PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
EKSISTENSI KESENIAN “SÉNTHÉRÉWÉ” SEBAGAI KEKAYAAN BUDAYA DARI MASYARAKAT DESA SIDOREJO, KECAMATAN DOKO, KABUPATEN BLITAR
BIDANG KEGIATAN: PKM Penulisan Ilmiah (PKMI)
Diusulkan Oleh: Ketua : Umiatun Sa’diyah (04340028) 2004/2005 Anggota : Zuni Rahmah Dewi (04340015) 2004/2005 Musafak (06340058) 2006/2006
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG 2007
i
HALAMAN PENGESAHAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENULISAN ILMIAH Nama Kegiatan 1. Judul Artikel
: Eksistensi Kesenian “Sénthéréwé” Sebagai Kekayaan Budaya Dari Masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar : Humaniora
2. Bidang Ilmu 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik
: Umiatun Sa’diyah : 04340028 : Bahasa dan Sastra Indonesia : Universitas Muhammadiyah Malang e. Alamat Rumah dan No. Telp/Hp : Jl. Raya Perak No. 255 Perak Jombang (0341) 531449/ 08563602704
4. Anggota Pelaksana 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah/ No Telp
: 2 orang : Dra. Hj. Sugiarti M.Si. : 104.8709.0043 : Jl. Tlogo Suryo VI/58 (0341) 560370/08123575435
Menyetujui Ketua Jurusan Kegiatan
Malang, 5 Maret 2007 Ketua Pelaksana
Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si. NIP. 131.885.455
Umiatun Sa’diyah NIM. 04340028
Pembantu atau Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
Drs. H. Joko Widodo, M.Si. NIP. 104.8611.0039
Dra. Hj. Sugiarti, M.Si. NIP. 104.8709.0043
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN SUMBER PENULISAN ILMIAH PKMI 1. Judul Tulisan yang Diajukan: Eksistensi Kesenian “Sénthéréwé” Sebagai Kekayaan Budaya Dari Masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar 2. Sumber Penulisan Tugas Akhir Semester VI (enam) Mata Kuliah Penelitian Sastra Indonesia dan Penggajaran Sastra Indonesia. Umiatun Sa’diyah, Zuni Rahmah Dewi dan Musafak. Eksistensi Kesenian “Sénthéréwé” Sebagai Kekayaan Budaya Dari Masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Kegiatan ini kami buat dengan sebenarnya.
Mengetahui Ketua Jurusan/Program Studi,
Malang, 2 Maret 2007 Penulis Utama,
Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si. NIP. 131.885.455
Umiatun Sa’diyah NIM. 04340028
ii
1
EKSISTENSI KESENIAN “SÉNTHÉRÉWÉ” SEBAGAI KEKAYAAN BUDAYA DARI MASYARAKAT DESA SIDOREJO, KECAMATAN DOKO, KABUPATEN BLITAR Umiatun Sa’diah, Zuni Rahmah Dewi dan Musafak Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang
ABSTRAK Kesenian “Sénthéréwé” adalah kesenian yang berasal dari masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Berupa tarian hasil kreasi dari tarian Jaranan. Kesenian ini adalah salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh desa Sidorejo, kecamatan Doko, kabupaten Blitar yang harus tetap dijaga keeksistensiannya. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan : (1) aspek performansi dari kesenian Eksistensi Kesenian “Sénthéréwé”; (2) tanggapan masyarakat terhadap kesenian “Sénthéréwé”; (3) upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan kesenian“Sénthéréwé” oleh pelaku seni, masyarakat dan institusi terkait. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa aspek-aspek performansi kesenian “Sénthéréwé”, tanggapan masyarakat tentang kesenian “Sénthéréwé”, dan upaya-upaya pelestarian kesenian “Sénthéréwé”. Sumber data adalah informan dan dokumentasi pertunjukan “Sénthéréwé”. Kedua data tersebut diperoleh dengan teknik wawancara dan dokumenter. Kesenian “Sénthéréwé” memiliki aspek-aspek performansi dalam setiap pementasannya, yaitu kostum, alat musik pengiring, pelaku, dan alur pertunjukan. Berbagai upaya pelestarian juga telah dilakukan, yaitu melalui pendokumentasian oleh Dinas Pariwisata dan Komunikasi kota Wlingi, regenerasi pemain dan mengkombinasikan dengan kesenian lain yang dilakukan oleh Paguyuban Sarwa Budaya. Masuknya kebudayaan baru, perubahan teknologi, dan perubahan pola pikir tidak dapat dipungkiri telah mengubah selera masyarakat terhadap jenis hiburan yang dipilihnya. Pada saat ini “Sénthéréwé” masih merupakan bagian dari ritual tutup dan buka petik cengkeh pada PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran. Berkaitan dengan eksistensi Paguyuban Sarwa Budaya yang ada di desa Sidorejo sampai sekarang masih tetap eksis. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan beberapa perubahan terhadap jenis kesenian yang ditampilkannya.
Kata-kata kunci : Eksistensi, “Sénthéréwé”, Kekayaaan budaya, Kesenian.
2
PENDAHULUAN Menurut Koentjaraningrat (1990:180) “Kebudayaan adalah seluruh gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan untuk pedoman bangsa Indonesia belajar”. Koentjaraningrat (2002:5) menyatakan bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan beberapa manusia dalam masyarakat; (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Masyrakat Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika, mampu melahirkan beragam tingkah sosial baik dari seluruh gagasan, tindakan dan hasil karyanya yang bisa dijadikan sebagai pedoman bangsa untuk belajar menjadi lebih baik, Persatuan dan kesatuan bangsa terwujud dari sejumlah suku bangsa yang semula merupakan masyarakat yang berdiri sendiri dengan kebudayaannya, kini mendukung kebudayaan yang beraneka ragam dan itu perlu diperkokoh dengan kerangka acuan bersifat nasional, yaitu kebudayaan nasional yang menjadi salah satu kekayaan terbesar bangsa. Kebudayaan nasional Indonesia yang sebenarnya merupakan proses perkembangan
kebudayaan
Indonesia
yang
tidak
akan
terbentuk
bila
meninggalkan kebudayaan-kebudayaan daerah. Terutama kebudayaan daerah yang bersifat positif dinamis dalam mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan daerah memiliki peranan yang penting dalam mendukung budaya nasional Indonesia. Unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan daerah akan digunakan sebagai dasar untuk diangkat menjadi kebudayaan nasional. Melalui sebuah kesenian atau adat istiadat yang berkembang di dalam sebuah masyarakat tentunya akan mendukung budaya nasional.
Selaras
dengan
pandangan
Dewantara,
(1967:96)
menyatakan
kebudayaan nasional adalah segala “puncak-puncak kebudayaan daerah” di seluruh kepulauan Indonesia yang berjiwa nasional. Bila ditelaah lebih lanjut “puncak-puncak budaya daerah” itu identik dengan unsur-unsur budaya daerah yang bernilai dan diakui oleh seluruh masyarakat Indonesia, sehingga mampu diangkat menjadi unsur-unsur kebudayaan nasional Indonesia.
3
Sebagai negara kepulauan, tiap-tiap daerah memiliki tradisi kebudayaan yang beraneka ragam dan memiliki nilai yang tinggi. Oleh sebab itu, pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah yang bersifat nasional dan memiliki nilai luhur tersebut perlu diusahakan dengan peningkatan inventarisasi dan pengkajian kebudayaan daerah yang ada di seluruh Nusantara. Kegiatan tersebut dapat dilakukan
melalui
sumber-sumber
sejarah
tertulis,
lisan,
adat-istiadat,
kesusastraan, dan lain sebagainya Berkenaan dengan tradisi budaya Indonesia yang beraneka ragam, “Sénthéréwé” merupakan salah satu jenis kesenian dan kekayaan budaya yang terdapat pada masyarakat desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Kesenian ini lahir ditengah-tengah masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh di perkebunan cengkeh. Kesenian ini ditampilkan setiap musim panen cengkeh tiba. Kesenian “Sénthéréwé” harus ditampilkan dalam ritual tutup dan buka petik cengkeh pada PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran. Disamping sebagai sebuah tradisi, terdapat sebuah anggapan bahwa dengan mengadakan pertunjukan ini sebagai bagian dari ritual maka kegiatan yang ada di perkebunan akan menuai kesuksesan. Sebagai hiburan maupun keberadaannya dalam ritual tutup dan buka petik Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui eksistensi kesenian “Sénthéréwé” pada PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: (1) Mendeskripsikan performansi kesenian tradisi “Sénthéréwé”; (2) Mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap kesenian “Sénthéréwé”; (3) Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan kesenian “Sénthéréwé” oleh para pelaku seni, masyarakat, dan institusi terkait. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu: (1) Bagi masyarakat desa Sidorejo penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik agar masyarakat dapat tertarik kembali dengan kesenian “Sénthéréwé”; (2) Bagi peneliti sendiri sebagai tambahan pengetahuan tentang kebudayaan, khususnya mengenai “Sénthéréwé” sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia; (3) Bagi institusi terkait, dapat digunakan sebagai pendokumentasian kekayaan budaya daerah; (4) Bagi mahasiswa yang mengambil penelitian sejenis, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun penelitiannya.
4
METODE Metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena dengan metode ini peneliti dapat memperoleh data berupa kata-kata atau gambar dan juga dapat memperhitungkan kondisi masa kini dan masa lampau untuk memperoleh hasil penelitian sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Melalui metode deskriptif, peneliti dapat menggunakan teknik wawancara dan menggunakan sumber data yang berasal dari data lisan dan data visual sebagai sumber data utamanya sehingga diperoleh sebuah informasi yang benar-benar akurat dan memiliki kredibilitas. Pemerolehan data dilakukan dengan: (1) Wawancara; (2) Dokumentasi. HASIL
No
1.
2.
3.
4.
Data
Kesenian “Sénthéréwé” diciptakan oleh Bapak Sarengat yang merupakan pimpinan paguyuban Sarwa Budaya sekitar tahun 1971. Pelaku dari kesenian ini berasal dari tetangga, teman bahkan saudara yang berada di daerah Sidorejo itu sendiri. Para pelaku terdiri dari pria dan wanita, seluruh pemain berjumlah kurang lebih 10 orang. Jumlah pemain ini disesuaikan dengan besarnya pertunjukan yang akan digelar. Untuk pertunjukan besar jumlahnya bisa lebih dari 15 orang. Pembagian peran dalam kesenian ini berdasarkan pada jenis kelamin dan jenis gerakan tariannya. Khusus untuk pemain tarian “Sénthéréwé”, pemainnya tidak boleh laki-laki dan harus wanita dengan jumlah
Performansi
9
9
9
9
Tanggapan Masyarakat
Upaya Pelestarian “Sénthéréwé”
5
5.
6.
minimal empat serta berjumlah genap. Pemilihan peran bagi penari ini dikarenakan karena gerakan dalam tarian ini lebih indah bila dimainkan oleh wanita. Sedangkan peran pelaku pria adalah pada tarian celengan dan barongan, yang menuntut gerakan yang atraktif dan agresif. aksesoris yang digunakan pada bagian kepala dinamakan kuluk yaitu penutup kepala yang terbuat dari kulit. Setelah kuluk, pemain menggunakan sumping yang dipakai pada bagian telinga dan terbuat dari kulit. Untuk baju, penari “Sénthéréwé” menggunakan kemeja berwarna putih dan ditutup dengan kace yang dipakai pada bagian leher sampai dengan menutupi dada, dan bahannya terbuat dari kain. Kemudian penari menggunakan Celana ¾ berwana hitam yang sudah dihiasi dengan halon (manik-manik) senada dengan warna kace. Selain kace, aksesoris lain yang digunakan yaitu kamus, boro, dan sampur. Kamus merupakan ikat pinggang yang diberi halon seperti kace dan celana, begitu juga dengan boro yang dihias serupa dengan aksesoris sebelumnya dan digunakan pada bagian paha. Aksesoris yang terakhir adalah sampur yang berbentuk seperti selendang dan diikat bersama kamus. Pada kesenian “Sénthéréwé” alat musik yang digunakan
9
9
6
7.
8.
9.
10.
adalah gamelan, alat-alat tersebut merupakan milik Paguyuban Sarwa Budaya sendiri. Setiap jenis alat musik dimainkan oleh seorang pemain, mereka memainkan alat musik tersebut tanpa sebuah notasi sehingga mereka menggunakan perasaan dan berimprovisasi untuk menghasilkan musik yang senada. Alur dalam pementasannya adalah: (1) Tarian “Sénthéréwé”; (2) Barongan; (3) Celengan. Latar pertunjukan atau panggung yang digunakan pada pementasan kesenian ini tidak mempunyai bentuk yang khusus. Kesenian ini bisa dimainkan di halaman terbuka tanpa sebuah panggung yang khusus dibuat untuk pementasannya namun juga bisa dimainkan di sebuah panggung. Pada dasarnya kesenian ini bisa dimainkan dimana saja tanpa ada sebuah setting panggung yang khusus untuk mementaskannya. Kesenian “Sénthéréwé berkembang pada masyarakat desa Sidorejo yang mayoritas penduduknya bekerja di PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran. Dahulu kesenian ini merupakan favorit masyarakat desa Sidorejo, karena perkembangan jaman kesenian ini jarang ditampilkan, sehingga masyatakat sekarang hanya bisa melihat “Sénthéréwé pada saat arak-arakan saja.
9
9
9
9
7
11.
12.
13.
14.
kesenian “Sénthéréwé ini merupakan kesenian khas dari desa Sidorejo yang keberadaannya harus dilestarikan sebagai bagian dari tradisi. Paguyuban Sarwa Budaya juga telah melakukan upaya yang berkaitan dengan regenerasi pemain. kesenian “Sentherewe” ditampilkan dalam acara ritual tutup dan buka petik cengkeh PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran.
9
Pemerintah Daerah (PEMDA) melalui Dinas Pariwisata dan Telekomunikasi kota Wlingi juga melakukan pendokumentasian terhadap jenis kesenian yang ada diwilayahnya.
Foto Barongan Berbentuk Buto dan Wajah Wanita
9
9
9
8
Kostum “Sentherewe”
Tempat Sesaji
Foto Alat Musik Pengiring
Foto Barisan Karyawan Perkebunan
Foto Sumber Air (dam), Lokasi Penanaman Sesaji
PEMBAHASAN
9
Pada dasarnya “Sénthéréwé” merupakan tarian yang dimainkan oleh para penari wanita yang berjumlah genap, dan tarian tersebut ditampilkan pada awal pertunjukan yang mencakup tarian Barongan dan Celengan. Akan tetapi masyarakat
lebih
mengenal
ketiga
performansi
tersebut
dengan
nama
“Sénthéréwé”. “Sénthéréwé” merupakan sebuah tarian hasil kreasi dari kesenian Jaranan yang berkembang di desa Sidorejo. Kesenian tersebut diciptakan oleh Bapak Sarengat yang merupakan pimpinan Paguyuban Sarwa Budaya sekitar tahun 1971. Hasil kreasi tersebut dapat menyebabkan adanya beberapa perbedaan dengan kesenian jaranan. Menurut Bapak Hermanto (Rabu, 9 November 2005, dirumah bapak Hermanto) yang merupakan salah satu pelaku kesenian tersebut, terdapat beberapa perbedaan yang dapat membedakannya dengan kesenian Jaranan, yaitu: (a) Penari “Sénthéréwé”, harus wanita dengan jumlah minimal empat dan harus genap. Sedangkan pada kesenian jaranan, penari bisa laki-laki dan tidak harus berjumlah genap. (b); Pada “Sénthéréwé”, penari sudah memakai properti yang berupa jaran kepang pada saat memasuki tempat pertunjukan. Sedangkan pada Jaranan, properti dipegang terlebih dahulu kemudian diletakkan pada lantai tempat pertunjukan. (c); Pada “Sénthéréwé”, gerakan tangan penari saat memasuki tempat pementasan adalah dari depan ke belakang sedangkan kesenian Jaranan gerakan tangannya dari kiri ke kanan. (d); Pada kesenian Jaranan, penari memang dipersiapkan untuk kesurupan tetapi dalam kesenian “Sénthéréwé” penari tidak dipersiapkan untuk kesurupan tetapi jika mereka kesurupan maka hal itu tidak disengaja. Setiap seni pertunjukan terdapat sebuah alur dalam setiap pementasannya. Urut-urutan dalam pementasan kesenian “Sénthéréwé” adalah: (1) Tarian “Sénthéréwé”. Tarian ini ditampilkan pada bagian pertama saat pementasan baru dimulai, dan para penari menggunakan media Jaran kepang dalam pementasan tersebut. Pada tarian ini, pelaku harus berjumlah genap dan minimal berjumlah empat orang; (2) Barongan. Tarian ini dilakukan oleh satu orang penari laki-laki. Pemain menggunakan properti berbentuk barong yang memiliki dua jenis, yaitu barongan yang berbentuk wajah seorang wanita dan Barongan yang berbentuk buto (raksasa); (3) Celengan. Setelah tarian barongan, bagian selanjutnya adalah
10
Celengan yaitu tarian yang menggunakan properti Celeng, Tarian ini dilakukan oleh penari yang sama dengan penari yang melakukan barongan. Kesenian “Sénthéréwé berkembang pada masyarakat desa Sidorejo yang mayoritas penduduknya bekerja di PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran. Pada awal kemunculannya masyarakat menjadikan kesenian ini sebagai sebuah kesenian tradisional dan kekayaan budaya yang harus dilestarikan. Masyarakat selalu memenuhi tempat pementasan kesenian “Sénthéréwé”, karena mereka menganggap kesenian ini sebagai sebuah hiburan. Seiring dengan perkembangan jaman yang disertai dengan perubahan pola pikir dan masuknya unsur kebudayaan baru dapat mempengaruhi eksistensi sebuah kesenian tradisional. Hal ini juga mempengaruhi eksistensi “Sénthéréwé” dalam masyarakat desa Sidorejo. Pada umumnya generasi muda lebih menyukai jenis pertunjukan yang sifatnya menghibur dan sesuai dengan perkembangan jaman. Menurut Bapak Marsono (Rabu, 9 November 2005, dikantor PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran) menyatakan bahwa dahulu kesenian ini merupakan favorit masyarakat desa Sidorejo, sampai sekarang sesungguhnya masyarakat desa Sidorejo terutama dari generasi beliau juga masih menyukainya, namun karena perkembangan jaman kesenian ini sudah jarang ditampilkan. Sehingga masyarakat sekarang hanya bisa melihat “Sénthéréwé” pada saat acara arak-arakan saja. Berbagai upaya telah dilakukan oleh beberapa pihak untuk melestarikan kesenian “Sénthéréwé”. Paguyuban Sarwa Budaya juga telah melakukan upaya yang berkaitan dengan regenerasi pemain. Paguyuban tersebut juga melakukan beberapa perubahan terhadap jenis kesenian yang ditampilkannya, jenis kesenian yang ditampilkan disesuaikan dengan selera masyarakat. Pada awalnya proses regenerasi pemain ini dapat berjalan sesuai dengan harapan, namun sering dengan berjalannya waktu para generasi muda kurang menyukai kesenian ini. Sampai sekarang masyarakat desa Sidorejo juga tetap antusias untuk menyaksikan setiap jenis kesenian tradisional yang ditampilkan di wilayah tersebut, misalnya pada acara tutup dan buka petik cengkeh pada PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran dan acara ruwatan desa Sidorejo. Biasanya jenis kesenian “Sentherewe” yang ditampilkan dalam pelaksanaan acara tersebut. PT. Perkebunan Tjengkeh Branggah Banaran sampai saat ini juga masih
11
mempertahankan kesenian “Sentherewe” sebagai bagian dari ritual tutup dan buka petik cengkeh. Menurut Bapak Hermanto (Rabu, 9 November 2005, dirumah bapak Hermanto), beberapa tahun lalu PEMDA Blitar sering mengundang paguyuban Sarwa Budaya dengan kesenian “Sénthéréwé” untuk menyambut tamu yang datang dari daerah lain. Pemerintah Daerah (PEMDA) melalui Dinas Pariwisata dan Telekomunikasi kota Wlingi juga melakukan pendokumentasian terhadap jenis kesenian yang menjadi kekayaan budaya diwilayahnya.
KESIMPULAN Berdasarkan Pembahasan tentang Eksistensi Kesenian “Sénthéréwé” Sebagai Kekayaan Budaya Dari Masyarakat Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Ditinjau dari aspek-aspek performansi, yang mendukung dalam kesenian “Sénthéréwé adalah kostum, pemain, alur pementasan, dan alat musik. Selain itu dari segi sosial, aspek yang mendukung adalah respon penonton, waktu pertunjukan,
dan
keberadaan
“Sénthéréwé
sebelumnya
ditengah-tengah
masyarakat. 2) Menurut masyarakat, kesenian “Sénthéréwé” saat ini sudah mulai tergeser kedudukannya dikarenakan oleh perubahan pola pikir dan masuknya jenis kebudayaan baru. 3) Berbagai upaya telah dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi “Sénthéréwé” sebagai bagian dari kesenian tradisional, baik dari pihak perkebunan, Paguyuban Sarwa Budaya, dan PEMDA setempat.
DAFTAR PUSTAKA Bakker, JWM, S.J. 1992. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius Budhisantoso. 1992. Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya, Majalah Analisis Kebudayaan Edisi II/1992 hal 23-27 Dewantara, Ki Hadjar. 1967. Kebudayaan. Jakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Kayam, Umar. 1981. Seni Tradisi dan Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
12
Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Moleong, L.J. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdikarya. Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pelly, Usman & Menanti, Asih. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Puspowardjojo, Soerjono. 1993. Strategi Kebudayaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Saifuddin, Azwar. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saripin, S. 1970. Sejarah Kesenian Indonesia. Jakarta: Pratnya Paramita. Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1981-1982. Media Kesenian Tradisional. Analisis Kebudayaan. Depdikbud TahunII/no.3 hal 76-80 Soedarsono, RM. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soemardjan, Selo. 1980. Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan, Analisis Kebudayaan. 1(2): 21. Soetjipto. 1995. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Malang: IKIP Malang. Surachmad. 1987. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
LAMPIRAN Nama dan Biodata Ketua Serta Anggota a. Biodata Ketua Kelompok Nama NIM Tempat/Tanggal Lahir Fakultas/Jurusan Kegiatan Intra kampus
: Umiatun Sa’diyah : 04340028 : Lamongan, 27 Juni 1985 : KIP/Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia : Sie. Pengembangan Seni dan Budaya HMJ Bahasa dan Sastra Indonesia Anggota Teater SINDEN FISIP UMM
13
b. Biodata Anggota kelompok 1. Nama NIM Tempat/Tanggal Lahir Fakultas/ Jurusan Kegiatan Intra Kampus Kegiatan Ekstra Kampus 2. Nama NIM Tempat/Tanggal Lahir Fakultas/ Jurusan
: Zuni Rahmah Dewi : 04340015 : Lamongan, 4 Juni 1985 : KIP/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia : Wakil Ketua HMJ Bahasa dan Sastra Indonesia : Anggota Nasyiatul Aisyiah (NA) Lamongan : Musafak : 06360058 : Bangkalan, 11 Juli 1984 : KIP/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Nama dan Biodata Dosen Pendamping a. Identitas Pribadi 1. Nama 2. Jabatan 3. Fakultas/ Program Studi 4. Perguruan Tinggi
: Dra. Hj. Sugiarti, Msi : Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang : FKIP/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia : Universitas Muhammadiyah Malang : Jl. Tlogo Suryo VI/58 Malang
5. Alamat b. Pengalaman Penelitian 1. Kesehatan Reproduksi dan Pemberdayaan Wanita Pedesaan (Studi Perilaku Wanita Nelayan Pesisir Pantai di Kabupaten Bangkalan ), dibiayai oleh Dirjen DIKTI Tahun 2000 2. Analisis Perilaku Ketimpangan Gender dalam Proses Pendidikan (Studi pada Pendidikan Dasar di Kota Malang), dibiayai oleh Dirjen DIKTI Tahun 2002 3. Studi Analisis Kebijakan Pendidikan Berwawasan Gender dalam Rangka Penyusunan Kebijakan Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa Timur Tahun 2003 4. Studi Manifestasi Keadilan Gender pada Novel Layar Terkembang Karya STA, Keberangkatan Karya Nh. Dini dan Saman Karya Ayu Utami Serta Manfaatnya Bagi Pengajaran Apresiasi Sastra Tahun 2004 5. Telaah Dekonstruksi Kekuasaan dalam Novel Dari Fontenay ke Magallianes Karya Nh.Dini Tahun 2005 6. Pola Pencitraan Kekuasaan Tokoh dalam Novel La Barka Karya Nh. Dini dan Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari dalam Perspektif Sosiologi Sastra Tahun 2006.