PRODUKSI, KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN XILANASE DARI Staphylococcus aureus MBXi-K4
INDAH WIJAYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul produksi, karakterisasi dan pemurnian xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4 adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2009
Indah Wijayanti P055050021
ABSTRACT
INDAH WIJAYANTI. P055050021. Production, Characterization and Purification of Xylanase from Staphylococcus aureus MBXi-K4. Under the direction of MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO, KHASWAR SYAMSU and YULIN LESTARI. Wheat by-products are feedstuffs that vary in nutritional value, partly because of arabinoxylans that limit nutrient digestibility. Pollard is a by-product from dry milling wheat into flour and contains 16,49% of crude fiber. In order to increase nutritional value of pollard a xylanolitic enzyme is added to catalyze hydrolysis of xylan components into small oligomers and xylose residues. The addition of xylanase in wheat-pollard diet is necessary to reduce viscosity of digesta by hydrolysis arabinoxylan into arabinose and xylose. Thus could be easily absorbed in intestinal gut. Because traditional enzyme cannot survive feedpelleting temperatures, xylanase use incurs an additional expense due to the need to apply it in liquid form after pelleting. The more economical approach would be the addition of a thermally stable xylanase to feed mixtures followed by a simultaneous pelleting of enzyme and feed. The objectives of this research are to produce xylanase in batch system bioreactor, to characterize and purify xylanase from Staphylococcus aureus MBXi-K4, and to explore its possibility as feed additive in pelleting poultry feed. Production of xylanase used 0,7% xylan-pollard substrate in a 2L batch bioreactor with aeration rate of 1 vvm, agitation speed of 160 rpm, growth temperature 37oC and pH 7 for 96 hours. Maximum enzyme production was reached after 72 hours of cultivation with specific enzyme activity of 10,5 U/mg protein. One unit of xylanase activity (U) is the amount of enzyme which liberates 1 µmol of reducing sugars (as xylose equivalents) per min in certain condition. Biomass specific growth rate (µ) was 0,107 per hour, yield of product of 2,255 (g product/g substrate) and yield of biomass of 0,004 (g biomass/g substrate). The optimum temperature and pH of crude extract xylanase activity was o 70 C and 6 respectively. The xylanase maintained its stability for 30 minutes at 70oC and over pH range 4 – 8. The Km and Vmax value at 70oC on oatspelt xylan was 1,086 (mg/ml) and 3,195 (µmol xilose/min.ml) respectively. Xylanase was purified from the culture supernatant of S.aureus MBXi-K4 by ammonium sulphate precipitation, dialysis using a 12kDa molecular weight cut-off cellophane membrane and gel filtration Sephadex G-100 column chromatography. The purity of xylanase increased 11,69 fold than those of the crude enzyme. The specific activity after purification was 383,9 U/mg. Three kinds of xylanase activities was visualized by zymogram (activity stain) technique in nondenaturing protein gels with estimated molecular weights of 45,6 kDa, 28,1 kDa and 21,6 kDa. The purified xylanase had one band protein with molecular weight of 47,9 kDa as shown on SDS-PAGE stained with silver nitrate. Keywords : xylanase, S.aureus, production, characterization, purification
RINGKASAN INDAH WIJAYANTI. P055050021. Produksi, Karakterisasi dan Pemurnian Xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4. Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO, KHASWAR SYAMSU dan YULIN LESTARI. Penggunaan dedak gandum (pollard) sebagai salah satu bahan baku pakan terutama ternak monogastrik terkendala oleh kandungan serat kasarnya yang tinggi. Untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan berkadar serat tinggi, salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan enzim sebagai imbuhan pakan (feed additive) yang berfungsi untuk memecah komponen serat kasar menjadi produk yang lebih sederhana, yang dapat diserap langsung oleh ternak. Penambahan enzim xilanase pada pakan berbasis dedak gandum (pollard) dapat menurunkan viskositas digesta pada unggas. Xilanase dapat menurunkan viskositas digesta dengan cara menghidrolisis arabinoxilan menjadi arabinosa dan xilosa, sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh unggas. Studi mengenai karakter xilanase diperlukan untuk mengetahui aplikasinya pada industri yang tepat. Sebagai contoh, tuntutan utama pada industri pakan yang memanfaatkan enzim adalah kestabilan enzim terhadap perlakuan panas pada proses pelleting dan kisaran pH asam sampai netral. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu oleh Setyawati (2006), yang melakukan produksi dan karakterisasi xilanase mikroba yang diisolasi dari tongkol jagung. Staphylococcus aureus MBXi-K4 tumbuh optimum pada suhu 37oC dan pH 7 (bakteri mesophilik). Xilanase yang dihasilkan memiliki suhu optimum 70oC dan cukup stabil pada rentang pH yang luas (4 – 10) dengan pH optimum 6. Berdasarkan data tersebut dirasa perlu untuk melakukan kajian awal produksi pada bioreaktor volume 2 liter dengan sistem curah (batch),karakterisasi dan pemurnian enzim xilanase tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian awal terhadap produksi xilanase dari isolat MBXi-K4 (S.aureus) pada sistem curah (batch) menggunakan bioreaktor volume 2 liter, mendapatkan data mengenai karakternya serta memurnikan enzim xilanase dari S.aureus. Produksi enzim xilanase dari S.aureus dilakukan pada bioreaktor volume 2 liter. Substrat yang digunakan adalah xilan dedak gandum dengan konsentrasi 0,7% dengan komposisi media: ekstrak khamir 0.2%, K2HPO4 1.5%, Mg.SO4.7H 2O 0.025%, NaCl 0.25%, NH4Cl 0.5% Na2HPO4 0.5%. Kultivasi dilakukan selama 96 jam pada suhu 37oC, laju aerasi 1 vvm dan laju agitasi 160 rpm dan pH awal 7. Kultur hasil kultivasi disentrifugasi pada 4550 x g selama 10 menit pada suhu 4oC untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim. Larutan ekstrak kasar enzim memiliki aktifitas paling tinggi pada jam ke 72 sebesar 2,26 U/ml dan aktifitas spesifiknya sebesar 10,5 U/mg. Satu unit aktifitas enzim (U) adalah banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 μmol xilosa /menit/ml pada kondisi tertentu. Laju pertumbuhan spesifik (µ) sebesar 0,107/jam, rendemen biomassa (Yx/s) = 0,004 (g biomassa/g substrat) dan rendemen produk (Yp/s) = 2,255 (g produk/g substrat).
Karakteristik xilanase yang diamati adalah ketahanan enzim terhadap suhu dan pH. Xilanase dari S.aureus ini tergolong moderat termostabil karena aktifitasnya pada suhu 70oC masih dapat dipertahankan lebih dari 70% sampai menit ke 30. Enzim tersebut dapat bekerja pada kisaran pH 4 – 8 dengan nilai pH optimum 6. Pengamatan kinetika enzimatis dilakukan melalui pengukuran nilai Km dan Vmaks. Perhitungan kinetika reaksi enzimatis dilakukan dengan mengukur konsentrasi xilosa sebagai hasil hidrolisis substrat oatspelt xilan pada berbagai konsentrasi. Nilai Vmaks dari reaksi enzimatis xilanase sebesar 3,195 (µmol xilosa/menit.ml) dan nilai Km = 1,086 (mg/ml). Teknik pemurnian enzim yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui pengendapan menggunakan amonium sulfat, dialisis untuk menghilangkan garam amonium dan teknik kromatografi filtrasi gel. Pengendapan enzim xilanase dengan menggunakan amonium sulfat dalam penelitian ini, dilakukan pada konsentrasi 40% dan diperoleh nilai aktifitas enzim sebesar 1,8 U/ml dan aktifitas spesifik sebesar 37,4 U/mg. Larutan protein setelah melalui proses pengendapan menggunakan amonium sulfat kemudian disentrifugasi pada putaran 4550 x g selama 15 menit, endapan yang diperoleh didialisis selama semalam (over night) menggunakan membran dialisis dengan ukuran Molecular Weight Cut-Off sebesar 12kDa dalam 0,05 M buffer Tris-HCl pH 7,5 dengan volume 100 kali volume enzim yang dipekatkan. Aktifitas enzim xilanase hasil dialisis sebesar 1,76 U/ml. Profil elusi filtrasi gel menggunakan matrik Sephadex G-100 memperlihatkan adanya beberapa puncak protein, dimana puncak utama adalah yang terelusi pada fraksi 4 – 6. Puncak lain yang lebih kecil terelusi pada fraksi 54-55, dan fraksi 68-69. Aktifitas xilanase tertinggi diperoleh dari fraksi 6 sebesar 1,56 U/ml dengan aktifitas spesifik sebesar 383,9 U/mg. Teknik kromatografi filtrasi gel telah meningkatkan kemurnian xilanase sebesar 11,69 kali dibandingkan dengan enzim ekstrak kasarnya. Hasil SDS-PAGE menunjukkan adanya pita tunggal pada tahap pemurnian dengan teknik kromatografi filtrasi gel, yaitu fraksi 4 – 6, dengan perkiran bobot molekul 47,9 kDa. Profil zimogram memperlihatkan pada ekstrak kasar xilanase, pengendapan dengan amonium sulfat dan hasil dialisis, masing – masing menunjukkan tiga zona bening, dengan perkiraan bobot molekul 45,6 kDa, 28,1 kDa dan 21,6 kDa. Hasil pemurnian dengan kromatografi gel filtrasi diperoleh satu zona bening dengan bobot molekul sebesar 21,6 kDa. Kata kunci : xilanase, S.aureus, produksi, karakterisasi, pemurnian.
©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi UU 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRODUKSI, KARAKTERISASI DAN PEMURNIAN XILANASE DARI Staphylococcus aureus MBXi-K4
INDAH WIJAYANTI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Anja Meryandini MS
HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa
: Produksi, Karakterisasi dan Pemurnian Xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4 : Indah Wijayanti
NIM
: P055050021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono Ketua
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc Anggota
Dr. Ir. Yulin Lestari Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Bioteknologi
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Muhamad Jusuf, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS
Tanggal Ujian : 24 Juni 2009
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah pada hari Senin tanggal 7 September 1970. Penulis merupakan anak kedua dari delapan bersaudara dari ayah Sugito, BA dan ibu Sri Maryati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di kota kelahiran. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan studi Strata 1 (Sarjana) dan diterima melalui program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada jurusan Matematika Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
Penulis kemudian pindah ke
program Diploma 2 Institut Pertanian Bogor pada jurusan Informatika Pertanian pada tahun 1989.
Pada tahun 1990 penulis diterima melalui Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIN), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi Strata 1 (Sarjana) pada bulan Januari 1995. Sejak tahun 2005 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis ditempatkan di laboratorium Industri dan Manajemen Pakan, bidang Ilmu dan Teknologi Pengolahan Pakan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi Strata 2 (Magister) pada Program Studi Bioteknologi, IPB. Pada bulan Mei 2007 – Juni 2008 penulis mengikuti
“Training on Modern
Industrial Biotechnology“ di lembaga Helmholtz Infection Research Center (HZI), Braunschweigh, Jerman.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan kekuatan pada penulis sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul Produksi, Karakterisasi dan Pemurnian Xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4 ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis baik selama penelitian maupun penulisan tesis ini kepada: 1. Prof Dr.Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono, selaku ketua komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan, pengarahan selama penelitian dan penulisan tesis serta memberikan ijin menggunakan seluruh fasilitas dan bahan kimia di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Pangan, PPSHB, IPB. 2. Dr.Ir. Khaswar Syamsu, MSc, selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukan terutama dalam hal proses produksi enzim. 3. Dr.Ir. Yulin Lestari, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meminjamkan beberapa koleksi isolat untuk kepentingan penelitian penulis. 4. Dr.Ir.Anja Meryandini MS, selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk perbaikan tesis ini. 5. Dirjen Pendidikan Tinggi melalui pemberian beasiswa BPPS untuk menempuh studi Strata 2 di Institut Pertanian Bogor. 6. Dr.Ir Idat G Permana, MagrSc, selaku Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, atas kesempatan yang diberikan untuk studi lanjut dan dana penelitian melalui program Due-Like batch 3. 7. Teknisi dan laboran di laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, PPSHB, IPB, Lab Rekayasa Bioproses, PPSHB, IPB atas bantuan selama penelitian berlangsung.
8. Teman-teman seperjuangan di laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB, Bu Sri, Mbak Rika, Bu Emma yang telah menjadi teman diskusi dan Pak Hadi di Wageningen University and Research yang telah memberi masukan untuk kinetika modeling serta memberi dukungan berupa jurnal-jurnal terbaru. Niken, Ulfah, Mbak Okti dan teman-teman lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu. 9. Seluruh keluarga besar penulis terutama suami tercinta Dr Sri Wilarso dan ananda Shabrina Firdaus , juga adik – adik: Intan, Yuniga, Zaenal serta keponakan yang selalu menghibur saat lelah dan penat melanda, Bebe dan Baby, yang tiada putus-putusnya atas dukungan baik material, moral maupun spiritual. Penulis menyadari sepenuhnya hasil penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dari semua pihak sangat diperlukan demi perbaikan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvi
1 PENDAHULUAN ……………………………………………………......
1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………...
1
1.2 Tujuan Penelitian …………………………………………………....
3
1.3 Manfaat Penelitian…………………………………………………...
3
2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….
4
2.1 Xilan ..................................................................................................
4
2.2 Enzim Xilanase ..................................................................................
5
2.3 Mekanisme Pemecahan Xilan ...........................................................
7
2.4 Dedak Gandum (Pollard) ..................................................................
9
2.5 Pemurnian Protein…. ........................................................................
10
2.5.1 Kromatografi Filtrasi Gel…………………………………….
12
2.5.2 Kromatografi Pertukaran Ion ..................................................
12
2.5.3 Kromatografi Afinitas .............................................................
13
2.6 Kinetika Pertumbuhan Mikroba... .....................................................
14
2.7 Staphylococcus aureus ……………………………………………...
16
3 BAHAN DAN METODA ..........................................................................
19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................
19
3.2 Alat dan Bahan ……………………………………………………..
19
3.3 Metoda Penelitian ………………………………………………….
20
3.3.1 Ekstraksi Xilan Dedak Gandum ……………………………..
20
3.3.2 Produksi Xilanase ...................................................................
21
3.3.3 Pengujian Aktifitas Enzim Xilanase .......................................
21
3.3.4 Pengukuran Kadar Protein .....................................................
22
3.3.5 Stabilitas Xilanase terhadap pH dan Suhu .............................
22
3.3.6 Parameter Kinetika Reaksi Enzimatik ...................................
23
3.3.7 Pengendapan Xilanase Menggunakan Amonium sulfat .........
23
3.3.8
Pemurnian Xilanase Menggunakan Kromatografi Filtrasi Gel..........................................................................................
24
3.3.9 Elektroforesis/SDS PAGE ......................................................
24
3.3.9.1 Running ....................................................................
24
3.3.9.2 Staining dan Destaining Gel ....................................
25
3.3.10 Zimogram ..............................................................................
25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
26
4.1 Ekstraksi Xilan Dedak Gandum ……………………………………
26
4.2 Produksi Enzim Xilanase ...................................................................
27
4.2.1 Pertumbuhan Biomassa ……………………………………...
28
4.2.2 Perubahan Nilai pH .................................................................
30
4.2.3 Pembentukan Produk ………………………………………..
31
4.2.4 Kinetika Kultivasi Staphylococcus aureus MBXi-K4 ………
33
4.3 Karakteristik Enzim Xilanase ...........................................................
35
4.3.1 Pengaruh Suhu ………………………………………………
35
4.3.2 Pengaruh pH …………………………………………………
39
4.3.3 Parameter Kinetika Reaksi Enzimatik ………………………
42
4.4 Pemurnian Enzim Xilanase ...............................................................
45
4.4.1 Pengendapan Xilanase Menggunakan Amonium Sulfat ……
45
4.4.2. Dialisis ……………………………………………………...
45
4.4.3 Pemurnian Xilanase dengan Kromatografi Gel ……………
47
4.5 Hasil SDS PAGE dan Zimogram ......................................................
49
5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
54
5.1 Simpulan ...........................................................................................
54
5.2 Saran .................................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
62
LAMPIRAN ...................................................................................................
63
DAFTAR TABEL Halaman 1. Hemiselulase dan jenis substrat yang dihidrolisis............................
6
2. Kadar xilan berbagai limbah industri pertanian...............................
10
3. Teknik pemurnian xilanase dari beberapa jenis mikroba………….
14
4. Komposisi media pertumbuhan S.aureus MBXi-K4 penghasil xilanase.............................................................................................
21
5. Hasil ekstraksi xilan dari dedak gandum………………………….
26
6. Nilai 1/[S] dan 1/[V] dari berbagai konsentrasi substrat………….
44
7. Ringkasan hasil pemurnian xilanase...............................................
48
8. Karakteristik beberapa xilanase yang dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri......................................................................................
52
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Konfigurasi dinding sel tanaman..................................................
2.
Struktur xilan dengan residu pengganti dan letak ikatan yang
4
dipecah oleh enzim xilanolitik.....................................................
8
3.
Struktur tiga dimensi xilanase tampak atas..................................
9
4.
Pemurnian enzim dengan berbagai teknik kromatografi kolom ..
13
5.
Koloni Staphylococcus aureus.....................................................
17
6.
Skema ekstraksi xilan dari dedak gandum...................................
20
7.
Proses ekstraksi xilan dedak gandum...........................................
27
8.
Grafik laju pertumbuhan biomassa dan aktifitas xilanase............
29
9.
Grafik perubahan nilai pH dan laju pertumbuhan biomassa........
30
10.
Grafik perubahan kadar protein dan aktifitas spesifik enzim.......
31
11.
Grafik laju konsumsi substrat, laju pertumbuhan biomassa dan pembentukan produk (xilanase)...................................................
32
12.
Penentuan laju pertumbuhan biomassa spesifik (µ).....................
33
13.
Perhitungan nilai rendemen produk (Yp/s) ................................
34
14
Perhitungan niali rendemen biomassa (Yx/s)..............................
35
15.
Kurva ketahanan xilanase terhadap suhu ....................................
36
16.
Keaktifan relatif enzim terhadap suhu.........................................
38
17.
Ketahanan enzim xilanase terhadap pH.......................................
40
18.
Persentase keaktifan relatif xilanase terhadap pH.......................
40
19.
Kurva hidrolisis xilan pada berbagai konsentrasi substrat ..........
43
20.
Kurva double-reciprocal Lineweaver-Burk................................
44
21.
Aktifitas xilanase yang diendapkan dengan amonium sulfat pada konsentrasi 40% – 60%........................................................
22.
46
Profil elusi filtrasi gel dengan matrik Sephadex G-100 dari enzim xilanase.............................................................................
47
23.
Hasil SDS PAGE xilanase pada beberapa tahap pemurnian........
50
24.
Profil zimogram hasil pemurnian xilanase……………………...
50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Uji biokimia isolat MBXi-K4…………………………………
63
2.
Isolat MBXi-K4………………………………….....................
64
3.
Komponen reagen asam dinitrosalisilat (DNS) (Miller, 1959)..
65
4.
Penentuan aktifitas xilanase......................................................
65
5.
Kurva standar xilosa..................................................................
66
6.
Komposisi reagen Bradford (Bradford, 1976)...........................
66
7.
Kurva standar protein................................................................
67
8.
Komposisi gel dan pereaksi untuk elektroforesis.....................
67
9.
Pereaksi dan prosedur pewarnaan perak...................................
68
10
Kurva standar penanda elektroforesis (Pharmacia) dan perhitungan berat molekul sampel (SDS PAGE)…………......
11.
69
Kurva standar penanda (LMW Fermentas) dan kurva standar zimogram..................................................................................
70
I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Produksi ternak unggas di Indonesia memenuhi lebih dari 50 persen kebutuhan daging untuk masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya ternak ayam dan itik. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI jumlah populasi unggas di Indonesia pada tahun 2007 adalah 1.528.792.000 ekor dengan perkiraan kebutuhan pakan sebesar 22.931.880 ton per tahun. Seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi ternak, pertumbuhan industri pakan ternak juga berkembang dengan pesat. Pada tahun 2007 pabrik pakan ternak yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia memproduksi pakan sebanyak 7.800.033 ton (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Tingginya permintaan pakan ternak pabrikan, membuat para ahli nutrisi pakan ternak berlomba-lomba mencari formulasi produk pakan yang dapat menghasilkan produk daging, susu, telur berlipat ganda.
Pakan merupakan
komponen utama yang menyumbang sekitar 60 – 70% dari total biaya produksi dalam usaha peternakan, oleh karena itu perlu diupayakan pengadaan bahan baku pakan yang murah, mudah dan berkesinambungan tanpa bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan baku pakan yang banyak tersedia di dalam negeri antara lain produk sampingan dari industri pengolahan biji-bijian maupun industri minyak. Dedak halus gandum (pollard) merupakan salah satu produk sampingan pabrik pengolahan gandum yang tersedia sepanjang tahun di dalam negeri dengan mutu stabil. Produksi industri pengolahan gandum di Indonesia mencapai 3,3 juta ton per tahun (Aptindo 2004). Hasil ikutan pengolahan gandum berupa 10% pollard (dedak halus gandum), 13% dedak kasar (Wheat bran) dan 2% bahan baku perekat kayu lapis (Wardani 2004). Pemanfaatan pollard sebagai ransum ternak dibatasi oleh kandungan serat kasar yang tinggi (16,49%), Neutral Detergent Fiber/NDF (38,4%) (Pantaya 2003) dan kandungan energi rendah (1300 kkal EM/kg) (NRC 1994). Penggunaan pollard pada ransum unggas
umumnya tidak lebih dari 30%
(Jamroz et al. 1999). Konsumsi serat kasar yang tinggi oleh ayam broiler dapat
mengganggu efektifitas pencernaan dan absorpsinya yang akhirnya dapat mengganggu penyerapan energi dan protein ransum (Adams 2000). Untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan, salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan enzim sebagai imbuhan pakan yang berfungsi untuk memecah komponen serat kasar menjadi produk yang lebih sederhana, yang dapat diserap langsung oleh ternak. Penambahan enzim xilanase pada pakan berbasis dedak gandum (pollard) dapat menurunkan viskositas digesta dan meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler usia 6 minggu hingga 14,72% dan 2,6% (Chiang et al. 2005). Xilanase dapat menurunkan viskositas digesta dengan cara menghidrolisis arabinoxilan menjadi arabinosa dan xilosa, sehingga dapat
dengan mudah dimanfaatkan oleh unggas.
Berdasarkan
penelitian Ketaren et al. (2002), penggunaan pollard sebesar 30% dalam ransum ayam broiler dan penambahan enzim natugrain (xilanase dan ß-glukanase) 0,01% menunjukkan pengaruh nyata terhadap konversi ransum dibandingkan dengan penggunaan dedak padi sebesar 30%. Kandungan xilan dalam dedak gandum cukup tinggi, sehingga selain untuk bahan baku ransum ternak, dedak gandum (pollard) dapat juga digunakan untuk menghasilkan produk yang lebih bernilai ekonomis seperti xilooligosakarida. Xilooligosakarida adalah produk hidrolisis xilan oleh xilanase yang dilaporkan mempunyai potensi untuk menghambat
pertumbuhan
sel
tumor,
memiliki
aktifitas
antibakteri,
antiinflamasi, meningkatkan sistem imun (Christakopoulos et al. 2003) dan dapat pula digunakan sebagai bahan prebiotik (Hsu et al. 2004). Karakter xilanase yang dihasilkan oleh bakteri sangat bervariasi. Xilanase bakteri pada umumnya bersifat netral sampai alkali, sedangkan xilanase asal cendawan/fungi pada umumnya bersifat asam. Studi mengenai karakter xilanase diperlukan untuk mengetahui aplikasinya pada industri yang tepat. Sebagai contoh, tuntutan utama pada industri pakan yang memanfaatkan enzim adalah kestabilan enzim terhadap perlakuan panas pada proses pelleting dan kisaran pH netral. Penggunaan enzim non termostabil tidak akan tahan terhadap proses pelleting tersebut, sedangkan penambahan enzim dalam bentuk cairan yang disemprotkan setelah proses pelleting akan memberikan biaya produksi tambahan. Pendekatan yang lebih ekonomis adalah dengan penambahan enzim
2
termostabil dalam campuran pakan dan dilanjutkan dengan proses pelleting pada campuran enzim dan pakan secara simultan. Enzim sebagai bahan tambahan dalam industri pakan jadi lebih disukai dalam bentuk kering baik berupa tepung maupun butiran. Keuntungan enzim dalam bentuk kering adalah kemudahannya dalam penanganan, pencampuran dengan bahan baku pakan lain, penyimpanan dan pengangkutannya. Produksi dan karakterisasi xilanase dari bakteri yang diisolasi dari tongkol jagung telah dilakukan oleh Setyawati (2006). Isolat yang diperoleh (MBXi-K4) tumbuh optimum pada suhu 37oC dan pH 7, sedangkan xilanase yang dihasilkan memiliki suhu optimum 70oC dan cukup stabil pada rentang pH yang luas (4 – 10) dengan pH optimum 6.
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian awal (preliminary study) terhadap produksi xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4 pada bioreaktor sistem curah (batch) volume 2 liter untuk memperoleh informasi laju pertumbuhan spesifik (µ), rendemen produk (Yp/s), dan rendemen biomassa (Yx/s), memurnikan enzim xilanase dari isolat lokal Staphylococcus aureus MBXi-K4 dan mendapatkan data mengenai karakternya untuk melihat kemungkinan penggunaannya sebagai imbuhan pakan dalam industri pakan jadi.
1.3. Manfaat Penelitian 1. Hasil yang didapatkan diharapkan dapat menjadi acuan untuk tujuan optimasi produksi enzim, penentuan strategi penambahan substrat xilan yang optimal dan produksi xilanase pada skala yang lebih besar. 2. Karakteristik xilanase yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk mengaplikasikannya sebagai imbuhan pakan (feed additive) pada industri pakan jadi. 3. Hasil pemurnian dapat dilanjutkan untuk studi kristalografi enzim xilanase dari isolat ini untuk mengetahui struktur molekulnya untuk keperluan rekayasa protein. 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Xilan Lignoselulosa
merupakan
komponen
utama
tanaman
yang
menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui. Lignoselulosa terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa bahan ekstraktif lain.
Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel
tanaman. Xilan merupakan bagian hemiselulosa, yang merupakan komponen penyusun dinding sel tanaman kedua terbesar setelah selulosa. Susunan dinding sel tanaman terdiri atas lamela tengah (M), dinding primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama pertumbuhan dan pendewasaan sel yang terdiri atas lamela transisi (S1), dinding sekunder utama (S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3) (Gambar 1).
Gambar 1. Konfigurasi dinding sel tanaman (Perez et al. 2002). Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, manosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat. Xilan adalah polisakarida non pati yang menghasilkan monomer gula sederhana berupa xilooligosakarida, xilobiosa, dan xilosa selama proses hidrolisis oleh enzim xilanase. Xilan ditemukan dalam fraksi hemiselulosa pada 4
tumbuhan bersama dengan arabinan, galaktan, manan dan asam uronat (Leeson dan Summers 2001). Xilan terikat pada selulosa, pektin, lignin dan polisakarida lainnya dalam angiosperma untuk membentuk dinding sel tanaman. Xilan dengan rantai utama homopolimer unit β-D-xilopiranosil yang terikat melalui ikatan (1→4)-β- glikosidik merupakan heteropolimer yang dihubungkan dengan rantai samping dari gula yang lain, umumnya rantai tunggal dari (4-O-metil)-α-D-asam glukuronat (pada dikotil dan gimnosperma) atau pada satu atau lebih α-L-arabinofuranosil (pada rumput) (Singleton dan Sainsbury 2001). Rantai xilan bercabang dan strukturnya tidak terbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibandingkan dengan selulosa (Richana 2002). Xilan terdapat hampir pada semua tanaman, kebanyakan dijumpai pada tanaman tahunan dan limbah-limbah pertanian seperti tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dedak gandum, dan biji kapas (Subramaniyan dan Prema 2002). Xilan sebagai komponen utama penyusun polisakarida hemiselulosa pada tanaman kandungannya mencapai sekitar 30-35% berat kering totalnya. Xilan kayu keras dari golongan Angiospermae kandungannya lebih tinggi daripada kayu lunak dari golongan Gymnospermae dengan jumlah secara berturut-turut sekitar 15-30% dan 7-12% dari berat kering total (Beg et al. 2001). 2.2. Enzim Xilanase Xilanase (1,4-ß-D-xylan xylanohidrolase, EC 3.2.1.8) merupakan hemiselulase utama yang menghidrolisis ikatan β-1,4 rantai xilan.
Enzim
Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis secara acak ikatan glikosidik internal (ß1,4) rantai utama xilan (hemiselulosa) menjadi gula penyusunnya xilosa dan xilooligosakarida (Eriksson et al. 1990).
Xilanase
memotong ikatan xilosidik internal pada kerangka xilan dan β-xilosidase melepaskan
residu
xilosil
melalui
pemotongan
bagian
ujung
dari
xilooligosakarida (Saha 2003). Hidrolisis hemiselulosa juga membutuhkan enzim pelengkap yang bekerja secara sinergis dalam menguraikan xilan dan manan (Tabel 1). Xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis, yaitu β-xilosidase,
5
eksoxilanase, dan endoxilanase. Enzim β-xilosidase mampu
menghidrolisis
xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa. Eksoxilanase memutus rantai polimer xilosa (xilan) pada ujung pereduksi, sehingga menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah oligosakarida rantai pendek. Endoxilanase mampu memutus ikatan β 1-4 pada bagian dalam rantai xilan secara teratur. Xilanase pada umumnya merupakan protein kecil dengan berat molekul 15 kDa – 30 kDa, aktif pada suhu 55oC dengan pH 9 (Yang et al.1988; Yu et al. 1991). Tabel 1. Hemiselulase dan jenis substrat yang dihidrolisis (Howard et al. 2003) Enzim Substrat Nomor EC Exo-β-1,4-xylosidase β-1,4-Xylooligomers xylobiose 3.2.1.37 Endo-β-1,4-xylanase β-1,4-Xylan 3.2.1.8 Exo-β-1,4-mannosidase β-1,4-Mannooligomers 3.2.1.25 mannobiose Endo-β-1,4-mananase β-1,4-Manan 3.2.1.78 Endo-α-1,5-arabinanase α-1,5-Arabinan 3.2.1.99 3.2.1.55 α-L-arabinofuranosidase α-Arabinofuranosyl(1 2) atau (1 3) xylooligomers α-1,5arabinan α-Glucuronidase 4-O-Methyl-α- glucuronic acid 3.2.1.139 (1 2) xylooligomers α-Galatosidase α-Galactopyranose (1 6) 3.2.1.22 mannooligomer Endo-galactanase β-1,4-Galactan 3.2.1.89 β-Glucosidase Glucopyranose (1,6) 3.2.1.21 mannopyranose Acetyl xylan esterases 2- atau 3-O Acetyl xylan 3.2.1.72 Acetyl manan esterase 2- atau 3-O Acetyl manan 3.1.1.6 Ferulic and p-cumaric 2- atau 3-O Acetyl manan 3.1.1.73 acid esterase Pada suhu 60oC dan pH netral, xilanase yang dihasilkan oleh Streptomyces thermoviolaceus OPC-520 bersifat lebih stabil (Tsujibo et al. 1992). Xilanase dari bakteri Streptomyces.sp (strain Lb 24D) mempunyai aktifitas tinggi pada kisaran pH 5-8, dengan pH optimal 6,5 (Rawashdeh et al. 2005). Penambahan xilanase pada pakan dasar gandum dapat menurunkan viskositas digesta dan meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler pada usia 6 minggu hingga 14,72% dan 2,60% (Chiang et al. 2005). Xilanase dapat menurunkan viskositas digesta dengan cara menghidrolisis arabinoxilan 6
menjadi arabinosa dan xilosa, sehingga mudah dimanfaatkan oleh unggas (Choct 1997). Perlakuan panas selama proses pelleting pada industri pakan mempunyai beberapa keuntungan yaitu, dapat melarutkan sebagian serat larut dalam air seperti glukan, arabinoxilan dan pektin (Thomas et al. 1998) dan melarutkan serat kasar sebesar 8,7% (Vranjes dan Wenk 1995), sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan.
Penambahan enzim pada pakan
mensyaratkan karakter enzim yang stabil selama proses pelleting. Penggunaan enzim xilanase termostabil diharapkan dapat memenuhi tuntutan tersebut. 2.3. Mekanisme Pemecahan Xilan Aktifitas xilanase menyebabkan proses hidrolisis xilan. Beberapa model telah diusulkan untuk menjelaskan mekanisme pemecahan xilan oleh xilanase. Secara umum proses hidrolisis merupakan hasil dari retensi atau inversi pusat anomerik
monomer gula pereduksi dari rantai karbohidrat.
Hal ini akan
melibatkan satu atau dua kondisi transisi kimiawi. Transfer Glikosil
pada
umumnya adalah hasil dari substitusi nukleofil pada karbon jenuh dari pusat anomer dan digantikan baik oleh retensi maupun inversi dari konfigurasi anomerik. Sebagian besar enzim penghidrolisis polisakarida, seperti selulase dan xilanase dikenal sebagai enzim yang menghidrolisis substratnya dengan cara retensi atom C1 dari konfigurasi anomeriknya. Hal ini melibatkan mekanisme pemindahan ganda untuk retensi anomerik produk (Kulkarni et al. 1999). Mekanisme pemindahan ganda (double displacement) melibatkan beberapa hal sebagai berikut: (1). Katalis asam yang memprotonasi substrat; (2) gugus karboksil dari enzim terbentuk (3) ikatan kovalen glikosil enzim antara (intermediate) dengan karboksilat tersebut dimana konfigurasi anomer dari gula berseberangan dengan substrat; (4) ikatan kovalen intermediate ini dicapai dari kedua sisi melalui kondisi transisi yang melibatkan ion-ion oksokarbonium ; (5) berbagai variasi interaksi non kovalen lebih banyak
menyebabkan laju
pendegradasian (Subramaniyan dan Prema 2002). Berdasarkan studi kristalografi xilopentaose binding xilanase A dari Pseudomonas fluorescense, Leggio et al. (2000) menyatakan mekanisme enzim yang mengkombinasikan konsep klasik seperti diatas dan fakta yang diturunkan
7
dari studi mereka. Berdasarkan kajian tersebut (1) xilan dikenali dan diikat oleh xilanase sebagai tangan kiri heliks tiga lipatan, (2) residu xilosil pada subsite-1 didistorsikan dan ditarik menuju residu katalitik dan ikatan glikosidik diregangkan dan putus membentuk intermediate kovalen enzim-substrat, (3) bentukan intermediate ini diserang oleh molekul air teraktivasi, mengikuti mekanisme klasik retensi glikosil hidrolase dan produk dilepaskan. Struktur xilan dan mekanisme pemecahannya oleh enzim disajikan pada Gambar 2.
ß-XILOSIDASE
Ikatan ß-1,4-D-xilopiranosa H
H H O
O
H
H
O
H O
H
OAc
H
OH
H
H
OH
H
O
H O
H O
H
H
O
OH
H
H
OH
H O
H O
H
H
OH
ENDOXILANASE
Ikatan asam
O
H CH2O
COOH
CH3O
H
O
O
OH
H
H
OAc
ASETIL-XILANESTERASE
α-1,2-4-O-metil-Dglukuronat
H
O
H
O H OH
H
H
OH
Ac = gugus asetil R-H = asam ρ-kumarat
αGLUKURONIDASE
FERULIL DAN Ρ-KUMAROIL ESTERASE
O H
H
H
Ikatan α-1,3-Larabinofuranosida
OH α-LARABINOFURANOSIDASE O C
O
R
CH HC
OH
R-OCH3 = asam ferulat
Gambar 2. Struktur xilan dengan residu pengganti dan letak ikatan yang dipecah oleh enzim xilanolitik (Beg et al. 2001). Beberapa laporan mengenai pola hidrolitik xilanase dari Bacillus spp. sebagian besar menghasilkan xilobiosa, xilotriosa, dan xilotetraosa, dan pembentukan xilosa berlangsung hanya pada proses perpanjangan inkubasi. Xilanase A dan B dari Trichoderma reesei dan xilanase C dan D dari Trichoderma harzianum pada kombinasi yang berbeda, menunjukkan interaksi sinergis pada substrat xilan yang berbeda. Kombinasi beberapa xilanase lebih
8
efektif e darip pada xilanasee tunggal unttuk menghiddrolisis holoselulosa pinuus (Wong dan d Maringer 1999 diaacu dalam Subramaniya S an dan Prem ma 2002). Xilanase II dari d Bacillus circulans WL-12 mennghidrolisis xilan menjaadi produk utamanya u xilobiosa, x xiilotriosa dan n xilotetraossa. Enzim ini membutuuhkan minim mal empat residu r
xiloopiranosida
untuk
m membentuk
komplek
produktif,
sehingga
xilotetraosa, x , diluar subsstrat lain yaang dicoba, merupakan substrat yanng paling disukai d untuuk membuatt jenuh semuua situs penngikatan (binnding site) enzim e ini. Namun N dem mikian xilanaase I dari baakteri yang sama s mampuu mendegraddasi xilan secara cepaat menjadi xilotetraosa dan perpaanjangan inkkubasi men nghasilkan xilosa, x xilobbiosa dan xilotriosa sebbagai produk k akhirnya (Esteban et al. 1982 diacu d dalam m Subramaniiyan dan Prrema 2002)). Struktur ttiga dimensii xilanase dapat d dilihatt pada Gambbar 3.
Gambar 3. Struktur S tigaa dimensi xillanase tampaak atas (http://grayla ( ab.jhu.edu/~ ~mdaily/caprri/gallery/T17.png). 2.4. 2 Dedak Gandum (P Pollard) m s salah satu baahan pakan tternak yang diperoleh Dedaak gandum merupakan dari d hasil ik kutan pengolahan gandum m. Kandung gan nutrisi dedak d ganduum adalah bahan b kerin ng 86,66%, protein p kasaar 13,91%, serat s kasar 116,49%, lem mak 2,8%, BETN B (karbbohidrat) 600,32% dan aabu 3,14% (Pantaya ( 20003). Dedak k gandum kaya k akan fosfor f tetapii rendah kaddar Ca-nya, yaitu P=1,229%;Ca=0,13% tidak mengandung m g vitamin A dan D tetapi kaya akan vitamin B. Tingginya serat kasar menyebabka m an dedak gaandum tidakk dapat dikkonsumsi secara berlebiihan oleh
9
ayam broiler, karena akan menganggu efektifitas digesta dan absorbsi yang akhirnya dapat mengganggu penyerapan energi dan protein ransum. Serat kasar merupakan komponen penyusun dinding sel tanaman. Polisakarida non pati merupakan komponen serat kasar yang terdiri atas selulosa, polimer non selulosa dan pektin polisakarida. Polimer non selulosa terdiri atas arabinoxylan, β-glukan, manan, galaktan dan xiloglukan (Choct 1997). Komponen - komponen tersebut banyak terdapat dalam bahan pakan seperti barley, oat, gandum, rye dan triticale yang telah dibuktikan dapat menghambat kecernaan pati, nutrisi lain dan meningkatkan viskositas digesta (Campbell dan Bedford 1992). Leeson dan Summers (2001) menyatakan batas penggunaan pollard bagi ayam muda petelur maksimal 8%, ayam breeding petelur maksimal 15%, breeding ayam pedaging 10%, dan ayam pedaging usia 4-8 minggu batas penggunaan pollard 20%. Kadar xilan dari beberapa sumber limbah agroindustri dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar xilan berbagai limbah industri pertanian (Parajo 2004; Agustina 2000) Limbah pertanian Xilan (%) Tongkol jagung
31,1
Sekam padi
15,6
Sekam gandum
26,8
Ampas umbi garut
6,86
Onggok
0,4
Bekatul
10,25
2.5. Pemurnian Protein Tahap awal proses pemurnian enzim/protein adalah ekstraksi enzim dari organisme sumbernya. Secara umum metode ekstraksi yang dipilih bukan hanya bergantung pada tipe sel dan lokasi enzim didalam sel atau dikeluarkan dari sel, namun juga pada karakteristik enzim yang akan diekstrak.
Pada tahap ini
pemecahan sel biasanya dilakukan secara mekanik seperti penggerusan, disrupsi sel menggunakan manik-manik kaca atau sonikasi (Palmer 1981). Tahap
10
berikutnya adalah proses klarifikasi dan pengendapan protein enzim yang diinginkan dari larutan. Klarifikasi dilakukan untuk memisahkan enzim dari partikel sel debris dan partikel substrat. Pengendapan protein enzim bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi enzim, mengurangi volume larutan dan memisahkan enzim target dari protein pengotor yang lain. Prosedur pemurnian enzim lanjutan adalah menggunakan teknik kromatografi kolom. Prinsip kromatografi kolom yaitu pengaliran suatu cairan melalui kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan pengisi.
Berdasarkan daya kerja partikel pengisi terhadap
substanta yang ingin dipisahkan, kromatografi dapat digolongkan ke dalam jenis absorbsi, pertukaran ion, filtrasi gel dan interaksi biokimia (Suhartono 1989). 2.5.1. Kromatografi Filtrasi Gel. Kromatografi filtrasi gel merupakan metode pemisahan dalam pemurnian protein, peptida dan oligonukleotida berdasarkan pada ukuran partikel. Molekulmolekul tersebut masuk melalui pori-pori gel matrik dan terdifusi dalam matrik berdasarkan besar kecilnya ukuran molekul. Molekul dengan ukuran kecil terdifusi lebih jauh dalam pori-pori gel oleh karenanya terelusi lebih lambat. Molekul yang berukuran besar tidak masuk ke dalam pori-pori permukaan gel sehingga terelusi lebih cepat. Teknik kromatografi filtrasi gel ini dapat digunakan untuk penentuan bobot molekul, pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran, atau untuk menghilangkan komponen garam dari suatu larutan (desalting). Beberapa jenis matrik yang digunakan dalam filtrasi gel adalah dekstran, akrilamid, agarosa dan polistiren.
Sephadex (gel dekstran) bersifat tahan
terhadap garam atau basa pada konsentrasi tinggi, tetapi akan rusak oleh asam kuat ( dibawah pH 2) dan oksidator kuat.
Contoh jenis Sephadex adalah
Sephadex G-25, Sephadex G-50, Sepadex G-75 dan Sephadex G-100. Huruf G menunjukkan bahwa Sephadex tersebut dikembangkan dengan air sedangkan nomor dibelakangnya menunjukkan pengembangan tersebut, misalnya 25 kali, 50 kali , 75 kali dan seterusnya (Suhartono 1989).
11
2.5.2. Kromatografi Pertukaran Ion. Kromatografi pertukaran ion adalah metode pemisahan senyawasenyawa pada matriks yang tidak larut dan mengandung ion-ion labil yang mampu saling bertukar posisi dengan ion-ion medium sekitarnya.
Bahan
penukar ion dapat bersifat anion atau kation bergantung sifat afinitasnya terhadap ion positif atau negatif (Nur et al. 1989). Teknik kromatografi ini memerlukan fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dextran dan agarosa.
Gugus ion diimobilisasikan didalam matriks. Beberapa gugus
penukar anion adalah aminoetil (AE-), kuaternari aminoetil (QAE-) dan dietilaminoetil (DEAE-), sedangkan gugus penukar kation antara lain sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-) (Coligan et al. 2003). Dasar dari kromatografi pertukaran ion adalah ion bermuatan dapat bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan sama.
Protein yang
memiliki gugus bermuatan negatif dapat dipertukarkan dengan ion klorida. Mula-mula gugus fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya Na+), pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang bermuatan positif akan menggantikan ion Na+ sedangkan protein yang bermuatan negatif atau netral tidak terikat. Protein yang tidak terikat akan dibilas dengan menggunakan bufer. Protein yang terikat pada matriks kolom akan dilepaskan dengan cara membilas kolom menggunakan bufer yang mengandung NaCl atau KCl.
Pembilasan dilakukan dengan meningkatkan
konsentrasi NaCl atau KCl secara bertahap sehingga protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dulu dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan yang lebih kuat. 2.5.3. Kromatografi Afinitas. Kromatografi afinitas merupakan suatu metode pemisahan protein/enzim berdasarkan interaksi yang spesifik antara pasangan senyawa yang dimurnikan seperti makromolekul enzim dengan substrat, kofaktor, allosterik, efektor atau inhibitor.
12
Prinsip kromatografi afinitas adalah adanya suatu ligan yang terikat secara kovalen pada matriks tidak larut dalam air yang akan mengikat salah satu atau beberapa campuran yang memiliki afinitas spesifik terhadap ligan tersebut. Komponen yang tidak memiliki afinitas akan melaju terus dan molekul-molekul yang terikat dapat dilepaskan dari ligan cara elusi menggunakan larutan bufer. Kromatografi interaksi hidrofobik dalam pemurnian enzim menggunakan prinsip perbedaan hidrofobisitas (polaritas) antara protein target dan matriks dalam kolom. Matriks yang bersifat non-polar (hidrofobik) akan memisahkan protein enzim yang bersifat hidrofobik dari protein atau molekul lain yang bersifat hidrofilik (polar) (Suhartono 1989). Pemurnian enzim dengan menggunakan beberepa teknik kromatografi kolom seperti yang diuraikan diatas, disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pemurnian enzim dengan berbagai teknik kromatografi kolom. (http://tainano.com/Molecular2520Biology2520Glossary.files/imag e047.gif).
13
Teknik yang sering digunakan untuk memurnikan xilanase dari mikroba adalah kromatografi kolom. Berbagai teknik pemurnian ini akan memberikan hasil dan tingkat kemurnian yang bervariasi. Beberapa peneliti telah melakukan pemurnian enzim xilanase dengan berbagai teknik pemurnian seperti yang tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Teknik pemurnian xilanase dari beberapa jenis mikroba. Isolat Xilanase Teknik pemurnian Referensi endo-1,4-ß Kromatografi Gupta et al. 2002 Melanocarpus xilanase interaksi hidrofobik abomyces (HIC) endo-1,4-ßKromatografi Gupta et al. 2000 Staphylococcus sp SG-13 xilanase pertukaran anion, filtrasi gel Sapre et al. 2005 Bacillus sp endo-1,4-ßKromatografi xilanase pertukaran anion, filtrasi gel Streptomyces Asetil xilan Kromatografi Dupont et al. esterase penukar kation 1996 lividans Dung et al. 1993 endo-1,4-ßKromatografi Aeromonas caviae W-61 xilanase pertukaran ion, filtrasi gel Lucena-Neto dan endo-1,4-ßKromatografi Humicola grisea Ferreira-Filho xilanase pertukaran ion, 2004 interaksi hidrofobik Lappalainen et al. Α Kromatografi Trichoderma glucuronidase pertukaran ion, HIC 2000 reesei dan filtrasi gel endo-1,4-ßamonium sulfat Kansoh dan Streptomyces galbus NR xilanase Nagieb 2004 endo-1,4-ßKromatografi filtrasi Cesar dan Mrsa Thermomyces 1996 lanuginosus xilanase gel dan pertukaran ion
2.6. Kinetika Pertumbuhan Mikroba Persamaan kinetika yang digunakan berdasarkan persamaan LuedeckingPiret (1959), dimana studi kinetika berdasarkan persamaan tersebut telah digunakan oleh Weiss dan Ollis (1980) untuk produksi kultivasi gum xanthan dan oleh Multhuvelayudham dan Viruthagiri (2007) untuk memproduksi selulase. Persamaan yang dihasilkan adalah laju penggunaan substrat (dS/dt),
14
laju pembentukan produk (dP/dt) dan laju pembentukan massa (dX/dt) sebagai berikut: Laju Pembentukan Biomassa (Persamaan logistik). Persamaan yang digunakan merupakan bentuk penurunan dari bentuk logistik sebagai berikut: dx/dt = f(x) dx/dt = µ X (1 – X/X max)...........................................(1) dengan µ = laju pertumbuhan spesifik dan X maks = konsentrasi biomassa maksimum. Bila persamaan (1) diintegralkan menggunakan Xo= X (t=0) akan menghasilkan kurva sigmoid X(t), baik fase eksponential maupun fase stationer, dalam hubungan sebagai berikut : X(t) = Xo[eµt/1-(Xo/Xmaks) (1-eµt)].............................(2) Laju Pembentukan Produk : Persamaan Luedecking-Piret Pembentukan produk mengikuti persamaan: dP/dt = nX + m (dx/dt)...........................................(3) dengan m adalah tetapan pembentukan produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan atau pembentukan produk, n adalah tetapan pembentukan produk yang tidak berasosiasi dengan pertumbuhan atau pembentukan produk pada fase stasioner, P adalah konsentrasi produk (g/l) dan Po adalah produk pada saat t=0. Pada model ini n dievaluasi dari data fase stationer (dx/dt=0), m mengikuti dP/dt sepanjang fase eksponensial awal. Integrasi persamaan (3) menggunakan persamaan (2) untuk X(t), memberikan persamaan dengan dua kondisi awal (Xo,Po), kondisi akhir (Xmaks) dan tiga parameter (µ, n dan m): P(t) = Po + mXo (eµt/1-[(Xo/Xmaks) (1-eµt)]) + n (Xmaks/µ) ln (1[Xo/(Xmaks(1-eµt))]).........(4) n = (dP/dt)stat ................................................................(5) Xmaks Laju Penggunaan Substrat : Modifikasi Luedeking-Piret Laju penggunaan substrat merupakan fungsi dari pertumbuhan biomassa, pembentukan produk dan pemeliharaan sel.
Bentuk persamaan kinetikanya
diasumsikan sebagai bentuk linier dari kombinasi ketiga parameter tersebut (Weiss dan Ollis 1980).
15
dS/dt = -(1/Yx)(dX/dt) – (1/Yp)(dP/dt) – KeX pertumbuhan produk dan pemeliharaan sel : dS/dt = -α dX/dt – βX dimana α = 1/Yx/s + m/Yp/s dan ß = n/Yp/s + Ke dengan memasukkan nilai diatas pada persamaan kurva pertumbuhan dan pemeliharaan, maka diperoleh persamaan dS/dt = -(1/Yx/s + m/Yp/s ) dX/dt – (n/Yp/s + Ke )X ......................................(6) dengan demikian penggunaan substrat juga akan mengikuti persamaan Luedecking-Piret dengan asumsi tetap, seperti persamaan pembentukan produk (persamaan 3).
Substitusi persamaan (2) pada persamaan (6) dan
mengintegralkannya, akan menghasilkan : So-S(t) = ((/Yx/s + m/Yp/s))(X-Xo) + (n/Yp/s + Ke ) Xmaks/µ (ln (1-(Xo/Xmaks) (1-eµt)))............................................................................................................... (7) atau So-S(t) = α (X-Xo) + ( ß Xmaks/µ) ln (1-(Xo/Xmaks)(1-eµt)) ........................ (8) Dimana So adalah konsentrasi substrat awal (g/l) dan S(t) adalah konsentrasi substrat sisa pada saat t jam. Sedangkan α adalah tetapan penggunaan substrat yang berasosiasi dengan pertumbuhan biomassa dan β adalah tetapan penggunaan substrat yang tidak berasosiasi dengan pertumbuhan, tetapi berasosiasi dengan pembentukan produk dan pemeliharaan sel. Nilai ß diperoleh dari persamaan ß = dS/dt stationer Xmaks
.................................................................................. (9)
2.7. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus dapat diklasifikasikan dalam domain Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Bacillales dan famili Staphylococcaceae. S.aureus adalah bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif, Gram-positif, koagulase positif, katalase positif dan menghasilkan asam laktat. Sel staphylococci ini berbentuk bulat berdiameter 1µm, berwarna kuning terang dan bergerombol seperti anggur (Gambar 5). Pada tahun 1884, Rosenbach menjelaskan bahwa terdapat dua jenis koloni berwarna pada staphylococci yaitu Staphylococcus aureus (kuning) dan Staphylococcus albus (putih). S. albus ini 16
sekarang bernama S. epidermidis. Terdapat lebih dari 20 spesies Staphylococcus yang digambarkan dalam Bergey's Manual (2001), namun hanya S. aureus dan S.epidermidis yang banyak berinteraksi dengan manusia. S.aureus dapat memproduksi enzim katalase dan dapat mengubah H2O2 menjadi air dan oksigen. Uji katalase inilah yang membedakan staphylococci dari enterococci dan streptococci (http://www.textbookofbacteriology.net/staph.html). S. aureus pertama kali ditemukan oleh ahli bedah Sir Alexander Ogston di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1880 dari abses luka operasi. Bakteri ini dikenal secara umum sebagai bakteri penyebab infeksi pada luka di kulit, mulai dari infeksi ringan maupun penyebab penyakit menahun seperti meningitis, pneumonia, endocarditis dan Toxic Shock Syndrome (TSS). Pada ternak S.aureus dikenal sebagai penyebab mastitis (peradangan kelenjar susu/ambing).
Gambar 5. Koloni Staphylococcus.aureus (http://202.114.65.51/fzjx/wsw/newindex/tuku/MYPER/zxj/z xjimage). Berbagai komponen S.aureus yang berperan dalam mekanisme infeksi adalah : (1) Polisakarida dan protein yang merupakan substansi penting di dalam dinding sel, seperti protein adhesion hemaglutinin dan glikoprotein fibronectin. Protein ini berperan dalam proses kolonisasi bakteri pada jaringan inang; (2) Invasin yang berperan dalam penyebaran bakteri di dalam jaringan, misalnya leukocidin, kinase, hyaluronidase; (3) Kapsul
yang dapat menghambat
fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear: (4) Protein A, koagulase dan koagulase yang terikat pada sel (clumping factor) untuk menghindarkan diri dari
17
respon imun inang. Protein A adalah protein permukaan yang umum terdapat pada S.aureus dan memiliki kemampuan untuk berikatan dengan bagian Fc immunoglobulin G (IgG) berbagai species mamalia dan juga pada beberapa species protein A ini dapat berikatan dengan bagian Fc IgA dan IgM (Kusunoki et al. 1992). Studi peran protein A terhadap tingkat virulensi S.aureus menunjukkan bahwa bakteri yang tidak memiliki protein A menunjukkan pengurangan virulensi terhadap infeksi subkutan dan peritoneal pada mencit, tapi tidak pada mastitis (Foster 1992, Arbuthnott et al. 1983); (5) Substansi biokimia, seperti : karotenoid dan katalase, dapat membuat bakteri bertahan hidup dalam fagosit; (6) Toksin yang dapat merusak membran sel dan jaringan inang (Todar 1998). S.aureus juga memiliki beberapa faktor virulen lain seperti beberapa jenis enzim yang dihasilkan yaitu (1) Koagulase, yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dan mencegah aktifitas fagositosis, karena sel granulosit sulit menembus gumpalan fibrin; (2) Hyaluronidase, adalah eksoenzim yang ditemukan lebih dari 90% pada S.aureus dan mampu menghidrolisis asam hyaluronat yang merupakan substansi jaringan ikat. Hal ini akan menyebabkan infeksi meluas; (3) Lipase, enzim ini bersifat lipolitik dan tidak memerlukan substrat yang spesifik. Lipase aktif pada berbagai macam substrat termasuk plasma lemak dan minyak yang terakumulasi di permukaan tubuh. Materi ini digunakan untuk mempertahankan diri dan aktifitas paling besar terdapat di kelenjar sebasea; (4) Nuklease, enzim nuclease yang diproduksi S.aureus bersifat kuat, tahan pendidihan dan hanya aktif dengan kehadiran ion kalsium. Nuklease adalah fosfodiesterase bersifat endo dan eksonukleolitik yang memotong DNA atau RNA menjadi 3’fosfomononukleotida (Joklik et al.1980 diacu dalam Abrar 2001).
18
III BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2007 - November 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pangan, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.
Identifikasi isolat bakteri
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi IPB. 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrophotometer, bioreaktor volume 2 liter, inkubator goyang, sentrifuse, laminar air flow, freeze dryer, timbangan analitik, pengaduk bermagnet, vortex, kantung dialisis, penangas air, inkubator suhu 37oC, 55oC, dan 70oC, piranti elektroforesis gel (Biorad, USA), kolom kromatografi, pengumpul fraksi, pH meter, pipet mikro (Gilson) dan alat-alat gelas. Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat Staphylococcus aureus MBXi-K4 (hasil isolasi bakteri dari tongkol jagung oleh Inda Setyawati, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB), substrat oat spelt xylan (Sigma), xilan pollard, ekstrak khamir, K2HPO4, NaCl, MgSO4.7H2O, Na2HPO4, NH4Cl, bacto agar, bufer Tris-HCl, 3,5-dinitro salycilic acid (DNS), NaOH, NaK tartarat, xilosa, dan aquades. Analisa kadar protein enzim xilanase menggunakan pereaksi Bradford,
standar bovine serum albumine (BSA),
sephadex G-100 (Sigma), Amonium Sulfat, Sodium Dodesil Sulfat (SDS), Poliakrilamida, bis akrilamida, N,N,N,N-Tetrametiletilendiamina (TEMED), glisin, protein penanda dengan bobot molekul rendah, pewarna perak nitrat (AgNO3), Na2CO3, dan
etanol 95%. Matrik untuk kolom kromatografi gel
filtrasi adalah Sephadex G-100.
19
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Ekstraksi Xilan Dedak Gandum Xilan dedak gandum digunakan sebagai substrat pada produksi skala 2 liter. Skema ekstraksi xilan dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini. dedak gandum 40 mesh Perendaman dalam NaOCl 1% (1:1) Selama 5 jam Air
pencucian penyaringan air + lignin Dedak gandum terdelignifikasi Pengeringan pada suhu 500C Selama 48 jam
air
Bubuk dedak gandum terdelignifikasi kering Perendaman dalam NaOH 15% Selama 24 jam pada suhu 280C Penyaringan filtrat + etanol 90% (1:3)
ampas
Endapan fraksi xilan
Pengeringan pada suhu 400C
Bubuk fraksi xilan
Gambar 6. Skema ekstraksi xilan dari dedak gandum (Agustina 2000).
20
3.3.2. Produksi Xilanase Isolat Staphylococcus aureus MBXi-K4 diremajakan pada Luria Agar (tripton 10g/L, ekstrak khamir 5 g/L, NaCl 10g/L dan bacto agar 15g/L). Media propagasi disiapkan dengan komposisi sesuai dengan media pertumbuhannya sebesar 10% (v/v) dari media kerja bioreaktor. Inokulum yang telah ditumbuhkan pada pH dan suhu optimalnya ditambahkan ke dalam media produksi dengan substrat xilan pollard 0.7% (Nakamura et al. 1993; Dung et al. 1993). Komposisi media pertumbuhan mikroorganisme penghasil xilanase adalah seperti dalam Tabel 4. Produksi dilakukan dalam bioreaktor volume 2 liter dengan volume media total 1500 ml, dikultivasikan pada suhu 37oC dan pH awal 7 dengan kecepatan putaran 160 rpm dan laju aerasi 1 vvm, selama 96 jam. Analisis kinetika proses kultivasi dan pengukuran aktifitas xilanase yang dihasilkan dari isolat lokal yang diuji dilakukan pada selang waktu 6 jam dan 24 jam. Tabel 4. Komposisi media pertumbuhan S.aureus MBXi-K4 (Dung et al. 1993). Substrat Komposisi Media (% b/v) Ekstrak khamir
0.2
K2HPO4
1.5
MgSO4.7H2O
0.025
Oat Spelt xylan
0.7
NaCl
0.25
NH4Cl
0.5
Na2HPO4
0.5
pH
7.0
3.3.3. Pengujian Aktifitas Enzim Xilanase Aktifitas enzim xilanase ditentukan dengan mengukur gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis 100 µl substrat oat spelt xylan (1% dalam 0,1 M bufer Tris-Hcl pH 7.5) oleh 0.01 ml enzim pada suhu optimalnya (70oC) selama
21
30 menit. Gula pereduksi yang terbentuk diukur dengan metode DNS (Miller 1959). Pengukuran dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml reagen DNS (3,5-dinitrosalysilic acid) untuk mengakhiri reaksi enzimatis dan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah didinginkan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kontrol dibuat dengan perlakuan yang sama dengan sampel, hanya penambahan enzimnya setelah campuran ditambahkan pereaksi DNS. Blanko dibuat dengan menggunakan aquades. Satu unit aktifitas enzim (U) adalah banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 μmol xilosa /menit/ml pada kondisi tertentu. Aktifitas Xilanase (unit/mL) =
(Csp − Ckt)×1000× fp T × BMXilosa
Keterangan : Csp
= Kadar xilosa sampel
Ckt
= Kadar xilosa kontrol
T
= waktu inkubasi
Fp
= faktor pengenceran
BM xilosa= Berat molekul xilosa (150,3 g/mol) 3.3.4 Pengukuran Kadar Protein Kadar protein diukur dengan metode Bradford (1976). Sebanyak 100 µl larutan enzim xilanase ekstrak kasar direaksikan dengan 1 ml pereaksi Coomassie Brilliant Blue G-250 dikocok hingga homogen dengan vortex dan dibiarkan selama 5 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan aquades 100 µl direaksikan dengan 1 ml pereaksi Bradford (CBB G-250). Standar protein menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) pada kisaran 0,04 – 0,4 mg protein/ml dari stok BSA 2 mg/ml. 3.3.5 Stabilitas Xilanase Terhadap pH dan Suhu Pengaruh pH terhadap aktifitas enzim diuji dengan cara mereaksikan larutan enzim dengan substrat pada suhu 70oC selama 30 menit pada kondisi larutan bufer pH 4, 6, 7,5 dan 8. Larutan bufer yang digunakan yaitu bufer asetat (pH 4), bufer phosphat (pH 6), bufer Tris-HCl (pH 7,5 dan 8). Stabilitas enzim 22
terhadap pH diuji dengan menginkubasi larutan enzim dalam 100 mM larutan bufer pada berbagai pH selama 2 jam dengan selang 15’, 30’, 45’,60’,90’ dan 120’. Aktifitas enzim tersisa diukur dengan metode DNS (Miller 1959). Stabilitas aktifitas xilanase terhadap suhu diuji dengan cara mereaksikan larutan enzim
selama 120 menit pada berbagai suhu (70o, 80o, dan 90o).
Aktifitas enzim sisa diukur tiap 15’,30’, 45’, 60’,90’ dan 120 menit dengan menggunakan metode DNS (Miller 1959) pada suhu optimumnya selama 30 menit. 3.3.6 Parameter Kinetika Reaksi Enzimatik Penentuan nilai Vmaks dan Km (Konstanta Michaelis-Menten) dilakukan dengan cara menginkubasi 0,2 ml larutan enzim ke dalam campuran 2 ml substrat oatspelt xylan dalam 100 mM bufer Tris-HCl pH 7,5 pada berbagai konsentrasi (0,5% - 2%). Campuran enzim-substrat diinkubasikan pada suhu optimum (70oC) selama 30 menit.
Setiap 5 menit sekali sampel diambil
sebanyak 100 µl dan ditambahkan 1 ml larutan DNS dan dimasukkan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit kemudian didinginkan, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Kadar gula pereduksi yang terbentuk dihitung dengan persamaan kurva standar xilosa. Nilai Vmaks dan Km ditentukan melalui transformasi linier persamaan Michaelis Menten ke dalam persamaan Lineaweaver-Burk : 1 = Km [V] Vmaks
1 [S]
+ 1 . [Vmaks]
Grafik hubungan 1/[S] dengan 1/[v] merupakan persamaan linier dimana kemiringan garis (slope) adalah nilai Km/Vmaks. 3.3.7 Pengendapan Xilanase Menggunakan Amonium Sulfat Xilanase diendapkan pada suhu dingin (diatas penangas es) dengan cara menambahkan amonium sulfat yang telah dihaluskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan enzim ekstrak kasar sambil diaduk perlahan dengan menggunakan pengaduk bermagnet sampai mencapai kejenuhan tertentu (40% – 60%). Pengadukan dilanjutkan selama 15 menit kemudian larutan didiamkan dalam 23
ruang pendingin (cool room) selama semalam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara sentrifugasi kemudian dilarutkan dalam 100 mM bufer Tris-HCl pada pH 7,5. Hasil pengendapan amonium sulfat didialisis menggunakan kantong dialisis dengan ukuran Molecular Weight Cut Off (MWCO) 12 kDa dalam 0,1 M bufer Tris-HCl pH 7,5 selama semalam dan bila perlu bufer dapat diganti 2 atau 3 kali.
3.3.8 Pemurnian Xilanase Menggunakan Kromatografi Filtrasi Gel Xilanase dimurnikan dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel. Matriks Sephadex G-100 sebanyak 2,7 gram dikembangkan dalam 0,1 M bufer Tris-HCl pH 7,5 dan dipanaskan selama 1 jam kemudian didinginkan semalaman. Matrik dituang kedalam kolom kromatografi dan diseimbangkan dengan bufer yang sama dengan kecepatan alir 0,5 ml/menit. Setiap 3 ml eluen ditampung,
diukur
menggunakan
kadar
proteinnya
uv-spektrofotometer
pada
dengan
mengukur
panjang
absorbansinya
gelombang
280
nm.
Kemurnian xilanase dianalisis dengan SDS-PAGE. 3.3.9 Elektroforesis/ SDS-PAGE (Laemmli 1970) Penentuan berat molekul xilanase dilakukan dengan metoda SDS-PAGE. Sampel sebanyak 100 μl diambil dan dicampur dengan bufer loading sebanyak 10 μl. Campuran dipanaskan pada suhu 95oC selama 5 menit, agar terjadi pemutusan ikatan peptida, dan protein terdenaturasi. Penanda Low Molecular Weight (LMW) Fermentas dilarutkan dalam bufer loading yang mengandung merkaptoetanol
dan disimpan dalam freezer sampai saatnya digunakan.
Penanda protein dimasukkan pada sumur pertama dan sampel yang lain pada sumur berikutnya. 3.3.9.1. Running. Proses running dilakukan dengan cara menyambungkan alat elektroforesis pada catu daya 100 volt dan arus 50 mA.
Bufer running
digunakan sebagai konduktor. Bagian atas adalah katoda dan bagian bawah
24
adalah anoda. Protein akan bermigrasi dari katoda (muatan negatif) ke anoda (muatan positif). Proses dilakukan pada suhu rendah selama sekitar 3 jam.
Proses
dihentikan jika pewarna bromofenol biru telah mencapai sekitar 1 cm dari bagian paling bawah gel pemisah. Pelat kaca dilepaskan dari piranti elektroforesis, dengan menggunakan spatula lebar dan gel dpisahkan dari pelat kaca. Gel diwarnai menggunakan teknik pewarnaan perak atau Coomasie Brilliant Blue. 3.3.9.2 Staining dan Destaining Gel. Gel hasil elektroforesis diletakkan dalam wadah, dan dituangi dengan larutan pewarna CBB-R.
Kemudian digoyang
dalam shaker selama 30 menit. Setelah pewarnaan selesai, larutan pewarna diambil dan diganti dengan larutan destaining sebanyak 300 ml selama 30 menit. Proses destaining yang dilakukan selama semalam, dapat mendeteksi adanya protein sampai sebesar 0.1 μg pada satu pita. Perhitungan
berat
molekul
xilanase
dilakukan
dengan
cara
membandingkan jarak migrasi pita xilanase dengan pita protein penanda yang memiliki berat molekul rendah (Low Molecular Weight Marker) dari Pharmacia dan Fermentas. Persamaan linier protein penanda diperoleh dengan membuat grafik antara Rf dan logaritma berat molekul protein penanda. Perkiraan berat molekul xilanase dihitung dari persamaan linier tersebut. Rf = jarak migrasi pita protein Jarak migrasi bromfenol biru
3.3.10 Zimogram Aktifitas xilanase di dalam gel ditentukan melalui analisis zimogram, dengan menambahkan 0.1 % (w/v) substrat oat spelt xylan kedalam campuran gel poliakrilamid sebelum polimerisasi. Setelah elektroforesis, gel direnaturasi dengan merendamnya dalam 2,5% (w/v) Tritone-X 100 selama satu jam. Gel kemudian diinkubasi di dalam 0,1 M bufer Tris-HCl pada pH optimum dan pada suhu optimum enzim selama semalaman Setelah itu diwarnai dengan 0,1% (w/v) pewarna Congo-red selama 30 menit dan dicuci (destaining) dengan larutan NaCl 1 M selama 30 menit - 1 jam. 25
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ekstraksi Xilan Dedak Gandum Proses ekstraksi diawali dengan perlakuan pendahuluan pada dedak gandum, yaitu penggilingan (grinding) sampai diperoleh ukuran bubuk pollard 40 mesh.
Proses berikutnya adalah delignifikasi untuk memisahkan bagian
lignin dari hemiselulosa dan selulosa dengan menggunakan pelarut natrium perklorat. Proses perendaman dengan NaOH adalah upaya untuk memisahkan hemiselulosa dan selulosa. Bagian yang larut dalam NaOH merupakan hemiselulosa dan bagian yang tidak larut (ampas) adalah selulosa. Filtrat yang diperoleh kemudian diendapkan dengan etanol 90% dan dikeringkan untuk mendapatkan bubuk fraksi xilan. Hasil neraca massa ekstraksi xilan dedak gandum ini dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5. Hasil ekstraksi xilan dari dedak gandum Perlakuan
Berat
Bubuk dedak gandum ukuran 40 mesh 1000 gram Perendaman dalam NaOCl 1% sebanyak 1000 ml selama 5 1800 gram jam pada suhu ruang Bubuk dedak gandum terdelignifikasi 1500 gram Bubuk dedak gandum terdelignifikasi kering 590 gram Filtrat (bubuk fraksi xilan) 160 gram Hasil ekstraksi menghasilkan rendemen xilan dedak gandum sebesar 160 gram kering per 1000 gram dedak gandum atau sebesar 16%. Hasil ekstraksi ini lebih kecil daripada hasil prosentase xilan asal dedak gandum yang dilaporkan oleh Parajo et al. (2004) sebesar 26,8% namun lebih tinggi jika dibandingkan kadar xilan dari tongkol jagung yang dilaporkan oleh Richana (2006) sebesar 12,4%. Beberapa foto proses ekstraksi xilan dari dedak gandum dapat dilihat pada Gambar 7. Ekstraksi xilan dengan metode seperti dicantumkan pada Gambar 6 ini juga dilakukan oleh Richana (2006) pada ekstraksi xilan tongkol jagung dan menghasilkan xilan dengan tingkat kemurnian 97,47%.
26
Xilan hasil ekstraksi dedak gandum digunakan sebagai sumber karbon dalam produksi xilanase.
Pada produksi skala laboratorium substrat yang
digunakan adalah oat spelt xylan dari Sigma, namun pada skala yang lebih besar penggunaan xilan tersebut terlalu mahal. Ekstraksi
xilan dedak gandum
dimaksudkan agar xilan dedak gandum ini dapat menggantikan oat spelt xylan sebagai substrat pada produksi xilanase skala yang lebih besar.
A
B
C
D E F Gambar 7. Proses ekstraksi xilan dedak gandum. A: perendaman dedak gandum dalam NaOCl 1%; B: penyaringan; C: endapan dedak gandum terdelignifikasi; D: perendaman dalam NaOH; E: endapan fraksi xilan; F: bubuk xilan kering siap digiling.
4.2. Produksi Enzim Xilanase Produksi enzim xilanase dari isolat S. aureus MBXi-K4 dilakukan pada bioreaktor dengan volume 2 liter. Proses kultivasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan
nilai-nilai parameter kinetika kultivasinya.
Kinetika kultivasi
dikaji berdasarkan empat hal utama yaitu laju pertumbuhan spesifik (µ), laju pembentukan biomassa (Dx/dt), laju penggunaan substrat (Ds/dt), dan laju pembentukan produk (Dp/dt) yang kesemuanya mengikuti persamaan Monod. Efisiensi pertumbuhan mikroba, pembentukan produk dan penggunaan substrat dapat dinyatakan dalam nilai rendemen biomassa (Yx/s) dan rendemen produk
27
(Yp/s). Produk yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan aktifitas xilanasenya. Substrat yang digunakan adalah 0.7% xilan dedak gandum dengan komposisi media mengacu pada Nakamura et al. (1993) dan Dung et al. (1993). Kultivasi dilakukan selama 96 jam pada suhu 37oC, laju aerasi 1 vvm, laju agitasi 160 rpm dan pH awal 7. Inokulum yang ditambahkan sebanyak 10% dari volume media kerja. Kultur hasil kultivasi disentrifugasi pada 4550 x g selama 10 menit pada suhu 4oC untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim.
Larutan
ekstrak kasar enzim memiliki aktifitas paling tinggi pada jam ke 72 sebesar 2,26 U/ml dan aktifitas spesifiknya sebesar 10,5 U/mg. Berdasarkan pengamatan terhadap data-data yang diperoleh pada proses produksi xilanase dari S. aureus MBXi-K4, terdapat beberapa perbedaan nilai keaktifan enzim yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penelitian serupa menggunakan isolat yang sama oleh Setyawati (2006), dimana aktifitas xilanase pada kondisi optimal sebesar 11,37 U/ml. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan kualitas isolat dan perubahan fisiologis pada bakteri setelah mengalami penyimpanan yang cukup lama dan peremajaan ulang. Pada saat awal digunakan, isolat ini bahkan tidak menghasilkan zona bening ketika ditumbuhkan pada media padat yang mengandung oat spelt xylan. Untuk dapat mengembalikan produktifitas isolat telah dilakukan upaya untuk meremajakan isolat pada media cair yang diperkaya dengan oat spelt xilan pada konsentrasi rendah (0,2%) kemudian secara bertahap ditingkatkan konsentrasinya hingga mencapai 1%. Kultur sebanyak 100 µl disebar pada media padat yang mengandung xilan, dengan komposisi mengacu pada Dung et al.(1993), sampai terbentuk zona bening disekitar koloninya. Perubahan nilai pH, berat kering sel (biomassa), aktifitas enzim dan kadar protein diamati tiap 6 jam sekali sampai 48 jam dan tiap 24 jam sampai jam ke 96. Pada Gambar 8 - 11 dapat dilihat kurva yang menggambarkan parameter-parameter yang diamati dalam proses produksi enzim xilanase. 4.2.1. Pertumbuhan Biomassa.
Pertumbuhan sel pada S.aureus MBXi-K4
mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya, yaitu terbagi menjadi tiga fase pertumbuhan. Fase-fase tersebut adalah fase awal (lag phase), 28
diikuti oleh fase eksponensial atau fase pertumbuhan cepat, fase stationer dan fase menurun (fase kematian). Laju pertumbuhan biomassa dan pembentukan xilanase terlihat memiliki kecenderungan yang sama. Pada 6 jam pertama adalah periode adaptasi mikroorganisme terhadap lingkungannya. Pada fase ini terjadi sintesa enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme mikroba. Selama periode ini tidak terjadi perbanyakan sel. Pada periode ini laju pertumbuhan sel (dx/dt) = 0, demikian pula laju pertumbuhan spesifik (µ) = 0.
Pembentukan produk
(xilanase) juga belum begitu tinggi. Pada jam ke-12 terlihat mulai menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi hingga mencapai puncaknya pada jam ke 72. Produksi enzim dan biomassa ini menurun pada jam ke-96 dimana kurva pertumbuhan telah memasuki fase pertumbuhan lambat dan memasuki fase kematian sel. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan xilanase ini berasosiasi
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
2,5 2 1,5 1 0,5
aktifitas xilanase (U/ml)
biomassa (g/l)
dengan pertumbuhan sel.
0 0
6
12 18 24 30 36 42 48 72 96 jam ke biomassa Aktifitas xilanase
Gambar 8. Grafik laju pertumbuhan biomassa dan aktifitas xilanase. Berat kering sel maksimum diperoleh sebesar 4,6 (g/l) pada jam ke-72 dengan aktifitas xilanase 2,26 U/ml. Waktu optimum kultivasi xilanase pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian Haq et al. (2002) yang menunjukkan bahwa xilanase yang diproduksi dari Aspergillus niger GCBMX-45 memiliki aktifitas xilanase tertinggi sebesar 1850 (U/g) pada jam ke-72 dan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu kultivasi. Waktu kultivasi optimum ini sama dengan waktu kultivasi optimum produksi xilanase dari Chaetomium 29
thermophile yang dilaporkan oleh Hayat et al. (2001) dicapai pada jam ke-72 dengan aktifitas spesifik xilanase yang lebih kecil yaitu 20,68 U/mg. Richana (2006) memproduksi xilanase dari Bacillus pumillus RXAIII-5 dengan hasil biomassa tertinggi sebesar 2,8 g/l pada jam ke-42 pada perlakuan laju aerasi 1 vvm dan kecepatan agitasi 200 rpm, sedangkan aktifitas tertinggi xilanase sebesar 92,5 U/ml pada jam ke-24 dengan kondisi proses yang sama. Xilanase dari Staphylococcus sp SG13 diperoleh pada jam ke-48 dengan aktifitas enzim sebesar 0,28 U/ml (Gupta et al. 2000). 4.2.2. Perubahan Nilai pH. Perubahan nilai pH dan hubungannya dengan pertumbuhan biomassa selama proses kultivasi xilanase oleh S.aureus MBXi-K4 diperlihatkan pada Gambar 9.
Penentuan nilai pH awal sebesar 7.0 adalah
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
7,1 7 6,9 6,8 6,7 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 0
6
biomassa (g/l)
pH
berdasarkan studi literatur (Dung et al. 1993).
12 18 24 30 36 42 48 72 96 jam ke pH
biomassa
Gambar 9. Grafik perubahan nilai pH dan laju pertumbuhan biomassa. Penurunan nilai pH dimulai pada jam ke-0 (t=0) yaitu menjadi 6,9. Hal ini diduga berasal dari inokulum yang telah ditumbuhkan selama 24 – 30 jam. Selama pertumbuhan tersebut diduga telah terjadi pembentukan asam sebagai hasil samping dari proses metabolismenya. Nilai pH ini mempunyai kecenderungan untuk menurun seiring dengan peningkatan biomassa dan kembali meningkat pada jam ke-96 pada saat pembentukan biomassa mulai menurun.
30
Perubahan nilai pH dapat disebabkan oleh penggunaan amonium dalam media tumbuh sebagai sumber nitrogen. Amonium dalam keadaan terdisosiasi (NH3+), akan bergabung dengan mikroorganisme membentuk sel dalam bentuk R-NH3+ dan meninggalkan ion H+ didalam kultur (Wang et al. 1978). Nilai pH yang kembali meningkat menunjukkan bahwa produksi biomassa sudah mulai menurun sehingga proses metabolismenya juga menurun dan asam yang merupakan produk sampingnya tidak dihasilkan lagi. 4.2.3. Pembentukan Produk. Produk yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah enzim xilanase yang terbentuk, yang dinyatakan dalam pengukuran aktifitas spesifik enzim (U/mg protein).
Hasil pengamatan terhadap
pembentukan produk dan laju penggunaan substrat disajikan pada Gambar 10
12
0,25
10
0,2
8
0,15
6 0,1
4
0,05
2 0
kadar protein (mg/ml)
Aktifitas enzim spesifik (U/mg)
dan 11 di bawah ini.
0 0
6
12
18
24 30 36 jam ke
Aktifitas Spesifik
42
48
72
96
Kadar protein
Gambar 10. Grafik perubahan kadar protein dan aktifitas spesifik enzim. Kadar protein terlihat pada 6 jam awal proses kultivasi cenderung mengalami peningkatan yang sedikit, namun peningkatan itu semakin tinggi sampai mencapai puncaknya pada jam ke-72 sebesar 0,23 mg/ml dimana pada jam tersebut keaktifan xilanase yang diamati telah mencapai nilai tertinggi pula yaitu sebesar 10,5 U/mg. Pada pengamatan jam ke-96 terlihat bahwa baik kadar protein maupun aktifitas enzim xilanase telah mengalami penurunan. Dapat diamati pula dari kurva produksi xilanase ini bahwa produksi enzim tertinggi justru terjadi pada akhir fase eksponensial. Pola pembentukan produk ini sesuai 31
dengan pola pertumbuhan biomassa dan kadar protein total.
Fenomena ini
semakin memperkuat dugaan bahwa xilanase merupakan produk metabolit primer yang berasosiasi dengan pertumbuhan sel. Hal ini disebabkan karena produk metabolit diantaranya xilanase digunakan untuk kelangsungan hidup sel
0,9 0,8
4
0,7 0,6
3
0,5
2,5
0,4
2
0,3
1,5 1
0,2
0,5
0,1
0
kadar gula pereduksi (mg/ml)
5 4,5 3,5 biomassa (g/l)
aktifitas xilanase (U/ml)
dengan cara mendegradasi xilan sebagai sumber karbon.
0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
72
96
jam ke biomassa
Aktifitas xilanase
gula pereduksi (mg/ml)
Gambar 11. Grafik laju konsumsi substrat, pertumbuhan biomassa dan pembentukan produk. Faktor-faktor dasar yang penting dalam produksi xilanase ini adalah pemilihan substrat penginduksi xilanase dan komposisi media yang optimal (Kulkarni et al. 1999). Xilosa merupakan induser yang efektif dan menjadi sumber karbon bagi produksi xilanase pada beberapa mikroorganisme seperti Aerobasidium pullulans, Fusarium oxysporum (Christakopoulos et al . 1999 diacu dalam Gupta et al. 2009) dan Thermomyces lanuginosus. Pemilihan mikroorganisme sebagai penghasil xilanase juga perlu diperhatikan. Beberapa kajian mengenai produksi xilanase, menunjukkan bahwa kapang berfilamen merupakan pilihan yang lebih menarik karena kapang tersebut mengeluarkan enzim kedalam media (ekstraseluler) dan memproduksi xilanase dengan keaktifan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ragi (yeast) maupun bakteri.
Kapang Trichoderma reesei dilaporkan mampu
32
memproduksi xilanase sebesar 3350 IU/ml, sedangkan Schizophyllum commune menghasilkan 22700 IU/g
xilanase dan Trichoderma hamatum dilaporkan
memproduksi xilanase 7000 IU/g pada fermentasi media padat menggunakan jerami gandum sebagai substrat (Kulkarni et al. 1999). 4.2.4. Kinetika Kultivasi Staphylococcus aureus MBXi-K4.
Berdasarkan
data pengamatan diatas, pertumbuhan sel S.aureus MBXi-K4 pada substrat xilan pollard dengan konsentrasi 0,7% diperoleh nilai Xmaks = 4,6 g/l. Data pertumbuhan sel ini dipetakan berdasarkan persamaan logistik dX/dt = µX . Penurunan persamaan dasar tersebut diperoleh dengan cara mengintegralkan persamaan itu sehingga diperoleh nilai ln (Xt/Xo) = µΔt. Hasil pemetaan data diperoleh persamaan linier ln (X) = 0,107x + 0,134. Kemiringan garis (slope) adalah nilai laju pertumbuhan spesifik biomassanya (µ) yaitu sebesar 0,107 (jam-1).
Laju pertumbuhan spesifik (µ) besarnya tidak konstan tergantung
kondisi lingkungan fisik dan kimia. Nilai maksimumnya dicapai pada saat fase eksponensial. 1,4
y = 0,107x + 0,134 R² = 0,781
ln biomassa (g/l)
1,2 1 0,8 0,6
ln (X)
0,4 0,2 0 0
6
12
18
24
30 36 jam ke
42
48
72
96
Gambar 12. Penentuan laju pertumbuhan biomassa spesifik (µ). Laju pertumbuhan spesifik (µ) yang diperoleh (Gambar 12) lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Richana (2006), yang menunjukkan laju pertumbuhan spesifik biomassa dari Bacillus pumillus RXAIII-5 untuk produksi xilanase sebesar 0,081 (jam-1) pada aerasi 1 vvm dan agitasi 200 rpm. 33
Rendemen produk (Yp/s) diperoleh dengan cara memetakan nilai - nilai (P-Po)
yang merupakan data dari aktifitas enzim xilanase (U/ml) terhadap
penggunaan substrat (So-S). Kemiringan garis yang diperoleh (slope) adalah nilai Yp/s-nya, yaitu sebesar 2,255 (U produk /mg substrat).
Hal ini
menunjukkan bahwa selama proses kultivasi berlangsung diperoleh nilai efisiensi penggunaan substrat dimana setiap miligram xilosa yang dikonsumsi akan dihasilkan 2,255 Unit xilanase. Kurva perhitungan rendemen produk ini dapat dilihat pada Gambar 13. Rendemen xilanase yang dihasilkan dalam proses kultivasi dipengaruhi oleh berbagai macam kombinasi faktor. Faktor tersebut termasuk aksesibilitas substrat, laju dan banyaknya xilooligosakarida dan xilosa yang dilepaskan. Peran penting xilosa, xilobiosa, xilooligosakarida dan heterodisakarida dari xilosa dan glukosa adalah sebagai induser bagi regulasi biosintesa xilanase. Parameter bioproses lain yang mempengaruhi aktifitas dan produktifitas xilanase dalam proses kultivasi adalah pH, temperatur dan agitasi (Kulkarni et al. 1999).
y = 2,255x ‐ 0,337 R² = 0,639
2,5 2
P‐Po
1,5 1 P‐Po
0,5 0 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
‐0,5 So‐S
Gambar 13. Perhitungan nilai rendemen produk (Yp/s) Rendemen biomassa diperoleh dengan cara memetakan nilai (X-Xo) terhadap penggunaan substrat (So-S). Kemiringan garis (slope) adalah nilai Yx/s, yaitu sebesar 0,004 (g biomassa / g substrat) dengan kata lain efisiensi substrat untuk pembentukan sel adalah sebesar 0,004 atau dapat dikatakan dalam
34
setiap gram substrat yang dikonsumsi akan diperoleh 4 mg biomassa. Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. 4,0 y = 0,004x ‐ 0,429 R² = 0,865
X‐Xo
3,0 2,0
X‐Xo
1,0 0,0 0
200
400
600
800
1.000
‐1,0 So‐S
Gambar 14. Perhitungan nilai rendemen biomassa (Yx/s) Kajian kinetika fermentasi ini penting dilakukan untuk dapat mempelajari kondisi fermentasi yang terbaik.
Untuk dapat memproduksi xilanase dalam
skala yang lebih besar diperlukan optimasi proses produksi berdasarkan nilainilai kinetika proses yang diperoleh dalam penelitian awal ini agar dapat menentukan kelayakan secara teknik dan ekonomi. Pendekatan model logistik dan Luedecking-Piret ini merupakan model yang telah digunakan oleh Muthuvelayudham dan Viruthagiri (2007) dalam proses fermentasi selulosa untuk menghasilkan enzim selulase. 4.3. Karakteristik Enzim Xilanase 4.3.1 Pengaruh Suhu. Karakteristik xilanase yang diamati adalah ketahanan enzim terhadap suhu dan terhadap pH. Hal ini penting dilakukan mengingat laju reaksi katalisis enzim sangat dipengaruhi baik oleh suhu maupun pH. Respon enzim xilanase terhadap suhu dan aktifitas relatifnya dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16 dibawah ini. Pada suhu 70oC, aktifitas awal enzim adalah sebesar 1,7 U/ml . Keaktifan relatif xilanase menurun pada menit ke-15 yaitu menjadi sebesar 1,1 U/ml yang berarti aktifitasnya tersisa sebesar 66,2% dari aktifitas awal. Keaktifan relatif xilanase sedikit mengalami peningkatan pada menit ke -30, yaitu sebesar 71,5%
35
dan kembali menurun pada menit ke-45 namun secara keseluruhan masih dapat mempertahankan keaktifannya sampai menit ke 120 sebesar 0,3 U/ml, dengan Pada suhu 80oC , aktifitas enzim xilanase
keaktifan relatif sebesar 17,9%.
sebesar 0,86 U/ml. Keaktifan xilanase ini sedikit menurun pada menit ke-15 menjadi 92,5% dari aktifitas awalnya. Penurunan ini jauh lebih kecil daripada penurunan keaktifan enzim pada suhu 70oC, meskipun jika dilihat dari nilai aktifitas enzimnya justru lebih rendah. Pada menit ke-30 aktifitas xilanase tersisa menjadi sebesar 0.689 U/ml atau jika dinyatakan dalam keaktifan relatifnya
aktifitas enzim (U/ml)
sebesar 79,7% dari keaktifan awal. 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0'
15' suhu 70
30' 45' waktu (menit) suhu 80
60'
90'
120'
suhu 90
Gambar 15. Kurva ketahanan xilanase terhadap suhu Xilanase tahan pada suhu 90oC selama 15 menit dengan aktifitas awal sebesar 0,57 U/ml. Nilai aktifitasnya menurun tajam sejak menit ke-15 yaitu menjadi sebesar 0.233 U/ml atau sebesar 41% dari keaktifan awal. Karakter xilanase yang tahan terhadap suhu 70oC – 80oC selama 30 menit ini memiliki peluang untuk dapat diaplikasikan dalam pembuatan pakan jadi dalam bentuk pellet.
Proses pelleting merupakan proses pengolahan pakan dengan
penambahan panas melalui uap panas (steam) berkisar selama 20 – 255 detik tergantung dari jumlah bahan pakan yang diolah. Penambahan uap panas ini akan meningkatkan temperatur bahan pakan sekitar 5% dengan temperatur akhir 70oC – 90oC (Moran, 1989). Diperkirakan xilanase yang dihasilkan masih dapat
36
mempertahankan aktifitasnya mengingat perlakuan panas ini berlangsung cukup singkat. Pada Gambar 16 terlihat bahwa enzim pada suhu 80oC menunjukkan tingkat penurunan keaktifan yang lebih kecil jika dibandingkan pada suhu 70oC dan 90oC, meskipun dari aktifitas enzimnya lebih rendah daripada aktifitas pada suhu 70oC. Hal ini diduga karena pada ekstrak kasar enzim ini tidak hanya terdapat satu jenis xilanase saja. Hasil zimogram menunjukkan adanya tiga zona bening pada gel dengan bobot molekul yang berbeda. Perbedaan jenis xilanase yang dihasilkan dapat memberikan karakter yang berbeda pula. Pada suhu 80oC diduga terdapat xilanase dengan aktifitas yang lebih kecil namun memiliki konformasi dan susunan asam amino yang lebih tahan terhadap suhu tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa berbagai mikroorganisme dapat menghasilkan lebih dari satu jenis xilanase. Roy et al. (2000) melaporkan bahwa Aeromonas caviae W-61 menghasilkan 5 jenis xilanase ekstraseluler, yaitu xilanase 1,2,3,4 dan 5. Masing-masing memiliki bobot molekul 22 kDa, 41kDa, 58 kDa, 120 kDa dan 140 kDa dengan aktifitas spesifik enzim berturut-turut 23, 0,21, 1,7, 65 dan 25 U/mg protein. Streptomyces sp. S38 menghasilkan 3 xilanase dengan bobot molekul masing-masing sebesar 24,5 kDa, 37,5 kDa dan 38 kDa dengan pI 9,8, 5,2 dan 4,7 (Georis et al. 2000). Subramaniyan dan Prema (2002) dalam ulasannya tentang bioteknologi mikrobial xilanase mengatakan bahwa Phanerochaete chrysosporium yang ditumbuhkan pada substrat avicel mampu menghasilkan 30 jenis xilanase yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari pita-pita protein yang dapat dipisahkan dengan analisis elektrofokus.
37
% relatif keaktifan xilanase
120 100 80 60 40 20 0 0'
15' suhu 70
Gambar 16.
30' 45' 60' waktu (menit) suhu 80
90'
120'
suhu 90
Keaktifan relatif enzim terhadap suhu pada berbagai waktu inkubasi.
Enzim xilanase memiliki aktifitas maksimum pada suhu tertentu. Xilanase yang dihasilkan S.aureus MBXi-K4 adalah enzim yang cukup tahan panas dengan suhu optimum 70oC. Setelah mencapai aktifitas maksimum pada suhu optimumnya, aktifitas enzim akan kembali menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa suhu sangat mempengaruhi laju reaksi katalisis enzim. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi enzim sampai mencapai suhu optimumnya. Terjadinya peningkatan kecepatan reaksi enzim tersebut karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi (Suhartono 1989).
Peningkatan suhu diatas suhu
optimum akan menyebabkan peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim, sehingga akan menyebabkan rusaknya interaksi non kovalen (ikatan hidrogen, ikatan van der waals, dan interaksi elektrostatik) yang menjaga struktur tiga dimensi enzim secara bersama-sama. Hal ini akan menyebabkan enzim mengalami denaturasi.
Denaturasi
menyebabkan struktur lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif enzim berubah dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan aktifitas enzim (Hames dan Hoper 2000). Pada suhu tinggi substrat juga dapat mengalami perubahan konformasi sehingga gugus reaktifnya tidak dapat lagi atau mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim (Suhartono 1989).
38
Enzim xilanase dari Bacillus thermoleovorans K-3d dan Bacillus flavothermus LB3A dilaporkan tetap stabil setelah diinkubasi pada suhu 70oC selama 2 jam.
Pada suhu 80oC xilanase dari isolat K-3d dan LB3A
menunjukkan waktu paruh 18 dan 10 menit (Sunna et al. 1997). Xilanase yang diperoleh dari pengklonan gen XynB dari Thermotoga maritima MSB8 pada vektor E. coli dan Pichia pastoris mempunyai temperatur optimum pada 90oC dan setelah inkubasi pada suhu 100oC selama 30 menit masih mempertahankan 70% dari keaktifan enzimnya (Yang et al. 2005). Penelitian Damaso et al . (2002) terhadap xilanase yang dihasilkan oleh Thermomyces lanuginosus IOC4145 menunjukkan bahwa enzim tersebut stabil pada suhu 50ºC dengan waktu paruh 24 jam. Pada suhu 60ºC enzim dapat mempertahankan aktifitasnya sebesar 50% dari aktifitas awal, setelah 4 jam inkubasi. Pada saat suhu ditingkatkan menjadi 70ºC, lebih dari 80% aktifitas xilanasenya hilang setelah diinkubasi selama 1 jam. 4.3.2 Pengaruh pH. Semua reaksi enzimatis sangat dipengaruhi oleh pH, sehingga diperlukan bufer dengan pH tepat supaya reaksi dapat berjalan secara optimum. Xilanase yang merupakan enzim dan tentu saja mengikuti sifat-sifat protein pada umumnya, dimana protein mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun basa terutama pada gugus residu terminal karboksil dan terminal aminonya. Diperkirakan terjadinya perubahan keaktifan enzim xilanase akibat adanya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim baik pada sisi aktifnya maupun sisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif dalam mengikat substrat. Gugus fungsionil pada sisi aktif yang dapat terionisasi memegang peranan kunci pada suatu reaksi katalisa enzim.
Reaksi pengikatan dan
pelepasan ion hidrogen pada gugus fungsionil tersebut, dapat dianggap sebagai reaksi antara enzim dengan suatu ligan secara umum (logam, asam atau molekul lain) (Suhartono, 1989). Ketahanan enzim terhadap pH dan keaktifan relatifnya dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18.
39
aktifitas xilanase (U/ml)
7 6 5 4 3 2 1 0 0'
15'
30'
45'
60'
90'
120'
waktu (menit) pH 4
pH 6
pH 8
pH 7.5
Gambar 17. Ketahanan enzim xilanase terhadap pH Pada grafik tersebut terlihat bahwa enzim xilanase yang diuji tahan pada kisaran pH 4 – 8, dengan aktifitas enzim tertinggi pada pH 6. Pengujian ketahanan enzim xilanase pada pH 6 menunjukkan bahwa aktifitas enzim mencapai 5,8 U/ml pada inkubasi selama 15 menit. Enzim masih dapat mempertahankan keaktifan relatifnya sebesar lebih dari 90% selama 15 menit awal kemudian menurun menjadi 44% pada menit ke-30 dan semakin menurun seiring meningkatnya waktu inkubasi hingga tersisa 13% pada menit ke-120.
aktifitas relatif xilanase (%)
120 100 80 60 40 20 0 0'
15'
30'
45'
60'
90'
120'
waktu (menit) pH 4
pH 6
pH 8
pH 7.5
Gambar 18. Persentase keaktifan relatif xilanase terhadap pH 40
Pada pH 4 aktifitas awal xilanase sebesar 3,3 U/ml dan keaktifan relatifnya sangat menurun sejak 15 menit awal inkubasi menjadi sebesar 0,66 U/ml atau sebesar 20% dari aktifitas awal. Pada pH 7,5 aktifitas awal xilanase adalah 1,22 U/ml. Xilanase masih dapat mempertahankan keaktifan relatif pada menit ke-45 sebesar 51% dan semakin menurun pada menit ke-120 menjadi 0,31 U/ml atau sebesar 25% dari aktifitas awal. Pada pH 8 aktifitas awal xilanase adalah 2,1 U/ml. Keaktifan xilanase menurun pada menit ke-30 yaitu menjadi 1,23 U/ml atau sebesar 58% dari aktifitas awalnya dan pada akhir pengamatan diperoleh keaktifan relatif tersisa sebesar 18%. Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa xilanase yang dihasilkan lebih stabil pada pH 7,5 dibandingkan pada pH 6 meskipun aktifitasnya jauh lebih kecil. Menurunnya aktifitas enzim karena perubahan pH larutan disebabkan oleh berubahnya keadaan ion enzim dan seringkali juga ion substrat. Perubahan ini dapat terjadi pada residu asam amino yang berfungsi katalitik pengikat substrat maupun pada residu asam amino yang berfungsi untuk mempertahankan struktur tersier dan kuartener enzim yang aktif. Aktifitas enzim yang mengalami penurunan itu dapat dipulihkan kembali dengan merubah kondisi reaksi enzimatis pada pH optimumnya. Pada pH tertentu perubahan muatan ion pada rantai samping yang yang dapat terionisasi dari residu asam amino enzim menjadi terlalu besar sehingga mengakibatkan denaturasi enzim yang disertai dengan hilangnya aktifitas katalitik enzim.
Perubahan struktur tersier dapat
menyebabkan kelompok hidrofobik kontak langsung dengan air sehingga solubilitas enzim berkurang.
Berkurangnya solubilitas ini mengakibatkan
turunnya aktifitas enzim secara bertahap (Meryandini et al. 2008; Palmer 1981). Protein dalam kondisi terlarut cenderung mudah berinteraksi dengan pelarutnya, sehingga bila terjadi perubahan pH larutan diatas atau dibawah pH optimumnya, maka akan langsung bersentuhan dengan sisi aktifnya. Akibatnya akan terjadi penurunan aktifitas enzim dengan cepat (Scopes 1987). Nilai pH optimum enzim xilanase dari Bacillus sp strain K-1 adalah 5,5 dan aktifitasnya masih stabil pada pH 5,0 – 9,0. Pada pH 12 xilanase ini masih mempunyai keaktifan relatif tersisa 88% (Ratanakhanokchai et al. 1999). Xilanase yang dihasilkan oleh Bacillus stearothermophillus T-6 mempunyai
41
keaktifan tinggi pada rentang pH 5 – 11 dengan pH optimum 65 dan 7,0 dan masih mempertahankan keaktifannya sebesar 60% pada pH 10. Pada pH 9 dan suhu 65oC waktu paruh (half-life time) enzim sekitar 6 jam (Khasin et al. 1993). Xilanase dari Staphylococcus sp SG-13 mempunyai pH optimum 7,5 dan 9,2 (Gupta et al. 2000). Penelitian Wu et al . (2006) menunjukkan bahwa Geobacillus sp.MT-1 menghasilkan xilanase dengan karakteristik aktif pada rentang pH 5,5 – 10 dengan pH optimal 7 dan suhu optimumnya 70oC. Aktifitas dan stabilitas xilanase sangat dipengaruhi selain oleh pH juga jenis bufernya. Penelitian Widhyastuti (2007) menunjukkan bahwa aktifitas xilanase dari Streptomyces sp. SKK1-8 pada pH 6,0 dalam bufer asetat lebih tinggi dibandingkan pada bufer fosfat, sedangkan pada pH 7,0 aktifitas dalam bufer fosfat dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dalam bufer tris-HCl. Data lain menunjukkan bahwa aktifitas xilanase dari Cellulomonas flavigena pada pH 6,5 dalam bufer sitrat-fosfat lebih tinggi 45% dibandingkan dalam bufer tris-HCl (Martinez-Trujilo et al. 2003). Aktifitas xilanase dari Fibrobacter succinogenes S85 dalam bufer format lebih tinggi daripada dalam bufer asetat, dan dalam bufer asetat juga lebih tinggi daripada bufer MES,MOPS dan tris-HCl (Marrone et al. 2000). Perbedaan aktifitas dalam jenis bufer yang berbeda dikarenakan perbedaan pK bufer, jenis dan jumlah muatan ion komponen bufer. Setiap jenis bufer memiliki rentang pH tertentu dan kapasitas bufernya dipengaruhi oleh pKnya. Bufer bekerja dengan baik pada daerah pH yang dekat dengan pKnya, semakin jauh dari pK maka kapasitas bufernya semakin menurun. Muatan ion berpengaruh pada konstanta dielektrik larutan dan jumlah ion berpengaruh terhadap besarnya kekuatan ion larutan. Konstanta dielektrik dan kekuatan ion berpengaruh terhadap kecepatan reaksi enzimatis (Suhartono 1989). 4.3.3 Parameter Kinetika Reaksi Enzimatis. Pengamatan kinetika enzimatis dilakukan melalui pengukuran nilai Km dan Vmaks. Perhitungan kinetika reaksi enzimatis dilakukan dengan mengukur konsentrasi xilosa sebagai hasil hidrolisis substrat oatspelt xilan pada berbagai konsentrasi. Perhitungan nilai Km dan Vmaks dilakukan pada konsentrasi substrat dari 0,05% – 0,2%. Untuk
42
menghitung parameter Km dan Vmaks ini digunakan transformasi linier dari persamaan Michaelis-Menten, yaitu dengan membuat grafik Lineweaver-Burk dengan memetakan nilai 1/V dan 1/S. Penentuan nilai Vmaks dan Km dilakukan melalui double reciprocal dari persamaan Michaelis-Menten. V = Vmaks
S S + Km bila diambil kebalikannya, maka rumus tersebut menjadi 1 = 1 + S Vmaks
Km Vmaks
1 S
sehingga rumus diatas dapat ditulis dengan persamaan regresi Y = a + bx, dimana a = 1/Vmaks dan b = Km/Vmaks. Data hasil hidrolisis substrat oat spelt xylan pada konsentrasi 0,5% - 2% dipetakan terhadap waktu dan dapat dilihat pada Gambar 19 sedangkan nilai Km dan Vmaks yang diperoleh disajikan pada Gambar 20.
kadar xilosa (µmol/menit)
6,0 y = 0,465x + 2,345 R² = 0,987
5,0
y = 0,341x + 1,864 R² = 0,982
4,0 3,0
y = 0,310x + 1,422 R² = 0,987
2,0
y = 0,135x + 0,983 R² = 0,986
1,0 0,0 0'
5' 1%
10' 15' waktu (menit) 1,5%
2%
20'
25'
0,5%
Gambar 19. Kurva hidrolisis xilan pada berbagai konsentrasi substrat (oat spelt xylan).
43
Tabel 6. Nilai 1/[S] dan 1/[V] dari berbagai konsentrasi substrat konsentrasi kecepatan substrat [S] 1/S reaksi (V ) 1/v 0,50% 200 0,135 7,40 1% 100 0,31 3,22 1,50% 66,67 0,341 2,93 2% 50 0,465 2,15 Nilai- nilai 1/[S] yang diperoleh dari kurva hidrolisis xilan dari beberapa konsentrasi substrat dipetakan terhadap nilai-nilai 1/[V] seperti yang tertera pada Tabel 6 diatas diperoleh persamaan regresi y = 0.034x + 0.313. Berdasarkan persamaan regresi tersebut diperoleh nilai 1/Vmaks = 0.313 dan nilai Km/Vmaks = 0.034. Nilai Vmaks dari persamaan tersebut = 3,195 (µmol xilosa/menit.ml) dan nilai Km = 1,086 (mg/ml). Dapat dikatakan bahwa pada kecepatan reaksi maksimalnya xilanase dari S. aureus MBXi-K4 ini dapat menghasilkan xilosa sebesar 3,195 µmol/ menit. ml.
12
y = 0,034x + 0,313 R² = 0,973
10
1/V
8 6 4 2 0 ‐50
‐2 0
50
100
150
200
250
300
1/S Gambar 20. Kurva double reciprocal Lineweaver-Burk. Nilai Km (konstanta Michaelis-Menten) merupakan nilai konstanta yang tidak terpengaruh oleh konsentrasi enzim, sedangkan nilai Vmaks besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi enzim. Semakin kecil nilai Km maka semakin tinggi aktifitas enzim dan afinitas enzim terhadap substrat semakin besar. Nilai Vmaks diartikan sebagai kecepatan reaksi saat enzim telah jenuh oleh substrat (Suhartono, 1989).
44
Nilai Km dan Vmaks
xilanase dari Staphylococcus sp SG-13 pada
substrat oat spelt xilan adalah 7 mg/ml dan 55 µmol xilosa/menit/mg (Gupta et al. 2000). Xilanase yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Geobacillus sp.MT1 mempunyai nilai Km 1,579 mg/ml dan Vmaks sebesar 289 µmol/menit.mg (Wu et al. 2006). 4.4. Pemurnian Enzim Xilanase 4.4.1
Pengendapan Xilanase Menggunakan Amonium Sulfat. Teknik
pengendapan enzim dan protein dilakukan dengan menggunakan beberapa senyawa yang bersifat mengikat air, antara lain amonium sulfat, pelarut organik, maupun polimer non ionik seperti polietilen glikol (PEG). Teknik pengendapan menggunakan amonium sulfat ini dipilih selain mudah dilakukan, juga cukup murah serta mendapatkan hasil pengendapan yang cukup baik. Penambahan amonium sulfat kedalam larutan protein akan menyebabkan pengikatan molekul air oleh molekul amonium sulfat, sehingga interaksi protein-protein menjadi lebih dominan daripada interaksi protein-air.
Hal ini akan menyebabkan
agregasi protein sehingga akan mengendapkan protein. Suhu lingkungan yang dijaga supaya tetap rendah (sekitar 4oC) tidak akan menyebabkan protein yang mengendap terdenaturasi, tetapi masih dapat dilarutkan kembali dalam bufernya. Pengendapan ekstrak kasar enzim xilanase dari S.aureus MBXi-K4 dengan menggunakan amonium sulfat telah dilakukan pada konsentrasi amonium sulfat 40% - 60%. Semakin banyak kandungan asam amino yang bersifat hidrofilik pada molekul enzim atau protein, maka semakin tinggi konsentrasi amonium sulfat yang diperlukan untuk dapat mengendapkannya. Pengendapan enzim xilanase dengan menggunakan amonium sulfat dalam penelitian ini, dilakukan pada konsentrasi 40 % dan diperoleh nilai aktifitas enzim
sebesar 1,8 U/ml. Hasil pengendapan enzim dengan menggunakan
amonium sulfat diperlihatkan pada Gambar 21 di bawah ini.
45
1,2 aktifitas enzim (U/ml)
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Aktifitas enzim (U/ml)
40%
50%
60%
1,101
0,161
0,058
Gambar 21. Aktifitas xilanase yang diendapkan dengan amonium sulfat pada konsentrasi 40% - 60%. 4.4.2. Dialisis. Untuk dapat melanjutkan proses pemurnian enzim xilanase pada tahap berikutnya, dilakukan pencucian senyawa amonium sulfat yang terikat pada molekul enzim dengan cara dialisis. Dialisis merupakan proses difusi selektif yang melewati membran selofan.
Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan garam amonium sulfat dan zat-zat terlarut yang lain. Selama dialisis air masuk ke dalam kantung dialisis akibat tekanan osmosis. Proses dialisis dilakukan pada suhu dingin untuk mencegah kerusakan protein yang dimurnikan. Molekul-molekul yang berukuran lebih kecil dari 12 kDa akan keluar dari kantung dialisis. Larutan protein setelah melalui proses pengendapan oleh amonium sulfat kemudian disentrifugasi pada putaran 4550 x g selama 15 menit, endapan yang diperoleh didialisis menggunakan membran dengan ukuran Molecular Weight Cut-Off (MWCO) 12kDa dalam 0,05 M bufer Tris-HCl pH 7.5 dengan volume 100 kali volume enzim yang dipekatkan. Aktifitas enzim xilanase hasil dialisis sebesar 1,76 U/ml. Penurunan aktifitas xilanase setelah dialisis diduga akibat terjadinya elusi sebagian protein - protein berukuran kecil yang dapat berperan dalam keaktifan enzim xilanase. Hal ini dapat terjadi karena pada beberapa mikroorganisme penghasil xilanase dilaporkan memiliki xilanosome yang merupakan komplek multienzim dan multifungsi yang terdapat pada permukaan sel dan memegang peranan penting dalam hidrolisis hemiselulosa (Sunna dan Antranikian 1997 diacu dalam Beg et al. 2001).
46
Pemurnian Xilanase dengan Kromatografi Gel. Prinsip pemurnian
4.4.3
dengan filtrasi gel adalah pemisahan berdasarkan ukuran partikelnya, dimana sampel yang berupa campuran molekul dilewatkan pada kolom berisi gel berpori. Filtrasi gel ini digunakan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul tinggi dari protein atau molekul lain dengan berat molekul rendah, jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul. Hal ini menyebabkan molekul dengan ukuran besar akan terelusi lebih dulu diikuti molekul dengan ukuran lebih kecil (Suhartono 1989). Hasil pemurnian xilanase menggunakan matrik Sephadex G-100 memperlihatkan adanya tiga puncak protein dan yang paling tinggi adalah pada fraksi no 4 – 10. Puncak lain yang lebih kecil adalah pada fraksi nomer 54-55, dan fraksi nomer 68-69 (Gambar 22). 1,8
0,4
1
1,6 1,4
0,3
1,2
0,25
1
0,2
0,8
0,15
2
0,1
0,6
3
0,05
0,4
aktifitas enzim (U/ml)
absorbansi 280 nm
0,35
0,2
0
0
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 absorbansi
nomor fraksi aktifitas enzim (U/ml)
Gambar 22. Profil elusi filtrasi gel dengan matrik Sephadex G-100 dari enzim xilanase. Aktifitas xilanase tertinggi diperoleh dari fraksi nomer 6 yaitu sebesar 1,56 U/ml dengan aktifitas spesifik sebesar 383,9 U/mg. Profil elusi filtrasi gel ini
memperlihatkan grafik kadar protein dan aktifitas enzim mempunyai
kecenderungan yang sama. Eluen dengan kadar protein yang tinggi mempunyai keaktifan enzim yang tinggi pula. Hal itu menunjukkan bahwa protein yang diperoleh sebagian besar merupakan enzim target yang diinginkan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil elektroforesis SDS PAGE dan zimogram.
47
Keseluruhan tahapan proses pemurnian yang dilakukan dirangkum dalam tabel pemurnian seperti yang terlihat pada Tabel 7 dibawah ini. Hasil tersebut dapat menunjukkan tingkat kemurnian enzim xilanase yang diperoleh dibandingkan dengan ekstrak kasar xilanase. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa teknik kromatografi gel telah meningkatkan kemurnian xilanase sebesar 11,69 kali pada fraksi nomer 6 dengan nilai aktifitas spesifik sebesar 383,9 U/mg protein. Tabel 7. Ringkasan hasil pemurnian xilanase dari S. aureus MBXi-K4. Tahap pemurnian Ekstrak kasar
Vol Akti(ml) fitas (U/ml) 81 1.34
Total Protein (mg) 3,32
Total aktifitas (U) 109,01
Aktifitas Spesifik (U/mg) 32,82
Yield (%) 100
Tingkat Kemurnian 1
Pengendapan dengan amonium sulfat (40%) Dialisis
10
1,80
0,48
18,06
37,39
16,57
1,14
5
1,76
0,27
8,81
32,59
8,08
0,87
Kromatografi filtrasi gel Fraksi no.5 Fraksi no.6
3 3
1,25 1,56
0,014 0,012
3,75 4,69
258.17 383.90
3,44 4,31
7.86 11.69
Pemurnian xilanase pada penelitian ini hanya menggunakan satu tahap kromatografi kolom yaitu gel filtrasi. Proses ini lebih singkat dengan tingkat kemurnian yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan xilanase dari Staphylococcus sp SG13 yang dimurnikan dalam dua tahap kolom kromatografi dengan hasil tingkat kemurnian 12 kali dari ekstrak kasarnya, namun nilai aktifitas spesifik enzim jauh lebih rendah yaitu 2,74 U/mg (Gupta et al. 2000). Tingkat kemurnian xilanase yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan kemurnian β-xilanase II dari Aspergillus fumigatus Fresenius (Silva et al. 1999), Aspergillus tereus UL 4209 (Chidi et al. 2008) dan Thermomyces lanuginosus SSBP (Lin et al. 1999) yaitu berturut-turut sebesar 0,74, 1,2 dan 4,6 kali dari ekstrak kasar dan aktifitas spesifik berturut turut sebesar 4,67 U/mg, 12 U/mg dan 3209 U/mg. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pemurnian
48
xilanase dari Streptomyces sp (Meryandini et al. 2008), Bacillus pumillus PS 213 (Degrassi et al. 1998), Cellulomonas flavigena (Martinez-Trujillo et al. 2003) dengan peningkatan berturut-turut sebesar 12,97 , 179,2 dan 30,6 kali.
4.5. Hasil SDS PAGE dan Zimogram Hasil dari tiap tahapan pemurnian dilihat profil SDS-PAGE dan zimogramnya agar dapat memperkirakan bobot molekul dan melihat tingkat kemurnian enzim. Hasil visualisasi enzim xilanase pada SDS-PAGE dengan pewarnaan Coomasie Brilliant Blue menunjukkan adanya pita tunggal pada sumur nomer 2, 3 dan 4 yaitu hasil pemurnian dengan Sephadex G-100 fraksi nomer 4 – 6, dengan perkiraan ukuran bobot molekul 47,9 kDa.
Hal ini
menunjukkan bahwa enzim xilanase telah dapat dimurnikan (dipisahkan) secara efektif dengan teknik kromatografi filtrasi gel. Ukuran bobot molekul ini diperkirakan dengan pembanding penanda LMW (Low Molecular Weight) dari Pharmacia yang terdiri atas fosforilase (97 kDa), albumin (66 kDa), ovalbumin (45 kDa), karbonik anhidrase (30 kDa), tripsin inhibitor (20,1 kDa) dan lisozim (14,4 kDa). Pada profil zimogram dapat dilihat adanya tiga pita zona bening pada sumur no 2-6, masing-masing adalah ekstrak kasar xilanase, pengendapan dengan amonium sulfat dan hasil dialisis, dengan perkiraan ukuran bobot molekul 45,6 kDa, 28,1 kDa dan 21,6 kDa. Pada sumur nomer 7 dan 8 yang merupakan hasil pemurnian dengan Sephadex G-100 diperoleh satu pita zona bening dengan aktifitas xilanase yang cukup tinggi pada molekul yang berukuran sekitar 21,63 kDa. Penanda yang digunakan adalah LMW Fermentas yang terdiri atas ß-galaktosidase (116 kDa), BSA (66,2 kDa), ovalbumin (45 kDa), laktat dehidrogenase (35 kDa), RE-ase Bsp981 (25 kDa), ß-laktoglobulin (18,4 kDa) dan lisozim (14,4 kDa). Profil SDS-PAGE dan zimogram disajikan pada Gambar 23 dan 24 dibawah ini. Kemampuan satu jenis mikroba dalam menghasilkan lebih dari satu jenis xilanase telah banyak dilaporkan.
Hal tersebut dikarenakan kompleksitas
struktur molekul xilan yang terdapat di alam sehingga diperlukan kerja dari
49
beberapa jenis xilanase secara sinergis untuk mendegradasi secara lengkap substrat yang mengandung xilan menjadi komponen gulanya (Beg et al. 2001).
1
2
3
4
5
6
7
8
66 kDa 45 kDa
47,9 kDa
Gambar 23. Hasil SDS-PAGE, 1 : penanda LMW Pharmacia, 2: hasil filtrasi gel fraksi no 6; 3: fraksi no 5; 4: fraksi no 4; 5: hasil diálisis; 6: hasil pengendapan dengan amonium sulfat1; 7: hasil pengendapan dengan amonium sulfat2; 8: enzim ekstrak kasar. 1
45 kDa 35 kDa
2
3
4
5
6
7
8
45,6 kDa
28,1 kDa
25 kDa 21,6 kDa
Gambar 24. Profil zimogram hasil pemurnian xilanase. Sumur 1: penanda LMW Fermentas, 2: ekstrak kasar xilanase, 3: hasil pengendapan dengan amonium sulfat, 4:ekstrak kasar xilanase, 5: hasil pengendapan dengan amonium sulfat, 6: hasil diálisis, 7: hasil gel filtrasi (fraksi 4 – 6), 8: fraksi no 6.
50
Ukuran bobot molekul xilanase murni pada profil SDS-PAGE lebih besar daripada yang terlihat pada zimogram.
Struktur tiga dimensi xilanase
merupakan multi subunit enzim yang membentuk tiga lipatan menyerupai genggaman tangan kanan (Tőrrőnen et al. 1994 diacu dalam Georis et al. 2001) dan tampaknya telah terjadi proses pemutusan subunit pada molekul enzim atau terlepasnya kofaktor selama proses pemurnian yang disebabkan adanya interaksi antara protein dengan polisakarida pada matrik gel (Lin et al. 1999).. Kemungkinan lain adalah pada profil SDS-PAGE pita protein enzim xilanase dengan bobot molekul kecil tidak muncul.
Hal ini diduga karena
konsentrasi protein pada hasil elusi filtrasi gel terlalu rendah, namun memiliki keaktifan yang tinggi sehingga tidak muncul pada gel elektoforesis, akan tetapi mampu membentuk zona bening pada profil zimogram. Komponen penyusun xilan pada Birchwood xilan adalah 94,1% xilosa, 1,4% glukosa dan 4,5% galaktosa, sedangkan oat spelt xilan mengandung 52,5% xilosa, 22,3% arabinosa, 15,7% glukosa dan 9,5% galaktosa (Li et al. 2000). Hal ini dapat menyebabkan bakteri mampu memproduksi lebih dari satu jenis xilanase jika ditumbuhkan pada media yang mengandung oat spelt xilan. Streptomyces
sp.B-12-2
memproduksi
lima
jenis
endoxilanase
ketika
ditumbuhkan pada media oatspelt xilan, sedangkan Aspergillus niger dapat memproduksi 15 jenis xilanase. Modifikasi pasca translasi seperti glikosilasi, proteolisis atau bahkan keduanya dapat pula
mengakibatkan pembentukan
beberapa jenis xilanase pada satu jenis mikroorganisme (Subramaniyan dan Prema 2002). Sebagian xilanase dari Streptomyces viridosporus T7A yang hilang pada proses pemurnian dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel dengan matrik Sephadex G-75 menurut Magnuson dan Crawford (1997) disebabkan oleh adanya interaksi xilanase dengan tulang punggung polisakarida pada matrik Sephadex. Hal tersebut tidak dapat dihindari meskipun dilakukan penambahan 0,5 M NaCl pada buffer elusi. Kemungkinan interaksi antara xilanase dengan tulang punggung polisakarida matrik filtrasi gel ini juga dinyatakan oleh Subramaniyan dan Prema (2002) karena xilanase memiliki carbohydrate binding domains (CBD). Xilanase dari Thermomonospora fusca, Cellulomonas fimi, dan
51
Streptomyces thermoviolaceus memiliki baik CBD maupun XBD (Xylan Binding Domains) dan memiliki afinitas baik terhadap selulosa maupun xilan. Fungsi dari domain tersebut adalah untuk mengikat substrat selulosa maupun xilan yang akan dihidrolisis (Ratanakhanokchai et al. 1999). Perbandingan karakteristik xilanase dari S.aureus MBXiK-4 terhadap xilanase yang diproduksi oleh bakteri lain disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik beberapa xilanase yang dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri Mikroorganisme
Pemurnian enzim Tingkat Akt. kemur- enzim nian spec U/mg
Sumber karbon (%b/v)
pH opt
Suhu Opt (oC)
Bobot Mol (kDa)
Km mg/ml
Vmaks µmol/ min. mg
Referensi
1% Birchwood xilan 0,5% tongkol jagung 1% oatspelt xilan
5,5
55
21,6
2,24
72
Jorge et al. 2005
8
55
190
1,54
360
4 – 4,5
75
210
0,26
6,99
Degrassi et al. 1998 Saha dan Bothast 1998
2% birchwood xilan 1% birchwood xilan 1% bagas tebu
3,8
48
22
25,13
204,5 7
Ryan et al. 2003
6,5
60
20 30
3,26
6300
Lin et al. 1999
6,5
55
56
1,27
322
Martinez -Trujillo et al. 2003 Chidi et al. 2008
Fusarium oxysporum f.sp.ciceris Bacillus pumillus PS213 Aureobasidium pullulans (NRRL Y12974) Penicillium capsulatum
-
-
179, 2
118,8
215
8,58
17,9
761,1
T.lanuginosus SSBP Cellulomonas flavigena
4,6
3209
30,6
1600
Aspergillus terreus UL 4209 Staphylococcus sp. SG-13
1,2
12
1% oat spelt xilan
6
35
22
3,57
55,5
12
2,74
1% dedak gandum
7,5 dan 9,2
50
-
Staphylococcus aureus MBXIK-4
11,7
383,9
0,7% oat spelt xilan
6
70
47,9 dan 21,6
7 (pd media oat spelt xilan) 1,08
55 (pd Gupta et media al. 2000 oat spelt xilan) 3,19 Penelitian ini
-
*)
Pengujian aktifitas xilanase berbeda untuk masing-masing peneliti dan pada dasarnya hasil penelitian ini tidak bisa dibandingkan secara langsung.
52
Pemaparan ini tidak berarti xilanase yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat diperbandingkan langsung dengan xilanase hasil penelitian dari beberapa peneliti lain karena perbedaan baik dalam kondisi percobaan, strain mikroorganisme yang digunakan dan metode analisis yang dilakukan. Informasi ini berguna untuk dapat melihat karakteristik enzim xilanase yang dihasilkan diantara berbagai xilanase yang telah dihasilkan peneliti lain dan mencoba menentukan pada bidang apa aplikasi yang tepat dari xilanase yang dihasilkan. Berdasarkan karakteristik xilanase ini tampaknya aplikasi pada industri pakan jadi masih kurang begitu menguntungkan. Hal ini dilihat dari ketahanan enzim terhadap panas hanya sekitar 30 menit pada suhu 70oC. Aplikasi xilanase dari S.aureus MBXi-K4 ini dapat diarahkan pada proses produksi yang menggunakan temperatur moderat (sekitar 40 – 70oC) seperti produksi xilooligosakarida maupun xilosa untuk kepentingan baik pangan, pakan maupun pharmaceutikal. Xilosa hasil kultivasi dapat digunakan sebagai bahan baku produksi xilitol, yaitu golongan gula alkohol yang digunakan sebagai pemanis rendah kalori sebagai gula diabetes atau pada permen rendah kalori untuk mengurangi karies gigi. Kultivasi xilosa menjadi xilitol dapat dilakukan secara enzimatis oleh xilitol dehidrogenase dari beberapa jenis khamir seperti Candida boidini, Candida guillermondii, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, dan Debaryomyces hansenii (Saha 2003).
53
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN 1. Laju pertumbuhan spesifik (µ) Staphylococcus aureus MBXi-K4 sebesar 0,107/jam, laju pertumbuhan biomassa (Yx/s) = 0,004 (g biomassa/g substrat) dan laju pembentukan produk (Yp/s) = 2,255 (g produk/g substrat). 2. Pemurnian xilanase dengan teknik kromatografi filtrasi gel telah dapat memurnikan xilanase hingga 11,69 kali ekstrak kasarnya (supernatan). 3. Diperoleh enzim xilanase dengan perkiraan ukuran bobot molekul 47,9 kDa pada profil SDS-PAGE dan berdasarkan keaktifannya terdapat tiga jenis xilanase dengan perkiraan bobot molekul 45,6 kDa, 28,1 kDa dan 21,63 kDa pada profil zimogramnya. 4. Xilanase dari Staphylococcus aureus MBXi-K4 ini tergolong termostabil moderat dimana aktifitasnya pada suhu 70oC masih dapat dipertahankan lebih dari 70% sampai menit ke 30. Enzim tersebut dapat bekerja pada kisaran pH 4 – 8 dengan nilai pH optimum 6 dan suhu optimum 70oC. 5. Nilai
Vmaks dari reaksi enzimatis xilanase sebesar 3,195 (µmol
xilosa/menit/ml) dan nilai Km = 1,086 (mg/ml). 6. Berdasarkan karakternya xilanase yang diperoleh meskipun memiliki peluang untuk dapat diaplikasikan pada industri pakan jadi namun diperlukan beberapa perbaikan sifatnya terutama pada ketahanan terhadap suhu tinggi dan produktifitasnya.
5.1 SARAN Untuk dapat menerapkan penggunaan xilanase dari S.aureus MBXi-K4 pada industria pakan ternak jadi diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai 1. Efektifitas pendegradasian pakan berkadar serat tinggi oleh xilanase baik secara in vitro maupun in vivo. 2. Optimasi media produksi dan kondisi proses kultivasinya.
54
DAFTAR PUSTAKA Abrar M. 2001. Isolasi, Karakterisasi dan Aktivitas Biologi Hemaglutinin Staphylococcus aureus dalam Proses Adhesi pada Permukaan Sel Epitel Ambing Sapi Perah.[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Adams CA. 2000. Enzim Komponen Penting dalam Pakan Bebas Antibiotika. Feed Mix Special. http:/www.alabio.cbn.net. Agustina SW. 2000. Penetapan kadar xilan dari beberapa limbah industri pertanian dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Pancasila. Jakarta. Aptindo (Assosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia). 2004. Profil Industri Pengguna Terigu Nasional. http://www.bogasari.com Arbuthnott JP, Owen P, Russel RJ. 1983. Bacterial Antigens. Didalam Wilson G, Milles A, Parker MT (eds). Principles of Bacteriology, Virology and Immunity. 7th, vol 1. Buttler and Tanner Ltd. London. Bradford MM. 1976. A Rapid and Sensitive Methode for The Quantitation of Microgram Quantities of Protein Utilizing The Principle of protein DyeBinding. Anal Biochem. 72:248-254. Beg QK, Kapoor M, Mahajan L, Hoondal GS. 2001. Microbial Xylanases and Their Industrial Application: A Review. Appl Microbiol Biotechnol. 56:326-338 Campbell GL, Bedford MR. 1992. Enzime Applications for Monogastric Feeds: A review. Can J Anim Sci. 72:449 – 466. Cesar T, Mrsa V. 1996. Purification and Properties of The Xylanase Produced by Thermomyces Lanuginosus. Enzyme and Microb Technol 19:289-296. Chiang CC, Yu B, Chiou PWS. 2005. Effect of Xylanase Supplementation to Wheat-Based Diet on The Performans and Nutrient Availability of Broiler Chickens. Asian-Aust J Anim Sci. 18:1141-1146. Chidi SB, Godana B, Ncube I, Rensburg EJ van, Cronshaw A, Abotsi EK. 2008. Production, purification and characterization of celullase-free xylanase from Aspergillus terreus UL 4209. African J of Biotechnol. 7 (21):3939-3948. Christakopoulos P et al. 2003. Antimicrobial Activity of Acidic Xylooligosaccharides Produced by Family 10 and 11 Endoxylanases. Int J Biol Macromol. 31:171-175.
55
Choct M. 1997. Feed Non-Polisaccharides : Chemical Structure and Nutritional Significance. Proceedings Feed Ingridients Asia . American Soybean Association. Singapore. Coligan JE, Dunn BM, Speicher DW, Wingfield PT. 2003. Short Protocol in Protein Science : A Compendium of Methods from Current Protocols in Protein Science. USA John Wiley & Sons Inc. Damaso MCT, Carolina MM, Carvalho A, Nei-Pereira Jr. 2002. Production and Properties of The Cellulase-Free Xylanase from Thermomyces Lanuginosus Ioc-4145. Brazilian J Microbiol 33:333-338 Degrassi G, Okeke BC, Bruschi CV, Venturi V. 1998. Purification and Characterization of an Acetyl Xylan Esterase from Bacillus pumilus. Appl Environ Microbiol 64(2)789–792 Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan 2007. Peternakan Departemen Pertanian RI.
Dirjen
Dung NV, Vetayasuporn S, Kamio Y, Abe N, Kaneko J, Izaki K. 1993. Purification and Properties of β-1,4 Xylanase 2 and 3 from Aeromonas caviae W-61. Biosci Biotech Biochem 57(10):1708-1712. Dupont C, D’aigneault N, Shareck F, Morosoli R, Kluepfel D. 1996. Purification and Characterization of an Acetyl Xylan Esterase Produced by Streptomyces lividans. Biochem J 319: 881-886 Eriksson KEL, Blanchette RA, Ander P. 1990. Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Components. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg. Foster TJ. 1992. The Use of Mutant for Defining The Role of Virulence Factors in vivo in Molecular Biology of Bacterial Infection: Current Status and Future Perspectives. (eds) CE Hormaeche, CW Penn and CJ Smith. Cambridge University Press. Georis J, Giannotta F, Buylb E De, Granier B, Fre`re JM. 2000. Purification and Properties of Three Endo-b-1,4-Xylanases Produced by Streptomyces sp. Strain S38 which Differ in Their Ability To Enhance The Bleaching of Kraft Pulps. Enzyme and Microb Technol 26: 178–186 Gupta S, Bhushan B, Hoondal GS. 2000. Isolation, Purification, and Characterization of Xylanase from Staphylococcus sp.SG-13 and It’s Application in Biobleaching of Kraft Pulp. J App .Microbiol 88:325334.
56
Gupta A, Roy I, Khare SK, Bisaria VS, Gupta MN. 2002. One-Step Purification of Xylanase From Melanocarpus Albomyces and Ethylene Glycol as A Novel Soluble Additive For Enhancing Its Thermal Stability. Biotechnol Lett 24: 2005–2009 Gupta VK, Gaur R, Gutam N, Kumar P, Yadav IJ, Darmwal NS. 2009. Optimization of Xylanase Production from Fusarium solani F7. Am J Food Technol 4(1):20-29 Haq I, Ehsan A, Butt WA, Ali S. 2002. Studies on the Biosynthesis of Enzyme Xylanase by Submerged Fermentation from Aspergillus niger GCBMX45. Pakistan J Biol Sci 5(12): 1309-1310 Hayat K, Nawaz H, Latif F, Asghar M. 2001. Kinetics of Cellulase and Xylanase of Chaetomium thermophile with Respect to Aeration. Pakistan J Biol Sci 4(7):875-876. Hames BD, Hooper NM. 2000. Biochemistry: The Instant Notes.2nd Edition. Hongkong. Springer-Verlag. Howard RL, Abotsi E, Rensburg ELJ van, Howard S. 2003. Lignocellulose Biotechnology: Issues of Bioconversion and Enzyme Production. African J Biotechnol 2(12):602-619. Hsu C, Liao J, Chung Y, Hsieh C, Chan Y. 2004. Xylooligosaccharides and Fructooligosaccharides Affect The Intestinal Microbiota and Precancereous Colonic Lesion Development in Rats. Am Soc for Nutritional Sci : 1523-1528. Jamroz
D, Wiliezkiez A, Jakobsen, Eder K. 1999. Defferences in the Digestibility of Nutrients in Three Poultry Species. Proceeding 1st World Waterfowl Conference. Taiwan.
Jorge I, de la Rosa O, Navas-Cortés JA, Jiménez-Díaz RM, Tena M. 2005. Extracellular Xylanases From Two Pathogenic Races Of Fusarium Oxysporum F. Sp.Ciceris: Enzyme Production In Culture And Purification And Characterization Of A Major Isoform As An Alkaline Endo-Beta-(1,4)-Xylanase Of Low Molecular Weight. Antonie Van Leeuwenhoek 88(1):48-59 Kansoh AL, Nagieb ZA. 2004. Xylanase and mannanase Enzymes from Streptomyces galbus NR and Their Use in Biobleaching of Soft Kraft Pulp. Antonie van Leeuwenhoek 85: 103 -114 Khasin A, Alchanati I, Shoham Y. 1993. Purification and characterization of A Thermostable Xylanase from Bacillus stearothermophillus T-6. Appl Environ Microbiol 59:1725-1730.
57
Ketaren PP, Purwadaria T, Sinurat AP. 2002. Penampilan Ayam Pedaging yang Diberi Ransum Basal Dedak atau Pollard dengan atau tanpa Suplementasi Enzim Xilanase. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian. Bogor. Kulkarni N, Shendye A, Rao M. 1999. Molecular and Biotechnological Aspects of Xylanases. FEMS Microbiol Rev 23:411-456 Kusunoki H, Hara N, Saito K, Hasuda K. 1992. Protein Characterization and Immunological Properties of The Low-Molecular Mass Protein A Isolated from Staphylococcus aureus KS 1034. J Vet Med Sci 54(1):145148 Lappalainen A, Siika-Aho M, Kalkkinen N, Fagestrom R, Tenkanen M. 2000. Endoxylanase II from Trichoderma reesei Has Several Isoforms with Different Isoelectric Points. Biotechnol Appl Biochem 31:61-68 Laemmli UK. 1970. Cleavage on Structural Protein During The Assembly of The Head of Bacteriophage T4. Nature. 227: 680 – 685. Leeson S, Summers DJ. 2001. Scott’s Nutrition of The Chicken. University Books. Leggio LL, Jenkins J, Harris GW, Pickersgill RW. 2000. X-ray Cystallographic Study of Xylopentose Binding to Pseudomonas fluorescens Xylanase A. Proteins: Struct Function and Genetics 41: 362. Lucena-Neto SA, Ferreira-Filho EX. 2004. Purification and Characterization of A New Xylanase from Humicola grisea var Thermoidea. Brazilian J Microbiol 35:86-90 Luedeking R, Piret E. 1959. A Kinetic Study of The Lactic Acid Fermentation. J Biochem Microbiol Technol Eng 1:393-412. Li K, Azadi P, Collins R, Toland J, Kim JS, Eriksson KEL. 2000. Relationships Between Activities of Xylanases and Xylan Structures. Enzyme Microb Technol 27: 89–94. Lin J, Ndlovu LM, Singh S, Pillay B. 1999. Purification and Biochemical Characteristics of ß-D-Xylanase from A Thermophilic Fungus Thermomyces lanuginosus-SSBP. Appl Biotech Biochem 30:73-79 Magnuson TS, Crawford DL. 1997. Purufucation and Characterization of an Alkaline Xylanase from Streptomyces viridosporus T7A. Enzyme Microb Technol 21:160-164
58
Marrone L, Mc Allister KA, Clarke AJ. 2000. Characterization of Function and Activity of Domains A, B and C of Xylanase C from Fibrobacter succinogenes S85. Prot Eng 13(8):593-601 Martinez-Trujillo A, Pérez-Avalos O, Ponce-Noyola T. 2003. Enzymatic properties of a purified xylanase from mutant PN-120 of Cellulomonas flavigena. Enzyme and Microb Technol 32: 401–406. Meryandini A, Widhyastuti N, Lestari Y. 2008. Pemurnian dan Karakterisasi Xilanase Streptomyces. sp SKK1-8. Makara Sains 12(2):55-60. Miller G.L. 1959. Dinitrosalysilic Assay. Anal Chem. 31:426-428. Moran ET. 1989. Effect of Pellet Quality on The Performance of Meat Bird. Recent Advance in Animal Nutrition, 1st Pub. Butterworths. England. Muthuvelayudham R, Viruthagiri T. 2007. Optimization and Modelling of Cellulase Protein from Trichoderma reesei RUT C30 Using Mixed Substrate. African J Biotechnol 1:041-046. National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Ed. National Academy Press, Washington D.C. Nakamura S, Wakabayashi K, Nakai R, Haorikoshi K. 1993. Purification and some properties of an alkaline xylanase from alkaliophilic Bacillus sp. Strain 41M1. Appl and Environ Microbiol 59(7):2311-2316 Nur MA, Rukmini HS, Adijuwana H. 1989. Teknik Laboratorium Untuk Bidang Biologi dan Kimia. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Palmer T. 1981. Understanding Enzymes. Ellis Horwood Ltd. England. Pantaya P. 2003. Kualitas Ransum Hasil Pengolahan Steam Pelleting berbasis Wheat-Pollard yang Mendapat Perlakuan Enzim Cairan Rumen pada Performans Broiler. [Tesis]. Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor. Parajo JC, Garrote G, Cruz JM, Dominguez H. 2004. Production of xylooligosaccharides by autohydrolysis of lignocellulosic materials. Elsevier, Trends in Food Sci Technol 15: 115-120. Perez J, Munoz-Dorado J, Rubia T de La, Martinez J. 2002. Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose, and Lignin : An Overview. Int Microbiol 5:53-63 Ratanakhanokchai K, Kyu KL, Tantichareon M. 1999. Purification and Properties of a Xylan-Binding Endoxylanase from Alkaliphilic Bacillus sp strain K-1. Appl Environ Microbiol 65:694-697.
59
Rawashdeh R, Saadoun I, Mahasneh A. 2005. Effect of Cultural Condition on Xylanase Production by Streptomyces sp (Strain lb 24D) and its Potensial to Utilize Tomato Pomace. African J of Bitechnol. 4(3):251-255 Richana N. 2006. Kajian Proses Produksi Xilanase dari Isolat Bakteri Alkalofilik Menggunakan Media Xilan Tongkol Jagung. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Richana N. 2002. Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di Indonesia. Buletin AgroBio 5 (1): 29-36. Roy N, Okai N, Tomita T, Muramoto K, Kamio Y. 2000. Purification and Some Properties of High-Moleculer –Weight Xylanase, The Xylanases 4 and 5 of Aeromonas caviae W-61. Biosci Biotechnol Biochem 64(2):408-413 Ryan SE et al. 2003. Purification and Characterization of New Low Molecular Weight Endoxylanase from Penicillium capsulatum. Enzyme Microb Technol 33:775-785. Saha BC, Bothast RJ. 1998. Purification and Characterization of a Novel Thermostable α-L-Arabinofuronidase from a Color Variant Strain of Aureobasidium pullulans. Appl Environ Microbiol 64:216-220. Saha BC. 2003. Hemicellulose Bioconversion (Review). J Ind Microbiol Biotechnol 30:279-291 Sapre MP, Jha H, Patil MB. 2005. Purification And Characterization of A Thermoalkalophilic Xylanase From Bacillus sp. World J Microbiol Biotechnol 21:649–654 Scopes RK. 1987. Protein Purification, Principles and Practices, 2nd. New York. Springer-Verlag. Setyawati I. 2006. Produksi Dan Karakterisasi Xilanase Mikroba Yang Diisolasi Dari Tongkol Jagung. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singleton P, Sainsbury D. 2001. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology. 3rd Ed. John Wiley and Sons, New York. Silva CHC, Puls J, Val de Sousa M, Ferreira-Filho EX. 1999. Purification and Characterization of a Low Molecular Weight Xylanase from SolidState Cultures of Aspergillus fumigatus Fresenius. Revista de Microbiol 30:114-119.
60
Sunna A, Prowe SG, Stoffregen T, Antranikian G. 1997. Characterization of Xylanases from The New Isolated Thermofilic Xylan-Degrading Bacillus thermoleovorans. Strain k-3D and Bacillus flavothermus strain LB-3A. FEMS Microbiol lett. 148:209-216. Subramaniyan S , Prema P. 2002. Biotechnology of Microbial Xylanases: Enzymology, Molecular Biology and Application. Critical Rev Biotechnol. 22(1):33-46. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor. PAU Bioteknologi IPB. Thomas M, Van Vliet T, Van der Poel AFB. 1998. Physical Quality of Pelleting Animal Feed and Contribution of Feedstuff Component. Anim Feed Sci Tech J 70:59-78. Todar
K. 1998. Bacteriology 330 Lecture http://www.bact.wisc.edu/bact 330/lecture
Topics:Staphylococcus.
Tsujibo H, Miyamoto K, Kuda T, Minami K, Sakamoto T, Hasegawa T, Inamori Y. 1992. Purification, Properties and Partial Aminoacid Sequences of Thermostable Xylanase from Streptomyces thermoviolaeus OPC-520. Appl Environ Microbiol. 58:371-375 Vranjes MV, Wenk C. 1995. The Influence of Extruded Vs Untreated Barley in The Feed, with and without Dietary Enzyme Supplement on Broiler Performance. Anim Feed Sci and Tech 54:21-32 Wang DIC, Cooney CL, Demain AL, Dunnil P, Humprey AE, Lilly MD. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons. New York. Wardani W. 2004. Ketersediaan energi ransum mengandung wheat pollard hasil olahan enzim cairan rumen yang di proses secara steam pelleting pada ayam broiler. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Weiss RM, Ollis DS. 1980. Extracellular Microbial Polysaccharides I: Substrate, Biomass, and Product Kinetic Equation for Batch Xanthan Gum Fermentation. Biotech.Bioeng. 22:659-873. Widhyastuti N. 2007. Purifikasi dan Karakterisasi Xilanase Ekstraseluler Streptomyces sp. SKK-8 Asal Sukabumi. [thesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Wu
S, Liu B, Zhang X. 2006. Characterization of A Recombinant Thermostable Xylanase from deep-sea thermophilic Geobacillus sp. MT1 in East Pacific. Appl Microbiol Biotechnol 72: 1210–1216
61
Yang R, Xu S, Wang Z, Yang W. 2005. Aqueous Extraction of Corncob Xylan and Production of Xilooligosaccharides. Elsevier, LWT. 38: 677-682. Yang RCA, McKenzi CR, Bilous D, Seligny CL, Narang SA. 1988. Molecular Cloning and Expression of Xylanase Gene from Bacillus polymyxa in Eschericia coli. Environ Microbiol 54: 1023-1029. Yu EKC, Tan LUL, Chan MKH, Deschatelet L and Saddler JN. 1991. Production of Thermostable Xylanase by a Thermophilic Fungus Thermoascus aurantiacus. Enzyme and Microbiol Technol. 9:16-24. http://www.textbookofbacteriology.net/staph.html [17 juni 2009]
62
Lampiran 1. Uji Biokimia Isolat MBXi-K4 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jenis Uji Oksidase Motilitas Nitrat Lisin Ornitin H2S Glukosa Manitol Xilosa ONPG Indol Urease Voges-Proskauer (VP) Sitrat TDA Gelatin Malonat Inositol Sorbitol Rhamnosa Sukrosa Laktosa Arabinosa Adonitol Rafinosa Salisin Arginin Bentuk sel Pewarnaan Gram Pigmen
Hasil + + + + + + + Bulat/coccus + Kuning
Dari hasil uji biokimia tersebut, Isolat MBXi-K4 adalah : Staphylococcus aureus
63
Lampiran 2. Isolat MBXi-K4 M
G Gambar 1. Isoolat MBXi-K K4 umur 24 jjam.
Gambar 2. Pewarnaan Gram isolatt MBXi-K4
64
Lampiran 3. Komponen Reagen Dinitrosalisilic Acid (DNS) (Miller, 1959) Bahan NaOH padat NaK Tartarat Na2SO3 Dinitrosalisilic Acid (DNS) aquades
Jumlah 10 gram 182 gram 0,5gram 10 gram Ditera sampai 1000 ml
Sebanyak 10 gram NaOH, 182 gram NaK Tartarat dan 5 gram Na2SO3 dilarutkan dalam 500 ml aquades.
Ditambahkan 10 gram asam dinitrosalisilat
sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan pengaduk bermagnet (magnetic stirrer). Setelah larut ditambahkan aquades dan ditera sampai volume 1000 ml. Larutan disimpan dalam botol gelap pada suhu dingin. Lampiran 4. Penentuan Aktifitas Xilanase Bahan
Jumlah
kontrol
sampel
Blanko
Larutan substrat dalam buffer Enzim
100 µl
Ya
Ya
-
100 µl
Ya(setela h DNS) Ya
Ya
-
Ya(setelah Inkubasi) -
Ya
1000 µl DNS Aquades
ya
-
Aktivitas xilanase (U/ml) dihitung berdasarkan rumus: Aktifitas Xilanase (unit/mL) =
(Csp − Ckt)×1000× fp T × BMXilosa
Keterangan : Csp
= Kadar xilosa sampel
Ckt
= Kadar xilosa kontrol
T
= waktu inkubasi (30 menit)
Fp
= faktor pengenceran
BM xilosa= Berat molekul xilosa : 150,3 g/mol 65
Lampiran 5. Kurva standar xilossa
Lampiran 6. Kompossisi Reagen Bradford (B Bradford, 1976) Bahan B Coomassie C B Brilliant Bluee G250 Ethanol E 95% Asam A fosfat 85% 8 Aquades A
jumlah 100 mg 50 ml 100 ml Ditera sampai s 1000 ml
Sebaanyak 100 mg m CBB G-250 ditambahhkan kedalam m 50 ml ethaanol 95% daan 100 ml asaam fosfat 85%, diadukk sampai CB BB benar-beenar larut dan d homogenn. Kemudian ditambahkaan aquades ditera d sampaai 1000 ml diaduk sam mpai homogeen dan disaring menggunaakan kertas saring s Whatm man no 1 unntuk memisaahkan partikeel yang tidak larut. Larutaan disimpann dalam botol gelap padaa suhu dinginn.
66
Lampiran 7. Kurva Standar S Prootein
Lampiran 8. Kompossisi gel dan pereaksi p un ntuk elektrooforesis Komposisi pereaksi unttuk elektrofooresis 1. Larutan A (30 % (b//v) akrilamidd; 0,8% (b/v) bis-akrilam mid) Sebanyak 14,6 gram m akrilamid dan 0,4 graam bis-akrilaamid dilarutkkan dalam 50 5 ml kem mudian diadukk dengan peengaduk maggnetik hingga larut dan homogen. h 2. Larutan B (buffer geel pemisah , TrisCl 2 M, pH 8,8) Sebanyaak 75 ml laarutan TrisC Cl pH 8,8 dan 4 ml larutan SDS 10% (b/vv) ditambah hkan aquadees hingga volume total 100 ml. 3. Larutan C (buffer geel penahan , TrisCl 1 M, pH 6,8) Sebanyaak 50 ml laarutan Tris Cl pH 6,8 dan 4 ml larutan SD DS 10% (b/vv) ditambah hkan aquadees hingga volume total 100 ml. 4. Ammon nium per sulffat 10% (b/vv) Sebanyaak 0,1 gram ammonium a p persulfat dilaarutkan dalaam 1 ml aquaades. 5. Buffer elektroforesis e s Sebanyaak 1,803 gram Tris-basee; 8,648 gram m lisin dan 0,6 gram SD DS dilarutkaan dalam 60 00 ml aquaddes lalu diteraa hingga pH H 8,3 dengan HCl 1 M. 67
6. Buffer sampel Untuk SDS PAGE: 0,3 ml TrisCl 1 mM pH 6,8; 2,5 ml gliserol 50% (v/v); 1,0 ml SDS 10% (b/v) ; 0,25 ml 2-merkaptoethanol ; 0,5 ml biru bromfenol 1% (b/v) dan 0,45 ml aquades.
Komposisi gel penahan dan pemisah SDS PAGE Komponen
Gel
pemisah
Gel penahan (4%)
(10%) Larutan A Larutan B Larutan C Aquades Ammonium 10% TEMED
persulfat
3,333 ml 2,500 ml 4,057 ml 0,100 ml 0,010 ml
0,67 ml 1,25 ml 3,00 ml 50,0 µl 5,00 µl
Lampiran 9. Pereaksi dan Prosedur Pewarnaan Perak 1. Larutan fiksasi Sebanyak 25% methanol dan 12% asam asetat dilarutkan dalam aquabedestilata 2. Larutan methanol 50% dan 30% Sebanyak 50 ml methanol dilarutkan dalam 50 ml aquabidestilata (50%) dan sebanyak 30 ml methanol dilarutkan dalam 70 ml aquadestilata (70%). 3. Larutan pengembang Sebanyak 0,1 g Na2S2O3.5H2O dilarutkan dalam 500 ml aquabidestilata 4. Larutan perak nitrat Sebanyak 0,4 g AgNO3 dan 70 µl formaldehide dilarutkan dalam 250 ml aquabidestilata. Prosedur pewarnaan perak 1. Fiksasi gel dalam larutan fiksasi, selama 1 jam 2. Rehidrasi dalam larutan ethanol 50% selama 20 menit 3. Gel dicuci dengan ethanol 30% selama 20 menit (dilakukan 2 kali) 4. Gel direndam dalam larutan enhancer (larutan Na2S2O3) selama 1 – 2 menit 68
5. Gel dicuci dalam aqua bebas ion selama 20 detik (dilakukan 3 kali) 6. Gel diwarnai dengan larutan silver (larutan 0,1 g AgNO3 dalam 50 ml aqua bebas ion, ditambah 17,5 µl formaldehide 7. Gel dicuci dengan aqua bebas ion selama 20 detik (dilakukan 2 kali) 8. Gel direndam dalam larutan developer (larutan 1,5 g NaCO3 dalam 25 ml aqua bebas ion, ditambah 12 µl formaldehide) hingga muncul pita-pita proteinnya. 9. Reaksi dihentikan dengan larutan fiksasi
Lampiran 10. Kurva standar marker elektroforesis (Pharmacia) dan perhitungan bobot molekul sampel (SDSPAGE) Protein
BM
Log BM
phosporilase b Albumin Ovalbumin Carbonic anhidrase Trypsin inhibitor Lysozyme Sampel gel filtrasi
97000 66000 45000 30000 20100 14400 47905,57
4.987 4.820 4.653 4.477 4.303 4.158 4,680
Band (cm)
Rf
0.5 1.2 2 2.6
0.11627907 0.27906976 0.46511627 0.60465116
1,8
0,418605
Kurva standar marker elektroforesis (SDS PAGE) 5,1 5
Log BM
4,9 y = ‐1,023x + 5,108 R² = 0,995
4,8 4,7
Rf
4,6 4,5 4,4 0
0,2
0,4
0,6
0,8
jarak Rf
69
Lampiran 11. Kurva standar marker zimogram ( LMW Fermentas) dan kurva standar zimogram
Protein
BM
ß-galactosidase Bovine Serum Albumin Ovalbumin Lactate dehydrogenase RE-ase Bsp981 ß-Lactoglobulin Lysozyme Sampel gel filtrasi
Log BM
116000 66200 45000 35000 25000 18400 14400 21631,9
5.06446 4.82086 4.65321 4.54407 4.39794 4.26482 4.15836 4,33509
Band (cm)
Rf
0.2 0.5 1.2 1.6 2.1 2.9
0.03125 0.07813 0.18750 0.25000 0.32813 0.45313
3,8
0.59375
Kurva standar bobot molekul zimogram 4,9 4,8
Log BM
4,7
y = ‐1,023x + 4,952 R² = 0,993
4,6 4,5
log BM
4,4 4,3 4,2 4,1 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
jarak Rf
70
71