Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMA
PROPOSAL TESIS
Oleh: EDI FIRMANSYAH NIM. 14726251018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan juga merupakan suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Disisi lain, pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat
1
terutama di bidang ekonomi, tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya tentu saja adalah pembangunan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam menghasilkan SDM yang akan membangun bangsa Indonesia. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia kian hari kualitasnya semakin menurun. Hal ini berdasarkan data dari Education for All (EFA) Global Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO, bahwa indeks pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei. Sedangkan kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para pendidik, kualitasnya berada pada peringkat 14 dari 14 negara berkembang, yang artinya para pendidik Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacific. Ini berdasarkan hasil survei dari United Nations Educational, Scientific
and
Cultural
Organization
(UNESCO),
terhadap
kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para pendidik dalam menggali potensi anak didiknya. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki peserta didiknya. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses
2
pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi setiap warganya. Bahakan di daaerah tertentu terlihat jelas masih banyak warga Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan, hal ini masih sangat jauh dengan Tujuan Negara Indonesia yang tercantum didalam UndangUndang Dasar 1945. Dalam dunia pendidikan, kualitas pendidikan dapat diukur dari beberapa indikator, salah satunya yaitu dari hasil belajar peserta didik, karena hasil belajar yang dicapai peserta didik merupakan alat untuk mengukur sejauh mana keberhasilan peserta didik menguasai materi yang diajarkan oleh pendidik. Keberhasilan proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor
eksternal dan pendekatan
belajar. Faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani peserta didik, faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik dan faktor pendekatan belajar
(learning approach), yakni jenis upaya belajar
peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Selain faktor
keberhasilan pada proses dan hasil belajar, yang perlu
diperhatikan dalam pendidikan adalah kualitas pendidikannya itu sendiri. Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Salah satu
3
cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan pembaharuan sistem pendidikan. Ada tiga komponen yang perlu disoroti dalam pembaharuan pendidikan yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Pembaharuan kurikulum yang terus berkelanjutan pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki proses pendidikan di semua lembaga pendidikan. Perbaikan proses pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan kualitas peserta didik sebagai output dari proses pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan yang baik merupakan tujuan dari setiap kurikulum. Pergantian kurikulum yang sering terjadi bukan atas kehendak pemangku kebijakan saja, melainkan atas pertimbangan-pertimbangan berdasarkan hasil dari proses pendidikan disetiap jenjang pendidikan yang ada. Kesuksesan penerapan kurikulum merupakan tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Salah satu dari pihak tersebut itu adalah pendidik sebagai implementator kurikulum. Selain pendidik, keterlaksanaan kurikulum juga merupakan kewajiban para peserta didik sebagai acceptor kurikulum. Peran serta pendidik dan peserta didik dalam penerapan kurikulum memiliki makna yang berbeda. Akan tetapi, keduanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dengan cara penerapan strategi atau metode pembelajaran yang efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi
4
peserta didik. Penerapan strategi atau metode yang demikian sangat dibutuhkan pada pelajaran sains seperti halnya pada pelajaran fisika. Dalam hal ini penerapan strategi pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik. Rendahnya hasil belajar fisika peserta didik disebabkan oleh ketidaktepatan penggunaan strategi atau model pembelajaran yang digunakan pendidik di kelas. Kenyataan menunjukan bahwa selama ini kebanyakan pendidik menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh pendidik. Pendidik yang selalu mengajar konvensional menyebabkan peserta didik menjadi bosan, mengantuk, pasif dan berfungsi sebagai notulis dari ucapan pendidik di muka kelas saja. Selain pendidik yang mengajar konvensional, pendidik juga selalu mendominasi kelas, dengan harapan konsep yang diajarkan segera selesai. Peserta didik kurang diberi kesempatan untuk berhubungan dengan lingkungan alam sekitar, menelaah dan berpendapat mengenai suatu konsep yang ada. Akibatnya suasana kelas selama pembelajaran cenderung pasif, aktivitas peserta didik rendah dan kurang kondusif. Peserta didik tidak aktif bertanya, kalaupun ada yang bertanya jenis pertanyaannya berkualitas rendah dan tidak menunjukan proses berpikir ilmiah. Apalagi jika model pembelajaran tersebut hanya menekankan pada pemberian konsep semata, sehingga peserta didik tidak mampu memahami materi pelajaran secara penuh. Model pembelajaran seperti ini perlu dirubah dengan kecenderungan kembali pada
5
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajarnya diciptakan secara alamiah. Rendahnya motivasi dan hasil belajar peserta didik di dalam kelas tergantung pada model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik tersebut. Oleh karenanya, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat menghidupkan suasana kelas. Sehingga hasil belajar dalam proses pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan berkesan bagi peserta didik. Peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana cara mencapainya. Peserta didik akan menyadari bahwa apa yang dipelajari pada saat ini akan berguna bagi hidupnya nanti. Untuk mengatasi masalah ini, pendidik dituntut mencari dan menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Pendidik diharapakan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkapkan ide peserta didik sendiri. Dengan kata lain diharapakan agar pendidik mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah peserta didik dalam Ilmu Pendidikan Alam (IPA) khususnya bidang fisika. Pemerintah menanggapi hal tersebut dengan melakukan perubahan dalam pembelajaran melalui Permendikbud No.65 Tahun 2013, yang menekankan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik memiliki tahap-tahap dalam pembelajaran yaitu mengajarkan peserta didik untuk menemukan pengetahuan melalui pengalaman langsung.
6
Dampaknya bagi peserta didik adalah pengetahuan yang diperoleh lebih berarti, tidak mudah hilang, dan mudah diaplikasikan. Pembelajaran fisika yang menggunakan pendekatan saintifik mendorong dan menginspirasi peserta
didik
berpikir
secara
kritis,
analistis,
dan
tepat
dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran (Permendikbud No.65, 2013). Pemerintah juga sudah berupaya dalam kurikulum 2013, untuk meningkatkan wawasan intelektual peserta didik. Salah satunya dengan mewajibkan menggunakan pendekatan ilmiah/pendekatan saintifik. Permendikbud No.65 (2013) mewajibkan pendidik untuk menggunkan pendekatan saintifik dengan beberapa model pembelajaran yang cocok dan bisa digunakan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dianjurkan antara lain PjBL(Project Based Learning), PBL (Problem Based Learning), dan Guided Discovery. Berdasarkan kondisi tersebut, diharpakan pendidik dapat menerapkan model pembelajaran yang dianggap bisa membantu dalam menyampaikan sebuah materi pembelajaran kepada peserta didik yang cocok dengan masing-masing tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam kasus ini, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan pemecahan masalah, maka hendaknya pendidik menggunakan model-model pembelajaran yang relevan dan mendukung tercapainya tujuan pengajaran sehingga sesuai dengan rasional Kurikulum 2013. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Guided Discovery dirasakan perlu diterapkan dalam pengajaran fisika karena dapat mendorong peserta didik
7
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang mereka hadapi. Dalam pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Guided Discovery, peserta didik dihadapkan pada penemuan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Dis covery Learning, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri cara-cara menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan mengaitkan permasalahan pada konsep fisika yang telah mereka kuasai sambil meminta bimbingan pendidik. Model pembelajaran ini juga banyak melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik diberikan kebebasan untuk lebih berpikir kreatif dan aktif berpartisipasi dalam mengembangkan penalarannya mengenai materi yang diajarkan serta mampu menggunakan penalarannya tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Diantara materi-materi fisika yang dapat dijadikan suatu bahan permasalahan dalam penelitian ini yaitu pada materi Fluida Statis, dimana
pada materi Fluida Statis
didalamnya membahas tentang fenomena-fenomena yang ada dikehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar fisika. Dipilihnya model-model pembelajaran berdasarkan masalah dalam penelitian ini karena model pembelajaran ini pada dasarnya
8
lebih mendorong peserta didik untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh peserta didik, diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias peserta didik dalam belajar. Dengan demikian diharapakan dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika yang dapat mendorong peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang sudah dikemukakan diatas maka diperoleh beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, antara lain: 1. Pendidikan yang lamban berkembang dan berubah mengikuti perkembangan zaman. 2. Kurangnya peran Pendidikan sebagai sentral dalam pembangunan sehingga minimnya sumber daya manusia (SDM) 3. Tidak mampu bersaingnya generasi-generasi muda di era globalisasi. 4. Kurangnya peran pendidik dalam menggali potensi peserta didik, sehingga peserta didik kurang memaksimalkan potensi yang dimiliki. 5. Pendidik hanya fokus akan materi yang diajarkan tanpa melihat kondisi siswa. 6. Peserta didik lebih sering pasif pada saat pembelajaran berlangsung.
9
7. Model pembelajaran konvensional selalu menjadi pilihan bagi para pendidik, artinya tidak banyak model yang variatif yang digunakan oleh para pendidik pada saat proses pembelajaran. 8. Minimnya tenaga pendidik yang berminat menggunakan model – model berbasis pendekatan saintifik.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan
identifikasi
masalah
tersebut
dan
mengingat
keterbatasan yang ada pada peneliti, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan model problem based learning dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar fisika siswa SMA dengan: 1. Materi fisika yang digunakan adalah pokok bahasan Fluida Statis 2. Pengambilan data motivasi menggunakan angket motivasi belajar siswa dan data hasil belajar siswa menggunakan soal pre-test dan post-test.
D. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah pengaruh penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa?
10
2. Seberapa besar pengaruh model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa 2. Mendeskripsikan pelaksanaan proses pembelajaran fisika dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery pada pokok bahasan Fluida Statis
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain: 1. Secara Teoritis a) Diharapkan mampu memberikan informasi tentang pengaruh model Problem Based Learning (PBL) dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Fluida Statis b) Memberikan pengetahuan baru bagi peneliti dan lembaga pendidikan yang terkait guna dijadikan salah satu acuan atau referensi pada masa yang akan datang
11
2. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a) Sekolah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, mengembangkan strategi pembelajaran dan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi masalah pembelajaran b) Guru Sebagai salah satu masukan bagi guru dalam memilih model pembelajaran fisika yang berbasis pembelajaran aktif c) Siswa Dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran fisika khususnya dalam pokok Fluida Statisn dan merubah
sikap
negatif
siswa
menjadi
positif
terhadap
pembelajaran fisika d) Peneliti Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berpikir ilmiah serta menambah pemahaman dalam menggunakan model pembelajaran yang baik bagi calon pendidik.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar Pada hakikatnya hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sehingga setiap pendidik pastinya akan mengharapkan agar hasil belajar peserta didiknya itu meningkat setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Sedangkan Menurut Hamalik (2012:159) hasil
belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Rusman (2012:123) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada hakikatnya yaitu berubahnya perilaku peserta didik meliputi kognitif, afektif, serta psikomotoriknya. Sehingga 13
setiap pendidik pastinya akan mengharapkan agar hasil belajar peserta didiknya itu meningkat setelah melakukan proses pembelajaran. 2. Motivasi Belajar Pada dasarnya motivasi adalah usaha yang di dasari untuk mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Menurut Zlate (2015) motivasi dapat diartikan sebagai proses introspektif internal seseorang yang memberikan energi, mengarahkan dan mendukung perilaku tertentu. Motivasi dapat diperoleh dari hubungan antara kebutuhan,aspirasi dan kepentingan untuk menyelesaikan tugas dengan tanggung jawab. Sedangkan motivasi belajar merupakan langkah dimana
siswa
memiliki
keinginan
untuk
belajar
dalam
kegiatan
pembelajaran. (Garavan et al., 2010) Motivasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Pada hakekatnya siswa termotivasi dan melibatkan diri dalam belajar dari hal yang unik, menarik, atau siswa ingin mencapai tujuan pembelajaran yang mereka inginkan, sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang tumbuh disebabkan penggunaan strategi yang bervariasi dan memungkinkan siswa untuk memproses informasi lebih lanjut.( Harandi, 2015) Jenkins (2001) mengelompokkan motivasi menjadi 4 tipe yaitu antara lain:
14
1. Ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari penghargaan yang akan mempengaruhi keberhasilan. 2. Intrinsik adalah Motivasi yang berasal dari minat yang kuat dalam sesuatu untuk kepuasan sendiri. 3. Sosial Motivasi yang diperlukan untuk memenuhi pihak lain. 4. Prestasi motivasi yaitu "melakukan yang terbaik" untuk kepuasan pribadi Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau aktivitas yang mempengaruhi sehingga dapat merubah tingkah laku siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
3. Pembelajaran Fisika Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari gejala-gejala dan kejadian alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiyah yang dibangun atas dasar sikap ilmiyah dan hasilnya berwujud produk ilmiyah berupa konsep, hukum, dan teori yang berlaku secara universal.
15
Fisika merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains). Oleh karena itu, hakekat fisika dapat ditinjau dan dipahami melalui hakekat sains. Terdapat dua aspek penting dalam sains yaitu proses sains dan produk sains. Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya
harus
mempertimbangkan
strategi
atau
metode
pembelajaran yang salah satunya melalui kegiatan mengkaji fenomenafenomena yang berkaitan dengan fisiska maka dari itu dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran siswa akan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa terutama dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan beberapa hal di atas, dalam belajar fisika peserta didik lebih dilibatkan secara aktif dengan tujuan untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran fisika, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran, dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. Model pembelajaran digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk mencapai tujuan pembelajaran.
16
Tiap-tiap model pembelajaran dirancang untuk mencapai tujuan tertentu tiap model memiliki kekuatan dan kelemahan. Tidak ada satu model pembelajaran lebih baik daripada model pembelajaran lainnya sebab dalam memilih suatu model harus memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana prasarana yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran dapai tercapai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara yang digunakan sebagai suatu prosedur dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran, sehingga siswa lebih berkontribusi terhadap pembentukan pengetahuannya sendiri.
5. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian model Problem Based Learning Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep
penting,
dimana
tugas
guru
harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Model PBL merupakan model pengajaran aktif. Dimana model PBL ini bergantung dari keaktifan siswa, dasar pembelajaran dengan model ini
17
adalah siswa menyadari tanggung jawab mereka untuk belajar mandiri dan siswa juga harus berperan aktif dalam proses pembelajaran(Ersoy & Baser, 2014). Menurut Erdogan (2014) bahwa Model PBL merupakan model pembelajaran yang berorentasi pada siswa, di mana siswa bekerja dalam kelompok, menyelidiki informasi lebih lanjut, saling mengarahkan, mengamati, dan mengevaluasi belajar mereka sendiri, dan sebagai hasilnya menjadi pelajar yang lebih mandiri. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) disebut juga model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Trianto (2011:91) berpendapat “Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri”. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Kunandar (2010:354) bahwa “Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Dalam model PBL siswa mengembangkan serangkain kompetensi fungsional, kemampuan pengolahan, sistematis, restrukturisasi dan pemanfaatan praktis dari pengetahuan, metakognitif,dan kemampuian
18
peyelidikan, selain itu siswa mengikuti diskusi kelompok untuk menyelesaikan
masaialah
yang
diambil
dalam
kehidupan
nyata,
bekerjasama baik dengan guru maupun antara sesama siswa, siswa juga memiliki kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan kompetensi emosional,
mempertahankan
pendapat,
mengeluarkan
pendapat,
mengevaluasi diri, kreativitas dan bahkan meningkatkan motivasi untuk belajar(Draghicescu, 2014). Model
ini
merangsang
siswa
untuk
menganalisis
masalah,
memperkirakan jawaban-jawabannya, mencari data, menganalisis data dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah. Pada dasarnya melatih kemampuan memecahkan masalah melalui langkah-langkah sistematis dan membantu peserta didik untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu model PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam upaya menyelesaikan masalah. Menurut Tarhan dan Sesen (2013) dalam PBL guru bertindak sebagai fasilitator dalam membimbing siswa pada kegiatan belajar mengajar. Dalam PBL siswa diberikan masalah kemudian siswa merumuskan dan menganalisis masalah dengan mengidentifikasi fakta-fakta yang relevan. Siswa mulai memahami masalah yang diberikan oleh guru dan membuat hipotesis tentang solusi dari masalah tersebut, selama guru mengarahkan siswa dalam proses belajar dengan model PBL. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Celik (2011) pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model yang paling penting untuk
19
diterapkan dalam lingkungan kelas karena dapat menerima informasi baru dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dan menghilangkan miskonsepsi dengan cara belajar sendiri maupun belajar kelompok. Model PBL ini merupakan model yang dapat meningkatkan pembelajaran kreatifitas,
,pemecahan mengumpulkan
masalah informasi,
secara
aktif,mengembangkan
berhipotesis
dan
menarik
kesimpulan Menurut Hirca (2011) menerangkan bahwa ketika siswa terlibat dalam PBL, siswa harus mengikuti beberapa langkah dari model PBL yaitu, pada tahap awal siswa disajikan dengan tahapan masalah yang terstruktur dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa masalah yang terstruktur dengan baik menyediakan informasi, arah dan tujuan yang jelas untuk pemecahan masalah, setelah itu langkah selanjutnya adalah siswa merumuskakan dan menganalisis dengan mengidentifikasi fakta-fakta yang relevan karena dapat membantu mewakili masalah. Sebagai siwa harus memahami masalah dengan baik kemudian siswa menerapkan temuannya dan mengevaluasi hipotesis tentang apa yang mereka pelajari. Sedangkan menurut Gordana dkk (2011) Pembelajaran melalui model PBL merupakan model pembelajaran yang efisien dan mampu menangkap hubungan penting antara gagasan yang memberikan kosntribusi untuk membangun dasar pemikiran siswa sendiri dan mengembangkan sikap kritis terhadap materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas kegiatan belajar
20
Sedangkan menurut Gorghiu (2015) PBL menciptakan lingkungan belajar, dimana guru berperan untuk melatih tingkat pemikiran siswa,guru juga membimbing siswa dalam kegiatan penyelidikan masalah dan memfasilitasi pembelajaran siswa agar siswa dapat meningkatkan pehamahamnnya. Menurut Harun (2012) Dengan model PBL guru dapat memotivasi belajar siswa karena dalam PBL siswa dilatih untuk belajar mandiri, siswa dalam
kelompok
masing-masing
secara
efektif
berfungsi
untuk
memecahkam masalah dunia nyata. Hal ini tidak diragukan lagi bahwa unsur kontekstualisasi dan pembelajaran mandiri dapat meningkatkan motivasi siswa Sehingga dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran
dengan
menghadapkan
siswa
pada
permasalahan-
permasalahan sebagai langkah dalam proses pembelajaran. Proses yang dilalui tersebut dengan memecahkan masalah bukan sebagai suatu bentuk penerapan aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan belajar terdahulu, melainkan merupakan suatu proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan proses berfikir siswa untuk memecahkan masalah, maka proses pembelajaran lebih ditekankan pada pemecahan masalah.
21
b. Ciri-ciri Problem Based Learning Menurut Kunandar (2010:355), ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah sebagai berikut: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pertanyaan dan masalah yang diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. 2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang diangkat hendaknya
dipilih
yang
benar-benar
nyata
sehingga
dalam
pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran. 3) Penyelidikan autentik. Penyelidikan autentik, berarti siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung pada masalah yang dipelajari. 4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Siswa dituntut untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Siswa juga dituntut untuk menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi, simulasi, peragaan.
22
c. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Menurut Kunandar (2010:356) tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah: 1) Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. 2) Membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. 3) Belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi. 4) Menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. d. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Adapun sintaks atau fase dalam model Problem Based Learning (PBL) seperti yang tertera pada tabel berikut:
Fase 1
2
3
4
Tabel 2.1. Sintaks model Problem Based Learning Indikator Peran guru Orientasi peserta didik Menjelaskan tujuan pembelajaran, pada masalah menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas pemecahan masalah Mengorganisasi Membantu peserta didik peserta didik untuk mendefinisikan dan Mengorganisasikan belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Membimbing Mendorong peserta didik untuk pengalaman individu mengumpulkan informasi yang sesuai, atau kelompok melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Mengembangkan dan Membantu peserta didik dalam menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
23
5
Menganalisis dan Guru membantu peserta didik melakukan mengevaluasi proses refleksi terhadap investigasinya dan prosesproses yang mereka gunakan pemecahan masalah
Sintaks pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan, maka sintaks model pembelajaran PBL pada penelitian ini dapat dijabarkan seperti Tabel berikut ini: Tabel.2.2. Sintaks model pembelajaran PBL pada saat penelitian Tahapan Aktifitas Guru Aktifitas siswa Menjelas kantujuan Menyimak penjelasan Tahap-1 pembelajaran, menjelaskan guru dan menyiapkan Orientasi yang dibutuhkan, diri untuk membentuk siswa pada sarana mengajukan fenomena atau kelompok diskusi masalah demonstrasi atau informasi dengan arahan guru. ( Apersepsi ) (sesuai KD yang akan diajarkan untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Membantu siswa untuk Melaksanakan diskui Tahap-2 mendefinisikan dan pemecahan masalah Mengorganisa si siswa untuk mengorganisasi tugas belajar yang diberikan guru yang berhubungan dengan secara kelompok. belajar masalah tersebut ( Elaborasi ) Mendorong/memotifasi siswa Mempresentasikan Tahap-3 mengumpulkan hasil diskusi di depan Membimbing untuk informasi yang sesuai, kelas secara kelompok kegiatan melaksanakan diskusi diskusi kelompok untuk mendapatkan kelompok ( Eksplorasi ) penjelasan dan pemecahan masalah. Juga menugaskan untuk mencari sumber data dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang relevan dan juga sumber kapustakan. Membantu siswa dalam Melanjutkan Tahap-4 Mengembang merencanakan dan menyiapkan mempresentasikan kn dan laporan hasil diskusi serta hasil diskusi di depan 24
membantu mereka untuk menyajikan hasil karya berbagi tugas dengan temannya dalam menyusun dan membuat (Eksplorasi ) laporan. Membantu siswa untuk Tahap-5 Menganalisis melakukan mempresentasikan hasil diskusi kelompok, dan refleksi atau mengevaluasi melakukan evaluasi terhadap penyelidikan proses mereka dan proses-proses yang pemecahan mereka gunakan. masalah ( Konfirmasi ) Memberikan Posttes tertulis Tahap 6 dan langsung dikumpulkan. Penutup Menyampaikan tugas untuk pertemuan berikutnya.
kelas secara kelompok
Bersama-sama guru menyimpulkan materi.
Mengerjakan Posttes
e. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning ( PBL ) Setiap
model
pembelajaran
selalu
terdapat
kelebihan
dan
kelemahannya. Demikian juga dengan model pembelajaran PBL . 1) Kelebihan Menurut
Wina
Sanjaya
(2011:220),
penerapan
model
pembelajaran PBL memiliki beberapa kelebihan, antara lain : a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna. b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa c) Pemecahan
masalah
25
dapat
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran siswa d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstranfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata e) Pemecahan
masalah
dapat
membantu
siswa
untuk
mengembangkankan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. f) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar dari guru atau dari buku saja. g) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 2) Kekurangan Disamping mengungkapkan tentang kelebihan model PBL, Wina Sanjaya (2011: 221) juga menyampaikan kekurangan dari model pembelajaran PBL, diantaranya yaitu : a) Manakala siswa tidak tidak memiliki minat atau siswa berasumsi bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, maka akan merasa enggan untuk mencoba.
26
b) Keberhasilan model pembelajaran PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c) Tanpa pemahaman mengapa siwa berusaha memecahkan masalah yang dipelajari. Maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari. f. Implikasi Problem Based Learning dalam Pembelajaran Fisika Pembelajaran Fisika dengan model Problem Based Learning berorientasi pada tindakan kongkrit yaitu menggunakan masalah seharihari. Kebermaknaan kegiatan pembelajaran fisika akan terjadi jika guru merancang dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran yang dapat menjembatani aktivitas yang bersifat sosiokultural. Siswa-siswa yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan model Problem Based Learning memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menjelaskan, membuat pemodelan, dan kemampuan bernalar. Masalah dalam pembelajaran fisika dengan model Problem Based Learning merupakan titik awal untuk memperoleh atau mengintegrasikan pengetahuan baru. Masalah ditampilkan sebagai sarana yang dapat membantu siswa agar dapat mempelajari pengetahuan baru. Model Problem Based Learning menempatkan masalah sebagai sarana untuk membuat latihan menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan dan teori yang telah diperoleh sebelumnya. Model Problem Based Learning dapat dikombinasikan dengan berbagai strategi pembelajaran dan membantu siswa untuk memahami situasi real setiap hari.
27
6. Model Guided Discovery a. Pengertian Model Guided Discovery Discovery berasal dari bahasa Inggris yang berarti penemuan, sedangkan guided berarti terbimbing atau terpimpin. Model penemuan merupakan
proses
mental
untuk
mendorong
siswa
mampu
mengasimilasikan suatu proses atau prinsip-prinsip (Hamdani, 2011). Sedangkan menurut Eggen (2012: 177 ) model Guided Discovery (temuan terbimbing) adalah satu pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Sedangkan Schunk (2012) menyebutkan dalam pembelajaran penemuan (Guided Discovery) guru memandu siswa dengan minimal, guru mengatur aktivitas siswa mencari, mengolah, menelusuri dan menyelidiki. Menurut Whitaker (2014) dalam model Guided discovery siswa terlibat dengan model pembelajaran aktif, siswa mampu memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dan mencari informasi dengan sebaik-baiknya. Model ini cocok digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Merujuk pada berbagai definisi yang telah disebutkan, model Guided Discovery merupakan model pembelajaran konstruktivis yang mendorong siswa untuk aktif mencari pengetahuan dan pemecahan masalah di kelas sehingga dapat menjadi pengetahuan yang bermakna. Model Guided Discovery yang dalam pelaksanaannya siswa berfikir sendiri sehingga dapat menemukan sebuah konsep, teori, pemecahan masalah, berdasarkan bimbingan atau arahan dari guru.
28
b. Karakteristik model Guided Discovery Ilahi (2012) menyatakan bahwa pembelajaran Guided Discovery melibatkan para siswa dalam melakukan discovery, sementara guru sebagai pembimbing yang dapat mendiagnosis kesulitan-kesulitan mereka dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah. Pembelajaran Guided Discovery, siswa dituntut untuk memulai proses penelitian dengan cermat sehingga mereka mampu menggunakan proses mental dalam usaha menemukan konsep yang bisa diterapkan. Proses mental yang dilakukan, misalnya
dengan
mengamati,
mengukur,
menduga
dan
menarik
kesimpulan. Peranan guru dalam pembelajaran Guided Discovery akan memberikan petunjuk, arahan, umpan balik serta contoh-contoh untuk membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Dahar (2011), peranan guru dalam belajar penemuan antara lain; merencanakan pembelajaran agar terpusat pada masalah, menyajikan materi dasar yang akan digunakan siswa dalam memecahkan masalah, menyajikan materi yang sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, dan membimbing siswa saat pembelajaran berlangsung. Guru tidak secara langsung mengungkapkan prinsip-prinsip yang dipelajari melainkan memberikan saran sehingga siswa tidak bergantung pada pertolongan guru. Menurut Hamalik (2011: 188) penemuan terbimbing melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan Discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat/benar. Pengajaran demikian disebut Guided Discovery. Dalam kelompok yang
29
lebih kecil, guru dapat melibatkan hampir semua siswa dalam proses ini. Dalam sistem ini, guru perlu memiliki keterampilan memberikan bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan-kesulitan siswa dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang siswa hadapi Eggen dan Kauchak (2012), menjelaskan bahwa penemuan terbimbing (Guided Discovery) adalah satu pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa sekaligus membantu siswa mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas. Selain mendorong pemahaman materi secara mendalam dan mengembangkan pemikiran siswa, model temuan terbimbing bisa efektif untuk meningkatkan motivasi siswa. Karena tingkat keterlibatan tinggi, jaminan keberhasilan, dan perasaan misteri merupakan ciri-ciri dari pelajaran
saat
model
temuan
terbimbing
digunakan,
semua
itu
berkontribusi pada motivasi pembelajar (Eggen dan Kauchak 2012: 201). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pada model temuan terbimbing (Guided Discovery) ini menuntut keahlian guru yang cukup tinggi. Kebanyakan guru dapat belajar menyampaikan ceramah dan pelajaran
dapat
diterima.
Membimbing
siswa
mengembangkan
pemahaman lebih sulit namun ketika sudah terbangun, pemahaman yang
30
berasal dari model Guided Discovery lebih mendalam dibandingkan pemahaman dari ceramah dan penjelasan. c. Langkah-langkah Model Guided Discovery Langkah-langkah model pembelajaran Guided Discovery sama dengan model pembelajaran Discovery hanya saja dalam pelaksanaannya guru mengemukakan masalah, memberi pengarahan mengenai pemecahan masalah, dan membimbing siswa dalam mencatat data. Menurut Ilahi (2012), tahap-tahap pembelajaran model Discovery seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tahap 1
Tabel 2.3. Tahap-tahap model Guided Discovery Indikator Kegiatan Simulation Guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan problem statement Siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi masalah, guru membimbing untuk memilih masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. data collection Untuk menjawab pertanyaan anak atau membuktikan hipotesis siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan seperti membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan narasumber, dan melakukan uji coba sendiri. data processing Semua informasi hasil wacana observasi diklasifikasi dan ditabulasi, dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. verification Berdasarkan hasil pengolahan dan penafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan di cek apakah bisa terjawab atau
31
generalization
terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan. Dalam tahap generalization, anak didik belajar menarik kesimpulan dan generalisasi tertentu.
Sedangkan Menurut Eggen (2012: 189) langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan pembelajaran temuan terbimbing, yaitu:
Fase 1
Tabel 2.4 Fase Guided Discovery menurut Eggen indikator Kegiatan guru Guru menarik perhatian siswa dan Pendahuluan menetapkan fokus pelajaran.
2
fase berujung-terbuka Guru memberi contoh dan meminta siswa untuk mengamati dan (open-ended phase) membimbing siswa untuk mengamati dan membandingkan contohcontoh.
3
Konvergen
Guru memberikan pertanyaan lebih spesifik yang dirancang untuk membimbing siswa mencapai pemahaman tentang konsep atau generalisasi.
4
Penutup Penerapan
dan Guru membimbing siswa memahami definisi suatu konsep atau pernyataan generalisasi dan siswa menerapkan pemahaman mereka ke dalam konteks baru
Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa langkah-langkah model Guided Discovery adalah : (1) pendahuluan, guru berusaha untuk menarik perhatian siswa agar fokus pada pembelajaran, (2) guru menyajikan contoh suatu konsep materi pembelajaran (3) guru menarik perhatian siswa agar aktif bertanya (4) guru membuat pertanyaan yang lebih spesifik untuk membimbing siswa mendapatkan sebuah konsep, dan
32
membantu siswa untuk lebih memahami konsep dan menerapkan konsep yang telah di dapat. d. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) menjelaskan bahwa Guided Guided Discovery mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran yang disajikan pada Tabel berikut. Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurang Guided Discovery Model Kelebihan Kekurangan Pembelajaran Guided Guided 1) Membantu asumsi siswa 1) Menimbulkan Discovery bahwa ada kesiapan untuk memperbaiki pikiran untuk belajar dan meningkatkan sehingga siswa yang keterampilan dan kurang pandai akan proses kognitif. mengalami kesulitan untuk 2) Menguatkan berpikir secara abstrak pengertian, ingatan, atau kesulitan dan transfer. mengungkapkan hubungan 3) Memungkinkan siswa antara konsep-konsep, berkembang dengan yang tertulis atau tidak cepat dan sesuai tertulis, sehingga akan dengan kecepatannya menimbulkan frustasi sendiri. efisien untuk 4) Siswa mengarahkan 2) Tidak mengajar jumlah siswa kegiatan belajarnya yang banyak, karena sendiri dengan membutuhkan waktu yang melibatkan akalnya lama untuk membantu dan motivasi sendiri. mereka menemukan teori 5) Memperoleh atau pemecahan masalah kepercayaan bekerja lainnya. sama dengan yang 3) Harapan-harapan yang lainnya. terkandung dalam metode 6) Berpusat kepada ini dapat tidak tercapai siswa dan guru ketika berhadapan dengan bersama-sama siswa dan guru yang telah berperan aktif terbiasa dengan cara-cara mengeluarkan belajar yang lama. 7) Menghilangkan skeptisme (keragu- 4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk raguan) karena mengembangkan mengarah pada
33
8)
9)
10)
11)
kebenaran yang final pemahaman, sedangkan dan tertentu atau pasti pengembangaan aspek Mendorong siswa konsep, keterampilan dan berpikir dan bekerja emosi secara keseluruhan atas inisiatif sendiri. kurang mendapat Mendorong siswa perhatian berpikir intuitif dan 5) Pada beberapa disiplin merumuskan hipotesis ilmu, misalnya ipa, sendiri. gagasan yang Memberikan dikemukakan oleh para keputusan yang siswa kurang dapat diukur. bersifat instrinsik 6) Tidak menyediakan Memungkinkan siswa kesempatan- kesempatan belajar dengan untuk berpikir yang akan memanfaatkan ditemukan oleh siswa berbagai jenis sumber karena telah dipilih belajar. terlebih dahulu oleh guru.
e. Implikasi Guided Discovery dalam Pembelajaran Fisika Model Guided Discovery merupakan Model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benarbenar ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peran guru dalam pembelajaran
dengan
model
Guided
Discovery
adalah
sebagai
pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyelidiki sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus
34
dikurangi. Penggunaan model Guided Discovery dalam pembelajaran fisika diharapkan siswa tidak hanya tergantung dari guru saja. Siswa harus lebih aktif dalam mencari segala sesuatu yang akan atau sudah dipelajari, tidak hanya menghafal materi yang sudah diajarkan saja, tetapi harus benar-benar dipahami sehingga pengetahuan lebih menunjukkan pada pengalaman seseorang. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ditransfer begitu saja dari bentuk guru ke dalam bentuk siswa. Guru hanya bersifat mengarahkan, tidak ikut campur tangan penuh dalam proses belajar. Siswa dituntut untuk mandiri dan aktif mencari sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan materi yang dipelajari baik dalam diskusi maupun individu. Model pembelajaran Guided Discovery adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui Tanya jawab antara guru dan siswa. Model Guided Discovery merupakan model yang berusaha memotivasi belajar siswa. Pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar. 7. Fluida Statis Fluida merupakan sekumpulan molekul yang tersusun secara acak dan terikat sesamanya oleh gaya kohesi lemah dan gaya yang dihasilkan oleh dinding tempat fluida. Fluida dapat pula didefinisikan sebagai zat yang dapat mengalir. Dengan demikian, zat cair dan
35
gas merupakan
fluida. Fluida dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu zat cair dan gas. Perbedaan antara keduanya juga bersifat teknis, yaitu berhubungan dengan akibat gaya kohesi. Zat cair terdiri atas molekul-molekul tetap dan rapat dengan gaya kohesi yang relatif kuat dibandingkan dengan gas, sehingga cenderung mempertahankan volumenya dan akan membentuk permukaan bebas yang rata dalam medan gravitasi. Sebaliknya gas, karena terdiri dari molekul-molekul yang tidak rapat dengan gaya kohesi yang cukup kecil (dapat diabaikan), sehingga volume gas dapat memuai dengan bebas dan terus berubah. Berdasarkan sifat geraknya, fluida dibagi menjadi dua, yakni fluida statis dan fluida dinamis. Fluida statis merupakan fluida yang diam sedangkan fluida dinamis adalah fluida yang bergerak. Fluida dapat juga dibedakan berdasarkan kekentalannya, yaitu fluida nyata (viscous fluida) dan fluida ideal (non viscous fluida). Fluida nyata adalah fluida yang memiliki kekentalan, fluida ini dapat kita jumpai dalam kehidupan seharihari contohnya air dan udara. Sedangkan fluida ideal, tidak ada dalam kehidupan sehari-hari dan hanya dipakai dalam teori dan kondisi-kondisi khusus. Fluida statis merupakan fluida yang diam. Ketika diam, fluida memiliki besaran-besaran fisis seperti massa jenis, tekanan, dan gaya apung. Berikut ini penjelasan dari tiap-tiap besaran fisis dalam fluida statis.
36
a. Massa Jenis (Density) Massa jenis atau density merupakan tingkat kerapatan partikelpartikel penyusun zat. Massa jenis bersifat spesifik, bergantung dari zat penyusunnya. Massa jenis juga dapat bergantung pada temperatur. Massa jenis biasanya didefinisikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume suatu zat. Secara matematis, massa jenis dapat dituliskan sebagai berikut.
m v
dengan: p =adalah massa jenis zat (kg/m3) m =adalah massa zat (kg) V = adalah volume zat (m2) Massa jenis bersifat spesifik, bergantung dari zat penyusunnya. Massa jenis juga dapat bergantung pada temperatur benda. Semakin tinggi suhu suatu benda, massa jenisnya semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah suhu benda, maka semakin besar massa jenisnya. Massa jenis zat gas juga bergantung pada tekanan gas tersebut. Dengan demikian, dilakukan standarisasi tekanan dan suhu dalam pengukuran massa jenis suatu benda. Berikut ini adalah gambaran massa jenis beberapa zat.
37
Tabel Massa Jenis Beberapa Zat
b. Tekanan Fluida tidak memiliki tegangan geser maupun tegangan tarik. Dengan demikian, satu-satunya tekanan yang diberikan oleh fluida statis jika suatu benda dicelupkan ke dalam fluida adalah tekanan yang menekan benda di semua sisi benda tersebut. Dengan kata lain, gaya yang diberikan oleh fluida statis pada suatu objek selalu tegak lurus pada permukaan obyek, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Fluida Menekan Sebuah Benda yang Tercelup di dalamnya ke Semua Sisi Benda.
Tekanan pada fluida dapat diukur dengan menggunakan alat seperti pada gambar di bawah ini. 38
Gambar 2.2. Alat Sederhana untuk Mengukur Tekanan yang Dihasilkan oleh Fuida
Alat ini terdiri dari sebuah silinder yang terdapat piston ringan terhubung dengan pegas. Jika alat ini direndam dalam fluida, maka fluida akan menekan bagian atas piston hingga gaya masuk yang diberikan oleh fluida setimbang dengan gaya keluar yang diberikan oleh pegas. Tekanan fluida dapat langsung terukur jika pegas telah terkalibrasi dengan baik. Jika F adalah besar gaya yang diberikan kepada piston dan A adalah luas penampang piston, maka tekanan fluida yang terukur dapat ditentukan dengan persamaan:
P
F A
dengan: P adalah tekanan (N/m2) F adalah gaya tekan (N) A adalah luas bidang tekan (m2) Jika tekanan berbeda untuk setiap daerah luas permukaan, dapat ditentukan dF dari elemen luas yang sangat kecil dA sebagai berikut. dF=P dA
(3)
dengan P adalah tekanan pada luas daerah dA.
39
Gambar 2.3. Sampel Fluida yang Berbentuk Tabung (Daerah yang Lebih Gelap) dangan Gaya-Gaya yang Bekerja pada Sampel Tersebut.
Tekanan di dalam fluida, bervariasi terhadap kedalaman titik dalam fluida tersebut. Misalkan sebuah fluida dengan massa jenis ρ di dalam suatu bejana. Kita asumsikan massa jenis fluida tetap pada setiap titik dalam bejana. Hal ini berarti bahwa fluida tidak mampat jika diberikan suatu tekanan. Misalkan diambil sampel fluida berbentuk tabung dengan luas permukaan A membentang dari kedalaman d hingga d+h. Zat cair diluar sampel menghasilkan gaya pada semua titik disepanjang permukaan sampel, tegak lurus dengan permukaan. Tekanan yang dihasilkan oleh cairan di bawah sampel adalah P dan tekanan di atas sampel adalah P0. Dengan demikian, gaya angkat ke atas yang timbul dari fluida di bawah sampel sebesar PA, dan gaya ke bawah yang dihasilkan oleh fluida di atas sampel sebesar P0A. Massa fluida di dalam silinder (sampel) adalah M = V = Ah; sehingga, berat dari cairan di dalam silinder (sampel) adalah Mg = Ahg. Karena silinder (sampel) dalam keadaan setimbang, gaya yang bekerja
40
pada silinder harus sama dengan nol. Misalkan arah atas sebagai arah y positif, sehingga:
∑F=PAĵ-P0Aĵ-Mgj=0 Atau PA – P0A – Ahg =0 PA – P0A = Ahg P = P0 + gh dengan: P adalah tekanan hidrostatis total di suatu titik dalam fluida (Pa) P0 adalah tekanan di atas permukaan fluida (Pa) p adalah massa jenis fluida (kg/m3) g adalah percepatan gravitasi bumi (m/s2) h adalah kedalaman titik dari permukaan fluida (m) Tekanan P di kedalaman h di bawah permukaan zat cair dengan tekanan P0 bertambah sejumlah gh. Jika zat cair terbuka pada udara luar, P0 merupakan tekanan di permukaan zat cair sebesar tekanan atmosfir. Di dalam perhitungan, tekanan atmosfir biasanya bernilai 1 atm atau 1,013 x 105 Pa. Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa tekanan disetiap titik dengan kedalaman yang sama selalu tetap, tidak bergantung dari bentuk wadah zat cair. Berdasarkan fakta diatas bahwa tekanan di dalam fluida bergantung dari kedalaman dan nilai dari P0, maka setiap kenakian tekanan dalam permukaan fluida harus diteruskan ke setiap titik di dalam fluida.
41
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Perancis, Blaise Pascal yang biasa disebut dengan hukum pascal. Bunyi hukum Pascal adalah “Perubahan tekanan yang diberikan pada suatu fluida akan diteruskan tanpa mengalami pengurangan sedikitpun ke setiap titik di dalam fluida dan dinding dari wadah fluida tersebut” Penerapan penting dari hukum Pascal adalah pada pompa hidrolik. Prinsip kerja dari dongkrak hidrolik seperti pada gambar 2.5. Gaya sebesar F1 diberikan pada piston dengan luas permukaan kecil (A1). Tekanan diteruskan melalui zat cair yang tidak mampat menuju ke piston dengan luas permukaan yang lebih besar (A2). Karena tekanan harus sama pada kedua piston, P = F1/A1 = F2/A2. Dengan demikian, F2 lebih besar dibandingkan dengan F1 dengan faktor A2/A1. Dengan mendisain dongkrak hidrolik dengan luas permukaan piston A1 dan A2, gaya keluaran yang besar dapat timbul hanya dengan gaya masukan yang kecil.
Gambar 2.4. Prinsip Kerja Dongkrak Hidrolik. Karena zat cair tidak ditambahkan ataupun dikurangi dalam sistem, volume zat cair yang ditekan ke bawah pada piston kecil sejauh x1 sama
42
dengan volume zat cair yang mengangkat piston besar sejauh x2. Karena A1 x1 = A2 x2, maka A2/A1 = x1/x2. Mengingat A2/A1 = F2/F1, sehingga diperoleh bahwa F2/F1 =x1/x2 atau F1 x1= F2 x1. Dengan kata lain, usaha yang dilakukan oleh F1 pada piston dengan luas penampang kecil sama dengan usaha yang dikeluarkan oleh F2 pada piston dengan luas penampang besar. Hal ini membuktikan hukum kekekalan energi berlaku dalam peristiwa ini. c. Pengukuran Tekanan Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara adalah barometer. Barometer pertama kali ditemukan oleh Evangelista Torricelli. Sebuah tabung reaksi panjang berisi air raksa yang diletakkan terbalik di atas bejana berisi air raksa seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.5. Barometer Raksa Bagian atas dari tabung reaksi hampir hampa udara sehingga tekanan diatas kolom raksa dapat danggap nol. Berdasarkan gambar 2.6, tekanan pada titik A di dalam kolom raksa harus sama dengan tekana pada titik B di udara. Jika hal ini tidak terjadi, akan timbul resultan gaya yang menyebabkan raksa bergerak dari titik satu ke lainnya hingga sistem
43
setimbang. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa P0 = Hggh, dengan
Hg merupakan massa jenis raksa dan h adalah tinggi kolom raksa. Jika tekanan atmosfir bervariasi, maka ketinggian dari kolom raksa juga beruba-ubah. Dengan demikian, ketinggian kolom raksa dapat dikalibrasi untuk mengukur tekanan udara. Misal akan ditentukan tinggi kolom raksa untuk tekanan atmosfer P0 = 1 atm = 1,012 x 105 Pa yakni sebagai berikut. P0 = Hggh
h= 1,013 x105 Pa (13,6 x103 kg / m 3 )(9,80m / s 2 ) h 0,760m h
Berdasarkan hasil perhitungan, tekanan satu atmosfer didefinisikan sebagai tekanan yang setara dengan tinggi kolom raksa 0,760 m pada suhu 0 oC. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas yang berada dalam suatu wadah adalah manometer tabung terbuka seperti pada gambar 2.7. Salah satu ujung pipa U dalam manometer berhubungan dengan udara terbuka dan ujung lain terhubung dengan wadah gas. Tekanan di titik A dan B harus sama dan tekanan di titik A merupakan tekanan gas. Dengan demikian, persamaan tekanan gas P yang merupakan tekanan di titik B adalah P = P0 + gh. Perbedaan tekanan P–P0 adalah gh. Tekanan P disebut sebagai tekanan mutlak dan perbedaan
44
tekanan P –P0 disebut dengan tekanan gauge. Sebagai contoh, tekanan yang diukur pada ban sepeda adalah tekanan gauge.
Gambar 2.6. Manometer Terbuka
d. Gaya Apung dan Prinsip Archimedes Sebuah benda yang diletakkan pada air akan terasa lebih ringan. Hal ini dikarenakan adanya gaya angkat ke atas yang diberikan oleh air terhadap benda. Gaya angkat ke atas yang ditimbulkan oleh fluida pada benda yang tercelup di dalamnya disebut sebagai gaya apung. Besarnya gaya apung dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa logika. Misalkan sebagian kecil air sebesar bola pantai seperti gambar 2.8. Karena sampel
air ini
berada dalam
posisi
setimbang, maka terdapat
kesetimbangan antara gaya gravitasi ke bawah dengan gaya ke arah atas pada sampel air tersebut. Gaya ke arah atas inilah yang merupakan gaya apung. Besar gaya apung sama dengan berat zat cair dalam sampel. Gaya apung tersebut merupakan semua resultan dari gaya-gaya ditimbulkan oleh fluida pada permukaan disekitar sampel.
45
yang
Gambar 2.7. Gaya yang Bekerja pada Sampel air Berukuran Bola Pantai Sekarang misalkan sampel air tadi diganti dengan bola pantai dengan ukuran yang sama. Resultan gaya yang diberikan oleh fluida disekitar bola pantai sama, terlepas dari apakah itu diberikan pada sampel air maupun bola pantai. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa besar dari gaya apung selalu setara dengan berat dari fluida yang dipindahkan oleh benda.
Gambar 2.8. Perenang yang Menekan Bola voli ke dalam Air Ketika bola voli di dalam air, gaya apung setara dengan berat sampel air sebesar bola voli tadi yang mana jauh lebih besar daripada berat dari bola pantai. Sehingga timbul resultan gaya ke atas yang cukup besar. Ini yang menyebabkan sulitnya menekan bola voli masuk ke dalam air.
46
Perhatikan bahwa prinsip Archimedes tidak mengacu pada susunan materi benda yang terkena gaya apung. Susunan benda bukan faktor yang menentukan gaya apung karena gaya ini dihasilkan oleh fluida.
Gambar 2.9. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Sebuah Kubus di dalam Fluida Untuk lebih memahami konsep gaya apung, anggap sebuah kubus tenggelam di dalam fluida seperti gambar 2.10. Tekanan Pb di bawah kubus lebih besar daripada tekanan Pt di atas kubus dengan selisih sebesar
fluida gh, dengan h merupakan tinggi kubus dan fluida merupakan massa jenis fluida. Tekanan di bawah kubus disebabkan oleh gaya ke atas senilai PbA, dengan A merupakan luas sisi bagian bawah kubus. Tekanan pada atas kubus disebabkan oleh gaya ke bawah senilai PtA. Resultan gaya dari keduanya merupakan gaya apung B sebesar: B = (Pb – Pt) A B = (fluidagh) A B = fluida gV dengan: B adalah gaya apung (N)
fluida adalah massa jenis fluida (kg/m3)
47
g adalah percepatan gravitasi bumi (m/s2) V adalah volume fluida yang dipindahkan oleh benda (m3) Karena hasil dari fluida V setara dengan massa dari fluida yang dipindahkan oleh benda, maka: B = Mg dengan Mg merupakan berat fluida yang dipindahkan oleh benda. Hal ini sesuai dengan pernyataan awal mengenai prinsip Archimedes, berdasarkan diskusi mengenai bola pantai. Ketika suatu benda dicelupkan pada fluida dengan massa jenis
fluida, besar gaya apungnya adalah B = fluida gVbenda dengan Vbenda merupakan volume benda. Jika benda memiliki massa M dan massa jenis benda maka berat benda tersebut sebesar Fg = Mg = benda gVbenda. Besarnya resultan gaya yang bekerja pada benda adalah B – Fg = (fluida – benda) gVbenda. Oleh karena itu, jika massa jenis benda lebih kecil dari massa jenis fluida, maka berat benda lebih kecil dari gaya apung. Hal ini mengakibatkan benda bergerak ke atas seperti pada gambar 2.11a. Sebaliknya, jika massa jenis benda lebih besar dari massa jenis fluida, maka gaya apung lebih kecil dari berat benda. Hal ini mengakibatkan benda tenggelam seperti pada gambar 2.11b. Jika massa jenis benda sama dengan massa jenis fluida, maka resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut nol. Hal ini mengakibatkan benda berad dalam keadaan setimbang (melayang). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa arah pergerakan 48
benda yang tercelup dalam fluida ditentukan oleh massa jenis benda dan fluida.
Gambar 2.10. Arah Pergerakan Benda yang Tercelup dalam Fluida Pada benda dengan massa jenis lebih kecil dari massa jenis fluida, benda akan terapung dalam fluida dalam keadaan yang setimbang. Berdasaarkan gambar 2.12, dapat diketahui bahwa benda sebagian tercelup ke dalam fluida. Dalam kasus ini, gaya apung mengimbangi gaya berat benda. Jika Vfluida merupakan volume fluida yang dipindahkan oleh benda yang setara dengan volume benda yang tercelup dalam fluida, maka besarnya gaya apung adalah B = fluida gVfluida. Karena berat benda adalah Fg = benda gVBenda dan Fg = B, maka dapat diperoleh fluida Vfluida = benda gVbenda
Gambar 2.11. Benda Terapung pada Suatu Fluida
49
e. Kohesi dan Adhesi Sebuah benda tersusun dari partikel-partikel dalam jumlah yang sangat besar dan saling berinteraksi satu sama lain. Ketika suatu benda berinteraksi dengan benda lain maka akan terjadi interaksi juga antara partilel benda tersebut dengan partikel benda lain. Gaya tarik menarik antara partikel-partikel suatu zat yang sejenis disebut dengan kohesi sedangkan gaya tarik menarik antara partikel- partikel dari zat yang berbeda/tak sejenis disebut adhesi. Kohesi terjadi pada zat sejenis misalnya gaya tarik menarik yang terjadi pada air, besi dan sebagainya. Makin kuat kohesi sebuah zat, makin kuat bendanya (tidak mudah berubah bentuknya). Berarti kohesi molekul-molekul zat padat lebih besar dari kohesi molekul-molekul zat cair dan kohesi molekul-molekul zat gas. Gas mempunyai kohesi yang paling kecil. Adhesi terjadi pada zat yang berbeda misalnya antara kapur tulis dan papan sehingga kapur dapat melekat papan. Kohesi molekulmolekul tinta lebih kecil dari adhesi molekul- molekul tinta dan papan. Kohesi dan adhesi berpengaruh terhadap bentuk permukaan zat cair. Zat cair yang mempunyai kohesi lebih besar maka bentuknya akan lebih bulat sedangkan zat cair yang mempunyai kohesi lebih kecil semakin sulit untuk mempertahankan bentuk bulatnya. Apabila zat cair dimasukkan ke dalam wadah tau bejana maka akan mempunyai sudut kontak yang berbeda.
50
Sudut kontak merupakan sudut yang dibatasi oleh 2 bidang batas dinding tabung dan permukaan zat cair yang besarnya antara 00 sampai 1800. Jika adhesi lebih besar dari pada kohesinya maka besarnya sudut kontak kurang dari 900 dan sebaliknya jika kohesi lebih besar daripada adhesi maka susdut kontaknyaa kan lebih dari 900. Misalkan air yang dimasukkan ke dalam bejana kaca akan membentuk permukaan cekung atau disebut meniskus cekung. Sedangkan air raksa yang dimasukkan ke dalam bejana kaca akan membentuk meniscus cembung karena kohesinya lebih besar dari adhesinya.
Gambar 2.12. Peristiwa meniskus pada permukaan zat cair
f. Tegangan Permukaan Sebagai akibat dari adanya kohesi zat cair dan adhesi antara zat cairudara diluar permukaannya, maka pada permukaan zat cair selalu terjadi tegangan yang disebut tegangan permukaan. Karena ada tegangan permukaan inilah nyamuk, jarum, pisau silet dapat terapung di permukaan zat cair meskipun massa jenisnya lebih besar dari zat cair. Berikut ini adalah persamaan matematis dari tegangan permukaan pada suatu zat cair.
51
F L
Keterangan F = Gaya yang bekerja (N) L = Panjangnya batas antara benda dengan permukaan zat cair (m) = Tegangan permukaan (N/m)
Untuk benda berbentuk lempeng : panjang batasnya = kelilingnya. Untuk benda berbentuk bidang kawat : panjang batasnya = 2 x kelilingnya. Untuk benda berbentuk kawat lurus, juga pada lapisan tipis (Selaput mempunyai 2 permukaan zat cair) panjang batasnya = 2 x Panjang (L). g. Kapilaritas Kapilaritas merupakan suatu gejala turun atau naiknya zat cair dalam pembuluh yang sempit, jika pembuluh yang kedua ujungnya terbuka ini dimasukkan tegak lurus ke dalam bak yang berisi zat cair. Sedangkan pembuluh sempit tersebut disebut pipa kapiler. Kenaikan/penurunan permukaan zat cair dalam kapiler dapat diamati melalui persamaan sebagai berikut :
2 . . cos p . g .r
Keterangan
52
Y = Kenaikan/penurunan zat cair dalam kapiler (m) = Tegangan permukaan zat cair (N/m) θ = Sudut kontak (o) 3 = Massa jenis zat cair (kg/m )
g = Percepatan gravitasi R = Jari-jari kapiler
B. Kajian Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang dapat memperkuat penelitian yang ingin dilakukan oleh peneliti, penelitian tersebut sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh gordan dkk dengan judul penelitian” Impacts of the Implementation of the Problem-based Learning
in
Teaching Physics in Primary Schools”, hasil dari penelitian ini yaitu model PBL membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran karena dengan model tersebut siswa dapat mengkaji masalah dalam kehidupan nyata, berpikir, berpendapat, dan memecahkan masalah dengan mandiri. 2. Penelitian yang dilakukan oleh necati hirca (2011) dengan judul penelitian “Impact
of
problem-based
learning
to
students
and
teachers”
menyimpulkan bahwa siswa yang diajarkan dengan PBL dalam pembelajaran fisika membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan isi mata pelajaran fisika menjadi lebih menarik 3. Penelitian yang dilakukan oleh Brian D. Whitaker (2014) dengan judul “Using Guided Discovery as an Active Learning Strategy” menyimpulkan 53
bahwa guided discovery bisa digunakan sebagai strategi belajar diberbagai topik dari banyak mata pelajaran. Model ini sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar baik guru maupun siswa dan model ini dapat meningkatkan motivasi belajar.
C. Kerangka Pikir Pembelajaran merupakan interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar secara terencana dan terkendali untuk mencapai suatu tujuan yang telah dibuat sebelumnya dalam suatu lingkungan belajar. Pembelajaran fisika sebagai salah satu bagian dari pembelajaran sains tidak terlepas dari kegiatan yang berorientasi pada hands on, mind on, dan heart on. Pada pembelajaran fisika tidak hanya berorientasi pada hasil belajar adalah faktor utama dalam keberhasilan siswa walaupun tidak terlepas pada proses pembelajaran. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran di kelas aktivitas siswa hanya
mendengarkan, mencatat,
dan
membayangkan
apa
yang
diberikan guru sehingga proses penemuan masih kurang. Padahal, pembelajaran fisika tidak hanya menguasai fakta-fakta, konsep dan prinsip saja melainkan suatu proses penemuan sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran untuk menemukan
sendiri pengetahuan
melalui interaksi dengan lingkungan dan menerapkan konsep yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Motivasi siswa diharapkan meningkat dengan diterapkannya
54
model yang sesuai dengan keadaan siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran fisika dengan menggunakan Model pembelajaran
Problem
Based
Learning,
peserta
didik mencari
permasalahan sehingga hal tersebut memberikan tantangan kepada siswa untuk
termotivasi
dalam
menyelesaikan
permasalahan
yang
disajikan. Pembelajaran berbasis masalah, siswa perlu terlibat dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga secara langsung termotivasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan secara tidak langsung akan meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika . Kegiatan belajar aktif yang dilakukan siswa akan memperoleh ide baru, asumsi baru, konsep baru, dan
pertanyaan-pertanyaan baru, menyimpulkan
membentuk
arah
ke
yang baru. Sedangkan
dan
penerapan model
pembelajaran Guided discovery siswa belajar melalui keterlibatan aktif, dan guru membimbing siswa untuk mendapatkan pengalaman dan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan prinsipprinsip untuk diri mereka sendiri. Pembelajaran Guided Giscovery mengajak siswa untuk melakukan kegiatan penemuan sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan sesuatu yang diharapkan berupa konsep -konsep tertentu, sehingga siswa termotivasi dalam belajar dan akan meningkatkan hasil belajar. Model pembelajaran Problem Based Learning dan Guided discovery melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sejak perencanaan atau orientasi masalah sampai dalam kegiatan penyelidikan
55
dan penemuan. Penelitian tentang penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan Guided discovery diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Kerangka pemikiran dalam penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
56
PERMASALAHAN
a. a.
Pembelajaran masih berorientasi pada guru b. Motivasi siswa dalam pelajaran fisika sehingga berdampak pada hasil belajar. c. Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran d. Siswa kurang mampu mengemukakan pendapat, gagasangagasan yang dimilikinya.
b.
c. d.
HARAPAN Pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga siswa aktif Pembelajaran fisika dapat mengakomodasi siswa untuk menemukan pengetahuan dan mampu menerapkan dalam kehidupan Siswa selalu termotivasi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru Pembelajaran dapat mengakomodasi swa membangun konsep sendiri
Model Pembelajaran Problem Based Learning
Guided Discovery
Berbasis masalah
Pembelajaran berbasis penemuan
Masalah yang diangkat merupakan masalah otentik (real word)
Siswa terlibat aktif dan guru berperan sebagai fasilitator
Dapat memecahkan masalah dengan belajar berkelompok
Berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator
Meningkatkan motivasi siswa dalam memecahkan masalah
Mendorong siswa agar aktif, belajar akan terasa menyenangkan karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil
Meningkatkan motivasi siswa dalam menghasilkan penemuan berupa konsep
Hasil Belajar siswa Meningkat
57
D. Hipotesis Penelitian Peneliti melakukan penelitian untuk memenuhi tujuan penelitian. Sehingga untuk menguji menggunkan statistika maka peneliti adalah menyusun hipothesis sebagai berikut: H0: Tidak terdapat pengaruh model Problem Based Learning dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa H1: Terdapat pengaruh model Problem Based Learning dan Guided Discovery terhadap motivasi dan hasil belajar siswa
58
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan pendekatan kuantitatif karena semua informasi diwujudkan dalam bentuk angka dan dianalisis berdasarkan analisis statistik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan dua kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Penelitian jenis ini dipilih karena peneliti tidak melakukan random assignment, melainkan menggunakan kelompok-kelompok yang ada sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum peneliti melakukan penelitian, maka perlu merancang sebuah desain penelitian. Adapun desain penelitian ini sebagai berikut. Tabel 3.1. desain rancangan penelitian Kelas Pre-test Perlakuan Eksperimen 1 Ya Ya Eksperimen 2 Ya Ya Kontrol Ya Tidak
Post-test Ya Ya Ya
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Kota Bima 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, dimulai bulan januari sampai selesai.
59
C. Populasi dan Sampel Penlitian 1. Populasi Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173) populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 5 Kota Bima yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto,
2010:174).
Sampel
pada
penelitian
ini
dipilih
dengan
menggunakan teknik random sampling, yaitu dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi dan anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2011:120). Berdasarkan informasi guru, semua kelas memiliki karakteristik akademis yang hampir sama (merata).
D. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010). Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari dua macam variabel yaitu: 1. Variabel independen (bebas) yaitu model Problem Based Learning dan Discovery Learning 2. Variabel dependen (terikat) yaitu motivasi dan hasil belajar siswa.
60
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Beberapa teknik dan instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tes Belajar Tes belajar dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa pada materi matriks. Tes yang digunakan berbentuk tes objektif dengan 5 alternatif jawaban, setiap jawaban benar akan diberikan skor 1 dan jawaban salah diberikan skor 0. 2. Angket atau Kuesioner Teknik angket digunakan untuk memperoleh data motivasi peserta didik terhadap model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini. Format
angket yang digunakan
mengikuti
skala Likert. Butir angket
berbentuk pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban. Penetapkan skor angket yaitu pemberian skor untuk tiap-tiap alternatif jawaban disesuaikan dengan kriteria item. Seperti yang disajikan pada tabel berikut Pernyataan
Positif (+)
Negatif (-)
Alternatif jawaban Sangat Setujuh (SS) Cukup Setuju (CS) kurang Setuju (KS) Tidak Setuju (TS)
Skor 4 3 2 1
Sangat Setujuh (SS) Cukup Setuju (CS) Kurang Setuju (KS) Tidak Setuju (TS)
1 2 3 4
61
F. Validitas dan Relibialitas Instrumen Sebelum instrument diberikan kepada siswa terlebih dahulu instrumen tersebut diujicobakan
untuk mengetahui kelayakanya. Analisis yang
digunakan adalah: 1. Uji Validitas Validitas tes digunakan untuk mengetahui apakah alat penelitian yang digunakan sudah tepat atau betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Analisis validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment dengan angka kasar.
rXY
N X
N XY ( X )( Y ) 2
X
2
N Y Y 2
2
Keterangan: rxy
: Koefisien korelasi antara variabel x dan y
x
: Skor Item
y
: Jumlah Soal
N
: Jumlah Sampel
Dengan kriteria, soal dikatakan valid jika rxy ≥ r table pada taraf
signifikan 5%.
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah derajat ketetapan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument. Reliabilitas artinya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk mencari reliabilitas tes digunakan rumus sebagai berikut: k vt pq r11 vt k 1
62
Keterangan: r11
: Reliabilitas Instrument
k
: Banyaknya butir pertanyaan
Vt
: varians soal
p
: Proporsi subyek yang menjawab benar item soal
q
: Proporsi subyek yang menjawab salah item soal
pq
: Jumlah hasi perkalian p dan q
Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan batas kepercayaan 95%.Jika r11 ≥ r-tabel, maka soal tersebut dikatakan reliabel. Jika r11 ≤ r -tabel, maka soal tersebut tidak reliabel. Tolak ukur untuk menginterpretasikan reabilitas soal adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas Soal No Nilai Kriteria 1 0,00 – 0,20 Sangat rendah 2 0,21 – 0,40 Rendah 3 0,41 – 0,60 Sedang 4 0,61 – 0,80 Tinggi 5 0,81 – 1,00 Sangat tinggi (Arikunto, 2012: 89) G. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Untuk memenuhi prasyarat analisis data, maka sebelumnya dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians. a. Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Data yang akan
63
diuji normalitasnya pada penelitian ini adalah nilai hasil belajar kognitif siswa fisika kelas XI IPA dengan menggunakan uji chikuadrat (Riduwan, 2011: 124). k
f0 fe2
i 1
fe
2
Dimana: X2 = Chi kuadrat fo
= Frekuensi hasil pengamatan
fe
= Frekuensi hasil harapan
Dimana fo menyatakan frekuensi hasil pengamatan dan fe menyatakan frekuensi harapan berdasarkan distribusi frekuensi kurva normal teoritis. Suatu data akan terdistribusi normal jika x 2hitung ≤ x2tabel dan tidak terdistribusi normal jika x2hitung ≥ x2tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan, db = k–1, dimana k menyatakan jumlah kelas interval. b. Uji Homogenitas Langkah selanjutkan yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menentukan homogen atau tidaknya varians data yang diperoleh. Data yang digunakan untuk uji homogenitas varians data adalah hasil posttest. Uji homogenitas varians dicari dengan menggunakan rumus uji-F yaitu dengan rumus: F
VariansTer besar VariansTer kecil
64
Varians untuk masing-masing kelas diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
Si
2
( x x)
2
n1 1
Keterangan: F : Indeks homogenitas yang dicari S12: Varians X : Nilai siswa
x : Rata-rata Kelas n : Jumlah siswa Nilai Fhitung dengan Ftabel dibandingkan pada taraf signifikan 5 %. Dengan kriteria pengujian, jika Fhitung ≤ Ftabel, maka data dapat dikatakan homogen, dan sebaliknya apabila harga Fhitung ≥ Ftabel, maka data dikatakan tidak homogen. 2. Uji Hipotesis Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan MANOVA (Multivariate Analysis of Variance). MANOVA adalah teknik statistik untuk menguji perbedaan antara rata-rata dari dua atau lebih populasi (sampel penelitian) dengan dua atau lebih variabel tergantung. Aplikasi teknik analisis MANOVA dengan menggunakan bantuan SPSS 19.00.
65
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Celik,P., Onder,F., Silay,I., et al (2011). The effects of problem-based learning on the students’ success in physics course. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 28, 656 – 660 Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Draghicescu,L.M., Petrescu,A.M., Cristea,G.C., Gorghiu,L.M., Gorghiu,G., et al (2014). Application of Problem-Based Learning Strategy in Science lessons- Examples of Good Practice. Procedia - Social and Behavioral Sciences,149, 297-301 Eggen, Paul and Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks. Erdogan,T., & Senemoglu,N. (2014). Problem-Based Learning in Teacher Education: Its Promises and Challenges. Procedia - Social and Behavioral Sciences,116, 459-463 Ersoy,E., & Baser,N.(2014). The effects of problem-based learning method in higher education on creative thinking. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 116, 3494-3498 Gorghiu,G., Draghicescu,L.M., Cristea, S., Petrescu, A.M., Gorghiu,L.M.,et al (2015). Problem-Based Learning - An Efficient Learning Strategy In The Science Lessons Context. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 191, 1865-1870 Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Harandi,S.R.(2015). Effects of e-learning on students' motivation. Procedia Social and Behavioral Sciences, 181, 423-430 Harun,N.F., Yusof,K.M., Jamaludin,M.Z., Hasan,A.H.S., et al (2012). Motivation in Problem-based Learning Implementation. Procedia Social and Behavioral Sciences, 56, 233 – 242
66
Illahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & MentalVocational Skill. Jogjakarta: Diva Pres. Jandric,G.H., Obadovic,D.Z,. Stojanovic, M.,Rancic, I.,et al. (2011). Impacts of the Implementation of the Problem-Based Learning in Teaching Physics in Primary Schools. Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press. Necati hirça. (2011). Impact of problem-based learning to students and teachers. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Volume 12 Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana. Schunk, Daleh H., (2012). Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :PT Remaja Rosdakarya. Tarhan, L.,& Sesen, B.A. (2013). Problem based Learning in acids and Bases:Learning achievements And students’ beliefs. Journal of baltic science education, 1648-3898 Whitaker,B.D. (2014). Using Guided Discovery as an Active Learning Strategy Zlate, S., & Cucui, G.(2015). Motivation and performance in higher education. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 180, 468-476
67