PROFIL RUANG KOMUNAL PEMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG (Kasus Studi : Kawasan Pemukiman Komunitas Pemulung Jl. Lebak Bulus Dalam V Cilandak Jakarta Selatan)
Rudi Harianto dan Tin Budi Utami Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Tidak banyak yang menyadari bahwa kehadiran komunitas pemulung telah turut andil dalam menjaga kebersihan lingkungan. Pekerjaan memulung yang selalu berhubungan dengan sampah menimbulkan pandangan bahwa cara hidup pemulung adalah cara hidup yang kotor dan negatif. Padahal pemulung dengan segala keterbatasan yang dimilikinya mereka memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perumahannya secara mandiri.Di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan tepatnya di Jl.Lebak Bulus Dalam II, terdapat pemukiman komunitas pemulung yang dikategorikan menjadi pemukiman komunitas pemulung di lokasi TPSS. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa (1) penataan pemukiman pemulung didasari oleh peran anggota komunitas pemulung dalam lapisan sosialnya; (2) rumah sebagai tempat produksi menempati posisi yang penting bagi pemulung;(3) Keberadaan ruang publik menjadi suatu hal yang merupakan kebutuhan sarana yang secara tidak langsung tercipta di pemukiman komunitas pemulung. Yang mana ditempat tersebut terjadi berbagai macam kegiatan dan tempat mereka biasa bersosialisasi; dan (4) Dalam proses pembentukannya, ruang publik pada dasarnya ada yang direncanakan dan ada pula yang terjadi tanpa di rencanakan. Kata Kunci : ruang komunal, pemukiman komunitas pemulung
ABSTRACT The scavenger community contributes on evironment cleannes and waste management. Scavenger profession will always have relation with rubbish. This fact appears some perfection that the life way of scavenger are dirty and negative. But actually with all shortage condition, the scavenger community have capability to fill housing needs by own. The scavengers comunity settlement in Lebak Bulus street 5th, Kelurahan Lebak Bulus, South Jakarta is categorized as scavenger community settlement on TPSS. Result of reseach indicates that (1). The space arrangement of scavenger settlement clearly showed the role of scvenger potition in their own social stratification (2). House as place to work has important role for scavengers community (3). The scavengers very depend on Bandar whom over house as private dwelling; and (4). In the process of its formation, the public space is basically nothing planned and some are happening without planned. Key words : Public space, Settlement scavenger community
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemunculan pemukiman-pemukiman yang dihuni kelompok sosial terpinggirkan ini, sesungguhnya tidak terencana, tidak memiliki fasilitas infrastuktur, namun semakin lama semakin berkembang secara alami dan akhirnya tumbuh tidak terkendali menjadi wilayah pemukiman yang serba semerawut dan kumuh.Selain bersosialisasi dengan sesamanya,manusia para penghui pemukiman tersenut perlu pula bersosialisasi denganlingkungan huniannya. Berdasarkan pemahamantersebut pertumbuhan dan perkembanganlingkungan permukiman akan dipengaruhi oleh tingkat peradaban manusia dalam lingkungan permukiman tersebut yang membutuhkan ruang publik sebagai penunjang kegiatankomunalnya.Hal ini diindikasikandengan adanya perubahan pemanfaatan serta kegiatan dalam sebuag ruang.Fenomena perubahan pemanfaatan danpemaknaan fasilitas publik dalam permukiman yang merefleksikan pada karekter penghuninya.(Peggy Egam, 2011) 1.2. Rumusan Permasalah Dalam uraian diatas, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana keberadaan pemukiman komunitas pemulung? 2. Bagaimana proses terbentuknya ruang publik / ruang komunal dalam sebuah pemukiman komunitas pemulung?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan di kemukakan dalam penulisan penelitian ini adalah mengetahui lebih jauh dan menjawab pertanyaan keberadaan pemukiman komunitas pemulung dan untuk menjawab bagaimana proses pembentukan ruang publik / ruang komunal dalam pemukiman pemulung terbentuk. 1.4. Batasan Penelitian Penelitian tentang profil ruang komunal dipemukiman komunitas pemulung ini mempunyai lingkup batasan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian berada di Jl. Lebak Bulus Dalam V Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. 2. Ruang-ruang yang menjadi objek penelitian adalah fasilitas-fasilitas umum yang ada di pemukiman serta lokasi ruang disekitar rumah Bandar
1.5. Manfaat Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan segenap pihak tentang keberadaan pemukiman pemulung beserta fasilitas ruang publik yang ada di dalamnya. Di sisi lain semoga penelitian ini dapat memberikan masukan dalam perencanaan pembangunan lingkungan pemukiman pemulung ke depan tentang kebutuhan dan penyediaan ruang publik di pemukiman komunitas pemulung.
1.6. Metode Penelitian Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara pengumpulan data primer. Cara pengumpulan data primer dilakukan meliputi: Teknik penelitian yang dilakukan meliputi:
Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Cara ini dilakukan untuk mendapatkandata sekunder yan menjadi landasar teori guna mendukung data yang diperoleh selama penelitian
Penelitian Lapangan (Field Research)
1. Wawancara (interview) Yaitu di peroleh dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan khususnya para pemulung. 2. Observasi (observation) Metode ini merupakan pendekatan dengan melakukan pengamatan visual secara langsung terhadap suatu penelitian.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemulung Terkait dengan ruang lingkup pembahasan pemulung, pada dasarnya terdapat dua kategori pemulung yaitu pemulung jalanan dan pemulung menetap. (Twikromo dalam Febriyaningsih, 2012), 2.2. Latar Belakang Seorang Pemulung Menurut Armeriani, (2006). Dilihat dari hubungan sosialnya, secara tidak disadari dan secara tidak tertulis, para pemulung mempunyai hubungan sosial secara horizontal dan hubungan secara vertikal. Jaringan sosial pemulung secara Horizontal yaitu hubungan antara sesama pemulung didalam satu lapak atau satu kawasan pemukiman yang didasari juga oleh kesetaraan pekerjaan.Sedangkan hubungan secara Vertikal adalah hubungan antara pemulung dengan pemilik lapak atau bandar, yang mana hubungan ini dibatasi oleh rasa senioritas atau antara atasan dan bawahan. 2.2.1.
Struktur Organisasi Pemulung
Kelompok masyarakat pemulung biasanya tidak memiliki organisasi yang formal yang berbentuk akademik atau sejenisnya. Namun mereka menjalin hubungan kerja sama yang lebih bersifat kekeluargaan. Dari hasil penelitain sebelumnya, ditemukan adanya hubungan kekeluargaan yang dekat antar sesama komunitas pemulung.ke pengepul, pengepul ke agen, selanjutnya agen sampai ke pabrik untuk proses daur ulang, Ameriani (2006)
LOKASI DI DALAM PEMUKIMAN
Pemul ung
Bandar
LOKASI DI LUAR PEMUKIMAN
Agen
Pabrik
Gambar 1. Pola Tata Niaga di Komunitas Pemulung Sumber : Ameriani, (2006)
2.3. Permukiman Komunitas Pemulung 2.3.1.
Pengertian Permukiman
Permukiman berasal darikata housing yang dalam bahasa Indonesiaberarti perumahan dan kata humansettlement yang berarti pemukiman. Permukiman dapat diartikan sebagai suatutempat bermukim manusia yangmenunjukan suatu tujuan tertentu. Dengandemikian seharusnya permukimanmembentuk kenyamanan pada penghuninyatermasuk orang yang datang menurut Peggy Egam, Pingkan (2011), adalah suatu tempat bermukim manusia untuk menunjukkan suatu tujuan tertentu. Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata settlements yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. 2.3.2.
Permukiman Komunitas Pemulung
Komunitas pemulung berarti sekumpulan orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari, memungut dan memanfaatkan barang bekas yang saling berinteraksi dan berbagi tempat berdiam dalam satu lingkungan.Kesamaan profesi dan nasib adlah faktor pengikat yang, mendorong para pemulung untuk berkumpul, berbagi dan melakukan suatu hal bersama–sama. Sehingga akhirnya membentuk sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas lain. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988) Pemukiman komunitas pemulung ialah suatu ruang bertinggal komunitas dalam suatu tempat yang mana profesi pekerjaan komunitas yang berlokasi di tempat tersebut menunjukkan identitas komunitas penghuninya.Rachmawaty (2009). 2.3.3.
Proses Terbentuknya Pemukiman Pemulung.
perumahan tersebut mereka hidup berkelompok disuatu area dimana mereka berkerja. Sang Bandar besar biasanya menyediakan perumahan buat para pengepul atau para pemulung yang bekerja pada sang Bandar. Dari hunian yang berupa gubuk–gubuk berdindingkan triplek atau kardus ini lah mereka tinggal, Ameriani (2006) 2.4. Ruang Komunal Ruang komunal (berasal dari kata communal yang berarti berhubungan dengan umum) merupakan ruang yang menampung kegiatan sosial dan digunakan untuk seluruh masyarakat atau komunitas (Purwanto, 2012).
Menurut Lang (1987), ruang komunal adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat / orang untuk bertemu, tetapi untuk menjadikan hal ini diperlukan beberapa katalisator.Katalisator mungkin secara individu yang membawa orang kesana secara bersama-sama dlam sebuah aktifitas, diskusi atau topik umum.Ruang komunal dapat merupakan ruang terbuka atau ruang tertutup. 2.4.1.
Proses Terbentuknya Ruang Komunal
Terjadinya ruang komunal tidak lepas dari pemahaman interaksi manusia dengan lingkungannya.Perilaku manusia merupakan pusat perhatian dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya.Manusia menginderakan objek di lingkungannya, hasil penginderaan diproses sehingga timbul makna tentang objek tersebut yang kemudian disebut dengan persepsi (Purwanto, 2012). Sedangkan berdasarkan proses terbentuknya adalah adanya hubungan interaksi diantara sesama penghuni terhadap lingkungannya dan adanya rasa kebersamaan dan kebutuhan ruang untuk bersosialisasi dalam sebuah lingkungan.
BAB III : PEMBAHASAN DAN ANALISA Pada bab ini menguraikan temuan–temuan awal yang dihasilkan dalam proses penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan observasi.Pembahasan pemukiman menjelaskan hubungan antara manusia dan ruang dalam lingkungan yang kecil, yaitu ruang publik. Serta membahas juga menyangkut hubungan antara ruang publik dan kegiatan– kegiatan yang terjadi antar anggota komunitas pemulung. 3.1.
Kondisi Umum Lokasi Pemukiman Pemulung di Lebak Bulus
Gambar Peta Jakarta Selatan Sumber : Peta DKI 2014 [Di Olah Ulang]
Lokasi Permukiman Pemulung Gambar 2.Peta Lokasi Pemukiman Pemulung
Sumber: Peta Jakarta (2014) [telah diolah kembali] Kawasan ini terbagi menjadi 13 Rukun Warga (RW) dan 112 Rukun Tetangga (RT) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara
:
Kelurahan Gandaria Selatan
Sebelah Timur
:
Kelurahan Pondok Labu
Sebelah Selatan
:
Kelurahan Cipete Utara
Sebelah Barat 3.1.1.
:
Kelurahan Lebak Bulus
Kondisi Umum Sekitar Kawasan Pemukiman Pemulung Lebak Bulus Keberadaan bangunan publik atau hunian mewah baik yang vertikal maupun yang horizontal, dapat memberi masukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktifitas pekerjaan dan kegiatan kemasyarakatan di pemukiman pemulung.
3.2.
Ruang Komunal dan Kegiatan Komunal Pemukiman komunitas Pemulung
Ruang komunal sebagai ruang yang berfungsi untuk wadah kegiatan interaksi sosial penghuni, baik yang bersifat formal maupun informal merupakan ruang-ruang umum yang bersifat publik yang digunakan bersama di luar unit hunian.Dalam penelitian ini yang diamati adalah ruang-ruang yang terdapat disekitar pemukiman komunitas pemulung. 3.2.1.
Pola Terbentuknya Ruang Komunal Pada Proses perencanaan dan terbentuknya, ruang komunal di pemukimn pemulung ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu:
3.2.1.1.
Ruang Komunal Yang di Rencanakan Ruang yang digunakan berupa ruang yang direncanakan sejak awal, yang peruntukannya sebagai ruang publik atau sebagai fasilitas umum guna menunjang segala macam bentuk kegiatan berupa aktifitas keseharian untuk bersosialisasi dan berinteraksi disesama para penghuninya di dalam pemukiman pemulung. Keberadaan dan terbentuknya ruangan ini sebagian besar atas inisiatif bandar selaku penguasa lapak. Seperti teras rumah bandar, fasilitas MCK, fasilitas publik (musholla dan ruang kelas)
3.2.1.2.
Ruang Komunal Yang Tidak di Rencanakan Pola Ruang komunal yang tidak direncanakan ini tebentuk dikarenakan adanya persamaan persepsi diantara para penghuni akan kebutuhan sebuah ruang terbuka yang luas dan peruntukannya dapat diakses oleh setiap warga yang ada di pemukiman tersebut. Ruang tersebut tadinya dipersiapkan sebagai tempat penimbangan barang dan tempat penumpukan barang sementara.
3.2.2.
Fungsi Ruang Komunal di Kawasan Pemukiman Pemulung
Adapun fungsi ruang komunal di dalam pemukiman komunitas pemulung ini adalah: 1. Sebagai tempat untuk berkumpul, bersosialisasi antar sesama penghuni 2. Tempat bermain bagi anak-anak para pemulung 3. Tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan formal dan informal bagi para anakanak pemulung 4. Merupakan tempat peristirahatan sebagian pemulung setelah beraktifitas 5. Teras rumah bandar sebagai salah satu ruang komunal memang dirancang untuk mempermudah sang bandar dalam hal pengawasan terhadap anak buahnya Observasi dan Pemetaan Ruang Komunal Dan Kegiatan Komunal Di Pemukiman Pemulung
Dalam pemetaan ruang komunal dan kegiatan komunal yang terjadi di pemukiman pemulung ini dilakukan berdasarkan observasi langsung dilapangan. Dalam observasi ini diambil sample hari yang dibagi atas empat zona waktu hari pemetaan berdasarkan yaitu :
Senin
Kamis
Sabtu
Sedangkan untuk zona waktu jam yang di ambil setiap hari pengamatan dibagi atas empat zona pemetaan atas waktu setiap harinya yang terdiri dari:
Observasi pertama
:
pukul 05.30 s/d pukul 07.00
Observasi kedua
:
pukul 11.00 s/d pukul 13.00
Observasi ketiga
:
pukul 17.00 s/d pukul 19.00
Observasi keempat
:
pukul 22.00 s/d pukul 23.00
Gambar 3. Mapping ruang komunal yang terencana dan tidak terencana Sumber : foto survey (2014)
= Ruang Komunal yang terencana = Ruang Komunal yang tidak terencana
Tabel 1. Pemetaan Ruang, Kegiatan dan Pelaku Komunal Dalam Pemukiman Pemulung N Ruang o Komunal .
Zona Waktu
Kegiatan
Pelaku
Ket.
1 2 3 4 1 Yang Terencana Teras Rumah Bandar
Berinteraksi dan bermain
Keluarga Pemulung Laki-laki Perempuan
Musholla Fasilitas MCK
Ibadah Kegiatan service dan MCK
Laki- laki Keluarga Pemulung
Lam piran observa si & zona waktu 1-4
Mayoritas Ibu-ibu Ruang Kelas
Belajar mengajar
Anak-anak pemulung
Tempat penimbangan dan penumpukan barang sementara
Berinteraksi dan bermain
Keluarga Pemulung
Loronglorong Hunian
Berinteraksi
2 Yang Tidak Terencana
Laki-laki Perempuan
Keterangan: = Aktifitas dengan rutinitas tinggi = Aktifitas dengan rutinitas sedang = Aktifitas dengan rutinitas rendah
Keluarga Pemulung
Lam piran observa si & zona waktu 1-4
BAB VI. KESIMPULAN Dalam keberadaannya, pola ruang komunal di pemukiman komunitas pemulung ini di bagi menjadi: 1. Berdasarkan Proses Terbentuknya Berdasarkan proses pembentukannya, ruang komunal yang berada di pemukiman pemulung ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu: ruang komunal yang direncanakan dan ruang komunal yang tidak direncanakan. Ruang komunal yang direncanakan lebih cendrung bersifat formal dan di desain berdasarkan ke perluan bandar dalam pengawasan terhadap para pekerjanya yaitu para pemulung. Sedangkan ruang komunal yang tebentuk tanpa disengaja atau tanpa direncanakan lebih cenderung tercipta karena adanya rasa kebersamaan akan kebutuhan sebuah ruang publik yang non formal sebagai tempat bersosialisasi dan berinteraksi di sesama penghuni. 2. Berdasarkan Waktu Dan Para Penggunanya Dari pengamatan dan observasi yang dilakukan dilapangan, yang di ambil sample empat waktu zona hari dan empat waktu zona jam, terdapat beberapa persamaaan dan beberapa perbedaan. Dari empat sample waktu hari tersebut, terdapat persamaan kegiatan, tempat dan pelaku dari hari Senin-hari Minggu di zona yang sama yaitu zona satu dan zona empat. Sedangkan untuk zona dua terdapat persamaan pada Senin-hari Jumat yaitu kelas pagi yang pelakunya mayoritas adalah anak-anak dan zona dua pada hari Sabtu dan hari Minggu adalah kegiatan menimbang hasil memulung yang pelakunya adalah mayoritas para pekerja pemulung. Untuk zona tiga terdapat perbedaan pada hari Kamis yaitu adanya kelas sore yang diberikan oleh sebuah Yayasan yang notaben pelakunya adalah anak-anak.
Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa alasan penghuni memilih sebuah ruang untuk di jadikan ruang komunal, antara lain: Lokasi yang strategis karena berada di pintu masuk yang menyebabkan kemudahan para penggunanya dapat melihat langsung akses luar. a. Tempat yang terhubung langsung dengan ruang luar menyebabkan view atau pandangan terasa lebih luas b. Ruang yang luas menyebabkan penggunanya merasa lebih leluasa dalam berinteraksi c.
Bukan merupakan tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat formal
d. Adapun fungsi ruang komunal di dalam pemukiman komunitas pemulung ini adalah: e. Sebagai tempat untuk berkumpul, bersosialisasi antar sesama penghuni f.
Tempat bermain bagi anak-anak para pemulung
g. Tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan formal dan informal bagi para anakanak pemulung h. Merupakan tempat peristirahatan sebagian pemulung setelah beraktifitas
Teras rumah bandar sebagai salah satu ruang komunal memang dirancang untuk mempermudah sang bandar dalam hal pengawasan terhadap anak buahnya
Dalam hal ini ternyata kebutuhan akan ruang komunal di dalam suatu komunitas merupakan sesuatu yang di anggap perlu, baik itu yang direncanakan atau pun yang tidak di rencanakan. Dalam peruntukannya, ruang komunal hadir dengan tidak memandang sisi strata sosial ekonomi, akan tetapi ruang komunal hadir lebih dikarenakan kebersamaan dan keperluan akan para pengunanya atau kegiatan komunal yang terjadi disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA Ameriani, Aisyah. (2006). Analisis Karakteristik Pemulung, Karakteristik Kerja, Hubungan Sosial, dan Kesejahteraan Pemulung. (Kasus Pemukiman Pemulung di Desa Kedaung, Kecamatan Pamulang,Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten). TesisProgram Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat , Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Anissa Fitriana Aida dan Joesron Alie Syahbana (2014). Pengembangan Permukiman Pemulung di Kawasan TPA Jatibarang, Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor.3 2014, online http:// ejournal-sl.undip.ac.id/index.php/pwk. Universitas Diponegoro. Febriyaningsih. (2012). Ketahanan Keluarga Pemulung,(Studi Deskriptif pada Empat Keluarga Pemulung di Pemukiman Al Bahar, Kelurahan Abadijaya, Depok-Jawa Barat) Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Lang, J. 1988. Creating Architectural Theory, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Peggy Egam, Pingkan, (2011). Makna Ruang Publik Terhadap Setting Permukiman Masyarakat Bantik di Malalayang Sulawesi Utara, Jurnal Sabua Vol. 3, No. 2, Agustus 2011, Staf Pengajar Jurusan Arsitek, Fakultas Teknik Sam Ratulangi
Purwanto, (2012). Pola Ruang komunal Di Rumah Susun Bandarharjo Semarang, Dimensi (Jurnal of Architecture and Environment, Vol. 39 No. 1, 23-30 ISSN 0126-219X)
Rachmawaty, Rika (2009). Pemukiman Komunitas Pemulung. Skripsi Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Permukiman Kamus Besar Bahasa Indonesia 1998