KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
MARIA NUNIK SUMARTINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor,
Oktober 2010
Maria Nunik Sumartini F352080065
ABSTRACT MARIA N. SUMARTINI. Feasibility Study and Strategy Development of Cluster of Dairy Farmer in Sub District Cisarua, District Bogor (Supervised by H. MUSA HUBEIS as Committee Chairman, and H. SURYAHADI as Member). Dairy farmer in Sub District Cisarua is expected to be developed as cluster, an integrated dairy farmer from milk production aspects to processing and marketing (on an off farm). Milk processing can be executed by the processing industry or the dairy farmers themselves. This study aims to (1) identify and analyze the components of the cluster, (2) feasibility study of cluster related to increasing of value added of dairy products, and (3) determine the appropriate strategies of business development dairy farmers in Sub District Cisarua, District Bogor. Primary data collected through field surveys and interviews by questionnaires to dairy farmer and other respondent, to obtain supporting data with Non probability method as purposive sampling. Dairy farmers were divided into 3 (three) business scale, namely the ownership of adult cow < 6, 6-10 and > 10. Secondary data collected through literature, documents and related reports. Cluster dairy farmer in Sub District Cisarua formed from the main component of dairy farmers, Primary Cooperation (KUD) Giri Tani, and PT Cimory. Other components are influential in its development is the government, academia, and Dairy Processing Cooperation (KPS) Bogor. Business of dairy farmers in Sub District Cisarua is generally feasible. Average of Pay Back Period (PBP) at 18% interest rate range is 2 years 6 months. Average of Net Benefit/Cost (B/C) 97% of dairy farmers is 2.67. On 2008, 93% of farmers reached Break Event Point (BEP) and on 2009 all farmers reached. Net Present Value (NPV) : Discount Factor (DF) 14% of 97% farmers is positive. NPV;DF 18% of 90% farmer is positive. Average of IRR at NPV1; DF 14% and NPV2; DF Internal Rate of Return (IRR) of 18% is 25.15% for 97% of farmers, higher than interest rate in 20082009 (14-15%). Yoghurt processing unit was feasible to develop. The value added of fresh milk into yogurt products is Rp. 1,814,-/l. PBP is 11 months. Net B/C is 3.35. NPV (DF) 14% is positive Rp. 147,150,300. DF NPV of 18% is positive Rp. 95,059,288. IRR is 25.30%. The Development strategies of dairy farmers cluster in Sub District Cisarua are production aspect, market aspects, and information technology aspects. Keywords: cluster, dairy farmers, development strategy, feasibility.
RINGKASAN MARIA N. SUMARTINI. Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan SURYAHADI sebagai Anggota. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua diharapkan dapat dikembangkan sebagai klaster peternak sapi perah yang terintegrasi dari aspek produksi susu sampai pengolahan dan pemasarannya. Pengolahan susu bisa dilaksanakan oleh industri pengolahan atau oleh peternak sendiri. Kajian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisa komponen klaster, (2) mengkaji kelayakan usaha pengembangan klaster dalam kaitannya dengan peningkatan nilai tambah produk susu, dan (3) menentukan strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan dan wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode Nonprobability, yaitu Purposive Sampling. Peternak sapi perah dibagi atas 3 (tiga) skala usaha, yaitu kepemilikan sapi dewasa < 6 ekor, 6-10 ekor dan >10 ekor. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pustaka, dokumen dan laporan-laporan yang terkait. Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari komponen utama peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok, KUD Giri Tani, dan PT Cimory. Komponen lain yang berpengaruh dalam perkembangannya adalah pemerintah, akademisi, serta KPS Bogor. Tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah secara optimal dicapai pada skala usaha kepemilikan sapi betina dewasa > 6 ekor. Usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua secara umum layak. Rataan PBP pada tingkat bunga 18% adalah 2 tahun 6 bulan. Net B/C 97% peternak lebih besar dari satu dengan rataan 2,67. Pada tahun 2008, 93% peternak mencapai BEP dan tahun 2009 seluruh peternak mencapai BEP. NPV dengan tingkat bunga (DF) 14% pada 97% peternak positif. NPV dengan tingkat bunga (DF) 18% pada 90% peternak positif. Untuk NPV1; DF 14% dan NPV2; DF 18% diperoleh rataan IRR 25,15% pada 97% peternak, lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial pada tahun 2008-2009 yaitu 14-15%. Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi betina dewasa, semakin besar skala kepemilikan semakin layak secara finansial. Unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani layak untuk dikembangkan dengan PBP 11 bulan; Net B/C positif 3.35; titik impas volume produksi 220.075 pack/tahun dan titik impas biaya per pack Rp. 2.596,- dan dapat dilampaui melalui kemampuan produksi 261.800 pack/tahun dengan harga jual Rp. 3.100,-/pack. NPV dengan konversi tingkat bunga (DF) 14% positif Rp. 147.150.300,- dan NPV DF 18% positif Rp. 95.059.288,- serta IRR 25,30%. Unit pengolahan yoghurt mampu memberi nilai tambah Rp. 1.814,-/l. Strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah : pertama, aspek produksi : (1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan mutu pakan; (2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.; (3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman substitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi kering; (4) Pengadaan mobil berpendingin oleh KUD atau PT Cimory; (5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan menghindari inbreeding oleh pemerintah; (6) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak bekerjasama dengan pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan teknologi tepat guna); (7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan keamanan pangan produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh pemerintah dan perguruan tinggi. Kedua, aspek pasar : (1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastitis dengan
penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory; (2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah; (3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator; (4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT Cimory, terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran; (5) Peningkatan kerjasama KUD dalam pemasaran yoghurt KUD dengan agen/sales yang menyediakan sarana pemasaran sendiri. Ketiga, aspek penguasaan informasi dan teknologi : (1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi; (2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah, Perguruan Tinggi dan PT Cimory; dan (3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi; serta keempat : kombinasi dari ketiga aspek dimaksud : (1) Perbaikan manajemen dan kinerja internal KUD dengan kerjasama dan transparansi; (2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD; dan (3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah daerah. Peran PT Cimory perlu ditingkatkan dalam upaya perbaikan mutu dan kontinuitas pasokan bahan baku ke PT Cimory. Beberapa saran operasional untuk perkembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor adalah (1) Perlunya kekompakan peternak sapi perah dan pengelola susu, baik dalam wadah kelompok maupun KUD Giri Tani untuk peningkatan mutu susu melalui penerapan GFP dan GHP. Mengingat 57% peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah skala kepemilikan sapi dewasa betina < 6 ekor dan hasl kajian ini, maka perlu upaya peningkatan populasi untuk pencapaian kepemilikan ternak > 5 ekor sapi betina dewasa dengan rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa minimal 66,7%; (2) Perlunya komitmen PT Cimory dalam pembelian susu melalui KUD, sehingga peternak besar tidak bisa menjual susu langsung ke KUD tanpa melalui KUD; (3) Perlunya penerapan fasilitator pemerintah dan kerjasama Perguruan Tinggi dalam penerapan strategi pengembangan klaster hasil kajian ini, terutama dalam desiminasi teknologi produksi, pasca panen dan pengolahan susu, serta pendampingan usaha; (4) Perlunya pengawasan manajemen KUD Giri Tani khususnya oleh pemerintah; (5) Keberpihakan industri persusuan nasional dan pemerintah yang secara mikro dapat dilihat dari keberpihakan PT Cimory, Dinas terkait dan Perguruan Tinggi dalam mendukung pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, walaupun peran dan keberpihakan masing-masing komponen masih perlu ditingkatkan lagi, terutama partisipasi PT Cimory dalam kerjasama peningkatan produktivitas ternak dan mutu susu. Secara lebih luas beberapa kebijakan yang direkomendasikan dari hasil kajian ini adalah (1) Pengembangan Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat; (2) Kebijakan tata ruang wilayah yang mengamankan tanah garapan; (3) Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu peternak dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu oleh pemerintah; (4) Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan pemerintah; (5) Pengaturan produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk menghindari inbreeding oleh pemerintah; (6) Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah; dan (7) Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih dan pengelolaan limbah oleh pemerintah dan pelaku usaha terkait.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
MARIA NUNIK SUMARTINI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tugas Akhir
: Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa
: Maria Nunik Sumartini
Nomor Pokok
: F352080065
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Ketua
Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis MS, Dipl.Ing., DEA
Tanggal Ujian : 8 Oktober 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kurniaNya, sehingga Tugas Akhir berjudul “Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing atas arahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir. 2. Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas arahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir. 3. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku dosen penguji. 4. Bapak Heru Susanto, Bapak Cipto Budi Utomo, Bapak H. Bunyamin, Bapak H. Makmur beserta seluruh jajaran di KUD Giri Tani dan kelima Kelompok Peternak di Kecamatan Cisarua, serta PT Cimory atas pengorbanan waktu dan tenaga serta informasi yang diberikan. 5. Ibu Banun Harpini, Bapak Ananto Kusuma Seta, Ibu Gayatri K Rana atas dukungan semangatnya, Bapak Agus Amran dan seluruh teman di Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian atas dukungan serta informasi yang diberikan. Terutama juga kepada seluruh jajaran Sekretariat Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian atas pengertian yang diberikan selama proses perkuliahan dan penyusunan tugas akhir. 6. Suami dan anak tercinta, serta orang tua dan seluruh keluarga atas dukungan dan doa restunya. 7. Seluruh teman-teman MPI khususnya Angkatan XI dan Tim Sekretariat MPI atas segala dukungan dan bantuannya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap tugas akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Penulis
Oktober 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1968 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari Bapak A.P. Suharno dan Ibu Yuliana T. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2008 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak Oktober 1991 hingga Desember 1991 penulis bekerja di PT Charoen Phokphand. Pada Maret tahun 1992, penulis diterima bekerja di instansi pemerintah, yaitu di Pusat Data Pertanian, Departemen Pertanian. Selanjutnya pada tahun 1994, penulis mutasi ke Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, hingga saat ini penulis masih dalam instansi yang sama dengan perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. Tahun 1992-1994, penulis diberi tanggungjawab di bidang pengumpulan statistik peternakan, tahun 1995 di bidang penyajian data agribisnis, tahun 2000-2004 di bidang pengelolaan Proyek Pengembangan Agribisnis dan Proyek Pengembangan Agroindustri Primer, tahun 2005-2006 di bidang evaluasi program dan tahun 2007 sampai sekarang di bidang pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Penulis menikah pada tahun 1995 dengan Y.B. Walidi dan dikaruniai seorang anak, yaitu Evanindya Odilia.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT ................................................................................................. iii RINGKASAN ............................................................................................... iv PRAKATA .................................................................................................... ix RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv I. PENDAHULUAN
............................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah
....................................................................
5
..........................................................................................
6
1.4. Kegunaan Kajian ............................................................................
6
1.5. Ruang Lingkup ...............................................................................
6
1.3. Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
.....................................................................
7
2.1. Kelayakan Usaha ............................................................................. 7 2.2. Pengembangan Usaha ......................................................................
9
2.3. Industri Persusuan di Indonesia
....................................................
10
2.4. Keragaan Produksi, Konsumsi dan Ekspor Impor Susu Sapi ..........
15
2.5. Klaster Industri Susu .......................................................................
19
2.6. Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua ........................
24
2.7. Analisa Usaha Tani Sapi Perah ......................................................
26
2.8. Yoghurt ..........................................................................................
27
III. METODE KAJIAN ............................................................................. 3.1. Lokasi dan Waktu ...........................................................................
29 29
3.2. Metode Kerja ................................................................................... 29 3.3. Aspek Kajian ................................................................................... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
33 50
4.1. Gambaran Umum ............................................................................. 50 4.2. Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua .................................... 50 4.3. KUD Giri Tani................................................................................... 92 4.4. Unit Usaha Pengolahan Yoghurt ...................................................... 105 KESIMPULAN
...................................................................................
126
1. Kesimpulan
.....................................................................................
126
2. Saran ......................................................................................................
128
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
130
LAMPIRAN ..................................................................................................
133
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Perkembangan persusuan nasional dari tahun 1979-1992 ..........................
2
4.
Populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dari tahun 2004-2008 ................................................................................................... Produksi susu sapi pada 10 besar propinsi penghasil susu dari tahun 2004-2008 ................................................................................................... Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006 ................................
5.
Volume dan nilai impor susu Indonesia dari tahun 2003-2007 ...................
18
6.
Volume dan nilai ekspor susu Indonesia dari tahun 2003-2007 ..................
19
7.
Struktur biaya produksi susu per liter ..........................................................
27
8.
Perbandingan jumlah anggota kelompok yang berproduksi dan jumlah pengambilan contoh .................................................................
31
9.
Penilaian bobot faktor strategi internal atau eksternal ................................
38
10.
Matriks IFE .................................................................................................
39
11.
Matrik EFE ..................................................................................................
39
12.
Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif.....................................................
45
13.
Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
51
3.
............................
14. Harga pokok produksi (HPP) susu dan keuntungan per liter susu peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua .................................................. 15. Nilai Net B/C, IRR, PBP dan NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa .............................................................................................. 16. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa terhadap kelayakan usaha .............................................................. 17. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dan total kepemilikan sapi terhadap kelayakan usaha .......................................................................... 18. Karakteristik yang dihadapi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua .... 19. Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah ...................................... Keinginan mendesak peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ............. Keuntungan peternak menjadi anggota kelompok dan usulan perbaikan untuk kemajuan kelompok .......................................................................... 22. Keuntungan peternak menjadi anggota dan usulan perbaikan untuk kemajuan KUD Giri Tani ......................................................................... 23. Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terhadap keberadaan PT Cimory ........................................................................... 24. Faktor strategi internal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua 20. 21.
25.
12 15 16 16
55 57 58 59 62 64 65 66 67 68 81
Faktor strategi eksternal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua 83
26.
Nilai STAS alternatif strategi pengembangan usaha peternakan sapi perah Di Kecamatan Cisarua ............................................................................... 27. Faktor strategi internal KUD Giri Tani .......................................................
91 97
28.
98
Faktor strategi eksternal KUD Giri Tani ....................................................
29.
Nilai STAS alternatif strategi Giri Tani.......................................................
105
30.
Faktor strategik internal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani ............................................................................................ 31. Faktor strategi eksternal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani ............................................................................................. 32. Nilai STAS alternatif strategi unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani ............................................................................................ 33. Formulasi kebijakan pengembangan klaster pada sapi perah .....................
111 113 118 122
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Analisis SWOT pengembangan komoditas susu ....................................
23
2.
Kerangka pemikiran kajian ...................................................................
33
3.
Matriks IE ................................................................................................
41
4.
Matriks SWOT ........................................................................................
42
5
Perbandingan HPP dan keuntungan per liter susu menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa pada tahun 2008 dan 2009 ................... Nilai Net B/C, IRR dan PBP menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa .....................................................................................................
6.
55 57
7.
Nilai NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa .....................
57
8.
Matriks IE peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ...........................
85
9.
Matriks SWOT peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
88
10.
Matriks IE KUD Giri Tani.......................................................................
101
11.
Matriks SWOT KUD Giri Tani ...............................................................
103
12.
Matriks IE KUD unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani.......................................................................................... Matriks SWOT unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani .......................................................................................
13.
...............
114 117
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Kuesioner penelitian ............................................................................
134
2.
Deskripsi peternak responden .............................................................
151
3.
Analisis kelayakan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ..
153
4. 5.
Manajemen dan pemasaran susu ........................................................... 159 Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua ................................................. 170 Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua ..................................... 171 Analisis QSPM peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua .............. 172
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal KUD Giri Tani ....................................................................................... 176 Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal KUD Giri Tani ....................................................................................... 177 Analisis QSPM KUD Giri Tani ............................................................. 178 Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal unit pengolahan yoghurt ............................................................................... 181 Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal unit pengolahan yoghurt ........................................................................ 182 Analisa QSPM unit pengolahan yoghurt .............................................. 183 Formulasi strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ............................................................................
189
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan yang dilakukan pada masa Orde Baru telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih 7% per tahun dibarengi dengan proses transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri. Namun keberhasilan proses industrialisasi lebih banyak dinikmati oleh golongan atas, sehingga memunculkan fenomena trade off terhadap pemerataan. Masalah kemiskinan dan pemerataan tidak terlepas dari kebijakan
pembangunan
ekonomi
yang
mengarah
kepada
strategi
industrialisasi yang hanya berorientasi pada pertumbuhan. Industri yang dikembangkan adalah industri-industri yang bersifat foot loose industry, yakni industri padat modal yang tidak berdasarkan pada sumber daya dalam negeri tetapi tergantung dari sumber daya impor, sehingga potensi sumber daya pertanian dalam negeri tidak dimanfaatkan secara optimal. Masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu segar yang sangat kecil dibandingkan negara lain, bahkan di Association of Southeast Asian Nations (Asean). Konsumsi susu segar di Indonesia hanya sekitar 18% dibandingkan dengan India 98%, Thailand 88% dan China 76,5%. Saat ini rataan total konsumsi susu segar 10,47 kg/kapita/tahun, dimana pada tahun 2003 di Malaysia telah mencapai 23 kg/kapita/tahun, Singapura 26 kg/kapita/tahun, bahkan India 75 kg/kapita/tahun. Hal ini menjadi salah satu penyebab mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia menduduki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan urutan ke 111 dari 177 negara dan menempati posisi terendah ketiga di ASEAN, dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura yang di posisi 25, Brunei Darussalam 33, Malaysia 59, Thailand 76 dan Philipina 83 (Depperin 2008). Krisis finansial yang berdampak pada krisis ekonomi global harus dijadikan momentum untuk keluar dari food trap negara penghasil susu dunia, melalui pengembangan industri pengolahan susu (IPS) berbasis susu segar dalam negeri (SSDN) (Depperin, 2008). Saat ini untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, sebagian besar (> 70%) dipasok dari produk impor
2
berupa susu bubuk atau susu kental manis. Kondisi tersebut menyebabkan IPS di Indonesia masih belum ideal, karena dibangun bukan sepenuhnya berdasarkan kekuatan dan kepentingan nasional, tetapi merupakan wahana untuk memasarkan produk impor. Hal ini tercermin dengan lokasi IPS yang sebagian besar terletak di dekat pelabuhan, bukan di dekat kawasan peternakan sapi perah. Peternak sapi perah yang sebagian besar produknya dipasarkan ke IPS, posisi tawarnya sangat lemah, karena tidak memiliki alternatif lain untuk menjual susu dengan harga memadai. Apabila harga susu dunia jatuh, secara otomatis akan menyebabkan harga jual susu di tingkat peternak turun atau penerimaan peternak menurun cukup tajam. Namun sebaliknya, apabila harga susu di pasar internasional meningkat, tidak serta merta peternak dapat menikmati kenaikan harga tersebut. Di sisi lain, masyarakat yang memerlukan susu harus membayar tinggi. Kondisi ini mungkin yang menjadi salah satu penyebab mengapa rataan konsumsi susu dan produksi susu nasional masih sangat rendah. Seiring dengan meningkatnya daya beli, perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia dan perbaikan sistem pemasaran dingin bagi komoditas susu segar dan turunannya, maka pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik harus dapat ditingkatkan. Tidak ada pilihan lain program yang harus dilaksanakan, yaitu percepatan peningkatan produksi susu domestik dan konsumsi susu nasional secara bersamaan (Daryanto, 2009). Lima arah kebijakan dalam merevitalisasi industri persusuan nasional dengan upaya substitusi impor susu untuk meningkatkan pangsa pasar susu yang dihasilkan oleh peternak domestik yang direkomendasikan Daryanto (2009), yaitu (1) pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil ternak (susu) kepada para peternak; (2) perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan susu; (3) koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar, antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yoghurt, keju, dan lain-lain; (4) pemerintah
3
pusat dan daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya: dan (5) pemerintah pusat dan daerah seyogyanya membiayai pelaksanaan program minum susu untuk anak-anak di sekolah. Ke depan harus ada alternatif lain, agar perkembangan IPS mampu menghadapi dinamika dan perubahan harga susu di tingkat global yang sangat sulit diprediksi. Model terobosan yang diusulkan adalah IPS skala menengah berbasis SSDN. Pengembangan IPS dalam model ini dibangun pada kawasan yang terintegrasi dengan peternakan sapi perah, dimana skala usaha didasarkan pada kemampuan pasokan SSDN dan jangkauan pemasaran. Bentuk produk yang akan dikembangkan dapat bervariasi meliputi susu murni, susu segar pasteurisasi atau susu Ultra High Temperature (UHT) dengan soft pack. Dalam model ini diharapkan ada jaminan keterkaitan rantai pasokan SSDN dari peternak sapi perah sebagai produsen di suatu kawasan untuk ketersediaan bahan baku utama IPS. Membangun IPS tidak dapat terlepas dari kesiapan SDM dari hulu sampai hilir dan ketersediaan sarana penunjang, sehingga dapat memberi manfaat bagi semua yang terlibat dalam sistem termasuk masyarakat sebagai konsumen akhir. Selain itu diharapkan disparitas harga susu di tingkat produsen dan konsumen tidak terlalu tinggi, dengan harga yang layak di tingkat peternak. Departemen Perindustrian merekomendasikan pengembangan model pengembangan IPS skala menengah berbasis SSDN yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir adalah 100 ha yang meliputi 100 peternak dan 1.000 ekor sapi dengan produksi 10.000 l/hari. Dalam model ini, IPS yang dikembangkan diarahkan untuk mengolah SSDN dengan kapasitas 100 ton/hari, yang dipasok oleh 100 peternak yang tergabung dalam koperasi, pada suatu hamparan 100 ha dan masing-masing peternak memiliki skala usaha 10 ekor sapi/kepala keluarga (KK). Dalam hal ini diasumsikan 80% sapi produktif (laktasi) dengan rataan produksi sekitar 15 l/ekor/hari. Model ini sangat tepat dikembangkan di daerah jalur susu di Pulau Jawa, yaitu (1)
4
Jawa Barat : Priangan-Sukabumi-Bogor-sekitar Jakarta: (2) Jawa TengahDIY : Yogyakarta-Boyolali-Salatiga-Semarang: (3) Jawa Timur : BlitarMalang-Nongkojajar-Pasuruan (Depperin 2008). Kelompok peternak yang tergabung dalam Koperasi merupakan kelembagaan sangat ideal pada kegiatan hulu. Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan swasta mempunyai peran pada kegiatan di hilir. Dengan demikian, penetapan harga susu pada tingkat produsen dan harga jual susu di tingkat konsumen diharapkan dapat memberi keuntungan untuk seluruh pelaku usaha. Produksi susu sapi di Kabupaten Bogor pada tahun 2008 adalah 12.504.646 liter (Disnak Jabar, 2009). Produsen susu sapi (data 2006) di Kabupaten Bogor meliputi petani peternak yang bergabung dalam KUD Giri Tani dan KPS Bogor dan beberapa usaha swasta, antara lain Mamalia Farm Ciawi, Darul Falah Ciampea, Yacob Janistan Citeureup, Sumber Citarasa Alam Farm Caringin dan Hamid Mundzir Tamansari. Sedangkan usaha pengolahan susu di Kabupaten Bogor antara lain KPS Bogor, MAMALIA Farm Ciawi, KUNAK Cibungbulang, dan PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory) Cisarua (Disnakkan Bogor, 2010). Pada tahun 2009 KUD Giri Tani mulai melakukan usaha pengolahan susu menjadi yoghurt dengan merk “puncak yoghurt”. Bahan baku susu yang digunakan berasal dari peternakan sapi warga yang berada di wilayah Cisarua, terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok Mekar Jaya di Cipayung, kelompok Joglo dan Baru Tegal di Cibeureum, kelompok Tirta Kencana dan Baru Sireum. Puncak Yoghurt merupakan minuman hasil fermentasi
susu
oleh
Lactobacillus
bulgaricus
dan
Streptococcus
thermophillus. Pemasaran Puncak youghurt masih mencakup wilayah Bogor, yaitu di daerah Cisarua, Caringin-Cigombong, dan Bondongan untuk wilayah Kota Bogor. Pada tahun 2009, pemasaran dilakukan bekerjasama dengan 4 restoran dan kurang lebih 300 warung yang menyediakan kulkas pendingin (frezer). Puncak Youghurt mempunyai 11 varian rasa, yaitu durian, coklat, strawbery, melon, anggur, sirsak, jeruk, nangka, moka, es doger dan jambu (Disnakkan Bogor, 2009).
5
Pengembangan IPS harus mengakomodasi kepentingan peternak sapi perah dan sekaligus dapat menjamin agar konsumen memperoleh produk susu bermutu dengan harga terjangkau. Bentuk olahan, cara pengemasan, sistem distribusi dan pemasaran, serta pola konsumsi susu dari konsumen menjadi pertimbangan utama dalam membangun suatu model IPS yang memperhatikan trend pertumbuhan ekonomi dan dibarengi dengan upaya pemerataan
kesejahteraan
masyarakat.
IPS
dikembangkan
melalui
pendekatan konsep agribisnis, yang terdiri dari subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha budidaya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan didukung oleh subsistem jasa dan penunjang. Model-model pengembangan usaha sapi perah perlu ditambahkan melalui pola klaster, dimana peternak yang tergabung dalam suatu kelompok juga mampu melakukan pengolahan susu skala kecil sampai menengah dengan teknologi sederhana dan dapat dipasarkan secara langsung. Hal ini memberikan tambahan insentif bagi peternak budidaya sapi perah. 1.2. Perumusan Masalah Peternakan sapi perah mempunyai ciri berbeda dengan usaha pertanian lainnya, karena mempunyai kecenderungan terjadinya aglomerasi yang tinggi dalam lingkungan atau kawasan tertentu. Dari kawasan tersebut melahirkan berbagai kegiatan terkait, baik sistem pendukung maupun outlet (jaringan keluar). Pada tahapan sekarang ini dengan keberadaan koperasi, sebenarnya klaster industri (bisnis) persusuan telah terbentuk, sehingga yang diperlukan adalah evaluasi kelayakan klaster dan mencari unsur baru atau strategi pengembangan klaster untuk revitalisasi industri persusuan. Dalam pengembangan klaster ini, peran Koperasi, IPS atau unit pengolahan susu dan unit usaha terkait lainnya diharapkan dapat bersinergi dalam memberi iklim kondusif bagi semua komponen usaha di dalam klaster tersebut, termasuk peternak sapi perah. Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua mempunyai 2 (dua) komponen utama, yaitu peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok peternak dan KUD Giri Tani. Dalam upaya peningkatan nilai tambah KUD Giri Tani telah mengembangkan usaha pada pengolahan yoghurt.
6
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada kajian ini, yaitu : a. Apakah komponen klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dan bagaimana peran dari masing-masing komponen tersebut dalam aspek penyediaan input, produksi dan pemasaran ? b. Bagaimana kelayakan usaha pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dalam kaitannya dengan peningkatan nilai tambah produk susu ? c. Bentuk strategi pengembangan klaster peternak sapi perah apakah yang tepat diimplementasikan di Kecamatan Cisarua ? 1.3. Tujuan a. Mengidentifikasi dan menganalisa komponen klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. b. Mengkaji kelayakan usaha pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dalam kaitannya dengan peningkatan nilai tambah produk susu. a. Penyusunan strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. 1.4. Kegunaan Kajian a. Peternak sapi perah, Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani dan semua pihak yang terkait dalam pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. b. Pemerintah dan stakeholders, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan industri persusuan nasional. c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan studi dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah Peternak sapi perah, KUD Giri Tani dan PT Cimory dan semua pihak yang terkait dalam pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelayakan Usaha Dalam pengembangan kluster industri susu sapi perah perlu ditinjau kelayakan usaha bagi semua usaha yang terlibat dalam kluster dimaksud. Analisis kelayakan finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek terhadap pelaku yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha pertanian menurut Gittinger (1996) adalah menentukan berapa banyak keluarga petani yang dapat menggantungkan kehidupannya kepada usaha pertanian tersebut. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis (CFA). Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit/inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost/outflow), selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan-perhitungan dari kriteria-kriteria investasi tersebut dapat dilakukan menggunakan aplikasi Excel (Arifin, 2007). a.
PBP PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006).
b.
Net B/C Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang
8
yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C> 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C <1 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. c.
BEP Break Event Point (BEP) merupakan gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas, jika hasil penjualan produknya pada suatu periode waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini, maka proyek bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1993).
d.
NPV NPV atau nilai sekarang bersih mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, harus mengikuti proses sebagai berikut : (1) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang didiskontokan pada biaya modal proyek; (2) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, yang didefinisikan sebagai NPV proyek; (3) Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka proyek harus ditolak.
e.
IRR IRR untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan nol. Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan. Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan, maka proyek diterima dan apabila lebih kecil tidak dapat diterima.
9
2.2. Pengembangan Usaha Strategi menurut Jauch dan Gluek (1999) merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Menurut Chandler dalam Rangkuti (2005), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut dan prioritas alokasi sumber daya. Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan tahap evaluasi strategi (David, 1998). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro. Analisis Strengths Weaknesses Opportunities and Threats (SWOT) menurut Rangkuti (2005) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada
logika
memaksimalkan
kekuatan
(Strengths)
dan
peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi, selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif strategi paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning MatrixQSPM). Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 2006). Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh komulatif dari masing-masing faktor keberhasilan
10
kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga dapat berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set yang sama dapat dievaluasi satu sama lain. Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi, Faktor Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores atau AS), Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores atau TAS) dan Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Scores atau STASS). Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu strategi di atas yang lainnya. Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan mutu dari keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak pernah digunakan untuk mendikte pilihan strategi. Aspek perilaku, budaya dan politik dari perumusan dan pemilihan strategi selalu penting untuk dipertimbangkan dan dikelola (David, 2006). 2.3. Industri Persusuan di Indonesia Perkembangan industri persusuan di Indonesia menurut Depperin (2008), dibagi dalam 5 (lima) tahap, yaitu : a.
Tahap Introduksi (1891–1942) Tahap introduksi diawali dengan importasi 105 ekor sapi perah jantan breed Frisian Holstein (FH) dari Belanda dan Shorthorn dari Australia. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda saat itu, antara lain (a) persilangan sapi perah dengan ternak lokal Peranakan Ongole (PO, warna putih) di Jawa Timur, yang menghasilkan ternak persilangan atau dikenal dengan sapi perah lokal jenis Grati; (b) perluasan pemeliharaan sapi perah ke Jawa Tengah (Salatiga) dengan mendatangkan 7 ekor FH dan disilangkan dengan sapi-sapi lokal yang menghasilkan peranakan FH (PFH); (c)
11
mendirikan perusahaan persusuan untuk memenuhi kebutuhan warga Belanda akan susu segar. Pada saat itu, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut Milk Codex yang mengatur tentang persyaratan susu segar yang sehat dengan kadar lemak minimal 3%. Sejalan dengan perkembangan usaha sapi perah masa itu, di kota-kota besar didirikan Pusat Pengolahan dan Pemasaran Susu antara lain Bandung Milk Centre (BMC) dan Pusat Susu Malang (PSM). b.
Tahap Peternakan Rakyat (1942–1945) Pada zaman pendudukan Jepang (1942–1945), perusahaan susu milik Belanda terbengkelai dan ditinggalkan oleh pengelola atau pemiliknya. Ternak sapi perah yang ada dipelihara oleh rakyat dan sejak itu dapat dikatakan awal tumbuhnya peternakan sapi perah rakyat. Pada tahun 1949 dibentuk organisasi Gabungan Petani Peternak Sapi di Jawa Barat, dilanjutkan dengan pembentukan koperasi susu di Pujon Jawa Timur yang dinamakan SAE (Sinau Saudarandani Ekonomi) pada tahun 1962. Untuk mendorong perkembangan usaha sapi perah, pada tahun 1952 pemerintah telah membentuk satu perusahaan negara yang disebut PN Perhewani yang melaksanakan impor bibit sapi perah sebanyak 1.000 ekor dari Belanda. Kondisi ekonomi nasional yang kurang menguntungkan pada saat itu membuat peternakan sapi perah tidak berkembang. Gabungan Petani Peternakan Sapi Indonesia Pengalengan (GAPPSIP) pada tahun 1963 menghentikan kegiatannya, karena tidak mampu bersaing dengan tumbuhnya IPS yang membeli bahan baku susu dari impor. Oleh karena itu, pemerintah membentuk Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) di Pengalengan Jawa Barat.
c.
Tahap Investasi Industri Pengolahan Susu dan Pembangunan Persusuan Nasional (1969-1994) Pada periode tahun 1969-1994 bermunculan pembangunan IPS di daerah-daerah dekat pelabuhan di Yogyakarta dan Surabaya. Bahan
12
baku yang digunakan IPS ini diproyeksikan berasal dari susu bubuk impor, sehingga lokasinya bukan di sekitar kawasan peternakan sapi perah. Upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan sapi perah secara integral dilakukan melalui satu paket kebijakan yang terdiri dari : (a) impor sapi perah; (b) perbaikan mutu genetik melalui inseminasi buatan (IB); dan (c) penyediaan kredit sapi perah. Pemerintah pada tahun 1982 menetapkan Surat Keputusan Bersama
(SKB)
Tiga
Menteri
(Pertanian,
Perindustrian
dan
Perdagangan, serta Koperasi). Dengan adanya SKB tersebut industri pengolah susu wajib menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu, yakni perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap (BUSEP). BUSEP ini juga merupakan persyaratan memperoleh ijin impor. Keragaan perkembangan persusuan nasional pada masa ini dimuat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan persusuan nasional dari tahun 1979-1992 Perkembangan Persusuan
1979
1992
1. Populasi sapi perah (ekor)
94.000
325.000
2. Rasio susu produksi DN : impor
1 : 29
1:2
3. Jumlah Koperasi (buah)
11
201
4. Industri Pengolahan Susu (IPS)
Repacking
Produksi dan perluasan pasar DN dan ekspor
Pada periode tahun 1979-1992, walaupun secara kuantitatif telah terjadi peningkatan potensi persusuan, antara lain peningkatan populasi, penurunan rasio susu impor dibanding produksi dalam negeri, kenaikan jumlah koperasi susu dan peningkatan kemampuan IPS, terjadi permasalahan-permasalahan berikut : (a) kewajiban pengembalian kredit sapi perah jatuh tempo; (b) tuntutan peremajaan
13
bibit sapi perah; dan (c) perlunya evaluasi menyeluruh manajemen koperasi susu. d.
Tahap Konsolidasi Usaha Sapi Perah (1994-2003) Pada periode tahun 1994-2003, ditangani berbagai masalah persusuan
yang
timbul
pada
tahap
sebelumnya,
pemerintah
mengeluarkan Program Konsolidasi Persusuan Nasional berikut : 1)
Cicilan Kredit Tahap I (Juli 1969-Maret 1991) melalui pengumpulan Dana Tanggung Renteng (DTR) Rp. 15/l.
2)
Cicilan Kredit Tahap II melalui kenaikan harga susu dari Rp 532,5/l menjadi Rp 580/l atau DTR Rp 15/l, dan dilakukan penjadualan ulang kredit (reschedulling) selama 5-7 tahun. Pada tahap ini juga, BUSEP yang semula bertujuan untuk
melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor, dengan adanya Inpres No. 4 Tahun 1998 tentang koordinasi pembinaan dan pengembangan persusuan nasional, maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk. e.
Tahap Agribisnis Persusuan (2003-sekarang) Pengembangan
persusuan
nasional
dilaksanakan
melalui
pendekatan Sistem Agribisnis Peternakan, yaitu penanganan secara konseptual seluruh aspek agribisnis dimulai dari sarana produksi, budidaya, pengolahan dan pemasaran, dengan dukungan faktor lain, seperti kebijakan pemerintah, penelitian, penyuluhan, transportasi dan lain-lain. Dalam era ini diharapkan agribisnis peternakan sapi perah dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal (keunggulan komparatif), yang kemudian dibarengi dengan aplikasi teknologi inovatif untuk meningkatkan daya saing (keunggulan kompetitif), serta memanfaatkan potensi pasar domestik yang terus berkembang. Beberapa keterbatasan dalam pengembangan industri sapi perah di Indonesia menurut Deptan (2009), yaitu (1) Keterbatasan populasi sapi perah; (2) Belum efektifnya manajemen ternak, terutama untuk produksi susu; (3) Rendahnya standar kesehatan sapi perah; (4)
14
Kurangnya suplai pakan; dan (5) Rendahnya konsumsi susu. Strategi pengembangan industri perdesaan berbasis susu sapi menurut Deptan (2009) adalah (1) fokus pada pemberdayaan usaha sapi perah skala kecil dan menengah; (2) Pengembangan industri pengolahan susu dan pemasaran; (3) Penguatan pada akses permodalan, infrastruktur, teknologi dan peningkatan mutu bersamaan dengan pemberdayaan kelembagaan peternak sapi perah;
(4)
Peningkatan konsumsi susu sapi segar; (5) Pengembangan kondisi kondusif bagi industri susu. Kondisi yang diinginkan adalah (1) kerjasama inti plasma antara kelompok peternak dengan swasta; (2) pemasaran susu segar yang diolah oleh inti langsung ke konsumen; (3) Jumlah minimum ternak sapi 10 ekor/ plasma dan 500 ekor/klaster; (4) Breeding oleh inti; (5) Penerapan Good Farming Practices (GFP) dan Good Manufacturing Pratices (GMP) oleh plasma; dan (6) integrasi yang baik dengan industri pakan dan manajemen limbah terpadu. Pengembangan peternakan sapi perah ke depan harus didasarkan pada prioritas perbaikan kelembagaan pasar yang lebih adil dan bijaksana (Talib et al, 2007). Hal ini untuk menjawab sistem pemasaran susu di Indonesia yang dalam penentuan harganya masih didominasi oleh IPS, demikian pula jaringan pemasaran yang dikuasai oleh IPS. Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya (Bappenas 2007). Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan, jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya
15
sebanyak 2 ekor dengan rataan produksi susu 15 l/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola Perusahaan Inti Rakyat atau PIR (Bappenas 2007). 2.4. Keragaan Produksi, Konsumsi dan Ekspor Impor Susu Sapi a.
Produksi, Penyediaan dan Konsumsi Produksi susu periode tahun 2004 - 2008 mengalami peningkatan dari 549,9 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 574,4 ribu ton pada tahun 2008, dengan pertumbuhan rataan per tahun 1,4%. Hal ini didukung dengan pertumbuhan populasi sapi perah yang meningkat dengan rataan pertumbuhan per tahun mencapai 2,9% pada periode yang sama. Sedangkan penyediaan susu pada periode yang sama meningkat dengan pertumbuhan 7,2% dan penyediaan per kapita per tahun 5,9%, ini menunjukkan peran impor yang meningkat lebih besar. Secara rinci data populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dimuat pada Tabel 2. Produksi susu pada 10 besar propinsi penghasil susu dari tahun 2004-2008 dimuat pada Tabel 3.
Tabel 2. Populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dari tahun 20042008 Perkembangan Usaha Sapi Perah Populasi Sapi Perah (ekor) Produksi Susu (000 ton) Penyediaan (000 ton)
2004
2005
2006
2007
364.062 361.351 369.008 374.067
2008
407.767
Pertumbuhan per tahun (%) 2,9
549,9
536,0
616,5
567,7
574,4
1,4
2.050,3
2.042,2
2.438,2
2.673,3
2.679,0
7,2
Penyediaan per 9,5 kapita per tahun (kg) Sumber : Ditjenak, 2008
9,3
11,1
11,9
11,8
5,9
16
Tabel 3. Produksi susu sapi pada 10 besar provinsi penghasil susu dari tahun 2004-2008 (ton) No
Propinsi
2004
2005
2006
2007
2008
1
Jawa Timur
237.663
239.908
244.300
249.275
253.837
2
Jawa Barat
215.330
201.885
211.889
225.212
225.212
3
Jawa Tengah
78.259
70.693
130.896
70.419
71.286
4
DIY
7.257
8.812
11.063
6.994
7.064
5
DKI
5.151
5.061
6.365
7.016
7.064
6
Sumatera Utara
4.562
4.695
8.783
1.507
1.253
7
Sulawesi Selatan
646
90
1.184
1.846
2.838
8
Sumatera Barat
100
899
930
930
1.053
9
Kalimatan Selatan Sumatera Selatan
252
123
177
310
356
275
277
401
269
303
10
Sumber : Ditjenak, 2008
Apabila dilihat dari produksi susu per propinsi di Indonesia, maka Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat tertinggi dengan produksi 253.837 ton pada tahun 2008. Selanjutnya diikuti oleh Jawa Barat 225.212 ton yang termasuk daerah sentra produksi susu sapi dan Jawa Tengah 71.286 ton. Hal ini sebagai dasar pemilihan lokasi dalam penelitian ini.
Tabel 4. Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006 Produk Susu Susu segar Susu cair pabrik Susu kental manis Susu bubuk Susu bubuk bayi Keju Hasil lain dari susu Sumber : Ditjenak, 2008
Konsumsi/ kapita/tahun (kg) 10,47 0,16 0,14 1,10 5,16 3,90 0,00 0,01
Persentase (%) 100,00 1,53 1,34 10,51 48,28 37,25 0,00 0,10
17
Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006 sebesar 10,47 kg, dimana konsumsi susu terutama dalam bentuk produk susu bubuk (48,28%), susu bubuk bayi (37,25%) dan susu kental manis (10,51%), dimuat pada Tabel 4. b.
Impor dan Ekspor Susu Saat ini untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, sebagian besar (> 70%) dipasok dari produk impor yang berupa susu bubuk atau susu kental manis (Depperin, 2008). Secara rinci impor susu Indonesia dari tahun 2003-2007 dimuat pada Tabel 5. Data pada Tabel 5 menunjukkan volume maupun nilai impor produk susu, keju dan yoghurt meningkat dengan rataan pertumbuhan per tahun cukup besar. Pemerintah dalam tataniaga susu telah menetapkan tarif bea masuk 5% atas impor tujuh produk-produk susu tertentu, terhitung sejak 28 Mei 2009. Tujuh produk tersebut terdiri dari enam produk Full Cream Milk Powder (FCMP) dan satu produk susu mentega yang merupakan bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk susu jadi untuk konsumsi masyarakat. Tujuan ditetapkannya tarif tersebut dalam rangka mendukung pengembangan industri susu di dalam negeri. Hal tersebut dituangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 101/PMK.011/2009 tanggal 28 Mei 2009. Sebelumnya, tarif bea masuk produk-produk susu dimaksud sebesar nol persen sesuai PMK Nomor: 19/PMK.011/2009 tanggal 13 Februari 2009 (Lestarini, 2009). Apabila harga susu impor turun, produksi SSDN oleh peternak perlu dilindungi. Caranya dengan kembali menaikkan tarif bea masuk atas impor produk-produk susu tertentu. Penentuan tingkat tarif optimal memperhatikan tiga peubah yang berpengaruh terhadap tarif bea masuk atas impor produk-produk susu dimaksud, yaitu harga susu internasional, kurs rupiah terhadap USD (dolar Amerika Serikat) dan harga SSDN yang penetapannya bukan berdasarkan mekanisme pasar tapi berdasarkan kesepakatan antara Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan Industri Pengolah Susu (IPS).
18
Tingkat tarif ini dinilai dapat melindungi dua kepentingan, yaitu perlindungan terhadap produksi SSDN oleh peternak dan sekaligus menjaga agar harga produk susu jadi tidak terlalu tinggi, sehingga tetap terjangkau oleh konsumen. Kebijakan penetapan tarif bea masuk produk-produk susu tertentu yang sebelumnya nol persen (0%) diambil dalam rangka mendukung sektor riil dalam negeri guna menghadapi krisis finansial global melalui penggunaan fungsi tarif bea masuk sebagai instrumen pengembangan industri dan sekaligus sebagai instrumen fiskal. Pada saat kebijakan penurunan tarif bea masuk diambil, harga susu internasional sangat tinggi dan kurs rupiah terhadap dolar sedang melemah sehingga menyebabkan tingginya harga susu impor yang dibutuhkan oleh IPS sebagai bahan baku dalam memproduksi produk susu jadi. Tabel 5. Volume dan nilai impor susu indonesia dari tahun 2003-2007 Uraian
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan per tahun %)
117.318,1
165.411,5
173.084,4
188.128,4
198.216,8
14,9
7.198,0
11.302,8
9.882,7
10.612,3
13.959,5
20,8
134,7
172,0
169,4
713,3
1.481,6
113,7
399.165,4
416.183,5
637.007,0
34,3
28.263,7
30.733,2
46.065,1
37,8
294,0
712,8
1.502,2
67,7
Volume impor (ton) Produk susu Keju Yoghurt
Nilai impor (000 US$) Produk 207.475,3 329.382,8 susu Keju 14.517,1 27.592,6 Yoghurt
250,9
244,8
Sumber : Ditjenak, 2008
Walaupun impor susu Indonesia cukup besar dan produksi masih relatif rendah, Indonesia juga melakukan ekspor produk susu. Namun nilai ekspor tersebut, pertumbuhannya rendah (8,3%) apabila dibandingkan nilai impor yang mencapai pertumbuhan 34,3% per tahun pada periode yang sama (2004-2008). Bahkan untuk komoditi yoghurt mengalami penurunan dengan pertumbuhan minus 21,4% untuk nilai ekspor pada periode yang sama. Impor susu terutama dalam
19
bentuk susu bubuk dan kental manis dengan negara asal New Zealand, Australia, USA, Philipina dan Singapura. Ekspor susu terutama dalam bentuk susu bubuk dengan tujuan ekspor Irak, Algeria, Sri Lanka, Singapura dan Malaysia. Secara rinci data ekspor produk susu pada tahun 2004-2008 dimuat pada Tabel 6. Tabel 6. Volume dan nilai ekspor susu indonesia dari tahun 2003-2007 Uraian
2003
2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan per tahun (%)
Volume ekspor (ton) Produk susu Keju Yoghurt
49.593,6 40.935,1
45.018,5 35.241,2
30.739,1
-10,5
235,0
251,0
291,3
545,9
428,4
22,2
924,6
704,8
337,0
146,3
126,0
-36,6
90.150,7 71.541,8
68.138,9
8,3
Nilai ekspor (000 US$) Produk susu Keju Yoghurt
54.880,5 61.605,0 1.354,2
1.164,9
958,0
1.804,9
1.346,7
7,8
1.294,5
878,9
743,5
213,4
284,4
-21,4
Sumber : Ditjenak, 2008 2.5. Klaster Industri Susu Klaster (Cluster) merupakan pengertian yang lazim digunakan dalam Ilmu Ekonomi Regional untuk mendefinisikan pengelompokan industri sejenis dalam suatu kawasan dan ketika kegiatan industri itu bermacammacam yang disebut aglomerasi (Richardson dalam Soetrisno, 2009). Dalam
perkembangannya,
klaster
menghasilkan
praktek
terbaik
pengembangan industri di dunia, seperti yang terjadi pada klaster tertua industri galangan kapal di Norwegia, maka klaster juga diterima sebagai pengertian pendekatan pengembangan industri. Pengembangan kawasan peternakan sapi perah melalui koperasi adalah sebuah model klaster tertutup yang unik dan efektif. Koperasi menjadi entry point dalam peningkatan pengembangan persusuan nasional. Koperasi susu pada umumnya memenuhi syarat untuk menjadi sebuah klaster bisnis susu, dimana koperasi sekaligus berperan sebagai lembaga pengembangan bisnis
20
bagi peternak dan juga lembaga keuangan (Soetrisno, 2002). Klaster industri pada dasarnya merupakan jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti yang menjadi fokus, industri pendukungnya dan industri terkait, pihak lembaga yang menghasilkan pengetahuan/ teknologi, institusi yang berperan menjembatani dan pembeli, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production chain)). Pengertian industri disini mempunyai arti luas sebagai himpunan bisnis tertentu, bukan hanya industri pengolahan dan manufaktur (Taufik, 2009). Menurut hasil studi yang dilakukan Roelandt dan den Hertog dalam Taufik (2009), tidak ada dua daerah yang menghadapi tantangan yang persis sama dalam beradaptasi terhadap perubahan perhatian ekonomi, maka para pemimpin pembangunan ekonomi harus mencari suatu pendekatan yang dapat disesuaikan dengan keadaan politik, ekonomi dan sosial di daerah yang bersangkutan. Untuk itu, kerangka klaster dapat menjadi sebuah alat yang sangat berguna bagi perubahan ekonomi secara efektif, karena bersifat (1) Market driven, berfokus pada upaya mempertemukan sisi permintaan dan penawaran ekonomi secara bersama untuk bekerja secara lebih efektif; (2) Inclusive, mencakup perusahaan berskala besar, menengah, maupun kecil, serta para pemasok dan lembaga-lembaga ekonomi pendukung; (3) Collaborative, sangat menekankan solusi kolaboratif pada isu-isu daerah oleh para partisipan yang termotivasi oleh minatnya masing-masing; (4) Strategic, membantu para stakeholder untuk menciptakan visi strategik daerahnya yang menyangkut ekonomi generasi berikutnya atas dasar kesepakatan bersama dari beragam pihak yang berbeda dan mendorong motivasi, serta komitmen untuk melakukan tindakan; dan (5) Value creating, memperbaiki kedalaman (dengan pemasok yang lebih banyak) dan cakupan (dengan menarik lebih banyak industri) untuk meningkatkan pendapatan daerah. Nilai tambah dan keunggulan daya saing kluster industri secara keseluruhan ditentukan oleh peran/kontribusi seluruh pelaku usaha, baik sinergi tindakan bersama maupun dinamika persaingan berkembang. Setiap
21
perusahaan secara inheren merupakan bagian dari klaster industri, karena keunggulan kompetitif tidak hanya ditentukan oleh satu perusahaan semata. Peningkatan efisiensi pada tingkat perusahaan sangat esensial, namun dalam persaingan global hal tersebut tidak cukup. Bukti empiris menunjukkan bahwa keberhasilan mengembangkan klaster industri yang sangat kuat dan dinamis akan melahirkan keunggulan kompetitif berkelanjutan (Taufik, 2009). Manfaat umum lain dari klaster industri adalah (1) memungkinkan suatu kerangka bagi kolaborasi; (2) membantu pengembangan agenda bersama; (3) membantu pencapaian skala ekonomi; (4) memfasilitasi pengembangan tingkat kompetensi yang lebih tinggi; dan (5) membantu meringankan kekhawatiran persaingan antar industri dengan membangun rasa saling percaya dan bekerjasama antar pelaku bisnis dalam klaster (Taufik, 2009). Setelah masa krisis tahun 1999, untuk menjawab kebutuhan tantangan kelembagaan dan program pengembangan yang berdampak jangka panjang dan perlu kecepatan pelaksanaan, maka pikiran yang dikembangkan ketika itu bahwa program itu harus memenuhi syarat (1) melahirkan entry baru yang jelas; (2) mempunyai karakter unity, (3) ada kekuatan market driven dan (4) melahirkan self governing (rolling) mechanism. Pendekatan yang mempunyai kemampuan memenuhi syarat ini tiada lain adalah pendekatan klaster dengan entri sentra yang sudah hadir di masyarakat. Sejak itu pendekatan klaster biasa digunakan dalam pendekatan manajemen industri diadopsi ke dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), karena pada dasarnya aglomerasi yang biasa dilakukan industri juga pada akhirnya tumbuh menjadi kesatuan dengan usaha pendukungnya (Taufik, 2009). Pada masa berakhirnya program pengembangan sentra/klaster UKM tahun 2004 untuk mencapai sasaran 1.000 sentra kegiatan UKM, Badan Pusat Statistik (BPS) diminta melakukan evaluasi dampak pemberian dukungan finansial dan dukungan non finansial, serta hasilnya melaporkan bahwa
keduanya
mendorong
volume
penjualan
(25%
mengalami
peningkatan dan 33% bertahan dalam krisis/tetap), sementara keuntungan
22
juga meningkat dengan kinerja hampir sama (Taufik, 2009). Secara sepintas, pendekatan klaster dalam pengembangan UKM, apapun basis kegiatannya, pivotnya adalah menjadikan total omzet dari hasil pengelompokan yang disertai dukungan ini harus tumbuh menjadi sebuah ekonomi yang kesemuanya dapat hidup dengan kekuatan pasar. Biasanya yang paling mudah adalah melihat kehadiran lembaga keuangan karena dia tidak akan hadir kalau tidak layak. Dalam „Blue Print Peningkatan Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Perdesaan‟ (Kementan 2010), pengembangan kemitraan dengan pola klaster merupakan salah satu kebijakan dalam pengembangan komoditas susu di Indonesia. Kebijakan lainnya dalam mendukung pengembangan komoditas susu antara lain adalah peningkatan jangkauan KUPS dan program minum susu untuk anak sekolah. Sedangkan orientasi pengembangan komoditas susu adalah peningkatan produksi dan mutu susu untuk pengurangan impor melalui peningkatan produktivitas, peningkatan kemampuan koperasi
atau
penumbuhkembangan industri perdesaan pengolah susu pasteurisasi dengan menerapkan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan (SJMKP). Berdasarkan Blue Print dimaksud, program aksi yang akan dilaksanakan pada periode 2010-2014 adalah : a.
Peningkatan mutu SDM dalam cara penanganan panen dan hasil panen susu segar melalui Training of Trainer (TOT) untuk penyuluh dan tenaga pendamping, dan pelatihan untuk peternak.
b.
Bantuan peralatan pemerahan susu kepada kelompok tani.
c.
Penyediaan container susu segar.
d.
Penerapan SJMKP pada produk susu segar maupun pasteurisasi.
e.
Penguatan SDM melalui pelatihan pengolahan susu segar dan produk olahan serta pendampingan untuk pengolahan dan pemasaran.
f.
Bantuan peralatan dan penguatan modal industri perdesaan pengolahan susu pasteurisasi dan susu fermentasi.
g.
Fasilitasi kemitraan antara petani, poktan dan industri besar dengan pola klaster, dengan implementasi penetapan faktor dan ketentuan
23
kerjasama, penguatan faktor kerjasama, pengawasan faktor kerjasama, dan insentif pajak bagi industri penyerap. h.
Program minum susu untuk anak sekolah.
i.
Kampanye minum susu segar. Secara
nasional
menurut
Kementan
(2010),
analisa
SWOT
pengembangan komoditas susu saat ini seperti termuat pada Gambar 1. Strengths (S) 1. Iklim mendukung. 2. Lahan dan sumber pakan cukup. 3. Teknologi pengolahan susu pasteurisasi telah dikuasai
Weaknesses (W) 1. Bibit sapi bermutu belum tersedia cukup. 2. Mutu susu rendah. 3. Kemampuan modal peternak terbatas, sehingga usaha ternak hanya sampingan. 4. Kemampuan manajerial koperasi/ Gapoktan belum bagus. 5. Peternak belum terkonsentrasi pada wilayah tertentu.
Opportunities (O) 1. Kebutuhan susu tinggi. 2. Program minum susu segar dari pemerintah. 3. Pasar subtitusi impor 1,85 juta ton/tahun.
Strategi SO (agresif) 1. Penciptaan sentra sapi perah. 2. Peningkatan program konsumsi susu segar. 3. Pengembangan koperasi pengolah susu
Strategi WO (diversifikasi) 1. Penyediaan bibit unggula yang mencukupi. 2. Peningkatan skala usaha peternak 3. Peningkatan kemampuan produksi dan pemasaran di koperasi.
Threats (T) 1. Mutu susu impor jauh lebih bagus. 2. Kebijakan keleluasaan impor susu 3. Industri pengolah lebih memilih susu impor.
Strategi ST (diferensiasi) Kampanye minum susu segar
Strategi WT (defensif) Peningkatan mutu susu dari peternak.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Gambar 1. Analisis SWOT pengembangan komoditas susu nasional Outcome yang diharapkan dari rencana aksi pengembangan produk susu adalah memenuhi kebutuhan susu dalam negeri untuk mendukung peningkatan gizi masyarakat melalui pengembangan industri pengolahan susu perdesaan berbasis klaster, pemberian insentif investasi agroindustri susu di perdesaan dan kebijakan penyerapan susu lokal untuk industri pengolahan susu.
24
2.6. Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu peternak sapi perah sebanyak 170 orang yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok dan KUD Giri Tani, dengan produksi susu sekitar 6.500 l/hari (Disnakkan Bogor, 2010). Pada akhir tahun 2005 KUD Giri Tani melakukan terobosan yaitu menerima tawaran PT Cisarua Mountain Dairy (Cimory) untuk memasok susu segar. Seiring dengan peningkatan kapasitas produksi PT Cimory maka mulai tahun 2008 produksi susu peternak anggota KUD Giri Tani terserap seluruhnya oleh PT Cimory (KUD GT, 2009b). Sejak saat itu KUD Giri Tani masih bekerjasama dengan PT. Cimory sebagai tujuan pemasaran tunggal. Pada tahun 2009 total penjualan susu meningkat sebesar Rp. 5.027.202.320,- dengan harga jual per liter Rp. 2.825,- - Rp. 3.730,- (KUD GT, 2009a). Iklim sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi di Kecamatan Cisarua dan sekitarnya mendukung dari aspek kebutuhan hijauan/rumput dan kesehatan sapi. Kebanyakan sapi perah yang diternak di Kecamatan Cisarua adalah dari jenis PFH yang mempunyai sifat kurang tahan terhadap panas walaupun mudah beradaptasi (BBPTUSP, 2009). Menurut Ketua KUD Giri Tani dalam Amdani (2009), pemasaran susu di Kecamatan Cisarua 90% berupa susu segar yang dijual kepada PT. Cimory, 5% dijual langsung kepada konsumen dan 5% diolah menjadi yoghurt. Produksi yoghurt sekitar 200 l/hari. Harga susu di tingkat peternak Rp. 3.700,-, harga di tingkat konsumen langsung berkisar Rp. 5.000-Rp. 7.000,-. Yoghurt stick (batang) dipasarkan dalam pack berisi 10 stick dengan harga Rp 5.000,-, sedangkan untuk kemasan gelas Rp 3.500,-. Agar menarik untuk segmen anak-anak hingga remaja, yoghurt ditawarkan dalam 11 macam rasa. Dengan volume produksi 800 pack sehari, usaha pengolahan yoghurt ini mempunyai nilai ekonomis berputar mencapai Rp 4 juta/hari dan menyerap 6 orang tenaga kerja. Pemasaran dilakukan bekerjasama dengan 5 agen penjualan (Amdani, 2009) dan melalui sekitar 300 toko/warung (Disnakkan Bogor, 2010).
25
KUD Giri Tani mendapat akreditasi B dari Deputi Bidang Pengkajian dan Sumber Daya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Akreditasi ini merupakan salah satu bentuk pengakuan pemerintah kepada KUD Giri Tani mengenai kinerja koperasi baik dari sisi manajemen, keuangan, pemasaran, dan sebagainya. Dalam perkembangannya KUD Giri Tani memiliki beberapa permasalahan antara lain jumlah anggota yang tidak mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Jumlah anggota yang aktif tidak lebih dari 20% dari jumlah anggota keseluruhan. Selain itu ada di antara anggota KUD yang mengirimkan susu tanpa melalui KUD tetapi langsung kepada PT Cimory. Meskipun sudah ada kesepakatan kerjasama pemberian fee 10% dari total transaksi peternak dari PT Cimory kepada KUD, hal ini hanya memberikan keuntungan jangka pendek bagi KUD Giri Tani. Dalam jangka panjang hal ini akan mengakibatkan pengikisan social capital para anggota KUD Giri Tani (Ramadan, 2009). Beberapa alternatif strategi untuk pengembangan KUD Giri Tani menurut Ramadan (2009) adalah (1) Meningkatkan mutu pelayanan kepada anggota dan PT Cimory; (2) Membangun koalisi strategis dengan peternak besar agar mengirimkan kembali susu melalui KUD; (3) Mengoptimalkan penggunaan fasilitas produksi yang ada agar susu yang dipasok ke PT Cimory mendapat harga terbaik; (4) Mengadakan pelatihan khusus staf pembukuan secara berkesinambungan; (5) Mengadakan pengolahan susu menjadi yoghurt yang secara khusus dipasarkan ke wilayah Cisarua dan sekitarnya; (6) Menjalin hubungan dengan Dinas Peternakan agar penyuluhan kepada peternak anggota KUD Giri Tani lebih diintensifkan; (7) memanfaatkan nama KUD Giri Tani sebagai jaminan ke pihak lembaga keuangan
dengan
menampilkan
laporan
keuangan
yang ada;
(8)
Mengadakan promosi investasi yang menguntungkan kepada investor tentang prospek usaha beternak sapi perah; dan (9) Konsolidasi internal pengurus koperasi. Pengembangan klaster dengan pendekatan komunitas kelompok sapi perah sebagai lembaga ekonomi profesional diharapkan akan mencapai efisiensi, karena : (1) biaya pemasaran dapat dipangkas dengan semakin
26
pendeknya rantai pemasaran; (2) peternak memiliki posisi tawar lebih baik sehingga mendapat harga jual yang sesuai; (3) biaya manajemen akan lebih murah karena semakin meningkatnya akses secara langsung dari berbagai pihak; (4) pembinaan dapat dilakukan secara lebih intensif (LPPM IPB, 2007). 2.7. Analisa Usaha Tani Sapi Perah Menurut data dari GKSI yang diolah oleh Yusdja (2005) struktur biaya usaha ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7, ternyata biaya memberikan pakan membutuhkan pengeluaran terbesar (62,5%). Biaya terbesar kedua adalah biaya bangunan, perawatan dan pembelian alatalat. Jika biaya penyusutan diabaikan, maka kontribusi pakan mencapai 80% dan kontribusi biaya modal 3,8 - 7%. Menurut Priyono (2006), analisis usaha tani ternak sapi perah dapat dilakukan dengan menganalisa usaha tani dengan biaya-biaya yang diperhitungkan dan yang tidak diperhitungkan. Contoh biaya yang tidak diperhitungkan adalah biaya tenaga dan pakan yang diperoleh dari kebun sendiri. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi. Penerimaan diperoleh dari penjualan susu, penjualan pedet, penjualan limbah peternakan dan penjualan ternak sapi perah afkir. Sedangkan input dibagi menjadi input biaya tetap dan biaya variabel. Input biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan tanpa terpengaruh oleh volume faktor produksi. Input biaya variabel merupakan biaya yang terpengaruh oleh volume faktor produksi. Selain itu, investasi yang dikeluarkan harus diperhitungkan. Penyusutan investasi dimasukkan dalam biaya tetap. Investasi pada sapi perah berupa pembangunan kandang, peralatan dan pembelian sapi. Salah satu hasil analisis finansial usaha peternakan sapi perah di tingkat perusahaan peternakan yang dilakukan Setiyawan et al. (2005) diperoleh IRR 38,45%, PBP 3 tahun 6 bulan, Net B/C 1.42%, NPV pada DF 38% dan 39% adalah Rp. 773.226,22 dan Rp. 933.599,30. Keuntungan peternak sapi perah juga dipengaruhi oleh persentase sapi laktasi. Menurut Djarijah dalam Setiyawan et al. (2005), peternakan sapi perah yang
27
mempunyai sapi laktasi 60% atau lebih dari total populasi adalah menguntungkan. Tabel 7. Struktur biaya produksi susu per liter No 1 2 3 4 5 6 7
Uraian
Persentase (%)
Bibit Upah Pakan Perawatan ternak Bangunan Biaya modal Pemasaran Total Sumber : Yusdja, 2005
3,3 7,2 62,5 1,0 20,6 3,8 1,6 100,0
2.8. Yoghurt Yoghurt merupakan produk olahan susu yang cukup disukai dan dikenal masyarakat. Kata yoghurt berasal dari Turki, yaitu “jugrut” artinya susu asam. Di Indonesia, produk olahan ini dikenal sekitar tahun 1980‟an dan saat ini mudah dijumpai di supermarket. Produk olahan yoghurt memiliki beberapa keistimewaan, yaitu mudah dicerna, kandungan kolesterol rendah, kandungan protein lebih tinggi dan kandungan lemak rendah. Mengkonsumsi yoghurt penting bagi orang yang ingin melakukan program diet, dan yoghurt juga dapat menyembuhkan luka lambung dan usus (Deptan (2001). Prinsip pembuatan yoghurt adalah melalui proses fermentasi dengan menambahkan bakteri-bakteri laktobacillus bulgaricus dan streptococcus thermophilus. Perubahan asam disebabkan adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut. Untuk meningkatkan citarasa dapat ditambahkan zar pemanis (gula/sirup) ataupun flavor buatan dari buah-buahan. Cara pembuatan yoghurt sebagai berikut : 1)
Bahan dan alat yang diperlukan : i. Bahan : susu murni atau susu dari susu bubuk; bakteri starter : streptococcus thermophillus, laktobacillus bulgaricus atau dari yoghurt yang telah siap sebelumnya; flavor buatan (bila perlu);
28
gula atau sirup (bila perlu). ii. Alat yang diperlukan : panci email, kompor, alat pengaduk dan inkubator. 2)
Proses pembuatan i. Susu dipanaskan pada suhu 100 0C sampai mendidih sambil terus diaduk, biarkan terus mendidih dan menguap sampai volumenya menjadi 2/3 bagian dari volume semula. ii. Apabila dibuat dari susu murni dapat ditambahkan susu skim bubuk 5 % dari berat susu, lalu sedikit demi sedikit sambil diaduk terus. Apabila ingin menambahkan gula, maka penambahan dapat dilakukan pada saat ini. iii. Dinginkan sampai mencapai 450C dan tambahkan starter untuk setiap liter susu kira-kira 40 cc. iv. Susu yang sudah dicampur dengan biakan starter dimasukkan dalam gelas-gelas kecil (plastik) dan disimpan dalam inkubator (suhu 43 0C) selama 4-6 jam. Jika tidak ada inkubator, dapat disimpan
pada
suhu
kamar
selama
12-14
jam.
Selama
penyimpanan, yoghurt harus ditutup rapat, perlahan-lahan susu akan menggumpal, akibat reaksi koagulasi dari protein susu dan rasa akan menjadi asam, serta derajat keasamannya kira-kira 4,6. Apabila
menginginkan
kekentalan,
maka
yoghurt
dapat
ditambahkan zat penstabil (gelatin) kira-kira 0,5 – 1,5 % dari volume susu semula. v. Yoghurt yang sudah siap (jadi) dapat langsung dikonsumsi atau disimpan dalam lemari es dan tahan selama 12 hari (suhu 20C), serta pada suhu kamar tahan selama 2 hari.
29
III. METODE KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu a. Lokasi Kajian Lokasi kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terdapat klaster peternakan sapi perah. b. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan tugas akhir dan penyusunan kajian adalah 5 bulan, mulai dari bulan Mei sampai dengan September 2010. 3.2. Metode Kerja Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif, baik kualitatif maupun kuantitatif, yaitu menggambarkan keadaan yang ada di lapangan, selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang ada dilakukan analisis berdasarkan teori yang terkait dan pendekatan kelayakan usaha berbasis perhitungan kelayakan finansial. a.
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara : 1)
Data
primer
diperoleh
dari
penelitian
lapangan
untuk
mengumpulkan data yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti. Cara pengumpulan data adalah : i. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. Observasi pada awal penelitian untuk lebih mempelajari klaster untuk menentukan contoh yang diperlukan, dan mengidentifikasi
komponen
klaster
yang
ada
beserta
keterkaitannya ii. Interview yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab antara dua pihak, dimana satu pihak sebagai pencari informasi dan pihak lainnya sebagai pemberi informasi, baik lisan maupun
30
tertulis.
Sumber
informasi
adalah
pihak-pihak
yang
berkompeten terhadap masalah yang ada. Interview dilakukan kepada peternak sapi perah, pengelola koperasi, serta pihak lain yang terkait dengan perkembangan klaster. iii. Kuesioner (Lampiran 1), yaitu metode pengumpulan data dengan mengajukan daftar pertanyaan mengenai obyek yang sedang diteliti kepada pihak terkait langsung dengan penelitian. Pengisian dilakukan pada komponen kluster dalam hal ini contoh dari peternak sapi, kelompok peternak, unit usaha pengolahan yoghurt KUD Giri Tani dan KUD Giri Tani. 2)
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari buku-buku maupun literatur, terutama yang berhubungan dengan pengembangan peternakan sapi perah, pengembangan kluster industri pertanian dan kebijakan yang terkait.
b.
Pemilihan Contoh Contoh pada kajian ini adalah peternak sapi perah yang mewakili 3 (tiga) skala usaha yaitu skala usaha kecil dengan kepemilikan sapi dewasa < 6 ekor, skala menengah 6-10 ekor dan skala besar >10 ekor; kelompok peternak, unit usaha pengolahan yoghurt KUD Giri Tani dan KUD Giri Tani. Selain itu diidentifikasi stakeholders lain yang terkait perannya dalam pengembangan klaster industri susu di Kecamatan Cisarua, yaitu penyedia sarana prasarana produksi (hijauan, pakan, bibit dan peralatan) dan lain-lain. Jumlah contoh peternak sapi perah adalah sebanyak 30 orang dari populasi peternak sapi perah yang sekaligus anggota aktif KUD Giri Tani, yaitu sejumlah 168 orang pada tahun 2009. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode Nonprobability (Nonrandom Sampling) atau Contoh Tidak Acak, yaitu dengan Purposive Sampling, yaitu judgement dan quota sampling. Pemilihan contoh ini dilakukan
31
dengan memilih seseorang menjadi contoh, karena mempunyai “information rich” atau kekayaan informasi yang dibutuhkan dan pemenuhan kuota jumlah contoh sesuai jumlah kepemilikan sapi. Dari data sekunder yang ada di KUD Giri Tani pada bulan Maret 2010 dan hasil diskusi dengan pengurus koperasi, komposisi kepemilikan ternak sapi dewasa diperkirakan 15% untuk kepemilikan di atas 10 ekor, 25% untuk kepemilikan 6-10 ekor dan 60% untuk kepemilikan dibawah 6. Pada kajian ini pengambilan contoh berpedoman dengan keadaan tersebut. Namun begitu, setelah dilakukan penelitian ke lapangan (pada bulan Mei-Juli 2010) terjadi perbedaan kepemilikan, sehingga komposisi kepemilikan ternak berdasarkan jumlah contoh adalah 17% untuk kepemilikan di atas 10 ekor, 27% untuk kepemilikan 6-10 ekor dan 56% untuk kepemilikan di bawah 6. Selain memperhatikan komposisi kepemilikan, pengambilan contoh juga memperhatikan jumlah anggota masing-masing kelompok, sehingga
pengambilan
contoh
dilakukan
secara
proposional
(berdasarkan kuota). Jumlah anggota kelompok yang berproduksi dan jumlah pengambilan contoh per kelompok dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.
Jumlah anggota kelompok yang berproduksi dan jumlah pengambilan contoh Jumlah Anggota Jumlah contoh Kelompok berproduksi Responden Baru Tegal 21 6 Baru Sireum 13 4 Tirta Kencana 43 7 Bina Warga 19 5 Mekar Jaya 49 8 Total 145 30
c.
Pengolahan dan Analisis data Dalam kajian ini dilakukan pengolahan dan analisa data terhadap kelayakan usaha pada peternak sapi sapi perah dan unit usaha pengolahan yoghurt pada Koperasi Giri Tani di Kecamatan Cisarua. Untuk analisa strategi pengembangan kluster data yang diperoleh dari masing-masing stakeholder melalui observasi dan kuesioner kepada
32
stakeholders utama, yaitu peternak sapi perah, kelompok ternak, KUD Giri Tani dan unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, serta stakeholders terkait (agen pemasaran yoghurt, PT. Cimory, Dinas Peternakan terkait, Perguruan Tinggi terkait, dan lain-lain) dianalisa untuk memperoleh strategi pengembangan klaster. Gambar 2 menunjukkan kerangka pemikiran kajian dan sekaligus langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data, yaitu : a. Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang diperoleh dari kuesioner dan hasil wawancara kepada pihak-pihak terkait. b. Mengkaji kelayakan usaha peternakan sapi perah dan unit usaha pengolahan yoghurt dan KUD Giri Tani. c. Mengidentifikasi faktor-faktor strategi internal dan eksternal pada usaha peternakan sapi perah, kelompok peternak dan unit usaha pengolahan yoghurt serta KUD Giri Tani. d. Menyusun strategi pengembangan klaster peternak sapi perah secara utuh. e. Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisa data adalah metode deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai komponen pengembangan klaster peternak sapi perah, peran dan keterkaitannya satu sama lain, serta potensi dan strategi pengembangannya. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap transfer data, editing data, pengolahan data dan interprestasi data secara deskriptif. Pengolahan data menggunakan aplikasi Excel
untuk
perencanaan bisnis (Arifin, 2007). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kuantitatif kelayakan usaha seperti Pay Back Periode (PBP), Benefit Cost Ratio (B/C ratio), Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Interval Rate Return (IRR), Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE), serta analisis Strengths, Weakeness, Opportunities and Threats (SWOT).
33
Karakteristik Usaha Peternakan Sapi Perah
a. b. c. d.
Karakteristik Unit Usaha Pengolahan Yoghurt
Kajian terhadap : Kondisi Umum Aspek Kelayakan Identifikasi Faktor-faktor Strategi Intenal dan Eksternal Aspek kajian strategi
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Interpretasi Hasil Analisa
Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah
Kelayakan Usaha Unit Usaha Pengolahan Yoghurt
Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah
Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Yoghurt
Kebijakan Persusuan Nasional
= integrasi
Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah
Gambar 2. Kerangka pemikiran kajian 1)
Analisis kelayakan usaha Dari sejumlah peternak sapi perah contoh diidentifikasi struktur biaya produksi, penerimaan dan pengeluaran dari usaha ternaknya, kemudian dianalisis biaya dan pendapatan usaha. Data selanjutnya diolah dalam analisis
kelayakan dengan pengukuran melalui
34
pendekatan kelayakan harga jual susu saat dilaksanakan kajian, kelayakan menggunakan titik impas, kelayakan menggunakan Cash Flow Analysis (CFA), dilanjutkan dengan perhitungan NPV, Net B/C, IRR dan PBP untuk menentukan kelayakan usaha secara finansial. Rumus yang dipakai adalah : i.
PBP Nilai Investasi PBP (tahun) = _________________ x 1 tahun Kas Masuk Bersih
ii.
Net B/C PV benefit BC = _______________ PV cost Keterangan : PV benefit = PV dari total benefit selama periode analisa dimana benefit adalah laba setelah pajak ditambah penyusutan. PV cost = Present value of capital (biaya pertama atau modal di luar biaya untuk operasi dan produksi)
iii.
BEP Pencapaian BEP atau titik impas dilihat dengan perhitungan harga pokok produksi (HPP) per liter susu dibandingkan dengan harga jual per liter susu, dan perhitungan total biaya produksi susu per tahun dibagi total produksi susu per tahun. Apabila harga jual lebih besar dari HPP maka BEP tercapai. Begitu juga apabila volume produksi susu lebih besar dari hasil perhitungan total biaya produksi susu per tahun dibagi total produksi susu per tahun, maka BEP tercapai.
iv.
NPV n
At
______
NPV = i=1
(1+ k)i
Keterangan : n = periode/tahun terakhir aliran kas/cashflow. At = aliran kas pada periode t k = tingkat keuntungan yang diharapkan atau discount rate yang digunakan
35
v.
IRR NPV1 IRR = i1 + __________________ (i2-i1) (NPV1 – NPV2) Keterangan : IRR = Nilai Internal Rate of Return NPV1 = Net Present Value pertama NPV2 = Net Present Value kedua I1 = Tingkat suku bunga (discount rate) pertama I2 = Tingkat suku bunga (discount rate) kedua Layak secara finansial belum tentu hasil usaha dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga peternak, maka dilakukan analisis lanjutan untuk menentukan kelayakan menurut persepsi peternak, yaitu dapat tidaknya usaha peternakan memenuhi kebutuhan optimal rumah tangga peternak. Hasil ini untuk menentukan harga jual yang layak yang semestinya diterima peternak. Untuk melakukan analisis aspek keuangan diperlukan adanya beberapa asumsi sebagai dasar perhitungan. Dalam hal ini asumsi yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan acuan pustaka. Beberapa asumsi dimaksud adalah: i. Modal awal merupakan biaya pembuatan kandang dan pembelian milkcan dengan mutu bagus yang dapat dipakai dan mempunyai umur ekonomis 5-10 tahun. ii. Pengumpulan data kelayakan usaha dengan data tahun 2008 dan 2009, karena usaha peternakan dimulai sebelum tahun dimaksud (kecuali 2 contoh memulai usaha pada tahun 2008), maka kepemilikan ternak pada awal tahun 2008 dinilai sebagai pembelian ternak yang besarnya sama dengan nilai ternak pada tahun 2008. Selanjutnya stok ternak akhir pada tahun 2009 dinilai sebagai pendapatan yang besarnya sama dengan nilai ternak tersebut pada bulan Desember tahun 2009. iii. Biaya yang diperhitungkan meliputi : (i).
Tenaga kerja keluarga, yaitu apabila usaha sapi perah menggunakan tenaga kerja dari keluarga. Besarnya nilai
36
tenaga kerja keluarga sama dengan besarnya upah tenaga kerja yang berlaku. Upah tenaga kerja pada peternakan sapi perah di Cisarua bervariasi tergantung jumlah sapi atau besarnya usaha dan beratnya pekerjaan, yaitu Rp. 600.000,- Rp. 1.500.000,-. (ii). Hijauan, yaitu besarnya nilai hijauan yang diberikan kepada ternak apabila hijauan dibeli dari pedagang atau orang lain. Satu (1) kg rumput dihargai Rp. 150,-, yaitu sesuai harga di Kecamatan Cisarua. Apabila peternak mengeluarkan biaya sewa lahan untuk penanaman rumput dan atau biaya transportasi untuk mencari rumput, makan besarnya nilai hijauan adalah Rp. 150,- /kg dikurangi biaya sewa lahan dan atau transportasi. (iii). Penyusutan alat, yaitu nilai penyusutan milkcan dengan masa pakai 5-10 tahun sisa nilai ekonomis 10%. Masa pakai tergantung jenis milkcan yang dibeli, yaitu baru atau bekas. (iv). Penyusutan kandang yaitu nilai penyusutan kandang dengan masa pakai tergantung mutu kandang dengan sisa nilai ekonomis
10%.
Masa
pakai
ditentukan
berdasarkan
pengalaman peternak dalam pemeliharaan kandang, nilai ini berkisar 5-25 tahun. (v). Hasil biogas dinilai berdasarkan penutupan atau pengurangan biaya pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) oleh peternak. iv. Perhitungan BEP dilakukan hanya untuk satu produk, yaitu susu (tidak termasuk penjualan ternak, pupuk dan biogas). 2)
Analisa Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauhmana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing komponen usaha dalam klaster dan klaster itu sendiri secara utuh. Langkah yang ringkas dalam melaksanakan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan
37
strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE. Matriks IFE dan EFE (Rangkuti, 2005) diolah dengan menggunakan beberapa langkah berikut : i.
Identifikasi faktor internal dan eksternal perusahan Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu mendaftar semua kelemahan dan kekuatan organisasi usaha dari masing-masing komponen dan klaster secara utuh. Dalam hal ini, didaftarkan kekuatan dan kelemahan organisasi dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal masing-masing usaha atau klaster dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal komponen usaha diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak unit masing-masing komponen usaha, serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktorfaktor di atas tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.
ii.
Penentuan bobot setiap peubah Penentuan bobot dilaksanakan dengan menghitung jumlah responden yang mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang sama dikalikan dengan total jumlah responden yang mengidentifikasi masing-masing faktor internal dan eksternal. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Gambaran metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
38
Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategi internal atau eksternal Faktor Strategi
iii.
Bobot
A
Jumlah responden yang mengidentifikasi sebagai faktor strategik X1
B
X2
X2/X
C
X3
X3/X
D
X4
X4/X
...........
X....
X... /X
Jumlah
X
X
X1/X
Penentuan peringkat (rating) Penentuan
peringkat
(rating)
oleh
pimpinan
atau
manajemen dari unit usaha yang dianggap sebagai decision marker dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis situasi unit usaha. Untuk mengukur pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3 dan 4 terhadap masing-masing faktor strategi yang menandakan seberapa efektif strategi unit usaha saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan, yaitu 1 = rendah, respon kurang; 2 = rendah, respon sama dengan rataan; 3 = tinggi, respon di atas rataan; 4 = sangat tinggi respon superior. Faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap unit usaha dan skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap unit usaha. Untuk matrik IFE, skala nilai peringkat yang digunakan adalah 1 = sangat lemah; 2 = lemah; 3 = tidak lemah; 4 = sangat tidak lemah. Untuk faktor-faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti sangat tidak lemah dan skala 4 berarti sangat lemah. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan peringkat.
39
Tabel 10. Matriks IFE Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Skor (bobot x rating)
Bobot
Rating
Skor (bobot x rating)
A. Kekuatan : 1. 2. 3. .... 10. B. Kelemahan : 1. 2. 3. .... 10. Jumlah (A+B) Tabel 11. Matriks EFE Faktor Strategi Eksternal A. Peluang : 1. 2. 3. .... 10. B. Ancaman : 1. 2. 3. .... 10. Jumlah (A+B)
40
pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi unit usaha dimasukkan dalam Tabel 10 dan 11. Nilai IFE dikelompokan dalam tinggi (3,0-4,0); sedang (2,0-2,99); dan rendah (1,0-1,99). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokan dalam kuat (3,0-4,0); rataan (2,0-2,99); dan lemah (1,0-1,99) (David, 1998). 3)
Matriks IE Gabungan kedua matriks internal dan eksternal menghasilkan matriks IE berisikan 9 macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matrik-matrik IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matrik ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi unit usaha, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu (1) strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7, 8); (2) stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan; (3) retrechment strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 3, 6 dan 9).
41
Total Skor IFE 4,0 Kuat
3,0
I Pertumbuhan Tinggi melalui 3,0 integrasi vertikal
Total
IV Stabilitas
Skor EFE Menengah 2,0
VII Pertumbuhan Rendah melalui 1,0 diversifikasi konsentrik
Sedang
2,0
Lemah
1,0
II Pertumbuhan melalui integrasi horizontal
III Penciutan melalui „turn around‟
V Pertumbuhan melalui integrasi horizontal/ Stabilitas VIII Pertumbuhan melalui diversifikasi konglomerat
VI Penciutan/ divestasi
IX Likuidasi
Sumber : David,1998
Gambar 3. Matriks IE 4)
Matrik SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategik unit usaha dan klaster adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi unit usaha dan klaster, untuk disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi (Rangkuti, 2005). Keempat tipe strategi tersebut adalah : i.
Strategi S-O Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu memanfaatkan
seluruh
kekuatan
untuk
merebut
dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. ii.
Strategi S-T Strategi ini adalah menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
42
iii.
Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemantauan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
iv.
Strategi W-T Strategi ini berdasarkan kegiatan defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman. IFAS
STRENGTHS (S) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
WEAKNESSES (W) Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
STRATEGI S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T) Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
STRATEGI S-T Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI W-T Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
EFAS
Sumber : Rangkuti, 2005 Gambar 4. Matriks SWOT Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Dengan pilihan strategi yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui
matriks
SWOT
didapatkan
alternatif
strategi
untuk
menentukan critical decision, sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat (Rangkuti, 2005).
43
5)
Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi, selanjutnya dilakukan
pemilihan
alternatif
strategi
paling
efektif
untuk
diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM). Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. Menurut David (2006), secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh komulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga dapat berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set yang sama dapat dievaluasi satu sama lain. Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi, Faktor Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores atau AS), Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness
Scores atau TAS) dan
Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Scores atau STASS). Enam langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan matriks QSPM (Tabel 12) adalah : Langkah 1 : Membuat
daftar
peluang/ancaman
eksternal
dan
kekuatan/ kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM. Informasi ini harus diambil secara langsung dari Matriks EFE dan IFE. Langkah 2 : Memberikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal. Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam kolom persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.
44
Langkah 3 : Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif
strategi
yang
harus
dipertimbangkan
organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategistrategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan strategi
ke
dalam
set
yang
independen,
jika
memungkinkan. Langkah 4 :
Tentukan Nilai Daya Tarik yang didefinisikan sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik, ditentukan dengan mengevaluasi masing-masing faktor internal atau eksternal kunci satu pada suatu saat tertentu, dan mengajukan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat ? “ Jika jawabannya ya, maka strategi tersebut harus dibandingkan secara relatif terhadap faktor kunci tersebut. Secara spesifik, Nilai Daya Tarik harus diberikan
untuk
masing-masing
strategi
untuk
mengindikasikan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor tertentu Jangkauan untuk Nilai Daya Tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan di atas adalah tidak, mengindikasikan bahwa faktor kunci tersebut
tidak memiliki dampak terhadap pilihan
spesifik yang dibuat, dengan demikian tidak perlu berikan bobot terhadap strategi dalam set tersebut. Langkah 5 : Hitung Total Nilai Daya Tarik. Total Nilai Daya Tarik didefinisikan sebagai hasil dari pengalian bobot (Langkah 2) dengan Nilai Daya Tarik (Langkah 4) dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan
45
pengaruh faktor keberhasilan kunci internal atau eksternal yang terdekat. Semakin tinggi Total Nilai Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi tersebut. Tabel 12. Matriks perencanaan strategi kuantitatif Alternatif Strategi Faktor Kunci
Bobot
Strategi 1
Strategi 2
Strategi 3
AS
AS
AS
TAS
TAS
TAS
Peluang .............. .............. Ancaman .............. .............. Kekuatan .............. .............. Kelemahan .............. .............. STAS
Langkah 6 :
Hitung
Penjumlahan
Total
Nilai
Daya
Tarik.
Tambahkan Total Nilai Daya Tarik dalam masingmasing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan
46
strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu strategi di atas yang lainnya (David, 2006). Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan mutu dari keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak pernah digunakan untuk mendikte pilihan strategi. Aspek perilaku, budaya dan politik dari perumusan
dan
pemilihan
strategi
selalu
penting
untuk
dipertimbangkan dan dikelola (David, 2006). 3.3. Aspek Kajian Secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, keuangan dan pemasaran (Kadariah dkk, 1999). Rinciannya sebagai berikut : a.
Aspek teknis produksi meliputi input produksi, proses produksi atau budidaya dan output (produk dan limbah).
b.
Tenaga kerja Kajian terhadap tenaga kerja bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan, tingkat pendidikan dan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan tenaga kerja.
c.
Aspek Pemasaran Aspek pemasaran meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar, serta proyeksi permintaan pasar. 1) Permintaan Kajian terhadap permintaan untuk memberikan gambaran tentang permintaan produk (susu, produk olahan susu dan produk terkait lainnya) untuk memenuhi kebutuhan pasar. 2) Penawaran Kajian terhadap penawaran untuk memberikan gambaran tentang penghasil produk (susu, produk olahan susu, produk terkait lainnya) dan faktor keseimbangan antara permintaan dan penawaran.
47
3) Harga Kajian terhadap harga memberikan gambaran tentang mekanisme penetapan harga jual produk (susu, produk olahan susu, produk terkait lainnya) dalam hal ini adalah hubungan antara harga jual dengan permintaan dan penawaran oleh pihak pembeli, serta faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual produk. Dalam kajian ini juga akan digambarkan bahwa harga yang diterima peternak skala kecil layak atau tidak, dan apabila tidak layak, maka dikaji berapa besarannya supaya layak. 4) Persaingan dan peluang pasar Kajian ini memberikan gambaran tentang pasar yang dituju. 5) Pemasaran produk Kajian ini memberikan gambaran tentang sistem pemasaran di unit usaha produksi/ pengolahan susu. d.
Aspek Keuangan Aspek keuangan untuk mengetahui kelayakan usaha dari segi keuangan, yaitu : 1) Komponen dan struktur biaya Komponen biaya mencakup pengadaan sarana dan prasarana, biaya operasi dan biaya lain-lain. Biaya pengadaan sarana prasarana adalah meliputi biaya investasi yaitu biaya perijinan, bangunan dan pembelian peralatan untuk proses produksi. Biaya operasi meliputi biaya pembelian bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya pengemasan, upah kerja, pembelian bahan pembantu produksi, biaya peralatan, kendaraan dan biaya overhead. 2) Pendapatan Pendapatan adalah total hasil penjualan unit usaha produksi (susu, olahan susu, produk terkait lainnya) kepada para pelanggan. 3) Kebutuhan modal dan kredit Dalam menunjang pengembangan unit usaha diperlukan modal awal dan modal kerja, dimana modal berasal dari investasi pribadi atau kredit.
48
4) BEP BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran yang dilakukan oleh suatu proyek. 5) PBP PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. 6) Net B/C Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 7) NPV NPV atau nilai sekarang bersih untuk mengetahui apakah usaha dapat diterima atau tidak. Jika NPV adalah positif, maka usaha diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka usaha harus ditolak/dihentikan. 8) IRR IRR dibuat untuk menentukan peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk unit usaha yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya usaha atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan nol. Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan, maka proyek diterima, dan apabila lebih kecil maka tidak dapat diterima.
49
e.
Aspek Strategi Pengembangan Klaster peternak pada dasarnya merupakan jaringan dari sehimpunan komponen klaster yang terdiri dari peternak/kelompok ternak dan unit pengolahan dan KUD Giri Tani yang saling terkait yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production chain). Dalam hal ini, aspek strategi pengembangan dikaji dari analisisa matriks IFE dan EFE, serta analisa SWOT yang dilanjutkan dengan analisa QSPM untuk pemilihan alternatif strategi.
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Cisarua merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Usaha beternak sapi perah oleh masyarakat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dimulai sekitar tahun 1980. Sebelum tahun 1997, peternak sapi perah tergabung dalam KPS Bogor. Pada tahun 1997 berdiri KUD Giri Tani yang awalnya tidak hanya bergerak di bidang pertanian secara umum. Sejalan dengan perkembangan ekonomi masyarakat yang lebih memilih beternak sapi perah sebagai usahanya, maka dalam perjalannya KUD ini memfokuskan pada bidang usaha peternakan sapi perah, pakan ternak, sarana prosuksi peternakan, kesehatan hewan dan usaha simpan pinjam. Selain itu mulai tahun 2009, KUD Giri Tani telah memulai usaha pengolahan yoghurt. Kelompok Peternak Sapi Perah yang tergabung pada KUD Giri Tani sebanyak 5 kelompok, dimana 4 (empat) kelompok berdomisili di Kecamatan Cisarua dan 1 (satu) kelompok di Kecamatan Cipayung (yang termasuk dalam pengembangan kluster peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua). Kelompok-kelompok dimaksud adalah Kelompok Baru Tegal, Baru Sireum, Tirta Kencana, Bina Warga dan Mekar Jaya. Pada tahun 2006 anggota KUD Giri Tani sebanyak 867 orang dengan anggota aktif sebanyak 162 orang. Pada tahun 2009 dan saat ini anggota aktif 168 orang. Produksi susu KUD Giri Tani pada tahun 2006 sebesar 1.468.531 l yang disalurkan ke PT. Diamond Cold Storage 1.265.438 liter dan PT Cimory 203.093 l dengan total penjualan seharga Rp. 3.262.815.067,86 dan rataan harga jual per liter Rp. 2.221,83. Pada tahun 2009. Sedangkan sejak tahun 2008 KUD Giri Tani menyalurkan susu kepada satu IPS yaitu PT. Cimory,
pada
tahun
2009
total
penjualan
susu
meningkat
Rp.
5.027.202.320,00 dengan harga jual per liter Rp. 2.825 - Rp 3.730,-. 4.2. Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua 4.2.1. Deskripsi Peternak Hasil survey terhadap contoh peternak sapi perah di Kecamatan
51
Cisarua dapat dideskripsikan pada Tabel 13. Dilihat dari hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua menggantungkan hidupnya pada ternaknya. Tabel 13. Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua No Karakteristik 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Umur (tahun) 20-35 36-50 51-65 >65 Pendidikan Tidak tamat pendidikan formal Tamat Sekolah Dasar (SD) Tamat Sekolah Tingkat Pertama (SLTP) Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Sarjana Jumlah anggota keluarga (orang) <5 >5 Status kepemilikan ternak Milik sendiri (1 peternak mendapat bantuan sosial pada tahun 2009) Kepemilikan lahan garapan Punya lahan (200m2-1 Ha) Tidak punya lahan Lama beternak (tahun) <6 6-10 11-20 >20 Jenis usaha Usaha pokok Usaha sampingan Asal modal awal Modal sendiri Kredit Hasil garapan/bagi hasil Alasan melakukan usaha beternak sapi perah : Mudah, ada sarana penunjang dan pasarnya jelas Memperoleh atau menambah pendapatan Usaha turun temurun Hobi Ikut-ikutan
Persentase (%) 20 53 20 7 10 27 17 23 23 43 57 100
67 33 10 20 40 30 87 13 67 27 6 43 30 14 9 4
52
Tingkat pendidikan peternak yang relatif tinggi, yaitu 23% tamat SLTA dan 23% Sarjana, menunjukkan bahwa beternak sapi perah merupakan salah satu pilihan usaha yang diharapkan secara ekonomis dapat diharapkan keberhasilannya. Pilihan ini didukung karena penguasaan teknik budidaya, tersedianya sarana prasarana dan pasar yang jelas. Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2 dan data sebarannya tersaji dalam Tabel 13. 4.2.2. Analisa Kelayakan Usaha a.
Aspek Keuangan Analisa keuangan dilakukan kepada peternak di Kecamatan Cisarua yang terdiri atas 5 kelompok, masing-masing kelompok diambil contoh secara proporsional mewakili komposisi jumlah kepemilikan ternak dan jumlah anggota aktif yang berproduksi. Hasil analisa kelayakan usaha masing-masing peternak sapi perah dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil analisa keuangan didapatkan kriteria kelayakan usaha
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua sebagai
berikut : i. PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu atau periode pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Hasil perhitungan PBP pada tingkat bunga 18% untuk 30 contoh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah berkisar 1 tahun-5 tahun dengan rataan 2 tahun 6 bulan. PBP 5 tahun terjadi pada 1 (satu) peternak, dimana peternak ini pada tahap pembaharuan sapi laktasi dengan komposisi kepemilikan ternak pada tahun 2009 berupa 4 ekor sapi betina dewasa, 2 ekor dara bunting, 2 ekor dara belum bunting, sedangkan sapi laktasi hanya 2 ekor. Pada tahun 2008, ternak sapi betina dewasa 5 ekor, sapi dara 2 ekor, sapi jantan dewasa 2 ekor, sapi yang laktasi hanya 2 ekor. Pada tahun 2009 juga terjadi penjualan sapi dewasa sakit yang
53
diduga karena mutu pakan yang kurang bagus, yaitu pakan yang dibeli KUD Giri Tani dari Cikampek yang ditemukan mengandung pasir pantai. Kejadian ini menimpa beberapa ternak di Kecamatan Cisarua yang mengkonsumsi pakan jenis ini. Rataan nilai PBP adalah 2,52 tahun atau 2 tahun 6 bulan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa investasi untuk beternak
sapi
perah
di
Kecamatan
Cisarua
dapat
dikembalikan melalui cash flow selama 2 tahun 6 bulan, lebih pendek dari umur ekonomis investasi, sehingga dapat dikatakan
bahwa
usaha
peternak
sapi
perah
layak
dikembangkan. ii. Perbandingan Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan yang negatif, angka ini menunjukkan tingkat besarnya manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Hasil perhitungan Net B/C untuk 29 peternak adalah lebih besar dari 1 (satu) dengan kisaran antara 1,17-7,26 dengan rataan 2,67. Net B/C 7,6 dicapai oleh satu peternak dengan kepemilikan sapi laktasi 123 ekor pada tahun 2008 dan 150 ekor pada tahun 2009 dan sapi betina dewasa sebanyak 150 ekor dan 157 ekor pada tahun yang sama. Satu peternak dengan nilai Net B/C negatif karena dalam tahap pembaharuan sapi laktasi seperti dijelaskan sebelumnya pada butir i di atas. iii. BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran yang dilakukan oleh peternak. Suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan produk pada periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tahun 2008 usaha peternakan sapi di Kecamatan Cisarua 93% mencapai BEP, sisanya 7% tidak mencapai BEP atau mengalami
54
kerugian. Peternak yang tidak mencapai BEP dimaksud adalah 2 (dua) peternak dengan kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor, yaitu masing-masing 3 ekor, dengan rasio sapi laktasi dan sapi betina dewasa 1:3 (33%). Hal ini sesuai dengan pendapat Djarijah (1996) dalam Setiyawan et al. (2005), bahwa keuntungan peternak sapi perah juga dipengaruhi oleh persentase sapi laktasi. Peternak sapi perah yang mempunyai sapi laktasi 60% atau lebih dari total populasi adalah menguntungkan.
Selain itu salah satu
peternak ini adalah mempunyai pekerjaan pokok sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit. Peternak ini dalam beternak mengikuti nalurinya sebagai tenaga medis, yaitu membeli ternak yang kurus atau sakit (dengan alasan lebih murah) untuk dipelihara, sehingga pada awal pemeliharaan tidak menguntungkan karena produktivitasnya kecil (6-8 liter/hari). Pada tahun 2009, seluruh peternak mencapai BEP. Rataan nilai BEP harga pokok produksi (HPP) susu dan keuntungan per liter susu dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 5. Keuntungan per liter adalah selisih antara harga yang diterima peternak dengan harga pokok produksi susu per liter. Keuntungan per liter susu relatif rendah karena dalam perhitungan BEP ini tidak bisa memperhitungkan pendapatan dari pedet, biogas dan kompos. Apabila dilihat dari skala kepemilikan sapi betina dewasa maka nilai keuntungan per liter susu untuk kepemilikan sapi betina dewasa > 10 ekor pada tahun 2008 dan 2009 terbesar di antara skala kepemilikan lainnya. Perbedaan nilai keuntungan per liter susu pada tahun 2008 dan 2009 yang sangat tinggi disebabkan oleh harga perbedaan harga susu yang diterima peternak. Pada tahun 2008 rataan harga susu yang diterima peternak Rp. 2.825,- dan pada tahun 2009 mencapai Rp. 3.633,-. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum usaha
55
peternakan
sapi
perah
di
Kecamatan
Cisarua
layak
diusahakan. Tabel 14. Harga pokok produksi (HPP) susu dan keuntungan per liter susu peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua HPP Susu Keuntungan/liter (Rp.) Susu (Rp.) Skala Kepemilikan 2008 2009 2008 2009 < 6 ekor 2,661.76 2,536.74 337.89 1,147.73 6-10 ekor 2,266.85 2,232.22 558.15 1,303.08 >10 ekor 2,126.88 2,107.57 818.26 1,390.33
Gambar 5.
Perbandingan HPP dan keuntungan per liter susu menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa pada tahun 2008 dan 2009
iv. NPV atau nilai sekarang bersih yaitu merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang di masa mendatang yang dikonversikan dengan menggunakan tingkat bunga terpilih. Usaha yang memberikan nilai sekarang bersih adalah layak. Perhitungan NPV untuk usaha peternakan sapi perah yang dilakukan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dengan menggunakan konversi tingkat bunga (DF) 14% adalah negatif untuk 1 (satu) peternak (3%) atau 97% positif. Peternak dengan NPV negatif adalah peternak yang dimaksud
56
pada butir i dan peternak dengan pekerjaan pokok sebagai tenaga medis seperti yang dijelaskan pada butir iii di atas. NPV untuk usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua dengan menggunakan konversi tingkat bunga atau discount factor (DF) 18% adalah positif untuk 27 (satu) peternak (90%) dan negatif untuk 3 peternak (10%). Peternak dengan NPV negatif adalah 2 (dua) peternak yang dimaksud pada butir ii dan 1 (satu) peternak dengan kepemilikan 1 ekor dan berproduksi mulai tahun 2009. v. IRR merupakan alat untuk menghitung tingkat pengembalian investasi. Usulan tingkat bunga pengembalian (IRR) yang lebih tinggi dari tingkat bunga modal yang berlaku mengindikasikan investasi usaha layak. Hasil perhitungan nilai IRR peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pada satu peternak negatif, yaitu peternak pada butir i. Hasil perhitungan IRR untuk 29 peternak lainnya untuk NPV1; DF 14% dan NPV2; DF 18% diperoleh IRR dengan kisaran 15,69%-37,60% dengan rataan 25,15%. Nilai tersebut lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial tahun 20082009 yaitu 14-15%. Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Setiyawan et al (2005) pada analisis finansial usaha peternakan sapi perah di tingkat perusahaan peternakan dengan hasil IRR 38,45%, PBP 3 tahun 6 bulan, Net B/C 1.42%, NPV pada DF 38% dan 39% adalah Rp. 773.226,22 dan Rp. 933.599,30. Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi betina dewasa, maka rataan nilai Net B/C, IRR dan NPV untuk kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor lebih rendah dibandingkan kepemilikan 6-10 ekor dan tertinggi adalah kepemilikan sapi betina dewasa > 10 ekor. Gambaran nilai Net B/C, IRR dan NPV berdasarkan skala kepemilikan sapi betina dewasa dapat dilihat pada Tabel 15 serta Gambar 6 dan 7.
57
Tabel 15. Nilai Net B/C, IRR, PBP dan NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa Skala Kepemilikan
Net BC
IRR (%)
PBP (Tahun)
< 6 ekor
1,85
20,74
2,63
5.311.698,72
2.347.092,27
6-10 ekor
3,08
26,49
2,46
16.857.872,29
11.502.513,75
>10 ekor
3,67
29,73
2,22
245.480.481,20
194.784.139,20
35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
NPV DF 14% (Rp.)
26.49
NPV DF 18% (Rp.)
29.73
20.74
3.67 1.85 3.08
Net BC < 6 ekor
2.63 2.46 2.22
IRR 6-10 ekor
PBP >10 ekor
Gambar 6.
Nilai Net B/C, IRR dan PBP menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa
Gambar 7.
Nilai NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa
58
Tabel 16. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa terhadap kelayakan usaha Net No
PBP
B/C
HPP
NPV
IRR
2008
2009
DF 14%
DF 18%
SL:SDB
(%)
T05
2:6
3.53
2,540
2,494
20,891,780
15,785,765 30.37
100.00
T23
2:3
2.75
2,381
2,545
21,968,272
16,962,775 31.56
100.00
T14
2:8
2.50
2,289
2,141
7,853,000
3,605,675 21.40
100.00
T29
2:5
1.95
2,738
2,689
8,062,861
5,148,887 25.07
100.00
T24
2:2
4.31
2,492
1,993
18,878,808
14,997,062 33.45
100.00
T20
2:6
3.19
2,657
2,436
7,862,495
5,017,313 25.05
100.00
T30
2:7
2.16
2,360
1,176
6,018,383
3,929,259 25.52
100.00
T08
1:0
7.26
2,247
1,865 983,363,060
816,698,672 37.60
88.93
T19
2:2
4.23
2,514
3,106
20,183,173
16,388,247 35.27
88.89
T13
2:7
3.06
2,338
2,848
10,793,122
6,374,941 23.77
85.71
T26
1:0
1.68
2,453
1,498
14,794,199
8,755,144 23.80
81.82
T21
2:5
2.97
1,833
1,905
44,364,230
T07
2:3
4.39
1,913
2,309
T17
2:8
2.62
3,107
3,052
T18
2:7
2.88
2,348
2,577 109,974,800
87,059,540
33.20
78.33
T06
2:8
1.52
2,293
2,623
61,248,341
17,014,166
19.54
75.21
T10
2:7
1.17
2,577
1,989
1,832,580
33,930 18.08
75.00
T16
2:8
1.41
1,543
1,009
4,499,893
461,885 18.46
75.00
T22
2:8
1.69
2,452
2,662
3,877,726
2,185,168 23.16
66.67
T27
2:6
3.18
1,990
2,143
26,424,688
18,371,495 27.13
66.67
T11
2 : 10
1.36
6,166
4,853
1,220,533
-1,666,147 15.69
62.50
T15
2:8
1.72
2,697
2,586
3,128,407
670,741 19.09
57.14
T01
2:6
2.67
2,235
2,377
6,526,455
3,078,396 21.57
50.00
T04
2:7
2.07
2,128
2,192
12,038,415
8,343,042 27.03
50.00
T09
2:9
1.68
1,621
2,485
3,758,416
662,444 18.86
42.86
T28
2:7
2.57
2,635
3,091
7,226,866
3,245,047 21.26
41.67
T12
5:0
-4.17
2,075
1,995
-27,405,441
-30,456,409
-21.93
36.36
T02
2:5
3.74
1,877
1,567
28,451,975
21,499,490 30.37
36.00
T25
2:9
1.89
3,253
2,161
4,995,470
2,820,860 23.19
33.33
31,648,828
27.96
80.95
18,661,964
11,434,531 24.33
80.00
9,148,446
7,085,583 31.74
80.00
Keterangan : Nilai PBP adalah tahun : bulan. SL:SDB = persentase jumlah sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa
59
Tabel 17. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dan total kepemilikan sapi terhadap kelayakan usaha Net No
PBP
B/C
NPV 2008
2009
IRR
DF 14%
DF 18%
(%)
SL:TS
T19
2:2
4.23
2,514 3,106
20,183,173
16,388,247
35.27
80.00
T05
2:6
3.53
2,540 2,494
20,891,780
15,785,765
30.37
75.00
T23
2:3
2.75
2,381 2,545
21,968,272
16,962,775
31.56
73.68
T14
2:8
2.50
2,289 2,141
7,853,000
3,605,675
21.40
73.33
T29
2:5
1.95
2,738 2,689
8,062,861
5,148,887
25.07
72.73
T21
2:5
2.97
1,833 1,905
44,364,230
31,648,828
27.96
70.83
T08
1:0
7.26
2,247 1,865 983,363,060
816,698,672
37.60
70.00
T24
2:2
4.31
2,492 1,993
18,878,808
14,997,062
33.45
66.67
T26
1: 0
1.68
2,453 1,498
14,794,199
8,755,144
23.80
60.00
T07
2:3
4.39
1,913 2,309
18,661,964
11,434,531
24.33
60.00
T18
2:7
2.88
2,348 2,577 109,974,800
33.20
52.22
T13
2:7
3.06
2,338 2,848
10,793,122
23.77
52.17
T06
2:8
1.52
2,293 2,623
61,248,341
19.54
50.29
T20
2:6
3.19
2,657 2,436
7,862,495
5,017,313
25.05
50.00
T17
2:8
2.62
3,107 3,052
9,148,446
7,085,583
31.74
50.00
T10
2:7
1.17
2,577 1,989
1,832,580
33,930
18.08
50.00
T01
2:6
2.67
2,235 2,377
6,526,455
3,078,396
21.57
50.00
T04
2:7
2.07
2,128 2,192
12,038,415
8,343,042
27.03
50.00
T30
2:7
2.16
2,360 1,176
6,018,383
3,929,259
25.52
45.00
T22
2:8
1.69
2,452 2,662
3,877,726
2,185,168
23.16
40.00
T11
2 : 10
1.36
6,166 4,853
1,220,533
-1,666,147
15.69
38.46
T27
2:6
3.18
1,990 2,143
26,424,688
18,371,495
27.13
37.50
T15
2:8
1.72
2,697 2,586
3,128,407
670,741
19.09
36.36
T28
2:7
2.57
2,635 3,091
7,226,866
3,245,047
21.26
35.71
T02
2:5
3.74
1,877 1,567
28,451,975
21,499,490
30.37
33.33
T16
2:8
1.41
1,543 1,009
4,499,893
461,885
18.46
30.00
T09
2:9
1.68
1,621 2,485
3,758,416
662,444
18.86
27.27
T12
5:0
-4.17
2,075 1,995
-27,405,441
-30,456,409
-21.93
22.22
T25
2:9
1.89
3,253 2,161
4,995,470
2,820,860
23.19
20.00
87,059,540 6,374,941 17,014,166
Keterangan : Nilai PBP adalah tahun ; bulan. SL:TS = persentase jumlah sapi laktasi dibanding total kepemilikan sapi
60
Hasil kajian juga menunjukkan bahwa ada pengaruh rasio atau perbandingan antara jumlah kepemilikan sapi laktasi dengan jumlah sapi betina dewasa dan total kepemilikan sapi, terhadap indikator kelayakan usaha. Kelayakan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua seluruh usaha layak dengan rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa 66,7% atau lebih (Tabel 16). Apabila dilihat dari rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding total kepemilikan sapi maka seluruh usaha layak pada rasio 40% atau lebih (Tabel 17). Komposisi biaya variabel pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah terutama untuk pembelian pakan konsentrat dan tenaga kerja. Rataan pengeluaran untuk pembelian pakan konsentrat pada peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah 63,27% dan tenaga kerja 22,98%. Apabila dilihat dari skala kepemilikan sapi betina dewasa, maka rataan pengeluaran untuk pembelian pakan konsentrat pada skala <6 ekor, 6-10 ekor dan > 10 ekor berturut-turut adalah Rp. 19.795.197,92; Rp. 32.475.187,50; dan Rp. 418.144.500,00. Biaya upah tenaga kerja pada urutan skala yang sama adalah Rp. 6.846.875,00; Rp. 13.125.000,00; dan Rp. 71.920.000,00. b.
Aspek Budidaya, Manajemen dan Pemasaran Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya menguasai teknik budidaya karena telah lama menjalani usaha sapi perah, yaitu paling kecil selama 2 tahun dan paling lama 33 tahun, dengan rataan 16 tahun. Hasil kajian terhadap karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Tabel 18. Menurut Bappenas 2007, usaha sapi perah keluarga memberikan keuntungan apabila jumlah sapi perah dewasa yang dipelihara sebanyak 6 ekor, sedangkan tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal 2 ekor dengan rataan produksi susu 15 l/hari.
61
Variasi keinginan peternak untuk menambah ternak tersebut, terutama dipengaruhi oleh kemampuan peternak dalam permodalan. Bagi
peternak
yang merasa
mampu untuk
menyisihkan hasil usahanya untuk menambah ternak, sehingga ingin menambah ternak dengan modal sendiri tanpa dibebani kewajiban pengembalian kredit. Untuk peternak yang tidak mampu menyisihkan hasil usahanya karena hasil usaha hanya cukup untuk pemenuhan keluarga sangat mengharapkan adanya kredit dengan bunga ringan dari pemerintah. Peternak yang tidak ingin menambah populasi ternaknya dikarenakan keterbatasan lahan untuk kandang, atau sudah merasa mempunyai skala usaha optimal. Sarana prasarana maupun infrastruktur penunjang usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya telah baik. Susu sapi dikumpulkan oleh petugas KUD ke beberapa titik yang telah disepakati kelompok. Jarak antara peternak dengan titik-titik tempat penjemputan susu berkisar 50700 m. Untuk peternak besar dengan produksi lebih dari dari 200 l mengantar produksi susunya langsung ke PT. Cimory. Pengangkutan susu ini tidak dipungut biaya kecuali di Kelompok Mekar Jaya dipungut biaya Rp. 125,-/l. Hal ini dikarenakan jarak kelompok tersebut relatif jauh dari KUD Giri Tani. Kondisi jalan buruk dan transportasi sedang terutama ditemui di Kelompok Tirta Kencana dan Kelompok Mekar Jaya. Pendapat bahwa pelayanan tenaga medis dan IB sedang dikarenakan sering terjadi keterlambatan kedatangan petugas apabila ada permasalahan kesehatan sapi atau kebutuhan pelayanan IB oleh peternak. Hal ini dikarenakan kurangnya petugas medis dan IB, yaitu hanya 1 (satu) orang sampai pertengahan tahun 2009 dan ada penambahan tenaga 1 (satu) orang. Jumlah ini masih dirasakan kurang, sehingga peternak memanfaatkan tenaga non KUD dengan risiko bayar langsung.
62
Tabel 18. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua No 1.
2.
3.
4.
Karakteristik
Persentase (%)
Pengetahuan teknik budidaya a. Penyuluhan dari Dinas Peternakan dan KUD b. Dari teman atau dengan bekerja kepada orang lain c. Pengalaman turun temurun d. Belajar sendiri
36 28 19 17
Kendala yang dihadapi a. Permodalan b. Rumput/ hijauan terutama saat kemarau c. Penyakit sapi terutama penyakit kuku, kelumpuhan setelah beranak dan keguguran d. Harga pakan yang terus naik dan mutu pakan dari KUD kurang bagus terutama pasokan dari Cikampek e. Lahan rumput terbatas f. Populasi (skala usaha) tidak optimal g. Alat pengolahan untuk menambah nilai tambah produk h. Ketersediaan air pegunungan saat musim kemarau kurang i. Kelembagaan yang kurang mendukung Kepemilikan sapi a. < 6 ekor betina dewasa b. > 6 ekor betina dewasa Keinginan peternak menambah populasi sapi a. Ingin menambah populasi ternaknya dengan modal sendiri b. Ingin menambah populasi ternak dengan mengharapkan fasilitasi kredit dengan bunga ringan dari pemerintah c. Tidak ingin menambah ternaknya Pendapat peternak terhadap sarana infrastruktur penunjang usaha a. Jalan - baik - sedang - buruk b. .Transportasi - baik - sedang c. Pelayanan tenaga medis/Keswan - baik - sedang d. Pengangkut susu - baik - sedang e. Pelayanan IB - baik - sedang f. Perhatian dinas terkait/pemerintah - baik - sedang - buruk g. Perhatian Pemerintah/Dinas terkait - baik - sedang - buruk
prasarana
21 19 18 12 9 9 6 3 3 57 43 50 42,5 7,5
dan 54 33 13 73 27 70 30 90 10 70 30 70 27 3 70 27 3
63
Pengangkut susu di KUD Giri Tani menggunakan kendaraan roda empat bak terbuka dan sebagian besar telah menggunakan milkcan ukuran 40 l. Namun pada kelompok Tirta Kencana masih menggunakan drum plastik biru untuk pengangkutan susu ke PT Cimory. Jalan yang macet pada hari libur juga merupakan kendala dalam pengangkutan susu. Jalan yang macet total mengakibatkan jarak tempuh Kelompok Tirta Kencana ke PT Cimory yang biasanya tidak lebih dari 1 (satu) jam menjadi 4-6 jam, hal ini sangat berpengaruh pada kualitas susu, terutama pada peningkatan jumlah bakteri hingga 30 juta. Perhatian Dinas terkait dalam hal ini Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan Kementerian Lingkungan Hidup telah dirasakan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, dimana 70% berpendapat baik, 27% sedang dan 3% buruk. Bagi yang berpendapat sedang dan buruk, dikarenakan merasa dianak tirikan. Kelompok Baru Tegal dan Baru Sireum belum pernah mendapat predikat juara baik di tingkat kabupaten maupun propinsi sehingga belum pernah mendapat bantuan sosial berupa peralatan dan sapi perah seperti yang diterima Kelompok Tirta Kencana dan Mekar Jaya. Kelompok Tirta Kencana telah mendapat predikat juara I tingkat propinsi pada tahun 2009, Kelompok Mekar Jaya pada tahun 2008 mendapat predikat yang sama, dan Kelompok Bina Warga tahun ini mendapat predikat juara I tingkat Kabupaten dan dalam persiapan mengikuti kompetisi di tingkat Propinsi. Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah menurut hasil kajian dapat dilihat pada Tabel 19. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan keinginan mendesak peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terkait dengan usahanya maka harapan tersebut serasi dengan keinginan peternak pada Tabel 20.
64
Tabel 19. Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah No.
Harapan
1.
Sarana Produksi a. Peningkatan populasi dan genetik, antara lain melalui mutu Inseminasi Buatan atau IB b. Fasilitasi lahan rumput, melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) untuk sewa lahan c. Fasilitasi mobil berpendingin untuk mengangkut susu d. Kredit dengan bunga dan persyaratan ringan e. Bantuan milkcan 40 liter f. Bantuan ember stainlees untuk pemerahan g. Kendaraan untuk pengangkutan rumput dan konsentrat h. Kandang kelompok i. Bantuan ternak untuk pemerataan skala usaha bagi peternak dengan kepemilikan kecil j. Bantuan ternak untuk tenaga kerja di peternakan yang non peternak k. Bantuan perbaikan kandang Pembinaan l. Pembinaan pasca panen dan perbaikan mutu susu Sarana Prasarana Penunjang m. Pengaspalan jalan n. Embung air untuk antisipasi musim kemarau o. Bantuan pipa pembuangan limbah cair Kebijakan p. Peningkatan promosi susu sebagai jamuan rapat di kantor-kantor pemerintah q. Peningkatan harga susu r. Kebijakan makro persusuan untuk lebih berpihak kepada peternak
2. 3.
4.
Persentase (%) 17 13 10 8 8 8 6 2 2 2 2 8 4 2 2 2 2 2
Hasil penelitian ini dapat sebagai pertimbangan instansi pemerintah
terkait
untuk
memberikan
prioritas
fasilitasi
pembinaan maupun pemilihan bentuk dan sifat bantuan kepada peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua. Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya aktif menjadi anggota kelompok dan KUD.
Selain ke lima
kelompok peternak sapi perah juga ada Kelompok Wanita Tani yang lebih antusias kepada usaha pengolahan susu. Di Kelompok Tirta Kencana pernah mendapat bantuan peralatan pengolahan susu namun sekarang dalam kondisi tidak aktif, karena kesulitan
65
dalam pemasaran. Kelompok Bina Warga pada tahun 2010 ini sedang memulai usaha pengolahan aneka produk olahan susu seperti kerupuk susu dan karamel. Pemasaran telah dijajaki ke warung-warung sekitar wilayah kelompok. Ke depan diharapkan Kelompok Tirta Kencana dan Kelompok Bina Warga dapat bekerjasama dengan hotel-hotel dan tempat pariwisata di sekitar Cisarua untuk pemasaran produk olahan susu. Tabel 20. Keinginan mendesak peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua No.
Harapan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Peningkatan populasi/ kepemilikan ternak Mobil berpendingin untuk mengangkut susu Lahan rumput Perbaikan mutu pakan dari KUD Giri Tani Peningkatan mutu susu Milkcan untuk pengangkutan susu Peralatan pengolahan yoghurt Jaringan pemasaran produk olahan susu Permodalan Perbaikan jalan KUD Giri Tani lebih transparan Dukungan instansi pemerintah dengan bantuan sosial
Di
Kelompok
Baru
Sireum,
Ketua
Persentase (%) 28 18 15 9 6 6 3 3 3 3 3 3
Kelompok
telah
mengembangkan unit usaha pengolahan yoghurt. Produk yoghurt ini telah memiliki pasar yang dikembangkan melalui mulut ke mulut dan lewat internet. Dalam penelitian ini, tidak diulas lebih lanjut unit usaha Ketua Kelompok Baru Sireum ini karena usaha ini lebih bersifat perseorangan. Berdasarkan hasil pendapat peternak pada kajian ini, keuntungan menjadi anggota kelompok dan KUD Giri Tani serta usulan perbaikan untuk kemajuan kelompok dan KUD Giri Tani dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Mulai tahun 2008 pemasaran susu dari KUD Giri Tani 100% dipasok ke PT Cimory, walaupun beberapa peternak juga
66
menjual langsung kepada konsumen terutama kepada wisatawan penghuni hotel/villa. Harga susu penjualan langsung tersebut pada tahun 2008 berkisar Rp.4.000,--Rp. 6.000,- sedangkan pada tahun 2009 berkisar Rp. 5.000,--Rp. 8.000,- per liter. Harga tertinggi biasanya adalah harga untuk wisatawan. Namun penjualan langsung seperti ini hanya sedikit sekali, yaitu 40-100 l/bulan dan hanya terjadi pada beberapa peternak.
Tabel 21. Keuntungan peternak menjadi anggota kelompok dan usulan perbaikan untuk kemajuan kelompok No.
Keinginan/Usulan
1.
Keinginan a. Tempat pemecahan masalah dan tukar menukar informasi b. Gotong royong dan kebersamaan c. Mendapatkan akses terhadap bantuan dan pembinaan dari pemerintah, KUD, PT Cimory dan kredit d. Membantu pemasaran susu e. Keuntungan dengan adanya simpan pinjam f. Terkoordinasi dan terpantau usahanya g. Meningkatkan bargaining position h. Tempat pembelian rumput i. Pemanfaatan air pegunungan secara berkelompok
2
Usulan perbaikan untuk kelompok a. Perbaikan higienitas (GFP) dalam upaya peningkatan mutu susu b. Meningkatkan kebersamaan c. Kelompok sebaiknya mempunyai petugas medis/Keswan dan IB sendiri d. Peningkatan tertib administrasi e. Menjadi kelompok percontohan (Kelompok Bina Warga 2010) f. Mengusahakan sewa lahan rumput g. Kendaraan berpendingin untuk mengangkut susu h. Simpan pinjam di kelompok i. Penambahan modal kelompok j. Arisan kelompok diaktifkan kembali k. Peningkatan populasi l. Anggota lebih aktif
Persentase (%) 31,4 18,5 17,1
14,3 7,1 6,0 3,0 1,4 1,4 39,0 10,7 10,5 7,0 7,0 4,2 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6
67
Tabel 22. Keuntungan peternak menjadi anggota dan usulan perbaikan untuk kemajuan KUD Giri Tani No.
Keinginan/Usulan
1.
Keinginan a. Adanya simpan pinjam b. Harga konsentrat mudah didapat di KUD dengan harga wajar c. Pemasaran susu lancar d. KUD menyediakan sapronak e. Bisa kas bon untuk keperluan rumah tangga f. Pelayanan petugas medis g. Akses informasi h. Adanya warung serba ada i. Mendapat SHU dan THR j. Terkoordinasi dengan dinas terkait k. Peningkatan posisi tawar l. Harga susu meningkat m. Pelayanan IB Usulan perbaikan untuk KUD Giri Tani a. Perbaikan mutu, kontinuitas dan harga pakan b. Pengurus KUD agar transparan c. Perbaikan pengurus KUD d. Perbaikan manajemen KUD e. Peningkatan pelayanan secara umum f. Peningkatan pelayanan tenaga medis g. Penambahan modal KUD h. Warung serba ada (Waserda) sebaiknya modal KUD i. Perbaikan unit usaha yoghurt j. Sinkronisasi pengurus dengan karyawan k. Pengembangan usaha alternatif l. Peningkatan harga susu m. Pemberitahuan kualitas susu yang dibeli KUD n. Pengurus hadir di pertemuan kelompok o. Pengusahaan lahan pakan p. Pemberian pinjaman saat kering kandang q. Peningkatan kesejahteraan anggota r. KUD agar tidak memberi peluang kepada peternak besar diluar anggota KUD yang berakibat mengurangi kuota penyetoran susu KUD ke PT Cimory
2
Persentase (%) 20,0 16,8 14,5 11,2 10,1 6,7 4,5 4,5 4,5 3 2,2 1 1 33,8 16 8 7 5,4 5,4 3 3 2 2 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8
68
Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terhadap keberadaan PT Cimory di Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terhadap keberadaan PT Cimory No.
Pendapat Peternak
1. 2.
Meningkatkan harga susu Pembayaran susu ke peternak tepat waktu Membantu pemasaran Jarak yang dekat menjaga mutu susu dan efisiensi dalam pengiriman dan komunikasi Secara tidak langsung dapat mengetahui mutu susu per kelompok, sehingga kelompok berlomba memperbaiki mutu susu Persaingan yang sehat antar kelompok dan antar anggota termasuk anggota dengan skala kepemilikan besar Penyerapan lapangan kerja
3. 4.
5.
6.
7.
Persentase (%) 69 10,3 7,7 5,5 2,5
2,5
2,5
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil analisa kelayakan usaha yaitu rataan keuntungan per liter susu menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa. Rataan keuntungan pada tahun 2009 meningkat tajam apabila dibandingkan tahun 2008. Untuk skala kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor adalah Rp. 1.147,73,- dari Rp. 337,89, kepemilikan 6-10 ekor Rp. 1.303,08 dari Rp. 558,15 dan kepemilikan > 10 ekor Rp. 1.390,38 dari Rp. 818,26 (Tabel 14). Hal ini terjadi karena pada tahun 2009 pengumpulan susu dilakukan pada masing-masing kelompok, sedangkan tahun sebelumnya dilakukan pengumpulan ke KUD Giri Tani. PT Cimory membeli susu berdasarkan mutu susu, yaitu berdasarkan nilai total solid dan jumlah kuman. Rataan harga susu pada tahun 2008 sama untuk semua kelompok yaitu sebesar Rp. 2.825,- per liter, sedangkan tahun 2009 meningkat
69
menjadi Rp. 3.474,- untuk Kelompok Baru Tegal, Rp. 5.535,untuk Kelompok Baru Sireum, Rp. 3.559,- untuk kelompok Tirta Kencana, Rp. 3.529,- untuk Kelompok Bina Warga dan Rp. 3.413,- untuk Kelompok Mekar Jaya. 4.2.3. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah 4.2.3.1. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Identifikasi
faktor-faktor
kekuatan,
kelemahan,
peluang dan ancaman dilaksanakan dengan melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal usaha peternakan sapi perah oleh peternak di Kecamatan Cisarua. Hasil analisis tersebut digunakan untuk merumuskan alternatif strategi dengan analisis SWOT. a. Kekuatan 1) Pemasaran mudah Pemasaran susu dilakukan melalui kerjasama kelompok dan KUD Giri Tani kepada PT Cimory. Kemitraan antara KUD Giri Tani dan PT Cimory sejak Maret tahun 2006, namun baru pada tahun 2008 produksi susu diserap seluruhnya oleh PT Cimory seiring dengan peningkatan kapasitas produksi riil PT Cimory. Sampai saat ini KUD Giri Tani masih bermitra dengan PT Cimory, sehingga pemasaran susu selalu lancar. 2) SDM berpengalaman dan terampil Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya telah menguasai teknik budidaya karena telah lama menjalani usaha sapi perah yaitu paling kecil selama 2 tahun dan paling lama 33 tahun dengan rataan 16 tahun. Pengetahuan teknik budidaya diperoleh melalui penyuluhan dari Dinas
70
Peternakan dan KUD (36%), dari teman atau dengan
bekerja
kepada
orang
lain
(28%),
pengalaman turun temurun (19%) dan belajar sendiri
(17%).
Apabila
dilihat
dari
tingkat
pendidikan peternak maka hanya 10% peternak tidak tamat pendidikan formal; 27% tamat Sekolah Dasar; 17% tamat SLTP; 23% tamat SLTA dan 23% sarjana. 3) Motivasi Usaha Tinggi Peternak mempunyai motivasi yang tingi dalam usahanya hal ini dapat dilihat dengan 87% peternak di Kecamatan Cisarua menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai usaha pokok; 67% peternak mengawali usahanya dengan modal sendiri; 27% modal awal kredit dari pemerintah; 6% modal awal hasil
garapan
atau
bagi
hasil;
serta
alasan
melakukan usaha beternak sapi perah karena mudah, ada sarana penunjang dan pasarnya jelas 43%; untuk memperoleh atau menambah pendapatan sebanyak 30%; merupakan usaha turun temurun 14%; merupakan hobi 9% dan hanya 5% yang ikut-ikutan. 4) Dukungan keluarga Dukungan keluarga merupakan faktor yang penting dalam suatu usaha. Khusus dalam usaha peternakan sapi perah ini, dukungan keluarga lebih berarti dukungan tenaga kerja. Dimana peternak dengan kepemilikan
sapi
betina
dewasa
<
6
ekor
mengandalkan keluarga sebagai tenaga kerja. 5) Rumput tersedia di alam Ketersediaan rumput di alam sekitar wilayah Cisarua merupakan faktor penting mengingat kepemilikan lahan peternak relatif kecil atau bahkan
71
tidak punya lahan penanaman rumput sama sekali. Iklim yang sejuk dengan curah hujan yang tinggi merupakan
memberikan
potensi
pertumbuhan
rumput dengan baik di wilayah Cisarua dan sekitarnya. 6) Air tersedia di pegunungan Ketersediaan air alam dari pegunungan sangat mendukung pemenuhan kebutuhan air, terutama untuk kebersihan kandang dan sapi. Pemanfaatan air ini
dilakukan
secara
bersama-sama
dengan
masyarakat sekitar. 7) Iklim yang mendukung Iklim sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi mendukung dari aspek kebutuhan hijauan/rumput dan kesehatan sapi. Kebanyakan sapi perah yang diternak di Kecamatan Cisarua adalah dari jenis PFH yang mempunyai sifat kurang tahan terhadap panas walaupun mudah beradaptasi (BBPTUSP, 2009). 8) Pencukupan kebutuhan Faktor kekuatan strategi internal ini terkait dengan kemampuan usaha peternakan yang dijalankan oleh peternak di Kecamatan Cisarua dirasakan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga peternak, didukung fakta bahwa 87% peternak di Kecamatan Cisarua menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai usaha pokok. 9) Kebersamaan tenaga kerja Kebersamaan tenaga kerja sangat penting bagi usaha peternakan sapi perah, lebih-lebih usaha ini berhubungan dengan makhluk hidup. Budaya gotong royong pada masyarakat Cisarua terbawa dalam keseharian mereka sebagai tenaga kerja pada
72
peternak sapi perah dengan kepemilikan sapi betina dewasa > 10 ekor. Begitu juga kebersamaan dalam tenaga kerja keluarga pada peternakan dengan skala kepemilikan yang lebih kecil, kebersamaan keluarga merupakan faktor kekuatan internal. 10) Ketrampilan pengolahan susu Dengan pembinaan yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Institut Pertanian Bogor (IPB), Kelompok Tirta Kencana dan Bina Warga telah mampu mengolah beberapa produk susu seperti susu pasteurisasi, krupuk susu, karamel, stik susu dan puding susu. Kelompok Bina Warga pada tahun 2010 sedang memulai usahanya, pemasaran produk dilakukan di sekitar wilayah kelompok. Sedangkan Kelompok Tirta Kencana yang telah memulai usahanya dari tahun 2008 berhenti karena tidak punya pasar yang pasti. Ketua Kelompok Baru Sireum mempunyai usaha pengolahan susu menjadi yoghurt, usaha ini cukup berkembang karena kualitas produk dan kemasan bagus. Pemasaran selain di Bogor dan sekitarnya juga telah sampai ke wilayah Jakarta. Karyawan KUD Giri Tani juga telah mampu mengolah susu menjadi yoghurt. Unit usaha
pengolahan
yoghurt
KUD
Giri
Tani
beroperasi sejak tahun 2009. Ketrampilan ini merupakan
kekuatan
internal,
karena
dengan
ketrampilan pengolahan susu dapat menyerap susu segar dan menambah nilai tambah produk. b. Kelemahan 1) Modal Modal merupakan faktor penting dalam usaha sapi perah.
Kemampuan
permodalan
sangat
73
mempengaruhi jumlah populasi, penggunaan alat yang sesuai standard untuk menjaga mutu susu dan pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak baik kualitas maupun kuantitasnya. Kekurangan modal terutama pada peternak dengan kepemilikan betina dewasa < 6 ekor, mengakibatkan pemberian konsentrat kurang pada saat sapi kering atau pemberian konsentrat dengan mutu kurang bagus. Beberapa peternak mengalami musibah, dimana sapi induk mati setelah melahirkan atau mengalami kelumpuhan. Setelah dicermati ternyata hal ini dikarenakan mutu pakan yang kurang bagus atau kurangnya pemberian konsentrat pada saat sapi kering. KUD Giri Tani beberapa waktu yang lalu telah menjual pakan dengan mutu kurang bagus yaitu ada kandungan pasir laut pada pakan tersebut. Harga pakan yang dipasok dari Cikampek ini paling murah diantara 3 jenis pakan yang dijual di KUD Giri Tani. 2) Susah rumput saat kemarau Peternak sapi perah di Kecamatan Giri Tani mendapatkan hijauan/ rumput untuk pakan lebih dari 80% rumput liar di lahan-lahan sekitar Kecamatan Cisarua. Pada musim kemarau rumput banyak yang kering, sehingga ketersediaan rumput liar sangat kurang. Beberapa peternak yang tidak punya
lahan
rumput,
biasanya
menggunakan
alternatif batang pisang sebagai pengganti rumput. 3) Lahan terbatas Keterbatasan kepemilikan lahan oleh peternak sangat berpengaruh terhadap pengelolaan limbah, ketersediaan
hijauan/rumput
dan
kesempatan
74
perluasan
usaha
atau
penambahan
populasi.
Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua 33% sama sekali tidak mempunyai lahan garapan, 67% mempunyai lahan garapan dengan luas berkisar antara 200 m2 sampai 1 Ha. 4) Kurang mampu mengendalikan penyakit !8 % dari peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua menyatakan bahwa kendala utama dalam usahanya adalah tidak dapat mengendalikan penyakit sapi terutama
penyakit
kuku,
kelumpuhan
setelah
beranak dan keguguran. 5) Jarak ke PT Cimory jauh, mutu susu menurun Khusus untuk Kelompok Mekar Jaya merasakan bahwa jarak ke PT Cimory cukup jauh apabila dibandingkan dengan kelompok lain. Selain itu kondisi jalan yang sering macet meningkatkan jarak tempuh dari peternak ke PT Cimory. Kedua hal ini memacu penurunan mutu susu. 6) Tenaga kerja berhenti mendadak Tenaga kerja pada peternak dengan kepemilikan > 10 ekor sapi sering berhenti mendadak tanpa alasan yang pasti. Hal ini tentu saja merupakan kelemahan bagi manajemen usaha. 7) Populasi kurang Populasi
sapi
perah
kurang
terutama
pada
kepemilikan sapi kurang dari < 6 ekor. Secara keseluruhan KUD Giri Tani belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan PT. Cimory, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya PT juga menyerap susu dari KUD Cipanas, Cianjur dan Sukabumi. 8) Pemasaran produk olahan susah
75
Pemasaran produk olahan berupa kerupuk susu, karamel, dan puding masih susah, terutama untuk kelompok
Tirta
Kencana.
Kelompok
Bina
Warga
Sedangkan
masih
dalam
untuk tahap
penumbuhan pasar di sekitar wilayah kelompok. Unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani tidak mengalami kendala dalam pemasaran, bahkan pasar terus berkembang dengan baik. 9) Manajemen keuangan Manajemen keuangan di tingkat peternak belum terpisahkan
dari
manajemen
keuangan
rumah
tangga, sehingga masih terjadi konflik kepentingan antara kebutuhan keluarga dengan kebutuhan usaha. Untuk peternak dengan kepemilikan dikarenakan
keterbatasan
modal,
< 6 ekor, sehingga
kebutuhan ternak sering dinomor duakan, sebagai contoh pemberian pakan saat sapi kering sering dikorbankan. 10) Produktivitas ternak rendah Produktivitas ternak rataan masih 10 l/hari dengan masa laktasi 7-10 bulan. Dengan pemeliharaan dan pakan yang bagus peranakan FH bisa berproduksi hingga 15 l/hari. c. Peluang 1) KUD sebagai penyedia sapronak (sarana produksi ternak) KUD Giri Tani selain membantu pemasaran susu ke PT Cimory juga menyediakan kebutuhan sapronak bagi anggotanya antara lain pakan dan peralatan beternak. Anggota membeli sapronak dengan cara dipotong pembayaran susu pada bulan berikutnya.
76
2) Kepastian pemasaran (PT Cimory) Susu dari peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dipasarkan kepada PT Cimory dengan harga sesuai mutu susu, yaitu berdasarkan total solid non fat dan jumlah kuman. Dengan adanya kerjasama antara KUD Giri Tani dan PT Cimory memberikan kepastian pasar bagi peternak. 3) Kerjasama kelompok Peternak sebagai anggota kelompok telah sadar akan pentingnya kerjasama antar anggota kelompok, terutama dalam peningkatan kualitas susu dan kerjasama dalam upaya akses pembinaan dan fasilitasi bantuan dari pemerintah. 4) Dukungan pemerintah Dukungan pemerintah terhadap peternak sapi di Kecamatan Cisarua sangat baik terutama pembinaan dalam
upaya
menjadi
kelompok
percontohan.
Dengan prestasi ini kelompok dapat mengakses bantuan sosial berupa sapi dan peralatan pemerahan seperti
milkcan
dan
ember
stainless.
Dinas
Peternakan juga memberi bantuan vaksinasi secara berkala. Kementerian KLH telah memberikan bantuan peralatan biogas yang sangat membantu peternak dengan menambah pendapatan dari biogas, serta pengelolaan limbah. Selain itu IPB dan Dinas Koperasi juga banyak membantu baik pada sisi on farm maupun off farm. 5) Dukungan lingkungan Dukungan lingkungan, terutama masyarakat sekitar peternak merupakan peluang bagi keberlanjutan usaha. Keberadaan peternakan sejak kebih 23 tahun yang lalu membuat masyarakat telah biasa dengan
77
pengaruh keberadaan peternakan di sekitar mereka. 6) Daerah wisata dan villa Kecamatan
Cisarua
sebagai
daerah
wisata
memberikan pasar yang bagus, walaupun belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak sapi perah. Penjualan susu segar langsung ke wisatawan atau penghuni villa dapat meningkatkan nilai jual cukup tinggi, yaitu pada tahun 2008 berkisar Rp.4.000-Rp. 6.000,- sedangkan pada tahun 2009 berkisar Rp. 5.000-Rp. 8.000,- per liter. Namun pasar ini tidak pasti dan volume penjualan langsung ini sangat rendah, yaitu 40-100 l/bulan. 7) Bantuan peralatan biogas Bantuan
peralatan
biogas
dari
Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) merupakan peluang yang bagus dalam upaya pengelolaan limbah sehingga tidak meresahkan masyarakat sekitar peternak. Apabila dikelola dengan baik, dengan kepemilikan sapi 2 ekor betina dewasa dapat mencukupi kebutuhan gas untuk rumah tangga setara dengan 2 tabung gas kecil atau 6 kg gas LPG. 8) Harga susu relatif tinggi Harga pembelian susu oleh PT Cimory relatif tinggi apabila dibandingkan dengan harga pembelian susu oleh perusahaan lain yang bekerja sama dengan KUD Giri Tani. Hal ini merupakan peluang usaha yang sangat bagus. 9) Sarana prasarana tersedia Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua terutama yang tergabung dalam kelompok dan KUD Giri Tani tidak akan kesusahan dalam akses sarana dan prasarana usaha, mulai dari pakan, peralatan,
78
kesehatan hewan, IB, dan pembinaan sampai pada pemasaran. 10) KPS Bogor sebagai alternatif penyedia pakan Untuk peternak dengan kepemilikan sapi betina dewasa > 10 ekor dan sebagian peternak di Kelompok Mekar Jaya membeli pakan dari KPS Bogor, terutama apabila ketersediaan pakan di KUD Giri Tani tidak mencukupi. d. Ancaman 1) Jalan macet/ transportasi jelek Jalan yang macet pada hari libur dan transportasi yang jelek terutama di Kelompok Mekar Jaya berakibat jarak tempuh dari kelompok ke PT Cimory Jalan yang biasanya tidak lebih dari 1 (satu) jam menjadi 4-6 jam, hal ini sangat berpengaruh pada kualitas susu terutama pada peningkatan jumlah bakteri hingga 30 juta, sehingga pernah susu tidak diterima oleh PT Cimory. 2) Pembangunan perumahan, hotel dan villa Pembangunan perumahan baru, hotel dan villa tumbuh dengan cepat di Kecamatan Cisarua, selain berdampak positif sebagai pasar yang potensial, hal ini berdampak pada pengurangan lahan rumput dan munculnya isu lingkungan akibat limbah peternakan. 3) Isu limbah organik Selain isu limbah di sekitar peternakan, akhir-akhir ini juga muncul isu limbah organik di perairan Sungai Ciliwung dengan peternakan sapi perah dituding sebagai sumbernya, sebagi pemecahan Kementerian
Lingkungan
Hidup
(KLH)
telah
memberikan bantuan peralatan biogas, namun belum semua peternak mendapatkan bantuan tersebut.
79
4) Lahan rumput berkurang Lahan rumput yang berkurang bisa berakibat pada kekurangan hijauan/ rumput bagi ternak, karena sebagian besar peternak memanfaatkan rumput liar untuk kebutuhan pakan hijauan. 5) Pengurus KUD tidak transparan Pendapat responden peternak bahwa KUD tidak transparan sebagai ancaman didukung oleh hasil penelitian bahwa usulan untuk perbaikan kinerja KUD oleh peternak pada urutan 2-4 adalah pengurus KUD agar transparan (16%), perbaikan pengurus KUD (8%) dan perbaikan manajemen KUD (7%). 6) Bunga kredit tidak terjangkau Kekurangan
modal
pada
peternak
dengan
kepemilikan < 6 ekor dan 6-10 ekor tidak membuat peternak berkeinginan untuk mendapatkan kredit untuk penambahan modal usahanya. Hal dikarenakan
peternak
merasa
tidak
ini
mampu
menbayar cicilan kredit dengan bunga yang ada. Dari hasil kajian, sebanyak 50% peternak ingin menambah
populasi
ternaknya
dengan
modal
sendiri, 42,5% ingin menambah populasi ternaknya dengan mengharapkan fasilitasi kredit bunga ringan dari pemerintah. Bagi peternak yang merasa mampu untuk menyisihkan hasil usahanya untuk menambah ternak, sehingga ingin menambah ternak dengan modal
sendiri
tanpa
dibebani
kewajiban
pengembalian kredit. Untuk peternak yang tidak mampu menyisihkan hasil usahanya karena hasil usaha hanya cukup untuk pemenuhan keluarga sangat mengharapkan adanya kredit dari pemerintah dengan catatan bunga ringan.
80
7) Keberpihakan pemerintah kurang (harga susu, impor susu) Ancaman
ini
lebih
bersifat
makro,
dimana
sebenarnya pada saat ini peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua telah banyak menikmati harga yang wajar. Namun di tingkat nasional industri pengolah lebih memilih susu impor dengan alasan mutu susu impor lebih bagus dan pemerintah memberikan
dukungan
dengan
kebijakan
keleluasaan impor susu. 8) Ketersediaan dan mutu pakan KUD kurang Ketersediaan dan mutu pakan dari KUD Giri Tani dirasakan masih kurang oleh peternak sapi perah, ditemukannya pasir laut pada pakan yang dipasok dari Cikampek dan adanya peternak yang membeli pakan dari KPS Bogor membuktikan hal ini. 9) Akses kredit ringan susah Selain bunga kredit yang tidak terjangkau, akses terhadap kredit bunga ringan juga susah. Dari 30 responden hanya 1 peternak yang menyatakan mengakses KUR pada tahun 2009. Pada tahun 2010 ini ada tawaran kredit dari sebuah bank swasta kepada Kelompok Mekar Jaya, namun peternak merasa
tidak
mampu
memenuhi
beberapa
persyaratan. 10) Harga pakan relatif mahal. Harga pakan relatif mahal merupakan salah satu ancaman yang dirasakan peternak, dimana pakan merupakan komponen biaya terbesar, yaitu lebih dari 50% dari biaya variabel. Berdasarkan hasil penelitian, harga pakan yang terus naik dan kualitas pakan dari KUD kurang bagus terutama pasokan
81
dari
Cikampek
merupakan
kendala
dalam
pengembangan usaha peternakan di Kecamatan Cisarua (12%). 4.2.3.2. Analisis Matriks IFE Analisis matriks IFE adalah untuk menganalisa faktorfaktor strategi internal peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks IFE seperti pada Tabel 24 dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 24. Faktor Strategi Internal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua No
Faktor Strategi Internal
A 1 2
Kekuatan (S) Pemasaran mudah SDM berpengalaman & terampil Motivasi usaha tinggi Dukungan keluarga Rumput tersedia di alam Air tersedia dari pegunungan Iklim mendukung Pencukupan kebutuhan Kebersamaan TK Ketrampilan pengolahan susu Kelemahan (W) Modal Susah rumput saat kemarau Lahan terbatas Kurang mampu mengendalikan penyakit Jarak ke PT Cimory relatif jauh (kualitas susu turun) TK berhenti mendadak Populasi kurang Pemasaran produk olahan susah Manajemen keuangan Produktivitas ternak rendah Total A + B
3 4 5 6 7 8 9 10 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
4,0000
0,1863
0,7453
3,6667 4,0000 3,3750 3,8000 3,6667 3,0000 3,6667 3,0000 4,0000
0,1118 0,0870 0,0994 0,0621 0,0559 0,0373 0,0186 0,0186 0,0062
0,4099 0,3478 0,3354 0,2360 0,2050 0,1118 0,0683 0,0559 0,0248
1,3333 1,9565 1,7143
0,0932 0,1429 0,0435
0,1242 0,2795 0,0745
1,5000
0,0248
0,0373
1,0000 1,5000 1,0000
0,0124 0,0124 0,0062
0,0124 0,0186 0,0062
1,0000 1,0000 2,0000
0,0062 0,0062 0,0062 1,0000
0,0062 0,0062 0,0124 3,0062
82
Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan bahwa pemasaran yang mudah paling dominan sebagai faktor kekuatan yang paling penting yang dimiliki oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua (skor 0,7453). Faktor-faktor kekuatan berperan lainnya adalah SDM yang berpengalaman dan terampil (skor 0,4099), motivasi usaha yang tinggi (skor 0,3478), dukungan keluarga (skor 0,3354), ketersediaan rumput di alam (skor 0,2360), ketersediaan air dari pegunungan (skor 0,2050), dan iklim yang mendukung (0,1118). Selain itu, faktor peluang lainnya yang perlu diperhatikan adalah usaha sebagai pencukupan kebutuhan (skor 0,083), dan kebersamaan tenaga kerja (skor 0,0559). Faktor kelemahan yang paling berperan pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah susahnya mencari rumput pada musim kemarau (skor 0,2795) dan modal (0,1242). Faktor kelemahan lainnya yang perlu diperhatikan adalah lahan yang terbatas (skor 0,0745). 4.2.3.3. Analisis Matriks EFE Analisis matriks EFE adalah untuk menganalisa faktorfaktor strategi eksternal peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi peluang dan ancaman usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks EFE seperti pada Tabel 25 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan bahwa faktor kekuatan dominan yang dimiliki oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah peran
83
KUD sebagai penyedia sapronak (skor 0,6988) dan kepastian pemasaran dengan adanya kerjasama dengan PT Cimory (skor 0,6145). Faktor kekuatan yang berperan adalah kerjasama kelompok dan dukungan pemerintah baik melalui pembinaan ataupun vaksinasi ternak (skor 0,4518) dan dukungan lingkungan (skor 0,1988). Tabel 25. Faktor Strategi eksternal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua No
Faktor Strategi Eksternal
A 1 2
Peluang (O) KUD penyedia sapronak Kepastian pemasaran (PT Cimory) Kerjasama kelompok Dukungan pemerintah (pembinaan, vaksinasi) Dukungan lingkungan Daerah wisata dan villa (pemasaran langsung) Bantuan peralatan biogas KLH Harga susu relatif tinggi Sarana prasarana tersedia KPS Bogor (alternatif penyedia pakan) Ancaman (T) Jalan macet/ transportasi jelek Pembangunan perumahan, hotel, villa Isu limbah organik Lahan rumput berkurang Pengurus KUD tidak transparant Bunga kredit tidak terjangkau Keberpihakan pemerintah kurang (harga susu, impor susu) Ketersediaan & kualitas pakan KUD kurang Akses kredit susah Harga pakan relatif mahal Total A + B
3 4 5 6 7 8 9 10 B 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
3,8667
0,1807
0,6988
3,9231 3,2609
0,1566 0,1386
0,6145 0,4518
3,0000 3,0000
0,1506 0,0663
0,4518 0,1988
4,0000
0,0181
0,0723
3,0000 4,0000 3,5000
0,0241 0,0120 0,0120
0,0723 0,0482 0,0422
3,0000
0,0241
0,0723
1,2500
0,0723
0,0843
1,6667 2,0000 1,3333
0,0361 0,0241 0,0181
0,0542 0,0482 0,0241
1,6667 1,0000
0,0181 0,0120
0,0301 0,0120
1,0000
0,0120
0,0120
2,0000 1,0000 1,0000
0,0120 0,0060 0,0060 1,0000
0,0241 0,0060 0,0060 3,0241
Selain itu, faktor yang perlu diperhatikan adalah Kecamatan Cisarua sebagai daerah wisata dan adanya villa-
84
villa sebagai peluang pemasaran langsung dengan harga yang lebih baik; bantuan peralatan biogas dari KLH; dan keberadaan KPS Bogor sebagai alternatif penyedia pakan (skor masing-masing 0,0723). Faktor ancaman berperan dapat merugikan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah jalan yang macet dan transportasi yang jelek (skor 0,0843) dan pembangunan perumahan, hotel dan villa yang berdampak pada penurunan lahan rumput dan isu lingkungan (skor 0,0542). 4.2.3.4. Analisis Matriks IE Analisis matriks IE bertujuan untuk mengetahui strategi bagaimana yang sebaiknya digunakan peternak sapi perah di
Kecamatan
Cisarua,
dengan
memetakan
hasil
perhitungan pada matriks IFE dan EFE ke matriks IE. Pemetaan ini sangat penting bagi pemilihan strategi untuk keberlanjutan dan perkembangan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Hasil analisis matrik IFE dan IE sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor internal 3,0062 dan untuk faktor eksternal 3,0241. Hal ini menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua mempunyai faktor internal yang tergolong kuat dan respon yang diberikan terhadap lingkungan eksternal yang tinggi. Pemetaan total skor dari matrik IFE dan EFE ke matriks IE dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa posisi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua berada pada
kuadran
pertama.
Pada
posisi
ini,
strategi
pertumbuhan dilakukan melalui integrasi vertikal. Sesuai dengan Rangkuti (2005), pertumbuhan melalui integrasi vertikal dilakukan dengan cara mengambil alih fungsi pemasok
(backward
integration)
atau
dengan
cara
mengambil alih fungsi distributor (forward integration).
85
Hal ini merupakan strategi utama bagi usaha yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri sangat atraktif. Total Skor IFE 4,0 Kuat 3,0
Tinggi Total 3,0 Skor EFE
Sedang
2,0 Lemah 1,0
I Pertumbuhan melalui integrasi vertikal
II Pertumbuhan melalui integrasi horizontal
IV Stabilitas
V VI Pertumbuhan Penciutan/ melalui divestasi integrasi horizontal/ Stabilitas
VII Pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik
VIII IX Pertumbuhan Likuidasi melalui diversifikasi konglomerat
Menengah
III Penciutan melalui „turn around‟
2,0
Rendah 1,0
Gambar 8. Matriks IE peternak sapi perah di Kecamatam Cisarua Integrasi vertikal adalah sejauhmana unit usaha memiliki pemasok hulu dan pembeli hilir. Bertentangan dengan integrasi horizontal, yang merupakan konsolidasi dari banyak unit usaha yang menangani bagian yang sama dari proses produksi, integrasi vertikal ditandai oleh satu unit usaha yang bergerak diberbagai bagian produksi (misalnya produksi bahan baku, manufaktur, transportasi, pemasaran, dan atau ritel). Backward integration dilakukan dengan upaya mengontrol unit usaha yang memproduksi beberapa input yang digunakan dalam produksi produk-
86
produknya. Kontrol ini dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas pasokan input dan memastikan mutu yang konsisten dalam produk akhir. Forward integration dilakukan dengan upaya mengontrol pembeli utama, distribusi dan pengecer, di mana produk dari unit usaha dijual. Dalam penelitian ini strategi tersebut dapat dilakukan dengan upaya perbaikan kinerja KUD Giri Tani baik sebagai pemasok input maupun sebagai penghubung pemasaran. Di bidang pemasaran selain KUD sebagai penghubung, PT Cimory merupakan target utama dalam strategi ini. Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT Cimory harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. Selain itu, perlu dicari peluang-peluang lain dalam upaya perbaikan input usaha seperti modal, bibit atau ternak, teknologi dan peralatan dengan memanfaatkan faktor eksternal atau peluang yang ada. 4.2.3.5. Analisis Matriks SWOT Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat penajaman alternatif strategi pengembangan unit usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasi berbagai faktor yang
telah
diidentifikasi.
Hasil
formulasi
strategi
dikelompokkan menjadi empat kelompok yang terdiri atas : strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman (S-T), strategi kelemahan-peluang (W-O) dan strategi kelemahan-ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 9. a. Strategi S-O Strategi
S-O
diformulasikan
dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang
sebesar-besarnya,
dengan
87
formulasi strategi berikut : 1) Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT Cimory dan peran pemerintah dalam pengawasan kesepakatan kerjasama. 2) Peningkatanan mutu susu dengan perbaikan pakan dan pasca panen secara bersama dalam kelompok. 3) Pengembangan produk olahan yang punya pasar potensial. 4) Melakukan kerjasama pemasaran produk olahan dengan tempat wisata, hotel dan villa. b. Strategi S-T Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan formulasi strategi berikut : 1) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair. 2) Perbaikan manajemen KUD melalui aspirasi kelompok. 3) Peningkatan akses kredit bunga ringan untuk anggota kelompok. c. Strategi W-O Strategi pemanfaatan
W-O peluang
diformulasikan yang
ada
berdasarkan dengan
cara
meminimalkan kelemahan yang ada, dengan formulasi strategi berikut : 1) Pengembangan lahan rumput bersama. 2) Pengadaan mobil pendingin untuk kelompok. 3) Pengusulan fasilitasi modal usaha untuk kelompok. 4) Pengusulan peningkatan kinerja/ penambahan petugas medis di KUD/ Kelompok.
88
Strengths (S)
Weaknesses (W) Modal 2 Susah rumput saat kemarau 2 SDM berpengalaman dan terampil 3 Lahan terbatas 3 Motivasi usaha tinggi 4 Kurang mampu 4 Dukungan keluarga mengendalikan penyakit 5 Rumput tersedia di alam 5 Jarak ke PT Cimory jauh 6 Air tersedia dari (kualitas susu turun) pegunungan 6 TK berhenti mendadak 7 Iklim mendukung 7 Populasi kurang 8 Pencukupan kebutuhan 8 Pemasaran produk olahan 9 Kebersamaan TK susah 10 Ketrampilan pengolahan 9 Manajemen keuangan susu 10 Produktivitas ternak rendah Strategi S-O (agresif) Strategi W-O (diversifikasi) 1. Peningkatan kerjasama 1. Pengembangan lahan rumput kemitraan dengan PT Cimory bersama (W2, W3, W10, O3, O4, dan peran pemerintah dalam O5) pengawasan kesepakatan 2. Pengadaan mobil pendingin kerjasama untuk kelompok (W5, O1, O3, (S1,S2,S3,O1,O2,O8,O9) O4) 2. Peningkatan mutu susu 3. Pengusulan fasilitasi modal usaha dengan perbaikan pakan dan untuk kelompok (W1, W7, W10, pasca panen secara bersama O3, O4) dalam kelompok 4. Pengusulan peningkatan kinerja/ (S2,S3,S4,S5,S6,S7,O1,O3,O penambahan petugas medis di 4,O5,O9,O10) KUD/ Kelompok (W4, O1, O3, 3. Pengembangan produk olahan O4) yang punya pasar potensial 5. Peningkatan penyuluhan dan (S2, S3, S4, S10, O3, O4, O5, platihan tentang kesehatan hewan O6) dan manajemen keuangan (W4, 4. Melakukan kerjasama W9, W6, O1, O3, O4) pemasaran produk olahan 6. Promosi produk olahan (W8, O3, dengan tempat wisata, hotel O4, O6) dan villa (S2, S3, O3, O4, 7. Perbaikan kualitas dan kuantitas O6) pemberian pakan (W4, W10, O1, O10) Strategi S-T (diferensiasi) Strategi W-T (defensif) 1. Pengembangan biogas dan 1. Pengembangan intensifikasi pengelolaan limbah cair (S2, penanaman rumput (W2,W3, T4) S3, T2, T3) 2. Peningkatan peran pemerintah 2. Perbaikan manajemen KUD (Dinas terkait di Kab. Bogor) melalui aspirasi kelompok dalam pembinaan KUD dan (S2, S3, S4, T5, T8) kelompok (W8,T5, T8) 3. Peningkatan akses kredit 3. Perbaikan bibit dengan bunga ringan untuk anggota penggunaan straw IB berkualitas, kelompok (S2, S3, S4, S9, dan menghindari inbreeding T6,T9, T10) (W7, W10, T7) 1
Faktor Internal
Faktor Eksternal
0
Opportunities (O) 1 KUD penyedia sapronak 2 Kepastian pemasaran (PT Cimory) 3 Kerjasama kelompok 4 Dukungan pemerintah (pembinaan, vaksinasi) 5 Dukungan lingkungan 6 Daerah wisata dan villa (pemasaran langsung) 7 Bantuan Biogas KLH 8 Harga susu relatif tinggi 9 Sarana prasarana tersedia 0 KPS Bogor (alternatif penyedia pakan)
Threats (T) 1 Jalan macet/ transportasi jelek 2 Pembangunan perumahan, hotel, Vila (keluhan bau) 3 Isu limbah organik 4 Lahan rumput berkurang 5 Pengurus KUD tidak transparan 6 Bunga kredit tidak terjangkau 7 Keberpihakan pemerintah kurang (harga susu dan impor susu) 8 Ketersediaan dan mutu pakan KUD kurang 9 Akses kredit susah 10 Harga pakan relatif mahal
Pemasaran mudah dengan adanya 1 kemitraan KUD dengan PT Cimory
Gambar 9. Matrik SWOT peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
89
5) Peningkatan penyuluhan dan platihan tentang kesehatan hewan dan manajemen keuangan. 6) Promosi produk olahan. 7) Perbaikan mutu dan kuantitas pemberian pakan. d. Strategi W-T Strategi W-T bersifat bertahan (defensif) sehingga diformulasikan dengan meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman, dengan formulasi strategi berikut : 1) Pengembangan intensifikasi penanaman rumput. 2) Peningkatan peran pemerintah (Dinas terkait di Kab. Bogor) dalam pembinaan KUD dan kelompok. 3) Perbaikan bibit dengan penggunaan straw IB bermutu dan menghindari inbreeding. 4.2.3.5. Analisis Matriks QSPM Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui analisa SWOT, maka dilakukan pemilihan alternatif strategi paling
efektif
untuk
diimplementasikan.
Pemilihan
alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM). Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. Menurut David (2006), secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari
masing-masing strategi dalam satu set
alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga bisa berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set
90
yang sama dapat dievaluasi satu sama lain. Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi, Faktor Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik, Total Nilai Daya Tarik
dan
Penjumlahan
Penjumlahan Total
Total
Nilai
Nilai
Daya
Daya
Tarik
Tarik. (STAS)
mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap
set
alternatif.
mengindikasikan
Nilai
strategi
yang
yang
lebih
lebih
tinggi menarik,
mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu strategi di atas lainnya (David, 2006). Hasil analisis QSPM dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.2.3.6. Implementasi Strategi Dari hasil perhitungan matriks QSPM alternatif strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk diimplementasikan untuk aspek produksi, pengembangan pasar, penguasaan informasi dan kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 26. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada strategi utama yang direkomendasikan adalah pada aspek produksi, yaitu peningkatan mutu susu dengan perbaikan pakan dan pasca panen secara bersama-sama dalam kelompok; dan pengusulan fasilitasi modal usaha untuk kelompok, serta pada aspek pasar, yaitu peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT Cimory dan peran pemerintah dalam pengawasan kesepakatan kerjasama. Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan mutu dari keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak pernah digunakan untuk mendikte pilihan strategi. Aspek perilaku, budaya
dan
politik selalu penting untuk
91
dipertimbangkan dalam implementasi startegik.
Tabel 26. Nilai STAS alternatif strategi pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua No
Alternatif Strategi
A. 1.
Produksi Peningkatan mutu susu dengan perbaikan pakan dan pasca panen secara bersamasama dalam kelompok Pengusulan fasilitasi modal usaha untuk kelompok Pengembangan lahan rumput bersama. Pengadaan mobil pendingin untuk kelompok. Perbaikan bibit dengan penggunaan straw IB bermutu, dan menghindari inbreeding. Pengembangan intensifikasi penanaman rumput. Perbaikan mutu dan kuantitas pemberian pakan. Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
B. 1.
2. 3.
C. 1.
2.
D. 1. 2. 3. 4.
4.3. KUD Giri Tani
STAS
Rangking
6.1292
1
6,0843
2
5.8073 5,7675
5 6
5.7304
8
5,7304
9
5,5440
13
5,4690
16
6,0263
3
5,5438 5,5219
14 15
Penguasaan Informasi/Teknologi Peningkatan peran pemerintah (Dinas terkait di Kab. Bogor) dalam pembinaan KUD dan kelompok. Peningkatan penyuluhan dan pelatihan tentang kesehatan hewan dan manajemen keuangan.
5,7065
10
5,6183
11
Kombinasi Produksi dan Pasar Perbaikan manajemen KUD melalui aspirasi kelompok. Pengembangan produk olahan yang punya pasar potensial. Peningkatan akses kredit bunga ringan untuk anggota kelompok Pengusulan peningkatan kinerja/penambahan petugas medis di KUD/ Kelompok.
5,9356
4
5,6182
12
5,7675
7
5,4149
18
Pasar Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT Cimory dan peran pemerintah dalam pengawasan kesepakatan kerjasama. Promosi produk olahan. Melakukan kerjasama pemasaran produk olahan dengan tempat wisata, hotel dan villa.
92
4.3.1. Deskripsi KUD Giri Tani KUD Giri Tani didirikan pada tanggal 26 Maret 1973 oleh H. Dulbari yang waktu itu sebagai Kepala Desa Tugu Selatan. KUD Giri Tani berdomisili di Kampung Baru Tegal Desar Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dengan badan hukum nomor 5765/BH/PAD/KWK.10/V/1997 tanggal 12 Mei 1997 dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) 01.441.593.9-404. Kepengurusan KUD Giri Tani tahun masa bakti 2006-2010 dijabat oleh tiga orang pengurus dan tiga orang pengawas, kepengurusan ini merupakan hasil pemilihan anggota tahun 2006 dan akan berakhir masa baktinya pada tahun 2010. Susunan pengurus dan Badan Pengawas masa bakti periode tahun 2006 – 2010 adalah : a.
Pengurus : Ketua
: Heru Susanto, SE.
Sekretaris : Cipto Budi Utomo Bendahara : H. Bunyamin b.
Badan Pengawas : Ketua
: H. Ilyas Khalik
Anggota
: 1. H. Deden Munawar F. 2. H. Makmur
Keanggotaan KUD Giri Tani yang aktif sampai tanggal 31 Desember 2009 sebanyak 168 orang dan semua merupakan peternak sapi perah, yang terbagi atas 5 (lima) kelompok berdasarkan domisili anggota, yaitu Kelompok Tani Barutegal, Kelompok Tani Baru Sireum, Kelompok Tani Tirta Kencana, Kelompok Tani Bina Warga dan Kelompok Tani Mekarjaya. Jumlah karyawan pada akhir Desember 2009 sebanyak 24 orang, terdiri atas tata usaha/ Staf 6 orang, persusuan 3 orang, gudang/pakan ternak 3 orang, petugas kesehatan hewan/Inseminator 2 orang, sopir 2 orang, unit pengolahan yoghurt 5 orang dan keamanan 3 orang.
93
KUD Giri Tani pada awalnya bergerak di bidang usaha pertanian, pengadaan pangan dan sarana produksi pertanian. Pengembangan usaha ke bidang sapi perah dimulai tahun 1985, yaitu dengan mendapatkan pelimpahan kredit sapi perah dari KUD Niaga Tani Citeureup sebanyak 42 ekor senilai Rp. 21.840.000,- melalui Bank Rakyat Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1987 dan 1989 KUD Giri Tani mendapatkan kredit program sapi perah impor sebanyak 439 ekor. Saat ini KUD Giri Tani mempunyai 6 (enam) unit usaha yaitu unit persusuan, unit produksi dan pengolahan susu, unit penyediaan pakan ternak, Unit Sapornak, unit kesehatan hewan, unit waserda, dan unit simpan pinjam. a. Unit Persusuan KUD Giri Tani mulai memasarkan susu segar sendiri secara langsung pada tahun 1990, yaitu ke PT Indomilk sebanyak 3.000 l. Pada tahun 1997 KUD Giri Tani memindahkan pasokan susu dari PT Indomilk ke PT Diamond Cold Storage Ancol Jakarta dengan kuota sampai dengan 10.000 l/hari, namun KUD Giri Tani baru mampu memasok 5.000 l/hari. Pada akhir tahun 2005 KUD Giri Tani mengadakan terobosan baru yaitu dengan menerima tawaran PT Cisarua Mountain Dairy (Cimory) yang berdomisili di Jalan Raya Puncak Leuwimalang Cisarua, yaitu kerjasama pengolahan susu. PT Cimory memproduksi yoghurt dan susu pasteurisasi dengan kapasitas 20.000 l/hari yang pada awalnya baru terealisasi 1.000 l/hari, sehingga sisa pasokan susu dari KUD Giri Tani masih dikirim ke PT. Diamond Cold Storage. Pada awal tahun 2008, seiring dengan meningkatnya kapasitas riil produksi PT Cimory, pasokan susu dari KUD Giri Tani terserap semua oleh PT Cimory. Sampai saat ini KUD Giri Tani masih bekerjasama dengan PT. Cimory sebagai tujuan pemasaran tunggal. Pada tahun 2009
94
total penjualan susu meningkat sebesar Rp. 5.027.202.320,dengan harga jual per liter Rp. 2.825,- - Rp. 3.730,-. b. Unit Produksi dan Pengolahan Susu Mulai tahun 2009 KUD Giri Tani menambah unit usaha baru, yaitu pengolahan susu segar menjadi yoghurt dengan merek Puncak Yoghurt. Berdasarkan laporan Rapat Anggota tahunan (RAT) sementara, dalam tahun 2009 menyerap bahan baku susu 8.277,5 l dengan harga beli Rp. 41.387.500,-. Selama tahun 2009 masih terjadi penyusutan 912 liter atau 0,08 % dari produksi yang dihasilkan yaitu sebanyak 1.089.307,5 l. Menurut laporan tersebut, penyusutan ini sebagai akibat adanya permintaan gratis dari beberapa pihak dan untuk disumbangkan kepada pihak yang membutuhkan, yang dimungkinkan sebagian untuk promosi. Pada RAT yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010, usaha pengolahan
ini
menjadi
topik
bahasan
dan
anggota
menyimpulkan bahwa pembukuan, serta manajemen unit usaha ini perlu diperbaiki dan harus transparan. Dari hasil penelitian pembukuan usaha baru dimulai setelah ada permintaan dari anggota melalui RAT dan pembukuan dilakukan sejak bulan Maret dengan mencatat transaksi mulai Januari 2010. c. Unit Penyediaan Pakan Ternak Usaha penyediaan pakan konsentrat dilakukan bekerjasama dengan pabrik pakan Radyana Feed dan BRM Feed, serta KPS Feed. Pemesanan jumlah pakan ternak disesuaikan dengan kebutuhan anggota, selama tahun 2009 ini KUD Giri Tani telah dapat mendistribusikan pakan ternak terhadap anggota sebanyak 766.056 kg atau 63.838 kg/bulan dengan omset penjualan Rp. 1.279.278.600,-. Pengontrolan mutu pakan selama ini dilakukan oleh Dinas Peternakan dengan pengambilan contoh dengan frekuensi 3 (tiga) bulan sekali. Terkait dengan mutu pakan, anggota KUD jarang melakukan keluhan terhadap mutu pakan, kecuali pada tahun
95
2009 ada beberapa peternak yang mengeluhkan pakan konsentrat mengandung pasir laut yang cukup mengganggu kesehatan ternak, yaitu beberapa ternak mengalami diare. Harga pakan konsentrat dari KUD Giri Tani ada 3 macam yaitu Rp. 1.900,-/kg, Rp. 1.850,-/kg dan Rp.1.650,-/kg. Pakan yang dikeluhkan mengandung pasir laut adalah pakan dengan harga Rp. 1.650,-/kg yang dipasok dari Cikampek. d. Unit Sapronak Unit saporonak KUD Giri Tani menyediakan peralatan dan keperluan produksi susu lainnya seperti matras karet, asahan arit, arit, mineral, dan buku susu. Penjualan pada tahun 2009 untuk jenis sapronak ini Rp. 18.406.000,-. e. Unit Kesehatan Hewan Unit kesehatan hewan KUD Giri Tani menyediakan 2 (dua) tenaga medis yang melayani kesehatan hewan dan IB. Sebelumnya tenaga medis ini hanya 1 (satu) orang, baru pada pertengahan tahun 2009 ditambah 1 (satu) orang lagi. Penjualan terkait kesehatan hewan
dan IB pada tahun 2009 menurut
laporan RAT Rp. 14.462.000,-, dan pendapatan jasa pengobatan Rp. 8.880.000,-. f. Unit Waserda Unit Waserda menyediakan bahan-bahan keperluan seharihari anggota seperti beras dan keperluan lainnya. Unit ini menjadi kontroversial di tingkat anggota karena keberadaan unit waserda ini bukan merupakan modal KUD, tetapi modal perseorangan, yaitu salah satu karyawan KUD. Anggota sangat mengharapkan unit Waserda ini dikelola oleh KUD, sehingga dapat berkontribusi dalam memajukan KUD dan kesejahteraan anggota. g. Unit simpan pinjam Jumlah simpanan yang terhitung sampai dengan 31 Desember 2009 menurut laporan RAT tahun 2010 adalah
96
Simpanan Pokok Rp. 3.351.000,-;
Simpanan Wajib Rp.
25.816.850,- dan Simpanan Khusus Rp. 154.565.152,- dengan total Rp. 183.733.002,-. KUD Giri Tani juga melayani kas bon bagi anggota yang memerlukan uang sebelum pembayaran susu, yang dilayani pada setiap tanggal 15. Pembayaran penjualan susu dibayarkan pada setiap tanggal 1. Anggota KUD Giri Tani masih mempunyai tunggakan kredit. Pada akhir Desember 2009 besarnya tunggakan kredit sapi perah di anggota Rp. 834.765.660,- yang terdiri atas pokok Rp. 345.905.977,- bunga Rp. 403.002.980,- dan JJK Rp. 85.856.683,.
Pengurus
banyak
mengalami
kendala
dalam
upaya
pengembalian kredit sapi perah dari anggota, terutama bagi anggota yang tidak aktif dan sudah tidak mempunyai sapi. Tunggakan ini menurut beberapa responden mengakibatkan akses KUD Giri Tani kepada kredit perbankan berkurang. Dalam upaya peningkatan SDM, KUD Giri Tani selalu berusaha mengirim anggota, karyawan atau pengurus pada setiap kesempatan dan undangan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) ataupun yang sifatnya seminar dan semiloka, baik yang diselenggarakan oleh GKSI, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi ataupun Instansi lainnya. 4.3.2. Analisis Strategi Pengembangan KUD Giri Tani 4.3.2.1. Analisis Matriks IFE Hasil analisis matriks IFE adalah untuk menganalisa faktor-faktor strategi internal KUD Giri Tani. Faktor-faktor ini
merupakan faktor
yang menjadi
kekuatan dan
kelemahan dalam pengembangan KUD, yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks IFE seperti pada Tabel 27 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan
97
bahwa perkembangan usaha peternakan sapi perah anggota bagus paling berperan sebagai faktor kekuatan paling penting yang dimiliki KUD Giri Tani (skor 0,4685), diikuti dengan antusias anggota dalam berkoperasi dan SDM pengurus, karyawan terampil dan berpengalaman dengan skor masing-masing 0,3604. Selanjutnya diikuti faktor kekuatan adanya unit usaha pakan, unit layanan keswan dan IB (skor 0,3514), adanya unit pengolahan yoghurt (skor 0,1892) dan modal yang cukup (skor 0,1622). Tabel 27. Faktor strategi internal KUD Giri Tani No A 1 2 3 4 5 6
B 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Strategi Internal Kekuatan (S) Perkembangan usaha anggota bagus Antusias anggota dalam berkoperasi Adanya unit usaha pakan dan layanan keswan serta IB Adanya unit usaha pengolahan yoghurt Modal cukup SDM pengurus dan karyawan terampil dan berpengalaman Kelemahan (W) Pengurus kurang transparan Intern pengurus belum terjalin kerjasama yang baik Manajemen keuangan unit usaha pengolahan yoghurt kurang bagus Waserda milik karyawan bukan KUD Pengontrolan mutu pakan sebelum dibeli/dijual kurang Kurangnya kesadaran sebagin kecil peternak (anggota) akan pentingnya mutu susu Peternak tidak membayar simpanan wajib saat sapi tidak laktasi Total A+B
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
4,0000 4,0000
0,1171 0,0901
0,4685 0,3604
3,0000 3,0000 3,0000
0,1171 0,0631 0,0541
0,3514 0,1892 0,1622
4,0000
0,0901
0,3604
1,0000
0,0991
0,0991
1,0000
0,0991
0,0991
1,0000 2,0000
0,0901 0,0811
0,0901 0,1622
2,0000
0,0541
0,1081
2,0000
0,0360
0,0721
2,0000
0,0090 1,0000
0,0180 2,5405
Faktor kelemahan yang berperan pada KUD Giri Tani adalah keberadaan Waserda yang bukan milik KUD Giri Tani (skor 0,1622) dan pengontrolan mutu pakan sebelum dibeli/dijual kurang (skor 0,1081). Faktor kelemahan lain yang perlu diperhatikan adalah pengurus yang kurang transparan, serta intern pengurus belum terjalin kerjasama
98
yang baik dengan skor masing-masing 0,0991; manajemen keuangan unit usaha yoghurt kurang bagus (skor 0,0901) dan kurangnya kesadaran sebagian kecil peternak (anggota) akan pentingnya mutu susu (skor 0,0721). 4.3.2.2. Analisis Matriks EFE Analisis matriks EFE adalah untuk menganalisa faktorfaktor strategi eksternal KUD Giri Tani. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan KUD Giri Tani yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks EFE seperti pada Tabel 28 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 28. Faktor strategi eksternal KUD Giri Tani
No
Faktor Strategi Eksternal
A 1
Peluang (O) Keberadaan PT Cimory meningkatkan harga susu Keterbukaan penentuan harga susu oleh PT Cimory Dukungan pemerintah (Dinas Koperasi, Dinas Peternakan, Pusat) Dukungan masyarakat dan lingkungan sekitar Dukungan KLH dengan instalasi biogas (belum semua anggota)
2 3 4 5
B 1 2 3 4 5 6
Ancaman (T) Harga pakan cukup tinggi Akses KUD ke perbankan kurang Kekuatiran akan protes komplek perumahan dan hotel/villa terhadap limbah Saingan dari KUD Cipanas sebagai pemasok susu ke PT Cimory Maraknya produk yoghurt sejenis di pasaram Bogor dan sekitarnya Saingan penyedia pakan (KPS Bogor) Total A+B
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
4,0000
0,1667
0,6667
4,0000
0,0641
0,2564
4,0000 3,0000
0,1667 0,1154
0,6667 0,3462
3,0000
0,0641
0,1923
2,0000 2,0000
0,0897 0,0641
0,1795 0,1282
2,0000
0,0897
0,1795
2,0000
0,0385
0,0769
2,0000 2,0000
0,0769 0,0641
0,1538 0,1282
1,0000
2,9744
99
Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan bahwa keberadaan PT Cimory yang meningkatkan harga susu dan dukungan pemerintah (Dinas Koperasi, Dinas Peternakan dan Kementerian terkait) sebagai faktor kekuatan dominan KUD Giri Tani, masing-masing dengan skor 0,6667. Faktor kekuatan yang berperan adalah dukungan masyarakat dan lingkungan sekitar (skor 0,3462); keterbukaan penentuan harga susu oleh PT Cimory (skor 0,2564); dukungan KLH dengan fasilitasi instalasi dan peralatan biogas (belum semua anggota) skor 0,1923. Faktor ancaman yang berperan pada KUD Giri Tani adalah kekuatiran akan protes komplek perumahan dan hotel/villa terhadap limbah dan harga pakan cukup tinggi yang berpengaruh terhadap usaha anggotanya dan mutu susu (skor 0,1795); saingan untuk produk yoghurt, yaitu maraknya produk yoghurt sejenis di pasaran Bogor dan sekitarnya (skor 0,1538); akses KUD ke perbankan yang kurang, serta adanya saingan penyedia pakan (KPS Bogor) dengan skor masing-masing 0,1282. Sedangkan faktor ancaman yang perlu diperhatikan adalah adanya saingan pemasok susu ke PT Cimory dari KUD Cipanas (skor 0,0769). 4.3.2.3. Analisis Matriks IE Analisis matriks IE bertujuan mengetahui strategi bagaimana yang sebaiknya digunakan oleh KUD Giri Tani, dengan memetakan hasil perhitungan pada matriks IFE dan EFE ke matriks IE. Pemetaan ini sangat penting bagi pemilihan strategi untuk keberlanjutan dan perkembangan KUD Giri Tani. Hasil analisis matriks IFE dan EFE sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor internal 2,5405 dan faktor eksternal 2,9744. Hal ini menunjukkan bahwa KUD Giri Tani mempunyai faktor
100
internal yang tergolong sedang dan dan respon yang diberikan terhadap lingkungan eksternal yang menengah. Pemetaan total skor dari matriks IFE dan EFE ke matriks IE dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa posisi KUD Giri Taniberada pada kuadran kelima. Pada posisi ini strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal atau
stabilitas.
Sesuai
dengan
Rangkuti
(2005),
pertumbuhan melalui integrasi horisontal dilakukan dengan cara memperluas kegiatan lini produk atau membangun di lokasi lain dengan tujuan untuk meningkatkan jenis produk dan jasa. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas pasar, fasilitas produksi maupun teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal melalui akuisisi, joint venture dengan perusahaan/organisasi lain dalam industri yang sama Dalam kajian ini strategi tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan KUD Giri Tani pada unit usahanya, baik sebagai pemasok input maupun sebagai penghubung pemasaran. KUD Giri Tani sebagai pemasok input harus membenahi unit penyediaan pakan dan sapronak, perbaikan pelayanan tenaga medis dan IB. Di bidang pemasaran selain KUD sebagai penghubung, PT Cimory merupakan target utama dalam strategi ini. Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT Cimory harus tetap dipertahankan dan dikembangkan.
101
Total Skor IFE 4,0
Total
Kuat
I Skor EFE Pertumbuhan melalui integrasi vertikal Tinggi 3,0 IV Stabilitas
Menengah 2,0
Rendah 1,0
VII Pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik
3,0
Sedang 2,0
Lemah 1,0
II Pertumbuhan melalui integrasi horizontal
III Penciutan melalui „turn around‟
V Pertumbuhan melalui integrasi horizontal/ Stabilitas VIII Pertumbuhan melalui diversifikasi konglomerat
VI Penciutan/ divestasi
IX Likuidasi
Gambar 10. Matriks IE KUD Giri Tani 4.3.2.4. Analisis Matriks SWOT Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat penajaman alternatif strategi pengembangan KUD Giri Tani. Formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasi berbagai faktor yang telah diidentifikasi. Hasil formulasi strategi dikelompokkan atas empat kelompok, yaitu : strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman (S-T), strategi kelemahan-peluang (W-O) dan strategi kelemahan-ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 11. a. Strategi S-O Strategi
S-O
diformulasikan
dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang
formulasi strategi berikut :
sebesar-besarnya,
dengan
102
1) Mempertahankan kerjasama dengan PT Cimory. 2) Mengusulkan penambahan instalasi biogas untuk peternak. b. Strategi S-T Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan formulasi strategi berikut : 1) Penyediaan pakan bermutu dengan harga yang terjangkau. 2) Peningkatan produksi melalu peningkatan populasi, perbaikan genetik dan produktivitas ternak. 3) Peningkatan mutu produk yoghurt. 4) Melakukan upaya penyelesaian tunggakan kredit. c. Strategi W-O Strategi
W-O
diformulasikan
berdasarkan
pemanfaatan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan, dengan formulasi strategi berikut : 1) Peningkatan pengontrolan mutu pakan yang dibeli dari pemasok dan pakan produksi KUD. 2) Perbaikan manajemen, kerjasama antar pengurus dan mewujudkan kinerja dengan lebih transparan. 3) Peningkatan pembinaan, terutama penerapan Good Farming Practices (GFP) dan Good Harvest Practices (GHP) bagi peternak. d. Strategi W-T Strategi W-T bersifat bertahan (defensif), sehingga diformulasikan dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman,
dengan
formulasi
strategi
berikut : 1) Penyediaan terjangkau.
pakan
bermutu
dengan
harga
103
1 Faktor Internal 2 3 4
Faktor Eksternal
1 2 3
4 5
1 2
3
4
5 6
5 6
Strengths (S) Perkembangan usaha anggota bagus Antusias anggota dalam berkoperasi Adanya unit usaha pakan dan layanan Keswan dan IB Adanya unit usaha pengolahan yoghurt Modal cukup SDM pengurus dan karyawan terampil dan berpengalaman
Strategi SO (agresif) Opportunities (O) Keberadaan PT Cimory 1. Mempertahankan kerjasama meningkatkan harga susu dengan PT Cimory (S1, S,2, S3, Keterbukaan penentuan harga S6, O1, O2, O3, O4, O5) susu oleh PT Cimory 2. Mengusulkan penambahan Dukungan pemerintah (Dinas instalasi biogas untuk peternak Koperasi, Dinas Peternakan, (S1, S2, S6, O3, O4, O5) Pusat) Dukungan masyarakat dan lingkungan sekitar Dukungan KLH dengan instalasi biogas, walau masih kurang Threats (T) 1. Harga pakan cukup tinggi Akses KUD ke perbankan kurang (al. tunggakan 2. kredit anggota) Kekuatiran akan protes dari Perumahan dan hotel/villa terhadap limbah 3. Saingan dari KUD Cipanas sebagai pemasok susu ke 4. PT Cimory Maraknya produk yoghurt sejenis di pasaran Bogor dan sekitarnya Saingan penyedia pakan (KPPS Bogor)
Strategi ST (diferensiasi) Penyediaan pakan bermutu dengan harga yang terjangkau (S1, S2, S3, S5, S6, T1, T6) Peningkatan produksi melalu peningkatan populasi, perbaikan genetik dan produktivitas ternak (S1, S2, T4) Peningkatan mutu produk yoghurt (S4, S5, S6, T5) Melakukan upaya penyelesaian tunggakan kredit (S1, S2, S6, T2)
Weaknesses (W) 1 Pengurus kurang transparan 2 Intern pengurus belum terjalin kerjasama yang baik 3 Manajemen keuangan unit usaha pengolahan yoghurt kurang bagus 4 Waserda milik karyawan bukan KUD 5 Pengontrolan mutu pakan sebelum dibeli/dijual kurang 6 Kurangnya kesadaran sebagian kecil peternak akan pentingnya mutu susu 7 Peternak tidak membayar simpanan wajib saat sapi tidak laktasi Strategi WO (diversifikasi) 1. Peningkatan pengontrolan mutu pakan yang dibeli dari pemasok dan pakan produksi KUD (W5, O3) 2. Perbaikan manajemen, kerjasama antar pengurus dan mewujudkan kinerja dengan lebih transparan (W1, W2, W3, W4, W7, O2, O3, O4) 3. Peningkatan pembinaan, terutama penerapan GFP dan GHP (W6, O3,O5) Strategi WT (defensif) 1. Penyediaan pakan bermutu dengan harga terjangkau (W5, T1, T6) 2. Perbaikan sistem usaha Waserda dengan modal KUD atau bagi hasil yang transparan (W4). 3. Peningkatan produksi usaha pengolahan yoghurt diikuti perbaikan mutu produk dan manajemen, serta administrasi (W3, T5) 4. Pembinaan GFP, GHP, GMP dan pengelolaan limbah bagi peternak dan karyawan KUD yang terus menerus (W6, T3, T4)
Gambar 11. Matrik SWOT KUD Giri Tani
104
2) Perbaikan sistem usaha Waserda dengan modal KUD atau bagi hasil yang transparan. 3) Peningkatan produksi usaha pengolahan yoghurt diikuti perbaikan mutu produk dan manajemen serta administrasi. 4) Pembinaan
GFP,
GHP,
Good
Manufacturing
Practices (GMP) dan pengelolaan limbah bagi peternak dan karyawan KUD yang terus menerus. 4.3.2.5. Analisis Matriks QSPM Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui analisis SWOT, dilakukan pemilihan alternatif strategi paling
efektif
untuk
diimplementasikan.
Pemilihan
alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif. Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. Hasil analisa QSPM dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.3.2.6. Implementasi Strategi Dari hasil perhitungan matriks QSPM, alternatif strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk diimplementasikan untuk pengembangan KUD Giri Tani untuk perbaikan dibidang produksi, pengembangan pasar, penguasaan informasi/teknologi dan kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 29. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa strategi utama yang direkomendasikan adalah pada aspek pasar dan kombinasi, yaitu mempertahankan kerjasama dengan PT Cimory dan perbaikan manajemen, kerjasama antar pengurus serta mewujudkan kinerja KUD dengan lebih transparan.
105
Tabel 29. Nilai STAS Alternatif Strategi KUD Giri Tani No A. 1. 2.
3. 4.
5. 6.
7.
B.
C. 1.
2.
D. 1.
2.
Alternatif Strategi Produksi Mengusulkan penambahan instalasi biogas untuk peternak. Peningkatan pengontrolan mutu pakan yang dibeli dari pemasok dan pakan produksi KUD Penyediaan pakan bermutu dengan harga yang terjangkau. Peningkatan produksi usaha pengolahan yoghurt diikuti perbaikan mutu produk dan manajemen serta administrasi. Peningkatan mutu produk yoghurt. Peningkatan produksi melalu peningkatan populasi, perbaikan genetik dan produktivitas ternak. Perbaikan sistem usaha Waserda dengan modal KUD atau bagi hasil yang transparan. Pasar Mempertahankan dengan PT Cimory.
STAS
Rangking
4,9861
3
4,9798
4
4,9620
6
4,9164
7
4,7045
10
4,6260
11
4,5881
12
kerjasama 5,2523
1
Penguasaan Informasi/ Teknologi Pembinaan GFP, GHP, GMP dan 4,9787 pengelolaan limbah bagi peternak dan karyawan KUD yang terus menerus. Peningkatan pembinaan terutama 4,8527 penerapan GFP dan GHP bagi peternak. Kombinasi A dan B Perbaikan manajemen, kerjasama 5,1587 antar pengurus dan mewujudkan kinerja dengan lebih transparan. Melakukan upaya penyelesaian 4,7088 tunggakan kredit.
5
8
2
9
4.4. Unit Usaha Pengolahan Yoghurt Unit usaha pengolahan yoghurt pada KUD giri Tani dibahas secara tersendiri, karena unit usaha ini berperan dalam peningkatan nilai tambah susu bagi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua.
106
4.4.1. Deskripsi Unit Usaha Pengolahan Yoghurt Pada awalnya KUD Giri Tani meproduksi susu pasteurisasi, namun karena pemasarannya kurang bagus dan adanya kerusakan pada alat pasteurisasi kapasitas 200l, maka KUD Giri Tani membuka unit pengolahan yoghurt yang mulai beroperasi pada tanggal 3 Maret 2009 dengan modal awal Rp. 5.000.000,-. Kapasitas produksi dengan rataan 200 liter susu per hari. Latar belakang dimulainya usaha ini selain menambah pendapatan KUD Giri Tani juga sebagai antisipasi, apabila suatu saat tidak semua produksi susu dapat terserap oleh PT. Cimory atau IPS lainnya. Keinginan peningkatan kapasitas produksi masih terkendala dengan kurangnya sarana freezer, kompor dan tenaga kerja. Saat ini, tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha ini ada 5 orang karyawan KUD dan 4 tenaga luar. Tenaga kerja luar hanya membantu dalam proses pengemasan dimana cara pembayaran upah berdasar jumlah kemasan yang dikerjakan dengan besaran Rp. 20,-/bungkus. Sedangkan untuk karyawan KUD digaji dari KUD, kecuali ada penambahan waktu lembur. 4.4.2. Aspek Produksi Input untuk pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani meliputi bahan baku dan pendukung seperti susu segar, gula pasir, essen, starter dan plastik pengemas; bahan bakar gas, listrik, tenaga kerja kerja tetap, tenaga kerja pembungkusan dan peralatan. Output pengolahan yoghurt
berupa
yoghurt
yang
dikemas
dalam
bentuk
stick
menggunakan plastik kecil, dimana 1 l susu menjadi 36 bungkus. Yoghurt dijual dengan harga Rp. 3.100,- per pack, 1 pack berisi 10 bungkus stick. Proses pembuatan yoghurt di unit usaha KUD Giri Tani berbeda dengan referensi yang ada (Deptan, 2001), yaitu : a. Susu segar dimasak pada suhu hingga mendidih sambil terus diaduk, setelah mendidih didiinginkan hingga 45oC.
107
b. Setelah suhu susu 45oC, ditambah dengan starter sambil diaduk hingga merata. c. Campuran dimasukkan dalam inkubator dengan suhu berkisar 38oC-40oC selama 4 jam. d. Yoghurt yang telah jadi ditambah gula yang telah dicairkan dan essen, lalu dikemas dalam kemasan plastik dan dimasukkan ke freezer. Proses
pengolahan
yoghurt
telah
memperhatikan
Cara
Berproduksi yang Baik (GMP) walau belum sempurna. Hal ini dapat dilihat antara lain dengan pemisahan ruang produksi dan penyimpanan, kebersihan ruangan, penggunaan baju khusus dan masker oleh karyawan saat pengolahan dan pembungkusan. Kendala yang dihadapi dalam proses pengolahan yoghurt adalah limbah plastik sisa kemasan yang selama ini masih dibakar di tempat sampah di depan gedung KUD Giri Tani. Hal ini akan menjadi permasalahan lingkungan apabila
usaha
semakin
berkembang,
sehingga
perlu
dicari
pemecahannya. Salah satu pemecahan yang mungkin adalah mencari orang yang dapat memanfaatkan plastik ini sebagai bahan membuat kerajinan tangan atau mainan anak-anak. Hal ini memungkinkan, karena limbah potongan plastik ini relatif seragam baik bentuk maupun ukurannya. 4.4.3. Aspek Pemasaran Pemasaran produk yoghurt terutama ke tempat-tempat pariwisata sekitar Kecamatan Cisarua, seperti Taman Matahari, Rumah Makan Priyangan Sari, rumah makan dan warung-warung lainnya di Sekitar Kecamatan Cisarua. Pemasaran juga telah dilakukan ke Jakarta, Depok, Indramayu dan Bogor. Pemasaran dilakukan melalui agen atau tenaga penjual dari KUD Giri Tani. Sampai saat ini tenaga penjual ada 7 orang yang memasarkan produk ke daerah puncak, Kota Bogor, Depok, dan Cianjur. Tenaga penjualan ini memasarkan produk yoghurt KUD Giri Tani atas kemauan sendiri. Hal ini memperlancar pemasaran dan menandakan prospek pasar yang sangat bagus. Peningkatan
108
kapasitas produksi untuk pemenuhan permintaan pasar masih mengalami kendala, yaitu keterbatasan alat pendingin (freezer, cool box dan show case) dan keterbatasan ruang penyimpanan produk. Produk yoghurt KUD Giri Tani mempunyai segmen pasar tersendiri, yaitu terutama untuk anak-anak. Harga yang murah (Rp. 500,- per bungkus) dan keanekaragaman rasa buah membuat produk ini disukai anak-anak. 4.4.4. Analisa Kelayakan a. Nilai Tambah dan Keuntungan Dengan rataan input susu segar 200 l/hari, maka analisa usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani (dihitung per tahun) sebagai berikut : : Rp. 58.141.000,1) Biaya tetap i. Penyusutan peralatan : Rp. 541.000,ii. Upah tenaga kerja : Rp. 57.600.000,2) Biaya variabel : Rp. 624.093.000,: Rp. 365.000.000,i. Pembelian susu ii. Pembelian starter : RP. 912.500,iii. Pembelian gula pasir : Rp. 128.480.000,iv. Pembelian kemasan : Rp. 74.898.000,v. Pembelian essen : Rp. 730.000,vi. Pembelian gas : Rp 912.500,vii.Upah pengemasan : Rp. 52.560.000.viii.Listrik : Rp. 600.000,. 3) Biaya total Biaya tetap + biaya variabel: Rp. 682.234.000,4) Penerimaan : Rp. 814.680.000,Jumlah produk : 262.800 pack x Rp. 3.100,5) Keuntungan (4-1) Nilai tambah susu/l
: Rp. 132.446.000,: Rp. 1.814,-
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa nilai tambah dari susu segar menjadi produk yoghurt adalah sebesar Rp. 1.814,-/l atau
keuntungan
yang
diperoleh
KUD
Giri
Tani
Rp.
132.446.000,-/tahun dengan catatan kapasitas produksi dengan bahan baku susu 200 l/hari.
109
b. PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu atau periode pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Hasil perhitungan PBP pada usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tania adalah 11 bulan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa investasi untuk unit usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani dapat dikembalikan melalui cash flow selama 11 bulan, lebih pendek dari umur ekonomis investasi, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan yoghurt layak dikelola. c. Perbandingan Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Hasil perhitungan Net B/C untuk usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani adalah sebesar 3.35, nilai yang positif ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani layak untuk dilanjutkan. d. BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran yang dilakukan oleh peternak. Suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan produk pada periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa : 1) Biaya tetap
: Rp. 58.141.000,-
2) Biaya variabel
: Rp. 624.093.000,-
3) BEP biaya per pack
: Rp.
4) BEP volume produksi/tahun
: 220.075 pack ((1+2)/3)
5) Harga yoghurt per pack
: Rp.
6) Produksi/ tahun
: 261.800 pack
2.596,-
3.100,-
Dari hasil perhitungan BEP dapat disimpulkan bahwa usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani impas, apabila mampu memproduksi 220.075 pack/tahun dengan biaya per pack Rp. 2.596,-. Nilai tersebut dapat dilampaui oleh unit usaha
110
pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani melalui kemampuan produksi 261.800 pack/tahun dan harga jual Rp. 3.100,- /pack. Hal ini dapat disimpulkan bahwa unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani untung. e. NPV atau nilai sekarang bersih yaitu merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang di masa mendatang yang dikonversikan dengan menggunakan tingkat bunga terpilih. Usaha yang memberikan nilai sekarang bersih adalah layak. Perhitungan NPV untuk usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani dengan menggunakan konversi tingkat bunga (DF) 14% adalah positif, yaitu Rp. 147.150.300,-. Begitu juga NPV dengan DF 18% positif, yaitu Rp. 95.059.288,-. Nilai NPV yang positif ini mengindikasikan bahwa usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani layak untuk dikembangkan. f. IRR merupakan alat untuk menghitung tingkat pengembalian investasi. Usulan tingkat bunga pengembalian (IRR) yang lebih tinggi dari tingkat bunga modal yang berlaku mengindikasikan investasi usaha layak. Hasil perhitungan nilai IRR usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani adalah 25,30%. Nilai tersebut lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial yang berlaku pada tahun 2008-2009, yaitu 14-15%, sehingga usaha pengolahan yoghurt ini layak dikembangkan. 4.4.5. Analisis Strategi Pengembangan Unit Usaha Pengolahan Yoghurt KUD Giri Tani 4.4.5.1. Analisis Matriks IFE Analisis matrik IFE adalah menganalisa faktor-faktor strategi internal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan unit usaha dimaksud, yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks IFE seperti pada Tabel 30 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya.
111
Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 30. Faktor strategi internal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani No
Faktor Strategi Internal
A 1 2 3
8
Kekuatan (S) Mempunyai pasar bagus Pemanfaatan internet untuk promosi SDM pemasaran dan pengolah menguasai bidangnya Mutu produk cukup bagus Harga terjangkau Lokasi usaha strategis (daerah wisata) Produk yoghurt sedang trend dikonsumsi masyarakat Bahan baku susu mudah didapat
B 1 2 3 4 5 6
Kelemahan (W) Peralatan terutama pendingin kurang Jumlah karyawan kurang Dukungan KUD kurang Ruangan sempit Administrasi dan pembukuan tidak tertib Tidak transparan
4 5 6 7
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
4,0000 3,0000
0,0870 0,0435
0,3478 0,1304
3,0000 3,0000 4,0000 4,0000
0,0870 0,0435 0,0870 0,0870
0,2609 0,1304 0,3478 0,3478
4,0000 4,0000
0,0435 0,0870
0,1739 0,3478
2,0000 2,0000 2,0000 1,0000 1,0000 1,0000
0,0870 0,0435 0,0435 0,0870 0,0870 0,0870
0,1739 0,0870 0,0870 0,0870 0,0870 0,0870
1,0000
2,6957
Total A+B
Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan bahwa ada 8 faktor yang berperan sebagai faktor kekuatan unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, yaitu produk mempunyai pasar yang bagus, lokasi strategik (daerah wisata), dan harga produk yang terjangkau dan bahan baku susu yang mudah didapat, dengan skor masing-masing 0,3478;. Selanjutnya diikuti dengan faktor kekuatan SDM pemasaran dan pengolah yang menguasai bidangnya (skor 0,2609),
produk
yoghurt
sedang
trend
dikonsumsi
masyarakat (skor 0,1739), pemanfaatan internet untuk promosi dan mutu produk cukup bagus dengan skor masing-masing 0,1304.
112
Faktor kelemahan yang berperan pada unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani adalah peralatan kurang, terutama pendingin produk (skor 0,1739), diikuti dengan 5 (lima) faktor yang perlu diperhatikan, yaitu dukungan KUD kurang, jumlah karyawan yang kurang, ruangan yang sempit, administrasi dan pembukuan yang tidak tertib dan pengelolaan usaha yang tidak transparan dengan skor masing-masing 0,0870. 4.4.5.2. Analisis Matriks EFE Analisis matriks EFE adalah menganalisa faktor-faktor strategi eksternal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan unit usaha dimaksud, yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks EFE seperti pada Tabel 31 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan bahwa ada 3 faktor yang dominan sebagai faktor kekuatan unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani adalah fasilitasi promosi dari Dinas Peternakan/Pemda, daerah wisata yang strategis dan harga produk saingan sejenis yang lebih mahal, dengan skor masing-masing 0,5. Selanjutnya diikuti dengan faktor kekuatan yang berperan, yaitu antusias dan kejujuran tenaga penjualan dari luar KUD (skor 0,2500) dan selera konsumen terhadap rasa buah pada yoghurt (skor 0,1875). Faktor ancaman yang berperan pada unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani adalah harga bahan baku penunjang yang tinggi, terutama untuk gula dan essen serta ketersediaan essen pada hari-hari raya kurang dengan skor masing-masing 0,2500. Selanjutnya diikuti dengan 3 faktor
113
ancaman, yaitu mutu susu yang tidak konsisten yang mengakibatkan mutu yoghurt juga berubah-ubah, saingan produk sejenis terkait mutu produk karena banyak produk yoghurt yang diproduksi di sekitar Cisarua dan Bogor yang mempunyai kualitas bagus walaupun harganya lebih mahal (Rp.1.000 - Rp. 1.500,-) dan adanya kekuatiran adanya protes masyarakat terhadap pembakaran limbah plastik. Ketiga faktor ancaman tersebut memiliki skor masingmasing 0,1250. Tabel 31. Faktor strategi eksternal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani No
Faktor Strategi Eksternal
A 1
Peluang (O) Fasilitasi promosi dari Dinas Peternakan/ Pemda Daerah pariwisata yang strategik Antusias dan kejujuran tenaga penjual dari luar Selera konsumen terhadap rasa buah pada yoghurt Harga produk saingan sejenis lebih mahal
2 3 4 5
B 1 2 3 4 5
Ancaman (T) Harga bahan baku penunjang tinggi (gula dan essen) Saingan produk lain sejenis terkait mutu produk Mutu susu tidak konsisten Ketersediaan bahan baku essen pada hari-hari raya kurang Limbah plastik Total A+B
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
4,0000 4,0000
0,1250 0,1250
0,5000 0,5000
4,0000
0,0625
0,2500
3,0000
0,0625
0,1875
4,0000
0,1250
0,5000
2,0000
0,1250
0,2500
1,0000 2,0000
0,1250 0,0625
0,1250 0,1250
2,0000 2,0000
0,1250 0,0625
0,2500 0,1250
1,0000
2,8125
4.4.5.3. Analisis Matriks IE Analisis matriks IE bertujuan untuk mengetahui strategi bagaimana yang sebaiknya digunakan oleh untuk pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, dengan memetakan hasil perhitungan pada matriks IFE dan EFE ke matriks IE. Pemetaan ini sangat penting bagi pemilihan strategi untuk
114
keberlanjutan dan perkembangan unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani. Hasil analisa matrik IFE dan IE sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor internal 2,6957 dan faktor eksternal 2,8125. Hal ini menunjukkan bahwa KUD Giri Tani mempunyai faktor internal tergolong sedang dan dan respon yang diberikan terhadap lingkungan eksternal menengah. Pemetaan total skor dari matrik IFE dan EFE ke matriks IE dapat dilihat pada Gambar 12.
Total Skor IFE 4,0 Kuat Total Skor EFE
3,0 Sedang
2,0 Lemah 1,0
I Pertumbuhan melalui integrasi vertikal
II Pertumbuhan melalui integrasi horizontal
III Penciutan melalui „turn around‟
IV Stabilitas
VI V Pertumbuhan Penciutan/ divestasi melalui integrasi horizontal/ Stabilitas
VII Pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik
VIII Pertumbuhan melalui diversifikasi konglomerat
Tinggi 3,0
Menengah 2,0
Rendah
IX Likuidasi
1,0 Gambar 12. Matriks IE Unit Pengolahan Yoghurt KUD Giri Tani Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa posisi unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani berada pada kuadran kelima. Pada posisi ini strategi pertumbuhan
115
dilakukan melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Sesuai dengan Rangkuti (2005), pertumbuhan melalui integrasi vertikal dilakukan dengan cara memperluas kegiatan lini produk atau membangun di lokasi lain dengan tujuan untuk meningkatkan jenis produk dan jasa. Hal ini dilakukan dengan memperluas pasar, fasilitas produksi maupun teknologi, termasuk peralatan melalui pengembangan internal maupun eksternal melalui kerjasama pemasaran dengan membentuk agen-agen pemasaran yang baru. Dalam kajian ini, strategi tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan mutu produk, penambahan peralatan freezer, penambahan agen pemasaran, dan penambahan kapasitas produksi. 4.4.5.4. Analisis Matriks SWOT Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat penajaman
alternatif
strategi
pengembangan
unit
pengolahan yoghurt KUD Giri Tani. Formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasi berbagai faktor yang telah diidentifikasi. Hasil formulasi strategi dikelompokkan menjadi empat kelompok seperti : strategi kekuatanpeluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman (S-T), strategi kelemahan-peluang
(W-O)
dan
strategi
kelemahan-
ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 13. a. Strategi S-O Strategi
S-O
diformulasikan
dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang
sebesar-besarnya,
formulasi strategi berikut : 1) Peningkatan kapasitas produksi. 2) Peningkatan intensitas promosi. b. Strategi S-T
dengan
116
Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan formulasi strategi berikut : 1) Peningkatan mutu produk. 2) Optimalisasi pemakaian essen dan mencoba produk “original flavour” 3) Pemilihan peternak sebagai pemasok susu dengan mutu baik dan kontinyu. c. Strategi W-O Strategi pemanfaatan
W-O
diformulasikan
peluang
yang
ada
berdasarkan dengan
cara
meminimalkan kelemahan yang ada, dengan formulasi strategi berikut : 1) Peningkatan kerjasama dengan agen pemasaran/ penjual di luar KUD dengan menyediakan freezer/ showcase masing-masing. 2) Pemanfaatan karyawan internal KUD secara optimal sebelum penambahan karyawan baru. d. Strategi W-T Strategi W-T bersifat bertahan (defensif), sehingga diformulasikan
dengan
berusaha
meminimalkan
kelemahan yang ada dan menghindari ancaman, dengan formulasi strategi berikut : 1) Pemanfaatan ruangan KUD secara optimal. 2) Manajemen usaha lebih transparan dan perbaikan administrasi, serta pembukuan keuangan. 3) Mencari alternatif pemanfaatan limbah plastik untuk pengrajin mainan.
117
Strengths (S) Weaknesses (W) 1 Mempunyai pasar bagus 1 Peralatan, terutama pendingin Faktor Internal kurang 2 Pemanfaatan internet untuk 2 Jumlah karyawan kurang promosi 3 SDM pemasaran dan pengolah 3 Dukungan KUD kurang menguasai bidangnya 4 Ruangan sempit 4 Mutu produk cukup bagus 5 Administrasi dan pembukuan 5 Harga terjangkau tidak tertib 6 Lokasi usaha strategik (daerah 6 Keuangan tidak transparan wisata) Faktor Eksternal 7 Produk yoghurt sedang trend dikonsumsi masyarakat 8 Bahan baku susu mudah didapat Strategi SO (agresif) Strategi WO (diversifikasi) Opportunities (O) 1 Fasilitasi promosi dari Dinas 1. Peningkatan kapasitas 1. Peningkatan kerjasama dengan agen Peternakan/ Pemda produksi (S1, S2, S3, S4, S5, pemasaran/ penjual di luar KUD 2 Daerah pariwisata yang strategik S6, S7, S8, O1, O2, O3, O4, dengan menyediakan freezer/showcase O5) masing-masing (W1, W4, O2, O3, O5) 3 Antusias dan kejujuran tenaga 2. Peningkatan intensitas promosi 2. Pemanfaatan karyawan internal KUD penjual dari luar (S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1, secara optimal sebelum penambahan 4 Permintaan pasar yang terus O2, O5) karyawan baru (W2, W3, W4, W5, W6, meningkat O4) 5 Harga produk saingan sejenis lebih mahal Strategi ST (diferensiasi) Strategi WT (defensif) Threats (T) 1 Harga bahan baku penunjang 1. Peningkatan mutu produk (S3, 1. Pemanfaatan ruangan KUD secara tinggi (gula dan essen) S4, T1, T2) optimal (W4, T5) 2 Saingan produk lain sejenis 2. Optimalisasi pemakaian 2. Manajemen usaha lebih transparan dan yang lebih bermutu essence dan mencoba produk perbaikan administrasi, serta 3 Mutu susu yang tidak konsisten “original flavour” (S3, T1, pembukuan keuangan (W3, W5, W6, T4) T2). 4 Ketersediaan bahan baku 3. Pemilihan peternak sebagai 3. Mencari alternatif pemanfaatan limbah essen pada hari-hari raya kurang pemasok susu dengan mutu plastik untuk pengrajin mainan (W4, 5 Limbah plastik baik dan kontinyu (S8, T3) T5)
Gambar 13. Matrik SWOT unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani 4.4.5.5. Analisis Matriks QSPM Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui analisa SWOT, selanjutnya perlu dilakukan pemilihan alternatif strategi paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif. Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi yang terbaik. Hasil analisa QSPM dapat dilihat pada Lampiran 13.
118
4.4.5.6. Implementasi Strategi Dari hasil perhitungan matriks QSPM, alternatif strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk diimplementasikan untuk pengembangan unit pengolahan yoghurt
KUD
Giri
Tani
pada
proses
produksi,
pengembangan pasar, penguasaan informasi dan teknologi serta kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Nilai STAS alternatif strategi unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani No A 1. 2.
3. 4.
5. B. 1. 2.
Alternatif Strategi Produksi Peningkatan kapasitas produksi. Optimalisasi pemakaian essen dan mencoba produk “original flavour” Peningkatan mutu produk. Pemilihan peternak sebagai pemasok susu dengan kualitas yang baik dan kontinu. Pemanfaatan ruangan KUD secara optimal. Pasar Peningkatan intensitas promosi. Peningkatan kerjasama dengan agen pemasaran/ penjual di luar KUD dengan menyediakan freezer/ showcase masing-masing.
C.
Penguasaan Informasi/ Teknologi Mencari alternatif pemanfaatan limbah plastik untuk pengrajin mainan.
D. 1.
Kombinasi A dan B Pemanfaatan karyawan internal KUD secara optimal sebelum penambahan karyawan baru. Manajemen usaha lebih transparan dan perbaikan administrasi serta pembukuan keuangan.
2.
STAS
Rangking
5,1957
2
4,8329
4
4,7024 4,3451
6 9
4,3342
10
5,2052
1
4,9321
3
4,5136
7
4,7398
5
4,4755
8
119
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa strategi utama yang direkomendasikan pada aspek produksi dan pasar, yaitu peningkatan intensitas promosi dan kapasitas produksi. Penyerapan susu segar oleh unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani cukup kecil bila dibandingkan dengan penyerapan susu segar oleh PT Cimory. Pengembangan unit pengolahan ini lebih diarahkan pada antisipasi terhadap peningkatan produksi susu segar yang melebihi kapasitas PT Cimory, selain untuk peningkatan nilai tambah produk susu. Peternak yang terlibat sebagai pemasok susu pada unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani juga masih terbatas karena penyerapannya baru 1400 liter per minggu. Namun begitu, karena prospek pasar yang bagus, maka usaha ini perlu terus dikembangkan. Penambahan kapasitas produksi diharapkan dapat benar-benar memberi nilai tambah bagi peternak, bukan hanya sekedar menambah SHU dari KUD Giri Tani. Diharapkan alam pengembangan 4.5. Strategi Pengembangan Klaster Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari komponen utama peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok, KUD Giri tani, dan PT Cimory. Komponen lain yang berpengaruh dalam perkembangannya adalah pemerintah, akademisi, serta KPS Bogor. Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua menghasilkan produk berupa susu segar, ternak dari kelahiran pedet, biogas dan pupuk kandang. Peternak dimaksud merupakan anggota KUD Giri Tani, KUD Giri Tani memfasilitasi peternak dalam pemasaran, pembinaan, penyediaan pakan, jasa kesehatan hewan, IB dan sarana produksi lainnya. KUD Giri Tani juga mempunyai unit usaha pengolahan yoghurt dalam upaya peningkatan nilai tambah dan lebih sebagai antisipasi penyerapan susu segar apabila tidak terserap oleh PT Cimory sebagai akibat peningkatan produksi susu segar dari peternak.
120
PT
Cimory selama ini berperan dalam penyerapan susu segar peternak
melalui KUD Giri Tani. Keberpihakan PT Cimory kepada peternak masih terbatas pada pembelian harga susu dengan harga yang wajar, belum sampai ke tingkat partisipasi dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu.
Pasokan
susu
dalam jumlah dan mutu yang baik secara kontinu sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan mutu produk olahan susu PT Cimory. Untuk itu upaya perbaikan mutu dan kontinuitas pasokan bahan baku dari peternak juga merupakan tanggungjawab PT Cimory, sehingga peran PT Cimory dalam pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua harus lebih ditingkatkan. Formulasi strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua berdasarkan analisis dari hasil analisis matriks SWOT dan QSPM pada masing-masing komponen klaster dapat dilihat pada Lampiran 14. Strategi yang utama untuk pengembangan klaster peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua, yaitu : a.
Aspek produksi 1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan mutu pakan. 2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.. 3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman subtitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi kering.
b.
Aspek pasar 1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastistis dengan penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory. 2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah. 3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel
121
dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator. c.
Aspek penguasaan informasi dan teknologi 1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi. 2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah, Perguruan Tinggi dan PT Cimory. 3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi.
d.
Kombinasi 1) Perbaikan manajemen dan kinerja intern KUD dengan kerjasama dan transparansi. 2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD. 3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah daerah; (4) Penambahan tenaga medis di KUD. Keberpihakan terhadap peternak kecil merupakan aspek yang sangat
berpengaruh
bagi
perkembangan
peternak
sapi
perah
khususnya
dan
perkembangan persusuan nasional pada umumnya. Berdasarkan hasil kajian dan formulasi strategi pengembangan klaster, maka dapat diformulasikan kebijakan. Formulasi kebijakan dimaksud dapat dilihat pada Tabel 33.
122
Tabel 33. Formulasi kebijakan pengembangan klaster peternakan sapi perah No A.
B.
Uraian Deskripsi peternak Umur (tahun) Pendidikan Jumlah anggota keluarga Status kepemilikan ternak Kepemilikan lahan garapan (% peternak tidak punya lahan) Lama beternak (tahun) Jenis usaha (% sebagai usaha sampingan) Asal modal awal (S=sendiri; K=kredit; B=bagi hasil) Alasan melakukan usaha beternak sapi perah (%) 1) Mudah, ada sarana penunjang dan pasar jelas 2) Memperoleh atau menambah pendapatan 3) Usaha turun temurun 4) Hobi 5) Ikut-ikutan Manajemen dan pemasaran Pengetahuan budidaya Sumber pengetahuan (%) 1) Belajar/bekerja dengan peternak lain 2) Belajar sendiri 3) Pengalaman turun temurun 4) Penyuluhan (Dinas, PT, KUD) Peternak ingin penambahan ternak (%) Harapan peternak (%) Sarana Produksi 1) Peningkatan populasi dan genetik, antara lain melalui mutu Inseminasi Buatan atau IB 2) Fasilitasi lahan rumput, melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) untuk sewa lahan 3) Fasilitasi mobil berpendingin untuk mengangkut susu 4) Kredit dengan bunga dan persyaratan ringan 5) Bantuan milkcan 40 liter 6) Bantuan ember stainlees untuk pemerahan 7) Kendaraan untuk pengangkutan rumput dan konsentrat 8) Kandang kelompok 9) Bantuan ternak untuk pemerataan skala usaha bagi peternak dengan kepemilikan kecil 10) Bantuan ternak untuk tenaga kerja di peternakan yang non peternak 11) Bantuan perbaikan kandang
Skala Kepemilikan Ternak Betina Dewasa <6 6-10 >10 20-67 Tidak tamat -Sarjana 2-10 Sendiri 37
34-50 Tidak tamat -Sarjana 3-6 Sendiri 37
48-66 SLTASarjana 3-7 Sendiri 25
2-28 18
11-33 0
7-23 25
S, K, B
S, K, B
S, K
36
62
29
36
15
42
12 8 8
23 0 0
29 0 0
Menguasai
Menguasai
Menguasai
32 14 22 32 94
21 7 22 50 80
13 50 0 37 75
17
15
0
13
15
20
7
23
0
7
15
0
7 13
8 0
0 0
7
8
0
3 3
0 8
0 0
0
0
20
7
0
0
123
Tabel 33. Lanjutan Pembinaan 11) Pembinaan pasca panen dan perbaikan mutu susu Sarana Prasarana Penunjang 12) Pengaspalan jalan 13) Embung air untuk antisipasi musim kemarau 14) Bantuan pipa pembuangan limbah cair Kebijakan 15) Peningkatan promosi susu sebagai jamuan rapat di kantor-kantor pemerintah 16) Peningkatan harga susu 17) Kebijakan makro persusuan untuk lebih berpihak kepada peternak Keinginan peternak yang mendesak(%) 1) Peningkatan populasi/ kepemilikan ternak 2) Mobil berpendingin untuk mengangkut susu 3) Lahan rumput 4) Perbaikan mutu pakan dari KUD Giri Tani 5) Peningkatan mutu susu 6) Milkcan untuk pengangkutan susu 7) Peralatan pengolahan yoghurt 8) Jaringan pemasaran produk olahan susu 9) Permodalan 10) Perbaikan jalan 11) KUD Giri Tani lebih transparan 12) Dukungan instansi pemerintah dengan bantuan sosial
0
0
20
7 3
0 0
0 0
0
8
0
3
0
0
0 3
0 0
20 20
34
20
25
12
30
50
18 6 12 6 0 6 0 0 6 0
0 0 20 0 0 10 10 10 0 0
0 0 0 0 25 0 0 0 0 0
9 44 22
17 33 17
0 0 0
13
8
0
4 0 4
8 17 0
50 0 25
4
0
0
0
0
25
70 5 5 5 10 0 0 5 10
64 15 0 7 0 7 7 0 0
60 20 20 0 0 0 0 0 0
Kendala Berusaha (%)
1) Permodalan 2) Rumput/ hijauan terutama saat kemarau 3) Penyakit sapi terutama penyakit kuku, kelumpuhan setelah beranak dan keguguran 4) Harga pakan yang terus naik dan mutu pakan dari KUD kurang bagus terutama pasokan dari Cikampek 5) Lahan rumput terbatas 6) Populasi (skala usaha) tidak optimal 7) Alat pengolahan untuk menambah nilai tambah produk 8) Ketersediaan air pegunungan saat musim kemarau kurang 9) Kelembagaan yang kurang mendukung Pendapat peternak terhadap PT Cimory (%) 1) Meningkatkan harga susu 2) Pembayaran tepat waktu 3) Menimbulkan persaingan sehat antar kelompok 4) Pemasaran dekat, kerusakan susu berkurang 5) Membantu pemasaran susu 6) Dekat, mempermudah komunikasi 7) Dekat, efisiensi biaya pengiriman susu 8) Membuka lapangan kerja 9) Membantu pemasaran susu
124
Tabel 33. Lanjutan C.
D.
Kelayakan Usaha Kelayakan Usaha Peternak PBC (tahun) Rataan Net B/C (% responden)
2,63 1,85 (96%)
2,46 3,08 (100%)
Rataan IRR (%) dari % responden
27,74(96%)
26,49(100%)
2,22 3,67 (100%) 29,73 (100%) 100
BEP tahun 2008 (% responden mencapai 93 100 BEP) BEP tahun 2009 (% responden mencapai 100 100 100 BEP) Rataan keuntungan/l tahun 2008 (Rp) 337 558 818 Rataan keuntungan/l tahun 2009 (Rp) 1.147 1.303 1.390 Kelayakan usaha pengolahan yoghurt PBC 11 bulan Net B/C 3,35 IRR (%) 25,3 BEP, titik impas : Capaian: Volume Produksi : 220.075 pack/tahun 261.800 pack/tahun Biaya per pack Rp. 2.596,Rp. 3.100,-/pack Nilai tambah (Rp/l) 1.814 Strategi Pengembangan Klaster a. Aspek produksi 1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan mutu pakan. 2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.. 3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman subtitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi kering. 4) Pengadaan mobil berpendingin oleh KUD atau PT Cimory. 5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan menghindari inbreeding oleh pemerintah. 6) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak bekerjasama dengan pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan tenologi tepat guna). 7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan keamanan pangan produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh pemerintah dan perguruan tinggi. b. Aspek pasar 1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastistis dengan penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory. 2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah. 3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator.. 4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT Cimory, terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran. 5) Peningkatan kerjasama KUD dan agen/sales untuk pemasaran yoghurt yang menyediakan sarana pemasaran sendiri. c. Aspek penguasaan informasi dan teknologi 1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi. 2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah, Perguruan Tinggi dan PT Cimory. 3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi.
125
Tabel 33. Lanjutan d. Kombinasi 1) Perbaikan manajemen dan kinerja intern KUD dengan kerjasama dan transparansi. 2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD. 3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah daerah; (4) Penambahan tenaga medis di KUD. E.
Kebijakan a. Pengembangan Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat. b. Kebijakan tata ruang wilayah yang mengamankan tanah garapan. c. Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu peternak dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu oleh pemerintah. d. Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan pemerintah. e. Pengaturan produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk menghindari inbreeding oleh pemerintah. f. Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah. g. Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih dan pengelolaan limbah oleh pemerintah dan pelaku usaha terkait.
126
KESIMPULAN 1.
Kesimpulan a. Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari komponen utama peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok, KUD Giri tani, dan PT Cimory. Komponen lain yang berpengaruh dalam perkembangannya adalah pemerintah, akademisi, serta KPS Bogor. b. Komponen klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua yang mempunyai dampak nyata terhadap perkembangan usaha adalah peternak sapi perah itu sendiri; KUD Giri Tani dan unit usahanya, terutama unit usaha penyediaan pakan, sapronak, pelayanan kesehatan hewan/IB, simpan pinjam, unit pengolahan yoghurt; PT Cimory; Pemerintah; dan KPS Bogor. KUD Giri Tani berperan dalam penyediaan input produksi; fasilitasi pemasaran susu dan menambah posisi tawar peternak sapi perah, serta memberikan peluang peningkatan nilai tambah susu segar yang diolah menjadi yoghurt senilai Rp. 1.814,-/l, juga sebagai antisipasi peningkatan produksi yang tidak bisa tertampung oleh PT Cimory. PT Cimory berperan dalam penyerapan susu dan pemberian harga yang layak, serta secara tidak langsung meningkatkan kesadaran peternak dalam peningkatan mutu susu. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Peternakan, Dinas Koperasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya berperan dalam pembinaan dan fasilitasi bantuan. Peran pemerintah juga telah melibatkan akademisi terutama dari IPB dalam melaksanakan pendampingan pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua baik dari aspek on farm maupun off farm. KPS Bogor menjadi alternatif penyedia pakan bagi peternak sapi perah. c. Analisis kelayakan usaha dapat dilihat dari sisi berikut : i. Tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah dicapai pada skala usaha kepemilikan sapi betina dewasa 6-10 ekor dan < 10 ekor, atau kepemilikan sapi betina dewasa > 6 ekor. Skala usaha dengan kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor belum mencapai kelayakan usaha secara optimal.
127
ii. Usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua secara umum layak. Rataan PBP pada tingkat bunga 18% adalah 2 tahun 6 bulan. Net B/C 97% peternak lebih besar 1 dengan rataan 2,67. Pahun 2008, 93% peternak mencapai BEP dan tahun 2009 100% peternak mencapai BEP. NPV dengan tingkat bunga (DF) 14% 97% peternak positif. NPV dengan tingkat bunga (DF) 18% 90% peternak positif. Untuk NPV1; DF 14% dan NPV2; DF 18% diperoleh IRR dengan rataan 25,15% pada 97% peternak, lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial yang berlaku pada tahun 2008-2009 yaitu 14-15%. Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi betina dewasa, semakin besar skala kepemilikan semakin layak secara finansial. iii. Unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani layak untuk dikembangkan dengan PBP 11 bulan; Net B/C positif 3,35; titik impas volume produksi 220.075 pack/tahun dan titik impas biaya per pack Rp. 2.596,- dan dapat dilampaui melalui kemampuan produksi 261.800 pack/tahun dengan harga jual Rp. 3.100,-/pack. NPV dengan konversi tingkat bunga (DF) 14% positif Rp. 147.150.300,- dan NPV DF 18% positif Rp. 95.059.288,- serta IRR 25,30%. Unit pengolahan yoghurt mampu memberi nilai tambah Rp. 1.814,-/l. d. Strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah pertama, aspek produksi : (1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan
PT
Cimory,
termasuk
pengontrolan
mutu
pakan;
(2)
Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.; (3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman subtitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi kering; (4) Pengadaan mobil berpendingin oleh KUD atau PT Cimory; (5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan menghindari inbreeding oleh pemerintah; (6) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak bekerjasama dengan
128
pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan tenologi tepat guna); (7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan keamanan pangan produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh pemerintah dan perguruan tinggi. Kedua, aspek pasar : (1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastistis dengan penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory; (2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah; (3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator; (4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT Cimory, terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran; (5) Peningkatan kerjasama KUD dalam pemasaran yoghurt KUD dengan agen/sales yang menyediakan sarana pemasaran sendiri. Ketiga, aspek penguasaan informasi dan teknologi : (1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi; (2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah, Perguruan Tinggi dan PT Cimory; dan (3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi; serta keempat : kombinasi dari ketiga aspek dimaksud : (1) Perbaikan manajemen dan kinerja internal KUD dengan kerjasama dan transparansi; (2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD; dan (3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah daerah. 2.
Saran d. Perlunya kekompakan peternak sapi perah dan pengelola susu, baik dalam wadah kelompok maupun KUD Giri Tani untuk peningkatan mutu susu melalui penerapan GFP dan GHP. Mengingat 57% peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah skala kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor dan hasl kajian ini, maka perlu upaya peningkatan populasi untuk pencapaian kepemilikan ternak > 5 ekor sapi betina
129
dewasa dengan rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa minimal 66,7%. e. Perlunya komitmen PT Cimory dalam pembelian susu melalui KUD, sehingga peternak besar tidak bisa menjual susu langsung ke PT Cimory tanpa melalui KUD. f. Perlunya penerapan fasilitator pemerintah dan kerjasama Perguruan Tinggi dalam penerapan strategi pengembangan klaster hasil kajian ini, terutama dalam desiminasi teknologi produksi, pasca panen dan pengolahan susu, serta pendampingan usaha. g. Perlunya pengawasan manajemen KUD Giri Tani khususnya oleh pemerintah. h. Keberpihakan industri persusuan nasional dan pemerintah yang secara
mikro dapat dilihat dari keberpihakan PT Cimory, Dinas terkait dan Perguruan Tinggi dalam mendukung pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, walaupun peran dan keberpihakan masing-masing komponen masih perlu ditingkatkan lagi, terutama partisipasi PT Cimory dalam kerjasama peningkatan produktivitas ternak dan mutu susu. i.
Secara lebih luas beberapa kebijakan yang direkomendasikan dari hasil kajian ini adalah : 1) Pengembangan Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat. 2) Kebijakan tata ruang wilayah yang mengamankan tanah garapan. 3) Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu peternak dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu oleh pemerintah. 4) Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan pemerintah. 5) Pengaturan produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk menghindari inbreeding oleh pemerintah.
6) Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah. 7) Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih dan pengelolaan limbah oleh pemerintah dan pelaku usaha terkait.
130
DAFTAR PUSTAKA Amdani, S. 2009. Segarnya Usaha Yoghurt Stick. Jurnal Bogor. http://www.jurnalbogor.com/ ?p=44583. [5 Agustus 2009]. Arifin, J. 2007. Aplikasi Excel untuk Perencanaan Bisnis (Business Plan). PT Elex Media Computindo, Jakarta. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Budidaya Ternak Sapi Perah. Publisher: Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod= arsip &idMenuKiri=408&page=2&cari=&idContent=1 [21 Januari 2009] [BBPTUSP] Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Baturaden : BBPTUSP. Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. PT Penerbit IPB Press, Bogor. David, F.R. 1998. Strategic Management. Prentice Hall International Inc., New Jersey. David, F.R.2006. Strategic Management.: Concepts Cases. 10th edition. Prentice Hall Upper Saddle River, New Jersey. [Depperin] Departemen Perindustrian. 2008. Konsep Kebijakan Model Pengembangan Industri Pengolahan Susu. Departemen Perindustrian. Jakarta [Deptan] Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2001. Petunjuk Teknik Pengolahan Hasil Pertanian (Peternakan). Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. The dairy Industry in Indonesia. Makalah disampaikan pada Workshop on Productivity Improvement Tools for Agribusiness SMEs : Managing Food Safety in The Dairy Industry, Yogyakarta tanggal 10-14 Agustus 2009. [Disnak Jabar] Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 2009. Database. http://www.disnak. jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenuAuto&idMenuKiri=709&idM enu=809 [21 Januari 2009] [Disnakkan Bogor] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Database. http://disnakan.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=260&Itemid=360&limit=1&limitstart=3 [16 Februari 2010]
131
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Buku Statistik Peternakan, Ditjennak Deptan. Jakarta. Gittinger, J.P. 1996. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian (Terjemahan). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Jauch, Glueck. 1999. Strategi dan Kebijakan Perusahaan (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Kadariah L, Karlina C, Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian No. 18/Permentan. OT.140/2/2010 tentang Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian insentif bagi tumbuhnya industri perdesaan. Kementerian Pertanian, Jakarta [KUD GT]. 2009a. Laporan Keuangan Pertanggungjawaban Pengurus Tahun Buku 2009. KUD Giri Tani, Bogor. [KUD GT] KUD Giri Tani. 2009b. Profil KUD Giri Tani Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. KUD Giri Tani. Bogor. Lestarini, A.H. 2009. Tarif Bea Masuk Susu Impor Ditetapkan 5%. http:// economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/06/09/277/227520/ tarifbea-masuk-susu-impor-ditetapkan-5 [9 Juni 2009] [LPPM IPB] Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. 2007. Laporan Akhir Pengawalan dan Pendampingan Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Susu di Cisarua, Kabupaten Bogor. Kerjasama Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasi Pertanian Departemen Pertanian dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [PT Cimory]. PT Cisarua Mountain Dairy. 2009. Profil Calon Penerima Penghargaan Pelaku Usaha Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2009 PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory). PT Cimory. Bogor Priyono. 2006. Analisis Usaha Tani Ternak Sapi Perah Rakyat. http://agribussiness. wordpress.com/2009/07/03/23/analisis-usaha-ternaksapi-perah-rakyat/ [23 Juli 2009] Ramadan, D.A. 2009. Analisis Strategi Pengembangan KUD (Koperasi Unit Desa) Giri Tani (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
132
Setiyawan H, Santoso SI, Mukson. 2005. Analisa Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah pada Tingkat Perusahaan Peternakan, Animal Production Volume 7 Nomor 1 Januari 2005:40-45. Soetrisno, N. 2002. Koperasi Produsen Susu : Model Klaster Industri Peternakan. Makalah disampaikan pada sarasehan revitalisasi persusuan di Jawa Timur diselenggarakan oleh GKSI 6 Januari 2002. Soetrisno, N. 2009. Pengembangan Klaster IKM/UKM di Indonesia: Pengalaman dan Prospek. Disampaikan dalam International Conference & Workshop on Cluster Development, Solo 27-28 Nopember 2009. Sutojo, S. 1993. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. PT Pustaka Bimantara Presindo, Jakarta. Talib C, Inounu I, Bamualim A. 2007. Restrukturisasi Peternak di Indonesia, Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 Nomor 1 Maret 2007. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. ISSN : 1693-2021. Akreditasi Nomor : 45//Akred-LIPI/P2MBI/9/2006. 1-14. 11 Taufik, T.A. 2009. Perspektif Kebijakan : Pendekatan Klaster Industri Dalam http://www.scribd.com/doc/4802635/A2Pengembangan Daerah. Pendekatan-Klaster-Industri-Tatang-AT [18 Janunari 2010] Yusdja, Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Analisa Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 3 September 2005: 257-268 Zubir, Z. 2006. Studi Kelayakan Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Ekonomi, Jakarta.
133
LAMPIRAN
134
Lampiran 1. Kuesioner kajian
KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SUSU DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER UNTUK PETERNAK Petunjuk Pengisian : 1. Saudara diharapkan dapat mengisi dengan apa adanya. 2. Jawablah pertanyaan dengan mengisi titik-titik atau kolom yang disediakan, dan pilih pada pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawabannya dengan memberi lingkaran pada huruf di awal pilihan jawaban. NO RESPONDEN
: ...........................................................................................................
Tanggal Wawancara
: ...........................................................................................................
I.
DESKRIPSI PETERNAK 1. Nama responden
: ..................................................................................................
2. Alamat
: ..................................................................................................
3. Umur
: ..................................................................................................
4. Tingkat Pendidikan : .................................................................................................. 5. Jabatan
: ..................................................................................................
6. Jumlah Keluarga
: ..................................................................................................
7. Jumlah sapi (2010) : .................................................................................................. 8. Status peternakan
:
a. Sewa
b. Milik sendiri
c. Garapan
d. .........................................................
9. Luas Lahan yang dimiliki : ............................. Ha 10. Telah berapa lama saudara melakukan usaha peternakan sapi perah ? ............................. tahun ............................. bulan 11. Apakan usaha ternak sapi perah merupakan usaha pokok saudara ? a. Ya
b. Tidak
12. Berapa modal awal untuk melakukan usaha ternak sapi perah Rp. ........................... 13. Dari mana saudara mendapatkan ternak ? a. Beli sendiri ................ ekor, tahun ....................... b. Bansos ...................... ekor, tahun ....................... c. Kredit ...................... ekor, tahun ....................... d. Sumbangan lainnya ( .......................................) .......... ekor, tahun ....................... 14. Apakah alasan saudara melakukan usaha ternak sapi perah ? a. Untuk menambah pendapatan
b. Usaha turun temurun
136 Lanjutan Lampiran 1. c. Mudah untuk beternak karena ada sarana penunjang dan pasarnya jelas. d. Hobi
II.
e. Mencoba-coba
f. Ikut-ikutan
PENGELUARAN, PEMASUKAN DAN PENDAPATAN USAHA 1. Isilah kolom di bawah ini dengan besarnya biaya rataan per tahun yang harus saudara keluarkan dalam menjalankan usaha ternak sapi perah (satu periode laktasi) No
Komponen
Th 2008 Jumlah
I II
Modal awal Biaya tunai Pembelian ternak Sarana Produksi a. Konsentrat (kg) b. Ampas tahu (kg) c. Peralatan d. Obat-obatan/ drh Tenaga kerja luar Biaya IB Kredit Pajak Listrik Transportasi Pembayaran KUD Sewa lahan (kalau ada) Lain-lain
III
Biaya yang diperhitungkan Tenaga kerja keluarga Hijauan (kg) Sewa Lahan milik Penyusutan alat Penyusutan kandang Penyusutan ternak Bunga Modal Lain-lain
IV
Biaya lain-lain TOTAL BIAYA (I+II+III+IV)
Th 2009 Harga Satuan
Rp
Jumlah
Harga Satuan
Rp
137
Lanjutan Lampiran 1. 2. Isilah besarnya rataan penghasilan dari setiap jenis produk yang saudara peroleh selama satu tahun Tahun
Sumber Penghasilan dari Penjualan (000 Rp)
Susu
Pedet
Sapi afkir (dewasa)
Hijauan
Pupuk Kandang
Perubahan nilai ternak (Rp)
Jumlah penghasilan (Rp)
Biogas
2008 2009
4. Isilah jumlah produksi susu yang dihasilkan beserta distribusinya Tahun
Produksi susu
Susu yang di jual
KUD (l)
Harga/l
Loper (l)
Harga/l
Susu dikonsumsi sendiri (l) Langsung (l)
Susu untuk pedet (l)
Harga/l
2008 2009
j. Sebutkan perkembangan hewan ternak yang dipelihara Tahun
2008
Jenis kelamin sapi Betina Jantan
2009
Betina Jantan
Dewasa Ekor Rp/ekor
Stok awal Muda Ekor Rp/ekor
Pedet Ekor Rp/ekor
138 Lanjutan Lampiran 1.
Tahun Jenis kelamin sapi
Dijual
Stok Akhir (Rp/ekor)
Dewasa Muda Ekor Rp/ekor Ekor Rp/ekor 2008
Pedet Ekor Rp/ekor
Betina Jantan
2009
Betina Jantan
VI. MANAJEMEN DAN PEMASARAN SUSU 1. Apa saja kendala yang dihadapi peternak dalam usaha ternak sapi perah ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
2. Apakah saudara menguasai pemeliharaan sapi perah (jawab dengan ya atau tidak : a.
Manajemen perkandangan
.....................................................
b.
Manajemen kesehatan reproduksi
.....................................................
c.
Manajemen perkawinan
.....................................................
d.
Manajemen pemerahan
.....................................................
3. Dari mana saudara mengetahui tentang manajemen pemeliharaan sapi perah tersebut di atas ? a.
Belajar sendiri dari buku
b.
Pengalaman turun temurun
c.
Penyuluhan dari Dinas Peternakan dan KUD
d.
Lain-lain, sebutkan : .................................................................................. ....................................................................................................................
4. Apakah Saudara ingin menambah ternak Saudara? a.
Tidak
b.
Ya :
a) Dengan membeli dengan uang sendiri b) Ingin mendapatkan kredit dari Bank/ Pemerintah
139
Lanjutan Lampiran 1. 5. Jarak peternakan ke tempat pemasaran ................................... km 6. Bagaimana pendapat Saudara tentang sarana dan prasarana pendukung dari pemerintah daerah, seperti : a. Jalan
(baik, sedang, buruk)
b. Transportasi
(baik, sedang, buruk)
c. Poskeswan
(baik, sedang, buruk)
d. Sarana pengangkut susu
(baik, sedang, buruk)
e. Petugas kesehatan/ IB
(baik, sedang, buruk)
f. Perhatian dari Dinas Peternakan setempat
(baik, sedang, buruk)
7. Sarana prasarana apa yang Saudara rasakan belum ada, yang seharusnya diberikan oleh pemerintah ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
....................................................................................................................
8. Apakah Saudara ikut aktif dalam kelompok ?
ya / tidak
Kalau ya, jelaskan hubungan Saudara dengan kelompok : ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... ..................................................................................................................................... 9. Keuntungan apa yang Saudara peroleh dengan menjadi anggota koperasi ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
10. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ? a. ..................................................................................................................... b. ..................................................................................................................... c. ..................................................................................................................... d. .....................................................................................................................
140 Lanjutan Lampiran 1. e. ..................................................................................................................... 10. Apakah Saudara ikut dalam keanggotaan koperasi susu ?
ya / tidak
Kalau ya, dimana : ...................................................................................................... 11. Keuntungan apa yang Saudara peroleh dengan menjadi anggota koperasi ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
10. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ? a.
........................................................................................................................
b. ........................................................................................................................ c.
........................................................................................................................
d. ........................................................................................................................ e.
........................................................................................................................
11. Apakah Saudara mengikuti organisasi lain yang terkait dengan usaha Saudara beternak sapi perah ? ya atau tidak Kalau ya, apa manfaatnya : a.
........................................................................................................................
b.
........................................................................................................................
c.
........................................................................................................................
d.
........................................................................................................................
e.
........................................................................................................................
12. Apakah yang dirasakan Saudara dengan adanya PT Cimory? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
141
Lanjutan Lampiran 1. 13. Apakah keinginan Saudara yang sangat mendesak terkait dengan usaha ternak sapi perah Saudara? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
142 Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER UNTUK UNIT USAHA PENGOLAHAN YOGHURT Petunjuk Pengisian : 1. Saudara diharapkan dapat mengisi dengan apa adanya. 2. Jawablah pertanyaan dengan menngisi titik-titik atau kolom yang disediakan, dan pilih pada pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawabannya, dengan memberi lingkaran pada huruf di awal pilihan jawaban.
NO RESPONDEN
: ...................
Tanggal Wawancara
: ...................
I.
DESKRIPSI PELAKU USAHA 1. Nama responden
: ...................................................................................................
2. Alamat
: ..................................................................................................
3. Umur
: ...................................................................................................
4. Tingkat Pendidikan : ................................................................................................... 5. Nama Usaha
: ...................................................................................................
6. Jenis Produk
: ................................................................................................... ....................................................................................................
7. Kapasitas produksi : ................................................................................................... 8. Telah berapa lama usaha ini dilakukan ? ............................. tahun ............................. bulan 9. Berapa modal awal untuk melakukan usaha Rp. .............. 10. Modal usaha tersebut dari mana ? a. Modal sendiri. b. dari ................................................................ berupa ........................................... c. dari ................................................................. berupa.................... ....................... 11. Apakah alasan dilakukan usaha ini ? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
143
Lanjutan Lampiran 1. II.
PENGELUARAN, PEMASUKAN DAN PENDAPATAN USAHA
1. Isilah kolom di bawah ini dengan besarnya biaya rataan (satu periode produksi)
No I
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Rp
Biaya tetap a. Penyusutan peralatan b. Upah tenaga kerja
Biaya variabel II
a. Pembelian Susu b. Pembelian starter c. Pembelian gula pasir d. Pembelian Kemasan e. Pembelian susu skim d. Bahan bakar/ listrik TOTAL BIAYA
2. Isilah jumlah produk yang dihasilkan beserta harga dan distribusinya Jenis Produk
.................
Dijual ke/ dengan harga Harga .................. Harga ................. /l /l
Harga /l
144 Lanjutan Lampiran 1.
III.
MANAJEMEN DAN PEMASARAN
1. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam proses produksi ? bila ada sebutkan a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
2. Apakah ada kendala dalam pemasaran produk ? bila ada sebutkan a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
3. Apakah ada keinginan untuk menambah kapasitas usaha ? a. Tidak
b. Ya
4. Apakah kendala yang dihadapi apabila meningkatkan kapasitas usaha Saudara ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
5. Jarak usaha anda ke tempat pemasaran .................. km 6. Bagaimana pendapat saudara tentang sarana dan prasarana pendukung dari pemerintah daerah, seperti : a. Jalan
(baik, sedang, buruk)
b. Transportasi
(baik, sedang, buruk)
c. Perhatian dari Dinas Peternakan setempat
(baik, sedang, buruk)
7. Sarana prasarana apa yang saudara rasakan belum ada, yang seharusnya diberikan oleh pemerintah ? a.
....................................................................................................................
b.
....................................................................................................................
c.
....................................................................................................................
d.
....................................................................................................................
e.
....................................................................................................................
145
Lanjutan Lampiran 1. 8. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
9. Apakah yang dirasakan Saudara dengan adanya PT Cimory ? a.
.....................................................................................................................
k.
.....................................................................................................................
l.
.....................................................................................................................
m.
.....................................................................................................................
n.
.....................................................................................................................
10. Apakah keinginan yang sangat mendesak terkait dengan kemajuan usaha ini ? a.
.....................................................................................................................
b.
.....................................................................................................................
c.
.....................................................................................................................
d.
.....................................................................................................................
e.
.....................................................................................................................
146 Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL DAN EKSTERNAL NO RESPONDEN : ................... Tanggal Wawancara : ...................
Tujuan : Mendapatkan penilaian para responden mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing faktor strategik baik internal maupun eksternal dalam menentukan atau mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha.
Petunjuk umum : a.
Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden
b.
Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.
c.
Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.
I.
DATA RESPONDEN Nama responden :
.....................................................................................................
Jenis usaha
:
....................................................................................................
Lokasi usaha
:
....................................................................................................
Kapasitas usaha :
Untuk peternak, jumlah ternak ..................... ekor Untuk pengolah produk susu ........................ liter/bulan Untuk penjual/ pabrik pakan ......................... ton/bulan ................................................................................................... ...................................................................................................
Alamat, No Telp :
II.
...................................................................................................
FAKTOR STRATEGI INTERNAL a.
Mohon Saudara mengidentifikasi faktor-faktor strategi internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk menciptakan daya saing dan pendapatan unit usaha.
147
b.
Menurut Saudara, seberapa besar tingkat kepentingan yang diberikan masingmasing faktor strategi lingkungan internal berdasarkan kategori tersebut terhadap perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini ?
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1.
Tuliskan faktor strategi internal merupakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk menciptakan daya saing dan pendapatan unit usaha Saudara.
2.
Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategi internal yang Saudara identifikasi tersedia untuk kuesioner ini adalah : a.
Untuk faktor-faktor strategi internal kekuatan isilah sesuai skala besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu : 1 = kurang penting 2 = cukup penting 3 = penting 4 = sangat penting
b.
Untuk faktor-faktor strategi internal kelemahan isilah sesuai skala besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu : 4 = kurang penting 3 = cukup penting 2 = penting 1 = sangat penting
Pemberian rating masing-masing faktor strategi dilakukan dengan pemberian tanda silang (X) pada tingkat penting (1 s.d. 4) yang paling sesuai menurut Saudara. 3.
Penentuan rating merupakan pandangan Saudara masing-masing terhadap faktorfaktor strategi internal perusahaan.
148 Lanjutan Lampiran 1.
Matrik Strategi Internal Faktor Strategi Internal
Rating 1
2
3
Alasan 4
Kekuatan 1 2 3 4 5 Kelemahan 1 2 3 4 5
III.
FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL 1.
Mohon
Saudara
identifikasi
faktor-faktor
strategi
eksternal
terhadap
perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini. 2.
Menurut Saudara, seberapa besar tingkat kepentingan yang diberikan masingmasing faktor strategi lingkungan eksternal berdasarkan kategori tersebut terhadap perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini?
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1.
Tuliskan faktor strategi internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk menciptakan daya saing dan pendapatan unit usaha Saudara.
149
Lanjutan Lampiran 1. 2.
Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategi eksternal yang tersedia untuk kuesioner ini adalah : a.
Untuk faktor-faktor strategi eksternal peluang isilah sesuai skala besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu : 1 = kurang penting 2 = cukup penting 3 = penting 4 = sangat penting
b.
Untuk faktor-faktor strategi eksternal ancaman isilah sesuai skala besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu : 4 = kurang penting 3 = cukup penting 2 = penting 1 = sangat penting
Pemberian rating masing-masing faktor strategik dilakukan dengan pemberian tanda silang (X) pada urutan intensitas (1 s.d. 4) yang paling sesuai menurut Saudara. 3.
Penentuan rating merupakan pandangan Saudara masing-masing terhadap faktorfaktor strategi eksternal perusahaan.
150 Lanjutan Lampiran 1.
Matriks Strategi Eksternal Faktor Strategi Eksternal
Rating 1
Peluang 1 2 3 4 5 Ancaman 1 2 3 4 5
2
3
Alasan 4