BAB II PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM
A. Prinsip Kehati-Hatian Dalam Dunia Perbankan. 1. Prinsip Kehati-Hatian Sebagai Prinsip Utama Bank Dalam Memberikan Kredit. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan definisi tersebut diatas, di dalam suatu kredit terdapat unsurunsur sebagai berikut: a. Pemberian kredit atau kreditur yaitu bank. b. Penerima kredit atau debitur. c. Penyediaan uang. d. Perjanjian kredit yang merupakan aturan main dari hubungan ini. e. Jangka waktu pengembalian kredit. f. Bunga atas kredit yang dinikmati oleh debitur. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian
Universitas Sumatera Utara
secara seksama, mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dana dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap. Seluruh hal tersebut di atas bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Apabila kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi non performing loan (NPL / kredit bermasalah). Jumlah kredit NPL yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan bank yang bersangkutan. Melalui penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dinilai akan menurunkan kredit bermasalah (NPL). Selain itu, bank-bank yang memiliki NPL besar
saat
ini
terus
melakukan
restrukturisasi
untuk
menurunkan
kredit
bermasalahnya. Fakta membuktikan bahwa NPL Bank Mandiri pada tahun 2005 tercatat sebesar 26,7% atau meningkat sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,4%, sedangkan NPL Bank BNI pada tahun 2005 tercatat 14,4%. Untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah tersebut pada bank-bank BUMN membutuhkan waktu sekitar 3 sampai dengan 5 tahun mendatang. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
dalam memberikan kredit, harus mengikuti tahap-tahap yang tepat sehingga terhindar dari kredit bermasalah. 41 Salah satu indikator pencegah timbulnya kredit bermasalah adalah melalui penilaian faktor 5 P of Credit yaitu: 1. Person atau people yaitu penilaian pribadi dan kemampuan usaha dari calon nasabah. 2. Purpose yaitu penilaian tujuan dan sasaran penggunaan kredit. 3. Prospect yaitu penilaian masa depan usaha dan pendapatan yang diperoleh. 4. Payment yaitu penilaian kemampuan membayar kembali kredit. 5. Protection yaitu jaminan sebagai benteng terakhir untuk berlindung apabila kredit gagal. 42 Selain hal tersebut di atas, penilaian pencegahan 4 P dalam kredit dalam rangka pencegahan timbulnya kredit bermasalah juga dapat dilakukan yaitu: 1. Philosophy, bahwa setiap kredit diberikan berdasarkan unsur kepercayaan yang dimiliki oleh nasabah yang merupakan upaya saling menguntungkan dengan rasa adil karena pemberian kredit itu sendiri memiliki tujuan bersama sebagai mitra bisnis. 2. Policy, bahwa pemberian kredit merupakan suatu kebijaksanaan bisnis perbankan yang telah digariskan dan disepakati oleh petugas perbankan untuk dijalankan demi kesinambungan hidup perusahaan. 41 42
Avartara, http://avartara.com/risiko-risiko-perbankan/, diakses tanggal 31 Januari 2010. H.A.S. Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995),
hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
3. Procedures, bahwa setiap keteraturan memerlukan suatu acuan yang harus ditempuh
karena
setiap
penyimpangan
dari
prosedur
cenderung
akan
menimbulkan permasalahan bahkan kerugian 4. People, bahwa setiap orang yang ikut mengelola usaha perkreditan adalah tenaga atau karyawan yang berusaha bekerja penuh dedikasi dalam memberikan keuntungan bagi pemilik saham. Selain itu hal ini juga mengandung pengertian bahwa setiap karyawan mempunyai moral sebagai banker’s yang baik, berkemampuan dan berpengetahuan mengenai perkreditan. 43 Penilaian Faktor 3R dalam kredit atau 3 R of credit yang juga dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1. Returns yaitu penilaian penghasilan, apakah usaha yang akan dibiayai benarbenar suatu usaha yang memberikan hasil didasarkan pengalaman, kemampuan, pemasaran dan aspek lainnya. 2. Repayment Capacity yaitu penilaian kesanggupan membayar kembali kredit, apakah nasabah benar-benar memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit bank. Hal ini ditilik dari segi aliran kas, keuntungan yang diperoleh, watak yang dimiliki oleh nasabah. 3. Risk bearing ability yaitu penilaian kemampuan untuk menutup risiko yang mungkin timbul jika kredit menjadi macet. 44
43 44
Ibid, hlm. 27. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles). Dalam menerapkan prinsip ini bank wajib untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah. b. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengindentifikasi nasabah. c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah. d. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. 45 Prinsip pengenalan nasabah ini erat kaitannya dengan prinsip 5C’s of Credit yakni Character. Bank harus mengenal perilaku nasabahnya, karena berdasarkan perilaku nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah adalah gejala bermasalah. 46 Oleh karena begitu besarnya risiko yang dihadapi bank dalam pemberian kredit, maka prinsip mengenal nasabah ini harus diterapkan sebagai peringatan dini untuk terhindar dari kredit macet.
45
Katharina Melati Siagian, Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit, Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, (Medan: Sekolah Pascasarjana USU, 2006), hlm. 74. 46 Ibid, hlm. 75.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengawasan Dalam Pemberian Kredit. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 3 Tahun 2004 menyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank. Mengingat tugas yang diemban tersebut maka Bank Indonesia mempunyai langkah dan kewenangan tertentu sebagaimana diterapkan dalam undang-undang tersebut di atas. Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspek-aspek di dalam individual bank yang diharapkan dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. 47 Ada beberapa prinsip dalam melaksanakan pengawasan yakni: 1. Fungsi pengawasan kredit harus diawali dari upaya yang bersifat pencegahan sedini mungkin terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam perkreditan atau terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat. Dalam hal ini harus
47
Zulkarnain Sitompul (II), Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hlm. 218.
Universitas Sumatera Utara
tercermin dalam struktur pengendalian intern bank yang terkait dengan perkreditan. 2. Pengawasan kredit juga harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh manajemen bank atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau yang lazim dikenal dengan istilah pengawasan melekat. 3. Pengawasan kredit juga harus meliputi audit intern terhadap semua aspek perkreditan yang dilakukan oleh audit internal bank. 48 Pengawasan harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua objek pengawasan tanpa melakukan pengecualian yaitu: a. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan. b. Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu. Pengawasan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu bahkan harus dilakukan secara intensif. 49 Cakupan fungsi pengawasan kredit sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan bank, prosedur pemberian kredit dan ketentuan intern bank yang berlaku.
48 49
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Mengawasi pemberian kredit apakah telah memenuhi ketentuan perbankan yang berlaku. c. Memantau perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini mengenai penurunan kualitas kredit-kredit yang diperkirakan mengandung risiko bagi bank. d. Mengawasi apakah penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Melakukan pembinaan kepada debitur untuk mengarahkan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. f. Memantau dan mengawasi secara khusus kebenaran pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur tertentu apakah telah sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank. g. Memantau pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. h. Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit. 50 4. Penggunaan Rambu-Rambu Hukum. Persoalan kredit dapat dipahami dengan 3 pendekatan yaitu: a. Apakah kredit tersebut menjadi bermasalah karena risiko bisnis dan pengurusnya telah memenuhi kewajibannya dalam menjalankan prinsip duty of care dalam rangka pemberian kredit tersebut. Misalnya dalam keputusannya pemberian kredit tidak ada unsur kepentingan pribadi dan diputuskan berdasarkan informasi yang 50
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mereka percaya didasari oleh keadaan yang tepat dan secara rasional mempercayai bahwa keputusan itu dibuat untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan. Apabila demikian maka pengurus bank dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care berdasarkan business judgement rule dan mereka terhindar dari ancaman ganti rugi serta pidana. b. Apakah seluruh kredit yang disalurkan berdasarkan ketentuan memenuhi kriteria kredit macet telah dilaporkan sebagai kredit macet. Untuk memelihara kinerjanya, bank sering melakukan rekayasa agar kolektibilitas kreditnya terlihat baik. Aparat penegak hukum memang akan sulit melakukan penilaian karena hal ini merupakan teknis perbankan yang sangat spesifik sehingga membutuhkan bantuan dari Bank Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. c. Apakah kredit bermasalah tersebut tidak atau telah dibuka kepada publik mengingat bank wajib melaksanakan prinsip keterbukaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 51 Setelah krisis finansial perbankan yang membuat negara harus mengeluarkan banyak biaya untuk menyelamatkan sistem perbankan, perbaikan sistem sudah dicoba untuk dilakukan. Direksi bank harus menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebelum menduduki jabatan itu. Namun sistem baru itu tidak juga mampu menghasilkan bankir yang kredibel, penuh integritas dan sadar akan pentingnya prinsip kehatihatian. Ada yang mengatakan bahwa semua itu tidak bisa dilepaskan dari kesalahan
51
Bismar Nasution, Adakah Kecurangan di Bank Mandiri?, dimuat dalam Bisnis Indonesia, edisi 16 Mei 2005
Universitas Sumatera Utara
bankir semata. Penyalahgunaan fungsi perbankan masih terus terjadi karena lingkungan besar yang ada belumlah berubah. 52 Walaupun sekarang adalah zaman era reformasi dan demokrasi, tetapi perilaku dari orang-orangnya masih sama seperti dulu. Sebagian masih melihat aset negara sebagai aset yang bisa dipergunakan sesukanya. Mereka tidak bisa membedakan antara milik pribadi dan milik umum. Apalagi ketika mereka merasa dekat dengan kekuasaan. Mereka bisa melakukan apapun untuk kepentingan dirinya. Berbagai rekayasa dilakukan untuk memanfaatkan dana yang sebenarnya milik masyarakat dan milik negara. Bank-bank milik negara dianggap sebagai sapi perahan. Disinilah kadang bankir terjebak. Mereka ikut larut dalam kebiasaan lama, tanpa menyadari bahwa keadaan besarnya sudah berubah. Dengan adanya penyidikan terhadap orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran dalam pemberian kredit, banyak anggota direksi bank terutama bank pemerintah khawatir akan posisi mereka. Banyak diantara mereka yang merasa takut untuk menjalankan tugasnya menyalurkan kredit karena khawatir satu saat akan dipersalahkan dan dikenai tindakan hukum. 53 Sebenarnya ketakutan ini tidaklah beralasan. Para bankir seharusnya tidak perlu takut untuk menjalankan tugasnya sepanjang prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya itu ia terapkan dengan baik dengan mendalami seluruh aspek perkreditan dan kepatuhan terhadap kebijakan ataupun larangan pemberian kredit dalam kasus tertentu. Tidaklah mungkin seorang bankir dikenai tindakan hukum
52 53
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kalau tidak melakukan pelanggaran. Tidaklah mungkin seorang bankir dipersalahkan melakukan penyimpangan pemberian kredit sepanjang tidak bertindak sembrono dan melakukan kongkalikong (permufakatan jahat). 54 Para bankir seharusnya telah diberikan rambu-rambu untuk menjalankan tugasnya. Dalam profesi ini sebenarnya sudah digariskan batasan yang tegas mengenai apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kalau aturanaturan yang sudah baku itu dilanggar, sudah sepantasnya seorang bankir mempertanggungjawabkan kesalahannya. Penegakan hukum perlu dilakukan bukan karena tidak suka atau benci kepada profesi bankir, tetapi karena kepercayaan terhadap sistem perbankan itu penting untuk dijaga. Mereka yang terbukti bersalah menyalahgunakan wewenangnya sebagai bankir harus dihukum agar memberikan efek dan membuat orang lain tidak berani lagi untuk bermain-main dengan perbankan. 55 5. Pembuatan Kebijakan Perkreditan. Dalam rangka menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat, setiap bank diwajibkan mempunyai kebijakan perkreditan bank, dimana kebijakan ini dapat berbeda antara satu bank dengan bank lainnya tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya, karena selama ini bank bebas untuk menetapkan sendiri kebijakan perkreditannya. Kebijakan ini harus dibuat secara tertulis dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia
54 55
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Dalam setiap Kebijaksanaan Perkreditan Bank dimuat dan ditetapkan secara jelas dan tegas adanya prinsip kehati-hatian yang sekurang-kurangnya meliputi kebijaksanaan pokok dalam perkreditan, tata cara penilaian kualitas kredit dan profesionalisme serta integritas pejabat perkreditan. Dalam Kebijaksanaan Perkreditan Bank juga harus diterapkan beberapa hal antara lain: 1. Pokok-pokok pengaturan mengenai tata cara pemberian kredit yang sehat. a. Prosedur perkreditan yang sehat, termasuk prosedur persetujuan kredit, prosedur dokumentasi dan administrasi kredit serta prosedur pengawasan kredit. b. Kredit yang perlu mendapat perhatian khusus. c. Perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunganya dikapitalisasi. d. Prosedur penyelesaian kredit bermasalah dan prosedur penghapusbukuan kredit macet serta tata cara pelaporan kredit macet. e. Tata cara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai oleh bank yang diperoleh dari hasil penyelesaian kredit. 56 2. Pokok-pokok pengaturan pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur tertentu.
56
Lihat Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB).
Universitas Sumatera Utara
a. Batasan jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank sendiri kepada pihak-pihak tersebut di atas dalam angka prosentase terhadap jumlah keseluruhan kredit dan jumlah modal bank berdasarkan perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bank. b. Tata cara penyediaan kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas yang akan disindikasikan, dikonsorsiumkan dan dibagi risikonya dengan bank-bank lain. c. Persyaratan kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas khususnya mengenai perbandingan suku bunga kredit dengan yang ditetapkan terhadap debiturdebitur lainnya serta bentuk dan jenis agunan. d. Kebijaksanaan bank dalam pemberian kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas dalam kaitannya dengan ketentuan perkreditan khususnya Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK). 57 3. Kredit yang mengandung risiko kredit yang tinggi, serta 4. Kredit yang perlu dihindari. a. Kredit untuk tujuan spekulasi. b. Kredit yang diberikan tanpa informasi keuangan yang cukup, dengan catatan bahwa informasi untuk kredit-kredit kecil dapat disesuaikan seperlunya oleh bank. c. Kredit yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh bank.
57
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
d. Kredit kepada debitur bermasalah dan atau macet pada bank lain. 58 6. Akibat Tidak Dilaksanakannya Prinsip Kehati-hatian. Pemberitaan yang gencar dari berbagai media massa terkait dengan terkuaknya kasus dugaan kredit macet / kredit bermasalah di bank-bank milik pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyudutkan posisi bank BUMN dan para bankirnya pada situasi yang sulit. Apalagi dengan ditahannya beberapa mantan direksi bank BUMN oleh aparat penegak hukum. Bagi Bank BNI dan Bank Mandiri, adanya berita kredit bermasalah tentu telah menimbulkan implikasi kurang baik bagi keduanya. Beberapa debitur berkualitas bagus mulai pindah ke bank lain. Disinyalir debitur yang pindah khawatir jangan-jangan kredit mereka hanya menunggu giliran untuk diungkap di media massa oleh pemeriksa 59 Begitu gencarnya pemberitaan yang kurang menguntungkan bagi kedua bank sampaisampai tidak memikirkan pengembangan bisnis karena waktunya tersita habis untuk urusan kredit macet dengan pihak pemeriksa. Berbagai solusi penyelesaian kredit bermasalah telah dicoba. Salah satu upayanya adalah dengan menyerahkan penagihan kredit macet ke Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), dan menjual agunan kredit secara lelang. 60 Hasil penagihan dan penjualan lelang agunan akan menjadi hak bank dan sebagian menjadi hak DJPLN sebagai imbalan jasa penagihan. Pemberitaan itu tersebut di atas secara langsung telah menurunkan citra dan kredibilitas bank BUMN di mata publik juga di mata dunia perbankan internasional 58
Ibid. Kompas, edisi Selasa 14 Maret 2006. 60 Kompas, edisi Selasa 29 November 2005. 59
Universitas Sumatera Utara
karena sebagian bank BUMN memiliki jaringan di luar negeri. Selain itu anjloknya citra bank BUMN telah meningkatkan tingkat risiko reputasi pada bank-bank tersebut. Akibat lainnya adalah muncul kekhawatiran bank BUMN dalam melakukan pembiayaan ke sektor riil dan muncul pula kekhawatiran di sebagian kalangan pelaku usaha untuk berhubungan dengan bank BUMN, karena mereka harus segera melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan citra dan kredibilitas di mata masyarakat melalui serangkaian kegiatan public relation dan mereka juga harus mengembalikan kepercayaan dan dukungan masyarakat dalam dan luar negeri serta memunculkan kepercayaan diri agar muncul keberanian dalam melakukan penyaluran kredit, karena semenjak terkuaknya kasus kredit macet, tidak sedikit proposal kredit yang ditolak bank BUMN. Jika tidak ditangani dengan baik, maka kredit bermasalah merupakan sumber kerugian yang sangat potensial bagi bank. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang sistematis dan berkelanjutan, karena akibat dari kredit bermasalah adalah menjadi biaya yang menjadi beban dan kerugian bagi bank. Usaha-usaha ini harus dilakukan oleh bank BUMN agar nasabahnya tetap setia dan tidak pindah ke bank non BUMN karena nasabah ketakutan kredit mereka tiba-tiba macet kemudian diproses secara hukum sehingga kredibilitas mereka turun di mata masyarakat dan sesama pelaku usaha. Kekhawatiran bank BUMN dan nasabah bank BUMN tersebut dilandasi pemikiran bahwa jika kredit bermasalah, maka akan dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena telah terjadi kerugian negara. Dalam hal munculnya kasus kredit macet di bank BUMN berpotensi adanya unsur pidananya, makanya hal ini memberatkan bank BUMN, bankir dan juga
Universitas Sumatera Utara
debitur. Penahanan terhadap bankir bank BUMN seolah-olah memposisikan bankirbankir tersebut seperti pejabat negara, yang mengelola keuangan dan bukan sebagai eksekutif dan profesional murni yang bertugas di bidang perbankan karena pertanggungjawaban dilakukan melalui pendekatan hukum. Padahal setiap kredit tentu mengandung risiko, sama halnya dengan bisnis pada umumnya. Itulah sebabnya setiap kredit harus diberi cadangan. Sepanjang cadangan cukup, persoalan kredit macet tidak akan membahayakan bank. Namun jika ada unsur korupsi secara pribadi, sudah selayaknya hukum yang berbicara. 61 Setiap kredit macet (bad debt) merupakan kredit bermasalah (non performing loan), tetapi setiap kredit bermasalah belum tentu kredit macet, karena mungkin saja kredit tersebut bermasalah, tetapi sama sekali belum macet. 62 Pada saat terjadi kredit bermasalah, kerugian itu mungkin baru pada taraf potensi, belum tentu menjadi realitas. Bank dapat melakukan restrukturisasi dalam rangka menyehatkan kredit tersebut agar menjadi lancar kembali. Secara umum, kredit bermasalah adalah kredit yang dapat menimbulkan persoalan, bukan hanya terhadap bank selaku lembaga pemberi kredit, tetapi juga terhadap nasabah penerima kredit, karena itu bagaimanapun juga kredit ini harus diselesaikan dengan berbagai cara. Jika kredit tersebut menjadi macet, maka secara tidak langsung juga akan merugikan masyarakat pemilik dana.
61 62
InfoBank Nomor 317, Agustus 2005. H.A.S. Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004),
hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
Kredit bermasalah bagaimanapun juga akan berdampak negatif baik secara mikro (bagi bank itu sendiri dan nasabah) maupun secara makro (sistem perbankan dan perekonomian negara). Terhadap bank, kredit bermasalah akan mengancam bank menjadi tidak likuid. Jika bank tidak likuid maka dapat mengurangi kepercayaan kepada pemilik dana, selain itu solvabilitas bank juga akan berkurang dan juga mengganggu kesehatan bank. Terhadap sistem perbankan dapat merusak kredibilitas bank nasional di mata dunia internasional, yang pada gilirannya merusak sistem keuangan nasional dimata perdagangan internasional, yang pada akhirnya juga menghambat kelancaran perkembangan ekonomi. 63 Kata ”masalah” berarti adanya suatu kesulitan yang memerlukan pemecahan, atau suatu kendala yang mengganggu pencapaian tujuan atau kinerja optimal. Masalah itu dapat juga merupakan suatu penyimpangan atau ketidakserasian antara keharusan dan kenyataan. Inti dari rumusan masalah yang harus memperoleh jawaban adalah memperbaiki kesalahan jika memang ada yang dijumpai dan menghilangkan kendala bila memang ada kendala yang ditemukan. 64 Kredit bermasalah adalah salah satu dari lima masalah besar yang dihadapi perbankan nasional. Masalah-masalah yang lain adalah: 1. Pelanggaran batas maksimum pemberian kredit. 2. Kelangkaan sumber daya manusia. 3. Pembobolan bank oleh pelaku kejahatan perbankan.
63 64
Ibid. Ibid, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
4. Perang tarif antar bank yang menimbulkan persaingan tidak sehat. 65 Munir Fuady berpendapat bahwa sebelum dilakukan upaya-upaya hukum lainnya dalam hal penagihan kredit macet, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu apa yang disebut restrukturisasi, reconditioning atau rescheduling terhadap kredit yang bermasalah. Bahkan bila mungkin bank lebih aktif, misalnya ikut memiliki saham, membenahi manajemen atau merestrukturisasi bisnis atau perusahaan debitur. Usaha merstrukturisasi hutang dengan atau tanpa restrukturisasi perusahaan / bisnis apabila mungkin, akan jauh lebih baik ketimbang upaya hukum lain, seperti penyitaan asset / jaminan atau beracara ke pengadilan. Sebab hal tersebut dapat menjaga reputasi bank dan debitur, disamping memberi kesempatan kepada debitur untuk tetap menjalankan bisnisnya dengan guidance secukupnya sehingga diharapkan kreditnya akan terbayar kelak. Untuk melaksanakan hal tersebut, jika tenaga domestik tidak memadai, bank dapat meminta bantuan konsultan internasional. Apabila upaya ini masih tidak mungkin untuk dijalankan, atau setelah dijalankan masih tidak berhasil baru ditempuh langlah-langkah lain. Yang harus diingat bahwa bank tidak dibenarkan terlibat langsung dalam manajemen perusahaan debitur. 66
65 66
Ibid. Munir Fuady (I), Op Cit, hlm. 81.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaturan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Setiap tahapan proses pemberian kredit, harus senantiasa dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian tersebut tercermin dalam kebijakan pokok perkreditan, tata cara penilaian kualitas, profesionalisme dan integritas pejabat perkreditan bisnis mikro. 67 1. Kebijakan Pokok Dalam Perkreditan. Kebijakan pokok dalam perkreditan bisnis mikro meliputi pokok-pokok pengaturan mengenai tata cara pemberian kredit yang sehat, yaitu: a. Pokok-pokok Pengaturan mengenai Tatacara Pemberian Kredit Bisnis Mikro. 1) Prinsip utama dalam mengelola risiko kredit. Dalam rangka mempertahankan portofolio kredit yang sehat, maka risiko kredit BRI harus dikelola dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a) Pemisahan pejabat kredit. Berdasarkan bidang tugasnya, pejabat kredit dibedakan menjadi pejabat kredit bidang Relationship Management (RM) yang bertanggung-jawab atas credit relationship dan upaya pengembalian performing loan serta pejabat kredit bidang Credit Risk Management (CRM) yang bertanggung jawab atas pengendalian risiko kredit, manajemen portofolio kredit dan pengelolaan kredit bermasalah. 68
67
Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.39DIR/ADK/02/2007 Tanggal 14 Februari 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 68 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b) Penerapan Four Eyes Principle. Four Eyes Principle adalah suatu prinsip dalam pelaksanaan kewenangan kredit (memutus kredit) yang harus dilakukan bersama-sama oleh minimal 2 (dua) pejabat kredit lini, yang salah satu atau kedua-duanya mempunyai kewenangan yang cukup, baik dilaksanakan dengan cara simetri maupun asimetri. Pelaksanaan secara simetri yaitu putusan kredit yang dilakukan secara bersama-sama oleh pejabat kredit lini jajaran RM dan pejabat kredit lini jajaran CRM yang salah satu atau keduaduanya memiliki limit kewenangan kredit yang cukup. Pelaksanaan asimetri yaitu putusan kredit yang dilakukan secara bersama-sama oleh 2 (dua) pejabat kredit lini jajaran RM atau jajaran CRM, dimana salah satu atau kedua-duanya memiliki limit kewenangan kredit yang cukup. 69 c) Penerapan Risk Scoring System Setiap bisnis harus menerapkan standar penilaian risiko yang baku. Skor risiko yang baku tersebut memberikan dasar untuk perhitungan biaya risiko serta untuk perencanaan dan menajemen portofolio. 70 d) Pemisahan Pengelolaan Kredit Bermasalah (KL, D dan M) Kredit yang telah masuk dalam kategori kredit bermasalah, pengelolaannya harus dipindahkan dari jajaran Relationship Management kepada jajaran Credit Risk Management atau petugas di jajaran RM yang ditunjuk untuk menangani kredit
69
Ibid. Bandingkan dengan Bab I Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.65-DIR/ADK/10/2003 Tanggal 31 Oktober 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 70 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bermasalah. Dalam hal jajaran CRM telah menerima pelimpahan pengelolaan NPL, maka tanggung jawab pengelolaan pinjaman atau pembiayaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab jajaran CRM. Pelaksanaan prinsip-prinsip dalam mengelola risiko kredit tersebut di atas diatur tersendiri dengan menyesuaikan karakterisitik bisnis yang ada di BRI Unit yaitu antara lain: (1) Struktur organisasi di BRI Unit yang kecil dan sederhana serta terbatasnya pejabat kredit dalam proses pemberian kredit. (2) Fasilitas pembiayaan usaha mikro memerlukan pendekatan spesifik dalam hal pelayanan administrasi dan operasional. 71 Maka penerapan prinsip-prinsip pengelolaan risiko kredit di jajaran BRI Unit adalah sebagai berikut: (1) Pemisahan fungsi RM dan CRM: Fungsi CRM bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan, menetapkan parameter scoring system dan alat / metode analisis. Fungsi RM bertanggung jawab untuk melaksanakan bisnis. (2) Penerapan konsep Four Eyes Principle. Dalam proses putusan produk kredit BRI kepada UMKM berupa Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) di BRI Unit dilaksanakan dengan melibatkan sekurangkurangnya 2 (dua) orang pejabat kredit lini bidang RM, yang berfungsi sebagai Pejabat Pemrakarsa dan Pejabat Pemutus.
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(3) Penerapan Risk Scoring System akan dilaksanakan secara bertahap di BRI Unit dengan ketentuan tersendiri. (4) Pengelolaan Kredit Performing maupun Kredit Bermasalah (Non Performing) di BRI Unit dilaksanakan oleh pejabat kredit lini bidang RM. 72 2) Prosedur pemberian Kupedes yang sehat, adalah proses pemberian kredit yang harus meliputi tahapan sebagai berikut: a) Penetapan Pasar Sasaran (PS). Pasar Sasaran (PS) didefinisikan sebagai sekelompok debitur dalam suatu industri, segmen ekonomi, pasar atau suatu daerah geografis, yang memiliki ciri-ciri tertentu yang diinginkan dan dipandang perlu untuk pengalokasian usaha dan biaya pemasaran dalam mencari peluang-peluang bisnis baru atau perluasan bisnis. 73 b) Penetapan Kriteria Risiko yang dapat Diterima (KRD). Kriteria Risiko yang Dapat Diterima (KRD) adalah kriteria-kriteria risiko yang dipilih dan dapat diterima bisnis Mikro untuk setiap pasar sasaran yang telah ditetapkan. Mengingat karakteristik bisnis mikro, maka KRD Bisnis Mikro ditetapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro (PPK-BM) ini, yaitu sebagai berikut: (1) KRD Untuk Kupedes usaha: (a) Kemampuan membayar kembali (Repayment Capacity / RPC). (b) Mempunyai pengalaman mengelola usaha.
72
Ibid. Bandingkan dengan Bab III Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.26-DIR/ADK/06/2007 Tanggal 16 Juni 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Ritel PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 73 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(c) Mempunyai prospek bisnis sektor yang dilayani. (d) Mempunyai pasar untuk produk yang dihasilkan. 74 (2) KRD untuk Kupedes golongan berpenghasilan tetap: (a) Kemampuan membayar kembali (Repayment Capacity / RPC) dari gaji / penghasilan tetap yang bersangkutan. (b) Ada kerjasama dengan instansi pemerintah / BUMN / perusahaan swasta. (c) Kesanggupan bendaharawan/juru bayar gaji instansi ybs. untuk memotong gaji dan menyetorkannya ke BRI. (d) Kesanggupan tertulis dari calon debitur / debitur untuk memberikan kuasa pemotongan gaji. (e) Calon debitur/debitur merupakan Pegawai Tetap pada instansi yang bersangkutan. 75 Pelayanan Kupedes diluar KRD hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin prinsip dari Direktur ADK dan ARK. Dalam rangka untuk mempercepat pelayanan kredit, maka kewenangan memutus pelayanan Kupedes diluar KRD dapat didelegasikan kepada Pemimpin Wilayah BRI. 76 c) Pembatasan Ekspansi Kupedes. Sebagaimana diketahui bahwa sampai dengan saat ini kredit bermasalah menjadi faktor utama penyebab kegagalan Bank. Kredit bermasalah tidak saja 74
Ibid. Bandingkan dengan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.59-DIR/ADK/05/2007 Tanggal 15 Mei 2007 Tentang Penetapan Pasar Sasaran (PS) Dan Kriteria Risiko Yang Dapat Diterima (KRD) Bisnis Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 75 Ibid. 76 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
berdampak pada penurunan profitabilitas, tetapi juga menyebabkan biaya modal semakin tinggi sehingga Bank semakin tidak kompetitif. Untuk menghindari kredit bermasalah yang tidak terkendali, salah satu sarana yang digunakan yaitu dengan menetapkan batasan tingkat tunggakan dengan indikator Ratio KBK dan KPK. Namun demikian dengan mempertimbangkan karakteristik portofolio Kupedes yang terdiri dari segmentasi yang relatif homogen, dan eksposur individual yang kecil dengan jumlah debitur yang sangat banyak, penerapan indikator KBK dan KPK untuk sementara dikaitkan dengan penggunaan PDWK. 77 d) Proses Pemberian Putusan Kupedes: Rangkaian proses pemberian putusan Kupedes di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Prakarsa dan Permohonan Kupedes. (2) Analisa dan Evaluasi Kupedes. (3) Negosiasi Kupedes. (4) Penetapan Tipe dan Struktur Kupedes. (5) Rekomendasi. (6) Kelengkapan Paket Kupedes. (7) Pemberian Putusan Kupedes. 78 Seluruh proses pemberian putusan kredit tersebut di atas harus berpedoman pada ketentuan umum dan syarat calon debitur yaitu sebagai berikut:
77 78
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(1) Sasaran Kupedes. (a) Golongan Pengusaha yaitu semua pengusaha yang bergerak di berbagai sektor ekonomi yang ada dalam wilayah kerja BRI Unit, yang usahanya benar-benar layak untuk diberikan Kupedes. 79 (b) Golongan Berpenghasilan Tetap, antara lain: (ba) Semua Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.6 Tahun 1974 Bab I Pasal 1. (bb) Pegawai / karyawan tetap dari perusahaan swasta. (bc) Pensiunan dari pegawai / pekerja golongan berpenghasilan tetap tersebut di atas. (bd) Pensiunan karyawan swasta yang instansinya mempunyai YDP, atau pensiunan pegawai lainnya yang menerima pensiun secara tetap dari perusahaan asuransi atau perusahaan dana pensiun yang didirikan sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan. (be) Suami / istri pekerja BRI yang menjadi pegawai atau pensiunan dari butir tersebut di atas. 80 (2) Jenis Kupedes. Berdasarkan tujuan penggunaannya, Kupedes dapat dibagi dalam empat jenis yaitu:
79 80
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(a) Kupedes Modal Kerja (Eksploitasi) Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur/calon debitur untuk membiayai modal kerja yang bersangkutan. (b) Kupedes Investasi Merupakan kredit kepada debitur atau calon debitur untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan guna rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau pendirian usaha baru. (c) Kupedes Pengganti Modal Kerja Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur pengusaha untuk mengganti modal kerja debitur, dimana usaha debitur tersebut menghasilkan laba (free cash flow) yang baik, tetapi aset usaha dari periode ke periode tidak tumbuh secara signifikan karena penggunaan laba (free cash flow) dilakukan untuk membeli aset-aset lain seperti : rumah, tanah, atau pembiayaan lainnya yang bersifat pribadi (untuk biaya pendidikan anak, biaya pernikahan, dll). (d) Kupedes Golongan berpenghasilan tetap. Merupakan kredit yang diberikan kepada debitur atau calon debitur golongan berpenghasilan tetap, baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Tujuan penggunaan produktif adalah untuk membiayai kegiatan usaha produktif dari debitur yang bersangkutan, baik dalam bentuk modal kerja maupun investasi. Tujuan penggunaan konsumtif adalah pemberian kredit untuk keperluan konsumtif dengan cara membeli,
Universitas Sumatera Utara
menyewa atau dengan cara lain (tidak untuk keperluan modal kerja atau investasi). Penetapan jenis Kupedes usaha (Modal Kerja, Investasi dan Pengganti Modal kerja) dan Golbertap tersebut didasarkan pada tujuan penggunaan kreditnya. 81 (3) Ketentuan Kupedes (a) Besar Plafond. (aa) Besarnya plafond Kupedes untuk membiayai usaha termasuk pengganti modal kerja (refinancing) yang dapat diberikan kepada debitur maksimal sebesar Rp 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah). (ab) Besarnya plafond Kupedes dengan jaminan fully cash collateral yang dapat diberikan diatur dalam ketentuan tersendiri. (ac) Besarnya plafond Kupedes yang dapat diberikan per debitur untuk golongan pengusaha tergantung kepada kebutuhan riil dan hasil penilaian kelayakan usaha calon debitur tersebut, maksimum sebesar ketentuan plafond Kupedes usaha. (ad) Kepada seorang debitur usaha, selain dapat diberikan fasilitas kupedes Modal Kerja dapat juga diberikan fasilitas Kupedes Investasi baik dalam waktu bersamaan maupun dalam waktu yang berlainan, sepanjang jumlah plafond Kupedes yang menjadi risiko BRI saat ini untuk seluruh Kupedes tersebut tidak melebihi Rp 81
Ibid. Bandingkan dengan Bab II Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.26-DIR/ADK/06/2007 Tanggal 16 Juni 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Ritel PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Universitas Sumatera Utara
100.000.000,00 (Seratus juta rupiah) dan repayment capacity dari debitur / calon debitur mencukupi seluruh kewajiban akumulatif. (ae) Kepada seorang debitur / calon debitur usaha, dapat diberikan fasilitas Kupedes Modal Kerja dan atau Investasi lebih dari 1 (satu) rekening pada waktu yang berbeda sepanjang jumlah plafond yang telah menjadi risiko BRI saat ini untuk seluruh Kupedes tersebut tidak melebihi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan repayment capacity dari debitur / calon debitur mencukupi seluruh kewajiban akumulatif. (af) Kupedes Golongan berpenghasilan tetap, besarnya plafond kupedes yang dapat diberikan kepada golongan berpenghasilan tetap sesuai RPC penghasilan tetapnya, dan untuk selanjutnya diatur dengan ketentuan tersendiri. 82 (b) Tingkat Suku Bunga Penetapan suku bunga kupedes ditetapkan berdasarkan flate rate system yaitu bunga dihitung berdasarkan plafond kredit mula-mula dan dibebankan sepanjang jangka waktu kredit, dengan besaran tingkat suku bunga
82
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku.
Tidak
menutup
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan dimasa yang akan datang perhitungan bunga kredit dilaksanakan dengan sistem perhitungan bunga lainnya. 83 (4) Agunan (a) Golongan Pengusaha. Pada prinsipnya bagi golongan pengusaha yang menjadi calon debitur Kupedes dipersyaratkan untuk dapat menyediakan agunan yang nilainya harus meng-cover seluruh jumlah pinjamannya (pokok dan bunga). Agunan ditinjau dari sifat barang atau bendanya, dapat dibedakan sebagai berikut:
Tabel.3 Klasifikasi Agunan Kredit Untuk Debitur Berbasis UMKM.
Benda Bergerak
Benda Bergerak Berwujud
Benda Bergerak
a. Kendaraan bermotor, baik yang ada di darat, laut, sungai maupun di danau dengan bukti pemilikannya berupa BPKB (untuk yang di darat) dan Surat Keterangan dari Kepala Desa (untuk yang di air) dan atau dari instansi yang berwenang. b. Persediaan barang dagangan. c. Mesin-mesin, dengan bukti pemilikannya berupa faktur atau kuitansi pembelian. d. Inventaris atau perabot, dengan bukti pemilikan berupa faktur atau kuitansi pembelian atau Surat Keterangan dari Kepala Desa apabila kuitansi pembeliannya sudah tidak ada lagi / hilang. e. Perhiasan (emas), dengan bukti permilikannya berupa faktur atau kuitansi pembelian. a. Deposito berjangka BRI, dengan bukti bilyet Deposito atas nama pemohon pinjaman di Unit Kerja BRI.
83
Ibid. Bandingkan dengan Bab III Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.26-DIR/ADK/06/2007 Tanggal 16 Juni 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Ritel PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Universitas Sumatera Utara
Tak Berwujud
Tanah
Benda Tidak Bergerak
Bangunan
Sumber
b. Tabungan atas nama pemohon fasilitas kredit, dengan bukti pemilikan berupa buku tabungan di BRI Unit yang bersangkutan. c. Gaji atau upah. d. Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Surat Penunjukan Tempat Usaha (SPTU), dan lainnya yang sejenis. a. Tanah hak milik, dengan bukti pemilikan berupa Sertifikat Hak Milik. b. Tanah Hak Guna Bangunan, dengan bukti pemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). c. Tanah Hak Guna Usaha, dengan bukti pemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). d. Tanah Hak Pakai atas tanah negara dengan bukti pemilikan berupa Sertifikat Hak Pakai. e. Tanah dengan bukti kepemilikan bukan sertifikat, antara lain : Girik, Petok D, Letter C dan lain-lain. a. Bangunan di atas tanah bukan milik Debitur, dengan bukti surat berupa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk daerah perkotaan, atau Surat Keterangan Pemilikan dari Kepala Desa/Lurah. b. Bangunan di atas tanah milik Debitur sendiri, dibuktikan dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau Surat Keterangan Pemilikan Bangunan dari Kepala Desa / Lurah.
: Surat Keputusan Direksi BRI Nokep: S.39-DIR/ADK/02/2007 Tanggal 14 Februari 2007, Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
(b) Golongan Berpenghasilan Tetap. Jaminan utama Kupedes bagi golongan berpenghasilan tetap adalah gaji atau pensiun pemohon fasilitas kredit. Kepada golongan berpenghasilan tetap yang diberikan kredit untuk memenuhi kebutuhan usaha produktif, dapat dimintakan agunan tambahan berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud. 84
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(5) Syarat-syarat untuk calon debitur. (a) Golongan pengusaha. (aa) Berkarakter baik dan mempunyai usaha yang layak untuk dibiayai dengan Kupedes. (ab) Domisili di wilayah kerja BRI Unit setempat yang dibuktikan dengan keterangan sebagai penduduk dari Kepala Desa / Lurah atau Kartu Tanda Penduduk (KTP). Khusus untuk calon debitur Kupedes tertentu dimungkinkan untuk dilayani oleh BRI Unit diluar domisili debitur yang bersangkutan, setelah mendapat putusan ijin prinsip dari Kanca / Kanwil / Kanpus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (ac) Kupedes dengan plafond tertentu, dimungkinkan pelayanannya berdasarkan tempat usaha (bukan domisili tempat tinggal debitur). Besaran plafond tertentu diatur dengan ketentuan tersendiri. (ad) Mempunyai Surat Perijinan Usaha (SIUP, TDP, dan sejenisnya) atau Surat Keterangan Usaha dari Kepala Desa / Lurah. Bagi calon debitur yang tidak mempunyai Surat Perijinan Usaha (SIUP, TDP dan sejenisnya). Untuk debitur yang sudah mempunyai surat ijin usaha, cukup menyerahkan copy surat ijin usaha tersebut. (ae) Untuk Kupedes dengan plafond tertentu, dapat tidak menggunakan surat keterangan usaha dari pejabat yang berwenang atau Kepala Desa / Lurah, sesuai judgement Pemimpin Cabang.
Universitas Sumatera Utara
(af) Pemohon fasilitas kredit tidak sedang menikmati kredit di Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu atau di BRI Unit lain. (ag) Dapat menyediakan agunan kebendaan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. (ah) Wajib
membuka
rekening
tabungan
di
BRI
Unit
yang
bersangkutan. 85 (b) Golongan berpenghasilan tetap. (ba) Domisili kantor pemohon fasilitas kredit atau tempat pemotongan gaji atau pensiun, berada pada wilayah kerja BRI Unit yang bersangkutan. (bb) Pemohon fasilitas kredit tidak sedang menikmati kredit di Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu atau di BRI Unit lainnya. (bc) Menyerahkan asli Surat Keputusan (SK) pengangkatan pekerja tetap dan atau SK pengangkatan pekerja yang pertama serta asli SK penetapan pangkat pekerja yang terakhir, atau asli SK pensiun bagi yang berstatus pensiunan. (bd) Menyerahkan daftar perincian gaji atau pensiun karyawan yang bersangkutan dan telah disyahkan oleh kepala kantor, unit kerja, instansi, pimpinan perusahaan atau kantor pensiun instansi yang bersangkutan.
85
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
(be) Ada rekomendasi dari kepala kantor, unit kerja instansi, pimpinan perusahaan, yang menyatakan bahwa pemohon fasilitas kredit benarbenar pekerja tetap di Instansi yang dipimpinnya, serta benar-benar akan mengajukan kredit di BRI Unit setempat. Untuk itu kepala kantor / unit kerja instansi tersebut bersedia membantu / menagih menyelesaikan hutang pekerja yang bersangkutan pada BRI apabila terjadi wanprestasi dikemudian hari. (bf) Memberi kuasa memotong gaji kepada bendaharawan tempat gaji pemohon fasilitas kredit dibayarkan setiap bulannya. (bg) Surat keterangan kesanggupan dari Bendaharawan gaji / juru bayar gaji untuk memotong gaji pegawai yang bersangkutan dan menyetorkannya ke BRI. (ab) Wajib membuka rekening tabungan di BRI Unit yang bersangkutan. (ac) Menyerahkan keterangan lain yang diperlukan. 86 3) Restrukturisasi dan Penyelesaian Kupedes bermasalah. Terhadap Kupedes bermasalah dapat dilakukan tindakan restrukturisasi dan penyelesaian melalui tahapan sbb : a) Prakarsa untuk melakukan restrukturisasi atau penyelesaian kredit. b) Negosiasi dengan debitur yang didokumentasikan. c) Analisis dan evaluasi. d) Putusan restrukturisasi atau penyelesaian kredit. 86
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
e) Perjanjian Kredit. f) Dokumentasi restrukturisasi atau penyelesaian kredit. g) Pembinaan dan Pengawasan. 87 Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan dengan cara antara lain: a) Penyelesaian secara damai yaitu melalui pemberian keringanan bunga dan atau penjualan agunan. b) Penyelesaian melalui saluran hukum yaitu melalui Pengadilan Negeri (PN) dan atau Tuntutan kepailitan melalui Pengadilan Niaga. c) Penyelesaian kredit dengan bantuan pihak ke III yaitu melalui bantuan dari Kejaksaan dan atau pengajuan klaim kepada Perusahaan Asuransi (Jiwa, Kredit dan Kerugian). 88 4) Prosedur Penghapusbukuan Kupedes a) Dalam hal terdapat Kupedes bermasalah, maka pejabat kredit lini di BRI Unit harus mengupayakan semaksimal mungkin penyelesaian Kupedes bermasalah tersebut. Namun demikian, apabila umur tunggakan telah melampaui 270 hari atau
sesuai
ketentuan
yang
berlaku,
maka
pinjaman
tersebut
harus
dihapusbukukan. Untuk selanjutnya jumlah nilai seluruh kredit yang telah dihapusbukukan dilaporkan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris dan dipertanggungjawabkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
87
Ibid. Ibid. Bandingkan dengan Bab V Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.26-DIR/ADK/06/2007 Tanggal 16 Juni 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Ritel PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 88
Universitas Sumatera Utara
b) Pengelolaan Kupedes yang dihapusbukukan (administrasi, dokumentasi dan penagihan) dilakukan secara khusus dan tertib. 89 5) Prosedur penghentian penagihan Setelah dilakukan segala upaya penyelesaian terhadap Kupedes yang telah dihapusbukukan, maka Direksi dapat menyatakan penghentian penagihan setelah mendapat persetujuan tertulis dari RUPS. 90 b. Sektor Ekonomi, Segmen Pasar, Kegiatan Usaha dan Debitur yang Mengandung Risiko Tinggi bagi BRI. Pelayanan kepada calon debitur Kupedes diluar PS dan KRD yang telah ditetapkan pada dasarnya mengandung risiko tinggi bagi BRI, sehingga hanya dapat dilayani dengan persetujuan Direktur UMKM dan Direktur ADK dan ARK. Dalam rangka untuk mempercepat pelayanan Kupedes, maka kewenangan memutus pelayanan Kupedes diluar PS dan KRD didelegasikan kepada Pemimpin Wilayah BRI. 91 c. Jenis Usaha yang Dilarang atau Dihindari untuk Dibiayai Kupedes Untuk memenuhi prinsip kehati-hatian maka setiap pejabat kredit lini BRI Unit perlu memperhatikan pemberian Kupedes yang dilarang dan yang harus dihindari antara lain: 1) Jenis usaha yang dilarang untuk dibiayai : a) Produksi, pengiriman dan perdagangan senjata. 89
Ibid. Ibid. 91 Ibid. 90
Universitas Sumatera Utara
b) Pornografi atau bisnis-bisnis yang sejenis atau disebut juga “Bisnis Lampu Merah“. c) Kegiatan partai-partai dan organisasi-organisasi politik termasuk usahanya. d) Perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang membahayakan lingkungan. e) Taruhan dan perjudian (termasuk juga pencucian uang). f) Pembiayaan, pengadaan dan atau pengolahan tanah. g) Pembiayaan untuk pembelian saham dan pemilikan saham. 92 2) Jenis-jenis usaha atau pemberian Kupedes yang perlu dihindari karena bersifat spekulatif atau mempunyai risiko yang sangat tidak biasa (risiko tinggi) a) Kupedes kepada debitur yang memiliki akhlak atau integritas yang tidak baik atau kejujurannya diragukan. b) Kupedes yang hanya mengandalkan pelunasan hutang pada waktu yang lalu sebagai ukuran atau indikator keragaan masa yang akan datang. c) Perusahaan atau lembaga keuangan yang tergantung pada guarantor atau guarantee sebagai sumber pertama pembayaran kembali. d) Perusahaan atau perorangan yang tidak bisa atau tidak akan memberikan informasi yang memadai. e) Perusahaan yang baru berdiri dimana kontibusi ekuitas dari pemilik tidak cukup atau dimana tidak tersedia kolateral yang memadai. f) Kupedes untuk perusahaan yang pembayarannya mengandalkan pada hasil dari perubahan usaha yang direncanakan. 92
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
g) Pinjaman subtitusi modal dimana pinjaman tidak bisa dibayar kecuali dengan melakukan pinjaman lain atau melikuidasi usaha. h) Kupedes dengan tujuan menutupi bunga atas hutang yang sudah ada (pfafondering). i) Kupedes untuk mendanai spekulasi pasar, baik usaha komoditas ataupun efek. j) Kupedes untuk mendanai pembelian real estate yang bersifat spekulatif. k) Kupedes dimana posisi BRI menjadi lebih lemah dibanding kreditur lain yang memberikan kredit kepada debitur yang sama. l) Bank tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk mengawasi, memantau dan menagih kredit. m) Kupedes yang dijamin dengan sebagian besar collateral yang memiliki pasar yang terbatas. n) Mendanai pengambilalihan paksa atau tender offer. o) Kupedes untuk tujuan spekulasi. p) Kupedes untuk pembiayaan usaha yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimilki oleh BRI Unit. q) Kupedes kepada debitur bermasalah dan atau macet di bank lain. 93 2. Tata Cara Penilaian Kualitas Kupedes. Penilaian kualitas Kupedes hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan / atau bunga saja. Berdasarkan penetapan tersebut di atas, maka kualitas
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kredit digolongkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, dengan penjelasan sebagai berikut : a. Kupedes Lancar (L) adalah pinjaman Kupedes dengan kondisi pembayaran tepat waktu dan tidak ada tunggakan. b. Kupedes Dalam Perhatian Khusus (DPK) adalah pinjaman Kupedes yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan / atau bunga sampai dengan 90 hari. c. Kupedes Kurang Lancar (KL) adalah pinjaman Kupedes yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui hari sampai dengan 120 hari. d. Kupedes Diragukan (D) adalah pinjaman Kupedes yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 120 hari sampai dengan 180 hari. e. Kupedes Macet (M) adalah pinjaman Kupedes yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 180 hari. 94 3. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). a. Pengertian. Mengingat setiap kegiatan usaha selalu mengandung risiko, tidak terkecuali kegiatan usaha dalam perbankan, maka wajar bila BRI Unit yang merupakan suatu unit usaha yang diharapkan mandiri, juga harus melakukan penyisihan biaya untuk pembentukan cadangan penghapusan Kupedes dalam menutup risiko usaha perkreditan yang mungkin timbul. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif adalah 94
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva produktif. Pembentukan PPAP Kupedes di BRI Unit ditetapkan sama dan tidak perlu lagi memperhatikan status BRI Unit yang bersangkutan (BRI Unit lama atau BRI Unit baru), maupun BRI Unit hasil pemekaran. 95 b. Pembentukan PPAP Dengan adanya perubahan / penyesuaian penetapan kolektibilitas Kupedes maka perhitungan pembentukan PPAP Kupedes juga disesuaikan mengacu kepada Surat Keputusan Bank Indonesia yang berlaku sebagai berikut : 1) Cadangan Umum 1 % x Sisa janji (Lancar / L) posisi akhir bulan yang bersangkutan. 96 2) Cadangan Khusus 5% x Dalam Perhatian Khusus (DPK) posisi akhir bulan yang bersangkutan. 15% x Kurang lancar (KL) posisi akhir bulan yang bersangkutan. 50% x Diragukan (D) posisi akhir bulan yang bersangkutan. 100% x Macet (M) posisi akhir bulan yang bersangkutan. 97 4. Peringatan Dini. Dalam upaya memantau perkembangan Kupedes secara total disetiap BRI Unit, maka kualitas Kupedes yang diberikan harus senantiasa dipantau dengan menggunakan indikator-indikator kunci yang toleransi rasionya ditetapkan oleh Divisi Bisnis Mikro sesuai dengan perkembangan bisnis BRI Unit saat ini dan 95
Ibid. Ibid. 97 Ibid. 96
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan strategis lainnya. Adapun indikatorindikator kunci tersebut yaitu sebagai berikut : a. Rasio Non Performing Loan (NPL) 98 , yaitu ratio yang menggambarkan prosentase tertentu kredit bermasalah (non performing loan) dengan total kredit. b. Portofolio Status (PFS) 99 , yaitu suatu keadaan yang menggambarkan besarnya total tunggakan kredit di BRI Unit dibandingkan dengan total Kupedes (intrakomtabel) yang masih berada di tangan debitur. Semakin tinggi nisbah yang dihasilkan maka hal tersebut menunjukkan kualitas Kupedes yang telah diberikan mengalami kualitas gejala yang semakin memburuk, sehingga harus menjadi perhatian semua pihak yang terkait dalam menetapkan langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan. c. Long Term Loss Ratio (LTLR) 100 , yaitu suatu rasio yang menggambarkan pokok pinjaman yang tidak terbayar terhadap pokok pinjaman yang seharusnya dibayar sejak pencairan Kupedes. Ratio ini dapat mencerminkan responsifitas terhadap penagihan Kupedes (loan collection) BRI Unit dari Kupedes yang telah diberikan kepada debitur. Semakin besar (tinggi) ratio yang dihasilkan menunjukkan kualitas Kupedes yang diberikan semakin memburuk.
98
Ratio NPL = Non Performing Kupedes (Kredit) Total Kupedes Kredit 99 Porto Folio Status (PFS) = Tunggakan x 100% Outstanding 100 LTLR = Tunggakan + Daftar Hitam x 100% Realisasi Kumulatif + Outstanding + Tunggakan
Universitas Sumatera Utara
d. Short Term Loss Ratio (STLR) 101 , yaitu suatu ratio yang menggambarkan besarnya angsuran pokok yang tidak dibayar bulan ini terhadap angsuran pokok yang seharusnya dibayar bulan ini. Ratio ini dapat dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan suatu BRI Unit dalam memberantas atau menekan timbulnya tunggakan baru setiap bulannya. Semakin besar (tinggi) ratio yang dihasilkan menunjukkan kualitas Kupedes yang diberikan semakin memburuk. e. Rasio Pengembalian Pokok dan Bunga Kupedes. Dalam menilai kualitas kredit yang telah diberikan, selain menggunakan indikator-indikator seperti PFS, LTLR dan STLR juga dapat menggunakan perhitungan Kolektibilitas Pokok Kumulatif (KPK) dan Kolektibilitas Bunga Kumulatif (KBK), yaitu sebagai berikut : 1) Kolektibilitas
Pokok
Kumulatif
(KPK) 102 ,
yaitu
suatu
ratio
yang
menggambarkan besarnya kumulatif pokok yang dibayar sampai dengan bulan laporan dibandingkan dengan besarnya kumulatif pokok yang seharusnya dibayar sampai dengan bulan laporan.
101
STLR = Angsuran yang tidak dibayar bulan ini x 100% Angsuran yang seharusnya dibayar bulan ini Atau x 100% STLR = Delta (Tunggakan +Daftar Hitam) Delta (Realisasi Kumulatif – Outstanding + Tunggakan) 102
KPK =
Kumulatif pokok yang dibayar s.d. bulan laporan x 100% Kumulatif pokok yang seharusnya dibayar s.d. bulan laporan
Universitas Sumatera Utara
2) Kolektibilitas
Bunga
Kumulatif
(KBK) 103 ,
yaitu
suatu
ratio
yang
menggambarkan besarnya kumulatif bunga yang dibayar sampai dengan bulan laporan dibandingkan dengan besarnya kumulatif bunga yang seharusnya dibayar sampai dengan bulan laporan. Semakin kecil (rendah) rasio KPK dan KBK yang dihasilkan menunjukkan kualitas Kupedes yang diberikan semakin memburuk. 5. Asuransi a. Asuransi Jiwa Bagi Debitur Kupedes. Asuransi jiwa Kupedes merupakan suatu pertanggungan asuransi bagi jiwa debitur yang menikmati Kupedes, apabila debitur yang bersangkutan meninggal dunia dalam masa jangka waktu Kupedesnya. Diikutsertakannya debitur dalam asuransi jiwa Kupedes merupakan suatu upaya untuk menutup risiko kerugian kredit dari kemungkinan tidak terbayarnya pinjaman, akibat meninggalnya debitur. b. Asuransi kerugian umum adalah pertanggungan oleh perusahaan asuransi rekanan BRI, atas barang-barang / assets (kecuali tanah) milik debitur yang dijaminkan kepada BRI, dimana atas pertanggungan tersebut, debitur harus membayar premi. Penutupan asuransi kerugian atas agunan Kupedes diserahkan kepada judgement Pemutus. 104
103 104
KBK =
Kumulatif bunga yang dibayar s.d bulan laporan x 100% Kumulatif bunga yang seharusnya dibayar sampai dengan bulan laporan.
Loc Cit.
Universitas Sumatera Utara
6. Profesionalisme Dan Integritas Pejabat Perkreditan. a. Semua pejabat yang terkait dengan perkreditan harus melaksanakan kemahiran profesionalnya di bidang perkreditan secara jujur, objektif, cermat dan seksama serta harus memahami dan melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 dan Nomor10 tahun 1998 tentang perbankan, Ketentuan Bank Indonesia, Ketentuan Menteri Keuangan dan Ketentuan Pemerintah lainnya dan sekurang-kurangnya memahami Kebijakan Umum Perkreditan (KUP) BRI, Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Mikro (PPK – BM) dan petunjuk pelaksanaan perkreditan yang berlaku bagi BRI Unit. b. Menyadari bahwa setiap pemberian Kupedes kepada peminjam manapun hendaknya benar-benar didasarkan atas prinsip kehati-hatian dan pemenuhan asas-asas pemberian kredit yang sehat. c. Menyadari bahwa dalam memberikan persetujuan kredit, pejabat bank tidak boleh terpengaruh oleh permintaan-permintaan dari pihak manapun yang dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. d. Menyadari bahwa peningkatan kemampuan dan pengalaman pejabat kredit merupakan kebutuhan dan tanggungjawab pejabat kredit itu sendiri. Disamping itu peningkatan kemampuan dan pengalaman pejabat kedit yang lebih yunior merupakan kewajiban dan tanggungjawab pejabat kredit yang lebih senior. e. Mengikuti praktek-praktek good corporate governance yang berlaku di BRI. 105
105
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Dengan Pola Penjaminan Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Bentuk dukungan terhadap kebijakan Pemerintah dalam menggerakkan sektor riil yang tercantum dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM serta Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah, Perbankan dan Perusahaan Penjamin pada tanggal 9 Oktober 2007, telah diterbitkan Surat Edaran Direksi Nomor: S.36DIR/ADK/11/2007 tanggal 2 November 2007 tentang Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dengan Pola Penjaminan (KUMKP). KUMKP tersebut telah diluncurkan pada tanggal 5 November 2007 oleh Presiden RI. Dalam peluncuran tersebut, Presiden RI memberi nama kredit tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sehubungan dengan hal tersebut, agar tidak menimbulkan kerancuan didalam pelaksanaannya, untuk selanjutnya kredit kepada usaha mikro, kecil dan koperasi dengan pola penjaminan (KUMKP) dirubah menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tujuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah untuk memberikan kemudahan kepada usaha mikro, kecil dan koperasi untuk memperoleh fasilitas kredit dari Bank. 106
106
Lihat Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor. S.4DIR/ADK/01/2008 Tanggal 21 Januari 2008 Tentang Kredit Usaha Rakyat dan direvisi dengan Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.4a-DIR/ADK/01/2008 Tanggal 17 Maret 2009. Program KUR bagi UMKM dengan plafond sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta / Ritel) diatur dalam Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Nokep:8/DIR/02/2008 tentang Ketentuan Fasilitas Pinjaman KUR Kupedes.
Universitas Sumatera Utara
1. Pola Kredit. a. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta / total eksposur) yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang akan dimintakan penjaminan dari Perusahaan Penjamin. b. KUR dapat diberikan dengan pola linkage program kepada Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Badan Kredit Desa (BKD), Baitul Mal Wa Tanwil (BMT), dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) lainnya. Pelayanan KUR dengan pola linkage program tersebut akan ditetapkan dengan ketentuan tersendiri. c. Pelayanan KUR dapat dilaksanakan di Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu BRI. BRI Unit hanya bertugas untuk meneruskan aplikasi KUR ke Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu BRI. d. Besarnya maksimal prosentase penjaminan atas kredit yang disalurkan oleh BRI yang dapat dijamin oleh Penjamin yaitu sebesar 70% dari Plafond Kredit. e. Bagian dari jumlah kerugian BRI sebesar 30% atau yang tidak diganti oleh Penjamin merupakan risiko BRI. f. Sumber dana KUR berasal sepenuhnya dari dana BRI. 107 2. Obyek Penjaminan. a. Obyek penjaminan kredit adalah kredit yang diperuntukkan kepada usaha mikro, kecil, dan koperasi yang merupakan usaha produktif yang layak dan akan dipergunakan untuk kebutuhan investasi dan/atau kebutuhan modal kerja. 107
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Kredit sebagaimana di atas adalah kredit yang direalisasikan setelah ketentuan ini disahkan. c. Putusan pemberian kredit sepenuhnya menjadi wewenang BRI sesuai ketentuan yang berlaku di BRI. 108 3. Ketentuan Umum. a. Persyaratan Calon Debitur / terjamin. Individu (perorangan / badan hukum), kelompok, koperasi dan / atau kemitraan yang melakukan usaha produktif yang layak, yang belum pernah mendapat kredit / pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan hasil Bank Indonesia Checking pada saat permohonan kredit diajukan dan / atau belum pernah
memperoleh fasilitas Kredit Progam dari Pemerintah. 109 b. Jenis Kredit dan Jangka Waktu Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini dapat diberikan untuk keperluan modal kerja atau investasi, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Kredit Modal Kerja, dengan jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun. 2) Kredit Investasi, dengan jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun. 110 c. Besar Kredit. Besar kredit yang dapat diberikan sampai dengan maksimal Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta untuk total eksposur). 111
108
Ibid. Ibid. Bandingkan dengan Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nokep:8/DIR/02/2008 Tentang Ketentuan Fasilitas Pinjaman KUR Kupedes. 110 Ibid. 109
Universitas Sumatera Utara
d. Suku Bunga. Suku bunga efektif yang dikenakan atas kredit ini adalah minimal sebesar Base Lending Rate dan maksimal 16% (enam belas persen) per tahun dan bersifat reviewable. 112 e. Bentuk Kredit 1) Kredit Modal Kerja (KMK) : (R/C) Maksimum CO menurun. 2) Kredit Investasi (KI) : Pseudo R/C 3) Angsuran pokok dan atau bunga untuk KI dan KMK tersebut disesuaikan dengan cash flow dan siklus usaha debitur, misalnya bulanan, 3 bulanan atau 6 bulanan. Khusus untuk usaha non musiman misalnya perdagangan dengan jangka waktu kredit 1 tahun, selain angsuran bulanan, lain yang dapat dilakukan hanya periode angsuran 2 bulanan atau 3 bulanan dengan tetap mengacu pada cash flow usaha. 4) Khusus untuk usaha musiman (misal: pertanian,perkebunan,dll) dengan jangka waktu kredit maksimal 1 tahun, bentuk kredit dapat sekaligus lunas (pokok ditambahkan dengan bunga pinjaman). 113 f. Denda / Penalty Penalty sebesar 50% (lima puluh persen) dari besarnya suku bunga yang berlaku atas tunggakan pokok dan atau bunga. 114 111
Ibid. Ibid. 113 Ibid. Lihat juga Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nokep:8/DIR/02/2008 Tentang Ketentuan Fasilitas Pinjaman KUR Kupedes. 112
Universitas Sumatera Utara
g. Fasilitas KUR dapat dilakukan penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman sepanjang usaha debitur masih layak dibiayai dengan ketentuan yaitu: 1) Perpanjangan jangka waktu kredit dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 3 tahun untuk modal kerja dan 5 tahun untuk kredit investasi terhitung mulai tanggal efektifnya perjanjian kredit pada saat debitur pertama kali dilayani. 2) Restrukturisasi dapat diberikan dengan syarat, khusus untuk penambahan jangka waktu kredit dalam rangka restrukturisasi maksimum 1 tahun untuk kredit modal kerja dan 2 tahun untuk kredit investasi. 3) Suplesi dapat diberikan dengan syarat total eksposur pinjaman KUR maksimal sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta) dan tingkat suku bunga sesuai dengan ketentuan tingkat suku bunga KUR yang berlaku.115 4. Kebijakan Prosedur Kredit. a. Legalitas Calon Debitur/Terjamin. 1) Individu
: Identitas berupa KTP dan Kartu Keluarga
2) Kelompok
: Surat Pengukuhan dari Instansi terkait atau Surat Keterangan Usaha dari Lurah /Kepala Desa atau Akte Notaris
3) Koperasi
: Anggaran Dasar beserta perubahannya
4) Badan usaha lainnya : Akta Pendirian beserta perubahannya. 116
114 115
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Perijinan Calon Debitur / Terjamin. Untuk kredit dengan plafond sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta) ijin usaha antara lain yang berupa TDP, SIUP, dan SITU dapat digantikan dengan Surat Keterangan Usaha dari Lurah / Kepala Desa. Sedangkan kredit dengan plafond di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta) ijin usaha minimal SIUP. 117 c. Permohonan dan Prakarsa Kredit 1) Pengajuan permohonan kredit dilakukan oleh debitur / terjamin dengan mengisi formulir SKPP yang dilampiri antara lain dengan copy legalitas calon debitur / terjamin, copy perijinan calon debitur / terjamin dan data usaha dan dokumen yang diperlukan untuk analisa kebutuhan kredit 2) Bagi usaha baru, minimal usaha telah berjalan selama 6 bulan dan dituangkan dalam Laporan Kunjungan Nasabah (LKN) berdasarkan atas hasil pemeriksaan (on the spot) yang dilakukan petugas lapangan (Account Officer). 118 d. Analisa Kredit 1) Tujuan (analisa) kredit adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kemauan debitur / terjamin membayar kembali kreditnya kepada bank melalui analisa cash flow, karakter (character), kapasitas (capacity), modal (capital), kondisi ekonomi (condition) dan agunan (collateral). 116
Ibid. Ibid. 118 Ibid. Bandingkan dengan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.39-DIR/ADK/02/2007 Tanggal 14 Februari 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 117
Universitas Sumatera Utara
2) Hasil analisa dituangkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK) sebagai dasar pertimbangan bagi Pemutus dalam memberikan putusan kredit. 119 e. Agunan 1) Agunan pokok, dapat hanya berupa agunan pokok apabila berdasarkan aspekaspek lain dalam jaminan utama (proyek / usaha yang dibiayai), telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur / terjamin untuk mengembalikan hutangnya. 2) Agunan tambahan, seperti tanah / bangunan, kendaraan, tidak wajib dipenuhi. Apabila calon debitur / terjamin menyerahkan agunan tambahan, maka terhadap agunan tersebut tidak wajib dilakukan pengikatan. Apabila terdapat agunan kredit, maka atas agunan kredit tersebut tidak wajib disuransikan kerugian. 120 5. Penjaminan Kredit a. Kerugian yang Dijamin. Perusahaan Penjamin wajib memberikan penggantian kerugian kepada BRI, bilamana risiko kerugian yang diderita oleh BRI disebabkan oleh salah satu dari hal-hal berikut: 1) Debitur / terjamin tidak dapat melunasi kredit pada saat fasilitas kredit yang bersangkutan masuk dalam kolektibilitas kredit Diragukan sesuai ketentuan Bank Indonesia atau Perjanjian Kredit jatuh tempo.
119 120
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2) Apabila terhadap agunan (apabila ada) telah diasuransikan kerugian, dan kredit masuk dalam kolektibilitas Diragukan sesuai ketentuan Bank Indonesia, kemudian terjadi risiko-risiko yang tercakup dalam Polis Asuransi Kerugian dengan Banker’s Clause BRI, maka setelah diperhitungkan Nilai Ganti Rugi berdasarkan Polis Asuransi Kerugian, sisa kerugian yang tidak diganti oleh Polis Asuransi Kerugian menjadi kerugian yang dijamin oleh Penjamin dengan jumlah maksimal yang dapat dibayar adalah sebesar: Perum SPU
: 70% x outstanding tertinggi kredit.
PT. Askrindo : 70% x plafond kredit. 121 b. Kerugian yang Tidak Dijamin. Penjamin tidak diwajibkan membayar ganti rugi dalam hal kerugian disebabkan secara langsung oleh salah satu dari hal-hal berikut : 1) Kerugian yang diderita debitur / terjamin yang disebabkan oleh risiko-risiko yang tercakup dalam Polis Asuransi Kerugian dengan Bankers Clause BRI. 2) Reaksi nuklir, sentuhan radio aktif, radiasi dan reaksi inti atom yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan mengakibatkan kegagalan usaha debitur / terjamin untuk melunasi kredit tanpa memandang bagaimana dan dimana terjadinya. 3) Terjadinya peperangan baik dinyatakan maupun tidak atau sebagian wilayah Indonesia dimana kredit berada, dinyatakan dalam keadaan bahaya atau dalam keadaan darurat perang. 121
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4) Terjadinya huru-hara yang berkaitan dengan gerakan politik yang secara langsung mengakibatkan kegagalan debitur / terjamin untuk melunasi Kredit. 5) Tindakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia terhadap debitur / terjamin dan / atau BRI yang mengakibatkan debitur / terjamin wanprestasi. 6) Terjadinya bencana alam nasional yang mengakibatkan kerugian langsung kepada usaha debitur / terjamin. 122 6. Penghapusbukuan Kredit (PH). a. PH KUR dapat dilakukan tanpa breakdown PH, dengan syarat telah diajukan klaim, Kolektibilitas kredit telah macet, dan PPAP telah dibentuk 100% dari baki debet kredit. b. Besarnya PH KUR adalah sebesar 100% dari sisa pokok kredit, sedangkan bunga dan denda dinihilkan. c. Apabila klaim disetujui, hasil klaim dibuku sebagai pendapatan klaim. d. Unit Kerja Pelaksana wajib menatausahakan / meregister KUR yang telah dihapusbukukan. 123 7. Pengawasan, Pembinaan Dan Pelaporan. a. Kantor Cabang / Kantor Cabang Pembantu BRI berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap debitur / terjamin.
122
Ibid. Ibid. Bandingkan dengan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.39-DIR/ADK/02/2007 Tanggal 14 Februari 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. 123
Universitas Sumatera Utara
b. Kantor Cabang Penjamin dapat memeriksa pembukuan debitur / terjamin, asetaset debitur / terjamin yang dijadikan agunan tambahan, kegiatan usaha debitur / terjamin dan kegiatan-kegiatan lain yang dianggap penting oleh Penjamin. 124
D. Lembaga Penjamin Kredit Sebagai Mitra Perbankan dan UMKM Untuk Solusi Penyelesaian kredit Bermasalah. Lembaga penjaminan kredit di Indonesia pada dasarnya telah ada sejak lama. Penjamin kredit terutama bagi koperasi antara lain Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU) merupakan pengembangan dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) 125 yang didirikan pada tahun 1971 serta PT. Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia (PT.PKPI) mewakili perusahaan swasta yang didirikan pada tahun 1995-an. Selain itu masih ada perusahaan asuransi kredit yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) yang didirikan pada tahun 1971 yang juga menyelenggarakan penjaminan dalam bentuk financial guarantee antara lain surety bond, custom bond dan asuransi kredit perdagangan.
124
Ibid. Dahulu Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) merupakan BUMN bernaung di bawah Departemen Koperasi dan Tenaga Kerja. Tugas utama LJKK adalah menjamin skim kredit yang disalurkan kepada koperasi. Sejarah mencatat bahwa sejak berdirinya LJKK telah banyak memberikan bantuan kepada Koperasi dalam hal penjaminan sehingga citra koperasi di masyarakat menjadi baik. Selanjutnya untuk lebih mengembangkan kemampuan keuangan koperasi sekaligus menyehatkan beroperasinya lembaga penjaminan, Pemerintah memutuskan untuk membentuk Perusahaan Umum (Perum). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51/1981 dibentuklah Perusahaan Umum pengembangan Keuangan Koperasi. Selanjutnya sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2000, nama Perum Sarana berada di bawah naungan Kantor Meneg BUMN. ”Upaya Konversi Tanah dari Asset Menjadi Modal Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Usaha Mikro dan Penggerak Ekonomi Rakyat”, DL05-03 Bank Indonesia. 125
Universitas Sumatera Utara
Dalam sejarah perkembangannya, bentuk kemitraan lembaga penjamin dengan bank pada era tahun 1970-an dapat dikatakan gagal. Bertolak dari pengalaman masa lampau, maka pendekatan yang sama kembali dicoba untuk diterapkan dalam mengatasi pemberdayaan UMKM saat ini. Untuk mengantisipasi kegagalan program pada masa lalu agar dapat mengeliminasi kemungkinan yang akan terjadi, maka diharapkan adanya kerjasama yang saling cek dan ricek antara bank dengan lembaga penjamin sehingga upaya pemberdayaan UMKM dapat tepat sasaran. 126 Perlu diketahui bahwa konsep pemberian pada lembaga penjamin tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan melihat cash flow dan menghitung kemampuan membayar (repayment capacity) calon nasabah yang digunakan sebagai jaminan utama. Fungsi lembaga penjamin difokuskan pada opsi bahwa jaminan tambahan yang selama ini berupa aset dirubah menjadi dalam bentuk corporate guarantee oleh lembaga penjamin. 127 Dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk menggerakkan sektor riil yang tercantum dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM serta 126
Menurut Krisna Wijaya bahwa terdapat dua hal penting agar tidak terulang kembali kegagalan program pemberdayaan UMKM dengan pola penjaminan yakni: 1. Program penjaminan dilakukan secara komprehensif sehingga tidak mengandung moral hazard bagi oknum tertentu. Hal ini penting agar program ini tidak disalah artikan oleh pelaku UMKM sebagai suatu hak/hibah dari pemerintah yang justru menjadi alat politik di masyarakat. 2. Bahwa kerjasama yang diharapkan antara bank dengan lembaga penjamin adalah adanya kesimetrisan informasi dari bank terhadap nasabahnya, sehingga dapat memperkecil kesalahan dalam memilih calon nasabah yang potensial. Disinilah peran pemerintah sebagai fasilitator dalam menyediakan profil UMKM. 127 Delmon Frengki, Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah / UMKM (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Lubuk Pakam), (Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU, 2008), hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
kesepahaman bersama antara pemerintah, perbankan dan perusahaan penjamin, maka dalam implementasinya perbankan akan bekerja sama dengan menyalurkan usaha mikro dan kecil dengan pola penjaminan (KUMKP). Hal ini bertujuan bagi pelaku usaha mikro dengan pola penjaminan kredit oleh bank untuk mikro, kecil dan koperasi sebagai penjamin. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang tercantum dalam program pengembangan UMKM bagi ekonomi masyarakat kecil, maka dipandang perlu untuk membuat suatu mekanisme percepatan penyaluran kredit bagi pelaku sektor riil. Program ini dilakukan pemerintah dengan dukungan dan pendanaan dari perbankan dengan konsep kemitraan dan penjaminan dari pihak asuransi kredit sebagai mitra perbankan. Program tersebut diberi nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan program ini, kebuntuan permasalahan permodalan yang selama ini dihadapi oleh pelaku UMKM setidaknya dapat terpecahkan. Pemerintah terhadap KUR dapat membantu UMKM dalam meningkatkan usahanya dengan menambah modal sehingga dampak lanjutannya adalah semakin banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM untuk mengurangi angka pengangguran. Untuk mensukseskan program ini, pemerintah telah menunjuk Lembaga Asosiasi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) sebagai lembaga resmi yang menjamin kredit mikro tersebut. 128
128
Nota Kesepahaman (MoU) tentang pembiayaan UMKM ditandatngani di Jakarta, 5 November 2007 antara pemerintah yang diwakili sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dengan lembaga penjaminan kredit Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan PT. Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia), serta pihak perbankan yaitu BRI, BNI, BTN, Mandiri, Mandiri Syariah dan
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian kerjasama ini menjadi tindak lanjut dari kesepakatan kerja bersama antara Askrindo dan SPU dengan departemen serta enam bank nasional yang ditunjuk pemerintah yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah dan Bank Bukopin. Dengan perjanjian kerjasama ini memungkinkan asuransi Askrindo dan SPU secara otomatis menjamin pemberian kredit atau pembiayaan yang dilakukan perseroan kepada pelaku usaha mikro dan kecil. 129 Dari segi persyaratannya, kredit bagi usaha mikro, kecil dan koperasi dengan pola penjaminan (KUMKP) ini adalah kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafond kredit sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta) yang diberikan kepada pelaku usaha kecil, mikro dan koperasi dengan usaha produktifnya dan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. Proses pengajuannya lebih mudah dan cepat, disamping itu kendala selama ini yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha mikro dan kecil untuk memperoleh modal sudah dapat diatasi, karena kewajiban menyerahkan agunan / jaminan tidak mutlak dibutuhkan, sehingga pelaku usaha kecil dapat memperoleh kredit tersebut.130 Askrindo sendiri dapat menjamin
Bukopin. Program ini untuk mendukung program unggulan di daerah yang dilakukan oleh dinas-dinas koperasi di daerah dan dilakukan dengan tim pendamping yaitu BDS (Business Development Service dan KKMB / Konsultan Keuangan Mitra Bank). Risiko yang ditanggung yaitu perusahaan penjamin 70% dan perbankan 30%. http://www.antaranews.co.id, diakses tanggal 27 Maret 2010. 129 Rhenald Kasali berpendapat bahwa, KUR yang dimaksudkan sebagai ”kail” harus tetap memperhatikan asas kehati-hatian dalam penyalurannya. Kebijakan yang hanya berfokus pada usaha mikro akan menjadi ”hama” ketahanan rakyat. Semua membuka usaha dengan memanfaatkan kemudahan mendapatkan modal dari bank. Menjamurnya usaha mikro seperti itu berpotensi jadi persoalan sosial baru. KUR harus dijaga agar tidak menjadi sarana baru bagi pelaku UMKM dalam ”gali lubang tutup lubang”. KUR diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas pengusaha. ”Program KUR-Penyerapan Tenaga Kerja Baru Sebatas Estimasi”, Stepanus Osa T, Kompas, 28 Juni 2008. 130 Menurut Sandiaga Uno, Nota Kesepahaman diperlukan untuk menyamakan persepsi antara pemerintah, pelaku usaha dan perbankan mengenai skim Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR yang selama ini kerap terganjal masalah prosedur perbankan yang panjang dan persyaratan
Universitas Sumatera Utara
70% dari nilai pinjaman, sementara bank menanggung risiko sebesar 30% dari nilai pinjaman dengan sumber dana sepenuhnya dari Bank BRI. Dengan model kerjasama ini, terbukti bahwa saat ini total pinjaman kredit Askrindo hingga posisi triwulan I, Maret 2008 telah mencapai Rp 20 trilliun. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp 11 trilliun. 131 Sebagian alokasi penjaminan tersebut diperuntukkan bagi kredit usaha mikro dan kecil sebesar 90%. Adapun ketentuan kerugian risiko / klaim yang dijamin oleh pihak Askrindo adalah: 1. Jika debitur tidak dapat melunasi kredit pada saat fasilitas kredit yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan: a. Untuk kredit dengan jangka waktu satu tahun, hak klaim timbul pada saat kolektibiltas kredit masuk dalam kategori diragukan, atau perjanjian kredit jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang. b. Untuk kredit lebih dari satu tahun, hak klaim timbul pada saat kolektibilitas kredit dalam kategori diragukan dan masa kredit telah berjalan minimal satu tahun sejak akad kredit atau perjanjian telah jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang. 132
agunan dari peminjam. Meski demikian, pola distribusi KUR oleh perbankan dinilai sulit menjangkau sektor usaha mikro dengan plafond Rp.5.000.000 (lima juta) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta). Hal senada juga disampaikan oleh Nining Soesilo, UMKM Center UI, bahwa KUR belum mampu menyentuh pelaku UMKM hingga ke pelosok daerah. Untuk itu, pemerintah diharapkan mengkaji ulang pola penyaluran KUR bagi usaha Mikro melalui program keterkaitan (linkage) antara bank, BPR dan lembaga keuangan mikro, ”Kadin Minta Komitmen Bank”, Kompas, 31 Agustus 2008. 131 Harian Analisa, 20 April 2008, hlm. 2. 132 Surat Edaran Direksi BRI Nokep: 8/DIR/02/2008 tentang Ketentuan Fasilitas Pinjaman KUR Kupedes.
Universitas Sumatera Utara
2. Dalam hal kredit yang telah diterima oleh debitur telah menunjukkan kolektibilitas diragukan sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia, maka pihak penjamin kerugian akan mengganti sejumlah maksimal yang dapat dibayar sebesar 70% dari outstanding (realisasi). 133 Adapun mekanisme dalam penjaminan kredit menjadi kewajiban bank pelapor untuk secara rutin setiap bulannya dalam melaporkan daftar nama debitur secara kolektif ke perusahaan penjamin. Pelaporan yang dibuat harus mencakup daftar nominatif data debitur secara keseluruhan termasuk fasilitas kredit yang diberikan. Sementara itu, untuk biaya premi asuransi sebesar 1,5% dari total plafond kredit menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), debitur hanya dibebankan biaya administrasi sebesar 0,1%. Dengan adanya penjaminan kredit UMKM tersebut maka: 1. Pengajuan kredit usaha kecil yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan perbankan menjadi bankable, sehingga usaha kecil dapat mengembangkan usahanya. 2. Risiko bank menjadi berkurang, karena sebagian telah dialihkan menjadi risiko perusahaan penjamin. 3. Dengan terpenuhinya kecukupan agunan dan berkurangnya risiko, maka kemungkinan terjadinya penolakan proposal pinjaman menjadi lebih kecil.
133
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4. Perusahaan penjamin juga melakukan kelayakan dan pengendalian kredit atas kredit yang dijamin. Dengan adanya dan pengendalian dari dua pihak yang berlainan diharapkan risiko dapat lebih diminimalkan. 5. Dengan berkurangnya risiko tersebut, maka seharusnya risk premium yang ditetapkan menjadi salah satu komponen dalam perhitungan lending rate dapat diturunkan sehingga lending rate menjadi lebih rendah. 6. Perusahaan penjamin akan mendapatkan fee penjaminan. 134 Apabila terjadi kemacetan atas kredit yang dijamin, maka: 1. Sejak klaim yang dibayarkan, maka atas kredit tersebut tidak dikenai bunga. Hal ini akan meringankan beban nasabah. 2. Agunan dan atau fix asset yang dimilikinya tidak perlu dilikuidasi, karena kewajiban nasabah yang dijamin akan dipenuhi oleh perusahaan penjamin sebesar porsi kredit yang dijamin. Hal ini memungkinkan usaha kecil tetap dapat dijalankan dan selanjutnya apabila usaha tersebut telah mengalami pemulihan, nasabah tersebut dapat melakukan pembayaran subrogasi. 3. Dengan adanya pembayaran klaim, maka bank akan lebih cepat mendapatkan likuiditas apabila dibandingkan dengan penjualan fix asset yang memerlukan prosedur dan waktu relatif lama. 135 Peran asuransi kredit sebagai penjamin UMKM tidak saja dikenal di Indonesia. Beberapa negara maju seperti Jepang juga menggunakan jasa asuransi 134
Untoro Perry Warjiyo, ”Default Risk dan Penjaminan KUKM”, (Jakarta: Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2008), hlm. 27. 135 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kredit dalam upaya mendukung perbankan untuk pembiayaan kredit. 136 Di Jepang implementasi penjaminan kredit diselenggarakan oleh credit guarantee system yang diselenggarakan oleh Credit Guarantee Corporation Japan dan Credit Insurance System yang diselenggarakan Small Business Credit Insurance Corporation yang mengasuransikan jaminan tersebut. Credit Guarantee System dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk mengusahakan kelancaran permodalan ke perusahaan perdagangan dan berupaya dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan yang sehat. Secara konkritnya, lembaga yang berusaha keras membantu pengelolaan perusahaan dan berperan sebagai “public guarantor” bagi perusahaan kecil dan menengah yang memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang akan datang. Dengan adanya Credit Guarantee Corporation perusahaan kecil dan menengah di Jepang dimungkinkan dapat memperoleh modal usaha dari lembaga keuangan. Untuk memperluas jangkauan pelayanan maka perusahaan penjamin di Jepang diperbolehkan melakukan ekspansi penjamin (gearing ratio) 137 sebesar 50-60 kali. Ini artinya jika modal disetor perusahaan penjamin Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) maka perusahaan penjamin diperbolehkan menjamin kredit Rp 500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah) sampai dengan Rp 600.000.000.000,00 (enam ratus milliar rupiah) dengan asumsi non performance loan (kredit bermasalah) kurang dari 1%. 136
Noer Soetrisno, Penjaminan Kredit UKM: Pengalaman Kita dan Negara Lain. http://www.antara.co.id. Diakses tanggal 27 Maret 2010. 137
Gearing Ratio = Utang x 100% Modal
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan peranan Credit Insurance System diselenggarakan oleh Small Business Credit Insurance, berfungsi menyelenggarakan pengasuransian kembali terhadap pembayaran ganti rugi Credit Guarantee Corporation. Selain itu berfungsi pula selama menyelenggarakan peminjaman bunga rendah untuk promosi jaminan kepada Credit Guarantee Corporation. 138 Di Indonesia sendiri gearing ratio perusahaan penjamin dapat mencapai 20 kali atau dengan asumsi non performance loan maksimal 5%. Ini berarti jika perusahaan penjamin memiliki modal Rp 10 milliar dan menjamin Rp 200 milliar rupiah) serta 5% dari seluruh UKM dijamin macet, maka seluruh modal perusahaan penjamin tersebut akan habis untuk menutup klaim atas kredit yang macet tersebut. 139
138 139
Delmon Frengki, Op. Cit, hlm. 98. Ibid, hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara