Prediktor Intensi Kecurangan Akademik Ditinjau dari Minat Personal, Struktur Tujuan Kelas, dan Orientasi Tujuan Personal pada Siswa SMA Arofatin Nashohah, Aryani Tri Wrastari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. The aim of this study was to empirically examine the prediction of personal interest, classroom goal structure, and personal goal orientation to academic cheating intention. Participants were 76 students consisted of 34 boys and 42 girls. Data collection devices were vignette of academic cheating intention which developed by researcher based on cheating intention theory's Sierra and Hyman, personal interest scale which developed based on personal interest theory's Schiefele. While classroom goal structure scale and personal goal orientation measured by scale which developed by researcher based on goal orientation theory's Ames. Result of this study indicated the value of F regression model was 0,468 coefficient probability (p) was 0,705>0,05. While the regression equation was Y = 59,314 - 0,016X1 – 1,978X2 – 1,739X3. Therefore, we can conclude that regression model was not good to used as a prediction of personal interest, classroom goal structure, and personal goal orientation to academic cheating intention among high school. Keywords: academic cheating intention, personal interest, classroom goal structure, personal goal orientation Abstrak. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti sejauh mana minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan bisa memberikan prediksi pada intensi kecurangan akademik. Penelitian ini dilakukan pada 76 siswa SMA dari 4 sekolah yang berbeda yang terdiri dari 34 siswa laik-laki dan 42 siswa perempuan. Alat pengumpulan data berupa vignette dan skala psikologis, yang masing-masing disusun sendiri oleh penulis. Hasil penelitian ini menunjukkan menunjukkan besar nilai F dari persamaan regresi adalah F= 0,468 dengan taraf signifikansi p= 0,705>0,05. Sedangkan persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = 59,314 0,016X1 – 1,978X2 – 1,739X3. Sehingga bisa disimpulkan bahwa persamaan regresi ini tidak layak digunakan untuk melakukan prediksi intensi kecurangan akademik pada siswa SMA ditinjau dari minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal. Kata Kunci: intensi kecurangan akademik, minat personal, struktur tujuan kelas, orientasi tujuan personal PENDAHULUAN Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam dunia pendidikan. Noah dan Eckstein (2001, dalam Teixeira & Rocha, 2006) menyatakan bahwa kecurangan dalam ujian merupakan fenomena global yang secara frekuensi semakin meningkat dan menjadi semakin canggih selama era 90an. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Blankenship dan Whitley (2000 dalam Bouville, 2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecurangan yang dilakukan oleh murid dengan kecurangan dan perilaku buruk yang dilakukan dalam kehidupan profesional. Kecurangan akademik banyak ditemukan di Indonesia melalui kasus-kasus selama ujian nasional. Salah satu gambaran kecurangan dalam dunia pendidikan terungkap melalui kasus guru SDN Gadel
2 yang memaksa siswanya untuk memberikan contekan pada teman-temannya (Nuraini, 2011). Gambaran kecurangan akademik lainnya terlihat ketika universitas Syiah Kuala memasukkan 70 SMA, SMK dan MA di Provinsi Aceh ke dalam daftar hitam yang mengakibatkan para siswa dari sekolah tersebut tidak mendapatkan jatah undangan seleksi masuk universitas (USMU) untuk masuk Universitas Syiah Kuala (Antara, 2010). Sedangkan Mukid dan Guswina (2011) menuliskan dalam Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Diponegoro bahwa data kecurangan selama Ujian Nasional yang didapatkan oleh Pemantau Independen dan Pengawas Nasional cukup mengecewakan. Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat 42% daerah yang memiliki tingkat kecurangan 21%-90% selama pelaksanaan ujian nasional, 39,99% daerah yang melakukan kecurangan
Korespondensi: Arofatin Nashohah. Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga, Jalan Airlangga 4-6, Surabaya - 60286 email:
[email protected];
[email protected]
1
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Arofatin Nashohah, Aryani Tri Wrastari
hampir 90%-100% selama pelaksanaan ujian, dan 17% daerah yang bersih dari kecurangan. Kecurangan akademik akan membuat hasil asesmen perkembangan peserta didik menjadi tidak valid. Cizek (1999) juga menyatakan bahwa skor tes murid yang melakukan kecurangan tidak valid karena skor tersebut tidak merefleksikan kemampuan akademik mereka yang sesungguhnya. Hal ini pastinya tidak sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan Negara Indonesia yang tercantum dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal memprediksi intensi kecurangan akademik pada siswa SMA. Hal ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang yang dilakukan oleh Schraw dkk. (2005 dalam Anderman dan Murodck, 2007) menunjukkan bahwa minat memiliki hubungan negatif dengan kecurangan akademik, yang artinya bahwa semakin tinggi minat seseorang dalam belajar maka semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan kecurangan. Schraw, dkk., (2005 dalam Anderman Murduck, 2007) juga menyarankan untuk melakukan penelitian menguji keterkaitan antara minat, kecurangan, dan faktor motivasi lain, seperti: efikasi diri, motivasi intrinsik, orientasi tujuan, dan atribusi dalam kelas dan bagaimana faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap kecurangan akademik. Sedangkan Tas dan Tekkaya (2010) menemukan bahwa siswa yang memiliki orientasi tujuan personal penguasaan terhadap materi cenderung kurang melakukan kecurangan akademik dengan korelasi sebesar -0,366 (korelasi sedang) sedangkan siswa yang memiliki struktur tujuan kelas penguasaan terhadap materi juga cenderung kurang melakukan kecurangan dengan korelasi sebesar -0,397 (korelasi sedang). Whitley (1998) juga menyebutkan hubungan antara orientasi tujuan personal dengan kecurangan akdemik sebagai berikut: nilai korelasi antara orientasi tujuan personal penguasaan terhadap materi dengan kecurangan akademik sebesar -0,404 (korelasi sedang) dan fokus terhadap performa sebesar 0,484 (korelasi sedang). Sedangkan struktur tujuan kelas fokus pada performa memiliki hubungan dengan kecurangan akademik sebesar 0,736 (korelasi kuat). Dengan demikian maka dirumuskanlah pertanyaan penelitian berupa apakah minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal memprediksi intensi kecurangan akademik pada siswa SMA. Intensi Kecurangan Akademik
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Sierra dan Hyman (2006) menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan tindakan curang akan dipengaruhi oleh intensi atau niatnya untuk berlaku curang. Intensi untuk melakukan curang sebagai ramalan tentang kemungkinan seseorang akan memutuskan untuk bertindak curang dalam konteks akademik. Intensi ini mengukur kemungkinan siswa akan curang ketika dia memiliki kesempatan untuk curang. Minat Personal Minat personal diartikan sebagai orientasi sikap individual terhadap objek, aktivitas atau area pengetahuan tertentu yang relatif bertahan dalam jangka waktu yang lama (Schiefele, dkk., 1983 dalam Schiefele, 1991). Minat personal dibagi memiliki dua dimensi latent dan actualized interest. Struktur Tujuan Kelas Struktur tujuan kelas menunjukkan pesan yang dirasakan melalui lingkungan belajar mengenai tujuan penting yang hendak dicapai. Struktur tujuan kelas secara umum dibedakan menjadi dua: struktur tujuan kelas yang menekankan pada penguasaan materi dan struktur tujuan kelas yang menekankan pada performa. Orientasi Tujuan Personal Orientasi tujuan personal didefinisikan sebagai orientasi-orientasi yang diletakkan pada tindakan yang dilakukan dalam tugas yang ingin dicapai. Orientasi tujuan personal secara umum dibedakan menjadi dua: orientasi tujuan personal yang menekankan pada penguasaan materi dan orientasi tujuan personal yang menekankan pada performa.
METODE PENELITIAN Intensi kecurangan akademik ini mengukur kemungkinan siswa akan curang ketika dia memiliki kesempatan untuk curang. Sierra dan Hyman (2006) mengkategorikan kecurangan akademik terdiri dari: Kecurangan saat ujian (mencontek jawaban teman dan menerima contekan dari orang lain) dan kecurangan pada tugas-tugas tertulis (menyalin tugas teman dan membuat laporan palsu). Minat personal merupakan ketertarikan individu yang muncul secara internal untuk belajar pada konten yang spesifik sehingga dia merasa perlu untuk mempelajarinya. Struktur tujuan kelas adalah persepsi atau anggapan siswa mengenai tujuan yang ingin dicapai Orientasi tujuan personal merupakan keyakinan individu terhadap alasan dan tujuan individu terlibat dalam proses belajar serta pemilihan strategi yang digunakan mencapai tujuan tersebut. Orientasi tujuan dibagi menjadi dua: pertama,
2
Prediktor Intensi Kecurangan Akademik Ditinjau dari Minat Personal, Struktur Tujuan Kelas dan Orientasi Tujuan Personal pada Siswa SMA
di kelas. Struktur tujuan kelas dibagi menjadi dua: pertama, struktur tujuan terhadap penguasaan materi, merupakan persepsi siswa yang menggambarkan jika proses pembelajaran di kelas mengharapkan agar siswa berkembang dan kemampuannya meningkat. Kedua, struktur tujuan kelas terhadap performa yang menunjukkan bahwa siswa merasakan proses belajar di kelas menuntut agar siswa mendapatkan nilai yang baik dalam setiap ujian dan adanya perbandingan kemampuan antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Orientasi tujuan personal merupakan keyakinan individu terhadap alasan dan tujuan individu terlibat dalam proses belajar serta pemilihan strategi yang digunakan mencapai tujuan tersebut. Orientasi tujuan dibagi menjadi dua: pertama, orientasi tujuan personal terhadap penguasaan materi yang merupakan keyakinan siswa bahwa alasan dan tujuan dia belajar adalah agar menguasai materi yang diajarkan dan kemampuannya semakin meningkat. Kedua, orientasi tujuan personal terhadap performa yang merupakan keyakinan siswa bahwa alasan dan tujuan dia belajar agar mendapatkan nilai yang baik dan menunjukkan kemampuannya kepada orang lain. Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah convenient sample. Dalam teknik pemilihan sampel ini, penulis mengambil sampel dengan beberapa pertimbangan. Salah satu alasan yang digunakan untuk menggunakan jenis pemilihan sampel ini adalah karena adanya beberapa kendala baik dari pihak sekolah maupun dari pihak penulis sendiri. Berdasarkan uji coba yang dilakukan di sekolah, penulis menyadari beberapa kendala terutama masalah waktu yang disediakan dari pihak sekolah untuk mengadakan penelitian. Pada awalnya jumlah total subjek sebanyak 376 siswa. Selanjutnya dari 376 siswa, 6 diantaranya memiliki banyak jawaban kosong maka penulis membatalkan kuesioner mereka. Subjek yang berjumlah 376 kemudian dikategorikan berdasarkan kategori struktur tujuan kelas dan orientasi tujuan personal yang mereka miliki. Berdasarkan hasil pengkategorian, hanya 76 subyek yang masuk salah satu kategori sehingga jumlah tersebut yang selanjutnya dijadikan sampel dalam penelitian ini, yang terdiri dari 17,11% dari sekolah swasta, 10,53% dari sekolah Kristen, 39,89% dari sekolah Negeri, dan 39,47% dari sekolah Islam. Usia paling dominan adalah 16 tahun dengan prosentase 53,95%, kemudian 15 tahun dengan prosentase 40,79%, usai 14 tahun dan 17 tahun masing-masing 2%. Subyek dalam penelitian ini lebih banyak perempuan dengan prosentase
3
55,26% dan laki-laki dengan 44,74%. Pengambilan data terhadap partisipan dilakukan dengan pengisian kuesioner pada jam pelajaran sekolah, khususnya pada jam pelajaran BK. Kuesioner yang diisi terdiri dari 8 item vignette (cerita) intensi kecurangan akademik dengan reliabilitas sebesar 0,781, skala minat personal yang terdiri dari 14 item dengan reliabilitas sebesar 0,815, skala struktur tujuan kelas yang terdiri dari 14 item dengan reliabilitas 0,776, dan skala orientasi tujuan personal yang terdiri dari 8 item dengan reliabilitas 0,725. Vignette yang digunakan untuk mengukur intensi kecurangan akademik merupakan ceritacerita pendek tentang karakter atau skenario fiksi yang sesuai dengan penelitian tertentu (O'Dell, dkk., 2012) dan berisi simulasi terhadap gambarangambaran kejadian nyata dalam situasi tertentu (Wilks, 2004). Fokus utama dari vignette bukan pada subjek yang akan benar-benar melakukan perilaku tersebut pada situasi yang spesifik namun pada persepsi, perasaan, dan pengalaman subjektif dari subjek (O'Dell, dkk., 2012). Dengan demikian kita bisa melihat kecenderungan seseorang melakukan perilaku secara tidak langsung dan meminimalisasi social desireability.
HASIL PENELITIAN Hasil uji regresi menunjukkan bahwa R2 hanya berkontribusi sebesar 1,9% yang artinya bahwa variabel-variabel independen hanya menyumbang 1,9% terhadap model persamaan regresi sedangkan 98,1% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil ini bisa dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Tabel Nilai koefisien determinasi R 0,138
R Square
Adjusted R Square
0,019
-0,022
Std. Error of the Estimate 10,518
Sedangkan besarnya kontribusi masing-masing variabel bisa kita lihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut, kita bisa me mbuat persamaan regresi Y = 59,314 - 0,016X1 – 1,978X2 – 1,739X3. Tabel 2 bisa dilihat pada halaman berikutnya.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Arofatin Nashohah, Aryani Tri Wrastari
Tabel 2 Tabel besarnya kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
M odel
U n sta n d a rd iz e d
S ta n d a rd iz e d
C o e fficie n ts
C o e fficie n ts
B (C o n sta n t) M in a t P e rso n a l
S td .
13,8 21
-0 ,0 16
0 ,256
t
S ig . Z e ro -
B e ta
E rro r
59 ,314
C o rre la tio n s
o rd e r
-0 ,0 0 8
4 ,29 2
0 ,0 0 0
-0 ,0 6 2
0 ,9 50
-0 ,0 55
P a rtia l
P a rt
-0 ,0 0 7
-0 ,0 0 7
S tru k tu r T u ju a n
-1,9 78
2,4 6 1
-0 ,0 9 6
-0 ,8 0 4
0 ,4 24
-0 ,10 8
-0 ,0 9 4
-0 ,0 9 4
-1,739
2,58 3
-0 ,0 8 4
-0 ,6 73
0 ,50 3
-0 .0 9 9
-0 ,0 79
-0 ,0 79
K e la s O rie n ta si T u ju a n P e rso n a l
Tabel di bawah ini menunjukkan nilai F sebesar 0,468 dengan df1 = 3 dan df2 = 72. Dengan melihat tabel, didapatkan nilai F tabel sebesar 3,13. Dengan demikian maka F < F tabel. Selanjutnya nilai probabilitas signifikansi dari hasil analisis sebesar 0,705 yang artinya jauh lebih besar dari 0,05. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan tidak layak digunakan untuk melakukan prediksi terhadap munculnya intensi kecurangan akademik ditinjau dari minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal.
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
155,46
3
51,819
0,468
0,705
Residual
7965,42
72
110,631
Total
8120,88
75
Regression
Tabel 3. Tabel persamaan regresi
PEMBAHASAN Hasil analisis uji regresi menunjukkan bahwa Ha ditolak. Hal ini berarti bahwa dari minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal terhadap intensi kecurangan akademik tidak cukup mampu memprediksi intensi kecurangan akademik. Hasil penelitian ini kurang mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tas dan Tekkaya (2010) yang menunjukkan bahwa orientasi tujuan personal, persepsi terhadap struktur tujuan kelas, strategi penyelesaian rintangan, dan efikasi diri merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku curang. Hasil ini juga kurang mendukung penelitian yang dilakukan oleh Schraw, dkk. (2005 dalam Anderman & Murdock 2007) bahwa minat personal
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
maupun minat situasional memiliki korelasi negatif terhadap kecurangan akademik. Ada beberapa alasan yang penulis ajukan atas ketidaksignifikansian hasil uji regresi, yaitu: pertama, kelemahan dari instrumen alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini karena alat ukur minat personal kurang spesifik dalam mengukur minat personal individu dan beberapa item pada beberapa variabel memiliki nilai korelasi antar item <0,3. Kedua, Penyusunan rangkaian alat ukur yang cenderung membuat subjek bosan karena vignette diletakkan di akhir penyusunan kuesioner sehingga dikhawatirkan subjek tidak benar-benar membaca isi dari cerita tersebut. Ketiga, kecurangan akademik merupakan
4
Prediktor Intensi Kecurangan Akademik Ditinjau dari Minat Personal, Struktur Tujuan Kelas dan Orientasi Tujuan Personal pada Siswa SMA
variabel yang kompleks. Kompleksitas dari perilaku curang itu sendiri bisa dilihat pada review penelitian yang dilakukan oleh Whitley (1998) yang menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecurangan akademik yang secara garis besar dibagi menjadi: karakteristik siswa, sikap siswa terhadap kecurangan akademik, variabel-variabel kepribadian, dan faktorfaktor situasional. McCabe, dkk. (2001), dalam review beberapa penelitian tentang kecurangan akademik juga menjelaskan bahwa faktor eksternal berupa persepsi kelompok terhadap perilaku curang merupakan faktor yang paling berpengaruh, selain itu kebijakan dan program-program institusi juga turut mempengaruhi perilaku curang seseorang. Keempat, adanya anggapan bahwa berperilaku curang merupakan hal yang wajar. Anggapananggapan seperti itu masuk dalam kategori etika situasional. Etika situasional dijelaskan oleh Fletcher (1966 dalam LaBeff, dkk., 1990) sebagai pertimbangan baik buruknya suatu perilaku bergantung pada kondisi sosial. Dalam hal ini LaBeff (1990) menunjukkan bahwa neutralize behavior atau anggapan bahwa sebuah perilaku, dalam hal ini perilaku curang, itu wajar digunakan sebagai alasan mereka berperilaku curang. Kelima, kurangnya kontrol penulis terhadap komponen-komponen yang mempengaruhi intensi seseorang. Seperti yang dikemukakan oleh Ajzen (1991) bahwa intensi untuk melakukan perilaku terdiri dari dari beberapa komponen, yaitu: sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Keenam, adanya pengaruh sistem pendidikan dan toleransi terhadap kecurangan akademik itu sendiri. Hal ini bisa dijelaskan dari penelitian yang dilakukan oleh Magnus, Polterovich, Danilov, dan Savvateev (2002). Pada sebuah penelitian lintas negara untuk melihat apakah ada perbedaan antar berbagai negara mengenai toleransi terhadap kecurangan akademik. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap kecurangan akademik pada masing-masing negara. Negara yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Rusia, Belanda, Israel, dan Amerika. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa ada perbedaan sikap dan toleransi dari siswa ataupun mahasiswa terhadap kecurangan akademik. Adanya perbedaan ini juga memunculkan kecenderungan untuk curang secara berbeda. Peneliti dalam penelitian lintas negara ini menjelaskan bahwa hasil ini bisa dipengaruhi oleh efek budaya yang berbeda dan desain sistem pendidikan yang berbeda pada masing-masing sekolah. Berbeda dengan Rusia, Amerika memiliki budaya yang menganggap bahwa kompetisi sebagai
5
nilai intrinsik tersendiri sehingga menimbulkan individualitas yang tinggi bisa menjadi alasan mengapa kecenderungan untuk mencontek lebih rendah dibandingkan di Rusia. Budaya kepatuhan hukum juga turut mempengaruhi perilaku curang. Sedangkan aspek-aspek desain sistem pendidikan yang mempengaruhi toleransi terhadap kecurangan akademik antara lain: sistem penilaian, prosedur seleksi, beratnya hukuman, jumlah siswa tiap kelas, dan adanya kelompok belajar. Dalam penelitian yang sama, Magnus, Polterovich, Danilov, dan Savvateev (2002) menemukan bahwa mahasiswa Rusia yang belajar di Amerika cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap perilaku curang. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa terdapat perbedaan toleransi terhadap kecurangan pada masing-masing negara yang bukan dipengaruhi oleh budaya, namun juga desain sistem pendidikan. Adanya toleransi dan desain sistem pendidikan di Indonesia bisa cukup menjelaskan mengapa minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal yang diadopsi oleh siswa tidak memprediksi intensi kecurangan akademik berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Seperti kita ketahui fenomena ujian nasional menunjukkan bagaimana toleransi dan sistem pendidikan di negara kita. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data, dapat disimpulkan bahwa minat personal, struktur tujuan kelas, dan orientasi tujuan personal tidak bisa memprediksi intensi kecurangan akademik pada siswa SMA. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengembangkan alat ukur yang nantinya memiliki nilai reliabilitas dan validitas yang benar-benar tinggi. Selain itu dalam pembuatan alat ukur hendaknya disesuaikan dengan konteks dengan kata lain lebih spesifik, melakukan penelitian mengenai intensi kecurangan akademik bukan hanya dilihat dari faktor internal, namun juga faktor eksternal. kemudian membandingkan faktor mana yang memberikan peengaruh lebih besar, melakukan penelitian mengenai bagaimana pengaruh sistem pendidikan di Indonesia mempengaruhi intensi kecurangan akademik apada siswa, dan melakukan perluasan penelitian dengan membandingkan tiap jenjang pendidikan untuk melihat bagaimana perbedaan intensi kecurangan akademik pada tiap jenjang.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Arofatin Nashohah, Aryani Tri Wrastari
DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I. (1991) The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211. Anderman, E.M. & Murdock, T.M. (2007). Psychology of Academic Cheating. London: Elsevier, Inc. Antara. (2010, 15 April). Unsyiah Blacklist 70 sekolah menengah di Aceh. Republika [online]. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012 dari http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/04/15/111165-unsyiah-black-list-70sekolah-menengah-di-aceh. Bouville, M. (2009). Why Cheating is Wrong. Stud Philos Educ, 29, 67–76. Cizek, G.J. (1999). Cheating on Test: How to Do It, Detect It, and Prevent It. New Jersey: Erlbaum. Kementerian Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit. Labeff, E.E., Clark, R.E., Hames, V.J. & Drekhoff, G.M. (1990). Situational Ethics & College Student Cheating. Sociological Inquiry, Vol 60, No, 2, pp. 190-197. Magnus, J.R., Polterovich, V.M., Danilov, D.L. & Savvateev, A.V. (2002). Tolerance of Cheating: An Analysis Across Country. Journal of Economic Education, Vol. 33(2), 125-135. McCabe, D.L., Trevino, L.K. & Butterfield, K.D. (2001). Cheating in Academic Institutions: A Decade of Research. Ethic & Behavior, 11(3), 219-232. Mukid, M.A. & Guswina, N. (2011). Estimasi Proporsi Siwa SMP di Kota Semarang yang Berperilaku Curang pada Saat Ujian Akhir Nasional Tahun 2011 Menggunakan Model Respon Acak (Moresa). Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Diponegoro. Nuraini. (2011, 5 Juni). Satu sekolah contek massal, guru pun terancam dipecat. Republika [online]. Diakses pada tanggal 12 mei 2012 dari http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/06/05/lmbash-satusekolah-nyontek-massal-guru-pun-terancam-dipecat. O'Dell, L. Crafter, S., Abreau, Guida de, & Cline, Tony. (2012). The Problem of Interpretation in Vignette Methodology in Research with Young People. Qualitative Research, 12 (6) pp. 702-714. Schiefele, U. (1991). Interest, Learning, and Motivation. Educational Psychologist, 26(3 & 4), 299-323. Sierra, J.J & Hyman, M.R. (2006). A Dual-Process Model of Cheating Intentions. Journal of Marketing Education, Vol. 28, No. 3. Tas & Tekkaya (2010). Personal and Contextual Factors Assosiated With Students' Cheating in Science. The Journal of Experimental Education, 78, 440-463. Teixeira, A.A.C. & Rocha, M.F. (2006). Academic Cheating in Austria, Portugal, Romania and Spain: a comparative analysis. Research in Comparative and International Education. Vol. 1 No. 3. Whitley, B.E. (1998). Factors Associated with Cheating among College Students: A Review. Research in Higher Education, Vol. 39 No. 3. Wilks, Tom. (2004). The Use of Vignettes in Social Research into Social Work Values. Qualitative Social Works, 3(1): 78-87.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
6
Prediktor Intensi Kecurangan Akademik Ditinjau dari Minat Personal, Struktur Tujuan Kelas dan Orientasi Tujuan Personal pada Siswa SMA
Sierra, J.J & Hyman, M.R. (2006). A Dual-Process Model of Cheating Intentions. Journal of Marketing Education, Vol. 28, No. 3. __________. (2008). Ethical Antecedents of Cheating Intentions: Evidence of Mediation. Journal Academic Ethics, 6:51-66. Tas & Tekkaya (2010). Personal and Contextual Factors Assosiated With Students' Cheating in Science. The Journal of Experimental Education, 78, 440-463. Teixeira, A.A.C. & Rocha, M.F. (2006). Academic Cheating in Austria, Portugal, Romania and Spain: a comparative analysis. Research in Comparative and International Education. Vol. 1 No. 3. Whitley, B.E. (1998). Factors Associated with Cheating among College Students: A Review. Research in Higher Education, Vol. 39 No. 3. Wilks, Tom. (2004). The Use of Vignettes in Social Research into Social Work Values. Qualitative Social Works, 3(1): 78-87.
7
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012