Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
PROBABILITAS VARIABEL FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA DAN FINANCIAL CONTAGION EFFECT TERHADAP TERJADINYA KRISIS FINANSIAL DI INDONESIA* Rossanto Dwi Handoyo** Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ABSTRAK Tujuan dari makalah ini adalah untuk menerapkan model krisis keuangan sebagai bagian dari kerangka kerja sistem peringatan dini untuk Indonesia. Makalah ini membedakan tiga jenis krisis keuangan: krisis mata uang, krisis perbankan dan krisis utang serta ekstrak empat kelompok indikator dari literatur menjadi indikator fundamental ekonomi seperti eksternal, keuangan, indikator domestik (riil dan publik) dan global, yang mungkin mempengaruhi probabilitas krisis keuangan. Sistem keuangan negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat rentan dan oleh karena itu instrumen kuat untuk memprediksi krisis diperlukan. Model kami didasarkan pada pendekatan sinyal yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (1998) dan Kaminsky dan Reinhart (1999). Model ini juga akan melakukan saluran penularan finansial untuk menangkap efek penularan krisis keuangan karena terjadi ekonomi daerah. Kata kunci: krisis mata uang, krisis perbankan, krisis utang, indikator leading, efek menular, pendekatan sinyal, model logit ABSTRACT The objective of this paper is to implement financial crisis model as part of an early warning system framework for Indonesia. This paper distinguish three types of financial crises, currency crises, banking crises and debt crises and extract four groups of indicators from the literature become economic fundamental indicators such as external, financial, domestic (real and public) and global indicators, that are likely to affect the probability of financial crises. The financial systems of developing countries like Indonesia are especially vulnerable and therefore robust instruments to predict crises are needed. Our model is based on the signals approach developed by Kaminsky, Lizondo and Reinhart (1998) and Kaminsky and Reinhart (1999). The model is also to implement financial contagion channel to capture the effect of contagion due to financial crises occured the regional economies. Key words: currency crises, banking crises, debt crises, leading indicator, contagion effect, signal approach, logit models
* Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Anggara Rukmana, Mohammad Arie Bagja and Triatmoko Rimawan dalam mengumpulkan dan mengolah data ** Kritik dan saran bisa dialamatkan kepada
[email protected]
- 16 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
1.
PENDAHULUAN
Kaminsky dan Reinhart (1999) menyebutkan bahwa konsep terjadinya krisis keuangan baik krisis mata uang, krisis perbankan maupun krisis utang dapat berasal dari sisi fundamental perekonomian. Oleh Lestano, Jacobs dan Kuper (2003), fundamental ekonomi tersebut dibagi menjadi empat sektor, yaitu sektor eksternal yang terdiri dari current account dan capital account; sektor keuangan; sektor publik; serta sektor perekonomian global. Pola perilaku itulah yang akan menggambarkan seberapa kuat atau rapuhnya sebuah perekonomian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kaminsky et al. (1997), definisi krisis mata uang (Currency crises) adalah suatu situasi di mana adanya serangan pada mata uang yang mengakibatkan depresiasi yang sangat tajam pada mata uang atau penurunan besar – besaran pada cadangan devisa, atau merupakan kombinasi antara keduanya. Definisi ini juga cukup komperehensif untuk menjelaskan tidak hanya serangan pada sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate), tapi juga dapat digunakan untuk menjelaskan serangan pada sistem nilai tukar yang lain. Krisis finansial yang kedua adalah krisis perbankan (banking crisis). Krisis nilai tukar yang terjadi pada krisis finansial di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1997 diawali dari shock dari sisi perbankan yang tidak menerapkan prinsip kehatihatian (prudential banking principles). Jor-joran kredit yang terlalu besar ( credit bubbles ) menyebabkan terjadinya mismatch antara sisi aset dan liabilitas perbankan yang kemudian menyebabkan terjadinya rush (penarikan dana masyar akat dari Bank) dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi
2.
perbankan. Collapse-nya satu perbankan kemudian menyebabkan efek sistemik yang menular (contagious) kepada suatu sistem perbankan yang tidak diback-up oleh fundamental ekonomi yang cukup kuat. Krisis keuangan ketiga yang sering terjadi di negaranegara dunia ketiga adalah krisis utang. Sebuah negara dianggap mengalami krisis utang apabila negara tersebut sudah tidak mampu lagi untuk membayar utang luar negeri yang dimilikinya, sehingga memutuskan untuk mencari keringanan dalam melakukan pembayaran utang atau dikenal dengan istilah rescheduling (Lestano dkk, 2003). Rescheduling yang dilakukan oleh negara-negara terlilit utang dilakukan melalui sebuah forum yang dibentuk oleh negara-negara kaya dan bertindak sebagai kreditur atau dikenal sebagai Paris Club. Berdasarkan konsep tersebut, makalah ini bermaksud untuk menganalisis perilaku indikatorindikator dari keempat sektor tersebut yang dapat dijadikan sinyal pada saat akan terjadinya krisis keuangan di Indonesia. Selain itu, Penelitian ini bertujuan untuk menentukan periode krisis mata uang (currency crisis) dengan menghitung indek tekanan spekulatif pasar valas (Index of Exchange Market Pressure ), membangun suatu model probabilitas krisis dari sisi fundamental ekonomi dengan mengekstraksi indikator-indikator ekonomi makro sekaligus sebagai mekanisme untuk memprediksi krisis finansial, model ini juga memasukkan aspek contagion effect (dampak penularan).
METODE PENELITIAN
Menentukan Periode Krisis Krisis Nilai tukar Pada bagian ini, khusus pada krisis nilai tukar terlebih dahulu akan digambarkan definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan krisis nilai tukar dengan menggunakan Indeks tekanan pasar valuta asing (index of exchange market pressure, disingkat dengan EMP) yang menunjukkan penghitungan besarnya nilai indeks. Berdasarkan Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000) dan Edison (2003), definisi indeks pergolakan pasar valas (index of exchange market turbulence)
yaitu rata-rata tertimbang dari perubahan nilai kurs (disimbolkan dengan δet ), tingkat perubahan cadangan devisa / rate of change of the reserve (δRt ). Jika diumpamakan σδe merupakan simpangan baku/ standar deviasi dari tingkat perubahan nilai tukar dan σδR merupakan simpangan baku/ standar deviasi dari tingkat perubahan cadangan devisa, maka indeks tekanan pasar valas (EMP) didefinisikan dengan :
- 17 -
s EMP = det - de dRt ..................... (1) s dR
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Dimana : det =
et - et -1 R - Rt -1 dan dRt = t et -1 Rt -1
Antara perubahan nilai tukar dan perubahan cadangan devisa, masing-masing berhubungan positif dan negatif dengan indeks tekanan pasar valas. Perekonomian dikatakan krisis jika EMP melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar m. Dalam penelitian yang dilakukan kali ini besarnya m ditentukan sama dengan 2, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestano, Jacobs dan Kuper (2003). Jika μEMP merupakan rata-rata dari indeks EMP dan σEMP menunjukkan standar deviasi dari indeks EMP-nya, maka secara formal dikatakan krisis mata uang (currency crisis), jika didefinisikan dengan
1, jika EMP m EMP + ms EMP ....... (2) Crisis t = 0, jika EMP m EMP + ms EMP Krisis Perbankan Menurut Kaminsky dan Reinhart (1999), krisis perbankan terjadi jika bank runs yang menyebabkan
penutupan bank, merger atau takeover institusi keuangan, penalangan dalam skala besar oleh pemerintah dan krisis perbankan berhenti jika bantuan pemerintah di sektor perbankan berhenti. Keseluruhan pengertian-pengertian tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan krisis perbankan di Indonesia Krisis Utang Menurut Lestano, Jacob dan Kuper (2003), suatu negara dikatakan mengalami krisis utang pada saat negara tersebut tidak mampu lagi membayar utang dan/atau bunganya, sehingga memutuskan untuk menunda pembayarannya sebagai bentuk keringanan. Indikator fundamental ekonomi yang menentukan krisis Seperti yang pernah dilakukan Kaminsky et al (1998) dan Handoyo (2006), krisis finansial yang didahului masalah ekonomi dan bahkan politik, maka membangun model yang mampu memprediksi krisis seharusnya memasukkan berbagai indikator ekonomi yang luas. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator Penentu Krisis dan Hubungannya dengan Krisis INTERPRETASI DAN HUBUNGANYA DENGAN KRISIS INDIKATOR NERACA TRANSAKSI BERJALAN INDIKATOR
1. Real Exchange Rate (+) 2. Export Growth (-) 3. Import Growth (+)
4. Term of Trade (-) 5. Trade balance (-) 6. Growth current of account/ GDP (-)
Nilai tukar riil yang berlebih diprediksi akan berpeluang besar terjadinya krisis Indikator ini untuk mengukur berkurangnya daya saing. Pertumbuhan impor yang sangat besar akan mengarah pada buruknya transaksi berjalan dan berpeluang terjadi krisis. Penurunan pada volume perdagangan dapat mengawali terjadinya krisis mata uang. Defisit Neraca perdagangan menurunkan daya saing dan bisa memicu krisis Kenaikan surplus transaksi berjalan menunjukan berkurangnya devaluasi dan meminimalkan peluang terjadinya krisis
REFERENSI
Kaminsky et al. (1998); Berg Edison (2003); Berg and Pattilo Edison (2003); Marchesi (2003) Kaminsky et al. (1998); Berg and Pattilo Edison (2003) Kaminsky et.al (2001); Lanoie and Lemarbre (1996) Edin and Vredin (1993); otker et al (1994) Kamin et al, (2001); Eichengren and Arteta (2000); Marchesi (2003)
INDIKATOR NERACA MODAL 7. Foreign Reserve Growth (-) 8. M2/Reserve (+)
Penurunan indikator ini dipercaya mendorong tekanan mata uang.. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank sentral untuk memenuhi permintaan nasabah dana pihak ketiga perbankan.
- 18 -
Berg et al (1999); Edison (2003); Marchesi (2003) Berg and Pattilo (1999); Berg Edison (2003); Eichengreen et al (2000)
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
INDIKATOR SEKTOR PUBLIK DAN DOMESTIK RIIL 9. Inflasi (+)
10. Growth gov. debt/GDP (+) 11. Change of IHSG (-)
Tingkat inflasi lazimnya dihubungkan dengan tingkat suku bunga nominal yang tinggi yang mempengaruhi perekonomian dan sistem perbankan. Hutang yang tinggi diprediksi dapat meningkatkan peluang terjadinya krisis. Ledakan harga aset yang menggelembung seringkali menjadi awal terjadinya krisis keuangan.
Dermiguc-Kunt and Detragiache (1997); Lanoie and Lemarbre (1996); Kamin et al., (2001); Eichengreen et al (2000) Kaminsky et al. (1998);Berg and Pattilo Edison (2003)
INDIKATOR SEKTOR KEUANGAN 12. Growth M1 (+)
Pertumbuhan yang tinggi pada indikator ini menjadi indikasi kelebihan likuiditas yang dapat memicu serangan spekulatif. 13. Growth M2 (+) Sama dengan di atas 14. M2 Money Multiplier (+) Peningkatan indikator ini menunjukan liberalisasi keuangan yang bisa mendorong terjadinya krisis 15. Domestic Credit/GDP Pertumbuhan kredit domestik yang sangat tinggi dapat growth (+) menjadi indikator kasar rapuhnya sistem perbankan. 16. Commercial deposit Penarikan dana dari bank-bank di dalam negeri dan bank (-) pelarian modal dapat menyebabkan penyebaran krisis. 17. Bank Reserve/ Bank Kejutan makroekonomi mengarah pada terjadinya Asset (-) krisis pada negara yang memiliki sistem perbankan liquid. 18. Spread lending and Kenaikan indikator ini diatas level ambang batas deposit rate (+) merupakan gambaran dari buruknya resiko kredit
Kaminsky et al. (2001)
Kaminsky et al. (2001) Kaminsky et al. (1998);Berg and Pattilo Edison (2003) Dermingukunt and Eichengreen et al (2000) Kaminsky et al. (1998);Berg and Pattilo Edison (2003) Dermirguc-Kunt and Detragiache (1997) Kaminsky et al. (1998);Berg and Pattilo Edison (2003)
INDIKATOR PEREKONOMIAN GLOBAL 19. US Interest Rate (+) 20. World Oil Price (+)
Peningkatan suku bunga internasional serigkali Edison (2003); Kaminsky et.al dihubungkan pelarian modal (2001); Harga minyak dunia yang tinggi dihubungkan dengan Edison (2003 resesi
Sumber: Lestano, Jacob & Kuper (2003)
Pendekatan “Sinyal” Untuk Mengukur Kinerja Indikator Masing-masing indikator akan dianalisis secara terpisah dengan pendekatan univariate untuk memprediksi terjadinya krisis. Masing-masing indikator akan dilihat apakah mengalami deviasi dari perilaku “normal” melebihi pagu ketentuannya (beyond the treshold). Jika indikator melewati batas pagu ketentuannya maka dikatakan ada isu sinyal (to issue a signal) terjadinya krisis. Definisi sinyal, seperti yang dilakukan oleh Heun dan Schlink (2004), adalah sebagai berikut. Jika X dinotasikan untuk menunjukkan ke-20 indikator di atas, maka Xt,j adalah nilai indikator j pada periode t, sehingga, sinyal untuk indikator j periode t didefinisikan dengan
1, jika X t , j melewati batas ketentuannya St , j = 0, jika X t , j tidak melewati batas ketentuannya ..................... (3) Sebagai catatan di sini, beberapa indikator mengalami peningkatan di atas nilai ketentuannya yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya krisis yang semakin besar, sementara indikator yang lain berada di bawah pagu ketentuannya. Signalling windows, (Kaminsky et al, 1998), adalah periode di mana masing-masing indikator dapat
diprediksi mampu mengantisipasi krisis finansial. Berdasarkan definisi sinyal ini, maka kinerja indikator bisa diukur. Jika indikator menunjukkan sinyal yang mengarah pada kemungkinan kondisi terjadinya krisis, maka dikatakan sinyal bagus (good signal). Sebaliknya, jika sinyal tidak mengarah pada kondisi terjadinya krisis setelah 24 bulan kemudian, maka
- 19 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
dikatakan sinyal palsu/gangguan (false signal / noise). Rasio sinyal palsu terhadap sinyal bagus disebut noise-to-signal ratio dan rasio ini memainkan peran penting dalam menentukan bekerjanya sitem peringatan dini (early warning system) sebelum krisis. Hasil dari masing-masing indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan dalam tabel berikut (Kaminsky et al, 1998): Tabel 2. Matriks Sinyal Indikator Krisis Tidak ada krisis (dalam 24 bulan) (dalam 24 bulan) Ada Sinyal (signal issued) Tidak ada sinyal (No signal Issued)
A
B
C
D
Estimasi Model Logit Model logit merupakan logaritma probabilitas atas suatu situasi yang tergantung pada variabel bebasnya. Prosedur estimasi untuk model logit dipengaruhi oleh hasil observasi terhadap P, apakah berupa angkaangka di antara 0 dan 1 atau berupa angka biner yang hanya menunjukkan angka 0 atau 1. Jika nilai P berada di antara angka 0 dan 1, maka metode yang dilakukan adalah dengan mentrans-formasikan P sehingga memperoleh:
P ....................................... (5) Y = ln 1 - P
Matriks ini dihitung pada masing-masing indikator secara terpisah. Makna dari masing-masing baris adalah sebagai berikut: • A = Jumlah bulan di mana indikator menunjukkan sinyal baik, indikator yang melewati (baik di atas ataupun di bawah) batas pagu ketentuannya (treshold). • B = Jumlah bulan di mana indikator menunjukkan sinyal palsu atau gangguan • C = Jumlah bulan di mana indikator gagal untuk menunjukkan sinyal baik • D = Jumlah bulan di mana indikator tertahan untuk menunjukkan sinyal palsu Konsep yang digunakan oleh Goldstein, Kaminsky dan Reinhart (2000), menyebutkan bahwa kemungkinan terjadinya krisis tidak bersyarat (unconditional probability of a crisis) atau dinotasikan P(Crisis) = (A+C)/(A+B+C+D), sementara kemungkinan terjadinya krisis dengan syarat ada sinyal (the probability of a crisis conditional on a signal) atau dinotasikan dengan P(Crisis |S) =A/(A+B), kekuatan prediksi marjinal (marginal of predictive power) atau dinotasikan dengan P(Crisis |S)- P (Crisis) atau dengan kata lain sering disebut noise-to-signal ratio yang menunjukkan rasio sinyal palsu terhadap sinyal baik. Rasio ini memberi kemudahan dalam melakukan interpretasi terhadap krisis. Dalam penelitian ini leading indicator yang memiliki probabilitas >50% yang akan diolah dalam estimasi model logit. Noiseto-signal ratio ini didefinisikan dengan
noise - to - signal - ratio =
Semakin kecil nilai rasio ini, semakin baik rasio sinyal palsu menjadi sinyal baik. Jika indikator dari rasio ini sama dengan satu menunjukkan sinyal palsu sama besarnya dengan sinyal baiknya.
B/(B + D) ....... (4) A /( A + C )
Setelah itu, prosedur berikutnya adalah dengan melakukan regresi Y terhadap suatu konstanta dan variabel X. Namun apabila P berupa angka biner, maka prosedurnya adalah dengan menggunakan metode maximum likelihood karena nilai logaritmik P akan menjadi tidak terdefinisikan (Hadad dkk, 2003).
1 - P
Menentukan Contagion Effect Pada bagian ini akan dilakukan pengujian terhadap jalur krisis karena imbas penularan (contagion effect) dari negara yang terkena krisis dalam satu kawasan. Metode yang akan dipakai dalam melihat unsur contagion di sini adalah mengikuti model yang dikembangkan oleh Fratzscher tahun 1998 (Bussiere dan Fratzscher, 2002) dengan menggunakan korelasi residual dari imbal hasil di pasar ekuitas (correlation of equity market return residuals) µt selama masa normal sebagai ukuran dampak penularan pasar uang (measure of financial market contagion) di antara dua pasar i dan j. Ide dasarnya adalah semakin tinggi integrasi pasar finansial menunjukkan krisis terjadi karena penyebaran/penularan antar pasar finansial dalam rentang waktu tertentu. Pertama, akan dicari terlebih dahulu residual imbal hasil (return residuals) untuk masing-masing negara dengan cara melakukan regresi imbal hasil pasar ekuitas (ri,t) pada indikator yang relevan pada masing-masing negara, seperti persamaan berikut:
ri,t = 1 + 2TBi,t + 3ii,t + 4Pi,t + 5Si,t + 6GRETt + i,t
- 20 -
(6)
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Di mana: TB adalah neraca perdagangan, i : perubahan tingkat bunga pada masing-masing negara, tingkat inflasi (P), dan kurs spot (S), sementara GRET adalah imbal hasil pasal modal global. Selanjutnya, residu dari persamaan ini
3.
menjadi variabel baru yang mengukur tingkat ketergantungan finansial (degree of financial interdependence/FINCONT) yang merupakan proxy ketergantungan finansial antar berbagai pasar saham.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis Krisis Mata Uang Periode Krisis Mata Uang di Indonesia Berdasarkan Perhitungan EMPI, didapat EMPI setiap bulannya mulai 1995.1 sampai dengan 2007.9. Untuk rata - rata (μ) dan standar deviasinya (σ), ditentukan dua, yaitu sebelum terjadi krisis moneter (sebelum bulan Juli tahun 1997) dan sesudah terjadinya krisis moneter (setelah bulan Juli tahun 1997).
Menurut Herrera dan Conrando Garcia pada tahun 1999 (Adiningsih et. al., 2002) menyatakan bahwa jika krisis terjadi dalam empat bulan dari krisis sebelumnya, maka diperhitungkan sebagai satu episode. Pada grafik di atas, dapat diketahui bahwa krisis yang menimpa Indonesia terjadi dalam 6 episode. Epsiode pertama terjadi pada tahun 1996 (Maret dan Agustus), Episode kedua pada tahun 1997 - 1998 (Maret, Agustus, Oktober, Desember, Januari, Februari, Juni), Episode ketiga pada 2000 (September). Episode keempat pada tahun 2004 (Juni), Episode kelima pada tahun 2005 (Juli), Episode keenam pada tahun 2006 (Juni dan Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun 1997 - 1998, di mana terdapat 7 bulan krisis mata uang dalam satu episode.
Sumber : Data diolah
Grafik 1 EMPI dan Ambang Batas Maksimum (Threshold) Tabel 3 Noise to Signal Ratio (NSR) dan Probabilitas Krisis Mata uang di Indonesia
INDIKATOR
REER Export Growth Import Growth * Terms Of Trade * Ratio Of Current Account To GDP * Ratio Of M2 To Foreign Exchange Reserves * Growth Of Exchange Reserves M1 Growth M2 Growth M2 Money Multiplier Domestic Credit to GDP Domestic Real Interest Rate Lending & Deposit Rate Spread * Commercial Bank Deposit Ratio Of Public Debt to GDP * Growth Of Industrial Production *
A
1 11 17 24 35 29 12 5 3 5 11 14 16 6 22 33
B
8 10 7 2 3 3 0 9 9 9 11 11 11 9 4 3
C
89 79 73 66 55 61 78 85 87 85 79 76 74 84 68 57
- 21 -
D A/A+C B/B+D
55 53 56 61 60 60 63 54 54 54 52 52 52 54 59 60
0.011 0.122 0.189 0.267 0.389 0.322 0.133 0.056 0.033 0.056 0.122 0.156 0.178 0.067 0.244 0.367
0.127 0.159 0.111 0.031 0.048 0.048 0 0.142 0.142 0.142 0.175 0.174 0.174 0.142 0.063 0.048
NSR
Probabilitias Krisis
(B/B+D) / (A/A+C)
PC=A/A+B
11.429 1.299 0.588 0.119 0.122 0.148 0 2.571 4.286 2.571 1.429 1.122 0.982 2.142 0.260 0.130
11% 52% 71% 92% 92% 91% 100% 35% 25% 35% 50% 56% 59% 40% 84% 92%
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
INDIKATOR
Changes In Stock Prices * Growth Of World Oil Price * U S Interest Rate *
A
B
33 13 10
C
D A/A+C B/B+D
4 57 59 9 77 54 6 80 57
0.367 0.144 0.111
0.063 0.142 0.095
NSR
Probabilitias Krisis
(B/B+D) / (A/A+C)
PC=A/A+B
0.173 0.989 0.857
89% 60% 63%
Sumber : Data diolah
Keterangan : * : Indikator yang probabilitasnya > 50% dan NSR < 1
Sebelum melakukan estimasi dengan model Logit, maka pertama - tama akan dilakukan perhitungan variabel Financial Contagion. Berdasarkan hasil estimasi tersebut kemudian residunya menjadi
variabel baru yang diberi nama Financial Contagion dan kemudian variabel ini akan diikutsertakan dalam perhitungan estimasi model logit. Hasil estimasi dari persamaan tersebut adalah :
L_STOCK = 4.763444 + 1.930783 CPI -1.228440 ER + 0.139428 IR + 0,449528 LNASDAQ - 7.99E-05 TB_IND ........(7) (7.627559) (12.43246) (-10.46218) (2.659429) (5.081454) (-3.185461) Pemerintah terhadap GDP (FBY), Pertumbuhan Sektor Industri (GIP) dan Perubahan Harga Saham (CSP) dan tingkat bunga amerika (USI) dan variable penyebaran (FINCONT). Sehingga dapat diperoleh hasil estimasi sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan NSR dan Probability Of Crisis di atas, variabel - variabel Leading Indicators tersebut antara lain : Pertumbuhan Impor (IMP), Rasio antara Neraca Transaksi Berjalan terhadap GDP (CAY), Rasio antara M2 terhadap Cadangan Devisa Luar Negri (MFR), Rasio antara Utang
P KRI i = In i = 0.030450 IMP - 80.72964 CAY - 1.465100 MFR - 28.05092FBY 1 - Pi z-stat
(1.541702)
(-3.095918)
(-2.942746)
(-0.114938)
-0.021561 GIP + 0.069755 CSP - 0.045738 WOP - 1.017801 USI + 2.553683 FINCONT+ μi ................... (8) (-1.164470) (1.668551) (-0.929223) (2.024458) (1.806234) Berdasarkan hasil perhitungan di atas, terdapat 6 variabel yang signifikan pada α = 10 %, yaitu CAY, MFR, FBY, CSP, USI, dan FINCONT. Analisis Krisis Perbankan Periode Krisis Perbankan, NSR dan Probabilitas Indikator krisis Tabel 4. Periode Krisis Perbankan di Indonesia Tahun; Bulan
URAIAN
1992; 11
Bank summa mengalami kolaps dan pecah menjadi tiga bank kecil karena menanggung utang Rp. 135 miliar
1997; 04 1997; 08
Peningkatan GWM dari 3% menjadi 56% terhadap dana pihak ketiga. 1. Pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating) dan mengembangkan nilai tukar rupiah (free floating) untuk memberikan ruang gerak bagi pengendalian moneter sekaligus menyelamatkan cadangan devisa. 2. Mengalihkan dana yayasan milik pemerintah dan BUMN yang ada di bank-bank ke dalam SBI dan menaikkan suku bunga SBI menjadi 30% dan 28%
- 22 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Tahun; Bulan 1997; 09
1997; 10 1997; 11
1997; 12
1998; 01
1998; 02
1998; 04
1998; 05 1998;06 1998; 07 1998:08 1998:10
1998;1
1999; 01 1999;0 1999;0 1999;04
URAIAN 1. Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga SBI sebanyak 3 kali yaitu 3%, 2,5% dan 2%. 2. Terjadinya isu besar-besaran di masyarakat mengenai beberapa bank yang kalah kliring, rugi transaksi valas, larinya beberapa para bankir ke luar negeri. 3. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Pemerintah meminta bantuan IMF untuk memperoleh bantuan keuangan sekaligus persetujuan kebijakan pemerintah terutama dalam langkah restrukturisasi bank. 1. Pemerintah melikuidasi 16 bank komersial antara lain Bank Harapan Sentosa, Bank Guna Internasional, Bank Andromeda, Bank Astria Raya, Sejahtera Bank Umum, Bank Dwipa, Bank Kosagraha Semesta, Bank Jakarta, Bank Citrahasta Manunggal, South Fast Asia Bank, Bnak Pinaesaan, Bank Mataram Dhanarta, Bank Anrico, Bank Pasific, Bank Industri dan Bank Majapahit Jaya. 2. Terjadi bank rush besar-besaran 1. Bank Indonesia memberikan bantuan dana likuiditas kepada bank-bank komersial sebesar 3% dari GDP. 2. Terjadi lonjakan penyaluran BLBI yang signifikan yang dikarenakan kurs rupiah mencapai lebih dari Rp5000 per US$1. 3. Terjadi bank rush besar-besaran 4. Biaya penyelamatan perbankan mencapai 10,1% dari GDP ( berupa bantuan likuiditas) sebesar Rp. 69,2 triliun. 1. Pemerintah memberikan garansi pada semua deposito nasabah di segala jenis bank baik bank pemerintah maupun bank swasta kecuali pada bank Internasional. Program penjaminan ini untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dengan dibentuknya IBRA ( Indonesian Bank Restructuring Agency) 2. Kurs rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam mencapai Rp. 17.000 per Dollar 3. terjadi kegagalan bank dengan grade 4 yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara. 4. Bank Duta dan Bank Tugu merger dengan nama baru Bank Palapa. 1. Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN) 2. IBRA telah mengambil alih bank-bank yang telah dibekukan antara lain BDNI, BUN dan Bank Modern. 1. Pemerintah menutup 7 Bank Swasta Nasional diantaranya : Bank Surya, Bank Subentra, Bank Istismarat, Bank Pelita, Bank Kokindo, Bank Deka dan Bank Centris. 2. Terjadi BTO oleh BPPN terhadap bank BDNI, Bank Danamon, Bank Umum Nasional, Bank Tiara Asia, Bank PDFCI, Bank Modern dan Bank Exim. Pada tanggal 29 Mei 1998, Bank Bank BCA diambil alih oleh pemerintah. Bank Nusa Internasional, Bank Angkasa dan Bank Nasional Komersial dimerger dengan Bank Nasional. Terjadi bank rush besar-besaran oleh masyarakat kepada bank menurn sejak terjadinya likuidasi bank. Tujuh bank dibekukan ( BBO) dan 7 Bank diambil alih ( BTO). Pemerintah menutup tiga bank swasta nasional yaitu Bank Umum Nasional, Bank Modern dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Pemerintah kembali melakukan merger bank namun kali ini menjadi milik pemerintah yang artinya pemerintah melakukan take over dan merger pada saat yang bersamaan. Bank yang dimerger adalah Bank Dagang Nasional, Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Nasional dan Bank Exim dimerger nama Bank Mandiri. 1. Terjadi penurunan modal bank menjadi Rp. 250 miliar yang semula sebesar Rp.1 triliun dengan CAR sebesar 4%. 2. Terjadi kegagalan dengan tingkat paling parah sebesar grade 4 yaitu bank BAPINDO. Bank Indonesia mengalihkan penagihan BLBI kepada BPPN sebesar Rp. 144,5 Triliun. Pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp. 64,5 triliun sebagai tambahan penggantian dana yang dikeluarkan BI atas tagihan kepada bank yang dialihkan ke BPPN. Pemerintah menutup 38 bank swasta nasional disertai dengan 29 bank BTO, 7 Bank direkapitalisasi. Tanggal 21 April 1999 terjadi take over Bank niaga oleh pemerintah
- 23 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Tahun; Bulan
URAIAN Terjadi take over pada Bank Bali oleh Pemerintah Bank Danamon merger dengan tujuh bank swasta nasional antara lain : Bank Pos, Bank Rama, Bank Tiara, Bank Risjad salim Internasional, Bank Nusa Nasional, Bank Duta, Bank Jaya dan Bank Tamara. Pemerintah menutup dua bank swasta nasional, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu. Pemerintah melakukan merger pada bank swasta nasional antara lain : Bank Bali, Bank Universal, Bank Patriot, Bank Prima Express dan Bank arthamedia menjadi Bank Permata
1999;0 2000;06 2000;1 2002; 09
Sumber : Lestano, et.al (2003)
Sementara itu, untuk Noise to Signal Ratio dan Periode Krisis Perbankan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 5. Noise to Signal Ratio dan Probabiltas Krisis Perbankan NSR INDIKATOR
RER* M2/Reserve Inflasi * GCE/GDP * TOT * Real interest * CA GDP * Real Dom Cred * Cred Dom GDP * Bank Res Aset Real GDP Growth *
A
B
C
D
A/A+C
B/B+D
16 22 26 37 4 24 25 13 29 3
10 29 23 11 2 12 22 0 2 39 9
69 63 53 48 78 62 60 68 55 82
109 90 102 108 120 106 97 123 118 80 111
0.188235 0.258824 0.329114 0.435294 0.04878 0.27907 0.294118 0.160494 0.345238 0.035294 0.214286
0.084034 0.243697 0.184 0.092437 0.016393 0.101695 0.184874 0 0.016667 0.327731 0.075
Probabilitias Krisis
(B/B+D) / (A/A+C) PC=A/A+B 0.446429 0.941558 0.559077 0.212355 0.336066 0.364407 0.628571 0 0.048276 9.285714 0.35
0.615384615 0.431372549 0.530612245 0.770833333 0.666666667 0.666666667 0.531914894 1 0.935483871 0.071428571 0.666666667
Sumber : Data diolah
Keterangan : * : Indikator yang probabilitasnya > 50% dan NSR < 1
Hasil Estimasi Model Logit Krisis Perbankan Tabel 6 Estimasi Model Logit Krisis perbankan Variable
Coefficient
z-Statistic
CA_GDP CRED_GDP CRED_GRWTH GCE INF REAL_GDP RER TOT FINCONT
-6.964965 2.276862 3.127114 -264.9553 -0.365444 0.001648 0.001332 0.137810 -0.044405
-0.283943 0.301038 0.603468 -2.898405 -1.074913 1.773545 2.490601 0.031342 -2.981465
Mean dependent var S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Avg. log likelihood
0.144928 0.230088 6.829307 -25.28695 -0.183239
Prob. 0.7765 0.7634 0.5462 0.0038 0.2824 0.0761 0.0128 0.9750 0.0029
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
- 24 -
0.353310 0.496912 0.687820 0.574493
Keterangan: CA_GDP : Cureent account per GDP CRED_GDP : Domestic Credit per GDP GCE : Government Consumption Expenditure REAL_GDP : Pertumbuhan GDP Real RER : Real Exchange Rate TOT : Term of Trade FINCONT : Financial Contigion
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Hasil estimasi dengan menggunakan model logit ditunjukkan bahwa beberapa variabel signifikan dalam mempengaruhi krisis perbankan di Indonesia. GCE dan FINCONT misalnya berpengaruh signifikan sebesar 1% terhadap krisis perbankan,
kemudian RER sebesar 5% dan REAL_GDP sebesar 10%. Sedangkan sisanya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi krisis perbankan pada sampel Indonesia.
Analisis Krisis Utang Periode Krisis Utang, NSR dan Probabilitas Indikator krisis Tabel 7. Krisis Utang di Indonesia Tanggal
Keterangan
23 September 1998 13 April 2000 12 April 2002 8 November 2004 10 Mei 2005 17 Februari 2006 4 Agustus 2006 19 Desember 2006 14 Juni 2007 3 Agustus 2007 28 September 2007
Rescheduling utang sebesar $4,1 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 6 Agustus 1998 hingga 30 Maret 2000. Rescheduling utang sebesar $5,4 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 1 April 2000 hingga 31 Maret 2002. Rescheduling utang sebesar $5,5 miliar yang jatuh tempo dari tanggal 1 April 2002 hingga 31 Desember 2003. Pemerintah Jerman menghapus utang Indonesia sebesar $60 juta dan dialihkan program pendidikan dan pembangunan. Rescheduling utang sebesar $2,7 miliar yang jatuh tempo dari 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2005. Pengalihan utang oleh pemerintah Italia sebesar Rp 58 miliar untuk rehabilitasi di Nias dan Nanggroe Aceh Darussalam. Pemerintah Jerman mengalihkan utang sebesar Rp 1,08 triliun untuk program UKM dan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah Jerman mengalihkan utang sebesar Rp 250 Miliar untuk Program rekonsturasi dan rehabilitasi gedung sekolah yang hancur akibat gempa di Yogyakarta dan jawa Tengah. Pengalihan utang pemerintah Italia sebesar Rp 110,176 miliar untuk proyek di Nanggroe Aceh Darussalam. Pengalihan utang untuk program pendidikan dari pemerintah Jerman sebesar Rp 250 miliar. Pengalihan utang untuk program kesehatan dari pemerintah Jerman sebesar Rp 650 miliar.
Sumber: www.parisdeclub.org dan www.hukmas.go.id
Tabel 8. Noise to Signal Ratio dan Probabiltas Krisis Utang Variabel EXPORT* TOT* CAGDP* DEVISA* DEBTGDP* INFLASI* GDPPERCAPITA SAVING*
A
B
C
D
16 7 4 10 12 13 0 9
0 2 0 1 0 0 0 1
110 119 122 116 114 113 126 117
39 37 39 38 39 39 39 38
A/(A+C) B/(B+D) 12,70 5,56 3,17 7,94 9,52 10,32 0 7,14
0 5,15 0 2,56 0 0 0 2,56
Noise to Probability Signal Ratio of Crisis 0 0,92 0 0,32 0 0 0.36
100% 77,78% 100% 90,91% 100% 100% 90%
Sumber: Data diolah.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa seluruh variabel mampu memberikan sinyal terhadap terjadinya krisis utang, kecuali variabel
PDB perkapita. Oleh karena itu, variabel PDB per kapita tidak dapat dimasukkan ke dalam leading indicators.
- 25 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Hasil Estimasi Model Logit Krisis Utang Selanjutnya, estimasi model logit untuk krisis utang sebagai berikut
Pi = 3,60 + 1,09EXPORT – 10,16TOT + 54,43CAGDP – 7,29DEVISA + 1,37DEBTGDP – 1 - Pi
KRISIS = Z-stat.
(0,95)
(0,39)
(-2,27)**
(2,56)*
(-0,80)
(1,05)
0,13INFLASI – 13,54SAVING + ε .................................................................. (9) (-0,04) (-0,59) 2
LR-stat. = 16,47** ; Prob. (LR-stat.) = 0,02 ; R MCF= 0,20 Ket: *,**,*** : Signifikansi pada nilai kritis 10 %, 5% dan 1% Di mana: EKSPOR : Pertumbuhan ekspor, TOT: Term of trade, CAGDP (Rasio current account terhadap PDB riil), DEVISA (Pertumbuhan cadangan devisa), DEBTGDP (Rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB riil). INFLASI (Tingkat inflasi), SAVING (Pertumbuhan tabungan nasional).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis di atas, maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Krisis nilai tukar yang melanda Indonesia terjadi dalam 6 episode krisis mata uang. Epsiode pertama terjadi pada tahun 1996 (Maret dan Agustus), Episode kedua pada tahun 1997 - 1998 (Maret, Agustus, Oktober, Desember, Januari, Februari, Juni), Episode ketiga pada 2000 (September). Episode keempat pada tahun 2004 (Juni), Episode kelima pada tahun 2005 (Juli), Episode keenam pada tahun 2006 (Juni dan Oktober). Epsiode terpanjang terjadi pada tahun 1997 - 1998, di mana terdapat 7 bulan krisis mata uang dalam satu episode. 2. Krisis Perbankan terjadi pada bulan November 1992, April 1997, Agustus 1997, September 1997, November 1997, Desember 1997, Januari 1998, Februari 1998, April 1998, Mei 1998, Juni 1998, Juli 1998, Agustus 1998, Oktober 1998, Desember 1998, Januari 1999, Februari 1999, Maret 1999, April 1999, Juli 1999, Juni 2000, Oktober 2000, September 2002, Desember 2004. 3. Krisis utang, baik yang utang yang bersifat multilateral maupun bilateral, dialami oleh Indonesia sebanyak sebelas kali. Pertama kali terjadi pada bulan Agustus 1998, kemudian April 2000, April 2002, November 2004, Mei 2005, Februari 2006, agustus 2006, Desember 2006, Juni 2007, Agustus 2007 dan September 2007
4. Terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya krisis mata uang di Indonesia, yaitu : Rasio antara Neraca Transaksi Berjalan dengan GDP dan Rasio antara M2 dengan Cadangan Devisa Luar Negri, Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat, Financial Contagion 5. Terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya krisis perbankan di Indonesia, yaitu variabel financial contagion, variabel real exchange rate dan government consumption expenditure 6. Terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia, yaitu variabel term of trade dan rasio current account terhadap PDB riil. Saran Berdasarkan simpulan yang telah diperoleh, maka pemerintah perlu mewaspadai beberapa leading indicators yang secara signifikan mampu memprediksi terjadinya krisis nilai tukar, krisis perbankan dan krisis utang, yaitu : Rasio antara Neraca Transaksi Berjalan dengan GDP dan Rasio antara M2 dengan Cadangan Devisa Luar Negeri, Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat, Financial Contagion, inflasi, kredit domestik, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekspor, dan utang luar negeri. Oleh karena itu, saransaran yang dapat diberikan adalah:
- 26 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
1. Untuk variabel Rasio antara Neraca Transaksi Berjalan terhadap GDP, pemerintah perlu mewaspadai defisit dari neraca jasa karena defisit dari neraca jasa cenderung lebih besar dari surplus neraca barang. Langkah yang perlu diambil adalah salah satunya dengan memperbaiki kinerja perusahaan domestik pengiriman barang antarnegara sehingga mampu meningkatkan kredibilitas serta kepercayaan masyarakat internasional. 2. Untuk variabel Rasio antara M2 dengan Cadangan Devisa Luar Negri, Bank Sentral perlu memperhatikan tingkat M2 (M1 ditambah dengan time deposit) dan menjaga nilainya agar tidak jatuh dengan cara menjaga kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan kita. 3. Untuk variabel Tingkat Suku Bunga Amerika Serikat, Bank Indonesia selaku pembuat kebijakan moneter, harus menjaga tingkat suku bunga deferensial dengan juga mempertimbangkan tingkat inflasi domestik. 4. Untuk variabel Financial Contagion (efek penyebaran) mencerminkan variable ini berpengaruh terhadap terjadinya krisis di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan tindakan preventif dengan
5.
6. 7.
8.
9.
memperkuat kerja sama dengan negara-negara maju di Asia, seperti Korea Selatan dan Jepang dan negara-negara ASEAN untuk menggalang dana cadangan bersama (stand by loan) yang dapat digunakan sewaktu - waktu apabila ada serangan terhadap sektor keuangan. Untuk variabel term of trade dan inflasi, yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah merosotnya term of trade dan tingginya tingkat inflasi akibat kenaikan harga minyak dunia dari waktu ke waktu, mengingat Indonesia bukan lagi sebagai net-eksportir, melainkan net-importir. Untuk variabel kredit domestik, pemerintah perlu mengawasi bank dalam memberikan pinjaman Untuk variabel pengeluaran pemerintah, pemerintah perlu berhati-hati didalam pengeluaran dan perlu memperhatikan fiscal suistanability Untuk variabel pertumbuhan ekspor, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan kualitas dan mutu produk domestik, sehingga mampu bersaing dengan produk asing Untuk variabel utang luar negeri pemerintah, yang perlu dilakukan adalah dengan mengoptimalkan manajemen dalam pengelolaan utang.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Adiningsih, S., D.N. Setiawati, and Sholihah. 2002.Early Warning Systems ForMacroeconomic Vulnerability in Indonesia. Final Report. EADN Regional Project. Bank Indonesia.Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Nomor Penerbitan. Berg, A. and C. Pattillo.1999.Predicting currency crises: the indicator approach an alternative. Journal of International Money and Finance: 18 (4), 561-586. Berg, A., E. Borensztein and C. Pattillo. 2003.Assessing early warning systems: how have they worked in practice?.IMF Working Paper.International Monetary Fund. Washington D.C.. forthcoming. Bussiere, Matthieu andF. Marcel. 2002.Toward A New Early Warning System of Financial Crises.European Central Bank Working PaperNo. 145. Ciarlone, Alessio and T. Giorgio. 2005.An Early Warning System for Debt Crisis. Emerging Market Review 6: p. 376-395. Demirguc-Kunt, A. And E. Detrgiache.1997.The Determinants of Banking Crises in Developing and Developed Countries. IMF Working Paper : 106. __________.2000, Monitoring Banking Sector Fragility: a Multivariate Logit Approach.World Bank Economic Review : 14(2), 287-307. Edison, H.J. 2003.Do Indicators of FinancialCrises Work? An Evaluation an Early Warning System. International Journal of Finance and Economics: 8 (1), 11-53
- 27 -
Tahun XXII, No. 1 April 2012
Majalah Ekonomi
Eichengreen, B. And C. Arteta. 2000.Banking Crises in emerging markets: presumptions and evidence.Centre for International and Development Economics Research, California, Berkley.Working Papers 115. Eichengreen, B. And R.Portes. 1987.The Anatomy of Financial Crises. in R. Portes and A.K. Swoboda. Editors:Threatsto International Financial Stability. Cambridge:Cambridge University Press. 10-58. Goldstein, Kaminsky and Reinhart.2000.Assesing Financial Vulnerability: An Early Warning System for Emerging Markets. Washington DC: Institute for International Economics. Grauwe, P.and M. Grimaldi. 2002.Exchange Rate Regimes And Financial Vulnerabilit. EIB Papers.Vol 7. No.2 Hadad, M.D ., W.Santoso dan B. Arianto. 2003. Indikator Awal Krisis Perbankan . htt p: ww w.bi .go .id /N R/r d on lyr es /4 7E 2E D 4- 9B 4D - 4E F- 99 7D 3 61 21 DB D7 C2E /1 40 1/ IndikatorAwalKrisisPerbankan.pdf. Handoyo, R.D. 2006.Early Warning System of Financial Crisis-Implementation of a Currency Crises Model for Indonesia. Majalah Ekonomi.Tahun XVI, no.3.Desember, pp.245-260. Heun, M and T. Schelink. 2004.Early Warning Systems of Financial Crises-Implementation of Currency Crisis Model for Uganda.HfB-Business School of Finance and Management: 59. http//:www.parisdeclub.com. International Financial Statistics. http:// www.ifs.apdi.net. Kunt, D.A. andD. Enrica. 1998. The Determinants of Banking Crises in Developed and developing Countries. International Monetary Fund: IMF Staff Paper: Vol. 45, No.1. Kaminsky, G., S. Lizondo , and C.M Reinhart. 1997.Leading Indicators Of Currency Crises. Washington DC: IMF. July, IMF Working Paper 97/98. ___________.1998.Currency and Banking Crisis: The Early Warning of Distress.International Finance Discussion Po.629, Board Of Governors of the Federal Reserve System. Kaminsky,G and C.M. Reinhart. 1999.The Twin Crisis: The Causes of Banking Crises and Balance Of Payment Problems.The American Economic Review: June. pp.473-500. Krugman, Paul. 2001. The Return Of Depression Economics. Terjemahan. Bandung: Ganesa. Lanoie, P. and S. Lemarbre. 1996.Three approaches to predict the timing and quantity of LDC debt rescheduling.Applied Economics: 28(2), 241–246. Lestano, J.J. and G.H. Kuper. 2003. Indicator Financial Crises Do Work! An Eraly-Warning System for Six Asian Countries. University of Groninghen: NAKE Research. December Marchesi, S. 2003.Adoption of an IMF Programme and Debt Rescheduling. Journal of Development Economics: 70(2), 403–423. Rogoff, K.1999.International Institutions for Reducing Global Financial Instability. Journal of Economic Perspectives: 13(4), 21-42. Sachs, J.D., A. Tornell and A. Velasco. 1996.Financial Crises in Emerging Markets: the Lessons from 1995 (with comments and Discussions). Brooking paper on Economic Activity: 1, 147-198. Suminto. 2006. Rescheduling Utang Luar Negeri Pemerintah melalui Paris Club. Majalah Treasury Indonesia: No. 1/2006. Statistical Year Book of Indonesia BPS. Jakarta:BPS. Sussangkarn, Chalongphob . 2002. Indicators And Analysis Of Vulnerability to Currency Crises: A Synthesis Report . EADN Project. Tambunan,Tulus. 2002. Building An Early Warning System For Indonesia with Signal Approach . Paper Prepared for EADN Meeting. Singapore: Juni 25-27. Zhang, Z. 2001.Speculative Attacks in the Asian Crises. IMF Working Paper: 189, IMF - 28 -