PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar manusia mempunyai kemampuan di berbagai bidang, khususnya dalam bidang pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan sehat, berpengetahuan, dan memiliki kehidupan yang layak. Masingmasing
dimensi
direpresentasikan
oleh
indikator.
Umur
panjang
dan
sehat
direpresentasikan oleh indikator angka harapan hidup; pengetahuan direpresentasikan oleh indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; serta kehidupan yang layak direpresentasikan oleh indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi pembangunan manusia ini terangkum dalam suatu nilai tunggal, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (human development index). Sedangkan pembangunan kesehatan adanya upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, penanggulangan penyakit menular, penanggulangan gizi buruk, dan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dan pendayagunaan tenaga kesehatan. Penyusunan Profil Kesehatan Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 ini berupaya untuk menggambarkan secara umum tentang kondisi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan faktor-faktor terkait lainnya.
1
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Profil Kesehatan Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 ini terdiri dari 6 (enam) bab, yaitu : Bab 1
Pendahuluan. Bab ini menyajikan latar belakang diterbitkan profil kesehatan ini serta sistimatika penulisannya
Bab II
Situasi Umum dan Perilaku Penduduk. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kab. Aceh Selatan, yang meliputi kependudukan, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan fisik, serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan
Bab III
Situasi
Derajat
Kesehatan.
Bab
ini
berisi
uraian
tentang
hasil-hasil
pembangunan kesehatan sampai dengan tahun 2013 yang mencakup tentang angka kematian, umur harapan hidup, angka kesakitan dan keadaan status gizi masyarakat Bab IV
Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan dalam tahun 2013.
Bab V
Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, khususnya untuk tahun 2013, yang mencakup keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan.
Bab VI
Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran
2
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
A. KEADAAN GEOGRAFIS Secara geografis Kab. Aceh Selatan salah satu Kab. di Propinsi Aceh Yang terletak di wilayah pantai Barat – Selatan dengan ibukota Kab. adalah Tapaktuan. Luas wilayah Kab. Aceh Selatan adalah 4.176, 58 Km2 atau 417.658 Ha, yang meliputi daratan utama di pesisir Barat – Selatan Provinsi Aceh. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 wilayah daratan Kab. Aceh Selatan secara geografis terletak pada 02o23’24” – 03o 44’24” Lintang Utara dan 96o 57’36” – 97o 56’24” Bujur Timur, dengan batas batas wilayah adalah; Sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Aceh Tenggara, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Subulussalam dan Kab. Aceh Singkil, Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Aceh Barat Daya. Kab. Aceh Selatan Secara administrasi Pemerintahan terbagi atas 18 (delapan belas) wilayah Kecamatan, 43 mukim dan 248 desa atau gampong. Kondisi topografi, wilayah Kab. Aceh Selatan sangat bervariasi, meliputi daratan rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal 25% samapi 40%. Sebaran kemiringan lahan tersebut terdiri dari; a. Kemiringan lahan 0-8% pada umumnya memiliki relief permukaan landai dengan luas 139.085,48 Ha (33,30%). Kawasan ini sangat ideal untuk dipergunakan sebagan pengembangan pertanian, namun sebagaian besar telah ditetapkan sebagai Kawasan Lindung Margasatwa Singkil/Trumon. b. Kemiringan 8-15% seluas 14.171,3 Ha (3,39%), sangat ideal untuk lokasi pengembangan perkotaan dan kegiatan budidaya jangka pendek. c. Kemiringan
15-25%
seluar
39.395,17
Ha
(9,43%),
cocok
sebagai
lokasi
pengembangan budidaya perkebunan atau tanaman tahunan. d. Kemiringan 25-40% tersebar di setiap Kecamatan dengan luas 157.698,83 Ha (37,76%), wilayah perbukitan tersebar hampir di semua kecamatan.
3
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
e. Kemiringan > 40%, bentuk permukaannya yang curam bervariasi terjal, umumnya dijumpai sebagai kerucut dan puncak vulkan, lahan mudah longsor dan jika kawasan kawasan ini tidak punya potensi dapat digunakan sebagai kawasan lindung.
B. KEADAAN PENDUDUK 1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk Perkembangan penduduk Kab. Aceh Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir memperlihatkan angka yang fluktuatif, awal tahun 2009, tercatat penduduk di Kab. Aceh Selatan adalah sebesar 211.564 jiwa, sedikit menurun menjadi 204.667 jiwa tahun 2010 dan meningkat menjadi 207.025 jiwa pada tahun 2011, dan tahun 2012 meningkat menjadi 208.160 jiwa, memasuki akhir tahun 2012 jumlah penduduk Kab. Aceh Selatan telah mencapai 208.160 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk sebesar 53,21 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat adalah Kecamatan Tapaktuan dan Kluet Utara, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 53 jiwa per km². Wilayah terlapang adalah Kecamatan Trumon, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 10 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di Kab. Aceh Selatan belum merata. Jumlah rumah tangga sebanyak 58.749 jiwa maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah 3,63 jiwa untuk setiap rumah tangga. Penduduk terbanyak di Kecamatan Tapaktuan 22.999 jiwa dan paling sedikit di Kecamatan Trumon 4,430 jiwa. Data kependudukan ini dapat dilihat pada lampiran Tabel 1.
2. Rasio Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per100 penduduk perempuan. Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2013 berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, berjumlah 213.092 terdiri dari 108.137 jiwa penduduk perempuan dan 104.955 penduduk laki-laki, dengan sex ratio 97,06%. Data mengenai rasio jenis kelamin dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.
Grafik 2.1 Perbandingan Jumlah penduduk menurut jenis Kelamin
4
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000
75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5-9
0-4
0
3. Komposisi Penduduk Menurut M Kelompok Umur Komposisi penduduk Kab. Aceh Selatan menurut kelompok umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki laki laki maupun perempuan mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 5–19 19 tahun. Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat da dilihat pada lampiran Tabel 3.
C. KEADAAN EKONOMI 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah dalam suatu periode waktu tertentu. PDRB dapat dipakai sebagai salah satu tolok ukur untuk menilai perkembangan ekonomi suatu daerah, serta dapat pula mengindikasikan struktur ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan PDRB Kab. Aceh Selatan atas dasar harga berlaku selama periode 2008-2012 2008 mengalami pertumbuhan, dimana pada tahun 2008 baru mencapai Rp. 1.983.011,71, maka tahun 2012 201 telah mencapai Rp. 3.039.107,57. 3.039.107,57 Penyumbang utama PDRB Aceh Selatan adalah sektor pertanian, yang memberi kontribusi sebesar 40,75%. 4 %. Sementara pendapatan perkapita masyarakat Aceh Selatan Selat pada tahun 2012 telah mencapai Rp. 14.599.863,42,, dimana angka ini masih dibawah rata-rata rata pendapatan perkapita Provinsi Aceh.
5
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Mata pencaharian utama penduduk Aceh Selatan adalah bertani dimana sektor ini memberi kontribusi sebesar 44,61% terhadap perekonomian Aceh Selatan. Secara terinci distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian adalah seperti tabel berikut. Tabel 2.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kab. Aceh Selatan Tahun 2009
No.
Mata Pencaharian
%
1
Petani
78,37
2
Nelayan
6,01
3
Pedagang/wiraswasta
5,04
4
PNS/Tni/Polri
5,63
5
Buruh
1,28
6
Lain-lain
3,67 Jumlah
100,00
Sumber : Bappeda Aceh Selatan, 2009
Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta betapa keterbatasan pemenuhan
pangan dapat menyebabkan
busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin dan hampir miskin meningkat menjadi 202.641 dari 161.119 penduduk miskin dan hampir miskin pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan 41.522 penduduk miskin. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada pada tahun 2013, yaitu sebanyak 206.746 jiwa, maka jumlah penduduk miskin tahun 2013 mencapai 98,01% dari seluruh penduduk, angka ini sebenarnya sangat tinggi bila dibandingkan dengan angka kemiskinan tingkat nasional. Diperlukan penelitian dan pendataan yang akurat untuk menentukan jumlah penduduk miskin yang sesungguhnya.
6
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
2. Angka Beban Tanggungan Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebesar 53 Angka tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2012, berarti pada tahun 2013 setiap 100 penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 49 penduduk usia belum produktif (0–14 tahun) dan usia tidak produktif (>65 tahun). Sedangkan pada tahun 2020 – 2030 mendatang Indonesia akan memiliki 70% penduduk usia produktif dengan rasio ketergantungan turun menjadi sekitar 44-48 persen.
D. KEADAAN PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya. Salah satu indikator keberhasilan pendidikan adalah tingkat melek huruf (literacy rate). Selama tahun 2013 tingkat melek huruf pada penduduk umur 10 tahun ke atas di Aceh Selatan relatife sudah tinggi, yaitu 93,18% untuk semua penduduk, bila dibandingkan menurut jenis kelamin, ternyata angka melek huruf perempuan mencapai 94,28%, lebih tinggi pada penduduk laki-laki yang hanya 92,03%. Angka melek huruf Aceh Selatan ini lebih rendah dari rata-rata angka melek huruf tingkat Provinsi Aceh tahun 2011 yang mencapai 96,88%. Bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, maka dari sebanyak 213.092 jiwa, penduduk usia 10 tahun ke atas sebanyak 52.618 (30,53%) berpendidikan SD/MI, 32,378 (18,79%) berpendidikan SMP/MTs, 32,464 (18,84%) berpendidikan SMA/MA, Sebagai Gambaran dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 2.2 Persentase Penduduk umur 10 tahun keatas menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan Kab. Aceh Selatan tahun 2013
7
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
2.94%
3.06%
25.88%
18.83%
30.51%
18.78% Tidak/Blm Tamat SD
SD/MI
SMP/MTs
SMA/MA
Ak/Diploma
Universitas
Dari grafik diatas terlihat bahwa baru sebagian kecil penduduk Aceh Selatan yang berumur 10 tahun ke atas telah menamatkan pendidikan sampai tingkat universitas yaitu 3,06%, artinya akses penduduk 10 tahun keatas untuk menikmati pendidikan tinggi masih terbatas. ter Demikian gambaran umum Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 secara ringkas dengan penyajian tentang kependudukan, perekonomian dan pendidikan. Faktor perekonomian dan pendidikan secara bersama-sama bersama sama dengan kesehatan digunakan untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia.
8
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Kab. Aceh Selatan digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.
A. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS) Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI dan Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas. Salah satu tujuan Milenium tahun 2015 adalah menurunkan jumlah kematian Anak dengan menghitung Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di suatu Negara. Upaya percepatan penurunan AKB dan AKABA menjadi prioritas Kementerian Kesehatan RI dan secara konsisten menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD) seluruh Provinsi dan Kab./Kota, upaya ini dilakukan dengan kegiatan program yang fokus, terintegrasi secara sektoral dan berkesinambungan sehingga berdampak ungkit besar terhadap penurunan AKB, AKABA di Aceh.
9
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
1. Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan)
per1000
kelahiran
hidup
dalam
kurun
waktu
satu
tahun.
AKB
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. Dalam beberapa tahun terakhir AKB di Aceh Selatan diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan, akses pelayanan kesehatan yang masih terbatas dan kurang proaktifnya petugas kesehatan merupakan salah satu kendala yang dihadapi di lapangan. Berdasarkan laporan Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dihimpun dari seluruh puskesmas, selama tahun 2013 terjadi 43 kasus kematian bayi dan 35 kasus lahir mati (still birth). Dengan jumlah kelahiran hidup sebesar 3.741, maka jika dikonversikan akan diperoleh AKB Aceh Selatan sebesar 7,7 per1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut adalah AKB yang dilaporkan di fasilitas kesehatan, dan diperkirakan AKB sesungguhnya lebih besar dari yang dilaporkan tersebut. Bila dilihat trend dalam 5 tahun terakhir, terjadi fluktuasi AKB dari tahun ke tahun, seperti terlihat pada grafik berikut.
[tabel 5]
Grafik 3.1 Angka Kematian Bayi (AKB) Kab. Aceh Selatan tahun 2008 s/d 2013
Angka Kematian Bayi (AKB) 70 60
62
50
48 41
40
43
34
30
23
20 10 0 2008
2009
2010
10
2011
2012
2013
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
2. Angka Kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5 tahun per1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan Balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. AKABA yang dilaporkan di Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 adalah 7,22/1.000 KH, artinya dari 1.000 balita lahir hidup terdapat 7 sampai 8 balita yang meninggal dalam setahun. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup, AKABA Kab. Aceh Selatan tahun 2013 masih dibawah angka Nasional. Grafik 3.2 Angka Kematian Balita (AKABA) Kab. Aceh Selatan 2008 s/d 2013 Angka Kematian Anak Balitai (AKABA) per 1000 KH
2.5
2
2
2
1.5 1
1
1
1
1
0.5 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
3. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian wanita pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan. Kematian yang dihitung dapat terjadi karena kehamilannya, persalinannya dan masa nifas bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan terjatuh, dll. AKI mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai
11
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisii ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun). Berdasarkan laporan AMP, selama tahun 2013 di Aceh Selatan terjadi 2 kasus kematian ibu maternal, yang terdiri dari 1 kasus kematian ibu hamil (dilaporkan puskesmas Blang Keujeren) dan 1 kasus kematian ibu bersalin (dilaporkan puskesmas Krueng Luas).
[tabel 6]
Grafik 3.3 Perkembangan Jumlah Kematian Ibu (AKI) Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013
Angka Kematian Ibu (AKI) 14
12
12
10
10 8
6
6 4 2
6
3
2
0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jika dikonversikan ke dalam bentuk AKI, maka diperoleh AKI Aceh Selatan sebesar 318 per 100.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan angka nasional (228 per100.000 kelahiran hidup), AKI Aceh Selatan relatif masih sangat
12
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
tinggi, sejalan dengan derajat kesehatan ibu yang juga masih belum menggembirakan.
B. ANGKA KESAKITAN (MORBILITAS) Morbiditas adalah angka kesakitan (insiden atau prevalensi) suatu penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu, gambaran morbiditas penyakit didapat dari hasil kegiatan program P2PL dan terbatas pada penyakit menular saja, sementara prevalensi penyakit tidak menular dapat dilihat di Riset kesehatan Dasar (Riskesda) Tahun 2010.
1. Angka Penemuan dan penanggulangan Penderita Penyakit “Acute Flaccid Paralysis” (AFP) Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah kelumpuhan pada anak berusia < 15 tahun yang bersifat layuh (flaccid) terjadi secara mendadak dan bukan disebabkan ruda paksa. AFP rate adalah jumlah kasus AFP non Polio yang ditemukan diantara 100.000 penduduk berusia < 15 tahun di satu wilayah kerja pada kurun wantu tertentu. Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans AFP. Surveilans AFP merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut : a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal. b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam. c. Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus. d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus polio liar didalamnya.
13
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada kelumpuhan atau tidak. Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di masyarakat. Berdasarkan data jumlah penduduk Aceh Selatan yang berusia < 15 tahun, terdapar 2 kasus AFP (Non Polio) dengan AFP rate sebesar 3,18/100.000 penduduk, artinya sudah melewati target nasional yaitu 2/100.000 penduduk < 15 tahun. [tabel 18]
2. Prevalensi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen
global
dalam
MDGs.
Pada
awal
tahun
1995
WHO
telah
merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci; 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Prevalensi Tuberkulosis per100.000 penduduk Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebesar 210 (98,55%) Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kecamatan Samadua (42 per100.000 penduduk), Puskesmas labuhan Haji (22 per100.000 penduduk), Puskesmas Peulumat (21 per100.000), adapun Puskesmas tidak terdapat angka kasus adalah Puskesmas Kluet Timur, Bakongan Timur dan Trumon Timur.
[tabel 7]
14
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
3. Angka Penemuan Kasus TB Paru (CDR) Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Penyakit TB Paru masih merupakan masalah kesehatan di Aceh Selatan. Selama Tahun 2013 dilaporkan sebanyak 1.504 penderita klinis (suspect), dimana 126 kasus diantaranya adalah penderita dengan BTA (+) positif.
[tabel 8]
Grafik 3.4 Jumlah Kasus dan Angka Penemuan Kasus TB Paru (CDR) Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013 120 100 80 60 40 20 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA + (susccess Rate/SR) Angka Kesembuhan Penderita TB paru yang diobati 131 dan yang sembuh 5 orang (3,82%), dan yang mendapat pengobatan lengkap berjumlah 4 orang (3.05%). Untuk angka kesuksesan (Succsess Rate/SR) sudah mencapai 6.67%, angka ini dapat secara langsung dipantau serta akurat dalam kontrol pasien yang diobati melalui DOTS. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanggulangan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya.
15
[tabel 9]
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 3.5 Success Rate TB Paru (CDR) Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013 50.00
50.0 40.0 28.57
30.0 21.43
20.0 10.0
12.50
16.22 14.29
6.67
14.29 11.11 7.06 5.56
9.528.7910.99 7.147.146.67 4.17 4.174.17 2.94
0.0 Blangkejeren Drien Jalo Lhok Bengkuang Kuala Ba'u
Labuhan Haji Sawang Ladang Tuha Manggamat
Peulumat Samadua Kluet Utara Durian Kawan
Meukek Tapaktuan Kampung Paya Kluet Selatan
5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak a anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Data persentase rsentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2013 tidak tersedia/data kosong.
[tabel 10]
6. Jumlah Kasus HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT), sero survey dan Survei Terpadu Biologis dan perilaku (STBP). Tahun 2013 tidak ada terdapat data Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan. dilaporkan
[tabel 11]
16
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
7. Angka Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS) Infeksi menular seksual (IMS) atau biasa disebut juga Penyakit Kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS meliputi Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, dan lain-lain. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang diobati adalah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan sindrom dan etiologi serta diobati standar. Pada tahun 2013 tidak ditemukan kasus IMS/PMS, mestipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih ada yang belum terdeteksi. Program pencegahan dan pengobatan penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar.
[tabel 11]
8. Cakupan Skrining Terhadap HIV Tujuan skrining adalah untuk mengamankan darah donor supaya bebas dari penyakit sperti hepatitis C, sifilis, Malaria, DBD termasuk juga bebas dari virus
HIV. Pada Tahun 2013 Informasi dari bidang P2PL tidak ada menerima
laporan di saring (skrinning) dari sarana kesehatan dalam wilayah Kab. Aceh Selatan.
[tabel 12]
9. Penanganan Kasus Diare Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Perkiraan kasus Diare berjumlah 4.560 kasus. Dari 4.560 kasus tersebut tidak ada penderita yang ditangani.
[tabel 13]
10. Prevalensi Penyakit Kusta Penyakit kusta sangat erat kaitannya dengan status ekonomi dan kesejahteraan penduduk. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebakan kusta menjadi progresif, menyebakan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut:
17
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan serta mati rasa b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot, c. Adanya kuman tahan asam di dalam korokan jaringan kulit (BTA positif). Penyakit kusta di Aceh Selatan selama beberapa tahun terakhir ini masih menjadi masalah kesehatan, pada tahun 2013 masih ditemukan 36 kasus baru penyakit kusta (New Case Detection Rate = 16,89 per100.000 penduduk). Angka ini meningkat cukup signifikan dibanding keadaan tahun lalu yang hanya 10,16 per100.000 penduduk, dan masih tinggi dibandingkan dengan angka nasional yang 6,6 per100.000 penduduk. Apabila dilihat trend 5 tahun terakhir, ternyata NCDR Kusta di Aceh Selatan mengalami fluktuasi yang tajam, sebagaimana grafik berikut.
[tabel 16]
Grafik 3.6 Penemuan kasus Baru Kusta Kab. Aceh Selatan 2008 s/d 2013
28.45
30.0 25.0 20.0
16.89
18.10
15.0 11.40
10.0
10.16
5.0 2.42
0.0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
11. Cakupan Pengobatan Penderita Kusta Penderitat kusta yang selesai berobat RFT (Relesase From Treatment) adalah Penderita kusta yang menyelesaikan pengobatan tepat waktu disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada RFT PB sasaranya adalah Penderita kusta PB yang diobati pada tahun lalu, sedangkan pada RFT MB yang diobati adalah penderita Kusta MB yang diobati 2 tahun sebelumnya. Pada Tahun 2013 Jumlah Penderita Kusta RFT PB di Kab. Aceh Selatan adalah sebanyak 5 orang (62,5%) dan jumlah Pederita Kusta RFT MB sebanyak 2 orang (7,0%).
18
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa.Penyakit Penyakit DBD adalah penyakit menular berpotensi menimbulkan wabah /KLB. KLB. Pengamatan terhadap penyakit tersebut perlu dilakukan dengan terus menerus melalui sistem surveilans. Selama elama tahun 2013 terdapat 25 kasus DBD (11,7 11,7/10.000 penduduk) dimana kasus terbanyak terjadi di Puskesmas Samadua (7 kasus), Lhok Bengkuang (6 kasus) dan Tapaktuan (5 kasus). kasus) Meskipun kipun ada penurunan kejadian dibanding banding kondisi tahun lalu, namun trend kasus masih positif. Upaya pencegahan melalui penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) masih belum optimal dilakukan, sehingga kasus-kasus kasus kasus yang terjadi relatif meningkat setiap tahunnya.
[tabel 21]
Grafik 3.7 Insidence Rate DBD Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013 136 140 112 120 91
100 80
63 52
60
25
40 20 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
13. Angka Kematian Demam Berdarah Bengue (DBD) Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2013 201 tidak tersedia/data data tabel kosong.
[tabel 21]
19
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
14. Angka Kesakitan dan Kematian Malaria Kab. Aceh Selatan masih merupakan daerah endemis malaria. Di beberapa kecamatan kasus malaria masih menjadi penyakit utama yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Selama tahun 2013 terdapat 1.423 sediaan darah yang diperiksa terdapat 195 kasus Malaria, Kasus terbanyak dilaporkan oleh puskesmas Sawang (131 kasus), Meukek (42 kasus), dari 23 Puskesmas yang ada hanya 12 Puskesmas yang terbebas dari kasus Malaria. Angka Kematian/Case Fatality Rate (CDR) Malaria tahun 2013 sementara tidak ditemukan.
[tabel 22]
15. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Jumlah kasus Filariasis di Kab. Aceh Selatan dari tahun ke tahun semakin berkurang. Jumlah kasus Filariasis pada tahun 2013 sebanyak 37 penderita. Sedangkan pada tahun 2012 tidak ditemukan kasus.
[tabel 23]
16. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). untuk tahun 2013 jumlah kasus PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut:
[Tabel 20]
a. Difteri
= 1 orang
b. Pertusis
= 0 orang
c. Tetanus (Non Neonatorum)
= 0 orang
d. Tetanus Neonatorum
= 0 orang
e. Campak
= 91 orang
f. Polio
= 0 orang
g. Hepatitis B
= 0 orang
20
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
17. Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common underlying risk factor). Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetic merupakan faktor yang tidak dapat diubah (unchanged risk factor), dan sebagian besar berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah (change risk factor) antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak seimbang, makanan yang mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan. Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bias dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan penyakit menular. Adapun jenis penyakit tidak menular tersebut adalah; 1. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (Hipertensi,
stroke,
Dekompensasio
Kordis),
2.
Diabetes
Melitus,
3.
Neoplasma, 4. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dan 5. Asma Bronkial. Pada tahun 2013 di Kab. Aceh Selatan, jenis Penyakit Tidak Menular yang dilaporkan (data yang tersedia) hanya untuk penyakit Hipertensi dan Obesitas, kedua jenis penyakit tidak menular tersebut tidak ditemukan kasus. [tabel 24,25]
C. STATUS GIZI Status gizi masyarakat merupakan salah satu ukuran
keberhasilan
pembangunan kesehatan yang di indikasikan dengan kondisi gizi balita melalui pengukuran BB dan TB. Status gizi didefinisikan sebagai keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intage) zat gizi dan jumlah yang
21
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas pemeliharaan kesehatan, dll).
1. Persentase Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan, ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi. Berat badan lahir rendah (kuramg dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kematian perinatal dan neonatus. BBLR dibedakan dalam 2 kategori, yaitu BBLR prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu bayi lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Penyebab utama IUGR adalah ibu yang berstatus gizi buruk dengan kondisi anemia, malaria atau menderita PMS (Penyakit Menular Seksual) sebelum konsepsi atau pada saat hamil. Selama tahun 2013 di Aceh Selatan terjadi 26 kasus BBLR, kasus BBLR terbanyak dilaporkan oleh puskesmas Samadua (6 kasus), Peulumat (4 kasus), Kuala Ba’u (3 kasus) dan bakongan (2 kasus). [tabel 37]
2. Persentase Balita dengan Gizi Kurang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui
22
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World
Health
Organization–National
Centre
for
Health
Statistic
(WHONCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat: Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebesar 204 orang (1,5%). Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kecamatan Peulumat 25 Orang (6,4%), Trumon 22 orang (5,4%), Kluet Selatan 20 orang (3,0%). [tabel 47] 3. Persentase Balita Dengan Gizi Buruk Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Kab. Aceh Selatan didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.
23
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Balita BGM adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. Selama tahun 2013, 201 dari 8.289 balita yang ada, baru 6.270 balita (75,6%) yang ditimbang,, selain itu balita BGM di Aceh Selatan mencapai 1,5% dari 6.270 balita yang ditimbang. ditimbang Persentase BGM tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Trumon (7,1%), Peulumat (6,2%), kluet Selatan (2,6 2,6%).
[Tabel 45]
Grafik 3.8 Jumlah Balita, Balita Ditimbang dan Balita BGM Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 17,711
18,000 16,000
13,177
14,000 12,000 10,000 8,000
8,915
8,798
6,669
6,508
6,000 4,000 2,000
97
204
107
0
Laki-Laki Balita Ada
Perempuan Balita Ditimbang
24
Jumlah Balita BGM
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
A. PELAYANAN KESEHATAN Pelayanan Kesehatan masyarakat dilakukan melalui beberapa kegiatan program yang dilakukan di fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya) maupun fasilitas rujukan (RSUD/Pemerintah dan Swasta). Upaya kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan oleh seluruh masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya pada kelompok rentan, yaitu bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui. Upaya kesehatan dapat diukur dengan beberapa indikator terpilih diantaranya jangkauan dan mutu pelayanan antenatal, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, cakupan imunisasi dan cakupan upaya keluarga berencana.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K-1) Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal, pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Cakupan K1 selama tahun 2013 adalah 80,36%, dimana capaian tertinggi (100%) dilaporkan oleh Puskesmas Trumon, dan capaian terendah dilaporkan oleh Puskesmas Trumon Timur (62,5%).
25
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.1 Cakupan K-1 Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00
K1
20.00 0.00
b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K-4) (K Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4) Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, S HIV, Malaria, TBC). Kualitas ualitas atau mutu pelayanan antenatal dapat diukur dari cakupan K4, yaitu kunjungan ibu hamil yang mendapat pelayanan standar minimal 4 kali selama masa kehamilannya, yaitu sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga.. Cakupan K4 selama tahun 2013 adalah 77,52%, 77,5 dimana capaian tertinggi dilaporkan oleh Puskesmas Manggamat dan Seubadeh (100%) dan capaian terendah dilaporkan oleh Puskesmas Peulumat (43,39%), Puskesmas Tapaktuan (49,5%). (49,5%) [tabel 29]
26
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.2 Cakupan K-1 Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
Cakupan K-4 K4; 77.52
120 100 80 60 40 20 0
c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Pertolongan persalinan yang aman seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (dokter, bidan, perawat). Selama tahun 2013 baru 72,7% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, dimana cakupan tertinggi (99,1%) terdapat di puskesmas Trumon, Seubadeh (98,3%), Krueng Luas (95,6%) sedangkan cakupan terendah di Puskesmas Tapaktuan (49,3%), Peulumat (55,7%), Kuala Ba’u (%&,7%) Bukit Gading (57,6%). [tabel 29]
27
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.3 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan menurut Puskesmas Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 100
Persalinan oleh Nakes
Linakes; 72.67
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
d. Cakupayan Pelayanan Nifas Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. la lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus. Cakupan pelayanan pelayanan pada ibu nifas tahun 2013 yaitu 70,80% 70,80 naik bila dibandingkan tahun 2012 (69,64%) dan masih jauh dari target SPM tahun 2015 015 (90%). Cakupan pelayanan pada ibu nifas tertinggi meliputi Puskesmas Krueng Luas (95,6%), Bukit Gading (99,1%), Subadeh (99,1%) dan Puskesmas terendah capaiannya adalah adala Puskesmas Peulumat (47,8%), Meukek (49,3%) dan Puskesmas Drien Jalo (49,3%). [tabel 29]
28
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.4 Cakupan Pelayanan Nifas Menurut Puskesmas Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
Pelayanan Nifas
Nifas; 95.6
120 100 80 60 40 20 0
e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Komplikasi dalam kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis Gravidarum, (c) Perdarahan pervaginam, vaginam, (d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia,eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban pecah (preeklampsia,eklampsia), dini. Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan letak/presentasi janin,
(b)
Partus
macet/distosia,
(c)
Hipertensi
dalam
kehamilan
(preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e) Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan ganda. Komplikasi mplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). PONEK)
29
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Jumlah komplikasi kebidanan Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebanyak 1.063 (20,00% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi kebidanan danan yang ditangan 296 ibu hamil sebesar 27,84%. %. Pencapaian cakupan tahun ini masih sangat jauh dari target SPM tahun 2015 (80%). [tabel 33] Grafik 4.5 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
100.0 94.0 90.0 80.2
80.0 70.2
70.8
70.0 60.0 49.5
53.3 54.1
50.0 41.0
40.0 30.0
29.1
29.5
44.7
28.5
28.9 27.84
20.0 10.4 10.0
9.5 4.7 0.00.0
0.0
0.00.00.0
0.00.0
Blangkejeren Labuhan Haji Peulumat Meukek Drien Jalo Sawang Samadua Tapaktuan Lhok Bengkuang Ladang Tuha Kluet Utara Kampong Paya Kuala Ba'u Manggamat Kluet Timur Durian Kawan Kluet Selatan Bakongan Bukit Gadeng Seubadeh Trumon Ladang Trimba Krueng Luas Aceh Selatan
2. Pelayanan Kesehatan Anak a. Cakupan Kunjungan Neonatus Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/Th. 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), (SPM KN dibagimenjadi 3, yaitu: KN1 adalah kunjungan pada 0-2 0 hari, KN2 adalah kunjungan 2--7 hari dan KN3 adalah kunjungan setelah 7--28 hari.
30
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN1) di Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebesar 3.632 (77,50%), dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KNlengkap) sebesar 3.622 (77,30%). Dari 23 Puskesmas, cakupan KN3 rata-rata sudah lebih dari 70%, namun masih ada Puskesmas yang cakupannya kurang dari 70% yaitu Puskesmas Peulumat, Tapaktuan, Kuala Baú dan Manggamat. Untuk
meningkatkan
Kunjungan
Neonatus
di
Puskesmas,
Pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari Provinsi maupun Kab./Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah melakukan pelayanan kesehatan secara optimal.
[tabel 38]
Grafik 4.6 Cakupan Pelayanan Kunjungan Neonatus Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013
Kunjungan Neonatus 120 100 80 60 40 20 0 KN
2008
2009
2010
2011
2012
2013
30
45
60
67
99
77.5
b. Cakupan Kunjungan Bayi Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan kunjungan bayi tingkat Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebesar 4,173 bayi (91,60%), menurun sedikit apabila dibandingkan tahun 2012 (92,64%). Puskesmas dengan cakupan kunjungan bayi pada tahun 2013
31
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
yang masih dibawah 80% terdapat pada Puskesmas Peulumat (71,8%), Kluet Utara (48,8%), Kampung Paya (66,7%) dan Krueng Luas (62,8%). Adapun grafik cakupan Kunjungan bayi 2008 - 2013 dapat digambarkan sebagai berikut:
[tabel 40]
Grafik 4.7 Cakupan Pelayanan Kunjungan Bayi Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013
Kunjungan Bayi 120 100 80 60 40 20 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonates komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan komplikasi. Tahun 2013 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 561 bayi. Jumlah perkiraan tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang pelayanan kesehatan sebesar 241 bayi (42,90%). Cakupan Neonatus Risiko
32
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target cakupan sebesar 80%. Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan.
[tabel 33]
d. Cakupan Pelayanan Anak Balita Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan. Tidak hanya bayi yang harus mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi maupun kesehatannya, karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas dan kuat. Jumlah balita di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebanyak 13.658 jiwa, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 11.884 jiwa (87,01%). Puskesmas yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Puskesmas Labuahn Haji, Drien Jalo, Samadua, Tapaktuan, Kampong Paya, Manggamat, Kluet Timur, Durian Kawan dan Bakongan, Sedangkan cakupan terendah adalah Puskesmas Peulumat dan Kluet Selatan (52,50%). [Tabel 46]
e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Sederajat Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah. Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100% mendapatkan pemantauan kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit.
33
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2013 sebesar 94,38%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2012 (78,72%). Dari dari data yang dilaporkan ternyata dari 23 Puskesmas yang ada terdapat Puskesmas yang tidak melakukan penjaringan atau tidak memiliki angka jumlah murid yang terdapat diwilayah kerjamasing-masing, yaitu Puskesmas Blang Keujeren, Peulumat, Tapaktuan, Kluet Utara, Kluet Timur, Kluet Selatan, dan Bakongan, Puskesmas dengan Angka cakupan terendah terdapat pada Puskesmas Sawang (75,86%), Manggamat (77,94%).
[tabel 49]
3. Pelayanan Gizi
a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. Vitamin A merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi bayi dan ibu nifas, karena zat gizi ini sangat penting agar proses fisiologis berlangsung secara normal, termasuk pertumbuhan sel, meningkatkan
fungsi
penglihatan,
meningkatkan
imunologis
dan
pertumbuhan badan. Berdasarkan data yang yang diperoleh Cakupan pemberian vitamin A pada bayi di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 adalah 45,09% (2.114 bayi) dari jumlah bayi yang ada (4.688 orang), adapun rincian pemberian Vitamin A pada Bayi menurut Puskesmas adalah sebagai berikut.
34
[tabel 44]
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.8 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 250 210 184
200 152
142142
150 105
107
100
97
100
85
82
68
68 53
50
79
67 75 41
51
45 49
71 41
0 Blangkejeren
Labuhan Haji
Peulumat
Meukek
Drien Jalo
Sawang
Samadua
Tapaktuan
Lhok Bengkuang
Ladang Tuha
Kluet Utara
Kampong Paya
Kuala Ba'u
Manggamat
Kluet Timur
Durian Kawan
Kluet Selatan
Bakongan
Bukit Gadeng
Seubadeh
Trumon
Ladang Trimba
Krueng Luas
b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia Xerofthalmi dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis
tinggi
juga
dapat
mendorong
tumbuh
kembang
anak
serta
meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah anak umur 12– 12 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 12 59 bulan dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya.akupan tahunnya.akupan anak balita mendapat kapsul Vitamin A 2 kali/tahun. kali/tahun
35
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada Anak Balita tahun 2013 adalah sebesar 12.792 (93,66%), mengalami peningkatan dibanding tahun 2012 (60,10%). Cakupam tertinggi (≥100%) sudah dapat dicapai oleh 4 (empat) Puskesmas yaitu Sawang, Ladang Tuha, Manggamat dan Trumon, sedangkan yang cakupan terendah adalah Puskesmas Kuala Baú (69,66), Puskesmas Ladang Rimba (75,14). Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada Balita selama 5 Tahun terakhir (2009-2013) dapat dilihat pada gambar berikut ini; [tabel 44] Grafik 4.9 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita Kab. Aceh Selatan Tahun 2008 s/d 2013
99
70 60
67 55
45
2008
2009
2010
2011
2012
2013
c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan. Beberapa
hal
yang
mempengaruhi
fluktuasi
angka
cakupan
pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya: 1)
Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi.
36
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
2)
Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait.
3)
Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.
4)
Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.
5)
Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau.
6)
Lintas program/lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll)
7)
Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul.
Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2013 sebesar 71,05%, meningkat dibandingkan tahun 2012 (44,45%). Cakupan tertinggi dicapai oleh Puskesmas Trumon (99,06), Seubadeh (97,44), Krueng Luas (96,25), Sementara cakupan terendah (<60%) adalah Puskesmas Blang Keujeren, Peulumat, Tapaktuan, Lhok Bengkuang, Kluet Timur, Bukit Gading [tabel 29]
d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapat Tablet Fe Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebesar 3.985 (74,96%) mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 (61,32%). Cakupan tertinggi dicapai Puskesmas
Seubadeh
(100%),
Samadua
(99,73%),
Sawang
(92,63%),
Manggamat (91,14%) dan Pencapaian terendah adalah Puskesmas Peulumat (42,56%), dan Puskesmas Tapaktuan (49,83%).
37
[tabel 32]
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.10 Cakupan Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Besi (Tablet Fe) Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
Cakupan Fe Bumil
Fe-1
Fe-3
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
Krueng Luas
Trumon
Ladang Rimba
Seubadeh
Bakongan
Bukit Gading
Kluet Selatan
Kluet Timur
Durian Kawan
Kuala Ba'u
Manggamat
Kampung Paya
Kluet Utara
Ladang Tuha
Lhok Bengkuang
Tapaktuan
Sawang
Samadua
Muekek
Drien Jalo
Peulumat
Labuhan Haji
Blang Keujeren
0.00
e. Persentase Bayi yang Mendapat ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya satu satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur unsur unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. ASI adalah adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satusatunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara sec eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun. Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian pem susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi
38
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll. Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2013 menunjukkan cakupan
pemberian
ASI ASI
eksklusif
hanya
sekitar
46,19%,
menurun
dibandingkan tahun 2012 (45,18%). Cakupan tertinggi adalah Puskesmas Kampong Paya 102,08%. 102,08%. Sedangkan yang terendah adalah 11 dari 23 Puskesmas dengan pencapaian dibawah 50%. 50
[tabel 39]
Grafik 4.11 Persentase Bayi yang Mendapat ASI Eksklusif Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 120.00 102.08
100.00
90.20 81.63 72.92 65.05
80.00 66.42
61.04 51.75
60.00
53.73 52.90 48.04 37.19
40.00 20.83 20.00 14.39
23.37
89.66
62.12
46.34 32.14
26.92 24.59
20.00
46.19 28.57
Blangkejeren Labuhan Haji Peulumat Meukek Drien Jalo Sawang Samadua Tapaktuan Lhok Bengkuang Ladang Tuha Kluet Utara Kampong Paya Kuala Ba'u Manggamat Kluet Timur Durian Kawan Kluet Selatan Bakongan Bukit Gadeng Seubadeh Trumon Ladang Trimba Krueng Luas Aceh Selatan
0.00
f. Jumlah Balita Ditimbang Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau m pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit). Partisipasi
masyarakat
dalam
penimbangan
di
posyandu
tersebut
digambarkan dalam perbandingan jumlah balita balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam
39
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2013 sebesar 75,64% menurun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2012 (50,12%). Cakupan tertinggi adalah di Puskesmas Kluet Timur (93,10%) dan terendah Puskesmas Kampong Paya (57,05%), Puskesmas Peulumat (51,70%)
g. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Kab. Aceh Selatan didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. Pada Tahun 2013 ditemukan Balita Gizi Buruk sebanyak 38 Balita dan Balita tersebut mendapatkan Perawatan.
[tabel 48]
4. Pelayanan Keluarga Berencana a. Peseta Keluarga Berencana Baru Peserta KB Baru adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi dan/atau pasangan usia subur yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah mereka
40
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
berakhir masa kehamilannya. Metode suntik dan Pil masih menunjukkan persentase terbanyak. Banyak hal yang mempengaruhi akseptor dalam memilih alat kontrasepsi antara lain adalah pertimbangan medis, latar belakang sosial budaya, sosial ekonomi, pengetahuan, pendidikan, dan jumlah anak yang diinginkan, disamping itu adanya efek samping yang merugikan dari suatu alat kontrasepsi juga berpengaruh dalam menyebabkan bertambah atau berkurangnya akseptor memilih suatu kontrasepsi. b. Peserta KB Aktif Pencapaian peserta KB aktif merupakan salah satu indikator kuantitatif keberhasilan pelaksanaan program KB. Jenis kontrasepsi yang dimaksud dalam program antara lain; MKJP metode kontrasepsi jangka panjang yang meliputi IUD, MOP/MOW, dan implan; Non MKJP metode kontrasepsi bukan jangka panjang yang meliputi suntik, pil, kondom dan obat vagina; MOW medis Operatif Wanita; MOP Medis Operatif Pria. Tahun 2013 Persentase proporsi peserta KB Aktif menurut jenis kontrasepsi MKJP adalah terdiri dari metode IUD 38 (0,30%, MOP (0%), MOW (0%), Implant 10 (0,10%), sedangkan untuk jenis Non MKJP adalah; suntik 13.902 (94,90%) dan pil 634 (4,3%), Obat Vagina (0%). [tabel 34]
5. Pelayanan Imunisasi
a. Persentase Desa yang Mencapai UCI Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa tahun 2013 (77,82%) mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012 (96,4%).
41
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 4.12 Persentase Desa yang Mencapai UCI Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
100.0
100.0 100.0 92.3
90.0
100.0 100.0 92.9
100.0 87.5 80.0
80.0
80.0 66.7 60.0
70.0 54.5
60.0
82.4 75.0
61.5
80.0
60.0
53.3
83.3 80.0 77.82
57.1
50.0 40.0 25.0
30.0 20.0 10.0
Blangkejeren Labuhan Haji Peulumat Meukek Drien Jalo Sawang Samadua Tapaktuan Lhok Bengkuang Ladang Tuha Kluet Utara Kampong Paya Kuala Ba'u Manggamat Kluet Timur Durian Kawan Kluet Selatan Bakongan Bukit Gadeng Seubadeh Trumon Ladang Trimba Krueng Luas Aceh Selatan
-
b. Cakupan Imunisasi Bayi Pada tahun 2013 201 cakupan imunisasi bayi lengkap baru mencapai 71,99%. %. Dari 5 jenis imunisasi yang dilaporkan, imunisasi BCG yang memiliki memili cakupan paling tinggi, yaitu 81,29%, Selengkapmya adalah : Grafik 4.13 Cakupan Imunisasi Bayi Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 85 80 75 70 65 60 55 50
81.29
79.14
42
79.35 75.83
78.95
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Cakupan kunjungan Bayi adalah jumlah kunjungan bayi umur 29 hari11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun kunjungan rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan dan mendapat pelayanan dari petugas kesehatan. Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari – 3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) dan penyuluhan perawatan kesehatan. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi meliputi; konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda bahaya bayi sakit (MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian vitamin A kapsu biru pada usia 6-11 bulan. c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Tahun 2013 DO tingkat Kab. Aceh Selatan sebanyak 0,24%, mengalami penurunan dibanding tahun 2012 (5,81%). Sebanyak 3 Puskesmas yang DO-nya lebih dari 5% atau (-5%) yaitu Puskesmas Peulumat (37,19%), Puskesmas Samadua (25,27%), Durian Kawan (23,48), Seubadeh (27,82%) dan dan Puskesmas ladang Rimba (8,09%). d. WUS Mendapat Imunisasi TT Imunisasi TT merupakan bagian dari pelayanan antenatal dengan tujuan mencegah terjadinya tetanus neonatorum. Selama tahun 2013 cakupan imunisasi TT1 ibu hamil baru mencapai 44.7% sementara TT2 baru mencapai 34.2%. Cakupan TT1 tertinggi dilaporkan oleh puskesmas Trumon (81,1%) sedangkan cakupan TT2 tertinggi dilaporkan oleh puskesmas Samadua (70.7%). Selain TT1 dan TT2, imunisasi TT juga dilakukan sampai
43
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
TT5. Cakupan Imunisasi TT bagi ibu hamill selama tahun 2013 201 adalah seperti tergambar pada grafik gra dibawah ini; Grafik 4.14 Cakupan Imunisasi TT Ibu Hamil Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 Komp. Kebidan
180 160
Komp. Neo
162.6 144.5 145.8
140 120
102.6
94
100 80.2 70.2
80
30.9 29.1
29.5 28.5 17.9
20
55.6 43
51.3
60 49.5 40
70.8
65.8
10.4
44.7
28.9
28.1
14.3
4.7 00 00
54.1 53.3
52.6
41
9.5 0
6.9 0 00 0 00
0 00 00
0
6. Pelayanan Kesehatan Gigi
a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat adalah adalah bila tumpatan gigi tetap semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif itatif yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh seorang pasien. Jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2013 sebanyak 31 orang sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 145 orang.
44
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang merupakan upaya promotif dan preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid yang perlu perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang memerlukan. Presentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2013 (17%) sudah meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2012 (00,00%). Dari 23 Puskesmas di Kabupaten Aceh Selatan diketahui 9 Puskesmas yang tidak melakukan pemeriksaan.
7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebesar 0,94% bila dibandingkan dengan jumlah Usila yang ada (7.779). Cakupan Tahun 2013 ini menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2012 yang lalu sebesar 32.91%. Puskesmas dengan cakupan tertinggi (100%) adalah Puskesmas labuhan Haji.
8. Pelayanan Darurat dan Kejadian Luar Biasa Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat merupakan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktum tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral–Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support/BLS) dan Bantuan Hidup Lanjut (ALS). Sarana kesehatan yang dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan rumah sakit baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus.
45
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebanyak 297 atau 96,74%, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 100%. 9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dibagi menjadi penyuluhan kelompok dan penyuluhan massa. Penyuluhan kelompok pada tahun 2013 sebanyak 4 kali, dengan frekuensi penyuluhan terbanyak dilakukan di Puskesmas trumon yaitu 2 kali.
B. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN 1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program jaminan kesehatan. Sedangkan untuk masyarakat miskin, pemerintah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), di mana semua biaya pemeliharaan kesehatan untuk masyarakat miskin ini semua ditanggung oleh pemerintah. Selain jamkesmas, juga tersedia Program Jaminan Kesehatan Daerah/Aceh (Jamkesda/JKA) dengan tujuan agar masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda/JKA. Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
telah
mencanangkan
“Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Terdapat dua cara pembayaran premi yaitu untuk masyarakat non miskin premi dibayar sendiri oleh peserta, sedangkan untuk masyarakat miskin, premi dibayarkan oleh pemerintah.
2. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan ini meliputi kunjungan rawat jalan di Puskesmas, kunjungan rawat jalan di rumah sakit, dan kunjungan
46
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan kunjungan rawat jalan di Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebesar 35,9%. Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat inap ini meliputi kunjungan rawat inap di Puskesmas, kunjungan rawat inap di rumah sakit, dan kunjungan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebesar 23,1%.
3. Cakupan Gangguan Jiwa. Cakupan Gangguan Jiwa adalah cakupan kunjungan gangguan jiwa baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan gangguan jiwa di sarana kesehatan di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sebesar 575 orang.
C. PERILAKU HIDUP SEHAT 1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga. Adapun 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga tersebut meliputi: a. Variabel KIA dan GIZI: persalinan nakes; ASI Eksklusif; penimbangan balita; gizi seimbang b. Variabel KESLING: air bersih; jamban; sampah; kepadatan hunian lantai rumah. c. Variabel GAYA HIDUP: aktifitas fisik; tidak merokok; cuci tangan; kesehatan gigi dan mulut; miras/narkoba d. Variabel UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT: Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
47
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Puskesmas tahun 2013 dari 58.749 rumah tangga yang ada, diperiksa 5.750 rumah tangga (9,8%). meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah rumah tangga 48.000 dan yang diperiksa sejumlah 3.410 rumah tangga (7,10%).
D. KEADAAN LINGKUNGAN Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui 84 pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1) Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar, (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan, (3) Pengendalian Dampak Risiko Lingkungan, (4) Pengembangan Wilayah Sehat. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat. Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dan Dinas Kesehatan)
1. Persentase Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain. Pada Tahun 2013 tidak ada dilakukan kegiatan pembinaan rumah sehat akan tetapi selalu dilakukan pemeriksaan rumah sehat yaitu sebanyak 8.714 rumah (19,33 %).
48
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
2. Persentase Kelurga menurut Jenis sarana Air Bersih yang digunakan. Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari – hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No. 7 Tahun 2004 pasal 10). Namun pada kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas.
3. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 10,076 (4,73 %) dari 213.092 penduduk dan yang telah menggunakan sumber air minum terlindung sebanyak 6.933.
4. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Jumlah KK yang telah memiliki jamban sehat 4.894 (2.3%).
5.
[tabel 62]
Persentase Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Tempat – tempat umum dan Pengelolaan Makanan adalah kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat
49
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Risiko dari pengelolaan makanan mempunyai peluang yang besar dalam penularan penyakit karena jumlah konsumen relatif banyak dalam waktu yang bersamaan. Tempattempat umum dan Pengelolaan Makanan meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan tempat tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2013 meliputi hotel 10 buah. Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan seluruhnya adalah 1.039 buah, yang memenuhi syarat kesehatan 81buah ( 7,8 %).
[tabel 64]
50
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna bila pemenuhan sumber daya tenaga, pembiayaan dan sarana kesehatan dapat memadai dan seimbang dengan kebutuhan. Sumber daya kesehatan dapat diukur dengan beberapa indikator, antara lain:
A. SARANA KESEHATAN
1. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari Rumah Sakit Umum sebanyak 1 unit, Rumah Sakit Jiwa sebanyak 0 unit, Rumah Sakit Bersalin sebanyak 0 unit, RS Khusus lainnya sebanyak 0 unit, Puskesmas Perawatan sebanyak 7 unit, Puskesmas Non Perawatan sebanyak 16 unit, Puskesmas Keliling sebanyak 31 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 52 unit, Poskesdes sebanyak 62 unit, Rumah Bersalin sebanyak 2 unit, Balai Pengobatan/Klinik sebanyak 2 unit, Praktik Dokter Bersama sebanyak 2 unit, Praktik Dokter Perorangan sebanyak 2 unit, Praktik Pengobatan Tradisional sebanyak 0 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 313 unit, Apotek sebanyak 9 unit, Toko Obat sebanyak 28 unit, Gudang Farmasi Kesehatan (GFK) sebanyak 1 unit, Industri Obat Tradisional sebanyak 0 unit dan Industri Kecil Obat Tradisional sebanyak 0 dan Usaha Kecil Obat Tradisional sebanyak 0 unit. Saat ini Sarana Pelayanan Kesehatan dengan kemampuan Labkes dan memiliki Spesialis Dasar yang dapat di akses masyarakat hanya RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan sebagai satu-satunya Rumah Sakit Umum milik pemda Kab. Aceh Selatan. Situasi sarana kesehatan dasar di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 tergambar dalam grafik berikut ini.
51
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Grafik 5.1 Situasi Sarana Kesehatan Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 62 70 60 50 40 30 20 10 0
59
24 15 7
Ratio puskesmas per100.000 per100.000 penduduk di Aceh Selatan adalah 10,64 atau
setiap
puskesmas
melayani
penduduk
sebanyak
9.404
jiwa.
Bila
dibandingkan dengan ratio kecukupan puskesmas secara nasional yaitu 28.000 penduduk/puskesmas, maka jumlah puskesmas di Aceh Selatan sudah memadai. memadai Ratio puskesmas pembantu per puskesmas di Aceh Selatan adalah 2,7 2, yang berarti rata-rata rata rata setiap puskesmas sudah memiliki jaringan puskesmas pembantu antara 2 sampai 3 unit. unit
2. Posyandu Menurut Strata Posyandu
merupakan
salah
satu
bentuk
Upaya
Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan
masyarakat
dan
memberikan
kemudahan
kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya lima program m prioritas yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan diare dan ISPA) dengan tujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Dasar penghitungan Strata/penilaian Strata/penilaian tingkat perkembangan posyandu, salah satunya dapat menggunakan Manajemen ARRIF dengan 8 indikator yang meliputi:: Frekuensi penimbangan; Rerata kader bertugas pada hari buka Posyandu; Rerata cakupan D/S; Cakupan kumulatif KB; Cakupan kumulatif KIA;
52
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Cakupan kumulatif imunisasi; Ada tidaknya program tambahan dan Cakupan dana sehat. a) Posyandu Purnama Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK diwilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai Strata Purnama pada tahun 2013 sebanyak 199 (63,58%) lebih banyak dibanding tahun 2012 ( 85 atau 27.85 %), dengan nilai
tertinggi
di
Kecamatan
Samadua
(96,88%)
dan
terendah
di
Kecamatan/Puskesmas Kampung Paya dan Bukit Gadning (0 %). [tabel 70] Kegiatan revitalisasi Posyandu masih perlu mendapat perhatian dari semua
sektor/pihak
terkait.
Termasuk
didalamnya
adalah
dengan
mengoptimalkan fungsi Posyandu maupun Pokjanal Posyandu yang sudah terbentuk.
b) Posyandu Mandiri Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai Strata Mandiri tahun 2013 sejumlah 23 pos (7,35%) lebih tinggi dibanding tahun 2012 (1 buah atau 0,33 %), Pencapaian cakupan tersebut sudah melampaui target SPM 2010 (> 2%). Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2013 terjadi kenaikan persentase pencapaian strata mandiri, hal tersebut dapat terjadi seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan Posyandu yang sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan yang sesuai dengan karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K).
53
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Sehingga
secara
tidak
langsung
kegiatan
integrasi
tersebut
dapat
mempengaruhi pencapaian indikator proses maupun indikator output posyandu.
[tabel 70]
3. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan Posyandu. Total UKBM tahun 2013 adalah 313 buah lebih banyak dibanding tahun 2012 ( 305 buah). Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah Desa Siaga pada tahun 2013 adalah 313 buah, mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan jumlah Poskesdes tahun 2012 sebanyak 62 buah.
[tabel 72]
4. Data Dasar Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang pengelolaannya ada di bawah
dinas
kesehatan
Kab/kota
adalah
organisasi
fungsional
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kab./kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja (Departemen Kesehatan RI, 2004). Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di Kab. Aceh Selatan pada tahun 2013 sebanyak 23 (termasuk 7 Puskesmas Rawat Inap). Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2013 sebesar 0,79 berarti bahwa jumlah puskesmas belum tercukupi. Dengan rasio 0,79 maka Kab. Aceh Selatan masih kekurangan jumlah Puskesmasnya, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun 2013 sebanyak 59 Pada tahun 2013 jumlah puskesmas keliling adalah 31 unit. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, p
uskesmas pembantu, dan puskesmas keliling dapat dilihat pada gambar 5
54
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
B. TENAGA KESEHATAN Tenaga kesehatan di Kab. Aceh Selatan tahun 2013 sejumlah 665 tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi, dan kesehatan
masyarakat.
Jumlah
tenaga
kesehatan
tersebut
menurun
bila
dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan tahun 2012 201 sejumlah 844 tenaga. Penurunan jumlah tenaga kesehatan akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Kebutuhan tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat Kecamatan/Puskesmas dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalannya kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penempatan tugas tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam menentukan kebutuhan tenaga kesehatan di tingkat Kecamatan/Puskesmas Kecamatan/Puskesmas. Kekurangan lain disebabkan belum adanya adanya formasi pengganti bagi tenaga yang pensiun, dan makin kompleksnya masalah-masalah masalah masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan pengangkatan Dokter Tidak Tetap, Bidan Tidak Tetap dan diupayakan dapat mengangkat mengan tenaga kesehatan lain sebagai pegawai tidak tetap disamping sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL). Pengangkatan PTT tersebut dilakukan masa bakti selama 3 tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing Kab./kota. /kota. Berdasarkan erdasarkan pengelompokkan tenaga kesehatan dalam 8 kategori, maka jumlah tenaga kesehatan tersebut menurut kategorinya adalah sebagaimana grafik berikut. berikut Grafik 5.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan 8 Kategori di Kab. Aceh Selatan Tahun 2013 12
33
12
27
11 48
8
534
Medis Teknisi Medis
Perwt/Bidan Sanitasi
55
Farmasis Kesmas
Gizi Fisioterapis
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
Dari segi kecukupan, ternyata sebagian tenaga kesehatan masih belum sesuai rationya dengan jumlah penduduk, sehingga beban kerja beberapa jenis tenaga kesehatan menjadi sangat besar karena jumlah penduduk yang harus dilayani cukup besar. Tabel 5.1 Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Jenis Tenaga, Ratio dan Proporsinya di Kab. Aceh selatan Tahun 2013
No.
Jenis Tenaga Kesehatan
Jumlah
Ratio/100.000 Pnddk
Proporsi (%)
1
Dokter spesialis
10
4.84
1.18
2
Dokter umum
51
24.67
6.04
3
Dokter gigi
15
7.26
1.78
9
4.35
1.07
4
Apoteker (Termasuk S1 Farmasi)
5
Sarjana Kesmas (Termasuk S2)
42
20.31
4.97
6
Perawat (Berbagai jenjang)
378
182.83
44.73
7
Farmasis (D3 + SAA)
18
8.71
2.13
8
Nutrisionis
25
12.09
2.96
9
Bidan (D3 + PBB)
216
104.48
25.56
10
Sanitarian
21
10.16
2.49
11
ATEM / APRO/Anestesi
20
9.67
2.37
12
Fisioterapis
14
6.77
1.66
13
Analis Laboratorium
26
12.58
3.08
TOTAL
845
408.71
100.00
Dari tabel diatas terlihat bahwa tenaga perawat adalah yang paling banyak jumlahnya di Kab. Aceh Selatan, dan apoteker adalah yang paling sedikit keberadaannya. Apabila diamati distribusi tanaga kesehatan menurut unit kerja,
56
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
maka akan terlihat bahwa tenaga kesehatan kesehatan tersebut belum tersebar merata di setiap unit pelayanan kesehatan, sebagaimana terlihat pada grafik berikut. berikut
Grafik 5.3 Distrubusi T Tenaga Tesehatan menurut Unit Pelayanan Kesehatan esehatan di Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
350 307 300 250 200 150 100 5148 50
3937353332
282523
132121202016131313 13111111 9 8
0 RSUDYA
Blangkejeren
Dinkes Kab
Samadua
Lab. Haji
Sawang
Tapaktuan
L. Bengkuang
Meukek
Kl. Utara
Kuala Ba'u
Kluet Timur
Dr. Kawan
Kl. Selatan
Peulumat
Ld. Tuha
Bakongan
Drien Jalo
Manggamat
Trumon
Kp. Paya
Seubadeh
Ld. Rimba
Bkt. Gadeng
Kr. Luas
Berdasarkan grafik diatas, terlihat bahwa ada unit kerja yang jumlah tenaga kesehatannya sangat sedikit, dan ada pula yang sudah mencukupi bahkan berlebih.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN Anggaran pembangunan kesehatan Kab. Aceh Selatan tahun 2013 berasal dari APBD Kab.,, APBD Provinsi (termasuk Dana OTSUS dan MIGAS), MIGAS) APBN termasuk di dalamnya dana DAK (Dana Alokasi Khusus) dan Dana Tugas Perbantuan berupa Biaya Operasional Puskesmas. Puskesmas. Penyajian sumber daya anggaran ini hanya meliputi
57
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
anggaran yang dikelola oleh Dinas Kesehatan. Selama tahun 2013 anggaran yang dikelola Dinas Kesehatan berjumlah Rp. 51,900,993,092,- dari jumlah tersebut 67,30% diantaranya bersumber dari APBD Kab.Aceh Selatan, Porsi Anggaran Kesehatan yang dikelola Dinas Kesehatan baru 5,25% dari total APBD Kab. Aceh Selatan. Grafik 5.4 Persentase Anggaran Dinas Kesehatan menurut Sumber Dana di Kab. Aceh Selatan Tahun 2013
4.00 7.76 80.92 3.22
19.09 8.11
APBK
APBA
DAK
Jamkesmas
BOK
Berdasarkan jumlah anggaran kesehatan yang dialokasikan di Kab. Aceh Selatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan, maka dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada, ternyata anggaran kesehatan perkapita pertahun mencapai Rp. 251.037,47, sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2012.
58
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
A. KESIMPULAN Pencapaian pembangunan kesehatan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013 masih belum memuaskan dan relatif belum mencapai target yang disyaratkan
oleh
Kabupaten/Kota
Standar
serta
Pelayanan
indikator-indikator
Minimal
Bidang
lainnya.
Beberapa
Kesehatan indikator
pencapaian mengalami penurunan kinerja, beberapa indikator lain masih tetap kondisinya dari tahun ke tahun, dan ada pula indikator yang pencapaiannya meningkat pada tahun 2013 ini meskipun masih belum sesuai dengan standar/target. Beberapa kendala dan hambatan dalam upaya pencapaian target pembangunan kesehatan di Aceh Selatan ini antara lain : 1. Manajemen pembangunan kesehatan yang masih belum tertata dengan baik, termasuk masalah koordinasi antar sektor dan antar program. 2. Lemahnya
kemampuan
manajerial
pengelola
program
kesehatan,
barkaitan dengan kualifikasi dan latar belakang pendidikan yang belum memadai 3. Upaya penyuluhan sebagai ujung tombak dalam keberhasilan program kesehatan belum dikelola dengan baik
B. SARAN Dalam upaya meningkatkan kinerja pembangunan kesehatan Aceh Selatan pada tahun berikutnya, maka saran-saran yang perlu disampaikan adalah :
59
PROFIL KESEHATAN ACEH SELATAN TAHUN 2013
1. Diperlukan komitmen untuk lebih meningkatkan koordinasi, peningkatan kapasitas
dan
mengedepankan
upaya
penyuluhan
dalam
mencapai
keberhasilan tujuan program. 2. Diperlukan advokasi, sosialisasi dan sinkronisasi program-program kesehatan kepada stakeholder dan seluruh sasaran program tersebut, sehingga diperoleh dukungan dan pemahaman yang lebih baik tentang programprogram kesehatan tersebut.
Demikian gambaran hasil pembangunan kesehatan di kabupaten Aceh Selatan tahun 2013 sebagai wujud nyata kinerja seluruh jajaran kesehatan di Kabupaten Aceh Selatan dalam upaya mewujudkan Aceh Selatan Sehat yang mandiri dan bertumpu pada potensi daerah.
60