PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG DEPOK KELAPA DUA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh : TRY PRASETYO
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Juni 2011
Try Prasetyo
ABSTRAK
Try Prasetyo (107046101971), “Produk Pembiayaan Warung Mikro Di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua”, Skripsi, Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syriah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Penelitian ini adalah penelitian empiris yang dilakukan pada tahun 2011 untuk mengetahui konsep dan aplikasi produk pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri pada kurun waktu 2010-2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara konsep aplikasi dari produk pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri. Selain itu penelitian ini juga melakukan analisa matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri. Setelah melakukan analisa terhadap produk tersebut, maka selanjutnya penulis membuat rancangan strategi dalam rangka peningkatan produk Pembiayaan Warung Mikro. Pada penelitian ini diketahui bahwasannya Aplilasi akad jual beli murabahah pada produk pembiayaan warung mikro dilakukan sebelum barang secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420 H) yang menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Kata Kunci: Konsep, Aplikasi, Pembiayaan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin umat, Rasulullah saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan seluruh umatnya. Alhamdulillah, akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG DEPOK KELAPA DUA” dengan baik. Tentunya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas keterbatasan dan kekurangan yang ada pada skripsi ini. Penulis menyadari bahwa sejak awal penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan secara moril maupun materil hingga terselesaikan skripsi ini dengan baik. Perjalanan studi penulis dari awal hingga akhir, tidak ada yang sukses dilalui sendiri. Dibalik keberhasilan selalu ada kebersamaan yang memberikan semangat, motivasi, bimbingan serta doa. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini penulis secara khusus ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
ii
1.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM.
2.
Kepala Program Studi Muamalat Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag yang senantiasa meluangkan waktunya di tengah kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
3.
Ibu Dr. Nur Hasanah, M.Ag dan Bapak Mu’min Rauf, M.Ag sebagai dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis ditengah kesibukannya dalam menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.
4.
Segenap Dosen Pengajar dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program Studi Muamalat tempat penulis melakukan studi.
5.
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang tanpa rasa lelah hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Kepada adik-adikku Agnesia Putri dan Sarah Monica dan kakakku Iis Maryani terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.
6.
Kepada Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu Depok Kelapa Dua, khususnya Bapak Fitra Mizan yang telah membantu penulis sehingga dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan pada penelitian ini.
7.
Teman-teman PS C 2007, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama 4 tahun ini kita saling mengenal dan menjalin persahabatan yang tidak akan pernah terlupakan.
iii
8.
Teman-teman seperjuangan LiSEnSi, khususnya kepengurusan tahun 2010 (Fitoy, Didin, Amel, Bimo, Mawaddah) yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Lanjutkan perjuangan Kawan!
9.
Sahabat karibku Shafitranata, Rifki, Didin, Fahmi, Fitoy, Hadi,Wahyu, Fikri, Lisan, Brader Irfan dan Aan. Terima kasih atas kebaikan, dukungan dan semangat kalian. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus meskipun tidak bersama lagi.
10. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan bukubuku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. 11. Seluruh Keluarga Besar yang telah mendukung dan memotivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 12. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah SWT semoga kebaikan yang telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua, amin. Jakarta, 20 Juni 2011
Try Prasetyo
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian … ................................................
6
D. Review Studi Terdahulu …………………………………… .......
7
E. Objek Penelitian ……………………………………………. ...... 10 F. Metode Penelitian …………………………………..………. ...... 11 G. Sistematika Penulisan ………………………………………....... 14
BAB II
PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN UMKM DI INDONESIA A. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam 1.
Pengertian Pembiayaan .................................................... 16
2.
Penilaian Pemberian Pembiayaan .................................... 20
3.
Tujuan dan Manfaat Pembiayaan ..................................... 21
4.
Akad-Akad Pembiayaan Syariah ...................................... 23
v
B. UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia
C.
1.
Pengertian UMKM ............................................................ 30
2.
Karakteristik UMKM ....................................................... 36
3.
Profil UMKM di Indonesia .............................................. 41
Peranan Pembiayaan Bank Syariah Terhadap Perkembangan UMKM di Indonesia................................................................. 43
BAB III GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI CABANG DEPOK KELAPA DUA A. Profil Perusahaaan ................................................................... 46 B. Sejarah Singkat Bank Syariah Mandiri ................................... 47 C. Visi, Misi, Budaya Perusahaan dan Prinsip Operasional Bank Syariah Mandiri 1. Visi dan Misi ....................................................................... 50 2. Budaya Perusahaan ............................................................. 51 3. Prinsip Operasional ............................................................. 52 D. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri ............................. 53 E. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua .................................................................. 58
BAB IV APLIKASI PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI A. Konsep Murabahah ................................................................. 59
vi
B. Mekanisme Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri .................................................................................... 63 1.
Prosedur Umum Pembiayaan Warung Mikro .................. 68
2.
Tahap Pengajuan Pembiayaan .......................................... 71
3.
Aplikasi Pembiayaan Warung Mikro Dari Perspektif Nasabah ............................................................................ 74
C. Analisa Matrik SWOT Produk Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri............................................................... 76 D. Rancangan Strategi Peningkatan Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri .............................................................. 80
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 84 B. Saran ........................................................................................ 86
DAFATAR PUSTAKA ................................................................................. 88 LAMPIRAN ................................................................................................... 91
vii
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar 3.1 ............................................................................................. 55
2.
Gambar 3.2 ............................................................................................. 57
3.
Gambar 4.1 ............................................................................................. 62
4.
Gambar 4.2 ............................................................................................. 66
5.
Gambar 4.3 ............................................................................................. 69
6.
Gambar 4.4 ............................................................................................. 74
7.
Gambar 4.5 ............................................................................................. 75
viii
DAFTAR TABEL
1.
Tabel 1.1 ..................................................................................................
2.
Tabel 2.1 .................................................................................................. 19
3.
Tabel 2.2 .................................................................................................. 34
4.
Tabel 2.3 .................................................................................................. 35
5.
Tabel 4.1 .................................................................................................. 80
ix
8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan selalu dituntut untuk lebih perduli terhadap UMKM sebagai pasar potensial dalam penyaluran kreditnya. Di lain pihak perbankan sendiri masih menghadapi sejumlah persoalan yang juga harus segera diselesaikan.1 Berbagai kebijakan dan peraturan telah dikeluarkan pemerintah agar perbankan lebih berorientasi kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Programprogram pengembangan UMKM seperti penyediaan kredit likuiditas (KL), keharusan memiliki portfolio kredit usaha kecil (KUK) sebesar 25 persen, serta pencantuman komponen KUK dalam laporan keuangan, merupakan salah satu bukti pentingnya keperdulian bank terhadap UMKM. Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang tangguh dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang diikuti oleh krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu kenyataan bahwa ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang oleh UMKM.2 Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM merupakan tantangan yang harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan pembiayaan melalui perbankan.
h.134.
1
K.H. Ma’ruf Amin, Prospek Cerah Perbankan Syariah, Cet. I, (Jakarta: LeKAS, 2007),
2
“Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November 2008.
1
2
Belum lama ini BI kembali mengeluarkan kebijakan baru mengenai KUK. Dalam ketentuan tersebut antara lain menyangkut plafon kredit untuk usaha kecil maksimal Rp 500 juta; dan bank wajib menyantumkan jumlah kredit untuk usaha kecil, dalam publikasi laporan keuangannya.3 Menyusul ketentuan BI tersebut, kini sudah ada undang-undang yang mengatur usaha mikro kecil dan menengah, yaitu Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pada intinya, semua kebijakan itu menekankan perlunya perbankan memperhatikan usaha kecil. Akan tetapi yang menjadi persoalan bagi perbankan adalah di tengah ketatnya peraturan yang menghendaki agar perbankan beroperasi menurut prinsip perbankan yang sehat akan menemui kendala manakala dihadapkan dengan kondisi usaha kecil yang belum diberdayakan. Masalah persyaratan teknis bank merupakan persoalan lama yang terus dihadapi oleh perbankan maupun UMKM. Bagi bank, prinsip-prinsip perkreditan yang sehat mengharuskan setiap pembiayaan harus memenuhi standar teknis seperti kelayakan peminjam, kelayakan hukum, kelayakan bisnis, kelayakan keuangan, dan kelayakan jaminan. Penerapan standar kelayakan tersebut mau tidak mau akan diterapkan oleh bank karena selain hal tersebut merupakan keharusan, bank pun mengharapkan jaminan keamanan atas dana masyarakat yang telah dihimpun, 3
Peraturan Bank Indonesia nomor 13/11/PBI/2011 tentang Pencabutan atas PBI Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberiaan Kredit Usaha Kecil
3
serta harapan mendapatkan return yang optimal. Sementara pada sisi lain, standar-standar tersebut masih menjadi masalah klasik bagi UMKM dan belum terbenahi secara optimal. Pembangunan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir menargetkan penurunan pengangguran dari 9,7% tahun 2004 menjadi 5,1% tahun 2009 yang disertai pengentasan kemiskinan dari 16,6% tahun 2004 menjadi 8,2% tahun 2009. Salah satu dari “Triple Strategy” pemerintah untuk mencapai sasaran tersebut adalah dengan menggerakkan sektor riil yang komponennya didominasi oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) hingga 99,9%. Secara lebih rinci, UMKM mengambil peran yang sangat strategis dalam menggerakkan aktivitas perekonomian Indonesia dengan menyediakan 99,5% kesempatan kerja penduduk yang memproduksi 57 % kebutuhan barang dan jasa nasional. Devisa negara sebesar 19% volume ekspor merupakan hasil produksi UMKM serta kontribusi 2-4% pertumbuhan nasional yang disumbangkan oleh UMKM.4 Walaupun menempati fondasi struktur ekonomi Indonesia dan menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi, tetapi dukungan modal yang diterima UMKM masih minimal. Dengan keadaan seperti itu, bantuan berupa keuangan, teknologi, dan manajemen untuk pembangunan kemampuan institusi sangat mereka butuhkan. Satu hal yang sulit ditemui saat ini, pada UMKM, adalah komitmen dan kepedulian mereka terhadap moralitas. Di saat para pengusaha
4
Bappenas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Artikel Diakses pada 15 April 2011 dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7642/
4
besar dan konglomerat ramai-ramai melakukan segala jenis kejahatan bisnis yang melanggar hukum, orang-orang yang bergerak di bidang UMKM tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Dengan
memandang
urgensi
dan
kontribusi
UMKM
terhadap
pembangunan ekonomi bangsa, maka sudah sewajarnya industri perbankan syariah melakukan reorientasi ke sektor riil dengan memfokuskan pemberdayaan kepada pengusaha UMKM. Salah satu target pencapaian sistem perbankan syariah nasional yang tercantum pada blue print Perbankan Syariah Indonesia adalah memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional, serta mampu melakukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Sekaligus berdasarkan nilainilai syariah, visi pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah “Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share-based financing) dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong-menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemashlahatan masyarakat.”5 Beberapa hal yang dapat disediakan oleh Bank Syariah untuk UMKM, kaitannya dengan pencapaian target dan visi di atas, antara lain: Pertama, produk alternatif yang luas dengan bagi hasil sebagai produk utama. Produk-produk dengan sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan sangat tepat
5
h.37.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),
5
untuk memberdayakan UMKM. Kedua, pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Keungggulan ini cocok dengan karakteristik orang-orang yang bergerak di bidang UMKM, yang menginginkan tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Ketiga, mengelola dan memiliki akses kepada dana-dana di voluntary sector. Hal ini sangat sesuai dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam (Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf).6 Dari paparan latar belakang di atas penulis tertarik mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan produk pembiayaan usaha mikro yang dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri. Nama dari produk tersebut ialah BSM Warung Mikro. Maka judul yang akan diangkat oleh penulis ialah “Produk Pembiayaan Warung Mikro Di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Penelitian ini dilakukan di Divisi Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua untuk mengetahui Konsep dan Aplikasi produk Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua. Penelitian ini dilakukan pada aplikasi Pembiayaan Warung Mikro tahun
6
Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h.128.
6
2010-2011 dengan segmentasi usaha mikro dan kecil (memiliki aset tidak lebih dari Rp500 juta). 2. Perumusan Masalah Dari rumusan persoalan di atas, tulisan ini akan difokuskan pada pertanyaan berikut ini: 1. Bagaimana konsep dan aplikasi dari produk Pembiayaan Warung Mikro yang ada di Bank Syariah Mandiri? 2. Bagaimana analisa matrik SWOT dari produk Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri? 3. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengembangkan produk Pembiayaan Warung Mikro? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan oleh penulis diatas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini, diantaranya: 1.
Untuk mengetahui konsep dan aplikasi pembiayaan warung mikro di Bank Syariah Mandiri.
2.
Untuk mengetahui hasil analisa matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan Warung Mikro dari Bank Syariah Mandiri.
3.
Untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan dalam mengembangkan produk Pembiayaan Warung Mikro.
7
Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, civitas akademika, institusi terkait dan para pejuang ekonomi syariah. Bagi peneliti, yang sedang menekuni kuliah di bidang perbankan syariah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), melalui penelitian ini akan semakin memperkaya dan memperdalam wawasan peneliti tentang produk-produk yang ada di bank syariah. Sementara bagi kalangan civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan menumbuhkan minat segenap civitas akademika untuk mengkaji produk-produk lainnya yang ada di bank syariah. Bagi institusi terkait diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi sumbangan yang konstruktif, sehingga bisa semakin mengembangkan produk pembiayaan warung mikro untuk menyejahterakan masyarakat. Bagi masyarakat umum tentunya penelitian ini bisa menjadi tambahan informasi dan wawasan mengenai produk pembiayaan usaha mikro secara syariah dan juga sebagai media sosialisasi sehingga produk ini dapat dipahami oleh masyarakat luas. D. Review studi Terdahulu Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang membahas produkproduk yang ada pada bank syariah baik itu yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif. Terdapat beberapa penelitian yang dapat menunjang dan dapat membantu untuk menyempurnakan hasi penelitian kali ini, dimana terdapat perbedaan didalamnya. Hasil penelitian sebelumnya dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis dapat dilihat dari tabel berikut ini:
8
Tabel 1.1 No. 1.
Penulis, Judul, Tahun Penulis: Ahmad Syukri
Isi Penelitian
Perbedaan
Penelitian empiris tahun Perbedaan
dengan
Judul: “Analisis Produk 2010 yang bertujuan untuk penelitian
yang
akan
Pembiayaan Kepemilikan mengetahui praktek dan dilakukan
penulis
yaitu
Rumah BNI IB Griya”. Skripsi
S1,
mekanisme
Fakultas KPR BNI iB Griya pada menjadi obyek penelititan
Syariah dan Hukum UIN BNI Syarif
pembiayaan terletak pada produk yang
Syariah
dan dan
fokus
penelitian.
Hidayatullah, mengetahui hasil analisa Penelitian yang dilakukan
2008.
Kekuatan
(Strength), penulis bersifat dekriptif
Kelemahan
(Weakness), analisis yang
Peluang (Opportunity) dan pada Ancaman
terfokus
kesesuaian
antara
(Threats) konsep dan aplikasi pada
terhadap produk ini .
produk
Pembiayaan
Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri.
2.
Penulis: Ahmad Fauki Judul:
“Konsep
Membahas
dan bagaimana
tentang Perbedaan konsep
dan penelitian
Aplikasi Pembiayaan Ar- aplikasi pembiayaan Ar- dilakukan Rahn Usaha Mikro Pada Rahn
Usaha
dengan yang oleh
akan penulis
Mikro terletak pada produk dan
9
Pegadaian Syariah.” Skripsi
S1,
(ARRUM) yang dilakukan tujuan
Fakultas oleh
Pegadaian
Syariah dan Hukum UIN Cabang Syarif
Dewi
Syariah Peneltian
yang
Sartika, dilakukan
oleh
Hidayatullah, serta faktor-faktor
2008.
penelititan.
yang untuk
akan penulis
mengetahui
menjadi pendorong dan kesesuaian antara konsep penghambat dalam produk dan aplikasi dari Produk ini.
Pembiayaan
Warung
Mikro di Bank Syariah Mandiri.
Selain
itu
menulis juga melakukan analisa
matrik
SWOT
terhadap
produk
yang
menjadi
obyek
yang
diteliti.
3.
Penulis: Rizky Armis Penelitian kuantitatif yang Perbedaan Maulana
membahas
mengenai penelitian
dengan yang
akan
Judul: “Analisa Produk produk Tabungan Rencana dilakukan
oleh
penulis
Tabungan
pada
jenis
Rencana Bukopin
Syariah
Bukopin Syariah Serta Pengaruhnya Pengaruhnya
Terhadap Perolehan
, terletak
terhadap peneltian, obyek penelitian Dana
Pihak dan fokus dari penelitian.
10
Perolehan Dana Pihak Ketiga pada Bank Bukopin Penetian
yang
Ketiga
oleh
Pada
Bukopin Jakarta”.
Bank Syariah Syariah kontribusi
dan
Komposisi dilakukan
akan penulis
pengaruh bersifat kualitatif. Yang
Skripsi
S1, produk Tabungan Rencana menjadi obyek penelitian
Fakultas
Syariah
dan Bukopin Syariah Terhadap ialah produk Pembiayaan
Hukum
UIN
Syarif Perolehan
Hidayatullah, 2010.
Dana
Pihak Warung Mikro dari Bank
Ketiga pada Bank Bukopin Syariah Mandiri dengan Syariah
fokus
mengetahui
kesesuaian antara konsep dan aplikasi dari produk tersebut.
E. Obyek Penelitian Permasalahan utama dari penelitian ini adalah mengenai konsep dan aplikasi produk BSM Warung Mikro yang merupakan salah satu produk alternatif pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil. Masalah ini menarik untuk dingakat karena merupakan salah satu produk alternatif yang tidak semua Bank Syariah memilikinya. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai kelebihan dan kelemahan dari produk BSM Warung Mikro ini. Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Depok Kelapa Dua. Adapun lokasi PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
11
Depok Kelapa Dua terletak di Komplek Ruko Depok, Jl. Raya Akses UI No. 9B & 9C, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.16951. Tempat ini dipilih karena menyediakan
layanan produk BSM Warung Mikro yang merupkan obyek utama dari penelitian ini. Pada penelitian ini juga dilakukan wawancara terhadap nasabah pembiayaan warung mikro yang bergerak di sektor usaha mikro dan kecil (aset tidak lebih dari Rp 500 juta) dengan jumlah pembiayaan mulai Rp 2 juta sampai dengan Rp 100 juta. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Secara keseluruhan jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan
menggunakan
penekanan
ilmiah7
atau
penelitian
yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi. Bilamana terdapat ilustrasi yang mengarah pada perhitungan yang berbentuk angkaangka (kuantitatif), maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. 2. Jenis Data dan Sumber Data
7
Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. VIII, (Bandung: PT remaja Rosda Karya, 1997), h.6.
12
Dalam penyusunan skripsi ini, penullis menggunakan jenis data kualitatif yaitu berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.8 Serta menggunakan sumber data yaitu : a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara pihak-pihak yang bersangkutan, serta dokumentasi atau arsip perusahaan. b. Data Sekunder Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku karya tulis berupa makalah, koran, majalah, artikel, jurnal serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 9 a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan yang ada. Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku,
8 9
Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kuaitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.51. Sutrisno Hadi, Motodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 132.
13
skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Observasi Observasi berarti pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan terhadap aplikasi dari produk Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua. c. Interview/Wawancara Interview merupakan cara yang digunakan dengan tujuan mendapatkan keterangan secara lisan dari pihak yang bersangkutan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan Pejabat Analis Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua. 4. Teknik Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis membaca, mempelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data yang diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dengan menggunakan metode
14
analisis ini maka selanjutnya penulis akan menjelaskan secara komrehensif semua data yang diperoleh dalam skripsi ini.10 5. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”. G. Sistematika Penulisan Penulisan sripsi ini dirancang secara sederhana dengan mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum Universitas islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet.1.2007. Untuk
menjembatani
kebutuhan
tulisan
dan
memperoleh
suatu
pemahaman dari karya tulis secara total, salah satunya terletak pada penyajiannya, sistematiskah atau tidak. Untuk mempermudah dan memperjelas penyusunan skripsi ini, maka secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab dengan sub-sub sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan, yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II
Perspektif Teoritis, yang berisi tentang pembahasan teori pembiayaan dalam perspektif islam yang mencakup pengertian
10
Sutrisno Hadi, Motodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 134.
15
pembiayaan,
konsep
pembiayaan
murabahah,
konsep
pembiayaan ijarah, penilaian pemberian pembiayaan, tujuan dan
manfaat
pembiayaan
serta
akad-akad
pembiayaan.
Selanjutnya teori mengenai UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
di
Indonesia
yang
mencakup
pengertian,
karakteristik serta profil UMKM di Indonesia. Bab III
Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri, yang berisi tentang latar belakang sejarah berdirinya, visi dan misi, logo perusahaan, stuktur organisasi serta produk-produk yang ada di Bank Syariah Mandiri cabang Depok Kelapa Dua.
Bab IV
Analisis Produk Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri, yang berisi pembahasan mengenai mekanisme pelaksanaan pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri. Selanjutnya pembahasan mengenai keunggulan dan kelemahan produk pembiayaan warung mikro di Bank Syariah Mandiri.
Bab V
PENUTUP, merupakan bagian akhir dari penulisan yang merupakan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas yang tertuang dalam kesimpulan dan saran.
BAB II PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN UMKM DI INDONESIA
A. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam 1. Pengertian Pembiayaan Definisi tentang pembiayaan yaitu: pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. 1 Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan hal itu berupa: a.
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b.
transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c.
transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟;
d.
transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e.
transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
1
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP. AMN YKPN, 2002), h. 17
16
17
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 2 Sedangkan
pembiayaan
berdasarkan
prinsip
syariah
adalah
penyediaan uang/tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan pesetujuan/kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan yang dipersamakan dengan kredit berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian imbalan atau bagi hasil. 3 Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). 4 Dalam aktivitas pembiayaan, bank syariah akan menjalankan dengan berbagai teknik dan metode yang penerapannya tergantung pada tujuan dan aktifitas nasabah penerima pembiayaan. Mekanisme pebankan syariah yang berdasarkan prinsip mitra usaha, adalah bebas bunga. Oleh karena itu, 2
UU No. 21 Tahun 2008 sebagai revisi UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 ayat 25 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undangundang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. (Pasal 1, ayat 12) 4 Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
18
masalah membayarkan bunga kepada kepada debitur atau pembebanan bunga kepada nasabah pembiayaan tidak akan timbul. Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan, bagi bank berdasarkan prinsip konvensional, keuntungan diperoleh melalui bunga.
Sedangkan
bagi
bank
berdasarkan
prinsip
syariah
berupa
imbalan/bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian pembiayaan (kredit) beserta persyaratannya. 5
5
Kashmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.72-73.
19
Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil6 BAGI HASIL a)
BUNGA
Penentuan besarnya rasio/nisbah a.
Penentuan bunga dibuat pada
bagi hasil dibuat pada waktu
waktu akad dengan asusmsi harus
akad dengan berpedoman pada
selalu untung.
kemungkinan untung rugi. b)
Besarnya
rasio
bagi
berdasarkan
hasil b. jumlah
keuntungan yang diperoleh. c)
Bagi
hasil
keuntungan
bergantung proyek
pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
pada c.
Pembayaran bunga tetap seperti
yang
yang
dijanjikan
dijalankan. Bila usaha merugi,
pertimbangan
kerugian ditanggung
yang
bersama
kedua belah pihak. d.
Besarnya persentase berdasarkan
Jumlah
sesuai
apakah
dijalankan
oleh
proyek pihak
nasabah untung atau rugi.
pembagian
meningkat
tanpa
laba e. dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun
jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
f.
Tidak
ada
yang
keabsaha bagi hasil.
meragukan g.
Eksistensi (kalau
bunga
tidak
diragukan
dikecam)
oleh
semua agama, termasuk Islam.
6
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.61.
20
2. Penilaian Pemberian Pembiayaan Ada beberapa syarat penilaian pembiayaan yang sering dilakukan, di antaranya dengan analisis 5C, analisis 7P dan studi kelayakan. Analisis 5C dan 7P memiliki hubungan yang erat dimana analisis 7C merupakan penjelasan dari analisis 5C. Syarat pemberian pembiayaan dengan analisis 5C:7 1) Character (Karakter/Akhlak) Karakter dapat terlihat dari interaksi kehidupan seseorang dengan keluarga dan tetangganya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai karakter seseorang biasanya dilakukan dengan bertanya kepada tokoh masyarakat setempat maupun para tetangga calon penerima pembiayaan. 2) Condition of economi (Kondisi usaha) Usaha yang dijalankan oleh calon penerima pembiayaan harus baik, dalam arti mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, menutupi biaya operasional usaha dan kelebihan dari hasil dari hasil usaha dapat menjadi modal usaha untuk lebih berkembang lagi. Jika kelak mendapat pembiayaan, maka diharapkan usaha tersebut dapat tumbuh lebih baik dan akhirnya mampu melunasi kewajibannya. 3) Capacity (Kemampuan manajerial) Calon peneriama pembiayaan harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, handal dan tangguh dalam menjalankan usahanya. Biasanya
7
Kasmir, “Manajemen Perbankan”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
21
seorang wirausahawan sudah dapat mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dari usahanya apabila sudah berjalan minimal dua tahun. 4) Capital (Modal) Calon penerima pembiayaan harus mampu mengatur keuangannya dengan baik, dalam hal ini seoarang pengusaha harus mampu menyisihkan sebagian keuntungan usahanya untuk menambah modal sehingga skala usahanya dapat ditingkatkan. Satu hal yang perlu diwaspadai adalah apabila usaha calon penerima pembiayaan yang sebagian struktur permodalannya berasal dari luar (bukan modal sendiri), maka hal ini akan menimbulkan kerawanan pembiayaan bermasalah. 5) Collateral (Jaminan) Petugas pembiayaan harus dapat menganalisis usaha calon anggota pembiayaan dimana sumber utama pelunasan pembiayaan nantinya dibayarkan
dari
hasil
keuntungan
usahanya.
Untuk
mengatasi
kemungkinan sulitnya pembayaran kembali dana pembiayaan maka perlu diadakannya jaminan. Fungsi dari jaminan tersebut pertama, sebagai pengganti pelunasan pembiayaan jika penerima pembiayaan sudah tidak mampu melunasi pembiayaan. Kedua, sebagai pelunasan pembiayaan jika penerima pembiayaan melakukan wanprestasi. 3. Tujuan dan Manfaat Pembiayaan Pemberian suatu fasilitas pembiayaan mempunyai tujuan tertentu dan tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan utama dari pemberian suatu pembiayaan antara lain:
22
1.
Mencari keuntungan yaitu untuk memperoleh return ditambah laba dari pemberian pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bagi hasil atau margin yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.
2.
Membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun untuk modal kerja.
3.
Membantu pemerintah agar semakin banyak pembiayaan yang diberikan oleh pihak perbankan, mengingat semakin banyak pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat akan maka akan berdampak kepada pertumbuhan di berbagai sektor.8 Dilihat dari tujuan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pemberian
suatu pembiayaan tidak hanya menguntungkan bagi satu pihak saja yaitu pihak yang diberikan pembiayaan, melainkan juga menguntungkan pihak yang memberikan pembiayaan. Manfaat pembiayaan ditinjau dari berbagai segi: 1. Kepentingan Debitur a. Memungkinkan untuk memperluas dan mengembangkan usahanya. b. Jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dana debitur, untuk pembiayaan investasi dapat disesuaikan dengan kapasitas usaha yang bersangkutan, dan untuk pembiayaan modal kerja dapat diperpenjang berulang-ulang.
8
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.96.
23
2. Kepentingan Perbankan a. Menjaga stabilitas usahanya, serta membantu memasarkan jasa-jasa perbankan. b. Untuk memperluas pangsa pasar (market share) dalam industri perbankan nasional, dimana pada saat ini belum ada keseimbangan antara penawaran dana dan permintaan akan dana. 3. Kepentingan Pemerintah a. Pembiayaan dapat
digunakan sebagai alat
untuk memacu
pertumbuhan ekonomi secara umum, diantaranya mencipatakan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. b. Sebagai sumber pendapatan negara.
4. Kepentingan Masyarakat Luas a. Dengan adanya kelancaran dari proses pembiayaan yang diharapkan terjasdi sirkulasi dari masyarakat yang kelebihan dana kapada masyarakat yang kekurangan dana. b. Meningkatkan daya beli masyarkat. 4.
Akad-Akad Pembiayaan Syariah Akad (al-„Aqd) dalam bahasa Arab berarti: perikatan, perjanjian dan
pemufakatan. 9 Secara terminologi, akad memiliki arti umum dan khusus. Adapun arti umum dari akad adalah segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri,
9
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990)
24
seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak dan sumpah, maupun yang membutuhkan kehendak dua pihak dalam melakukannya, seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan ,gadai/jaminan. 10 Sedangkan arti khusus akad adalah pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang menimbulkan akibat hukum pada obyek akad. 11 Menurut Jumhur ulama rukun akad ada tiga; yaitu aqid (orang yang menyelenggarakan akad seperti penjual dan pembeli), harga dan barang yang ditransaksikan (ma'qud alaih) dan shighatul „aqd (bentuk ucapan akad) . Adapun akad-akad pembiayaan yang bisa dipergunakan dalam pembiayaan pada bank syariah adalah sebagai berikut: 1.
Mudharabah a. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi uasaha tertentu dari nasabah, sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank. 12 Dalam akad mudharabah bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana. Dari pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka
10
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002) Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.60. 12 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h.86. 11
25
kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian akibat dari kelalaian nasabah. b. Rukun dan Syarat Mudharabah Adapun rukun dari akad mudharabah yaitu: 1) Pemodal 2) Pengelola 3) Modal 4) Nisbah keuntungan 5) Shigat atau akad Syarat dari akad mudharabah yaitu: 1) Pemodal dan pengelola merupakan orang yang cakap hukum. 2) Shigat penawaran dan pnerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak. 3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya. 2.
Musyarakah a. Pengertian Musyarakah Musyarakah atau syirkah adalah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut, serta mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek.13 Keuntungan dari hasil usaha dapat dibagi menurut proporsi 13
Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita, (Jakarta: Media Komputindo, 2005), h.29.
26
penyertaan modal masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama. b. Rukun dan Syarat Musyarakah Adapun rukun dari akad musyarakah yaitu: 1) Pemodal 2) Pengelola 3) Modal 4) Nisbah keuntungan 5) Shigat atau akad Sedangkan syarat dalam akad musyrakah yaitu: 1) Pemodal dan pengelola merupakan orang yang cakap hukum. 2) Shigat penawaran dan pnerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak. 3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya. 3.
Murabahah a. Pengertian Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli (bank dan nasabah). 14 Sedangkan pembiayaan murabahah yaitu suatu perjanjian dimana bank membiayai barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan. 14
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan,cet IV, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), h.61.
27
Dalam prakteknya, pembiayaan murabahah dilakukan dengan cara bank membeli dan memberi kuasa kepada nasabah atas nama bank, dan pada saat yang bersamaan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan atau margin untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara bank dengan nasabah. Pembiayaan murabahah ditujukan untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif seperti rumah, toko, mobil, motor dan sebagainya. 15 Pada pembiayaan murabahah merupkan perjanjian yang disepakati antara bank, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan oleh nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank ditambah margin keuntungan) pada saat jatuh tempo.16 b. Syarat-Syarat Murabahah 1) Para pihak: a)
Berwenang secara hukum
b) Rela atau suka sama suka 2) Obyek: a)
Ada secara fisik
b) Memiliki kepemilikan yang jelas
15
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), h.251. 16 Muhammad Yusuf dan Junaedi, Perngantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Jakarta: Ganeca Press, 2006), h.69.
28
c)
Bukan barang haram
d) Harga
4.
e)
Tidak berubah selama masa perjanjian
f)
Merupakan kesepakatan
Salam a. Pengertian Salam Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. b. Rukun dan Syarat Salam Adapun rukun dalam akad salam yaitu: 1) Pembeli (Muslam) 2) Penjual (Muslam ilaih) 3) Modal 4) Barang(Muslam fihi) 5) Ucapan ijab qabul(Shigat) Sedangkan syarat dalam akad salam yaitu: 1) Modal harus diketahui. 2) Barang harus jelas spesifikasinya. 3) Harus dapat diidentifikasikan secara jelas untuk menguraangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang barang yang diperjualbelikan, tentang kualifikasi kualitas, serta mengenai jumlahnya.
29
4) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. 5) Boleh menentukan waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang. 5.
Ijarah a. Pengertian Ijarah Akad antara bank (muajjir) dengan nasabah (musta‟jir) untuk menyewa suatu barang atau obyek sewa (ma‟jur) milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah. 17 Dalam pembiayaan ini pertama, bank akan membeli aset untuk disewakan kepada nasabah dan dikategorikan sebagai aktiva ijarah. Setelah dimiliki bank, selanjutnya nasabah akan menyewanya untuk jangka waktu yang disepakati dengan membayar harga sewa. Selama jangka waktu yang disepakati aktiva ijarah masih dimilki bank dan akan dialihkan kepemilikannya pada akhir masa sewa. b. Rukun Ijarah Adapun rukun dalam akad ijarah yaitu: 1) Shigat (ucapan): ijab (tawaran), qobul (penerimaan) 2) Pihak yang berakad (berkontrak): pemberi sewa (lessor-pemilik aset), penyewa (lessee). 3) Obyek kontrak yang terdiri dari pembayaran (sewa)dan manfaat dari penggunaan aset. 17
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.118.
30
Adapun Jenis Pembiayaan dalam perbankan syariah berdasarkan tujuannya dapat dibagi tiga, yaitu: 18 1.
Return Bearing Financing Yaitu bentuk pembiayan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
2.
Return Free Financing Yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan dan lebih ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh.
3.
Charity Financing Yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan.
B. USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA 1. Pengertian UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Keberadaan usaha kecil, mikro dan menengah dalam perekonomian Indonesia memiliki sumbangan yang sangat positif, diantaranya dalam menyediakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa, serta pemerataan usaha untuk mendistribusikan pendapatan nasional. Dengan peranan usaha kecil, mikro dan menengah tersebut, posisi UMKM dalam pembangunan ekonomi nasional menjadi sangat penting. 18
Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita, (Jakarta: Media Komputindo, 2005).
31
Pembahasan tantang UMKM meliputi pengelompokan jenis usaha, yaitu jenis industri skala kecil menengah (ISKM) dan perdagangan skala kecil dan menengah (PSKM). Karena dengan pengelompokannya pada akhirnya terfokus pada permasalahan kesempatan lapangan kerja dan diletakkan pada kemampuan pengembangan ISKM dan PSKM. 19 Adapun pengertian UMKM di berbagai negara tidak selalu sama dan bergantung pada konsep yang digunakan oleh negara tersebut. Oleh karena itu pengertian UMKM ternyata berbeda antara satu negara dan negara lainnya. Dalam pengertiannya mencakup dua aspek, yaitu aspek tenaga kerja dan aspek pengelompokan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam kelompok perusahaan tersebut (range of the member of employes).20 Di Indonesia, berdasarkan literatur yang ada hingga kini terdapat beberapa pengertian yang didasarkan pada besar modal dan usaha serta jumlah tenaga kerja yang digunakan. Batasan-batasan tersebut antara lain:21 1.
Usaha Mikro a. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk
19
Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejono, Ekonomi Skala Kecil dan Kecil Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Galia Indonesia, 2002), h.16. 20 Ibid, h.14. 21 Tulus T.H Tambunan, UMKM di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009).
32
tanah dan bangunan) paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan hasil penjualan tahunan (omzet/tahun) paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). b. Bank Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan memberi batasan berdasarkan aset yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) bahwa usaha mikro adalah usaha yang memiliki aset kurang dari 2.
Usaha Kecil a. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Kriteria dari usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,(lima ratus juta rupiah) dan hasil penjualan tahunan (omzet/tahun) lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
33
b. Bank Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan memberi batasan berdasarkan aset yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan) bahwa usaha mikro adalah usaha yang memiliki aset kurang dari Rp 600.000.000,-. c. Departemen keuangan memberi batasan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan omzet kurang dari Rp 300.000.000,-. d. Departemen Perindustrian Perdagangan dan Departemen Tenaga Kerja memberi batasan berdasarkan jumlah tenaga keja, bahwa usaha dengan jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 20 orang disebut usaha kecil. Seddagkan menurut GBHN Tahun 1993, pengusaha kecil adalah mereka yang lemah dalam hal modal, tenaga kerja serta dalam penerapan teknologi. 3.
Usaha Menengah e. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan anak cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Kriteria dari usaha menengah adalah memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
34
banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan hasil penjualan tahunan (omzet/tahun) lebih dari Rp 2.500.000.000,(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah). Di dalam UU No. 20 Tahun 2008 tersebut, pengertian UMKM tergambar dari kriteria UMKM yang dibedakan berdasarkan, pertama: kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan), kedua: hasil penjualan tahunan (omzet/tahun). Secara ringkas kriteria usaha mikro, kecil dan menengah adalah sebagai berikut:22 Tabel 2.2 Tabel Kriteria UMKM23 Kriteria UMKM
Mikro
Kecil
Menengah
Kekayaan bersih
Paling banyak
Lebih dari
Lebih dari
(tidak termasuk
Rp 50 juta
Rp 50 juta
Rp 500 juta
tanah dan
sampai dengan
sampai dengan
bangunan)
paling banyak
paling banyak
Rp 500 juta
Rp 10 milyar
Hasil Penjualan
Paling banyak
Lebih dari
Lebih dari
Tahunan
Rp 300 juta
Rp 300 juta
Rp 2,5 milyar
sampai dengan
sampai dengan
paling banyak
paling banyak
Rp 2,5 milyar
Rp 50 milyar
(omzet/tahun)
22
Kementrian Koperasi dan UKM. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Diakses pada 20 April 2011 dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129 23 Tulus T.H. Tambunan, “UMKM di Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h.11.
35
Dalam dunia perbankan, pengelompokan/klasifikasi UMKM didasarkan pada jumlah (plafond) pembiayaan yang dapat diberikan kepada UMKM, yaitu untuk usaha mikro pembiayaan yang diberikan sampai dengan maksimal Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), untuk usaha kecil pembiayaan yang diberikan antara Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan untuk usaha menegah pembiayaan yang diberikan antara dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)sampai dengan dengan Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Dalam peneitian ini jenis usaha yang termasuk kedalam pembiayaan mikro yaitu hanya tercaku pada usaha mikro dan kecil saja dimana jumlah pembiaayaan yang disalurkan Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 100.000.000,(seratus juta rupiah). Tabel 2.3 Tabel klasifikasi UMKM berdasarkan jumlah (plafond) pembiayaan di bank Jenis Usaha
Jumlah (plafond) Pembiayaan
Usaha Mikro
Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Usaha Kecil
Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s/d Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
Usaha Menengah
Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
36
2. Karakteristik UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) 1. Usaha Mikro Berikut ini ciri-ciri usaha mikro: Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu
dapat berganti; Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah
tempat; Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun,
dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa
wirausaha yang memadai; Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah; Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari
mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank; Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas
lainnya termasuk NPWP. Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :
37
Perputaran
usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya
menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang; Tidak sensitive terhadap suku bunga; Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter; Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima
bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri. 2.
Usaha Kecil Berikut ini ciri-ciri usaha kecil: Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak
gampang berubah; Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-
pindah; Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau
masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha; Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP; Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam
berwira usaha;
38
Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik
seperti business planning. 3.
Usaha Menengah Berikut ini ciri-ciri usaha menengah: Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih
baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan; Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan,
telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga,
izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan; Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih
dan terdidik. 24 4.
Keunggulan dan Kelemahan UMKM Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh UMKM dibandingkan
dengan usaha besar antara lain25: 24
Dessy, “Pengertian dan Kriteria UMKM”, artikel ini diakses pada 20 April 2011 dari http://chichimoed.blogspot. com/2009/03/pengertian-dan-kriteria-ukm.html
39
1. Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk. 2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil. 3. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi
pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis. 4. Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki UMKM adalah: 1. Kesulitan pemasaran Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988) di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor. 2. Keterbatasan finansial UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang. 3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) 25
Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soedjono, “Ekonomi: Skala Kecil, Menengah dan Koperasi”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h.20.
40
Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspekaspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
kualitas
produk,
meningkatkan
efisiensi
dan
produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru. 4. Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia. Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS. 5. Keterbatasan teknologi Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya
41
jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global. Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru. 3.
Profil UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia UKM kurang mendapatkan perhatian di Indonesia sebelum krisis pecah
pada tahun 1997. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia (yang telah meruntuhkan banyak usaha besar) sebagian besar UKM tetap bertahan, dan bahkan jumlahnya meningkat dengan pesat perhatian pada UKM menjadi lebih besar, kuatnya daya tahan UKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri (73%), 4% bank swasta, 11% bank pemerintah, dan 3% supplier (Azis, 2001). Demikian juga kemampuannya menyerap tenaga kerja juga semakin meningkat dari sekitar 12 juta pada tahun 1980, tahun 1990, dan 1993 angka ini meningkat menjadi sekitar 45 juta dan 71 juta (data BPS), dan pada tahun 2001 menjadi 74,5 juta. Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001. Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1 miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59%
42
dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala menengah (0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai Rp. 50 miliar hanya mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan usaha skala besar (0,01%) dengan modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu menyerap 0,56% tenaga kerja. Melihat sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil kebijakan. khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UKM. Pengembangan UKM di Indonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Dalam perkembangannya, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM terus meningkat dan tetap mendomenasi jumlah perusahaan. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UMKM, dibandingkan dengan 7200 usaha berskala besar. Dalam kesempatan kerja UMKM menyumbang sekitar 97 persen dari jumlah pekerja di Indonesia. 26 Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang tangguh dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang diikuti oleh krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu kenyataan bahwa ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang
26
Tulus T.H. Tambunan, “UMKM di Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h.3.
43
oleh UMKM.27 Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM merupakan tantangan yang harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan pembiayaan melalui perbankan. Pembangunan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir menargetkan penurunan pengangguran dari 9,7% tahun 2004 menjadi 5,1% tahun 2009 yang disertai pengentasan kemiskinan dari 16,6% tahun 2004 menjadi 8,2% tahun 2009. Salah satu dari “Triple Strategy” pemerintah untuk mencapai sasaran tersebut adalah dengan menggerakkan sektor riil yang komponennya didominasi oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) hingga 99,9%. Secara lebih rinci, UMKM mengambil peran yang sangat strategis dalam menggerakkan aktivitas perekonomian Indonesia dengan menyediakan 99,5% kesempatan kerja penduduk yang memproduksi 57 % kebutuhan barang dan jasa nasional. Devisa negara sebesar 19% volume ekspor merupakan hasil produksi UMKM serta kontribusi 2-4% pertumbuhan nasional yang disumbangkan oleh UMKM.28 C. Peranan Pembiayaan Bank Syariah Terhadap Perkembangan UMKM di Indonesia Salah satu target pencapaian sistem perbankan syariah nasional yang tercantum pada blue print Perbankan Syariah Indonesia adalah memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional, serta mampu melakukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Sekaligus berdasarkan nilai-nilai syariah, visi
27
“Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November
2008. 28
Bappenas, Rencana Pemangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Artikel Diakses pada 15 April 2011 dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7642/
44
pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah “Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share-based financing) dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong-menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemashlahatan masyarakat.”29 Beberapa hal yang dapat disediakan oleh Bank Syariah untuk UMKM, kaitannya dengan pencapaian target dan visi di atas, antara lain: Pertama, produk alternatif yang luas dengan bagi hasil sebagai produk utama. Produk-produk dengan sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan sangat tepat untuk memberdayakan UMKM. Kedua, pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Keungggulan ini cocok dengan karakteristik orang-orang yang bergerak di bidang UMKM, yang menginginkan tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Ketiga, mengelola dan memiliki akses kepada dana-dana di voluntary sector. Hal ini sangat sesuai dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam (Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf). 30 Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang tangguh dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang diikuti oleh krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu kenyataan bahwa
29
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h.37. 30 Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h.128.
45
ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang oleh UMKM. 31 Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM merupakan tantangan yang harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan pembiayaan melalui perbankan.
31
2008.
“Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November
BAB III GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI
A. Profil Perusahaan Saat ini, dunia perbankan Indonesia tidak hanya didominasi oleh bank yang berkonsep konvensional, tetapi bank yang berkonsep syariah pun mulai menjamur untuk meramaikan persaingan antar bank di Indonesia. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu bank yang berkonsep syariah di Indonesia. Bank syariah mandiri juga merupakan salah satu pelopor berdirinya bank-bank berkonsep syariah di Indonesia dan merupakan salah satu bank syariah terbesar di Indonesia saat ini. PT. Bank Syariah Mandiri didirikan pada tanggal 25 Oktober 1999 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 November 1999. Modal dasar pendirian Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 1 triliun rupiah dengan modal disetor sebesar Rp. 658.243.565.000,- (enam ratus lima puluh delapan milyar dua ratus empat puluh tiga juta lima ratus enam puluh lima ribu rupiah). Dengan modal sebesar itu sampai Desember 2010 aset Bank Syariah Mandiri mencapai Rp. 32,48 triliun.1 Saat ini Bank Syariah Mandiri telah memiliki total kantor cabang mencapai 1.171 kantor, di luar cabang unit bisnis mikro. Dari jumlah tersebut, sebanyak 977 unit berstatus Kantor Cabang (KC) dan Kantor Cabang Pembantu (KCP) serta 194 unit berupa Kantor Kas (KK) yang
1
Aset Bank Syariah Mandiri Rp. 32,48 Triliun”, Kompas, 19 April 2011, h.14
46
47
semuanya tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Selain itu Bank Syariah Mandiri juga memiliki jaringan ATM sejumlah 220 ATM Syariah Mandiri, 4.795 ATM Mandiri, 20,487 ATM Bersama (termasuk ATM Mandiri dan ATM BSM), 14.403 ATM Prima, 121.743 unit EDC BCA, 7.053 ATM BCA dan & 7.435 unit Malaysia Electronic Payment System (MEPS). Sampai saat ini, hampir 100 persen BSM masih milik Bank Mandiri. Hanya satu lembar saham yang dimiliki oleh Mandiri Sekuritas. Ini membuktikan bahwa Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu bank dengan prinsip syariah terbesar di Indonesia. B. Sejarah Singkat Bank Syariah Mandiri Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997 yang disusul dengan krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi bank-bank konvensional mengalami kolaps dan kekeringan likuiditas. Keadaan tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil kebijakan untuk merestrukturisasi dam merekapitulasi bank-bank yang ada di Indonesia. Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi
48
tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).2
2
Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, (Jakarta, Bank Syariah Mandiri), Edisi Juni 2001. h. 4
49
Tim
Pengembangan
Perbankan
Syariah
memandang
bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
50
C. Visi, Misi, Budaya Perusahaan dan Prinsip Operasional Bank Syariah Mandiri 1. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri Visi dari Bank Syariah Mandiri adalah “Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha”. Sedangkan misi yang ingin dicapai oleh Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkembang dengan mendorong terciptanya syarikat dagang yang terkoordinasi dengan baik. 2. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan melalui kinerja dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat luas. 3. Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti operasional perbankan syariah. 4. Menunjukan
komitmen
terhadap
standar
kinerja
operasional
perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian. 5. Mengutamakan mobilisasi pendanaaan dari golongan masyarakat menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala menengah dan kecil, serta mendorong terwujudnya manajemen zakat,
51
infaq dan shadaqah yang lebih efektif sebagai cerminan kepedulian sosial. 6. Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan lain, segenap lapisan masyarakat dan investor baik lokal maupun asing. 2. Budaya Perusahaan Bank Syariah Mandiri sebagai bank yang beroperasi atas dasar prinsip syariah Islam menetapkan budaya perusahaan yang mengacu kepada sikap akhlaqul karimah (budi pekerti mulia), yang terangkum dalam lima sikap dasar yang disingkat SIFAT, yaitu: 1. Siddiq Menjaga martabat dengan integritas. Awali dengan niat hati tulus, berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan. 2. Istiqomah Konsisten adalh kunci menuju sukses. Pegang teguh komitmen, sikap optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri. 3. Fathonah Profesional adalh gaya kerja kami. Semangat belajar berkelanjutan, cerdas, inovatif, terampil dan adil. 4. Amanah Terpercaya karena penuh tanggung jawab. Menjadi terpercaya, cepat tanggap, obyektif, akurat dan disiplin.
52
5. Tabligh Kepemimpinan
berlandaskan
kasih
sayang.
Selalu
transparan,
membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan. 3 3. Prinsip Operasional Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri berada dalam koridor prinsip-prinsip sebagai berikut:4 1. Keadilan Bank Syariah Mandiri memberikan bagi hasil, transfer prestasi dari mitra usaha sesuai dengan kerjanya masing-masing dalam proporsi yang adil. Aplikasi prinsip keadilan tersebut adalah pembagian keuntungan antara bank dan pengausaha atas dasar volume penjualan riil. Besarnya pembagian keuntungan tergantung kepada besarnya kontribusi modal masing-masing serta posisi resiko yang disepakati. Semakin besar hasil usaha yang diperoleh pengusaha maka semakin besar pula hasil yang diperoleh pemilik dana. Dalam menjalankan usaha pembiayaan semuanya berlandaskan keadilan dalam berbagi laba sesuai kontribusi dan resiko. Penghargaan akan faktor upaya (skill, pemikiran, kerja keras dan waktu) mandapatkan tempat yang sepadan dengan faktor modal dan resiko.
3
Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 12 April 2011 dari http://www .syariahmandiri.co.id/2011/04/gambaran umum visi dan misi. html 4 Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, (Jakarta, Bank Syariah Mandiri), Edisi Juni 2001.
53
2. Kemitraan Posisi nasabah investor, pengguna dan bank berada dalam hubungan yang sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan bersama yang menguntungkan dan bertanggung jawab. 3. Transparansi (keterbukaan) Transparansi merupakan faktor inheren yang melekat dan menjadi bagian dalam sistem perbankan syariah. Melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah pemilik dana dapat dengan segera mengetahui tingkat keamanan dana, situsi dunia usaha, kondisi perekonomian bahkan manajemen bank. 4. Universal Dalam kemitraan Bank Syariah Mandiri harus menjadi alat ampuh untuk mendukung perkembangan usaha tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin. D. Struktur Organisasi Struktur organisasi Bank Syariah Mandiri terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Dewan Pengawas Syariah, Penasehat Direksi, Divisi dan Kantor-kantor Cabang. Dewan Direksi terdiri dari Presiden Direktur dan Direktur Bidang Pemasaran Korporasi, Direksi Bidang Pemasaran Menengah Ritel, serta Direktur Bidang Operasi, Kepatuhan dan Manajemen Cabang.
54
Sebagai bank syariah, pada struktur organisasinya terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengarahkan, memeriksa dan mengawasi kegiatan bank guna menjamin bahwa bank telah beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah Islam. Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah: 1. Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah 2. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank 3. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank 4. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya 5. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank 6. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
55
Gambar 3.1 Bagan Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri
56
Adapun struktur organisasi Bank Mandiri Syariah periode 2011 adalah sebagai berikut: Dewan Pengurus Presiden Direktur Utama
: Yuslam Fauzi
Direktur Pembiayaan Korporasi
: Amran P. Nasution
Direktur Treasury dan Jaringan
: Sugiharto
Direktur Pemb. Komersial dan Konsumer
: Hanawijaya
Direktur Operasi dan Pendukung
: Achmad Syamsudin
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko
: Zainal Fannani
Dewan Komisaris Presiden Komisaris
: Achmad Marzuki
Komisaris Independen
: Abdillah
Komisaris Independen
: Ramzi A. Zuhdi
Komisaris
: Lilis Kurniasih
Komisaris
: Tardi
Dewan Pengawas Syariah Ketua
: Prof. KH. Alie Yafie
Anggota
: Drs. Mohammad Hidayat, MBA
Anggota
: Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, Mec
57
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua
KEPALA CABANG Anton Sukarna
KEPALA KCP Nurhadiansyah MENTOR USAHA
OFFICER GADAI
OPERATIONAL OFFICER
KEPALA WARUNG MIKRO
M. Reza Dwiputranto
PELAKSANA GADAI
TELLER
PELAKSANA MARKETING SUPPORT BACK OFFICE
ACCOUNT OFFICER
SHARIA FUNDING EXECUTIVE
CUSTOMER SERVICE
ANALIS Kholis Wardan
ADMINISTRASI Melissa.A
PMM Fitra Mizan M. Taufik Abdul Aziz
58
E. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri di Cabang Depok Kelapa Dua Secara umum semua produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua ini. Produk-produk pembiayaan yang ada diantaranya: Pembiayaan Warung Mikro Pembiayaan Perumahan Griya BSM Pembiayaan Pensiun Pembiayaan Eduka (Pendidikan) Pembiayaan Multiguna Pembiayaan Konsumer Pembiayaan Produktif Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pembiayaan Talangan Haji dan Umrah Pembiayaan Koperasi Karyawan
BAB IV APLIKASI PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI A. Konsep Pembiayaan Murabahah Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (ُ)الربْح ِ yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). 1 Menurut istilah fiqih dalam Kamus Istilah Fiqih dijelaskan bahwa murabahah adalah “bentuk jual beli barang dengan tambahan harga (cost plus) atas harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, orang pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi transaksi jual beli.”2 Murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi bisnis). Adapun dasar hukum yang membolehkan jual beli murabahah adalah sebagai berikut: Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 275:
ْ ََُّّللا َّ َوأَ َحل ُ...ُالُبَ ْي َعُ َو َح َّر َمُال ِّربَا Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
1
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h.136 2 M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), Cet. ke-1, h.225
59
60
Al-Qur‟an Surat an-Nisa‟ (4) ayat 29: ُُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ
ُُُ Artinya: “Hai orang orang yang beriman , jangan lah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” Hadis Riwayat Ibnu Majah:
ٌ ( َث ََل:ب رضي هللا عنه أَنَّ اَل َّن ِبيَّ صلى هللا عليه وسلم َقا َل ث ٍ ص َه ْي ُ َْعن ُ َو َخ ْل،ض ُة َّ ط اَ ْل ُب ِّر ِبال ََل,ت ِ ِير لِ ْل َب ْي َ ار َ َوا ْل ُم َق، اَ ْل َب ْي ُع إِلَى أَ َج ٍل: ِيهنَّ اَ ْل َب َر َك ُة ِ ف ِ شع اج ْه َ لِ ْل َبي ِْع ) َر َواهُ ِابْنُ َم Artinya: “Nabi bersabda, „Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). 3 Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi hal-hal berikut:4 1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan
3 4
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Al-Afbar al-Daugih, 2004) Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.119.
61
dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah. 2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli pada suatu komoditi, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah. 3) Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat murabahah. 4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan. 5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan. 5
5
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002) jilid 5, h.3806-3827.
62
Gambar 4.1 Skema Transaksi Murabahah di Perbankan Syariah 6 1 Negosiasi & Persyaratan
2 Akad Jual Beli NASABAH
BANK 6 Bayar
5 Terima Barang & Dokumen
3 Beli Barang
SUPPLIER PENJUAL
4 Kirim
Konsep pembiayaan murabahah pada bank syariah muncul karena bank tidak memiliki barang yang diinginkan oleh nasabah, sehingga bank harus melakukan transaksi pembelian atas barang yang diinginkan nasabah kepada pihak lainnya yang disebut sebagai supplier. Dengan demikian, bank bertindak selaku penjual disatu sisi, dan disisi lain bertindak selaku pembeli. Kemudian bank akan menjualnya kembali kepada nasabah bank tersebut yang bertindak sebagai pembeli dengan harga yang disesuaikan yakni harga beli ditambah margin yang disepakati. Adapun karakteristik pembiayaan murabahah yang dipraktekkan oleh lembaga keuangan syariah adalah: a. Akad yang digunakan adalah akad jual beli. Implikasi dari penggunaan akad jual beli mengharuskan adanya penjual, pembeli, dan barang yang 6
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.107.
63
dijual. Bank syariah selaku penjual harus menyediakan barang untuk nasabah yang dalam hal ini adalah sebagai pembeli. Sehingga nasabah berkewajiban untuk membayar barang yang telah diserahkan oleh bank syariah. b. Harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank syariah) tidak dipengaruhi oleh frekuensi waktu pembayaran. Jadi, harga yang ada hanyalah satu yaitu harga yang telah disepakati oleh bank syariah dan nasabah. c. Keuntungan dalam pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk harga penjualan. Keuntungan tersebut sewajarnya dapat dinegoisasikan antara pihak bank syariah dan nasabah. d. Pembayaran harga barang dapat dilakukan secara angsuran. Jadi, pihak nasabah berhutang kepada pihak bank syariah, karena belum melunasi kewajiban membayar harga barang yang ditransaksikan. Sedangkan angsuran pada pembiayaan murabahah tidak terikat oleh jangka waktu pembayaran yang ditetapkan. e. Dalam pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan, karena sifat
dari
pembiayaan
murabahah
merupakan
jual
beli
yang
pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Sehingga bank syariah memberlakukan prinsip kehati-hatian dengan mengenakan jaminan kepada nasabah. B. Mekanisme Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah pembiayaan Bank kepada nasabah perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang
64
UMKM untuk membiayai kebutuhan usahanya melalui pembiayaan modal kerja atau pembiayaan investasi dengan maksimal limit pembiayaan Rp 2 juta sampai dengan Rp100 juta. Persyaratan yang mudah, proses pembiayaan cepat, dan angsuran ringan serta tetap hingga jatuh tempo adalah nilai plus dari produk Pembiayaan Warung Mikro ini. Dengan keunggulan tersebut maka diharapkan dengan fasilitas yang diberikan Warung Mikro, masyarakat kecil dan pelaku UMKM dapat tetap menjalankan roda perekonomiannya secara maksimal. Warung Mikro sendiri menawarkan tiga jenis produk yakni, Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (non agunan) dengan nilai pembiayaan Rp 2 juta hingga Rp 10 juta, Pembiayaan Usaha Mikro Madya dengan nilai Rp diatas Rp 10 juta hingga Rp 50 juta, dan Pembiayaan Usaha Mikro Utama dengan nilai diatas Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Cukup mudah bagi calon nasabah yang ingin mengajukan Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri. Yang pertama, calon nasabah harus memiliki tujuan yang jelas dimana calon nasabah harus menyepakati dengan pihak bank bahwa pembiayaan yang diberikan akan digunakan untuk usaha apa dan barang-barang apa saja yang akan dibeli. Akad yang digunakan pada produk Pembiayaan Warung Mikro adalah akad murabahah. Implikasi dari penggunaan akad murabahah mengharuskan adanya penjual, pembeli, dan barang yang dijual. Sebagaimana kita ketahui, dalam skim Murabahah fungsi bank adalah sebagai penjual barang untuk kepentingan nasabah, dengan cara membeli barang yang diperlukan nasabah
65
dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan bank dan bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang berikut biaya yang diperluan dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian barang kepada nasabah. Pada aplikasinya bank syariah menggunakan media ”akad Wakalah” dengan memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tersebut. Dengan adanya akad wakalah tersebut maka bank sepenuhnya menyerahkan dana tersebut kepada nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Walaupun bank telah menggunakan akad wakalah kepada nasabah, namun bank akan tetap melakukan pengawasan terhadap barangbarang yang akan dibeli oleh nasabah agar tidak keluar dari koridor transaksi jual beli yang ada dalam syariat Islam. Hal ini dilakukan untuk mencegah nasabah melakukan transaksi yang dilarang, misalnya menggunakan dana pembiayaan untuk membeli barang-barang yang termasuk barang haram. Dengan adanya akad wakalah ini sebagai tambahan tentunya hal ini akan sedikit
menimbulkan pertanyaan apakah bank syariah sudah
menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsp-prinsip syariah atau belum. Selain itu akad wakalah ini juga akad membuat persepsi yang ada di masyarakat bahwasannya bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional karena pada prakteknya akan menimbulkan persamaan diantara keduanya. Terkesan aplikasi murabahah pada produk pembiayaan warung ini
66
bank yang seharusnya bertindak sebagai penyedia barang „tidak mau dipusingkan dengan langkah-langkah pembelian barang.‟ Gambar 4.2 Skema Transaksi Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri 1 Negosiasi & Persyaratan
Akad Wakalah
Bank Mewakilkan pada nasabah untuk membeli barang barang
2 Akad Jual Beli BANK
NASABAH
6 Bayar 5 Terima Barang & Dokumen
SUPPLIER PENJUAL 4 Kirim
Selain itu dalam aplilasinya akad jual beli murabahah dilakukan sebelum barang secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420 H) yang menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank. Masalah ini tentunya harus betul-betul diperhatikan oleh bank-bank syariah yang ada karena masalah ini bisa berpotensi menurunkan citra bank syariah itu sendiri.
67
Mengenai adanya ketidaksesuaian ini pihak DPS menganggap hal ini masih
berada
didalam
koridor
syariah.
Menurut
mereka
selama
ketidaksesuaian itu masih berada di tataran aplikasi dan tidak masuk kedalam wilayah prinsip.oleh karena itu produk Pembiayaan Warung Mikro masih sesuai dengan prinsip syariah dan layak adanya. 7 Adapun Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional adalah sebagai berikut:8
Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.
Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan nasabahnya adalah penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya adalah hubungan kreditur dan debitur.
Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar.
Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit
7
Fitra Mizan, Analis Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Depok Kelapa Dua. Wawancara Pribadi, Depok, 7 Juni 2011. 8 Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita, (Jakarta: Media Komputindo, 2005).
68
konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus. 1.
Prosedur Umum Pembiayaan Warung Mikro Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri merupakan produk
alternatif pembiayaan dari Bank Syariah Mandiri yang diperuntukan bagi pengusaha yang skalanya sangat terbatas atau biasa disebut UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Pembiayaan Warung Mikro ini menggunakan akad murabahah. Prosedur pengajuan pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri dijelaskan pada poin-poin dibawah ini: a. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pemohonan pembiayaan. Pihak pelaksana dan administrasi warung mikro akan melakukan pengecekan terhadap kelengkapan persyaratan yang telah diserahkan nasabah. b. Setelah semua persyaratan terpenuhi, pihak bank akan melakukan analisis secara administratif dan bila diperlukan melakukan survei langsung ke lapangan. c. Selanjutnya Analis Warung Mikro akan membuat proposal pembiayaan untuk diajukan kepada komite pembiayaan dan kepala cabang. d. Bila proposal pembiayaan telah disetujui oleh komite pembiayaan dan kepala cabang maka selanjutnya bank melakukan akad / kontrak perjanjian dengan pihak nasabah.
69
e. Setelah akad dilakukan dengan nasabah maka bank akan mencairkan dana pembiayaan dengan mentransfer langsung pada rekening nasabah. f. Dengan akad wakalah, bank menunjuk nasabah sebagai wakil dari bank untuk membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah (dalam hal ini kebutuhan untuk usaha) atas nama bank secara tunai. g. Ketika akad ditandatangani, maka kewajiban nasabah terhadap bank telah dimulai, yaitu membayar angsuran pembiayaan dengan besaran dan jangka waktu yang sudah disepakati dalam perjanjian. Gambar 4.3 Gambar Prosedur Pengajuan Pembiayaan Warung Mikro Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pemohonan pembiayaan
Nasabah menyerahkan semua persyaratan yang dibutuhkan
Bila proposal pembiayaan telah disetujui oleh komite pembiayaan dan kepala cabang maka selanjutnya bank melakukan akad / kontrak perjanjian dengan pihak nasabah
bank akan mencairkan dana pembiayaan dengan mentransfer langsung pada rekening nasabah
bank akan melakukan analisis secara administratif dan bila diperlukan melakukan survei langsung ke lapangan
Analis Warung Mikro akan membuat proposal pembiayaan untuk diajukan kepada komite pembiayaan dan kepala cabang
Dengan akad wakalah, bank menunjuk nasabah sebagai wakil dari bank untuk membeli barang yang dibutuhkan
70
Persyaratan umum Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut: Usaha telah berjalan minimal 2 tahun. Usia minimal 21 tahun atau sudah menikah dan maksimal 55 tahun saat pembiayaan lunas. Surat keterangan/ijin usaha. Adapun kelengkapan dokumen yang harus dipenuhi ketika seorang nasabah ingin mengjukan Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah: 1. Persyaratan pemohon pembiayaan bagi Wiraswasta / Profesional: a. Fotokopi KTP/Paspor, kartu keluarga (KK), surat nikah pemohon & suami/istri b. Pas foto terbaru 3x4 pemohon & suami c. Surat Keterangan Usaha (SKU) + Rekening Tabungan 3 bulan terakhir d. Jaminan: Sertifikat, IMB, Akte Jual beli, SPPT Girik, Keterangan tidak sengketa, Perjanjian jual beli BPKB kendaraan >2005, Faktur Pembelian, Gesekan no. rangka, no. mesin, STNK Deposito e. Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat 2. Persyaratan pemohon pembiayaan bagi Pegawai / Karyawan:
71
a. Fotokopi KTP/Paspor, kartu keluarga (KK), surat nikah pemohon & suami/istri b. Slip gaji + Rekening Tabungan 3 bulan terakhir c. SK Pengangkatan pertama dan terakhir d. NPWP untuk pembiayaan diatas Rp. 50 juta e. Jaminan: Sertifikat, IMB, Akte Jual beli, SPPT Girik, Keterangan tidak sengketa, Perjanjian jual beli BPKB kendaraan >2005, Faktur Pembelian, Gesekan no. rangka, no. mesin, STNK Deposito f. Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat 2.
Tahap Pengajuan Pembiayaan Secara garis besar, tahapan yang akan dilalui oleh nasabah yang
hendak mengajukan pembiayaan warung mikro adalah 4 (empat) tahap. Pertama, tahap permohonan pengajuan pembiayaan. Disini nasabah mengajukan jumlah pembiayaan yang diinginkan kepada bank. Setelah pengisian aplikasi permohonan, maka selanjutnya nasabah mengumpulkan kelengkapan data persyaratan pembiayaan. Kedua, tahap analisa yang dilakukan oleh bagian Analis Warung Mikro yang ada di Bank Syariah Mandiri. Analisa yang dilakukan adalah 3 pilar analisa, yaitu kemampuan nasabah, aspek legalitas dan objek akad. Analisa kemampuan dapat dilihat melalui fotokopi rekening tabungan (mutasi
72
tabungan rekening perbulan), slip gaji, BI Checking untuk mengetahui apakah calon nasabah memiliki pinjaman di bank lain atau tidak. Analisa legalitas data-data dapat diketahui melalui hasil wawancara dengan nasabah dan memverifikasi data-data calon nasabah yang sudah masuk, baik melalui telepon dan juga survey ke lapangan (on the spot). Selain itu bank juga akan memeriksa melalui Sistem Informasi Debitur (SID) untuk mengetahui apakah calon nasabah masuk daftar hitam Bank Indonesia atau tidak. Ketiga, bila masih ada kekurangan persyaratan yang belum dilengkapi oleh nasabah, maka nasabah harus melengkapi persyaratan. Ketika semua persyaratan telah lengkap, maka pihak analis warung mikro akan membuat proposal pembiayaan untuk dilaporkan kepada komite pembiayaan dan kepala cabang. Proposal tersebut nantinya akan dibawa ke rapat komite pembiayaan. Apabila komite pembiayaan beserta kepala cabang setuju, maka bisa dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Tahapan yang terakhir atau keempat yaitu melakukan akad antara pihak bank dan nasabah. Barulah setelah akad dilaksanakan dana pembiayaan akan langsung ditransfer oleh bank ke rekening nasabah. Sebelumnya nasabah tentunya telah melunasi biaya administrasi yang menjadi kewajiban pihak nasabah. Selanjutnya nasabah bisa menyetorkan angsuran pembayaran pertama sebulan setelah ditandatanganinya akad dengan cara menyetorkan angsuran perbulannya sebesar yang telah disepakati dalam kontrak.
73
Dengan akad wakalah yang diberikan pada nasabah, maka nasabah bisa langsung menggunakan dana pembiayaan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan sesuai dengan rencana usaha. Semua penendatanganan akad dilakukan secara bertahap dalam waktu satu hari sehingga dapat mengefisienkan waktu tanpa melanggar ketentuan mengadakan akad sesuai dengan syariah, tanpa paksaan, berdasarkan kesepakatan bersama tanpa harus merugikan satu sama lain. Setelah penandatanganan akad maka selambat-lambatnya keesokan harinya nasabah dapat mencairkan dana pembiayaan sesuai dengan yang diajukan. Sebelumnya nasabah tentunya telah melunasi biaya administrasi yang menjadi kewajiban pihak nasabah. Selanjutnya nasabah bisa menyetorkan
angsuran
pembayaran
pertama
sebulan
setelah
ditandatanganinya akad dengan cara menyetorkan angsuran perbulannya sebesar yang telah disepakati dalam kontrak.
74
Gambar 4.4 Skema Kriteria dan Sub Kriteria dari Proses Pengajuan Pembiayaan Keputusan Pengambilan Pembiayaan
Latar Belakang Debitur
- Hasil Dari BI checking - Identitas Debitur - Status tempat tinggal - Riwayat hutang debitur
3.
Kondisi Usaha
- Tujuan pengajuan - Lama usaha - Jenis usaha - Prospek usaha
Resiko Jaminan
- Jenis jaminan - Lokasi jaminan - Nilai jaminan - Status kepemilikan
Analisa Keuangan
- Sejarah keuangan - Tingkat perputaran uang - Proyeksi cash flow
Analisa Resiko
- Resiko jangka pendek - Resiko jangka menengah - resiko jangka panjang
Aplikasi Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua dari Perspektif Nasabah Secara garis besar para nasabah dari produk pembiayaan warung
mikro memandang bahwa tidak ada masalah dengan aplikasi dari konsep murabahah pada produk Pembiayaan Warung Mikro. Menurut mereka produk ini sudah cukup baik dan sangat menolong bagi pengusaha yang memiliki usaha mikro dan kecil yang membutuhkan fasilitas pembiayaan. Dari pengalaman nasabah Pembiayaan Warung Mikro mereka cukup puas dengan
75
pelayanan dan fasilitas dari produk Pembiayaan Warung Mikro.9 Hal ini dibuktikan dengan rata-rata realisasi pencairan pembiayaan periode Januari – Agustus 2011 mencapai Rp 3.144.600.000,- (tiga milyar seratus empat puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) atau mencapai 78% dari total target. Gambar 4.5
Target Pencairan Pembiayaan Januari Agustus2011 120,00%
Realisasi Pembiayaan
100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11
Agust11
Realisasi 106,80 53,40% 110,80 89,20% 104,70 102,08 61,94% 56,64%
Secara konsep produk ini sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam akad murabahah. Dalam aplikasinya memang belum semua ketentuan-ketentuan yang ada sudah dijalankan sebagaimana mestinya. Misalnya posisi bank sebagai penjual terkesan hilang karena memang bank hanya mewakilkan pada nasabah untuk membeli barang-barang yang
9
Fitra Mizan, Analis Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Depok Kelapa Dua. Wawancara Pribadi, Depok, 7 Juni 2011.
76
dibutuhkan sehingga seolah-olah barang yang dibeli nasabah langsung menjadi milik nasabah. Padahal seharusnya barang tersebut menjadi milik bank terlebih dahulu. Hal ini tentunya akan membuat aplikasi dari produk ini terkesan sama dengan produk kredit yang ada pada bank konvensional. Hal ini merupakan salah satu cerminan dimana saat ini belum murni syariahnya bank syariah yang ada di Indonesia. C. Analisa Matrik SWOT Produk Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri a. Kekuatan (Strengths) a. Rasa tentram dan tenang karena produk pembiayaan di bank syariah terhindar dari riba. Seluruh agama melarang adanya transaksi ribawi. Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi kalangan diluar Islam pun memandang serius masalah ini. Karenanya, kajian masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga bangsa Romawi. Kalangan Kristen juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba dimana mereka juga mengecam praktik pengambilan riba. b. Selama masa pembiayaan, besarnya angsuran tetap dan tidak berubah sampai lunas. Pada kredit konvensional, angsuran bersifat floating (mengambang) tergantung suku bunga yang berlaku. Lain halnya pada produk
77
Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri, angsuran akan tetap selama masa pembiayaan sesuai kesepakatan pada saat penandatanganan akad. Nasabah tidak akan dipusingkan dengan masalah naiknya angsuran jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga karena besarnya nilai angsuran tetap sampai masa angsuran selesai. c. Jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Dengan jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan hal ini tentunya bisa menjadi solusi bagi sebagian pengusaha mikro dan kecil yang kesulitan untuk memperoleh akses permodalan. d. Margin kompetitif. Dengan tingkat margin yang kompetitif, produk ini juga menjadi andalan Bank Syariah Mandiri untuk membiayai segmen masyarakat menegah kebawah atau masyarakat kecil. e. Proses pengajuan pembiayaan yang mudah dan relatif cepat. Proses pengajuan pembiayaan Warung Mikro juga relatif mudah dan cepat. Ketika nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan sudah melengkapi persyaratan yang dibutuhkan dan telah disetujui oleh pihak bank, maka selanjutnya akan diadakan akad / kontrak perjanjian antara nasabah dan bank dan setelah itu dana pembiayaan langsung cair. f. Jangka waktu pembiayaan yang panjang.
78
Semakin panjang waktu pembiayaan maka semakin kecil jumlah angsuran yang dibayarkan tiap bulannya. Dengan jangka waktu hingga 4 tahun, nasabah bisa mengangsur sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki oleh nasabah. g. Merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang memiliki brand yang cukup familiar. b. Kelemahan (Weakness) a. Kurangnya promosi kepada masyarakat. Dalam
hal
ini Bank Syariah Mandiri
masih kurang dalam
mempromosikan produk ini kepada masyarakat, baik promosi melalui media cetak maupun elektronik. b. Kurangnya pemahaman SDM yang profesional dalam bidangnya. Pemahaman SDM yang masih kurang terhadap produk pembiayaan syariah akan berpengaruh terhadap aplikasi dari produk pembiayaan itu sendiri. c. Masih adanya persyaratan agunan. Dalam ketentuan Pembiayaan Usaha Mikro dengan limit pembiayaan Rp. 2 juta sampai dengan Rp 10 juta tidak dipersyaratkan adanya jaminan. Hal ini tentunya akan sangat berkaitan dengan prinsip kehatihatian yang diterapkan oleh bank. Selain itu masalah moral hazard dari masyarakat juga belum memungkinkan pinjaman tanpa agunan. d. Jaringan kantor yang terbatas.
79
Saat ini Bank Syariah Mandiri telah memiliki total kantor cabang mencapai 1.171 kantor, di luar cabang unit bisnis mikro. Dari jumlah tersebut, sebanyak 977 unit berstatus Kantor Cabang (KC) dan Kantor Cabang Pembantu (KCP) serta 194 unit berupa Kantor Kas (KK) yang semuanya tersebar di 33 provinsi di Indonesia. 3. Peluang (Opportunities) a. Fatwa MUI bahwa “Bunga Bank Haram.” b. Memiliki undang-undang yang mendukung bank syariah. Pengaturan mengenai perbankan syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun !992 tantang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodir c. Pertumbuhan UMKM yang pesat. Dalam perkembangannya, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM terus meningkat dan tetap mendomenasi jumlah perusahaan. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UMKM, dibandingkan dengan 7200 usaha berskala besar. Dalam kesempatan kerja UMKM menyumbang sekitar 97 persen dari jumlah pekerja di Indonesia. 10 d. Promosi melalui media elektronik. Pada era globalisasi ini media elektronik adalah salah satu media pemasaran yang sangat efektif. Saat ini masyarakat sekarang lebih
10
Biro Pusat Statistik.
80
banyak mengakses media elektronik dibanding media cetak. Selain lebih cepat dan mudah diakses. 4. Ancaman (Threats) a. Banyaknya pesaing baru. Saat ini banyak bank syariah maupun bank konvensional yang menawarkan produk yang juga menyasar segmentasi UMKM, sehingga persaingan pada segmentasi ini cukup kompetitif untuk saat ini. b. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk pembiayaan syariah. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa produk pembiayaan yang ada di bank syariah tidak berbeda dengan produk kredit dari bank konvensional. D. Rancangan Strategi Peningkatan Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Tabel 4.1 Tabel Matrik SWOT IFAS
STRENGTHS (KEKUATAN)
WEAKNESSES (KELEMAHAN)
a. Rasa tentram dan tenang karena produk pembiayaan di bank syariah terhindar dari riba. b. Selama masa pembiayaan, besarnya angsuran tetap dan tidak berubah sampai lunas. c. Jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah.
a. Kurangnya promosi kepada masyarakat. b. Kurangnya pemahaman SDM yang profesional dalam bidangnya. c. Masih adanya persyaratan agunan. d. Jaringan kantor yang terbatas.
81
d. Margin kompetitif. e. Proses pengajuan pembiayaan yang mudah dan relatif cepat. f. Jangka waktu pembiayaan yang panjang. g. Merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang memiliki brand yang cukup familiar. EFAS
a. b.
c. d.
OPPORTUNITIES S-O (PELUANG) Fatwa MUI bahwa a. Membuat strategi pemasaran “Bunga Bank Haram.” yang lebih efektif untuk Memiliki undang-undang memasarkan produk. yang mendukung bank b. Membangun brand image syariah. yang kuat di benak Pertumbuhan UMKM masyarakat dengan yang pesat. memanfaatkan acara event Promosi melalui media dan pameran. elektronik. c. Memperkenalkan secara intensif keunggulankeunggulan produk yang dimiliki kepada segmentasi yang hendak dicapai yaitu UMKM. THREATS (ANCAMAN)
S-T
W-O a. Ekspansi jaringan dengan membuka kantor-kantor cabang baru sehingga terciptanya jaringan pemasaran yang luas. b. Pemanfaatan event dan acara pameran untuk mempromosikan produk kepada masyarakat. c. Bank harus meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki dengan memberikan pelatihanpelatihan yang lebih intensif dan komprehensif. W-T
a. Banyaknya pesaing. a. Meningkatkan sistem dan a. Mengoptimalkan b. Masih kurangnya prosedur pelayanan nasabah pemasaran untuk pengetahuan masyarakat sehingga pelayanan dapat menghadapi agresifitas terhadap produk lebih cepat, mudah dan para pesaing. pembiayaan syariah. efisien. b. Membuat inovasi dalam b. Menyelenggarakan atau turut memasarkan produk. berpartisipasi dalam seminar, c. Memberikan edukasi yang lokakarya dan workshop komprehensif kepada perbankan syariah. masyarakat mengenai produk pembiayaan yang
82
ada di bank syariah. a.
Strategi Strength Opportunity (S-O) Strategi yang mengutamakan kekuatan dan memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi ini digunakan untuk mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif seperti: a. Membuat strategi pemasaran yang lebih efektif untuk memasarkan produk. b. Membangun brand imge yang kuat di benak masyarakat dengan memanfaat kan acara event dan pameran. c. Mulai memperkenalkan keunggulan-keunggulan produk kepada segmentasi yang hendak dicapai. d. Memberikan
edukasi
yang
komprehensif
kepada
masyarakat
mengenai produk pembiayaan yang ada di bank syariah. b. Strategi Strength Threath (S-T) Strategi dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi tantangan yang ada seperti: a. Meningkatkan sistem dan prosedur pelayanan nasabah sehingga pelayanan dapat lebih cepat, mudah dan efisien. b. Menyelenggarakan atau turut berpartisipasi dalam seminar, lokakarya dan workshop perbankan syariah. c.
Strategi Weaness Opportunity (W-O) Strategi yang meminimalkan kelemahan intern dengan memanfaatkan
peluang yang kuat untuk memperbaiki kondisi internal seperti:
83
a. Ekspansi jaringan dengan membuka kantor-kantor cabang baru sehingga terciptanya jaringan pemasaran yang luas. b. Pemanfaatan even dan acara pameran untuk mempromosikan produk kepada masyarakat. c. Bank harus meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki dengan memberikan pelatihan-pelatihan. d. Strategi Weakness Threat (W-T) Strategi yang meminimalkan kelemahan internal untuk dapat bertahan (defensif) dalam menghadapi tantangan: a. Mengoptimalkan pemasaran untuk menghadapi agresifitas para pesaing. b. Membuat inovasi dalam memasarkan produk. c. Memberikan
edukasi
yang
komprehensif
kepada
mengenai produk pembiayaan yang ada di bank syariah.
masyarakat
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan oleh penulis pada babbab sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil sebagaimana berikut: 1. Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri merupakan produk alternatif pembiayaan dari Bank Syariah Mandiri yang diperuntukan bagi pengusaha yang skalanya sangat terbatas atau biasa disebut UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) dengan menggunakan akad murabahah. Aplilasi akad jual beli murabahah pada produk pembiayaan warung mikro dilakukan sebelum barang secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa MUI No.04/DSNMUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420 H) yang menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 2. Hasil dari analisis matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan Warung Mikro: 1. Kekuatan (Strengths) a. Rasa tentram dan tenang karena produk pembiayaan di bank syariah terhindar dari riba.
84
85
b. Selama masa pembiayaan, besarnya angsuran tetap dan tidak berubah sampai lunas. c. Jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. d. Margin kompetitif. e. Proses pengajuan pembiayaan yang mudah dan relatif cepat. f. Jangka waktu pembiayaan yang panjang. g. Merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang memiliki brand yang cukup familiar. 2. Kelemahan (Weaknes) a. Kurangnya promosi kepada masyarakat. b. Kurangnya pemahaman SDM yang profesional dalam bidangnya. c. Masih adanya persyaratan agunan. d. Jaringan kantor yang terbatas. 3. Peluang (Opportunity) a. Fatwa MUI bahwa “Bunga Bank Haram.” b. Memiliki undang-undang yang mendukung bank syariah. c. Pertumbuhan UMKM yang pesat. d. Promosi melalui media elektronik. 4. Ancaman (Threats) a. Banyaknya Pesaing. b. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk pembiayaan syariah.
86
3. Ditengah ketatnya persaingan antar bank dalam memasarkan produkproduk yang dimiliki, ada beberapa strategi yang dilakukan dalam mengembangkan produk Pembiayaan Warung Mikro, diantaranya: a. Memberikan pelayanan kepada nasabah dengan sebaik mungkin. b. Melakukan promosi dan sosialisasi yang lebih efektif kepada masyarakat. c. Pemanfaatan even dan acara pameran untuk mempromosikan produk kepada masyarakat. d. Mengadakan pelatihan bagi SDM yang ada di bagian warung mikro untuk meningkatkan kemampuan teknis. e. Memberikan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai produk pembiayaan yang ada di bank syariah. B. SARAN Merujuk pada kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan dan mengemukakan masukan atau rekomendasi bagi Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua yang kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan kedepannya: 1. Menyesuaikan aplikasi produk pembiayaan
yang
memakai akad
murabahah dengan peraturan-peraturan yang ada seperti Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia. 2. Memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin mengajukan pembiayaan Warung Mikro, utamanya bagi masyarakat yang layak setelah dilakukan survei.
87
3. Lebih memberdayakan masyarakat yang kurang mampu untuk dibina dalam meningkatkan usaha mikro mereka sehingga menjadi pengusaha yang sukses dan bertaqwa. 4. Meningkatkan konsistensi kegiatan yang berjalan didalam perbankan, sehingga bank syariah tetap dalam koridor yang sesuai dengan ketentuan syariah, serta keberkahan yang nyata. 5. Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua harus lebih mensosialisasikan
produk-produk
yang
ada,
khususnya
produk
pembiayaan Warung Mikro agar lebih banyak masyarakat yang mengenal produk tersebut. 6. Sebagai salah satu bank syariah terbesar, tentunya Bank Syariah Mandiri harus lebih memperhatikan dan menjalankan prinsip-prinsip syariah agar tidak keluar dari koridor yang ada, sehingga akan menumbuhkan kesan yang baik di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim dan Terjemahannya. Al-Jaziri, Adurrhaman. Kitabu al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Darul Fikr, 2001. Amin, Ma’ruf. Prospek Cerah Perbankan Syariah. Jakarta: LeKAS, 2007. Cet. I Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute, 2000. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999. Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005. Danim, Sudarman. Menjadi Peneliti Kuaitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002. Ghafur W, Muhammad. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian Kritis Perkembangan perbankan Syariah). Yogykarta: Biruni Press, 2007. Ghazali, Ahmad. Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita. Jakarta: Media Komputindo, 2005. Hadi, Sutrisno. Motodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1992. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia, 2003. Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Kasmir. Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Kementrian Koperasi dan UKM RI. Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha mikro (P3KUM) Pola Syariah. Jakarta: 2007. Lathif, Ah. Azharudin. Fiqh Muamalah. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
88
Lexi, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1997. Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, Beirut: Al-Afbar al-Daugih, 2004. Mini Profile. Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern. Jakarta, Bank Syariah Mandiri, Edisi Juni 2001. Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2005. Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005. Mujieb, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Mujiono. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial. Yogyakarta: Penerbit BPFE, 1996. Cet. Ke III. Partomo, Titik Sartika dan Abd. Rachman Soejono. Ekonomi Skala Kecil dan Kecil Menengah dan Koperasi. Jakarta: Galia Indonesia, 2002. Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gamedia Pustaka Utama, 2006. Cet. Ke-12. Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994. Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal. Credit Manajemen Hand Book, Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir Dan Nasabah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Cet. III. Sumitro, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Syafi’I, Rahmat. Fiqh Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2004. Tambunan, Tulus T.H. UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009. Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990. Yusuf, Muhammad dan Junaedi. Perngantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah. Jakarta: Ganeca Press, 2006.
89
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr, 2002.
Artikel dan Undang-Undang Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 12 April 2011 dari http://www .syariahmandiri.co.id/2011/04/gambaran umum visi dan misi. html Dessy, “Pengertian dan Kriteria UMKM”, artikel ini diakses pada 20 April 2011 dari http://chichimoed.blogspot. com/2009/03/pengertian-dan-kriteriaukm.html Kementrian Koperasi dan UKM RI, Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha mikro (P3KUM) Pola Syariah Jakarta: 2007. Kementrian Koperasi dan UKM. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Diakses pada 20 April 2011 dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=129 Peraturan Bank Indonesia nomor 13/11/PBI/2011 tentang Pencabutan atas PBI Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberiaan Kredit Usaha Kecil Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005 tanggal 14 Nopember 2005 tentang Standarisasi Akad “Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November 2008. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 sebagai revisi UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 ayat 25 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. (Pasal 1, ayat 12)
90
LAMPIRAN-LAMPIRAN
91
HASIL WAWANCARA
Nama
: Fitra Mizan
Jabatan
: Pelaksana Unit Warung Mikro BSM KCP Kelapa Dua
Hari, tanggal : Selasa, 7 Juni 2011 Waktu
:17.00 WIB s.d selesai
Tempat
: Kantor Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua
Tanya : Kapan Bank Syariah Mandiri cabang pembantu kelapa dua ini berdiri dan bagaimana perkembangannya? Jawab : Tanggal 23 Juli 2011. Sejauh ini perkembangannya sangat baik dan terus tumbuh dengan pesat. Tanya : Produk pembiayaan apa saja yang ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Kelapa Dua ini? Jawab : Secara umum semua produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua ini, seperti misalnya Pembiayaan Warung Mikro, Pembiayaan Griya BSM, Pembiayaan Consumer, Pembiayaan Produktif, Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan Pembiayaan Talangan Haji dan Umrah. Tanya : Apakah definisi dari produk pembiayaan BSM warung mikro Bank Syariah Mandiri? Jawab : Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah pembiayaan Bank kepada nasabah perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang UMKM untuk membiayai kebutuhan usahanya melalui pembiayaan modal kerja atau pembiayaan investasi dengan maksimal limit plafon pembiayaan Rp 2 juta sampai dengan Rp100
juta. Warung Mikro sendiri menawarkan tiga jenis produk yakni, Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (non agunan) dengan nilai pembiayaan Rp 2 juta hingga Rp 10 juta, Pembiayaan Usaha Mikro Madya dengan nilai Rp diatas Rp 10 juta hingga Rp 50 juta, dan Pembiayaan Usaha Mikro Utama dengan nilai diatas Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Tanya : Segmen apa yang hendak dicapai dengan membuka layanan pembiayaan BSM warung mikro? Jawab : Segmentasi yang hendak dicapai oleh Bank Syariah Mandiri dengan membuka layanan produk pembiayaan warung mikro adalah segmen masyarakat menengah kebawah, bahkan sampai pada kalangan masyarakat yang paling bawah. Fokus utama dari segmentasi yang hendak dicapai oleh produk ini ialah pada sektor UMKM yang masih belum tergarap oleh bank-bank lain yang ada saat ini. Tanya : Akad apa yang digunakan pada produk pembiayaan warung mikro? Jawab : Akad yang digunakan pada produk pembiayaan warung mikro ini adalah murabahah dimana bank nantinya akan bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Tanya : Bagaimana Prosedur pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan BSM warung mikro? Jawab : Nasabah datang bertemu ke bank bertemu dengan bagian administrasi warung mikro atau bagian pelaksana warung mikro untuk menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuan pembiayaan warung mikro. Selanjutnya dilakukan BI checking oleh pihak administrasi warung mikro. Ketika sudah dilakukan BI checking pelaksana warung mikro dan analis warung mikro akan melakukan survei tempat usaha dan rumah untuk mengumpulkan data di lapangan, selanjutnya pelaksana melaporkan data hasil survei laapangan pada bagian administrasi. Ketika semua
persyaratan telah lengkap maka analis warung mikro akan membuat proposal pengajuan pembiayaan untuk diajukan kepada komite pembiayaan. Jika kepala capang dan komite pembiayaan sudah memberikan persetujuan maka nasabah akan dihubungi oleh pelaksana warung mikro untuk melakukan akad pembiayaan. Tanya : Bagaimana aplikasi dari konsep murabahah pada produk pembiayaan warung? Jawab : Bank adalah sebagai penjual barang untuk kepentingan nasabah, dengan cara membeli barang yang diperlukan nasabah dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan atau margin bank dan bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang berikut biaya yang diperluan dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian barang kepada nasabah. Selanjutnya bank menggunakan media ”akad Wakalah” dengan memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tersebut. Dengan adanya akad wakalah tersebut maka bank sepenuhnya menyerahkan dana tersebut kepada nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah sesuai dengan rencana usaha dan peruntukan pembiayaan tercatat yang telah diserahkan pada pihak bank. Setelah nasabah membeli barang-barang tersebut bank akan meminta laporan pembelian pada nasabah. Tanya : Apa saja persyaratan pembiayaan BSM warung mikro ini? Jawab : Persyaratan pembiayaan warung mikro diantaranya Fotokopi KTP/Paspor, kartu keluarga (KK), pas foto terbaru 3x4 pemohon, Surat Keterangan Usaha (SKU), Jaminan dan Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat. Tanya : Menurut pandangan bapak, apakah aplikasi akad murabahah pada produk pembiayaan warung mikro ini sudah sesuai dengan ketentuan yang ada?
Jawab : Secara garis besar produk ini sudah memenuhi rukun dan syarat dalam akad murabahah. Namun pada prakteknya mungkin tidak 100% seluruhnya sama dengan syarat dan ketentuan dalam akad murabahah karena faktor-faktor eksternal. Tanya : Setelah nasabah memenuhi persyaratan yang diminta oleh bank, apakah bank langsung mencairkan dana yang dibutuhkan oleh nasabah? Jawab : Setelah nasabah memenuhi semua persyaratan dan telah disetujui oleh komite pembiayaan dan kepala cabang maka akan diadakan akad antara pihak bank dan nasabah. Setelah akad dilaksanakan maka dana pembiayaan akan ditransfer langsung ke rekening nasabah. Tanya : Adakah biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah dalam proses pengajuan pembiayaan BSM warung mikro ini? Jawab : Biaya yang dibebankan pada nasabah hanya biaya administrasi dan biaya materai. Untuk pembiayaan usaha mikro tunas dengan limit pembiayaan Rp 2 juta sampai Rp 10 juta dibebankan biaya administrasi sebesar Rp 60.000,- dan biaya materai sebesar Rp 36.000,-. Untuk pembiayaan usaha mikro madya dan utama dengan limit pembiayaan diatas Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta akan dikenakan biaya administrasi sebesar 1% dari nilai pembiayaan ditambah biaya materai sebesar Rp 36.000,-. Tanya : Bagaimana perkembangan produk pembiayaan BSM warung mikro ini dari awal kemunculannya? Jawab : Untuk perkembangan dari produk pembiayaan warung mikro sangat baik dan mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan telah mencapai Rp 2 milyar dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun.
Tanya : Apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat masyarakat sebagai produk alternatif bagi pengusaha kecil? Jawab : Yang menjadi keunggulan dari poduk ini diantaranya adalah persyaratan tidak memberatkan, margin yang sangat kompetitif dan produk ini merupakan produk yang dibuat sesederhana mungkin sehingga dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat terbawah sekalipun. Tanya : Apa yang menjadi kelemahan dari produk ini ? Jawab : Yang menjadi kelemahan dari produk ini adalah masih adanya persyaratan jaminan . yang harus dipenuhi oleh nasabah. Padahal dalam peraturan dari Bank Syariah Mandiri pada Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (dengan nilai pembiayaan Rp 2 juta hingga Rp 10 juta) tidak disyaratkan adanya agunan atau jaminan. Namun pada aplikasinya tetap dpersyaratkan adanya jaminan karena alasan moral hazard. Selain itu keterbatasan Sumber Daya Manusia juga menjadi kendala karena belum semua SDM memahami konsep syariah secara menyeluruh. Tanya : Bagaimana prospek dari produk pembiayaan warung mikro ini kedepannya? Jawab : Untuk prospek dari produk pembiayaan warung mikro kedepannya sangat bagus dan potensial karena memang untuk sektor menengah kebawah masih belum tergarap oleh bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan yang ada saat ini. Selain itu salah satu misi dari Bank Syariah Mandiri kedepannya yaitu menjadi Bank Syariah yang terdepan dalam memberdayakan golongan masyarakat menengah kebawah. Tanya : Bagaimana rancangan strategi dari bank syariah mandiri dalam mengembangkan produk BSM warung mikro ini? Jawab : Strategi yang dilakukan yaitu dengan memberikan pelayanan kepada nasabah dengan sebaik mungkin, mempromosikan produk-produk yang ada di BSM Cabang
Depok Kelapa Dua khususnya produk pembiayaan warung mikro, mengadakan pelatihan bagi SDM yang ada di bagian warung mikro agar mereka dapat meningkatkan kemampuan teknis, meningkatkan jumlah SDM dan melakukan pembianaan pada nasabah
HASIL WAWANCARA NASABAH
Nama
: Budi Herman
Alamat
: Depok
Jenis Usaha
: Bengkel Motor
Hari, tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011 Waktu
:10.00 WIB s.d selesai
Tanya : Sejak kapan bapak / ibu menjadi nasabah di Bank Syariah Mandiri? Jawab : Oktober 2010 Tanya : Produk pembiayaan apa yang bapak / ibu gunakan di Bank Syariah Mandiri? Jawab : Produk Pembiayaan Warung Mikro khususnya Pembiayaan Usaha Mikro Tunas dengan jumlah pembiayaan Rp 10 juta. Tanya : Bagaimana tahap pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan warung mikro? Jawab : Awalnya saya datang ke Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua untuk mencari informasi mengenai pembiayaan warung mikro. Setelah diberi penjelasan oleh petugas warung mikro yang ada di bank mengenai prosedur dan aturannya akhirnya saya tertarik mengajukan permohonan pembiayaan. Setelah itu saya segera mengumpulkan data dan persyaratan pembiayaan dan kembali datang ke bank untuk menyerahkan persyaratan. Selang beberapa hari ada pelaksana warung mikro yang melakukan survei ke bengkel saya. Setelah itu saya dihubungi untuk melakukan akad dan keesokan harinya dana pembiayaan sudah ada di rekening saya. Kemudian modal yang saya dapatkan saya belanjakan oderdil motor sesuai dengan rencana usaha yang saya serahkan dalam persyaratan.
Tanya : Menurut bapak / ibu bagaimana aplikasi konsep murabahah pada produk pembiayaan warung mikro? Jawab : Kalau dari segi aplikasinya saya kira tidak berbeda jauh dengan bank konvensional. Di bank syariah mungkin ada akad yang jelas dan harus ada rencana usaha sehingga bank harus mengetahui dana pembiayaan akan digunakan untuk membeli barang apa saja. Sedang aplikasi murabahahnya saya kira sudah jelas bahwa bank disini bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Saya kira semuanya masih dalam koridor-koridor bank syariah. Tanya : Apakah sudah sesuai antara akad murabahah dan aplikasinya pada produk pembiayaan warung mikro? Jawab : Kurang lebih sesuai walaupun mungkin masih ada kekurangannya. Tanya : Menurut bapak / ibu apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat masyarakat sebagai produk alternatif bagi pengusaha kecil? Jawab : Prosedurnya tidak terlalu sulit, prosesnya cepat, dan marginnya cukup terjangkau.
HASIL WAWANCARA NASABAH
Nama
: Yulianti
Alamat
: Depok II
Jenis Usaha
: Warung Sembako
Hari, tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011 Waktu
:13.00 WIB s.d selesai
Tanya : Sejak kapan bapak / ibu menjadi nasabah di Bank Syariah Mandiri? Jawab : Januari 2011 Tanya : Produk pembiayaan apa yang bapak / ibu gunakan di Bank Syariah Mandiri dan berapa jumlahnya? Jawab : Produk Pembiayaan Warung Mikro dengan jumlah pembiayaan Rp 25 juta. Tanya : Bagaimana tahap pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan warung mikro? Jawab : Awalnya saya datang ke Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua untuk menanyakan informasi mengenai pembiayaan warung mikro yang diperuntukan bagi usaha mikro dan kecil. Setelah saya mendapatkan informasi yang lengkap mengenai pembiayaan warung mikro, maka saya pun tertarik untuk mengajukan pembiayaan untuk menambah modal usaha saya. Setelah itu saya segera mengumpulkan data dan persyaratan yang dibutuhkan dalam proses pembiayaan. Setelah semua persyaratan terkumpul saya kembali datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan dan menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan. Setelah toko saya di survei oleh pihak bank, dilakukanlah akad dengan pihak bank. Dengan segera bank langsung mentransfer dana pembiayaan ke rekening saya. Selanjutnya dana tersebut saya gunakan untuk menambah stok barang-barang dagangan di toko.
Tanya : Menurut bapak / ibu bagaimana aplikasi konsep murabahah pada produk pembiayaan warung mikro? Jawab : Saya kira aplikasi dari konsep murabahah pada produk pembiayaan warung mikro sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, menurut saya posisi bank sebagai penjual terkesan hilang karena memang bank hanya mewakilkan pada nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan sehingga terkesan barang yang dibeli nasabah langsung menjadi milik nasabah. Padahal seharusnya barang tersebut menjadi milik bank terlebih dahulu. Bagi saya hal ini masih hal wajar karena memang dalam prakteknya bank tidak mungkin membelikan barang-barang yang dibutuhkan nasabah satu persatu. Tanya : Apakah sudah sesuai antara akad murabahah dan aplikasinya pada produk pembiayaan warung mikro? Jawab : Kalau menurut saya bisa dikatakan sudah sesuai, walaupun belum 100% dan masih ada kekurangan. Tanya : Menurut bapak / ibu apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat masyarakat sebagai produk alternatif bagi pengusaha kecil? Jawab : Bila dibandingkan dengan produk lain yang sejenis mungkin keunggulannya terletak pada persyaratan dan prosedur yang tidak terlalu menyulitkan nasabah. Selain itu produk ini juga memang diperuntukkan bagi usaha kecil.
FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang
muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Hutang dalam Murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya
sesuai
kesepakatan
awal.
Ia
tidak
boleh
memperlambat
pembayaran
angsuran
atau
meminta
kerugian
itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April 2000 M
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/46/PBI/2005 TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Pasal 9 (1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang. b. jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah; c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya; d. dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank; e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah; f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai Bank;
g. kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama periode Akad; h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional. PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK NDONESIA NOMOR: 7/46/PBI/2005 TENTANG AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Pasal 9 Ayat (1) Huruf a: Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya. Huruf b dan huruf c Cukup jelas Huruf d: Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad Murabahah. Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian. Huruf e sampai dengan huruf g Cukup jelas
Huruf h: Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta jangka waktu angsuran. Contoh : _ Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) _ Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah) _ Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan _ Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)