Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran …
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT PERBANKAN Lalu Srimukhlisin Wijaya Dosen Program Studi Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Mataram E-mail:-
Abstract: Bank is the important institution for our economical life, it is the safety palace to save many and get the loan or credit. Nowdays bank can inprove the nation value and have the big influence for the national economical grow up. Bank is the right place for distribute the credit, and people can use it for their bussines modals. But there some problem with credit, for example: there some business man or loaner that do not want to pay the credit on tie, the usually paly cheating, or their business getting bankprut, or the crisis that make the competition between one business and other more harder in the normal situation, so they can not develop their business anymore. From this problem, the government and the bank must be careful and must selection the loaner that want to ask credit, that can make the credit distribute is more effective and safety. Key Word: precautionary principle, credit distribute Abstrak: Institusi perbankan merupakan salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaanya di dunia ekonomi dewasa ini, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit pembiayaan sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Namun demikian, kredit yang telah dikucurkan oleh bank tidak selamanya berkualitas lancar, banyak terjadi kredit yang diberikan menjadi bermasalah yang disebabkan berbagai alasan, misalnya usaha yang dibiayai dengan kredit mengalami kemerosotan usaha, penurunan penjualan, kalah bersaing adanya krisis moneter dan ekonomi dan adanya kesengajaan debitur melakukan penyimpangan dalam penggunaan kredit, yang mengakibatkan sumber pendapatan dari usaha tidak mencukupi bahkan gagal dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, untuk menghindari resiko tersebut bank mutlak dituntut untuk mengedepankan kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Kata Kunci: Prinsip kehati-hatian, Peyaluran kredit PENDAHULUAN Usaha lembaga keuangan perbankan merupakan salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaanya di dunia ekonomi dewasa ini, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Lembaga keuangan ini mampu melancarkan gerak pembangunan dengan menyalurkan dananya ke berbagai proyek penting diberbagai sektor usaha yang dikelola oleh pemerintah. Selain itu, lembaga keuangan ini juga dapat menyediakan dana bagi pengusaha-pengusaha swasta atau rakyat pengusaha lemah yang membutuhkan bagi kelangsungan usahanya. Bank sebagai tempat untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana yang dimiliki ke masyarakat yang membutuhkan tentunya mempunyai posisi yang strategis dalam mengembangkan perekonomian suatu negara. Perekonomian suatu negara sangat mempengaruhi perkembangan pembangunan, apabila suatu
ISSN: 2355-6358
usaha atau perusahaan tidak memiliki modal yang cukup maka tidak akan bisa untuk berproduksi tanpa adanya suatu bank yang menyediakan modal bagi masyarakat. Melihat strategisnya bank tersebut diatas, maka bank-bank di Indonesia di bangun dengan tujuan untuk menunjang stabilitas nasional untuk dilaksanakannya pemerataan pertumbuhan dalam bidang ekonomi, dimana stabilitas nasional diharapkan dapat meningkatkan kesehjatraan rakyat banyak. Perbankan sebagai lembaga keuangan saat ini semakin dilihat sebagai suatu media transaksi dan transformasi resiko dari pemilik dana, baik perorangan maupun institusi yang pada umumnya bersifat risk oversed (Rudjito, 2004). Kemampuan bank sebagai pengelola resiko yang paling mudah dijangkau dan paling banyak dimanfaatkan oleh pemilik dana sebenarnya sudah berjalan sejak institusi perbankan didirikan. Namun kemampuan perbankan dalam mengelola resiko semakin menjadi perhatian sejalan dengan peningkatan volume dan kompleksitas operasional bisnis.
15
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM Peningkatan frekuensi dan jumlah kerugian perbankan akibat tindakan yang melibatkan pihak internal (pekerja bank), eksternal (nasabah), dan kombinasi keduanya, serta penurunan kepercayaan investor terhadap bank. Seperti sektor bisnis lainnya, sektor perbankan juga rentan terhadap kerugian, dari yang jumlah frekuensinya hingga yang bersifat katastrofik bagi kelangsungan bisnis sebuah bank. Jika suatu bank dikatakan tidak sehat, nasabah suatu bank yang dianggap tidak sehat akan beramai-ramai menarik giro, tabungan dan depositonya dari bank tersebut. Peralihan dana dalam jumlah besar seperti itu langsung menyebabkan kesulitan likuiditas pada bank yang bersangkutan.Kredit yang telah dikucurkan oleh bank tidak selamanya berkualitas lancar, banyak terjadi kredit yang diberikan menjadi bermasalah yang disebabkan berbagai alasan, misalnya usaha yang dibiayai dengan kredit mengalami kemerosotan usaha, penurunan penjualan, kalah bersaing adanya krisis moneter dan ekonomi dan adanya kesengajaan debitur melakukan penyimpangan dalam penggunaan kredit, yang mengakibatkan sumber pendapatan dari usaha tidak mencukupi bahkan gagal dalam mengembangkan usahanya. Oleh karenanya dalam penyaluran kredit, suatu perbankan mutlak dituntut untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit untuk suatu usaha. Dari uraian diatas terlihat bahwa perbankan mempunyai posisi yang sangat strategis bagi perekonomian suatu negara. Disisi lain, sebagai lembaga bisnis yang profit oriented perbankan juga tidak bisa terlepas dari risiko bisnis yang sewaktu-waktu bisa mengganggu aktifitas usahanya. Resiko yang paling sering mengemuka dalam bisnis perbankan dapat berupa kredit macet yang dapat berakibat kepada tidak stabilnya kesehatan suatu bank. Oleh karenanya, permasalahan yang akan dicari jawabnnya dalam uraian selanjutnya adalah tentang Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit? METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian hukum yang digunakan adalah Yuridis Normatif atau Doktrinal yang memandang hukum sebagai separangkat aturan atau kaidah yang bersifat normatif. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian terhadap peraturan perundangundangan yang menjelaskan tentang prinsip kehati-hatian dalam menjaga kesehatan bank.
ISSN: 2355-6358
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran … 2.
Pendekatan Sehubungan dengan pendekatan yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang- undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang penormaannya justru kondusif bagi tercapainya prinsip kehati-hatian dalam menjaga kesehatan perbankan agar dapat terus eksis dalam menjaga amanat masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep sehingga diharapkan penormaan dalam aturan hukum tidak ada lagi memungkinkan adanya pemahaman yang ambigu dan kabur tentang prinsip kehati hatian dalam menjaga kesehatan perbankan PEMBAHASAN A. Prinsip Kehati-hatian dalam Undangundang Perbankan Asas kehati-hatian bank (Prudential Banking Principle) adalah suatu asas yang menyatakan bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya (Rachmadi Usman, 2003). Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undan-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa perbankan dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian. Prinsip kehati-hatian tersebut mengandung makna bahwa dalam setiap usahanya, bank diwajibkan untuk selalu berhati-hati, dalam arti bank harus tetap konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik (Hermansyah, 2003). Terkait dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana disebut dalam pasal 2 diatas, dapat juga ditemukan pasal yang lebih mempertegas lagi mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian bank yakni Pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa: Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian.
16
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM Merujuk pada ketentuan Pasal 29 ayat 2 diatas, maka tidak ada justifikasi bagi bank untuk tidak menerapkan perinsip kehati-hatian dalam segala kegiatan usahanya. Ini berari bahwa segala kebijakan di dalam menjalankan usaha bank harus tunduk kepada aturan perundang-undangan yang mengatur tentang kegiatan perbankan. Dengan demikian setiap kegiatan yang mengarah kepada usaha dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Selanjutnya, dalam Pasal 29 ayat 3 prinsip kehati-hatian ini lebih ditekankan dalam rangka pada penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Selengkapnya pasal tersebut menyebutkan: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah dan melakukan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Ketentuan dari Pasal 29 ayat 2 dan 3 diatas jika dicermati sangat erat kaitannya dengan keberadaan nasabah, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan selanjutnya yaitu pasal 29 ayat 4 . Ketentuan tersebut merupakan ekspresi dari undang-undang dalam melindungi kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya di bank. Secara lengkap Pasal 29 ayat 4 tersebut berbunyi : Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Jika dicermati lebih jauh, sebenarnya ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian ini juga terdapat dalam pasal 8, 10 dan 11 Undangundang No. 10 tahun 1998. Pasal 8 Undangundang perbankan menyebutkan: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan sayari’ah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisa mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dari ketentuan pasal-pasal dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undag No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan tidak satupun yang memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian. Undang-undang perbankan hanya menyebutkan tentang istilah ruang lingkupnya saja sebagaiman disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2, 3 dan 4. Dalam bagian akhir
ISSN: 2355-6358
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran … ayat 2 misalnya disebutkan bahwa bank wajib menjalankan usaha berdasarkan prinsip kehatihatian. Dengan pengertian bank wajib memelihara tentang tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Hal lain yang terkait dengan prinsip kehati-hatian adalah proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kegiatan bank. Untuk itu instutusi perbankan wajib dan menerapkan sistem pengawasan intern dan self regulation. Hal ini dimaksudkan agar dalam setiap pengambilan keputusan dan operasional bank harus senantiasa menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Terkait dengan prinsip kehati-hatian, hal menarik untuk diperhatikan adalah ketentuan Pasal 29 ayat 4 Undang-undang perbankan yang menyebutkan bahwa bank berkewajiban menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Penyedian informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan kualitas aset. Apabila informasi itu telah disediakan bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah, atau pembelian/penjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabah. B.
Prinsip Kehatian-hatian dalam Penyaluran Kredit Mengamati dunia perbankan saat ini, terlihat bahwa dalam operasionalnya bank cendrung mengabaikan prinsip kehatihatian (prudential banking) dengan sasaran mencapai volume kredit yang tinggi untuk mendapatkan profit semata (Johanes Ibrahim, 2004). Promosi yang dilakukan oleh bank untuk menarik minat konsumen pengguna jasa perbankan selama ini memperkuat kecendrungan seperti yang telah tadi disingung. Berbagai penawaran dan kemudahan dijanjikan bagi masyarakat untuk memperoleh kemudahan kredit baik berupa modal kerja, kredit investasi sampai pada kebutuhan konsumtif (Johanes Ibrahim, 2004).
17
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM Berangkat dari hal tersebut diatas, maka fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi semestinya tidak hanya mementingkan profit semata (profit oriented) melainkan bank harus mampu memberikan kenyamanan bagi nasabahnya yang mempercayakan dananya di bank. Hal ini menjadi penting karena bisnis perbankan merupakan bisnis yang modal utamanya adalah kepercayaan dari masyarakat. Transaksi perbankan di bidang perkreditan memberikan peran bagi bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debitur. bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit usaha kecil. Hubungan antara debitur dengan bank adalah merupakan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal di bidang perkreditan bertumpu pada kepercayaan atau lebih dikenal dengan perjanjian kredit (Johanes Ibrahim, 2004). Model hubungan interpersonal tersebut jika ditarik lebih jauh dapat dikualifikasi dalam dua bentuk relasi hukum. Pertama, hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan yang selanjutnya disebut perjanjian simpanan. Kedua, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur yang selanjutnya disebut perjanjian kredit bank (Tan Kamelo, 2006). Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa sumber dana perbankan yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan sepenuhnya dana milik bank sendiri, melainkan dana yang berasal dari masyarakat yang mempercayakan dananya di bank, maka dalam pemberian kredit sepatutnya bank harus memperhatikan prinsip kehati-hatian. Oleh karenanya sebelum menyalurkan kredit, bank wajib melakukan analisa yang akurat dan mendalam terhadap calon nasabah yang mengajukan permintaan kredit. Selain itu penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan, dokumentasi kredit yang lengkap dan akurat mutlak harus ada. Hal ini bukan berarti mempersulit nasabah, akan tetapi lebih mengarah kepada terjaminnya keselamatan dana yang telah disalurkan agar bisa dikembalikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian (Sutarno, 2005). Kredit yang dikelola dengan berpegang pada prinsip kehati-hatian akan menempatkan kualitas kredit yang Permorming Loan sehingga dapat memberikan pendapatan yang besar bagi bank. Untuk mencapai tujuan pengelolaan penyaluran kredit yang sehat dan menguntungkan maka sejak awal harus dilakukan analisa yang akurat dan untuk itu diperlukan seorang petugas di unit kerja
ISSN: 2355-6358
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran … pengelolaan kredit guna menghindari dan mengurangi kredit bermasalah (Mahmoedin, 2004). Oleh karena hidup matinya usaha suatu bank sangat tergantung dari keberhasilannya dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya, maka konsekwensi logisnya adalah bank (dalam hal ini pengelola perbankan) harus memahami mekanisme perkreditan, baik itu menyangkut pemahaman mereka tentang makna kredit, prinsip-prinsip penyaluran kredit yang prudent dan batas kewajaran penyaluran kredit. Dengan demikian suatu bank paling tidak bisa lebih selektif dalam memberikan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. 1) Pengertian dan Unsur-unsur Kredit Term kredit, telah lazim digunakan dalam praktek perbankan dalam pemberian berbagai fasilitas yang terkait dengan pinjaman (Johanes Ibrahim 2004). Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “Credere” yang berarti percaya atau “credo” atau “creditum” yang berarti saya percaya. Dari makna harpiahnya, dapat dikatakan hubungan antara kreditur (pihak yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disepakti bersama akan mampu mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan. Undang-undag perbankan menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mempunyai makna yang sama mengenai kredit. Istilah pertama adalah “kredit” sebagaimana yang selama ini akrab didengar, sedangkan yang kedua adalah “pembiayaan berdasarkan syari’ah”. Penggunaan kedua istilah tersebut sangat bergantung dari usaha yang dilakukan oleh bank. Istilah kredit sering digunakan oleh bank yang operasionalnya dijalankan secara konvensional, sedangkan pembiayaan dipakai oleh bank yang operasionalnya dijalankan berdasarkan konsep syari’ah. Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, istilah kredit disebutkan pada Pasal 1 angka 11 dan istilah pembiayaan berdasarkan syari’ah pada Pasal 1 angka 12. Pasal 1 angka 11 menyebutkan: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
18
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pasal 1 angka 12 menyebutkan: Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari pengertian yang diberikan oleh Undang-undang tersebut, perbedaan istilah kredit dan pembiayaan terletak pada kontraprestasi yang diberikan oleh peminjam dana (debitur) kepada bank sebagai pemberi pinjaman (kreditur) atas pemberian kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Pada bank yang menjalankan usaha berdasarkan non syari’ah kontraprestasi yang diberikan berupa bunga sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan syari’ah kontraprestasinya dapat berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama (Hasel Nogi Tangkilisan, 2003). Persoalan hukum yang muncul kemudian dari rumusan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 mengenai kredit adalah, apakah kata kredit dalam Undang-Undang Perbankan tersebut dapat diidentikkan dengan kata pinjam meminjam atau pinjam mengganti dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Dalam rumusan kredit yang tercantum pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kata pinjam meminjam merupakan elemen yang dikhususkan terjadi pada hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor, sehingga maknanya lebih sempit dari pengertian kredit. Terlepas dari persoalan tersebut diatas, secara umum dapat dikatakan bahwa unsur penting dalam pemberian kredit atau pembiayaan oleh perbankan adalah adanya saling percaya diantara kedua belah pihak. Pada umumnya, pada setiap perjanjian kredit akan ditekankan kewajiban pihak peminjam untuk memenuhi kewajibannya melunasi, mengembalikan, atau mengangsur utang pokoknya beserta bunga atau bagi hasil
ISSN: 2355-6358
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran … sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam kreditur, yaitu: 1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikannya pada waktu tertentu; 2. Waktu, adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya; jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana; 3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalannya; 4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan 2) Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Esensi kredit kalau dicermati sebenarnya sama saja, dalam arti penempatan atau penyaluran dana milik bank kepada para debiturnya, dan untuk itu diperlukan berbagai persyaratan. Adapun syarat-syarat penting yang lazim dan dianggap merepresentasikan kehatihatian bank dalam pemberian kredit di antaranya adalah jatuh tempo, pembayaran bunga (imbal jasa) dan persyaratan adanya jaminan (Gunarto, 2003). Untuk dimaklumi, pendapatan terbesar bank dalam menunjang keberlangsungan usahanya adalah dari pembayaran bunga yang disetor oleh nasabahnya. Dalam perspektif ekonomi, bunga adalah pengganti kerugian atas penundaan penikenikmatan dana dari pemilik dana atas keuntungan penggunaan dana. Pemberian kredit oleh pemilik dana adalah suatu penundaan penikmatan, dan dilain pihak merupakan percepatan
19
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM penikmatan dana bagi mereka yang berutang yang seharusnya baru pendapatan income dikemudian hari. Bagi dunia perbankan salah satu unsur dari pembentukan bunga sangat tergantung pada mekanisme pasar. Dalam praktek sering kali terjadi, karena pengaruh pasar dan persaingan antar bank pendapatan bunga tidak mampu menutupi biaya-biaya operasional yang dikeluarkan apalagi harus menutupi resiko akibat kegagalan debitur yang tidak mampu mengembalikan pinjaman. Menyadari kondisi tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No. 31/11/ UPPB tanggal 12 November 1998 tentang penyisihan penghapusan aktiva produktif yang berarti bank harus menyisihkan laba (jika ada) untuk mengantisipasi terjadinya kerugian sebagai akibat kegagalan debitur dalam mengembalikan pinjamannya. Dalam konteks ini fungsi pendapatan buga juga berfungsi menjaga eksistensi bank itu sendiri (self regultion). Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi bank untuk melaksanakan fungsi kehati-hatian dalam memilih calon debitur. Hal selanjutnya yang penting dalam perkreditan terkait dengan prinsip kehati-hatian sebagai mana amanat dari Undang-undag perbankan adalah penilaian permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah debitur. Penilaian terhadap penilaian permohonan kredit ini sangat tergantung dari jenisjenis kredit yang dimohonkan oleh calan debitur, sehingga dalam pemberian kredit, bank paling tidak bisa memprediksi tingkat risiko yang akan terjadi jika kredit tersebut dikabulkan. KESIMPULAN Asas kehati-hatian bank (Prudential Banking Principle) adalah suatu asas yang menyatakan bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengandung makna bahwa dalam setiap usahanya, bank diwajibkan untuk selalu berhati-hati, dalam arti bank harus tetap konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. Selanjutnya dalam peyaluran kredit hal penting yang tidak boleh diabaikan adalah
ISSN: 2355-6358
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran … adanya informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. SARAN Dengan melihat perkembangan industri perbankan saat ini, maka sebagai bahan rekomendasi dalam penelitian ini perlu dilakukan: Pihak pemerintah (sebagai regulator) bersama pihak-pihak terkait harus memperkuat penegakan hukum khususnya yang menyangkut industri perbankan, serta memperjelas tanggungjawab dari pihak-pihak terkait dalam rangka menindak bank-bank yang dalam prakteknya tidak konsisten dengan peraturan perundangan yang menagtur aktivitas industri perbankan. DAFTAR PUSTAKA Suhardi, Gunarto. Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Cet. 5, Yogyakarta, Kanisius, 2003, Rudjito, Kegunaan Penerapan Risk Managemen Untuk Perbankan, Jurnal Bisnis. Vol. 23, No 3 Tahun 2004. Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang Undang tahun 1998, Citra Adatya Bakti, Bandung, 1999. Djumhana,M. Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Gunarto Suhardi, Risiko Kriminalisasi Kredit Perbankan, Universitas Atma Jaya. Jakarta, Sutarno, Apek Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004. Hal 3 Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, cet. 2, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 2, Jakarta, Kencana Praneda Media Group, 2003, Ibrahim, Johanes. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Bandung, Mandar Maju, 2004 _______________ Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
20
Jurnal Ilmiah IKIP MATARAM
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran …
Cet 1, Bandung, Refika Aditama, 2004, Kamelo, Tan. “Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 2 September 2006, Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cet. 3, Bandung, Alfabeta, 2005, Mahmoeddin,H. As. Melacak Kredit Bermasalah : Kiat Mengenal dan Memahami Pengertian, Penyebab, Gejala, Akibat dan Dampak Serta Pencegahan Kredit Bermasalah Bagi Bangkir dan Nasabahnya, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2004, Tangkilisan, Hassel Nogi S. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Yogyakarta, Balairung, 2003,
ISSN: 2355-6358
21