PRESENTASI KASUS SKIN AVULSION HALAMAN JUDUL
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Kepada: dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B. Disusun oleh : Arrizqi Ramadhani Muchtar 20110310057
BAGIAN ILMU BEDAH RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS SKIN AVULSION Disusun oleh: ARRIZQI RAMADHANI MUCHTAR 20110310057 Telah dipresentasikan
Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B.
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam PRESENTASI KASUS untuk memenuhi
sebagian
syarat
kepaniteraan
klinik
program
pendidikan profesi di bagian ilmu bedah dengan judul. SKIN AVULSION Penulis dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. Dimas Aryo Kusumo, Sp. B. selaku dokter pembimbing dan
dokter
spesialis
bedah
RSUD
KRT
Setjonegoro
Wonosobo. 2. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini. Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
3
Wonosobo, 2016
Penyusun
4
Agustus
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii KATA PENGANTAR............................................................................................iii DAFTAR ISI..........................................................................................................iv BAB I.......................................................................................................................1 A. Identitas Pasien...................................................................................1 B. Anamnesis...........................................................................................1 C. Anamnesis Sistem...............................................................................2 D. Pemeriksaan Fisik...............................................................................2 E. Diagnosis Kerja..................................................................................5 F. Pemeriksaan Penunjang......................................................................5 G. Diagnosis Utama.................................................................................6 H. Follow Up...........................................................................................6 I.
Tatalaksana..........................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................9 A. Anatomi Kulit............................................................................................9 1.
Lapisan Epidermis............................................................................10
2.
Lapisan Dermis.................................................................................12
3.
Lapisan Subkutis...............................................................................12
4.
Adneksa Kulit...................................................................................13
B. Definisi Skin Avulsion.............................................................................15 C. Heel pad degloving..................................................................................16 D. Penatalaksanaan Heel Pad Degloving......................................................16 1.
Asesmen awal...................................................................................17
2.
Penilaian luka....................................................................................17
3.
Edukasi terhadap pasien...................................................................17
5
4.
Pemeriksaan radiografi.....................................................................17
5.
Pemberian antibiotik.........................................................................18
E. Metode Pembedahan................................................................................18 1.
Anestesi.............................................................................................18
2.
Penilaian ulang..................................................................................18
3.
Debridement.....................................................................................18
4.
Pengitan kulit dan jaringan lunak.....................................................18
5.
Pemasangan K-wires pertama...........................................................18
6.
Pemasangan K-wires selanjutnya.....................................................18
7.
Manajemen post operasi...................................................................19
8.
Pemberian antibiotik.........................................................................19
9.
Edukasi terhadap pasien...................................................................19
10. Pelepasan K-wires............................................................................19 F. Hasil Penelitian........................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
6
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Identitas Pasien Nama
: Tn. M
Usia
: 60 Tahun
Alamat
: Watumalang, Wonosobo
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Swasta
Status Pernikahan
: Menikah
Masuk RSUD
: 26 Agustus 2016
Keluar RSUD
: 27 Agustus 2016
B. Anamnesis 1. Keluhan Utama : Nyeri tumit kanan 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Setjonegoro post KLL dengan keluhan nyeri di tumit sebelah kanan. Pasien berkata bahwa beliau menggunakan helm dan sedang membonceng seorang pengendara saat terjadi kecelakaan. Pasien sadar saat kejadian, tidak terdapat mual, muntah, pusing maupun kejang. 3. Riwayat penyakit dahulu - Riwayat penyakit sistemik disangkal - Riwayat mondok di RS disangkal 4. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada.
1
C. Anamnesis Sistem 1 2
Sistem Serebrospinal Sistem Respirasi
: Pasien dalam kesadaran penuh. : Tidak ada batuk, tidak sesak, dan tidak
3
nyeri dada. Sistem Kardiovaskular
: Tidak ada nyeri dada dan jantung tidak
4
merasa berdebar-debar. Sistem Gastrointestinal
: Tidak terdapat nyeri perut, tidak ada mual,
5 6 7
muntah. Sistem Urogenital Sistem Integumentum Sistem Muskuloskeletal
: BAK lancar, tidak ada nyeri saat BAK. : Tidak ada sianosis, turgor kulit baik. : Terdapat nyeri pada tumit kanan dan
terdapat keterbatasan gerak kaki kanan. D. Pemeriksaan Fisik 1
Keadaan Umum
: Baik
2
Kesadaran
: Compos Mentis
3
Glasgow Coma Scale : 15 (E4 M6 V5)
4
Tanda Vital
5
a
Tekanan Darah : 150/77 mmHg
b
Nadi
: 100 x/menit
c
Suhu
: 36,8 oC
d
Pernapasan
: 20 x/menit
Status Generalis a. Kulit :Warna coklat sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak ditemukan hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi, tidak tampak ada tanda peradangan.
2
b. Kepala : Simetris, bentuk normocephal, tidak tampak adanya peradangan c. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata tidak mudah dicabut. d. Wajah : Simetris, tidak terdapat adanya tanda peradangan dan massa. e. Mata : Tidak ditemukan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif, pupil isokor. f. Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum dan deformitas, tidak ada discharge dari hidung, napas cuping hidung tidak ada. g. Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, serumen minimal tidak keluar discharge, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan. h. Mulut : Bibir tampak lembab, tidak sianosis, tidak ada stomatitis, tidak terdapat lidah kotor, tidak ada atrofi papila lidah, lidah tidak tremor, uvula dan tonsil tidak membesar dan tidak hiperemis, faring tak tampak hiperemis. i. Pemeriksaan Leher Simetris, trakea berada di tengah dan tidak ada jejas. Tekanan jugular vena tidak meningkat. Tidak terdapat pembesaran limfonodi di leher kanan dan kiri, serta di bahu kanan, ukuran sebesar telur puyuh, terasa nyeri jika dipegang. Tiroid tidak membesar. j. Pemeriksaan Paru 1 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada 2
jejas. Palpasi
: Vokal fremitus seimbang antara paru-paru kanan
dan kiri, tidak ada krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan pada 3
dada. Perkusi
: Seluruh lapang paru sonor.
3
4
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak terdapat suara
tambahan paru. k. Pemeriksaan Jantung 1 Inspeksi 2 Palpasi 3 Perkusi 4 Auskultasi
: Ictus Cordis tidak terlihat : Ictus Cordis teraba tidak kuat angkat. : Batas Jantung tidak membesar. : S1>S2, irama reguler normal, terdapat
bising sistolik jantung. l. Pemeriksaan Abdomen 1) Inspeksi : Datar, dinding perut sejajar dengan dinding dada 2) Auskultasi : Bising usus normal 3) Perkusi : Timpani 4) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada defence muscular, ginjal kanan kiri tidak teraba, tidak terdapat nyeri ketok ginjal kanan dan kiri. m. Pemeriksaan Ekstremitas Superior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Tak tampak adanya jejas dan tak tampak adanya tanda peradangan. Inferior : Bentuk normal anatomis tidak deformitas. Akral hangat dan tidak edema. Terdapat jejas pada tumit kanan. Regio calcaneus pedis dextra : Inspeksi : Kulit tumit terpisah dari fascia (degloving), perdarahan aktif (-) Palpasi : Nyeri tekan (-) E. Diagnosis Kerja Vulnus degloving calcaneus pedis dextra F. Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin
: 13.8 g/dL
Leukosit
: 8.1 10^3/ul
Eosinofil
: 4.30 % 4
Basofil
: 0.50 %
Neutrofil
: 67.30 %
Limfosit
: 22.90 %
Monosit
: 4.80 %
Hematokrit
: 39 %
Eritrosit
: 4.3 10^6/ul
Trombosit
: 182 10^3/ul
MCV
: 89 fL
MCH
: 32 pg
MCHC
: 36 g/dL
GDS
: 93 mg/dL
G. Diagnosis Utama Vulnus degloving calcaneus pedis dextra H. Follow Up Pemeriksaan S/ O/ Keadaan Umum Kesadaran Pernapasan Kepala Leher Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
26/8/2016 Nyeri di tumit kanan Sedang CM Reguler CA -/-, SI -/PKGB (-) Pulmo : SDV +/+, ST -/Cor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+
5
27/8/2016 Nyeri di tumit kanan Baik CM Reguler CA -/-, SI -/PKGB (-) Pulmo : SDV +/+, ST -/Cor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+
Pergelangan kaki +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/Pergelangan kaki -/VL di tumit kanan 15 x 5 x VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm 1.5 cm Pulsasi (+) Pulsasi (+) Vital Sign : GCS TD N RR t Pemeriksaan S/ O/ Keadaan Umum Kesadaran Pernapasan Kepala Leher Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Vital Sign : GCS TD N
15 (E4 M6 V5) 150/77 100x/menit 20x/menit 36,8o C
15 (E4 M6 V5) 130/80 64x/menit 20x/menit 37,0o C
28/8/2016 29/8/2016 Nyeri di tumit kanan Nyeri post op (+) tumit kanan Pasien pro op debridement hari ini Baik Baik CM CM Reguler Reguler CA -/-, SI -/CA -/-, SI -/PKGB (-) PKGB (-) Pulmo : Pulmo : SDV +/+, ST -/SDV +/+, ST -/Cor: Cor: SI-II murni, bising (-) SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Permukaan datar Bising usus (+) N Bising usus (+) N Perkusi timpani Perkusi timpani Nyeri tekan epigastrik (-) Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/Pergelangan kaki -/VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 Post debridement (H+1) VL cm di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 Pulsasi (+) cm Pulsasi (+) 15 (E4 M6 V5) 110/70 64x/menit 6
15 (E4 M6 V5) 130/80 60x/menit
RR t
18x/menit 36,7o C
Pemeriksaan S/ O/ Keadaan Umum Kesadaran Pernapasan Kepala Leher Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Vital Sign : GCS TD N RR t
18x/menit 36,8o C
30/8/2016 Nyeri post op (+) tumit kanan sudah berkurang Pasien BLPL Baik CM Reguler CA -/-, SI -/PKGB (-) Pulmo : SDV +/+, ST -/Cor: SI-II murni, bising (-) Permukaan datar Bising usus (+) N Perkusi timpani Nyeri tekan epigastrik (-) Akral hangat: Pergelangan tangan +/+ Pergelangan kaki +/+ Edema: Pergelangan tangan -/Pergelangan kaki -/Post debridement (H+2) VL di tumit kanan 15 x 5 x 1.5 cm Pulsasi (+) 15 (E4 M6 V5) 110/64 52x/menit 20x/menit 36,8o C
I. Tatalaksana
Injeksi Ceftriaxon 1 gr 2 x 1 vial Injeksi Gentamisin 80 mg 2 x 1 ampul Injeksi Antrain 2 x 1 ampul Debridement
7
Pemasangan K-wires
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A Anatomi Kulit Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan.
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit
mempunyai
berbagai
fungsi
seperti
sebagai
perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. 9
Kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis
dan
subkutis,
subkutis
ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).
Gambar 1. Anatomi Kulit
10
1. Lapisan Epidermis Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki (Djuanda, 2003). Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis selsel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. keratohialin. lapis
sel
Butir-butir kasar ini terdiri atas
Stratum spinosum terdiri atas beberapa
yang
berbentuk
berbeda-beda
karena
Protoplasmanya
jernih
poligonal
adanya karena
yang
besarnya
proses
mitosis.
banyak
mengandung
glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah.
Sel-sel ini
makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara
sel-sel
stratum
spinosun
terdapat
jembatan-
jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
11
tonofibril
atau
keratin.
Pelekatan
antar
jembatan-
jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero.
Di antara sel-sel spinosum
terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003). Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada perbatasan dermoepidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003). 2. Lapisan Dermis Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni
12
pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen
muda
bersifat
lentur
dengan
bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil.
Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003). 3. Lapisan Subkutis Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel
ini
membentuk
kelompok
yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose,
berfungsi sebagai cadangan makanan.
Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan
13
getah bening.
Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit.
Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan
(Djuanda, 2003). Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial)
dan
profunda).
yang
Pleksus
terletak yang
di
di
subkutis
dermis
(pleksus
bagian
atas
mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis
dan
di
pars
retikulare
juga
mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat
saluran getah bening (Djuanda, 2003). 4. Adneksa Kulit Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003). Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar
14
ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003). Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003). Kelenjar palit terletak di selruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol.
Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak
jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003). Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang
15
bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium (Djuanda, 2003). Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003). A. Definisi Skin Avulsion Skin avulsion/degloving injury merupakan suatu keadaan dimana jaringan kulit dan subkutis tersobek secara paksa dari dasarnya yang berupa fascia sebagai akibat trauma keras dan mendadak/shearing force (Perdanakusuma, 1996).
16
B. Heel pad degloving Heel pad degloving adakah suatu keadaan dimana jaringan kulit dan subkutis tersobek secara paksa dari fascia pada tumit kaki. Heel pad degloving dapat terjadi secara sebagian maupun komplet, biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mohammed & Metikala, 2012). Heel pad degloving dapat berkaitan dengan cedera skeletal atau polytrauma (Basile, A. et al., 2008). Terjadinya avulsi dari tumit (heel pad) yang terjadi secara komplet maupun
sebagian,
atau
dengan
cedera
tambahan
pada
sistem
neurovaskuler, perlu dilakukan tindakan replantasi dengan teknik bedah mikrovaskuler (Graf & Biemer, 1994) atau rekonstruksi pada jaringan lunak yang menganga (Basile, A. et al., 2008). Pada kondisi avulsi parsial, ketika sensibilitas kulit masih intak dan bantalan kulit tumit masih terlihat baik, dapat dilakukan debridement dan menyatukan kembali bagian kulit yang terlepas. Penjahitan sederhana untuk mengaitkan bagian kulit dan jaringan yang terlepas/menganga masih belum cukup aman, karena dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada bagian yang terluka, infeksi, dan terjadinya nekrosisnya jaringan yang terlepas itu sendiri (Levin, 2006). C. Penatalaksanaan Heel Pad Degloving Pada studi ini akan dijelaskan mengenai teknik penggunaan
multiple
Kirschner
wires
(K-wires)
untuk
menyatukan kembali avulsi parsial dari kulit dan jaringan
17
tumit kaki tanpa dilakukan penjahitan pada empat pasien dalam penelitian ini. Sepengetahuan peneliti, studi ini merupakan laporan pertama dari penggunaan metode Kwires untuk mengaitkan avulsi parsial dari kulit dan jaringan tumit kaki dengan hasil yang memuaskan. 1 Asesmen awal Lakukan asesmen awal dan resusitasi pada pasien sesuai dengan protokol ATLS. 5. Penilaian luka Ketika tampak terjadi avulsi parsial pada kulit dan jaringan tumit kaki maka dilakukan asesmen mengenai:
Tingkat keparahan dari luka
Kontaminasi pada luka
Hilangnya jaringan lunak (soft tissue loss)
Cedera pada tulang
Sensibilitas dan kelangsungan hidup dari jaringan yang terlepas
6. Edukasi terhadap pasien Penjelasan kepada pasien mengenai potensi komplikasi dari replantasi dan hal-hal yang perlu disiapkan untuk melakukan prosedur pembedahan pada luka, dan kemungkinan dilakukannya amputasi.
18
7. Pemeriksaan radiografi Dilakukan pemeriksaan radiografi untuk mengidentifikasi adanya cedera pada tulang penderita. 8. Pemberian antibiotik Pemberian
antibiotik
sefalosporin
generasi
ketiga,
bersama dengan sulbaktam, diberikan secara injeksi sebelum dilakukan prosedur operasi. D. Metode Pembedahan 1 Anestesi Dapat dilakukan anestesi general maupun regional. 2 Penilaian ulang Perlukaan dinilai ulang tanpa menggunakan torniquet. 3 Debridement Dilakukan debridement dan pencucian luka secara menyeluruh. 4 Pengitan kulit dan jaringan lunak Pengaitan
kulit
dan
jaringan
lunak
yang
terlepas
menggunakan beberapa K-wires 1.8 mm sangat hatihati.
19
5 Pemasangan K-wires pertama Penancapan K-wires pertama dilakukan hati-hati dengan tujuan untuk mengamankan dan menyatukan kembali kulit
serta
jaringan
lunak
yang
menganga
untuk
mengembalikan sesuai posisi anatomisnya. 6 Pemasangan K-wires selanjutnya Penancapan
K-wires
selanjutnya
dilakukan
dengan
tujuan untuk memastikan agar kulit dan jaringan yang menganga tadi terkait dengan posisi stabil pada pada tulang tempatnya melekat seperti semula. Jarak antara K-wires satu dengan yang lain sekitar 2 cm. Untuk mencegah terjadinya tekanan berlebihan pada luka, peneliti memutuskan untuk tidak menancapkan K-wires dekat dengan tepi luka. Selain itu, untuk menghindari tekanan, luka tidak dijahit. 7 Manajemen post operasi Setelah dilakukan operasi maka pada daerah bekas operasi tadi dibalut dengan soft bandage. 8 Pemberian antibiotik Antibiotik perlu diberikan selama ± sekitar satu minggu setelah operasi, antibiotik oral yang diberikan adalah
20
kombinasi
sefalosporin
generasi
ketiga
dan
asam
klavulanat. 9 Edukasi terhadap pasien Selama K-wires terpasang pasien tidak diperbolehkan untuk menapakkan kaki yang terluka tadi, tetapi pasien diijinkan untuk menggunakan alat bantu seperti kruk maupun kursi roda. Pasien disarankan kontrol tiap minggunya untuk dievaluasi perkembangannya. 10 Pelepasan K-wires K-wires akan dilepas setelah ± 4 minggu. Tetapi masih harus
menggunakan
alat
bantu
tadi.
Pasien
diperbolehkan untuk berjalan dan menopang berat badannya dengan kedua kakinya sendiri setelah sekitar ± 8 minggu setelah dilakukan operasi pemasangan Kwires.
21
E. Hasil Penelitian
Tabel 1. Laporan Hasil Penelitian
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2003. Anatomi Kulit. In: Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. 3rd ed. Jakarta,
3-5 2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2003. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea,
Rinofima. In: Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta, 235-7 3. Mohammed, R., Metikala S., 2012. Anchorage of Partial Avulsion of the Heel Pad with Use of Multiple Kirschner Wires: A Report of FOur Cases. The Journal of Bone and Joint Surgery, Incorporated. 4. Robert B. Trelease, PhD, Frank H. Netter, MD, Carlos A.G. Machado, MD, John A. Craig, MD., 2012. Netter’s Surgical Anatomy Review P.R.N. Elsevier. 5. Setiabudi,
I., 2008. Anatomi Kulit. Available from:
http://www.slideshare.net/guest36f60b/anatomi-kulitpresentation. [Accessed 8 September 2016]
23