PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA (Studi Kasus di Kota Bogor)
Tahrir Aulawi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2005
Tahrir Aulawi NRP F 251 020 221
ABSTRAK
TAHRIR AULAWI. Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor). Di bimbing oleh H. Musa Hubeis dan Fransiska R Zakaria. Produk suplemen merupakan produk yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut sebagai sumber asupan energi yang dapat dikonsumsi saat beraktivitas berat dan atau berolahraga untuk memulihkan stamina. Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya produk Lipovitan sebelum merek- merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton, Extra Joss dan lain- lain. Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink) yang dapat meningkatkan dan mempertahankan stamina melalui berbagai media promosi informasi dengan positioning yang berbeda dari produk sebelumnya sebagai kekuatan preferensi konsumen. Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi adalah karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi. Karakteristik produk yang meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Perkembangan produk suplemen ya ng pesat, sangat menarik untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar, khususnya di kota Bogor Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat kepuasan dan pengetahuan gizi konsumen terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginannya serta mengidentifikasi faktor- faktor kunci yang berpengaruh terhadap preferensi konsumsi produk suplemen. Penelitian dilakukan dengan teknik survei terhadap 150 orang berusia 17 – 45 tahun, dengan alat bantu kuesioner untuk mendapatkan data primer. Data sekunder diperoleh dari Kantor Statistik Kota Bogor, dan Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor yang dianalisa secara deskriptif untuk profil responden, analisis indeks untuk preferensi responden dan analisis regresi untuk faktor- faktor penentu konsumsi. Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen penstimulasi stamina pertama sekali diminum tertinggi adalah produk Kratingdaeng (76,7%), Extra Joss (18%), M-150 (5,3%) dan sering dikonsumsi adalah produk Extra Joss (68%), Kratingdaeng (12%), M-150 (8%), Fit-Up (6%), Kuku Bima Ener-G! (3,3%) dan Lipovitan (2,7%). Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina mengatakan produk suplemen yang manjur (55,3%), sudah terbiasa/cocok (13,3),
efeknya cepat terasa (9,3%), kandungannya alami (6,7%) dan alasan terendah hanya tersedia merek tersebut (0,7%). Tingkat preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina di Kota Bogor tinggi, ditandai dengan tingkat kepuasan responden terhadap produk suplemen, yakni 44,6% puas, 32% sangat puas, agak puas 16,0% dan 5,3% kurang puas, serta 2,0% menyatakan tidak puas. Tingkat kepuasan responden terhadap atribut produk dengan nilai indeks tertinggi (123,0) pada instrumen ukuran kemasan dan terendah (75,0) pada instrumen warna kemasan, atribut harga dengan nilai indeks tertinggi (114,6) pada instrumen harga terjangkau dan terendah (93,2) pada instrumen harga normal dan tingkat kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan dengan nilai indeks tertinggi (116,2) dengan instrumen produk mudah diperoleh dan terendah pada instrumen kesediaan produk kontinyu (111,2), serta atribut promosi dengan nilai indeks tertinggi terdapat pada instrumen peran tokoh (118,2) dan yang terendah pada instrumen potongan harga (91,8). Terdapat empat faktor yang mendasari pilihan konsumen terhadap produk suplemen penstimulasi stamina, secara berurutan yaitu mutu produk (rasa, aroma, tekstur, warna dan kemasan), tempat pembelian, harga dan kemudahan dalam mendapatkan produk suplemen penstimulasi stamina tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dimulai dari menerima stimulus, memahami permasalahan, mencari informasi tentang produk, menilai dan memilih, membeli dan evaluasi yang diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli. Produsen harus melakukan segmentasi pasar, memperluas jaringan pemasaran dan mencari terobosan baru untuk penguasaan pasar melalui penggalian informasi top of mind, sehingga dapat memenuhi kepuasan konsumen. Sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi produk suplemen, konsumen sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan, mencari informasi yang berhubungan dengan produk, mencari alternatif, memutuskan dan mengevaluasi sesegera mungkin, agar kondisi negatif dapat diminimalisir.
Kata kunci: Preferensi, konsumsi, produk suplemen, penstimulasi stamina
Hak cipta milik Tahrir Aulawi, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
Judul Tesis
Nama NRP
: Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor) : Tahrir Aulawi : F 251 020 221
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Zakaria, MSc
Ketua
Prof. Dr. Ir. Fransiska R.
Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.S M.Sc
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto,
Tanggal Lulus:
PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA (Studi Kasus di Kota Bogor)
Tahrir Aulawi
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi nikmat rezeki, kesehatan dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada abah Bukhari Ardhi dan mama Hamrah AM atas dorongan moril dan materil, serta kasih sayang yang telah diberikan, terima kasih kepada kakak Afwani Hardis dan suami Masdar, S.Pd, kakak Dewi Harpita, abang Arhadi dan istri Yanti, serta adikku Khairullah, A.Md atas do’a dan dorongan semangat. Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, M.S, Dipl. Ing, DEA dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc sebagai penguji tesis. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Ibu Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan yang telah banyak memberi saran. 3. Segenap dosen Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bekal pengetahuan untuk penyusunan tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa H, M.Sc, Bapak Ir. Said Umar, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku dosen di Universitas Sumatera Utara yang telah memberi motivasi dan rekomendasi untuk melanjutkan studi ke strata dua. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Saran dan perbaikan dari pembaca dengan senang hati langsung ditujukan ke alamat E- mail:
[email protected] Bogor,
Oktober 2005
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungai Salak Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 14 Juli 1974 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Bukhari Ardhi dan Hamrah AM. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 2000. Tahun 2001, penulis mengikuti pendidikan Akta IV, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2002 dan menamatkannya pada tahun 2005. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Pangan periode 2002-2004 dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2003-2005, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Asal Sumatera Utara (HIMAPSU-IPB) periode 2003-2005. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Manfaat Pangan Fungsional Bagi Kesehatan pada Tabloid Suara USU 45/IX/April 2005.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Perumusan Masalah .............................................................................. Tujuan Penelitian .................................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................................
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Produk Suplemen .................................................................................. Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................... Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .. Preferensi Konsumen ........................................................................... Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................................................................... Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................................................................... Kerangka Pemikiran ........................................................................... METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ Penentuan Responden .......................................................................... Bahan Penelitian ................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................. Analisis Data ........................................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................ Kondisi Umum Wilayah Kota Bogor ................................................... Karakteristik Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ........................ Karakteristik Responden ...................................................................... Preferensi Konsumen ............................................................................ Proses Pengambilan Keputusan ............................................................ Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ..........................................................................
4 8 14 15 22 27 31 34 34 35 35 36 41 42 45 58 66 77 88
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................
92 93
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
94
LAMPIRAN ..................................................................................................
97
DAFTAR TABEL
No.
Halama n
1 Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004
......................
6
2
Sebaran industri produk suplemen menurut permodalan, 2004
3
Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya
4
Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004
5
Kerangka dan ukuran responden berdasarkan lapisan populasi
.............
34
6
Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut kelompok usia dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 .............................................................................
42
Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 .............................................................................
43
8
Komposisi dan klaim produk suplemen Lipovitan ..................................
44
9
Komposisi dan klaim produk suplemen Hemaviton Jreng ......................
45
10 Komposisi dan klaim produk suplemen Kratingdaeng ............................
47
11 Komposisi dan klaim produk suplemen Extra Joss .................................
48
12 Komposisi dan klaim produk suplemen Fit-Up ........................................
49
13 Komposisi dan klaim produk suplemen Kuku Bima Ener G! ..................
50
14 Sebaran responden berdasarkan usia terhadap produk suplemen ............
58
15 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap produk sup lemen penstimulasi stamina .................................................
59
16 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina .................................................
60
17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
62
18 Sebaran responden menurut suku terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ...............................................................................
64
19 Sebaran responden menurut pernikahan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ...................................................
64
20 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
.....................
65
21 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan memilih merek produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
66
7
.............
7
................
12
.........................
31
22 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepuasan setelah meminum produk suplemen penstimulasi stamina .................................
67
23 Sebaran nilai indeks terhadap atribut produk suplemen penstimulasi stamina ..............................................................................
68
24 Sebaran nilai indeks terhadap atribut harga produk suplemen penstimulasi stamina ...............................................................................
70
25 Tingkat kepuasan responden berdasarkan atribut promosi produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
72
26 Kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
75
27 Sebaran responden berdasarkan tempat dan yang membeli produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
76
28 Sebaran responden berdasarkan sumber informasi utama .......................
78
29 Sebaran responden berdasarkan cara mencari informasi produk suplemen penstimulasi stamina ...............................................................
79
30 Sebaran responden berdasarkan kesadaran, kesehatan dan kebugaran sebelum dan setelah mengetahui informasi ...........................
80
31 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan jenis merek produk suplemen penstimulasi stamina .................................................
81
32 Sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen yang pertama sekali diminum dan sering dikonsumsi ............................
82
33 Sebaran responden berdasarkan umur terhadap lama waktu mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina ........................
83
34 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
84
35 Sebaran responden berdasarkan kepuasan setelah meminum produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
85
36 Sebaran responden berdasarkan ada tidaknya pengaruh sex setelah mengkonsumsi produk suplemen berdasarkan usia ....................
86
37 Sebaran responden berdasarkan saat apa mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
88
38 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan sebelum dan setelah diminta menuliskan komposisi ...............................................................
89
39 Sebaran responden berdasarkan alasan memilih merek terbaik
..............
90
40 Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina ..................................................
91
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1
Rumus bangun tiamin dan riboflavin
....................................................
8
2
Rumus bangun vitamin B6
.....................................................................
10
3
Pemanis bua tan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya
...............
12
4
Model perilaku konsumen ......................................................................
18
5
4 P dalam bauran pemasaran
21
6
Tahap-tahap pengolahan informasi
.......................................................
24
7
Piramida kesadaran merek ......................................................................
20
8
Diagram alir kerangka pemikiran ...........................................................
33
9
Langkah- langkah penelitian
38
..................................................................
...................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1
Lembar kuesioner .....................................................................................
98
2
Pokok penelitian, jenis data, sumber data dan metode pengumpulan ...... 103
3
Peubah segmentasi untuk pasar konsumen
4
Siklus hidup keluarga ............................................................................... 105
5
Gambaran umum wilayah Kota Bogor tahun 2004 .................................. 106
6
Peta Kota Bogor ........................................................................................ 108
7
Angkatan kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, kelompok umur dan tingkat pendidikan di Kota Bogor tahun 2002 ........................ 109
8
Pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya ............................ 110
9
Zat warna yang digunakan sebagai bahan berbahaya ............................... 111
............................................. 104
10 Angka Kecukupan Gizi (AKG), dampak positif dan negatif dari berbagai zat gizi ............................................................................... 112
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dewasa ini, produk suplemen semakin berkembang yang ditandai dengan makin banyaknya produk suplemen yang beredar dipasaran, seperti Lipovitan, Kratingdaeng, Extra Joss, Himaviton Jreng, M-150, Vit Up. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan konsumen, meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan dan peningkatan stamina. Produk suplemen merupakan sumber asupan energi yang dapat dikonsumsi pada saat beraktivitas berat dan berolahraga untuk memulihkan stamina dan meningkatkan vitalitas bagi konsumen. Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink), yang dapat meningkatkan dan mempertahankan stamina, melalui berbagai media promosi. Selain promosi melalui iklan untuk memperluas pangsa pasar, produsen mensponsori berbagai kegiatan olah raga agar konsumen lebih cepat mengenal produk dan manfaatnya, beberapa perusahaan membuka kounter-kounter khusus di lapangan- lapangan golf, klub-klub olah raga dan memberikan produknya secara gratis. Bahkan beberapa perusahaan lainnya mulai menekan keuntungan denga n menurunkan harga, sehingga produk dapat dibeli oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini akan menjadi preferensi konsumen terhadap produk suplemen. Di Indonesia trend produk suplemen terlihat meningkat sejak 1999, dan permintaannya terus meningkat. Penentua n suplai produk suplemen didasarkan pada besarnya produksi, ditambah impor, dikurangi ekspor. Berdasarkan asumsi ini, perkembangan total suplai produk suplemen secara nasional pada tahun 2001 diperkirakan mencapai 69.536 ton, artinya dibandingkan dengan suplai pada tahun 2000 meningkat 18,9% dari jumlah 58.498 ton. Dari sisi trend pada tahun 2000 hingga tahun 2004, rataan peningkatan suplai produk suplemen meningkat 16,5% per tahun dari 58.498 ton menjadi 107.345 ton (BPS, 2004).
Melihat perkembangan produk suplemen, sangat menarik untuk dilakukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar, khususnya di Kota Bogor. Perumusan Masalah Preferensi merupakan gambaran kesan yang mengarah kepemahaman dan ingatan sehingga terbentuk persepsi serta tersimpan dan melekat dalam pikiran konsumen yang diwujudkan dalam bentuk sikap seseorang yang ditunjukkan dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis produk suplemen. Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi produk suplemen terdiri dari beberapa komponen yaitu karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; karakteristik produk yang meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; karakteristik lingkungan yang meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Produsen yang secara terus menerus menanamkan asosiasi-asosiasi produk suplemen kepada konsumen, baik melalui iklan atau promosi, maka dalam benak konsumen akan terbentuk preferensi produk tersebut. Jika preferensi telah terbentuk dan suatu produk dianggap baik oleh konsumen, maka konsumen akan melakukan pembelian dan jika konsumen merasa puas dengan produk suplemen tersebut, konsumen menjadi loyal. Hal inilah yang menjadi tujuan utama setiap produsen. Dengan demikian informasi tentang preferensi produk suplemen penstimulasi stamina menjadi sangat penting. Masalah yang muncul adalah faktor- faktor apa yang dominan dalam menentukan preferensi, tingkat kepuasan dan citra atribut, serta tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun preferensi produk suplemen terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen ?. Melalui informasi ini produsen dapat lebih mudah dalam merancang strategi perusahaannya, khususnya dalam meningkatkan preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina.
Tujuan Penelitian a. Menganalisis tingkat kepuasan dan citra atribut terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. b. Mengidentifikasi faktor- faktor dominan yang berpengaruh terhadap preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina. c. Mengetahui tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun preferensi produk suplemen penstimulasi stamina.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, baik keputusan pemasaran bagi para pemasar maupun keputusan pembelian bagi konsumen. Sedangkan bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pustaka dan sebagai pembanding dalam penelitian preferensi selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Suplemen Produk suplemen pada dasarnya merupakan pangan olahan, karena dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan dikatakan bahwa, pangan olahan adalah makanan dan minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (Syah et al. 2005). Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM, 1996), minuman suplemen adalah salah satu bentuk produk makanan suplemen yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi, atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut. Bisnis minuman di Indonesia sedikitnya telah mengalami lima periode perkembangan. Periode pertama sekitar tahun 60-an ditandai dengan mulai dipasarkannya jenis minuman soft drink. Sekitar tahun 70-an mulai dikenal minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya teh botol yang saat itu sempat menguasai pasaran. Produk tersebut selanjutnya digantikan oleh air mineral pada tahun 90-an. Periode 1990-1995 dikenal produk baru yang disebut minuman sari buah (fruit juice) dan akhirnya pada tahun 1995, minuman kesehatan (suplemen) mulai banyak diproduksi dan dipasarkan (Yunita, 1997). Berbagai produk minuman baru yang oleh produsen sering disebut sebagai minuman kesehatan (health drink), meliputi produk yang diklaim sebagai minuman
untuk
meningkatkan
kesehatan,
minuman
berenergi
tinggi
(energy/stamina drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink), minuman isotonik (isotonik drink) dan minuman kesehatan dari susu (milk base). Minuman berenergi dibedakan menjadi dua, yaitu dengan dasar vitamin dan mineral (vitamin base) dan minuman dengan dasar ginseng (ginseng base). Minuman isotonik juga dibedakan menjadi dua, yaitu berflavor (flavour base) dan tidak berflavour (non flavour base) (BPOM, 1996).
Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya produk Lipovitan produksi PT. Taisho Indonesia (TI). Produk Lipovitan dapat dikatakan sebagai biangnya, karena sebelum merek- merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss, Lipovitan sudah menguasai pasar lebih dari 10 tahun. Di tengah maraknya produk suplemen, merek Lipovitan yang menjadi pioner dalam industri produk suplemen justru menurun, walaupun tetap melakukan upaya pemasaran dan periklanan. Lipovitan tertinggal jauh dibanding produk suplemen Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss. Lipovitan mulai goyah pada awal 1990-an setelah hadirnya produk suplemen Kratingdaeng dengan menawarkan cita rasa dan konsep pemasaran yang strategis pada tahun 1993 (Durianto et al, 2004a). Sementara PT. Bintang Toejoe pada tahun 1994 meluncurkan langkah spektakuler dengan produk suplemen Extra Joss dalam bentuk serbuk yang di kemas sachet dengan harga jual murah (Hidayat, 2002). Tiga kekuatan produk suplemen Extra Joss tersebut mendapat minat konsumen yang umumnya sering mengkonsumsi produk suplemen dalam bentuk cair kemasan botol dan harga relatif mahal. Permintaan dan prospek pasar menjanjikan ini, mendorong produsen lain untuk mencari positioning baru yang berbeda dari produk terdahulu. Salah satu kelebihan yang ditawarkan produsen adalah komposisi. Hemaviton Energy Drink produksi PT. Tempo Scan Pacifik memposisikan diri sebagai produk suplemen yang cenderung memiliki atribut seksualitas, seperti yang melekat pada produk sebelumnya, Hemaviton kapsul. Tidak dapat dipungkiri (Yunita, 1997), produk-produk suplemen sangat dekat dengan atribut seksual. Apalagi unsur ginseng dan madu selain vitamin dijadikan kekuatan utama untuk menstimulasi stamina. Oleh karena itu, konsumen semakin tertarik untuk mengkonsumsi produk suplemen, sehingga pertumbuhan produk terus berkembang di Indonesia. Perkembangan produk suplemen ternyata tidak selalu berjalan lancar. Pada tahun 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan menarik empat jenis produk suplemen: Kratingdaeng, Kratingdaeng-S, Galian Bugar dan M-150 dari peredaran, karena ketidakcocokan antara kandungan produk dengan label yang tertera.
Hingga saat ini, kurang lebih terdapat 42 perusahaan yang memperoleh izin untuk memproduksi produk suplemen dengan total kapasitas sebesar 164 juta liter per tahun (Tabel 1). Tabel 1. Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004 No
Produsen
Kapasitas (L)
1
Perusahaan Tandu Rusa
2
PT. Asia Health Energi Beverages
55.000.000
3
PT. Bintang Toejoe
1.250.000
4 5 6
PT. Bud icita Multirasa PT. Cipta Rasa Sempurna PT. Everfresh Indobeverage PT. Henson Farma PT. Inti Guna Sari PT. Jamu Air Mancur PT. Jamu Iboe Jaya
1.100.000
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
PT. Jamu Jitu PT. Konimex Pharmaceutical Lab. Ind. PT. Kurnia Alam Segar PT. Leo Agung Raya PT. M-150 Indonesia/PT. Osotspa ABC Indonesia PT. Madu Nusantara PT. Mentari Anugerah Sakti PT. Molek Ayus PT. Monysaga Prima PT. Nala Vini Eka (Navika) Beverages PT. Panjangjiwo Panganmakmur PT. Pradja Pharmaceutical Industries PT. Rama Pharmaceutical Industry
Merek Banteng
1.400.000
990.000
500.000
1.200.00
Kratingdaeng Kratingdaeng-S Kratingdaeng Low Sugar Extra Joss, Carnitine, Extra Joss LG Panther Energic Turbo
Wilayah Sulawesi Utara Jawa Barat
DKI Jakarta
DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Tengah
Ultra Joss Power Yess Mukasa Gingseng Prakoso Plus Amstrong Fit-Up
Jawa Timur DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur
Enerjos Leo Gingseng M-150, Shark
Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta
Bee Jelly Kuat Josss
DKI Jakarta Jawa Tengah
Enerfos Bomba, Saga Energi Qolbu
Jawa Barat Jawa Barat
Stamina Plus
Jawa Timur
Bacchus D, Matador Vitas Plus Gingseng
Jawa Barat
Jawa Timur Jawa Tengah
DKI Jakarta
Jawa Tengah
No Produsen 24
PT. Saka Farma
25 26 27 28 29
PT. Saka Farma Sehat PT. Sari Enesis Indah PT. Schering Indonesia PT. Serasi Indah Sehat PT. Sido Muncul
30
PT. Simex Pharmaceutical Indonesia PT. Sinde Budi Sentosa Pharmaceutical PT. Soho Industri Pharmasi PT. Taisho Indonesia PT. Tempa Scan Pacific
31 32 33 34
35 36 37 38 39 40 41 42
PT. Triyasa Nagamas Farma PT. Ultra Prima Abadi PT. Ultrajaya Milk Ind PT. Universal Prima Indomandiri PT. Wing Surya PT. Woltrow Multika Sinar Pusaka PT. Sari Nusantara Beverages
Kapasitas (L) 150.000
102.000
150.000
3.950.000 1.700.000
595.000 1.000.000 175.000
Merek
Wilayah
Sakatonik Grenk Saka Gingseng Nature Gold Ginsana Terajana Kuku Bima Ener G! Xtra Jreng
Jawa Tengah
Wonbi-D, Ena’O Heparfit
Jawa Barat
Lipovitan, Zena Hemaviton Energy Drink, Hemaviton Jreng Nagatan, Nagatan-G Galian Bugar Ultra Joss Ener Bee
Jawa Barat Jawa Barat
Energi Joss Ginger Spice Krakatau Berenergi Starting
DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Tengah
Jawa Tengah DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa tengah Jawa Tengah DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarat Jawa timur Jawa Barat Jawa Barat
DKI Jakarta
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.
Dari data di atas menunjukkan bahwa, industri produk suplemen menurut permodalan, status perusahaan 71% produsen belum memanfaatkan fasilitas penanaman modal. Hanya 21% yang memanfaatkan fasilitas penanaman modal dalam negeri dan 7% memanfaatkan fasilitas penanaman modal asing, yaitu: PT. Taisho Indonesia, PT. M-150 Indonesia dan PT. Schering Indonesia (BPS, 2004) .
Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Vitamin Vitamin dibagi atas kelarutannya, yaitu vitamin larut dalam air dan vitamin larut dalam minyak (Linder, 1992). Sementara Wina rno (1982) mengemukakan bahwa, vitamin yang larut air mudah diserap ke dalam darah, tidak melalui saluran lymphe dan tidak dapat ditimbun di dalam tubuh. Vitamin yang ditambahkan ke dalam produk suplemen umumnya berupa vitamin yang larut dalam air (Hidayat, 2002). Produk suplemen sebagian besar mengandung multivitamin B dan zat non gizi, stimulant dan flavouring. Jenis vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B komplek, yaitu vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin (asam nikotinat, niasinamida), vitamin B6 (pyridoxine)
asam pantotenat,
inositol dan vitamin B12 (Sianokobalamin). N
NH2 HCL
S CH2
H3 C N
N
CH2 OH
CH3
Tiamin hidro klorida O N
NH2
CH2
H3 C N
N
O
S P
CH2
CH3
O
OH
P OH
Tiamin pirofosfat (kokarboksilase)
CH2 (CHOH)3 CH2 OH H3 C
H3 C
N
N
O
NH N
O Riboflavin (6,7-dimetil-9-(1-D-ribitil)- isoaloksazina) Gambar 1. Rumus bangun tiamin dan riboflavin (Winarno, 1982)
OH
Semua bahan pangan baik hewani maupun nabati mengandung vitamin B1 (tiamin) (Hendler, 2001). Menurut Winarno (1982), tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi. Kekurangan tiamin akan terjadi polyneuritis yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf atau jaringan syaraf menderita kekurangan energi. Hal yang sama diungkapkan Tallaksen et al. (1997) bahwa, vitamin B1 dikenal esensial bagi tubuh untuk fungsi pertumbuhan, menambah nafsu makan, memperbaiki fungsi saluran pencernaan dan memelihara proses kehidupan sel-sel dalam tubuh. Winarno (1982) mengatakan bahwa, vitamin B2 (riboflavin) larut dalam air dan memberi warna fluoresens kuning-kehijauan merupakan komponen suatu sistem enzim yang dikenal sebagai flavoprotein dan terlibat dalam reaksi-reaksi metabolisme intermediet. Niasin merupakan dua komponen koenzim, yaitu nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP) (Hendler and Rorvik, 2001) yang berfungsi sebagai katalis reaksireaksi reduksi dan oksidasi guna menjaga sistem syaraf dan sistem pencernaan, menurunkan kolesterol dan trigliserida dalam darah (Carpenter. 1981), serta menjaga agar suplai energi dalam jaringan tubuh berjalan normal (Winarno, 1982). Vitamin B6 (pyridoxine HCl) merupakan kelompok piridina dengan keasaman tinggi (Winarno, 1982) yang terdiri dari piridoksin, piridoksal dan piridoksamina (Hanna, 1997). Vitamin B6 berfungsi sebagai koenzim piridoksal fosfat yang banyak berperan dalam reaksi enzim, terutama dalam metabolisme asam amino, membantu fungsi otak, produksi energi (Tsuge, 1997), mencegah stress, memacu pembentukan sel darah merah, memelihara keseimbangan cairan tubuh dan pengaturan eksresi air (Griffith, 1988). Menurut Winarno (1982), vitamin B12 (sianokobalamin) merupakan senyawa berbentuk kristal, berwarna merah yang berperan menjaga agar sel-sel berfungsi normal, terutama sel-sel saluran pencernaan dan sistem syaraf .
CH2 OH C
HO
C
C
H3 C
C
CH
CH2 OH
Piridoksin
CH2 OH
Piridoksal
CH2 OH
Piridoksamina
N
CHO C
HO
C
C
H3 C
C
CH N
CH2 NH2 C
HO
C
C
H3 C
C
CH N
Gambar 2. Rumus bangun vitamin B6 (Winarno, 1982)
2. Kafein Kafein merupakan derivate xantin berbentuk serbuk berwarna putih dan sedikit rasa pahit yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat dan otot sehingga mencegah rasa mengantuk, menaikkan daya tangkap pancaindra, mempercepat daya pikir dan mempengaruhi rasa lelah (Konarek et al. 1994), mempengaruhi sistem pernapasan, sistem pembuluh darah dan jantung, mempercepat laju sperma, serta mempertahankan ereksi, sering dimanfaatkan untuk
menciptakan
efek
penstimulasi
stamina
(Ashurst,
1998)
dan
menumbuhkan kewaspadaan tingkat tinggi (Martindale, 1997). Oleh karena itu, setiap mengkonsumsi kopi 85–200 mg atau 1-3 cangkir/hari stamina terasa meningkat, bersemangat dan tidak mudah lelah atau mengantuk (Yunita, 1997). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan kandungan kafein dalam produk suplemen tidak boleh melebihi 50 mg. Jika dikonsumsi
melebihi dosis, dalam jangka panjang konsumen akan terkena penyakit jantung, darah tinggi, ginjal dan penyakit gula serta efek kecanduan yang diindikasikan dengan rasa lesu jika tidak mengkonsumsi produk suplemen (BPOM, 1996). Hal senada dikemukakan Linder (1992) bahwa, konsumsi kafein
berlebih
dapat
menyebabkan
peningkatan
denyut
jantung,
pembengkakan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, peningkatan aktivitas usus, pengeluaran asam lambung, gagal ginjal, (Martindale, 1997) rasa gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, nafsu makan turun dan iritasi pada lambung sehingga produksi getah lambung meningkat. 3. Pemanis buatan Pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam produk suplemen merupakan pengganti gula, karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori dan harga lebih murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah aspartam, sorbitol, sakarin dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing- masing 30-80 dan 300 kali gula alami (Syah et al. 2005). Menurut Permenkes 208/Menkes/Per/IV/85, pemanis buatan hanya digunakan untuk penderita diabetes dan penderita yang memerlukan diet rendah kalori, yaitu aspartam, sakarin dan sorbitol. Aspartam merupakan molekul dipeptida dari asam amino L- fenilalanin sebagai metil ester dan Lasam aspartat dengan tingkat kemanisan mencapai 160-220 kali sukrosa dan stabil pada kisaran pH 3 hingga 5, serta titik isoelektriknya 5,2 (Brannen et al, 1990), sementara sakarin yang merupakan pemanis buatan tanpa energi (nonnutritive) memiliki daya kemanisan 300 kali lipat lebih kuat dibanding gula (Syah et al, 2005). Menurut Brannen et al, (1990), sorbitol merupakan gula alkohol yang banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam produk diet dan juga berguna sebagai humektan maupun penstabil, namun penggunaan sorbitol dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan flatulensi dan diare, (Syah et al, 2005) derajat kemanisannya berkisar 50-70% gula dan energi yang dihasilkan 2,6 kalori per gr.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam produk pangan. Surat keputusan ini merupakan panduan bagi produsen dalam menambahkan pemanis buatan untuk produk yang dihasilkan, dan sebagai rujukan konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang aman bagi kesehatan. Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pemanis buatan ADI Acesulfam-K (Acesulfame-K) Alitam (Alitame) Aspartame (Aspartame) Siklamat (Cyclamate) Neotam (Neotame) Sakarin (Saccharin) Sukralosa (Sucralose) Isomalt Laktitol (Lactitol) Maltitol Manitol (Mannitol) Sarobitol Xilitol (Xylitol)
mg/kg Berat badan 15 0.34 50 11 2 5 10-15 Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified
Keterangan: Not specified berarti dapat digunakan dalam pangan tanpa pembatas selain dari pada sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (GMP). Acceptable daily intake (ADI). Sumber: Syah et al, 2005.
4. Mineral Secara alamiah, air telah mengandung bermacam- macam mineral, seperti fluor, kalsium, magnesium, iodium, natrium, kalium dan lain- lain. Kadar mineral dalam air minum sangat bervariasi dan terbatas jumlahnya, yang ditentukan oleh sumber air dan proses pengolahannya, sehingga beralasan bahwa, mineral sangat penting ditambahkan ke dalam berbagai jenis produk suplemen. Winarno (1982) mengemukakan bahwa, mineral dapat dibagi atas mineral makro dan mikro. Mineral mikro merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis dalam jumlah sedikit (Winzerling
and Law, 1997). Sementara Fessenden and Fessenden (1997) mengemukakan bahwa, metabolisme tubuh cenderung me manfaatkan kembali mineral yang ada di dalam tubuh daripada membuangnya. Menurut Linder (1992), natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang yang terdapat dalam tubuh cukup besar. Natrium dan klorida biasanya berhubungan erat, baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Griffith (1988) mengatakan bahwa, natrium dan klorida membantu mempertahankan tekanan osmotik sehingga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel, disamping membantu menjaga keseimbangan asam dan basa dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam, transmisi syaraf, kontraksi otot dan absorpsi glukosa. Kalsium dalam sel tubuh berbentuk
ion yang berperan pada pembentukan tulang, transmisi impuls
syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, proses penyerapan vitamin B12 , struktur dan pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim (Winarno, 1982). Iodium merupakan komponen esensial tiroksin dan kelenjar tiroid (Griffith, 1988). Ohtaki et al. (1985) mengungkapkan bahwa, tiroksin mempunyai peran dalam meningkatkan laju oksidasi dalam sel-sel tubuh, sehingga meningkatkan basal metabolic rate (BMR), menghambat proses fosforilasi oksidatif, sehingga terbentuk nya adenosin tripospat (ATP) berkurang dan lebih banyak dihasilkan panas. Kalsium berperan dalam aktivitas enzim, menurunkan permeabilitas membran sel dan pembuluh kapiler, membantu proses pembekuan atau koagulasi darah, transmisi impuls syaraf, kontraksi dan kekenyalan otot, membantu fungsi jantung (Winarno, 1982). Sedangkan kalium berperan sebagai kation utama dalam cairan intrasel, bergerak dari sel ke cairan ekstraseluler, berkaitan dengan fungsi sel dan metabolisme, terutama metabolisme karbohidrat dan penyimpanan glikogen, membantu sintesa protein, membantu potensi transmembran, berperan terhadap kerja otot, termasuk otot jantung, dan aktivator enzim.
Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) memberi batasan mengenai suplemen sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan dan mengandung satu atau lebih bahan-bahan seperti, vitamin, mineral, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi dalam bentuk konsentrat, metabolit, ekstrak atau kombinasi dari bahan-bahan sebelumnya (BPOM, 1996). Pemerintah melalui Departemen Perindustrian cq. Dewan Standarisasi Nasional telah melakukan standarisasi terhadap produk suplemen untuk menjaga mutu produksi. Standar mutu produk atau yang dikenal dengan nama Standar Nasional Indonesia (SNI) dibentuk pemerintah dengan pertimbangan melindungi produsen, menunjang ekspor non migas, mendukung perkembangan agroindustri dan melindungi konsumen. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 38 meyatakan bahwa, setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan harus bertanggungjawab atas keamanan, mutu, dan gizi pangan (Syah et al. 2005). Keamanan pangan merupakan kondisi yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan demi kepentingan kesehatan manusia. Mutu pangan dimaksud adalah jaminan yang wajib dilakukan oleh produsen, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Sementara gizi pangan yang dimaksud dalam ketentuan UU tersebut adalah setiap orang yang memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan. Dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.00.023060 tahun 1996 tent ang suplemen ditegaskan bahwa, penandaan (label) tidak boleh mencantumkan (a) klaim efek produk terhadap kesehatan dan pencegahan atau penyembuhan penyakit; (b) informasi yang tidak benar dan menyesatkan; (c) perbandingan dengan produk lain; (d) promosi produk suplemen tertentu; (e) informasi tentang bahan dalam bentuk stiker atau bentuk
lain yang belum disetujui. Penandaan dapat mencantumkan klaim fungsi gizi dengan ketentuan hanya menjelaskan peran gizi dalam mekanisme tubuh seperti; kalsium membantu perkembangan tulang gigi yang kuat (BPOM, 1996). Terkait dengan iklan produk suplemen, dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen bahwa (a) iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk; (b) iklan tidak boleh menyatakan/memberi kesan bahwa vitamin dan mineral selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya; (c) iklan tidak boleh menyatakan memberi kesan bahwa penggunaan vitamin/mineral adalah syarat mutlak bagi semua orang; (d) iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan dapat diperoleh hanya dari menggunakan vitamin dan mineral; (e) iklan tidak boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan sex secara langsung atau tidak langsung (Widjaya dan Yani, 2000).
Preferensi Konsumen 1. Teori preferensi Preferensi merupakan gambaran sikap seseorang yang ditunjukkan dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis makanan dan atau minuman (Sanjur, 1982). Sikap suka atau tidak suka terhadap pangan ya ng diperoleh dari pengalaman belum menjadi perbuatan (action), tetapi dari sikap seseorang dapat diramalkan perbuatannya sebagai salah satu alasan yang membentuk preferensi. Menurut Assael (1992) preferensi merupakan kesan yang mengarah kepemahaman dan ingatan sehingga terbentuk persepsi serta tersimpan dan melekat dalam pikiran konsumen. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda–beda terhadap obyek rangsangan yang sama, hal ini di pengaruhi oleh penerimaan ransangan, perubahan makna informasi, dan pengingatan sesuatu secara selektif. Sementara Engel et al. (1998) mendefinisikan preferensi adalah evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang memiliki respon dengan cara menguntungkan atau tidak. Namun
Sumarwan
(2003)
berpendapat
bahwa,
preferensi
bersifat ”murni”, tidak tergantung (independent) terhadap pendapatan dan harga. Preferensi mewakili keinginan dan hasrat individu terhadap suatu
produk dibandingkan produk lainnya, artinya pilihan konsumen tidak bersifat independent, karena dipengaruhi oleh pendapatan dan harga. Lebih jauh (Mowen and Minor, 1999) mengatakan bahwa, teori preferensi mempunyai implikasi kuat dan banyak dipakai dalam menjelaskan perilaku konsumen. Berdasarkan definisi di atas, ada tiga anggapan yang digunakan dalam menerangkan teori preferensi yaitu (1) konsumen harus dapat memberikan urutan kesukaan terhadap berbagai jenis barang dan jasa yang ada; (2) pemberian urutan kesukaan, haruslah berlaku tetap (consistent or transitive) artinya urutan itu berlaku juga jika diband ingkan dengan barang lainnya; (3) konsumen adalah rasional, artinya jumlah barang dan jasa yang banyak lebih disukai dari pada jumlah yang sedikit. 2. Faktor yang mempengaruhi preferensi Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk yang disukai dan diyakini mempunyai peranan besar dalam menentukan mutu produk dan kepuasan konsumen, yaitu (1) karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Pendapat ini diperkuat Krisnadi (2003) yang menyatakan bahwa, jumlah dan jenis produk suplemen yang dikonsumsi, selain dipengaruhi preferensi juga dipengaruhi sosial budaya setempat serta karakteristik produk itu sendiri. Hal senada juga dikemukakan Sutisna (2001) bahwa, interaksi dengan keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi. Sedangkan menurut Sanjur (1982) faktor yang mempengaruhi terhadap food preference adalah (1) intrinsik, seperti penampakan, aroma, temperatur, tekstur, mutu, kuantitas, dan cara penyajian makanan; (2) ekstrinsik, seperti lingkungan, iklan produk, variasi waktu dan musim; (3) biologis, fisiologis dan psikologis, seperti umur, jenis kelamin, perubahan fisiologis, pengaruh
psikologis dan aspek biologis; (4) personal, seperti tingkat harapan, kepribadian, selera, suasana hati, emosi, persepsi dan pengaruh orang lain; (5) sosial ekonomi, seperti pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan; (6) pendidikan, seperti status pengetahuan, individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; (7) kultur, agama dan daerah, seperti asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi serta letak daerah. Preferens i konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya bersifat plastis dan akan semakin terpengaruh dengan adanya pendekatan produsen melalui media masa seperti radio, televisi, pamflet, iklan dan sebagainya, beberapa diantaranya telah mencapai daerah terpencil dan hal ini tentu sangat efektif untuk merubah kebiasaan konsumsi, terutama pada usia muda dan akan bersifat permanen bila seseorang telah berusia tua dengan gaya hidup yang kuat (Sutisna, 2001). Disamping itu, faktor lingkungan dan budaya, pengaruh waktu dan kondisi konsumen saat disediakan, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi
(Nurismanto,
2000),
yang
ditunjukkan
dengan
sikap
penerimaan hedonik atau cita rasa makanan yang dapat diukur secara verbal dengan skala atau ekspresi wajah (Razin and Vollmecke, 1986). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
preferensi
konsumen
terhadap
suatu
produk
adalah
(1) perbedaan individu, yakni kebutuhan dan motivasi, gaya hidup, tingkat pengetahuan dan sikap; (2) faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi, jumlah keluarga, kelompok acuan, situasi konsumen. 3. Preferensi konsumen terhadap produk Menurut Assael (1984) mengatakan bahwa, produk adalah suatu sifat yang kompleks, baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk kemasan (packaging), warna, harga, prestise, layanan (service) perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan konsumen. Produk merupakan tawaran (market offer) berbentuk fisik, tempat, organisasi, dan ide- ide yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dibeli, digunakan ataupun dikonsumsi (Kotler, 2000), sehingga memenuhi kebutuhan atau memuaskan konsumen.
Sebelum membeli atau tidak terhadap tawaran produsen, menurut Kotler (2000) konsumen harus mempertimbangkan (1) atribut, yaitu mutu, harga, fungsi (fitur), desain, dan layanan purna jual; (2) merek, merek (branding) sangat penting bagi keberhasilan produk; (3) kemasan, kemasan (packaging) berpengaruh terhadap daya tarik konsumen, sehingga menimbulkan citra (image) produk; (4) label, pemberian label (labeling) berhubungan dengan kebutuhan konsumen dan atau ketentuan pemerintah; (5) pendesainan layanan produk pendukung (product-support services). Hal senada diungkapkan oleh Engel et al. (1998) bahwa, konsumen sebelum membeli perlu menilai mutu harga, (Yunita, 1997) warna, sanitasi, daya tahan, status dan garansi suatu produk secara obyektif, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko. Kenyataannya, konsumen cenderung kurang mengetahui produk yang sebenarnya dibutuhkan, tetapi memilih berdasarkan kebiasaan, tingkat keterlibatan rendah dan tidak dapat membedakan antara merek, sehingga tidak membentuk sikap yang kuat terhadap merek produk dan menimbulkan perasaan yakin bahwa produk tersebut bermanfaat bagi dirinya tanpa mengevaluasi (Gambar 4). Umpan balik ke konsumen
Individu konsumen
Pengaruh lingkungan
Pengambilan keputusan oleh konsumen
Tanggapan konsumen
Penerapan perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran
Umpan balik ke produsen Gambar 4. Model perilaku konsumen (Assael, 1984)
4. Preferensi konsumen terhadap harga Uang yang dibayar konsumen terhadap produk atau jasa, merupakan apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang diperoleh dari pembelian produk atau jasa. Menurut Peter and Olson (2000), harga meliputi biaya produksi, laba usaha dan tingkat kompetisi. Sementara Kotler (2000) mengatakan bahwa, harga adalah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk suatu manfaat atas pengkonsumsian, penggunaan, kepemilikan barang atau jasa. Penentuan harga oleh suatu perusahaan dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara laba dengan tingkat kepuasan konsumen (Mowen and Minor, 1999), disamping segmen pasar yang jelas dan mencapai tingkat penjualan yang sesuai dengan perencanaan perusahaan (Assael, 1984). Artinya, harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rataan per produk, jika produsen ingin memperoleh keuntungan. Namun, faktor harga tidak selalu dapat digunakan untuk memenangkan persaingan, karena (Simamora, 2003) harga tidak dapat digunakan sebagai alat untuk memenangkan persaingan. Harga rendah bukan andalan, jika atribut yang diperhatikan konsumen adalah keindahan produk. Oleh sebab itu, produsen harus melakukan analisis terhadap sejumlah peubah finansial dan non- finansial dalam konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan menggunakan pengalaman untuk fokus memberikan kepuasan. 5. Preferensi konsumen terhadap distribusi Distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikan dari titik produksi sampai ke titik konsumsi (Peter and Olson, 2000). Strategi distribusi, berkaitan dengan pemilihan saluran distribusi yang akan digunakan dalam mencapai pelanggan, baik secara langsung, tidak langsung ataupun kombinasi dari keduanya. Pendistribusian produk membutuhkan lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen, seperti penjualan secara eceran di swalayan dan toko-toko kecil. Keputusan mengenai tempat konsumen akan membeli suatu produk, dipengaruhi oleh atribut yang mencolok dari tempat tersebut, seperti harga, iklan dan promosi, personil penjualan, pelayanan yang diberikan, atribut fisik, kenyamanan, pelanggan toko dan pelayanan setelah transaksi.
Simamora (2003) mengatakan bahwa, distribusi produk perlu didesain dengan cara: (1) menganalisis kebutuhan pelanggan, mencakup ukuran pembelian (loz size), waktu tunggu (waiting time), kenyamanan tempat (spatial convenience), variasi produk (product variety), dan dukungan layanan; (2) menetapkan sasaran dan pembatas saluran, yakni menetapkan sasaran konsumen yang ingin dilayani dan berapa service level yang diinginkan dengan mempertimbangkan faktor pembatas perusahaan; (3) mengidentifikasi, alternatif utama distribusi dibentuk dengan mempertimbangkan tipe saluran pemasaran (types of business intermediaries), luas saluran pemasaran (number of intermediaries) dan tanggungjawab masing- masing saluran pemasaran yang berpartisipasi dalam saluran; (4) evaluasi alternatif-alternatif saluran utama, untuk mengevaluasi mana yang paling sesuai, produsen dapat menggunakan kriteria-kriteria ekonomi, kriteria pengendalian dan kriteria adaptif. 6. Preferensi konsumen terhadap promosi Promosi merupakan salah satu peubah yang digunakan oleh produsen untuk menarik minat pembeli dengan memberikan stimulus melalui daya persuasinya dalam menciptakan brand awareness dan membentuk persepsi terhadap produk (Mowen and Minor, 1999). Kotler (2000) mengemukakan bahwa, promosi adalah kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar menjadi kenal dan senang untuk membeli produk tersebut. Sementara Peter and Olson (2000) mengatakan promosi adalah arus informasi dalam bentuk iklan untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan pertukaran dalam pemasaran sehingga konsumen menjadi yakin. Kotler (2000) mengemukakan bahwa, iklan merupakan salah satu dari empat alat utama bauran pemasaran yang digunakan produsen untuk komunikasi langsung dalam meyakinkan publik agar dapat menimbulkan perhatian (attention), menarik (interesting), meningkatkan keinginan (desire) dan akhirnya melakukan kegiatan membeli (action). Oleh sebab itu, konsumen harus bersikap dewasa dalam menanggapi serbuan berbaga i iklan produk suplemen, (Sumarwan, 2003) mengingat besarnya potensi terjadinya iklan yang
mis-leading,
over-promised
dan
over-claimed.
Kotler
(2000)
menyarankan agar 4 P penjualan merupakan tanggapan terhadap customer
needs and wants, cost to the customer, convenience, dan communication (4C) atau dengan kata lain, bauran pemasaran digunakan untuk memberikan kebutuhan, keinginan dan kepuasan konsumen terhadap suatu produk.
Produk (product)
Distribusi (place)
Keanekaragaman produk Pengembangan Pelayanan Kemasan Kualitas Desain Bentuk Merek Ukuran Jaminan
Ruang lingkup Pengangkutan Penyortiran Persediaan Saluran Lokasi
Pemasaran
Harga (price)
Promosi (promotion)
Daftar harga Rabat Potongan Syarat kredit Jangka waktu pembayaran
Pesan Sasaran Anggaran Metoda
Gambar 5. 4 P dalam bauran pemasaran (Kotler, 2000) Pencapaian bauran pemasaran produk, menurut Peter and Olson (2000) harus memberikan manfaat (1) kegunaan bentuk (form utility), perubahan bentuk menjadi produk bernilai; (2) kegunaan tempat (place utility) sehingga mudah didatangi konsumen; (3) kegunaan waktu (time utility), produk mudah diperoleh pada saat diinginkan; (4) kegunaan informasi (information utility), dapat memberikan informasi maupun hal- hal yang berkaitan dengan produk; (5) kegunaan kepemilikan (possession utility), terjadi pada saat konsumen membeli produk dan kepemilikan dialihkan dari penjual kepada konsumen.
Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Penerimaan stimulus Stimulus merupakan isyarat, baik yang bersifat sosial (dari teman, rekan kerja, anggota keluarga atau orang lain yang tidak berhubungan dengan produsen), komersial (disponsori sebuah perusahaan pedagang atau yang berhubungan dengan produsen), maupun non-komersial (pemerintah atau majalah konsumen) atau suatu alat pendorong yang bersifat fisik (rasa haus, dingin, panas, lapar dan lain- lain) untuk memotivasi seseorang dalam bertindak (Engel et al. 1998). Kotler (2000) berpendapat bahwa, stimulus yang bertentangan dengan harapan seringkali mendapat perhatian lebih besar bila dibandingkan dengan yang sesuai harapan. Hal inilah yang dikatakan Sumarwan (2003) bahwa, konsumen yang memperhatikan stimulus (suara yang keras, warna yang indah, atau huruf yang besar) karena daya tarik dari stimulus tersebut, pada dasarnya konsumen tersebut tidak sukarela (involuntarily attention). Oleh sebab itu, produsen harus kreatif berkomunikasi dengan konsumen, agar apa yang disampaikan memperoleh perhatian dan respon serius dari konsumen. Perilaku konsumen untuk mengenal stimulus, mencari informasi tentang stimulus yang dibutuhkan dan diikuti evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap keputusan pembelian, diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli dengan landasan kepuasan. 2. Tahap pencarian dan mengolah informasi Menurut Engel et al. (1998) dan Kotler (2000), informasi dapat menjadi stimulus dalam pengenalan dan pemahaman masalah, sehingga menjadi faktor penting yang mempengaruhi proses penentu konsumsi. Pencarian informasi (informasi search) dapat dilakukan ke dalam (pengalaman), atau ke luar (melibatkan sumber-sumber komersial, non-komersial, maupun sosial) sesuai dengan jumlah dan jenis informasi yang dicari. Engel et al. (1998) menambahkan, pencarian informasi lebih lanjut perlu dilakukan, agar pemakaian produk benar-benar dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
Sumarwan (2003) mengungkapkan bahwa, puluhan atau ratusan informasi yang didapat konsumen akan diolah dan akhirnya diputuskan untuk membeli atau menolak berdasarkan persepsi yang terbentuk. Pengolahan informasi diawali ketika salah satu pancaindera menerima input dalam bentuk stimulus, baik berbentuk produk, bau, rasa, nama merek, kemasan, iklan dan nama produsen yang dikemas dan ditampilkan dalam bentuk iklan, baik yang ditayangkan di televisi, radio maupun spanduk. Jika dalam ketidakpastian (informasi sama sekali belum lengkap) dan konflik (dua atau lebih saling bertentangan dalam situasi kompetitif), pengambilan keputusan akan berjalan sulit dan memiliki tingkat resiko yang tinggi, namun pada prinsipnya keputusan yang diambil konsumen tidak terlepas dari kondisi lingkungan (Sutisna, 2001), pengaruh konsumen sebagai individu, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Assael, 1982). Engel et al. (1998) mengutip pendapat McGuire menyatakan bahwa, ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model), yaitu (1) pemaparan (exposure) stimulus, konsume n menyadari keberadaan stimulus tersebut melalui pancaindera, (2) perhatian (attention), yakni kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus; (3) pemahaman (comprehension), yaitu interpretasi terhadap makna stimulus; (4) penerimaan (acceptance), yang berkaitan dengan dampak persuasif stimulus kepada konsumen; (5) retensi (retention), yakni pengalihan makna stimulus dan persuasi
ke
ingatan
jangka
panjang
(long-term
memory), sehingga
mempengaruhi stimulus baru (exposure, attention dan comprehension). 3. Pemahaman masalah Perilaku konsumen pada prinsipnya untuk memahami ”why do consumers do what they do” yang sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk suplemen sebagai awal dari pengenalan masalah, yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen. Menurut Kotler (2000) bahwa, stimulus yang kuat belum tentu mempunyai pemecahan masalah bermanfaat. Hal ini menunjukkan tidak semua stimulus mendapat tanggapan dari konsumen, hanya stimulus yang
telah teruji dan dapat memecahkan masalah yang akan dikonsumsi. Sementara Mowen and Minor (1999) mengatakan bahwa, tahap ini merupakan pemberi makna kepada stimulus, tergantung bagaimana stimulus diklasifikasikan dan dielaborasi dalam kaitannya dengan pengetahuan konsumen. Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa, stimulus yang diterima konsumen cenderung dikelompokkan menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan (perceptual organization atau stimulus organization) untuk memperoleh makna menyeluruh (1) gambar dan latar belakang (figure and ground), yakni obyek atau stimulus yang ditempatkan di latar belakang dari tampilan iklan; (2) pengelompokan (grouping), yakni kemudahan untuk mengingat informasi dalam bentuk kelompok dengan prinsip kedekatan (proximity), karena dianggap memiliki hubungan yang erat, dan prinsip kesamaan (similarity), karena kesamaan bentuk, nama, atau lainnya dan prinsip kesinambungan (continuity), penyatuan obyek ke dalam satu kesatuan tanpa terpisah-pisah; (3) closure, yakni konsumen dituntut untuk memahami suatu objek dalam arti yang utuh walaupun ada bagian dari obyek yang hilang atau tidak lengkap. Tahap-tahap pengolahan informasi lebih lengkap dimuat pada Gambar 6.
Pemaparan
Perhatian
Stimulus
Pemahaman
Memori
Penerimaan
Retensi Gambar 6. Tahap-tahap pengolahan informasi (Engel et al. 1998)
4. Evaluasi alternatif Setiap alternatif harus dievaluasi (evaluation alternative) berdasarkan suatu kriteria tertentu atau prioritas (Kotler, 2000). Kegiatan evaluasi berusaha memisahkan antara alternatif yang dipertaha nkan (memenuhi syarat) dan yang ditinggalkan (tidak
memenuhi
syarat),
karena
konsumen
cenderung
mempertimbangkan satu atau lebih aspek-aspek, seperti aspek teknis, ekonomis, gizi dan kesehatan (mutu dan kuantitas), sosial-budaya-agama, atau kombinasi dari berbagai aspek tersebut (Peter and Olson, 2000). Menurut Engel et al. (1998), kriteria yang digunakan konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu pengaruh situasi dan kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Selain itu, (Nurismanto, 2000) evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap citra suatu produk dapat berupa penilaian merek, pelayanan, harga, mutu, toko dan penilaian terhadap produsen secara keseluruhan. Tingkat kerumitan proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan keputusan adalah kebiasaan, maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dib eli sebelumnya. Apabila konsumen tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya, kemungkinan konsumen lebih mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk yang akan dibelinya. Menurut Mowen and Minor (1999), proses evaluasi alternatif akan mengikuti pola apakah mengikuti model pengambilan keputusan (the decision-making
persepective),
model
eksperiental
(the
experiental
perspective), atau model perilaku (the behavioral perspective). Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement dicision making), maka proses evaluasi alternatif akan melalui tahapan pembentukan kepercayaan, pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku (behavioral intentions).
5. Tahap membeli Pembelian
produk
suplemen
yang
dilakukan
konsumen
dapat
digolongkan ke dalam tiga jenis (Engel et al, 1998), yaitu (1) pembelian yang terencana sepenuhnya, yakni konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan; (2) pembelian yang separoh terencana, yakni keinginan konsumen untuk membeli suatu produk, namun tidak mengetahui merek yang akan dibeli hingga dapat informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan; (3) pembelian yang tidak terencana, yakni keinginan untuk membeli sering muncul di toko atau mal. Kotler (2000) mengatakan, pada tahap pembelian konsumen harus mengambil tiga keputusan, yaitu apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, siapa yang membeli dan bagaimana cara pembelian. Simamora (2003) mengilustrasikan pembelian sebagai fungsi dari dua determinan (1) niat, dikelompokkan atas (a) produk dan merek; (b) kelas produk. Niat pembelian kategori satu disebut pembelian terencana sepenuhnya, karena seringkali merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan ma salah yang diperluas. Engel et al. (1998) mengatakan, niat pembelian dapat dipandang sebagai pembelian terencana, walaupun pilihan sering diputuskan ditempat penjualan; (2) pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu. Keputusan membeli berkaitan denga n kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayar yang ditentukan oleh mutu, merek produk. Apabila membeli produk suplemen hanya sekedar satu proses yang bersifat low involvement decision, maka untuk menjadi penggemar dan membeli merek produk secara rutin, diperlukan proses habituation yang panjang. 6. Tahap perilaku setelah membeli dan konsumsi Tahap ini menerangkan kilas balik atau tanggapan konsumen pada saat dan setelah mengkonsumsi produk. Alternatif yang dipilih harus dievaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan dan harapan setelah menggunakan atau mengkonsumsi, agar dihasilkan respon berupa keputusan menerima atau menolak. Keputusan menerima produk suplemen setelah mengkonsumsi disebabkan keinginan konsumen telah terpenuhi yang ditandai dengan
kepuasan. Sebaliknya, akan terjadi penolakan jika harapan konsumen tidak sesuai atau bahkan menimbulkan masalah ketidak puasan. Engel et al. (1998) mendefinisikan kepuasan dengan satisfaction is defined here as a post-consumption evaluation that a chosen alternative at least meets or exceeds expectations. Mowen and Minor (1999) mengartikan kepuasan sebagai consumer satisfaction is defined as the overall attitude consumers have toward a good or service after they have acquire and used it. It is a postchoice evaluative judgement resulting from a specific purchase selection and the experience of using/consuming it.
Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Pengalaman mengkonsumsi Secara umum, faktor-faktor yang diduga menjadi penentu persepsi dan konsumsi sangat berkaitan dengan proses kognitif yang dipengaruhi pengalaman, serta konsep pribadi yang dikelompokkan ke dalam beberapa faktor, yaitu: (1) faktor demografi (umur, pendapatan, pendidikan dan tahap siklus hidup); (2) faktor sosial (budaya, kelas sosial, kelompok rujukan dan pengeluaran waktu); dan (3) faktor psikologi (sikap, kepribadian, tingkat kesadaran akan kelas sosial, motivasi, resiko yang dirasakan, pendapatan para tokoh, dan lain- lain) (Sutisna, 2001). Jika pengalaman konsumen saat mengkonsumsi merasakan sesuai dengan yang dijanjikan, maka rasa puas dan kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang sangat besar (Sutisna, 2001). Bukan hanya itu, kemungkinan memberikan referensi kepada orang lain tentang produk suplemen yang berkaitan dengan klaim, rasa dan harga terjangkau akan cepat tersebar. Tetapi sebaliknya, jika konsumen merasakan produk suplemen tidak sesuai yang dijanjikan, konsumen akan kecewa yang diwujudkan dengan tidak melakukan pembelian ulang, lebih berbahaya lagi, jika konsumen mengekspresikan kekecewaannya kepada pihak lain, atau media massa. Memang tidak akan ada bedanya antara pengalaman konsumen ketika meminum cairan yang mengandung gula seperti teh manis dan lainnya, tetapi produk suplemen sering dikons umsi, karena dianggap dapat menstimuli
stamina dan menyegarkan (menghilangkan rasa kantuk). Rasa menyegarkan, peningkat stamina dan tidak mengantuk ini disebabkan oleh kafein yang memang terkandung di dalam produk suplemen. Martindale (1997) mengemukakan bahwa, sensasi segar ditimbulkan dari kafein dosis tertentu dan jika dosisnya melebihi 50 mg justru akan merusak kesehatan. 2. Pengetahuan konsumen akan gizi
Mowen and Minor (1999) mendefinisikan pengetahuan konsumen sebagai ”the amount of experience with and information about particular products or services a person has”. Engel et al. (1998) mengartikan ”at a general level, knowledge can be defined as the information stored within memory. The subset of total information relevant to consumers functioning in the marketplace is called consumer knowledge”. Dari dua definisi tersebut Sumarwan (2003) mengartikan bahwa, pengetahuan konsumen merupakan semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa. Pengetahuan konsumen menurut Mowen and Minor (1999) terbagi atas tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan objektif (objective knowledge), yakni informasi yang benar mengenai kelas produk yang diingat konsumen dalam jangka panjang; (2) pengetahuan subjektif (subjective knowledge), yakni persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk; (3) pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan suatu produk. Memilih suatu produk suplemen memang tidak terlepas dari masalah selera, namun tidak melupakan segi kesehatan dan gizi. Jika konsumen memiliki pengetahuan positif tentang produk (kelas produk, bentuk produk, merek, model/fitur), maka kemampuan untuk memilih mutu produk dengan ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup dapat sesuai kebutuhan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang, maka semakin tinggi kepentingan kualitas produk daripada kuantitasnya. Hal inilah yang diungkapkan oleh Sanjur (1982) bahwa, salah satu faktor pribadi yang mempengaruhi jumlah dan jenis produk yang dikonsumsi, berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk
menerapkan pengetahuan gizi dalam memilih dan cara pemanfaatan produk sesuai dengan kebutuhan. 3. Merek produk suplemen Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi yang ditujukan untuk mengidentifikasi produk dari produsen sehingga mudah dikenali konsumen (Sumarwan, 2003). Pendapat senada dikemukakan Durianto et al. (2004a) bahwa, merek bukan terletak di kemasan produk, tetapi dalam persepsi konsumen. Bahkan Aaker (1997) mempertegas, merek lebih penting dari produk itu sendiri. Dinamika kompetisi yang ketat antara merek, menuntut merek harus mempunyai kedudukan unik, jika dibandingkan dengan merek lain, sehingga diperlukan positioning merek yang tajam dan menggambarkan diferensiasi dibandingkan dengan pesaing (Aaker, 1997). Dalam hal ini, merek harus diasosiasikan dengan sejumlah atribut dalam bentuk manfaat yang ditawarkan oleh merek dan berbeda dengan pesaing. Oleh sebab itu, Sumarwan (2003) mengatakan merek (brand) adalah janji produsen sebagai jaminan mutu terhadap atribut produk, manfaat, nilai merek, budaya, kepribadian, dan pemakai produk tersebut. Agar komunikasi dapat terbentuk dan menimbulkan asosiasi kuat antara merek dan atributnya, setiap positioning merek harus diiringi positioning claim, yakni serangkaian kata yang menggambarkan sebuah janji dan dengan sendirinya harus ditepati (Sutisna, 2001). Janji inilah yang membedakan dengan merek pesaing dan menjadi daya tarik agar konsumen mencoba, sehingga terbentuk ikatan emosional antara produsen dan konsumen untuk membangkitkan kesadaran merek (brand awareness). Menurut Durianto et al. (2004a), kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya guna memperluas pasar yang berpengaruh terhadap persepsi dan tingkah laku. Aaker (1997) membagi brand awareness (Gambar 7), yaitu (1) unaware of brand (tidak menyadari merek), konsumen tidak menyadari adanya suatu merek; (2) brand recognition (pengenalan merek), pengenalan merek akan muncul setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall); (3) brand recall (mengingat kembali terhadap merek), mengingat kembali
terhadap suatu merek tanpa bantuan (unaided recall); (4) top of mind (puncak pikiran), merek utama yang ada dalam benak konsumen. Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa, merek merupakan suatu aset penting dan berharga bagi perusahaan.
Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unaware of Mind
Gambar 7. Piramida kesadaran merek (Aaker, 1997) 4. Karakteristik demografi Sanjur (1982) mengatakan bahwa, faktor demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Konsumen dengan karakteristik demografi dan karakteristik sosial ekonomi yang sama cenderung memiliki perilaku konsumsi yang sama, jika dibandingkan dengan konsumen yang memiliki karakteristik demografi dan sosial ekonomi berbeda (Kotler, 2000). Kotler (2000) dan Sutisna (2001) mengilustrasikan, pertama, pembelian produk atau merek tertentu dipengaruhi oleh faktor sumber daya ekonomi (daya beli) yang dimiliki sekarang atau di masa akan datang. Kedua, usia mempengaruhi persepsi seseorang untuk membuat keputusan dan dapat mempengaruhi selera terhadap beberapa produk. Hal senada diungkapkan Sumarwan (2003) bahwa, keputusan konsumen mengkonsumsi berhubungan dengan faktor daya beli, usia, jenis kelamin dan status perkawinan.
Kerangka Pemikiran Produk suplemen pada dasarnya terkait dengan banyak aspek, mulai dari perizinan, pengadaan bahan baku, kapasitas mesin hingga permintaan pasar. Secara umum, meskipun berfluktuasi terdapat kecenderungan peningkatan produksi produk suplemen, karena kecenderungan meningkatnya total konsumsi masyarakat, masuknya beberapa industri baru dan produk impor yang secara langsung memacu produsen untuk meningkatkan produksi. Sebagai contoh adalah produk Lipovitan yang dalam sebulan dapat diproduksi sekitar 1,5-2 juta botol, artinya dalam tahun 2001, produksi PT. Taisho Indonesia mampu menghasilkan antara 2.700-3.600 ton produk suplemen. Secara umum, pada tahun 2000 total produksi nasional produk suplemen mencapai 40.9 ribu ton. Tahun 2004 seiring dengan persaingan bisnis produk suplemen ini cenderung meningkat dengan semakin banyaknya perusahaan yang menanamkan modal untuk memperebutkan pangsa pasar, total produksi produk suplemen meningkat lagi 14% menjadi 84.8 ribu ton. Rataan peningkatan produksi selama lima tahun terakhir mencapai 20%. Laju pertumbuhan total produksi terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu 34%. Sedangkan laju pertumbuhan terkecil pada tahun 2003 yaitu 9% (BPS, 2004). Tabel 4. Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004 Tahun
Produksi (Ton eq ’000 Liter)
%
2000 2001 2002 2003 2004
40.852 50.750 67.926 74.300 84.817
24% 34% 9% 14%
Rataan
20%
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.
Produsen yang memproduksi produk suplemen tentu akan memberikan merek, sehingga lebih mudah dikenal. Setelah pemberian merek dan klaim yang melekat dilakukan, produsen berusaha melakukan bauran pemasaran (marketing mix) yang tepat agar produk suplemen dapat diterima dan menjadi pilihan, serta
selalu diingat konsumen. Perkembangan produk suplemen, perlu diketahui dari tingkat permintaan dan kesukaan, frekuensi, serta motivasi konsumsi konsumen yang ditandai dengan kepuasan terhadap janji yang diberikan. Engel et al. (1998) berpendapat bahwa, keterlibatan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti sikap tersebut. Pendapat senada dikemukakan Sumarwan (2003) bahwa, sikap konsumen merupakan segala yang dilakukan seseorang atau individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan produk, termasuk proses pengambilan keputusan. Proses keputusan didasarkan pada stimulus menurut faktor internal seperti perbedaan individu terhadap suatu produk dan berdasarkan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan. Stimulus ini akan membangkitkan kesadaran dan pemahaman konsumen terhadap masalah dalam menilai produk suplemen. Pemahaman masalah muncul, ketika konsumen menilai adanya perbedaan keadaan aktual dengan keadaan ideal dari produk suplemen. Hal ini terjadi karena adanya motif bersifat internal seperti penilaian tentang dirinya (konsep diri) atau stimulus bersifat eksternal seperti klaim produk yang merupakan bagian dari promosi. Beragam pilihan produk menuntut konsumen untuk mencari informasi untuk menentukan pilihan. Setelah produk digunakan, konsumen membutuhkan penilaian kembali terhadap produk yang dipilih, apakah memenuhi kebutuhan, puas atau tidak terhadap produk tersebut. Artinya, konsumen akan melakukan evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap keputusan pembelian dan rasa puas atau tidak yang diakhiri dengan sikap konsumen setelah membeli, sehingga konsumen yang merasa puas akan bersikap positif terhadap produk dan menjadikannya sebagai stimulus dalam proses pengambilan keputusan selanjutnya, namun jika konsumen bersikap negatif, maka konsumen tidak melakukan pembelian ulang. Secara rinci, hal tersebut dimuat pada Gambar 8.
Produk Minuman Suplemen
Pemberian Merek
Marketing Mix
Produk
Harga
Promosi
Lokasi
Merek-merek produk suplemen yang ada dipasar
Brand Awareness
Brand Perceived Quality
Struktur Equation Modelling
Brand Loyality
Brand Awareness
Brand Equitay Terkuat
Perbedaan Individu - Kebutuhan & Motivasi - Gaya hidup - Pengetahuan - Pendidikan - Pengolahan informasi dan persepsi - Sikap
Proses Keputusan Stimulus Pemahaman masalah Pencarian informasi Penilaian alternatif Pembelian dan kepuasan
Sikap Konsumen Keterangan: ------ Ruang lingkup penelitian
Gambar 8. Diagram alir kerangka pemikiran
Faktor Lingkungan - Budaya - Sosial ekonomi - Jumlah keluarga - Kelompok acuan - Situasi konsumen
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai preferensi konsumsi beberapa produk suplemen penstimulasi stamina dilaksanakan pada bulan September-Desember 2004 di Kota Bogor. Alasan pemilihan Kota Bogor sebagai lokasi penelitian. Pertama, seluruh jenis produk suplemen yang merupakan objek penelitian terdapat atau dapat ditemui. Kedua, kemudahan teknis di lapangan. Penentuan Responden Responden pada penelitian ini adalah langsung dari konsumen di lapangan yang berada di Kota Bogor. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode stratified random sampling di enam kecamatan di wilayah Kota Bogor yang mengkonsumsi produk suplemen minimal dua kali dalam dua bulan terakhir. Dari kelompok-kelompok tersebut konsumen dipilih secara acak untuk dijadikan responden sebanyak 150 orang dengan jender laki- laki. Tabel 5. Kerangka dan uk uran responden berdasarkan lapisan populasi Lapisan populasi Pelajar dan Mahasiswa (SMU 1, SMU 3, MAN 1, Univ. Pakuan, Unisba dan IPB). PNS/BUMN/Bank (PT. POS, BRI, BNI ’46, Dosen, Telkom) Wiraswasta Wartawan/Sales P Boy/Cleaning S
TNI, Polri dan Satpam Supir angkutan umum Jumlah
Jumlah Responden (N) Ukuran Responden (n)
96
41
76 60 30 40 48
33 27 12 17 20
350
150
Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan produk supelemen yang telah atau sedang beredar di pasaran dalam bentuk serbuk, cair maupun tablet dengan kemasan botol atau sachet, yakni Extra Joss, Kratingdaeng, M-150, Fit-Up, Kuku Bima Ener G!, Lipovitan. Pemilihan tersebut didasarkan pada penelitian survei Yunita (1997) di Kota Bogor yang mengemukakan bahwa, produk minuman suplemen yang pernah dikonsumsi konsumen adalah Kratingdaeng, M-150, Sakagingseng, Lipovitan, Panther, Fit-Up, Bacchus-D, Nagatan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data mengenai konsep diri, pengalaman, persepsi terhadap klaim dan manfaat, pengetahuan gizi, potensi pasar, pola pembelian, pola penggunaan dan karakteristik konsumen, proses-proses pengambilan keputusan, serta kepuasan dan ketidakpuasan yang dialami konsumen jika dikaitkan dengan atribut produk, harga, lokasi penjualan dan promosi produk suplemen yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara. Kuesioner terdiri dari (1) pertanyaan tertutup (closed ended question), yakni alternatif jawaban telah tersedia, sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap paling sesuai; (2) pertanyaan terbuka (open ended question), yakni pertanyaan yang jawabannya diisi sesuai dengan alasan responden atau tidak terdapat dalam pilihan yang tersedia, mengacu pada hasil identifikasi atribut sebelumnya. Agar sahih, maka butir-butir pertanyaan pada kuesioner dianalisis dengan korelasi product moment (Ancok, 1989), yaitu : N (S XY) - (S X S Y) r =
, dimana √ { N SX - (S X )} {N S Y (S Y )} 2
r
2
2
= Koefisien korelasi product moment
N = Jumlah respnden X = Butir soal ke- x Y = Total butir soal dalam kuesioner
2
Sementara itu, proses wawancara menggunakan bahasa Indonesia yang dilaksanakan tidak hanya di rumah tempat tinggal, tetapi berlangsung di tempattempat sesuai waktu dan kesepakatan dengan responden. Perpindahan tempat dan waktu wawancara tersebut dipandang cocok dan layak digunakan sebagai variasi dengan tujuan meningkatkan mutu wawancara, sehingga data yang diperoleh benar-benar lengkap dan sahih. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang telah dipersiapkan. Data sekunder meliputi karakteristik produk (harga, label, klaim, komposisi, distribusi) yang dicatat dari label produk, data keadaan umum Kota Bogor, Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor.
Analisis data Tahapan kerja dalam pengolahan data adalah (1) memberikan skor pada masing- masing jawaban; (2) memindahkan data (nilai) dari kuesioner ke lembar tabulasi; (3) menghitung nilai total masing- masing atribut atau faktor; dan (4) memindahkan data ke lembar kerja untuk diolah dan dianalisis. Analisa data preferensi konsumen dianalisis menggunakan model sikap multi atribut Fishbein, karakteristik demografi dan sosial ekonomi responden diolah secara deskriptif dan faktor- faktor penentu persepsi konsumsi terhadap klaim kesehatan produk suplemen digunakan multiple logistic regression analysis. Penghitungan korelasi dalam penelitian ini menggunakan bantuan program komputer MS Excel dengan rumus PEARSON (array 1, array 2). Array 1 merupakan X (peubah yang ada di kuesioner), Array 2 merupakan Y (kolom total semua peubah kuesioner). Peubah-peubah bebas dan tidak bebas dianalisis dengan menggunakan bantuan program Microsoft Ecxel dan softwere Statistical Package for Social Sciences (SPSS versi 10.0 for windows) dengan model umum berikut:
1 Y
= (β0 + β 1 X1 + β2 X2 + ... βn Xn + ε) 1+e
Ln [Y/1-Y] = β n + β 1 X1 + β2 X2 + ... βn Xn + ε , dimana
Y
= Peluang konsumen yang mempercayai klaim kesehatan
1-Y
= Peluang konsumen yang tidak mempercayai klaim kesehatan
β0
= Konstanta
ε
= Galat
X1, X2 , ... Xn = Peubah-peubah bebas yang diduga sebagai penentu persepsi terhadap klaim kesehatan produk suplemen, yaitu: X1
= 1, jika usia > 31 0, jika usia ≤ 31
X2
= 1, jika menikah 0, jika belum menikah
X3
= 1, jika pendidikan diatas SMA/sederajat 0, jika pendidikan SMA/sederajat atau di bawahnya
X4
= 1, jika skor pengetahuan gizi di atas 50 0, jika skor pengetahuan gizi 50 atau di bawahnya
X5
= 1, jika jam kerja per hari di atas 8 jam 0, jika jam kerja per hari 8 jam atau di bawahnya
X6
= 1, jika mengkonsumsi minuman suplemen lebih dari 1 tahun 0, jika mengkonsumsi minuman suplemen ≤ 1 tahun
X7
= 1, jika ada keluhan yang dirasakan 0, jika tidak ada keluhan yang dirasakan
Y/1-Y = Odd Ratio merupakan perbandingan antara peluang konsumen yang percaya terhadap klaim kesehatan produk suplemen dengan peluang konsumen yang tidak percaya terhadap klaim kesehatan. Untuk mengetahui faktor- faktor penentu konsumsi produk suplemen digunakan multiple linear regression analysis dan software Statistical Analysis System (SAS) dengan model umum berikut: Y = β 0 + β1 X1 + β2 X2 + ... + βn Xn + ε , dimana Y
= Konsumsi produk suplemen (sachet/bulan)
β0
= Konstanta
β1 , β2 , ... , βn = Koefisien regresi ε
= Galat
X1 , X2 , ..., Xn = Peubah-peubah bebas yang diduga sebagai penentu konsumsi minuman suplemen
X1
= Pendapatan (Rp/bln)
X2
= Harga produk suplemen (Rp/sachet)
X3
= Lama mengikuti pendidikan formal (tahun)
X4
= Jam kerja (jam/hari)
X5
= Pengetahuan gizi (jumlah jawaban benar)
X6
= 1, jika percaya terhadap klaim kesehatan yang dicantumkan 0, jika tidak percaya terhadap klaim kesehatan yang tercantum
X7
= 1, jika merasakan manfaat kesehatan 0, jika tidak merasakan manfaat kesehatan
Mulai
Selesai
Penyusunan kuesioner
Penyusunan laporan
Uji validitas dan Uji reliabilitas kuesioner
Tidak
Analisis data Ya
Sahih
Survei ke lapangan
Gambar 9. Langkah-langkah penelitian Definisi operasional berikut, digunakan untuk memudahkan pengolahan data dan integrasi data. Anggota rumah tangga adalah semua orang yang bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik berada di rumah pada saat wawancara maupun sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah bepergian enam bulan atau lebih dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari enam bulan tetapi bertujuan pindah, tidak dianggap sebagai anggota rumah tangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumah tangga enam bulan atau lebih atau yang telah tinggal di suatu rumah tangga kurang dari enam bulan tetapi berniat menetap di rumah tangga tersebut dianggap anggota rumah tangga.
Bentuk suplemen adalah klasifikasi produk suplemen berdasarkan wujudnya, berupa serbuk, tablet atau cair. Frekuensi konsumsi adalah jumlah produk suplemen yang dikonsumsi responden dalam satu bulan. Harga adalah nilai rupiah yang ditukarkan untuk membeli produk suplemen. Kepuasan adalah sikap responden setelah membeli dan mengkonsumsi produk suplemen, dikelompokkan pada puas dan tidak puas. Klaim kesehatan adalah setiap tulisan yang tercantum pada label produk suplemen yang menunjukkan kebolehan minuman tersebut dikonsumsi untuk penstimulasi stamina setelah melakukan aktivitas. Kondisi kesehatan adalah kondisi kesehatan berdasarkan persepsi responden pada saat wawancara yang dikelompokkan pada kondisi sehat atau sakit. Label adalah keterangan yang terdapat pada kemasan produk suplemen. Manfaat konsumsi adalah hal- hal yang dirasakan responden dalam memilih dan mengkonsumsi produk suplemen. Produk Suplemen adalah produk hasil olahan industri yang dikemas sachet maupun botol dengan kandungan penstimulasi stamina, vitamin, mineral (tidak termasuk jamu) yang diklaim produsen sebagai minuman yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mempertahankan stamina. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden untuk memperoleh dan atau membantu memperoleh penghasilan berupa keuntungan. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal baik sedang maupun yang telah ditempuh responden (SD, SLTP, SLTA, sarjana dan pascasarjana) dan secara kontinyu dihitung berdasarkan tahun pendidikan terakhir. Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan responden mengenai sumber zat gizi, makanan sehat dan pengetahuan tentang label produk suplemen. Populasi adalah konsumen produk suplemen (pria) yang telah berusia 17–45 tahun dan berdomisili di kota bogor. Proses pengambilan keputusan adalah langkah- langkah yang dilakukan responden dalam membeli produk suplemen, mulai dari menerima stimulus, pemahaman masalah, pencarian informasi, penilaian alternatif, pembelian dan tahap penilaian setelah mengkonsumsi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang terdiri dari empat atribut, yaitu atribut harga, produk, penjualan, dan promosi (Lampiran 1). Menurut Kerlinger (2002), titik erat dari uji validitas instrumen adalah pada validitas isi, dilihat dari (1) apakah instrumen tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur, dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan sesuai dengan konsep yang digunakan. Kuesioner mempunyai validitas tinggi, dengan cara menyusun daftar pertanyaan melalui (1) pertimbangan teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan di berbagai pustaka empiris; (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden; dan (3) memperhatikan masukan para pakar. Uji validitas dilakukan terhadap 30 orang responden menghasilkan nilai korelasi (rxy ) dari masing- masing atribut kepuasan yang lebih besar dari nilai kritis 5% = 0,361. Hasil uji r menunjukkan bahwa pernyataan dalam kuesioner memiliki tingkat validitas nyata (rhitung > rtabel, X = 5%), dalam arti bahwa kuesioner mengukur aspek yang sama untuk menghasilkan persepsi sama dari tiap-tiap responden, sehingga layak untuk digunakan. Pada pertanyaan nomor 7, didapat nilai rhitung < rtabel (0,361), sehingga pertanyaan tersebut tidak sahih atau bertentangan dengan pertanyaan lainnya, maka pertanyaan tersebut tidak diikutkan dalam kuesioner yang akan disebar. Nilai reliabilitas merupakan nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur terhadap gejala yang sama dengan membandingkan antara rhitung dan rtabel dengan menggunakan alat uj i Spearman-Brown. Hasil pengujian reliabilitas terhadap 30 orang responden menghasilkan nilai r = 0,9904 (kelompok atribut produk), nilai r = 0,922 (kelompok atribut harga), nilai r = 0,978 (kelompok atribut lokasi penjualan), dan nilai r = 0,928 (kelompok atribut promosi). Untuk taraf nyata 5% angka kritik adalah 0,361, sedangkan untuk taraf nyata 1% angka kritik adalah 0,463. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan kuesioner yang digunakan memiliki validitas baik.
Kondisi Umum Wilayah Kota Bogor 1. Wilayah Kota Bogor Kota Bogor merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang berada dibawah wilayah pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah 118.50 Km2 yang terletak di 1060 .48’ BT dan 600 .36’ LS. Ketinggian rataan 190–330 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan jarak ± 60 km dari ibukota negara. Secara administratif Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan (Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal) dan 70 kelurahan (Lampiran 5). Sungai yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok (Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003). Adanya sungai-sungai yang berada di Kota Bogor, secara historis mempengaruhi terhadap penyebutan nama kelurahan dan desa di Kota Bogor, misalnya Cibogor, Ciwaringin, Cikaret dan lain- lain. Perkembangan Kota Bogor sejak masa kolonial, dapat dilihat dari bangunan bersejarah yang didirikan. Salah satu bangunan tersebut adalah Istana Bogor yang terletak di tengah Kota Bogor. Istana Bogor direno vasi pada masa pendudukan Inggris dengan Gubernur Jenderal Daendels (18081811) dan Thomas Stanford Raffles (1811-1816), sekawanan rusa dilepas dan membuat Kebun Raya atau Botanical Garden sebagai landmark (± 87 hektar, tercatat 13.000 spesimen tanaman di luar koleksi anggrek 9.700 spesimen-100 nomor marga-726 nomor jenis ), mempekerjakan seorang Planner bernama Carsens untuk menata Bogor sebagai tempat peristirahatan. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Kota Bogor berubah menjadi Kota Besar Bogor (UU No. 16 th 1950), berubah menjadi Kota Praja Bogor (UU No. 1 th 1957) dan berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (UU No. 18 th 1965 dan UU No. 5 th 1974). Berlakukannya UU No. 22 Th 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor dan (UU No. 47 th 1999) tentang Pemekaran Wilayah Provinsi dan Kabupaten, sehingga terbentuk Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota Bogor.
2. Angkatan kerja di Kota Bogor
Tahun 2002 penduduk Kota Bogor berjumlah 789.423 orang dengan kategori penduduk usia kerja atau tenaga kerja sebanyak 560.340 orang. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor setiap tahun ± 3,68%,
rataan
pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk nasional dan diperkirakan dipengaruhi oleh pertumbuhan alami (kelahiran dan kematian), juga dipengaruhi urbanisasi dan migrasi yang didorong oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi- finansial, melanjutkan studi, menjalankan tugas atasan, hubungan pernikahan atau pindah tempat ke Kota Bogor. Besaran jumlah penduduk menentukan jumlah tenaga kerja dan jumlah angkatan kerja, karena jumlah penduduk, pendidikan, tenaga kerja dan angkatan kerja saling berkaitan satu sama lainnya. Peubah ini akan menentukan besarnya pasar, potensi daya beli dan perubahan yang terjadi di pasar produk suplemen. Mutu penduduk yang tinggi berimplikasi kepada tenaga kerja dan angkatan kerja yang mempunyai mutu tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan masalah ketenagakerjaan tidak terlepas dari masalah kependudukan dan pendidikan yang pada akhirnya mempengaruhi terhadap perilaku dan preferensi produk suplemen. Tabel 6. Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut kelompok usia dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 Kelompok Umur
15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 + Total
Tahun 2001 2002 18.264 38.886 46.684 44.107 36.933 31.747 24.513 16.341 11.042 20.953
18.852 40.138 48.188 45.527 38.122 32.770 25.302 16.867 11.397 21.628
2005
Prediksi Tahun (%) 2006 2007
2008
6.31 13.44 16.15 15.26 12.77 10.99 8.47 5.56 3.81 7.24
6.30 13.45 16.15 15.26 12.78 10.99 8.47 5.55 3.80 7.25
6.29 13.46 16.16 15.28 12.79 11.00 8.45 5.54 3.80 7.23
6.26 13.46 16.16 15.29 12.80 11.01 8.45 5.54 3.80 7.23
289.470 298.792 324.889
333.187
341.695
350.379
Sumb er: Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003.
3. Pendidikan masyarakat di Kota Bogor
Pendidikan merupakan satu proses cara berpikir dari sifat emosional menjadi berpikir rasional. Keyakinan bahwa pendidikan berpengaruh besar dalam cara berpikir, bersikap dan bertindak, membuatnya penting dalam pembentukan SDM progresif, produktif dan inovatif. Artinya, pendidikan sudah umum menjadi salah satu syarat mutlak dalam mencapai kehidupan yang baik dan akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih produk suplemen yang dikonsumsi. Pendidikan masyarakat di Kota Bogor secara rataan selama tahun 2001– 2002 didominasi pendidikan menengah rendah, namun demikian terdapat indikasi peningkatan mutu tenaga kerja (Tabel 7). Masyarakat yang berpendidikan tinggi (diploma/universitas) sebanyak 12,78%, SLTA (31,42%) dari seluruh angkatan kerja yang bekerja. Keadaan ini menunjukkan bahwa permintaan pasar kerja di Kota Bogor sebagian besar membutuhkan tenaga kerja berpendidikan SLTA ke bawah, terutama pada perusahaan-perusahaan besar industri padat karya, akibatnya produktivitas kerja tetap rendah. Tabel 7. Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 Pendidikan T/BTSD SD SLTP SLTA Diploma Universitas Total
Tahun 2001 2002 24.894 89.175 47.445 90.937 14.709 22.309
2005
Prediksi Tahun (%) 2006 2007
2008
25.695 92.047 48.973 93.866 15.183 23.028
8.25 30.40 16.60 31.70 5.43 7.62
8.00 30.10 16.70 31.80 5.70 7.70
7.75 30.00 16.80 31.90 5.80 7.75
7.50 29.75 16.90 32.00 6.00 7.85
289.470 298.792
337.134
345.750
354.600
363.622
Keterangan: T/BTSD = Tidak/belum tamat sekolah dasar Sumber: Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003.
Karakteristik Produk Suplemen Penstimulasi Stamina
1. Tinjauan beberapa produk suplemen penstimulasi stamina yang beredar a. Lipovitan Awal kemunculan produk suplemen, Lipovitan dapat dikatakan sebagai biangnya, karena sebelum merek- merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss, Lipovitan sudah menguasai pasar lebih dari 10 tahun. Krisnadi (2003) mengatakan bahwa, awal 1990-an dominasi Lipovitan mulai goyah dengan hadirnya produk suplemen baru. PT. Taisho Indonesia (TI) selaku produsen produk suplemen, melihat pasar yang kini semakin tumbuh dengan mengembangkan produk, walaupun perkembangannya tidak sepesat merek lain, Lipovitan masih bertahan minimal performannya tidak jauh dibandingkan dengan produk suplemen Kratingdaeng (Durianto et al. 2004a). Tabel 8. Komposisi dan klaim produk suplemen Lipovitan Merek
Komposisi
- Taurine - Vitamin B1 Lipovitan - Vitamin B2 (Netto 150 ml) - Vitamin B6 - Nicotinamide - Inositol - Royal jelly - Anthydrous caffeinne - Extrac ginseng cair Indikasi: Memulihkan energi yang hilang. Indikasi dalam bahasa asing: Peringatan: Peringatan dalam bahasa asing: Layanan pelanggan: Produksi PT. Taisho Indonesia Kode produksi Petunjuk simpan ditempat sejuk dan kering Tata cara penggunaan ada Batas kadaluarsa ada Tanda halal: Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan produk
b. Hemaviton
Jumlah 1000 mg 2,5 mg 2,8 mg 3,3 mg 20 mg 50 mg 50 mg 50 mg 10 mg
Merek produk suplemen Hemaviton pada awalnya hanya sekedar merek multivitamin biasa yang diproduksi PT. Tempo Scan Pacifik (TSP). Durianto et al. (2004a) mengungkapkan bahwa, dalam waktu lima tahun, pasar domestik diramaikan produk-produk Hemaviton dengan positioning dan target pasar yang berbeda. Seluruhnya terdapat delapan produk Hemaviton: multivitamin (Hemaviton), makanan suplemen penambah stamina (Hemaviton Action), pencegah kerusakan kulit (Hemaviton Skin Nutrient), peningkat fungsi syaraf (Hemafiton Brain Nutrient), penambah gairah pria (Neo Hormoviton), penjaga kesehatan hati (Hemaviton) dan energy drink (Hemaviton Energy Drink dan Hemaviton Jreng). Tabel 9. Komposisi dan klaim produk suplemen Hemaviton Jreng Merek
Komposisi
Jumlah
- Taurine 1000 mg - Kafein 50 mg Hemaviton Jreng - Sari ginseng murni (extract 250 mg (Netto 4 gr) ginseng) 18 mg - Nicotinamid 2 mg BMD 862710001567 - Royal jelly - Asam sitrat, Natrium bikarbonat, fruit punch flavour √ - Aspartame, natrium siklamat, fenilalanin, tartrazine √ Indikasi: Membantu menjaga kondisi tubuh pada saat bekerja keras dan atau berolahraga Indikasi dalam bahasa asing: Peringatan: Peringatan dalam bahasa asing: Layanan pelanggan Bekasi 021 5201331/ 08001508888 Produksi PT. Tempo Scan Pacific Tbk Bekasi 17550 Indonesia Kode produksi ada Simpan ditempat yang sejuk dan kering Petunjuk penggunaan ada Batas kadaluarsa ada Tanda halal: Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan produk
Brand awareness Hemaviton yang ada di pikiran konsumen, akan lebih mudah mempengaruhi pasar untuk melakukan pembelian (Krisnadi, 2003), didukung pesan komunikasi, harga terjangkau (Durianto dan Budiman. 2004b). Jika dilihat dari harga, bentuk dan kemasan, diduga Hemaviton Jreng ditujukan untuk merebut pasar Extra Joss. Sebagai contoh dalam produk suplemen, harga Hemaviton Jreng Rp. 600 per sachet, sementara Extra Joss Rp 800 per sachet. c. Kratingdaeng Cikal bakal produk suplemen Kratingdaeng bermula dari Dieterich Mateschiltz-pengusaha Austria- yang kebetulan berkunjung ke Bangkok. Tahun 1980’ Dieterich menemukan adanya cairan yang dikemas dalam botol coklat bernama Kratingdaeng (dalam bahasa Thailand artinya sapi jantan). Saat itu, minuman tersebut merupakan favorit bagi pekerja ”kerah biru” yang berusaha tetap terjaga selama jam kerja. Dieterich melihat adanya peluang pasar untuk mempopulerkan Kratingdaeng di Eropa, sehingga mendorongnya untuk membeli lisensi TC Pharmaceuticals kepada keluarga Yoovidhya (Durianto et al. 2004a). Tahun 1984, Dieterich mencampur cairan tersebut dengan resep asli dari Thailand yang diencerkan dengan air soda. Komposisi ini sangat memuaskan pihak-pihak berwenang yang menawarkan produk tersebut dengan desain citra sebagai produk gaya hidup dan peningkat stamina olah raga yang terkesan glamor. Sejak masuk di Indonesia tahun 1993 (Durianto dan Budiman. 2004b), Kratingdaeng diimpor langsung oleh PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (APP) dan didistribusikan oleh Kelompok ABC. Kratingdaeng langsung mengungguli produk suplemen terdahulu, yakni Lipovitan yang selama 15 tahun lebih tanpa persaingan pasar. Menurut Durianto et al. (2004a) Produk lisensi TC Pharmaceutical Industries Co. Ltd ini termasuk cepat berkembang.
Tabel 10. Komposisi dan klaim produk suplemen Kratingdaeng Merek
Komposisi
Jumlah
- Caffeine - Inositol - Taurine - Nicotinamide - Vitamin B6 (pyridoxine HCL) - Dexpanthenol - Vitamin B12 (Cyanocobalamin) - Gula murni Indikasi: Membantu menyegarkan tubuh pada saat kerja keras atau berolahraga Indikasi dalam bahasa asing ada Peringatan maksimum 3 botol sehari Peringatan dalam bahasa asing ada Layanan pelanggan Babakan Pari, Sukabumi, Indonesia Produksi PT. Asia Heath Energi Beverages Kode produksi ada Petunjuk penggunaan: Batas kadaluarsa ada Tanda halal ada Kratingdaeng (Netto 150 ml) POM. SL. 031 600 091
50 mg 50 mg 25 mg 20 mg 5 mg 5 mg 5 mg 25 gr
Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan masing-masing produk
d. Extra Joss Ditengah ketatnya persaingan produk suplemen, PT. Bintang Toejoe berhasil menjadi penguasa pasar dengan tampilan kemasan lain dari produk sejenis (sachet) yang lebih dulu eksis, misalnya produk suplemen Kratingdaeng, Lipovitan, M-150 dan lain- lain. Keunggulan yang dimiliki Ekstra Joss adalah, produk ini merupakan produk lokal. Durianto dan Budiman
(2004 b)
mengungkapkan
bahwa,
produk-produk
lisensi
umumnya mensyaratkan kompensasi bisnis yang mahal, sehingga (Kotler, 2000) sasaran pangsa pasar secara otomatis kalangan menengah atas.
Tabel 11. Komposisi dan klaim produk suplemen Extra Joss
Merek
Komposisi
Jumlah
-
Ginseng 20 mg Inositol 50 mg Extra Joss Taurine 1000 mg (Netto 4 gr) Vitamin B1 10 mg Vitamin B2 sodium phosphate 5 mg Dep.Kes RI No Niasin 20 mg MD 662709003098 Vitamin B6 5 mg 1,3,7-trimethylxanthine 50 mg Citric acid, Aspartame, √ Phenylalanine - Honey, Sodium bicarbonate √ Indikasi: Minuman kesehatan. Baik juga untuk penderita diabetes dan orang yang membutuhkan kalori rendah. Indikasi dalam bahasa asing: Peringatan: Peringatan dalam bahasa asing: Layanan pelanggan PO Box 7007-JKT 13000 Telp. 08001237007 Produksi PT. Bintang Toedjoe Kode produksi ada Simpan ditempat sejuk dan kering Petunjuk penggunaan ada Batas kadaluarsa ada Tanda halal ada Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan produk
e. Fit-Up Memasuki tahun 2002, PT. Konimex memperkenalkan produk FitUp hingga dipasaran di kaki lima dengan harga Rp 635 per tablet, Durianto dkk (2004a) mengungkapkan, tawaran keuntungan yang lebih tinggi belum cukup menjadi daya tarik, terutama untuk memasarkan produk Fit-Up. Bahkan tidak sedikit yang menolaknya, karena pasar menghendaki Extra Joss. Untuk itu, Fit-Up melakukan strategi dengan memberikan 20 tablet secara gratis bagi kios yang memasarkan Fi- Up. Tidak hanya itu, Fit-Up bahkan memberikan produk contoh (gratis) ke konsumen secara langsung. Caranya dengan menebarkan produk suplemen tersebut ke warung-warung pada jam istirahat.
Tabel 12. Komposisi dan klaim produk suplemen Fit-Up
Merek
Komposisi
Jumlah
- Inositol 50 mg - Taurine 1000 mg - Vitamin B1 1,4 mg Fit-Up - Vitamin B2 1,6 mg (Netto 4,5 gr) - Nicotinamide 18 mg MD 662711056010 - Vitamin B6 2 mg - Kofeina 50 mg - Na bikarbonat, asam sitrat, √ sukrosa, aroma Indikasi: Minuman bervitamin yang dapat membantu menjaga kesehatan tubuh selama atau setelah bekerja berat, berolah raga, dll. Indikasi dalam bahasa asing: Peringatan: Peringatan dalam bahasa asing: Layanan pelanggan: Produksi PT. Konimex Kode produksi ada Simpan ditempat yang sejuk dan kering Petunjuk penggunaan ada Batas kadaluarsa ada Tanda halal: Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan produk
f. Kuku Bima Ener G! Kuku Bima Ener-G! merupakan produk terbaru PT Sido Muncul dengan tingkat penjualan sekitar 40 juta sachet setiap bulan secara nasional. Dari jumlah tersebut 10% atau 4 juta sachet beredar di pasar Jawa Tengah. Artinya, masih terbuka pasar yang ditunjukkan dengan kemampuan bersaing dengan produk suplemen yang sudah ada (Durianto dkk, 2004a). Ciri khas yang dimiliki produk Kuku Bima Ener-G! dibandingkan dengan produk sejenisnya adalah berkhasiat membantu memulihkan stamina dan menyegarkan tubuh, juga dengan edukasi kepada publik. Faktor keamanan produk, bahwa mengkonsumsi Kuku Bima dijamin tidak bermasalah, itulah pesan utama yang disampaikan dalam berbagai iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Kandungan arginin (sejenis asam amino), ginseng, madu dan ekstrak akar Yohimbe, gencar dipromosikan sebagai peningkat nafsu seks, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan ejakulasi dini yang dipasarkan dengan kemasan sachet dan harga terjangkau. Pelayanan kepada konsumen, pihak PT. Bintang Toedjoe menyediakan fasilitas bebas hotline yang tercantum di kemasan produk untuk melayani pembelian dan pertanyaan khusus seputar produk. Strategi ini dipandang berani dan inovatif. Tabel 13. Komposisi dan klaim kesehatan produk suplemen Kuku Bima Ener G! Merek
Komposisi
Jumlah
- L Glutamine 100 mg - Extrak Panax Radix (ginseng) 300 mg Kuku Bima Ener G! - Taurine 1000 mg (Netto 4 mg) - Royal Jelly 30 mg SD 102 202 971 - Kafein Anhidrat 50 mg - Madu 100 mg - Vitamin B2 5 mg - Vitamin B6 5 mg - Vitamin B12 5 mg - Aspartam 120 mg Indikasi: Minuman kesehatan. Tanpa pewarna dan saccharine. Serbuk warna kuning adalah warna asli vitamin. Indikasi dalam bahasa asing: Peringatan: Peringatan dalam bahasa asing: Layanan pelanggan: Produksi PT. Sidomuncul Kode produksi ada Simpan ditempat yang sejuk dan kering Petunjuk penggunaan ada Batas kadaluarsa ada Tanda halal: Sumber: Komposisi yang tertera pada kemasan produk
2. Analisis komposisi produk suplemen penstimulasi stamina Komposisi yang tertera di kemasan produk suplemen, terlihat semuanya mengandung taurin (asam 2-aminoetana sulfonat) seberat 1000 mg. BPOM (1996) mengatakan bahwa, taurin adalah asam amino non esensial. Meskipun
taurin dapat diperoleh tubuh dari makanan, namun (Fessenden dan Fessenden, 1997) taurin dapat diproduksi tubuh dari asam amino metionin (esensial) dan sistein (non esensial). Selain taurin, produk suplemen (Extra Joss, Kratingdaeng, M-150, Fit-Up, Lipovitan, Hemaviton Jreng dan Kuku Bima Ener-G!) mengandung inositol (mio- inositol; misoinositol; faktor lipotropik), yakni zat yang dibutuhkan dalam pembentukan lesitin dan berfungsi sangat mirip dengan kolin
(Schmidt
and
Labuza,
2000).
BPOM
(1996)
mengungkapkan bahwa, inositol bukan suatu zat yang esensial bagi tubuh sehingga tidak dapat digolongkan sebagai vitamin. Namun penambahan inositol sebanyak 50 mg dalam produk suplemen, diduga karena (Lisa et al. 1998) kebutuhan tubuh untuk menyeimbangi penggunaan antibiotik jangka panjang dan konsumsi kafein secara berlebihan. Faktor yang juga membuat konsumen merasa mendapatkan khasiat dari produk suplemen yang diminumnya adalah kehadiran zat gizi yang dapat menghasilkan energi dengan cepat seperti glukosa dan gula lainnya, serta zat non-gizi yang dapat merangsang dan memicu ketegangan syaraf. Zat non- gizi yang paling umum ditambahkan ke dalam berbagai produk suplemen adalah kafein. Kadar kafein umumnya 50 mg yang berfungsi sebagai perangsang sistem syaraf pusat, mengurangi rasa ngantuk, bugar dan bersemangat (Ciptadi dan Nasution, 2001). Responden yang merasa dirinya lelah, setelah mengkonsumsi kafein akan terpacu dan merasa staminanya kembali pulih, inilah
penyebab
konsumen
merasa
tidak
ngantuk,
lebih
mampu
berkonsentrasi, segar dan bergairah setelah mengkonsumsi produk suplemen berkafein. Namun setelah efek kafein berakhir akan kembali merasa lelah berlipat dan kadang tidak dapat mengendalikan rasa ngantuk. Oleh sebab itu, konsumen yang terbiasa mengkonsumsi produk suplemen mengandung kafein dapat mengalami ketergantungan, walaupun dala m dosis rendah. Rasa manis yang ada dalam produk suplemen hampir semuanya menggunakan zat pemanis sintetik. Winarno (1982) mengemukakan bahwa, zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari gula. Berdasarkan
tabel komposisi produk suplemen di atas terlihat bahwa, Hemaviton Jreng dan Extra Joss menggunakan pemanis aspartam. Menurut Brannen et al. (1990) bahwa, setengah dari pemanis aspartam disusun fenilalanin. Oleh sebab itu, konsumen yang tidak atau sangat sedikit mampu memetabolisme fenilalanin harus mengontrol konsumsinya, sementara bagi yang tidak mengidap fenilketonuria, nilai Acceptable Daily Intage (ADI) untuk aspartam adalah 40 mg/kg berat badan (ILSI-NF, 1986). Hal ini dikemukakan Linder (1992) bahwa, ada korelasi antara konsumsi zat pemanis sintetik terhadap peningkatan kangker kantong kemih pada manusia. Madu, royal jelly dan ginseng sering ditambahkan di dalam produk suplemen (Lipovitan, Hemaviton Jreng dan Kuku Bima Ener G!). Ekstrak gingseng diakui keampuhannya sebagai stimulus terhadap stamina. Menurut Yunita (1997), gingseng yang dikonsumsi dalam waktu lama akan memberikan efek tonik bagi stamina. Hal yang sama diungkapkan Linder (1992) bahwa, Ginsana mampu menurunkan kadar asam laktat dalam darah, sehingga mampu menstimulasi stamina dan memacu gairah seksual. Informasi yang terdapat pada labeling produk suplemen adalah vitamin dan mineral. Alhadeff, Gualteri and Lipton (1984) mengungkapkan bahwa, kendati tidak berbahaya, kelebihan vitamin akan terbuang percuma melalui urin. Tsuge (1997) mengatakan bahwa, kadar vitamin yang tinggi umumnya diperuntukkan bagi mereka yang kekurangan vitamin. Vitamin B1 (tiamin, aneurin) merupakan vitamin larut air yang berperan dalam metabolisme energi (Hendler and Rorvik, 2001). Tallaksen et al. (1997) mengungkapkan, bentuk aktif vitamin B1 adalah tiamin pirofosfat (TPP). Hal ini diduga menjadi alasan konsumen selalu mengkonsumsi produk suplemen. Temuan ini menduk ung ungkapan Hendler and Rorvik (2001) bahwa, penelitian pada peminum alkohol menunjukkan pemberian tiamin dapat menghilangkan gejala bingung (confusion), penglihatan ganda, kelemahan otot akibat ensefalopati karena kekurangan tiamin. Namun Alhadeff, Gualteri and Lipton (1984) mengatakan bahwa, vitamin B1 dosis tinggi meskipun larut air tetap dapat menimbulkan hal yang merugikan terhadap orang tertentu, oleh karena itu tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan.
Penambahan vitamin B2 di dalam produk suplemen terlihat pada produk suplemen dengan merek Extra Joss, M-150, Fit-Up dan Lipovitan, serta Kuku Bima Ener-G!, hal ini diduga sebagai stimulan sehingga konsumen merasa staminanya lebih meningkat setelah mengkonsumsi produk tersebut. Hal ini sejalan dengan temuan Hendler and Rorvik (2001) yang mengatakan bahwa, riboflavin merupakan ko-enzim yang berperan dalam reaksi pembentukan energi. Meskipun tidak ada efek toksik yang dilaporkan dan jarang timbul reaksi alergi, konsumsi riboflavin sebaiknya tetap dibatasi sesuai dengan kebutuhan. Hal inilah yang diungkapkan Alhadeff, Gualteri and Lipton (1984) bahwa, vitamin B2 dosis tinggi meskipun larut air tetap dapat menimbulkan hal yang merugikan pada orang tertentu, oleh karena itu tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi riboflavin secara berlebihan. Selain vitamin B1 dan B2 , di dalam produk suplemen juga ditambahkan vitamin B6 . Vitamin B6 merupakan ko-enzim dalam bentuk piridoksal fosfat yang berperan pada banyak reaksi biokimia antara lain metabolisme asam amino dan glikogen, sintesis asam nukleat, hemoglobin, sfingomielin, neurotransmiter serotonin (Hendler and Rorvik, 2001), dopamin, norepinefrin, asam gama-amino-butirat (GABA) (Griffith, 1988), membantu perubahan triptopan menjadi niasin (Winarno, 1982) Penambahan vitamin B12 di dalam produk suplemen Kratingdaeng dan Kuku Bima Ener G!, diduga untuk menjaga agar sel-sel berfungsi normal, (Winarno, 1982) terutama sel-sel saluran pencernaan, Alhadeff, Gualteri and Lipton (1984) sistem urat syaraf dan sumsum tulang belakang. Hendler and Rorvik (2001) mengatakan bahwa, vitamin B12 merupakan ko-enzim dalam metabolisme protein misalnya pada pembentukan asam nukleat DNA dan RNA, serta bekerja langsung pada reaksi-reaksi pembentukan sel darah merah. 3. Tinjauan hukum produk suplemen penstimulasi stamina Dilihat dari tinjauan hukum, pelanggaran yang ditemukan pada produk suplemen, misalnya, pemakaian pemanis buatan. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Permenkes No. 205/Menkes/Per/IV/1985, pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pemanis buatan terdiri dari aspartam,
sakarin, siklamat dan sorbitol dengan efek yang dibawa. Komposisi aspartam adalah asam amino fenilalanin dan asam aspartat. Menurut Tallaksen et al. (1997) mengungkapkan bahwa, penderita phenyl keton uric tidak dapat menguraikan fenilalanin sehingga fenilalanin akan menumpuk di dalam darah. Sekalipun ada peraturan yang mengharuskan mencantumkan keterangan dan peringatan kepada konsumen mengenai kandungan pemanis, di pasaran masih dijumpai produk suplemen produksi dalam dan luar negeri yang memakai pemanis buatan tanpa mencantumkan salah satu atau kedua hal tersebut. Dikemasan Extra Joss dan Hemaviton Jreng misalnya, tercantum bahwa, produk ini mengandung aspartam. Karena itu pada tanda peringatan Extra Joss disebutkan phenyketonuria: produk ini mengandung phenylalanine. Produk lainnya justru tidak mencantumkan pemanis buatan yang digunakan. Berdasarkan pasal 11 Permenkes, makanan yang mengandung pemanis buatan antara lain harus menyebutkan secara jelas jenis pemanisnya dan mencantumkan tulisan "untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”. Kenyataan dilapangan, produk suplemen Extra Joss justru mencantumkan pernyataan "baik untuk penderita diabetes dan orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah". Namun demikian, perjalanan produk suplemen di pasaran Indonesia tidak selalu mulus. Puncaknya pada pertengahan Agustus 2001 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan penarikan empat jenis produk suplemen: Kratingdaeng, Kratingdaeng-S, Galian Bugar dan M-150, karena ketidak cocokan antara kandungan produk (80 mg) dengan komposisi (50 mg) yang tertera pada label. Batas kadar kafein yang aman setiap harinya adalah 250 mg (BPOM, 1996). Seiring dengan penarikan tersebut, masyarakat beralih ke produk suplemen sejenis yang diasumsi tidak mengandung kafein. Namun, tindakan konsumen tersebut tidak disertai kecukupan informasi mengenai produk, sehingga
tetap
mengkonsumsi
produk
serupa
yang
mencantumkan
trimethylxanthine pada label. Akan tetapi jika dalam jumlah yang kecil, kafein memang tidak mengakibatkan buruk.
Penilaian suatu perbuatan atau peristiwa sebagai tindak pidana, sangatlah penting dilihat dari aspek ketentuan hukum pidana berkenaan dengan praktek periklanan tersebut. Dalam konteks ini, pemahaman akan mengarah kepada hukum pidana yang bersifat umum (KUHP) dan khusus (peraturan perundangundangan). Peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tindak pidana periklanan antara lain, UUPK, UU Pangan, UU Kesehatan, UU Penyiaran, UU Pers dan KUHP. Jika dihubungkan dengan Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam pasal 7 huruf (b) mengenai kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang dengan pencantuman label halal; pasal 8 ayat 1 huruf (h) tentang larangan memproduksi produk yang tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal, seperti tercantum dalam label; Pasal 8 ayat 1 huruf (e) tentang komposisi yang tidak sesuai dengan label; Pasal 9 ayat 1 huruf (f), larangan pelaku usaha menawarkan, mempromosikan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar dan atau seolah-olah barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; Pasal 62 ayat 1 tentang sanksi pidana atas pelanggaran pasalpasal UUPK, khususnya pasal 8 dan 9 pada kasus produk suplemen tersebut. Dalam perspektif UU Pangan (pasal 3 ayat 1 UU Pangan Nomor 23 tahun 1996) mengenai tujuan keamanan mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan dapat terpenuhi kebutuhan dan hak masyarakat dilindungi. Dari kasus pelanggaran produk suplemen di atas, setidaknya ada beberapa kaidah Undang-undang Pangan yang telah dilanggar, antara lain: Penjelasan pasal 30 ayat 2 huruf (e) label halal, jika produk pangan tersebut diperdagangkan di Indonesia; pasal 33 ayat 1 harus mencantumkan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan. Sedangkan pasal 33 ayat 2, melarang pemberian keterangan atau pernyataan produk yang diperdagangkan jika keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar. Dengan demikian terjadi pelanggaran atas pasal tersebut, karena pencantuman kadar yang berbeda dengan kandungan sebenarnya pada label dan iklan Kratingdaeng, M-150 dan Galin Bugar; pasal 34 ayat 1, siapapun yang menyatakan label halal (sesuai dengan aturan agama dan kepercayaan) bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
Merujuk pada pelanggaran ketentuan pasal 30 ayat 2 huruf (e), pasal 33 ayat 2, dan pertanggungjawaban pelaku usaha PT. Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical atas iklan dan labelnya, maka berdasarkan pasal 80 ayat 4, PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical, serta pelaku usaha/penghasil dan pihak-pihak yang menyatakan halal atas produk suplemen, dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan pasal 58 huruf (i) dan (j) dengan sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360,000,000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah). Masalah kesalahan pencantuman kandungan kafein pada label produk maupun iklannya dikaitkan dengan Undang- undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, maka pelaku usaha/produsen produk suplemen dapat dipersalahkan atas beberapa hal berikut: pasal 21 ayat 3, tentang pelarangan peredaran produk, syarat label seperti bahan yang dipakai, komposisi bahannya, tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa, serta ketentuan lainnya sesuai pasal 21 ayat 2, agar dapat melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar syarat kesehatan (pasal 21 ayat 1), maka denga n dasar membahayakan kesehatan, produk suplemen tersebut dilarang dan ditarik dari peredaran, serta dimusnahkan; merujuk ketentuan pasal 80 tentang ketentuan pidana ayat 4 huruf (a) tentang peredaran produk yang dilarang sebagaimana ketentuan pasal 21 ayat 3, maka pada kasus ini, dapat
dipidana
karena
sengaja
mengedarkan
produk yang syubhat,
membahayakan kesehatan masyarakat secara umum, dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 4. Pengembangan produk Puluhan merek produk suplemen yang beredar di pasar domestik sebagian besar dikemas dalam botol dengan isi 150 ml, 125 ml, 100 ml, 60 ml dan dengan isi 30 ml. Saat ini, pasar produk suplemen semakin besar permintaan,
karena
rintisan
merek- merek
yang
bermunculan.
Extra
Joss ”memukau” dengan bentuk serbuk yang dikemas sachet, produk ini langsung terasa berbeda dari merek lain yang tetap dikemas dalam botol.
Setelah sukses me luncurkan Extra Joss klasik berbentuk sachet, PT. Bintang Toejoe selaku produsen, (Durianto et al. 2004a) diluncurkan Extra Joss tab berbentuk tablet pada tahun 2001. Kedua produk tersebut mempunyai kandungan komposisi yang sama dan dipasarkan sebagai biangnya minuman energi dengan berat netto 4 gram. Langkah sukses Extra Joss yang spektakuler tersebut diikuti produsen lain. Diantaranya PT. Tempo Scan Pacific yang memproduksi Hemaviton Energy Drink (cair) mencoba menarik konsumen Extra Joss klasik berbentuk sachet dengan mengeluarkan produk sejenis dengan label Hemaviton Jreng, juga dengan berat netto 4 gram. Sedangkan Extra Joss tab berbentuk tablet diikuti oleh Konimex dengan Fit Up Tab-nya yang sebelumnya memiliki Fit Up 150 ml dalam kemasan botol. Berbeda dengan Ena’o yang awalnya dikemas dalam botol 150 ml, mencoba mengemasnya mengikuti gaya Kratingdaeng impor yang bermasalah dengan berat netto 238 ml dan kemasan sachet 4 gr. Dilihat dari berbagai merek produk suplemen tersebut, warna botol sebagai kemasan semuanya berwarna dasar coklat dan hampir semuanya memiliki prototipe botol yang sama, yakni botol bermulut sempit (narrow neck), bahkan ada yang sama persis. Kendati demikian ada pula yang memiliki bentuk yang unik seperti Hemaviton Energy Drink dan M-150 (impor). Sebagian besar tutup botolnya memiliki kesamaan ciri, yaitu berwarna kuning keemasan, meski ada yang berwarna dasar putih, kuning dan merah. Demikian pula energy drink bentuk sachet dan tab tidak jauh berbeda dari desain atribut produk dalam kemasan botol.
Karakteristik Responden 1. Umur responden Karakteristik umur responden (Tabel 15) memberikan gambaran karakteristik responden dengan mayoritas usia 24–30 tahun (42,7%). Hal ini diduga sebagai usia produktif, inovatif, enerjik dalam bekerja dan kompetensi untuk memutuskan suatu permasalahan, serta keinginan bergaya/prestise, bangga menjadi masyarakat modern (simbol status sosial), dapat dengan mudah berubah selera, menyukai hal- hal yang bersifat kesenangan dan
tuntutan aktivitas di luar rumah, temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Amelia (2004) yang mengungkapkan bahwa, usia 26-35 tahun merupakan usia enerjik dengan tingkat pendapatan cukup. Memiliki sifat yang dinamis terhadap aktivitas di luar lingkungan (keinginan untuk mencoba produk baru), cenderung kurang dapat berhemat, lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan disamping sebagai prestise agar tidak tersisih dari pergaulan sebaya. Hal ini memperkuat simpulan Nurismanto (2000) bahwa, usia muda hingga dewasa lebih menekankan pada hiburan dan produk siap saji yang berkaitan dengan mutu, gaya dan keragaman. Responden terendah berusia 38–45 tahun (5,3%). Hal ini menunjukkan bahwa, dari segi usia responden memiliki pola pikir dan pengalaman hidup yang tidak mudah untuk diubah, tidak terburu-buru, lamban dalam mengambil keputusan dan terkesan kolot, serta kaku. Hasil ini mendukung ungkapan Sutisna (2001), seseorang yang berusia muda relatif lebih cepat membuat keputusan untuk menerima sesuatu yang baru (produk, jasa maupun ide). Tabel 14. Sebaran persentase responden berdasarkan usia terhadap produk suplemen penstimulasi stamina Produk Usia
17–23 24–30 31–37 38–45
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
Usia
Extra Joss
35,3 42,7 16,7 5,3
19,5 59,2 18,3 3,0
8,3 47,7 29,4 14,6
15,3 44,7 16,2 23,8
11 49,7 21,3 18
3,3 21,7 43,8 31,2
12,7 51 35,3 1
Sumber: Data primer, 2004
Jika dihubungkan dengan berbagai jenis merek produk suplemen, terlihat usia 24–30 tahun menyukai berbagai merek yang ada, artinya apabila merek yang dicari tidak terdapat di tempat penjualan, maka produk sejenis dapat menjadi pilihan, walaupun merek Extra Joss (59,2%) tetap pilihan utama. Namun merek Kuku Bima Ener-G! menjadi pilihan utama bagi usia 31-37 tahun (43,8%). Hal ini diduga responden mengharapkan stimulan dari tambahan komposisi produk Kuku Bima Ener-G! yang menjanjikan manfaat dari L Glutamine, Extrak Panax Radix (ginseng), Royal Jelly, Madu. 2. Tingkat pendidikan responden
Tabel 15 menunjukkan, sebagian besar berpendidikan SLTA dan atau berstatus mahasiswa (60,7%), walaupun demikian, masih ada responden berpendidikan SD (0,7%). Bila dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan produk suplemen, terlihat produk suplemen Kuku Bima Ener-G! disenangi responden yang menamatkan pendidikan dijenjang SMP (45%), Extra Joss disenangi responden yang menamatkan SLTA (59%). Tabel 15. Sebaran persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap produk suplemen Produk Pendidikan
SD SMP SLTA Sarjana Pascasarjana
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
Pddk
Extra Joss
0,7 7,3 60,7 29,3 2,0
0,7 25,3 59 14,3 0,7
2,3 20,7 46,2 25 5,8
0 18,7 54,3 23,1 3,9
0 31,5 57,1 11,4 0
0,7 45 33,3 19,1 1,9
0 19,3 52,1 21,3 7,3
Sumber: Data primer, 2004
Hasil wawancara mengenai keinginan dari tingginya tingkat pendidikan, kebanyakan responden menjawab normatif, yakni ”biar tidak dibohongi dan mudah dapat pekerjaan, serta makan enak”. Hal ini sejalan dengan simpulan Sanjur (1982) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang akan memiliki kesempatan mendapat pekerjaan dan jika bekerja diberi upah lebih baik, dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah, karena indikator angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan adalah melihat mutu lulusannya. Namun ada juga yang menjawab, ”sebagai usaha membentuk citra diri yang mencakup aspek pengetahuan, membentuk daya pikir, sikap dan keterampilan sesuai dengan tujuan dan harapan, sehingga mampu bersaing dan mendapat nilai tambah dari apa yang dikerjakan (Gaji)”. Jawaban berbeda ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan responden yang ditandai dengan dikeluarkannya pengakuan berupa surat tanda tamat belajar. Hal ini mempengaruhi nilai- nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor yang muncul dari diri seseorang, sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku. Temuan ini, sejalan dengan ungkapan Sumarwan (2003)
bahwa, pendidikan (informal, non formal dan formal) merupakan usaha perubahan sikap dan perilaku (aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan) bagi peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 3. Pekerjaan responden Hasil penelitian menunjukkan responden didominasi pelajar dan atau mahasiswa (27,7%). Jenis pekerjaan PNS/BUMN/BUMD/ Bank berjumlah 22,0% diduga karena faktor pendapatan tinggi, namun masih berusia muda, belum menikah, memerlukan tingkat sosialisasi tinggi dengan aktivitas pekerjaan (meeting, menjamu client/teman, waktu istirahat dan penampilan). Secara lengkap jenis pekerjaan responden disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina Produk Pekerjaan Pelajar & Mahasiswa PNS/BUMN/ BUMD/Bank Wiraswasta Wartawan/SPB /CS TNI, Polri dan Satpam Supir
Extra Joss
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
Pkj 27,7
25,3
16,9
25
21,7
10
11
22 18
20,7 10
30,1 15
24,7 18
28 18
20 24,5
23 31
8
8
11
9
2
5,5
13
11 13,3
8 28
14,7 12,3
10 13,3
22 8,3
7,7 32,3
18,7 3,3
Sumber: Data primer, 2004
Jika dihubungkan dengan berbagai jenis merek produk, terlihat merek Extra Joss disukai responden dengan pekerjaan sebagai supir (28%), diikuti pelajar dan mahasiswa (25,3%). Merek Kratingdaeng disukai responden yang bekerja sebagai PNS/BUMN/BANK (30,1%). Hal ini diduga responden menganggap produk suplemen merek Kratingdaeng merupakan produk dengan kelas yang lebih dibanding produk lain.
4. Tingkat pendapatan responden
Pendapatan responden merupakan penentu utama dalam merealisasikan preferensinya. Dengan kata lain, jika pendapatan sebagai syarat cukup, maka preferensi adalah syarat keharusan suatu jenis atau kombinasi barang dan jasa di konsumsi satu keluarga. Peningkatan pendapatan tidak selalu berkorelasi dengan perbaikan konsumsi, karena walaupun banyak pengeluaran belum tentu mutu makanan yang dibeli lebih baik, namun dengan pendapatan yang tinggi, konsumen memiliki alternatif lebih banyak terhadap jenis produk. Hasil pengamatan terhadap tingkat pendapatan responden dalam satu bulan menunjukkan
bahwa,
pendapatan
terbesar
responden
pada
rentang
Rp. 500.001-Rp. 1.000.000 dan kecil dari Rp. 500.000 masing- masing 32,0% dan 24,0%, terakhir responden berpenghasilan lebih dari Rp. 2.000.001 per bulan (12,7%). Pada tingkat pendapatan Rp. ≤ 500.000 per bulan, merupakan pendapatan rataan pelajar dan atau mahasiswa berupa uang saku yang didapat dari orang tua maupun hasil dari usaha mandiri diantara sela waktu belajar, produk suplemen sudah dapat dinikmati. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan secara lengkap disajikan pada Tabel 17. Responden dengan tingkat pendapatan tinggi terlihat menurun, disebabkan pendidikan dan kebutuhan lebih tinggi, mapan, tingkat usia dewasa atau lebih menyukai produk suplemen yang lebih elegan dan terkesan eksklusif, sehingga menimbulkan rasa percaya diri berlebih, karena tingkat pendapatan mencerminkan kemampuan membeli dan memilih suatu produk untuk meningkatkan citra diri. Artinya, peningkatan pendapatan menyebabkan preferensi produk suplemen secara biologis dari pemenuhan kuantitatif (zat gizi dan rasa kenyang atau dahaga) menuju ke kebutuhan kualitatif (cita rasa) atau peningkatan pendapatan akan menggeser sifat preferensi produk suplemen dari egoistis (kebutuhan eksistensi hidup) menuju humanistik (kebutuhan kebahagiaan hidup) sebagai sarana mengekspresikan diri. Tabel 17 menunjukkan bahwa, responden berpenghasilan Rp. 1.000.001Rp. 1.500.000 per bulan cenderung memilih produk dengan merek Fit-Up (34%). Merek produk suplemen Extra Joss (38,3%) didominasi pilihan responden dengan pendapatan Rp. < 500.000 yang terdiri dari pelajar dan
mahasiswa. Hal ini diduga karena selain kemasan yang menarik, harga terjangkau adalah dari segi kepraktisan dalam penyajian. Tabel 17. Sebaran persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan terhadap produk suplemen Produk Rp < 500.000 5.001 – 1.000 1.001 – 1.500 1.501 – 2.000 > 2.001
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
Pdpt
Extra Joss
24,0 32,0 17,3 14,0 12,7
38,3 29,7 18,7 9 4,3
9,7 27 24,3 29,3 9,7
25,5 32 21,5 14 7
7,3 27,5 34,5 22,3 8,4
5,5 34,8 26,2 21 12,5
20 22,3 15,4 27,6 14,7
Sumber: Data primer, 2004
5. Sosial budaya responden Provinsi Jawa Barat dan Kota Bogor khususnya mempunyai penduduk beretnis Sunda maupun yang dilahirkan dari kedua orang tua atau salah satu dari keduanya bersuku Sunda. Akan tetapi banyak yang sudah menetap puluhan tahun di Kota Bogor. Hal ini terlihat dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden (Tabel 18). Mengingat penduduk yang mendiami Kota Bogor sebagian besar adalah bersuku Sunda, maka bahasa sehari- hari yang digunakan adalah bahasa Sunda. Namun tidak menutup kemungkinan bagi etnis lain menggunakan bahasa etnis mereka masing- masing. Pranata (institution) sosial budaya civic community Sunda, khususnya Kota Bogor mengacu pada seperangkat nilai, persepsi, gagasan, simbol sebagai penentu sikap (attitude) dan perilaku paling mendasar yang berlaku di masyarakat, serta menjadi adat istiadat pengikat sebuah harga diri yang tetap dipertahankan secara absolut. Sebagai tanda siklus hidup, penduduk melakukan upacara perkawinan yang sering dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu, karena pada dua hari itulah penduduk ada waktu senggang. Keluarga lapisan sosial menengah atas, dalam acara pernikahan (di Kelurahan Tanah Sareal dan Kelurahan Pasir Kuda) mengundang pemain keyboard dan beberapa penyanyi untuk memeriahkan acara tersebut hingga satu malam penuh, kondisi ini menuntut tuan rumah menyediakan produk suplemen (Kratingdaeng dan Extra Joss) peningkat
stamina, sebagai ungkapan kegembiraan. Temuan ini, mendukung ungkapan Sumarwan (2003) bahwa, budaya mempunyai tiga efek utama dalam perilaku konsumen yaitu mempengaruhi konsumsi, mempengaruhi dalam mengambil keputusan, peubah di dalam pemberian makna dan komunikasi suatu produk. Bagi masyarakat, kondisi ini sangat diminati terutama untuk melihat pertunjukan beberapa orang penyanyi wanita dengan pakaian minim yang menggerakkan tubuh sesuai dengan irama dangdut untuk ditunjukkan kepada penonton yang kebanyakan laki- laki. Keramaian ini diikuti dengan kegiatan lain, yakni minum- minuman atau kehadiran para pedagang tradisional makanan dan minuman maupun produk suplemen (Fit-Up, Extra Joss dan Himaviton Jreng) yang dijajakan satu paket dengan air minuman dalam kemasan. Bagi pemuda, sering dijadikan ajang pencarian jodoh yang didasarkan pada norma- norma bersama oleh seluruh warga atau bagian suatu masyarakat. Sikap saling percaya dan kedekatan menjadi perekat aturan main dari hasil kesepakatan (dimensi ideasional), dengan perilaku individual (dimensi perilaku) di bawah kontrol perangkat sesuai kesepakatan. Momentum budaya seperti ini, perlu digali dan dimanfaatkan dengan baik oleh pemasar (segi promosi), karena pranata sosial ini mampu memberikan pengaruh besar terhadap daya beli dan konsumsi, sedangkan apa yang dibeli sangat ditentukan oleh lapis sosial yang mencerminkan harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing- masing. Misalnya dalam kasus ”pesta pernikahan”, produsen menurunkan harga secara terselubung dengan menawarkan layanan pesta. Pembelian dalam jumlah tertentu, produk suplemen akan meminjamkan piring dan sendok-garpu, dan jika jumlah pembeliannya lebih besar akan meminjamkan tenda. Dalam hal ini, konsumen yang membutuhkan tinggal angkat telepon, sebagai sebuah dialog antara brand culture bernuansa global dan pemahaman yang baik terhadap budaya lokal, sehingga menjadi satu jawaban unik terhadap fenomena global paradox. Tabel 18 menunjukkan bahwa, responden bersuku Sunda sebanyak 60% dan banjar 4%. Hubungan antara suku dengan produk suplemen terlihat pada produk Extra Joss 37,6% dan Fit-Up 39,6% disukai oleh responden bersuku Sunda. Merek Kratingdaeng disukai responden bersuku Jawa.
Tabel 18. Sebaran persentase responden menurut suku terhadap produk suplemen Produk Suku
Sunda Jawa Padang Batak Banjar Lain- lain
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
Suku
Extra Joss
60 8 12,7 9,3 4 6
37,6 24 14,3 11,4 8,7 4
28,3 30,6 12,7 21,4 4 3
26,5 24,5 16,3 14 9,7 9
39,6 25,3 15,1 12,6 3,4 4
23 22,7 14,7 25,3 14,3
25 26 18,7 15,3 12,7 2,3
Sumber: Data primer, 2004
6. Status pernikahan responden Hasil penelitian tentang status perkawinan, 19,3% telah menikah dan sisanya 80,7% belum menikah, walaupun telah mencapai usia 30-an dan memiliki penghasilan baik, alasan responden adalah ”mengurangi beban konflik terhadap lawan jenis dan semakin tingginya tingkat kebutuhan hidup” dan ”belum punya tabungan”, artinya untuk kebutuhan sendiri saja belum terpuaskan dan permasalah pribadi juga tinggi, apalagi jika berumah tangga, responden khawatir berakhir pada perceraian. Tabel 19. Sebaran persentase responden menurut pernikahan terhadap produk suplemen Produk Menikah
Menikah Belum
19,3 80,7
Extra Joss
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
41,7 58,3
54 46
47,7 52,3
57,3 42,7
78,3 21,7
51 49
Sumber: Data primer, 2004
Sementara jumlah anggo ta keluarga atau rumah tangga menggambarkan persentase kepala rumah tangga menurut banyaknya anggota keluarga dan tingkat usia, rumah tangga tertinggi 68,0% dengan jumlah anggota keluarga 3–5 orang, rentang usia 24–30 tahun (Tabel 19). Hal ini diduga, di dalamnya mayoritas adalah mahasiswa dan atau pekerja muda dengan penghasilan baik, namun belum berkeluarga atau baru satu sampai dua tahun berkeluarga, menganggap produk suplemen sesuai dengan gaya hidup, praktis, tahan lama, mudah didapat dan mampu memenuhi keinginan dalam meningkatkan stamina.
Hal ini selaras dengan temuan Sumarwan (2003) bahwa, pria yang berusia di bawah 25 tahun cenderung memiliki lebih dari satu anggota keluarga, cenderung tinggal bersama orang lain atau anggota keluarga lain. Jumlah anggota keluarga 6–8 dan ≥ 9 orang sebanyak 6,7% dan 1,3%, temuan ini kebanyakan diisi responden yang telah menikah dan mempunyai tanggungan lebih dari enam orang. Hal ini diduga dalam pengambilan keputusan membeli dan atau mengkonsumsi produk suplemen dipengaruhi oleh pasangan hidup. Dugaan ini sejalan dengan simpulan Krisnadi (2003) bahwa, anak atau anggota lain dalam keluarga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Pada responden ini dilakukan wawancara mendalam, salah satu alasan yang dikemukakan cukup klasik ”banyak anak banyak rezeki”, artinya walaupun pendapatan tidak tinggi, tetapi banyak ”pintu masuk” kemungkinan mendapat rezeki semakin luas. Variabel ini penting dalam memahami pengambilan keputusan (decider) pembelian dan konsumsi suatu produk, karena (1) keluarga merupakan unit pemakai dan pembeli; (2) keluarga merupakan pengaruh utama sikap dan perilaku individu. Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Kelompok usia
Jumlah anggota keluarga (Orang)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
17 – 23 24 – 30 31 – 37 38 – 45
≤ 2 3–5 6–8 ≥9
36 102 10 2
24,0 68,0 6,7 1,3
150
100,0
Total Sumber: Data primer, 2004
Preferensi Konsumen 1. Kepuasan responden terhadap atribut produk Konsumen biasanya melihat suatu produk suplemen berdasarkan atribut produk dengan tingkat kemampuan berbeda-beda dalam menyebutkan karakteristik dari produk-produk tersebut, sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Pengetahuan yang lebih banyak mengenai atribut suatu produk akan memudahkan responden untuk memilih produk yang akan
dikonsumsi. Hasil pengamatan untuk pertimbangan responden dalam memilih produk suplemen menunjukkan 38,0% responden memilih karena gengsi. Tingginya responden memilih produk suplemen dengan pertimbangan gengsi yang ditunjukkan dalam bentuk kegiatan, minat dan opini seseorang, serta gaya hidup diduga karena responden terbesar adalah usia produktif dan tingkat pendapatan baik (Rp. 500.001- Rp 1.000.000), serta selalu ingin tampil prima. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya dalam menghabiskan waktu (aktivitas) dan menerjemahkan sesuai dengan apa yang mereka anggap penting (ketertarikan) sebagai peubah bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga dan lingkungan. Disisi lain, produk suplemen mampu membuktikan klaim daya tahan lama dan peningkat stamina yang ditawarkan melalui iklan di beberapa televisi. Data sebaran responden berdasarkan pertimbangan dalam memilih produk suplemen pada Tabel 21. Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen Pertimbangan memilih Gengsi Kesehatan Ikut- ikutan Tertarik iklan Kandungan gizi Praktis Tahan lama Jumlah
pertimbangan
memilih
Jumlah (orang)
Persentase (%)
57 23 3 37 10 14 6
38 15,3 2 24,7 6,7 9,3 4
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
Nilai terendah karena ikut- ikutan sebanyak 2,0%, diduga berkaitan dengan usia masih muda, sehingga menjadi pengikat kuat dan merasa tenang, serta percaya diri bila berada ditengah-tengah teman sebaya diband ingkan dengan tingkat usia, jenis kelamin, suku, agama (primordial) dan letak geografis (spatial) yang berbeda. Kebiasaan remaja dan usia muda cenderung untuk memilih teman bermain dengan tingkah laku yang sama, khususnya berasal dari lingkungan tempat tinggal, sekolah dan kebiasaan sama.
Kesamaan inilah yang menjadi penting dalam persahabatan, sehingga mampu memberikan dukungan (favorability) terhadap tindakan yang dilakukannya. Sifat ingin diperhatikan dan adanya dorongan yang kuat agar dapat diterima dalam komunitasnya inilah yang menjadi dasar peningkatan status sosial dikomunitas. Alasan responden ini sejalan dengan ungkapan Yunita (1997) bahwa, remaja cenderung untuk memilih teman yang memiliki kebiasaan dan kesukaan yang sama, kemudian saling mempengaruhi dan pada akhirnya menjadi semakin serupa, kesamaan merupakan hal penting di dalam kelompok remaja. Hampir seluruh waktunya digunakan dan berada di tengahtengah teman, sehingga hal yang menjadi kebiasaan pada kelompok akan menjadi kebiasaan juga pada dirinya. Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan tingkat kepuasan setelah meminum produk suplemen penstimulasi stamina Produk Kepuasan
Sgt Puas Puas Agak Puas Krg Puas Tidak Puas
32 44,5 16,0 5,3 2,0
Extra Joss
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
83 13,3 3 0,7 0
76,7 16,3 6,3 0,7 0
69,3 27,7 3 0 0
65,5 23,3 10,5 0,7 0
80 17,9 2,1 0 0
71,3 22,7 5,3 0,7 0
Sumber: Data primer, 2004
Hasil penilaian responden terhadap produk suplemen (Tabel 22) menunjukkan 44,5% puas, 32% sangat puas, agak puas 16,0% dan 5,3% kurang puas, serta 2,0% menyatakan tidak puas. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan secara umum responden Kota Bogor menyukai produk suplemen. Karakter responden tersebut mendukung simpulan Bitner (2000) bahwa, konsumen dari jenis layanan self-service biasanya masih muda, berstatus single, tingkat pendidikan baik dan pendapatannya masih rendah. Perhitungan nilai indeks terhadap atribut produk yang tertinggi pada indikator ukuran kemasan (123,0) (Tabel 23), artinya secara umum konsumen menyukai dan merasa pas dengan ukuran kemasan berbentuk sachet. Hal ini diduga, jika produk dimasukkan ke dalam kantong baju, pakaian tetap rapi dan penampilan tetap ”keren”, serta kebutuhan untuk menstimulasi stamina
terpenuhi. Kasus ini jelas, kemasan tidak sekedar dianggap tempat atau pelindung produk suplemen, tetapi juga merupakan estetika yang mampu mengkomunikasikan nilai kepada konsumen, sehingga tertarik untuk membeli. Tabel 23. Sebaran nilai indeks terhadap atribut produk suplemen penstimulasi stamina No
Indikator
Kepuasan (%) Nilai 2 3 4 5 Indeks 7,3 18,0 59,3 13,3 112,4*
1
Cita rasa sesuai selera
1 2,0
2
Menyukai aroma dan baunya
0,7
4,0
9,3 60,7 25,3
121,8
3
Warna produk suplemen
2,0
2,0
8,7 65,3 22,0
121,0
4
Kandungan gizi
2,7
5,3 15,3 59,3 17,3
115,0
5
Tanpa bahan pengawet
6,7 16,7 24,0 50,7 2,0
97,4
6
Penampilan secara keseluruhan
1,3
4,7 10,0 64,7 19,3
118,8
7
Warna kemasan
13,3 46,7 18,7 19,3 2,0
75,0
8
Daya tahan/tekstur kemasan
9
Kemasan mudah dibuka
10
Ukuran kemasan
0
2,0 11,3 61,3 25,3
123,0
11
Bentuk kemasan
0
41,3 42,0 14,7 2,0
83,2
12
Bahan kemasan
3,3
7,3 14,7 56,0 18,7
113,8
13
Label halal
7,3
7,3 22,7 46,7 16,0
107,0
14
Stamina tahan lama
2,0
2,0 18,0 57,3 20,7
117,8
15
Bisa merusak kesehatan
4,0 14,0 22,0 50,0 10,0
104,4
16
Menghilangkan rasa ngantuk
1,3
4,0 13,3 56,0 25,3
120,0
17
Mempengaruhi terhadap sex
0,7 12,7 20,0 46,7 20,0
111,8
Rataan
3,1 12,5 18,9 50,2 15,2
108,6
0
2,7 18,0 61,3 18,0
84,8
5,3 33,3 36,0 24,0 1,3
118,4
*) contoh : 112,4 = {(3x1) + (11x2) + (27x3) + (89x4) + (20x5)} : 5. Angka kepuasan (%) didapatkan dari hasil tanggapan responden terhadap atribut produk suplemen. Sumber: Data primer, 2004
Nilai indeks tertinggi kedua adalah indikator atribut menyukai aroma dan baunya 121,8. Indera penciuman dapat menjadi detektor peka terhadap zat kimia melalui sel-sel reseptor bau hidung sebelah dalam. Winarno dan Sulistyowati (1994) mengatakan bahwa, stimulus berwujud benda yang
bersifat khemis atau gas, lalu diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, dan sebagai respon dari stimulus tersebut seseorang sadar apa yang diciumnya. Produk paling rendah nilai indeksnya adalah warna kemasan (75,0). Hal ini diduga karena kurang inovatifnya produsen dalam mengeksplorasi warna kemasan, sehingga perlu evaluasi terhadap warna kemasan produk atau warna tertentu yang hanya disukai di daerah lain. Jika dikaji warna-warni dari suatu stimulus tentu akan menarik perhatian konsumen yang lebih besar. Temuan ini mendukung pernyataan Peter and Olson (1999) bahwa, nilai indeks terendah mempunyai arti atribut tersebut harus mendapat perhatian dari produsen. Kasus rendahnya nilai indeks warna kemasan, produsen dapat mencoba kembali beberapa kombinasi warna yang dekat dengan masyarakat setempat, misalnya
warna
jingga,
hijau
dan
lain- lain. Corak
tersebut
dapat
menggambarkan spesifikasi produk, sehingga produsen dituntut untuk memperbaiki mutu produksi guna mendapatkan corak yang lebih jelas dan tegas, seperti ungkapan Graf and Saguy (1991), corak kemasan sebaiknya dapat menjelaskan spesifikasi produk dan mudah diingat. Hal senada dikatakan Kotler (2000) bahwa, kemasan yang dirancang dengan baik dapat menciptakan nilai yang menyenangkan bagi konsumen dan sebagai nilai promosi bagi produsen. Nilai indek terendah ke-2 adalah bentuk kemasan (83,2). Hal ini diduga hampir seluruh produk suplemen yang dikemas sachet bentuknya sama, sehingga tidak ada ciri khusus satu produkpun. Padahal dalam situasi persaingan yang semakin tajam, estetika kemasan merupakan salah satu
”pemicu”
inspirasi
spontan
konsumen
yang
dapat
berfungsi
sebagai ”perangkap emosional”. Temuan ini sejalan dengan ungkapan Peter and Olson (2000) bahwa, kemasan terdiri dari beberapa komponen yaitu bentuk, warna, merek dan label. Disamping bentuk yang menarik dari kemasan itu sendiri, warna kemasan juga dianggap memiliki dampak penting terhadap afeksi, kognisi dan perilaku konsumen. Dampak ini lebih dari sekedar menarik perhatian konsumen dengan cara menggunakan warna yang menarik perhatian, karena warna kemasan menggambarkan suatu makna bagi konsumen. Karena itu, indikator- indikator atribut produk suplemen dengan
indeks terendah harus terus diperbaiki dan indeks tertinggi berikut inovasi produk wajib dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan perilaku konsumen, dari hari ke hari–seiring berubahnya posisi produk suplemen dari komoditas ke gaya hidup–masyarakat menengah-atas bukan sekedar ingin mengkonsumsi produk suplemen sebagai penstimulasi stamina, melainkan juga menikmati atribut lain yang melekat pada produk dengan nyaman plus berkelas. 2. Kepuasan Responden terhadap atribut harga Tabel 24 menunjukkan nilai indeks tertinggi atribut harga produk suplemen adalah indikator harga terjangkau (114,6). Hal ini menunjukkan bahwa, nilai yang ditukarkan konsumen terhadap produk suplemen Rp. 1.000,- per sachet sudah sesuai dengan daya beli. Jelasnya, harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rataan per produk, jika perusahaan ingin memperoleh keuntungan, namun tetap memperhatikan daya beli. Hal ini, selaras dengan pendapat Simamora (2003) harga produk suplemen tidak boleh melebihi harga karcis parkir. Tabel 24. Sebaran nilai indeks terhadap suplemen penstimulasi stamina No 1 2 3 4 5
Indikator Harga sesuai mutu Harga terjangkau Harga lebih murah Harga mahal Harga normal Rataan
1 0,7 1,3 3,3 1,3 7,3
atribut
Kepuasan (%) 2 3 4 8,7 2,0 21,3 6,0 24,0
2,78 12,40
28,7 24,7 28,7 25,3 26,7
49,3 57,3 40,0 54,0 34,7
harga produk
5
Nilai Indeks
12,7 14,7 6,7 13,3 7,3
109,4* 114,6 97,6 111,6 93,2
26,82 47,08 10,94 105,28
*) contoh : 109,4 = {(1x1) + (13x2) + (43x3) + (74x4) + (19x5)} : 5. Angka kepuasan (%) didapatkan dari hasil tanggapan responden terhadap atribut produk suplemen. Sumber: Data primer, 2004
Bagi pembeli, dimensi harga (cheaper) memberikan dampak ekonomis dan psikologis. Dampak ekonomisnya berkaitan dengan daya beli, sebab harga merupakan biaya yang sensitif. Semakin tinggi harga, semakin sedikit produk yang dapat dibeli. Sebaliknya, semakin rendah harga, semakin banyak produk yang dapat dibeli. Namun tidak otomatis semakin banyak produk yang dibeli.
Justru harga sering memiliki efek psikologis, harga tinggi mencerminkan mutu tinggi dan harga rendah mencerminkan mutu rendah. Jika ini berlaku untuk suatu produk, menurunkan harga dapat berakibat menurunkan permintaan. Perlu dicermati adanya pertentangan nilai indeks terendah adalah harga dari produk suplemen normal (93,2), hal ini menunjukkan adanya responden yang menyatakan bahwa harga telah sesuai dengan daya beli dan ada yang menyatakan harga tidak normal. Temuan ini diduga disatu sisi responden terbesar adalah pelajar dan atau mahasiswa yang umumnya belum memiliki penghasilan tetap dan merupakan pelanggan yang sensitif, kelompok inilah yang menyebabkan nilai indeks harga normal menjadi rendah. Di sisi lain, responden merasa produk suplemen merupakan kebutuhan sehingga harga tidak masalah, selain manfaat dan perbandingan harga dengan produk sejenis. Konsumen sensitif, harga harus ditekan serendah mungkin. Jika tidak, konsumen akan mudah berpindah merek. Temuan ini mendukung pendapat Durianto dan Budiman (2004b ) bahwa, pelanggan yang sensitif, harga murah merupakan sumber kepuasan penting, karena akan mendapatkan value for money tinggi. Hal inilah yang menjadi perhatian PT. Bintang Toedjoe untuk memproduksi produk suplemen dengan kemasan sachet, karena pangsa pasar menengah ke bawah menginginkan harga di bawah produk suplemen yang sudah ada. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa, kenaikan harga berpengaruh terhadap daya beli dan minat konsumen, walaupun mayoritas responden (62,0%) menyatakan tetap mengkonsumsi, ini diduga terjadi karena peneliti tidak membuat tingkatan harga paling tinggi hingga harga terendah yang jelas, seperti terlihat dengan adanya jawaban responden yang tinggi, yakni bisa ya bisa tidak (ragu-ragu) (34,0%) untuk mengkonsumsi. Mengatasi hal tersebut, pihak produsen sebaiknya membuat produk dengan kemasan dan harga terjangkau/lebih murah (pricing strategy), serta tempat pemasarannya diarahkan kepada kelompok menengah. Cara lain yang dapat ditempuh adalah subsidi silang, yaitu harga produk biasanya memberikan subsidi kepada produk yang khusus bagi kalangan menengah, artinya strategi 3P yaitu Product, Promotion, Price (produk berkualitas,
promosi gencar dan harga bersaing) menjadi satu keharusan dalam pemasaran dan penjualan produk suplemen. Namun, apakah faktor harga selalu dapat digunakan untuk memenangkan persaingan ?, tentu tidak. Ada konsumen yang tidak sensitif terhadap harga, dalam pasar yang inelastis, harga tidak dapat digunakan sebagai alat untuk memenangkan persaingan. 3. Kepuasan responden terhadap atribut promosi Hampir semua produk suplemen melakukan promosi besar-besaran seperti melalui media televisi, billboard atau sekedar iklan kecil dalam bentuk poster merupakan usaha komunikasi yang diterapkan perusahaan untuk mengenalkan dan mempengaruhi konsumen untuk memilih dan membeli. Jika diamati perkembangan promosi produk yang dikemas dalam bentuk iklan, baik di TV dan media cetak menarik untuk dikritisi, terutama dalam melakukan penetrasi pasar dan membangun brand identity-nya untuk membentuk brand personality-nya merupakan ”wajah” suatu merek untuk memberi nuansa tertentu dan terkait erat dengan sifat-sifat manusia. Hasil pengamatan terhadap atribut promosi menunjukkan nilai indeks tertinggi adalah peran tokoh (118,2) (Tabel 25). Hal ini diduga produsen berusaha menarik minat konsumen melalui promosi iklan yang gencar (pull strategy) dengan cara peran tokoh (laki- laki dan atau perempuan) melalui media televisi, dengan penampilan prima dan bergairah setelah meminum produk suplemen, sementara konsumen cenderung tergoda dan mencari (pull power) untuk mencoba produk yang ditawarkan. Tabel 25. Tingkat kepuasan responden berdasarkan atribut promosi No 1 2 3
Indikator Iklan menarik Potongan harga Peran tokoh Rataan
1
Kepuasan (%) 2 3 4
0 8,7 0
8,0 21,3 6,7
2,9
12
5
Nilai Indeks
26,7 31,3 20,0
51,3 32,7 46,0
14,0 6,0 27,3
111,4* 91,8 118,2
26
43,3
15,8
107,1
*) contoh : 111,4 = {(0x1) + (12x2) + (40x3) + (77x4) + (21x5)} : 5. Angka kepuasan (%) didapatkan dari hasil tanggapan responden terhadap atribut produk suplemen. Sumber: Data primer, 2004
Beberapa merek mengangkat prospek perempuan ”mandiri dan enerjik” tanpa meninggalkan prospek laki- laki. Inilah dua komponen utama dalam brand essence, positioning dan strategic personality untuk sasaran pangsa pasar wanita yang terus meningkat. Sebagai contoh salah satu iklan yang menampilkan perempuan sedang bernyanyi dan memperbaiki mobil dengan semangat dan enerjik!, iklan ini mengkomunikasikan mutu (manfaat) dan menampilkan kemandirian, serta vitalitas perempuan yang ”memberontak” terhadap nilai-nilai feminim yang konservatif. Temuan ini mendukung apa yang diungkapkan Kotler (2000) bahwa, promosi merupakan kegiatan untuk mempengaruhi dan menarik perhatian (attention) konsumen agar menjadi kenal dengan produk yang ditawarkan dan keinginan (desire) untuk membeli, serta merasakan manfaat. Tampilan iklan tersebut membuat nama produk suplemen ini semakin populer di tengah masyarakat. Artinya, strategi ini telah mengantarkan beberapa produk suplemen, seperti Extra Joss, Kratingdaeng menjadi produk suplemen bagi seluruh kalangan masyarakat. Produk suplemen Hemaviton Jreng juga melakukan promosi besar-besaran dengan konsep yang sama, namun kental unsur kesehatan, menampilkan sejumlah selebriti nasional sebagai bintang iklannya. Upshaw
(1995)
menyatakan,
ketika
pasar
kurang
bersahabat,
berkomunikasi dengan konsumen sebagai suatu segmen saja tidaklah cukup. Konsumen harus diperlakukan sebagai pribadi. Misalnya, beberapa waktu yang lalu Extra Joss Produksi PT. Bintang Toedjoe mengadakan promosi dengan menempatkan bintang-bintang ternama dalam dunia musik, film, sutradara maupun model untuk mewakili tujuh karakter positif yang dimiliki (cinta tanah air, pantang menyerah, suka terobosan, inovatif, kreatif, berprestasi dan dinamis) dan dianggap layak menjadi panutan bagi masyarakat dengan memperhatikan positioning produk suplemen, terutama generasi muda. Dugaan inilah yang menjadi jurus pemasaran tepat dengan menampilkan masing- masing karakter generasi biang, yaitu: cinta tanah air (Iwan Fals), pantang menyerah (Ari Laso), suka terobosan (Inul Daratista), inovatif (Dewi Sandra), kreatif (Rizal Mantovani), berprestasi (Ade Rai), dinamis (Oka
Sulaksana) dan mensponsori beberapa tokoh (mendunia, kejantanan dan kemanusiaan), mewakili karakter Extra Joss yang disertai exposure mengikuti rangkaian kegiatan nasional atau internasional, yang pada gilirannya meningkatkan citra perusahaan. Atribut promosi dengan indikator potongan harga tidak begitu berpengaruh (91,8). Indikator potongan harga (diskon) ini sangat jarang dirasakan konsumen, walaupun pada saat tertentu seperti pesta olahraga (17 Agustus). Disatu sisi, promosi below the line merupakan salah satu bentuk promosi alternatif yang cukup disukai konsumen, hal ini memang salah satu cara yang paling mudah untuk meraih angka penjualan tinggi dan menggandeng konsumen. Tetapi, kebijakan banting harga dalam jangka panjang tentu berdampak buruk, karena dapat menurunkan citra merek, terutama jika tidak dilakukan dengan cara dan waktu yang tepat. Artinya, diskon hanya dapat diberikan dengan alasan yang telah dipertimbangkan masak- masak. Kesalahan penetapan akan memberikan arah yang salah dan tujuan perusahaan tentu tidak tercapai, walaupun dalam mass marketing terjadi proses bargaining antara produsen dan konsumen sebagai ”raja”. Kondisi ini perlu menjadi perhatian produsen dalam strategi merebut dan memenangkan pangsa pasar serta tolak banding (benchmarking) dengan tetap merujuk persyaratan periklanan dan promosi yang telah ditetapkan BPOM serta UU No. 8 tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen. 4. Kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan produk suplemen Bila ditelusuri terhadap strategi lokasi penjualan dengan memperhatikan atribut yang melekat dan didukung lokasi mudah dijangkau, serta ketersediaan produk secara kontinyu, maka sifat praktis akan menjadi salah satu daya tarik minat konsumen. Promosi menjadi sia-sia apabila produk tidak tersedia dan atau susah didapat. Data (Tabel 26) menunjukkan nilai indeks atribut lokasi mudah diperoleh (116,2) memiliki nilai terbesar, yaitu lokasi penjualan produk suplemen di kaki lima dan bahkan dijajakan satu paket dengan air minum dalam kemasan. Hal ini menunjukkan bahwa, sistem distribusi dinilai baik hingga sampai ke tangan konsumen dengan hasil yang diperoleh (115,4).
Tabel 26. Kepuasan responden terhadap atribut produk suplemen penstimulasi stamina No 1 2 3 4
Indikator Lokasi mudah dijangkau Produk mudah diperoleh Kesediaan produk kontinyu Jaringan distribusi luas Rataan
1 1,3 0,7 0 0
Kepuasan (%) 2 3 4 3,3 2,0 8,0 3,3
27,3 18,7 24,7 26,7
48,7 66,7 56,0 52,0
lokasi penjualan
5
Nilai Indeks
19,3 12,0 11,3 18,0
114,4* 116,2 111,2 115,4
0,5 4,15 24,35 55,85 15,15 114,3
contoh : 114,4 = {(2x1) + (5x2) + (41x3) + (73x4) + (29x5)} : 5. Angka kepuasan (%) didapatkan dari hasil tanggapan responden terhadap atribut produk suplemen. Sumber: Data primer, 2004 *)
Berdasarkan pengamatan, produk suplemen tidak hanya dipengaruhi dari segi mutu, tetapi juga dipengaruhi oleh lokasi penjualan produk suplemen, semakin mudah dijangkau konsumen, maka produk tersebut semakin disukai. Hal ini dilakukan oleh produk suplemen Kratingdaeng yang menonjol dalam segi penetrasi dan distribusi yang mengadopsi konsep dan model distribusi Lipovitan. Lipovitan memposisikan diri sebagai produk kesehatan dalam kategori obat kuat, hal ini menyebabkan produk tersebut terbatas pada geraigerai besar seperti pasar swalayan dan toko obat. Sementara Kratingdaeng memposisikan sebagai produk suplemen, sehingga dapat masuk diberbagai sekmen. Artinya Kratingdaeng dapat diperoleh di jalanan, warung, kantin, diskotik, pusat kebugaran dan lapangan golf. Kasus ini menunjukkan bahwa, kebanyakan kelompok pasar bisnis produk suplemen selama ini kurang memperhatikan secara serius lokasi yang bersentuhan langsung dengan konsumen. Memang tidak sembarang pemain di industri consumer goods yang dapat mengelola jaringan distribusi massal. Oleh sebab itu, PT Bintang Toedjoe dengan merek Extra Joss mengeluarkan inovasi produk suplemen dalam bentuk serbuk yang dikemas shacet dan di distribusikan hingga ke pedagang kaki lima yang selalu dipasarkan bersama dengan air minum dalam kemasan, hal ini merupakan terobosan baru industri minuman ready to drink. Ternyata, setelah melalui uji pasar, diperoleh respon yang bagus. Temuan ini sejalan dengan pendapat Durianto dan Budiman
(2004b) yang mengatakan bahwa, pelanggan akan semakin puas, apabila merasa relatif lebih mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk. Hasil kuesioner mengenai lokasi pembelian produk suplemen diperoleh jawaban pembelian di warung/toko kelontong/kios rokok sebanyak 79,3% dan yang membeli produk suplemen di hypermarket/supermarket/mini market sebanyak 18,7%. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan tingkat status sosial responden (pendidikan dan pendapatan). Pembelian (shopping habit) yang dilakukan di hypermarket/supermarket/mini market, pada umumnya tidak mengkhususkan untuk membeli produk suplemen, melainkan bersamaan dengan pembelian barang-barang kebutuhan lainnya atau hanya sekedar ”cuci mata”. Sebaliknya yang membeli di warung/toko kelontong/kios rokok, cenderung membeli secara sengaja/terencana. Hasil wawancara mendalam mengenai siapa yang membeli produk suplemen, jawaban responden yang tertinggi (86,0%) adalah membeli sendiri dan 11,3% biasa dibelikan oleh keluarga. Hal ini diduga kebanyakan responden berstatus belum menikah dengan tingkat pendidikan pelajar dan atau mahasiswa dan hidup berpisah dari lingkungan keluarganya. Hasil secara lengkap mengenai tempat biasa membeli dan siapa yang membeli produk suplemen, secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 27. Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan tempat dan yang membeli produk suplemen penstimulasi stamina Tempat membeli
Warung/toko kelontong/kios rokok Hypermarket/supermarket/mini market Apotik/toko obat Jumlah Yang melakukan pembelian
Sendiri Keluarga Pembantu rumah tangga Teman Jumlah Sumber: Data primer, 2004
Jumlah (orang) Persentase (%)
120 28 2
80,0 18,7 1,3
150
100,0
Jumlah (orang) Persentase (%)
129 17 3 1
86,0 11,3 2,0 0,7
150
100,0
Proses Pengambilan Keputusan 1. Menerima stimulus Kemajuan teknologi informasi secara tidak langsung, berperan dalam proses
pengambilan
keputusan
untuk
mengkonsumsi
atau
tidak
mengkonsumsi produk suplemen ya ng distimulus dari berbagai informasi, baik dari media cetak, radio, televisi dan internet maupun komunikasi personal untuk menarik perhatian konsumen dengan tujuan menghadirkan informasi yang lebih cepat dan lebih akurat bagi khalayak pembacanya serta konsumen lebih yakin (belief). Sebanyak 76,7% responden pernah menerima informasi tentang produk suplemen lebih dari satu sumber dan 23,3% menerima informasi hanya dari televisi. Dalam masyarakat yang well informed, arus informasi akan mengalir dengan cepat dan melahirkan sikap dan perilaku customer maupun noncustomer yang dapat menguntungkan atau merugikan produsen. Media informasi khususnya televisi, merupakan salah satu sumber stimulus yang baik dengan metode peran tokoh melalui penayangan iklan menarik yang gencar (pull strategy) dan berulang-ulang diantara selingan tayangan utama, hal ini jelas berperan memberikan penguatan terhadap suatu merek (brand). Pertanyaan diajukan mengenai media apa yang dianggap memberikan informasi produk suplemen, jawaban terbanyak adalah televisi (73,3%), diduga karena durasi iklan lebih lama dan frekuensinya sering. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa stimulus yang besar, menimbulkan perhatian lebih dari konsumen. Hal ini didukung dengan tingginya tingkat kesibukan dan adanya perubahan pola efektivitas waktu istirahat yang cenderung di dalam ruang/rumah, karena lebih praktis dan cukup menyenangkan. Kondisi seperti ini, tayangan televisi, membaca, merupakan salah satu istirahat dan atau rekreasi bersama dengan keluarga menjadi pilihan yang banyak dilakukan oleh konsumen. Temuan ini sejalan dengan simpulan Martindale (1997) bahwa diperkirakan 70-80% waktu rekreasi dan istirahat orang dewasa awal dihabiskan di depan televisi. Data lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran responden berdasarkan sumber informasi utama
Media Responden Pelajar & Mahasiswa 27,7 PNS/BUMN/BUMD/Bank 22 Wiraswasta 18 Wartawan/SPB/CS 8 TNI, Polri dan Satpam 11 Supir 13,3
Televisi Teman/ Keluarga Radio kelompok 63,3 51,3 48 52 69 57
14 38,7 20 15 24 41
2 8,7 26 5,7 7 2
0 0 1,3 0 0 0
Media cetak 20,7 1,3 4,7 27,3 0 0
Sumber: Data primer, 2004
Media komunikasi personal (teman/kelompok) sebanyak 15,3% yang pada umumnya aktif di dalam kegiatan kemasyarakatan dan cenderung adanya pembuktian langsung dari yang bersangkutan. Informasi mengenai produk suplemen dari media radio kurang berperan sebagai salah satu sumber stimulus bagi responden (2,7%). Hal ini dibuktikan dengan kurangnya iklan dan informasi menge nai produk suplemen, serta banyaknya peran radio yang digantikan dengan adanya acara-acara televisi. 2. Mencari informasi Pencarian informasi dilakukan ketika konsumen merasakan bahwa kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal). Bila pencarian internal dianggap kurang, responden mencari informasi tambahan secara eksternal dari berbagai sumber (media massa, interpersonal) yang selalu mengutamakan bukti dengan berbagai cara dan dipercaya (berdasarkan pengalaman). Tahap pencarian informasi (information search) eksternal yang dilakukan responden terlihat bersifat pasif. Sedikitnya tingkat pencarian informasi mengenai produk suplemen tergambar dari jawaban yang diungkapkan hanya sebatas pencarian manfaat, merek dan harga produk suplemen. Setelah informasi cukup, responden menentukan dan memutuskan merek produk suplemen yang akan dibeli. Pengetahuan cara konsumen mengolah informasi ini sangat penting bagi produsen, agar dapat merancang proses komunikasi yang efektif, sehingga pesan yang disampaikan mudah diterima. Namun semua pencarian informasi yang berkaitan (linkage) dengan jenis dan jumlah yang dicari konsumen jelas
bervariasi menurut kelas sosial, kategori produk dan situasi kondisi. Kelas sosial terendah memiliki sumber informasi sangat terbatas, sehingga kurang beruntung dalam menyaring kesalahan informasi dan kecurangan dalam masyarakat yang kompleks. Konsumen kelas pekerja sering mengandalkan kerabat atau teman dekat untuk informasi mengenai keputusan konsumsi, sedangkan konsumen kelas menengah lebih percaya pada informasi yang diperoleh dari media dan secara aktif terlibat di dalam pencarian eksternal dari media tersebut. Artinya, pencarian informasi memerlukan kumpulan data dari berbagai
alternatif
produk
yang
dianggap
mampu
menyelesaikan
permasalahan dari masing- masing alternatif produk yang akan dikonsumsi. Tabel 29. Sebaran responden berdasarkan cara mencari informasi produk suplemen penstimulasi stamina Cara mencari informasi Televisi Teman/kelompok Keluarga Paramedis Ahli gizi Penjual Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
87 24 10 17 8 4
58 16 6,7 11,3 5,3 2,7
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
3. Memahami permasalahan Stimulus responden yang diterima dari berbagai sumber dapat meningkatkan pemahaman permasalahan (problem awareness) stamina, gizi dan kesehatan yang dipengaruhi kesadaran responden tentang ada atau tidaknya masalah yang ditimbulkan dari produk suplemen setelah dievaluasi terhadap kondisi fisik sebelum dan sesudah mendengar dan atau melihat informasi tentang produk suplemen. Respon dari responden yang menganggap sebelum mengetahui informasi produk suplemen (77,3%), kemungkinan besar dipengaruhi dari ketidakpuasan terhadap kondisi fisik yang dirasakan (aktual) dengan keadaan fisik yang diinginkan (ideal). Namun semakin banyak dan gencarnya promosi mengenai
produk suplemen sebagai minuman yang dapat mempengaruhi kesehatan, pemenuhan gizi dan peningkat stamina, maka terjadi pula perubahan pada diri responden dalam menilai suatu produk suplemen, hal ini terlihat dengan menurunnya jumlah yang mengatakan bahwa dirinya sehat sebanyak 54,7%. Tabel 30. Sebaran responden berdasarkan kesadaran, kesehatan dan peningkat stamina sebelum dan setelah mengetahui informasi Penilaian Responden A. Kesadaran Sadar Tidak sadar Jumlah B. Kesehatan Sehat Biasa Tidak sehat Jumlah C. Stamina Meningkat Biasa Tidak meningkat Jumlah
Sebelum mengetahui Jumlah Persentase (orang) (%)
Setelah mengetahui Jumlah Persentase (orang) (%)
25 125 150
16,7 83,3 100,0
68 82 150
45,3 54,7 100,0
116 28 6
82 43 25
54,7 28,7 16,6
150
77,3 18,7 4,0 100,0
150
100,0
45 95 10 150
30,0 63,3 6,7 100,0
22 103 25 150
14,7 68,7 16,6 100,0
Sumber: Data primer, 2004
4. Menilai dan memilih Responden yang dihadapkan pada beberapa merek produk suplemen cenderung akan menilai dan memilih dengan beberapa kriteria yang diduga konsumen dapat mempengaruhi penilaian produk dan untuk mengurangi resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini selaras dengan Sumarwan (2003) bahwa, konsumen yang mengalami kesulitan dalam menilai mutu suatu produk, secara objektif akan memilih merek yang terkenal dengan mutu baik. Hal senada diungkapkan Durianto et al. (2004a ) bahwa, pada umumnya konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang sudah dikenal atas dasar pertimbangan kenyamanan, keamanan dan kehandalan. Artinya, ada manfaat yang diperoleh dengan membeli suatu produk (benefit association) dan mendapat kepuasan sesuai harapan (expected satisfaction).
Merek yang paling mampu memenuhi harapan tingkat kepentingan yang paling tinggi akan dipilih oleh konsumen. Hasil penelitian terhadap produk suplemen yang sering mendapat respon adalah Extra Joss dan Kratingdaeng (51,3% dan 13,3%) (Tabel 31). Hal ini diduga aktivitas promosi (televisi dan atau donatur) yang dilakukan terhadap kedua merek tersebut relatif gencar dan mampu mem-branding-kan produknya, disamping distribusi pemasarannya luas dan mudah untuk mendapatkan, serta positioning claim produk suplemen yang ditawarkan dirasa terbukti. Janji inilah yang membedakan dengan merek pesaing dan menjadi daya tarik konsumen yang mulai sadar mutu dan merek. Kesadaran terhadap merek (brand awareness) menggambarkan kesanggupan seorang untuk mengenal, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari satu kategori produk suplemen. Tabel 31. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan jenis merek produk suplemen penstimulasi stamina Jenis merek Extra Joss Kratingdaeng Kuku Bima Ener-G! Fit-Up Energic M-150 Hemaviton Jreng Lipovitan Neo Hormoviton Ena’o Sakatonik Greng Total
Jumlah (orang) Persentase (%) 77 20 12 10 9 7 5 4 3 2 1 150
51,3 13,3 8 6,7 6 4,7 3,3 2,7 2 1,3 0,7 100,0
Sumber: Data primer, 2004
5. Pembelian dan konsumsi Berbagai jenis merek produk suplemen pernah dinilai responden, namun hanya enam merek yang dipilih konsumen untuk dibeli dan dikonsumsi. Hal ini berkaitan dengan kurangnya motivasi konsumen untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektivitas mengenai mutu produk, atau bahkan informasi itu memang tidak tersedia. Hal ini
terbukti dengan jawaban dari hasil pertanyaan kuesioner mengenai merek produk suplemen yang pertama sekali diminum adalah merek Kratingdaeng (76,7%), lalu M-150 dan Extra Joss (Tabel 32) dan yang sering di beli untuk dikonsumsi adalah Extra Joss (68,0%) sebagai produk suplemen paling disukai (likes the brand) dan merek Kratingdaeng (12,0%) (Tabel 32). Hasil lapangan ini diduga karena harga produk suplemen dengan kemasan kaleng atau botol cenderung lebih mahal, sehingga konsumen memilih dalam bentuk kemasan sachet dengan pertimbangan mutu produk, harga, service quality, emotional factor dan kemudahan mendapatkan produk atau jasa tersebut merasa puas setelah mengkonsumsi. Artinya, persepsi yang terbentuk terhadap merek dan pengalaman mengkonsumsi berkorelasi dengan sikap (keyakinan dan preferensi terhadap brand) dan image positif konsumen serta didukung dengan informasi dari TV yang dikemas dalam bentuk iklan bersemboyan ”Extra Joss untuk sehat” dan Mengubah ngos jadi joss” serta ”Buat apa beli botolnya, ini biangnya” untuk memberi justifikasi dan menyelamatkan produk dari persepsi ”yang murah lebih jelek” dan The Real Joss, serta secara tersamar menggiring asosiasi konsumen. Tabel 32. Sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen pertama sekali diminum dan sering dikonsumsi. Mere k
Pertama diminum Jumlah Persentase (orang) (%)
Sering dikonsumsi Jumlah Persentase (orang) (%)
Extra Joss Kratingdaeng M-150 Fit-Up Kuku Bima Ener-G! Lipovitan
27 115 8 -
18 76,7 5,3 -
102 18 12 9 5 4
68,0 12,0 8,0 6 3,3 2,7
Total
150
100,0
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
Bila ditelaah, merek Kratingdaeng memang sudah lama menguasai pasar suplemen dengan semboyan ”No alkohol", sehingga mampu memperluas pangsa pasar. Hal ini didukung dengan kondisi masyarakat yang memang menjauhi alkohol karena alasan agama, sosial maupun kesehatan. Selain itu,
adanya simbolisasi dua banteng merah yang bertarung mempunyai asosiasi kuat terhadap idiom keperkasaan dalam mendukung ”memulihkan stamina loyo”. Hasil ini berlawanan dengan data (Tabel 31), yakni pengetahuan responden terhadap merek Kuku Bima sangat dikenal, apalagi dengan penambahan kata Ener-G!, dapat menimbulkan kesan bahwa produk ini sudah diperbaiki dan memiliki mutu maksimal, serta seringnya merek produk ini muncul di layar televisi dengan bintang iklan Donny Kesuma dan didampingi oleh Rieke ”Oneng” Diah Pitaloka, sehingga mampu membentuk opini publik sebuah merek yang diasumsikan sebagai produk peningkat stamina dan gairah dengan tampilan menggoda. Padahal, artis inilah yang sebelumnya mengendorse Extra Joss. Dugaan lain yang mendukung kesuksesan Kuku Bima Ener-G! karena telah memiliki captive market yang pasti melalui berbagai jalur distribusi, seperti tukang jamu dan bakul gendong. Temuan ini mendukung simpulan Durianto dan Budiman (2004 b) bahwa, dalam dinamika kompetisi produk antara berbagai merek, dalam benak konsumen harus mempunyai kedudukan yang unik dan memiliki kelebihan, serta mampu menggambarkan diferensiasi, jika dibandingkan dengan merek lain. Tabel 33. Sebaran responden berdasarkan umur terhadap lama waktu mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina Lama waktu (tahun) ≤1
Usia
17–23 24–30 31–37 38–45 Jumlah
N
%
5 10 5 1
23,8 47,6 23,8 4,8
21
100,0
N
1,1 – 2 %
4 20 28 0
7,7 38,5 53,8 0
52
100,0
≥ 2,1 N
%
6 40 30 0
7,8 51,9 40 0
77
100,0
Sumber: Data primer, 2004
Data di atas menunjukkan hasil kuesioner mengenai sudah berapa lama mengonsumsi produk suplemen, 53,8% responden mengatakan sudah 1,1-2 tahun mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina. Hasil kuesioner mengenai berapa kali dalam sebulan mengkonsumsi produk suplemen, Tabel
34 menunjukkan tingkat konsumsi tertinggi 5–8 kali dalam satu bulan (48,7%). Hal ini dilakukan responden dengan alasan untuk menjaga stamina setelah olahraga dan atau perjalanan jauh. 30% mengkonsumsi 9–12 kali dalam satu bulan dengan alasan suatu keharusan agar dapat menjalankan aktivitas keseharian. 7,3% yang perlu menjadi perhatian, karena alasan ketergantungan, yaitu bila tidak mengkonsumsi maka aktivitas dan gairah terasa menurun yang berakibat pada hasil tidak maksimal. Tabel 34. Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina Jlh konsumsi (bulan)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
≤4 5–8 9 – 12 ≥ 13
21 73 45 11
14,0 48,7 30 7,3
Total
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
6. Evaluasi setelah mengkonsumsi. Evaluasi kognitif yang menguntungkan atau tidak menguntungkan, perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang mapan dari seseorang terhadap suatu produk, menempatkan konsumen ke dalam suatu kerangka pemikiran menyukai atau tidak menyukai, bergerak tetap ingin mencoba atau menjauhinya. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. Hasil
yang
didapat
menunjukkan
bahwa,
setelah
responden
mengkonsumsi produk suplemen terjadi perubahan penilaian terhadap kondisi kesehatan dan peningkatan stamina. 91,3% menilai diri sehat dan sisanya 8,7% menilai biasa setelah mengkonsumsi produk suplemen. Sementara responden yang menilai staminanya meningkat mengalami peningkatan dari 30,0% menjadi 92,7% dan tidak ada lagi yang me nilai bahwa staminanya tidak meningkat. Hal ini diduga menjadi alasan 80,7% merasa sangat puas dengan produk suplemen, karena keinginan konsumen terpenuhi (Tabel 35). Menjaga dan mempertahankan kepuasan konsumen tidak berarti memberikan segalanya.
Sebab, untuk menjaga kepuasan konsumen diperlukan biaya. Oleh sebab itu, produsen harus memperhatikan keseimbangan antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menjamin kepuasan konsumen. Tabel 35. Sebaran responden berdasarkan kepuasan setela h meminum produk suplemen penstimulasi stamina Tingkat kepuasan responden Sangat puas Puas Kurang puas Tidak puas Sangat tidak puas Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
121 21 8 -
80,7 14 5,3 -
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
Hasil wawancara lanjutan mengenai ada atau tidak keluhan yang dirasakan setelah me ngkonsumsi produk suplemen, beberapa responden menyatakan ada mengalami keluhan (perut terasa nyeri, jantung berdebar, sulit tidur, sering buang air kecil) setelah mengkonsumsi produk suplemen. Hal ini diduga pada saat mengkonsumsi kondisi lambung ”kosong” dan jantung berdebar akibat jumlah kafein yang dikonsumsi terlalu tinggi, serta seringnya buang air besar karena ketidak mampuan memetabolisme fenilalanin. Sementara meningkatnya aktivitas karena kandungan kafein di dalam produk suplemen yang dikonsumsi berlebih akan berakibat kesulitan tidur, jantung berdebar, walaupun reaksi yang ditimbulkan bervariasi antar individu. Temuan ini sejalan dengan ungkapan Ciptadi dan Nasution (2001) bahwa, kafein berlebihan dapat menyebabkan mengantuk, ketidakstabilan emosi dan kesakitan mental, watak menjadi tidak menentu dan meningkatkan kegelisahan, rasa berdebar, mual dan tinitus (telinga berdengung). Kesimpulan senada dikemukakan oleh Martindale (1997) bahwa, kafein dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan otot seperti mencegah rasa ngantuk, menaikkan daya tangkap pancaindra, mempercepat daya pikir dan mengurangi rasa lelah. Begitu juga ungkapan Hidayat (2002), konsumsi kafein berlebih dapat menyebabkan efek negatif seperti peningkatan denyut jantung,
pembengkakan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, peningkatan aktivitas usus, pengeluaran asam lambung dan gagal ginjal. Hasil kuesioner mengenai ada atau tidak pengaruh produk suplemen penstimulasi stamina terhadap sex, 52,0% responden usia 24-30 menjawab ada pengaruhnya, 36,6% mengatakan tidak ada pengaruh terhadap rangsangan sex (Tabel 36), namun setelah dilakukan pendekatan dalam suasana santai dan kondisi yang cukup dianggap aman bagi responden dengan perjanjian identitas responden terjaga kerahasian dan demi kemajuan ilmu pengetahuan, maka didapat pernyataan baru ± 38 orang yang mengatakan ada pengaruh produk suplemen terhadap stamina dan gairah sex. Tabel 36. Sebaran responden berdasarkan ada tidaknya pengaruh sex setelah mengkonsumsi produk suplemen berdasarkan usia Usia
Ada N
%
Penilaian responden Tidak ada N %
17–23 24–30 31–37 38–45
6 25 12 5
12,5 52 25 10,5
21 31 28 3
25,6 36,6 34,1 3,7
Jumlah
48
100,0
82
100,0
Biasa saja N % 2 10 8 0 20
10 50 40 0 100,0
Setelah wawancara Usia
Ada N
%
17–23 24–30 31–37 38–45
12 36 22 12
14,6 43,9 26,9 14,6
Jumlah
86
100,0
Penilaian responden Tidak ada N % 5 18 12 5 40
12,5 45 30 12,5 100,0
Biasa saja N % 5 12 5 2 24
20,8 50 20,8 8,4 100,0
Sumber: Data primer, 2004
Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Pengalaman mengkonsumsi Hasil wawancara mendalam mengenai pengalaman mengkonsumsi diceritakan kepada orang lain, 94,7% responden mengatakan bercerita tentang produk suplemen yang pernah dikonsumsi, termasuk yang bersifat negatif. Hal
ini dilakukan dengan alasan agar teman, saudara tetap berhati- hati bila ingin mengkonsumsi dan jika memungkinkan disarankan tidak mengkonsumsi produk yang pernah dikonsumsi oleh responden tersebut. Temuan ini mendukung ungkapan Sutisna (2001), kekecewaan sering diwujudkan dengan tidak melakukan pembelian ulang, dan lebih berbahaya lagi, jika konsumen mengekspresikan kekecewaannya kepada pihak lain, atau media massa. Jawaban responden mengatakan tidak menceritakan (5,3%) dengan alasan uang yang dikeluarkan tidak mungkin kembali lagi, tidak ada gunanya mengingat-ingat kejadian yang telah lalu dan bahkan alasan tragis dikemukakan oleh dua orang responden agar konsumen lain dapat merasakan langsung seperti yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Sumarwan (2003) yang mengatakan bahwa, pengalaman diri dapat bersifat psikologi, sosial atau fisik. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat menciptakan dan memelihara loyalitas konsumen terhadap merek produk agar tetap kompetitif dengan memperlakukan pelanggan secara layak, menjalin kedekatan emosional, mengelola kepuasan pelanggan, menciptakan biaya peralihan dan memberikan pelayanan ekstra. Sebab, di era of choice tidak ada jaminan bahwa pelanggan yang puas akan menjadi pelanggan yang loyal, karena itu customer attraction, customer satisfaction dan customer retention akan menjadi satu proses inovasi tiada akhir bagi kelangsungan perusahaan. Hasil kuesioner mengenai saat apa mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina, 68,7% responden mengkonsumsi produk suplemen saat kondisi letih dan 15,3% saat olahraga (Tabel 37). Hal ini diduga pengaruh klaim yang mengatakan produk suplemen bervitamin, membantu menjaga kesehatan, meningkatkan dan mempertahankan stamina, serta mengembalikan kebugaran tubuh setelah bekerja berat dan berolahraga. Sebanyak 3,3% mengkonsumsi saat sakit, tiga orang mengatakan ”produk suplemen dapat memulihkan stamina”, namun dua orang mengasumsikan produk suplemen sebagai obat yang dapat menyembuhkan. Apabila sakit yang dirasakan masih berlanjut, metode yang dianggap efektif adalah mengkonsumsi obat tradisional hasil racikan sendiri dan atau ”orang pintar” yang disertai do’a (mantra-mantra)
mujarab, seperti kasus di Kelurahan Empang. Hal ini terjadi, karena anggapan efektivitas, pandangan religius, ketidakmampuan melayani publik, membuat warga enggan berobat ke petugas medis. Tabel 37. Sebaran responden berdasarkan saat apa mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina Produk Kondisi
Letih Olah raga Lembur Bepergian Sakit
68,7 15,3 6,7 6 3,3
Extra Joss
Krating daeng
M-150
Fit-Up
Kuku Bima Ener-G!
Lipovitan
16,3 71,7 5,3 4 2,7
7,7 12 14 63 3,3
20 54,7 20 5,3 0
36,9 30,3 21,1 11,7
38,3 0 55,7 4 2
24 29,3 28 14,7 4
0
Sumber: Data primer, 2004
2. Pengetahuan gizi responden
Konsumsi produk suplemen tidak terlepas dari masalah selera dengan kontrol segi kesehatan, minimal mengetahui komposisi yang tertera pada kemasan, sehingga konsumen akan selalu dapat mengontrol hal-hal di luar keinginannya. Pengetahuan gizi yang sempurna akan menimbulkan kesadaran tentang pentingnya gizi, sehingga konsumen selalu memperhatikan mutu gizi konsumsinya yang berhubungan dengan sikap sadar gizi. Sikap sadar gizi inilah yang digali peneliti melalui tingkat pengetahuan responden melalui komposisi produk suplemen yang dikonsumsi. Hasil kuesioner menunjukkan 90,0% mengatakan tahu dan 10,0% menyatakan tidak tahu (Tabel 38). Penelusuran selanjutnya meminta responden menuliskan jika jawaban yang diberikan ”tahu”, hasilnya 68,7% mengakui tidak tahu, ini terlihat ada kemungkinan responden yang tahu komposisi, tetapi tidak begitu peduli. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan untuk memahami istilah atau bahasa yang digunakan, seperti kata taurin (zat berguna untuk melancarkan metabolisme dan menimbulkan reaksi relaksasi). Temuan ini mendukung simpulan Durianto et al. (2004 a) bahwa, konsumen sulit memahami kandungan suatu produk, karena kurangnya pengetahuan dan atau memang tidak tersedianya keterangan tentang produk tersebut.
Tabel 38. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan sebelum dan setelah diminta menuliskan komposisi Sebelum diminta Pernyataan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
135 15 -
90,0 10,0 -
45 103 2*
30,0 68,7 1,3
150
100,0
150
100,0
Tahu Tidak tahu Total *
Setelah diminta
responden mengalami kebingungan dengan kalimat komposisi, tetapi juga tidak mau dikatakan tidak tahu
Sumber: Data primer, 2004
Responden yang menganggap tahu setelah diminta untuk menuliskan (30,0%), hal ini diduga karena kemampuan konsumen lebih baik dalam memproses informasi, tingkat pendidikan, dan lingkungan yang mendukung, sehingga menjadikan responden lebih selektif terhadap klaim yang diajukan produk. Temuan ini mendukung pernyataan Assael (1989) bahwa, pendidikan merupakan faktor dari diri seseorang yang mempengaruhi perilakunya. Hasil wawancara mengenai tingkat kepercayaan terhadap klaim kesehatan yang ditawarkan menunjukkan 60,7% me njawab percaya dan 39,3% tidak percaya. 3. Merek produk suplemen Secara umum, alasan responden memilih merek produk suplemen tertentu sebagai merek terbaik adalah karena memiliki komposisi gizi yang tepat pada prioritas pertama, kemudian rasa yang enak, harganya terjangkau, iklannya menarik dan mudah dicari, serta prakti penggunaannya seperti tampak pada Tabel 39.
Tabel 39. Sebaran persentase responden berdasarkan alasan memilih merek terbaik Merek
Disukai Komposisi Rasa
Extra Joss 30,3 Kratingdaeng 22 M-150 6,5
12,1 26 28
34,4 28 18,3
Iklan Mudah menarik dicari
Harga terjangkau
11,1 16 10
6 0 20
6,1 8 17,2
Fit-Up 0 Kuku Bima Ener-G! 27 Lipovitan 12,7
30
36
0
25
9
31 26
0 0
24 0
18 28
0 33,3
Sumber: Data primer, 2004
Dari Tabel 39 terlihat bahwa responden secara umum menginginkan manfaat yang diharapkan dari komposisi produk suplemen jika mengkonsumsi merek produk suplemen tertentu. Hal ini dapat menjadi gambaran kepada produsen untuk memperhatikan komposisi disamping rasa yang enak agar loyalitas responden terhadap suatu merek dapat terjaga. Loyalitas konsumen di era globalisasi kian rapuh terhadap suatu merek. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memahami konsumen, menerima perbedaannya dan berkomunikasi sebagai pribadi untuk membangun loyalitas merek (brand loyality) sesuai harapan. Loyalitas merek berkaitan dengan kepuasan konsumen, semakin puas seorang konsumen terhadap suatu merek, akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Hal ini terbukti dari alasan yang dikemukakan responden (55,3%) mengatakan bahwa ”Minuman suplemen yang manjur” tetap menjadi alasan utama responden untuk memilih produk suplemen (Tabel 40). Alasan ”Sudah terbiasa/cocok” 13,3%, hal ini menunjukkan bahwa konsumen cukup loyal terhadap produk. Loyalitas merek secara kualitatif berbeda dengan dimensi-dimensi utama lain, karena loyalitas terkait dengan pengalaman menggunakan yang ditunjukkan dengan tindakan merekomendasi dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Artinya, terbentuknya brand loyality konsume n diawali dengan coba-coba untuk mengkonsumsi, namun efek yang dirasakan sangat berpengaruh dan menimbulkan kepuasan, serta membentuk landasan merek (brand platform) yang kuat, mampu mengembangkan keberadaan merek dagang (trademark) dalam persaingan apa pun dalam waktu lama, sehingga mendorong untuk kembali membeli. Hal ini, jelas memberikan basis yang stabil dan meningkatkan bauran pemasaran (harga, tempat, produk dan promosi) sebagai aset utama atau hak cipta (copyright) perusahaan yang diimplementasikan dalam harga penjualan produk. Jika perlu, perusahaan memanfaatkan keuntungan sebagai first mover
membangun pasar, sehingga mampu menyetir pasar yang menggiurkan, dengan tetap mencari product distinctiveness. Tabel 40. Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina Alasan utama
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Produk suplemen yang manjur Sudah terbiasa/cocok Efeknya cepat terasa Kandungannya alami Coba-coba Mudah diperoleh Aman diminum/tidak ada efek negatif Terpengaruh iklan Rekomendasi relasi (teman, keluarga, dll) Hanya tersedia merek tersebut Harganya murah
83 20 14 10 7 6 3 3 2 1 1
55,3 13,3 9,3 6,7 4,7 4 2 2 1,3 0,7 0,7
Total
150
100,0
Sumber: Data primer, 2004
Namun seringkali loyalitas merek bukan disebabkan oleh kepuasan konsumen, tetapi karena keterpaksaan dan ketiadaan pilihan. Contohnya, banyak konsumen yang kecewa dengan pelayanan PLN. Listrik sering tidak stabil, seringnya pemadaman listrik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, pencatatan meter listrik sering keliru, tapi konsumen tetap berlangganan listrik kepada PLN, bahkan tidak ada seorang pun konsumen yang berfikir untuk menghentikan jadi pelanggan listrik. Inilah contoh loyalitas merek yang disebabkan oleh bukan loyalitas.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker D.A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Manfaat Nilai dari Suatu Merek (Terjemahan), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Alhadeff, L.C, T. Gualteri and M. Lipton. 1984. Toxic effects of water soluble vitamins. Nutrition Reviews 42:33-40. Amelia, M. 2004. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen Produk Air Minum dalam Kemasan di Bogor. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Ancok, D. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian di dalam Singarimbun, M dan Efendi. Metode Penelitian Survey. LP3S, Jakarta. Ashurst, P.R. 1998. The Chemistry and Technology of Soft Drinks and Fruit Juices. CRC Press LLC. USA. Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. Kent Publishing Company, New York. Badan Pusat Statistik. 2004 Bitner, M. J, et al. 2000. Self-Service Technologies: Understanding Customer Satisfaction with Technology- Based Service Encounters. Journal of Marketing : Vol.64 (July), 50-64. BPOM, 1996. Keputusan Dirjen POM. Nomer HK: 00.023060 tahun 1996. tentang Suplemen Makanan. BPOM. Depkes RI Jakarta. Brannen, A.L., P.M. Davidson., A. Salminen (eds). 1990. Food Additives. Marcel Dekker, Inc. New York. Carpenter, K.J. 1981. ”Pellagra”. Hutchison Ross, Stroudsburg, PA. Ciptadi, M dan M.Z. Nasut ion. 2001. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertania n IPB, Bogor. Durianto, D. Sugiarto dan T. Sitinjak. 2004a. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. dan L.J Budiman. 2004b. Brand Equity Ten Strategi Memimpin Pasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Engel, F.J, R.D. Blackwell, and P.W. Miniard. 1998. Consumer Behavior. The Dryden Press. Fessenden, R.J and J.S. Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik (Terjemahan). Binarupa Aksara, Jakarta.
Graf, E and I.S. Saguy. 1991. Food Product Development. From Concept to the Markeplace. Published by Chapman and Hall. One Penn Plaza, New York. Griffith, H.W. 1988. The Vital Vitamin Plus Mineral, Food Suplemen, Amino Acid and Herbal Medicine Fact File. Thorsons Publishing Group, London. Hanna, M.C., Turner, A.J., and E.F. Kirkness. 1997. Human pyridoxal kinase. J. Biol. Chem. 272, 10756-10760. Hendler, S. and S, Rorvik D. 2001. PDR for Nutritional Supplements. 1 st ed. Medical Economics, USA. Hidayat, R. 2002. Perilaku Konsumen Pria Dewasa di Kota Padang. Skripsi pada Jurusan Gizi Masyarakat dan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. ILSI-NF. 1986. International Aspartame Workshop Proceedings. Di dalam: Food Additives. 1990. Brannen, A.L., P.M. Davidson., A. Salminen (eds). Marcel Dekker, Inc. New York. Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003. Perencanaan Tenaga Kerja Daerah Kota Bogor, Bogor. Kerlinger, F.N. 2002. Asas-asas Penelitian Behavioral (Terjemahan). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Konarek, R.B., R. Marks and Kaufman. 1994. Caffeine and The Methylxanthines dalam Nutrition and Behavior: New Perspective. An AVI Book. Van Nostrand, New York. Kotler, P. 2000. Marketing Management (The Millenium Edition) Prentice Hall International, New Jersey. Krisnadi, W. 2003. Perilaku, Preferensi dan Image Konsumen Terhadap Minuman Suplemen di Kota Bogor. Skripsi pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Linder, C.M. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis (Terjemahan). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lisa, et al. 1998. Inositol Clinical Applications for Exogenous Use. Altern Med Rev ;3(6):432-447. Martindale. 1997. The Extra Pharma Copoein. The Pharmaceutical Press, London. Mowen, J.C., and M. Minor. 1999. Consumer Behavior. Prentice Hall, New Jersey. Nurismanto, R. 2000. Analisis Kebutuhan Konsumen Terhadap Mutu Produk dan Layanan Restoran Cepat Saji (Studi kasus pada Restoran PRONTO). Tesis pada Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB. Bogor. Ohtaki, S., et al. 1985. Characterization of hog thyroid peroxidase. J. Biol. Chem. 260, 441-448.
Peter, J.P and J.C. Olson. 2000. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. (Terjemahan, Jilid 2) Jakarta: Erlangga. Razin, P and T.A. Vollmecke. 1986. Food Likes and Dislikes dalam Animal Reviews Nutrition, Philadelphia. Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice Hall, Engelwood Cliffts, New Jersey. Schmidlt M.K and T.P. Labuza. 2000. Essentials of Functional Foods. An Aspen Publication. Gaitherburg, Maryland. Simamora, B. 2003. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen. Ghalia Indonesia dengan MMA-IPB, Jakarta. Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Remaja Rosdakarya, Bandung. Syah, D. et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Tallaksen, C. M., Bohmer, T., Karlsen, J., and Bell, H. 1997. Determination of thiamin and its phosphate esters in human blood, plasma, and urine. Methods Enzymol. 279, Part I, 67-74. Tsuge, H. 1997. Determination of vitamin B6 vitamers and metabolites in a biological sample. Methods Enzymol. 280, Part J, 3-12. Upshaw, L.B. 1995. Building Brand Indenttity: A Strategy for Success in A Hostile Marketplace. John Wiley & Sons, Inc. New York. Wijaya, G dan A. Yani. 2000. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Gramedia. Jakarta. Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. dan R. Sulistyowati. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Winzerling, J., and J.H. Law. 1997. Comparative nutrition of iron and copper. Annu. Rev. Nutr. 17, 501-526. Yunita. 1997. Proses Pengambilan Keputusan dan Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Minuman Suplemen pada Pekerja di Kotamadya Bogor. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar kuesioner
KUESIONER
PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA (Studi Kasus di Kota Bogor)
Hasil pengisian kuesioner ini akan digunakan untuk keperluan penelitian dari penyusuna n tesis dengan judul “Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor)”. Penelitian ini dilaksanakan oleh Tahrir Aulawi (IPN / F 251 020 221), mahasiswa pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Instit ut Pertanian Bogor.
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2004 LEMBAR KUESIONER
No responden : ............
Enumerator : ....................................
PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA (Studi Kasus di Kota Bogor)
A. Identitas Responden Nama Lengkap
: .....................................................................................
Tempat (Tgl/bln/thn) lahir: ..................................................................................... Tinggi/ berat
: ........... cm/ .......... kg
Agama
: ...............................
Suku
: ...............................
Alamat rumah (KTP)
: ..................................................................................... : .....................................................................................
Alamat sekarang
: ..................................................................................... : .....................................................................................
Telp
: .....................................................................................
Hp
: .....................................................................................
Email
: .....................................................................................
Lama tinggal
: ...................... Tahun .................. Bulan
Status rumah
:
Milik sendiri Keluarga Milik perusahaan Kos, biaya kos/bln .......................... Sewa, biaya sewa/bln ..........................
Pendidikan terakhir
:
SD
Status pernikahan
:
Lajang
SLTP
SLTA Menikah
Diploma Cerai
S1
S2 Duda
Jumlah anggota keluarga : .......... / ......... orang Bidang usaha
: ......................................... Jabatan ..............................
Lama bekerja per hari
: ............. jam
Pendapatan /lainnya
: ........................................... rupiah/bulan
Hari/ Tgl wawancara
: ......................................................................................
Jawablah pertanyaan menurut Bapak benar dengan memberi tanda silang (X) B. Pengetahuan Konsumen
1.
Media apa yang dianggap Bapak memberikan informasi produk suplemen (jawaban boleh lebih dari satu) a. TV b. Radio c. Teman/ kelompok d. Keluarga e. Media cetak f. Lainnya, sebutkan ....................................
2.
Dimana Bapak biasa membeli produk suplemen ...................................
3.
Bagaimana Bapak memutuskan untuk membeli produk suplemen ? a. Terencana b. Tidak terencana c. Lainnya, sebutkan ..................................................................................
4.
Apakah produk suplemen yang dikonsumsi Bapak ? a. Sangat puas d. Tidak puas b. Puas e. Sangat tidak puas c. Kurang puas
5.
Apabila produk suplemen mengalami perubahan harga, apakah Bapak ? a. Mengkonsumsi b. Bisa ya bisa tidak c. Tidak mengkonsumsi
6a. Sudah berapa lama Bapak mengkonsumsi b. Berapa kali Bapak mengkonsumsi
...... / ....... bulan/ tahun ....... / ....... minggu/ bulan
c. Produk suplemen dapat (boleh lebih dari satu) : a. Menghilangkan rasa ngantuk b. Memperkuat stamina c. Memperkuat sex d. Lainnya, sebutkan ................................................................................ 7a. Pada saat apa Bapak mengkonsumsi produk suplemen ? a. Olahraga b. Melakukan pekerjaan c. Lainnya, sebutkan .................. b. Kapan Bapak menggunakan produk suplemen ............................ 8.
Sebutkan merek produk suplemen yang Bapak tau (boleh lebih dari satu) a. Neo Hormoviton Greng h. Ena’o b. Hemaviton Jreng i. M-150 c. Kratingdaeng j. Energic d. X’tra Jreng k. Lipovitan e. Extra Joss l. Sakatonik Greng f. Fit-Up m. Kuku bima jreng g. Irex n. Lainnya, sebutkan ......................
9a. Merek yang pertama kali Bapak konsumsi
..............................................
b. Merek yang sering Bapak konsumsi .......................................................... 10. Apa alasan utama Bapak memilih merek yang sering dikonsumsi ..................................................................................................................... .....................................................................................................................
11a. Apakah Bapak tahu komposisi produk suplemen yang dikonsumsi a. Tahu b. Tidak tahu b. Jika tahu sebutkan ..................................................................................... 12a. Apakah Bapak tahu manfaat produk suplemen a. Tahu b. Tidak tahu b. Jika tahu sebutkan ............................................................................................ 13a. Apakah Bapak tahu bahwa produk suplemen bisa merusak kesehatan a. Tahu b. Tidak tahu b. Jika tahu sebutkan ............................................................................................ 14. Apakah produk suplemen ada mempengaruhi terhadap sex Bapak ? a. Ada b. Tidak ada c. Biasa saja 15. Menurut pendapat Bapak, apakah produk suplemen itu ? ..................................................................................................................... 16. Apakah Bapak bersedia dihubungi kembali ? ...................
Keterangan: Beberapa pertanyaan di atas dilanjutkan dengan wawancara mendalam dan pengamatan langsung
17. Berikan penilaian Bapak sesuai angka yang tertera (terhadap produk suplemen yang dibeli) : 1 = Sangat tidak puas 2 = Tidak puas 3 = Biasa aja 4 = Puas 5 = Sangat puas No
Atribut
Penilaian
Berhubungan dengan produk Citarasa sesuai selera Menyukai aroma dan baunya Warna produk suplemen Kandungan gizi Tanpa bahan pengawet Penampilan secara keseluruhan Warna kemasan Daya tahan/tekstur kemasan Kemasan mudah dibuka Ukuran kemasan Bentuk kemasan Bahan kemasan Label halal Stamina tahan lama Bisa merusak kesehatan Menghilangkan rasa ngantuk Mempengaruhi terhadap sex Berhubungan dengan harga Harga sesuai mutu Harga terjangkau Harga lebih murah Harga maha l Harga normal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
Berhubungan dengan lokasi penjualan Lokasi mudah dijangkau/strategis Produk mudah diperoleh Ketersediaan produk kontinyu Jaringan distribusi luas Berhubungan dengan promosi Iklan menarik Peran tokoh Potongan harga (diskon)
1 2 3 4 1 2 3
C. Komentar keseluruhan .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Lampiran 2. Pokok penelitian, jenis data, sumber data dan metode pengumpulan No
Pokok Penelitian
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan
1
2
3
4
5
6
7
Karakteristik contoh - Nama - Usia - Agama - Suku - Pendidikan - Pekerjaan - Jam kerja - Pendapatan - Status pernikahan - Jumlah anggota keluarga - Pengetahuan gizi Konsumsi Suplemen - Jenis dan bentuk - Frekuensi konsumsi - Tingkat konsumsi - Sumber informasi - Atribut utama - Pihak pemberi saran - Alasan konsumsi Karakteristik produk (citarasa, aroma, warna, komposisi, kemasan, label, klaim) Karakteristik harga (mutu, mahal atau murah)
Primer
Responden
wawancara
Primer
Responden
wawancara
Primer dan Responden, sekunder distributor
Primer dan Responden, sekunder distributor
Lokasi penjualan (Strategis, distribusi dan ketersediaan) Karakteristik Promosi (Iklan, diskon)
Primer dan Responden, sekunder distributor
Demografi Kota Bogor (Jumlah penduduk, pertambahan, ekonomi)
Sekunder
Primer dan Responden, sekunder distributor
dan dari
dan dari dan
Wawancara, pengamatan dan pencatatan. BPS dan kantor Pencatatan ketenagakerjaan Kota Bogor
Lampiran 3. Peubah segmentasi untuk pasar konsumen Jenis Segmentasi
Wawancara, pengamatan pencatatan lebel produk Wawancara, pengamatan pencatatan brosur Wawancara pencatatan
Keterangan
Geografis
Wilayah, kota besar, kota kecil, pinggiran kota dan iklim.
Demografis
Umur, jumlah keluarga, siklus keluarga, pria/wanita, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, generasi dan kelas sosial.
Psikolografis
Gaya hidup dan kepribadian
Perilaku
Saat penggunaan, manfaat, status, penggunaan, tingkat penggunaan, loyalitas, tingkat kesadaran dan sikap terhadap produk.
Lampiran 4. Siklus hidup keluarga No 1
Tahap siklus Bujangan I
Penjelasan Belum menikah, usia di bawah
2
Pengantin baru
3
Keluarga lengkap I
4
Keluarga lengkap lambat
5
Keluarga lengkap II dan III
6
Keluarga tanpa anak
7
Keluarga lanjut
8
Bujangan II
Menikah dan belum memiliki anak, usia di bawah 35 tahun Keluarga lengkap, istri < 35 tahun, dan anak < enam tahun Keluarga lengkap, istri > 35 tahun, dan anak < enam tahun Keluarga lengkap, anak < enam tahun dan anak > enam tahun tinggal bersama Suami dan istri < 65 tahun tanpa anak di rumah Suami dan istri > 65 tahun tanpa anak di rumah Belum menikah, usia di bawah 65 tahun
9
Bujangan III
Belum menikah, usia di atas 65 tahun
10
Orang tua tunggal
11
Keluarga tanpa anak
12
Keluarga lainnya
Ayah dengan anak-anaknya atau ibu dengan anak-anaknya, usia orang tua < 65 tahun Pasangan yang tidak memiliki anak baik karena atas kehendaknya atau bukan kehendaknya Sekelompok orang yang bersaudara tinggal bersama
Sumber : Mowen and Minor (1999) Keterangan : Tahap siklus keluarga nomor satu sampai nomor tujuh adalah bentuk keluarga tradisional yang umum dijumpai di semua negara, sedangkan tahap keluarga nomor delapan sampai 11 menggambarkan bentuk keluarga yang bukan tradisonal.
Lampiran 5. Gambaran umum wilayah Kota Bogor tahun 2004 No
Kecamatan (Kelurahan/Desa) Bogor Tengah 1. Kel. Babakan
Luas (m2 )
Jlh RW
813 122
99 7
Jlh Jumlah Penduduk RT Laki2 Wanita 434 31
46.313
46.123
Total 92.436
I
II
III
IV
No
V
2. Kel. Sempur 3. Kel. Tegallega 4. Kel. Babakan Pasar 5. Kel. Gudang 6. Kel. Paledang 7. Kel. Pabaton 8. Kel. Kebon Kelapa 9. Kel. Cibogor 10.Kel. Ciwaringin
63 123 41 32 178 27 63 46 44 74
7 9 9 12 13 8 5 10 6 13
32 51 37 52 56 34 18 45 28 50
Bogor Selatan 1. Kel. Empang 2. Kel. Lawang Gintung 3. Kel. Batu Tulis 4. Kel. Bondongan 5. Kel. Cikaret 6. Desa Pamayanan 7. Desa Rangga Mekar 8. Desa Mulyaharja 9. Desa Bojongkerta 10. Desa Rancamaya 11. Desa Kertamaya 12. Desa Harjasari 13. Desa Muarasari 14. Desa Genteng 15. Desa Pakuan 16. Desa Cipaku
3081 79 61 66 68 345 245 148 479 276 200 360 149 154 173 104 174
152 20 7 7 20 11 5 11 8 6 4 7 10 8 8 6 14
496 15 33 34 29 55 28 39 42 27 19 20 35 31 21 23 45
76.582
73.718
150.300
Bogor Timur 1. Kel. Baranangsiang 2. Kel. Sukasari 3. Kel. Tajur 4. Desa Katulampa 5. Desa Sindang Sari 6. Desa Sindangrasa
1.015 235 48 45 491 90 106
56 14 7 6 12 6 11
285 78 38 25 68 28 48
38.135
38.890
77.025
Bogor Utara 1. Kel. Tegal Gundil 2. Kel. Bantarjati 3. Kel. Cibuluh 4. Desa Kedunghalang 5. Desa Ciparigi 6. Desa Ciluar 7. Desa Tanah Baru 8. Desa Cimahpar
1.772 198 170 154 192 161 220 233 444
58 14 16 3 9 3 4 4 5
414 67 72 46 54 46 38 57 34
68.219
68.075
136.294
Kecamatan (Kelurahan/Desa) Tanah Sareal 1. Kel. Kebon Pedes 2. Kel. Kedung Badak 3. Kel. Tanah Sareal 4. Desa Kedungjaya 5. Desa Kedung Waringin
Luas (m2 )
Jlh RW
Jlh RT
1.884 104 195 105 72 142
100 13 14 7 7 12
491 73 94 36 31 54
Jumlah Penduduk Laki2 Wanita Total 69.384
68.037
137.421
6. Desa Sukaresmi 7. Desa Sukadamai 8. Desa Mekarwangi 9. Desa Kencana 10. Desa Kayumanis 11. Desa Cibadak
VI
Bogor Barat 1. Kel. Menteng 2. Kel. Pasir Kuda 3. Kel. Pasir Jaya 4. Kel. Pasir Mulya 5. Kel. Gunung Batu 6. Kel. Semplak 7. Kel. Cilendek Timur 8. Kel. Cilendek Barat 9. Desa Sindang Barang 10. Desa Bubulak 11. Desa Situ Gede 12. Desa Marga Jaya 13. Desa Balubang Jaya 14. Desa Curuk Mekar 15. Desa Curung 16. Desa Loji
Jumlah
98 112 135 214 243 464
6 10 8 6 5 12
24 37 30 22 38 52
3.235 209 225 290 100 220 44 105 174 320 314 273 255 154 104 195 253
171 19 9 12 7 13 7 9 16 8 11 10 6 9 8 14 13
640 68 52 54 18 64 25 44 58 44 27 32 19 27 30 30 48
84.263
82.590
166.853
11.850
636
2.760
382.896
377.433
760.329
Sumber : Kantor Walikota Bogor, 2003
Lampiran 6. Peta Kota Bogor
Sumber : Kota Bogor Online, Copyright ©2003
Lampiran 7. Angkatan kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, kelompok umur dan tingkat pendidikan di Kota Bogor tahun 2002
L 26.838 40.180 72.355 10.051
2002 P 11.917 12.209 28.163 470
L+P 38.755 52.390 100.518 10.520
Jumlah
4.285 1.013 469 704 2.028 157.923
780 186 65 88 344 54.222
5.065 1.198 533 792 2.372 212.143
Status Pekerjaan Berusaha sendiri Berusaha dengan buruh tidak tetap Berusaha dengan buruh tetap Buruh/karyawan Pekerja tidak dibayar Jumlah
L 59.759 7.193 4.339 119.566 12.011 202.868
P 14.963 1.342 1.211 45.629 32.778 95.923
L+P 74.722 8.535 5.550 165.196 44.790 298.793
Lapangan Usaha Industri Perdagangan Jasa Angkutan & Komunikasi Pertanian - Tanaman Pangan - Perkebunan - Perikanan - Peternakan - Lainnya
Kelompok Umur 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 + Tingkat Pendidikan T/BTSD SD SLTP SLTA Diploma Universitas Jumlah
L 10.472 24.880 33.599 32.827 27.756 24.208 19.136 12.725 8.582 15.597 Jumlah 209.782
P 11.447 19.176 16.684 13.549 10.777 8.807 6.346 4.263 2.908 6.211 100.168
L 16.612 63.402 35.248 68.453 9.631 16.435 209.781
P 9.696 31.497 16.070 29.782 5.990 7.130 100.165
Keterangan : T/BTSD = Tidak/belum tamat sekolah dasar Sumber : Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor, 2003
L+P 21.919 44.053 50.283 46.375 38.532 33.016 25.482 16.988 11.490 21.809 309.947 L+P 26.308 94.899 51.318 98.235 15.621 23.565 309.946
Lampiran 8. Pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya No
Nama Pemanis Buatan Indonesia Inggris
1
Aspartam **
Aspartame
0 – 40 mg
2
Sakarin (serta garam Natrium)
Saccharin (and sodium salt)
0 – 2,5 mg
3
4
Siklamat (serta garam natrium dan kalsium)
Cyclamate and sodium salt & calcium salt
Sorbitol
Sorbitol
Sumber :
ADI*
0 – 11 mg
Jenis Bahan Makanan
Makanan berkalori rendah : - Permen karet - Permen - Saus - Es krim & sejenisnya - Es lilin - Jem & Jelly - Minuman ringan - Yoghurt - Minuman ringan fermentasi Makanan berkalori rendah : - Permen karet
Batas Maksimum Penggunaan
50 mg/kg (Sakarin) 100 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 50 mg/kg (Sakarin)
500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat - Permen 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat - Saus 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat - Es krim & 2 g/kg dihitung sebagai sejenisnya asam siklamat - Es lilin 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat - Jem & Jelly 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat - Minuman 3 g/kg dihitung sebagai ringan asam siklamat - Yoghurt 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat - Minuman 500 mg/kg dihitung ringan sebagai asam siklamat fermentasi - Kismis 5 g/kg - Jem, Jelly, Roti 300 g/kg - Makanan lain 120 g/kg
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, PerMenKes Nomor 208/Men.Kes/Per/IV/1985 Departemen Kesehatan * ADI (Acceptable Daily Intake) adalah ukuran banyaknya pemanis buatan yang dapat dikonsumsi setiap hari per kg berat badan. ** Hanya dalam bentuk sediaan.
Lampiran 9. Zat warna yang digunakan sebagai bahan berbahaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Auramine (C.I. Basic Yellow 2) Alkanet Butter Yellow (C.I. Solvent Yellow 2) Black 7984 (Food Black 2) Burn Umber (Pigment Brown 7) Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) Chrysoidine S (C.I. Basic Orange 8) Citrus Red No. 2 Chocolate Brown FB (Food Brown 2) Fast Red E (C.I. Food Red 4) Fast Yellow AB (C.I. Food Yellow 2) Guinea Green B (C.I. Acid Green No. 3) Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4) Magenta (C.I. Basic Violet 14) Metanil Yellow (Ext. D & C Yellow No. 1) Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) Oil Yellow AB (C.I. Solvent Yellow 5) Oil Yellow OB ( C.I. Solvent Yellow 6) Orange G (C.I. Food Orange 4) Orange GGN (C.I. Food Orange 2) Orange RN (Food Orange 1) Orchil and Orcein Ponceau 3R (C.I. Red 6) Ponceau SX (C.I. Food Red 1) Ponceau 6R (C.I. Food Red 8) Rhodamin B (C.I. Food Red 15) Sudan 1 (C.I. Solvent Yellow 14) Scarlet GN (Food Red 2) Violet 6B
No Indeks Warna (C.I. NO) 41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12156 16045 13015 42085 69800 42510 13065 12100 12140 11380 11390 16230 15980 15970 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640
Sumber : Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, PerMenKes Nomor 239/Men.Kes/Per/IV/1985 Departemen Kesehatan
Lampiran 10. Angka Kecukupan Gizi (AKG), dampak positif dan negatif dari berbagai zat gizi No
Bahan
AKG (mg)
Dampak Positif Tambahan inositol akan meningkat sehubungan dengan penggunaan antibiotik jangka panjang dan konsumsi kafein secara berlebihan3 .
Dampak Negatif
1
Inositol
Belum ditentukan secara resmi. Anjuran 100 mg/hari7
- Dapat menyebabkan mual dan flatulensi, meskipun tidak menimbulkan efek toksik. - Asam fitat dapat mengganggu penyerapan beberapa jenis mineral valensi dua, misalnya kalsium, magnesium, besi, mangan dan seng. Mencegah osteoporosis yang mengakibatkan Secara teoritis konsumsi kalsium yang tinggi rapuhnya tulang sehingga menjadi mudah patah akan meningkatkan risiko pembentukan batu dan sulit bersambung kembali. kalsium dalam saluran kemih.
2
Kalsium
700 mg untuk pangan umum7
3
Magnesium
260 mg untuk pangan umum7
Membantu mengatasi migren, kehilangan Dosis tinggi diduga dapat menyebabkan diare dan pendengaran (noise-related hearing loss), batu iritasi saluran pencernaan5 . Hasil yang serupa ginjal, hipertensi dan jantung koroner 5 . diperoleh pada studi buta ganda lain2,9.
4
vitamin B1 (tiamin)
1,2 mg untuk pangan umum7
- Mencegah ensefalopati - Memperbaiki mood dan kemampuan kognitif - Mempertahankan fungsi saraf tepi5 .
Lebih dari 200 mg per hari tidak menimbulkan efek samping, namun tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan1 .
5
vitamin B2 (riboflavin)
1,3 mg untuk pangan umum7
- Mencegah migren - Anti oksidan
tidak dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara berlebihan1 .
6
Niasin, nikotinamida
16 mg untuk pangan umum 35 mg/hari konsumsi maksimum7
mencegah pellagra, gangguan saluran cerna, mual- mual, anemia, mudah tersinggung (irritable), bingung (confusion).
- Konsumsi dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan niacin/nicotinic flush karena pelebaran pembuluh darah, dapat diikuti rasa gatal, panas, dan sakit kepala. - Efek samping lain adalah jantung berdebar, sulit tidur (insomnia), keringat berlebihan,
mual- mual, sakit otot, kadar asam urat darah meningkat, dan gangguan pada hati.
No
Bahan
AKG (mg)
Dampak Positif
Dampak Negatif
7
vitamin B5
10 mg per hari7
Tidak ada bukti tentang manfaat vitamin B5 untuk penanganan artritis.
Vitamin B5 kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi alergi berupa eksim pada kulit2 .
8
vitamin B6 (piridoksin)
1,3 mg untuk pangan umum7
vitamin B12 (Kobalamin)
2,4 mcg untuk pangan umum7
- Mengurangi kelainan saraf tepi. Batas maksimum 200 mg per hari, tidak - Menurunkan kadar homosistein dalam darah dianjurkan untuk mengkonsumsinya secara yang tinggi berlebihan1 . - Mempengaruhi sistim imun terutama pada lanjut usia dengan komposisi makanan yang tidak baik dan mengalami defisiensi marginal Meskipun tidak ada efek toksik yang dilaporkan - Membentuk sel baru dan jarang timbul reaksi alergi, konsumsi - Mencegah dan mengobati anemia, keterbelakangan perkembangan sebaiknya tetap dibatasi sesuai kebutuhan. Batas maksimum sebagai suplemen adalah 200 mcg per motorik, sosial dan intelektual hari1 .
9
- Mencegah hiperhomosisteinemia Referensi : 1 2
3 4
Alhadeff. LC, Gualteri T, Lipton, M. 1984. Toxic effects of water soluble vitamins. Nutrition Reviews 42:33-40 Facchinetti F, Sances G, Borella P, et al. Magnesium prophylaxis of menstrual migraine: effects on intracellular magnesium. Headache. 1991;31:298–301 Lisa Colodny, Pharm D. and Ronald L. Hoffman, M.D.Levine J, Barak Y, Gonzalves M, et al. Inositol Clinical Applications for Exogenous Use. Altern Med Rev 1998;3(6):432-447 PDR for Nutritional Supplements. 1 st ed. 2001. Eds. Hendler SS, Rorvik D. Medical Economics Co NJ, USA
5 6 7 8 9
Peikert A, Wilimzig C, Kohne-Volland R. Prophylaxis of migraine with oral magnesium: results from a prospective, multi-center, placebo-controlled and double-blind randomized study. Cephalalgia. 1996;16:257–263. Schmidl MK and Labuza TP. Essentials of Functional Foods. An Aspen Publication. Gaitherburg, Maryland.2000 SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1142 tanggal 25 Maret 2003 tentang Acuan Pencantuman Persentase Angka Kecukupan Gizi pada Label Produk Pangan UShttp://www.consumerlab.com/. Natural Products Encyclopedia: Herbs and Supplements. Taubert K. Magnesium in migraine. Results of a multicenter pilot study [in German; English abstract]. Fortschr Med. 1994;112:328–330.