\ Jl) (\ Q,)~ ~ ,..,JW\ '" ... ,.. .... "..
Artin;'a: Maka apakah mereka tid:lk memperhatikan unla bagaimana dia diciptakan (17), Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?(l8) Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?(19) Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?(20). Pada ayat itu kita Iihat bahwa meninggikan langit, dipisahkan dengan menciptakan
unta, menegakkan gunun3 uipisahkan dari meninggikan langit,
menghamparkan bumi dipisahkan dari f:1enegakkan (menancapkan) gunung dan seakan tidak nampak wajah yang mengu'11pulkan anlara ayat-ayat itu. Oleh kmena itu menurut Hasoi Ash Shiddieqi balas minimum dari perpautan antara ayat-?yat itu adalah mencari persesuaian dengan susunan ayat-ayatnya dengan ,;ara mengumpul,;an sekumpulan cakrawala yang dapat dilihat oleh manusia33 • Penyelesa,an terhadap ayat-ayat itu berkaitan dengan mundsabat yang ada di dalamnya, r.enurut al-Zarkasyi (w. 794 H) harus dikembalikll-n
kepada adat
kebiasaan bangsp Arab. Dimana kebiasaan hidup bangsa Arab bbsanya
ter.~antung
" AI-Qalhal!. Op.cit, h. 140. )J Hasbi A, 11 Shiddieqi, Op.cit, h. 44.
36
pada unta sehingga 'nereka sangat me'llperhatikannya. Namun keadaan mereka tidak mungkin berlangsung k ~cuali ada yang dapat menumbuhkan rerumputan tempat gembalaan dan mir.u'TIf," unta. Selanjutnya keadaan inipun terjadi bila ada hujan, dan inilah
yang
menjadi
(Iangit).Kemudian
sebab
mereka juga
kenapa
wajah
memerlukan
mereka tempat
menengadah berlindung
dan
ke
atas
tempat
berlindung itu tidak lain adalah gunung-gunung. Kemudian kebiasaan merekapun selalu :)erindah-pindah tempat dari tempat gembala yang tandus ke tempat gembala yang subur. Dengan melihat gambaran
di aths sehingga seorang Badui (Arab primitiv)
membayang-bayan;skan sesliatu yang ada dalam khayalanllya, s~mua itu akan nampak gambaranr.ya menurut ayat-ayat tersebut 34 • DengaJ1 demikian akan terlihat mUllGsabah antata ayat-ayat itu, yaitu saling ketergantur gan dimhna kebiasaan orang Arab selalu menggantungkan kehidupan mereka pada uma (dalam mencari rizqi). Selanjutnya unta tidak bermanfaat apa-apa kecuali mengghl1tungkan hidupnya dari air, dan air itu dari hujan dan hujan itu dari langit. Selanjutnya mundsabah yang tidak diper'wkoh dengan huruf 'athaf (la taki'lnu
ma'tufah), sandalan yang
J4
menghubuf'g~annya
ac1alah qarinah maknawiyah. Aspek-
Sul,hi Shalih, Gp.cil. h.189.
37
aspek ini juga bisa mengambil be'ltuk: al-tandzir, al-mu.Jhadhat, al-istithrad, atau al-
takhalus35 Dari ketenngan di ata, dalam hal ketiadaan f,uruj 'a/haj sesungguhnya dapat dicari hubungannyu
~'ecara
maknawi, hakikatnya seperti hubungan kausalitas dari
susunan kalimat tersebuL Disini disebutkan empat bentuk hubungan yang menandai adanya hubungan ayat dengan ayat dan antara kalimat dengan kalimat Untuk jelasnya bentuk huoungm itu kita uraikan satu persatu;
L AI-Tandzir, yaitu melnbandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan omng berakaL Cont0h seperti ini misalnya terlihat pada surat al-Anfal ayat 4 dan
5:
Artin):': Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan mernfleroleh beberapa derajat f<etinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezk:. (ni'mac) yang mulia.(4) Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari ruma:lmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orangorang ya,lg beriman itu tidak .nenyukainyb,(5). MemTl't al-Zarkasyi huruj kaj paJa ayat 5 berfungsi sebagai pemberi ingat dan merll;>akan sifat bagi kata kerja Iji'il) yang tersembunyi Iji'il mudhmar) yang
)j
Nun::lman, Op.cit, h.6.
38
maksudnya iRlah suruhan untuk memydesaikan harta rampasan perang (al-Anfal) 36
seperti yang telah dilakukan mereka ketika perang Badar
•
Pada "yal ini ada dua keadaan yang sebanding yaitu perintah Rasul-Nya untuk mebagikan harta rampasan perang, sementara disisi lain ada bebrapa sahabat yang tidak senang, C:emikian menurut satu riwayat. Kondisi sahabat yang tidak senang tersebut saJlla halnya dengan keadaan mereka saat 5 di ajak keluar untuk perang Badar. Dengan ':!emikian kata al-Zarkasyi makna
bersatu dengan R)at "
Ryat"~ 0J-::j.:j1:'---;'~:
;;.it,. ~~::,. . . d~ ~;J W- ".
i)"
Sehingga maknannya orang-
orang beriman dengan sebenar-benarnya sebanding dengan keta'atan mereka melaksanakan pe.:ir.lah Tuhan yaitu keluar dari rumah dengan kebenaran. Ayat-ayat yang disebut tadi memberi petunjuk agar mereka dapat mengambil pelajaran, yaitu ta'at menjalankan segala yang diperintahkan kepada mereka dengan menegndal;kan hawa nafsu. 2. Unsur al-Mudhddhat, yang artinya berlawanan. Misalnya suM al-Baqarah ayat
6:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sarna saja bagi mereka, kamu beri peringatar atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.
]6
AI-larl:asyi, Op.cit, h. 47.
39
Dari ayal di alas dapat dipahami bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mere:,"" yang kafir. Ayat di atas berlawanan dengan ayat-ayat sebelumnya yang meny,butkRn tentang kitab , orang-orang beriman (mukmin) dan petunjuk. Menurut al-larkasyi (w. 794 H) hal ini berkaitan dengan ayat 23 sural alBaqaran:
Adapun
hikmahnya
adalah
orang
mukmin
merindukan
mantapnya
lman
berdasarkan pelunjllk Allah (al-tasyyifwa al- tSlIbut 'ala al fila).37 Jelasnya ayat 6 surat al-Baqarah di atas menerangkan watak orang kafir. Sedangkan di awal surat Allah menerangkan watak orang-orang mukmin serta sifat-sifat ,nereka yang
sflialu membawa keberuntungan. Gunanya adalah untuk
memperjelas perbedaan antara dua kelompok sosial dalam menerima petunjuk Tuhan. 3. Unsur al-lstithracl , yaitu peralihan kepada penjelasan lain di luar pembicaraan pokok yang menja(:i inti kalimat atau ayat. Contoh seperti ini antlra lain terlihat paJa ayat 26 QS. al-'/, raf:
J7/bid.
:1. 23.
Artinya: Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untak menutupi 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian LIKwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka s::lalu ingat. Awal aym hi berbieara tentang nikmat Tuhan kepada manusia khususnya pakaian yang 'nenyangkut penutup tubuh manusia. Dipertengahan ayat muncul kalimat " merutup aurat" yang mengalihkan pembicaraan dari kalimat Tuhan kepada penj,,'lasali lain tentang taqwa. Seakan-akan peralihan ini menunjukkan adanya hubungr,n menutupi tubuh dengan ta'lwa, setelah adanya
peralihan
kepada pen.:elasan lain, pembiearaan c1alam ayat kcmbali kepada nikmat dan kekuasaan TL:han 38 • Menurut al-suyuthi ( w. 910 1-1) dengan mengutip pendapat Zamaksyari ayat ini diletakkan setelah ayat yang menjelaskan tentang terbukanya aurat dan penutupannya dengan daun. Peletakkan ini
dimaksudkan untuk memaparkan
penciptaan j.,akaian berupa daun merupakan karunia Allah, sedang telanjang adalah perbuatan hina dan menlltup aurat adalah pintu :Jesar menllju taqwa39 • Ayat ini berhubullgan dCllgan kisah Nabi Adam kctika mereka berdua dikeluarkall dari surga, dimalla syetan mellanggalkan pakaian mereka untuk meperlihatkan aurat masing-masing (al-'Araf : 27). Dengan demikian pengertian ayat yang
J8 19
pertaIT'~
merupakan kelanjutan yangkedlla, yaitu setelah menyebut
Lihat Nurahman. Op.cit, h. 6 AI-Suyuthi. Op.cit, h. 109.
41
terbukanya
au rat
mereka
berdua
karena
tertanggalnya
daun-daun
yang
menutupin'·a. 3. Un sur ketiga,
mundsabah yang tid'lk di dahului huruf 'a/haf adala\'> Takhalus.
Model mundmbah ini adalah hubungan ayat-ayat ayang melukiskan kisah runtut yang berpinrlah-pindah dari awal topik kisah ke kisah lanjutan yang di rekam secara halus. Hubungan kisah ini terd~pat dalam surat al-'Araf yang mengawali untaian kisah tentang para Nabi dan umatnya di masa lampau, dilanjutkan dengan ksah Nabi Musa dan tujuh orang pengikutnya serta do'a ayang diperuntukkannya sampai denga.1 kisah Nabi Muhamad dan umatnya 40 • Contoh ai,l misalnya terlihat pada ayat " ~ ::lGl
, " ::lL._~r " t . d'I Sebab mu lal' kalimat " '.~ .,erJa
" dalam surat al-Fatihan.
peralihan yang membedakan
pembicaraan sebelum dan pembicaraan sesudahnya. Pembicataan sebelumnya berupa rangknian mukaddimah yang dijadikan perantara41 • b. Hubungan Ayat dengan ayat dalam satu surat
Mundsabah model ini kelihatan dengan jelas pada surat-surat pendek yang mengandung satu tema pokok. Surat al-Ikhlas bisa dijadikan contoh adanya
mundsabah antara ayat-ayat yan;s ada pada satu surat itu. Masing-masing ayat menguatkan tema pokoknya y,'itu tentang
40
ke~saan
Tuhan. Selanjutnya pada surat al-
Fauzullman, Op., it, h. 38.
" AI-Suyulhi. Op.ei,. h.11 O.
42
Baqarah dari a)'a: I sampai 20 juga nampal~ adanya hubungan di antara ayat-ayat itu. Tema pokok yang dibicarakanya adalah
tig~,
kelompok sosial yaitu: orang-orang
mukmin, orang-orang kafir, dan o~.mg-oran:e munafik beserta sifat-sifat mereka
42
•
Contoh 'ain bisa kita Iihat juga pada Q.f.. al-Baqarah: 28 :
" Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal karnu tadinya miti, lalu Allah menghidupkal' kamu, kemudian kamu dimatikan dan dih;dupkan-Nye I:embali, kemudiall kl;pada-Nya-Iah kamu dikembalikan?".
Ayat sehclumllya menjelaskan tentang sikap orang-orang kafir terhadap perumpamaan-perumpamaan yang telah disebutkan Allah, terhadap perjanjian mereka yang merusak agama, manusia dan juga kemanusiaan. Sebelumnya kita sebutkan dulu nyat sebelumnya yai.u ayat 26:
Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin ba1wa perumpamuan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang 42
Nurahman, Oo,cit,h.7
43
kafir mengat1kan: "Apakah maksud Al'ah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpa.naan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan deng:m perumpamaar, '00 (pula) banyak orang yang diberi-Nya peOOnjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Alia:) kueuali orang-orang yang fasik".
Pada
ayat
26
ini
Allah
menielaskan
perumpamaan-perumpamaan
penciptaanny'l !:lcrupa berupa makhluk-makhluk keeil seperti nyamuk yang sempat mendapatkan l..:eehan dari or.mg-orang kafir, begitu juga pada ayat 27 diterangkan sifat-sifat mereka. Dan pada ayat :t8 Alhh :nemberikan celaan pada sifat-sifat mereka dan sekaligus rerintah untuk
memperha~ikan
diri mereka kejadian, kehidupan dan
kemana merekh 'lkan kembali. e. Hubungan Pen:Jtup (fasilah) dan KilDdungan Ayat Tempa~ ;'luniisabah
yang saling lfienguatkan terletak pada pokok pembiearaan
dengan penutup ?yat. Di dalam susunan kandungan penuOOp ayat dengan apa yang mirip dengan'·u. Hubungan seperti ini terdiri dari empat macam: al-T.lIIlkin, alTashdir, al-TauS}ikh, dan al-Ighal!3
Untuk jclasnya benOOk-benOOk
hubungan tenebut kita eoba jela5kan satu
persaOO: I). Unsur al-TaMkin, artinya
memperkokoh atan mempertegas pemyataan. Arti
fashilah dh.ui herkaitan langsung dengan apa y.mg dimaksud ayat itu. Bila tidak
" AI-Za,{,a
44
ada hubungan ini ( a/-Tamkin) kandungan ayat itu tidak akan memberi arti yang lengkap, dan boleh jadi merugikan'4. Contoh
~epert;
ini misalnya pada Q.S. aloHa] ayat: 63-65.
Artinya: Apakah kamu tiada melihat, bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, laIu ]adilah bumi itu hija'l? Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahni.(63) Kepunyaan Alla:l-Iah segak. yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji (64) Ap[:kah kamu tiada melihat l-ahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada Ji humi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dar. Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhllyn Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia.(6.1).
Ayat penama dikahiri dengan kalimat: /atijim IJIGbir. menunjukan bahwa Allah terIebih (hh ulu mengetahui manflll't hujan yang diturunkan dari langit sebagai sumber kehidupan manusia. Hujan yang ,nenyuburkan tanah itu merupakan rahmat
44
Ibid. h. 79.
45
bagi alam kehiduran di atasnya. Ayat kedua berakhir dengan kalimat: al-Ghaniyyu
ai-Hamid. Sifat Allah Maha Kaya dan maha terpuji ini menegaskan pemyataan sebelumnya bahwa AlLlh-lah pemilik segala apa yang ada di bumi dan apa yang ada di langit dan Allah tidak membutuhkannya. Selanjutnya ayat ketiga berakhir dengan kalimat: Raufun ai-Rahim. Sifat Allah yang Maha santun dan Penyayang ini menunjukan kepada manusia bahwa Allah telah memberikan nikmat kehidupan di dunia ini tempat berl'saha baik di darat maupun di laut dengan bentangan langit yang memayunginya. Kesemuanya tak terhitung jllmlahnya. ltulah bukti kerahmanan dan
kerahiman Allah. Demikian al-Zarkasyi menjelaskan perpautan antara}CJshilah dalam 4-
ayat itu '. Dari
k~teranga,l
di atas nampaklah dengan jelas sifat-sifat bagi Allah sebagal:
Lalifun Khcbir yang merupakar. isyarat bagi ayat sebelumnya yaitu turunnya hujan dari langil dan manfitalnya darinya. Alia.'! maha tahu sehingga dipertegas dengan sifat-Nya itu Degitu juga paJafashilah kalimat al-Ghaniyyu ai-Hamid sebagai ta'kid ayat sebelumnya yang menerangkan da'1 p-,enjelaskan bahwa yang layak memepunyai kekllasaan
sep~rti
itu hanyalah Allah. Sdanjlltnya setelah Allah memberikan segala
rahmat dan ka,"JI1ia pada manusia berupa ditunJukkannya lautan dan daratan, pada akhir ayat Allah menjelaskan sifat-Nya: Rau/un ai-Rahim sebagai isyarat
kasi~
S;jyasllng Allah J~ada man usia.
45
Ibid,h. 80,
46
2). Unsur al-lghal, yaitu sebagai penjelasan tambahan yang sifatnya mempertajam makna ayat. Tanpl fashilahpun ,ebenarnya makna ayat sudah dapat di pahami. Sebagai contoh misalnya Q.S. ,d-Naml ayat 1I0:
Kalimat"
,h!~'; \:,Jj \~! "adalah sekedar penjelasan, sebab tanpa ada kalimat
itupun yang mc,upakan Jashilahnya kalimat ini tclah sempurna. Yaitu orang-orang yang pendengaran dau hati mereka buta dari
pC~L.njuk
Allah (tidak mau mendengar
apa yang disampaikan Rasul Allah). Kcadaan demikian itu sudah jelas berpaling dari kcbcnaran.
Kata-~(ata
tersebut merupakan bentuk majazi perumpamaan bagi mereka
yang hatinya sudah tertutup.
3). Al-Ta.;hdfr, yakni kalimat yang akan dimuat sudahada pada perJTIulaan, pertengahan, "tau akhir kalimat atau ay, t. Contoh seperti ini antara lain dapat dilihat pada Q.S. al-Maidah ayat, 39:
" Mr.la barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan m~mperbail,i diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengr.mpun lagi Maha Penyayang."
Juga paJa surat al-Ahzab ayat 37:
47
Artinya: "dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-Iah yang lebih berhak untuk kalnu takuti.".
Pada surat al-Maidah: 39 lafadz " Yatubu", yang menjadifashilah sebelumnya sudah ada lafadz " laba" , begitu jllga pada ayat 37 Q.S. al-Ahzab, lafadz "Iakhsya" yang menjadi fasilahnya sud[,h ada lafad?: " lakhsyahu", sehingga pada lafadz-lafadz
Contoh lainnya juga m isalnya terlihat pada ayat 37 Q.S. al-Anbiya:
Disini lafadz"
l!
1:"::'_
0~
"yang menjadiJashilahnya sudah ada sebelumnya lafadz
II
,v'- .
4). Bentuk teraknir
adalah al-Tausyikh, yaitu kandungan jiJshilah sudah tersirat
dalam rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat. Jika kalimat itu menunjukkan maksud fa,hilah ayat. Dengan
demiki~n
fashilal ayat dikemukakan sebelum kala
tersebut disehutkan. Disini ada perbed1an antara al-Tashdir dengan
al-Tau~yikh.
Perbedaannyu terletak pada bentuknya. Kalau al-Tashdir bentuknya laJdziyah, sedang
'" Lcbib jclas liha!, al-Zarkasyi,
AI-Bul'hdn. Up. cit. h. 95-%. 48
al-Tausyikh ad'Jah maknawiyah47 • Sebagai eontoh misalnya kita lihat pada ayat 20 Q.S. al-Baqarah.
Kata " j-;!~"
pada ayat di atas sudah mencakup kata-kata yang disebutkan
sebelumnya yaitu: "
r .J~\J
sebenarnya
dipahami
sudan
-..,! ~..u
g~·-·
""I,...
bahwa
Allah
"
Tidak disebutkan kata itupun
berkuasa
untuk
menghilangkan
pendengaran dan penglihatan mereka (orang-orang Munafik).
2. Hubungan Surat dengan Surat Menurut H?s:Ji Ash Shicideq; literatur
yang membahas dan menjelaskan
hubungan (muniisflluh) surat dengan sl!rat nampaknya masih terbatas. Hal tersebut disebabkan sangat sdikitnya mufasir yang terjun untuk menjelaskan
aspek
munasabahjenis kedw: ini 4S • Hubungan surat d,~ngan surat oleh para ulama diperinci sebagai berikut: a. HUDungan Awal Ur"ian dengan Akhir Uraian Sumt Model hubungan (mundsabah) ini al-Suyuthi dalam kitabnya al-Ilqdn banyak memberiKan contoh, antam lain misalnya dijumpai pacta surat
~I-Qashas.
Permulaan
"Ibid, h. 97. ." Has~i Ash Shiddeqi, IImu-i1mu ul-Qur'an, Op.cil, h. 47. Salah satu mulasir yang "husus membahas p ,;soalan ini ad11ah al-Suyuthi dalam kitabnya, Asrdr Tarlib al-Suw>r. Dalam al-QIII 'an dan Tqfsirnyu, Departcmen Agama rnisalnya dapn kita Iihat penjelasan-penjelasan tcotang hubungan
sural dengan
Slll It.
Setiap kali selesai menafsi(cun sebuah surat Tim penyusun sclalu menerangkan
hubungan di ant?'a surat se<.:;udah dan sebelumnya.
49
surat tersebut menjelaskan tentang perjuangan Nabi Musa yang berhadrpan dengan razim Fir'aun. Alas perintah Allah dan pertolongan-Nya Musa berhasil keluar dari Mesir. Di akhir yang
s~rat
menghad,'pl
Allah menyampaikan khabar gembira kepada Nabi Muhamad tekanan
dari
kallmnya
dan
Alah
menjanjikan
akan
mengembalikann:!a ke Mekkah lagi. Kemudian jika di awal surat dikatakan bahwa Musa tidak ab'] meaolong orang yang berbuat dosa, maka di akhir surat Muhammad dilarang menolong Jrang-orang kafir49 • Kalau l:ita l'enungkan dari kisah tcrsebut temyata ada kesamaan situasi yang dihadapi oleh J\abi Muhamad ketika berhadapan dengan kafir Quraish dengan situasi yang dihadapi oleh Nabi Musa ketika berhadapan dengan rezim Fir'aun. Musa dikembalikan oleh Allah dari Madyan (tempat Nabi Syu'aib) ke Mesir, dan Allah megembalikan Nabi Mllhamad ke Mekkah (terjadinya Futuh Makkah) sekalipun Nabi telah memilih tcmpatnya di Meuinah untuk mengembangkan dakwahnya.
b. Hubungar, Nama Surat dengan Tujuan Turunnya Subhi Shalih ketika membicarakan sabab al-Nuzul, menyatakan bahwa segala sesuatu ada sebab daa tujuannya, begitu juga halnya dengan nama-nama surat dalam al-Qur'an tentu mem;1'.:nyai maksud dan tlljuan 50 .
49 Jalaluddin Abd'mahman AI-Suyulhi (selanjutop ,'isebul al-Suyuthi), al-Ilqdn Pi 'Uliim alQur'an, (Bairut:Dar al-Fikr,tt), h. 108. 50 Subhi Shalill, op.dl, h,190.
50
Sejalan dengan pendapat di atas baik disini dikemukakan pendapat al-Suyuthi, menurutnya nama-nama yang digunakan oleh surat-surat al-Qur'an memiliki kaiten d,.mgan pembah .~san yang ada pada surat itu. Oleh karena itu semakin banyak name' yang digunakan atau diberikan pada satu surat, semakain menunjukan kemulyaan surat itU.
51
Bila dihubungkan dengan pembahasan munasaban. nama-nama surat itu mesti memiliki h:ta.l, baik melalui isi surat atau melalui kedudukan surat :tu sendiri. Contoh seperti :,li misalnya terlihat pada surat al-Fatihah. Surat ini dinamakan demikian karer.a kedudukannya sebagai pembuka (mukaddimah) sehingga posisinya ditempatkan 'li a\lal al-Qur'an. Sebagaimana yang kita lihat dari namana al-Fatihah (yang membuka) atau Umm al-Kilab (lnduk Kitab). Dengan demikian al-Fatihha harus memuat r
(tauhid.
p,~ngantar
peringatan dan
hukum-hukum), yang masing-masing sebagai
dari pembukaan yang ditunjukkan oleh surat al-Fatihah. Dengan
cara
demikian surat ini mendapatkaL kedudukannn:va sebagai " induk al-Kitab".52 Contoh lainnya adalah surat al-Baqarah. Surat tesebut dinamakan demikian karena di dalamnnya terdapai cerita ten:ang sapi betina serta berbagai hikmat dan keajaiban yang dijdmpai pada cerita itu.
51 Lihat al-Suyuthi, Asaar Tariib al-Qur'a.l, op.cit, h.54. " Abu Zaid . ()pCit. h. 203.
51
c. Hubungan antara satu $urat dengan Surat Sebelumnya Urulan sural-sural di dalam al-Qur'an menurul al-Suyuthi mengandung hikmah karena surat yang datang kemudian akan menjelaskan berbagai hal yang disebut secara global pada surat sebelumnya. Kejadian semacam ini menurutnya kerap kali dijumpa: dalam sural-surdt al-Qur'an, baik surat-surat panjang atau suratsural pendek. Surat al-Baqarah misalnya, memberikan berbagai perincian dan penjelasan dari kelerangan global yang ada pada surat al-Fatihah. " Al-hamdulilah" pada surat alFalihah diperinci d%g<:r. berbagai perintah dzikir dan syukur pada ayat 152 surat alBaqara:, yang berbunyi:
"Karena ilU, insatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat) -Ku" (Q.S. al-Baqarah [2] : 152). Hubungan anlara
salU surat dengan surat sebelumnya. Satu SlTat berfungsi
menjel8skan ,urah sebelumnya, misalnya juga terlihat di dalam surat al-fatihah [1]: 6 disebutkan: I _~: • ~ II
:11~1 LS..u1 "
tunjukilah kami ke jalan yang lurus",Lalu
dijelaskan Ji dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah petunjuk alQur'an, sebagalmana disebulka'1:
52
" Kilab C'l-Qur'an ini tidak ada keraguan di dalamnya, pelunjuk bagi mereka yang ber/afol'a " (Q s. al-Baqarah /2:2).53 mundsabal7 antara ayat yang terdapat dalam dua surat yang
Selain
berdekatan, terdapat juga lIIundsabah, antara satu surat dengan surat berikutnya karena kesamaan lema sentral yang di kandung dalam masing-masing suarat. AlFaihah, al-Baqarah, Ali 'Imran, misalnya ketiganya merr,iliki memiliki tema sentral yang saling mendukung. AI-Fatihah menurut al-Suyuthi, adalah ikrar ketuhanan (rububiyah), mohon perlindungan kepada Tuhan agar tetap dalam Islam dan terpelihara dari Agalna Yahudi Jan
N~srani.
Surat al-Baqarah mengandung kaidah-
kaidah agama. Sedangkan Ali Imran m0nyempurnakan maksud yang terkandung dalam pokok-pokok rg,,,na itu. Jika al-Baqarah menegaskan tentang daHI-dalil hukum,
maka
persengh.etaan.
AI'
I",ran
berfungsi
menjelaskan
dan
menjawab
berbagai
54
d. Muniisabah Berikutnya
(hubungan) Penutup Surat Tndahulu dengan Awal Surat
Nhwdsaba0 sem1cam ini menurut al-Suyuthi (w. 910 H), terkadang tampak jelas, dan terkadang
tampak tidak jelas. Selanjutnya
banyak :nemberikan contoh tentang
53
Azyuma, Ii Azra (eJ), op.dl. h. 75.
54
AI-Suyutni, ai-lIgan, op.cil. h. 112.
al-Suyuthi dalam al- ligan
mundsabah antara awal uraian dcngan akhir
53
uraian suatu suraL Sebagai contoh misalnya terlihat pada sl're.' al-Mukmimln, surat ini dimulai dengar pemyataan: Qad ajlaha al-mukminu'1, yaitu pemyataan hipotetik bahwa orang mukmin akan mendapat kemenangan, dan mereka pasti menang. Di akhir surat di akr,r~ dengan pernyataan Ld Yujli al-Kdjirun, sebagai isyarat bahwa orang kafir tida"; akan mendapat kemenangan. Jelaslah bahwa dua pemyataan ini melukiskan perlawanan antara dua situasi, yaitu dua akhir dari dua hal yang bertolak belakang. Contoh bin misalnya pada permulaan surat al-Hadid, ayat I:
" Semua .Jang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Alhh (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Ayat ini bermundsabah, dengan akhir surat sebelumnya " al-Waqi'ah" yang memerintahkm, beltasybih:
Contoh
"
berikutnya
~r2.LJ,i0r01
".
Surat
al-Baqarah
dimulai
dengan
ungkapan
AI-Kitab disini sebagai isyarat dari al-Syiral pada surat al-
Fatihah. Jadi seC'lah-olah jalan lurus yang mereka minta tidak lain berupa al-Kilab
54
ini, yang tentu saja merupakan suatu makna yang indah yang menampakkan adanya
illiilQlh antara Wilt al-Baqarah dengan SUfat al-Fatihah 55 . Dari ura;m,-uraian di atas tentang mundsabah nampak bahwa pembicaraan mengenai perc,Jalan tersebut berpusat pada susunan dan un:tan kalimat,
ay~t,
dan
sural dalam mush~f. IImu ini muncul karena ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa susumld ;:yat dan surat dalam al-Qur'an adalal, lauqifi, yakni alas petunjuk Allah
melalui
f, asul-Nya.
Keyakinan
mi
menumbuhkan
upaya-upaya
untuk
menyingkap ralnsia di balik susunan tersebut. Dari sinilah banyak ulama yang menafsirkan a,'ai-ayat al-Qur'an dalam tafsirnya nll'lalui pendekatan ini, baik yang secara khusus maupun sebagiannya. Selelah Kita melihat berbagai macam
bentuk mundsahah di atas dengan
berbagai macam jenisnya yang telah dikemukakan para ultima "'UlUm al-Qur'an" kini kila coba pergum:kan teori tersebut untuk menganalisa salah satu tafsir karya seorang mufasir yang dalam tafsirnya banyak menggunakan pendekatan mundsabah, yaitu Fakhruddin al-Razi Jengan karya tafsirnya " Mq(dlih al-Ghaib".
55
Nuruhman op.cil, 11. 8.
ss
BABHI BIOGRAFI DAN INTELEKTUALITAS FAKHRUDDIN AL-RAZI
A. Biografi llakhruddin al-Razi Fakh uddin al-Riizl
atau lebih dikenal dengan r.ebutan al-Riizl , nama
lengkapnya aclal"h Abu Abdillah Muhammad Ibnl' Umar bin ai-Hasan Ali aITaimimy al-f:la~ ry al-Tibristanl al-Riiz1. la lahir di Ray pada tanggal 15 Ra:nadhim tahun 544 H (11 ~S-1209 M).J Aslinya dari Tabaristan, orang tuanya pindah ke Rayy (dimana nama -l1-RiiZi itu berasal) sebelum ia lahir. Tak di ragukan lagi ia adalah penulis termasy'lUr yang dihubungkan dengan keturunan al-Riizl,
disana ada Abi
Bakr Muh<1mf'lad bin Zakariyya al-Riizl (Nafat 323/935\ seorang filosof, Ahmad bin 'Abd Allah (walat 460/1068) ahli sejarah Yemenite, Ibn Abi Hatim al-Riizl (wafat 326/938) ahli hudi:;/, Abu Bakr al-Riizl al-Jashas (wafat 370/980) ahli hukum, dan Abu al-Fath al-Riizl (wafat 447/1055). Fakhrudd:.n al-Riizl berasal dari keluarga yang berpendidikan, sehingga tidak aneh jika sejak kecil al-Riizl tel.lh bergelut dengan berbagai i1mu agama. Ayahnya
I Muhamad Hl:sain al-Dhahabi tSelanjulnya disebut al-:Jzahabi), Taftir al-Mujasirim (Beirut: Dar al-Fikr, 1976), '1. 290. Lihat Tarjam"h Mu'alif, Majdlih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub alIImiah, 1990), Jilld I, h. 5.
56
bernama Dhi), al-Dhln Umar salah seonng ulama bermadzhab Syafi'i yang terkenal keahliannya ddlam bidang fiqh dan kalam dan biasa memberikan khutbah di masjidmasjid Rav)', oleh karena itu orang-orang memanggilnya Khatib al-Rayy. Dan karena jasa ayahnya illiiah kemudian al-Ritzl juga di panggil dengan sebutan Ibn al-Khatib
al-Rayy.
Dd~am
Thabaqal al-Syaji'iiyyah al-Kubril, al-Subki
(w.
771/1370)
mengatak<:n bahwa Diya al-Dhlr, 'Umar t,,;Iah menulis dua jilid buku dalam theologi yang berjudul Uhayal al-Mardm
2
Dalam n,enempuh pendidika'l,
Ja
pertama kali belajar
dari orang tuanya
Dhiya al-Dhin, dan merupakan salah seorang guru utamanya, selanjutnya Fakhruddin al··Ritzl belajar kepada ulama-ulama besar lainnya. Filsafat dipelajarinya dari dua orang ulama b"sar bemama Muhammad al-Baghawi dan Majdin al-lilli. lImu kalam dipelajariny1 dari gurunya Kamaluddin al-Sam'ani. Dengan kecerdasannya ia mampu menghafal dillial kepala risalah teologi al-Syamil fi Ushuluddin, karya Im,lm
al-
Haramain (Abu ,11-Ma'aJi al-JlIwaini).3 Berkat k:Iekllnan dan kecerdasannya al-Ritzl berhasil menguasai berbagai disiplin ilmu;ererti: Fiqh, Teologi. Lughah, Logika, Malemalika, Kedoklerun,
Melajisika, Fisika, bahkan Aslronomi. Begitu tinggir.. ya pengetahuan beliau dibidang ilmu-ilmll :er£ebut, 1Ilama-ulama ushul mi.;alnya ketika rlenukil pendapat dari beJiau selalO mengatakan, telah berkata al-Imam, atall menllrut pendapat aI-Imam dengan 2 Mahm"d Basuni Faul;ah, Tafsir-tafsir at-Qur'an: Perkenalan dengan Metodologi Tajsir, terjemah Mochtar Zoemi dan Abdul Qadir Hamid, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1987), h. 79. 3 Fakhruddin al-Riizi, , lIuh dan Jiwa: Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam, terjemah Mukhtar Zoemi dan .Iakos Kahlan (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), h. 3.
57
tidak menyebutkan namanya. Begitu juga dengan laqab Syaikh aI-Islam diterimanya pada wa:,tu ia tinggal di Herat
berkat kecemerlangan pikiran-pikirannya dalam
memenangkan sejumlah perdebatan
deng~n
kaum Karamiyyah.
Keilmuannya dibidang Ushill Fiqh dan Ilmu Kalam diperolehnya dari gurugurun),a yalt'l: Dhiya al-Dhin Umar,
yar,,~
diterimanya dari Abu al-Qasim Sulaiman
bin ai-Nasir a' -Anshari dari gurunya ImaJ;l al-Haramain Abi al-Ma'ali a-Zuwaini dari gurunya Abu Ishak al-Isfirayaini, dari gurunya Syeikh Abi ai-Hasan ai-Bah iii, dar; gurunya Syekh Ahli
~.unnah
Abu ai-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari yang ia terima
dari gurunya Abu ai-Ali al-Juba'i. Sementara silsilah keilP1uannya dalam bidang fiqh diterimanya dari orang tuanya, dari Ali Abu Muhammad aI-Husain bin Mas'ud alFara al-Bagloawi, dari Qadi Husain al-Marw'lz!, dari Abu Abbas bin Ribaih, dari Abu al-Qasim al-A nmathi, dari Abu Ibrahim al-Mu7.ani dari Imam Syafi'i. Itulah mata rantai keilmuan F'lkhruddin ai-Ritz! sebagaimana dikatakan Ibn Khilkan. 4 Setelail menguasai filsafat. kalam dan ilmu-ilmu Islam lainnya ImaIT' Fakhruddin
al·l~azi
berkelana ke Bukhara, Khawarizm dan Mawara al-Nahr
(Transoksan;·..).5 Dengan kemampuan yang dimilikinya al-Razi terjun ke arena diskusi, memberi:
Jama'ah
(te~utana
aliran al-Asy'ariyah) dalam bidang teologi, dan madzhah Syafi'i
dalam bidang FieI'. Dialog pertama terjadi dengan kaum Mu'tazilah di Khawarizmi
.. Muqaudim..lh 7'!fsiJ Mafdtih al-Ghaib, Op.cit, h,5, , Ibid, h.4.
58
Menurut Ibn Khalilkan, apabila IP.l"m Fakhruddin memberikan nasihat beliau menyampaikahlya mclalui bahasa Arab dan bahasa lainnya sesuai dengan jama'ah yang dihadaphya. Tak sedikit jama'ah yang hadir seringkali menangis mendengarkan uraian-ural'ln nasihat beliau. Dalam majlisnya al-Riizi banyak uerdialog dengan jama'ahnya dan beliau selalu memberikan jawaban-jawaban yang terbaik sehingga mereka puas aengan jawaban tersebut. Disamping itu al-Riizi yang selalu dikelilingi murid-muridnya, jika seseorang bertanya tentang sesuatu ia selalu mempersilahkan murid-muridnY1 dari yang kedudukan ilmunya sedikit (Iingkaran pertama), bila tak ada dari mer"ka yang dapat menjawab, kemudian diserahkan pada kelompok bi'rikutnya sampai kepada
murid yan'S senior untuk menjawab pertallyaan yang
muncul dalam nJajlis. Bila mereka tak sanggup menjawabnya barulah beliau yang mengatasinya. 1O Ulama besar ini wafat pada hari sen in bulan S) awal tahun
666 menurut
kelerangan al-Svutki, sementara menurut al-Qifthi heliau, meninggal pPda bulan Dzulhizah tahun yang sama. Pada akhir hidupnya beliau mencatatkan wasiatnya kepada muridnya lbrahim bin Abi Bakr bin Ali al-Isfihani, tanggal 21 Muharram 606 H/2S Juli 120') :vI." Dalam catatan itu diceritakar: bahwa ia meninggal karenl: di racun,'2 akhirnya ia meninggal di Herat dalam sebuah rumah yang dikenal dengan
10
Ibid.
lbid,h. II. 12 Para pengikut Karamiyyah tidak pemah melewatkan kesempatan guoa mencari earn apa saja guna melumpuilkan sang imam, dan setiap kesalahan apa saja sang imam selalui mendapat • 11
60
peneljemahan buku-bllkll ilmiah atau pengiriman delegasi ilmiah kepusat-pusat ilmu pengetahuan dunia ) arl', terkenal, maupun dengan dibukanya forum-forum ilmiah terbuka yang dihadiri oleh seluruh ilmuan dari berbagai eabang keilmuan yang ada. Dalam forum yang disebut terakhir inilah dialog antar disiplin ilmu yang seringkali berakhir dengan saling mendiskreditkan. Contoh paling popular perdebatan ini adalah antara
p~minat
studi agama (mutakalimin) dengan ahli filsafat atau logika
Yunani, antar aLii kalam dengan ahli hadis, juga antara ahli 1-alam dengan Fiqh. Tidak
~alah
juga serunya dengan ketegangan kreatif yang ter}adi di antara ahlu al-
Dhahir, adalah ketegangan yang terjadi diantara para fuqoha dan para leolog dlln3zn para sufi penempuh ja Ian spiritual.
Tida~
jarang ketegangan yang terakhir disebut
berakhir dengun jatuhnya " vonis " atas kelompok sufi dengan eksekusi fisik, sebagaimalia terjadi atau menimpa 'al-H:ll:u", AI-Syuhrawardi dan beberapa tokoh sufi lainnya, Atau paling tidak perseteruail rr,ereka terlihat sangat menonjol dalam tulisan, tidak saja dari pihak ahli al-Rlisum (lr,tilah yang digunakan ahli Sufi untuk 1hli Fiqh), tempi juga dari pihuk tasawuf, hingga mereka seeara khusus merasa perlu untuk mengabadikannya dalam bentuk buku. Misalnya tulisan Ibn ai-Arabi dalam
Risalah al-'U/:'''n min Qawdid Ulama al-Rusum, 15 Salah 8atu hal penting untuk die,ltat dalam hal ini adalah dampak psikologi; dari ketegangan untar disiplin ilmu dikalangan peminat masing-masing disiplin ilmu, sebab
masing'lI1asilig berusaha untuk meraih dukungan
IS
masyarabt maupun
Ibid, h. 12.
62
pemerintah mt;;;llui klaim kebenaran dan menunjukkan kebenaran pihaknya dengan mencari justifiJ(asi dari al-Qur'an. Inilah " embrio" dari tafsir zaman pertengahan yang sarat cl~ngan " kepentingan" (subjektif) ieiiologis dari para mufasimya. DukUl,gdf\ resmi pemerintah atas dbiplin ilmu teretentu pada gilirannya tidak saja menjadiKan peminat disiplin tersebut bangga dengan minatnya tetapi bahkan mengecilk<,n arti penting disiplin yang lair.. Mereka yang menekuni filsafat misainya memfonis cara berfikir para mUlakalimil"'
~ebagai
tidak memuaskan, dialektis, retorik,
atau bayani tidak iqna'i atau burhan1. Demikian pula denga ahli kalam yang menganggap orang-orang ahli fiqh tersebut terialu partikularis (fiIru'i), daI' ;ebaliknya orang xang ahli fikih menganggap orang-orang ahli kaIam, ushuli sebagai ahli bicara be'aka. Apalagi ketika pemerintah mendukung madzhab atau aliran tertentu dibir'dng kalam, perdebatan internal dalam satu bidang
ilmu menambah
semaraknya suasa,la "keberpihakan" atas ide-ide tertentu. 16 Pada masa itu banyak pemikir muslim seperti Ibn Rusyd, Ibn 'Arabi dan Syaikh al-Ishraq ,,I ·Suhrawardi al-Maqtul tinggal dan menulis berbagai bidang ilmu pengetahuan. Fausani menjelaskan bahwa periode
Saljuk begitu penting untuk
perkembangan pemikirall Islam di Iran khususny,l tentang polemik Sunni-Syi 'ah. Pada periode ini juga keseluruhan sistem teologi Islam telah disusun seCf
16
Ibid. h,6F,
63
melalui pend irian sistem madrasah yang diasosiakan dengan perdana menteri Saljuk
Khwa;ah Nizam al-Mulk. Arus intelektual keagamaan tidak terbatas pada lingkungan teologi tetapi ber:,embang pada mistik dan filsafat. 17 Pada awal sejarah Islam, Negeri Parsi memang di dominasi oleh paham Islam Sunni. Sesungg !hnya dad KhJrasanlah pembelaan theologies terhadap Sunisme datang pada abad ke-IO dan II, oleh guru-guru theology seperti al-Juwaini dan alGhazali, ketik:1negeri-negeri Islam lainnya di dominasi oleh paham Syi'ah. Sekalipun di pusat-pusat teltentu di negeri Parsi, misalnya di Qom, sejak abad pertama sejarah Islam, orang-orang .,:yi'ah dan orang-Ol"ang Parsi umumnya sangat menghormati keluarga Nabi Muhammad saw. Salman al-Farisi seorang tokoh Parsi yang di dalam pengembarannya menClri Nabi ideal, telah melakukan perjalanan ke negeri Arab untuk menemui Muhamad, dan mereka menjadi sedemikian akrab sehingga ia disebut sebagai " salah seorang keluarga " (ahlu ai-bait) Nabi. Jadi Parsi selama abad pertama di dalam sejarah Islam, men.pakan pusat terpenting dari paham Sunni yang melahirkan parJ pemikir dan theology, seperti: al-Bukhari, al-Ghazali dan tak terkecuali Fakhruddin al-Rilzl
18
17 Sebagaimana diketahui, menurut SayyiJ Husain Nashr Parsi merupakan pusat penyebaran pengaruh-pengm uh religius yang besar, dan persimpangan jalan dimana tradisi-tradisi reJigius oar Medi!erania :Jan Asia herlemu, yang menyebabkan tumbuh subumya berbagai aliran-aliran bam di dalam kehiclUpan religius. Beberapa tokoh sufi pertama seperti al-Bustami, a'-Halaj adalab orangorang Parsi. Lihe! Sayyid lIusain Nashr, Islam d,n Neslapa Manusia Modern, (Bandung: Pustaka Salman, 1983), h. 162. " Nashr, Ibid, h. 167.
64
Dalam teologi 1~lam Abu Hasan al-Asy'arl (w.330/44I) 19merupakan figur kunei dalam perkembangm teologi Islam. BeliRu adalah pendiri kelompok al-Asy'arl yang doktrin-doUrin teologinya berusaha untuk menjelaskan dilema kebebasan manusia dengan kekua~aan Tuhan. AI-Asy'arl 'Tlcneoba menempuh jalan tengah antma dua ekstrimitas, yakni para rasionalis Mu'tazili, yang membuat wahyu di bawah penalaran dan para eksternalis yang berbedh pendekatannya, yang menolak peranan nalar dan kembali bersandar pada makna dhahir ayat-ayat al-Quran dan Hadis seearh murni. 20 UlJtuk memperkuat argumentasinya dibldang kalam (teologi) al-Asy'arl menu;is ,ejumlah karya penting, Karya tulis yang sangat terkenal dibidang ilmu kalam aodah Kitab al-Luma' ( Kitab yar.g memberikan sorotan) dan al-Ibanah
'an 'Ushul al-Diyanah (Eksplikasi berkaitan deJ'gan pokok-pokok ajar::m Agama).21 Pemikirannya (al-Asy'w'1) mendapat penerimaan dengan pesat, salah asatunya eontoh di antara murid dari ajaran ini adalah Abu Bakar al-Baqilani menjadikan
19 Abu I-hsan al-Asy'ar lahir di Bashrah sekitar tahun260/873 dan meninggal di Bagddad sekitar 330/441. Selama masih muda, ia melljadi murid al-Juba'i seorang Mu'tazili dari Basrah yan~ sangat masyhur. t~tapi ketika berusia 40 ta:lUn, mungkin karena hasH mirnpinya bertemu dengan rasulullah, ia berbalik melawan ajaran-ajaran Mu'tazilah dan meneoba kembali kepada ajaran-ajarar, al-Qur'an seeara mumi. la pergi ke Mesjid Basrah dan kemudian menyatakan: Siapa yang mengetahui saya, mengetahui ,iapa saya, dan siapa yang tida" mengetahui saya, kemudian mengetahL i bahwa say" A.bll ai-Hasan ai-As) 'ari, yang dahulu mmepertahankan bahwa al-Qur'an adalah di ciptakan, mata manusi. tidak aka" ,:.pat melihat Tuhan, dan menyatakan bahwa makhluk menciptakan aktivitas gerak mereka sendiri. 01. s;lya menyesal bahwa saya tclah menjadi mu'tazili. Saya meninggalkan aUran ini dan saya berjanji 'mtuk menolak aliran Mu'tazilah dan mengekspos pertumbuhan k<jahatan mereka. Setelah menguml'lnkan pemyatannaya itu al~Asy'ari rnembangun sebuah paham theologi. Lihat, Sayyid Husain "ashr, Intelektllal Islam: Theologi, Filsafat dan Gnosis, tJogjakarta: PustakaPelajar, 1991),h.11. " Ibid, h. 12 21 Sayyid Husain Nashr, Islam: Agama, Sejarah, dan Perm/ahan, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), h, 180.
65
Juwaini memi:iki banyak murid diantaranya Imad ai-Din Kiya Harasi dan Abu Hamid al-Ghazali, yang mempertahankan mainstream al-Asy'ari dengan pendekatan Sunni. Al··Sahrastani deni5an Karyanya aI-Milai aI-Nihai sebuah karya terbaik untuk mempelajari sekte-sekte teologi melalui pendekatan empirik. Dan merupakan salah seorang ulama Khurasan yang terkenal di bidangnya. Ulama Mu'tazilah alZamakhsari (wafat 538/1144) 'erkenal denga'l karya tafsimya al-Kasya/ 'an Haqa'iq
Ghawamid aI-Tanzi! wa 'Uyun aI-Aqdwil fi Wlljfih aI-Ta'wil . Pada kenyataannya para ulama menganggrp karya al-Razi al-Tafsir al-Kabir atau Ma/iitih al-Ghayb adalah jawaban d-hy'arl terhadap karya Zamakhsari aI-KashaJ, yang dianggap sebagai prestasi karya tafsir Mu'tazilah yang paling tinggi. Sebagailllana Abu Hamid al-Ghazali dan Imam al-Haramayn sebelumnya, alRazi juga menulis seju'Ulah karya teology yang ,.sli Pandangannya yang segar, nyata sekali dalam penguasaan beliau terhadap i1mu-i1mu lainnya dalwn diskusi teologi. Dalam al-Tafsir al-Kabir, contohnya, secara luas al-Rilzi sampai dan menghasilkan gagasan filosofi, bersama-sama dengan materi dari bidang-bidang yang mungkh. Menariknyr, W. Montg0mery Watt mengklaim bahwa karya-karya snrjana setelah dRazi, dengan pengecualian beberapa s
728.'l~28)
walaupun sungguh-sungguh dalam
jumlah dar. bagian cesar, sarna sekali tak cukup original. Figur-figur terkenal lainnyn dikalangan pOlr.ikir Muslim Persia saat itu adalah Ibn Sina (wafat 980/1037). Kejeniusan int~lektualnya membuatnya nlemimpin dalam keaslian dan pemahaman kreatif terharlap Islam dibandingk.111 satjana-sarjana yang datang belakangan seperti 67
Abu Hamid al-Ghazali dan ai-Razi. Ia tidak hanya memungut filsafat Yunaniakan tetapi juga m~nyadumya kedalam Pemikiran Islam.
23
Disa'11pipg pengaruh gurunya Abu ai-Barakat aI-Baghdadi terhadap dia, gagasan fils~ fat yang mendalam dari Ibnu Sina juga sangat mempengaruhi Fakhruddin a'-Ra~i dan dalam hal ini Fakhruddm a1-Razi sangat berhutang pada Ibn ~ina.l4 Hal Jri terlihat dengan jelas dad komentar al-Razi dalam al-/sharat wa al..
Tambihat dan 'Uyun al-Hikmah. Walaupun dalam beberapa bagian tulisannya, ia
tidak ragu-raf,u mengungkapkan pertentangannya dengan Ibnu Si1l8. Diantara pertentangannya ini mengenai persoalan-persoalan emanasi dan pengetahuan Tuhan terhadap sesuai'l yang khusuS. 25 Tema dalam al-Mabtihits al-Mashriqiyyah telah didiskusikan dalm l' setiap bagian karangan al-Shifa Ibnu Sina. 26
23 Montgomery Walt, Islamic Philoshophy and Theology, ( Edinburght: Edir.burght Universi'l': Pr,ss, 1962), h. 149. 4 Sebagairrana dijelaskan Sayyid Husain Nashr, BeJjilid-:iilid ensik10pedia yang rnanurnental tentang filsafal dILl Sains bidang ilmu-i1mu alam dan matematika, membawa pengaruh yang besar di dunia Islam, bahk.m buku-bukunya juga dikalangan pemikir yatudi dan Kristen. Bahkan dalam bukunya yang kecil yang disebut risalah Ibn Sino, dia menegembangkan ontologi tentang landasanlandasan filsafal, yang melalui I.aryanya itu dia digelari oleh sebagian cendekiawan modem sebagai "Filosof wujudiah". perlama yang mewariskan tanda yang tidak pemab lekang pada semua aliran filsafat pada abad nertengahan. Dialah yang pertama akali menggagas perbedaan khas antara wujud yang harus ada (wajib al-wujud) dan wujud yang secam patensial mungkin akan ada (murnkin alwujud). Lihal Nashr, 'slam: Agama. Sejarah dan Peradaban, Op,cit, h. 188. "Sebagai mhal, dalam al-mabahits, dia mengetengahkan teon esensi dan eksistensi yang nyaris secara keselu'1lhan mengikuti pala pikir Ibn Sina Menurut teon ini, esensi tidak me~gakib.tkan tim'lUlnya eksistensi. Demikian pula sifat esensi tidak secara mutlak berlaku urnurn. Akibatnya adalah e';ensi membutuhkal faktor luar untuk menjadi eksis, dan faktor penenlu ini adalah yang Mahawujud.Lihal, Madjid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Op.cit. 121. 26 Madjid Fakhry, A. His/ory of'slamic Philoshophy, (l'lew York: Columbia University Press,
1983), h. 320.
68
kelompok inilah (kaum theology)28 Fakhruddin al-Razi sering dalam rangka membela paham Ahlusunnah
beradu argument
yar,g dimotori Imam al-Asy'aIi. Di
sebuah mesjid di kota Herat misalnya Imam Fakhruddin al-Riizi beradu debat dengan pemimpin hlUm Karamiyyah Abdul Majid bin Qudwah, selmna dalam percakapan dengan pemili pin kaum Kararniyah tenebut Imam Fakhruddin al-Riizi mengkritik habis-habisan doktrin-doktrin yang dikemul
~ang
Imam kerap kali dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak
senang padanya. Perseteruannya dengan kaum mu'tazilahpun bisa kiata lillat dari pembelaan 'Jeliat ' dalam
taf~im)a
" Mafdtih al-Ghaib" terhadap doktrin-doktrin
Ahlussunnah d(>ngan membabat habis doktrin M,,'tazilah.
Dari ura:an di atas singkatJlya sebagaimana dikemukakan Sayyid Husain Nashr latar belakang seperti inilah yang memungkinkan Fakhruddin al-Ra7j berhubungan dellgan setiap aspek kehidupan intelektual muslim yang melingkupi semua jenis ;lmu pada masanya. Penjelasan ini dapat menjawah pertanyaanpertanyaan'llengapa ia di anggap sebagai seorang ahli taf~ir al-Quran yang demikian besar, yang dibe;kati dengan ide-ide yang cemerlang melebihi semua konlentator
" K.um ~h""logy adalab para tokoh .gam. yang .jaran-.jaran mereka terutam. di dominasi oleh akal budi dem;an doktrin-doktrin keagamaanny. yang dilopang rasio. Tujuan khusus para theolog i.lab mempertahro Ka" doktrin-dok'trin keagamaan dari kecaman musuh-musuhnya, baik sesama teolog ilU sendiri maup,", p""a fiIosof atau aliran-aliran kebatinall. Libat Mahmud Hamdi Zaqzuq, AIGhazali Sang SUJi Sang Filosof,(Bandung: Pustaka, 1987), h. 4. .:9 Fakhrud,Jin d-Razi, Ruh dan Jiwa. Op.cil, h. 12.
70
klasik al-Qur'an. Begitu juga mengapr ia mampu memaparkan pengetahuanpengetahuannya seeara luas dalam setiarkarya-karyanya. 30
B.
Kesarj~naan
Fakhruddin ai-Rbi
Fakhrudclin al-Rilzi sangat terkenal dan merupakan figur yang berpengaruh dalam sejarah studi-studi keIslaman. Ia mempengaruhi pemikiran pt,ra pemikir di 7.amannya dan para pemikir setelahnya, khususunya dalam lapangan teology keislaman (kahn), dan tafsir al-Qur' an. Imam
F~khruddin
al-Rilzi beIjasa besar terhadap ummat meIalui buKU-buku
yang ditulisnya ,eeara jelas dan tepat tentang beragam ilmu pengetahuan. Ia mempopulerka, filsafat, kalam Mantiq, Fiqh, Ushul Fiqh melalui pemaparannya yang rasional dan mndah yang ditulisnya lewat bahasa A.rab dan Persia. Kitab tafsirnyr. meskipun dikritik
"memuat segala se,uatu keeuali tafsir" telah memungkinkan
orang-orang mc:ngapresiasikan berbagai pandangan dari Mu'tazilah, para filosof, dan sekte-sekte Isla:n lainnya, yang sebenamya tidak berbenturan dengan keyakinan kita. J'
JO Sayyid Hu,ain Nashr, TIl>' islamic Inteh:ctual Tradision in Persia, (ed) Mehdi Amin Razavi, (London: Curzon Press, 1')96), h, 108. 31 FakhruddiJ, "I-Razi , al-Rlih dan .'iwa, Op.cit, h. 7.
71
Berdasa:kan catatan yafig ada, Kholeif mengangap al-Razi adalah figur yang kontroversial,32 khl\susnya ketikr, ia tinggal di Transoxsania. Beberapa sarjana mengetahuinya karena reputas 'nya yang t';lrkenal sebagai sarjana Islam, dan sebagai gum
dan
penulis
yang
terkenal.
Ketika
merujuk
kepadanya,
aI-Sahrazuri
menyebutkan hadist J\:abi : "dalam seratus tahun akan ada pembabaru dalam komullitasnya" da.1 nWI'yatakannya sebagai pembaharu yang enam setelab 'Umar bin 'Abd al-'Aziz (wafat IUII918), Abu Bakr al-Baqillani (wafat 403/1012), Muhammad bin Idris al-Syafi'i (wafat 204/819), Ahmad bin Suraiz (wafat 306/918) dan Abu Hamid al-Ghazali. Walaupun yang lainnya, mCI,ganggapnya sebagai orang yang m~miliki
sifat jelek, menuduhnya berpaling dari Sunnah dan gagal untuk mendulcung
ortodoksi-melakul:an hal-hal yang berbau bid'ah. Ini bukan tujuan kita, bukan untuk jatuh kepada penilaian seperti ini. Survey dari konflik opini ini dimaksudkan untuk mengingad.an kcpada pembaca bahwa begitu mudabnya orang orang ya\lg meniadakan kcmampuan dan pengetahuan al-Riizi itu, akan gagal daIam menghargai secara panta, >Uti al-Razi itu. SelJagaimana telab disebutkan sebelumnya, al-Razi tidak hanya abli dalar.l teologi dan studi-studi al-Qur'an akan tetapi juga pengetahuannya dalam filsafat, obat-obatan, IWltematika, hu'mm Islam dan linguistik. Tambaban terhadap prosanya, "' Disobut ,ebagai figur controversial, ter!ihat dari boberapa catalan yang ada antara lain misalkan tuduhILI yang di alamalkan Yel'adanya dari musuh-musuhnya, seperti al-Razi membandingkan wibawanya dengan wibawa Nabi Muhammad, saw. dengan berkata: Telah bersabd.. Muhammad saw ,<ari Arabia dan telah berkata Muhammad dari Rayy.Contoh lain adalah tuduhan terburuk yang dibJ'lUkakan laan-Iawannya yang mengang~ap Fakhruddin al-Raz; sebagai figure yang ragu, Iman Fal.,Jruduin al-Razi mengedepankan keraguan terhadap argument lawannya namun ia sendiri di angg'p gagal memberikan sebuah sanggahan. Lihat Kitab al-Ruh dan Jiwa, Op.cit, h. 10.
72
al-Rilzi menulis sya'ir /sajak keduanya untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya dan kadang-kadeng untuk menjawab lawannya. Untuk mendeka.i pendengamya, alRilzl bericara dan menulis dalam bahasa Arab dan Persia. Walapun sebagian besar karya-karyaJ'ya ditulis dalam bahasa Arab. Satu alasan untuk itu, saya (Nashr) yak'n sekali, adalah k cyaKina'1nya yang begitu k'lat terhadap kekuatan Bahasa Arab, karena al-Qur'an dan Sunnah dan kebanyakan bukll-buku dalam i1mu-i1mu keislaman ditulis dalam baht,sa Arab. Untuk memahami bagaimana al-Razi mencapai reputasi kesaIjanaannnya, alangkah baib)a untuk mengikuti kronologi perkembangan pemikirannya. Dalam al-
Tafti,. wa Rijaluh,
Ibn 'Ashur menyebutkan bahwa al-Razl memulai karir
intelektualnya r1cngan mempelajari filsafat dan i1mu-i1mu Yunani ('U/um al-Hikmah
al-Yunainiyah) Walaupun pemyataar, ini bertolak belakang dengan pengakuan al· Ri'zi sendiri. Dalam autobiografinya, Taf,sil al-Haqq, al-Razi menyebutkan bahwa it. memulai pencarhn akademiknya dengan mempelajari teology dan hukum Islam
(fiqh) dibawah
~imbingan
ayahnya dan mempelajari apa saja yang ia bisa. Dibidang
teologi ia mcndukung pendapat Asy'an dan bidang hukum m0mbela madzhab Syafi'l. Al-Razi meneruckan study fiqh dibawah bimbingan aI-Kamal al-Sammanl. Lalu ia kembali belajar tcology dan filsafat dibawah bimbingan Majd aI-Din aI-Jim Fakhruddi.1 al-Rilzi juga amat menguasai filsafat, oleh karena itu diskusinya dalam tema-ten.a teologi kadang-kadang disusupi pikiran-pikiran filsafat. Sebagai ahli debat beralirm Sunni, ia menyelenggarakan
perd~batan
(diskusi) bersama dengan
pemimpin maclzhab lain yang terkemuka can dengan keyakina yang kuat, dan jalan 73
keluar yang ditllrjukkanya, ia melancarkan kriitk atas kekeliruan doktrin-doktrin mereka. Maka ticlak jarang argument-argumen
logisnya merontokkan keyakinan
lawan-Iawannya hhgga mereka menjadi pendukung Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 31 Mon Gomery Watt menyebutkan b"hwa, sebagaimana teolog lainnya - seperti al-Ghazal1, ai-Jim (wafat 75/1355) dan al-Jurjani fwafat 81611413)- al-Rilzi mencurahkan sebagian besar (mungkin setengah) dari risalat utamanya dalam teology
al-Mabahits al-Masyriqiyyah
untuk
pendahuluan
filsafatnya.
Muhammad al-
Baghdadi dan Hij;Jzi al-Saqqa' pemah mengklaim bahwa al-Riizi tidak membuat perbedaan yang jelas antara kalam dan filsafat. Sayyid Husain Nasr mengamati bahwa
"untuk
mendukung
pernyataan
ini,
ia
berpendapat
bahwa al-Razi
menggabungkan teologi deng,m etika dalarn kitab Asrar ai-Tanzi!; teologi dengan sufisme, dalam La~vumi, dan teology dengan filsafat dalam Muhassalnya. 34 Bahkan menurut Nashr, Fakhmldin al-Riizi adalah tokoh paling terpelajar di antara semua teolog al-Asy'ariYoir, 'nngan karyanya Syarh al-Mawaqif (commentary upon the
statitions), komentamya dibuat oleh Mir Sayyid Syarif al-Jmjani (w. 816/1413) dan teksnya dibuat
o~eh
Adud ai-Din al-Iji (w. 7561l355), karya ini menandai puncak
kalam secara filosofis. 35 Sebagai tambahan untuk menyatakannya sebagai filosof dan
Fakhruddin al-Razi , Kitab al-Ruh dan. iiwa, op.cit. h. 20. '" Dalam kitab ini ai-Ritz! menempur. langkah tertentu dalam mengklasifikasikan dan mensistomatisasikan problematika theologies, yang langkah ini kemudian diikuti gemrasi sesudahnya khususnya al-riJi dalam al-Mawdqifnya, dan buku ini secam global un~1 dalam klasifikasi ,Jan sistematisasi, Lihat Ibrahim Madzkur, Teologi Islam. ~.76. J5 Nash: 'bid, h. 16. 33
74
teolog yang termashur, sedangkan Majid Fakhry meneu..pkan bahwa ia satu-satunya yang sebandillg dengan al-Ghazal1 dalam pengetahuan filsafat dan teologi abad 12. Kekaguman lainnya, al-Razi adalah yang termashur karena "ia menggabungkan filsafat dan teolog1' dengan begitu sempuma dibandingkan pemisahan diantara masing-masing bidang ,~rsebut.36 Fakhruddin al-fdzi dianggap sebagaileolog filsafat yang tersohor, dan sangat mempengaruhi pemikir-pemikir muslim selanjutnya seperti Nasr ai-Din al-Thusi, Ibn Taymiyyah (wafat
72~/1328),
al-Taftazani (wafa,79 1/1389), dan al-Jurjani (wafat
808/IH 3), khususnya dalam bidang teology dan filsafat. Penjelasan dan kritiknya terhadap filsafa t Ibn Sina benar-benar bermanfaat, memungkinrn filosof belakangan seperti Ibn Khaldun (wafat 808 I 14(6) untuk bertemu dengan sistem pemikiran llm Sina. Fakhru jdin al-Razi mempelajar. beberapa cabang ilmu pengetahuan dan mempunyai
pengalaman
bermacarr -macam.
Dalam
dalam
mendapatkan
periode
terakhir
kebenaran hidupnya,
dengan jalan al-Razi
yang
mencurahkan
perhatiannya dalam studi "tudi al-Qur' an.'? Dalam bidang ini, dia mengakui, dipengaruhi oleh kekerasan hatinya dan keragu-raguannya yang tanpa henti. Untuk itu ia berkata: Laqad ikhtabartu al-tumqa al-kalamiyyah wa al-manahija al-
falsafiyyah, ftlam ajidha tarwi ghali/an wa la tashfi 'ali/an, wa ra 'aytu asahha 'al-
J6 J7
Lihat Ibrahim Madzkur, Teologi Islm '.Op.cil, h.76, FakhruQ,'in al-Razi, Ruh don Jiwa, Op.cit, h. 22.
75
turuqi tariqat ai.Qur'an. J8 Jane Dammen McAuliffe menterjemahkan: "saya dengall tekun mengarungi jalan-jalan lralam dan jalan-jalan filsafat akan tetapi belum nlcnemukan apa .'ang memuaskan kehausanku atau menyembuhkan orang sakit; akan tetapi sekarang b"hwa jalan yang terang adalah jalan al-Qur'an". Dalam wasiatnya. AI-Riizi juga .nenyebutkan: "wa laqad ihktabartu 'al-Turuqa al-lralamiyyah wa al-
manahija al-falsnfryyah fama ra 'aytu frha fa'idata tusawi at-fa'idata al-lati wajadtuha fr "l-,'urani al- 'Azdim, " artiny& " saya telah mengalami jalan kulam dan jalan-jalan filsafat. akan tetapi saya temukan pada jalan itu tidak ada manfaatnya yang menyamai manfnat yang saya temukan dalam al-Qur'an." Atau seperti dikatakannya dalam bukuny'l " Ruh dan Jiwa": "Menurutku ilmu-ilmu itu adakalanya bersifat praktis, sedang yang paling mulia dan sempurna dari i1mu-i1mu sepekulatif itll arlalah pengetahuan tentang Esensi Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, hukurr.-hukumNya dan nama-nama-Nya. Tapi anda tidak menganggap ihnu-ilmu ini lebih sempurna dan mulia daripada yang amJajumpai dalam al-Qur'an".J9 Berdasarkan pernyataan ini, kenyataannya bahwa ia menekuni pada akhir hayatnya i1mu pengetahuan di madrasah di Herat, untuk lnenyelesaikan karya monumentalny.l
al-Taftir al-Kabir atau
Mafdtih al-Ghayb telah ditulis semasa hidupnya. Dari bebprapa penjelasan di atas dapatlah dikatakan bahwa Peranan Fakhruddin al-Riizi dalam pengeml:>mgan cakrawala pemikiran Vmat Islam, tak bisa
38 AI-Dawlldi, Thab.,qal al-Mufasirin, (ed) Ali Muhammad bin Umar, ( Cairo: Maktabah Wahbah. 1972), h. 215. 39 Fakhrllddin al-P.,-;; , Ruh dan Jiwa, Op.cil, h. 27.
76
dilepasan dari p~rhatian yang diberikan penguasa. Kemunduran semangat intelek~ual di dunia Islam sebagai akibat jatuhnya Dinasti Abbasiah ke tangan bangsa Tartar dalam aspek p0iitik, agama maupun peradaban sangat parah khususnya eli daerahdaerah
yang
dikuasai
oleh
kaum
Sunni.
Keadaan
semacam
inilah
yang
membangkitkan Fakhrudd:n al-Riizl untuk ambil bagian dalam pengembangan intelektual. Keterputusan pemikiran filsafat dalam dunia Islam dicobanya untuk dihubungkan kemhali. Fakhrudlin al-Riizl dinyatakan sebagai tokoh reformis dunia Islam pada' abad ke-6 H (12 M), sehlgaimana tokoh Abu Hamid al-Ghazall pada abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh pembangl.n system teologi melalui pendekatan filsafat. Pembahasan teologinya mengambil bentuk yang berbeda dari pembahasan tokohtokoh teologl sebelumnya. Tema-tema teologis dikaitkan
dengan tema-tema atau
cabang-cabang pengewhuan lainnya:O Sebagaimana dikatakan Sayyid Husain Nashr, dalam bukunya Asrar d-Tanzil, Fakhruddin al-Riizl berusaha mengawinkan tema etika rlengan pembahas?n teologis.
C. Karya-karyanya AI-Riizl adalah salah seorang Ulama yang banyak menghasilkan karya tulis. Jumlah karyanya lebih dari seratus judul kitab dan enam puluh kitab yang tercatat sebagaimana :3rlihat dari Muqaddimah Kitab Mafatih al-Ghaib terbitan Dar al-Kutub
40
Fazlur Rahman. Islam, (Bandung: Pustaka Salman, 2000), h. 134.
77
al-llmiah. Sementl'.ra Ibn Abi Ushaibah menyebutkan tidak kurang dari enam puluh delapan (68) buh:. dan editor buku I'tic;adat Firdq al-muslimin wa al-Musyrikin, menyebutkan kira-kira sembilan puluh tiga 193) judul buku berukuran besar maupun keci!. Berdasarkan penelusuran penulis, para pengkaji al-Rilzl nampaknya belum dapat memberi kata sepakat tentang jumlah karya tulis yang telah dihasilkannya. Ibn Katslr dengan penelitian yang dil<,kukannya menimpulkan bahwa se;uruh karya alRilzl berkisar 200 judu!. Sementara Abdul Aziz aI-Mahzuz denagan bersumber hasH penelitian al-SLamit al-Nasyyiir men.'5ungkapkaP bahwa karya al-Rilzl
yang telah
di~emukan btrjumlah sembHanpuluhjud\,1. 41
Fakhruddin al-Rilzl menurut pengantar buku Ruh dan Jiwa amat terikat pada pejabat Ghore, Bamiyan, dan Samiyan (Yakni Khawarizm dan Khurasan) . Pejabatpejabat itll semuanya menyukai karya au..u tulisan-tulisan rakhmddin aI-Razi yang begitu luas pengctahuannya. Pejabat-pejabat ini kerap kali memintanya untuk menulis beberapa buku ul1tl'k mereka. Sejumlah karya Imam Fakhruddin al-Riizl ditulis untuk sebagian dari 'nel eka dan dipersembahkan kepada mereka juga. Kitab Ta'sis al-
Taqdis atau A ~as al-Taqdis imbalan seribll
ditulis untuk Saifuddin Ayyubi yang memberinja
dinar (uang emas). Kitab al-Risalah al-Komaliyah
fi
Haqaaiq
nahiyah disuslln untuk Kamalauddin Muhammad bin !I1ika'il. Demikian pula kitab
41 Lihat, I,l.aq, Corak Pemahaman Fiqh Islam al-Rdzi : St,uli terhadap Penaftiran Ayat-ayat Hukum dalam 7aft;- al-Kabir, ( Jakarta: Perpustakaan PascasaJjana UIN Jakarta, 1999), Tesis tidak diterbitkan, h. 27.
78
Hadd'iq al- Anwar Fi Haqd'iq al-Asrdr dan al-Ikhtiyarat al-'Alaiyah di susun untuk 'Ala'uddin Takush dan Khawarizm.42 Bila dirinci beberapa karyanya tersebut bisa kila sebulkan di bawah ini antara lain: I. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. II. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 42
Al-Tafsir al-Kabir atau Mafdtih ai-Gilaib. Al-Taf,sir surat al-Fatihah; Al-Taf,sir Asrar al-Tanzil wa Anwdr al-Tanzil; 4,'-1' fahslnl1 Fi UshUl al-Fiqh; AI-MaflJdlib al- 'Aliyahfi al-Hikmah; Al-Mr'dlimfi UshUl al-Dhin; MC'Cd:lifs al-Masyriqiyah; Luhbdb al-Isyaraf NiMyah al-Uqitl; TanW, al·L<;ydrah fi al-UshUl Al-Ma'dlim Fi Ushitl Fiqh Kifab al-Arba'in (lentang Ushuluddin); S:rdj al-Qulub; ZubUaf al-Ajkdr wa Umdah al-Nadzdr; Syarh al-Isydrat; Mandqib Imm.l Syafi'l; T~""sir ul-Asma al-Husna; Kitab Ta'sis wa al-Taqdis; Muntakhab Tankhalusa; Kitah al-Thariqah (tentangjadalldebat); Kitao Risdlah fi al-Su'dl; Kitab Mabdhits al-Wujud wa aI-Adam; Kitab Mabdhits al-J~dal; Kitab al-Nabdl; Kitab al-Thariqah aI-Alaiyah (tentang al-khilaflperbedaan); Lawd,.; i' al-Bayanat; Kitav Fadhdil al-ShaMbat; Kitab Qadha wa ul-Qadhar; Kitab a '-Risdlahfi al-Hudus; Kitab .:athdifal-Ghiyasiyah; Kitab Sy,:ta al-'Iy min al-Khu 'aq; Kitab al-K1Iltlitq wa al-Ba'als; Kitab al-Akljldq; Risdlo.1/- al- Shahabiyat;
Ibid, h. 26.
79
35. Kitab al-'lsl.tah al-Anbiya; 36. Mashiidir ai-lqlidas; 37. Kitabfi "l-Handasah' 38. Kitab Naft{ h Masdur; 39. Risalahfi dzim al-Dunya; 40. Kitab al-Ikhtvarat al-Alaiyahfi al-Ta'tsirat al-Samawiyah;Kitab 41. Ki/{Jb lhkam al-Ahkdm 42. Riyad al-Muniqah 43. Risdlahfi al-Naft; 44. AI-Mahshulfi 11m al-Ush:ll; 45. Kitab al-Thariqatfi al-Khildf 46. Kiwb al-MahshUlfi al-Fiqh; 47. AI-Milal wa al-Nihal; 48. Kitab al-Ayat al-Bayyinat 49. al-Risdlah fi al-Tanbih 'ala Ba'di Asrdr al-Maudhu'ah fi Ba'di SuwCir ai-Karim; 50. Sydrnh 'Uym al-Hikmah; 51. '?isdlah Jauhar al-Fard; 52. K'tac fi aI-Rami; 53. A.itab Ma~dil al-Thib; 54. AI-Zubdah Fi Ilmi al-Kalam; 55. Kitab al-Firasah; 56. AI-Mul,'chisfi Falsafah; 57. AI-A{abdilis al-'Amadiyahfi al-Mathalib al-Ma'adiyah; 58. Ai-Khamsin Fi UshUl al-Dhin; 59. AI-Risdlahfi al-Nubuwat; 60. Nihiiyatfi al-Ijazfi Diriiyah al-'ljaz; 61. AI-Baydn wa al-Burhinfi al-Rad 'ala ahli al-zaig wa al-Thugyanfi ilm al-Ka'am; 62. Uyull al-Masdil al-Nazdriyah; 63. Kitnb Tahshil al-Haq; 64. Ki:'lb Mu'akhidzat 'ala al-Nukhat; 65. Talu:zib al-Daldil wa al-'lfyun al-Masa'ilfi Ilmi al-Kalam; 66. K,tab al-lrsydd al-Nadzdir ila lathalfal-asrdrfi Ilmi al-Kalam;
Disamping itu ada juga beberapa karya tulis awal Fakhruddin al-Razi yang belum belum s"mpat ia sempumakan antara lain:
I. l:Jlab Syarh Saqt al-zindi; 2. Kitab Syarh Kuliyyat al-Qaniin; 3. Kitcb 0yarh al-Wajiz al-Ghazali;
80
4. 5. 6. 7.
Kit" b flIbthJI al-Qiyas; Kifab Syarh Nahj al-Baldghah; Kit,lb al-Jami' al-Kabfrfl al-1Mb; :atab Sya.-h al-Mufashalli al-Zamr..khsyari;
8. Kitah '1/- Ta~yri' min al-Ra'si ila ('1_Halg. 43
Itulah IJeberapa buat. karya Imam F2khruddin al-Rilzi. Tentu saja masih banyak karya-kal) a beliau yang belum terlacak baik yang sudah dicetak maupun yang masih dfliam bentuk manuskrip, dan beberapa karya yang belum sempat ia selesaikan.
4l
Lihat Muqa,fdimah Tajsir Majtilih al-Ghaib, Op.cil, h.13-14.
81
BABIV MUNASABAHDAN PENGGUNAANNYA DALAM TAFSIR MAFATIH AL-GHAIB
A. Metode Fakhruddin al-Razi Dalam Menafsirkan A1-Qur'an Sebelum menjelaskan
bagaimana metode Fakhruddin al-Razi dalam
menafsirkan al-Qur'un. terlebih dahulu penulis perlu jelaskan apa yang dimaksud dengan rnetodologi tf\isir, persoalannya studi mengenai metodologi tafsir dalam khazanah intelektual .slam terbilang barn. Ia barn dijadikan objek studi (kajian) tersendiri jauh setelah tafsir berkembang dengan pesat. Oleh karena itu menurut Ali Hasan al-'Aridl" Tidaklah mengherankan jika rr..etodologi tafsir tertinggal jauh dari kajian tafsir itu sendiri".1 Secara
hi~toris
setiap penafsir menggunakan satu atau lebih metode dalam
menafsirkan al-Qur'an. Pemilihan metode tersebut tergantung pada kecenderungan dan sudut jJandang mufasir serta latar belakang keilmuan
Secara tegas dapat pula dikatakan " metode tafsir tertentu telah
digunakan Sl'cara aplikatif oleh para mufasir untuk kebutuhan tafsir dimaksud". Hanya sr.Ja menurut Edi Bakhtiar
m~tode-metode
tersebut tidak disebutkan dan
I Ali Hasan al-'Aridl, Sejarah dan M"tod,J/ogi Taftir. terjemah Ahmad Aqrom. (Jakarta: Rajawali Pres, lY92), h.v.
82
dibahas secara eksplis; t. Sete1ah Hmu pengetahuan Islam berkembang pesat barulah ini dikaji sehingga mt;! ahirkan sebuah metodologi tafsir.
Kata " metode ., berasal dari bahasa Yunalli " methodos", yang berarti cara atau jalan. Dalam bFlhasa Inggris, kata ini ditulis method dan bangsa Arab menterjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainyal Dalam pengertian lain metode ialah suatu ['rosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai longkahlangk'lh sisl?matis. Sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan S'Jatu metode. 3 Edi Bakhtiar mengartikan metodo/f'gi taftir sebagai "pengetahuan mengenai cara yang ditell'puh dalam mene1a'ah, m<:mbahas dan merefleksikan kesan-kesan alQur'an
seCala apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehinga
menghasi Ikan suatu karya tafsir yang aprssiatif".4 Semen~a itu Abd al-Djalal 5 l11enyatakan: yang dimaksud dengan Metode
tafsir adalah
L:l!1l
menafsirkan ayat-ayat suci al-Qur'an, baik yang di dasarkan atas
pemakaian sumb~r-sumber penafsirannya, atau sistem penjelasan tafsiran-tafsiran,ya,
2 Nashnddin Baidan, Metodologi Penaftiran al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), cel.lI.,2000, h. I. 3 Lih?" Husain Usman dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi Aksara 1998), h. 42. 4 Edi Bakhtiar, M.Quraish Shihab dan Metode Pellaftiran al-Qur'an. dalam Jurnal Substansia, JUITsall Ushuluddin STAIN Kudus, Vol I. No.1, 2COI, h.35. , Abdul Dj,hl, Urgensi Taftir Maudhu'i Pada Masa Kini, (Jakarta: Kalarn Mulia), 1990, h. 62.
83
ataupun atas Keluasan penjelasan tafsiran-tafsirannya,
mallpl~n
yang didasarkan atas
sasaran dan tert;b ayat yang ditafsirkan. Dengan c emikian menurut penulis kesimpulannya , metode tafsir adalah eara seseorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur'an melalui sumber-sumber penafsiran yang dipakainy', apakah ia menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an (ayat dengan ayat), menggunakan sUnlber hadis, pendapat saha.)a!, bantuan Hmu pengetahuan, ijtihad mufasirnya, sistematika yang digunakannya apakah menggunakan sislematika seederhana atau keluasan pembahasannya termasuk di dalamnya pendekatan yang digunakan serta metode penulisan yang ditempuh apakah menggunakan metode
tahlili, ijmali, muqaran atau maudhu 'f. Dari defirisi di atas dapat dijelaskan bahwa representasinya sebuah karya tafsir tergantung kcpada mufasir itu sendiri, sejauh mana ia menguraikan, membahas dan merefleksikan kesan-kesan al-Qur'an dalam tafsirnya. Kembali kepada
perso~lan
n'etodologi tafsir. !'embiearaan mengenai masalah
ini sejauh pengamalal1 penulis te!ph dengan ulama lainnya, termasuk
t~rjadi
kesimpangsiuran antara ulama yang satu
tuli~al1-tulisan
eendekiawan kita (Indonesia). Hal
tersebut sering kali m<;nimbulkan kebingungan diantara pengkaji tafsir al-Qur'an. Hal ini miSalny, kita lihat ada diantara mereka yang membagi metode tafsir kepada tiga bagian: Mej7de
6 Lihat, Said Agil ffakiki, (Jakarta: Ciputat Pres), ffermemtiko Hingga Idiologi, lain misah.ya QurJisn Shihab
Tafsir Bi al-Ma'tsur, Bi al-Rayi dan Bi al-Isyan.fi.
Husain al-Munawar, AI-!,!.r'an Membangun Tradisi Kesalehan 2002, h.66. Lioat pula Islah Gusmian, Khazanah taj.,ir Indonesia;dari (Bandung: Temju 2003), h. 113. Kerancuan-kerancuan tersebut antam dalarn "Membumikan al-Qur'an" menyebut Taftir hi at-Ma'tsur sebagal
84
metodf 81- Izdiwa! (campuran), yaitu penafsiran yang mula-mula menggunakan surnber ri wayah, jika ini tidak ditemui lJaru di dasarkan pada surnber al-Dirayah, yaitu Ijtih3l1 dan pemikinn mereka, baik dengan standar kaidah-kaidah bahasa Arab, maupun utas casar ilmu p(;ngetahuan. Metode ini adalah campuran antara taftir Bi alMa'/sur da~ Bi al-rayi lO
Dari uraian Djalal di ata; nampakn}a ada titik terang, dan pomulis
s~pakat
bahwa kctiga metode yang dikemul'akan oleh mereka yang membaf;i pada tig:t jenis tersebut lebir tepat dikatakan sebagai surnber (mashddir) tafsir. Kemudian apa yang dikemukaka'l al-Farmawi lebih tepatnya disebut metode tafsir difinjau dari sudut (sistematika) penulisannya. N amp~knya pembagian metode tafsir kepada tiga hal di atas, yang oleh Islah Gusmian ll disebut sebagai me/ode konvensional, akhir-akhir ini nampak mulai ditinggalkar dan tidak lagi populer. Disamping menimbulkan kerancuan, juga karena sulitnya me"ewukan kitab-kit?b tafsir yang benar-benar ma'/sur atau hanya cerdasar al-Rayu atau al-lsydri semata-mata.
Upaya yang dilakukan al-Farmawi yang membagi metode tafsir pada empat macam metode: Tahlfli 12, Jjmdli, 13 Muqdran, 14 dan "v1audhuii,15 adalah upaya barn dan itulah kemudian yang kini populer. 16
Yang ketiga, sumber yang biasa kita kenai adalah taftir bi al-Isydri. Abdul Djalal Op.Cit, h.63. II Islah Gusmian, Op.Cit, h. 113. 12 Seca:'a etimologis, tahlili berasal dari bahasa Arab: hallala-Yuhalillu-tahlil yang berarti: "mengurai, menGanalisis". Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau yang menurut Muhammad Baqir Sadr sebagai taz'iy adalah suatu metode penqfsiran yang berusaha menjelaskan aJQur'an dari berbagai seginya dan meLjelaskan apa yang dimaksudkan oleh al-Qur'an. Seorang mufasir 9
10
86
Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana mete.de Imam Fakbmddin al-Rilz1 menginterpr~t1sikan
ayat-ayat al-Qur'an dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib, dibawah
ini penulis turUl:kan beberapa penjelasan.
. 1. Metode Tl.fs'r Bila bertitik tolak dari pandangan al-Farmawi yang mengklasiflkasikan metode tafsir !,ada empat macam: Tahlflf. ljmdlf, Muadran. dan Maudhu'i, maka kitab tafsir Mafd/ih al-Ghaib dalam penafsirannya menggunakan metode /ahlili, yakni menafsirkan al-Qur'an ayat per ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai dengan susunan ayat dan surat dalam musbaf Usmany.'7 Uraian atau penafsiran terscbut menyangkut
berbagai aspek yang dikandung ayat. yang
ditafsirkan, mulai dari kosa kata, konotasi kalimatnya, asbab al-nuzOlnya.
menafsirkan 3t-Qur an sesuai 1
den,~an
tertib susuna'1
al~Qur'an
mushaf U.smani, menafsirkan ayat demi
ayat kemudian suran oemi sural, dari awal surah al-Fatihah sampai akhir surah al-Nas.Lihat alFarmawi. Op.cit. h. J 8. Lihat juga Mohamad Nor Ikhwan, Taftir I/mi: Memahami al-Qur'an mela/ui pendekatan Sains Madern. (Jakarta: Menara Kudus, 2004). h. 75. 13 Yaitu mel •..•fsirkan ayat- ayat al-Qur'an dengan cara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud pada setiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Lihat MumanhLd Nor Ikhwan Ibid. h. J 19. 14 Yang d'ma<;dd dengan tafsir jenis ini yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an atau surah tertentu dengan cala mellbandin gkan ayat- dengan ayat. atau surah dengan surah, atau antara hadis dengan had is. atau anat,.-a pendapat-pendapat para ulama dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertel.tu dan objek yang di,'andingkan itu. Lihat al-Farmawi. Op.cit. h. 45. IS Metode Maudhu'i atau temalik adalah metode penafsiran al-Qur'an dengan cara mengumpulkan a:'at-ayat yang saling berhubungan satu sarna lain dalam suatu pembahasan atau tema terter.tu dengan mmepel hatikan susunan tertib turunnya ayat dan penjelasan-penjelasan serta korelasinya dengan ayat lain. kemudian daripadanya di an'biJ kesimpulan 16 Lihat Thoifuri, Abd AI-Hayy al-Farmawi: AI-Bidayah Fi a/-Tajsir al-Maudhu'i: Sludi Analisis tentang KaraAler Metode taftir. Dalam Jurnal Subslansia, Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus, Vol.1. No.1. 2001. h. 82. 17 AI-Formaw'. al-Bidayah Fi taftir al-Maudhuo;, terjemah Sur;'an A. Jamrah, (Jakarta: PT. Raja Gralindo). 1996, h. II. Lihat Pula Quraish Shihab. Membumikan .1/-Qur·an (Bandung: MizRn), 1992, h.83. Said Agil. Op.cit.h. 114.
87
1. AI-Riz!
ketika menafsirkan teks-t0ks al-Qllr'an terkadang ia memulainya
dcngan menyebutkan maksud (tJjuan) disebutkannya surah ini setelah surah sebelu,nnya (mundsabah antara ayatl surah). 2. Mengawalinya dengan mengemukakan berbagai macam ragam
b~.caan
(qir:l 'at);
3. Menyeb,ltkan nama surat, tempat turun dan jumlah ayatnya, misalnya surat nlJalzalah. Surat ini termasuk kategori surat Madaniyyah jumlah ayatn)a del sflan ayat; 4.
Meny~bJtkan
riwayat Asbdb al-Nuzulnya, 1)ila surat tersebut ada Asbdb al-
Nuzulnya berdasarkan riwayat;20
5. Menafsilkan ayat-ayat al-Qur'an dengan mengajukan beberapa masalah,yang kemuc;ian diajukan sejumlah jawabannya, baik keterangan ulama, maupun pendapat ai-Ritz! sendiri;21 6. Analisis bahasa secara panjang Ipbar;22 7. Dalam mengemukakan riwayat al-Riizi berusaha menghindari riwayat-riwayat Israiliyr.t, 'Jal ini demi menjaga kesucian kitab Allah.
20 Contor,nya misalnya Sural at-Syarh (alam Nasyrah), Lihat al-Raz!,Tafsir Mafdlih al-Ghaib. C'p.ei/, Jilid 16, Juz. 32. h. 3, Tafsir surat al-Katirun, Ibid, h. 137. Tafsir surat al-Masad, h. 166. 21 Lihat .nisalnya ketika ia menjelaskan ayat 21-22 surat al-Baqarah. AI-Riiz! mengemukakan qjuh masalah berb!tan dengan penafsiran ayat tersebut Dari ketujuh masalah yang ia kemukakan kemL:dian pada bagian masalah ketujuh ia membagi lagi pada beberapa masalah sebagai pengembangan dari masalah yang ia tafsirkan tersebut. Ketujuh masalah yang ia kemukakan tersebut mcnyangkut sckian "anyak persoalall, antara lain menca~up masalah: mundsabah (keterkaiatan dengan ayat sebeillmnya), masa:ah makky dan madany, an.lisa bahasa, masalah fqh dan ushul tiqh, masalah haq hamba terhadap khaJ'qnya. Lihat, Taftir Mafdlih al-Ghaib, Op. cil, Vol. 1. h. 97. 22 Lihat mhalnya penafsiran al-Raz! tentang lafadz wail. Taftir Mafdlih al-Ghaib,Op.cil. Vol. 16. h. 87-88.
89
1. Kitab··kitab karya Ibn Qutaibah, salah seorang pemuka madzhab Sunni patb masanya.Kitab-litab
beliau melljadi rujukan al-Riizi autara
lain:Ta wil Musykil ai-QuI' 'an, Gharfb ai-QuI' 'an, Ma'iinil Qur'an, 'Iriib al-Ql!r 'an, Kitab Qirii 'at, , dan kitab Al-Rad 'alii al-Qiiil bi Khuluq alQUI' 'an dawahan terhadap orang yang mGllgatakan al-Qur'an sebagai
makhluk); 2. Tafsir Jami' al-Baydn, karya Ibn Jarir al-Thabari (w.310 H); 3.
Ma 'dni! Qur 'an, karya al-Zujiij (w. 311 H);
4,
Tafsir Abu Mansur dl-Miithuridi 25(W. 333 H);
5.
Tafsir ,\awdhi al-Qasntlshiyah, karya al-Tsa'labi26 (w. 427 H);
6.
Tafsir pl-Wahide'
7.
Tafsir
Ma'dlim
al-Tanzfl,
karya
Imam
al-Fara
(w. 5101-1);
8.
Al-Jami jf
·qf.~ir,
karya imam al-Hafidz Abu al-Qashim al-Asfahani (w.
353 H). Oi antara karya-karya tersebut yang paling banyak di kutip al-razi adalah tafsir karya Ibn Jarir al-Thabari. Tafsir tersebut disamping memiliki corak bi alMa '/sur juga k"ya abn kajian bahasa. 28
25
Merupakan salah satu pembangun madzhab teologi Ahl al-Sui/i/ah wa al· lama 'ah.
26 Y,.itu Abu Ishaq Ahmad bin Muhammc;d al-Tsa'lab! al-Naisaburi.Disamping kitab tcr.ebut al-Raz! juga me: gambil karya beliau lainnya yaitu, kitab al-Kasyfu wa al-Baydn. 27 Yaitu Abu al-Hasan'AIi bin Ahmad bin Muhammad bin 'Ali dengan kitabnya: al-Basith. al-Wazij, dan al-Wasith.
92
b. Sumber Hadis Dalam mef'afsirkan al-Qul"'an al-Riizi juga merujuk pada beberapa kitab hadis. Diantara kitah-kitab hadis yang n~enjadi rujukannya antara lain adalah: I. AI-Muwatho, karya Imam Malik (w. 277 H); 2. Shahih Im,'m Bukhari (w. 256 H); 3.
Sahih Imam Muslim (w.261 H);
4. Sunan Abi Dawud (w. 275 H); 5. Sunan al-';-urmudzi (277 £I);
6. Ma 'alim al-Sunan, karya Abu Sulaiman al-Khatabi (w. 388 H); 7. Sunan al-Kubra, karya Imam Baihaqi (w. 458 H); 8. Syarh al-Sunnah, karya Imam Husain bin Mas'ud al-Baghawi (w, 5\6 i1;
29
c. Sumber bahasa dan Sastra
Kitab al- 'A in, karya Imam KhalIl bin Ahmad (w. 280 H); 2. /il-Kitdb, karya Imam Syibawaih (w. 180 H); 3. Bl:'berapa tulisa:J. imam al-Kisa'i tw. 189 H);
4. Ishlch al-Manthi], karya ibn Sakkit (w. 244 H); 5. Be,berapa karya imam al-Mubarad (w. 285 H);
6. Tuhdzib al-Lughah, kanja Abu Mansur al-Azhari (w. 370H); 7. Kitab alKhashas, dan al-Muhtasib, karya Ibn Jinni (372 H)', " Lihat, 'vluhamad Ibrahim Abd ai-Rahman, Manhaj Fakr al-Rdzifi al-Taftir Baina Mandi/;' MII'dsharihi,(Mldi"ah, 1989), h. 56-58. '" Ibid. h. 64.
93
8. Kitab al-Shahahm karya al-Jauharl (873 H); 9. DJliiil al-I'jaz, karya Abd a-Qahir al-JUIjani (w.471 H); 10. Al-Mufashal, karya imam L'ill1aksyari (w.538 H); II.
Be~erapa karya
Ibn al-Anbari (w. 577 H);
12. Nihiiyal, al-I'jazjf Dirayah al-I'jiiz. d.
Sumber-Sum~)erFiqh
Dan Ushul Fiqh
AI-Rfz; ualam tafsirnya banyak
~ekali
menyebutkan dalil-dalil fiqh dan ushul
Fiqh serta aneb ragam pendapat para fuqoha. Kitab-kitab yang menjadi sumber penafsirannya dalam bidang ini antara lain adalah: I. Kitah Jami al-Kabfr, karya Imam Abc Abdillab Muhamad bin aI-Hasan
al-Syaibanl al-Hanaf'i (187 H);
2. Kilah al-Umm dan al-Risiilah, karya imam al-syafi':. (w. 204 H); 3. Beberapa penddpat Imam Dawud al-Dhabiri (w. 203H);
4. Ahkiim al-Qur 'un ai-Karim, karya Abu Bakr aI-Rid (w. 370 H); 5. Al-Sy.'imiljf Furu' al-Sycifi 'iyah, karya Abu Nashr30 (w. 477 H); 6. Al-Mahshulfi Umi al-Ushul. 31
e. Sumber-sumber Kalam, Tasawuf dan Akhlaq Diantara idtab-kitab yang rnenjadi rujukan al-Ri\zl dalam bidang ini antara lain adalah:
30
Yaitu Ibn Syahegh al-Syafi'i.
.;1
Kitab ini karya al-Ritzi sendiri.
94
Adapun sya'ir-sya'ir yang dijadian sumber rujukan antara lain: sya'ir Umri al-Qais, Nabighah al-Dzibanf, syair-sya'ir karya: Zuhair bin Abi Salmi, Hisan bin Tsabit" al-Kha.iah, Dzf al-Rahmat, al-Kamft, dan sebaginya. 33 DemikiRn sumber-sumber tulisan (referensi) yang dijadikan landasan oleh alRilzl dalam menulis tafsirnya. Namun jika kila !ihat berdasarkan pembagian yang dikemukakan para ulama yang membagi sumber tafsir pada tiga macam: Ma'tsur, Ra 'yu dan /syari. Para ulama paJa umumnya menyepakati bahwa sumber tafsir al-
Riizi adalah bi al-Ra 'yi, sekalipull berdasarkan data-data sumber tulisan di alas banyak sekali ia mengutip berbagai riwayat baik hadis, pendapat sahabat, qaul tabi'ln, dan sebagainya ya:1g tentunya berdasarkan riwayat. Tetapi penilaian para ulama tergadap tafsir a:-Ra/ i dengan menyebutkan bi al-Ra'yi nampaknya semata-mata di dasarkan pada pandang'111 " min bab al-Tabligh" saja. Artinya factor ra'yi memang paling dominan.
3. Corllk Tafsir Jika metode tafsir merupakan cara sseorang dalam menyusun buah pikirannya dalam bidmlg tafsir al-Qur'an, maka corak tafsir adalah sudut pandang yang Ji ambil oleh
seseor~i'g
dalam memahami al-Qur'an. AI-Qur'an dapat di umpamakan sebagai
prisma kacr.., yang membiaskan seberkas cahaya putih yang masuk ke dalamnya
33
Ibid. h. 67.
96
menjadi bermacanJ-macam cahaya dengan warna yang berbeda-beda ke segala arah. 34 Para penafsir rli d.1>pamakan sebagai orang yang berbeda bahasa berdiri disekeliling tersebut yang masir"s-masing akan melihat cahaya yang berbeda-beda satu sarna lain. Ketika mereK(l bercerita, cerita mereka satu sarna lain saling berbeda ini adalah ibarat bagi perbedaan kanjungan makna yang biasa ditemukan oleh setiap penafsir. 35 Karena itulah dalarn setiap tafsir setidaknya
ada tiga identitas yang
melingkupi tiga aspek : makna, metode dan corak yang masing-masing berdiri sendiri yaitu: Identitas pertama, adaJah orosinalitas matcri yang liikemukakan oleh seorang rJenul i3 tafsir dalarn karyanya, yang dari sini kita bisa melihat ketajarnan pemikiran scordng mufasir. Karya-hrya tafsir temarna semisal, tq{sir
al-Th~:bari,
Fakhruddin al-Rilzi, Ibn Katsir, al-Qurtubi adalah karya-karya orisinil, karena mueka tidak m"niru siapa-siapa dalarn menulis tafsir.
[dentitas Kedua, addlah metode apa yang dia pakai dalarn menyusun karyanya itu, apakah : tahiili, Jjmali, Muqdran atau maudhU'i. Sedangkan [dentitas ketiga, adalah corak arJa yang dia gunakan dalam menguraikan tafsimya, dengan kata lain kacamata ap(l yang dia pakai dalarn memanliang al-Qur'an. Dalam hal ini seorang
34 Hal ir,; sama seperti di kemukakam Abdullah Daraz sebagaimana di kutip Quraish Shih ,b dl belakang kafer buku Membumikan al-Qur'an: " Apabila anda membaca al-Qur'an maknanya ak..., jelas dihadapan anda, tetapi bila anda membacanya sekali lagi anda akan menemukan pula makn"makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya, Demikian seterusnya sampai-sampai anda dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai arti bermacam-maCRr,I, yang semmmya benar atau mungkin bene' .Ayat-ayat AI-Qur'an bagaikan intan setiap suriu~lya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Dan tidak mustahil, bila anda mempersilahkan ordng lain memandangnya, ia akan melihat lebh banyak ketimVang yang anda Iiha!. 35 Yudi Haryono, Bahasa Palilik al-Qur'an: Meneurigai Makna Tersembunyi di Balik Teks, (Bekasi: PT. Gugu; Pres, 2002),h.97-98.
97
mufasir relatif tidak bisa memilih, karena persoalan corak ini ter1
tersebut di atas memberikan berbagai
36
misi dan kecmderungan
tertentu bagi n,ufasir ketika menafsirkan al-Qur'an. Dan kecenderungan (corak) yang . berbeda-beda tr:r:;ebut, maka lahirlah apa yang disebut corak atau al-Iaun. Uraianuraian mufasi r itu ada yang di dominasi oleh hal-hal yang berkaitan dengan fiqh, sehingga lahirlah corak fiqh 37 dan kecenderungan-kecenderungan lainnya y'lllg melahirkiln corak-corak tafsir: Faisafi38, Shufi39, Adab ai-ljtimd'i40, ilmi41 .
Ibid, h.99 Tqfsir Fiqh ialah tafsir yang menitik beratkan bahasan dan tinjauannya pada aspek hukum (fiqh) dari al-Qur'1n. Tafsir ini pada awalnya lahir bersamaan dengan lafsir bi al-ma'isur, khususnya di masa Rasulullan dan para sahabat". Akan tetapi pada masa tdbi'in dan sesudahnya tafsir ini lebih banyak diwarnai olel1 ijtihad yang tentunya bi al-ra'yi, terutama dalam upaya istimbath hukum dari alQur'an ~an hadis. Lihat Harifuddin C1widu, op.cit, h. 31. 38 Tafsi, falsafi ialah penafsiran ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofi, baik yang berusaha untuk mengadakan sintLsis dan sinkretisasi .antara teori-teori filsafat yang bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur'an. Sederhananya tafsir fa~safi ialah, tafsir yang menafsirkan alQur'an berdasarkan pandangan filoso: dan dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Lihat, Quraish Shihab dkk, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, (cd) Azyumardi Azra, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 182-183. 39 Taftir Suji. 1dalah tafsir yr.nlo\ cerusaha menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur'an dari sudut esoterik atau berdasrrkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang Sufi adalam suluknya. Tafsir jenis ini ada dua macam, yaitu: I) t1fsir shufi yang di dasarkan pada tasawu! nadzdri (teoritis) yang cenderung me,laiOirkan al-Qur'an berdasarkan teori-teori atau paham-paham tasawuf yang pada umumnya bertentangan dongan makna lahir ayat dan menyimpang dari pengertian bahasa; 2) Tafsir shufi yang di dasarkan pada tasawu! 'ama'i (praktis), yaitu menakwilkan ayat-ayat ..al-Qur'an berd"sarkan isyarai-i,)ar,'t tersirat (samar) yang tampak oleh shufi dalam suluknya. Tafsir jenis ini menurut Cawidu pada UP umnya dapat dipertemukan dengan lahir ayat dan tidak menyalahi ketentuan bahasa, Cawidu, Ibid, h. [. "Menurut Qurais:, Shihab tafsir Adab al-Ijtima'i adalah tafsir yang menitikberatkan pada penjelasan ayat-'yat al-Qur'an pada segi-segi ketclitian redaksinya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayat al-Qur'an tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari tujuaIJ-tujuan al-Qur'an. Yaitu petunjuk dalam kehidupan; kemudian mengadakan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalac., masyarakat dan pembangunan dunia . Lihat, Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an. (Bandung: Mizan, 1992), h. 124. 41 AI-Fannawi, op.cit, h. 18. 36 37
98
Berdasatkaa pembRgian yang dikemukakan al-Farmawi di atas, para pengkaji tafsir memasukan tafsir karya al-Razi " Mafdtih al-Ghaib" ke dalam tafsir yang mempunyai corak (laun) ilmi, sehingga ada di antara mereka (mufasir) menyebutnya sebagai " Ens;klopedi Ilmiah". Di dalamnya di dapati pembahasan i1miah yang menyangkut segala bentuk ilmu pengetahuan, seperti masalah filsafat, teologi, i1mu kealaman, as+ronomi, kedokteran dan lain sebagainya. Dalam hal ini al_Muhtasibi42 mengibaratkan, jiku Imam al-Ghazali (salah seorang ulama yang pro terhadap tafsir ilmi) dipandang scbaJai peletak batu pertama model penafsiran i1miah secara teoritis, maka Fakhruddin al-Riai merupakan orang yang telah menerapkan corak tafsir ilmi ini dalam Magnum Opusnya tersebut. Se'Jagai contohnya adalah penafsiran beliau (Fakhruddin al·Riizi) menyangkut penafsirannya tentang masalah lebah sebagaimana dikemukakan Abdul Madjid Abd al_Salam43 sebnl!.ai berikut:
Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan eli tempat-tempat yang dibikin manusia"(68). 42 43
Lilia! al-Muhtasibi. Op.cit. :1.151-252. Liliat, Abdul Madjid Abd ai-Salam, Op.cit. h. 262-262.
99
kemudian makanlah dari hap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jaian Tuhanmu yang telah dimuc',ahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Seshnggllhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (k~besaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (69). Di dai?m ayat tersebut ads beberapa [Jersoalan: Persoalan pertama, firman·· Nya: ~\)~:d.~
J..:)j (dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah). Ada yang
mengatakan blimat wahiya dan auha maknanya adalah ilham. Maksud dari ilhal1 ini adalah ba:1wa Allah SWT, telah menetapkan pada diri lebah, 8ktivitas-aktivitas yang menakjubkan, yang tidak sang£up dilakukan oleh manusia yang berpkal sekalipun. Penj<::lasannya dari berbagai sudut sebagai berikut: pertama lebah-Iebah itu mmapu mmel-angun rumah-rumah segi enam, dengan ruas yang sama antara satu sama lain tiaJuk ada yang melebihi, hanya dengan cekatannya, sementara manusia yang berakal saja 'idak mungkin membangun rumah seperti rumah tersebut, kccuali dcngan sejumhh ryeraalatan dan perkakas, seperti penggaris danjangka. Kedu'3, sudah diakui berdasarkan tata arsitektumya, andaikan rumah-rumah
tersebut berbe:1tuk selain bentuk-bentuk segi enam, tentu di sela-sela rumah tersebut harus dibutllhkan lubang bebas hambatan yang sempit. Namun kalau rumah-rumah tersebut berbentuk segi enmn, maka disela-selanya tidak perlu ada lubang sempit. IIewan-hewan tersebut memberikan petunjuk tenatang adanya hikmah tersembunyi, detil dan lembut, yang meruapakan bentuk-bentuk keajaiban.
100
Ketiga, lebah-lebah tersebut, di antaranya ada satu ayang menakjubkan yang
menjadi pemiPlpinnya. Ia bertugas menjalankan kekuasaan terhadap yang lain. Sedang yang hinnya berusaha membantu dan memikulnya ketika ada angin kenc:mg. Keempat, Lebah-lebah tersebut bila di l1sir dari sarangnya, maka mercka
pergi bersaPla yang lain secara kompak ke tempat lain. Bila mereka ingin kembali ke sarangnya, rnereka rnmembunyikan tambur, alat-alat permainan dan musik. Dengan musil:-musik tersebut, mereka bisa mengambil alih kembali sarangnya. Ini juga meruapakan sesuatu yang menakjubkan. Dengan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki lebah tersebut, yang sekaligus menunjukkan kecerdikan dan kepanQaiannya. Adanya kecerdJkan dan kepandaian ini tidak lain karena ilham dari Allah, yang menurut Fakhruddin al-Riizi suatu kondifi yang hampir serupa dengan wahyu.
Dala~
hal ini Allah swt berfirrnan: Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada
lebah. Ketahuilah wahyu tersebut telah dinyatakan untuk para Nabi , berdasarkan firrnan-Nya:
n Dan tidak nda bagi seorar:g rnanusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepr~danya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana" (QS. al-Syuni:
51 ).
101
B. Karakterlstik Kitab Maflitih al-Ghaih Tafsir Mafatih al-Ghaib atau dikenal juga dengan sebutan tafsir al-Kabir karya Ima:"!l Fakhruddin al-Riizl terdiri dari 16 jilid. 44 Tafsir lni adalah salah satu tafsir bi al-Ra 'yi yang paling komprehe,lship. Karena untuk menjelaskan ayat-ayat a1Qur'an, tafsir ini menggunakan metode penalaran logika. Diantara berbagai aspek tafsir peJ1lbahasan yang paling penting adalah yang berhubungan dengan ilmu kalam. Pembahasan ini memuat persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah swt, dan eksisitel'Einya, alam
s~mesta
dan man'lsia. Bidang-bidang lain yang tercakup
dalam tafsir ini adalah ilml pcngetahuan alam, astronomi, perbintangan (zodiak), langit dan bami, hewan dan tumbuh-tumbuhan, dan bhgian-bagian tubuh manusia. Tafsir ini juga mencakup pembahasan yang ekstensif mengenai masalah-masalah filsafat dan penolakan terhadap pe'101akan palsu. Disamping itu tafsir iui juga menjelaskan s('cara panjang lebar tentang tata bahasa (gramatika). Fakhruddin hI·· Razi
sangat mementingkan penjelasan korelasi (muniisabah) an(ara ayat-ayat al-
Qur'an dan
~urat-sura(nya.
Tafsimya dapat disebut sebagai ensiklopedi akademik
dalam bidang il'1lU kalam (teologi) dan ilmu pengetahuan alam. 45
44 Sai,' ",gil al-Munawar, AI-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pres,2'J02). h. 108. Sementara Mahmud Basuni Faudah menyebutkan 8 Jilid. Pcrbedaan penghitungan ini terjadi kemungkinan dikarenakan perbednan penerbit. Lihat Basuni Faudah, Taftirlaftir al-Qur'an: Perkenalan dengan Melodologi Taftir, (ler) Mukhtar Zurni dan Abdul Qadir Hamid, (Bandung: Puslaka, 1987), h. 79. ," Tham,", Ushama, Melodologi Tajsir AI-Qur'an: Kajian Krilis, Objeklif dan Komprehenship, Terjemah Hasan Basri dan Amroeni, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 73.
102
Hal
s,~nada
juga dikatakan Mana al··Qathiin, menurutnya Fakhruddin al-Riizi
dalam kitab 11fsimya ini mencurahkan perratian untuk menerangkan korelasi (munasabah) ;,ntar ayat dan surat al-Qur'an serta banyak menguraikan ilmu eksakta, fisika, falak, filsafat dan kajian-kajiall masalah ketuhanan menurut metode dan argumentasi para filosof yang rasional, disamping juga mengemukakan madzhabmadzhab fiqh. namun sebenamya sebagian besar uraian tersebut tidak d;perlukan dalam tafsir. Der,gan demikian terkesan kitab tafsir ini menjadi sebuah ensiklopedi ilmiah tentan'S: :lmu kalam, kosmologi dan fisi1m, sehingga ia
kehilangan
relevansinya sebag'li tafsir al_Qur'an. 46 Pendapat lain dikemukakan Said Agil al-Munawar. Menurut Agil Imam Fakhruddin aJ-Riizi dalam tafslmya berupaya mencurahkan segenap ilmunya, sehingga tafsir ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan tafsir lainnya. Melalui ayat-ayat yang cerkaitan dengan filsafat, beliau tuangkan bahasan-bahasan yang bersifat falsafi. Sementara ayat-ayat yang menyentuh bidang teologi beliau curahkan segala kemampu,mnya dalr.rn bidang teologi meskipun pada prinsipnya cenderung membela paham Ahlus Sunnah terutama Asy'ariyah, sedangkan untuk ayat-ayat yang berhubungan dengan fiqh beliau berusaha menyajikan perbincangan-perbincangan mengenai fiqh dun cenderung membela madzt.ab Syafi'i. Demikian pula dengan ayatayat yang menyang:,ut bidang kesehatan, kedokteran, fenomena fisika dan sebagainya Fakhruddin al-Riizi berupaya menl',ungKapkannya berdasarkan disiplin ilmu yang
46 Manna Kholil al· Qathiin (selanjutnya disebut al-Qathiin), Mabiihils Fi, Vlilm al-Qu,'an, (Beirut: Mansyurat aJ-'Asyr al-Hadits, 1973), h, 368,
103
dimilikinya. 47 Senada dengan pendapat di atas, Abu Hayan sebagaimana dikutif alSyirbasi berpendapat bahwa al-Riizi
menampung banyak hal ihwal secara panjang
lebar yang sarna s-:kuli tidak diperlukan tafsir. 48 Sehingga ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa d; dulam tafsir al-Riizi terdapat segala hal kecuali tafsir. Ungkapan lain juga dikemukakan Abdul Kalam Azad. Menurut Azad Fakhruddin al-Rilzi mempunyai latar belakang lain, dia seorang pemuka Asy'ariyah, filosof dan ahli relorika. Karenanya lafsir al-Xrlhir mempunyai kuantitas halaman lebih. Dan Fakhruddin al-Riizi muncul belakangan - dilahirkan pada tahun 1149 di kola Rayy- maka kesempatan untuk melahirkan sentesis baik rendapat Zamakhsyari maupun para penafsir lain pendahulunya lebih memungkinkan. Sebagaimana biasa dalam mellggunakan metode pemaparan tafsir al-Qur'an Falhruddin :il-Riizi, sebanyak mun:5kin menghadirkan pent'apat-pendapat lain, sebelum akhimya dia sendiri
mer,p,eksekusi satu persatu, lalu Jia melontarkan
walaupun
'~rkadang
pandangan finalnya,
terlihat kurang bisa ditangkap dengan mudah, karena retorika
itu sendiri lebih ditekankan. 49 Terhactap kitab tafsiruya para ulama
b~rsepakat
bahwa Imam Fakhruddin al-
Riizi tidak sempat menyelesaikan sampai tuntas kitab tafsimya. Dalam hal ini mereka mempersoalkan sampai dimana al-Riizi menafsirkan dalam kitabnya Mafatih al-
Said Agil al-Munawar, Op.cil. h. 108-109. AI-Syirbasyi, Qishiil al-Taftir. (Caire: Dar EI-Qolam, 1962), h.1 19. 49 Abdul K.alam Azad "Kesatuan Tuhan" Dan "Kesatuan Agama", Ahmad Rafiq dalam, Sludi al-Qur'an Konlemporer: Wacana Baru berbagai Melodologi laftir, (Jogjakarta: Tiara Wacana, 2002), h.29. 47 48
104
Ghaib,
dan Slapa yang menyempurnakannya. Dibawah ini pel1ulis kemukakan
beberapa pendapat mengenai hal tersebl't. Imam Ibn Hajar al-Asqalani sebagaimana dikemukakan Muhamad Husain alDzahabi berk ata: Orang yang menyelesalkan tafsir Imam Fakhruddin al-Riizi adalah Imam Ahmad bin Muhamad Abi Hazm". Pengarang kitab Kasyfu al-Dzunun berkata: 'Syekh Nazmuddin Ahmad ein Muhammad al-Qumuli telah menulis kelengkapar. tafsir tersebut, dan Qadhiyat al-Qudhat Imam Shihabuddin bin Khalil telah menyempurnakan apa ya'1g kurallg dari padanya". Dikatakan bahwa beliau (Imam Fakhn:ddin al-Riizi) telah mllllyele,mikan kitab tafsirnya sampai surat alAnbiya. HUSatf, al-Dhahabi telah
m~mberikan
!comentar yang menarik tentang beliau:
" Dalam hal ini saya katakan bahwa Imam Fakhruddin al-Riizi telah menyelesai:<:an Lafsirnya itu sL:npai surat al-Anbiya". Selanjutnya Imam Shihabuddin al-Khubj melakukan pe'lycmpurnaan terhadap kekurangan tafsir tersebut, namun beliau juga tidak clapat uenyelesaikanya sampai tuntas. Setelah itu tampil lagi Imam Nazmuddin al-Qumuli, yang menyempurnakan apa yang tersisa darinya. Jv:ungkin juga Imam Shihabudclin alQubi telah menyempumakannya secara tuntas dan Imam al-Qumuli telah menulis p':'1yempumaan yang lain, bukan yang telah dituliskan menurut pengarang kitah Kasfal-Zunun. 50 Demikianjah para ulama bersepakat pen-japat, bahwa Fakhruddin al-Rilzi tidak sempat menyelesaikan penulisan tafsimya. Namun jika dengan cerrnat kita
50 Muhamad Husain rl-Dzahabi (seJanjutnya disebut al-D.'ahabi), Taftir alMliflisinin.(Beirut: I)ar-al-Fikr, 1976), h. 291-292.
105
perhatikan tafsir bdiau itu, mscaya kita hampir-hampir tidak akan menemukan ketidak serasian metode dan alur pembahasan dalam penulisannya, namun yang nanlpak adalah :;atu metode yang tunggal dan cara penyajian yang tunggal pula dari awal hingga flkhir kitab. Yang demikian ini menunjukkan kejeniusan orang-orang yang telah menyelesaikan tafsir yang besar ini. 51 Selanju,.nya untuk mengetahui bagaimana karakteristik (ciri has) Imam Fakhf'lddin ai-Ritz! menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur'an dalam tafsimya Mafiitih al-Ghaib, dibawah ini penulis turunkan beberapa penjelasan para ulama berkaitan
dengan karakte;istik penatsiran yang dilakukan Fakhruddin al-Riiz! dalam tafsimya Ma!dtih al-Ghaib.
Mahmud Dasuni Faudah n:engemukan sejumlah karakteristik metode penafsiran yang dilal:ukan Fakhruddill al-Riiz! dalam tafsimya Mafiitih al-Ghaib antara lain: I.
Imam Fakhruddin al-Riiz! telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan hubungan-hubungan (muniisabah) antar satu ayat dengan ayat lainnya dan hubungan aJ1tara satu sural dengan yang mengikutinya. Adakalanya beliau tidak hanya mengemukakan satu hubullgan saja mdainkan lebih dari satu hubungan.
2.
Imam Fakhruddin al-Riiz!
berbicara panJang lebar dalam menyajikan
argu.nentasi. Sebagian dari pembicararm beliau yang panJang lebar itu menjadikan kitabnya tak ada bedanya dengan kitab fisafat dan matematika " Basuni FaJdah, Op.cil, h. 80.
106
atau ilmu eksakta, sampai-sampai Imam Ibn 'Athiyah berkata: " Dalam kitab Imam FaIJwlddin al-Rilzi, segalanya ada, kecuaIi tafsir itu sendiri'. Namun sesunguhnya. sekalipun Imam Fakhruddin al-Rilzi banyak berbicara tentang masalah-masa'ah ilmu kalam dan tinjauan-tinjauan terhadap alam semesta, beliau 'elah berbicara tentang tafsir al-Qur'an. 3.
Madzhab alirannya, Imam Fakhruddin 11-Rilzi
menentang keras madzhab
Mu'tazilah dan membantahnya dengan segala kemar1puannya. Sebab itu beliau tidak pemah melewatkan setiap kesempatan untuk menghadapkan bantahan terhadap madzhab mu'tazilah itu. Beliau bentangkan pend'lpatpelldapat terse1)ut dan beliau bongkar kelemahan-kelem"lhannya, walaup'ill adakalanya bantahan-bantahan ,1eliau tidak cukup memadai dan ememuaskan. Beliau menyoroti madzhab-macizhab fiqh dalam menafsirkan ayat-ayet P-Ikuru, d"ngan segala kemampuan beliau, dengan tujuan mengua+kan madzhab Syafi'i, karena beliau memang penganut madzhab Syafi'i. 4.
Belial' juga kadang·kadang suka melantur dalam membahas masalah-masalah ushul dan masalah masalah yang berhubungan dengan ilmu Nuhwu dan
Bulu,<{huh. Hanya saja beliau tidak terlebih-Ieb:han dalam masalah tersebat seperli yang beliau lakukail dalam masalah-masalah eksakta dan ilmu-ilmu kezlaman. Kesimpulannya kitab beliau ini banyak beredar di kalangan ahli ilmu ;Jengetahuan,
dan jika anda mengkajinya,
niscaya anda aka:l
107
IDt~nsifati
al-Qur'an dengan keadaan turunnya secara berangsur-angsur itu
dapat dirasakan dan dibuat dari suatu keadaan, 2). AI-Tanzi! adalah isim masdar, dan masdar adalah maful mutlak, 3). Allah mensifati al-Qur'an
dengan bentuk bahasa Arab. Sehingga yang demikian itu tidak pantas disebut qadim. AI-Riizl
menanggapinya dengan menyatakan:
53J;,W)l1
3. Dalam penafsirannya FakhrudJin al-Riizl sering mengunakan pendekatan mundsabah Ul ,tuk mengungkap rahasia makna kandungan al-Qur'an.
4. Tafsr .V!afdtih al-Ghaib memiliki kecenderungan mengikuti madzhab Syafi'i dalam bidang Fiqh. Ini terlihat dalam pcnafsirannya mengenai ayat-ayat yang menyangkut tentang hukurn. Meskipun tafsir ini
m~gernukakn
pendapat-
pendapat para fuqoha namun pada kesimpulan akhirnya rnerujuk pada pendapat-pendapat imam
53
Sy~fi'i
seperti terlihat ketika rnenafsirkan kata:
Lih"t Fakhruddin al-Razi. Tafsir !via/dlih al-Ghaib, Juz, t9, h. 82-83. Lihat Said Agi!,
Op.CiI, h. II L
109
....
0
....
J.....
....
J
J.
\)
i' '('. )
. M('II II' ('I~_' I } " ( _.(, II ~ l<;" I'"""~'.J) I'"""~)~ f. ~ ) ~ .r' .... .... ....... ......
Artinya: Hal orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengeIjakan shalat , maka iJasuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu samrai dengan kedua mala kaki. ..(QS. Al-Baqarah [2]: 6. Berkaitan dengan penafsiran ayat tersebut al-Razi mengatakan:
.lJ"i)l
<\j>.'i L."
<~..y\ ~
J
....
J
~\ J ~ (~J<~ \~\) 54 ..... - '11'y
.Jj
:Jp
- J';P.
..=.U',) {•
Artinya: Imam Syafi'i rahimahullhahu berkata: Wajib mengusap kepala sedikitnya pada salah satu bagian dari kepala. Sementara Imam Malik mewajibkan seluruhnya (kepala) terbasuh, dan Imam Abu Hanifah mengatakan seperempatnya (kepala). Argumentasi 8 y afi'i tentang mengusap salah satu bagian dari kepala adalah di umpamakan dengan perkataan: "Saya mengusap sapu tangan. Hal ini tidak benar kecuali apabilil mengusap secara keseluruhan. Adapun apabila saya mengatakan: "saya mengusap tangan dengan sapu tangan, maka hal ini di anggap cukup dalam membenarkan mengusap dua tangan dengan salah satu bagian saputangan". Apabila hal ini tetap, maka kami mengatakan bahwa firman Allah (~);~
54
1;":':'(,
cukup
Al.Razl , Op.cit, Juz II. h. 126.
110
tid::.k dapat ditolak oleh aI-Syubki. A1-Subki, tulis Ridha rnenyatakan, bahwa Fakhruddin al-Riizi
memang tidak berkecirnpung dalam bidang ilmu tersebut
sehingga ia tidak termasuk salah seorang ahlinya dan karena itu tidaklah wajar beliau dinilai dengm pehnilaian yang negatif atau positif, dernikian pernbelaan aI-Subki. Selanjutnya Ridha rnenulis tenatang tafsirnya setelah menyatakan bahwa Imam Fakhruddin aI-Riizi bukanlah imamnya para mufasir" Imam al-M.ifasirin". Adapaun tafsimya, maka telah popular dikalar,gan ulama sebagaimana dikutip di atas bahwa "di dalamnja terdapat segala sesuatu kecuali tafsir". Sebenarnya pendapat terse1:>ut terlalu berlebih-Iebihan hal mana diungkapkan dalam rangka penolakan tujuan yang merupal~an
cir; khas tafsir tersebut, yaitu uraian pendapat-pendapat ahli filsafat,
teolog serta 'l1asan-alasan renganut aliran mu'tazilah dan Asy'ariyah. 57 Alasan kritik yang dis,unpaika'l Rasyid Ridha terhadap Fakhruddin aI-Riizi menurut Quraish, hingga tafsimya menjad; sasaran kritik, hal itu disebabkan, karena menurut peLflapat Ridha pada Il'asanya adlt dua orang uiama. Seol'ang ulllMa aIAzhar dan seorrmg lagi penulis yang mengagurni teon sementara pemikir Barat yang herusaha
nle~'l1ui
tulisan-tulisarmya di surat kabar dan majalah,.
mendukulli;!,
pendapat-per dl'pat mereka yang keliru melalui pandangan-pandangan Fakhruddin 1I1Riizi. 58
Salah satu contoh yang dapat dikemukakan menyangkut pendrlpat Ridha tel'hadap
Fa~dJ":"Uddin
aI-Riizi adalah apa yang dikemukakarmya ketika menafsirkan
51 Quraisn Shihab, Studi Kritis Tq/Sir al-Manar,( Jakarta: Pustaka Hidayah, 1994), h. 123. .. Ibid, L. 124.
112
firman Allar. c1a'am surat al-Maidah ayat 118: yang menggambarkan ucapan Nabi Isa a.s. kepada ';uhan menyangkut pengikut-penr,iktnya yang menyembahnya:
"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hambahamba Eng;(au, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka se3unggurnya Engkaulah -fang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Ayat di atas menurut sementara mufasir dapat menunjukkan bahwa Allah SWT dapat szia mengampuni orang-orang yang mempersekutukan-Nya sebagaimana dapat pula menyiksa orang-orang yang mendekatkan Gil; kepada-Nya, seseuatu hal yang kelihataullva bertentangan dengan pemyataan 1 uhan dalam surat al-Nisa: 48:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan menganlpuni dosa syirik, dan Dia mengamruni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangs:arya yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. Fakhruddin al-R§zl dalam hal ini menurut Ra~yid Ridha memberikan empat macam jawaoan, antara lain bahwa kalam Tuhan yang ditunjukkan kepada Isa a.s.:
manusia, jadikanlah aku dan ibuku dua Tuhan selain Allah?), menunjukkan bahwa diantara umat Isa ada yang menyampaikan
dari Isa a.s.
hal-hal yang bersifat 113
kekufuran. Dengan penyampaian ini mereka tidak dinilai kafir, tetapi sekedar berdosa dan unuk mereka itulah Isa a.s mengajukan permohonannya. 59 Menanggapi jawaban Fakhruddin al-Rilzi
ini Rasyid Ridha secara sinis
sambi I meny8takan bahwa jawaban semacam ini terlintas di dalam pikirannya karena ia telah terbiasa dengan " jidal" (diskusi yang berkepanjangan tanpa hasil) menyangkut arti sm"u kalimat,. tanpa raenyadari keadaan sesungguhnya dari orangorang yang diceritakan Tuhan dalam ayat tersebut, yaitu mereka yang mempercayai ketuhanan lsa serta nwnyembahnya dan menyembah ibunya. Jawaban Fakhruddin alRiizi
yang kedua, bahwa menurut madzhab kami dapat saja Tuhan memasukan
orang-orang kafir ke Surga demikian pula beragama ke Neraka.
~ebaliknya,
orang-orang yang ta'at
,0
Jawaball tersebut ditanggapi oleh RiJha dengan mengatakan bahwa pandangan madzhab tersebut bertentangan dengan akal dan nash al-Qur'an dan hadis, bahkan bel tentangan ctengan firman Allah dalam surat d-Mairlah ayat 72 yaf'g membicarakar. masalah ini (al-Maidah):
.
/
)L,a;i ~ ~Uill ~)
"
,;"
....
",
,;
bid, h. 125. Pend.\par ini tidak sejalan dengan pandangan kaum Mu'tazilah yang mengatakan bahwa balasan tersebut l:dak menunjukkan keadilan Tuhan ypng merupakan salah satu di antara lima asas 59
60
yang menjadi dasar prinsip ajaran Mu 'tazila;1.
114
" Sesungguhnja telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam", padd:al Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang rnempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolnngpun". lawaban Fakhruddin al-Riizi tersebut dinilai oleh Rasyid Ridha sebagai suatu jawaban yang menimlmlkan kesimpangsiuran ajaran agama dalam salah satu rrinsip akidah, sebasaimana dapat menggam;'arkan agama yang dibawa oleh Muhammad saw. jauh \cbih sukar untuk mendapat ranmat Tuhan dan ampunan-Nya dibanding dengan "gama yang dibawa Isa a.s. lIal ini jelas-jelas bertentpngan dengan firrnan Allah dalam al-Qur'an yanb menunjukkan oahwa Muhamad adalah pembawa rahmat untuk seluruh alam dan bahwa agama beliau meringankan beban yang dipikul oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani serta membuka belenggu-belenggu yang mengikat mereka. Sels'uutnya setelah mengemukakan tanggapan-tanggapannya menyangkut empat jawahan Fakhruddin al-Riizi \lalam masalah tersebut menurut Quraish Rasyid Ridha mengakhiri tanggapannya dengan menyatakan: " Semua yang dikemukakan Fakhruddin :d-RiiLi
tdak dapat diterima. Seandainya bl1kan karera fanatismenya
terhadap alirannya, maka kelemahan, keruntuhan da'1 kebathilan masalah-masalah yang dikemulzu'annya pasti tidak akan luput dari pikirannya yang
d~mikian
tajam
(yang jarang oitemukan pada orang Ipin), apalagi dengan pembacaanJpengetahuan
115
yang luas itU. 61 D,;mikian sorotan Rasyid Ridha terhadap mufasir Fakhruddin al-Riizi dalam kitabnju fqfSir al-Manar sebagaimana dikemukakan Quraish Shihab. NamUil apa yang dikemukakan Ridha di alas bertentangan dengan yang dikemukakan Ibn Hajar al-Asqalani, di dalam kil.abnya al-Iktsir fi llm al-Taftfr, juga al-Nazm al- fufi, yang justru banyak memuji kitab Fakhmddin al-Raz'i tersebut dengan berkat<:.: Tidak kulihat kitab'tafsir manapun yang mengandung hampir semua ilmu tafsir Y2.ng lebih baik ketimbang kitab al-Qurtubi dan kitab Imam Fakhruddin alRiizi.
Menurutnya pula " tidak kujumpai cacat dalam bentuk apapun di dalam
dirinya. Benar buhwa al-Razi segala daya upaya guna
menjelaskan argumen-argumen lawannya dengan
m~mbantunya
disukainya secara langsung dan
s~derhana.
serta mengungkapkan pandangan yang Mungkin ini disebabkan oleh kenyataan
yang mengharuskan ia melakLkan seoerti itll".62
C. Munasabah dan Jenis-jeni:mya dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib Sebagaimana dilllakiumi, bahwa al-Qur'an turun tidak secara sekaligus, tetapi berangsur-angsur (w,,'i1rruj) selallla 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Demikian pula satu sJrah al-Qur'an pa,la umumnya tidak turun secara bersamaan, tetapi bergantian satu dengan yang lain. Terkadang hanya puluhan ayat, lima ayat, bahkan hanya Satu ayat. Artinya keika surat A turun dan belum sampai taraf sempuma, lalu turun lagi
61 Ibid, h. 126. Di akhir perkalaannya sebagaimana dikemukakan Quraish di atas Ridha lampaknya tidak menampik keluasan ilmu yang dimiliki Fakhruddin .I-Razi, sekalipun beberapa ;Jalldanganllya banyak yang bertolak belakallg dengan pemikirannya. 62 Fpl.hruddin al-Razi , Ruh dan Jiwo: Tilyol/on Filosojis dolom Pers,Jektif Islam, terj',mah Mukhtar Zoem; dan Jakos Kahlan (Surabaya: Ri"lah Gusti, 2000), h. 24.
116
kehilangan ke;stimewaan- keistimewaal1nya yang paling besar yang membedakannya dari buku-bukL, lain baik ke khasar, bentuknya maupun ke khasan subjeknya. 64 Untuk mt.:nanggapi susunan ayat-ayat al-Qur'an yang terkesan seperti tersp,but di atas para ula.'1a telah menyusun sebuah ilmu yang berisikan pembahasan ayat-r.yRt atau surat-sural yang terdapat dalam mushaf dengan menjelaskan hubungaehubungann:, d atau maksud-maksudnya. Ilmu inilah yang kemudian dalam istilah
'Ulum al-Qur'ali disebut dengan Ilmu Munasabah. Imam Fakhruddin al-Razi sebagai mana banyak
disebut oleh ulama
'Ulum al-Qur'an,
adaIah yang banyak
mengemukakan persoalan munasabah dalam tafsimya Mafatih al-Ghaib. Berkai'an dengan persoalan muntisabah, para mufasir menempuh pola (metode) yang berbtda-beda sesuai dengan keinginan atau jalan yang akan ditempuhnya. Menurut Quraish Shihah, para mufasir pada umumnya m0nempuh metode munes6bah melalui tiga cara seiJagai berikut: I.
Menp,elompokkan sekian banyak ayat dalam satu kelompok, kemudian menjelaskan hubungannya dengan kelompok ayat -ayat berikutnya.
2.
Mentmukan tema sentral satu surat kemudian mengembalikan uralan kelompok ayat-ayat t"rsebut kepada tema st:ntral itu.
3.
Menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya65 dengan menjelaskan keserusiannya. 66
64 Muhammad Rasyid Ridha , Wahyu al-Muhamddy, pada fasal empat bab l'jaz aI-Qur'an, ',Kairo: Maktab aI-Islpml. t.l), h. 142-143. 65 Termasuk di d"Iamnya menghubung:
Jl8
Berdasarkan analisa yang penulis lakukan terhadap kitab tafsir Majiifih alGhaib. Fakhruddin al-Kilzl dalam kitabnya tersebut menempuh pola ke tiga, yaitu
menghubungkan aya: dengan ayat maupun surat dengan surat dengan cara menjelaskan keserasiannya. Hal ini bisa kita lihat dalam setiap pembahasan ayat .maupun surat yang ia tafsirkan, sekalipun tidak scmuanya dijelaskan munasabahnya. Adapun
langkah-Iangkah
yang
ditempuh
Fakhruddin
al-Razl
untuk
menemukan adanya muniisabah ayat dan surat dalam al-Qur'an, menempuh langkahlangkah sebagai berikut: I. Melih8t temp sentral dari surat tertentu; 2. Me'ihat premis-premis yang (Iiperlukan untuk mendukung tema sentral itu; 3. M('ngadakan kategorisasi terhaaap premis-premis itu berdasarkan jauh
da~
dekatnya kepada tujuan; 4. Melinat kalimat-k:llimat (pemyat8an-pemyataan) yang saing mendukung di dabm premis itU. 67 Setelah lllenela'ah
Ul aian
mengen8i metode tafsir yang dilakukan Fakhruddin
al-Rilzl khususnya mengenai persoalan munusabah (kordasi/ hubungan ayat maupun surat), yang merupakan salah satu pendekatan beliau dalam memahami kalam ABah, ~enulis
me,1emukan jenis-jenis munii."abah yang terdapat dalam tafsir tersebut.
66 (luraish ShihabJbrahim bin Umar al-Biqa'i: Ahli Tafir yang controversial, dalam Jumal 'Ulumul Qur'an, Yol.1, (Jakarta: LSAF, 1998),23. 67 Abdul ,::Jadir Ahmad Atha, dalam pengantar kitab Asrar Tarlib aJ-Qur'an, (Dar al-'Itisam, 1978), h. 45.
119
Dari jenis-jenis atau
maeam-maeam muntisabah yang dikemukakan para
ulama daJ'im kitab-kitab 'UlUm al-Qur'a'1 yang meneakup muntisabah ayat drn surat, dalam tafsir l'akhruc1din al-Razl, berdvsarkan penelitian penulis ditemukan beberapa jenis munas<1bah, antara lain:
1. Munfisabah antara !>urat
I Jrulan sural-surat yang ada dalam al-Qur'an menurut al-Suyuthi mengandung hikmah, karem, surat yang dalang kemudian akan menjelaskan berbagai hal yang disebul seea-a global (ijmti/i)
pada sural
sebelurnnya. Kejadian semaeam ini
menurutnya kemp kali dijumpai dalam surat-surat al-Qur'an, baik surat yang parljang nallpun yang oendek.
68
Urulan lentang hubungan antara surat tersebut banyak kita
temllkan dalam karya Fakhruddin al-Raz1. Sebagaimana dikemukakan pada
bahas~n
yang lalu ha'llpir di seliap kesempatan ia kemukakan hublUigan antara smat tersebut, lerIebih pada surat-surat pendek. Pari jenis-jenis muntisabah m1tara surat yang terdapat dalam :dtah Mafatih
al-Ghaib, diteml'kanjenis-jenis muntisaDah sebagai berikut, yaitu:
a. MUlliisab.'Jh antara surat dengan surat sebelumnya Contoh l'1un'is(1bah seperti ini misalnya IlUbungan (muntisabah) antala surat
al-Fil dengan al-Quraish sebagimana terIihat dalam teks berikut ini:
68
AI-Suy"thi, Asriir Tarlib al-Suwar, Op.cil.h.78.
120
Artinya: ApaLah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurka'l i<.a'bah) itu sia-sia?, Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondollg-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbaka', laiu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat), (QS. al-Fii: i -S). ,
Jl1U ., N
__
0
....
@
0
....
(£)~y:. ~ r@::\>') ~;. ~ ~. @::.11 '?:U\ ( i)~' :~\i \..0> Artinya: Karella kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim d'ngin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dar; ketakutan. (QS. ai-Quraish: 14).
AI-Riizi ketika menjeiaskan penafsiran sU:'at ai-Quraish ia menjeiaskan segisegl mundsabahnya. Sebagaimrna sistematika yang ia
gunakan dalam pola
penafsirannya, pertama kali ia :llengungkapkan sejumiah masalah, khususnya berkaitan dengan 1.1U'1dsabah surat al-Quraish dengan surat al-Fll ini. Menurutnya berbeda-beda pendar at ulama tentang kedudukan huruf (
J) lam / karena, pada
121
awal surah ini.
Au,'
yang mengaitkannya dengan kandungan ayat yang lalu, yakni
Allah swt. Membina:,akan tentara bergajah itu dan menjadikan mereka bagaikan daun-daun yang dima'can (ulat) adalah untvk menjamin kelancaranjalur perdagangan kaum Quraisl' yang telah terbiasa melakukan perjalanan pada musim panas dan
r
ii;;,J dingin. Inilah yang dimaksud dengan taqdir (r,laJ:na tersirat) dari lafadz ~ , adalah ~J
JjL
"
jti,y ,ada juga yang mengatakan adanya keterkaitan dengan ayat ~
""
sesudahnya, sebagian lagi menyatakar: tidak ada hubungannya dengan (baik) surat sebelumn:'J maupun a:'at sesudahnya. Juga ada yang memunculk"n kalimat herunlah maksudnya: . hf'ranlah wahai mitra b;cara, menyangkut kebiasaan dan rasa aman yang diraih oleh suku Quraish dalam perJalanan dagang mereka, bagaimana mereka memper(',eh nikmat itu tetapi mereka meninggalkan peribadatan kepada Tuhan Pemilik ruman itu, padaha l karena pemiliJr rumah itu dan atas izin pemilik-Nyalah mereka mend~patkan rasa a;nan itu".69 Per.afsiran lainnya uenurut al-Riizi, pada surat ai-HI dijelaskan bagaimana '.
Allah bertindak terhadap tentara bergajah yang ingin merusak bait Allah (Ka'b
69
jllga karena kasih sayang Allah terhadap bangsa Quraish yans
AI-Rib taftir al-Kabir, vol. 16, h. 104.
122
membiasab:n diri bepergian di musim dingin dan musim panas.
70
Pemeliharaan Allah
terhadap bai, Allah (ka'bah) merupahn nikrnat yang hams disyukuri oleh bangsa Quraish, ynng dengan sebab ita mereka mcrasa aman dalam setiap melakukan rihlah (perjalanan\ Oleh sebab itu sewajarnya orang-orang Qurasih menyembah Allah yang telah merrherikan
semua nikmatnya, karenanya pada surat al-Quraish Allah •
0
~
~
..u.
•
71 - 0/1\ \ .,
mengungkapkar firman-NyC! dengan ungkapan :~
,
\
y) )
~l
>:.•'Jj . o~
Dengan
demikian menlTut Fakhruddin al-Riizi dan juga di dukung oleh jurnhur ulama huruf :am ( i'1\) pada kalimat atau ayat p( rtama surat al-Quraish
(mula'aliq/ mU'ldsabah) dengan ayat:
(J'N'1) berhubnngan
d, ,JJ. YJ ,)',~.:i;.72
Sebagizn ulama tafsir ketika menafsirkan kaitan surat ini ( al-Quraish) dengan
sural al-Ffr i:hususnya berkaitan dengan huruf lam
(;'1\) pada lafadz J":A..-;'1,
70 Yang dlmaksud dengan pasukan gajah ialah pa,.ukan (tentara) yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yam, n yang hendak menghancurkan Ka'bah. Sebelum masuk ke kota Mekkah, tentara tersebut diseraLg burung-burung yang melemparinya dengan batu-batu kecil sehingga mereka musnah. Lihat, Depm1emen Agama, AI-Qur'an dan leljemahnya, (Jakarta:Yayasan Penyelenggara Penterjemah al·Qur'an, I983), h. ! 104. Mereka biasa malakukan perj llanan pada musim dingin ke Y,lman dan Musim Panas ke Syam. 71 Fakhrudd·.n al-Rilzi , tafsir Mafiilih al-Ghaib. Op.cil, Jilid 16, h. 104. Sehubungan dengan kelerkaitan antara surat al-fil dengan al-Quraish sehingga menurut Fakpruddin al-Ra.~i ada di antara ulama yang melljadikan dua surat tersebut menjadi salu, seperti yang dilakukan Ubay Ibn Ka'ab dalam mushafnya. Begim pula yanr dilakukan Umar bin Khatab, misa'nya ketika dia menjadi Imam Shalat Maghrib. Pada raka'at pertama, dia membaca surat ai-Tin dan pada raka'at kedua membaca surat al-Fil dan al-Quraisp dengan cara (,igabung tanpa di pisah dengan basmalah. Lihat Fakhruddin al-Razi , Op.CiI.h. lOS. Lihatjuga al-S.lyulhi, Asrdr Tarlib al-Qur'an, (Dar al-'Hisham, 1978), h. 157. Tentang hal ini Iihal juga, AI-Shawi. Khasyiah 'ala al-'alamah al-Shawi 'ala Taftir al-Jalalaini,( Dar al-Ihya, ttl, Juz IV, h. 353. "2 Lihat a,-Qashimi, Mahdsin al-Takwil, (Beirut, Dar al-Fikr, 1978), h. 106.
123
huruf lam ter,;ebut berkaitan dengan ayat terakhir suml al-Ff! (JjL , ,~;, ,i::;,.j) karenanya seakan-akan Allah berfirman : "Sesungguhnya Allah telah membinasakan tentara Gajah aan hasilnya adalah orang-orang Quraish menjadi terbiasa melakukan rihlah pada musim dingin daP panas"). Berdasarkau keterangan ini ada sementara mufasir yang memandang bahwa surat ini dengan surat al-fil adalah satu surat, sebagaimana di;Jahami oleL Ubay bin Ka'ab. Karellanya ketika ia mengimami shalat surat tersebut dijadil:an satu dengan tidak memisahkannya dengan basmalah. 73 Berkaitan
rl~ngan
hubungan .mtara sural al-fil dengan sural al-Quraish
sebagaimana dikemul:akan para ulame di atas, menurut Nashr Hamid Abu Zaid adalah di dasarkan ,.ada hubungan kebahasaan daripada huruf lam (Ii) dikaitkan dengan amil Ttng dibuang dalam kalimat ~\) .~\ ~.J "bepergian mereka ,
,
,
dimusim dan musim panas", huruf tersebut menurut Abu .Zaid dikaitkan dengan akhir surat al- fil .
o.~ngan
cara demikian, kedua surat tersebut menjadi satu surat dan
pengertiannya menjadi: " Sesungguhnya Allah telah membinasakan tentara Gajah dan hasilnya adalah orang-orang Quraish menjadi terbiasa melakukan ri:llah
pad~.
musim
dingi:l dan nanas",74 sebagaimana diw:gkapkan di atas. Dengan mengutip pendapat al-Akhfas, I,am yang ada pada awal sprat al-Quraish berarti lam akibal (musabab)/5
7' Lihat al-Shawi, ibid Lihat Juga al-Qashimi, Mahdsin al-Takwil, (Beirut, Dar aI-Filer, 1978), h. 106-107. L'hzt juga, Abd al-Karlm al-Khatlb, "l'aftir al-Qur'an Li al-Qur'an,(Beirut: Dar ai-Filer, 1970), h. 1680. Lihat Juga, Sayyi'l Hawa, Asds al- T,!fiir,(Dae ai-Salam, 1989), h. 6694. 74 Li"a: Fakhruddin al-Rizi , op.cit, h. 105 75 Nas!.r Hamid Abu Z,id (selanjutnya disebut Abu Zaid), Majhum al-Ndhji Dirasah 'Ulum al-Qur'an. terjemah Khoiron Nahdliyin, (Yogyakarta: LKiS, 1993), h. 207.
124
Sementara Abdul Krrim aI-Khatib menyebutnya dengan lam Ii al-Ta'lil dan. Sayyid Hawa menyebutnya dcngan lam Ii al-Ta'aju!J. 76 Dari bt-herapa uraian tentang hubungan kedua surat ini hampir semua mufasir menurut telaah penuIis, berpendapat sarna
se;:)(~rti
yang dikemukakan al-Qashimi,
, Abdl'l Karim aI-Khatib, Sayyid Hawa, Imam al-Shawi, juga Fakhruddin al-Razl. Model
keterkait~n
antara kedua surat di atas menurut para mufasir adalah sepert!
l1rman Allah: Maka, ia ditemukan oleh keluarga Fir'aun untuk menjadi musul. dan yang men.'usahkan mei·eka". Dalan,
p~nafsirannya
Fakhruddin al-Razl
ketika membicarakan persoalan
nikmat berknitan dengan ayat di atas ( sural al-Frl), ia membagi pada dua macanl nikmat, : aitu nikmat menolak madharr.t, dan nikmat dengan mendatangkan (adanya) manfa'at. Nikmat pertama harus di cahulukan, karenanya para ulama menurut Fakhruddin .lI-Razi mengatakan
bahwa menolak madharal terhadap (yang
mengancanl ) jiwa hukumnya adalah wajib, adapun mendatangkan manfaat tidaklah wajib. KaitalJtIYa dengan persolaan mundsabah adalah Allah mendahulukan surat aJFH sebagai rentl'k menolak madharat (dafu al-dharar) sebagai nikmat rertama, dan
Ilikmat kedua yaitu mendatangkan ma'1faat (jalb al-nafi) melalui sun I al-Quraish. 77 Dengan nikma. itulah tidak boleh tidak merupakan sesuatu yang hams di diterima dengan jalan iJersyukur dan beribadall kepada-Nya. Selanjutnya perintah ibadah saja tidakiah cukup sebagai ungkapan syukur, karenanya dalum kalimat Falya'budu, ada
76
77
Sayyic Hawa, Op.cil, h.6694. Ibid, Vol.•(VI. h. 108. Lihat, Sayyid Hawa, Op.cit, h.6693.
125
beberapa hal atau masalah yang perlu dijelaskan. Dengan mengutip pendapat para ulama, Fakhruddin al-Riizi
mengemukakan bahwa y:u:g dimaksud dengan kalimat
atau ayat di alns adalah perintah mentauhidkan Allah sebagai pemilik rumlill (ka'bah). Dialah (Allah; yang telah memelihara bait (ka'bah) tersebut bukan berhala-berhala yang ada di se~ elJlingnya, karena itu tauhid merupakan kuncinya ibadah. 78 Pada ',;esempatan lain Fakhruddin al-Riizi mengatakan bahwa maksud dari kalimat Falya'budu adalah: " tinggalkanlah bepcrgian dimusim dingin dan musim panas, d.ll1 hendnklah kamu menyibuLkan diri beribadah kepada Allah ' pemilik Ka'bah' yang telah memberimu makanan dari kelaparan dan memberi rasa arnan dari ketakutan. 79 Sayyid Hawa lebih jauh memberikan penjelasan berkaitan muniisabah kedua surat ini sebagai gambaran akan realitas kekuasaan Allah. Dimana surat al-FlI merupakan ga mbaran tentang bukti adzab Allah yang benar-benar terjadi, sedangkan pada surat al-Quraish sebaliknya sebagai gambaran alau bukti realitas dari nikmat yang diberiLan Allah. Kedufl surat ini adalah sebagai argument bagi orang-orang kafir Mekkah yang bersikukuh atas kekafirannya. 80 Berkaitan d.:r>gan masalah muniisabah
ini al-Riizi memberikan penjelasan
lebih lanjut babwr :l-Qur'an secara keseluruhan bagaikan satu surat dan satu ayat yang satu sarna lain saling membenarkan dan saling memberi penjelasan. Lihatlah menurutnya ayat-ayat yang menjelaskan perihal ancaman kemudian diiringi dengan 78 79
80
Ihid Ibid, h. 109. Lihat, Sayyid Hawa, Op.cit. h.6694
126
yang indah (milnasabah al_Ajfbah)82 antara kedua surat tersebut. Sebelurnnya !dta lihat teks kcdua surat tersebut:
..-
II
....
...
J
(v)0;'WI 0 ;~'':;) (i) 0 j,.l;' ;..;"
J:U1 III
Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik l,nak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kece''lkaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnyl', orang-orang yang berbuai riya dan enggan (menolong dengan) bardllg berguna. (QS. al-Maun: 1-7).
Artinya: Seslnggl'hnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang banyak. Maka dirikanhh shalat karena Tuhanmu dan herkorbanlah. Sesungguhnya orangorang yang memb~nci kamu dialah yang terputus.(QS. al-Kautsar: 1-3). Pada s:tral al-Mil'un menurut Fakhruddin al-Riizi al-Qur'an membicarakan tentang sifat-sifat orang-orang munafik dengan empat sifatnya yang menonjol, yaitu: kekikiran (al-Bukhl), meninggalkan shalat (alladzina hum 'an ShalCilihim Silhun), riyii (alladzina hum Yurauna), dan menghalangi bantuan (wa yamna'un al-Maun). ltualah tema 3entral kandun\!;an dari sural al-Ma'un. Sedang tema sentral yang
82
Pen~apat ini juga dikemukakan Sayyid Hawa, Ibid, h. 6709.
128
dibiearakan dalam sural al-Kaulsar adalab tentallg: larangan berlaku kikir
(al-
Bukh!) yang ditunjuk oleh kata: Inna 'Alhainaka al-Kauisar (lawan berlaku kikir pada surat al-Mafin). Perintah melaksanakan shalat yang ditunjuk oleh oleh katafa shalli (lawan meningga 1kan shalat pada surat al- Maun), perintab untuk Ikhlas. yang dipahami dari kpta Lirabbika (untuk Tuhanmu), lawan dari kata riya pada surat alMaun, dan anjuran untuk memberi santunan yang dipabami dari kata wanhar (sembelihlah Qurban) sebagai 'Jawan dari kata " menghaJangi bantuan" yang disinggung oleh kata "fj,ayamna'un al-Maun"
.83
Apa yang ditunjuk dan dijelaskan
dalam sural al-Kaulsar merupakan sifal-sifal orang mukmin dan apa yang dijelaskan 'lleh Fakhruddir, al-Razl melalui penafsiran lerhadap kedua surat tersebut dengalJ eara membanJingkan isi kandungan kedua surat, berdasarkan teori munasabah apa yang dilakukannya
termasuk salah satu unsur munasabah yaitu: al-Mudhadhal
(perbandingan).84 Dari duro surat tersebut F'akhruddin al-Razl
ingin menjelaskan bahwa
sekalipun sural ini ,eeara sabab al-NuzUl tidak berurutan, dimana surat al-Kaulsar mellempati uru,an
K~
14 setelab surat al-'Adiyat sedang surat al-Mil'fin menempati
urulan ke 16 (berbeda dengan tertib mushaf), tetapi dari segi tema yang dibiearakan kedua surat illi sangal erat sekali, dimana pada surat al-mil'un Allab menjelaskan Ibid, Vol. XVI, h. I 18. Lihatjuga al-Suyuthi, Op.cit.h. 158. Tentang ha: ini lihat lihat jusa, Abd ai-Karim aI-Khatib, Tqfsir al-Qur'an Ii al-Qur'an, (Beirut: Dar al-Filzr, 1970), h. 1689. Abd ai-Karim aI-Khatib menyebutkan pada surat al-Ma'un Allah membcrikan ancaman kepada orang-orang yang tidak mcndirikan shala!. orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat, sebagai orang-orang yang mendustakan agama, di ""ggap tidak beriman kepada hari berbangkit, hisab, dan hari pembalasa". Allah membalas mereka dengan wail, dan adzab yang sangal (keras). Sementara di sural al-Kauls.r adalah lawan dari sifat-sifat tersebut , dimana Allah menberikan beberapa kebajikan dan keutamaan khususnya kepada Rrsulullah saw. 83 84
129
(\ \ ):':"J.;J~) a::·: . cfj (\ .) ~ ill YC'.J\ . Artinya: Demi waktu matahari sepenggalahan naik,(I) dan demi malam apabila telah sunyi,(2) Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu (3), dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan (4), Dan kelak Tuhanmll rasti memberikan karunia ·Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas(5), Bukan!cah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu (6), Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk (7), Dan Dia m~ndapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan (g), Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenallg-wenang (9), Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya (10), Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya {dengan bersyukur} (II).
,
-
;~JI2 J~ '"
"
",""
'"
0..........-
(!\)~)~ ~~ Jlj (V)~~~) 1~~~ (')1~:..; ,
.
Artinya: BukwlI:ah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(I) Dan Kami telah menghilangkan (,aripadamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu?(3) Dan Kami tinggikan b~gimu sebutan (nama)mu (4) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudanan (5), sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6), Maka apab:Ia kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sunggJh-sungguh (urusan) yang lain (7), dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (8). Pada sural al-Dhuha dijelaskan tentang rumor yang dikembangkan oleh orangorang musyrik b&hwa Tuhan Muhamad telah meninggalkan Muhammad, kemudian surat tersebut menjelaskan situasi-situasi dimana Allah mendukung Muhammad.
111
Sementara sura' kedua (al-Syarh) menempatkan did
sebagai
I~e!anjutan
dari surat
pertama (al-Dhuha), suatu kelanjutan yang ditegaskan oleh kemiripan stilistika yang di dasarkan pada bentuk kalimat Tanya negatif "
rJi " yang di ulang-ulang dalam
kedua surat tersebut, selain kemudian ungkapan tersebut diikuti, dalam kedua surat tersebut dengan kalimat penghubung mela!ui kata kerja bentuk lampau (madhi) dan masing-m'lsing surat di akhid dengan penegasan yang terlihat nyata denga:J penggunaan usiub ikhlishdsh ( pemberian tekanan) pada surat pertama, dan terlihat dengan jelas d,'ngan menggunakan us/ub pengulangan dan mendahu!ukan objek pada surat kedua. R6 Bentuk hubungan surat dengan surat ini selanjutn:/3 bisa kita temukan pada penafsiran surr.(.surat pendek lainnyr seperti hubungan antara sural al-Shaf dengan
sural al-Jwnu'al. Pada sural al-Shqf Allah memulai pembicaraan dengan dengan menggunakan kalimat Sabbaha:
yang artinya " Bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di Iangit dan ap'l saja yang ada di bumi" , dengan shighal ji'il madhi (bentuk lampall), sementara pada surat a!Jumu'at Allah
~1l:mulai
pembicaraannya juga dengan kalimat tasybih, tetapi dengan
menggunakan sh.·(~hal ji'il mudhari (mas& sekarangl yang akan datang)"
,-",~UI
~
c: .:
!angit dan apa ydng ada di bumi. 86
Lihat lIb" Zaid, OVei/, h. 208
surat sebelum dan surat sesudahnya. ~ah&sia tersebut tercermin antara lain misalnya pada surat al-Ohuha. Oi awal surat al-Ohuha Allah menjelaskan tiga hal yang berkaitan dengan nubuwwat90 deng111 f:nnannya:
Kemudian surat al-Ohuha tersebut ditutup dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan tiga hal menyangkut keadaan Rasulullah saw, sebelum di utus menjadi Nabi, yang tercer:nin dari ayat:
u,1S,
!j::G,.'J) (V)
0~ UC:O
!j:G:.)) (\) 0)"ti \: _-!"
!j~
r-J; ,,,
(A)
Ji:-l;
Keadaan Rasulullah saw. yang digarnbarkan dalam ayat di atas, kemudian segera mt:ndapat jawabannya pada surat al-Syarh berikut ini: "
__
__
(fJ
(r')!j~ ~~r ,:?lJl(\)!j~j) ,
"
(%. )~}'~ ~:lJ G..;~) ,
'Xl Dari pcnafsiran scmacam ini ada diantara ulama tafsir yang menafsirkan a/~Kau'sar dengan al-Nubmval, sepmi dilakukan Aisyah Abd ai-Rahman Bint al-Syathi, dalam kitabnya: AI-Bayan Li al-
Qur'an aI-Karim
134
Ayat-ayat di qtas pada surat al-Syarh tidak lain adalah bentuk memulyakan
Rasulullah saw. Berupa
nikmat yang di anugrahkan Allah kepada Rasul-Nya. 91
Bentuk-benulk al-Kautsar lainnya bd<.aitan dengan ayat-ayat sebelumnya ia kemukakan
Sa.U
persatu yang masing-masing menunjuk pada makna al-Kautsar.
Kemudian pada surat ai-Thin Allah juga memulyakan Rasul melalui tiga macam anugrah: (I) Allah bersumpah dengan negerinya (Meki<:ah), sebagaimna isyarat dalam ayat: j;-o'j\ JJ.,JI .L> J, (2) terbebasnya umat Rasul dari neraka
sebgaimana diisyaratkan olell ayat: I.i-'i j<1I\ 'jl, (3) diperolehnya pahala yang
ditujukan oleh 1yat: '-' r ~ .f""i ~
92
Adapun hubungan surat al-KaUi 'ar dengan surat-surat sesudahnyH, antara lain Ja
contohkan :kngan surat-surat berikut ini, di antaranya dengan sural al-Kajirun
Pada sural aIKdji."ul1 Allah secara tegas di awal surat memerintahkan
kepada
Rasulullah secara terang-terangan untuk tidak menyembah tuhan-tuhan sesembaharJ mereka, serta secara terang-terangan lewat surat ini Allah telah membatalkan agamaagama mereka. Sikap '.egur Rasulullah menyampaikan risalahnya secara terang-terangan ini merupukan ar. ugral' dari Allah (al-Kaulsar), sebagai dzat yang akan menjamin Lihal Fakhruddin al-Razi , op.cit, h. 119 Ibid Lihal;uga penafsiran beliau tentar:g al-Kaustar ini pada surat al- Alaq, al-Jalzalah, alQadar, al-' Adhiy,-l, >I-Takatsur, al-Ashr, al-nl dan al-Quraish. 91
92
135
keselamatan dirinya, hal seperti ini juga dicerminkan dari sikap tegamya Nabi Musa ketika dipen,"ahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada Fir'aun dan bala tentaranya. Karcna itu menurut Fa:,hruddin al-Riizi dengan mengutip sejarah beliau (NafJl) ketika disuruh berhenti untuk berdakwah dengan diiming-imingi berbagai
tawara~
seperti akan diberi harta 1cekayaan, dikawinkan dengan wanita yang
paling cantik, dan kafir Quraish siap mengangkatnya menjadi pemimpin, Rasul menolak ajakan mereka. Keberanian ,jar; sikap Rasul ini karena ada jaminan dari Allah swt. sebngaimana dijelaskan dalan' berlJagai ayat misalnya: U"UI i f .!.""I----e""""! ];,IJ , ayat lain menc;atakan: ];,1 ~ <,,>..;-J, ~4. Ayat-ayat tersebut merupakan bagian dari kmunia yang Allah berikan kepadanya, dan karunia itu tidak lain menurut Fakbruddif' al-Riizi adala'l " al-Kaulsar".93 Setealah Allah menjelaskan beberapa hal yang berkaitan
dfl,gan
anugrahnya
pada sural al-Kajiriln,
Kemudian
pa(:a surat
sesudahnya: Al-;khlas dan mau'idzalaini Allah menutup surat-surat dalam al-Qur' an dengan menje!:lS:{dn keluhuran (keagunf,an) nama dan sifat-sifat-Nya
lerta jalan
yang harus ditempuh oleh umat Muhammad yaitu berlindung hanya kepada Allah. 94 Dari bebcrapa contoh surah di atas, jelasla'J bahwa yang menjadi titik tekan al-Riizi ketikL m('nJelaskan munasabah
antaramrah dengan surah sebelum:Jya,
metode yang ia gUllakan adalah dengan melihat tema sentral dari surah-surah tersebut berikut premis·premis yang mendukungnya. Apa yang dikemukakan al-Riizi penulis
9J 94
Ibid,. h. '21 Ibid, ;1. 122.
belum melihat bantahan atau kritikan dari para mufafsir sesudahnya seperti al-Biqit'l, Abdul Kar'Jn ai-Khatib, Sayyid Hawa, bahkan pendapat merel(a cenderung sama dan saling menguatkan satu sama lain. lni menunjukkan bahwa keberadaan susunan ayat dan surat
da~am
susunann' a
al-Qur'an merupakan sua'u mukjizat yang bila dicari hikmah dibalik
kita
akan
menemukan
berbagai
rahasia
yang
terkandung
di
dalamnya.Oe:lgan demikian kandungan isi surat dalam al-Qur'an dengan kandungan isi surat lainr.ya adalah mata rantai yang saling menjelaskan yang tidak boleh di abaikan begitu saja oleh mufasir y'lng henJak menafsirkan suatu surah teltentu.
b. Hubung!'ll Awal Uraian Sure.t dengan Akhir uraian Surat Ayat al-Qur'an satu sama loin merupakan satu kesatuan yang bagienbagiannya saling menafsirkan, baik antara ayat dengan ayat yang saling berdekatar., rnaupun antara pangkal ayat dengan akhir ayat. Karena itu dalam sebuah penafsiran mufasir tidal( boleh rnengabaikan begitu saja kontek ayat yang satu dengan ayat lainnya, terrn3suk di dalarnnya rnengabaikan konteks ilUbungan awal uraian surilt dengan akhir lh'aian sural. Model hubungan (muniisabah) ini banyak dikemukakan Fakhruddir dl· Ritz! dalam tafsimya sahh satu contJhnya adalah muniisabah antara awal uraian SUnlt al-Baqarah dengan penutup surat tersebut. Oi awal surat al-Baqarah Allah memu.ii crang-orang yang bertaqwa (mullaqin) yang beriman kepada yang ghaib. mendi,'kan shalat, dan menalkahkan sebagmn hartanya,95 sebagaimana terlihat dalam teks cer:kut ini:
95
Lihat, Q.S. al-Baqarah [2] : 3.
137
Oi akhir sural Allah memberikan penjelasan bahwa mereka yang dipuji diawal surallersebul ac1alah umal Muhammad saw., sehingga dikatakan:
Mereka ynng disebul dalam ayal di alas menurul FakhfUddin al-Razl, itulah
•
yang dimaksud "Ieh firman Allah di awal surat al-Baqarah dengan ungkapan : ;:,.-...,.ul
'" t
dan firman Allah di akhir sural: I..:.ilil) Ie'..
jawaban lerhadap maksud ayal:
,.
...
'., I}U) merupakan
0J;~~; r-:-Gjj ~) iLl:d1 0~). Oemikian pula ayat
(~I ~l'J ,,-...;'~ &I~) adalan yang dimaksud dalam firman Allah di awal surat dengan ayal ,,~; ~ ;~ U4). Pada ayal selanjulnya Allah menjelaskan bagaimana sikap orang-orang %
)an~
mengharap (tadharu') keridhaan pada Tuhan-Nya akan
Q.S. al-Baqarah ; 2J : 285
138
mengatakan:
lfl0.f } ~ :.,~ L...s~IJi U c.:~ sampai akhir surat. Ayat tersebut menurut
Fakhruddin al-Razi aw lah maksud dari finnan Allah di awal surat dengan ayat: ~)
::,
~I
;..:.
~}i ri':~ ~~ <.5:";' ~. Dari beberapa ayat tersebut di atas jelaslah terdapat
. antara awaI ' surat dan a kh"Ir uramn surat. 97 persesuamn urman
Bcrkaitzn dergan mundsabah jenis ini, al-Bigai dalam berbagai uraian tafsirnya
sangat
menekankan
pentingnya
memperhatikan
masalah
ini,
dan
menu,'utnya inilah keistimewaan susunan ayat-ayat al-Qur'al1, dimanfl akhir uraian selalu berkai'an dengan awal uraian surat. MenU! Jt
al-Sigai
akhir
surat
al-Bagarah
ini
sangat
serasi
denga'l
pembukaannya. Pada pembukaan surat diuraikan sifat-sifat orang mukmin yanr, percaya p1da al-Kitab yang tidak mengandung sedikitpun keragllan di dalamnya, maka di akhir surat ditutup dengan pernyataan percaya kepada apa yang diturunkan Allah setelah sebelumnya menjelaskan soal nafkah yang juga merupakan uraian awal surat ini, dalam ':>entuk yang serasi dan berkaitan erat dengan tuntunan perintah dan larangan-Nya, serta pengungkapan sifat sifat-sifat terpuji bagi hamba-hamba-Nya, serta Rasul
s~.w.
Dari sini terlihat, penutup ayat ini berbicara tentang keima:lan Ras'l!
dan pengikut-pengikut beliau rnenyang';ut kitab yang diturunkan kepada beliau dan kitab-kitab secelumnya serta seluruh Nabi dan Rasul, dan rnenguraikan pula ucapanlIcapan merek.! ya:lg menllnjllkkan ketundukan dan kekhusyuan mereka. Dalam
97
Tafsir Mddlih al-Ghaib, Op.cil, Jilid IV, h. 139-140.
penutup ayat ini, seakan-akan ada yang t<~'tanya, " kini berakhir sudah uraian suah ini, maka bagLimana sikap orang-orang Y1ng kitab ini diturunkan kepada mereka?" jawabnya adalah: Rasul telah beri~an kepada apa yang diturnkan kepadanya dari Tuhan-NyG" demikian iJula orang-orang yang beriman, dan seterusnya. Demikian pula Sayyid Qutub dalam tafsirn;'a berpendaoat sama, bahwa kedua ayat terakhir ini merupakan penutup surah al-BaC:,arah dan berkaitan sangat erat dengan awalnyam sekaligus merulJakan kesimpulan dari ur!lian-Ulaian surah ini. 98 Sementara Sayyid Hawa lebdl jelas lagi menguraikan bagaimana hubungan awal surat al-Baqarah dengan penutupnya. Menurutnya akhir surat
al-Baqara~
ffi'orupakan kesi',lpulan (ikhlisar) dari apa yang dijelaskan pada bagian terdahuh.. surat tersebut. Hawa memandang surat al-Baqarah terdiri dari tiga bagian: Muqaddimal"" bagian tengah, dan penutup.99 Adapun ..yat-ayat yang masuk dalam kategori muqaddimah terdiri dari 20 ayat yaitu [lyal pertama sampai ayat 20. Pada ayat-ayat tersebut Allah membagi kelompok manusia pada tiga bagian: Muttaqin, Kdfrin, dan Mundjiqin berikut sifatsifatnya. Selan.iutnya bagian pertengahan terdiri dati tiga bagian yaitu bagian pertama
98
Lihat Qdraish Shihab, TaJsir al-Misbah. (Jakarta: Lertera Hati, 2000), Vol. I, h. 576.
~, Pendapat hawa ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan Abdullah Darraz, MenurUl
Darraz sura" al-Baqarah ini dimulai dengan SUSl\nan uraian sebagaimana dapat dibagankan sebagai berikut: Bagian prrtama (I). Pendahuluan, isin}a berbicara tentang al-Qur'an. Bagian kedua (2) berbicara tcntang unian yang mcngandung empat tujuan pokok, yaitu;I). Ajakan kepada ,eluroh umat manusia nntuk memeluk Islam, 2).Ajakan ekepada Ahlul Kitab agar meninggalkan kebathilan mereka dan ikut memeluk ajaran Islam, 3).Penjelasan tentang ajaran-ajalan al-Qur'an, 4),Penjeasn tentang dorongan dan rn'Jliva;i yang dapat mendukung pemeluknya melaksanakan ajaran Islam, dan pada bagian ketiga yaitu penutup berisi tentang penjelasan siapa yang mengikuti ajaran ini serta penjelasan ten tang apa yang diharapkan oleh mereka untuk dapat mereka peroleh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Lihat Quralsh Shihab, Mukjizal A/-QuI' 'an, (Bandung: Mizan, 1997), h. 253.
140
dimulai dari aypt 21 sampai dengan ayat 164 berbicara tentang seruan kepada manusia sccara umum untuk menempuh jalan yang menyampaikan kepada taqwa, dan meninggalkan setiap :arangannya. Bagian kedua dimulai dari ayat 168 sampai .dengan ayat 207 merupakan kelanjutan dari bagian pertama yaitu seputar masalah taqwa kepada A'lah berikut dalil-dalinya, rinciannya, penjelasan rukun-rukunnya, syarat-syaratnyu, dan segal a sesuatu
yang berkaitan dengannya.. Bagian ketiga,
dimulai dari ayat 208 sampai dengan 284 berisi seruan masuk kedalam ajaran Islam secara kafrah,
pe~jelasan
m,)ngena: aturan-aturan syari'at Islam, kepemimpinan,
pemeliharaan harta, dan pengaturan slstem ekonomi. Pada bagian penutup, rnenjelaskan apa yang dilakukan pada bagian pertama dan kedua
semua~ya
l'erpulang kepada keimanan, pendengaran (seruan), keta'atan,
dan taubat dan inilah maksud dari keterkaitan ayat pertama dengan akhir ayat. Selalljutnya pelaksallaall ajarall-ajaran tersebut berupa taklip (tuntutan) semuanya berpulang kepada tillgkat kcmampuan mallusia itu sendiri. Adanya taklif ini karena disebabkan adanya balasan (al-Jaza), dan siksa, dan inilah yang disebut kan oleh ' ayal ked ' pellulup suraL 100 a kh II' uu dan Dari uraiall di atas, kita dapat berkata bahwa kritik-kritik yang ditujukan kepada sistematika al-Qur'an, pada hakikatnya lahir dari kedangkalan pengeta:llIan tentang al-Qp"'an dan tujuan kepada
cara
al-Qur'an
kehadiral1l1ya. Bahkan lebih jauh jika kita menoleh
disusull
seper:i
dikemukakan
pada beberapa uraian
sebelurnll.va seperti pendapat Rasyd Ridha di awal bab ini, maka tiGak berlebihan jika 100
Lihat, Sayyid Hawa, Tq,s;r al-Ascis, Op.dl, h. 674.
141
ada elama yang hup,"ndapat bahwa sistematika al-Qur'an merupakan mukjizat tersendiri disamping mLkjizat-mukjizatnya yar,g lain.
C. Mun6sabah antara awal surat dengan akhir surat sebelumnya Contoh mundsabah jenis ini adalah munasabah antara awal surat al-Jalzalah dengan akhir surM sebeillmnya (al-Bayyinah). Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu teks kedua surat ttrsebllt:
J
i>
__
'"
, .. ." 0....
/0
."
__
"
""CI""
C. 0C~1 Jlij( \' )4J~i Jo~tJl ~..:;:'ij( \ )4JI) j Jo~tJI c.::J)j '"
".
........
'"
'"
bl
...
Altinya·. Apabila bumi diguncangkan (dengan guncangan yang dahsyat), dan bumi telah m~ngeillarkan bcban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusin bertanya "meht~apa {bumi jadi beghi}", pada llari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesllnrgllhnya TlIhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya, Pada hari illl manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacammacam.Supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereb. Ei1rangsiapa yang mengeljakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya dia akan meliha: (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarahpun, niscaya dia akrn '11elihat (balasan)nya pula. (QS. AI-Zalzalah: 1-8).
14"
~
~
,
1
'
•
0
all IW Cj(i)QI ~~[;,. J .. U!, IJrl ,
,
,
.5-> I}):j ~LtaJI
J.;l ~U:'j 01 ,
\
c
0-
~
•
,
yG:S01
, l
ly)1
• ' ." ;\~;~ ~::U\ ~~ , ,
~J ,
Artinya: (I) Orang-orang kafir yakni ahJi Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa Plereka) tidak akan meninggaJkan (agamanya) sebelum dating kepada mereka bukti yang nyata; (2) yai,u seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lemorran-Iembaran yang disucikan {aJ-Qur'an}. (3) Didalamnya terdaat (isi) kitab-kitalJ :'ang lurus. (4) Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan al-.'(i~ab (kepada mereka), meJainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang ny 1ta. (5) Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengtn memurnikan keta'aclll1 kepada-Nya dalam (menjaJankan) agama dengan lurus dan ,upaya mereka mendirkan shaJat, menunaikan zakat; dan yang demikian it,Jiah agama yang lurus. (6) Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-or'lI1g Musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalanya. Mereka itu adalah seburuk-bu7l:k makhluk. (7) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan menge~:akan amal shaleh mereka itu adaJah sebaik143
baik makhluk. (8) Balasall mereka disisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terh'ldap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) b'lgi orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. AI-Bayyinah: 1-8).
Hubungan (munasabah) awal surat dengan akhir ,;urat sebelumnya bisa dilihat dari beberapa segi. Perlama, Dada surat sebelumnya (al-Bayyinah) Allah berfirman: r-i-~ ~
;J>Yi--;'
rlalam ayat ini menurut Fakhruddin al-Razi seakan-akan orang
mukallqfberkata "kapall balasan itu diperoleh/di dapat",JOI maka pada awal sural al-
~)j I~! yaitu tatkala bumi Jalzalah Allah member kan jawabannya: l.r\~j, :;'~UI .,.... diguncangkan aengan goncangannya yang dahsyat (kiamat). Pada ketika itu semua orang berada dalam Sl:asana ketakutan ( khaufJ pada
s~dangkan
mereka yang diterangkan
akhir ayat sural al-Bayyinah berada dalam suasana aman yang merupakan
balasan dari Allah SWT. 102 Kedua, Setelah Allah menyebutkan janjinya bagi oran?: mukmin dan ancaman
bagi orang-orang !mfir, ilada sural al-Jalzalah Allah seakan-akan ingin
memb~rjbn
tam bah an ancanan bagi mereka yang kat.r. Mereka yang kafir mengatakan "mengapa bumi ini bergl'ncang". Pada waktu itu sebagaimana digambarkan pada ayat lain wajah manusia t' ;rbagi dua: "Ada yang berseri-seri (putih) dan ada juga yang masam (hitam). Kedua kelompok
lOt 102
manusia ini d'llarn ayat tersebut merupakan gambaran
\raitu balasan berupa syurga dJUl keniknlo.,tan yang ada di dalamnya. Ibi(!, h. SR.
144
manusia ketika berada dalam suasana par.ik .jengan tibanya hari kiamat. Gambaran kedua kelomrck manusia tt;rsebut terkumpul dalam akhir ayat kedua sural, yaitu kelompok yang 0eramal ketajikan (khair) dan kelompok mereka yang beramal kejelekan, mereka akan mendapat balsannya sekecil apapun. 103 Pendanat f\l-Razt
di atas dipertegas kembali oleh Sayyid Hawa. Menun;t
Hawa hubur.,gan kedua surat tersebut adalah saling menjelaskan, dimana surat a\Zalzalah merupakan kelanjutan dari surat al-Bayyinah. Kelanjutan disini bukan saja dilihat dari seei ferfib mushaf, melainkan kandungan kedua surat tersebut saling berdekatan. Kedekatan hubungan ini tercermin pada kandungan akhir surat, yang berbicara mengcnai balasan yang akan diterima oleh kelompok kafirln dan kelompok mulanintn pada hari kiamat. Dan pada surat al-Zalzalah Allah berbicara tentang hari tersebut besertr :Ial-hal yang berkaitan dengannya, seperti Hisab (perjitungan) dan balasan Uazil).II I Bcrkaitan dengan hubungan akhir surat al-Bayyinah dan awal surat alZaI7.alah, :mr.m al-Razt hubungan
tidak menjelm,kan panjang lebar mengenai keterkaitan
kedua surat tersebut, karena sebagaimana kebiasaan beliau yang selalu
berpindah-pind:l1I ,jari
ur~ian
yang satu pada uraian berikutnya sesuai dengan
permasalahan y?ng di ajukannya. Namun demikian berdasarkan keterangan tersebut kita dapat melihat bahwa ayat-ayat al-Qur' an selalu berantai dalam hal saling menjela3kan, y?ng dalam istilah Sayyid Hawa disebut dengan tasalsul (saling kait-
lOJ
Ibid
'''' Sayyid H.lwa, Taftir al-Asas, op.cil.Jilid II. h. 6632.
145
mengait satu "a, '1h lain). Contoh-contoh
I~innya
bisa kita lihat dari
penafsh~m
al-Riizi
mengenai hubung?n akhir surat al-Najm uengan awal surat al-Qomar. Pada surat alNajm Allah me·,gemukakan ayat: ;\; j'Y\ ..::.....-j j\ yang artinya telah dekat datangnnya
hari kiamat, maKa pada sural al-Qomar Allah me.lje!askan apa yang disebut pada akhir sural al-Nujm tersebut dengan
ungkapan:~1 J..---'"I., ~L..JI <.::-;.;;\
Contoh
lainnya juga bira dilihat mundsabah antara akhir surat al- Qomar dengan awal surat aI-Rahman. Dial
al-Qomar Allah menerangkan tentang
balasan yang
diterima oleh mereka yang t.aqwa berupa syurga dan mereka berada ditempat-tempat yang dbenangi rlisisi Tuhan yaw!: berkuasa, sebagaimana dikemukakan dalam ayat: j-';';"
~ !l-'-'->- .
Kalimat iqlidar dalam ayat tersebut hlenunjukkan pada kehebatan
dan keagungan Allah, dan paja yang demikian itulah terletak kerahmanan Allah, sebagaimana kemurahan
berupa anugrah itu dijelaskan selanjutnya pada surat al-
Rahman. 105
2. Munfisabalz anta: ayat Sistemalika susunan ayat-ayat al-Qur' an memang tidaklah seperti
sebuah
karya ilmiah dimana a'1tara bagian-bagiannya terpt,kus pada satu pembahasan sampai tuntas (kohem). AI-Qur'an tidaklah demikian. Ketidak teraturan ayat-ayat al-Qur'an yang demikian itu justru menurut Rasyid Ridha disitulah letak keistimewaan al105
Tajsiral-Kabir. op.ci!, Jilid 15,h. 83.
146
Qur'an. Menurut Ridha jika ayat-ayat al-Qur'an ketika berbieara
tentang satu
persoalan sampai tuntas tentu orang akan bosal! membaeanya. Dan tentu saja informasi yang di dapat sang pembac.a hanyalah terpokus pada satu bahasan saja.Tetapi .;:ka kita membaea dan memperhatikan satu surat d'lri al-Qur'an pasti kita akan mempero,eh sekian banyak informa li yang diberikannya, karena setiap kali kita membaea sat'l atau beberapa ayat, pada ay~+. selanjutnya tema yang dibiearakan akan berbeda de:Jgan tema sebelumnya. Disisi Ir.1O, al-Qur'an enggan memilah-milah pesan-pesannya agar tidak timbul kesan hahwa satu pesan lebih penting dari pecan lainnya. Allah swt. Yang menuumkan ai-Our' an menghenrlaki agar pesan-pesannya diterima seeara utuh. Karena itu al-Our'an mengeeam orang Yahudi, sebagaimana yang diungkapkan pada QS. AI-Baqarah
~2]:
85:
"Ad:Jkah kalian pereaya kepada sebagian (pesan) al-Kitab dan mengingkari ~,,\)agian
lain, 1) 1? Tidak ada saksi bagi yang melakukan yang demikian itu dari
kalian, keeuali Ilista dalam kehidupan dunian dan pacta hari qiyamat nanti mereka akan dikembal;kan kepada siksa yang pedih. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat QS. \I-Baqarah [2]: 85.
Ayat-ayat
~I-Qur'an
merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan
seorang Muslim s"rta benang yang menjadi rajutan jiwanya. Karena itu seringkali pada saat al-QJl 'an berbieara tentang suatu persoalan, menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tii:>a-tiba ayat lain muneul berbicara tentang aspek atau dimensi lain
147
yang secara :,epinJis tidak slaing berkaitan. Bagi yang tekun mempelajarinya akan menemukan kes"r'lsian hubungan yang amat mengangumkan itU. I06 Dibali:< penggalan ayat-ayat der gan beragam tema yang selalu berpindahpindah itu tentu slja ada maksud dan tujuan tertentu dari Allah sebagai pemilik kitab suci, salah satu diantaranya adalah untuk mengingatkan manusia khu3usnya kaum Muslim bahwa 'ljaran-ajaran al-Qur'an ada'ah satu kesatuan {erpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Karena itulah para ulama kemudian berusaha menemukan keserasiannnya. Dar; jenis-jenis mundsabah antar ayat dalam tafsir Mafdlih al-Ghaib ditemukan jenis-J';r.is mundsabah sebagai berikut:
a. Munasaball antara ayat dengan ayat dalam satu surat Contoh dari mundsabah seperti ini misalnya oisa kita Iihat dari uraian Fakhruddin al-R:u:i ketika menerangkan mundsabah antara ayat 2 dan 4 dalam sural al-'Alaq. Pada surat tersebut setelah Allah menjelaskan tentang terciptanya manusia dari " al-'alaq" (
~::.r--. , . ;:JL.:J~I. J.-l;. ) pada ayat ke tiga, dan pada ayat berikutnya
Allah m.)ngiring; ayat tersebut dengan ayatl kalimat: Secara sepintas (dhahir ayat)
s~()lah
(t )~~ ~
\?~I (\,,)r:f'ul
:d.J:, f:rJI
tidak ada kaitannya (munasabah) antara
diciptakannya manusia dengal1 pengajarnn melalui kalam. Namun setelah diteliti
106
Quraish Sh,h.t, Mukjizal al-Qur 'an (Bandung: Mizan, 1997). h. 243.
148
secara mendalarn temyata :erdapnt hubungan (mundsabah) di antara ayat-ayat tersebut. Pada ayat pe1:anJa Allah mJn.ielaskan tentang keadaan manusia yang tercipta dari " 'Alaq " yaitu segumpal darah. Hal ini menurut Fakhruddin al-Riizl gambaran betapa rendahnya manusia bila dilihat dari
adalah
asal kejadiannya. Pada ayat
berikutnya Allah menje ,askan dengan firmannya :
sebagai gambamn dad seorang 'iili"l (yang memiliki pengetahuan) yang berarti gambaran manusia yang mulia bukan gambaran mar.usia yang hina (rendah). Dengan pengalihan penciptaan manusia dari segumpal darah " al-Alaq" kepada pengajaran dengan Kalam dapal di jelaskan bahwa Allah telah menglh1gkat martabat mal, lsia yang hina dina menj1di manusia yang mulia yang berbeda dari makhluk Allah
lainnya. 107 Demikian aJ-RiizI
memberikan penafsiran berkaitan
dengan m-.ndsabah ayat tersebut. BentL.k munfisabah ~,eperti tnl Juga bisa kita temukan pada penafsiran Fakhruddin al-Riizl
ketika menjelaskan hubungan antara ayat 6-8 surat al-jumu'at
dengan ayal 9 da" 10 surat al-JumJ'at:
'07
Fakhruddin al-R2zi. Taft;ir Mafdtih al-Ghaib. Op.Cit.Juz. XVI. h. 17.
149
Artinya: Katakanlah: "Hai orang·:orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendal:wakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah oran:sorang yang IJena~".(6) Mereka tiaoa akan mengharapkan kematian itu selamalamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tang8lll mereka $',ndiri. Dan Allah Maha Mengetahui t kan orang-orang yang zalim (7) Katakanlah: "Sesungguhnya ::ematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menelllui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yallg ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah karnu kerjakan"(8) Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang :)ada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (9) Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(1 C), Pada ayat t;-8 di atas Allah menjelaskan sikap orang-orang Yahudi yang tidak menginginkan kematian (Iari dari kematian), karena kecintaan mereka terhadap dunia dan kenikmat'\n yang ada padanya. Sikap kecintaan pada dunia dan kenikmatan yang ada padanya juga dilakukan oleh orang-orang beriman seperti kesenangal' mereka melakukan akar! jual beli, bahkan hingga menjelang pelaksanaan ibadah shalat
150
jum'at.108 T~tapi
kecenderungan oran;s-orang yang beriman pada dunia dan
kenikmatan yang ada di dalamnya dibatasi oleh Allah berupa peringatan atau seruan untuk melaku!;an 3halal jum'al sebagaimana terlihat pada ayat 9 yang berupa seruan mcngingat Alihh (.JJ! ,
J;., ~11~~),
"""
untuk melakukan ibadah kepadanya sebagai
"
salah satu benluk amal bual bekal di akhirat kelak. Dari ayat 9-10 ini Allah memberikan peringatan kepaoa kaum mukr.linin agar jangan sampai meniru sikap orang-orang Yahudi dengan kecintaan mereka pads dunia dengan sangat berlebihan, hingga mereka lupa terhadap kehiriL,pan akhirat (kematian) padahal dunia dan segala yang terdapal di dalamnya adalah lana, sedangkan kehidupan akhirat adalah abadi (kekal), bahkan leblh baik sebagaimana disebutkan pada salah satu ayat:
or->- '1\)
. 109 l.5"-'- \ )y.
Contoh lainn:!a bisa kila lihal dari hubL'lIgan antara ayat 15-19 pada surat alNiiz;'iil dengan ayat sebelumnya:
..-
" __
.,i...
(\ i);j>W~ ~ b~(\ r')o:b-\) ""
I ;,;
"
"
..-
o;"j ~
'" __
...
C~(\ ,,)or.~
-".,..
....
... ... ".
~
0
o,-? bl:::J.t ,.."..
Hal ini terJihat dari ungkapan ayat: " tinggalkanlahjual belill,
,,' Ibid, h. 9.
151
Artinya: (On:ng-orang kafir) bc-rkata: "Apakah sesungguhnya kami benarbenar dikembalikan bpada kehidupan semula? Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah melljadi tulang belulang yang hancur lumat? Mereka berkata: " Kalau demikian, i,u rcdalah suatu pengembalian yang merugikan".Sesuusunguhnya pengembalian itu han"lalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mere:za hidup kembali dipermukaan bumi. (QS. AI-Nilzi'ilt [79]: 10-14).
'"
"
:;
Q
""
""
::;;~ Jl 2.J.7..G~\)( \ II )J) 0\ Jl "
'"
..-
'"
0
<)
J....
"".-<
"..
,.,.
:::.u J." Jii( \ V)~ ;j'l 0'j-'r-J ~l "'...
"..
Artinya: 3udah sampaikah kepadamu (Ya Muhammad) kisah Musa. Tatkala Tuhannya I ,1~manggilnya di lembah suci ialah Lembah thuwa. " Pergilah kamu kepada Fir'nun, sesllngguhnya ia telali melampaui batas. Dan katakanlah kepada Fir'aun " A(~akah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)".Dan akamu akan kupimpin kejaln Tuhanmu suaya kamu takut kepada-Nya. (QS. AINilzi'at [79]: 15-19).
Ayat di atas secara lahiriah nampaknya tidak ada kaitannya, dimana ayat-ayat sebelumnya (Muhammfld,
berbicara tentang keadaan s~w.),
lImat yang di dakwahi oleh Rasul,
namun persoalannya kemudian berpindah kepada kisah Musa
pada ayat I ~-19. Menurut Imam al-Razl kedua kisah itu ada kaitannya (munasabuh nya) dan hr: ini dapat dilihat dari dua segi.Yang pertama, pada awal surat ini (,\1Nazi'at) Ajlah mengisahkan tentang s:kap kafir Quraish yang mengingl:ari tetjadi'lya hari qiamat (
b~rbangkit),
ucapan: o r-l.>'
;.? ;:,( d-J.; . Dengan sikap-sikap
bahkan mereka mengolok-olok dan mengejek Rasul dengan yang meml:>angkang :'ang ditujukan
152
kafir Quraish t"rsebut membuat Rasulullah sesak (mangkel), kemudian pada ayat 1519 Allah mer~ranbkan kisah Nabi Musa dengan Fir'aun. Dalam ki~ah tersebut
diceritakan bagaimana sulitnya Nabi Musa memberikan atilu menyampaikan wahyu ilahi kepada Fie'qun dan kaumnya tetapi mereka tidak mau beriman bahkan memusuhinya. Ya,lg kedua, Dilihat dari segi kekuatan dan kekuasaannya Fir'aun lebih kuat dan berkuasa daripada kafir Quraish. la memiliki pasukan dan tentara yang kuat. Tetapi F:r'dur yang
gagah dan memiliki tentara yang kuat tersebut dengan
sangat mudah ,jib:nasakan oleh Allah swt.11OKelornpok ayat ini diuraikan se!Jagai ancaman kep:lda para pendurhaka yarg menentang adanya hari kebangkitan, sekaligus sebagai penenang bagi Rasul dalarn menyarnpaikan misi dakwahnya. Dengan demikian ada ke;amaan kisah antara kondisi masyarakat yang dihadapi Rasulullah dengan kondisi masyarakat yang di alami oleh Nabi Musa a.s. 111 Hubungan antara ayat dengan ayat pada surat ai-Nazi 'at tersebut persis sarna dengan hubunl!an antar'a ayat 9-17 pada surat al-Qomar dengan ayat sebelumnya. Pada ayat 9-17 sebagaimana terlihat dibawah ini meceritakan kisah pernbangkangan yang dilakukan ok'il kaum Nabi NU'l:
110 III
Tafsir iHafatih al-Ghaib, Op.Cil, vol. 16.11.53 Lihat juga hubungan (munasabah) awal surat al-Baqarah an tara ayat 2 dengan ayat 5.
Lihal Tarsir Mardtih at-Ghaib, op.dl, vol. I. h. 38.
153
Artinya: (I) Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah tebelah bulan. (2) Dan jika mereka (orang-orang Musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizatO mereka berpaling dan berkata: " (lni adalah) sihir yang term, menerus". (3) dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikut1 hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. (4) Dan sesungguhnya telah dating kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya tcrdapat cegahan (dari kekafiran), (5) itulah suatu hikmat yang sempurna, maka eringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). (6) Maka berpalinglah kamu dari mereka (Ing2t1ah) hari (ketika) seoarang penyeru (malaikatO menyeru kepada seSJ~tu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan),(7) sambi! menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari lkuburan seakan-akan mereka belalang yanr, beterbangan, (8) mereka dating dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang :
Apa yang disir.ggung pada ayat 1-8 di atas berkaitan dengan kisah umat terdahulu, maka pada ayat 9-17, AII::h mengemukakan kisah-kisah umat sebelumnya antara lain kaum Nabi Nuh, sebagai pemberitahuan kepada Nabi Muhammad, bahwa kaumnya bukanlah satu-satunya kaurr yang mendustakan Rasulnya. Mereka tak ubahnya sererti umat-umat terdahulu, bahkan mereka lebih ingkar dar. sombong, dan bahwJ Nal'i-nabi sebelum Nabi
Ml'hammad
mengalami cobaan yang sama
sebagaimana yang di alami Rasulullah S'iW. Dengan demikian ayat 9-17 merupakan penenang bagi Rasul ( taqwib a/-Qa/bu) dalam menyampaikan misi risalahnya. 112 Con\oh lainnya dari hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat, misalnya terlihat da"i hubungan antara ayat 26-27 surat al-Baqarah dengan ayat-ayat II"
Ibid, Vol 15. h. 37. Ayat-eyat Sem1Ca r J ini menu rut al-Riizi banyak sekali macamnya.
155
;)
~...
...
0
J.
......
...
~
...
...
(\ O)5~:/... J~ a.;\~ \,),8") :uf,(\ t)~ 0l5':;J ~::;.. \~'~c4 c$;..J ...... ......",. ~...
..
...
0
\1
......
J...
...
J.
......
(\ V)~·J:. ~ ~ 5.ill 0\~:,aJ\ lj~;"; J.E.l::' (\ ''\)).It::, -1'"
...
...
...
...
.........
l.s!\j$,
... ...
0l5' ~
~ ",.
Artinya: Scbelu:J1nya mereka telah pula mendustakan kaum Nuh, maka mereka mendustakan namba Kami (Nuh) daJ~ mengatakan: " Dia orang gila gila dan dia sudah perna'] diberi ancaman",(10) Maka dia engadu kepada Tuhannya: "bahwasanya al
Pad:l ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang peristiwa atau kejadian dahsyat pada haci kiamat dengan harapan orang musyrik Mekkah mau mengambil i'libar daripaclanya, tetapi berita itu tidak sedikiipun mempengaruhi jiwa mereka,
sebagaimana tedihat dari petikan ayat berikut ini: J.
J
~
...
~ I}~::' 1;0;':' a.;1~ I:';' ...
0
... 0
...
J.
0
01::'( \ )~\ ;;:JIJ ~GI ~?\
"'''''
...
154
sebelumnya yait'j ayat 23-25 pada surat yang sama. Sehagaimana terlihat dari teks ayat di bawah ini.
Artinya: (23) Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang kami wahyukan bpada hamba Kami (Muhamad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'Ln itu dan ~iaklal, penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang 01 ~mang beni'r. ~24) Maka jika kamu dapat membuatnya dan pasti kamu tid a:, kan dapat membuat (nya), peliharalah diri kamu dari neraka yang bahan bakanya manusia dan IJatu, yang disediakan bai orang-omg kafir. (25) Dan sampaikanlah berita gembira kep"da mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka L:i sediakan surga-surga yang mengalir sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rizqi diberi buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka menlSatakan: "in:lf'h yang pernab diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang ser.lpa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalaml'ya (QS. AI-Baqarah [2]: 23-25).
Selanjutnya paJa ayat berikutnya Allah mengalihkan pembiearaan persoalan kemukj izat1n al-Qur' an k"pada seperti terlihat dari
t~KS
dari
perumpamaan-perumpamaan ciptaannya,
ayat berikut ini: 156
"
:)
,,""
""
,,::i
1;:1~ Cr-jJl L;\.; ~o~ W
;«,~
L;
Altiryn: (26) Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rerdah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yak:n bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatnl"an: " Apaka:l maksud Allah menjadikan iini untuk perumpamaan?". Dengan I'erumpamaan itu (pula) bany1k :Jrang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesa:.kan Allah I.ecuali orang-fJrang yang fasik. (27) yaitu orang-orang yang melanggnr perjanjian Allah sesud&h pe~janjian itu teguh, dan mmeutuskan apa yang diperint~i1kan Allah (kepada mereka) untuk menghllbungkannya dan membu<:t kerusakan di ,<'uka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi (QS. AI-Baqarah [2]: 26-27).
Mernll'L t al-Rilzi secara lahirial, ayat ini tidak memiliki hubungan yang dengan
ayat-1Y1t yang
lalu,
dimana ayat-ayat yang lalu
berbicara tentang
keistimewaar al-QlIr'an serta sangsi atas pembangkang dan ganjaran Laku
tiba-tiba disini
munclil
pernyataan
sera~,i
bua~ y~mg
ta'at.
bahwa ldlah tiak malu membuat
perumpamaa'1. II !cnurut al-Rilzl bila diteliti sebenar:1ya akan ditemukan keserasian hllbungannya. i'vfenurutnya ayat-ayat yang lalu mengandung tantangan kepada sastrawan untuk menyusun satu surah yang semis'll al-Qur' an. Tetapi ketika mereka
157
gagal, mereka menempuh cara lain
be~upa
kritik tcrhadap kandunganya dengan
menyatakan bahwa ada kandunr,annya )ang tidak sesuai dengan kebesaran dan kesucian Allah swt. Ini guna menanamkan benih keraguan kehati orang-orang yang beriman atau kehati mereka yang merniliki kecenderungan untuk beriman. Upa:/a mereka itu lebih jauh semakin menjadi-jadi setelah turunnya ayat-ayat 1'1-20 yang m~,nperumpamakan orang-orang munafik dengan dua perumpamaan
yang buruk. Sebagian besar orang-orang munafik yang dimaksud adalah orang Yahudi yart, tidak mahir dalam sastra Arab. Merekajuga ingin mengkritik al-Qur'an, maka cara yan;; dapat mereka lakukan adalah dengan berus1ha menampilkan kelemahan :;andungannya, aotara lain menyangkut perumpamaan-perumpamRan yang ditampilkan ai-Our' an. 113 Tentu "lja hubungan antara ayat dengan ayat dalam satu surat sangat banyak sekali, terutama pada surat-surat panjang (al- Thiwal), karena ayat-ayat dalam surat tersebut memiliki kelompok tersendiri berdasarkan tema masing-masing ayat, yang tentunya pembi~2raan antara satu tema del~gan tema lainnya se~ara lahiriah terkadang tidak
terlihat
keterkaitannya
(munasabahnya),
padahal
dibalik
tema
(pengelompokkan) ayat-ayat tersebut sudah barang tentu banyak sekali hikmahnya, yang hikmah t"rsebut salahsatu di antaranya adalah bisa menemukan hubungan (korelasi) disctia,:> tcma ilu, dan hal tcrscbut merupakan salah salu lujuan al-Qur'an dengan memilin sislematika yang demikian iw adalah untuk mengingatkan manusia-
113
AI.Razi, 7'ifsir Majalih "'·Gha;b. op.cll, vol. 1. h. 145.
158
khususnya
ak~um
muslimin l:Jahwa ajaran-ajaran al-qur'an adalah satu kesatuan
terpadu yang tidak dapat dipisah··pisahkan. Atas
das~r
ini ada di antara mufasir yang
menulis tafsirnya berdasarkan sistematil
d(;~likian
argumentasi yang dikemukakan sementara orang jelas
terbantahkan dengan b,>berapa contoh hubungan antara ayat dengan ayat sebagaimana dikemukakan ai-Ritz! di atas, sekalipun beliau tidak menjelaskan
secara khusus
bahasan tafsirnya tcntnng persoalan kescrasian (mu.1Cisabah) inL
b. MUllosabah antar kalimat dengan kalimat dalam ayat Contoh mundsabah jenis ini bisa kita lihat dari penjelasan Fakhruddin ai-Ritz! ketika menjelaskan hubungan antara kalimat dalam ayat 17-20 pada surat alGhasyiyah' "
__
""
'"
..-
'"
II
.......
"
........._
Jl)(\ A):":-~~ ~;s-- ~U\ Jl) (\ V)~ ~ J.~\ Jl 0)~l;~; Uj\ ..... '" .. '" ....
....
.,.."...
(\.)~ ~~ J'~U\ Jl)(\ ~)~ ~ Jt;>.J\ ...
'"
....
,.,
Artinya: Maka apabh mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (Jnn langit, bagaimana ia ditillggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaiman2 ia dihamparkan? Pada ay"l lersebul kila lihat bahw;J meninggikan langit, dipisahkan dengan menciplakan
unta,
menegakkan
gunung di:::isahkan dari meninggikan
langit,
menghampar:,an bumi dipisahkan dari menegakkan (menancapkan) gunung dan
seakan tidak nampak hubungan di antara ayat- ayat tersebut. Sehubungan dengan persoalan di atas ada sementara mufasir menafsirkan kata al-ibil dengan al-sahnb (awan), ha' tersehut menurut Fakhruddin al-Razl dengan mengutip al-ZamakhsY'lri karena dilihat dar; keserupaan antara al-mhab dengan al-ibil yang sarna-sarna saling (memiliki fungsi) menaungi. Karenanya kila boleh
manaf.~irkan
hal tersebut dengan
jalan lasyUh dan mejaz. Untuk l<1enyelesaikan persoalan perpautan (muniisabah) terhadap ayat-ayat tersebut menu rut
Fakhruddin al-Razl
bangsa Arab. Dimana
kebia~aan
Ilarus dikembalikan kepada adat kebiasaan
hidup mereka tergantung kepada unta sebagai
kendaraan satll-satunya untuk dipakai melakukan perjalanan kemana saja mereka pergi. Disaat
rn~reka
send irian mereka sering merenung (tafakur), karena tidak ada
yang bisa di ajak berbicara, tidak ada yang bisa mereka lihat dan mereka dengar, disaat seperti itulah hal yang pertama kali mereka renungkan dalam benak pikiran mereka yang pertama kali muncul adalah tentang unta, karena i'l satu-satunya binatang ya"g selalu mengiringi pengembaraan mereka. mereka melihat keajaiban pada unta, dan Letika mereka melihat ke atas tidak ada lagi yang dilihatnya kecuali langit, dan ketka mereka melihat di kanan kiri mereka yang dilihatnya hanyalah gunung, begitu i J3a ketika mereka melihat ke bawah yang mereka lihat tidak lain kecuali tanah 'bum i). Dalam ayat-ayat tersebut seakan-akan Allah menyuruh kita
160
merenungkan :Ii waktu berkhalwat dan diwaktu sendirian tentang hal-hal hin ciptaannya sehiLgg:l kita tidak menjadi takabur dan hasud. 114 Dari
ay~t-ayat
tersebut dan setelah ;nelihat gambaran tentang kebiasaan hidup
bangsa Arab (Badui), dan ketergantungan mereka pada unta terlihatlah Inuniisabah di antara ayat-a)'at tersebut. Dari penjelasan tentang Inuniisabah semacam ini, dengan tanpa memperhatikan konteks masyarakat Arab (Badui), jelas kita akan kesulitan dalam memahami hubungan ayat-ayat tersebut, yang walaupun penafsiran semacam ini hanyalah dugaan semata berdasarkan rasio mufasir, yang bisa jadi mufasir lainnya menolak hubungan semacam inL Namull sebagaimana F1khruddin al-Razl pengarang kitab al-Burhiinfi 'Ululn al-Qur'an, al-Zarkasyi ( wafat. 794 1-1) sebagaimana di kutip Subhi Shalih ketika
memberikan contoh hllmiisabah perihal ayat 17-20 surat al-Ghasyiah, sebagaimana terlihat pada bab II,
?~rsis
seperti yang dlUraikan oleh Fakhruddin al-Raii. Menurut
al-Zarkasyi Penyelesaia" terhadap ayat-ayat itu berkaitan dengan Inundsabah yang ada di dalamnyl, harus dikembalikan kepada adat kebiasaan bangsa Arab. Dimana kebiasaan hidup bangsa Arab biasanya tergantuJ;I! nada unta sehingga mereka sangat l11el11perhatikannya. Nal11l1n keadaan rnereka tidak rnungkin berlallgsllng kecuali ada yang dapat m"nllmbllhkan rerllmputan lempal gernbalaan dan minuman unla. Selanjutnya keadaan inipun lerjadi bila ada hujan, dan inilah yang menjadi sebeb kenapa w?jah mereka menengadah ke alas (Iangit). Kcmudian rnereka juga
114 Fakh, c1ddin al·l:azi, Ibhl, Vol. XVI, h. 159.Lihatjuga Subhi Shalill, Mabahits Fi 'Ulum al Qur'an, h. 168.
161
memerlukan tempEt berlindung dan
t,~mpat
berlindung itu tidak lain adalah gunung,
gunung. Kemudian kebiasaan mereka~:lUn selalu berindah-pindah tempat dari tempat gembala yang tandus ke tempat gembala yang subur. Dengan m~lih,/ gambaran di atas sehingga seorang Badui (Arab primitif) membayang-bayangkan ,esuatu yang ada dalam khayalannya, semua itu akan nampak gambarannya menurut ayat-ayat tersebut. II'' Disamping itu ayat 17-20 surat al-Ghasyiah tersebut juga sebagai bukti (dalil) tentang I:emah•.kuasa:m Allah SWT. seolah ayat ini sebagai gambaran agar dalam perenungannya manusia sampai kepada' kesimpulan bahwa yang menciptakan alam scme;,ta Gagad raya) ini adalah Allah, karenanya ayat di atas merupakan gambaran konkrit (ayat Allah), setelah Allah menjdaskan berita tentang kejadian hari qiyamat, pembagian kdompok
manusia pada hari itu pada golongan yang celaka da:l
golongan ya'lg memperoleh kebahagiaan dan beberapa sifat berkaitan dengan golongan tersebu t ya:lg semuanya bersifat abstrak, maka pada ayat 17-20 Allah memerintahkan manusia mernikirkan ayat-ayatnya (lewat alam ini) sebagai sesuatu yang bers/fat konkrit agar mudah dipa!'ami dan mudah direnungkan. 116 Bentuk Illundsabah antara kalimat dengan kalimat dalam ayat, dengan mengemukaka 1 contoh di atas, bila mengacu pada teori mundsabah sebagaimana dikemukakan
pada
bab
sebelumnya,
sebagaimana
dikemukakan
ai-Suyuthi,
a,jakalanya melalui huruf 'athai dan aJakalanya tanpa melalui huruf 'athai ( takimv "' Lihat Subhi Shalih, Mabiihits fl' WOm al-Qur'an, tCljemah Pustaka Firdaus, ( Bandung: Pustaka Firdaus, 1993), h. 189. Lihatjuga al-Zarkasyi, AI-Burhiinfl 'UlUm al-Qur'an,Op cit. h. 45. IV" Lihat ,'aklm'ddin al-Razi, op.cit, h. 157.
162
Artinya: Hai oran!?,-{'~g kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.(7) Hai orang-orang yang belirr,an, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semumimumbya, mudah muJ~han Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kam', ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allal, tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang eahaya mereka memanear di hadapan dan di sebelah kanan mereka, slImbil mereka mengatakan: "Va Tuhan kami, sempumakanlah bagi kami r:ahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu (8)". (Qf. al-Tahrim: 7-8). Pada ayat 7 Allah menyebutkan tentang keadaan orang-orang kafir berikut
aneaman terhauap m"reka, sedangkan pada ayat 8 Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman
untuk
bertauba~.
Seeara
lahiriah kedua ayat tersebut
menerangkan dua keadaan yang saling berlawanan dengan demikian apa hubungan antara kedua,1Va. Disini Fakhruddin al-kiizi
memberikan penjelasan, bahwa pada
ayat 8 surat lersebut Allah memberitah'lkan bahwa dengan taubat berarti kaum beriman telah menolak adzab pada hari kiamat, yang pada hari itu tidak berfaidah lagi
taubat. Sedangkan pada ayat 7 Allal] menakut-nakuti orang kafir dengan l1:A
mengancam Jnereka. Dengan ancaman yang ditujukan pada orang-orang kafir diharapkan
:
beriman juga takut dan
mereka
bertaubat sebagaimanr
diperintahkan Allah p"da ayat 8, yang dengan taubat itulah mereka mendapat khabar gembira (targih) atas taubat mereka berupa surga dan isinya. Disamping itu pada ayat sebelumn:va juga Allah telah memrintahkan kepada kaum beriman untuk memelihara diri mereka dan keluarganya dari siksa api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan bltU. 119 Mund,abah
semacam ini menurut teori yang dikemukakan ulama 'V/um al-
Qur'an adalah bentuk hubungan kalil :lat dengan kalimat dalam ayat yang tiduk
disertai huruftlthqf dengan mengambil unsur al-Mudhadhat (saling berlawanan) yaitu penyebutan to'ghib setelah tarhib dilihat dari segi kandungan makna'lya. Dengan demikian integritas susunan ayat-ayat al-Qur'an tersebut tcrlihat dalam kesatuan tema, bukan seperti
~uduhan
sebagian orang yang menyatakan ayat-ayat al-Qur'an
seringkali tidak b:sa dipahami karena kacaunya pembicaraaan dengan meloncatloncatnya tem,.!>embicaraan. Dari
UJ
li"n mengenai mundsabah dan jenis-jenisnya dalam tafsir Mafd/ih al-
Ghaib berkeJIPan dengan hubungan surat dan ayat sebagaimana dijelaskan calam
beberapa contoh oi atas jelaslah bahwa kesatuan tem"tik dan keteraturan susunan kalimat, ayat ditambah dengan turunnya al-Qur'an secara berangsur-angsur, memberi hikmah yang jelas dan terang betapa al-Qur'an ini bukan kitab biasa. Mukjizat alQur' an bempa susunannya yang 119
seperti
itu sekaligus menjawab
apa yang
Lihat Fakpruddin al-Razi, Taftir Mafdlih al-Ghaib, Vol. 15, Juz. 30. Op.cit, h. 47.
165
dilontarkan para orientalis yang mempersoalkan keotentikan susunan ayat-ayat alQur'an yanb dianggapnya tidak sistematis. Pendeknya di dalamnya
m~ngetengahkan
tafsi~
Mafdtih al-Ghaib yang
uraian mengenai mundsC'bah tidak lain adalah scbagian
upaya penuhsnp yang berusaha menjelaskan keagungan al-Qur'an dilihat aari sisi sistematika UruW]1 surat ataupun ayat-ayatnya yang secara lahiriah sulit dipahami schingga timbul kesan seperti yang di lontarkan para orientalis di atas. Uraian lainnya mengenai
kemukjizatar,
al-Qur'an
yang
terdapat
dalam
tafsimya
tersebut
sebagaimana kita lihat ia kemukakan dari berbagai sisi, sehingga hampir semua persoalan terdapat dalam tafsimya. Karena itu wajar jika sisi kemukjizatan al-Qur'an yang ia tafsirkan dari sisi mundsabahnya tidak begitu panjang lebar, karena focus penafsirannya yang tidak hanya terpokus pada satu segi, melainkan pada semua persoalan, yang d' anggapnya sebagai bagian dari keagungan kitab suci al-Qur' an inL
166
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan Menghubung-huoungkan bagian suratJ ayat yang satu dengan suratJayat lainnya, seba"di bagian dari upaya pena;siran telah dilakukan oleh para ulama sejak masa kelasik dan telah melahirkan beberapa karya dibidangnya, ada yang khusus seperti ya'lg dilakukan al-Biqii'i maupun hanya sekedar alat Bantu dalam memahami kandungan suratJayat yang dilafsirkan seperti ,'ang dilakukan Fakhruddin al-Riizl. Para n!ama (mufasil) dalam menjelafkan tentang mundsabah, kelihatannya tidak seluruhnyu menulis atau membahas jenis-jenis mundsabah. AI-Suyuthi misalnya han"u menulis tiga belas bentuk dan tujuh di ant&ranya ia kemukakan dalam bukunya Asrtir Tarlih al-Suwar. Hal tersebut j'lga terjadi pada Fakhruddin al-Riizl. Fakhruddin al-Riizl
yang oleh al-Suyuthi dinilai sebagai ulama yang banynk
mengemukakan persoalan mundsahah dalam tafsirnya Mafdtih al-Ghaih, setelah di adakan penelilian ia hanya mengemukakan lima jenis mundsahah yai.'u: Mundsahah surat den gun surat (surat sebelum dan sesudahnya), munJs{/hah awal uraian dengafJ akhir uraian surat, mundsahah antar awal surat
d~ngan
akhir surat sebelumnya,
167
mundsab"h antar ayat dengan ayat dalam satu surat, dan mundsabC'h kalimat dengan kalimat dalam ayat. Bentu:<-bentuk hubungan tersebut di dasarkan pada salah satu di antara tiga cara (metode), yaitu: I). Mengelompokkan sekian banyak ayat dalam satu kelompok, kemudian mlmjelaskan Menemukan ~,yat
~emR
hubungannya dengan kelompok ayat-ayat berikutnya. 2).
sentral satu surat icemudian lllengembalikan uraian kelompok ayr.t-
tersebut kepada tema sentral itu. 3). Menghubungkan ayat dengan
a~at
sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya. Dalam hal ini Fakhruddin al-Riizi, berdasarkan
~'nalisis
penulis dalam menjelaskan tentang jenis-jenis mundsabah
mengambil bentuk ketiga, yaitu: Mer.ghubungkan surutlayat dengan suratlayrt sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya baik dilihat dari materi tema sentral surat, hubungm, y'lng serasi antara kalimat dalam ayat maupun hubungan kebahasaan di antara ayat '11111 sural. Sehub' ,n:;an persoalan mundsabah adalah masalah ijtihddi, yaitu berdasar!
hl:bu~gan
antara ayal dan sural :;ang dilakukap oleh mufasir yang satu bisa
jadi disetujui alau mungkin di lolak oleh mufasir lainnya. Begitu juga apa yang dilakukan Fakh;uc',din al-Riiz1. Fakhruddin al-Riizi yang dinilai oleh para ulama tafsir sebagai mufasir yang banyak
menggunakan ra'yu, gagasan-gagasan penafsirannya
yang memasukan berbagai macam ilmu pengetahuan telah menuai kritik dari sejumlah mufasir. Namun gaga.;an beliau tentang mundsabah (korclasi) suratl ayat dalam tafsirnya banyak dijadikan rujukan oleh mufasir kenamaan, sebut saja misalnya
168
al-Biqii'i dalam kitabnya Nadzm ai-Durar Fi Tanasub ai-Ayyi wa ai-Suwar, yang menurut Quraish shihab Fakhruddin al-Riizilah yang meletakkan dasar-dasamya, dan kemudian al-Biqii'i menjelaskan secara luas apa yang sepintas di gagas Fakhruddin al-Riizi dalam kitabnya tersebut. Karena itl' berdasarkr.n penclitian penulis mengenai jenis-jenis muniisabah, Fakhruddin al-Razi tidak terlalu banyak menjelaskan secara panjang lebar analisis beliau dalam masalrh ini, hal ini disebabkan perhatian beliau yang tertuju pada aneka persoalan sepert:: bJ,1aSa, qira'at, I1lsafat dan pembicaraan tentang ilmu kalam (teoh)gi), padahal seb,'lumnya al-Riizi
pernah mengemukakan bahwa siapa yang
memperhatikan susunan ayat-ayat al-Qur'an dalam satu surah ia akan mengetahui bahwa disamping merupakan l1lukjizal dari aspek kcfasihan lafadz-Iafadz serla keluhuran kandl:ngannya, al-Qur'an juga merupakan mukjizat dari aspek susunan dan urutan ayat-ayatnya. Namun sekalipun Fakhruddin al-Razi tidak terlal'l mendetil menjelaskan aspek-aspck muniisabah, setidaknya apa yang beliau lakukan amat membantu untuk memahami
I~andungan
surat maupun ayat yang secara sepinlas sulil dipahami
khususnya kctika ada pertanyaan apa hucungannya penempalan suratlayal ini dengan suratiaYbl sebelumnya. Sebagaimana lLrlihat dari contoh-contoh yang dikemukakan Fakhruddin al-Riizl, misaln) a kelika mer,jel"skan hubungan antara sural dengan sural sebelumnya. Contoh hubungan sural ai-Quraish dellgan ai-Fii, apa hubungannya kedua surat tersebut. Hal ini akan jelw; terlihat ketika kila memahami maksud mengapa A:lah memerintahkan orang-orang Quraish untuk menyembah pemilik 169
ka'bah. Seeara sepintas bila dilihat dari segi isi surat sulit menemukan jawaban tersebul. Akan tetapi setelah memperhatikan slI,'at sebelumnya (al-Fil) kita akan menemukan jawabannya, sebagaimana dikemukakan al-Riizl seuabnya perintah itu karena Allah telah memlihara Bail Allah (ka'bah) dari serbuan tentara gajah. Dengan haneurnya pasukan gajah bangsa Quraioh bisa melakukan berbagai aktifitas seperti jual beli ke negeri Yaman dan Syam tanpa mengalami rintangan, karena itu sewajarnya ill;reka menyembah Allah 'pemilik ka'bah) sebagaimana diperintahkan pada surat al-Quraish. Je:. is mundsabah
kedua dalam tdfsir al-Kabir ini, Fakhruddin al-Riizl
menjelaskan bcntuk hubungan awal uraian dengan akhir uraian sural. Dalam alQur'an seringkali awal uraian berkaitan dengan akhir U1aian sural. Seolah akhir uraian surat merurakan kesimpulan ddri pembll:araan yang dikemukakan di awal uraian sural. Untuk mllndsabah jenis ini Fakl,ruddin al-Riizl sebagaimana terlihat pada bab pembahasan memberikan contoh awal uraian :;urat al-Baqarah dengan akhir uraian surat tersebJl. Jenis mllndsabah selanjutnya adalah hubungan antara akhir urai&n surat terdahulu dengan awal uraian surat berikutnya. Dalam hal seakan ayat-ayat al-Qur'an selalu berkelanjutan. Selesai sebuah surat, jawaban yang belum jelas akan terlihat paiL surat berikutnya. Hal ini di eontohkan Fakhruddin al-Razi dengan akhir su :at al-Bayyinah dengan awal surat al-Jalzalah. Pada akhir
Bayyinah
A11"'1
menerangkan
pertanyaan
kaum
beriman
berkaitan ~urat
menyangKu~
al-
kapan
terjadinya balasa1 baik yang diterima oleh mereka yang beriman (Khair al-Bariyyah) maupun yang 1kan diterima oleh mereka yang ingkar/kafir (Syarr al-Bariyyah). Di 170
awal surat o'-Ja:zalah Allah memberika,] jawabannya yaitu bila bumi digullcangkan dengan goncangnn yang dahsyat (Kiamat), dan bumi telah mengeluarkan bebanbeban beratnya. SeianiumY1
menyangkut
hubungan
(muniisabah)
ayat-dengan
ayat,
sebagaimana disinggung di atas penulis hanya menemukan dua jenis Imbungan (muniisabah), yJitu: muniisabah antar ayat dengan ayat dalam satu surat dan munasabah kalimat dengan kalimat dalam ayat. Berkaitan dengan muniisabah ayat-
dengan ayat Jal1m satu Sllrat Fakhruddin al-Rilzl memberikan contoh muniisabah antara ayat 2 dengan ayat 3 dan 4 surat al-'Alaq. Menurut Fakhruddin al-Razi secara sepintas setelah menjelaskan tentang peneiptaan manusia dari segumpal darah, tibatiba Allah mengalihkan pembicaraan pada " pengajaran dengan Kalam", secara sepintas hal
ini
~idak
pem ikirannya berusaha
terJihat apa maksudnya. Fakhruddin al-Rilzl dengan
mensin,~rgikan
ma:;alah tersebut dengan memberi penjelasan
bahwa manusia ynr,g secara materi tercipta dari segumpal darah tidak akan bermanlaat dan bergun& apabila mereka tidak memiliki i1mu pengetahuan. Dalam ayat tersebut artin)a Allah
telah mengangkat martabat manusia dari sesuatu yang
hina menjadi makhluk yang berguna dengan perantaraan ilmu pengetahuan yang di dapat dari hasil me'l1baca (iqra). Jenis muniisabah ayat selanjutnya adalah muniisabah kalimat dengan kalimat dalam
~yat.
Artinya kalimat-kalimat dalam ayat tersebut saling kait mengait bila
dipahami secara me'ldalam dengan melihat konteks logis pembicaraan, namun secara tersurat hal itu sulit dipahami. Berkaitan dengan hubungan ka!imat
deJ1.~an
kalimat
menurut ulama uliim al-Qur'an ada yang melalui olea huruf athaf dan terkadang
tidak melalui huruf athaf (la takiinu ma'thufah). Sebagai contohnya Fakhruddin alRaii misalnya mp,ngemukaka"l hubengan kalimat dengan yang terdapat pada ayat 1720 surat al-ghasyiaIJ. Pada ayat tersebut kita lihat :Jahwa meninggikan langit, dipisahkan dengan menciptakan
unta,
m~negakkan
gunung dipisahkan dari meninggikan langit,
menghamparkan bum I dipisahkan dari menegakkan (menancapkan) gunung dan seakan tidak nampak hl}lungan di antara ayat- ayat tersebut. Disini Fakhruddin alRazl memberikan jawaran bahwa tanpa memperhatikan kondisi sosial bangsa Arab ketika ayat ini turun kita sulit
memah~mi
ayat tersebut. Tetapi dengan melihat kondis
sosial ba.lgsa I.rab B.ldui ketika itu dimana kehidupan mereka tidak bisa lepas dari unta sebagai satu-satunya kendaraan y'lng selalu mengikuti mereka kemana saja mere~a
pergi dan disaat mereka send irian terkadang mereka berfil;ir, dan yang
terlintl's diLwnak dan mata mereka ada:'1n hal-hal yang ada disekelilingnya yaitu: unta, langit, junung, dan tanah. Deng<.n memahami konteks logis pembicaraan seperti itu ki:a akan menemukan pemahaman dari ayat yang secara sepintas sulit untuk dipahami. Demikian argumentasl yang dikelTlukakan Fakhruddin al-Razl dalam tafsimya
" Mafdtih al-Ghaib " menyangkllt persoalan mundsabah dan jenis-jenisnya. Tentu saja banyak sebJi argumen-argumen yang dikemukakan beliau menyangkut contoh contoh mundi> ?bah
selain yang dikemukakan ;Jenulis di atas. Atas dasar itu kita
berkeyakinan bah wa petunjuk yang diberikan oleh Allah berkaitan dengan tertib
172
tersendiri begit.l juga dengan karya Fakhruddin ld-Razi
yang menjadi penelitaian
penulis ini. Berkaitan dengan hal di atas, sehubungan kajian muniisabah dalam tafsir masih amat lal1gka, maka upaya rasionalisasi hubungan surat/ayat dalam aI-Qur'an yang telah dilakukan oleh para ulama khususnya Fakhruddin aI-Razi perlu di lanjutkan oleh mereka ya"lg diberi kemampuan menggali ayat-ayat Allah (mufasir berikutnya). Ak'tirnya dengan taufiq, hidayah dan inayah dari Allah swt. selesailah tesis ini.
l14
DAFTAR PUSTAKA
AI-Dzahabi 1\ 'uilamad Husain , Taftir al-Mujasirim, Beirut: Dar-al-Fikr, 1976. AI-Razl, Fakhtuddin, ai-Imam, Taftir Majdtih al-Ghaib, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
----, Ruh dun Jiwa: Tinjauan Filosofis dalam PerspektifIslam, teIjemab Mukhtar Zoemi da'l Jakos Kablan, Surabaya: Risala'l Gusti, 2000. AI-Zarkan, Muhammad Salih, Fakhruddin al-Rtizf wa 'Arduh al-Kalamiyah wa al-
Falsafi:'ah, Beirut: Dar al-Fikr, I ~63. AI-Zarkasyi, Muhammarl Badr al-Dhln, AI-Burhdn Ff Ulilm al- Qur'an, Beirut: Dar al-F.kr, Juz. I, 1972. AI-Munawar, Said Agil Husain, Prof. DR., Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, Jakarta: Ciputat Pres,2002. AI-Khatib, Aod ai-Karim, Tafsir al-Qur'an Ii al-Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr, 1970. Abdul Djalal, Ur['ensi Taftir Mcudhu'i Pada Masa Kini, Jakarta:Kalam Mulia, 1990. Ahmad Ratiq, Sludi al-Qu.· 'an Konlempnrer: Wacana Baru berbagai Metodologi
Taftir, Jog;akarta: Tiara Wacana, 2002. Abdul Madjid Abd el-Salam, Illijahal al-Tafsir al-Asyr al-rahfn , terjemah Maghfur Wahid " V;~i dan Paradigma Tafsir Kontemporer", Bangil: Penerbit al- lzzah, 1997.
175
Abdul Musta(1:.lr, Produk Tafsir .Abad Pertengahan, dalam Madzhab Tafsir, Jogjakarta: Nun Pustaka, 2003. Ahmad Atha, Abdul Qadif, dalam pengantar kitab Asrar Tartib al-Qur'an, Dar al'Itisam, 1978 AI-'Aridl, Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: Rajawali Pres, 1992. AI-Ashiibuni, lvluhammad Ali, Ikhtisar 'Ulwn Al-Qur 'an Praktis, terjemah Qodirun Nur, Jaka;m: Pustaka Amani 1998. AI-Dawudi, Thabaqat al-Mufas,rin, C~d) Ali Muhammad bin Umar, Cairo: Maktabah Wahbah, j 972. AI-Farmawi, al-Bidayuh Fi tafsir al-Maudhu'i, teJjemah Suryan A. Jamrah, Jakarta: PT. Raja Sra.] ndo, 1996. AI-Q,.shimi, Muhamman Jamaluddin, Mahdsin al-Takwil, Beirut, Dar al-Fikr, 1978. AI-Shawi, Khasyiah 'ala al-'alamah al-Shawi 'ala Tafsir al-Jalalaini, Dar al-Ihya, Juz IV, t.t,. AI-Syirb'lsyi, Qis.'1at al-Taftir, Cairo: Dar EI-Qolam, 1962. Basuni Faudah, Mahmud, Tafsir-tafsir al-Qur'an: Perkenalan dengan Metodologi
Tafvir,(ter) Mukhtar 2umi dan Abdul Qadir Hamid, Bandung: Pustaka,1987. Departeme.l Agama. Al-Qur'an dan Pentorjemah
~I-Qur'an,
te~j.~mahnya,
Jakarata:Yayasan Penyelenggara
1983.
Edi Bakhtiar, MQuraish Shihab dan Metode Penafsiran al-Qur'an, dalam Jurnal ~ubstansia,
Jurusan Ushuluddin STAIN Kudus, Vol I. No.!, 2001.
176
Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir al-Qur'~n: Berk:enalan dengan Metode Tafs;r, 8pnoung: Pustaka Salman, 1992. Fazlur Rah'11an, Prof. Dr., Is;am, Bandullg: Pustaka Salman, 2000. Hidayat, Komaruddin. Prof.DR.,
Mpmahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Rermenetika, Jakarta: Paramadina, J996. Husain
Usm~.'1
dan Pumomo Seti2dy, Metodclogi Penelilian Sosial, Jakarta: Bumi
Aksara 1998. 'slah Gllsn,iE,'1. Khazanah tafsir Illdonesia;dari Hermenetika Hingga ldiologi, Bandu'lg: Terajll 2003. Ikhwan, M'mammad Nor, Tafsir Omi: Memahami ai-Ql" 'an melaliii p~ndekatan
Sains Modem, Jogjakarta: Menara Kudus, 2004. J.G. Jansen "Tl.e Interpretation of the Qoran in lV'odem Egipt" diteljemahkWl oleh Hallru~
Salim dan Syarif Hida:;atllllah: Diskursus Tafsir ai-Qur'an Modern,
Yogya,arla: Tiara Wacana, 1997. Madjid Fakhry, A. History of Islamic Philoshop~y, New York: Columbia Univl;rsity Pres" lJ83. Manna Khol:l al-Qathan, Mabiihits Fi, UlU111 al-Qur 'an, Beirut: MWlsyurat al-'Asyr ai-Had its, 1973. Masrhal Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in A Word
Civili:mtion, Vol. 2, Chicago: The University ofChicago Press, 1977.
177
Montgom~.y Watt, Islamic Phi/oshophy and Theology. Edinburght: Edinburght
Univer ,ity Press, 1962. Muhammad Rasyid Ridha , Wahyu al-Muhamadf, teIjemah Saifudaulat al·Firdausy, Jakarta; Pustaka Jaya, 1989. Na~hr Hamie' Abu Zaid, Majhum al-Ndh
fi Dirasah 'Ulum al-Qur'an, tetjemah
Khuiro'/ Nahdliyin, Yogyakarta: LKiS, 19')3. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur'an, Yogyakarta: Pustfu,a Pelajar,
cet.ll.,2IJOO. Nashr, Sayyid Husain, Ensiklopedi Tematis Fi/safat Islam,Bandung: Mizan, 2003. NashI', Sayyid Husain, IlJtelektual Islam: Theologi, Filsafat dan Gliosis, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 199 I. NashI', Sayyid Husain, Prof. Dr., Islam dan Nestapn Manusia Modern, Bandung: Pustaka Salman, 1983.
------, Islam: A<;ama, Sejarah, dOll Peradaban, Surabaya: Risalah Gusti, 2003. NashI', Sayyid H'lsain, The 13iamic Intelectual Tradision in Persia, (ed) Mehdi Amin Razavi, London: CUlZon Pre~s, 1996 Nasution, Harun. Twlogi Islam: Alirall-aliran Sejarah Analisa perballdingan, Jakarta:lJlliv?fsitas Indonesial Pres, 1986. Qura:sh Shihab dkk, .'e;arah dan 'Ulum al-Qur'all, (ed) Azyumardi A7.ra, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999. Shihab, Muhammad Quraish, Prof.Or., Studi Kritis Tafsir al-Manar, Jakarta: Pustaka Hidayat. 1994. 178
__________, Memb!lmikan AI-QlIr 'all, Bandung: Mizan, 1992, ________, Ibrahim bin Umar al-Biqa'i: Ahli Taftir yang Kontroversial, dalam lurnal 'Ulumui Qur'an, Vol.!, Jakarta: LSAF, 1998.
______, Taftir Kontekstual mesti Diperlukan, dalam Majalah Panjimas, No. XXXIX, 25 Dzulqa'dah, 1407/21 Juli 1987,
______, Wawasan al-Qur'an: Metode maudhu'i Atas pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan" 1996. Thamem Ushmna, Metodologi Taftir Al-Qur'an: Kajian Krltis. O~je.'rtif dan
Komp,ehenship, Terjemah Hasan Basri dan Amroeni, Jakarta: Riora Cipta, 2000. Thoifuri, Abd AI-Nayy al-Farmawi: Al-Bidayah Fi al-Taftir al-Maudhu'i: Studi
Analisis tentang Karakter Metode taftir, Dalam Jurnal Substansia, Jurusan IJshuluddin STAIN Kudus, VoL!. No.1. 2001. Usy, Ali. AI-, lv:ietodologi Penaftiran Al-Qur 'an: Sebuah Tinjauan Awol, lurnal alHikmah, No.4, Yayasan Muthahari Bandung. 1993. Yudi Haryono, Bahasa Politik al-Qur'an: Mencurigai Makna Tersembunyi di Balik
Teks, E'ekasi : PT. Gugus Pres, 2002. Yusuf. Yunan. Prof. Dr.,
Korakteristik Taftir al-Qur'an Abad XX; Jurnal U.Q.
LSAF, Jakarta, 1992. Zaqzuq, Mahm1\d Hamdi, Al-Ghazali Sang Sufi Sang Filoso/, Bandung: Pustaka, 1987.
179