PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GENESIS OF PONJONG PINK LIMESTONE, GUNUNGKIDUL, SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA – INDONESIA (GENESA BATUGAMPING MERAH MUDA PONJONG, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA - INDONESIA) Anastasia Dewi Titisari*, Didik Dwi Atmoko Department of Geological Engineering, Gadjah Mada University, Jl. Garfika No. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281 *corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK The Ponjong pink limestone is located in the Gunungkidul Regency, approximately 60 km southeast of Yogyakarta. The rock belongs to member of Wonosari-Punung Formation of Southern Mountains. The mineralogical and geochemical characteristics of the pink limestone provide an important background to understanding the origin of the rock. The petrographical observation and X-ray diffraction results indicate that the pink limestone is characterized by calcite, algae, foraminifera and very small amount of siderite and titanite. Major element analysis of the rock shows an anomalous high content of Fe2O3 (0.51 wt. %) and TiO2 (0.04 wt. %). In comparison, the white-grey limestone from the same area of the pink limestone, contains very low Fe2O3 (0.10 wt. %) and TiO2 (0.01 wt. %). The reasonably higher content of Fe2O3 and TiO2 in the pink limestone may correspond to the enrichment of the compounds in the rock. The enrichment could be occur syn and/or post deposition of the Wonosari-Punung limestone. Source of the Fe2O3 and TiO2 may derived from terrigenous particles of Nglanggran Formation as this formation is typified by relatively high contents of Fe2O3 (5.26-6.92 wt. %), TiO2 (0.67-0.87 wt.%) and SiO2 (56.5-65.3% wt.%). Fe2+ of the Fe2O3 might partially replace Ca2+ of calcite (CaCO3), formed siderite (FeCO3), as siderite is isomorphs with calcite. Probably, titanite (CaTiOSiO4) was a result of reaction of the limestone and the terrigenous materials. The siderite and titanite are typically pinkish red to yellowish brown in color and are therefore interpreted to be responsible in giving pink color of the limestone.
I.
Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Keterdapatan batugamping tersebut berasosiasi dengan batugamping yang sering dijumpai pada umumnya yaitu batugamping yang berwarna putih sampai putih kotor. Keberadaan kedua jenis batugamping tersebut di lokasi yang sama dengan perbedaan warna yang sangat kontras merupakan fenomena geologi yang menarik sehingga menjadi alasan perlunya dilakukan penelitian untuk mengetahui genesa batugamping merah muda termasuk proses-proses yang menyebabkan perbedaan warna tersebut.
PENDAHULUAN Formasi Wonosari-Punung telah banyak menjadi subjek penelitian geologi, antara lain penelitian-penelitian mengenai: perkembangan Formasi Wonosari pada kala Miosen (Lokier 1999), fasies terumbu Formasi Wonosari (Siregar et al. 2004), sekuen stratigrafi dan diagenesa batuan karbonat Formasi Wonosari (Jauhari and Toha 2005), lingkungan pengendapan batuan karbonat Formasi Wonosari daerah timur Pacitan (Mukti et al. 2005) dan paleoreef Punung (Premonowati et al. 2012). Namun demikian, penelitian mengenai batugamping merah muda yang dijumpai pada Formasi WonosariPunung masih belum menjadi subjek penelitian geologi. Batugamping yang memperlihatkan warna merah muda, dengan penyebaran yang setempat-setempat, dapat dijumpai di daerah Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi
II.
KONDISI GEOLOGI REGIONAL DAN DAERAH PENELITIAN
Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Timur oleh Van Bemmelen (1949), daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan dan termasuk pada daerah yang dikenal sebagai Gunung Sewu. Mengacu pada peta geologi 594
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA lembar Surakarta-Giritontro (Surono et al. 1992) dan stratigrafi Pegunungan Selatan dari Toha, et al. (1994), daerah penelitian tersusun oleh Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, dan Formasi Wonosari-Punung (Gambar 1 dan 2). Surono, et al. (1992) serta Toha, et al. (1994) menyebutkan bahwa Formasi Nglanggran memiliki hubungan yang menjari dengan Formasi Semilir (Gambar 2). Disebutkan juga bahwa batuan penyusun Formasi Semilir berupa tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan, dan serpih sedangkan Formasi Nglanggran tersusun oleh breksi gunungapi, tuf, anglomerat, lava andesit-basal, dan breksi autoklastik dan hyaloklastik. Di atas Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran diendapkan secara tidak selaras Formasi Wonosari-Punung pada kala Miosen Tengah hingga Pliosen (Toha et al. 1994). Batuan penyusun Formasi Wonosari-Punung menurut Toha, et al. (1994) utamanya berupa batugamping berlapis dan reefal-limestone serta secara setempat terdapat batupasir tufan, batugamping napalan tufan, dan batulanau. Surono (2009) memisahkan Formasi Wonosari yang tersusun oleh batugamping berlapis dengan Formasi Punung yang tersusun oleh batugamping terumbu. Daerah penelitian tersusun oleh 3 satuan batuan yaitu satuan breksi andesit, satuan batupasir tufan – breksi batuapung – tuf dan satuan batugamping (Gambar 3). Satuan breksi andesit tersebar setempat-setempat di daerah penelitian dan tidak terpetakan. Satuan batupasir tufan – breksi batuapung – tuf tersebar di bagian utara dan meliputi hampir separoh luas daerah penelitian. Satuan batugamping merupakan satuan batuan termuda dan tersebar di bagian selatan daerah penelitian. Dalam satuan batugamping ini, batugamping berwarna merah muda tersebar secara setempat-setempat. Secara stratigrafi, satuan batugamping mempunyai hubungan tidak selaras dengan satuan breksi andesit dan satuan batupasir tufan – breksi batuapung – tuf. Kelurusan dan sesar geser kiri yang teramati di daerah penelitian
menunjukkan tren ke arah utara baratlautselatan tenggara dan utara timurlaut-selatan baratdaya.
III.
SAMPEL DAN PENELITIAN
METODE
Penelitian ini disusun berdasarkan dua sumber data utama yaitu pekerjaan lapangan dan laboratorium. Pada pekerjaan lapangan dilakukan pengamatan singkapan batuan, pemetaan geologi dan pengambilan sampel batuan. Total sampel yang dianalisis di laboratorium untuk penelitian ini berjumlah 5. Dua sampel adalah andesit basaltik (PFAS-1, lihat Gambar 4a) dan dasit (PFAM-8) yang merupakan fragmen-fragmen dari satuan breksi andesit yang merepresentasikan Formasi Nglanggran. Tiga sampel yang merepresentasikan satuan batugamping dari Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping yang berbeda warna: putih (PLW-2A,), agak merah muda (PLP-2B), dan merah muda (PLR-2C, lihat Gambar 4b). Pekerjaan laboratorium yang dilakukan untuk kelima sampel tersebut adalah analisis petrografi dan analisis geokimia oksida mayor. Analisis petrografi dilakukan di Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, sedangkan analisis geokimia dilakukan di Laboratorium ALS Canada Ltd. Karena alasan keterbatasan dana penelitian, penelitian ini tidak melakukan analisis geokimia untuk sampel yang mewakili satuan batupasir tufan – breksi batuapung – tuf (dan yang merepresentasikan Formasi Semilir). Dengan alasan yang sama, analisis XRay Difraksi (XRD) yang dilakukan di Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, hanya dikerjakan untuk sampel batugamping yang berwarna putih dan batugamping merah muda saja.
IV.
DATA DAN ANALISIS
Hasil pengamatan petrografi pada 3 sampel batugamping adalah sebagai berikut: 1). Batugamping berwarna putih (PLW-2A) memperlihatkan ukuran butir <0.5-2 mm, kemas tertutup, butiran penyusun berupa 595
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA foraminifera (22%), alga (20%), fragmen cangkang moluska (14%), bioklas tidak teridentifikasi (13%), serta sparit (20%) dan mikrit (11%); 2). Batugamping berwarna agak merah muda (PLP-2B) memperlihatkan ukuran butir <0.5-1.5 mm, kemas tertutup, butiran penyusun berupa alga (26%), foraminifera (20%), bioklas tidak teridentifikasi (18%), serta sparit (19%), mikrit (13%), siderit (3%), kuarsa (1%); 3). Batugamping berwarna merah muda (PLR-2C) memperlihatkan ukuran butir <0.52.5 mm, kemas tertutup, butiran penyusun berupa foraminifera (24%), alga (16%), fragmen cangkang moluska (9%), bioklas tidak teridentifikasi (16%), serta sparit (9%), mikrit (18%), siderit (4%), kuarsa (4%). Dengan mengacu pada klasifikasi Embry and Klovan (1971), ketiga sampel batugamping tersebut dapat dinamakan sebagai packstone foraminifera-alga. Sedangkan pengamatan petrografi pada 2 sampel fragmen dari breksi andesit, yaitu: 1). Fragmen andesit basaltik (PFAS-1) memperlihatkan ukuran kristal halus sampai sedang (<1-3 mm), tekstur porfiro afanitik, dengan fenokris plagioklas (39%), hornblenda (12%), dan piroksen (7%) serta masa dasar mineral mafik berukuran halus (42%); 2). Fragmen dasit (PFAM-8) memperlihatkan ukuran kristal halus sampai sedang (<1-2 mm), tekstur porfiro afanitik, dengan fenokris plagioklas (43%), hornblenda (20%), dan kuarsa (5%) serta masa dasar mineral mafik berukuran halus (32%). Fotomikrograf terpilih untuk sampel batugamping putih, batugamping merah muda serta sampel fragmen andesit basaltik dapat dilihat pada Gambar 5.
relatif menurun pada SrO (0.05%; 0.02%; 0.02%). Sedangkan senyawa-senyawa oksida mayor yang lain untuk ketiga sampel batugamping tersebut memperlihatkan persentase berat yang relatif sama (stabil). Data geokimia berturut-turut untuk sampel fragmen breksi andesit (PFAS-1) dan (PFAM-8) memperlihatkan variasi persentase berat yang relatif meningkat pada SiO2 (56.5%; 65.3%), Na2O (2.82%; 3.02%%), K2O (0.95%; 1.27%), dan persentase berat yang relatif menurun pada Al2O3 (18.55%; 15.75%), Fe2O3 (6.92%; 5.26%), CaO (8.26%; 6.78%), MgO (2.86%; 0.97%), TiO2 (0.87%; 0.67%), MnO (0.12%; 0.07%). Berdasarkan klasifikasi IUGS – International Union of Geological Sciences (Le Bas et al. 1986) untuk total alkali versus silika, sampel PFAS-1 terplot sebagai batuan andesit basaltik dan sampel PFAM-8 terplot sebagai batuan dasit (Gambar 6). Hasil analisis XRD pada sampel batugamping berwarna putih (PLW-2A) memperlihatkan hadirnya difraksi-difraksi yang dipunyai oleh mineral kalsit sebagai penyusun yang mendominasi batugamping putih (Gambar 7a), sedangkan pada sampel batugamping merah muda (PLR-2C) terlihat kehadiran difraksidifraksi yang dipunyai oleh mineral-mineral kalsit, siderit dan titanit (Gambar 7b).
V.
DISKUSI
Dengan menggunakan normalisasi PAAS (PostArchean Australian Shales) yang dirujuk dari Guimares et al. (2013), kandungan major elemen pada sampel batugamping berturutturut dari batugamping putih (PLW-2A), batugamping agak merah (PLP-2B) dan batugamping merah muda (PLR-2C) menunjukkan tren pengkayaan pada SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, dan tren depletion pada unsur Sr (Gambar 8). Pada sampel PLR-2C, pengkayaan SiO2 yang diperlihatkan oleh hasil analisis geokimia mencapai 1.7 wt.% (dibanding SiO2 pada batugamping putih yang hanya 0.61 wt.%), selaras dengan hasil pengamatan petrografi yang menunjukkan hadirnya mineral kuarsa (Gambar 5c-d).
Hasil analisis geokimia oksida mayor untuk 5 sampel (PLW-2A, PLP-2B, PLR-2C, PFAS-1, dan PFAM-8) dapat dilihat pada Tabel 1. Data geokimia tersebut berturut-turut dari sampel batugamping putih, batugamping agak merah muda dan batugamping merah muda memperlihatkan persentase berat yang relatif meningkat pada SiO2 (0.61%; 0.81%; 1.7%), Al2O3 (0.19%; 0.31; 0.89%), Fe2O3 (0.1%; 0.16 %; 0.51%), TiO2 (0.01%; 0.01; 0.04%), dan 596
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Pengkayaan senyawa Fe2O3 yang ditunjukkan dari hasil analisis geokimia mencapai 0.51 wt.% (dibanding Fe2O3 pada batugamping putih yang hanya mencapai 0.1 wt.%), dikonfirmasi dengan hasil pengamatan petrografi dan hasil analisis XRD yang menunjukkan hadirnya mineral siderit (Gambar 5c-d dan 7b). Kehadiran mineral siderit yang mempunyai rumus kimia FeCO3 pada batugamping merah muda merupakan hal yang dapat terjadi karena mineral siderit merupakan mineral yang sering berasosiasi dengan mineral kalsit sebagai penyusun utama batugamping (Scoffin 1987). Mineral siderit dikenal sebagai isomorf dari mineral kalsit yang berarti merupakan mineral yang mempunyai srtuktur atom yang sama dengan kalsit tetapi berbeda rumus kimianya (Dickson 1990).
diagenesis (Pingitore 2008), iv) pengaruh fluida hidrotermal (Escobar-Sanchez and Urrutia-Fucugauchi 2010). Inklusi material terigenus pada batugamping bisa dilihat dari hadirnya kandungan Al2O3 yang relatif melimpah (Madhavaraju and Lee 2009) atau dicirikan oleh korelasi negatif antara senyawa-senyawa SiO2, Fe2O3, dan TiO2 dengan CaCO3 (Nagarajan et al. 2011). Korelasi negatif tersebut memberikan arti bahwa ketika ada penambahan material terigenus pada lingkungan pengendapan batugamping yang menjadi sumber pengkayaan senyawasenyawa tertentu maka pengendapan mineral kalsit menjadi berkurang. Batugamping di daerah penelitian mengkonfirmasi fenomena geokimia tersebut yaitu adanya tren pengkayaan senyawa Al2O3, dan korelasi negatif antara senyawa-senyawa SiO2, Fe2O3, dan TiO2 dengan CaCO3 berturut-turut dari batugamping putih ke batugamping merah muda. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa penambahan material terigenus mempengaruhi kelimpahan dan pengkayaan senyawa-senyawa SiO2, Fe2O3, dan TiO2 dalam batugamping merah muda ketika terdeposisi.
Demikian pula untuk pengkayaan TiO2 pada sampel batugamping merah muda, ditunjukkan oleh hasil analisis geokimia yang mencapai 0.04 wt.% (dibanding TiO2 pada batugamping putih yang hanya sebesar 0.01 wt.%), dikonfirmasi oleh hasil analisis XRD yang menunjukkan hadirnya mineral titanit (Gambar 7b). Kehadiran mineral titanit (CaTiOSiO4) pada batugamping merah muda, diperkirakan merupakan hasil reaksi antara mineral kalsit sebagai penyusun dominan batugamping dengan elemen-elemen dari SiO2 dan TiO2 yang mengalami pengkayaan pada batuan tersebut.
Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Pingitore (2008), data unsur Sr yang menunjukkan depletion pada batugamping merah muda (Tabel 1 dan Gambar 8) mengindikasikan bahwa tidak ada input dari sumber luar yang mempengaruhi batugamping secara signifikan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setelah batugamping selesai terdeposisi kemudian mengalami diagenesis.
Siderit dan titanit merupakan mineral yang mempunyai ciri warna merah muda sampai coklat kekuningan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kehadiran mineral-mineral tersebut dalam batugamping bertanggungjawab dalam memberi warna batugamping menjadi merah muda.
Pengaruh input material volkaniklastik pada pengendapan batugamping Wonosari pernah diteliti oleh Lokier (1999). Dikatakan bahwa selama periode input material volkaniklastik berupa sub-aerial ash-falls ke dalam lingkungan sedimentasi batugamping Wonosari menyebabkan penurunan sejumlah spesies tetapi menaikkan jumlah individu. Mengacu pada penelitian tersebut,
Pengkayaan dan depletion senyawa-senyawa oksida mayor pada batugamping bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: i) penambahan partikel terigenus dari kontinen (Nagarajan et al. 2011), ii) input material volkaniklastik (Lokier 1999), iii) proses 597
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA dimungkinkan bahwa input material volkanikastik tersebut juga mempengaruhi proses pengkayaan SiO2, Fe2O3, dan TiO2 pada batugamping merah muda Ponjong.
bahwa pengaruh influks material terigenus tersebut tersebar tidak merata pada saat pengendapan batugamping sehingga menghasilkan penyebaran batugamping merah muda yang hanya setempat-setempat saja, tidak menyeluruh dan tidak merata pada seluruh satuan batugamping.
Korelasi negatif antara kandungan CaCO3 dan SiO2 dalam batugamping juga dapat mengindikasikan bahwa kelimpahan CaCO3 diganggu oleh SiO2 yang berasal dari fluida hidrotermal (Qiu et al. 2013). Data geokimia berturut-turut pada batugamping putih ke batugamping merah muda daerah penelitian, juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara CaCO3 and SiO2 (Table 1 dan Gambar 8). Hal tersebut bisa menjadi indikasi akan hadirnya fluida hidrotermal yang mempengaruhi batugamping merah muda daerah penelitian. Berdasarkan uraian mengenai pengkayaan SiO2, Fe2O3, Al2O3 dan TiO2 pada batugamping merah muda yang material sumbernya diperkirakan berasal dari inklusi material terigenus serta hubungannya dengan litologi daerah penelitian, maka dapat jelaskan bahwa material-material terigenus tersebut diperkirakan berasal dari satuan breksi andesit yang fragmen-fragmennya (PAFS-1 dan PAFM8) mempunyai kandungan yang relatif tinggi untuk Fe2O3 (6.92-5.26 wt.%), TiO2 (0.87-0.67 wt.%) dan SiO2 (56.5-65.3 wt.%). Secara stratigrafi, satuan batugamping diendapkan secara tidak selaras diatas satuan breksi andesit, maka diperkirakan material-material yang berasal dari satuan breksi andesit yang sudah mengalami pengangkatan ke permukaan bumi berperan sebagai sumber material terigenus, dan partikel-partikelnya mempengaruhi proses pengendapan batugamping. Kondisi tersebut selaras dengan data geologi regional yang menunjukkan bahwa Formasi Wonosari-Punung yang direpresentasikan oleh satuan batugamping di daerah penelitian diendapkan tidak selaras diatas Formasi Nglanggran (yang terwakili oleh satuan breksi andesit) dan Formasi Semilir yang terwakili oleh satuan batupasir tufan – breksi batuapung – tuf. Diperkirakan juga
Setelah proses pengendapan batugamping yang dipengaruhi oleh material terigenus (yang menyebabkan pengkayaan SiO2, Fe2O3, Al2O3 dan TiO2) selesai, dimungkinkan kemudian terjadi proses diagenesis pada batugamping merah muda yang dicirikan oleh depletion kandungan unsur Sr. Indikasi adanya pengaruh fluida hidrotermal yang bekerja pada batugamping merah muda dan ikut berperan memperkaya SiO2, Fe2O3, dan TiO2 sehingga dimungkinkan menambah jumlah mineral-mineral siderit dan titanit yang terkandung dalam batugamping merah, harus diteliti lebih lanjut karena penelitian ini tidak mencakup fenomena tersebut. Demikian juga indikasi adanya input material volkaniklastik yang mempengaruhi proses pengkayaan SiO2, Fe2O3, dan TiO2 pada batugamping merah muda, perlu dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut akan keberadaan gunungapi purba di sekitar daerah penelitian.
VI.
KESIMPULAN
Kandungan yang tinggi untuk SiO2, Fe2O3, dan TiO2 dalam batugamping merah muda relatif terhadap batugamping putih diperkirakan berhubungan dengan pengkayaan senyawasenyawa tersebut. Pengkayaan tersebut diperkirakan terjadi pada saat pengendapan batugamping (syn-deposition) dan maupun pada saat batugamping mengalami diagenesis (post-deposition). Sumber material dari senyawa-senyawa SiO2, Fe2O3, dan TiO2 diperkirakan berasal dari satuan breksi andesit yang merepresentasikan Formasi Nglanggran, dimana fragmen dari satuan breksi andesit mencirikan kandungan senyawa-senyawa SiO2, Fe2O3, dan TiO2 yang relatif tinggi dibanding batugamping pada umumnya. Pengkayaan Fe2O3 pada batugamping merah muda 598
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA dicirikan oleh kehadiran mineral siderite, serta pengkayaan SiO2 dan TiO2 dikarakteristikkan dengan kehadiran mineral titanit. Mineral siderit dan titanit merupakan mineral yang dicirikan oleh warna merah muda sampai coklat kekuningan. Oleh karenanya kehadiran mineral-mineral tersebut dalam batugamping bertanggungjawab memberi warna batugamping menjadi merah muda. Indikasi adanya pengaruh fluida hidrotermal dan input material volkanik terhadap batugamping
merah muda perlu ditindaklanjuti dengan penelitian geologi lebih lanjut.
VII.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terimakasih kepada institusi Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM yang telah memberikan hibah dana untuk pelaksanaan penelitian ini dan dukungan dalam penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA Dickson, T. (1990) 'Carbonate Mineralogy and Chemistry' in Tucker, M. E., Wright, V. P. and Dickson, J. A. D., eds., Carbonate Sedimentology, Oxford: Blackwell Science Ltd., 284-313. Embry, A. F. and Klovan, J. E. (1971) 'A Late Devonian Reef Tract on Northeastern Banks Island, NWT', Canadian Petroleum Geology Bulletin, 19, 730-781. Escobar-Sanchez, J. E. and Urrutia-Fucugauchi, J. (2010) 'Chixulub crater post-impact hydrothermal activity evidence from Paleocene carbonates in he Santa Elena borehole', Geofisica Internacional, 49(2), 97-106. Guimaraes, J. T. F., Cohen, M. C. L., Franca, M. C., Silva, A. K. T. d. and Rodrigues, S. F. S. (2013) 'Mineralogical and geochemical influences on sediment color of Amazon wetlands analyzed by visible spectrophotometry', Acta Amazonica, 43(3), 331-342. Jauhari, U. and Toha, B. (2005) 'High Resolution Sequence Stratigraphy and Diagenesis in Carbonate Rocks, Wonosari Formation, Yogyakarta: An Outcrop Analog for Modeling Chalky Limestone Reservoir Distribution', in Proceedings of Indonesian Petroleum Association, 30th Annual Convention & Exhibition, August 2005, 297-315. Le Bas, M. J., Le Maitre, R. W., Streckeisen, A. and Zanettin, B. (1986) 'A Chemical classification of volcanic rocks based on the total alkali-silica diagram', Journal of Petrology, 27, 745-750. Lokier, S. W. (1999) 'The Development of the Miocene Wonosari Formation, South Central Java', in Proceedings of Indonesian Petroleum Association, 27th Annual Convention & Exhibition, October 1999, 6 p. Madhavaraju, J. and Lee, Y. I. (2009) 'Geochemistry of the Dalmiapuram Formation of the Uttatur Group (Early Cretaceous), Cauvery basin, southeastern India: Implications on provenance and paleo-redox conditions', Revista Mexicana Ciencias Geologicas, 26(2), 380-394. Mukti, M. M., Siregar, M. S., Praptisih and Supriatna, N. (2005) 'Carbonate Depositional Environment and Platform Morphology of the Wonosari Formation in the Area East of Pacitan', RISET - Geologi dan Pertambangan, 15(2), 29-38. Nagarajan, R., Madhavaraju, J., Armstrong-Altrin, J. S. and Nagendra, R. (2011) 'Geochemistry of Neoproterozoic limestones of the Shahabad Formation, Bhima Basin, Karnataka, southern India', Geosciences Journal, 15(1), 9-25. 2+
Pingitore, N. E. (2008) 'The behavior of Zn and Mn2+ during carbonate diagenesis; theory and applications', Journal of Sedimentary Research, 48(3), 799-814. Premonowati, Prastistho, B. and Firdaus, I. M. (2012) 'Allostartigraphy of Punung Paleoreef based on Lithofacies Distibutions, Jlubang Area, Pacitan Region-East Java', Indonesian Journal of Geology, 7(1), 113-122. Qiu, Z., Wang, Q. and Yan, D. (2013) 'Geochemistry of the Middle to Late Permian limestones from the marginal zone of an isolated platform (Laibin, South China)', Science China Earth Sciences, 56(10), 1688-1700.
599
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Scoffin, T. P. (1987) An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks, New York: Chapman and Hall. Siregar, M. S., Kamtono, Praptisih and Mukti, M. M. (2004) 'Reef Facies of the Wonosari Formation, South of Central Java', RISET - Geologi dan Pertambangan, 14(1), 1-17. Surono (2009) 'Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah', Jurnal Sumber Daya Geologi, 19, 209-221. Surono, Toha, B. and Sudarno, I. (1992) Geological Map of the Surakarta - Giritontro Quadrangles, Jawa, sheet 1:100,000, Bandung: Geological Research and Development Centre, Bandung, Toha, B., Purtyasti, R. D., Srijono, Soetoto, Rahardjo, W. and Pramumijoyo, S. (1994) 'Geologi Daerah Pegunungan Selatan: Suatu Kontribusi', in Srijono, Hendrayana, H., Rahardjo, W. and Wijono, S., eds., Geologi dan Geotektonik P. Jawa, Sejak Akhir Mesozoik Hingga Kuarter, Yogyakarta, Jurusan Teknik Geologi FT UGM, 19-36. Van Bemmelen, R. W. (1949) The Geology of Indonesia, Martinus Nijhoff, the Haque.
TABEL Tabel 1. Hasil analisis geokimia oksida mayor untuk batugamping dan fragmen breksi andesit daerah Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Senyawa/ Unsur
Satuan
SiO2 Al2O3 Fe2O3 (T) CaO MgO Na2O K2O Cr2O3 TiO2 MnO P2O5 SrO BaO HD Total
% % % % % % % % % % % % % % %
Batugamping putih PLW-2A 0.61 0.19 0.1 54 0.29 0.04 0.01 <0.01 0.01 <0.01 <0.01 0.05 <0.01 43.2 98.5
Batugamping agak merah muda PLP-2B 0.81 0.31 0.16 54 0.31 0.04 0.01 <0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 <0.01 43.1 98.79
600
Batugamping merah muda PLR-2C 1.7 0.89 0.51 53.1 0.31 0.04 0.02 <0.01 0.04 0.01 0.01 0.02 <0.01 42.7 99.35
Fragmen Breksi Andesit PFAS-1 56.5 18.55 6.92 8.26 2.86 2.82 0.95 0.01 0.87 0.12 0.28 0.03 0.02 0.87 99.06
PFAM-8 65.3 15.75 5.26 6.78 0.97 3.02 1.27 <0.01 0.67 0.07 0.13 0.03 0.02 1.13 100.4
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GAMBAR
Gambar 1. Peta geologi regional Pegunungan Selatan yang diambil sebagian dari peta geologi lembar Surakarta-Giritontro Jawa, dan lokasi daerah penelitian (sumber peta: Surono et al., 1992).
601
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 2. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dan posisi stratigrafi daerah penelitian (digambar ulang dari Toha, et al., 1994).
Gambar 3. Peta geologi daerah Sawahan dan sekitarnya, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 4. a) Singkapan satuan breksi andesit di daerah Sawahan yang memperlihatkan fragmen andesit basaltik. b) Singkapan batugamping merah muda yang dijumpai di desa Sumbergiri daerah Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
602
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Fotomikrograf batugamping putih (PLW-2A) dengan kedudukan nikol sejajar (a) dan nikol bersilang (b) memperlihatkan butiran penyusun berupa foraminifera, alga, dan fragmen cangkang moluska. Fotomikrograf batugamping merah muda (PLR-2C) dengan kedudukan nikol sejajar (c) dan nikol bersilang (d) memperlihatkan butiran penyusun berupa foraminifera, alga, fragmen cangkang moluska, kuarsa dan mikrograin siderit. Fotomikrograf fragmen andesit basaltik (PFAS-1) dengan kedudukan nikol sejajar (e) dan nikol bersilang (f) memperlihatkan tekstur porfiro afanitik, dengan fenokris plagioklas, hornblenda, dan piroksen serta masa dasar mineral-mineral mafik berukuran halus. Keterangan: Foram=foraminifera; Alg=alga; Qz=kuarsa; Sd=siderite; Pl=plagioklas; Hbl=hornblende; Px=piroksen.
603
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 6. Total alkali versus silika diagram untuk sampel fragmen breksi andesit berdasarkan klasifikasi IUGS (International Union of Geological Sciences) memperlihatkan sampel PFAS-1 merupakan basaltik andesit dan sampel PFAM-8 merupakan dasit.
a)
b)
Gambar 7. a) Hasil analisis XRD (X-Ray Diffraction) untuk sampel batugamping putih (PLW-2A) yang memperlihatkan dominasi difraksi mineral kalsit. b) Hasil analisis XRD untuk sampel batugamping merah muda (PLR-2C) yang memperlihatkan difraksi-difraksi dari mineral kalsit, siderit dan titanit.
604
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 8. Normalisasi PAAS (Post Archaean Australian Shale) senyawa-senyawa oksida mayor untuk batugamping Ponjong. Senyawa-senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2 menunjukkan tren pengkayaan berturut-turut dari batugamping putih (PLW-2A), batugamping agak merah muda (PLP-2B) dan batugamping merah muda (PLR-2C), sedangkan unsur Sr menunjukkan tren pemiskinan (depletion).
605