Profil Kota Surabaya Sumber: Dokumentasi Best Practice Kota-kota, Jilid 4, 2008
Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, merupakan kota dan pelabuhan terbesar kedua di Indonesia. Dengan sejarah 712 tahunnya. Surabaya merupakan salah satu kota tertua di Indonesia. Julukan yang paling terkenal adalah Kota Pahlawan karena keberanian arek-arek Suroboyo dalam berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan pada akhir Perang Dunia II. Kini, Surabaya adalah kota budaya, pendidikan, pariwisata, maritim, industri, dan perdagangan yang mengalami perkembangan pesat. Surabaya memiliki masyarakat yang multi etnis, pergururan tinggi – perguruan tinggi terkemuka, obyek-obyek pariwisata yang menarik, pelabuhan laut, kawasan industri dan pusat-pusat perbelanjaan. Surabaya juga telah menjalin kerjasama “Sister City” dengan tiga kota di dunia, yaitu Busan (Korsel), Kochi (Jepang) dan Seattle (USA). GAMBARAN UMUM Letak geografis Luas wilayah Batas Wilayah: Sebelah Sebelah Sebelah Sebelah
Utara Timur Selatan Barat
Jumlah Kecamatan Jumlah Kelurahan
: :
070 12’ 070 21’ LS dan 1120 36’ – 1120 54’BT 326.36 Km2
: : : :
Selat Madura Selat Madura Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Gresik
: :
31 163
Jumlah Penduduk Hasil Registrasi Tahun 2001 Laki-laki Perempuan Total
: : :
1.286.988 jiwa 1.281.364 jiwa 2.568.352 jiwa
1
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGOLAHAN SAMPAH KOTA SURABAYA Sebelum Inisiatif Kota Surabaya yang dikenal sebagai Kota Perjuangan pernah mengalami “banjir sampah” pada tahun 2001. Peristiwa itu terjadi ketika warga menutup Lahan Pembuangan Akhir (LPA) Keputih, sehingga sampah berserakan di setiap sudut kota. Penutupan LPA itu membuat Pemerintah Kota Surabaya mencari solusi yang tepat sasaran, berkelanjutan dan dapat memberikan nilai tambah bagi kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah Kota Surabaya menyadari bahwa masalah sampah jika dibiarkan akan menjadi masalah besar yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan keindahan lingkungan. Penyediaan LPA bukanlah solusi akhir, apalagi lahan untuk membuka LPA yang baru sangat terbatas. Meski Pemko Surabaya sudah memiliki LPA yang baru di daerah Benowo seluas 34 Ha, solusi terbaik dalam pengolahan sampah terus dicari. Solusi yang dilakukan pemko itu langsung fokus pada sumber penghasil sampah, yaitu rumah tangga, pasar, dan beberapa tempat lain. Inisiatif Setelah LPA Keputih ditutup oleh masyarakat pada tahun 2001. Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan program keibjakan terukur untuk mengendalikan masalah sampah. Program pengendalian itu mengadopsi metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Metode 3R ini memiliki pengertian untuk mengurangi sampah, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah. Hasil dari pengolahan sampah dengan metode ini antara lain adalah kompos. Inisiatif itu dalam prosesnya mendapat respon positif dari berbagai unsure kelembagaan yang ada di masyarakat, seperti LSM, PKK, pengusahan dan mitra kota dari negara lain. Adapun pemko dalam pelaksanaannya menjadi fasilitator yang melibatkan berbagai unsure yang ada di masyarakat. Strategi yang Diterapkan Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan konsep 3R, Pemerintah Kota Surabaya melaukan dua tahapan pelaksanaan. Pertama, pemko membangun tempat pengolahan sampah menjadi kompos di beberapa lokasi Lapangan Penampungan Sementara (LPS) yang dinamakan Rumah Kompos. Di lapangan Pembuangan akhir (LPA) Benowo juga dibangun rumah kompos oleh pemko untuk menghasilkan kompos dari LPA tersebut. Adapun pengelolaan rumah kompos langsung dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Kedua, pemko melakukan himbauan kepada seluruh masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos.
2
Untuk pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos, Pemko Surabaya melakukan kerjasama antar kota dengan Kota Kitakyushu – Jepang. Kota Kitakyushu mengirim seorang peneliti yang bernama Mr. Takakura untuk melakukan penelitian sampah organik dari rumah tangga untuk dijadikan kompos. Pada tahun 2001, Mr. Takakura melakukan penelitian untuk mengolah sampah dengan membiakkan bakteri tertentu yang akan mengurai sampah organik tanpa menimbulkan air dan bau. Dari penelitian itu, ditemukan alat untuk mengolah sampah menjadi kompos. Alat itu adalah sebuah keranjang (Tempat Sampah Organik) yang bentuknya praktis, bersih dan tidak berbau, sehingga sangat aman dan nyaman untuk digunakan di setiap rumah. Tempat atau keranjang sampah itu popular disebut Kotak Sakti Takakura. Sejak ditemukannya keranjang sampah oleh Mr. Takakura pada tahun 2001, masyarakat kota Surabaya sudah banyak menggunakan keranjang Takakura dalm mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos. Wilayah Kecamatan Jambangan di Kelurahan Jambangan RW II adalah lokasi yang pertama kali menjadi percontohan dalam menghasilkan kompos dari keranjang Takakura. PIhak yang langsung terlibat dalam mengkoordinasikan dan melakukan pendampingan adalah setiap Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di setiap Rukun Tetangga (RT). Dalam sosialisasi dan pendampingan pengolahan sampah dengan berbasiskan masyarakat, membutuhkan waktu yang cukup panjang. Pemerintah tidak jalan sendiri, sosialisasi dan pendampingan kepada setiap keluarga dilakukan dengan menggandeng beberapa lembaga atau pihak swasta yang peduli kepada sampah. Masyarakat diarahkan untuk memahami cara memilah sampah dan mengolah sampah. Sementara dinas kebersihan membantu dan menfasilitasi semua kegiatan tersebut. Mulai dari menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Sebagai upaya untuk menjaga masyarakat tetap konsisten dan terus meningkatkan kegiatan pengelolaan sampah mandiri, pemko memberi penghargaan kepada kader lingkungan dengan berbagai macam cara. Pemko melibatkan pihak swasta sebagai sponsor. Berbagai kegiatan diantaranya lomba kebersihan Surabaya Green and Clean, Lomba Merdeka Dari Sampah, Lomba Kerbersihan antar Kecamatan dan masih banyak lagi cara yang ditempuh untuk terus memotivasi masyarakat. Hadiah yang diberikan berupa uang sebesar Rp. 20 Juta hingga Rp. 40 Juta kepada lingkungan yang berhasil sebagai pemenang. Pada sekitar tahun 2004 pemko lebih serius lagi menganjurkan pengelolaan sampah organik di setiap rumah tangga dengan menggunakan keranjang Takakura. Program yang digalakkan pemerintah dijadikan sebuah program mandiri pengolahan sampah berbasiskan masyarakat.
3
TAKAKURA HOME METHODE (METODE PENGOLAHAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA) Sistem Aerob: membutuhkan aliran udara utnuk memaksimalkan fungsi bakteri. Bahan – bahan yang diperlukan antara lain: 1. Keranjang yang berlubang-lubang supaya udara / oksigen dapat masuk . Sebaiknya dipilih keranjang yang awet dan murah. 2. Sekeliling keranjang dilapisi kardus (Jangan plastik) agar dapat berfungsi untuk membatasi gangguan serangga. Selain itu dapat berfungsi mengatur kelembaban media dan sehingga dapat menyerap dan membuang udara dan air karena keranjang berpori-pori (berlubang) 3. Bantal sekam (diletakkan diatas dan dibawah). Bantal sekam ini rongganya harus besar agar dapat menyerap air dan sebagai tempat bakteri. Selain itu bantal sekam ini memudahkan pengontrolan proses pengomposan. 4. Media berupa kompos jadi yang berasal dari sampah rumah tangga, karena kompos yang berasal dari sampah rumah tangga memiliki materi yang lebih lengkap sehingga bakterinya lengap diisikan ½ keranjang. 5. Kain penutup berwarna hitam supaya tidak tampak kotor. Pilih kain yang serat / pori-porinya besar. 6. Tutup atas keranjang, supaya tidak diacak-acak binatang seperti tikus dan kucing. Cara kerja : Sampah organik yang baru, belum tersentuh lalat, dalam ukuran kecil-kecil dimasukkan ke tengah-tengah kompos lalu ditimbun dan ditusuk-tusuk (supaya bakteri merata di dalam sampah yang baru ). Lalu bantal sekam ditutup diatas, lakukan setiap hari terusmenerus. Jenis-jenis sampah organik yang boleh masuk: 1. Sampah sayur yang baru 2. Sisa sayur yang sudah basi 3. Sisa nasi yang sudah basi 4. Sisa makanan siang atau malam 5. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel, dll kecuali kulit buah keras) 6. Sampah ikan laut atau ikan tawar. Pengontrolan: 1. Usahakan kompos campuran tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah 2. Apabila terlalu kering disemprot dengan air. 3. Apabila terlalu basah, segera aduk sampah baru dengan kompos yang sudah ada. Pengomposan berjalan dengan baik apabila terasa hangat pada keranjang Takakura (suhu kurang lebih 600C) Setelah dua bulan kompos bisa diambil dari tepid an diayak serta diangin-anginkan dan dapat digunakan langsung sebagai pupuk. Sisa ayakan kompos dimasukkan kembali ke dalam keranjang.
4
Pada tahun 2006 pengolahan sampah mandiri menjadi program yang dimasukkan dalam Perda No.1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya 2006-2010. Dalam RPJMD, poin ke 14 mengenai Program Pengelolaan Kebersihan Kota tertuang tentang Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengelolaan sampah mandiri. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dari pengolahan sampah menjadi kompos di setiap rumah kompos dan setiap keluarga pengguna kotak Takakura adalah berkurangnya volume sampah yang masuk ke LPA Benowo. Hingga tahun 2007 sampah yang masuk ke LPA sebesar 1400 ton / hari . Volume tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun sebelumnya pada tahun 2006 dan 2005 sebesar 1800 ton/hari dan 1600 ton/hari. Efisiensi untuk operasional pengangkuta sampah ke LPA dari wilayah Jambangan dalam sebulan hanya dua kali angkut. Penurunan ini jelas membantu pemerintah kota dalam hal efisiensi bahan baker dan personil yang bekerja utnuk mengangkut sampah. Selain itu pemerintah kota dapat lebih fokus lagi dalam melakukan pengelolaan sampah di LPA dan rumah-rumah kompos yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Dalam pengelolaan sampah mandiri berbasiskan masyarakat, pemerintah kota apda tahun 2006 meraih penghargaan Adipura dari pemerintah pusat dan Energy Globe Award dari Negara Austria. Pada tahun 2007, Kota Surabaya menerima penghargaan Green Apple Award. Penghargaan itu diberikan oleh lembaga Internasional Green Apple Environment. Sebelumnya Kota Surabaya sudah meraih berbagai prestasi antara lain, sebagai kota percontohan bagi kota-kota di Indonesia, juga negara-negara Asia Pasifik. Dalam hal peningkatan kualitas lingkungan perkotaan, Kota Surabaya juga mendapat penghargaan dari United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP). Hasil lain yang dicapai oleh setiap individu masyarakat adalah menyadari pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dengan mengelola sampah secara mandiri. Selain itu dapat memberikan penghasilan tambahan dari kompos bagi warga sebesar Rp. 3 juta – Rp. 8 juta / bulan. Adapun untuk sampah kering yang berasal dari rumah tangga relative sedikit terbuang. Karena dari sampah kering yang dihasilkan oleh para kader lingkungan yang dikoordinir oleh ibu-ibu PKK diolah menjadi kerajinan tangan, seperti bunga dan lain-lain. Bagi lingkungan di sekitar Jambangan dan daerah lainnya yang menggunakan Kotak Takakura terlihat sehat, bersih dan rapi. Hingga tahun 2007 Pemerintah Kota Surabaya sudah memiliki 10 rumah kompos. Rumah kompos yang dikelola pemerintah kota khusus emenampung sampah penyapuan jalanan, sampah pasar, dan sampah dari perampingan pohon. Kompos yang dihasilkan digunakan untuk menghijaukan taman-taman kota yang ada di Kota Surabaya. Penghijauan yang dilakukan oleh pemerintah kota selalu mengajak institusi lain dari swasta. Hasil lainnya masyarakat lebih sadar dan peduli bahwa masalah sampah adalah masalah yang sangat serius dan harus diselesaikan bersama. Sehingga diharapkan
5
timbul rasa tanggung jawab setiap keluarga atau individu terhadap sampah yang dihasilkan setiap hari. Keberlanjutan Pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos dengan memberdayakan masyarakat melalui penggunaan kotak Takakura merupakan program yang memerlukan biaya yang relative kecil. Begitu juga yang dilakukan oleh Pemerintah kota Surabaya melalui Rumah kompos. Bahkan pihak swasta yang peduli dan menjadi mitra pemerintah kota ikut membantu penyediaan keranjang sampah. Program ini dapat terus dilanjutkan karena biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Selain itu keranjang sakti untuk menampung sampah basah tidak mengganggu kenyamanan lingkungan karena praktis, bersih dan tidak berbau. Pelajaran yang Dapat Diambil Program pengelolaan sampah mandiri berbasiskan masyarakat dengan membangun rumah kompos dan menggunakan Keranjang Takakura dapat memperpanjang usia LPA, dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Sampah yang dihasilkan setiap hari dan dianggap sebagai hal yang tidak bermanfaat ternyata dapat memberikan penghasilan bagi setiap rumah tangga bila dikelola dengan baik. Kemampuan Tular Sampah merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan oleh semua komponen masyarakat. Pemanfaatan sampah harus segera dilakukan tanpa menunggu efek negative dan tidak tertanganinya sampah. Program sampah mandiri ini dapat ditiru oleh kota-kota lain terutama dalam penerapan teknologi Kotak Sakti Takakura yang tepat guna. Setiap pemerintah kota yang mau meniru program ini dapat melibatkan mitra swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap sampah. Program Sampah Mandiri di Kota Surabaya yang telah berhasil dilaksanakan di wilayah Jambangan, mendapatkan perhatian dari Kota-kota di Indonesia bahkan kotakota di Negara tetangga. Kota-kota itu antara lain Tulung agung, Tegal, Makassar, Jakarta, Bekasi, Probolinggo, Denpasar dan juga beberapa kawasan di Asia Pasifik (Pakistan, Filipina, Thailand, China dan Kamboja) tertarik untuk menerapkan pelaksanaan konsep 3R yang berbasiskan masyarakat.
6
KONTAK PENGHUBUNG PEMKO SURABAYA 1. Nama Jabatan Alamat No. telp Email
: : : : :
Ir. Tri Siswanto, MM Kepala Bappeko Surabaya Jl. Pacar No. 8 – Surabaya 031-5312144 psw 548
[email protected]
2. Nama Jabatan Alamat No. Telp Email
: : : : :
Ir. Tri Rismaharini, MT Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Jl. Menur 31 – Surabaya 031-5932419, 596 7387
[email protected]
APEKSI Nama Jabatan Alamat
No. telp Fax HP Email
: Ahmad Suhijriah : Manajer Informasi dan Komunikasi : Rasuna Office Park III WO. 06-09 Komplek Rasuna Epicentrum Jl. H. R. Rasuna Said – Kuningan Jakarta 12960 : 021-8370 4703, 9393 890 : 021-8370 4733 : 0818 711 730, 0813 168 29760 :
[email protected],
[email protected]
7