GR
AT IS
REKONSTRUKSI ACEH N0. 5 ■ 1 OKTOBER 2005 ■ DUA MINGGUAN
http://e-aceh-nias.org/ceureumen/
PANTON Ie di laot meu alon bicah Lam pucok nipah na ulat bangka Udep neulayan keubit that susah Oh lheueh musibah ie raya teuka Peurahoe hanco putoh ngon pukat Hanle hareukat hanpat keureuja Untong dibantu le bangsa Barat Moto bot meuhat digantoe sigra SULAIMAN A.GANI
2 Beras Berbatu untuk Pengungsi ADA hal yang tak sedap terpampang di Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Itu sekira Maret lalu. Deretan perahu nelayan bertulisan The State of Kuwait teronggok lesu di pinggir jalan desa itu. Baca halaman 4
3 Yang Bagi-bagi Bingkisan Puasa
Tulang-Tulang itu Masih Berserakan…
4
Nani Afrida Leupung Aceh Besar
[email protected]
Problema Bantuan Perahu
7 Desa Barang Antik itu Telah Tenggelam
H
UJAN gerimis terus menerus membuat tanah becek. Di beberapa tempat, air malah sudah mengenang dan tidak bisa keluar karena kuala, tempat jalan keluar masuk air ke laut hancur akibat tsunami. Selamat datang di kecamatan Leupung Aceh Besar, kecamatan yang warganya kini tinggal 2000 orang dari 8700 jiwa! Hujan dan air menggenang bukan saja menyulitkan bagi masyarakat. Tetapi juga tim evakuasi jenazah korban tsunami yang jauhjauh datang dari Aceh Timur. Maklum, saat ini mereka se-
dang merelokasi kuburan korban tsunami untuk dipindahkan ke kuburan massal. ”Kami jadi tidak bisa menggali kuburan itu karena terendam air,” kata Abdul Halim, relawan Aceh Timur kepada Ceureumen. Dulu serba darurat Saat ini kendati sudah masa rekonstruksi dan rehabilitasi, tim pengumpul jenazah ini masih bekerja. Mereka memprediksi ada ribuan kerangka korban tsunami asal Leupung yang saat ini belum dievakuasi atau dikubur secara layak! Pada masa darurat dulu, para relawan dan masyarakat menguburkan korban secara darurat. Mereka menggali liang hanya setengah meter untuk menghindari bau busuk dan penyakit. Belakangan kuburan tersebut menjadi dangkal kare-
na terkikis air atau digali binatang. Tulang dibawa babi Tidak percaya? Kuburan darurat yang terletak di persawahan Meunasah Mesjid Leupung misalnya. Ceureumen dan para relawan harus menempuh jarak 4 kilo untuk mencapai areal persawah dari bukit yang penuh belukar, karena jalan sawah tertutup sampah tsunami. Pemandangan di sekitar kuburan darurat begitu memilukan. Kuburan banyak yang sudah digali sembarangan. Dan tulang-tulang manusia berserakan karena dibawa babi hutan. ”Semuanya harus kita pindahkan ke kuburan massal, kalau jalan kaki tidak mungkin. Kita harus membawa rakit,” kata Abdul Halim.
Butuh waktu Abdul Halim dan 14 anggotanya ber tekad akan mengumpulkan tulang belulang yang kini jumlahnya ribuan untuk dibawa ke kuburan massal. Mereka sadar butuh waktu lama, apalagi dengan peralatan pas-pasan karena tidak ada bantuan dari NGO atau LSM meskipun hanya sarung tangan dan kantong jenazah! Alasannya tidak ada lagi dana untuk evakuasi karena semua plot dana hanya untuk rekonstruksi. ”Dengan dibawa ke kuburan massal, maka masyarakat bisa berziarah. Para korban juga bisa beristirahat dengan tenang karena diperlakukan lebih manusiawi,” kata Abdul Halim pelan.■
ANTIKORUPSI
CEUREUMeN
Beras Berbatu untuk Pengungsi
■ ■ ■ TANYA JAWAB Pengemis tidak Dapat Bantuan? T: Saya sedih dengan para pengemis di seputaran kota. Mengapa untuk pengemis tidak ada bantuan, padahal untuk hal lainnya begitu banyak bantuan? Ari Yanto Banda Aceh J: Dinas Sosial Provinsi NAD mengaku telah berusaha mengurangi pengemis sejak beberapa tahun yang lalu. Pengemis di seputaran Kota Banda Aceh dan sekitarnya pernah dirazia, lalu diberi pelatihan dan modal berusaha berkali-kali. Namun, menurut Dinas Sosial, tetap saja tak berubah. Untuk menghilangkannya Dinas Sosial kini bahu membahu bersama dengan dinas lain membuat solusi jangka panjang dengan cara memberdayakan masyarakat secara keseluruhan di berbagai bidang.
Kredit Lunak untuk Korban Tsunami T: Ada atau tidak LSM yang memberikan bantuan pinjaman kredit lunak kepada korban tsunami? Muchlis Lamteumen Timur Banda Aceh J: Ada beberapa LSM yang memberikan bantuan kredit lunak kepada masyarakat. Salah satunya Baitul Qiradh Pemuda Muhammadyah. Lembaga ini memberi pinjaman dengan nilai Rp 1 - 2 juta kepada para pedagang kaki lima. Syaratnya: Jelas lokasi usaha, ada identitas, dan mengisi formulir yang disediakan. Sedangkan LSM asing ada juga yang memberikan keterampilan dan modal berusaha. Berbeda dengan Baitul Qiradh Pemuda Muhammad-
yah yang pengajuan bantuannya bisa secara personal, umumnya LSM asing memberi bantuan jika diajukan secara bersama-sama, misalnya oleh kepala desa masing-masing. Untuk lebih jelas LSM apa saja yang berpeluang memberi bantuan modal berusaha, bisa ditanyakan ke Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) yang mengkoordinasi mereka. Alamat Baitul Qiradh Jalan Tgk Chik Pante Kulu Lantai 2 nomor 5 Pasar Aceh Banda Aceh. Alamat BRR Jl Geuceu Meunara VIII No.9 Desa Garot Dusun Melati Banda Aceh.
Tukang Foto Jadup Belum Datang T: Saya baru sekali mendapatkan jatah hidup (jadup). Besar kemungkinan saya tidak mendapatkan lagi, karena hingga kini belum difoto sebagaimana dengan desa-desa yang lain. Masalahnya, tukang foto belum pernah memasuki desa kami. Bagaimana solusinya? Fatimah Kecamatan Meuraxa Banda Aceh J: Badan Pengolahan Data dan Elektronik (BPDE) yang diberi tugas oleh Dinas Sosial NAD mengaku telah merampungkan hampir semua proses pemotretan dan pendataan pengungsi di seluruh NAD. Namun, menurut Kepala BPDE Sofyanis, mereka tidak menutup sepenuhnya proses pendataan. Di sisi lain, pihak Dinas Sosial NAD mengaku tetap akan memberikan dana Jadup jika ada bukti bahwa Anda benarbenar orang yang layak mendapatkan Jadup, meskipun belum didata identitas dan dipotret oleh pihak BPDE.
Anda bisa mengirimkan pertanyaan apa pun yang ingin Anda ketahui, terutama mengenai masalah rekonstruksi dan rehabilitasi. Redaksi akan mencarikan jawaban untuk pertanyaan Anda. Kirimkan ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001 atau email
[email protected] dengan mencantumkan “Rubrik Tanya Jawab”
■ NANI AFRIDA
2
Beras yang dibagikan kurang layak, berbatu dan hancur.
Muhammad Azami
S
[email protected]
EJAK Agustus sampai September, ribuan pengungsi di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya yang menempati tenda dan barak merasa resah. Keresahan muncul karena beras yang dibagikan untuk mereka kurang layak yaitu berbatu dan hancur. Akibatnya, kaum perempuan punya pekerjaan ekstra setiap menanak nasi yaitu memilah batu di antara beras. Selanjutnya para pengungsi kehilangan selera makan. 20 persen hancur Beras tersebut dibungkus dengan karung yang bertuliskan ‘“BERAS BULOG – Berat Bersih 20 Kg – Jl.Jend. Gatot Subroto No.49 Jakarta.” Menurut Koordinator Barak Kuala Baro, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, Saifuddin M. Amin dan Muhammad Kamal, beras yang mereka terima pada bulan ini hancur rata-rata dua-tiga bambu, dalam satu karung. Beras tersebut juga berbatu. “Padahal sebelumnya kami menerima beras cukup bagus.Hanya dua bulan ini saja beras yang kami terima kurang bagus, “ tutur mereka. Untuk barak Kuala Baro, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, bahkan hampir 20 persen hancur dan berbatu. Para pengungsi yang berjumlah 2.215 jiwa ini pun terpaksa menikmati beras dengan kondisi seperti ini.
Terjadi juga di Aceh Barat Ternyata bukan cuma di Nagan Raya.Di Kabupaten Aceh Barat pun, sejumlah pengungsi korban tsunami yang menempati barak Walubi Lapang I, Kecamatan Johan Pahlawan, juga mengaku kalau beras yang mereka terima kurang layak. Selain berbatu, kondisi beras yang dibagikan juga hancur. Ini sudah terjadi dalam dua bulan terakhir. Pengungsi sendiri sebenarnya tak begitu ngotot mempersoalkan. Mereka mengaku terpaksa menerima, karena tidak punya pilihan lain. “Kami para pengungsi sangat mengharapkan agar ke depan pihak yang menyalurkan bantuan dapat memahami kondisi yang dialami pengungsi saat ini. Apalagi bulan Ramadhan, kami masih sangat membutuhkan bantuan,” kata seorang ibu. Pengoplosan Menurut Tim Badan pekerja Solidaritas untuk Anti-Korupsi (BP.SuAK) kepada Ceureumen beras bantuan itu merupakan pemberian WFP (World Food Programme) yang disalurkan oleh CRS (Catholic Relief 5Services). Pada label dari karung beras yang diambil sampel oleh SuAK tertulis : “BERAS HASIL GILING DIVISI REGIONAL JAWA TENGAH – SUB DIVISI REG. BANYUMAS – GUDANG BULOG 409 Kr. SENTUL. Pada stempel bertuliskan (huruf yang tertera kurang jelas): UD. SRI
HANDAYANI Telp. 0811457445. 0811288912 Jl.Raya Banjarparakan...”. SuAK mensinyalir bahwa pihak yang bertugas dalam pengepakan (bagian pengisian beras) telah melakukan pengoplosan atau pencampuran beras yang bagus dengan yang hancur. “Ini sedang kami selidiki,” kata Neta, aktivis SuAK kepada Ceureumen. Diakui kurang bagus Lembaga anti korupsi ini sudah mengonfirmasi pimpinan CRS Meulaboh perihal kondisi beras tersebut, pimpinan CRS saat itu, Florentino, mengatakan, “Kami hanya bertugas menyalurkan dan tidak berwenang mengecek isi dalam karung beras tersebut. Meskipun demikian, laporan BP.SuAK akan kami bicarakan dengan WFP,” katanya. Sedangkan seorang staf WFP di Meulaboh membenarkan kalau beras yang dibagikan tersebut memang begitu kualitasnya. Anehnya, beras yang sudah diberikan kepada pengungsi dengan mutu di bawah rata-rata itu tidak ditarik kembali oleh pihak yang bertanggung jawab dalam pendistribusian.■ Anda melihat indikasi penyimpangan dana di tempat Anda? Silakan menghubungi Kantor SuAK (Solidaritas untuk Anti Korupsi), Jalan Sisingamangaraja No. 48 Desa Gampa Meulaboh. Tel. 0655 7006850
■ REDAKSI CEUREUMeN ■ Pemimpin Redaksi: Sim Kok Eng Amy ■ Sekretaris Redaksi: Siti Rahmah ■ Redaktur: Nani Afrida ■ Wartawan: Mounaward Ismail, Muhammad Azami ■ Koordinator Artistik: Mahdi Abdullah ■ Fotografer: Hotli Simanjuntak ■ Dengan kontribusi wartawan lepas di Aceh ■ Alamat: PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected] ■ Percetakan dan distribusi oleh Serambi Indonesia. CEUREUMeN merupakan media dwi-mingguan yang didanai dan dikeluarkan oleh Decentralization Support Facility (DSF atau Fasilitas Pendukung Desentralisasi). DSF merupakan inisiatif multi-donor yang dirancang untuk mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah dengan meningkatkan keselarasan dan efektifitas dukungan dari para donor pada setiap tingkatan pemerintahan. Misi dari CEUREUMeN adalah untuk memberikan informasi di Aceh tentang rekonstruksi dan berita yang bersifat kemanusiaan. Selain itu CEUREUMeN diharap bisa memfasilitasi informasi antara komunitas negara donor atau LSM dengan masyarakat lokal.
FOKUS
CEUREUMeN
3
Menjelang Puasa
Sedihnya Sahur dengan Bantuan Orang Asri Zaidir ULAN Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Ini adalah bulan puasa pertama, setelah Aceh terkena musibah tsunami. Pelaksanaan puasa dipastikan bakalan ”sedikit berbeda”. Apalagi para korban tsunami yang masih di pengungsian. Ada beberapa kebiasaan yang hilang. Misalnya membuat makanan khas untuk sahur atau pun persiapan bersih-bersih rumah. Para pengungsi juga bekerja ekstra keras jelang puasa. Uang yang dihasilkan akan dikumpulkan. Bukan untuk beli baju baru, melainkan untuk jaga-jaga bila bantuan mendadak mandeg. Nah lo. Lupakan daging asin Lihat saja Jauhari (45). Janda korban tsunami itu menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan dingin. Berbeda dengan tahun lalu yang penuh persiapan ekstra. Biasanya Jauhari membeli daging untuk persiapan bersantap sahur. “Setiap bulan puasa saya selalu buat daging kering. Itu masa-
■ HOTLI SIMANJUNTAK
B
Banda Aceh
[email protected]
Melaksanakan shalat tarawih di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
kan kesukaan keluarga,”Ucap Jauhari. Menu favorit keluarga Jauhari untuk sahur memang daging asin kering yang di Aceh lazim dise-
Yang Bagi-bagi Bingkisan Puasa Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
B
EBERAPA LSM berbasis Islam ternyata memiliki rencana untuk bulan Ramadhan. Islamic Relief, misalnya. LSM internasional yang berpusat di Birmingham, Inggris, ini berencana membagibagikan bingkisan untuk pengungsi di Banda Aceh dan Aceh Besar pada bulan puasa. Menurut Media Officer Islamic Relief, Oya Moh. Akbar, bingkisannya berbentuk kurma, sirup, gula, dan lain-lain. Bingkisan ini direncanakan dibagikan pada pertengahan bulan Ramadhan. Total paket yang akan dibagikan berjumlah ribuan. Pemberian bingkisan ini merupakan program khusus LSM ini pada bulan Ramadhan. Sedangkan lembaga dari negara Turki berencana akan membantu pemberian ribuan ton kurma juga daging kornet untuk pengungsi. Termasuk juga menyediakan ribuan bungkus nasi untuk buka puasa pengungsi atau anak yatim. LSM Turki lainnya yaitu Istanbul Metropolitan Municipality juga mengaku akan tetap membagi-bagikan roti gratis ke sebagian pengungsi di Banda Aceh dan Aceh Besar. Mereka belum punya program khusus memasuki bulan Ramadhan.
Meugang Untuk persiapan daging meugang yang merupakan tradisi masyarakat Aceh, beberapa organisasi dan LSM sudah sepakat untuk menyediakan beberapa ekor sapi. Misalnya Badan rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) menyiapkan 100 ekor sapi, Muslim Aid menyiapkan 10 ekor sapi, beberapa NGO seperti Concern menyediakan satu ekor sapi untuk Aceh Besar.■
but sie Balu. Menurutnya selain mudah, masakan tersebut cukup enak untuk disantap saat sahur. Apalagi dengan kuah bening daun pepaya. Namun semenjak menjadi pengungsi tsunami, ‘ritual’ membuat sie balu terpaksa ditinggalkannya. Kejadian maha dahsyat yang terjadi akhir tahun lalu bukan hanya merenggut nyawa suami dan empat orang anaknya yang lain, tapi juga seluruh harta bendanya. “Sekarang tidak buat lagi, tidak ada yang makan,”Ucap Jauhari sedih. Kerja ekstra Saat ditemui Ceureumen di Desa Gano, Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh Jauhari tengah sibuk membersihkan kulit kerang. Perkerjaan itu memang sudah lama dilakoni. Namun dulu hanya sebagai ‘proyek’ sampingan. Mak-
lum, Ismail mediang suami cukup memenuhi kebutuhannya. Namun seiring dengan kondisi yang mendesak dan bulan puasa yang sebentar lagi tiba, Jauhari pun terpaksa menjadikan kerang sebagai mata pencaharian utama. Langkah tersebut diambil Jauhari untuk mengantisipasi apabila bantuan tak diberikan untuk mereka. Apalagi dalam bulan puasa yang menurutnya biaya hidup pasti akan semakin besar. “Uang ini untuk jaga-jaga bila bantuan tak diberikan untuk kami disini,”ucap Jauhari. Sahur dengan bantuan Saat ini Jauhari tinggal dalam gubuk kayu berukuran 4x5 meter. Disana dia tinggal bersempit-sempit bersama dengan lima anak dan seorang menantunya. Dan selama disana, mereka hanya memperoleh bantuan beru-
pa beras, minyak, dan ikan kaleng. ”Ya, puasa kali ini kami sahur dan makan dengan bahan bantuan orang,” Kata Jauhari dengan mata berkaca-kaca. ”Tidak bikin daging kering lagi, Bu?” tanya Ceureumen. ”Bagaimana mau beli, tidak ada uang. Biasanya mau puasa, daging naik harganya,” ucap Jauhari lagi. Jauhari tidak sendiri. Ada 80 keluarga di Desa Gano yang masih tinggal di tenda. Dan saat ini mereka tak lagi bisa tenang dan girang menyambut bulan puasa seperti bulan-bulan sebelumnya. Mereka justru khawatir seandainya pemerintah tidak memberikan bantuan dalam bulan puasa untuk mereka. Karena inilah puasa pertama dalam kondisi yang 100 persen berbeda dibanding sebelum tsunami.■
Para Duda Menyambut Puasa Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
D
I belakang gubuk yang baru didirikan, M Jamil (50) terlihat sedang membilas pakaian miliknya. Keringatnya bercucuran. Pagi itu, tak ada siapa pun yang lain. Sang anak, Yaser, sudah berhari-hari tidak pulang. “Dia sering menginap di tempat temannya. Ya, sudah dewasa,” kata Jamil kepada Ceureumen. Selain mencuci pakaian, di lain waktu Jamil juga juga mengaku memasak,hingga menyeterika. Cuma, dalam soal makan, sesekali ia juga meminta temannya membeli nasi bungkus. “Kalau masakan sendiri cepat bosan,” kata Jamil, sambil tersenyum.
Sejak tsunami 26 Desember lalu, kehidupan pria ini berubah drastis. Kalau biasanya hanya mencari nafkah, kini sampai urusan dapur diurus sendiri. Sang istri dan dua anaknya hilang saat tsunami. Hanya Yaser yang selamat. Nah, bagaimana jika puasa tiba? “Ya, tetap saja begini. Kalau berbuka puasa bisalah kita beli, tapi kalau sahur harus kita masak sendiri. Mau beli dimana,” katanya. Sebelumnya ia tinggal di tenda. Kini Jamil tinggal di sebuah “rumah” yang dibuat dari kayu bekas. “Sekarang nggak sanggup lagi tinggal di tenda. Semua tenda rusak diterjang angin,” katanya. Mengapa tidak tinggal di barak? “Nggak cukup baraknya, berdesak-desa-
kan. Satu barak sampai 8 orang, bagaimana tidurnya. Lebih baik sendiri begini,” katanya. Di Desa Meunasah Mesjid, Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, ada puluhan laki-laki berstatus duda yang selamat tsunami. Seperti halnya Jamil,hingga kini hampir semuanya masih menyendiri. “Sulit memang mencari pengganti. Apalagi kami ini barang seken. Padahal, sebelum puasa rencananya sudah ada pengganti,” timpal Musa (40) tersenyum. Senasib dengan Jamil. Musa juga mengaku tidak tahu apakah ia mampu melakukan semua tugas rutin pada bulan puasa, sebagaimana dilakukan sang istri yang sudah mendahuluinya. “Memang kita harus berterima kasih pada perempuan,” tandasnya, kali ini dengan mimik serius.■
CERITA
CEUREUMeN
Minta Bantuan televisi Sudah delapan bulan lebih musibah tsunami menghantam daerah kita. Cobaan itu semoga menjadi ittibar kepada kita umat beragama. Dan kepada pemerintah juga hendaknya ini dijadikan suatu cobaan, sehingga dalam mengelola negeri menjadi lebih baik lagi tanpa korupsi. Saya mewakili warga Kemukiman Lhoong, Aceh Besar melalui Tabloid Ceureumén ini ingin menumpahkan sedikit uneg-uneg yang sudah lama terpendam kepada pemerintah atau Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Terus terang, kami di Lhoong boleh dikatakan bagaikan warga yang hidup di zaman purba. Apa yang terjadi di Banda Aceh, Jakarta atau dunia misalnya, tidak semua warga mengetahui. Singkat kata, lembaran informasi kami sudah gelap gulita. Untuk itu, kami mohon kepada instansi atau lembaga terkait supaya menghibahkan bantuan beberapa unit televisi untuk Kemukiman Blang Mee plus parabolanya sekalian. Sebab tanpa parabola, televisi juga tidak bisa difungsikan. Bantuan tersebut selanjutnya bisa di tempatkan disetiap kantor desa setempat. Sebagai informasi, Kemukiman Blang Mee terdapat lima desa yakni, Desa Teungoh, Lamkuta, Umong Siribe, Teungoh Geunteuet dan Desa Baroh Geunteuet. Terima kasih atas perhatiannya. Esha Kurnia Desa Baroh Blang Mee Kecamatan Lhoong Aceh Besar
Kami Tak Dapat Tabloid Ceureumén Sebagai seorang pengungsi, kami dan saya pribadi merasa iri dengan korban tsunami yang lain di Aceh Besar dan Banda Aceh. Masalahnya bukan karena tidak dapat rumah, jadup dan sembako. Itu persoalan lain, yakni tak dapat informasi. Inilah yang membuat kami sedikit sedih, kenapa kami tidak membaca berita-berita yang diterbitkan Tabloid Ceureumén? Kami di Lhok Nga ini, terutama kamp pengungsian Lamlhom dan Lampuuk, hingga sekarang belum melihat tabloid ini diedarkan kepada pengungsi secara gratis. Padahal kami tahu, Ceureumén dibagi-bagi gratis kepada pengungsi. Namun sa-
yang, distribusinya tidak merata hingga ke pelosok barakbarak. Karena itu, kami mohon kepada pihak penyalur Tabloid Ceureumén untuk mendistribusikan ini secara langsung ke kamp-kamp pengungsi. Begitu pula dengan penerbit Ceureumén, Decentralization Support Facility (DSF) terima kasih banyak atas itikad baiknya. Kami merasa cukup banyak merasa manfaatnya. Oleh sebab itu, saya kira seharusnya pemerintah bisa bekerja sama dengan DSF untuk sama-sama memberikan informasi kepada masyarakat pengungsi dengan cara membantu menyalurkan media ini. Bang Wan Desa Lamlhom Kecamatan Lhok Nga Aceh Besar
Ceureumén dibagi secara gratis tiap dua minggu sekali yang diselipkan bersama Serambi Indonesia. Anda dapat menanyakan kepada agen tempat Anda membeli. Redaksi
Kapan Koruptor Dicambuk? Heran deh kita, mengapa kok cuma WTS dan penjudi yang harus dicambuk dan diarak-arak seperti di Lhokseumawe. Bukankah masih ada yang lebih bejat lagi di sekitar kita seperti koruptor, tikus berdasi. Kita tak perlu takut mencambuki mereka. Sebagai rakyat yang tinggal di daerah Serambi Makkah, saya tetap mendukung hukum cambuk, tapi jangan lupa setalah dicambuki, berilah sesuatu yang bermanfaat bagi dia agar tidak mengulangi lagi. Oh ya, satu lagi buat Ceureumén, aku benar-benar tersentak waktu waktu membaca kamu. Karena itu, aku ingin menyarankan rasanya jumlah halamannya memang masih kurang. Tolong ditambah lagi halamannya menjadi 10 halaman. Halaman Suara Rakyat Kecil juga diperluas serta halaman TTS juga. Di halaman pertama kalau bisa tolong tampilkan sosok manusia yang membuat heboh atau anak-anak yang berprestasi. Beritanya juga kalau bisa setajam silet. Demikianlah ide dan saran saya, semoga berguna. Pujiana Warga Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh
Buat Anda yang ingin menyampaikan Suara Rakyat kecil berupa ide, saran, dan kritik tentang rekonstruksi bisa melalui surat ke Tabloid CEUREUMeN PO Box 061 Banda Aceh 23001 email:
[email protected]
“Berlayarlah Segera Hai P
■ HOTLI SIMANJUNTAK
4
Mounaward Ismail
A
[email protected]
DA hal yang tak sedap terpampang di Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Itu sekira Maret lalu. Deretan perahu nelayan bertulisan The State of Kuwait teronggok lesu di pinggir jalan desa itu. Maka perahu motor bercat putih dengan logo bulan sabit merah, jadi benda tak berguna. Petaka tsunami tak pelak telah menghempas nasib nelayan secara menggenaskan. Ratusan— bahkan ribuan— nelayan kehilangan perahu yang selama ini menjadi penopang mengais rezeki. Lembaga adat laot mencatat ada 60 ribu lebih. Harapan sempat berbenih ketika terdengar kabar ada sumbangan 300 kapal atau perahu dari Pemerintah Kuwait. Tetapi ya itu tadi, dari 118 kapal yang sudah datang, tak satu pun bisa melaut. Lihatlah keadaannya. Kapal bermuatan delapan orang itu memiliki dinding rendah. Padahal laut Aceh dikenal memiliki gelombang ganas. Kapal bermesin 23 PK dari bahan fiberglass itu dinilai tak akan sanggup melawan ombak Selat Malaka
dan Samudra Indonesia. Panglima Laot Aceh H.T Bustaman mengaku kecewa dengan bentuk kapal bantuan tersebut. Pemimpin seluruh nelayan Aceh ini mengaku tak dimintai pendapat dalam proses pembuatannya. “Semua dibuat di Makassar. Kami tak pernah diajak bicara,” ujarnya. Beda Laut Aceh Syahdan, terlepas dari siapa yang terlibat dari proses pengadaannya, kita wajib prihatin melihat itu. Rasa kecewa juga ditumpahkan Duta Besar Kuwait untuk Indonesia. “Saya tak menyangka laut Aceh berbeda dengan laut Makassar,” kata Muhammad Fadel al-Khalaf sepeti dikutip Majalah Tempo, Mei silam. Padahal, Aceh masih punya stok bengkel pembuat perahu. Panglima Laot Lhok Pasi Lampuuk, Cut M Daud pun mengakui kini cukup banyak produsen kapal lokal yang sanggup mengerjakan perahu itu. Lantas, pria yang akrab disapa Yah Bit ini menunjuk contoh di Lampaya, Lhok Nga, Simpang Rima Peukan Bada, Alue Naga, Lambada Lhok, Baitussalam dan lain sebagainya. “Hasil dan kua-
1. Sebelum Tsunami perahu/kapal ikan
:
18.800 unit
2. Sesudah Tsunami perahu hancur atau tenggelam Perahu tanpa motor Perahu bermotor Kapal motor besar (5-50 ton)
: : :
3969 2369 3225
(41,5%) (24,8%) (33,7%)
■ Sumber Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005)
litasnya cukup bagus dan sesuai dengan kondisi laut Aceh,” ujarnya. Akhirnya, setelah dipermak tangan-tangan lokal perahu itu pun layak berlayar. “Para tukang di sini kan lebih tahu kondisi lautnya. Bagaimana bentuk perahu dan kebiasaan nelayannya,” tutur Musa, warga Padang Sirahet, Aceh Barat belum lama ini. Dengan kehadiran bengkelbengkel perahu ini, Yah Bit dan Musa berharap kasus Kuwait tidak terulang lagi. Perlu Perahu Besar Tanpa bermaksud menafikan bantuan yang sudah ada. Yah Bit punya argumen lain, terutama soal bantuan perahu yang sudah disalurkan. Perahu standar ini sudah bisa dipakai nelayan untuk mencari nafkah di tengah samudra. “Ini sudah amat membantu,” ujar dia singkat. Pun demikian, versi Yah Bit, perahu sekarang masih ada minusnya. Bukan karena ukurannya yang cuma 8 meter panjang dan lebar 1,5 meter. “Kalau perahu kecil ini kurang maksimal, karena sarana tangkapannya juga paspasan. Tergantung nasiblah, kalau lagi rezeki banyak dapat ikannya,” tutur panglima laot ini. Karena itu, pada satu sisi dia berharap –khusus untuk kawasan Pasi Lampuuk – ada satu atau dua unit perahu besar. Dengan kata lain perahu besarlah. Para pelaut lokal biasa menyebut boat pukat. Perahu ini ukurannya berkisar 14-20 meter panjang dan lebar 4-5 meter. “Kalau perahu jenis ini khusus untuk menangkap tongkol, atau hiu dan lain-lain,” timpal seorang pembuat boat di Desa Lampaya, Lhok Nga. “Pada kapal besar ini bisa menyerap tenaga sekitar 20-an nelayan. Tentu saja harus dikelola lewat koperasi,” Adli Sekretaris Panglima Laot Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.■
Beberapa anggota nelayan sedang mempersiapkan jaring penangkap ikan sebelum berangkan menuju laut di lokasi TPI Lampulo, Banda Aceh. Untuk sekali melaut, biasanya para nelayan harus mempersiapkan puluhan juta rupian sebagai biaya operasional untuk melaut. ○
Mounaward Ismail/Teuku Zulyadi Aceh Besar
[email protected]
S
OFYAN IDI (55) bangun sebelum pagi. Niatnya, dia ingin buang air kecil. Sekira dua jam lagi subuh sudah menanti. Keluar dari tenda yang dikelilingi perahu belum jadi itu, biji matanya bagai mencelat hendak melompat. Bagaimana tidak, api berkobar di antara deretan perahu di gudang pembuatannya. Sekitar 2030 meter dari tenda dia tidur. Kejadian tiga pe-
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pria asal Idi, Kabupaten Aceh Timur ini, satu dari puluhan tukang yang bekerja membikin perahu kecil atau theb-theb. Sedikitnya ada 450 unit perahu yang harus mereka selesaikan sesuai kontrak dari sebuah LSM Perancis.Rencananya akan dihibahkan ke korban tsunami. Sofyan tidak bisa menuding siapa. Dia hanya menyebut orang tak dikenal. Kendati kronologisnya tidak ketahui pasti. Banyak kabar yang berkoar, itu sengaja dibakar. Alasannya, ada yang tak kebagian perahu sama jobnya. “Ada yang iri dengan usaha kami, mungkin ini persaingan usaha,” Sofyan mereka-reka. Bukan sekali dua Pembakaran perahu bantuan bukan pertama terjadi. Nasib yang sama juga terjadi pada enam unit perahu bantuan Al-Imdad, Afrika Selatan yang dibikin di kawasan Simpang Rima, Kecamatan Peukan Bada. Lagi-lagi pelakunya orang tak dikenal. Mulyadi (33) penanggungjawab pembuatan boat bantuan Al-Imdad menjelaskan enam unit perahu itu dibakar sekitar dua bulan silam. “Saya heran, kok masih ada yang tega membakar bantuan untuk korban tsunami,” kata dia seraya menunjukkan puing-puing arang sisa kebakaran. Mereka bisa menarik nafas lega, sebab donatur mengganti kerugian itu. Mungkin kebakaran itu dianggap sebagai kecelakaan. Akibat ulah orang tak bernurani ini, diperkirakan kerugiannya amat menohok. Seratusan juta lebih, hangus siasia. Lalu siap dalangnya. Pihak aparat kepolisian setempat menyebutkan hingga kini pelakunya belum diketahui. Kecemburuan sosial Motif pembakaran pun diperkirakan akibat
Perahu Dibakar Karena Kecemburuan Sosial? kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Pun begitu, hingga kini kasus itu tetap terombangambing. Ada indikasi, kecemburuan itu lebih cepat mencelat. Sebab pembagian yang tak merata. Si penerima kabarnya juga bukan nelayan asli alias nelayan sambilan. “Kalau dia dekat dengan panglima laot dia, duluan dia yang dapat,” keluh seorang warga Krueng Raya. Begitulah.■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
kan lalu itu masih diingat Sofyan yang berkerja sebagai tukang pada bengkel pembuatan perahu di Desa Lampaya, Kecamatan Lhok Nga, Aceh Besar. “Saya tidak ingat lagi tanggal berapa. Namun empat buah perahu sempat terbakar. Kemudian saya membangunkan kawan-kawan untuk memadamkan api,” katanya berusaha mengingat kembali kejadian itu.
Beberapa nelayan calon penerima bantuan kapal boat sedang memperhatikan boat yang akan di sumbangkan bagi mereka di desa Lamteungoh, Aceh Besar. Banyak LSM yang memberikan bantuan boat jenis kecil yang tidak mampu digunakan hingga ke tangah laut.
○
PARA petani korban tsunami mendapat bantuan dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Bantuan itu antara lain pemberian benih/bibit, pupuk dan peralatan untuk pengolahan hasil pertaniannya. UNFPA memberikan alat kontrasepsi secara gratis kepada pasangan usia subur. Mintalah pada petugas Kantor Keluarga Berencana yang datang ke tenda atau barak pengungsian.
Para Nelayan :
Di Tengah Laut Kami Berlabuh Indra A. Liamsy Banda Aceh
[email protected]
“K
AMI memang perlu bantuan perahu untuk melaut,” ujar Harmaini (30), warga Lampulo. Perahu bagi Harmaini bukan hanya boat kecil yang didalam komunitas nelayan disebut boat theb-theb. Tetapi kapal besar berukuran lebar. “Kami biasa nyari hiu hingga ke perbatasan India,” katanya. “Memang butuh cukup besar dana, bisa ratusan juta lebih, belum lagi untuk pukatnya,” timpal pria tamatan SMP ini. Nelayan hiu memang terpaksa menganggur dulu karena perahu bantuan saat ini masih berupa perahu kecil. Harmaini senasib dengan Helmi, nelayan Lhok Seudu Leupung Aceh besar juga sedang menganggur. Bedanya Helmi lebih suka memakai Palong ketimbang boat besar seperti Harmaini Bagan apung atau palong. Sebelum tsunami, kawasan Lhok Seudu terkenal sebagai penghasil ikan kering beragam jenis. Mereka berlabuh ke laut memakai bagan apung atau palong atau dalam bahasa Aceh disebut juga nyap. Bentuknya berupa dua unit perahu yang rangkai khusus plus tambahan sebuah pondok mini di atasnya. Lebar pemisah perahu itu sekitar 5 meter. “Ini khusus kita buat. Harganya mencapai Rp 275 juta. Sebelum tsunami di sini ada sekitar 90 unit. Sekarang sisinya cuma dua,” kata Helmi yang juga bertindak sebagai tekong atau pa-
wang. Bantuan perahu untuk Lhok Seudu dari CHF dan Oxfam sebenarnya sudah ada, yaitu 10 perahu boat dan 1 buah palong. Namun tidak cukup untuk 33 nelayan yang sedang menganggur. “Kami biasa juga mancing pakai perahu tempel ini, tapi lebih mahir di palong,” tambah dia. Helmi mengatakan dengan memakai palong, warga setempat bisa panen lebih banyak. Lagi pula bisa menyerap tenaga kerja tambahan sekira 10-an. Setelah hampir sembilan bulan bencana itu berlalu, baru ada satu unit palong yang dibantu Oxfam. “Itupun masih dibuat. Yang satu lagi cuma rehab karena rusak kena tsunami. Sedangkan perahu bantuan CHF belum selesai,” katanya. Banyak yang masih menganggur Selama tidak ada perahu kecil dan boat, Helmi dan warga mengaku menganggur. Paling-paling mereka kerja cash for work. Warga Lhok Seudu tidak mempersoalkan bantuan itu perahu kecil atau besar (palong). Ada kebiasaan mereka, sambung Helmi, ketika musim timur tiba warga memakai palong atau nyap buat menjaring ikan. Sebaliknya, jika musim barat perahu kecil dipakai buat “bercanda” dengan gelombang. Lalu, jika diajak menentukan pilihan, Helmi akan memilih dua-duanya. Tapi palong lebih utama. “Makanya saya bilang tak masalah, karena kami di sini bisa pakai dua-duanya. Kebanyakan sudah mahir berlabuh di tengah laut,” Helmi menimpali.■
6
AKRAB BERSAMA LSM
CEUREUMeN
CEK BANUN
Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa itu juga berlaku untuk rubrik “Akrab bersama LSM”. Mulai edisi ini kami akan membahas profil LSM yang terlibat dalam proses rekonstruksi Aceh.
BANYAK lembaga atau donor yang membantu nelayan Aceh yang terkena tsunami, baik fasilitas perikanan, peralatan nelayan maupun bantuan perahu. Berikut diantaranya:
■ MAHDI ABDULLAH
The International Rescue Committee IRC telah membuat 210 perahu baru untuk nelayan dengan perincian, 106 perahu di Aceh Jaya, 25 perahu di Aceh Barat, 10 perahu di Nagan Raya, 13 perahu di Aceh Barat Daya dan 25 buah sampan di Aceh Utara. IRC juga telah memperbaiki 130 buah perahu yang rusak di Aceh Utara. Alamat IRC Jl. Fatahillah No. 2 Geucee Kayee Jatho Banda Aceh – Indonesia Tel. : (0651) 7410713 Fax : (0651) 49858 www.theIRC.org
Food Agriculture Organization-FAO BADAN Perserikatan BangsaBangsa (PBB) yang bergerak di bidang pertanian dan pangan Internasional (Food and Agriculture Organization-FAO) akan membantu sebanyak 210 kapal berkualitas tinggi, alat tangkap dan alat keselamatan untuk nelayan korban tsunami. Kapal-kapal itu akan diberikan kepada nelayan di kawasan Krueng Raya, Aceh Besar, Sinabang, Meulaboh, Singli, Sabang dan Banda Aceh. Alamat FAO Jalan Angsa no 12 kampong Ateuk Deah Tanoh Banda Aceh Telp : (0651) 7428576 Fax : (0651) 635636
Bahan : ● 2 batang tempe ● 5 buah cabe merah ● 4 siung bawang merah ● 2 siung bawang putih ● 2 bungkus kecap manis ● 1 buah tomat ● 1 ikat daun seledri /daun sop ● minyak makan untuk goreng tempe ● ¼ sendok the garam Cara membuatnya 1. Tempe di potong tipis digoreng lalu diangkat 2. Rajang (potong) cabe merah, bawang putih, bawang merah, tomat, daun sop 3. Panaskan wajan beri minyak makan 4 sendok
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Oleh Ibu Santi
Tempe Lezat Manis
4. Tumis semua bahan yang dirajang kecuali daun sop 5. Setelah agak kekuningan masukkan tempe yang telah digoreng sambil diaduk 6. Masukkan kecap manis dan garam 7. Angkat dan taburkan daun seledri 8. Siap dihidangkan
Bagi Anda yang memiliki resep unik yang bisa dimasak dengan mudah dan enak, bisa mengirim surat ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected]. Cantumkan alamat lengkap. Ceuremen akan mengunjungi Anda dan melihat Anda memasak. Disediakan bingkisan kecil untuk Anda.
Malaysian Red Crescent Aid
Community Habitat Finance
DI Lhokseumawe, Malaysian Red Cresent telah memberi bantuan 10 buah perahu kecil dan 20 perahu besar untuk nelayan. Juga menyumbangkan bibit ikan dan udang untuk para petani tambak di Aceh Utara.
COMMUNITY Habitat Finance (CHF) International akan membangun kembali tempat pelelangan ikan di Lampulo Banda Aceh yang terkena tsunami, termasuk tempat penjualan ikan dan pabrik es modern. CHF juga membantu 25 perahu nelayan untuk masyarakat di Deah Raya, Alu Naga di Banda Aceh dan Lhok Seudu Aceh Besar.
Alamat International Federation Red Cross and Red Cresent (IFRC) Jalan Fatahilah no 18 Geuce Iniem Banda Aceh Telp : (0651) 46676 Fax : (0651) 47535 Webside : www.ifrc.org
Alamat CHF Jalan Ksatria no 16 Geuce Kompleks, Banda Aceh Tel : (0651)7410090 Fax : (0651)42638
TEKA TEKI SILANG CEUREUMeN NO 5 1
2
3
4
5 6 8
7 9 10
11 13
15 16
14
12
MENDATAR: 1. Mengenai laut 5. Kantor Urusan Agama 6. Jangkar 7. Banyak Umurnya 8. Teh (Inggris) 9. Beras yang sudah dimasak 10. Besar (Inggris) 11. Kulit tipis 13. Berkata dengan suara keras bermaksud hendak menantang 15. Biaya, ongkos 16. Tempat tinggal ikan yang berupa benda bekas dsb. untuk memudahkan penangkapan ikan. MENURUN: 1. Perahu (Inggris) 2. Seperti
3. Usaha, daya upaya 4. Alat penangkapan ikan berupa jaring bulat. 6. Sarang, kurungan. 10. Alat penangkapan ikan terbuat dari bambu, jika ikan masuk tidak bisa keluar lagi. 12. Negara di Timur Tengah 14. Suara harimau JAWABAN TTS NO. 4 Mendatar: 1. Helsinki, 5. Kondusif, 7. Muntah, 10. AMM, 11. Maktub, 12. Ular, 13. Tri Menurun: 1. Hakim, 2. Lanun, 3. Isu, 4. Informasi, 6. Sahabat, 8 USA, 9. Tutur, 11. MOU
Pemenang TTS Ceureumen No. 4, adalah: 1. Ahmad Rizuan Pasar Singkil-Aceh Singil 2. Khairul Hadi Meuredu-Pidie 3. Agus Awaluddin Setui-Banda Aceh 4. Zahriah Bener Meriah 5. Marfudah Muara Dua-Lhokseumawe Anda bisa mengirimkan jawaban Anda ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Bagi lima pemenang akan diberikan bingkisan yang menarik berupa Kamus Bahasa Inggris dari Ceureumen.
KAMPUNGKU LAMNO
CEUREUMeN
7
Desa Barang Antik itu Telah Tenggelam Maimun Saleh Lamno, Aceh Jaya
[email protected]
■ ASRI ZAIDIR
K
Pemandangan Lamno dilihat dari atas.
hal, Tanpa tanah, mustahil rumah bisa dibangun. “Sebenarnya ada LSM yang mau bangun rumah, tapi kami tidak punya tanah lagi,” Kata se-
■ ASRI ZAIDIR
AMPONG Baro punah sempurna. Desa di Kecamatan Jaya, Aceh Jaya itu usai tsunami telah menjadi teluk. Tak ada yang tersisa selain dua pohon kelapa. Masyarakatnya yang berjumlah 670 jiwa hanya tinggal seperempatnya saja. Di atas bukit Gle Sumpueng desa tetangganya, masyarakat Kampong Baro menumpang tinggal. Sama sekali tak ada denyut pembangunan, walau tsunami sembilan bulan sudah berlalu. Cash for work (program padat karya) yang mereka harapkan telah berakhir. “Masyarakat di sini ingin membeli tanah dari uang kerja,” kata Cut Shinta Julita (24) salah seorang warga setempat. Tanah impian Tanah yang mereka impikan adalah tanah di Desa Panton Makmur yang menjadi tetangga desa mereka yang sudah tenggelam. Namun hingga program padat karya berakhir, tidak ada warga yang berhasil membeli sejengkal tanah di Panton Makmur. Pada-
orang warga lainnya. Abdullah (35), Sekretaris Desa Kampong Baro, tak dapat berbuat banyak agar masyarakatnya kembali memiliki tanah. Menurut-
nya, harga tanah di Panton Makmur Rp. 5.000 permeternya. Dan itu cukup berat untuk kondisi warga yang menjadi korban tsunami. Abdullah berharapan pemerintah membantu warganya untuk mendapatkan tanah. Setidaknya, tanah tempat mereka tinggal. “Supaya bantuan rumah bisa ada,” katanya. Ribut dengan masyarakat lain Kemalangan warga Desa Kampong Baro belum usai. Beberapa bulan usai tsunami, masyarakat Kampong Baro bahkan sempat cek cok dengan masyarakat Panton Makmur. Pasalnya, pengurus desa Panton Makmur tidak bersedia warga desa tetangganya me-
netap di desa mereka. “Desa kok dalam desa,” kata Abdullah mengulang pernyataan pengurus Desa Panton Makmur. Menurut laki-laki berambut pirang ini, warga Panton Makmur, menginginkan warga Kampong Baro tunduk dalam administrasi Desa Panton Makmur, jadi tidak ada dua desa. “Tapi sekarang sudah selesai,” kata Abdullah. Desa barang antik Sebelum tsunami, saban angin barat berhembus mengantar gelombang besar, masyarakat Kampong Baro tidak lari menjauh dari laut. Malah sebaliknya. Sejumlah warga mengaku, mendapati barang-barang antik usai ombak pergi. Desa ini kesohor dengan barang antiknya. Tak heran sejumlah agen barang antik datang untuk membeli temuan warga. “Banyak guci, piring antik, emas batangan, pokoknya barang antik ditemukan warga,” kata Cut Shinta Julita. Cut Shinta tidak membual, Darmi (20) salah seorang pemuda Kampong Baro mengaku, beberapa bulan sebelum tsunami Ia bahkan menemukan emas batangan sebesar jari kelingking orang dewasa. “Beratnya sekitar tiga gram,” kata Darmi. Riwayat desa beribu kota Lamno ini memang gemilang. Menurut sejumlah warga, di Kampong Baro zaman Portugis di abad XVII lalu terdapat Gudang Mas. Sisasisa peninggalan kuno itu yang diketemukan warga. Semua itu kini jadi kenangan setelah tsunami menenggelamkan Kampong Baro. Yang tinggal hanyalah segelintir warga yang belum jelas nasibnya.■
ABDULLAH
Asri Zaidir Lamno Aceh Jaya
[email protected]
A
BDULLAH (35) sudah lama tak lagi berladang. Sawah dan kebunnya seluas 3 hektar dikampung Baro, Lamno, Aceh Jaya, ludes diterjang tsunami. Namun Abdullah bukanlah orang yang menyerah terhadap nasib. Kendati dia tak lagi ‘menggoyang’ cangkul, lelaki yang memiliki darah Portugis ini tetap mengisi hari-harinya dengan segudang pekerjaan. Salah satu kegiatan yang dilakoni Abdullah saat ini adalah menjadi Sekretaris di desanya. Dengan menjadi pembantu Geuchik dan Kepala Desa, tugas Abdullah cukup banyak. Dari mendata masyarakat sampai mengurusi bantuan dari NGO local maupun Asing yang ‘mampir’ ke desanya. Ketika ditemui Ceureumen, Abdullah tengah sibuk memeriksa buku anggaran gaji kerja masyarakat untuk minggu ini. Disebelahnya, duduk dua orang dari sebuah NGO asing yang khusuk mendengarkan keterangan Abdullah. “Saya baru saja bayar gaji para pekerja,” ucap Abdullah.
Bibit kacang tanah Untuk bekerja membersihkan sawah yang terkena tsuanmi, masyarakat diberikan uang sebesar Rp.30 ribu untuk satu hari kerja. Dan Abdullah selain sebagai pekerja, dia juga merangkap sebagai Mandor. Kini Abdullah juga sedang sibuk mengurusi bantuan dari World Vison. LSM asing itu memberikan bantuan bibit kacang tanah untuk 80 kepala keluarga di kampungnya. Dan tugas Abdullah untuk membagi dengan rata setiap kilo bibitnya. Beli tanah Abdullah berharap dengan hasil berladang kacang, Dia dan masyarakat dapat membeli tanah seharga Rp.5000/meternya untuk tempat tinggal bersama keluarga. Apalagi kini Abdullah telah mendapat pengganti isterinya yang menjadi korban tsunami. “Mudah-mudahan berhasil panen nanti, biar kami mampu beli tanah untuk tempat tinggal,”ucap Abdullah. Kini Abdullah sedang menanti datangnya musim tanam yang hanya tinggal satu minggu lagi. Dan bersamaan dengan menanam kacang, Abdullah pun menanamkan segenap harapannya.■
■ ASRI ZAIDIR
Akhirnya Abdullah Kembali Berladang
Sebenarnya ada LSM yang mau bangun rumah, tapi kami tidak punya tanah lagi
SOSOK
CEUREUMeN
8
Asri Zaidir Aceh Besar
[email protected]
G
URU serba bisa. Mungkin itu julukan yang paling sesuai untuk Jam’an A.Ma. Pd. Pria berusia 48 tahun itu bukan saja seorang kepala sekolah, tetapi juga bisa mengajar eksakta dan olahraga. Kelebihan lainnya? Seorang diri dia mendidik 50 muridnya dari 6 kelas yang berbeda! Semua fasilitas yang digunakan begitu sederhana, setelah SDN 02 itu terkena tsunami. Yaitu balai balai berukuran 3x4 yang berdiri di tepi jalan Banda Aceh-Meulaboh. Cek Gu yang satu ini memang tegar. Setiap pagi untuk menuju sekolah, guru dengan golongan IIID ini harus memacu sepeda motor dengan menempuh per-
jalanan 3 kilometer dari Mon Mata menuju SDN 02 yang terletak di Desa Pasi, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Biar lelah, sampainya di sekolah Jam’an tak lantas beristirahat. Dia langsung mengumpulkan muridnya dan membuka buku diktat yang berada di dalam tas hitam lusuh miliknya. Satu persatu pelajaran diterangkan sesuai dengan kelas para murid. Begitu setiap hari. Mulai kewalahan Bagi Jam’an sistem mengajar seperti itu adalah langkah yang tepat. Apalagi kelasnya itu berisi murid yang beragam. Murid dari kelas satu hingga kelas enam berkumpul jadi satu dalam balai tersebut. Setelah berbulan-bulan menjalani sebagai guru serba bisa, Jam’an mengaku mulai kewalah-
an. Karena dia memiliki tugas tambahan yang sama mulianya. Yaitu menjaga ayahnya yang sedang terbaring sakit di rumah akibat tekanan darah tinggi. Tapi bukan Jam’an namanya bila tidak mampu mengatasi masalah ini. Untuk mensiasatinya, dicarilah seorang pengganti untuk mengisi kekurangan tenaga pengajar. ”Habis mau gimana lagi keadaan yang memaksa, bila tunggu guru bantu bisa-bisa murid ketinggalan pelajaran,” ucap Jam’an. Mencari guru Kini Jam’an sedang mencoba untuk memenuhi semua keperluan belajar untuk murid-muridnya. Dari buku diktat hingga guru pengajar yang dulu jumlahnya 10 orang. Kendati cobaan datang silih berganti, cita-citanya sebagai seorang
■ ASRI ZAIDIR
JAM’AN, Sang Guru Serba Bisa
guru tetap bergelora. “Saya akan tetap menjadi guru hingga akhir hayat saya,“ katanya serius. Ada yang mau ikut jejak Jam’an?■
Nama : Jam’an A.Ma.Pd Umur : 48 tahun Alamat : Desa Mon Mata, Lhoong Aceh Besar
Pertanda puasa akan tiba.
Tradisi yang Menjadi Warna Hidup Mahdi Abdullah Banda Aceh
[email protected]
B
EDUK puasa sebentar lagi akan ditabuh. Sirine Baiturrahman akan menyapa penduduk kota hingga ke desa-desa. Bulan Ramadhan---bulan suci bagi umat Islam---beberapa hari lagi akan tiba. Kesibukan para ibu-ibu di beberapa tempat sudah mulai kelihatan dimana-mana. Tradisi penyambutan bulan puasa kali ini akan berbeda seperti bulan-bulan sebelumnya. Banyak saudara-sauadara kita saat ini tinggal di barak-barak, dan di tenda-tenda, tidak di rumah seperti sebelumnya. Organisasi masyarakat desa telah berubah sontak oleh deraan tsunami tahun lalu. Walau begitu, masyarakat Aceh yang mayoritas muslim akan gembira dalam menyongsong puasa yang sebentar lagi akan tiba. Mereka mempersiapkan dengan baik untuk menghadapi bulan suci ini, baik
fisik maupun moril, dan mereka masih percaya akan kesempatan yang baik ini belum tentu dapat diperolehnya di tahun akan datang. Bukankah umur kita di tangan Tuhan. Persiapan Motif geometrik tikar tradisonal itu tak tampak lagi, motifnya telah ditutupi oleh warna merah dengan bentuk barik buah yang segar. Warna merah itu, tak lain adalah cabai panjang yang barusan saja dijemur. Warna itu telah menghiasi halaman sebuah rumah yang mengkesimakan mata. Persis di sebelahnya---sepetak tikar lagi---dipenuhi dengan warna putih. Entah disengaja atau tidak, kedua hamparan tikar yang berisikan cabai dan putih tepung itu, mencuatkan ingatan kepada warna bendera Indonesia. Ini bukan karya seni rupa instalasi yang sering digarap oleh perupa atau seniman, hamparan tikar yang berisikan tepung halus nan putih dan merahnya cabai tadi merupakan warna tradisi di Aceh ketika bulan Ramadhan akan tiba.
Pemandangan di atas, Ceureumen berkesempatan merekamnya di sebuah halaman rumah Kampung Peudaya, Padang Tiji, Kabupaten Pidie. Irama alam Suara lesung jeungki---lazimnya terletak di bawah rumah tradisional Aceh--menciptakan nada-nada bunyi oleh hentakan kaki para ibu-ibu dan suara dari lesung itu sendiri. Jika aktifitas ini dilakukan di dua rumah yang bersebelahan, komposisi bunyi menciptakan harmoni irama alam yang menarik. Selingan nada suara ibuibu yang bercerita tentang persiapan bulan suci, serta dendang nyanyian gadisgadis desa mewarnai penyambutan, dan persiapan bulan suci ini dengan penuh suka cita. “Kami barusan saja menumbuk tepung secara bersama-sama dan menjemurnya untuk persiapan bulan puasa yang sebentar lagi akan tiba,” sebut seorang ibu yang bersuamikan Ismail (52) dalam bahasa Aceh yang sangat kental. Adat turun-temurun Wanita Aceh beranggapan bahwa menyediakan bahan-bahan untuk keperluan puasa telah menjadi adat turun-temurun. Konon, dahulu kala, para wa-nita Aceh mencari bahan bubur kanji dari daun-daun kayu yang berasal dari gunung yang disebut dengan breueh kanji masam peudaih. Bahan-bahan ini ditumbuk dan disimpan baik-baik, sehingga tidak masuk angin. Bahan-bahan seperti gula, agar-agar, dan bahan keperluan puasa lainnya juga disediakan. Uro mameugang Kebiasaan lain yang tak kalah pentingnya bagi masyarakat Aceh adalah uro mameugang. Pada hari tersebut, para orang tua mempersiapkan daging untuk santapan sebagai tanda puasa akan tiba. Juntaian sembelihan paha sapi dan kerbau yang masih segar, bergelantungan di pasar-pasar dadakan khusus untuk hari mameugang ini. Orang-orang pun tumpah ruah di “plaza” dadakan tersebut. Dua hari atau sehari sebelum puasa dimulai, biasanya, sanak famili dan ke-
luarga berkumpul bersama-sama untuk menyantap kenduri kecil merayakan bulan suci yang akan tiba. Sie balu Di hari mameugang, kaum ibu dan gadis-gadis juga menyiapkan sie balu dan sie meucuka untuk persiapan penganan sahur dan berbuka selama sebulan. Sie balu atau si meucuka, daging yang dimasak dengan menggunakan cuka enau, dimaksudkan agar daging tadi bisa tahan lama untuk disimpan. Dengan begitu, kegembiraan dan ketenangan dalam menjalankan ibadah puasa bisa dicapai tanpa harus terbebani oleh urusan perut belaka, tapi bagaimana dengan saudara-sauadara kita yang tinggal di barak dan tenda-tenda? Ilustrasi di atas tadi, tak lain dan tak bukan sebagai cuatan memori sebelumnya. Seperti agama yang telah menjadi fitrah manusia sejak lahir, tradisi juga telah mewarnai hidup masyarakat Aceh dan menjadi adat-istiadat serta kebudayaannya yang sudah bahkan turun temurun dari generasi ke generasi. Besok, lusa atau lusa raya, beduk puasa akan ditabuh, dan serine Masjid Baiturrahman akan menyapa penduduk di sentero Aceh, dan mengatakan kepada kita bahwa beberapa hari lagi akan datang bulan rahmah yang penuh pengampunan. Selamat menjalankan ibadah puasa!■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
■ HOTLI SIMANJUNTAK
SENI & BUDAYA