PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
KARAKTERISASI BATUAN INTRUSI SEKITAR GUNUNG API SLAMET BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI, UNSUR UTAMA, DAN UNSUR JEJAK DAERAH BATURRADEN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH Dientya Azwarredda Pasha1, Afif Nur’aini, Mirzam Abdurrachman2, Mochammad Aziz1 1
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung *corresponding author :
[email protected]
2
ABSTRAK Gunung Slamet yang berada di Jawa Tengah merupakan gunung api aktif yang termasuk pada jalur subduksi Sunda Arc, yang merupakan hasil subduksi dari Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia. Subduksi mengakibatkan keragaman komposisi magma, tercermin pada keragaman batuan di sekitar Gunung Slamet yang berupa aliran lava basalt, hingga andesit, batuan piroklastik, dan banyak terdapat intrusi. Sampel diambil dari dua intrusi yang berbeda, sampel dianalisis petrografi dan geokimia dengan metode XRF (X-ray fluorescence) guna mengetahui komposisi mineral dan komposisi kimia batuan. Hasil analisis menunjukkan kehadiran litologi andesit dan diorit. Analisis petrografi menunjukkan terdapat tekstur khusus oscillatory zoning dan sieve texture pada mineral plagioklas yang mengindikasikan terjadi proses magma mixing dan asimilasi, selain fraksinasi kristal. Hasil analisis XRF unsur utama dengan nilai SiO2 antara 61,05-62,67wt% dan nilai K2O antara 1,39-1,51wt% menunjukkan afinitas magma kalk-alkali yang dapat dihubungkan dengan tatanan tektonik yang berupa batas lempeng konvergen, yaitu berupa island arcs dan active continental margins. Berdasarkan analisis unsur jejak pada diagram laba-laba unsur incompatible dari low ionic potential seperti Sr, K, Rb, Ba mengalami pengayaan dan sedikit unsur high ionic potential seperti P, Zr, Ti, Y yang mencirikan tatanan tektonik Island Arc. Tatanan tektonik yang berupa Island Arc (subduksi antara 2 lempeng samudra) memberikan interpretasi bahwa di bawah Pulau Jawa terdapat lempeng samudra.
I.
Gunung Slamet Muda yang bervariasi pada komposisi mineralogi serta geokimianya, berupa lava basalt, lava andesit, piroklastik serta keberadaan batuan-batuan terobosan (intrusi).
PENDAHULUAN Daerah penelitian terletak di lereng selatan Gunung Slamet, tepatnya Kabupaten Banyumas (Gambar 1). Kondisi geologi di sekitar Gunung Slamet merupakan kawasan yang menarik untuk dikaji. Gunung Slamet termasuk dalam jalur busur kepulauan Sunda, yaitu sebagai hasil subduksi ke utara antara Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia.
II.
KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Gunung Slamet termasuk dalam fisiografi Gunung Api Kuarter. Satuan Gunung Api Kuarter meliputi beberapa Gunung api kuarter di Jawa Tengah, antara lain: Gunung Slamet, Gunung Rogojembangan, komplek Dataran Tinggi Dieng, dan Gunung Ungaran (van Bemmelen, 1949).
Subduksi pada jalur Sunda arcs sendiri telah mengakibatkan keragaman komposisi pada hasil proses magmatisme pada kawasan sekitar Gunung Slamet, yang mencerminkan proses-proses kompleks yang telah terjadi pada magma busur kepulauan selama proses naiknya magma menembus litosfer. Keragaman hasil proses magmatisme dari Gunung Slamet sendiri, dapat dilihat dari produk-produk Gunung Slamet Tua hingga
Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari Batuan Gunungapi Tak-Terurai dan Lava Gunung Slamet yang berumur Pleistosen (Djuri, dkk., 1996). Stratigrafi regional daerah penelitian juga disetarakan dengan stratigrafi Pegunungan Serayu Utara bagian barat dan Zona Bogor bagian timur yang terdiri dari 824
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Formasi Halang (Miosen Tengah), Formasi Intrusi Andesitik, Dasitik, dan Dioritik (Miosen Akhir); Formasi Volkanik Kuarter yang Lebih Tua (Pleistosen); dan Aluvial dan Volkanik Muda (Holosen) (Van Bemmelen, 1949). Djuri (1975) menyatakan di daerah Gunung Slamet terdapat dua arah struktur utama, yaitu timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara, sesar tersebut umumnya merupakan sesar mendatar atau sesar oblique (Soetawidjaja dan Sukhyar, 2009). Graben dan sesar normal umumnya berasosiasi dengan Slamet Tua menurut Soetawidjaja, dkk., 1985 (Soetawidjaja dan Sukhyar, 2009).
III.
SAMPEL DAN PENELITIAN
1989), kemudian dimasukkan ke dalam diagram harker dan diagram laba-laba untuk menentukan karakteristik, proses pembentukannya, dan tatanan tektoniknya.
IV.
DATA DAN ANALISIS
Petrografi Petrografi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dan genesa dari suatu batuan. Terdapat 6 sampel yang dilakukan analisis petrografi, 3 sampel diambil dari Bukit Jenar, yaitu D4.6 (Gambar 2), D2.8a (Gambar 3), D2.8b (Gambar 4) dan 3 sampel diambil dari Bukit Cendana, yaitu A 5.1 (Gambar 5), A 5.2 (Gambar 6), A 7.1 (Gambar 7).
METODE
Sampel yang diambil dari Bukit Jenar umumnya memperlihatkan tekstur inequigranular, holokristalin. Memiliki komposisi mineral yang terdiri atas plagioklas, piroksen, kuarsa, hornblenda, biotit, dan mineral opak. Tekstur khas micrographic dijumpai pada ketiga sampel dan umumnya sudah hadir mineral ubahan seperti actinolite, klorit, serisit, epidot. Berdasarkan analisis petrografi batuan tersebut bernama Diorit (William, 1982). Sedangkan sampel yang diambil dari Bukit Cendana memiliki komposisi plagioklas, hornblenda, piroksen, kuarsa, dan mineral opak. Memperlihatkan tekstur hipokristalin dan equigranular. Tekstur khas mineral seperti sieve texture, oscillatory zoning, seriate, dan glomeroporfiritik banyak dijumpai pada plagioklas dan piroksen. Kehadiran mineral hornblenda yang melimpah > 10% maka ketiga batuan diatas bernama Andesit Hornblenda (Williams, 1982). Seluruh sampel yang dianalisis menunjukkan tekstur khas mineral seperti sieve texture, oscillatory zoning banyak dijumpai pada plagioklas, dimana proses terbentuknya mineral ini berkaitan dengan proses magma mixing dan asimilasi magma yang mengakibatkan mineral tidak stabil (zoning) dan mengalami pelarutan (sieve texture) (Gill, 2010). Seluruh sampel
Penelitian diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan peta dan studi pustaka. Dilanjutkan dengan tahap pengambilan data lapangan mencakup identifikasi geomorfologi, pengukuran struktur geologi, dan identifikasi litologi. Tahap identifikasi litologi menghimpun informasi mengenai jenis batuan dan penyebarannya, mendokumentasikan kenampakan singkapan, dan pengambilan sampel batuan yang digunakan untuk analisis laboratorium. Analisis yang dilakukan berupa analisis petrografi dan analisis geokimia. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral dalam batuan, selain itu juga untuk menentukan kelayakan batuan sebelum dianalisis geokimia. Analisis geokimia dilakukan apabila batuan dalam keadaan segar, tidak mengalami alterasi maupun pelapukan. Analisis geokimia dilakukan pada enam sampel batuan intrusi yang dalam keadaan segar, menggunakan X-ray Fluorescence (XRF), untuk mengetahui kandungan oksida unsur utama dan unsur jejak. Oksida unsur utama ini terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, dan P2O5, sedangkan unsur jejak terdiri dari Rb, Sr, Y, Nb, Zr, Cr, Ni, Cu, Zn, Ga, Ba, Pb, Th, U, La, Ce, Nd, Sm (Wilson, 825
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA yang dianalisis memiliki kelimpahan fenokris lebih dari 25%.
dengan MgO, yang mencerminkan kehadiran mineral mafik, mineral ubahan dan mineral opak. Jika melihat data petrografi, menunjukan persentase fenokris lebih dari 25%, yang menunjukan karakteristik batuan pada afinitas calk-alkaline.
Geokimia Analisis geokimia yang digunakan yaitu analisis X-ray fluorescence (XRF). Dari analisis XRF ini, didapatkan hasil berupa data unsur utama (major elements) dan unsur jejak (trace elements) pada batuan. Jumlah sampel yang dianalisis XRF yaitu 6 sampel.
Selain itu, tidak dijumpainya mineral olivin, melimpahnya hornblende dan kehadiran biotit, sehingga sampel diorit dan andesit lebih mencerminkan afinitas calc-alkaline jika dibandingkan dengan tholeitic (Wilson, 1989). Sehingga, hasil tholeitic pada diagram ini dianggap kurang meyakinkan untuk digunakan.
Geokimia Unsur Mayor 1. Diagram SiO2 vs K2O Berdasarkan hasil ploting unsur utama pada diagram Harker SiO2 vs K2O, ketiga sampel intrusi diorit dengan kisaran nilai SiO2 antara 61.05-62.22 wt% dan nilai K2O antara 1.39-1.4 wt% dan tiga sampel intrusi andesit hornblende dengan nilai SiO2 62.53-63.66 wt% dan K2O 1.47-1.51wt% (Tabel 1), semuanya termasuk ke dalam afinitas magma calcalkaline menurut Pecerillo dan Taylor (1976) dalam Dirk (2008).
Geokimia Unsur Jejak Data geokimia unsur jejak dapat diplot pada Normalized-multi-element diagram atau Spider diagrams untuk mempermudah menentukan variasi nilai dari data unsur jejak. Dilakukan ploting nilai unsur jejak pada spider diagram yang dinormalisasi terhadap nilai Chondrite dari Sun and Mc Donough, (1989). Dari hasil ploting pada spider diagram (Gambar 10), menunjukan unsur yang termasuk kelompok low ionic potensial yaitu Ba, Rb, K, Sr relatif menunjukan enrichment, sedangkan unsur yang termasuk pada kelompok high ionic potensial (P, Zr, Ti, Y) relatif depleted.
Hasil ploting diagram Harker SiO2 vs K2O (Gambar 8), menunjukan korelasi yang cenderung naik-turun antara K2O terhadap kenaikan SiO2. Hal ini dapat diasumsikan terjadinya proses lain selain fraksinasi kristal, yaitu magma mixing atau asimilasi magma. Karena jika hanya terjadi proses fraksinasi kristal saja pada magma, maka pola pada hasil plotingan akan cenderung lurus atau linear.
Tatanan Tektonik Hasil calc-alkaline pada diagram variasi Harker SiO2 vs K2O dapat dihubungkan dengan tatanan tektonik yang berupa batas lempeng konvergen, yaitu berupa island arcs dan active continental margins. (Wilson, 1989).
2. Diagram FeO*/MgO vs SiO2 Afinitas magma pembentuk batuan dapat juga ditentukan menggunakan diagram FeO*/MgO vs SiO2. Hasil ploting pada diagram FeO*/MgO vs SiO2, 3 sampel diorit Bukit Jenar, dengan nilai FeO*/MgO 3.15-4.58 wt% dan 3 sampel andesit Bukit Cendana dengan FeO*/MgO 3.36-3.39 wt% (Tabel 1), maka keenam sampel ini termasuk ke dalam afinitas magma tholeitic (Miyashiro, 1974 dalam Zulkarnain, 2008) (Gambar 9).
Nilai TiO2 keenam sampel berkisar antara 0.611.03 wt% yang berarti nilai TiO2 <1.25% (Tabel 1), sehingga dapat dihubungkan dengan zona subduksi. Karena kandungan TiO2 yang rendah (<1.25%), mencirikan karakter batuan yang berasal dari aktivitas magmatisme pada zona penujaman (Wilson, 1989).
Hasil afinitas magma tholeitic disebabkan karena tingginya nilai rasio antara FeO* 826
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Menurut Dirk (2008), enrichment pada unsur LILE (Rb, Ba, Th, K) dan LREE (La-Sm) dan depletion pada HREE (Eu-Lu) merupakan karakteristik dari batuan gunung api yang terbentuk di zona subduksi.
Hasil analisis pada keenam sampel pada diagram SiO2 vs K2O yang menunjukan seri magma calc-alkaline, dapat dihubungkan dengan model untuk magmatisme busur kepulauan (island-arc magmatism), yang dikenal sebagai hukum K-h, dimana K adalah kandungan K2O dan h adalah kedalaman Zona Beniof (Gambar 11). Model magmatisme busur kepulauan ini menunjukkan semakin jauh dari zona penunjaman, tingkat alkalinitas magma cenderung meningkat.
Berdasarkan dari kesamaan pola spider diagram (Gambar 10), bila dibandingkan dengan pola unsur jejak andesit Andean CVZ, hasil plotingan sampel intrusi diorit daerah Baseh dan intrusi andesit Cendana relatif memiliki kesamaan pola dan nilai dengan pola spider diagram dari andesit Montserrat yang terbentuk di lingkungan Intra-oceanik Island arc. Sehingga, dapat diasumsikan bahwa lingkungan pembentukan intrusi diorit daerah Baseh dan intrusi andesit Cendana ini terbentuk pada lingkungan Intra-oceanik Island arc atau lingkungan busur kepulauan yang terbentuk dari subduksi antar lempeng samudera.
Dapat dilakukan perbandingan studi kasus berdasarkan nilai K2O pada nilai SiO2 yang tetap, terhadap jarak gunung dengan palung. Sebagai contoh kasus pada hasil penelitian terdahulu oleh Abdurrachman (2012) terhadap Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan yang terletak bersebelahan, kedua gunung tersebut menunjukkan nilai K2O yang berbeda dan jarak terhadap palung yang relatif sama. Gunung Papandayan memiliki nilai K2O yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Gunung Cikuray, dari hasil tersebut dapat ditafsirkan bahwa aktivitas magma pada Gunung Papandayan mengalami magma mixing dan asimilasi (Abdurrachman, 2012).
DISKUSI Berdasarkan pada hasil analisis petrografi dan geokimia pada keenam sampel dari intrusi diorit Bukit Jenar dan intrusi andesit hornblenda Bukit Cendana, dapat diperkirakan proses yang terjadi selama evolusi magma. Hasil analisis petrografi menunjukan adanya tekstur khusus sieve texture dan oscillatory zoning pada plagioklas, dimana oscillatory zoning pada mineral merupakan bentuk ketidakstabilan kristal akibat proses perubahan komposisi magma dan sieve texture yang terbentuk akibat pelarutan pada mineral plagioklas. Kedua tekstur khas mineral ini, menunjukan bahwa telah terjadi magma mixing dan asimilasi magma selama proses differensiasi magma (Gill, 2010).
Hasil penelitian tersebut dapat disebandingkan dengan Gunung Slamet yang letaknya relatif sejajar dengan Gunung Ciremai dan Gunung Sundoro. Ketiganya memiliki jarak dengan palung antara 312 km hingga 317 km, jarak dengan palung yang relatif sama seharusnya ketiga gunung tersebut memiliki nilai K2O yang tidak jauh berbeda. Namun hasil penelitian menunjukkan Gunung Slamet memiliki nilai K2O yang paling tinggi sebesar 2,4061 wt.% sedangkan Gunung Sundoro 2.0501 wt.% dan Gunung Ciremai 1,729 wt.%, sehingga mengindikasikan magma Gunung Slamet mengalami aktivitas magma mixing dan asimilasi seperti Gunung Papandayan (Gambar 12).
Begitu juga dari hasil ploting unsur utama pada diagram SiO2 vs K2O, menunjukan pola tidak linear, dimana ketidaklinearan ini dapat diasumsikan bahwa tidak hanya terjadi fraksinasi kristal saja pada magma, melainkan juga terjadi proses magma mixing dan asimilasi magma.
KESIMPULAN
827
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Keenam sampel secara megaskopis yang dianalisis secara petrografi, menunjukan hasil diorite dan andesit hornblend, dan menunjukan adanya tekstur khusus mineral yaitu oscillatory zoning dan sieve texture pada plagioklas. Berdasarkan hasil analisis petrografi dan diagram SiO2 vs K2O, afinitas magma pada sampel diorit Bukit Jenar dan andesit hornblenda Bukit Cendana menunjukan afinitas magma calk-alkaline.
merupakan hasil tumbukan antar kerak samudra yang berarti terdapat lempeng samudra di dasar Pulau Jawa.
V.
ACKNOWLEDGEMENT
Data yang dikaji dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian Tugas Akhir dari penulis pertama dan penulis kedua yang telah selesai Juni 2015. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Mirzam Abdurrachman selaku pembimbing I dan Bapak Mochammad Aziz selaku pembimbing II yang telah membimbing, memberikan semangat, dan motivasi kepada penulis selama penelitian hingga tulisan ini selesai. Ucapan terimakasih juga ditujukan untuk semua pihak yang telah membantu, asisten laboratorium petrologi Institut Teknologi Bandung, dan asisten laboratorium Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman.
Afinitas magma calc-alkaline yang menunjukan seri pembentukan busur magmatic telah mencapai tahap dewasa. Selama pembentukan batuan ini, evolusi magma yang berlangsung tidak hanya fraksinasi kristal saja, melainkan terjadi proses magma mixing dan asimilasi magma. Intrusi pada daerah penelitian terbentuk pada lingkungan subduksi busur kepulauan yang
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, M., 2012. Geology and Petrology of Quartenary Papandayan Volcano and Genetic Relationship of Volcanic Rocks from the Triangular Volcanic Complex around Bandung Basin, West Java, Indonesia. Japan: Akita University (tidak diterbitkan). Anonim., 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Arculus, R.J., 2002. Use and Abuse of Terms Calcalkaline and Calkalkali. Australia: Department of Geology. Australian National University, Canberra. Best, G. 2003. Igneous and Metamorphic Petrology Second Edition. Blackwell Publishing: Brigham Young University, British. Brahmantyo, B., Bandono., 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang. Bandung: Jurnal Geoaplika (2006) Volume 1, Nomor 2, hal 071-078. Bronto, S., 1989. Volcanic geology of Galunggung, West Java, Indonesia. University of Canterbury. Browne, B., 2007. Atlas of Common Rock-Forming Minerals in Thin Section. Department of Geological Sciences: California State University, Fullerton. Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., Gafoer, S., 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa Tengah, Skala 1 : 100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Dirk, M.H.J., 2008. Petrologi-geokimia batuan Gunung Api Tampomas dan sekitarnya. Bandung: Pusat Survei Geologi. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No.1 Maret 2008, p. 23-35. Gill, R., 2010. Igneous Rock and Processes. United Kingdom: Wiley-Blackwell Publishing. Gillespie, M.R., Styles, M.T., 1999. BGS Rock Classification Scheme, Volume 1: Classification of igneous rocks. Nottingham: British Geological Survey. 828
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Hartono, U., Syafri, I., Ardiansyah, R., 2008. The Origin of Cihara Granodiorite from South Banten.Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 2 Juni 2008, p. 107-116. Bandung: Geological Survey Institute. Lobeck, A.K., 1939. Geomorphology, an Introduction to the Study of Landscape. McGrawHill, New York. 78. Mackenzie, W. S., Donaldson, C.H., Guilford, C., 1982. Atlas of Igneous Rock and Their Textures. Longman Scientific and Technical. Essex. Mussofan, W., 2011. Geologi Daerah Guci, Dengan Studi Khusus Analisa Geokimia Air dan Isotop Pada Manifestasi Air Panas Lapangan Geotermal Gunung Slamet, Jawa Tengah. Bandung: Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung. Rollinson, H.R., 1993. Using geochemical data: evaluation, presentation, interpretation. Singapore: Longman Scientific & Technical. Thompson, A.J.B., Thompson, J.F.H. Atlas of Alteration a Field and Petrographic Guide to Hydrothermasl Alteration Minerals. Canada: Geological Association of Canada. Sutawidjaja, I.S., Sukhyar, R., 2009. Cinder Cones of Mount Slamet, Central Java, Indonesia. Jurnal Geologi Indonesia, Vol.4 No.1 Maret 2009, p. 57-75. Sutawidjaja, I.S., Vukadinovic, D., 1995. Geology, Mineralogy and Magma Evolution of Gunung Slamet Volcano, Java, Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol. II, No. 2, p. 135-164. Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis a Global Tectonic Approach. Leeds: Departement of Earth Sciences, University of Leeds. William, H., Turner, F.J., Gilbert, C.M. 1982. An Introduction to the Study of Rocks in Thin Section. USA: W.H. Freeman and Companny Inc. Anggara, F., Sasaki, K., Rodrigues, S., Sugai, Y., 2014. The effect of megascopic texture on swelling of a low rank coal in supercritical carbon dioxide. Int. J. Coal Geol. 125, p. 45–56. doi:10.1016/j.coal.2014.02.004 Sosrowidjojo, I.B., 2006. Coalbed methane potential in the South Palembang Basin, in: Proceedings of the International Geosciences Conference and Exhibition, IPA, 33th Annual Convention. Jakarta p. 1319. Thomas, L., 2013. Coal geology. John Wiley & Sons, Chichester, West Sussex; Hoboken, NJ, 444 p.
TABEL Tabel 1. Hasil analisis XRF unsur utama (major elements) setelah dinormalisasi. Major Element (wt%) SiO2 TiO2 Al2O3 FeO* MnO MgO CaO Na2O K2O
A 5.1 62,53 0,63 16,67 7,14 0,16 2,12 9,08 0,00 1,51
Bukit Cendana A 5.2 A 7.1 62,64 62,67 0,62 0,61 16,98 16,95 7,01 7,04 0,16 0,15 2,00 1,77 8,97 9,15 0,00 0,00 1,47 1,51
829
D46 60,50 1,02 15,23 11,87 0,23 2,33 7,10 0,00 1,38
Bukit Jenar D28A 61,06 0,98 15,62 10,50 0,23 2,91 7,01 0,00 1,39
D28B 62,23 0,63 16,71 7,15 0,16 2,26 9,22 0,00 1,50
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA P2O5 TOTAL FeO*/MgO
0,16 100,00 3,36
0,17 100,00 3,51
0,15 100,00 3,98
0,33 100,00 5,09
0,30 100,00 3,61
0,15 100,00 3,16
Tabel 2. Hasil analisis XRF unsur jejak (trace elements) Trace Element (ppm) Ba Cu Zn Pb Zr Rb Sr Nb Ce Co Cr Ni Th Y V
Bukit Cendana A 5.1 A 5.2 375 377 54 49 50 56 111 114 41 37 299 307 14 14 167 174 16 27 25 69 54
A 7.1 316 50 58 113 39 297 13 165 26 71
D4.6 295 139 91 97 26 226 31 109 24 35 40
GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Penelitian
830
Bukit Jenar D2.8a 299 147 86 96 24 223 38 159 25 38 66
D2.8b 407 52 55 115 38 300 26 179 18 26 75
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Sayatan petrografi sampel D 4.6.
Gambar 3. Sayatan petrografi sampel D 2.8a.
Gambar 4. Sayatan petrografi sampel D 2.8b.
831
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Sayatan petrografi sampel A 5.1.
Gambar 6. Sayatan petrografi sampel A 5.2.
Gambar 7. Sayatan petrografi sampel A 7.1.
832
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 8. Diagram perbandingan SiO2 vs K2O menurut Peccerillo dan Taylor, 1976 (Dirk, 2008).
calc-alcaline
tholeitic
Gambar 9. Diagram perbandingan SiO2 vs FeO*/MgO menurut Miyashiro, 1974 (Zulkarnain, 2008).
Gambar 10. Hasil ploting unsur jejak pada spider-diagram yang dinormalisasi terhadap Chondrite dari Sun & Mc Donough (1989). 833
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 11. Menunjukan model hubungan antara afinitas magma dengan zona penunjaman (Wilson, 1989).
Gambar 12. Ploting nilai K2O 57.5 gunung api di Jawa terhadap jarak dari palung (Abdurrachman, 2012)
834