PREVALENSI KOKSIDIOSIS PADA SAPI PERAH DI KELOMPOK TERNAK TIRTA KENCANA DAN BARU SIREUM, CISARUA, KABUPATEN BOGOR
DORY SYLVIANISAH POHAN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Dory Sylvianisah Pohan NIM B04110049
ABSTRAK DORY SYLVIANISAH POHAN. Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA. Koksidiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Eimeria sp. Terdapat dua tipe Eimeria patogen, Eimeria bovis and Eimeria zuernii. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung besarnya prevalensi koksidiosis dan identifikasi jenis Eimeria sp. pada sapi perah (Tirta Kencana and Baru sireum). Salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode McMaster. Seratus sampel feses secara acak diambil dari kelompok ternak KUD Giri Tani (Tirta Kencana dan Baru Sireum). Sampel terdiri dari tiga jenis yaitu sampel dari sapi yang berumur kurang dari 6 bulan, berumur 6 sampai 12 bulan dan berumur lebih dari 12 bulan. Hasil menunjukkan prevalensi koksidiosis (Tirta Kencana dan Baru sireum) sebesar 47% (Selang Kepercayaan (SK) 95%; 37.2%56.7%) sedangkan prevalensi di tiap wilayah sebesar 58.3% (SK 95%; 49%68.3%) di Tirta Kencana dan 27% (SK 95%; 18.3%-35.7%) di Baru Sireum. Prevalensi tertinggi pada penelitian ini terdapat pada ternak berumur 6 sampai 12 bulan sebesar 92% (SK 95%; 87.0%-97.5%). Sebanyak tujuh spesies teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu E. bukidnonensis, E.wyomingensis, E. auburnensis, E. brasiliensis, E. canadensis, E. bovis dan E.zuernii.
ABSTRACT DORY SYLVIANISAH POHAN. Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA. Coccidiosis is a disease caused by protozoa Eimeria sp. There are two types of pathogenic Eimeria, Eimeria bovis and Eimeria zuernii. The aims of this study were to determined the prevalence of coccidiosis and identify species of Eimeria oocysts in dairy farm groups (Tirta Kencana and Baru sireum). One of the variety methods used in this study was McMaster method. One hundred fecal samples were randomly collected from dairy farms of KUD Giri Tani ( Tirta Kencana dan Baru Sireum). Samples were consisted of three types, aged less than 6 months, aged 6 to 12 months and aged more than 12 months. The result showed that the prevalence of coccidiosis (Tirta Kencana dan Baru sireum) was 47% (Confidence Interval (CI) 95%; 37.2%-56.7%), mean while the prevalence of each regions were 58.3% (CI 95%; 49%-68.3%) in Tirta Kencana and 27% (CI 95%; 18.3%-35.7%) in Baru Sireum. The highest prevalence in this study was found in cattle aged 6 to 12 months 92% (CI 95%; 87.0%-97.5%). Seven species were identified in this study, there were E. bukidnonensis, E.wyomingensis, E. auburnensis, E. brasiliensis, E. canadensis, E. bovis dan E.zuernii. Key words : coccidiosis, dairy cattle, Eimeria, OPG, prevalence
PREVALENSI KOKSIDIOSIS PADA SAPI PERAH DI KELOMPOK TERNAK TIRTA KENCANA DAN BARU SIREUM, CISARUA, KABUPATEN BOGOR
DORY SYLVIANISAH POHAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai dengan Agustus 2014 ini ialah Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Hj Umi Cahyaningsih dan Drh Arifin Budiman Nugraha MSi selaku pembimbing, tim laboratorium protozoologi ibu Nani dan ibu Mae. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Gozali Rahmat Nur Pohan, ibu Maimunah Siregar, adik Auliyah Lumonggasari Pohan serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman penelitian Elma Nefia dan Zikra Doviansyah atas bantuan serta motivasinya, teman-teman Ganglion 48, Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Hewan Akuatik Eksotik (Himpro HKSA), Omda Imatapsel 48 dan Malea Bawah atas dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Dory Sylvianisah Pohan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA METODE Lokasi dan Waktu penelitian Metode Penarikan Contoh Koleksi Sampel Penghitungan Jumlah Ookista dengan Metode McMaster Identifikasi Ookista Eimeria Secara Morfologi Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Koksidiosis (wilayah) Prevalensi koksidiosis berdasarkan Umur Derajat Infeksi pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin yang Berbeda Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin Hasil identifikasi spesies Eimeria sp. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
vi 1 1 1 2 2 4 4 5 5 5 6 6 6 6 8 8 9 10 11 11 11 12 15
DAFTAR TABEL 1 2 3 3 4 5
Prevalensi koksidiosis berdasarkan umur yang berbeda Derajat infeksi berdasarkan OTGT, berdasarkan umur dan jenis kelamin koksidiosis berdasarkan jenis kelamin Prevalensi Hasil Identifikasi jenis Eimeria sp. Berdasarkan Levine dan Soulsby
6 8 9 9 10
Hasil jumlah sampel yang terinfeksi satu spesies dan infeksi campuran
11
Prevalensi koksidiosis berdasarkan wilayah di Cisarua
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia terus berkembang seiring dengan peningkatan permintaan susu segar. Peningkatan konsumsi susu segar terlihat pada tahun 2009 sampai 2012 yakni sebesar 0.002 liter/kapita/tahun, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 0.003 liter/kapita/tahun (Ditjennak 2013) Sementara itu, populasi sapi perah secara nasional pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 2.47% dibandingkan tahun 2011. Peningkatan populasi berbanding lurus dengan peningkatan produksi susu segar secara nasional. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2012 mencapai 959.73 ton. Salah satu provinsi yang terus mengembangkan peternakan sapi perah adalah Jawa Barat. Populasi sapi perah di Jawa Barat pada tahun 2012 mencapai 136.054 ekor. Sementara itu, produksi susu segar Jawa Barat tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 302.6 ton (Ditjennak 2013). Salah satu peternakan sapi perah di Jawa Barat berada di Cisarua, Kabupaten Bogor. Cisarua merupakan daerah sentra peternakan sapi perah yang terus berkembang di Kabupaten Bogor. Perkembangan ini didukung oleh keberadaan koperasi susu yang menaungi peternak yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani. Peternakan sapi perah di Cisarua dapat dikategorikan dalam skala peternakan rakyat. Manajemen peternakan yang dijalankan masih konvensional dan berskala peternakan rumah tangga. Hal ini menyebabkan hewan ternak pada kelompok tersebut berpeluang besar terkena penyakit, salah satunya adalah koksidiosis. Koksidiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dari genus Eimeria. Eimeria adalah parasit yang termasuk ke dalam Filum Apicomplexa dan bersifat obligat intraseluler, selain itu beberapa diantaranya bersifat patogen. Pada sapi terdapat 13 spesies Eimeria spp yang bersifat parasitik yaitu E. alabamensis, E. auburnensis, E. bovis, E. brasiliensis, E. bukidnonensis, E. canadensis, E. cylindrica, E.ellipsoidalis, E. illinoisensis, E. pellita, E. supspherica, E. wyomingensis, E. zuernii. Dua spesies yang menyebabkan gejala klinis paling parah ialah E. bovis dan E. zuernii. Koksidiosis dapat meyebabkan hewan mengalami diare, anemia dan penurunan berat badan (Fitriastuti et al. 2011). Menurut Yu et al. (2011) ternak yang terinfeksi koksidiosis akan menunjukkan gejala klinis berupa malnutrisi, anemia dan diare berdarah, sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi. Beberapa kerugian ekonomi diantaranya ternak mengalami penurunan konsumsi pakan dan berat badan, serta kematian pada sapi. Menurut Pandit (2009) tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas hewan dapat menghambat keberlangsungan peternakan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga prevalensi koksidiosis pada sapi perah di kelompok tani Cisarua, Kabupaten Bogor, menduga prevalensi
2
koksidiosis pada kelompok umur yang berbeda, serta mengidentifikasi jenis Eimeria sp. pada sapi perah. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang penyakit koksidiosis kepada peternak sapi perah, pemerintah, dan masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA Eimeria spp. Koksidiosis merupakan penyakit dengan gejala klinis yang khas pada sapi. Koksidiosis disebabkan oleh protozoa Eimeria sp. (Ernest dan Benz 1981). Penyakit tersebut disebabkan oleh Eimeria yang termasuk dalam filum apicomplexa (Juliet et al. 2013). Klasifikasi Eimeria sp. menurut Levine (1985) sebagai berikut : Phylum : Protozoa Subphylum : Apicomplexa Kelas : Sporozoasida Subkelas : Coccidiasina Ordo : Eucoccidiorida Subordo : Eimeriorina Famili : Eimeriidae Genus : Eimeria Terdapat dua spesies Eimeria yang patogen dalam koksidiosis pada sapi yaitu Eimeria bovis dan Eimeria zuernii. Kedua spesies tersebut tersebar sebagai coccidia dengan prevalensi tertinggi (Khan et al. 2013). Beberapa spesies lain yang dapat menginfeksi diantaranya E. alabamensis, E. auburnensis dan E. ellipsoidalis. Spesies Eimeria tersebut dapat menginfeksi jika ookista yang termakan telah bersporulasi (Ernest dan Benz 1981). Siklus Hidup Coccidia memiliki dua fase dalam siklus hidupnya yaitu fase endogenus dan fase eksogenus. Fase endogenus dimulai ketika ookista yang infektif termakan oleh inang definitif. Ookista akan melepaskan sporokista, di dalam sporokista terdapat sporozoit. Satu ookista memiliki empat sporokista dan satu sporokista memiliki dua sporozoit. Ada delapan buah sporozoit dalam satu ookista. Sporozoit di dalam usus akan berkembang menjadi tropozoit yang selanjutnya berkembang menjadi skizon. Skizon generasi pertama yang sudah matang akan pecah sehingga merozoit akan keluar dari skizon dan akan menginfeksi ke sel epitel lainnya. Hal ini bertujuan membentuk generasi kedua skizon. Skizon generasi kedua akan pecah dan merozoit akan keluar kembali. Jumlah merozoit dari skizon generasi
3 pertama mencapai 900 merozoit, sedangkan jumlah merozoit dari skizon generasi kedua mencapai 200-350 merozoit. (Ernest dan benz 1981). Selanjutnya, merozoit akan berkembang menjadi sel gamet (gametogomi) yakni mikrogamet dan makrogamet. Makrogamet akan dibuahi oleh mikrogamet dan menghasilkan zigot, selanjutnya akan berkembang menjadi ookista. Ookista akan dilepaskan ke lingkungan bersama feses. Fase eksogenus (sporogoni) terjadi di luar tubuh inang dimulai dengan ditemukannya ookista di dalam feses. Ookista mengalami proses sporulasi untuk menjadi infektif. Beberapa faktor yang mempengaruhi sporulasi yaitu suhu, kelembapan serta oksigen. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tingkat patogenitas koksidiosis yaitu jumlah ookista yang menginfeksi, jumlah generasi dan produksi merozoit selama siklus skizogoni, lokasi parasit di dalam jaringan (Soulsby 1982).
Gambar 1 Siklus hidup Eimeria (Lassen 2012) Gejala Klinis Gejala klinis pada hewan yang terinfeksi umumnya adalah diare berulang sehingga menyebabkan hewan dehidrasi. Sementara itu pertumbuhan rambut pada kulit hewan menjadi kasar, serta terjadi penurunan pertumbuhan dan berat badan hewan. Semua gejala klinis tersebut dapat terjadi pada tahap akut, subakut dan kronis (Khan et al. 2013). Sapi yang mengalami koksidiosis ringan menunjukkan gejala klinis berupa diare, lemah serta anorexia. Bercak-bercak darah akan keluar bersamaan dengan feses. Selanjutnya fase akut ditandai dengan diare yang berulang selama tiga sampai lima hari (Ernest dan Benz 1981) Diagnosa Koksidiosis Cara mendiagnosa koksidiosis tidak cukup dengan melihat gejala klinis saja. Hal ini dapat terjadi kekeliruan dengan gejala klinis dari penyakit intestinal
4 lainnya. Diagnosa koksidiosis umumnya berdasarkan pada karakteristik morfologi ookista, parasitik biologi dan gejala klinis pada hewan (Mirani et al. 2012) Prevalensi Koksidosis pada Sapi Perah Prevalensi koksidiosis tertinggi terjadi pada sapi pedet atau anak sapi (Khan et al. 2013). Menurut Priti et al. (2008) hewan muda umumnya lebih rentan terhadap infeksi oleh Eimeria sp. Hal ini dikarenakan kekebalan tubuh hewan belum terbentuk secara sempurna. Selain itu menurut Mc Keller (2008) prevalensi koksidiosis akan meningkat pada kondisi sanitasi kandang dan lingkungan yang buruk, kurangnya asupan nutrisi serta kepadatan populasi. Padatnya populasi sapi di peternakan skala besar menyebabkan pedet berpeluang tertelan ookista bersporulasi dalam jumlah banyak. Umumnya secara alami infeksi Eimeria sp. dengan kombinasi lebih dari satu spesies. Pengendalian Koksidiosis Usaha pengendalian yang efektif yaitu dengan perbaikan manajemen peternakan. Perbaikam manajemen peternakan berupa perbaikan sanitasi kandang dan lingkungan sekitar serta penempatan pakan dan minum sapi di dalam kandang diusahakan cukup tinggi dari alas kandang. Hal ini untuk mencegah kontaminasi dari feses yang berada di alas kandang (Soulsby 1982) Pengobatan koksidiosis dapat menggunakan obat kelompok sulfonamid, diantaranya sulphamezathine dan sulfaguanidin. Selain itu aprolium dan monensin juga dapat digunakan pada koksidiosis. Monensin merupakan antikoksidia berspektrum luas dan efektif pada anak atau pedet sapi perah (Langston et al. 1985).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Agustus 2014. Sampel feses berasal dari dua kelompok peternak (Tirta Kencana dan Baru Sireum) di KUD Giri Tani Cisarua, Kabupaten Bogor. Pemeriksaan sampel feses dilakukan di Laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB. Daerah Cisarua berada pada ketinggian 900-1800 m dpl dan memiliki curah hujan rata-rata mencapai 3.005 mm per tahun. Suhu di daerah Cisarua berkisar antara 16-24 °C (BPS 2014). Oleh karena itu, daerah Cisarua menjadi daerah pengembangan peternakan sapi perah. Beberapa kelompok peternak sapi perah di Cisarua bergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani. Terdapat lima kelompok peternak KUD Giri Tani, diantaranya adalah Baru Tegal, Baru sireum, Bina Warga, Tirta Kencana dan Mekarjaya. Kelompok peternak daerah Tirta Kencana dan Baru Sireum merupakan lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini
5
Metode Penarikan Contoh Sampel feses diambil dari sapi di kelompok peternak Tirta Kencana dan Baru Sireum Cisarua, Kabupaten Bogor. Satuan penarikan contoh dari penelitian ini ialah sapi perah. Jumlah populasi sapi perah di peternakan tersebut sebesar 500 ekor. Besaran sampel yang didapat menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan sebesar 10%, sehingga jumlah ukuran sampel sebanyak 100 sampel. Adapun rumus ukuran contoh untuk menduga prevalensi penyakit (Thrushfield 2005) : n= Keterangan : n : ukuran contoh p : prevalensi dugaan q : (1 - p) L : tingkat kesalahan Koleksi Sampel Sampel feses sebanyak lebih kurang 20 gram diambil secara perektal kemudian dimasukan ke dalam plastik. Selanjutnya, setiap sampel feses diidentifikasi berdasarkan nama peternak, umur ternak, jenis kelamin, dan nomor ternak. Sampel feses yang diperoleh disimpan dalam cooler box selama perjalanan, kemudian disimpan ke dalam lemari pendingin (4-6°C) sampai sampel dilakukan pemeriksaan. Penghitungan Jumlah Ookista dengan Metode McMaster Sebanyak empat gram feses dimasukkan ke dalam wadah plastik lalu ditambahkan larutan garam jenuh sebanyak 56 mL dan diaduk homogen. Larutan disaring menggunakan saringan untuk menghilangkan serat rumput serta pengotor lainnya. Hasil saringan diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster kemudian didiamkan terlebih dahulu selama lima sampai sepuluh menit. Setelah itu, diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Adapun Rumus yang digunakan untuk menghitung Ookista Tiap gram Tinja (Lucas et al. 2006) : OTGT = Keterangan : n : Jumlah ookista terhitung Vt : Volume tinja (gram) Vp : Volume larutan pengapung (mL) Vkh : Volume kamar hitung (McMaster)
6
Identifikasi Ookista Eimeria Secara Morfologi Identifikasi ookista Eimeria dilakukan berdasarkan morfologi dengan mengukur panjang dan lebar ookista. Pengukuran menggunakan mikrometer okuler pada perbesaran 100 kali. Ukuran panjang dan lebar ookista dikalikan dengan faktor pengali sebesar 7.5. Nilai faktor pengali tersebut merupakan nilai konversi dari kalibrasi mikrokskop. Indeks ookista didapatkan dengan cara membagi panjang dan lebar ookista. Hasil yang didapatkan dibandingkan dengan referensi. Referensi yang digunakan yaitu Soulsby (1982) serta Levine (1985) Analisis Data Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 20. dengan metode Kruskal Wallis dilanjutkan dengan Dunn Test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Koksidiosis berdasarkan Wilayah Sebanyak 100 sampel dalam penelitian ini didapat dari Tirta Kencana dan Baru Sireum. Sampel tersebut terdiri atas 63 sampel dari Tirta Kencana dan 37 sampel dari Baru Sireum. Prevalensi koksidiosis secara keseluruhan di kedua kelompok ternak sebesar 47% (Selang Kepercayaan (SK) 95%; 37.2%-56.7%) dengan masing-masing prevalensi pada setiap kelompok ternak adalah 58.3% (SK 95%; 49%-68.3%) di Tirta Kencana dan 27% (SK 95%; 18.3%-35.7%) di Baru Sireum. Data prevalensi koksidiosis pada kedua wilayah tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Prevalensi koksidiosis berdasarkan wilayah di Cisarua
Wilayah
Jumlah Sampel
Jumlah sampel positif
Prevalensi (%)
Selang Kepercayaan SK (95%)
Alas kandang
Tirta Kencana
63
37
58.3
49,0-68,3
Karet
Baru Sireum
37
10
27.0
18.3-35.7
Semen
Total
100
47
47.0
37.2-56.7
Prevalensi di Tirta Kencana lebih besar daripada Baru Sireum. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan penerapan manajemen peternakan di setiap kelompok ternak. Perbedaan manajemen peternakan terlihat pada alas kandang yang digunakan di kedua kelompok ternak. Kelompok Tirta Kencana menggunakan alas karet sedangkan Baru Sireum menggunakan alas semen.
7 Peternak dengan alas karet hanya melakukan pembersihan pada bagian alas saja, sedangkan bagian lantai yang tertutup karet tidak dibersihkan sehingga ookista diduga dapat bertahan disana. Prevalensi koksidiosis ternak dengan menggunakan alas karet lebih besar daripada semen. Hal tersebut sesuai dengan Abebe at al. (2008) dimana prevelansi koksidiosis lebih tinggi pada alas kandang tanpa semen (karet) dibandingkan alas semen. Hal ini dikarenakan pembersihan alas kandang semen lebih mudah dibandingkan dengan alas karet, sehingga peluang ternak terinfeksi berkurang. Pembersihan pada lantai yang tertutup alas karet dapat mengurangi peluang ternak terinfeksi koksidiosis. Pembersihan dapat dilakukan dengan cara menyikat lantai tersebut. Menurut David et al. (2012) prevalensi koksidiosis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain alas kandang diantaranya adalah sumber air, frekuensi pembersihan kandang serta penyimpanan pakan. Sumber air di Tirta Kencana dan Baru Sireum berasal dari mata air. Sumber air digunakan untuk praktek higiene dan sanitasi kandang, salah satunya membersihkan kandang. Adapun frekuensi pembersihan kandang di kedua kelompok dilakukan dua kali sehari. Penyimpanan pakan pada kedua kelompok diletakkan langsung di atas alas kandang tanpa ada tempat khusus. Hal ini diduga dapat membuat ternak mudah terinfeksi oleh pakan yang terkontaminasi ookista yang terdapat pada alas kandang. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, banyak peternak yang mencampurkan ternaknya dalam satu kandang. Sapi dewasa yang berumur lebih dari 12 bulan dicampurkan dengan sapi pedet berumur kurang dari enam bulan. Menurut Abebe at al. (2008) pencampuran ternak dalam satu kandang menyebabkan terjadinya kontak fisik antara sapi dewasa dan sapi pedet, sehingga sapi pedet mudah terinfeksi koksidiosis. Total prevalensi kedua wilayah umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat prevalensi koksidiosis pada sapi yang telah dilaporkan di Indonesia. Hasil ini lebih tinggi dari prevalensi koksidiosis di Kabupaten Karang anyar dengan prevalensi sebesar 38.7% (Istiyani 2013), Kabupaten Wonogiri sebesar 43.2% (Ardianto 2013) dan Kabupaten Sragen sebesar 38.7% (Nanditya 2014). Sementara itu, hasil penelitian di daerah Boyolali didapat prevalensi sebesar 48.2% (Wicaksana 2013). Lain halnya, prevalensi di sembilan provinsi (Gorontalo, Sulawesi selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Maluku) prevalensinya berkisar 70% sampai 100% (Fitrriastuti et al. 2011). Hasil penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi di Tirta Kencana dan Baru Sireum. Prevalensi koksidiosis pada sapi telah dilaporkan di berbagai negara diantaranya adalah di Eastonia sebesar 37% (Lassen dan Ostergaard 2012), Ethiopia sebesar 68.1% (Abebe et al. 2008) dan Shanghai, Cina sebesar 47,1% (Hui et al. 2012) Perbedaan prevalensi di setiap wilayah di sebabkan oleh beberapa faktor seperti iklim, manajemen peternakan, jenis ras sapi dan agroekologi suatu daerah (Yu et al. 2011). Sementara itu, menurut Khan et al. (2013) hasil prevalensi yang bervariasi berkaitan dengan perbedaan dalam penerapan agroekologi, manajemen peternakan dan cara beternak di setiap negara. Manajemen peternakan yang diterapkan diduga sebagai faktor risiko kejadian koksidiosis. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari, pada bulan tersebut intensitas hujan tinggi di Cisarua. Peningkatan prevalensi koksidiosis pada musim
8 hujan menyebabkan ookista berkembang secara progresif karena intensitas hujan tinggi dan temperatur yang rendah (Soulsby 1982). Beberapa faktor predisposisi seperti nutrisi dan sanitasi yang rendah serta kepadatan kandang yang tinggi berpengaruh terhadap infeksi Eimeria. Kondisi stres salah satunya dapat ditimbulkan oleh kepadatan kandang yang tinggi, sehingga secara tidak langsung menyebabkan penurunan sistim imun. Menurut Somayeh dan Alborzi (2013) bahwa penurunan sistim imun menyebabkan sapi mudah terinfeksi Eimeria. Prevalensi koksidiosis berdasarkan Umur Berdasarkan tabel 2, sapi berumur kurang dari 6 bulan memiliki prevalensi sebesar 76.1% (SK 95%; 67.8%-84.5%). Prevalensi berdasarkan umur tertinggi terjadi pada sapi umur 6 sampai 12 bulan sebesar 92.3% (SK 95%; 87.0%-97.5%), sedangkan prevalensi terendah terjadi pada sapi dewasa berumur lebih dari 12 bulan sebesar 28.7% (SK 95%; 19.9%-37.6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Ethiopia dengan prevalensi sebesar 81% pada sapi berumur 6 sampai 12 bulan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Lucas et al. (2014) di MidAtlantic Amerika Serikat, prevalensi tertinggi terjadi pada sapi muda berumur 5 sampai 6 bulan (Lucas et al. 2014). Tabel 2 Prevalensi koksidiosis berdasarkan umur yang berbeda Jumlah Jumlah sampel Umur Prevalensi (%) Selang Kepercayaan sampel positif SK (95%) <6 bulan
21
16
76.1
67.8-84.5
6-12 bulan
13
12
92.3
87.0-97.5
>12 bulan
66
19
28.7
19.9-37.6
Total
100
47
47.0
37.2-56.7
Prevalensi koksidiosis pada sapi berumur kurang dari 6 bulan dan 6 sampai 12 bulan lebih tinggi dibandingkan sapi dewasa. Salah satunya diakibatkan sistem kekebalan yang belum terbentuk dengan baik (immature). Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan sebagian peternak masih mencampurkan sapi dengan umur yang berbeda dalam satu kandang. Faktor imunitas yang rendah ditambah dengan pencampuran ternak serta sanitasi buruk menyebabkan sapi muda mudah terinfeksi oleh sapi dewasa. Beberapa faktor lain seperti stress, sering terjadi pada sapi muda yang menyebabkan respon imun menurun sehingga sapi menjadi rentan terhadap koksidiosis. Faktor risiko lain yang memengaruhi seperti penyapihan dan pemberian kolostrum tidak dilakukan setelah sapi melahirkan (Sanchez et al. 2007). Derajat Infeksi pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin yang Berbeda Derajat infeksi (OTGT) tertinggi pada sapi berumur lebih dari 12 bulan dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Menurut Somayeh dan Alborzi (2013) jumlah OTGT dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu rendah
9 2500 OTGT ; sedang 2500-5000 OTGT dan tinggi 5000 OTGT. Berdasarkan hasil OTGT dapat disimpulkan sapi di kelompok ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum menderita koksidiosis ringan karena jumlah OTGT dibawah 2500. Tabel 3 Derajat infeksi berdasarkan OTGT, berdasarkan umur dan jenis kelamin Kriteria Sampel
Umur/Jenis kelamin
Rata-rata OTGT
SK 95%
6 bln
154.5
147.2-161.8
<6-12 bln
104.5
98.5-110.5
>12 bln
554.5
540.6-568.4
Jantan
227.2
206.6-236.0
betina
586.3
572.1-600.5
Umur
Jenis kelamin
p 0.328
0.459
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan yang nyata pada kelompok umur terhadap nilai OTGT (p>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alemayheu et al. (2013) yang menunjukkan perbedaan yang nyata pada kelompok umur (p<0.05) Selanjutya dengan uji Mann-whitney juga tidak ada perbedaan nyata pada jenis kelamin (p>0.05). Hasil ini sesuai penelitian yang dilakukan di Ethiopia yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada jenis kelamin (p>0.05) (Alemayehu et al. 2013). Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin Prevalensi koksidiosis pada sapi jantan (75%; SK 95%; 66.5%-83.4%) lebih tinggi dibandingkan pada sapi betina (32%; 32% (SK 95%; 30.4%-49.6%). Tabel 4 Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin
Jantan
20
Jumlah sampel positif 15
Betina
80
32
40.0
30.4-49.6
Total
100
47
47.0
37.2-56.7
Jenis Kelamin
Jumlah sampel
Prevalensi (%) 75.0
Selang Kepercayaan SK (95%) 66.5-83.4
Berdasarkan hasil penelitian ini sapi jantan terinfeksi koksidiosis lebih tinggi dibandingkan sapi betina. Hal tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan pada sapi jantan lebih buruk dibandingkan pada sapi betina. Seperti halnya sapi jantan dibersihkan sehari sekali sedangkan sapi betina kebersihannya dilakukan dua kali sehari seusai jadwal pemerahan. Menurut David (2012) sanitasi peternakan serta sistem pemeliharan berpengaruh terhadap prevalensi koksidiosis. Sanitasi dan sistem pemeliharaan yang buruk akan meningkatkan prevalensi koksidiosis.
10 Menurut David et al. (2012) tidak ada hubungan signifikan antara infeksi Eimeria dengan jenis kelamin. Jantan maupun betina memiliki peluang yang sama untuk terinfeksi Eimeria. Jumlah betina positif terinfeksi Eimeria lebih banyak dari jumlah jantan, kejadian ini diduga disebabkan oleh stres fisiologis pada betina saat kehamilan dan melahirkan Hasil identifikasi spesies Eimeria sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh jenis Eimeria yang teridentifikasi diantaranya adalah E. bukidnonensis, E.wyomingensis, E. auburnensis, E. brasiliensis, E. canadensis, E. bovis dan E.zuernii. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Ethiopia, sebanyak sembilan jenis Eimeria teridentifikasi. Sembilan jenis tersebut yaitu E. bukidnonensis, E.wyomingensis, E. auburnensis, E. canadensis, E.zuernii, E. ellipsoidalis, E. subspherica, E. cylindrica, E. alabamensis (Abebe et al. 2008). Hasil identifikasi spesies Eimeria sp. dalam penelitian ini tersaji pada tabel 4. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat dua spesies Eimeria patogen. Menurut Daugshcies dan Najdrowski (2005) sapi yang terinfeksi E. bovis dan E.zuernii akan menunjukkan gejala klinis berupa diare, bulu kusam dan kaheksia. Namun berdasarkan hasil pengamatan di lapang tidak banyak sapi yang menunjukkan gejala klinis tersebut. Kemungkinan sapi terinfeksi koksidiosis secara subklinis, sehingga tidak banyak sapi yang terlihat gejala klinisnya. Tabel 5 Hasil identifikasi jenis Eimeria sp. berdasarkan Levine (1985) dan Soulsby (1982) Hasil Identifikasi Ukuran p x l (µm)
Indeks
Soulsby (1982) Ukuran p xl (µm)
Indeks
Levine (1985) Ukuran p xl (µm)
Indeks
Jenis Eimeria sp.
37.5-52.5 x 37.5 52.5 45 x45*
1
44 x 31,1
1.41
34-64 x 26-41
1.46
Eimeria bukidnonensis
45 x 30 45 x 30*
1,5
37-44.9 x 26.4-30.8
1.43
36-46x 26-32
1.41
Eimeria wyomingenssis
37.5 x 22.5 37.5 x 22.5*
1,67
32-46 x 20-25
1.65
32-46 x 19-30
1.59
Eimeria aurbunensis
37.5 x 30 37.5 x 30*
1,25
34.2-42.7 x 24.2-29.9
1.38
31-49 x 21-33
1.48
Eimeria brasiliensis
30 x 30 30 x 30*
1
28-37 x 20-27
1.39
28-39 x 20-29
1.37
Eimeria canadensis
22.5-30 x 22.5 1.17 26.25 x 22.5*
23-34 x 17-23
1.36
23-34 x 17-23
1.17
Eimeria bovis
22.5 x 15 22.5 x 15*
15-22 x 13-18
1.14
12-29 x 10-21
1.32
Eimeria zuernii
1.5
11
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 5 sebanyak 25 sampel terinfeksi oleh satu jenis Eimeria (53.2%) dari total sampel. Selebihnya 44 sampel terinfeksi lebih dari satu jenis Eimeria atau sebesar 46.8% dari total sampel. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian dan pencegahan terhadap ookista yang ada di lingkungan. Tabel 6 Hasil jumlah sampel yang terinfeksi satu spesies dan infeksi campuran Spesies Eimeria Jumlah Prevalensi (%) sampel positif 1 spesies 25 53.2 E. brasiliensis 7 14.9 E. canadensis 5 10.6 E. bovis 5 10.6 E. bukidnonensis 3 6.4 E. wyomingensis 3 6.4 E. aurbunensis 1 2.1 E. zuernii 1 2.1 Infeksi campuran 22 46.8 Total 47 100
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan prevalensi total koksidiosis di kelompok ternak Kencana dan Baru Sireum sebesar 47%. Sedangkan prevalensi koksidiosis berdasarkan kelompok umur tertinggi terdapat pada umur 6 bulan sampai 12 bulan sebesar 92.3% (SK 95%; 87.0-97.5). Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT terdapat pada sapi berumur lebih dari 12 bulan (OTGT; 554.5). Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin terdapat pada sapi jantan (75%; SK 95%; 66.5%-83.4%) Sebanyak 7 spesies Eimeria teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu E.
bukidnonensis, E.wyomingensis, E. auburnensis, E. brasiliensis, E. canadensis, E. bovis dan E.zuernii. Sampel yang terinfeksi 1 spesies Eimeria spp. memiliki prevalensi sebesar 53.2% dan 46.8% untuk prevalensi infeksi campuran. Spesies yang tertinggi adalah E. brasiliensis (14.9%).
SARAN Saran perlu dilakukan sosialisasi bahaya koksidiosis kepada peternak untuk menghindari tingkat kejadian koksidiosis.
12
DAFTAR PUSTAKA Abebe R, Wossene A, Kumsa B. 2008. Epidemiology of Eimeria infections in calves in Addis Ababa and debre zeit dairy farms, Ethiopia. Intern J Appl Res Vet Med. [internet] [diunduh 2015 januari 21]; 6(1):24-30. Tersedia pada: http://www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.pdf Alemayehu A, Nuru M, Belina T. 2013. Prevalence of bovine coccidia in Kombolcha district of South Wollo, Ethiopia. J. Vet. Med. Anim. Health, 5(2):41-45.doi: 10.5897/JVMAH12.049. Ardianto. 2013. Prevalensi koksidiosis pada pedet di kabupaten Wonogiri[skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Bruhn FRP, Lopes MA, Demeu FA, Perazza CA, Pedrosa MF, Guimaraes AM. 2011. Frequency of species of Eimeria in females of the holstein-fresian breed at the post-weaning stage during autumn and winter. Rev Bras Parasitol Vet [Internet] [diunduh 2015 April 8]; 20(4):303-307. Tersedia pada: http://www.scielo.br/pdf/rbpv/v21n2/v21n2a19 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. Jakarta [ID]: BPS Daugschies A, Najdrowski M. 2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J. Vet. Med. [internet] [diunduh 2015 mei 22]; 52(10): 417-427. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16364016 David F, Amede Y, Bekele M. 2012. Calf coccidiosis in selected dairy farms of dire dawa, Eastern Ethiopia. Global Vet. [Internet] [diunduh 2015 April 8]; 9(4): 460-464. Tersedia pada: http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-271.pdf. [DITJEN PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik peternakan dan kesehatan hewan. Jakarta [ID]: DITJEN PKH Ernest, John V. Benz Gerald W. 1981. Diseases of cattle in the tropics : economic and zoonotic. Curr Trop in Vet Med and Anim Sci. [internet] [diunduh 2015 januari 7]; 6: 377-392. Tersedia pada: http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-94-015-6895-1_31 Fitriastuti ER, Atikah N, Isriyanthi NMR. 2011. Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi Betina di 9 Propinsi di Indonesia Tahun 2011. Bogor (ID): Balai pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Hui D, Zhao Q, Hongyu H, Jiang L, Zhu S, Li T, Kong C, Huang B. 2012. Prevalence of coccidial infection in dairy cattle in Shanghai,Cina. J Vet Parasitol, 98(5): 963-966.doi: http://dx.doi.org/10.1645/GE-2966.1 Istiyani ZD. 2013. Prevalensi koksidiosis pada pedet di kabupaten Karanganyar [skripsi]. Yogyakarta(ID): Universitas Gadjah Mada Juliet ON, Oliver ON, Oliver OO, Cosmas UA. 2013. Comparative study of intestinal helminths and protozoa of cattle and goats in Abakaliki metropolis of Ebonyi State, Nigeria. Adv. Appl. Sci. Res. [Internet] [diunduh 2015 April 23] 4(2):223-227. Tersedia pada: http://pelagiaresearchlibrary.com Khan MN, Sajid MS, Abbas RZ, Sikandar MA, Riaz M. 2013. Determinants influencing prevalence of coccidiosis in Pakistani buffaloes. Pak Vet J [Internet] [diunduh 2015 mei 21]; 33(3): 287-290. Tersedia pada: http://www.pvj.com.pk/pdf-files/33_3/287-290.pdf
13 Langston VC, Galey F, Lovell R, Buck WB.1985. Toxicity and therapeutic of monensin: A review. Vet med. [internet] [diunduh 2015 Mei 22] 75-83. Tersedia pada: http://www.government.se/ Lassen B, Ostergaard S. 2012. Estimation of the economical effect of Eimeria infections in eastonian dairy herds using a stochastic model. Prev Vet Med, [Internet] [diunduh 2015 April 8]; 106: 258-265. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22608299. Levine ND. 1985. Veterinary Protozoology. Ames (USA): Iowa State University Pr. Lucas AS, Swecker JWS, Lindsay DS, Scaglia G, Neel JPS, Elvinger FC, Zajac AM. 2014. A study of the level and dynamic of eimeria populations in naturally infected, grazing beef cattle at various stages of prosudtion in the mid-atlantic USA. Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 April 8];202: 201-206. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed /24680603. McKellar, A.Q. 2008. Gastrointestinal Parasites of Ruminants. USA: Whitehouse Station . In: Kahn CM, Line S, Aiello S.E. (eds) Mirani AH, Shah MGU, Mirbahar KB, Khan MS, Lochi GM, Khan IU, Alam F, Hasan SM, Tariq M. 2012. Prevalence of coccidiosis and other gastointestinal nematode species in buffalo calves at Hyderabad, Sindh, Pakistan. Afr. J. Microbiol. Res. [internet] [diunduh 2015 Februari 14]; 6(33) 6291-6294.doi: 10.5897/AJMR12.1030 Nanditya WK. 2014. Prevalensi koksidiosis pada sapi dan prevalensi kematian pedet di Sragen, Jawa Tengah, Indonesia: Studi Kasus [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah mada. Pandit BA. 2009. Prevalence of coccidiosis in cattle in Kashmir.Valley.VetScan [Internet] [diunduh 2015 Mei 1]; 4(1):16-20. Tersedia pada:http://www.vetscan.co.in/v4n1/prevalence_of_coccidiosis_in_cattle _in_kashmir_valley.htm Priti M, Sinha SRP, Sucheta S, Verma SB, Sharma SK, Mandal KG, 2008. Prevalence of bovine coccidiosis at Patna. J Vet Parasitol. [internet] [diunduh 2015 maret 13] 22: 5-12. Tersedia pada: http://www.indianjournals.com Sanchez RO, Romero JR, Founroge RD. 2007. Dynamics of Eimeria oocyst excretion in dairy calves in the province of Buenos Aires (Argentina), during their first 2 months of age. Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 April]; 151: 133-138. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401707005961. Somayeh B, Alborzi AR. 2013. Prevalence of subclinical coccidiosis in river buffalo calves of southwest of Iran. Acta Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 April 10]; 58(4): 527-530. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24338314. Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of Domisticated Animals. 7th ed. London: Balliere Tindall Thrusfield M (2005). Veterinary Epidemiology. 3rd Ed. Oxford (UK): Blackwell Science Ltd. hlm 233-261.
14 Wicaksana TR. 2013. Prevalensi dan faktor risiko koksidiosis (Eimeria sp.) pada Pedet di Kabupaten Boyolali [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Yu SK, Gao M, Huang N, Jia YQ, Lin Q. 2011. Prevalence of coccidial infection in cattle in Shaanxi province, Northwestern China. J An Vet Adv. 10 (20): 2716-2719. doi:10.3923/javaa.2011.2716.2719 .
15
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di jakarta pada tanggal 21 Oktober 1993, putri pertama dari bapak Gojali Rahmat Nur Pohan dan ibu Maimunah Siregar. Penulis menempuh studi di Taman Kanak-kanak Bani Saleh 2 1997-1999. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Islam Terpadu Thariq Bin Ziyad Kota Bekasi 1999-2005, SMPIT Thariq Bin Ziyad Kota Bekasi 2005-2008 dan SMA Negeri 1 Kota Bekasi 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 pada perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur SNMPTN Undangan (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan. Selama di IPB, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Anatomi Veteriner 1 dan Embriologi dan Genetika Perkembangan pada tahun 2013. Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama masa perkuliahan yaitu Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Aquatik (HKSA), Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan OMDA IMATAPSEL (Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan) serta menjadi panitia dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan fakultas. Pada bulan bulan Januari 2013 sampai dengan Agustus 2014 penulis melakukan riset prevalensi koksidiosi pada sapi perah di kelompok ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten Bogor sebagai karya tulis untuk meraih gelar sarjana kedokteran hewan.