58
PROFIL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS TEORI KECERDASAN NATURALIS DI KELAS 1 SEKOLAH DASAR Nurani Hadnistia Darmawan Dosen Prodi PGSD STKIP Bina Mutiara Sukabumi Jl. Pembangunan (Salakaso) Desa Pasir Halang Kotak Pos 01 Kec. Sukaraja Sukabumi Telp: (0266) 6243531
[email protected] Abstrak Peningkatan potensi kecerdasan siswa merupakan yang kegiatan tidak boleh hilang dalam proses pembelajaran di sekolah. Salah satu potensi yang peru dikembangkan adalah potensi kecerdasan naturalis siswa. Kecerdasan naturalis memiliki peran yang penting dalam upaya mengembangkan sikap kepekaan terhadap lingkungan dan alam. Dengan memiliki kecerdasan naturalis, diharapkan siswa mampu untuk peka, peduli, dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Penelitian Novaria (2010) yang berkaitan dengan penelitian ini menyimpulkan bahwa respon anak lebih senang terhadap materi kecerdasan naturalis melalui pembelajaran sains/IPA dengan metode discovery inkuiri karena melalui metode ini tanpa disadari mereka sudah mengetahui konsep IPA sederhana dan meningkatkan kecerdasan naturalis, seperti lebih peka terhadap lingkungan serta menghargai binatang dan tanaman sebagai makhluk hidup. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan bermain, menggunakan media yang nyata, seperti binatang dan tanaman, serta mengajak anak untuk belajar di luar ruangan sehingga anak mampu mengenal dan menguasai materi kecerdasan naturalis. Permasalahan yang sering muncul, yakni persepsi guru terhadap konsep IPA. Guru cenderung memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori saja sehingga menyebabkan pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Alih-alih mengembangkan kecerdasan naturalis, justru siswa cenderung diarahkan untuk menghafal sejumlah konsep. Oleh sebab itu, penulis mencoba membuat alternatif solusi lain terkait gambaran mengenai profil pembelajaran IPA yang berbasis kepada teori kecerdasan naturalis. Kata Kunci: Pembelajaran IPA, Sekolah Dasar, Teori Kecerdasan Naturalis.
PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan. Menurut (Depdiknas, 2008: 7) menyatakan bahwa IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk, tetapi juga mencakup pengetahuan, seperti keterampilan dalam hal melaksanakan penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud, misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional. Adapun sikap ilmiah, misalnya objektif dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu, saintis memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Kecerdasan naturalis merupakan salah satu kecerdasan jamak yang dikemukakan oleh Gardner (1989). Selanjutnya, Gardner menyatakan bahwa kecerdasan naturalis merupakan kemampuan dalam memahami alam sekitar, mengenali binatang dan tumbuhan di lingkungan, sensitif terhadap corak yang berkaitan dengan dunia alami, seperti awan dan
59 formasi batu untuk mengenali dan mengklasifikasi sejumlah spesies flora dan fauna serta lingkungan. Poin penting dalam mengembangkan kecerdasan naturalis adalah bagaimana siswa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan. Kepekaan dan kepedulian siswa terhadap lingkungan menjadi penting dalam menjalani kehidupannya. Siswa perlu diajarkan tentang pentingnya menjaga alam karena saat ini terjadi fenomena kerusakan alam yang diakibatkan oleh ketidakpedulian segelintir manusia terhadap alam. Oleh sebab itu, sebagai guru perlu menguatkan fondasi kecerdasan naturalis siswa sejak kelas 1 melalui pembelajaran di sekolah. Pembelajaran yang memungkinkan untuk mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalis adalah pembelajaran IPA. Pada kenyataannya, implementasi pembelajaran IPA yang diarahkan untuk mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalis siswa di sekolah dasar masih belum memenuhi harapan. Permasalahan yang cenderung muncul adalah persepsi guru terhadap konsep IPA. Guru cenderung memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori belaka menyebabkan pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Pada tataran teknis, materi IPA diajarkan seragam, yakni di dalam kelas dan cenderung tidak diarahkan untuk mengoptimalkan kecerdasan naturalis. Padahal, ada banyak materi yang dapat dikembangkan di luar kelas, sekaligus diarahkan untuk mengoptimalkan kecerdasan naturalis siswa. Peningkatan potensi kecerdasan naturalis pada siswa kelas 1 sekolah dasar merupakan hal yang penting, mengingat di kelas 1 menjadi fondasi awal untuk mengembangkan potensi kecerdasan naturalis untuk level selanjutnya. Pada konteks pembelajaran, untuk mengungkap dan mengoptimalkan potensi kecerdasan naturalis siswa membutuhkan desain pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, pembelajaran IPA yang dirancang perlu memunculkan simulasi yang mendorong siswa melakukan aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan indikator kecerdasan naturalis. Sementara, metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelusuran pustaka. PEMBAHASAN A. Hakikat Pembelajaran IPA di SD Hakikat IPA secara umum dipahami ilmu yang diperoleh melalui langkah ilmiah, yakni observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Menurut Wahyana dalam (Yuliawati, dkk, 2013: 171) berpendapat bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, sedangkan menurut KTSP (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Menurut Donosepoetro dalam (Trianto, 2014: 137), “Hakikat IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah”. Selanjutnya, masih menurut beliau bahwa IPA disebut sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru, sedangkan hakikat IPA sebagai produk adalah sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau iseminasi pengetahuan.
60 Berdasarkan beberapa hakikat IPA sebagaimana dijelaskan di atas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut. 1. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah; 2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alatalat ekseperimen untuk memecahkan masalah; 3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah, baik dalam kaitannya dengan pelajaran Sains maupun dalam kehidupan. (Laksmi dalam Trianto, 2014: 141-142). B.
Tujuan Pembelajaran IPA di SD Menurut Samatowa (2011: 6), “Tujuan pembelajaran IPA adalah (1) IPA bermanfaat bagi suatu bangsa sebab pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA; (2) IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih mengembangan kemampuan berpikir kritis; (3) IPA bukan merupakan mata pelajaran hafalan karena di dalam IPA mengajarkan kepada siswa untuk melakukan percobaan–percobaan yang nyata; dan (4) mempunyai nilai-nilai pendidikan untuk membentuk kepribadian siswa secara keseluruhan”. Menurut BNSP (2006: 484), mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaban, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Berdasarkan uaian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah untuk memperoleh bekal pengetahuan alam, keterampilan, dan sikap ilmiah siswa sehingga mampu diimplementasikan dalam kehidupan. C.
Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 485) meliputi aspek-aspek berikut. a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya yang meliputi cair, padat, dan gas.
61 c.
Energi dan perubahannya yang meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta yang meliputi tata surya dan benda-benda langit lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD/MI adalah makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, perubahan, serta bumi dan alam semesta. D.
Konsep Kecerdasan Secara umum kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat dan menyelesaikan suatu masalah. Menurut Santrock (2012: 337), “Intelegensi adalah kemampuan verbal, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan untuk belajar menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari”. Anggapan ini memberi penekanan bahwa kecerdasan diperoleh tidak hanya dari aspek kognitif, melainkan juga bisa diperoleh dari aspek afektif dan psikomotor. Setiap kemampuan dan keterampilan yang dimiliki manusia dapat ditumbuhkembangkan dengan stimulasi dan lingkungan yang mendukung. Inteligensi atau kecerdasan menurut Dusek (Casmini, 2007: 14) dapat didefinisikan melalui dua jalan, yaitu secara kuantitatif adalah proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk konstruksi bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya. Selama ini, pola pemikiran ‘tradisional’ menganggap bahwa kecerdasan akademik adalah hal yang paling menentukan keberhasilan seseorang. Seorang anak dinilai cerdas apabila mempunyai prestasi akademik yang tinggi di sekolah yang hanya dinilai dari satu sudut pandang, yaitu nilai akademik. Berangkat dari ketidaksetujuan pandangan tersebut, maka Gardner melakukan sebuah penelitan untuk membuktikan bahwa manusia memiliki lebih dari satu kecerdasan yang dapat dikembangkan. Menurut Gardner (Musfiroh, 2004: 24), “Kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau kemampuan berkarya menghasilkan sesuatu yang berharga untuk lingkungan sosial, budaya, atau lingkungannya. Secara lebih terperinci, Gardner menguraikan sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menyelesaikan dan menemukan solusi masalah dalam kehidupan nyata; (2) kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan; dan (3) kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang. Lebih lanjut, menurut Gardner bahwa kecerdasan didasarkan pada potensi biologis, yang kemudian diekspresikan sebagai hasil dari faktor-faktor genetik dan lingkungan yang saling mempengaruhi. Secara umum, individu normal mampu menunjukkan bauran beberapa kecerdasan. Kecerdasan tidak pernah dijumpai dalam bentuk murni. Sebaliknya, kecerdasan tertanam dalam berbagai sistem simbol, seperti bahasa, gambar, peta, notasi musik, dan simbol matematika. Berdasarkan hasil penelitiannya, pada tahun 1983 Gardner melahirkan sebuah teori baru tentang kecerdasan yang dikenal dengan “Multiple Intelligences Theory” dan diterbitkan dalam buku berjudul “Frames of Mind”. Sebagaimana diungkapkan Gardner (1989), teori kecerdasan jamak terdiri atas delapan bentuk kecerdasan. Dari kedelapan bentuk kecerdasan tersebut mempunyai karakteristik
62 tersendiri. Karakteristik ini menunjukkan wilayah kerja dan menjadi bukti bahwa teori ini sangat fungsional dan dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kecerdasan tersebut adalah kecerdasan naturalis. E.
Konsep Kecerdasan Naturalis Kecerdasan naturalis menurut Gardner (2013b: 53), merupakan kemampuan memahami alam sekitar, mengenali binatang dan tumbuhan di lingkungan, sensitif terhadap corak yang berkaitan dengan dunia alami seperti awan dan formasi batu untuk mengenali dan mengklasifikasi sejumlah spesies flora dan fauna serta lingkungan. Adapun Lazear (2007: 27) menyatakan bahwa kecerdasan naturalis merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan kondisi-kondisi alam seperti tanaman, hewan, cuaca, dan aspek-aspek alam di sekitar. Pendapat lain dikemukakan Armstrong (2013d: 12) yang menyatakan bahwa kecerdasan naturalis merupakan kemampuan mengenali dan mengkategorisasikan spesies flora dan fauna serta kondisi dan benda-benda alam lainnya di lingkungan sekitar. Selanjutnya, Stefanakis (2002: 4) mengidentifikasi kecerdasan naturalis dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) memahami alam; (2) membedakan, mengklasifikasi, menggunakan keistimewaan (features) yang ada di lingkungan; dan (3) saling berinteraksi dengan pohon dan makhluk hidup lainnya. Definisi kecerdasan naturalis menurut Musfiroh (2004: 58) adalah kemampuan yang berkaitan dengan kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan dengan kecintaan dan kepekaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa kecerdasan naturalis berkaitan dengan kepekaan terhadap fenomena alam dan lingkungan sekitar. Fenomena alam tersebut berkaitan dengan binatang, tumbuhan, cuaca, seperti panas, dingin, hujan, serta benda lainnya, seperti batuan dan tanah. Secara umum, kecerdasan naturalis ditandai dengan kemampuan mengenali, membedakan, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. F.
Instrumen Penelusuran Kecerdasan Naturalis Siswa SD Instrumen kecerdasan naturalis disusun berdasarkan indikator karakteristik kecerdasan naturalis menurut Armstrong dan mengadopsi instrumen kecerdasan naturalis anak SD yang dikonstruk oleh Agustin (2014). 1. Cenderung menyukai alam terbuka; 2. Berbicara/bercerita banyak tentang binatang kesayangan atau lokasi-lokasi alam yang favorit; 3. Suka mengamati fenomena alam; 4. Mempunyai kesadaran ekologis yang tinggi (misalnya, membuang sampah di tempatnya); 5. Dapat menunjukkan gambar-gambar gunung, danau, lautan, atau hutan; 6. Dapat menceritakan kembali cerita yang berkaitan dengan flora dan fauna; 7. Menunjukkan sikap menyayangi hewan peliharaan; 8. Suka mengamati daun, serangga, dan semacamnya; 9. Tidak menunjukkan sikap takut terhadap binatang; 10. Cenderung tidak takut untuk memegang serangga atau berada di dekat binatang;
63 11. 12.
Menasihati teman yang berperilaku negatif terhadap hewan dan alam; Mampu menegur teman lain yang menunjukkan sikap tidak menyukai/melukai binatang.
G.
Pembelajaran IPA untuk Mengungkap Kecerdasan Naturalis Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahun Alam Tingkat/Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar Kelas/Semester : 1/I Alokasi Waktu : 2 x 40 menit Tema : Kegemaran I. Standar Kompetensi Mengenal cara memelihara lingkungan agar tetap sehat. II. Kompetensi Dasar Menceritakan perlunya merawat tanaman, hewan, peliharaan, dan lingkungan sekitar. III. Indikator Hasil Belajar - Siswa dapat menyebutkan alasan perlunya merawat tanaman dan hewan peliharaan. - Siswa dapat menyebutkan hal-hal yang diperlukan dalam merawat hewan peliharaan. - Siswa dapat menyebutkan keuntungan merawat tanaman dan hewan peliharaan. IV. Materi Menerapkan cara memelihara lingkungan di sekitar rumah dan sekolah. V. Pendekatan, Sumber, Metode, Media Pendekatan : Konstruktivis Sumber : KTSP Mata Pelajaran IPA untuk Kelas 1 SD Metode : Percobaan, pengamatan, tanya jawab, diskusi VI. Kegiatan Belajar Mengajar No 1.
Tahap Persiapan
2.
Kegiatan Awal
3.
Eksplorasi
Kegiatan Guru menganalisis kurikulum dan mencari sumber informasi tentang perawatan terhadap tanaman dan hewan peliharaan. Guru membawa pot tanaman/bunga mawar, kemudian guru memberikan pertanyaan yang dapat menstimulus atau mengungkap kecerdasan naturalis siswa: “Apakah ini?”, “Apakah di rumahmu juga terdapat tanaman?”, “Tanaman apa saja yang dirawat?” Guru memberikan pertanyaan kembali yang dapat menstimulus atau mengungkap kecerdasan naturalis siswa, misalnya “Apakah kamu tahu, bagaimana cara merawat tanaman?”, “Selain tanaman, kira-kira apa yang dapat kita rawat/pelihara?”, “Mengapa kamu merawat/memelihara tanaman/hewan tersebut?”.
64
4.
Elaborasi
5.
Konfirmasi
6.
Kegiatan Akhir
Guru meminta siswa untuk menceritakan kembali terkait tanaman yang dirawat atau hewan peliharaannya. Guru bertanya, “Apa saja yang ingin kamu ketahui terkait perawatan/peliharaan tanaman/hewan?”. Guru menuliskan pertanyaan-pertanyaan siswa pada papan tulis. Guru mendemonstrasikan cara menanam tanaman dan merawat tanaman. Guru menstimulus kecerdasan naturalis siswa dengan meminta siswa untuk mempraktikkannya di rumah masingmasing dengan berpedoman pada LKS yang telah diberikan dan mencatatkan pertumbuhan tanaman yang ditanam selama 1 semester. Bentuk stimulasi kecerdasan naturalis lainnya, guru membimbing siswa melakukan observasi di lingkungan sekolah untuk mengamati tanaman dan hewan (jikalau ditemukan) yang dapat dirawat/dipelihara. Guru mengulas kembali hal-hal yang harus diperhatikan dalam merawat tanaman dan hewan peliharaan. Guru memberikan penguatan kembali akan manfaat/keuntungan merawat tanaman dan hewan peliharaan. Guru bersama-sama dengan siswa membuat simpulan materi pelajaran. Siswa mengerjakan post tes. Pemberian PR/tugas.
VII. Evaluasi a. Proses No.
Aspek
1 2
Cenderung menyukai alam terbuka Berbicara/bercerita banyak tentang binatang kesayangan atau lokasi-lokasi alam yang favorit Suka mengamati fenomena alam Mempunyai kesadaran ekologis yang tinggi (misalnya, membuang sampah di tempatnya) Dapat menunjukkan gambar-gambar gunung, danau, lautan, atau hutan Dapat menceritakan kembali cerita yang berkaitan dengan flora dan fauna Menunjukkan sikap menyayangi hewan peliharaan
3 4
5 6 7
Indikator Kemunculan Ada Tidak
Evidence / Keterangan
65 8 9 10 11 12
b.
Suka mengamati daun, serangga, dan semacamnya Tidak menunjukkan sikap takut terhadap binatang Cenderung tidak takut untuk memegang serangga atau berada di dekat binatang Menasihati teman yang berperilaku negatif terhadap hewan dan alam Mampu menegur teman lain yang menunjukkan sikap tidak menyukai/melukai binatang
Akhir Tes lisan 1. Keberanian menjawab/ menyampaikan pendapat. 2. Ketepatan jawaban. 3. Keseriusan dan konsentrasi dalam menyimak pertanyaan. Tes tertulis 1. Pilihan ganda. 2. Isian.
KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA berbasis teori kecerdasan naturalis harus mampu memunculkan kegiatan yang mengarah pada upaya menstimulus dan/atau mengungkap kecerdasan naturalis siswa dalam pembelajaran. Misalnya, dengan membuat pertanyaan kepada siswa tentang kegemarannya memelihara hewan dan tumbuhan yang selanjutnya siswa diminta untuk menceritakan pengalamannya dalam memelihara hewan dan tumbuhan kesayangannya. Selain itu, guru perlu mengarahkan siswa untuk memiliki kesadaran sikap tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya serta sikap siswa yang mau menegur temannya yang berperilaku negatif terhadap alam. DAFTAR PUSTAKA Armstrong, T. 2013. Multiple Intelligences in The Classroom Third Edition. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD). Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Casmini. 2007. Emotional Parenting. Yogyakarta: Nuansa Aksara. Depdiknas. 2008. Model-Model Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: PPPG Keguruan. Gardner, H. 1989. “Multiple Intelligences Go To School: Educational Implications of The Theory of Multiple”. American Educational Research Association. Volume 18. Nomor 8. Gardner, H. 2013. Multiple Intelligences. Jakarta: Daras Books.
66 Lazear, D. 2007. Pathways of Learning Teaching Students and Parents About Multiple Intelligences. Tucson: Zephyr Press. Musfiroh, T. 2004. Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Novaria, Dita. 2010. Peningkatan Kecerdasan Naturalis melalui Pembelajaran Sains dengan Metode Diskaveri Inkuiri. (Skripsi). UPI. Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks. Santrock, J. W. 2012. Life-Span Development. Jakarta: Erlangga. Stefanakis, E. H. 2002. Multiple Intelligences and Portofolio a Window Into The Learner’s Mind. New York: Heinemann. Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Widi Wisudawati, Asih. & Sulistyowati, Eka. 2015. Metodelogi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara. Sumber Internet Yuliawati, F, Rokhimawan, M.A, Suprihatiningrum, J. Pengembangan Modul Pembelajaran Sains Berbasis Integrasi Islam-Sains untuk Peserta Didik Difabel Netra MI/SD Kelas 5 Semester 2 Materi Pokok Bumi dan Alam Semesta. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. JPII 2 (2) (2013) 169-177. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii.