61 1I
PREDIKSI KERAGAAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN MODEL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAMAH LINGKUNGAN PADA LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
Gusti Putu Wigena dan 2Edi Husen
1Peneliti
Badan Litbang Pertanian pada Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12,Cimanggu Bogor dan 2Peneliti Badan Litbang Pertanian pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.12,Cimanggu Bogor
Abtsrak. Perkebunan kelapa sawit sering dikaitkan dengan permasalahan degradasi lahan dan penurunan kualitas lingkungan, yang memerlukan pengkajian yang komprehensif dan dinamis. Berdasarkan isu tersebut, telah dilakukan pengkajian untuk memprediksi keragaan daya dukung lingkungan model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan pada lahan gambut dengan pendekatan sistem dinamik. Kegiatan dilakukan selama 1 tahun dari bulan Januari-Desember 2009 di kebun kelapa sawit Inti dan plasma PT Perkebunan Nusantara 5 (PTPN 5). Lokasi pengkajian termasuk wilayah kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Mempertimbangkan umur ekonomis kelapa sawit maka prediksi keragaan lingkungan dilakukan selama 25 tahun, mulai tahun 20102035. Model perkebunan kelapa sawit yang dibangun memerlukan beberapa variabel sebagai input yaitu: laju pertumbuhan penduduk, teknologi pengelolaan kebun (menggunakan bibit unggul jenis LaMe, pupuk, herbisida), investasi, luas kebun, tingkat produksi, harga TBS, kapasitas PKS dan tingkat pencemaran lingkungan. Semua input dianalisis dengan perangkat lunak Power Sim, diinteraksikan dengan causal loop diagram (CLD) dan diagram alir dalam tiga sub sistem yaitu (a) sub sistem biofisik, (b) sub sistem ekonomi dan (c) sub sistem sosial. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan dan degradasi lahan mengalami sedikit peningkatan selama periode prediksi dengan kisaran masing-masing 0,3-0,7% dan 0,03-0,06%. Daya dukung lingkungan pada model yang dibangun menunjukkan pola penurunan yang sangat kecil dari waktu ke waktu dengan kisaran sekitar 0,01%. Kombinasi faktor external (manajemen yang diaplikasikan) dengan faktor internal (genetik kelapa sawit) dapat mendukung pola produktivitas kelapa sawit yang terus meningkat sampai level 54 ton TBS ha-1 th-1. Kata kunci: Daya dukung lingkungan, power sim, causal loop diagram, diagram alir.
PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan pada subsektor perkebunan yang berkontribusi penting dalam kancah perekonomian nasional antara lain sebagai sumber pendapatan non migas, sumber kesempatan tenaga kerja bagi jutaan penduduk pedesaan, dan sebagai sumber energy terbarukan. Pada tahun 2008, subsektor perkebunan mampu menyerap tenaga kerja pada proses produksi dan pasca panen sebanyak 3.264.550 orang (Deptan 2009).
707
Wigena dan Husen
Pentingnya peranan subsektor perkebunan telah menyita perhatian pemerintah dalam bentuk berbagai kebijakan terutama sejak tahun tahun 1977 dengan direalisasikannya pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sebagai tonggak awal berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Kebijakan lainnya yang berkontribusi nyata terhadap perkebangan kelapa sawit adalah Program Revitalisasi Perkebunan (kelapa sawit, karet dan kakao). Untuk kelapa sawit, total areal kebun sasaran sekitar 1.550.000 hektar dengan rincian perluasan areal 1.375 000 hektar, peremajaan tanaman 125.000 hektar dan rehabilitasi tanaman seluas 50.000 hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan 2007). Kebijakan pemerintah yang berlengsung secara terus menerus tersebut sangat mendorong berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimana pada tahun 2011 tercatat luas tanam kelapa sawit mencapai 8.992.824 hektar dengan produksi crude palm oil (CPO) sebanyak 23.096.541 ton. Pada tahun 2012 sudah mencapai luas tanam 9.074.621 hektar dengan produksi CPO sebanyak 23.521.071 ton (Dirjenbun 2013). Berlawanan dengan peranannya yang strategis, perkebunan kelapa sawit dijadikan momok timbulnya permasalahan kompleks terkait dengan penurunan kualitas lahan, kerusakan lingkungan, dan timbulnya konflik sosial masyarakat pada sentra pengembangan perkebunan. Permasalahan yang umum dihadapi mulai terjadi sejak fase normatif (legalitas kebun), diikuti oleh permasalahn selama fase pembangunan kebun, fase konversi kebun, dan fase produksi. Akibatnya, pengelolaan kebun jarang bisa memenuhi standar pengelolaan yang dianjurkan yang berujung pada timbulnya resiko jangka panjang yaitu penurunan produktivitas lahan dan pencemaran lingkungan (Hasibuan, 2005). Selain produksi yang rendah, pengelolaan yang tidak memenuhi standar juga berdampak terhadap umur ekonomis kelapa sawit yang lebih pendek dari normal sekitar 25 tahun (Badan Pusat Statistik 2008; Adiwiganda 2002). Mengacu kepada permasalahan tersebut, kuat mengindikasikan bahwa model pengelolaan lahan yang komprehensif dan menyeluruh dari hulu sampai hilir menjadi semakin diperlukan agar semua permasalahan bisa dipecahkan. Sehubungan dengan itu, pendekatan sistem merupakan alternatif cukup efektif karena pendekatan sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks pilihan (Marimin 2004). Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno 2004). Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan sistem terletak pada cirinya yaitu sibernetic, holistic, dan efective (SHE). Sibernetic maknanya adalah bahwa penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada masalahnya (problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal 708
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
oriented). Holistic maknanya adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Effective maknanya adalah bahwa model yang dibangun harus bisa diaplikasikan oleh pengguna (Hartrisari 2007). Dalam kasus ini, output dari pendekatan sistem dinamik adalah model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan spesifik lokasi. Beberapa indikator dari perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan antara lain: produktivitas meningkat, rendah degradasi dan pencemaran, adaptif terhadap perubahan iklim, terjaganya biodiversitas, zero waste, dan aplikasi pengendalian hama terpadu (PHT) (Badan Litbangtan 2013). Terdapat 3 sub model dalam model yang dikaji yaitu sub model biofisik, sub model ekonomi, dan sub model sosial. Interaksi ketiganya menunjukkan bahwa sub model biofisik menjadi model utama (main model) untuk mencapai tujuan perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan (Muhammadi et al. 2001). Dengan alasan tersebut, paper ini bertujuan untuk memprediksi keragaan daya dukung lingkungan model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan pada lahan gambut dengan pendekatan sistem dinamik.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 tahun yaitu bulan Januari-Desember 2009 di kebun kelapa sawit Inti dan kebun plasma PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V). Secara administratif kebun termasuk wilayah kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Luas kebun inti kelapa sawit sekitar 6000 hektar dengan umur tanaman antara 20-23 tahun. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada posisi 0o12! – 0o20! Lintang Utara dan 101o14! – 101o24! Bujur Timur, dibawah pengaruh curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1840-3400 mm/tahun, hari hujan 116-172/tahun, kelembaban nisbi udara >75%. Topografi lokasi termasuk datar, didominasi jenis tanah Haplosafrists dan sedikit Dystrudepts. Rancangan Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian, dibutuhkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kegiatan survei lapang dengan merekam data fisik dan kimia lapang, data ekonomi dan sosial, pengelolaan kebun yang bersumber dari petani plasma, dan PT. Perkebunan Nusantara, instansi terkait, LSM. Data sekunder meliputi aspek fisik sumber daya lahan, iklim, demografi, sosial budaya, dan ekonomi yang bersumber dari petani plasma, PT. Perkebunan Nusantara, instansi terkait, dan LSM
709
Wigena dan Husen
Analisis Data Data terkumpul dianalisis dengan pendekatan sistem dinamik mengingat pengelolaan perkebunan ramah lingkungan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders) dengan permasalahan yang kompleks. Pendekatan sistem terdiri dari tahapan analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, simulasi sistem, dan validasi sistem. Analisis Kebutuhan Dalam tahap analisis kebutuhan dirumuskan semua stakeholders dan kebutuhannya dalam memenuhi kepentingan masing-masing. Berdasarkan hal tesebut, stakeholders dalam pengelolaan kebun kelapa sawit ramah lingkungan: petani, Dinas Tingkat Provinsi dan Kabupaten terkait, PT. Perkebunan Nusantara 5, dan Kios agen sarana produksi, Lembaga Swadaya Masyarakat. Formulasi Masalah Analisis kebutuhan menunjukkan adanya benturan kebutuhan dan kepentingan stakeholders yang terlibat karena masalahnya kompleks. Hal ini membutuhkan suatu rumusan masalah agar sistem yang dibangun bisa bekerja efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan analisis kebutuhan tersebut formulasi masalah dalam perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan adalah: 1.
Kompetensi dan keterampilan petani masih belum memadai untuk membangun sistem produksi dan pengolahan pasca panen.
2.
Peran serta instansi terkait tingkat propinsi dan kabupaten dalam membina dan memberdayakan petani belum optimal.
3.
Produktivitas sumber daya alam sudah mengalami degradasi, sehingga memerlukan teknologi pengelolaan spesifik lokasi yang tepat untuk mempertahankan produktivitas lahan.
4.
Rendahnya kepedulian petani terhadap kelestarian lingkungan.
5.
Rendahnya keterlibatan LSM sebagai lembaga pendamping dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan daerah.
6.
Rendahnya kepedulian stakeholders, terutama policy maker daerah terhadap pencegahan dan upaya konservasi sumberdaya lahan sehingga degradasi lahan masih terjadi secara intensif.
710
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan kebun kelapa sawit ramah lingkungan. Tahapan ini menghubungkan kebutuhan-kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai mata rantai yang digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram; CLD). Dalam pemodelan kebun kelapa sawit ramah lingkungan, terdapat 3 sub sistem yang saling berinteraksi yaitu sub sistem fisik (lingkungan), ekonomi, dan subsistem sosial. Kegiatan selanjutnya dari tahapan identifikasi sistem adalah interpretasi dari CLD kedalam kotak gelap (black box) dalam bentuk diagram input-output perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan yang terdiri dari 5 variabel yaitu input terkendali, input tak terkendali, input lingkungan, output dikehendaki, dan output tak dikehendaki (Gambar 1).
-
Input terkendali: Lahan Saprodi Kapasitas PKS Tenaga kerja Infrastruktur Standar gaji Mitra usaha Target produksi Arus informasi teknologi dan pemasaran
-
Input lingkungan: Kesesuaian lahan Iklim Biodiversitas lingkungan UU No. 32
-
Output dikehendaki: Produktivitas lahan berkelanjutan Pengangguran turun Degradasi lahan rendah Pencemaran lingkungan rendah Pendapatan petani dan daerah meningkat Konflik social turun Arus informasi teknologi dan pemasaran lancar
-
Output tak dikehendaki: Produktivitas lahan tidak berkelanjutan Pengangguran naik Degradasi lahan tinggi Pencemaran lingkungan tinggi Pendapatan petani dan daerah menurun Konflik sosial naik Arus informasi teknologi dan pemasaran tidak lancar
DESAIN SISTEM PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAMAH LINGKUNGAN Input tak terkendali: - Kondisi sosial masyarakat - Harga input dan output - Kondisi politik dan ekonomi nasional dan internasional - Standar kualitas produk komoditas
UMPAN BALIK SISTEM PERENCANAAN
Gambar 1. Diagram Input-Output Model Perkebunan Kelapa Sawit Ramah Lingkungan
711
Wigena dan Husen
Simulasi Sistem Merupakan tahapan dengan kegiatan memasukkan semua variabel ke dalam sistem yang dibangun kemudian di simulasi dan di “run” untuk mengetahui perilaku sistem seperti pengaruh satu komponen sistem terhadap komponen lainnya. Hasil simulasi biasanya ditampilkan sebagai grafik dan tabel yang mengilustrasikan variabel-variabel sensitif yang mempengaruhi kinerja sistem yang dibangun (driving variables). Validasi Model Merupakan tahapan untuk meyakinkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang ditiru/dikaji. Tujuannya untuk menguji kebenaran struktur model untuk menunjukkan kesalahan minimal dibandingkan dengan data aktual termasuk menggunakan teknik statistik. Model yang dihasilkan dari simulasi sistem dibandingkan dengan kondisi saat ini (existing conditions) untuk melihat perbedaan antara keduanya sekaligus tingkat validitas model yang dibangun (Hartrisari 2007). Sensitivitas Model Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana model dapat digunakan jika ada perubahan pada asumsi atau sejauh mana kesimpulan hasil model dapat berubah bila variabel (terutama driving variable) dari model berubah. Model dikategorikan sensitif jika perubahan nilai variabel input menyebabkan perubahan output model (Hartrisari 2007). Terdapat 3 jenis pengujian sensitivitas model yaitu (1) sensitivitas numerik, (2) sensitivitas perilaku, dan (3) sensitivitas kebijakan. Uji sensitivitas numerik dilakukan dengan cara mengubah nilai numerik variabel input yang menyebabkan perubahan pada nilai numerik variabel output.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis sistem dinamis model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan memerlukan input yaitu: laju pertumbuhan penduduk, teknologi pengelolaan kebun (menggunakan bibit unggul jenis LaMe), pupuk, investasi, luas kebun, tingkat produksi, harga TBS, kapasitas PKS dan tingkat pencemaran lingkungan. Semua input di entry ke dalam perangkat lunak Power Sim, diinteraksikan dengan causal loop diagram (CLD) dan diagram alir dalam tiga sub sistem yaitu (a) sub sistem biofisik, (b) sub sistem ekonomi dan (c) sub sistem sosial. Causal loop diagram secara keseluruhan ditampilkan pada Gambar 2 dan khusus CLD sub model biofisik ditampilkan pada Gambar 3, yang memberikan gambaran pertumbuhan penduduk, perubahan luas lahan dan peningkatan peroduksi serta dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja dan lingkungan.
712
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
Dari CLD sub model biofisik menunjukkan bahwa jika penduduk meningkat jumlahnya, akan memberikan tekanan terhadap luas lahan yang semakin menyempit. Tekanan juga terjadi pada kerusakan lingkungan yang semakin intensif karena meningkatnya jumlah limbah domestik, residu penggunaan pestisida dan herbisida, dan penggunaan pupuk sebagai input utama dalam usaha peningkatan produktivitas kelapa sawit. Kerusakan lingkungan berpengaruh langsung terhadap kualitas lahan yang cenderung menurun atau terdegradasi, yang secara langsung menurunkan produktivitas lahan. Selain menurunkan produksi, tekanan ini juga memperpendek usai ekonomis kelapa sawit. Hubungan ini disebut building block balancing. +
+
PENDUDUK
+
TENAGA KERJA_1
+
KERUSAKAN LINGKUNGAN_1
LUAS LAHAN
-
+ +
MANAJEMEN
+
JUMLAH TANAMAN
+
+ + +
+
DEGRADASI LAHAN
+ PRODUKTIVITAS LAHAN
INPUT
+
-
+
+
+ PRODUKTIVITAS TANAMAN
PENDAPATAN PETANI
+
+
+
JUMLAH PRODUKSI
+
+
PAJAK
+
+
+ +
-
+
KAPASITAS INDUSTRI
-
KONTINUI TAS
+ PAD
+
+ KERUSAKAN LINGKUNGAN_2
-
LIMBAH INDUSTRI
+
INFRASTRUKTUR
-
STRUKTUR PASAR
+
+
-
KUALITAS SDM
+
REGULASI
KUALITAS PRODUKSI
-
+
+
SUBSIDI
+
-
-
+ KELEMBAGA AN
+
-
+ + +
-
BIAYA PRODUKSI
TENAGA KERJA_2
+ BIAY A PEMASARAN
+
+
TEKNOLO GI
+
+
PENDAPATAN MASY ARAKAT
+
HARGA PRODUK
+ +
Gambar 2. Causal loop diagram (cld) model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan
713
Wigena dan Husen
Sebaliknya, perbaikan manajemen yang mengarah ke teknologi optimalisasi pemanfaatan lahan dan sarana produksi yang ramah lingkungan, berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas tanaman yang selanjutnya meningkatkan produksi. Demikian juga tenaga kerja yang berketerampilan memadai, berpengaruh positif efektivitas pengelolaan yang juga meningkatkan produksi. Bersamaan dengan itu, dengan kemajuan teknologi, akan mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga kerusakan lingkungan terkendali dan memelihara produktivitas lahan. Interaksi ini membentuk hubungan building block reinforcing. Berdasarkan CLD tersebut, dapat dibuat diagram alir sub model biofisik perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan seperti pada Gambar 4. Terdapat 3 variabel utama (main variable) yaitu jumlah penduduk (JPDDK), luas lahan (LH), dan produktivitas tanaman menghasilkan (PRDKTM). Ketiga variabel utama ini dihubungkan oleh variabel penghubung (sub variable) yaitu tenaga kerja, input produksi, teknik budidaya (manajemen), daya dukung lingkungan, degradasi lahan, peroduktivtas lahan, dan kebutuhan modal.
FKJTK
JTK_1
FLPLH
FKPDDK
JPDDK LPDDK FJTK
FLH
FPDDK
LH
FKLING
FKKERLING
LPLH FSDM
FKL
KERLING
FKDEG
SDM
DDLING
FLPROD FM MANAJEMEN
KPROD
PRDKTM
FMOD
JPROD LPRDKTM
KEBMODAL
INDEK_HRG PRDVTLHN
INPUTPROD
FINPUT PENDMAS
FPENMAS
PENDMASY
Gambar 3. Diagram alir sub model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan
714
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
Sumberdaya manusia (penduduk) yang semakin meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu melalui faktor koreksi penambahan penduduk akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Peningkatan ini terkait langsung dengan luas lahan melalui faktor koreksi penambahan luas lahan yang cenderung semakin rendah dari waktu ke waktu karena terbatasnya lahan yang ada. Luas lahan terkait dengan produksi melalui faktor laju penambahan produktivitas tanaman menghasilkan secara langsung terkait dengan tingkat produktivitas tanaman menghasilkan. Selain luas lahan, variabel pengelolaan (manajemen) dan input produksi juga terkait dengan variabel utama produktivitas tanaman menghasilkan melalui variabel produktivitas lahan. Variabel input produksi terkait dengan produktivitas lahan melalui faktor koreksi input produksi, sedangkan variabel manajemen melalui faktor koreksi manajemen. Kedua variabel ini terkait dengan produksi melalui faktor laju penambahan produktivitas tanaman menghasilkan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan masih termasuk kategori baik dalam artian mampu memelihara produktivitas kelapa sawit secara optimal. Hal ini terindikasi dari pola kerusakan lingkungan, degradasi lahan, daya dukung lahan, dan produktivitas tanaman. Terpeliharanya daya dukung lingkungan diperkuat oleh pola kerusakan lingkungan akibat degradasi lahan di lokasi penelitian (Gambar 5, Tabel 1 dan Gambar 6). Dari kurva terlihat adanya penurunan kerusakan yang meningkat dari 0.3% pada tahun 2010 menuju kisaran 0.6% pada tahun 2020. Pada periode berikutnya terjadi peningkatan yang sangat kecil dari 0.6% menuju ke 0.7% sampai tahun 2035. Secara umum, peningkatan kerusakan lingkungan ini termasuk kategori sangat ringan.
Kerusakan Lingkungan
Kerusakan Lingkungan
1.0
0.8
0.6
0.4
2,010
2,015
2,020
2,025
2,030
2,035
Waktu
Gambar 4. Pola kerusakan lingkungan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan 715
Wigena dan Husen
Trend yang mirip dengan pola kerusakan lingkungan juga terlihat pada pola degradasi lahan yang relatif stagnan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016, meningkat sampai dengan tahun 2030 dengan kisaran antara 0.03-0.06%, kemudian diikuti dengan peningkatan yang kecil sampai tahun 2035 (Gambar 6). Terjadinya pola kerusakan lingkungan dan degradasi lahan tersebut dimungkinkan oleh kondisi topografi dan penerapan teknologi pengelolaan tanaman. Topografi lokasi sebagian besar datar dengan lereng 0-3% dan hanya sebagian kecil berombak dengan lereng antara 3-8%. Kondisi topografi ini dan sistem perakaran tanaman kelapa sawit yang rapat sampai ke permukaan tanah mampu menahan laju aliran permukaan pada waktu musim hujan maupun banjir. Pada kondisi seperti di lokasi penelitian, tanaman kelapa sawit memenuhi syarat sebagai tanaman konservasi karena memiliki kemampuan merehabilitasi tanah dan memperbaiki tata air (Harahap 2007). Dengan demikian, aplikasi pemupukan konsep 5T akan efektif menjaga produktivitas lahan dan meningkatkan produksi kelapa sawit. Pada kondisi topografi yang berlereng lebih terjal (bergelombang sampai berbukit) seperti kebun kelapa sawit di Desa Tanjung Benuang, Jambi, kerusakan lingkungan akibat degradasi lahan terjadi lebih intensif dan menurunkan produktivitas lahan secara nyata (Wigena et al. 2004).
Degradasi lahan
Degradasi Lahan
0.0006
0.0003
2,010
2,015
2,020
2,025
2,030
2,035
Tahun
Gambar 5. Pola peningkatan degradasi lahan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan Berlawanan dengan kerusakan lingungan dan degradasi lahan, daya dukung lingkungan menunjukkan pola yang sedikit menurun dari waktu ke waktu (Gambar 6, Tabel 2). Terlihat daya dukung lingkungan pada level yang sama dari tahun 2010 sampai tahun 2017, menurun sampai tahun 2030, dan diikuti oleh level daya dukung yang tetap sapai tahun 2035. Namun demikian, secara umum penurunan daya dukung lingkungan sanat kecil dengan kisaran 0,005-0,01%.
716
Daya Dukung Lingkungan
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
0.9995
0.9990
0.9985
0.9980 2,010
2,015
2,020
2,025
2,030
2,035
Time
Gambar 6. Pola penurunan daya dukung lingkungan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan Selain kerusakan lingkungan dan degradasi lahan, analisis kimia air tanah permukaan, kualitas air sumur pantau, dan konsentrasi unsur hara pada daun kelapa sawit merupakan indikator lainnya yang memperkuat pola daya dukung lingkungan (Tabel 2, 3, dan 4). Kualitas air bersih pada sungai besar dari periode awal (pembukaan kebun) sampai tahun 2009 relatif tidak berubah dan masih tergolong baik dimana nilai pH masih baik (>4,7), kadar kation (K, Ca, Mg,Na) masing-masing 0,01-0,02 me ltr-1 air, 0,02-0,07 me ltr-1 air 0,01-0,02 me ltr-1 air dan 0,02-0,08 me ltr-1 air. Kadar anion ( SO4, HCO3, NO3) juga memperlihatkan konsentrasi yang mirip yaitu 0,01-0,02 me ltr-1 air, 0,02-0,07 me ltr-1 air dan 0,01-0,02 me ltr-1 air. Tabel 1. Kualitas air sungai (air permukaan) pada model kelapa sawit ramah lingkungan Variabel Fisika Temperature (oC) Pdt. Terlarut (mg l-1) Pdt.suspensi (mg l-1) Kimia pH Total P (mg l-1) Nitrat sbg N (mg l-1) Amonia (mg l-1) Kadmium (mg l-1) Cr Val VI (mg l-1) Tembaga (mg l-1)
Awal
Hasil pengukuran Hulu 2005 2009 Awal
2005
2009
27,5 1000 50
27 146 22,6
27 10.5 5,8
27,1 33 16
27 146 22,6
28 23 11,5
26,9 30 21
6,09,0 0,2 10 0,1 0,01 0,05 0,02
6,0
7,4
7,4
6,0
6,3
7,4
0,002 0,003 0,01 Ttd 0,001 Ttd
0,05 0,02 0,02 0,0015 0,002 0,01
0,14 0,30 0,08 0,0015 0,01 0,01
0,002 0,003 0,01 Ttd 0,001 Ttd
0,16 0,02 0,02 0,004 0,003 0,008
0,15 0,60 0,01 0,004 0,006 0,02
Baku mutu
Hilir
717
Wigena dan Husen
Variabel Besi (mg l-1) Mangan (mg l-1) Seng (mg l-1) Khlorida (mg l-1) Florida (mg l-1) Sulfat (mg l-1) Biologi BOD (mg l-1) COD (mg l-1) Okgn terlarut (mg l-1) Minyak & lemak (mg l-1) Ttl Coliform (/100 ml)
Baku mutu 0,05 1,5 3,0 25 4 1000 1000
Awal 1,01 0,10 0,003 0,01 0,002
2005 1,02 0,11 0,04 0,10 0,001
2,44 6,55 3,15 637 30
2,48 6,15 3,07 106 40
Hasil pengukuran Hulu 2009 Awal 0,14 1,01 0,17 0,10 0,01 0,003 Ttd 0,10 0,01 0,075 0,002 1,23 7,15 2,88 59 40
2,44 6,55 3,15 667 30
Hilir 2005 1,04 0,12 0,022 0,50 0,001
2009 1,63 0,04 0,12 2,26 0,07 0,60
1,69 15,7 6,50 370 80
2,30 15,7 5,80 50 80
Seirama dengan air permukaan, kualitas air bersih sumur pantau menunjukkan tren yang sama dimana kualitas air relatif tidak mengalami penurunan dari periode awal sampai tahun 2009. Konsentrasi semua parameter kualitas air masih d bawah nilai baku mutu pada semua periode pengukuran. pH, tembaga, oksigen terlarut, dan amoniak relatif tetap dengan kisaran nilai masing-masing antara 6,01-6,54; 0,08-0,1 mg l-1; 5,04-2,88 mg l-1; dan 0,66-1,91 mg l-1. Parameter BOD agak mendekati nilai baku mutu dengan kisaran 2,73-2,90 mg l-1 yang dimungkinkan oleh pengelolaan limbah cair belum mengaplikasikan sistem ”land application” (pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk organik dengan cara memberikan langsung ke tanaman setelah limbah diperlakukan dengan fermentasi anaerob untuk memperoleh nilai BOD limbah <3500 mg l-1). Komunikasi langsung dengan staf PTPN 5 menyebutkan bahwa sejak tahun 2009 baru dimulai penerapan sistem land application pada limbah cair sehingga ada peluang untuk menurunkan BOD dan COD pada air permukaan maupun sumur pantau. Tabel 2. Kualitas air sumur pantau pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan Variabel
Baku mutu
pH Nitrat sbg N (mg l-1) NH3-N (mg l-1) Khlorida (mg l-1) Sulfat (mg l-1) Seng (mg l-1) Kadmium (mg l-1) Tembaga (mg l-1) Timbal (mg l-1) BOD (mg l-1) Oksigen. terlarut (mg l-1)
6,0-9,0 10,0 10,0 600,0 400,0 15,0 0,005 0,02 0,05 3,0 15,0
718
Awal 6,01 0,02 0,66 8,77 12,08 0,004 Ttd Ttd Ttd 2,88 7,04
Hasil pengukuran 2005 5,91 1,10 0,96 24,5 41,9 0,08 0,001 0,008 0,01 2,9 5,04
2009 6,54 3,03 1,91 30,3 50,49 1,04 0,003 0,01 0,01 2,73 6,05
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
Terkait dengan daya dukung lingkungan, kecukupan unsur hara, pada daun kelapa sawit merupakan salah satu indikator yang banyak diacu. Analisis kimia daun sawit pada tahun 2009 menunjukkan kelapa sawit di lokasi penelitian memiliki kecukupan unsur hara yang cukup baik. Kadar nitrogen, fosfat, magnesium, dan kalsium dalam daun melebihi kadar optimum dengan nilai masing-masing sebesar 2.62; 0.15%, 0.26%; dan 0.93% . Kadar kalium dan sulfur sedikit di bawah kadar optimum dengan nilai masing-masing sebesar 0.5% dan 0.15%. Hal ini mengindikasikan perlu dilakukan pemupukan kalium dan sulfur lebih intensif agar tanaman menjadi lebih optimal dalam melakukan fotosintesa dan kualitas TBS lebih baik. Tabel 3. Kadar beberapa unsur hara daun kelapa sawit pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan, 2009 No 1 2 3 4 5 6
Jenis unsur hara Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Magnesium (%) Kalsium (%) Sulfur (%)
Baku mutu* 2,50 0,15 1,00 0,24 0,60 0,22
Pengukuran 2,62 0,15 0,5 0,26 0,93 0,15
Status Baik Baik Defisien Baik Baik Defisien
*Sumber: Fairhust, 2002
Interaksi antara kerusakan lingkungan, degradasi lahan, dan daya dukung lingkungan tersebut berpengaruh langsung terhadap pola produktivitas lahan untuk kelapa sawit yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu (Gambar 8). Pada kasus ini, pola produktivitas kelapa sawit merupakan kombinasi faktor eksternal (manajemen yang diaplikasikan) dengan faktor internal (genetik kelapa sawit). Faktor eksternal, aplikasi manajemen yang tepat terutama pemupukan yang sesuai dengan konsep 5T akan bisa mempertahankan tingkat produktivitas lahan. Hal ini erat kaitannya dengan keseimbangan dinamika unsur hara di dalam tanah antara unsur yang masuk ke dalam tanah dan unsur yang keluar dari dalam tanah. Faktor internal, dengan kemajuan teknologi pembibitan, sudah ditemukan bibit produksi TBS tinggi yaitu Varietas LaMe dengan tingkat produksi TBS 3-6 t ha-1 bln-1. Pada perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan di lokasi penelitian, produktivitas kelapa sawit varietas LaMe terus meningkat sampai maksimum sekitar 54 ton TBS ha-1th-1.
719
Wigena dan Husen
Produktivitas Lahan
Produktivitas (Ton TBS/Ha/Thn)
60
50
40
30
20
10 2,010
2,015
2,020
2,025
2,030
2,035
Tahun
Gambar 7. Pola produktivitas kelapa sawit pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan
KESIMPULAN 1. Kerusakan lingkungan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan sedikit meningkat dari waktu ke waktu dengan kisaran antara 0.3-0.7% dan 0,03-0,06%. 2. Daya dukung lingkungan pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan menunjukkan pola penurunan yang sangat kecil dari waktu ke waktu dengan kisaran sekitar 0,01% atau relatif tetap dari awal periode yaitu tahun 2010 sampai 2035. 3. Air permukaan dan sumur pantau sebagai salah satu indikator daya dukung lingkungan menujukkan kualitas yang baik pada aspek kimia, fisika dan biologi. 4. Kadar unsur hara pada daun kelapa sawit juga menujukkan status yang baik, masih diatas ambang kritis terutama unsur hara makro N, P dan K. 5. Kombinasi faktor eksternal (manajemen yang diaplikasikan) dengan faktor internal (genetik kelapa sawit) pada model perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan di lokasi penelitian mendukung pola produktivitas terus meningkat sampai level 54 ton TBS ha-1th-1.
DAFTAR PUSTAKA Adiwiganda, R. 2002. Pengelolaan Lapangan dalam Aplikasi Pupuk di Perkebunan Kelapa Sawit. Seminar Nasional Pengelolaan Pupuk pada Kelapa Sawit. PT. Sentana Adidaya Pratama. Medan. Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia. Jakarta
720
Prediksi keragaan daya dukung lingkungan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet dan Kakao). Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Perkebunan Indonesia. www.deptan.go.id. 25 Mei 2013. Eriyatno. 2004. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Managemen. IPB Press. Bogor. Fairhust, T. 2002. Estimasi Kebutuhan Pupuk. Makalah disampaikan dalam Seminar Pengelolaan Pupuk pada Kelapa Sawit. P.T. Sentana Adidaya Pratama. Medan, 5 Maret 2002. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. SEAMEO BIOTROP. Bogor Hasibuan, A. 2005. Prospek Pengembangan PIR Kelapa Sawit dan Peranan Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan di Masa Mendatang. Prosiding Seminar Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat: Pemberdayaan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat sebagai Upaya Penguatan Ekonomi Kerakyatan. Pekan Baru, 15-16 April 2005. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Hal. 119-125. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Muhammadi, E. Aminullah dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis. Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi. Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. UMJ-Press. Jakarta. PT. Perkebunan Nusantara V. 2009. Laporan Sekilas Perkembangan Kebun Plasma Sei Garo/Sei Pagar/Sei Galuh. Pekanbaru. Wigena, I G.P. and D. Santoso. 2003. Stick Fertilization and Its Effect to Immature Oil Palm Grown on Xhantic Hapludox, Jambi. Proc. Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Badan Litbang Pertanian. Hal. 168-176.
721