Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
Eksistensi Kesenian Tradisional Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen Oleh: Niken Budi Lestari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskipsikan (1) Prosesi pertunjukan kesenian tradisional kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, (2) Eksistensi kesenian tradisional kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan metode etnografi. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2015. Subjek penelitian ini adalah warga desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama, instrumen lainnya ada alat rekam, kamera, dan alat tulis untuk mencatat hal-hal yang penting. Hasil dari penelitian (1) Prosesi pertunjukan kesenian tradisional kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, (a) Pra Pertunjukan, meliputi: a) Membuat perencanaan acara, b) Membersihkan arena pertunjukan kuda lumping, c) Mempersiapkan berbagai sesaji, d) Persiapan penari, e) Obong Menyan (membakar Kemenyan), (b) Bentuk pertunjukan kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga, meliputi gerakan membuat lingkaran besar untuk berdoa, gerakan lenggutan kepala, gerakan congklak, gerakan thakuran, gerakan unton-unton, gerakan kentrungan, gerakan nyirig, gerakan gebesan, gerakan sendi kaki, gerakan sendi sampur,gerakan pancakgulu, gerakan teposan, dan (c) Pasca pertunjukan ditutup dengan penari kesurupan atau ndadi. (2) Eksistensi kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, antara lain (a) Sejarah berdirinya kesenian kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, (b) Penghayatan Masyarakat Tentang Kesenian kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, (c) Upaya Menjaga Kesenian kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen Agar Tetap Eksis, meliputi: a) latihan dengan rutin, b) membentuk grup, c) membentuk organisasi, d) pementasan, pementasan dibagi menjadi dua yaitu 1) pementasan latihan, dan 2) pementasan undangan/ ditanggap, dan e) peremajaan grup. Kata kunci: Eksistensi, kesenian kuda lumping
Pendahuluan Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak kebudayaan, salah satunya adalah dilihat dari banyaknya kesenian yang lahir dan berkembang di Indonesia. Kesenian tersebut diantaranya adalah seperti seni tari, seni musik, seni ukir dan sebagainya. Kebudayaan merupakan salah satu unsur kekayaan yang dapat menjadi kebanggaan tersendiri dan sangat erat kaitannya dengan masyarakat. Seperti yang Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
47
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
diungkapkan Taylor dalam Ratna (2010: 153) “kebudayaan adalah semua hasil dari aktivitas manusia, baik yang konkret maupun yang abstrak, baik dengan tujuan positif maupun tujuan negatif”. Kebudayaan terbentuk dari banyak unsur, salah satunya yaitu unsur kesenian. Kesenian dicurahkan oleh manusia dengan cara mengasah kemampuannya untuk memenuhi apa yang dianggap pantas dan indah. Yulianti dalam Rusliana (1990: 46) mengemukakan bahwa “tari adalah gerak-gerak ritmis sebagian atau seluruhnya dari tubuh yang terdiri dari pola individual atau berkelompok yang disertai ekspresi atau ide tertentu”. Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan menaiki kuda tiruan dari anyaman bambu dengan diiiringi alat musik gamelan. Desa
Ambalkumolo
merupakan
desa
yang
terletak
di
Kecamatan
Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Desa Ambalkumolo merupakan Desa yang terdapat kelompok kesenian kuda lumping yang sampai sekarang masih ada. Bentuk pertunjukan lebih menarik karena ada perubahan penampilan dengan tambahan adanya tambahan sinden, tambahan irama musik gamelan sejak tahun 2010. Menurut Mbah Darsan saat wawancara pada 4 Juli 2015 mengatakan “kesenian kuda lumping di desa Ambalkumolo ada sejak tahun 1971”. Setelah terbentuknya kesenian kuda lumping di desa Ambalkumolo, maka kesenian tersebut dinamakan dengan nama Seni Budaya Binaraga Ambalkumolo. Eksistensi pertunjukan kuda lumping di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen sejak tahun 1976. Eksistensi pertunjukan kuda lumping jaman dahulu dipertunjukan untuk memperingati memetri bumi, tasyakuran. Pertunjukan kuda lumping pada jaman sekarang banyak digunakan karena banyak peminatnya, seperti halnya dalam acara memperingati memetri bumi, hari Kemerdekaan RI, tasyakuran dan hajatan. Penulis menganggap ada hal yang menarik pada kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen ini, yaitu pada musik gamelan, tambahan sinden, dan banyaknya jenis gerakan yang ada pada pementasan kuda lumping. Penulis membandingkan kesenian kuda lumping Desa Ambalkumolo dan Desa Rantaireja. Jika dilihat dari penampilannya
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
48
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
kesenian kuda lumping Ambalkumolo lebih menarik karena banyaknya gerakangerakan yang ditarikan oleh pemain, iringan musik gamelan yang tidak hanya notasi kuda lumping, tetapi ada iringan musik ricik-ricik banyumasan, adanya seorang sinden. Kuda lumping Rantaireja gerakannya hanya sedikit, iringan musik hanya notasi kuda lumping saja tidak ada tambahan ricik-ricik banyumasan, tidak ada sinden. Persamaannya adalah sama-sama ada kesurupan atau ndadi. Alasan yang melatarbelakangi penulis mengambil judul ini adalah ‘proses pertunjukan dan eksistensi’ dalam pertunjukan kesenian Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Grup kuda lumping ini mempunyai keunikan. Keunikan tersebut yaitu (a) gerakan tarian yang banyak dan bervariasi, (b) adanya seorang sinden , (c) iringan musik gamelan yang tidak monoton, (d) sesaji yang digunakan masih menggunakan sesaji sederhana sehingga pertunjukan masih dapat dinikmati oleh segala umur, (e) adanya keterbukaan dari pihak paguyuban kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga sehingga dalam memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian.
Metode penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Moleong (2014: 6) menyatakan bahwa, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan cara analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi yang lainnya. Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Metode ini dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Desa Ambalkumolo. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat memahami informasi tentang kesenian kuda lumping di Desa Ambalkumolo. Sesuai yang dinyatakan oleh Endraswara (2006: 50) model etnografi yaitu penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaiamana adanya. Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2010: 172). Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, antara lain ketua grup, sesepuh, pawang, pemain kesenian kuda lumping Desa Ambalkumolo, sumber data primer yaitu sumber yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian (Bungin, 2011: 132). Data dalam penelitian ini adalah rekaman
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
49
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
wawancara secara face to face (tatap muka) serta hasil rekaman video pertunjukan kuda lumping. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ada beberapa cara, agar data yang diperoleh merupakan data yang sahih atau valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Menurut Arikunto (2010: 203), mendefinisikan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, dan pelapor hasil analisis data. Instrumen bantu yang digunakan peneliti berupa alat perekam. Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2014: 248) berpendapat bahwa analisis data
adalah
upaya
yang
dilakukan
dengan
jalan
bekerja
dengan
data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sehubungan dengan hal itu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Denzim dalam Kutha Ratna (2010: 242) menyebutkan tiga jenis triangulasi, yaitu: a) Triangulasi data adalah penggunaan beragam sumber data dalam suatu kegiatan, sebagai contoh mewawancarai orang pada suatu posisi status yang berbeda atau dengan titik pandang yang berbeda; b) triangulasi peneliti adalah penggunaan beberapa peneliti atau ilmuwan sosial yang berbeda; dan c) triangulasi teori adalah penggunaan sudut pandang ganda dalam menafsirkan seperangkat tunggal data. Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi data. Dalam triangulasi data misalnya, data pertama tidak harus dianggap sebagai sudah bersifat valid, tetapi justru harus diragukan kebenarannya, sehingga perlu diuji melalui data lain dengan sumber yang berbeda, demikian seterusnya, sehingga data yang diperoleh benar-benar dapat dianggap objektif.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
50
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
Hasil Penelitian 1. Proses Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumolo a. Struktur Pertunjukan Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Struktur pertunjukan kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga yaitu sebelum acara pementasan dimulai dengan acara pembukaan oleh salah satu anggota kesenian kuda lumping atau ketua pasukan yang dinamakan Wirayuda. Wirayuda menari di arena pertunjukan (lapangan) dengan tujuan memberi contoh kepada Wirapati dan Wiratamtama. Pertunjukan kesenian tari kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga terdapat tiga pokok gerakan yang terdiri dari tiga pokok gerakan yaitu gerakan pembuka, gerakan inti dan gerakan penutup. Gerakan pembuka yang meliputi tarian oleh wirayuda, baris dan mebuat lingkaran. Gerakan inti yang meliputi gerakan lenggutan kepala, congklak, nyirig, thakuran, unton-unton, membuat lingkaran kecil, kentrungan, sendi kaki, sendi sampur, teposan, pancakgulu, dan gedrug. Gerakan penutup yang meliputi gerakan berbaring di atas kepang, gerakan tarian wirayuda, dan ndadi. b. Proses Pelaksanaan Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Rangkaian acara pertunjukan kuda lumping Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo merupakan rangkaian acara yang ditanggung oleh grup kesenian dan warga pendukung kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga yang pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang berurutan. Rangkaian pertunjukan kuda lumping Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo secara berurutan terdiri dari tiga proses pelaksanaan, yaitu pra pertunjukan, pertunjukan, dan pasca pertunjukan. 1) Pra Pertunjukan yang meliputi : a) Membuat perencanaan acara Sebelum pertunjukan kuda lumping ini dilaksanakan, ada yang harus dipersiapkan. Pertama adalah persiapan benda-
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
51
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
benda dan perlengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan pertunjukan kuda lumping. Kedua persiapan mental anggota grup kesenian kuda lumping,
karena selain melakukan
pertunjukan di Desa Ambalkumolo, grup ini juga sering diundang warga sekitar desa untuk menghibur dalam acara hajatan maupun tasyakuran masyarakat sekitar Desa Ambalkumolo. b) Membersihkan arena pertunjukan kuda lumping Persiapan yang dilakukan pada prosesi pertunjukan kuda lumping biasanya adalah membersihkan arena pertunjukan, menyiapkan tempat untuk menata gamelan, bila pertunjukan kuda lumping diadakan di Desa Ambalkumolo biasanya yang membersihkan adalah kelompok grup kesenian Kuda Lumping Seni Budaya Binarga dibantu masyarakat sekitar arena pertunjukan. Bila diundang pada acara hajatan biasanya ada salah satu orang dari grup kesenian kuda lumping yang sudah mempersiapkan
arena
pertunjukan
dibantu
orang
yang
mengundang. c) Mempersiapkan berbagai sesaji Sesaji yang digunakan saat pertunjukan kuda lumping adalah sesaji untuk diberikan kepada penari yang kesurupan atau ndadi. Sesaji tersebut diantaranya ada panggang ayam, telur ayam kampung, bunga (mawar, kantil, kenanga), wedang (kopi manis, kopi pahit, teh manis, teh pahit), air jembawukan (kopi dicampur santan), pisang (raja, ambon), menyan, rokok, jajan pasar (es dawet, brondong, pilus, gethuk, kupat, lepet, dll), gula batu, dengan ijo, daun tawa, jenang merah putih. Sesuai dengan pernyataan mbah Darsan saat wawancara pada 04 Juli 2015, menyatakan sebagai berikut: Kutipan:
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
52
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
“Ubarampe ingkang dibutuhake menika kathah, onten
panggang ayam,
telur ayam kampung,
kembang (kanthil, mawar lan kenanga), wedhang (kopi pahit, kopi manis, teh manis, teh pahit), jembawukan (kopi dicampur santan), jajan pasar (es dawet, gethuk, pecel, kupat, lepet, pilus, brondong, gula batu), pisang (raja, ambon), degan ijo, godong tawa, jenang abang putih.” Terjemahan: “Sesaji yang dibutuhkan banyak. Ada panggang ayam, telur
ayam kampung, bunga (kanthil, mawar dan
kenanga), minum (kopi manis,kopi pahit, teh manis, teh pahit), jembawukan (kopi dicampur santan),
jajan
pasar (es dawet, gethuk, pecel, kupat, lepet, pilus, brondong, gula batu), pisang (raja, ambon), kelapa muda, daun tawa, jenang merah putih.” d) Persiapan penari Setelah sampai di tempat acara, para penari berganti busana atau seragam. Para penari memakai kaos lengan pajang, celana pendek, rompi, iket kepala, stagen, sampur. e) Obong Menyan (membakar Kemenyan) Obong menyan merupakan sebuah ritual yang dianggap sakral oleh masyarakat pendukung tradisi, terutama yang masih kental dengan nuansa kejawen. Pada intinya proses obong menyan ini dilakukan untuk meminta kepada leluhur dan rohroh (danyang) yang berdiam di dalam peralatan kuda lumping karena akan diselenggarakannya tarian kuda lumping. Tujuan lain dari proses obong menyan ini adalah untuk mengundang roh-roh (danyang) agar hadir dalam tradisi ini, selain itu untuk
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
53
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
melindungi
dan menghindarkan dari roh-roh yang sifatnya
negatif.
2) Pertunjukan kuda lumping grup seni budaya binaraga Pertunjukan kuda lumping Seni Budaya Binaraga dimulai dengan bacaan doa, yang dipimpin oleh ketua anggota. Kemudian setelah selesai berdoa ada sambutan-sambutan, sambutan dari tuan rumah dan sambutan dari salah satu anggota grup kesenian. Setelah selesai
sambutan
kemudian
para
wiyaga
(penabuh
gamelan)
memainkan gamelan, untuk pertanda pertunjukan kuda lumping akan segera dimulai. Hal tersebut dijelaskan saat wawancara dengan Bapak Turija pada 20 Juli 2015 sebagai berikut. Kutipan: “Wonten pelaksaan menika inggih dibuka kaliyan doa, ingkang dipimpin ketua anggota. Lajeng onten sambutan-sambutan, sambutan saking tuan rumah kaliyan sambutan saking salah setunggal anggota grup kesenian. Yen sampun sambutansambutan lajeng gendingan dipun mulai, kangge pertanda pementasan kuda lumping badhe mulai”. Terjemahan: “Dalam pelaksanaan yaitu dibuka dengan doa, yang dipimpin oleh ketua anggota. Kemudian ada sambutan-sambutan, sambutan dari tuan rumah dan sambutan dari salah satu anggota
grup
kesenian.
Jika
sudah
sambutan-sambutan
kemudian iringan musik dimulai untuk menandakan pementasan kuda lumping akan mulai”. Setelah iringan musik dimulai oleh para wiyaga (penabuh gamelan), kemudian sebagai gerakan pembuka yaitu wirayuda keluar menari-nari di arena pertunjukan. Wirayuda kemudian membunyikan pecut tiga kali, pertanda pasukan penari akan keluar untuk menari.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
54
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
Setelah pasukan penari keluar, kemudian semua penari menari-nari mengikuti iringan musik gamelan. Pada gerakan inti, penari menarikan berbagai macam gerakan seperti ada gerakan lenggutan kepala, gerakan congklak, gerakan kentrungan,
gerakan nyirig, gerakan thakuran, gerakan unton-unton,
gerakan sendi kaki, gerakan sendi sampur, gerakan teposan, gerakan pancak gulu, dan gerakan gedrug. Pada gerakan penutup penari berbaring di atas kepang masingmasing, kemudian wirayuda menari-nari memutari penari yang sedang berbaring,
kemudian
wirayuda
membunyikan
pecut
pertanda
membangunkan penari yang berbaring. Jika ada penari yang tidak bangun, maka penari tersebut mengalami kesurupan atau ndadi. b) Pasca pertunjukan kesenian kuda lumping grup seni budaya binaraga Pasca acara pertunjukan tari kuda lumping Seni Budaya Binaraga yaitu diakhiri dengan penari yang ndadi. Penari yang ndadi disembuhkan oleh pawang. Apabila pemain yang ndadi sudah sembuh, maka pertunjukan sudah selesai. Semua penari dan anggota lainnya istirahat, setelah semua sudah selesai istirahat secukupnya kemudian semuanya berdoa dengan doa penutup yang dipimpin ketua anggota. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Sujayus saat wawancara pada 20 Juli 2015. Kutipan: “Pasca pertunjuka menika inggih penari ndadi, lajeng yen sampun rampung ndadi lajeng istirahat secukupe. Yen sampun rampung sedoyo anggota berdoa kaliyan doa penutup, ingkang dipimpin ketua anggota”.
Terjemahan : “Pasca pertunjukan yaitu penari ndadi, kemudian kalau sudah selesai ndadi kemudian istirahan secukupnya. Jika sudah selesai semua anggota berdoa dengan doa penutup, yang dipimpin ketua anggota”.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
55
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
c. Pendukung Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Dalam kesenian kuda lumping pasti ada pendukung kesenian, pendukung tersebut meliputi penari, tempat dan waktu, alat musik, tata rias, tata busana, dan tema pertunjukan. Penari meliputi wirayuda, wirapati, wiratamtama, cepetan, barongan, penimbul/ pawang. Tempat dan waktu meliputi lapangan atau tempat terbuka, waktunya pagi, siang, sore dan malam. Alat musik meliputi kendhang, demung, gong, saron, kethuk kenong, bonang. Tata rias meliputi bedak, lipstik, sisir, dan kaca. Tata busana meliputi celana pendek, kaos lengan panjang, rompi, sampur, stagen, ikat kepala. Tema pertunjukannya adalah gerakan seekor kuda. d. Perlengkapan Pementasan Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Perlengkapan yang dibutuhkan dalam pementasan kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga adalah perlengkapan pementasan seperti panggung, penari dan sesaji. Panggung meliputi sound, tarub, dan papan. Penari meliputi seragam, kuda kepang dan pecut. Sesaji meliputi panggang ayam, telur ayam kampung, kelapa muda, bunga, minuman, jajan pasar, rokok, dan kemenyan.
2. Eksistensi Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen a. Sejarah Berdirinya kesenian kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga Grup kesenian kuda lumping Ambalkumolo ada sejak tahun 1971, dilatih oleh Pak Sunarko. Pak Sunarko adalah seorang guru Sekolah Dasar yang menguasai seni tari kuda lumping dengan gaya temanggungan, beliau berasal dari Desa Kedungsari, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen. Beliau menawarkan jasa kepada masyarakat Desa Ambalkumolo untuk melatih kesenian kuda lumping. Masyarakat mengadakan musyawarah untuk membahas tentang tawaran
diadakannya
kesenian
kuda
lumping.
Musyawarah
tersebut
menghasilkan kesepakatan menerima tawaran dari Pak Sunarko. Masyarakat
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
56
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
sepakat untuk mendirikan grup kesenian kuda lumping dengan gaya tarian tumenggungan. Grup kesenian tersebut dinamakan dengan Seni Budaya Binaraga. Saat wawancara dengan Mbah Darsan pada 04 Juli 2015, sebagai berikut. Kutipan: “Wiwit mulai awal belajar taun 1971, wonten setunggaling guru, inggih punika maninipun pak Ngademi anggadahi kenalan guru ingkang saged mblajari utawi nyinauni seni kuda lumping model Temanggungan, lajeng dipun praktekaken wonten Desa Ambalkumolo, inggih menika ingkang dipun sesepuhi pak Ngademo almarhum”. Terjemahan: “Mulai belajar dari awal tahun 1971, ada salah satu guru, yaitu Bapak Ngademo yang mempunyai kenalan seorang guru yang bisa mengajari
seni
kuda
lumping
dengan
model
atau
gaya
Temanggungan, lalu dipraktekan di Desa Ambalkumolo, yang diketuai oleh Bapak Ngademo almarhum”. b. Penghayatan Masyarakat Terhadap Kesenian Kuda Lumping Grup Seni Budaya Binaraga Masyarakat Desa Ambalkumolo antusias dengan kesenian kuda lumping, apalagi kesenian kuda lumping milik sendiri. Desa Ambalkumolo memiliki kuda lumping dengan nama grup Seni Budaya Binaraga. Semua masyarakat menanggapi kesenian kuda lumping dengan baik dan mendukung dengan adanya kesenian kuda lumping. Kesenian kuda lumping begitu dicintai oleh mayarakat, buktinya sering digilir atau disuruh pentas dengan undangan perorangan maupun dari undangan kelompok. Penghayatan dari Bapak Aan seorang pegawai Sekolah saat wawancara pada 3 November 2015, sebagai berikut. Kutipan: “Kula inggih remen marang kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga, kula inggih sering nonton yen onten pertunjukan lan yen kula nganggur,mboten teng sekolahan. Kula ndukung sanget kaliyan kesenian kuda lumping wonten Ambalkumolo,amargi kula remen. Kula inggih nate nggilir nanggap kanggo acara khitanan anak kula”.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
57
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
Terjemahan : “Saya ya suka dengan kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga,saya juga sering nonton kalau ada pertunjukan dan saya tidak bekerja, tidak di sekolahan. Saya mendukung sekali dengan kesenian kuda lumping di Ambalkumolo”. c. Upaya Menjaga Kesenian Kuda Lumping grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen Agar Tetap Eksis Cara menjaga kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga agar tetap eksis yaitu dengan cara : (1) latihan dengan rutin, (2) membentuk grup, (3) membentuk organisasi, (4) pementasan, pementasan dibagi menjadi dua yaitu (a) pementasan latihan, dan (b) pementasan undangan/ ditanggap, dan (5) peremajaan grup. Saat wawancara dengan Bapak Turija pada 20 Juli 2015, sebagai berikut. Kutipan: “Upayanipun inggih sering latian, lajeng ndamel grup,ndamel organisasi, pagelaran, pagelaran menika wonten kalih, yaiku pagelaran undangan lan pagelaran latian, lan wonten peremajaan grup utawi nganyari anggota”. Terjemahan: “Upayanya yaitu sering latihan, kemudian membuat grup, membentuk organisasi, pertunjukan, pertunjukan tersebut ada dua, yaitu pertunjukan undangan atau diundang dan pertunjukan latihan, dan ada peremajaan grup atau memperbaharui anggota”. Simpulan Hasil penelitian sebagai berikut; (1)Proses pertunjukan kesenian tradisional kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, 1) Pra Pertunjukan yang meliputi: (a) Membuat perencanaan acara, (b) Membersihkan arena pertunjukan kuda lumping, (c) Mempersiapkan berbagai sesaji, (d) Persiapan penari, (e) Obong Menyan (membakar Kemenyan), 2) bentuk pertunjukan kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga, meliputi gerakan membuat lingkaran besar untuk berdoa, gerakan lenggutan kepala, gerakan congklak, gerakan nyirig membentuk lingkaran besar, gerakan thakuran, gerakan unton-unton, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
58
Vol. / 09 / No. 02 / Oktober 2016
gerakan kentrungan, gerakan nyirig, gerakan gebesan, gerakan sendi kaki, gerakan sendi sampur, gerakan pancakgulu,
gerakan teposan, dan 3) Pasca pertunjukan
ditutup dengan penyembuhan penari yang kesurupan atau ndadi. (2) Eksistensi kesenian kuda lumping Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo meliputi: (a) Sejarah berdirinya kesenian kuda lumping grup Seni Budaya Binaraga di Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Kesenian kuda lumping mulai terbentuk dari tahun 1971. Dipimpin oleh bapak Ngademo sebagai ketua pertama, dari kepemimpinan bapak Ngademo organisasi kesenian kuda lumping berjalan dengan baik. (b) Penghayatan Masyarakat Tentang Kesenian Kuda Lumping grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Penghayatan masyarakat tentang adanya kesenian kuda lumping di Ambalkumolo sangat senang dan mendukung. Alasannya karena kesenian kuda lumping dapat sebagai aset kebudayaan milik daerah sendiri. (c) Upaya Menjaga Kesenian Kuda Lumping grup Seni Budaya Binaraga Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen Agar Tetap Eksis, meliputi: a) latihan dengan rutin, b) membentuk grup, c) membentuk organisasi, d) pementasan, ada dua yaitu (1) pementasan latihan,dan (2) pementasan undangan, dan e) peremajaan grup.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT Rineka Cipta. Burhan, Bungin. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusliana, Iyus. 1990. Pendidikan Seni Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
59