Profile Kampung Dayak, Kuburan Kebon Nanas
Di tengah keramaian dan gemerlapnya kota Jakarta, di antara gedung megah menjulang tinggi, mobil mewah berlalu-lalang, orang-orang berdasi berpesta-pora, para pejabat sibuk memikirkan partainya. Di sanalah ada sekelompok manusia yang hidup dalam kekurangan, makan
tiap hari apa
adanya, mereka tinggal di kuburan Kebon Nanas, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. Warga mengaku tinggal di kuburan karena tidak ada pilihan lagi, mereka adalah korban penggusuran dan kebijakan sang penguasa. Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebonanas seluas kurang lebih 6 hektar, terdiri dari 3,5 hektar digunakan untuk pemakaman keturunan Tionghoa, sedang sisanya untuk pemakaman Muslim, Kristen, dan lain-lain. Pada tahun 1997, bapak Sutar bersama
keluarganya meminta izin
kepada petugas pemakaman TPU Kebon Nanas untuk tinggal di lokasi kuburan. Setelah diizinkan oleh petugas pemakaman mereka kemudian tinggal di lokasi khususnya kuburan Cina, dengan membangun gubug sebagai tempat tinggal ala kadarnya. Bapak Sutar adalah salah satu korban penggusuran pemukiman pinggir kali Cipinang, wilayah Cipinang Besar Selatan dan pernah tinggal selama 35 tahun dekat area sebelah selatan kuburan.
Indok–FAKTA/1
Semula terdapat sekitar 30 Kepala Keluarga menempati area pemakaman Tionghoa, akan tetapi akibat krisis ekonomi ada penambahan warga sangat pesat. Pada awal tahun 2006, jumlah warga yang menempati di lokasi kuburan terdapat 57 Kepala Keluarga atau sekitar 107 orang dewasa, dan 41 anak-anak, tinggal kuburan Kebon Nanas, warga menyebutnya pemukiman Sentiong, namun ada pula yang menyebut sebagai Kampung Dayak karena terdapat dari berbagai komunitas warga dan profesi. Pada tanggal 26 November 2009, perkembangan pertambahan penduduk menjadi 89 Kepala Keluarga. Mereka dari berbagai daerah asal; Karawang, Banten, Kuningan, Subang, Bandung, Indramayu, Brebes, Tegal, Pemalang, Purwokerto, Kebumen, Semarang, Klaten, Solo, Ngawi, Surabaya, bahkan NTT.
Masyarakat umum mengatakan bahwa mereka tidaklah lazim dan layak untuk tinggal di kuburan. Pada sekitar area ditanami pohon pisang, singkong, dan sayur-sayuran. Pada umumnya warga yang tinggal di kuburan tidak merasa takut, bahwa mengaku lebih tenang “lebih enakan di sini” karena tidak merasa was-was terkena banjir tidak takut hanyut, dan bahkan tidak membayar kontrak rumah.
Anak-anak Kuburan
Indok–FAKTA/2
Warga menempati rumah makam (cungkup) yang lantainya dipasang ubin bekas atau peluran semen, kemudian di antara tiang-tiang dipasang kain seprei, berfungsi sebagai dinding penutup ala kadarnya. Di antara nisan-nisan yang di bawahnya bersemayam jenazah yang telah puluhan tahun dikubur, di situlah mereka tinggal, tidur bersama anak-isterinya. Aktivitas mereka sehari-hari, biasa layaknya seperti masyarakat pada umumnya; memasak, makan-minum, hubungan sex dilakukan di dalam “cungkup”.
Sedang untuk mendapatkan air minum, warga membuat sumur
pompa di sela-sela “cungkup” dengan cara saweran, uang sukarela berfariasi antara Rp 5.000 – Rp 20.000. Mata pencahariannya terdiri dari berbagai profesi; pedagang, pengamen, pemulung, buruh cuci pakaian, buruh pasir, dll. Pendapatan rata-rata per hari antara Rp 15.000 – Rp 20.000. Masalah judi dan minuman pada umumnya dianggap merupakan hal yang negativ, akan tetapi bagi kaum yang terpinggirkan adalah merupakan suatu hiburan tersendiri, lepas baik maupun buruk bagi yang menilai. Mereka sebenarnya tidak membutuhkan penilaian, akan tetapi lebih pada perhatian, sapaan, serta pengakuan akan eksistensinya. Keberadaan mereka adalah sama, mempunyai hak yang sama, seperti manusia pada umumnya.
Sahur Bersama: Minggu, 30 Oktober 2005, Warga Kuburan Kebon Nanas pernah mengadakan acara ”Sahur Bersama”. Dalam acara sahur bersama dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta (Fauzi Bowo), Walikota Jakarta Timur (H. Koesnan A. Halim), Camat Jatinegara (Bapak Yusuf), Lurah Cipinang Besar Selatan (Susuki Yana) serta tokoh masyarakat setempat. Meski hanya beralaskan karpet dan tikar yang digelar di atas tanah kuburan serta rasa dingin malam yang mencekam, dan batu nisan yang menjadi saksi. Dalam acara sahur bersama dengan warga komunitas TPU Kebon Nanas, berjalan dengan penuh hikmad serta rasa haru kepada seluruh hadirin yang hadir pada saat itu. Indok–FAKTA/3
Pada saat acara Si RAMLI berlangsung, anak-anak menampilkan kebolehannya dalam menyanyikan lagu Islami dengan judul “Tombo Ati”” dari Opik:
TOMBO ATI
Tombo ati, ono limo perkarane Kaping pisan, moco Qur’an lan maknane Kaping pindo Sholat wengi lakanono Kaping telu wong kang Sholat kumpulono Kaping papat kudu weteng ingkang luwe Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso ngelakoni Mugi-mugi Gusti Allah nyembadani
Semua hadirin yang mendengarkan lagu tersebut tampak sangat terkesima bercampur “trenyuh”, karena lagu tersebut sungguh menyentuh relung hati. Setelah lagu usai, bapak Fauzi Bowo, Wakil Gubernur DKI Jakarta langsung merangkul anak-anak, yang kemudian diajak berbincang-bincang bersama. Anak diberi nasehat dan semangat hidup, agar kelak dapat keluar dari penderitaan kemiskinan. Mereka juga mempunyai hak yang sana dengan masyarakat lainnya; hak hidup layak, hak tempat tinggal, hak bekerja, hak berkreasi dan mengemukakan pendapat. Pesan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo; agar anak-anak dibimbing dengan sungguh-sungguh, harus dapat bersekolah. Sedang orang tuanya yang mayoritas tidak memiliki KTP dan surat-surat, diminta untuk mengurus langsung kepada pemerintahan setempat. Selama warga tinggal di perkuburan sampai sekarang ini, belum pernah mendapat pengakuan dari pihak pemerintah setempat. Meskipun sudah ada Indok–FAKTA/4
upaya warga untuk mengurus KTP dan Kartu Keluarga, akan tetapi permohonan warga ditolak, jadi mereka tetap dianggap penduduk liar dan tidak memiliki identitas. Dengan demikian, posisi mereka sangat rentan penggusuran.
30 November 2009 Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
Indok–FAKTA/5