@
C ot-t
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat "Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat"
@ et-l
@ @
b
G Topik Makalah : Bidang Sosial, Ekonomi dan Humaniora / Agama Bidang Teknologi dan Rekayasa / Produk Bidang Biologi dan Kesehatan
Diterbitkan oleh: Duta Wacana University Press Yogyakarta 2015
.''ETITIAR HA'II PEIIEL|IIAII DAII DEHGABDIAX ri|A'YARAKAT UTTUK PETIT{GI(ATAil TUTU PEIIDIDIKAII DAT PELAVATAX KEDADA TA'YANAKAT' Topik Makalah
. . .
Bidang Sosial, Ekonomidan Humaniora/Agama Bidang Teknologi dan Rekayasa/Produk Bidang BiologidanKesehatan
Telah Diseminarkan pada : Tanggal 23 Oktober 2015
Tim Reviewer: 1
. Prof .lr. Titien Saraswati, M.Arch., Ph.D
2. Dr.dr. Nining SriWuryaningsih, Sp.PK 3. Dr. Charis Amarantini, M.Si 4. Dr. lr. Sri Suwarno, M.Eng 5. Dr. Singgih Santoso,MM 6. Pdt. RobertSetio, Ph.D
Editor Desain Sampul Penata Letak
The Maria MeiwatiWidagdo, Ph.D : T. Pramujito, S.Sos : SerliStiawaty, S.Si : dr.
@November 2015
Diterbitkan oleh: Duta Wacana University Press Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta Tetp.(027 4) 563929 F ax.(027 4)51 3235
.SEMINAR
HASIL PENELITI.AN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN MUTU PEND ID I KAN DAN PELAYANAN KEPADAMASYARAKAT"
. Bidang
Sosial, Ekonomi dan Humaniora/Agama
. Bidang Teknologi dan Rekayasa/Produk .
Bidang Biologi dan Kesehatan
Dipublikasikan oleh: Duta Wacana University Press
Universitas lbisten Duta Wacan:, Yoryakarta
Telp.(0274) 563929 exr-l26 Fax.(027 4) 513235
ISBN : 978-602-6806-02-4
@November 2015
Tim Reviewer 1. Prof.
:
h Titien Saraswati, M.Arch., Ph.D
2. Dr. dr. Nining Sri Wuryaningsih, Sp.PK 3. Dn Charis Amarantini, M.Si 4. Dr.
k
Sri Suwarno, M.Eng
5. Dr. Singgih Santoso, MM 6. Pdt. Robert Setio, Ph.D
KATA PENGANTAR Dalam rangka mencapai visi dan misi Universitas, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Kristen Duta Wacana telah menyelenggarakan kegiatan ilmiah berupa diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan seminar ini merupakan salah satu bentuk kegiatan ilmiah yang dilakukan guna mendorong dan meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dosen. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mencapai tujuan universitas khususnya dalam mengemban dharma penelitian dan dharma pengabdian kepada masyarakat seperti tersebut dalam dokumen Rencana Induk Penelitian Universitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UKDW berpendapat bahwa pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional adalah suatu keharusan sehingga eksistensi perguruan tinggi tersebut diharapkan dapat berkontribusi nyata kepada peningkatan daya saing bangsa. Perbaikan kualitas penelitian akan dapat mewujudkan negara yang bermutu dan berwibawa, yang salah satu indikator utamanya adalah publikasi para peneliti dan akademisi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UKDW terus berupaya untuk mengemas program penelitian dan pengabdian masyarakat secara simultan dan berkesinambungan sesuai dengan perkembangan ipteks-sosbud dan kebutuhan pembangunan. Reformulasi berbagai program penelitian terus dilakukan dalam upaya merespon atas keinginan para peneliti dan stake-holders serta sekaligus merespon atas kemajuan Ipteks itu sendiri. Semua artikel yang termuat dalam prosiding ini diperoleh melalui suatu proses seleksi yang panjang yang dilakukan oleh tim reviewer dan telah dipresentasikan pada hari Jumat 23 Oktober 2015. Prosiding ini mencakup tiga kelompok bidang yaitu bidang Sosial, Ekonomi dan Humaniora/Agama, bidang Teknologi dan Rekayasa/Produk serta bidang Biologi dan Kesehatan. LPPM berharap dengan diselenggarakan acara seminar ini dapat meningkatkan produktivitas karya ilmiah serta menjadi sarana bagi dosen dalam upaya mendiseminasikan dan mempublikasikan hasil penelitian yang selanjutnya dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam. Yogyakarta, November 2015 Ketua LPPM UKDW,
dr. The Maria Meiwati Widagdo, Ph.D
CONTENTS • • •
• • • • • • • • • •
KILLER YEAST AND ITS FUTURE APPLICATION Dhira Satwika
ROLE OF ORGANIZATIONAL LEARNING IN THE RELATIONSHIP BETWEEN TQM PRACTICES AND ORGANIZATIOAL PERFORMANCE Sisnuhadi
RINGKASAN PENELITIAN UNTUK PENGEMBANGAN MODUL MODEL PENDIDIKAN PERDAMAIAN BERBASIS BUDAYA DI KOTA YOGYAKARTA Dra. Alviani Permata, M.Hum., Dra.Endah Setyowati, M.Si., MA, Dra.Krisni Noor Patrianti,M.Hum., Marsius Tinambunan, S.Th., B.Ch.M, Pratomo Nugroho Soetrana, MA., DAMPAK PEMBAKUAN PERAN GENDER TERHADAP KELAS SOSIAL DI YOGYAKARTA Asnath. N.Natar; Edy Nugroho ARSITEKTUR GEREJA BERPERSFEKTIF FEMINIS Asnath Niwa Natar
ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PENGGUNA BPJS KESEHATAN DI YOGYAKARTA Petra Surya Mega Wijaya, SE, MSi dan Dra Ety Istriani, MM PEMODELAN DATA BERBASIS SEMANTIC WEB UNTUK KATALOG BUKU PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS Budi Susanto1), Umi Proboyekti2)
MAKNA SIMBOL RELASI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DALAM ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMBA SEBAGAI ACUAN PERWUJUDAN KESETARAAN JENDER Wiyatiningsih, Asnath Niwa Natar, Endah Setyowati, Alviani Permata
KONTRIBUSI DAN PENERIMAAN PENGGUNA DALAM KESUKSESAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI ANGGARAN DAN REALISASI Lussy Ernawati, Halim Budi Santoso PENINGKATAN PEMASARAN SEKOLAH MELALUI DESAIN WEBSITE Parmonangan Manurung1), Ferdy Sabono2)
MODEL KLASIFIKASI SIDIK JARI DENGAN TEORI HIMPUNAN GANDA Sri Suwarno
KEANEKARAGAMAN DAN POTENSI MAKROFUNGI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI LERENG UTARA KABUPATEN BOYOLALI Aniek Prasetyaningsih dan Djoko Rahardjo
PEMBERDAYAAN EKONOMI JEMAAT MELALUI BUDIDAYA JAMUR DI MAGELANG DAN GUNUNG KIDUL Aniek Prasetyaningsih dan Kisworo
1 5
19
29 41 54
66 76 90 96 101 106 115
• • • • • • •
PROFIL CEMARAN KROM DI LINGKUNGAN DAN AKUMULASINYA PADA RAMBUT DAN KUKU WARGA DESA BANYAKAN, PIYUNGAN BANTUL Djoko Rahardjo DETECTION OF ENTEROBACTERIACEAE FROM PROCESSED-WELL WATER Eunike Ilona Hilson, Dhira Satwika
DETEKSI MOLEKULER SALMONELLA SP PADA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Gracia Imelda Ubas1), Charis Amarantini1) POTENSI DAN ADAPTASI JENIS-JENIS IKAN PAYAU (MANGROVE) SEBAGAI IKAN HIAS AIR TAWAR Guruh Prihatmo; Haryati Bawole Sutanto
MOLECULAR DETECTION OF ESCHERICHIA COLI FROM WATER WELLS IN KLITREN, YOGYAKARTA RA Mertha Prana, Dhira Satwika GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DBD DI DUSUN TRISIGAN, DESA MURTIGADING, KECAMATAN SANDEN, KABUPATEN BANTUL Amaze Grace Sira1), Yoseph Leonardo Samodra1)
STUDI KASUS PENYELEKSIAN MODEL DALAM SISTEM BIOLOGI SANGAT BERGANTUNG PADA RANCANGAN PERCOBAAN YANG DIPILIH Suhardi Djojoatmodjo
123 131 136 144 150 153 158
Procceding
KEANEKARAGAMAN DAN POTENSI MAKROFUNGI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI LERENG UTARA KABUPATEN BOYOLALI Aniek Prasetyaningsih dan Djoko Rahardjo Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta ABSTRAK
Jamur makrofungi merupakan komponen utama dalam ekosistem terestrial dan mempunyai kontribusi penting terhadap ekosistem. Namun masih sedikit informasi yang tersedia terkait keanekaragaman, distribusi dan pemanfaataannya. Data base berdasarkan hasil penelitian terdahulu menemukan 227 spesies makrofungi di Lereng Tenggara dan Selatan TNGM, sedangkan database tentang keragaman makrofungi di TNGM Utara belum ditemukan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan guna melengkapi database keanekaragaman, distribusi dan pemanfaatan makrofungi di kawasan TNGM. Penelitian dilakukan melalui dua jalur pendakian, yaitu dusun Selo dan dusun Setabelan, Kabupaten Boyolali. Eksplorasi dan pengambilan sampel makrofungi dilakukan dengan metode jelajah, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan pengkoleksian, disetiap lokasi yang ditemukan spesimen makrofungi dicatat kondisi lingkungan, serta vegetasinya. Deskripsi makromorfologi mengikuti deskripsi Bolete and Agaric annotation sheet (Lodge et al., 2004), sedangkan deskripsi mikromorfologi dilakukan dengan mengamati karateristik spora (bentuk, warna dan ukuran). Uji potensi senyawa aktif dilakukan dengan metode HTS serta pengklasifikasian berdasar Dictyonary of the Fungi (Kirk, et al., 2008) dan Buku Morphology of Plants and Fungi ( Bold et al., 1999). Hasil eksplorasi ditemukan makrofungi sebanyak 37 spesies. Spesies terbanyak berasal dari Agaricales (51,35 %) diikuti Aphyllophorales (37,84 %). Spesies Ganoderma applanatum merupakan yang paling potensial untuk digunakan sebagai biokontrol terhadap bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae ; Ralstonia solanacearum ; Pectobacterium carotovorum, dengan nilai MIC 1 mg/ml. Keragaman spesies makrofungi sangat dipengaruhi faktor lingkungan suhu, kelembaban dan flora sekitarnya. Keyword : TNGM lereng Utara, makrofungi, makromorfologi, HTS, biokontrol
PENDAHULUAN Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 dengan luas 6.410 Ha yang terletak di empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi merupakan alih fungsi dari hutan Taman Wisata Alam/Cagar Alam Plawangan Turgo, Hutan Lindung Kaliurang dan sebagian hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani. Salah satu nilai penting TNGM adalah potensi keanekaragaman hayati berupa kekayaan jenis tumbuhan dan satwa liar. Potensi keanekaragaman hayati perlu dikelola dengan baik sehingga dapat mendukung tercapainya sasaran fungsi pengelolaan TNGM yaitu sebagai perlindungan terhadap ekosistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya serta pemanfaatan lestari. Dalam upaya pengelolaan terhadap keanekaragaman hayati yang
106
ada serta menunjang pelestarian dan pengembangan pengelolaan kawasan di TNGM perlu dilakukan pendataan terhadap keanekaragaman biota, distribusi dan potensi pemanfaatan bioata yang ada di TNGM. Berdasarkan Laporan Tahunan Tahun 2008, Balai Taman Nasional Gunung Merapi mempunyai keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar, berdasarkan hasil invetarisasi terdapat lebih dari 1000 jenis tumbuhan termasuk 75 jenis anggrek langka, sedangkan potensi satwa liar adalah terdapat jenis mamalia kecil dan besar 147 jenis burung termasuk 90 jenis diantaranya burung-burung menetap. Informasi tentang database tentang makrofungi di Taman Nasional Gunung Merapi belum ditemukan. Penelitian tentang komposisi dan kemelimpahan jamur makroskopis pernah dilakukan di Kaliadem dan Kalikuning yang merupakan lereng Tenggara daerah TNGM pada tahun 2008 (Arianto, 2009). Dari hasil tersebut jamur yang ditemukan sejumlah 98 jenis. sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyaningsih (2013) pada bulan Pebruari sampai Desember 2013, ditemukan 129
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Procceding
spesies makrofungi di kawasan TNGM Lereng Selatan, namun demikian untuk kawasan yang lain belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan fokus utama untuk mengidentifikasi dan dokumentasi keanekaragaman jenis jamur, mengetahui sebaran, potensi manfaat oleh masyarakat serta mengidentifikasi langkahlangkah konservasinya guna melengkapi database keragaman makrofungi di TNGM lereng Utara.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di kawasan TNGM Lereng Utara pada bulan Maret 2014 – Januari 2015. Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu observasi awal untuk menentukan lokasi penelitian, menetapkan garis transek dan lokasi plot, tahap kedua yaitu ekplorasi, pengambilan sampel makrofungi serta analisis vegetasi dan pengukuran parameter lingkungan, serta tahap ketiga adalah identifikasi makrofungi dan analisis potensinya. Observasi dan koleksi makrofungi dilakukan dengan metode jelajah yang dilakukan disepanjang jalur wisata di kawasan New Selo. Sampling spesimen dilakukan dengan mengkoleksi semua makrofungi dan miselium yang dijumpai tumbuh pada batang kayu, seresah dan tanah mineral. Deskripsi Makrofungi didasarkan pada karakteristik makromorfologi dan mikromorfologi dengan mangacu pada deskripsi Bolete and Agaric annotation sheet (B.Ortiz-Santana and D.J. Lodge and Cantrell) Lodge et.al., 2004 dalam Mueller, 2004., sedangkan deskripsi Mikromorfologi dilakukan dengan mengamati kharateristik spora (bentuk, warna, ukuran dan apabila diperlukan dilanjutkan dengan uji amyloidity). Untuk identifikasi digunakan Dictionary of the Fungi oleh : Kirk, et al., 2008 dan Buku Morphology of Plants and Fungi oleh Bold et al., 1999. Uji potensi khususnya terhadap antioksidan dan assay anti bakteri digunakan metode HTS (High Troughput Screening), dengan menggunakan MTT sebagai indikator pertumbuhan sel dan DPPH untuk indikator adanya potensi antioksidan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Habitat Makrofungi Observasi terhadap kondisi vergetasi dan lingkungan dikedua jalur pendakian menunjukkan secara jelas bahwa semua lokasi memiliki sedikit substrat, seresah, pohon tumbang, patahan ������������� ranting, karena kedua kawasan ini didominasi oleh vegetasi muda hasil program reboisasi yang ditujukan untuk memulihkan kondisi lingkungan pasca erupsi tahun 2010 yang telah menumbangkan
hampir 90% vegetasi yang ada. Jalur pendakian Selo dengan lereng yang curam didominasi oleh Acasia decurrens, puspa Schiima wallichii yang kebanyakan masih muda serta semak belukar berupa paku-pakuan, dan rumput. Sementara untuk jalur Setabelan didominasi akasia, rumpun bambu dan semak. Kedua jalur pendakian memiliki tipe vegetasinya yang sama yaitu didominasi oleh vegetasi muda yaitu akasia serta semak. Dengan kondisi vegetasi yang umumnya masih terbuka sehingga sangat minim dari tutupan menyebabkan rendahnya kelembaban udara dan tanah. Hasil pengukuran diperoleh kelembaban tanah dan udara di jalur Selo dan Setabelan secara berurutan berkisar 5566% dan 20-25% serta 50-65% dan 20-30%, dan di kedua lokasi relatif tidak berbeda, begitu pula untuk pengukuran parameter pH dan temperatur, dikedua lokasi tidak menunjukan perbedaan. Minimnya vegetasi dan terbukanya kawasan hutan akan berdampak pada perubahan iklim mikro yang akan berpengaruh pada keanekaragaman dan distribusi makrofungi dikedua jalur tersebut. Perihal karakteristik dan gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Keanekaragaman Makrofungi
dan
Distribusi
Hasil ekplorasi dan identifikasi makrofungi dikedua jalur penelitian hanya ditemukan 37 spesies dijalur pendakian Selo 20 dan 16 spesies dijalur pendakian Setabelan (Tabel 4). Hasil ini jauh dibawah hasil penelitian yang dilakukan pada lereng selatan kabupaten Sleman yang ditemukan sebanyak 129 spesies makrofungi (Prasetyaningsih dan Rahardjo, 2014). Rendahnya keragaman jenis makrofungi selain faktor erupsi dan kebakaran juga diakibatkan oleh tingginya tingkat interaksi masyakarat terhadap sumberdaya hutan. Kedua lokasi ini menjadi kawasan wisata alam serta sebagai zona peyangga sehingga masih banyak aktivitas masyarakat yang masuk ke kawasan TNGM untuk pengambilan langsung sumberdaya dari kawasan hutan ini seperti rencek kayu bakar, rumput untuk pakan ternak, pertanian serta tingginya aktivitas pendakian melalui jalur ini. Hal lain juga disebabkan adanya beberapa kendala yaitu bersamaan dengan meningkatnya aktivitas merapi, sehingga eksplorasi harus dihentikan karena adanya larangan atau penutupan jalur pendakian oleh pihak TNGM.
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
107
Procceding
No
Kondisi Lokasi
1.
Gambar lokasi
2.
Ketinggian
4.
Kelembaban Tanah
3. 5. 6.
Tabel 3. Karakteristik Kondisi Lingkungan
Kelembaban Udara pH
Jalur Setabelan
1790 -2072 62-65%
1300-2100
20-25%
20-30%,
21-27
21-26
6.5-6.8
Temperatur
7.
Tipe Vegetasi
8.
Dampak Erupsi 2010
9.
Keberadaan Substrat
Keanekaragaman Makrofungi
Jalur Selo
dan
6.4-6.7
Area perkebunan, vegetasi Area perkebunan, vegetasi didominasi oleh Acasia decurrens, didominasi oleh Acasia Schiima wallichii yang kebanyakan decurrens, serta semak belukar. masih mudah serta semak belukar Kerusakan sedang
Sangat miskin. Dampak erupsi, topografi lereng curam serta didominasi oleh vegetasi yang relative muda
Distribusi
Hasil ekplorasi dan identifikasi makrofungi dikedua jalur penelitian hanya ditemukan 37 spesies dijalur pendakian Selo 20 dan 16 spesies dijalur pendakian Setabelan (Tabel 4). Hasil ini jauh dibawah hasil penelitian yang dilakukan pada lereng selatan kabupaten Sleman yang ditemukan sebanyak 129 spesies makrofungi (Prasetyaningsih dan Rahardjo, 2014). Rendahnya keragaman jenis makrofungi selain faktor erupsi dan kebakaran juga diakibatkan oleh tingginya tingkat interaksi masyakarat terhadap sumberdaya hutan. Kedua lokasi ini menjadi kawasan wisata alam serta sebagai zona peyangga sehingga masih banyak aktivitas masyarakat yang masuk ke kawasan TNGM untuk pengambilan langsung sumberdaya dari kawasan hutan ini seperti rencek kayu bakar, rum-
108
62-70%
Kerusakan berat
Sangat miskin, topografi curam serta didominasi oleh perkebunan dan rumpun bambu
put untuk pakan ternak, pertanian serta tingginya aktivitas pendakian melalui jalur ini. Hal lain juga disebabkan adanya beberapa kendala yaitu bersamaan dengan meningkatnya aktivitas merapi, sehingga eksplorasi harus dihentikan karena adanya larangan atau penutupan jalur pendakian oleh pihak TNGM. Hasil eksplorasi di jalur Selo ditemukan 20 spesies yang dikelompokkan dalam 13 familia. Jenis tanaman yang paling banyak menjadi tempat pertumbuhan makrofungi adalah tanaman Kayu Puspa (Schima wallichii (DC)). Korth, Kayu Kina (Cinchona ledgeriana Moens), Sengon Gunung. (Albazia lophanta ) dan Bambu (Bambusa vulgaris Schard). Puspa merupakan pohon yang memiliki kayu dengan kandungan hemiselulosa yang tinggi dan tidak bergetah, sehingga menjadi tempat yang paling tepat untuk pertumbuhan makrofungi (Tabel 5).
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Procceding
Deviso
Tabel 4. Hasil Klasifikasi Makrofungi di jalur Pendakian Selo dan Setabelan
Amastigomycota
Class
Sub Class
Basidiomycetes
Hollobasidiomycetidae
Agaricales
Ascomy cetes
Hymenoascomycetidae
Pezizales
TOTAL
Hasil eksplorasi di jalur Selo ditemukan 20 spesies yang dikelompokkan dalam 13 familia. Jenis tanaman yang paling banyak menjadi tempat pertumbuhan makrofungi adalah tanaman Kayu Puspa (Schima wallichii (DC)). Korth, Kayu Kina (Cinchona ledgeriana Moens), Sengon Gunung. (Albazia lophanta ) dan Bambu (Bambusa vulgaris Schard). Puspa merupakan pohon yang memiliki kayu dengan kandungan hemiselulosa yang tinggi dan tidak bergetah, sehingga menjadi tempat yang paling tepat untuk pertumbuhan makrofungi (Tabel 5).Jalur pendakian Selo merupakan jalur pendakian dengan tanaman-tanaman yang relatif masih pendek, dan bukan tanaman yang rindang, selain itu juga memiliki kharakteristik banyak ruang terbuka, yang menyebabkan suhu tinggi dan kelembaban rendah. rendahnya keragaman makrofungi juga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14 15 16 17 18 19
20.
Ordo
Aphyllophorales
Auriculariales Xylariales
Jumlah Familia
Selo 9 1
Seta belan
Selo
1
1
7 3
1 1 1
13
Jumlah spesies
0 24
0
11
10 7
Seta belan 9 7 1
1 1
20
0 37
0
17
dikarenakan jumlah bahan organik yang tersedia dari pepohonan sangat sedikit, hal ini sesuai dengan pernyataan (Schmit, 2005) yaitu faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan makrofungi diantaranya adalah ketersediaan nutrisi karena pelapukan dan kondisi lingkungan. Sebagian besar makrofungi yang ditemukan adalah jenis yang tumbuh di ranting pohon dan seresah. Hanya dari kelompok polyporaceae saja yang ditemukan pada pohon dan sisa tebangan pohon. Kondisi vegetasi di Jalur Pendakian Setabelan, menunjukkan kondisi yang sama, yaitu hanya ditemukan 17 spesies makrofungi yang dikelompokkan ke dalam 3 Ordo dan 11 Family. Spesies terbanyak yang ditemukan adalah dari golongan Agaricales dan Aphylloporales (Tabel 6).
Tabel 5. Keanekaragaman makrofungi di jalur Pendakian Selo
Ordo Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Auriculariales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales
Class :Ascomycetes Ordo : Xylariales Pzizales
Family Bolbitiaceae Hypholomataceae Coprinaceae Inocybaceae Psysalacriaceae Tricholomataceae Tricholomataceae Xeromphalinaceae Volvariaceae Hydnangiaceae Auriculariaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Xylariaceae
Sarcoscyphaceae
spesies Bolbitius reticulatus (Pers.) Rickan Clytocibe sp. Coprinellus micaceus Crepidotus mollis Guyanagaster necrorhiza Marasmiellus candidus Tricholomopsis formosa Xeromphalina campanella Volvariella volvace Laccaria amestytina (Huds.) Cooke Auricularia polytrica Daedaleopsis confragosa Ganoderma applanatum Polyporus tuberaster Laetiporus sulphureus/Trametes versicolor Microporus flabelliformis Polyporus sensulato Pycnoporus cinnabarinus (Jacq.) P.Karst Aphyllophorales Daldinia concentric
Dacrymyces ovisporus
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
109
Procceding
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa keanekargaman makrofongi juga rendah seperti halnya di jalur pendakian selo, hal ini terjadi diduga karena kondisi yang sama dengan di Selo. Pertama, tegakan pohon yang tumbuh di daerah tersebut masih pendek, hasil dari penghijauan setelah kena erupsi Merapi tahun 2010. Tegakan ini menyebabkan semakin banyaknya ruang terbuka dengan kelembaban rendah. Kedua, tingginya aktifitas pertanian di lokasi tersebut, sehingga mengganggu pertumbuhan jamur. Hal-hal ini yang menyebabkan pertumbuhan makrofungi kurang baik, sehingga keragamannya rendah.
Pemanfaatan dan Potensi Pengembangan
Makrofungi merupakan produk hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi sebagai bahan pangan maupun bahan obat. Manfaat langsung jamur adalah sifat edibilitasnya sebagai jamur yang bisa dikonsumsi dan digunakan sebagai obat-obatan. Hasil observasi dan identifikasi makrofungi liar yang telah dilakukan di kawasan TNGM Lereng Utara ditemukan beberapa genus atau spesies yang mempunyai potensi untuk dikomer-
Tabel 6. : Keanekaragaman makrofungi di jalur Pendakian Setabelan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ordo Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales Agaricales/ Russulales Auriculariales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales Aphyllophorales
Family Bolbitiaceae Hypholomataceae Coprinaceae Coprinaceae Hypholomataceae Inocybaceae Tricholomataceae Tricholomataceae Hericiaceae Auriculariaceae Cantharellaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae
16. 17.
Aphyllophorales Aphyllophorales
Schizophyllaceae Polyporaceae
15.
sialkan karena sifat edibilitas dan kandungan bahan alam. Berdasarkan data referensi yang ada beberapa jenis makrofungi liar yang ditemukan memiliki potensi sebagai makrofungi edible atau berpotensi obat, seperti tercantum pada Tabel 7. Selain karena sifat edibilitasnya, jamur diperdagangkan sebagai bahan obat. Beberapa jenis jamur yang berpotensi sebagai bahan obat ditemukan di TNGM menurut perbandingan literatur adalah Ganoderma, Xylariaceae. Beberapa jenis jamur basidiomyctes memiliki senyawa bioaktif, dan beberapa diantara telah diisolasi, lazim disebut dengan nutricetical. Nutricetical adalah senyawa bioaktif yang dapat diekstrak dari jamur dan memiliki gizi dan kandungan medis yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit (Chang dan Buswell, 1996). Senyawa bioaktif tersebut bersifat spesifik pada masing-masing jenis, seperti misalnya asam ganoderik pada jamur Ganoderma, senyawa lentinulan pada jamur Lentinus edodes, senyawa pleurin pada jamur Pleurotus ostreatus. Jamur lain yang dikenal mengandung senyawa anti kanker adalah Antrodea cinnamomea dan Phellinus linteus.
Aphyllophorales
Polyporaceae
Spesies Bolbitius reticulatus (Pers.) Rickan Clytocibe sp. Coprinellus micaceus Coprinus disseminatus Cortinarius sp Crepidotus mollis Marasmius androsaceus Coprinopsis radiata Hericium clathoroides Auricularia polytrica Clavulina amethystina Ganoderma applanatum Ganoderma sp.1 Polyporus sensulato Pycnoporus cinnabarinus (Jacq.) P.Karst Aphyllophorales Schizophyllum sp.1 Stereum hirsutum/ Postia stiptica
Makrofungi juga memiliki senyawa aktif sebagai sumber obat dan nutracetical (suplemen, mineral dan vitamin). Terutama pada beberapa jenis dari makrofungi basidiomycetes yang mengandung nutricetical. Nutricetical pada setiap jenisnya basidiomycetes berbeda-beda. Nutricetical adalah senyawa bioaktif yang dapat diekstrak dari makrofungi dan memiliki gizi dan kandungan medis yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit. Hal ini disebabkan kandungan senyawa aktif dalam jamur yang bersifat anti kanker, anti kolesterol, anti mikroba (bakteri) dan virus. Sebagai langkah awal untuk mengetahui kandungan bahan aktif dalam beberapa spesies makrofungi, maka dilakukan uji potensi secara kualitatif terutama uji antibiotik dan antioksidan. Tidak semua sampel makrofungi dapat dilakukan uji potensi, disebabkan oleh sedikitnya jumlah sampel sehingga tidak memadai untuk ektraksi dan diproses secara lebih lanjut. Berdasarkan hasil uji potensi yang dilakukan terhadap beberapa sampel, mewakili beberapa ordo yang ditemukan terbukti secara kualitatif positif mempunyai potensi antibiotik dan antioksidan, sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini.
110
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Procceding
Tabel 7. Hasil Uji beberapa ekstrak makrofungi terhadap bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae ; Ralstonia solanacearum dan Pectobacterium carotovorum. Remaserasi
Ekstrak EtOH
Sampel
X.o R.s
Daedaleopsis confragosa Laetiporus sulphureus/ Trametes versicolor Polyporus tuberaster Ganoderma applanatum Microporus flabelliformis
+
-
-
-
Coprinellus micaceus
-
+
+ -
X.o R.s P.c +
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
+
Marasmius androsaceus
Keterangan :
+
P.c
Ekstrak E.A
-
+ +
+ +
-
+
+
+
+
+ -
: ada aktivitas senyawa aktif (tidak ada per tumbuhan organism uji) - : tidak ada aktivitas senyawa aktif (ada per tumbuhan organisme uji) X.o : Xanthomonas oryzae pv. oryzae ; R.s : Ralsto nia solanacearum ; P.c: Pectobacterium caro tovorum.
Berdasar tabel 7 diketahui bahwa hasil uji beberapa ordo Aphyllophorales terhadap 3 jenis bakteri uji, memberikan hasil paling baik adalah Ganoderma applanatum dan Microporus flabelliformis (Tabel 7), sedangkan hasil uji dari Ordo Agaricales adalah Marasmius androsaceus dan Coprinellus micaceus. Dari 7 sampel yang diuji, 4 spesies memberikan hasil terbaik pada ekstrak etanol. Hasil uji semi kuantitatif (MIC) ekstrak makrofungi menunjukkan bahwa Ganoderma dan Microporus menunjukkan hasil paling efektif (Tabel 8) dengan menggunakan pelarut etanol dengan MIC yang paling kecil (1 mg/ml). Oleh karena itu ekstrak ini selanjutnya di uji dengan GC-MS.
Analisa Metabolit Sekunder
Hasil identifikasi metabolit sekunder menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak etanol spesies 8 mengandung salah satu senyawa ergosta-7,22-dien-3-ol (peak 11). Hal ini mirip dengan data yang ditemukan pada genus Ganoderma yang memiliki senyawa yang sama (Paterson, R., 2006, Ziegenbein et al., 2006). Diduga mekanisme crude extract Polyporaceae sebagai antibakteri akibat adanya gangguan membran sel bakteri uji dan gangguan ini terjadi karena adanya senyawa ergosta-7,22-dien-3-ol dalam eksrak Polyporaceae. Kompleks ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen essensial sel bakteri seperti ion K+, bocor dan keluar hingga menyebabkan kematian sel bakteri. Menurut Suliantri (2009) ion Ca+ berfungsi untuk menjaga stabilitas dinding bakteri dan dengan adanya keluarnya ion tersebut dari sel maka kestrabilan dinding sel akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian bakteri.
Tabel 8. Hasil Pengukuran MIC ektrak makrofungi terhadap bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae ; Ralstonia solanacearum dan Pectobacterium carotovorum. Sampel
Daedaleopsis confragosa Laetiporus sulphureus/Trametes versicolor Polyporus tuberaster Ganoderma applanatum Microporus flabelliformis Marasmius androsaceus Coprinellus micaceus
Keterangan :
Etanol 96% X.o R.s 4 3 3 2 1 5 4 2 5 5
MIC (mg/mL) P.c 4 2 1 5 -
X.o 1 3 -
Etil Asetat R.s 3 4 4 2 2
P.c 4 4 4 -
X.o : Xanthomonas oryzae pv. oryzae ; R.s : Ralstonia solanacearum ; P.c: Pectobacterium carotovorum (-) menunjukkan tidak ada aktivitas antibakteri hasil uji kualitatif Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
111
Procceding
Analisa Metabolit Sekunder Hasil identifikasi metabolit sekunder menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak etanol spesies 8 mengandung salah satu senyawa ergosta-7,22-dien-3-ol (peak 11). Hal ini sesuai dengan data yang ditemukan pada genus Ganoderma (Paterson, R., 2006, Ziegenbein et al., 2006). Diduga crude extract Polyporaceae sebagai antibakteri akibat adanya gangguan membran sel bakteri uji yang disebabkan karena adanya senyawa ergosta-7,22dien-3-ol dalam ekstrak Polyporaceae. Kompleks ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori sehingga konstituen essensial sel bakteri seperti ion K+, bocor dan keluar hingga menyebabkan kematian sel bakteri. Menurut Suliantri (2009) ion Ca+ berfungsi untuk menjaga stabilitas dinding bakteri, dengan keluarnya ion tersebut dari sel maka kestrabilan dinding sel akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian bakteri.
Berdasarkan hasil GC-MS, ekstrak etanol spesies Ganoderma mengandung turunan asam lemak seperti asam tridekanoat, asam heksadekanoat, asam 9-oktadekanoat (berturut-turut peak 3,4, dan 5). Isaac et al., (1995) menyatakan bahwa asam lemak dan monogliserida dengan atom karbon 8-12 memiliki daya antimikrobia yang kuat. Selain asam lemak dan turunannya, juga terdapat lycopene (peak 9). Lycopene adalah tetraterpena yang disusun dari delapan unit isoprena seluruhnya yang terdiri dari karbon dan hidrogen yang mengandung 11 karbon terkonjugasi dan 2 karbon ikatan ganda non-konjugasi (Agarwal & Rao, 2000). Lycopene memiliki sifat antibakteri dan antijamur (Dahan et al., 2008 ; Rao, 2002). Hasil GC-MS menunjukkan beberapa senyawa seperti ergosta-7,22-dien-3-ol, lycopene, beta karoten, dan turunan asam lemak. Kelompok senyawa inilah yang berperan menghambat tiga bakteri uji,
Gambar 5. Hasil GC-MS Ganoderma applanatum
Keterangan gambar : (WILEY Library)
Peak 2 : β-sesquiphellandrene (BM = 204) Peak 3 : Hexadecanoic acid (BM= 256) Peak 4 : Octadecanoic acid (BM= 312)
Peak 5 : 9,12- Octadecadienoic acid (BM = 280) Peak 6 : 9,12- Hexadecadienoic acid (BM=266)
112
Peak 7 : 9-Hexadecanoic acid (BM= 254)
Peak 8 : 1,2- Benzenedicarboxylic acid (BM = 390) Peak 9 : β-carotene (BM = 328)
Peak 10 : Ergosta-5,7,22-trien-3-ol (BM = 396) Peak 11 : Ergosta-7,22-dien-3-ol (BM = 398) Peak 12 : Kauran 18-al
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Procceding
dengan mempengaruhi permeabilitas membran dan dinding sel bakteri yang dapat menyebabkan keluarnya asam nukleat dan protein dari sel bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu dan akhirnya menyebabkan sel bakteri mati. Akibat terganggunya dinding sel, sel tidak dapat menahan tekanan osmotik internal yang dapat memecah sel apabila dinding sel rusak (Brooks et al., 2005). Menurut Cowan, (1999) mekanisme penghambatan senyawa golongan terpena tidak diketahui secara pasti, akan tetapi diduga terlibat dalam kerusakan membran oleh gugus lipofiliknya. Hal ini juga sesuai dengan uji yang dilakukan oleh Sampe dkk (2014) yang menunjukkan bahwa Ganoderma dari family Polyporaceae, memiliki senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai biokontrol dalam pertania
Alternatif Konservasi Makrofungi
Makrofungi punya peran penting bagi kelangsungan dan keberlanjutan proses-proses ekologi yang terjadi didalam ekosistem hutan yaitu sebagai dekomposer, yang bertugas mengurai dan mendaur ulang materi organik (kayu, ranting, seresah) menjadi materi anorganik yang vital sebagai sumber nutrisi bagi komunitas vegetasi di hutan. Selain itu makrofungi juga merupakan produk hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi sebagai bahan pangan maupun bahan obat. Sebagai konsekuensi dari tingginya nilai ekonomi dan manfaat makrofungi bagi masyarakat justru akan mengancam eksistensi dari makrofungi liar di ekosistem hutan karena aktivitas pemanenan yang dilakukan oleh masyarakat. Umumnya ancaman terhadap keanekaragaman fungi, oleh dan sebagian besar disebabkan oleh proses-proses yang sama yang mengancam keragaman semua makhluk hidup. Hal lain yang berpotensi memberikan ancaman pada keberadaan dan perkembangan makrofungi di TNGM antara lain yaitu tingginya aktivitas erupsi Gunung Merapi yang berpotensi menimbulkan kerusakan habitat dan berubahnya iklim mikro, aktivitas masyarakat untuk mencari rumput, rencek, kayu dll. Untuk mencegah atau meminimalkan kerusakan lingkungan dan ancaman kepunahan makrofungi maka perlu upaya untuk melakukan konservasi. Pembangunan konservasi harus didasarkan pada tiga pilar penting yang sering disebut “Stategi Konservasi”, yaitu 1). Perlindungan terhadap prosesproses ekologi yang esensial dan sistem penyangga kehidupan, 2). Pengawetan keanekaragaman hayati baik pada tingkatan genetik, spesies, dan ekosistem, serta 3). Pemanfaatan secara lestari terhadap sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Hal tersebut merujuk pada hasil konggres World Comission on Prorected Areas (WCPA) di Durban, Yordania tahun 2003, yang memandatkan bahwa
pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi (Soekmadi, 2003). Salah satu alternatif yang perlu diupayakan meski sulit dalam aplikasinya adalah pendekatan konservasi secara in-situ. Konservasi secara in situ relative sulit untuk diterapkan karena permasalahan bahwa tidak semua jenis ada dan dapat tumbuh baik pada luasan area tertentu sehingga menyulitkan pemilihan area yang akan di prioritaskan sebagai kawasan konservasi makrofungi (Cannon, 1997). Pemilihan daerah untuk konservasi mungkin dapat mempertimbangkan luasan habitat yang tidak terganggu yang menunjukkan keragaman tipe habitat, keragaman jenis yang tinggi, terutama spesies tanaman (Ing 1996, Hawksworth 1990). Kesulitan utama upaya konservasi adalah kenyataan bahwa tidak mungkin melakukan proteksi dari segala bentuk ancaman kerusakan hutan seperti perubahan iklim dan erupsi merapi. Konservasi makrofungi, dan mikroorganisme pada umumnya, belum mendapat perhatian sebagaimana perhatian terhadap spesies kharismatik (Davison et al., 1999). Namun ironisnya, kelangsungan hidup semua ekosistem sangat tergantung pada fungi dan simbion mereka dari pada kelangsungan hidup megafauna yang digunakan sebagai ikon populer gerakan konservasi. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan keindahan, daya tarik dan pentingnya fungi menjadi hal penting dan harus dijadikan tujuan utama dalam berbagai aktivitas riset dan konservasi keanekaragaman hayati fungi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil ekplorasi dan identifikasi makrofungi di TNGM Lereng Utara, ditemukan 27 spesies,dan didominasi spesies-spesies dari ordo Agaricales (51,35 %) dan ordo Aphyllophorales (37,84 %). Keragaman spesies makrofungi dipengarui oleh beberapa faktor lingkungan seperti elevasi, suhu, kelembaban, cahaya dan flora sekitarnya dan terdistribusi secara spesifik sesuai dengan karakteristik lingkungan. Keragaman tertinggi ditemukan di kawasan Jalur Pendakian Selo. Identifikasi dan upaya pemanfaatan
makrofungi liar memainkan peran penting dalam pengayaan kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat. Makrofungi Ganoderma terbukti berpotensi dikembangkan karena memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae ; Ralstonia solanacearum dan Pectobacterium carotovorum.
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
113
Procceding
DAFTAR PUSTAKA Agarwal, S.and Rao, A.V. 2000. Carotenoid and Chronic Diseases. Drug Metabol Drug Interact.17:184-210. Arianto F. 2009. Komposisi dan Kemelimpahan Jamur Makroskopis Bermanfaat Pada Tipe Habitat Berbeda di Daerah Kalikuning dan Kaliadem, Taman Nasinal Gunung Merapi. Fakultas Biologi UNAS. Bold, C.H., Alexopoulos, C.J. and Delevoryas T.1999. Morphology of Plants and Fungi. F o u r t edition. Harper and Row, Publisher, New York. Cannon, P.F. (1997) Strategies for Rapid Assessment of Fungal Diversity. Biodiversity and Conservation 6: 669-680. Chang, S.T Buswell, J.A 1996. Mushroom Nuticeuticals. World J. Microbiol Biotechnol. 12:473-476. Davison, A.D., Yeates, C., Gillings, M.R. and de Brabandere, J. (1999) Microorganisms, Australia and the Convention on Biological Diversity. Biodiversity and Conservation 8: (in press). COWAN, MM., 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews , vol. 12, no. 4, p. 564-582.
Dahan K, Fennal M, Kumar NB, 2008. Lycopene in The Protection of Prostate Cancer. J Soc Integrat Oncol.;2:29–36. Davison, A.D., Yeates, C., Gillings, M.R. and de Brabandere, J. (1999) Microorganisms, Australia and the Convention on Biological Diversity. Biodiversity and Conservation 8: (in press). Hawksworth, D.L. (1990) The Fungal Dimension of Biodiversity: Magnitude, significance and conservation. Mycological Research 95: 641655. Hawksworth, D.L. 2001. The Magnitude of Fungal Divers: the 1.5 million species estimate revisited. Mycol. Res. 105:1422-1432. Ing, B. (1996) Red Data Lists and Decline in Fruiting of Macromycetes in Relation to Pollution and Loss of Habitat. In: Frankland J.C., Magan N. and Gadd G.M. (eds). Isaacs, C. E., Litou, R. E., and Thormar, H. (1995). “Antimicrobial Activity of Lipids Added to Human Milk, Infant Formula, and Bovine Milk,” J. Nutr. Chem.6(7), 362-366.
114
Kirk, P.M., Cannon, P.F., Minter, D.W. and Stalpers, J.A. (2008), Dictyonary of The Fungi Tenth Edition, Cromwell Press, Trowbridge. Lizon, P. (1993) Decline of Macrofungi in Europe: An overview. Transactions of the Mycological Society ROC 8: 21-48. Mueller,G.M., Bills G.F. Faster H.S., 2004. Biodiversity of Fungi: Inventory and Monitoring Methods. Diservier Academic Press, China. 128-158. Prasetyaningsih, A. dan Rahardjo D., 2013. Laporan Penelitian Keanekaragaman dan Potensi Makrofungi di Taman Nasional Gunung Merapi Lereng Selatan.
Rao AV, Agarwal S. 2000. Role of antioxidant lycopene in cancer and heart disease. J Am Coll Nutr.;19:563–569.
Rao AV, 2002. Lycopene, Tomatoes, and the Prevention of Coronary Heart Disease. Exp Biol Med (Maywood). Nov;227(10) :908-13. R. Russell, M. Paterson, 2006. Ganoderma – A Therapeutic Fungal Biofactory, Phytochemistry, 67: 1985–2001. Sampe H, dan A. Prasetyaningsih, 2014. Skrining Antibakteri Ekstrak Polyporaceae Taman Nasional Gunung Merapi Lereng Selatan Yogyakarta, Sebagai Agen Pengendali Hayati Penyakit Tanaman. Prosiding Seminar Nasional UNNES. Schmit, J.P.(2005). Spesies Richness of Tropical Wood-inhabiting Macrofungi Provides Support for Spesies-energy Theory. Mycologia 97(4), 2005, 751-761. Soekmadi, R. 2003. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Kawasan Konservasi: Sebuah Wacana Baru Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Media Konservasi. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suliantari, 2009, Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Penghambatan Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle Linn) Terhadap Bakteri Patogen Pangan, Disertasi, Jurusan Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Ziegenbein FC, Hanssen HP, König WA, 2006. Secondary Metabolites from Ganoderma lucidum and Spongiporus leucomallellus. Phytochemistry 67:202–211
Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat