PREDIKSI EMISI GAS METANA PADA RANSUM MENGANDUNG TANIN DALAM SISTEM RUSITEC MELALUI KOMPOSISI ASAM LEMAK TERBANG
SKRIPSI HABIBAH PUSPA NEGARA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN HABIBAH PUSPA NEGARA. D24080080. 2012. Prediksi Emisi Gas Metana pada Ransum Mengandung Tanin dalam Sistem RUSITEC Melalui Komposisi Asam Lemak Terbang. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc., Agr Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) yang mampu menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu di permukaan bumi menjadi meningkat dan menyebabkan efek pemanasan global. Ternak ruminansia merupakan salah satu penyumbang terbesar GRK melalui proses pencernaan di dalam rumen. Pemberian pakan yang mengandung tanin pada ternak ruminansia merupakan salah satu strategi untuk menanggulangi masalah ini karena tanin dianggap mampu menurunkan produksi gas metana. Produksi gas metana dapat di ketahui melalui alat yang canggih dan biaya yang mahal sehingga perlu dilakukan alternatif lain untuk mengukur produksi gas metana yaitu dengan prediksi emisi gas metana melalui model stoikiometri komposisi asam lemak terbang (VFA). Data penelitian ini terdiri dari total 6 penelitian dan 43 perlakuan. Kemudian data diklasifikasikan menjadi dua yaitu perlakuan menggunakan ransum mengandung tanin dan ramsum yang tidak menggandung tanin. Setelah diklasifikasikan, yang digunakan sebagai database berasal dari 6 penelitian dengan 25 perlakuan. Prediksi emisi gas metana melalui komposisi VFA menggunakan model stoikiometri Hegarty dan Model stoikiometri Moss. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai prediksi gas metana setelah penyesuaian dengan mempertimbangkan adanya H2 recovery. Bias dalam prediksi dihitung menggunakan MSPE (Mean Square Prediction Error) dan RMSPE (Root Mean Square Prediction Error). Nilai prediksi emisi gas metana menurut model stoikiometri Hegarty dan model Moss mengalami prediksi yang berlebih jika dibandingkan dengan hasil perhitungan emisi gas metana karena pada model stoikiometri Hegarty mengasumsikan H2 yang diproduksi di dalam rumen 100% digunakan seluruhnya untuk pembentukan gas metana sedangkan Moss mengasumsikan 90%. Hasil prediksi emisi gas metana menurut model stoikiometri Hegarty dan model Moss memiliki garis persamaan yang mendekati garis ideal pada pengukuran gas metana setelah adanya penyesuaian. Garis persamaan Moss (R2 = 0,766) lebih mendekati garis ideal daripada garis persamaan Hegarty (R2 = 0,763). Hal ini menunjukkan model stoikiometri Moss lebih akurat daripada Hegarty. Prediksi emisi gas metana pada sistem Rusitec cukup akurat namun tidak menunjukkan ketepatan. Tinggi dan rendahnya produksi gas metana bisa dijelaskan secara cukup akurat oleh komposisi VFA, namun harus mempertimbangkan adanya H2 recovery. Kata-kata kunci: gas metana, RUSITEC, VFA
1
ABSTRACT Predicting Methane Emissions from Volatile Fatty Acid (VFA) Profiles in the Rumen Simulation Technique (RUSITEC) System H. P. Negara, A. Jayanegara, dan S. Jayadi Greenhouse gas (GHG) emissions from agricultural sector account for about 25.5% from total global anthropogenic emission. While CO2 receives most of the attention as a factor relative to global warming, CH4 is one of the most important GHGs with the relative global warming potential of 25 time higher than that of CO2. Ruminant animals contribute towards the greenhouse effect through methane emission as a result of fermentation processes occurring in the rumen through microbial activities. This study is aimed to predict CH4 emissions from volatile fatty acid (VFA) profiles in the rumen simulation technique system. Data from a total of 6 experiments comprising of 25 treatments were entered in a database. Rumen simulation technique measurements were distinguished as experimental approaches. Methane was predicted from volatile fatty acid (VFA) profiles, i.e. acetate, propionate and butyrate based on rumen stoichiometry and compared with the measured CH4 emission. Prediction of enteric CH4 emissions was according to Hegarty or Moss model. The results predicted by both Hegarty and Moss models showed closer regression lines to the ideal line measurement of CH4 (where the observed values are equal to the predicted values) after adjustment by accounting for the actual hydrogen recovery. Comparing the both models, Moss equation (R2 = 0.766) is closer to the ideal line than that of Hegarty (R2 = 0.763). It was concluded that prediction of CH4 emissions in the Rusitec system via VFA composition could explain the variation of CH4 quite accurately but there was a considerable bias from the ideal line. Keywords : gas metana, RUSITEC, tanin
2
PREDIKSI EMISI GAS METANA PADA RANSUM MENGANDUNG TANIN DALAM SISTEM RUSITEC MELALUI KOMPOSISI ASAM LEMAK TERBANG
HABIBAH PUSPA NEGARA D24080080
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 3
Judul
: Prediksi Emisi Gas Metana pada Ransum yang Mengandung Tanin dalam Sistem RUSITEC Melalui Komposisi Asam Lemak Terbang
Nama
: Habibah Puspa Negara
NIM
: D24080080
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt.M.Sc) NIP. 19830602 200501 1 001
(Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr) NIP. 19660226 199003 1 001
Mengetahui Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 10 September 2012
Tanggal Lulus:
4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hartono Basoeki dan Ibu Umayah. Riwayat pendidikan penulis yaitu TK Uswatun Hasanah (1995-1996), Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Babakan 1, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 1 Ciwaringin dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Palimanan. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk (USMI) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008. Penulis pernah mengikuti magang di International Animal Resque (IAR) Bogor tahun 2010 dan Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor pada tahun 2011. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota, diantaranya adalah anggota Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB sebagai staf Konservasi Eksitu (periode 2009-2011), anggota Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) IPB, Kepala Biro Satwa (periode 2009-2010) dan Ketua Kelompok Pecinta Alam (Kepal-D) Fakultas Peternakan IPB (periode 2010-2011), anggota Bina Desa “Fapet Goes to Village”, Anggota Biro Ilmu dan Teknologi (IT) Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan IPB (periode 2009-2010), anggota Teater Kandang Fakultas Peternakan IPB dan anggota Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung.
Bogor, Agustus 2012 Habibah Puspa Negara D24080080
5
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohiim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia serta ridho-Nya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Prediksi Emisi Gas Metana pada Ransum Mengandung Tanin dalam Sistem RUSITEC melalui Komposisi Asam Lemak Terbang”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Sayyidina Muhammad SAW, seraya berharap semoga dengan syafa’atnya menjadikan ilmu yang dimiliki penulis dan skripsi ini menjadi manfaat dan penuh berkah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Manfaat dari skripsi ini adalah menjadi data dan informasi dalam pengembangan ilmu permodelan bidang peternakan di Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Ahirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2012 Penulis
6
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Pemanasan Global ............................................................................ Gas Metana ...................................................................................... Kontribusi Ternak Ruminansia Terhadap Produksi Gas Metana ....................................................................... Strategi Menurunkan Gas Metana .................................................... Tanin ................................................................................................ RUSITEC (rumen simulation teqnique) .......................................... Estimasi Produksi Gas Metana ........................................................
3 3 5 6 7 9 10
MATERI DAN METODE ...........................................................................
16
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Alat dan Bahan ................................................................................. Prosedur ........................................................................................... Pembuatan Database ............................................................ Perhitungan Nilai CH4 .......................................................... Perhitungan Kesalahan Prediksi ........................................... Analisis Data ....................................................................................
16 16 16 16 16 16 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
19
Hubungan Antara Tanin dengan Kecernaan ............................... Hubungan Antara Tanin dengan Produksi Gas Metana .............. Hubungan Antara Tanin dengan Produksi VFA ......................... Prediksi Emisi Gas Metana .........................................................
19 19 20 23
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
30
Kesimpulan ...................................................................................... Saran .................................................................................................
30 30
viii
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
32
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Gas Metana dari Berbagai Sektor .......................................
5
2. Database Penelitian Menggunakan Ransum yang Mengandung Tanin Menggunakan Sistem Rusitec ............................................................
21
3. Komposisi VFA dari Database Penelitian ........................................
22
4. Kondisi di dalam Rumen dari Database Penelitian ...........................
23
5. Komparasi Hasil Pengukuran Gas Metan ..........................................
25
6. Nilai MSPE dan RMSPE ...................................................................
28
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Sumber Utama dan Penyerapan Gas Metana ................................
4
2. Unit Monomer Tanin Terkondensasi (Catechin dan Gallocatechin) dan Monomer Tanin Terhidrolisis (Asam Gallic dan Ellegic) ......
8
3. Grafik Hubungan Antara CH4 Observasi Sebelum Penyesuaian dan CH4 Estimasi ................................................................................
26
4. Grafik Hubungan Antara CH4 Observasi Setelah Penyesuaian dan CH4 Estimasi .................................................................................
26
5. Perbandingan Antara Rumus Estimasi dengan Multipel Regresi ...
27
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Multipel Regresi .......................................................
36
2. Hasil ANOVA .................................................................................
36
3. Hasil Analisis Koefisien Standar .....................................................
36
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini para ahli banyak membicarakan tentang perubahan lingkungan terutama pemanasan global yang menyebabkan ketidakseimbangan iklim dan berbagai fenomena alam yang mengganggu kelangsungan hidup di bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metan (CH4), N2O, dan chlorofluorocarbon (CFC). Gas-gas ini mampu menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu di permukaan bumi menjadi meningkat. Pemanasan global mempengaruhi perubahan iklim sehingga menjadi sumber bencana di bumi seperti semakin menipisnya lapisan ozon, suhu permukaan bumi meningkat, permukaan laut meningkat akibat mencairnya es di kutub, banjir, badai, dan berbagai fenomena alam lainnya. Pertanian menyumbang 25,5% GRK dari total emisi antropogenik dunia. Emisi antropogenik adalah emisi yang dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti pertambangan, industri, transportasi, dan pertanian secara umum. CO2 menerima perhatian lebih karena dianggap sebagai faktor relatif terhadap pemanasan global, di samping CH4, N2O, dan CFC juga menyebabkan radiasi yang signifikan (Sejian et al., 2011). Ada beberapa anggapan bahwa ternak ruminansia merupakan salah satu penyumbang terbesar dari GRK. Selain menghasilkan feses dan urin, ternak ruminansia juga menghasilkan CH4 yang cukup tinggi dari proses pencernaan anaerobik di dalam rumen yang sebagian besar dikeluarkan melalui proses eruktasi. Emisi CH4 per unit pakan atau laju konversi CH4 di Indonesia lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Berbagai cara telah dicoba untuk mengurangi produksi gas metana pada ternak ruminansia yaitu dengan penghambatan secara langsung proses metanogenesis menggunakan halogen, pemberian antibiotik ionophores, penambahan prekursor dari propionat, stimulasi asetogen, oksidasi metana, defaunasi, probiotik, dan imunisasi (Moss et al., 2000). Upaya penurunan produksi gas metana pada ternak bisa juga dengan meningkatkan produktivitas ternak, salah satunya dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi. Strategi pemberian pakan yang dilakukan salah satunya adalah pemberian pakan
1
yang mengandung tanin pada ternak ruminansia karena tanin dapat menurunkan produksi gas metana (Jayanegara et al., 2011). Gas metana dapat diketahui melalui percobaan yang menggunakan sistem in vivo dengan metode open circuit respiratory chambers dan in vitro dengan metode gas chromatography dan infrared methane analyzer. Selain itu ada juga percobaan yang menggunakan sistem RUSITEC (rumen simulation technique) yang merupakan sistem in vitro rumen semi continuous. Percobaan yang menggunakan sistem RUSITEC lebih mampu mendekati kondisi sesungguhnya dibandingkan dengan sistem in vitro batch. Pengukuran emisi gas metana dengan metode diatas membutuhkan alat dan biaya yang mahal sehingga prediksi CH4 melalui komposisi asam lemak terbang (VFA) diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan tersebut. Kandungan emisi CH4 dapat diprediksi menggunakan faktor-faktor terkait yaitu faktor yang terlibat dalam pembentukan gas metana seperti gas hidrogen (H2) dan juga terkait dengan komposisi VFA. Oleh karena itu diharapkan produksi gas metana dapat diprediksi melalui pendekatan stoikiometri komposisi VFA di dalam rumen. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan prediksi emisi gas metana pada ransum yang mengandung tanin dalam sistem RUSITEC (rumen simulation technique) melalui komposisi asam lemak terbang.
2
TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global Pemanasan global merupakan gejala alam yang mulai secara intensif diteliti sejak tahun 1980-an. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2) dan beberapa jenis gas lainnya (CH4, N2O, CFC) akibat aktivitas industri dan sisa pembakaran bahan bakar minyak bumi. Efek rumah kaca disebabkan naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi meningkat. Pertanian menyumbang 25,5% GRK dari total emisi antropogenik dunia. CO2 mendapatkan perhatian lebih karena dianggap sebagai faktor relatif terhadap pemanasan global, di samping CH4, N2O, dan chlorofluorocarbon (CFC) juga menyebabkan radiasi yang signifikan (Sejian et al., 2011). Dampak dari gas rumah kaca berbeda dengan polutan. Polutan secara langsung berdampak pada makhluk hidup, sedangkan gas rumah kaca berdampak tidak langsung. Melalui perantara proses di dalam lingkungan biogeokimia gas-gas rumah kaca baru berdampak pada makhluk hidup dan memiliki life time yang relatif lama. Akumulasi GRK terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrrogen oksida (N2O) di atmosfer memberi kontribusi pada peningkatan suhu permukaan bumi (Moss et al., 2000). Akumulasi gas-gas ini diketahui meningkat 0,3%-0,9% per tahun, terutama karena efek antropogenik pada siklus karbon dan nitrogen (Janzen et al., 1999). Potensi pemanasan global (Global warming Potential = GWP) digunakan untuk membandingkan satu satuan berat gas rumah kaca tertentu dengan jumlah gas CO2 yang digunakan sebagai acuan. GWP dari CH4 adalah 21 kali lipat lebih besar dari CO2 dan GWP dari N2O adalah 310 kali lebih besar daripada CO2 (Janzen et al., 1999). Gas Metana Gas metana merupakan hasil dari fermentasi mikroba saluran pencernaan pada ternak ruminansia terhadap komponen pakan. Metana adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, 87% diproduksi di rumen dan 13% di usus besar (Murray
3
et al., 1976). CH4 dan N2O berasal dari siklus yang berbeda. CH4 ini biasanya dihasilkan setelah degradasi komponen karbon (C) selama proses pencernaan pakan dan pupuk kandang, sedangkan N2O berkaitan dengan siklus nitrogen (N) dengan pupuk kimia dan pupuk kandang sebagai sumber utamanya (Monteny et al., 2006). Gas metana berasal dari berbagai sumber baik antropogenik maupun alami (Rotz et al., 2010). Lebih dari 70% emisi gas metana berasal dari kegiatan antropogenik (IPCC, 2007). Sisanya berasal dari sumber alam termasuk lahan basah, gas hidrat, lapisan es, rayap, laut, tanah non-lahan basah, gunung berapi dan kebakaran hutan (Breas et al., 2001). Berikut adalah sumber utama dan penyerapan gas metana menurut Moss et al. (2000):
Sumber
Disimpan Bereaksi dengan OH di atmosfir dan Troposfer (530 Tg) Stratosfer (40 Tg)
Lahan Basah (265 Tg) Tanaman Padi (110 Tg) Minyak dan Gas bumi (95 Tg) Di dalam pencernaan Ternak (75 Tg) Pembakaran Biomasa (40 Tg)
Gas Metana (689 Tg)
Tempat Pembuangan Sampah (40 Tg)
Dimanfaatkan oleh mikroba di dalam Tanah (30 Tg)
Pertambangan Batubara (35 Tg) Kotoran Hewan (25 Tg) Laut dan Danau (5 Tg)
84 Tg bebas Gambar 1. Sumber Utama dan Penyerapan Gas Metana di Atmosfer Sumber: Moss et al, (2000)
4
Gas metana tidak hanya diproduksi oleh sektor peternakan, berbagai sektor berpotensi dalam menyumbang gas metana yang semakin berlimpah di atmosfer. Anggapan bahwa sektor peternakan menjadi produsen gas metana terbesar merupakan anggapan yang tidak benar. Melimpahnya gas metana dia atmosfer bukan hanya tanggungjawab dari salah satu sektor saja tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Produksi gas metana dari berbagai sektor dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Produksi Gas Metana dari Berbagai Sektor Sektor Produksi Gas Metana
Produksi Gas Metana Tg Gram
Lahan Basah
265
268180
Tanaman Padi
110
111320
Minyak dan Gas Bumi
95
96140
Eruktasi Ternak
75
75900
Pembakaran Biomasa
40
40480
Tempat Pembuangan sampah
40
40480
Pertambangan Batu Bara
35
35420
Kotoran Hewan
25
25300
Laut dan Danau
5
5060
Sumber: Moss et al, (2000)
Kontribusi Ternak Ruminansia Terhadap Produksi Gas Metana Secara umum ternak ruminansia bertanggung jawab terhadap 85 Tg (1 Tg = 1012 g = 1 juta metrik ton) dari 550 Tg gas metana yang dibebaskan ke alam setiap tahunnya (Sejian et al., 2011). Produksi gas metana dari ternak ruminansia telah banyak dikaji karena sebagian anggapan bahwa ternak ruminansia merupakan produsen dari gas metana. Menurut Arora (1989) produksi gas CO2 di dalam rumen adalah 50%-70% dan sisanya adalah gas CH4. Ternak ruminansia, khususnya sapi (Bos taurus), kerbau (Bubalus bubalis), domba (Ovis aris), kambing (Capra hircus) dan unta (Camalus camalis) menghasilkan sejumlah besar gas metana melalui pencernaan anaerobik. Proses fermentasi mikroba disebut sebagai fermentasi enterik (Lassey, 2007). Emisi gas metana yang berasal dari ternak ruminansia di negara maju akan berbeda dengan emisi gas metana di negara berkembang, tergantung pada
5
faktor-faktor seperti spesies hewan, reproduksi, pH cairan rumen, rasio asetat:propionat, populasi metanogen, komposisi pakan dan jumlah konsentrasi pakan. Sapi merupakan salah satu ternak ruminansia yang paling berkontribusi terhadap efek rumah kaca melalui emisi gas metana diikuti oleh domba, kambing dan kerbau. Perkiraan emisi metana pada sapi; kerbau; domba dan kambing di negara maju adalah 150,7; 137; 21,9 dan 13,7 (g/hewan/hari) (Sejian et al., 2011). Proses pembentukan gas metana di dalam rumen ternak ruminansia disebut metanogenesis. Metanogenesis
terbentuk
oleh
metanogen,
Archaea
sekelompok
mikroorganisme yang berada dalam kondisi anaerob termasuk di dalam rumen. Di dalam rumen, mikroba metanogen memanfaatkan H2 dan CO2 sebagai substrat untuk memproduksi gas metana. Lebih dari 60 spesies metanogen yang diisolasi dari berbagai habibat yang berbada namun hanya lima jenis metanogen dilaporkan telah diisolasi dalam rumen yaitu Methanobrevibacter ruminantium, Methanosarcina barkeri,
Methanosarcina
Methanomicrobium
mobile.
mazei, Diantara
Methanobacterium kelima
spesies
formicicum tersebut,
dan hanya
Methanobrevibacter ruminantium dan Methanosarcina barkeri yang telah ditemukan dalam rumen pada populasi >106 koloni/ml yang diasumsikan berperan penting pada proses metanogenesis di dalam rumen (Moss et al., 2000). Meskipun H2 adalah salah satu produk akhir dari fermentasi yang dilakukan oleh protozoa, jamur, dan bakteri namun H2 digunakan oleh bakteri lain, terutama metanogen yang ada di dalam campuran ekosistem mikroba (Boadi et al., 2004) agar tidak terjadi akumulasi H2 di dalam rumen (Hegarty dan Nolan, 2007). Akan tetapi dengan adanya pembentukan gas metana maka proses fermentasi glukosa yang menghasilkan propionat akan menurun karena H2 yang dibutuhkan untuk pembentukan propionat digunakan untuk produksi gas metana oleh Archaea metanogen dengan CO2 sebagai akseptor yang kemudian dibebaskan bersama gas buangan lainnya oleh rumen melalui pernapasan (Hegarty dan Nolan, 2007). Strategi Menurunkan Gas Metan Penelitian mengenai produksi gas metana pada beberapa dekade terakhir ini banyak diangkat oleh para ahli karena gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Dari hasil penelitian 10 tahun terakhir diperoleh informasi bahwa ruminansia memproduksi 80 juta ton gas metana/tahun 6
yaitu 28% dari emisi antropogenik (Beauchemin et al., 2008). Berbagai cara telah dilakukan untuk menurunkan produksi gas metana. Ternak ruminansia khususnya sapi perah telah diteliti dan diterapkan beberapa strategi penurunan gas metana yaitu dilakukan penambahan ionofor, lemak, penggunaan hijauan berkualitas tinggi, dan meningkatkan penggunaan biji-bijian (konsentrat). Pengurangan emisi gas metana dapat dilakukan dengan memanipulasi proses fermentasi di dalam rumen baik itu dengan langsung menghambat methanogen dan protozoa, atau dengan mengalihkan molekul hidrogen dari methanogen. Beberapa sumber mengidentifikasi cara baru untuk mengurangi emisi gas metana yaitu dengan penambahan probiotik, acetogens, bakteriosin, virus archaea, asam organik, ekstrak tumbuh-tumbuhan (misalnya, minyak esensial) untuk pakan, serta imunisasi, dan seleksi genetik sapi (Boadi et al., 2004). Gas metana merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dalam rumen. Meningkatkan produktivitas ternak tampaknya menjadi cara yang paling efektif untuk mengurangi pelepasan gas metana dalam jangka pendek. Perlu diingat bahwa metode ini hanya berhasil jika produksi secara keseluruhan tetap konstan. Sarana untuk mencapai kenaikan produktivitas ini telah dibahas, tapi hampir semua melibatkan peningkatan penggunaan pakan yang mengandung kualitas lebih tinggi/rendah kandungan seratnya (Moss et al., 2000). Strategi pemberian pakan yang dilakukan salah satunya adalah pemberian pakan yang mengandung tanin pada ternak ruminansia karena tanin dapat menurunkan produksi gas metana (Jayanegara et al., 2011). Tanin Tanin adalah senyawa polifenolik larut dalam air yang merupakan anti nutrisi bagi ruminansia dengan membentuk kompleks dengan protein (Goel et al., 2005). Menurut Patra (2010) tanin memiliki berat molekul relatif yang tinggi dan mampu membentuk kompleks dengan protein karena adanya sejumlah gugus hidroksil fenolik. Tanin terdapat pada buah-buahan, legume dan semak, serealia dan bijibijian. Tanin mempunyai berat molekul minimum 500 dan bersifat larut air, mempunyai kemampuan untuk mengikat protein dan juga menimbulkan astringent sensation yang disebabkan adanya ikatan kompleks antara mukoprotein dengan tanin (Farida et al., 2000). 7
Menurut
Patra
dan
Saxena
(2010)
berdasarkan
strukturnya
tanin
diklasifikasikan menjadi dua grup yaitu tanin terhidrolisis (HT: asam galik dan ellagik) dan tanin terkondensasi (CT: katecin dan gallokatecin). Berikut adalah stuktur tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi menurut Patra dan Saxena (2010) dapat dijelaskan pada Gambar 2.
Catechin
Asam Gallic
Gallocatecin
Asam Ellagic
Gambar 2. Unit Monomer Tanin Terkondensasi (Catechin dan Gallocatechin) dan Monomer Tanin Terhidolisis (Asam Gallic dan Ellegic) Sumber: Patra dan Saxena (2010)
Kedua jenis tanin tersebut terdapat pada tanaman yang berbeda dan pengaruhnya terhadap ternak juga berbeda sehingga perlu dilakukan analisis yang tepat untuk mengukur masing-masing jenis tanin tersebut dan dapat diperkirakan secara tepat pengaruhnya terhadap ternak. Tanin terkondensasi memiliki berat molekul 17.000-28.000, membentuk komples stabil dengan protein, tidak memiliki inti karbohidrat dan merupakan oligomer dan polimer dari unit flavonoid dan tahan terhadap hidrolisis serta tidak larut pada pH 3,5-7. Ikatan tanin terkondensasi dengan protein tidak stabil dan ikatan tersebut lepas pada pH<3,0 dan pH 8. Tanin terhidrolisis adalah tanin yang memiliki inti karbohidrat, dihubungkan oleh jembatan ester karboksilat, dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim esterase serta
8
berikatan sangat kuat dengan protein pada pH 3-4 tetapi kekuatan ikatan tersebut menurun pada pH>5 (Farida et al., 2000). Dilihat dari segi kebutuhan nutrisi pada pakan ternak tanin memiliki dampak yang menguntungkan dan merugikan, tergantung pada hijauan pakan ternak itu sendiri dan konsentrasinya di dalam pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Dampak yang menguntungkan dari tanin adalah mampu mempercepat peningkatan bobot badan, meningkatkan produksi susu, meningkatkan fertilitas, meningkatkan kesejahteraan hewan dan kesehatan dengan mencegah bloat dan mengurangi resiko cacingan (Mueller-Harvey, 2006). Dampak yang merugikan dari tanin adalah tanin menjadi toksik bagi beberapa mikroba di dalam rumen (Goel et al., 2005) dan berpengaruh terhadap konsumsi, kecernaan, dan performa (Reed, 1995). Tanin memiliki kemampuan sebagai agen anti metanogen di dalam rumen. Aktivitas antimetanogen oleh tanin tergantung pada jenis dan dosis tanin yang digunakan. Tanin dengan berat molekul yang rendah lebih efektif dalam menghambat bakteri metanogen daripada tanin dengan berat molekul yang tinggi karena tanin dengan berat molekul yang rendah mampu membentuk ikatan yang kuat dengan enzim mikroba. Tanin dengan bobot molekul yang tinggi tidak mampu menembus protein mikroba sehingga tingkat toksisitasnya rendah terhadap bakteri metanogen (Patra dan Saxena, 2010) RUSITEC (rumen simulation technique) RUSITEC atau rumen simulation technique adalah alat yang dibuat menyerupai rumen dengan sistem semi kontinu, di mana terdapat asupan pakan ke dalam sistem dan outflow yang mensimulasikan proses penyerapan dan aliran pakan menuju organ pencernaan berikutnya (Czerkawski et al., 1977). Alat ini dirancang khusus untuk proses jangka pendek yaitu 6-8 jam inkubasi yang memungkinkan untuk mengukur pertukaran gas. Alat ini banyak digunakan untuk studi tentang mekanisme produksi dan inhibitor metana dan telah digunakan secara luas dalam studi mekanisme produksi metana dan penghambatannya. Hal itu untuk menelusuri beberapa jalur biokimia dan untuk mengembangkan inhibitor baru bagi produksi metana. Beberapa percobaan in vivo (Czerkawski et al., 1977) menunjukkan bahwa penghambatan produksi metana menimbulkan perubahan dalam metabolisme rumen. Beberapa perubahan ini terjadi secara bertahap dalam periode minggu bukan hari 9
atau jam dan sulit untuk melakukan kontrol yang cukup atau untuk menafsirkan hasil percobaan pada ternak secara langsung. Oleh karena itu alat ini tepat digunakan untuk mensimulasikan kondisi di dalam rumen karena prosedurnya sederhana dengan semi kontinu. Estimasi Produksi Gas Metan Moss et al. (2000) menyatakan bahwa produksi CH4 dapat diestimasi dari stoikiometri dari VFA yang terbentuk selama fermentasi, yaitu asetat (C2), propionat (C3) dan butirat (C4) melalui persamaan stoikiometri berikut: CH4 = 0,45 C2 - 0,275 C3 + 0,40 C4 Dengan demikian, persentase molar VFA berpengaruh terhadap produksi CH4. Asam asetat dan butirat mendorong produksi CH4, sementara pembentukan propionat berfungsi sebagai jalur kompetitif untuk penggunaan H2 dalam rumen. Menurut Hegarty dan Nolan (2007) komposisi VFA dapat digunakan untuk memprediksi produksi metan melalui persamaan stoikiometri berikut: CH4 = 0,5 C2 + 0,5 C4 – 0,25 C3 – 0,25 C5 Persamaan tersebut dapat digunakan dengan beberapa asumsi berikut:
VFA merupakan produk akhir fermentasi (tidak ada hidrogen yang digunakan dalam produksi polimer sel)
Tidak ada H2 bebas yang keluar dari rumen
Proses pencernaan mikroba terjadi secara anaerob (H2 tidak digunakan untuk mereduksi O2 menjadi H2O)
H2 tidak digunakan pada reaksi lain, seperti reduksi sulfat menjadi sulfide atau ikatan rangkap dalam asam lemak.
Asumsi di atas bisa jadi kurang tepat karena estimasi berdasarkan produksi VFA akan menghasilkan estimasi pengukuran gas metana yang lebih tinggi dari hasil observasi. Hal ini disebabkan dalam asumsi di atas ada beberapa reaksi yang menggunakan hidrogen yang tidak diikutsertakan seperti asimilasi hidrogen selama sintesis polimer-polimer mikroba dan reaksi redoks lainnya (Hegarty dan Nolan, 2007).
10
Review: Efek dari Ekstrak Tanaman yang Kaya Akan Senyawa Metabolit Sekunder untuk Memodifikasi Fermentasi Rumen (Sliwinski et al., 2002) Ekstrak dari tiga jenis tanaman mengandung senyawa sekunder yang berbeda dianalisis pada delapan tabung fermentor dalam sistem RUSITEC untuk mengetahui efeknya terhadap fermentasi rumen. Ekstrak tanaman Yucca schidigera yang mengandung saponin berupa sarsaponin dengan konsentrasi (1,20 dan 100 mg sarsaponin/ Kg DM) dibandingkan dengan Ekstrak tanaman Castanea sativa yang mengandung tanin terhidrolisis dengan konsentrasi (0,5 dan 2,5 g tanin/Kg) dan sulfonat murni bebas lignin (2,5 g/Kg). Suplementasi tersebut diberikan pada pakan basal (silase rumput, barley gandum, dan jerami rumput) dengan konsentrasi Protein Kasar (PK) yang rendah. Pakan dengan suplementasi tersebut dibandingkan dengan pakan basal tanpa suplementasi (kontrol) dan pakan dengan penambahan bungkil kedelai yang kandungan PK sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Pakan kontrol dan pakan dengan penambahan bungkil kedelai memiliki kandungan amonia yang berbeda (13,6 mmol/l dan 16,0 mmol/l) dalam 15% cairan rumen. Pemberian pakan kontrol dalam dosis yang tinggi relatif memiliki kandungan saponin dan tanin yang tinggi sehingga mampu menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen hingga 21%. Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa adanya peningkatan degradasi protein pada fermentasi 48 jam, hal ini menunjukkan bahwa efek ekstrak tanaman pada amonia mungkin tidak disebabkan oleh penekanan degradasi protein mikroba. Pemberian ekstrak tanaman juga tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri, protozoa dan jumlah VFA yang di produksi. Volume gas dalam fermentasi tidak dipengarui oleh perlakuan pakan dan tidak ada perbedaan produksi CH4 dan H2 atau keseimbangan H2 pada masing-masing perlakuan. Perlakuan pada penelitian ini menunjukan bahwa produksi metana yang relatif menurun seiring dengan peningkatan level tani yang digunakan tetapi hal ini tidak berkaitan dengan degradasi serat. Ekstrak tumbuhan alami yang kaya akan senyawa sekunder menghasilkan perubahan pada fermentasi rumen bila diberikan pada dosis yang lebih tinggi dari ketentuan. Efektivitas ekstrak dalam jangka panjang pada fermentasi di dalam rumen perlu di kaji lebih mendalam secara in vivo.
11
Review: Efek dari Lokasi Budidaya pada Kualitas Hijauan Pakan Ternak dari Calliandra calothyrsus Var. Patulul (Hess et al., 2006) Percobaan in vitro dilakukan untuk membandingkan kualitas hijauan pakan ternak. Calliandra calothyrsus var. Patulul yang dibudidayakan di dua tempat yang berbeda yaitu di tempat yang memiliki kualitas kesuburan tanahnya yang rendah dan menengah di Kenya dan Kolombia masing-masing. Perlakuan pada penelitian ini adalah Brachiaria humidicola, Brachiaria humidicola dengan suplementasi urea, Brachiaria dengan penambahan Calliandra calothyrsus dan Cratylia argentea di Kenya, Brachiaria dengan penambahan Calliandra calothyrsus dan Cratylia argentea di Kolombia, Brachiaria humidicola dengan penambahan Calliandra calothyrsus di Kenya, dan Brachiaria humidicola dengan penambahan Calliandra calothyrsus di Kolombia. Perlakuan tersebut di uji dengan RUSITEC (n=4), rasio perbandingan antara Calliandra calothyrsus dengan Cratylia argentea adalah 1:1. Suplementasi urea atau Cratylia argentea meningklatkan senyawa N di dalam rumen. Peningkatan tersebut tidak berpengaruh terhadap jumlah mikroba di dalam rumen namun meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi bahan organik dan serat sehingga konsentrasi VFA meningkat. Suplementasi urea dan legum yang tidak mengandung tanin seperti Cratylia argentea mempu meningkatkan produksi emisi gas metana. Semua perlakuan yang mengandung suplementasi Calliandra calothyrsus kurang efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen. Hal tersebut karena adanya tanin dalam konsentrasi tinggi menekan degradasi protein. Suplementasi dengan legum yang mengandung konsentrasi tanin yang tinggi mampu menurunkan produksi emisi gas metana. Penurunan produksi gas metana pada suplmentasi Calliandra calothyrsus Kolombia lebih terlihat nyata dari pada pada suplementasi Calliandra calothyrsus Kenya. Komposisi gizi dari Calliandra calothyrsus Kolombia dan Kenya relatif sama, namun kandungan tanin Calliandra calothyrsus Kolombia dua kali lebih tinggi dari pada Calliandra calothyrsus Kenya. Perbedaan itu yang menjadi faktor utama penyeban variasi dalam parameter fermentasi yang diamati antara Calliandra calothyrsus Kolombia dan Kenya.
12
Review: Kajian In Vitro Kelayakan Penggantian Leguminosa rendah tanin Vigna unguiculata dengan Legum Mengandung Tanin Leucaena leucocephala, Flemingia macrophylla atau Calliandra calothyrsus dalam Ransum Rumput Tropis (Hess et al., 2008) Kajian in vitro ini dilakukan untuk mengetahui efek dari penggantian sebagian Vigna unguiculata dengan tanaman tanniferous terhadap fermentasi rumen dan degradasi protein kasar yang dikombinasikan dengan rumput tropis seperti Brachiaria humidicola. Campuran legung terdiri dari Vigna unguiculata saja dan Vigna unguiculata dengan Leucaena leucocephala, Flemingia macrophylla atau Calliandra calothyrsus dengan rasio (3:2). Total kandungan tanin terkondensasi dari Leucaena leucocephala, Flemingia macrophylla atau Calliandra calothyrsus masing-masing adalah 51, 124, dan 311 (g/Kg DM). Penelitian ini menggunakan RUSITEC (Rumen Simulatoin Technique) (n=8). Penggantian sebagian Vigna unguiculata dengan beberapa tanaman taniniferous semak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penurunan konsentrasi amunia dalam cairan rumen dan degradasi serat. Penurunan tersebut lebih terlihat jelas pada penggantian sebagia Vigna unguiculata
dengan
Calliandra
calothyrsus
dan
Flemingia
macrophylla
dibandingkan dengan Leuchaena leucocephala. Penggantian sebagian Vigna unguiculata dengan Calliandra calothyrsus dan Flemingia macrophylla berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penurunan kecernaan BO dan PK, namun penggantian sebagian Vigna unguiculata dengan Leuchaena leucocephala tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Penambahan Leuchaena leucocephala dan Flemingia macrophylla tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap konsentrasi VFA total, namun terjadi penurunan konsentrasi pada penambahan Calliandra calothyrsus (P<0,05). Produksi gas metana hampir sama pada semua perlakuan (P>0,05). Review: Kecernaan Serat pada Ruminan Menjelaskan Nilai Gizi yang Rendah dan Mengurangi Proses Metanogenesis dalam Legum Tropis yang Tinggi Kandungan Tanin-nya (Tiemann et al., 2008) Kualitas hijauan yang sangat terbatas, dan metanogenesis yang rendah dari fermentasi legum semak tropis sering dikaitkan dengan tingginya kandungan tanin terkondensasi (CTs), tetapi karakteristik serat juga memungkinkan menjadi salah satu faktor penghambat. RUSITEC digunakan untuk memisahkan pengaruh tanin dan 13
serat pada pencernaan rumen dan pembentukan gas metan. Legum yang mengandung CTs (Calliandra calothyrsus, Flemingia macrophylla) dan tanaman yang bebas dari CTs (Vigna unguiculata, Brachiaria humidicola) digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan yang terpisah untuk CTs yang tidak aktif menggunakan polietilen glikol atau pemurnian serat bebas dari CTs yang diperoleh. Pada percobaan 1, sepertiga dari rumput dalam ransum digantikan oleh legum dan telah dilengkapi dengan urea. Pada percobaan 2, serat hanya dimurnikan dan kasein diinkubasi. Pemurnian serat pada legum yang rendah akan CTs memiliki penguraian yang berbeda dalam mencegah degradasi lignin terutama hemiselulosa. Tingkat degradasi
hemiselulosa
diperkirakan
mempengaruhi
metanogenesis.
Sedikit
pengaruh yang dihasilkan dari perlakuan pada Ransum yang kebutuhan N sudah tercukupi. degradasi serat pada CTs yang tidak aktif, masih lebih rendah pada penggunaan Calliandra calothyrsus dibandingkan dengan Vigna unguiculata. Review: Efisiensi Sesbania sesban dan Acacia angustissima dalam mengurangi metanogenesis dan meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam rumen pada pakan yang berbasis rumput tropis tergantung pada aksesi (Bekele et al., 2009) Strategi baru untuk meningkatkan gizi yang sangat rendah pada pakan tropis untuk ternak ruminansia harus bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan secara bersamaan mengurangi emisi gas metana. Kedua tujuan itu ditunjukanan pada saat ini secara in vitro. percobaan dengan melengkapi kualitas rumput tropis yang rendah seperti Brachiaria humidicola dengan dedaunan dari berbagai legum semak, semuanya mengandung senyawa metabolit sekunder dalam konsentrasi yang berbeda. Dedaunan Acacia angustissima, Sesbania sesban, Samanea saman, dan Cajanus cajan. Selain itu, kombinasi Cajanus cajan dan Sesbania sesban diuji pengaruhnya terhadap metanogenesis, kelebihan nitrogen di dalam rumen dan sifatsifat fermentasi lainnya menggunakan Rusitec. Semua suplemen meningkatkan kebutuhan
nutrisi yang akan difermentasi, yaitu degradasri protein kasar pada
rumen, dan meningkatkan jumlah mikroba yang efisiensi dalam pemanfaatan nitrogen. Metanogenesis dibatasi oleh satu aksesi Sesbania sesban dan kurang jelas terlihat pengaruhnya oleh aksesi Acacia angustissima, sedangkan suplemen lain tetap tidak efektif. Setelah diverifikasi secara in vivo, strategi pemberian pakan dengan
14
kombinasi sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas nutrisi yang rendah pada pakan tropis. Review: Bukti Penghambatan Biohidrogenasi asam α-Linolenat pada Tahap Akhir oleh Tanin Terkondensasi (Khiaosa-Ard et al., 2009) Pengaruh tanin terkondensasi (CT) baik dalam bentuk ekstrak maupun terikan pada tanaman, dan ekstrak saponin pada biohidrogenasi rumen dari asam α-Linolenat (ALA) dianalisis secara in vitro. Rumput-rumput semanggi berfungsi sebagai pakan basal (kontrol). Jerami kontrol yang dilengkapi dengan ekstrak CT dari Acacia mearensii (7,9% dari bahan kering pakan DM) atau dengan ekstrak saponin dari Yucca schidigera (1,1% DM). Keempat perlakuan terdiri dari sainfoin kering (Onobrychis viciifolin), legum yang mengandung CT 7,9% DM. Semua perlakuan dilengkapi dengan minyak biji rami 60% dari total ALA pakan. Pakan diinkubasi selama 10 hari dalam RUSITEC dan lima hari terahir digunakan untuk analisis statistik. Asam lemak dianalisis dari pakan, residu pakan, cairan inkubasi dan effluent (limbah). Kedua perlakuan yang mengandung CT menurunkan degradasi serat dan protein kasar di dalam rumen serta menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan inkubasi. Hanya ekstrak CT yang mampu menekan produksi gas metana.
15
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai Mei 2012 bertempat di Fakultas Peternakan Kampus IPB Dramaga. Materi Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop dan software microsoft excel 2010. Bahan yang digunakan adalah data publikasi dari 6 penelitian dan 43 perlakuan yang diperoleh dari hasil penelitian Khiaosa-Ard et al. (2009), Hess et al. (2008), Tiemann et al. (2008), Hess et al. (2006), Bekele et al. (2009), dan Sliwinski et al. (2002) terhadap ransum yang mengandung tanin yang diinkubasi menggunakan sistem RUSITEC. Prosedur Pembuatan Database Data publikasi dari 6 penelitian dengan 43 perlakuan ditabulasi dengan berdasarkan kriteria penelitian yang menggunakan ransum mengandung tanin, menggunakan sistem Rusitec, dan menggunakan ternak ruminan terutama sapi. Data yang diperoleh diklasifikasikan menjadi dua yaitu perlakuan pada ransum yang mengandung
tanin
dan
ransum
yang
tidak
mengandung
tanin.
Setelah
diklasifikasikan, data yang digunakan sebagai database adalah data ransum mengandung tanin, sehingga total data yang digunakan berasal dari 6 penelitian dengan 25 perlakuan. Parameter yang dimasukkan ke dalam database yaitu peneliti, tahun penelitian, sumber tanin, level tanin yang digunakan, jumlah substrat, kecernaan, produksi CH4 (dalam mmol/day), dan komponen VFA. Perhitungan nilai CH4 Satuan mmol/day yang diperoleh dari sumber data hasil pengukuran Rusitec CH4 dikonversi menjadi satuan mmol/l. Metode estimasi dilakukan melalui pendekatan stoikiometri VFA terhadap gas metana dengan dua model, yaitu: 1. Berdasarkan Hegarty dan Nolan (2007): CH4 = 0,5 C2 + 0,5 C4 – 0,25 C3 – 0,25 C5 16
2. Berdasarkan Moss et al. (2000) yang juga digunakan oleh (Montoya et al., 2011): CH4 = 0,45 C2 – 0,275 C3 + 0,40 C4 Keterangan: C2 = asetat C3 = propionat C4 = butirat C5 = valerat Pada software microsoft excel, data C1, C2, C3, C4, dan C5 dikonversi menjadi satuan mmol/l kemudian dihitung dengan masing-masing persamaan di atas. H2 recovery dihitung berdasarkan persamaan Demeyer (1979) dilihat dari komponen VFA yaitu: H2 recovery =
2Hu (hydrogen utilized) X 100 2Hp (hydrogen produced)
Hu = C3 + C4 + 2C1 + 0,5 C5 Hp = C2 + 0,5C3 + 2C4 + isoC5 + C5 Kemudian CH4 pengukuran setelah mengalami penyesuaian dihitung melalui persamaan: CH4 setelah penyesuaian = CH4 sebelum penyesuaian x 100 H2 recovery Perhitungan Kesalahan Prediksi Berdasarkan Alemu et al. (2011), penilaian kesalahan dalam prediksi dihitung dengan Mean Square Prediction Error (MSPE)
sedangkan akar dari penilaian kesalahan dalam prediksi dihitung dengan Root Mean Square Prediction Error (RMSPE) RMSPE =
√
17
Keterangan: Oi = data hasil observasi Pi = data hasil prediksi n = total data yang di gunakan Analisis Data Data estimasi gas metana dianalisis menggunakan model persamaan Hegarty dan Nolan (2007), Moss et al. (2000), dan dilakukan Regresi berganda menggunakan software statistik SPSS versi 16 tanpa menggunakan konstanta intersep dalam analisis.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kompilasi data yang telah dibuat dalam bentuk database dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tidak semua data digunakan dalam pembuatan database karena data yang digunakan hanya data yang terkait dengan topik penelitian. Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 ada beberapa data yang diberi tanda strip (-) karena sumber yang digunakan tidak melakukan pengukuran terhadap parameter tersebut. Hubungan Antara Tanin dengan Kecernaan Tanin adalah senyawa polifenolik larut dalam air yang merupakan anti nutrisi bagi ruminansia dengan membentuk kompleks dengan protein (Goel et al., 2005). Tanin memiliki efek positif dan negatif bagi ruminansia. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa tanin bepengaruh terhadap penurunan kecernaan Bahan Organik (BO). Kecernaan BO pada masing-masing perlakuan <60%, hal itu karena kandungan tanin yang >5%. Menurut Sutardi (1980) nilai kecernaan yang tinggi apabila >60%. Berdasarkan epidemilogi tanin dalam jumlah moderat 2%- 4% di dalam pakan dapat mencegah bloat pada ruminansia, namun tanin dalam jumlah yang tinggi (>5%) dapat menghambat pencernaan bakteri dan menurunkan kinerja ruminansia terutama penurunan konsumsi dan rendahnya kecernaan nutrisi (Smith et al., 2005). Selain mencegah bloat pengaruh positif tanin dalam pakan adalah sebagai penyedia protein by pass bagi organ pasca rumen. Hal tersebut karena ikatan kompleks antara tanin dengan protein menyebabkan protein sulit didegradasi di dalam rumen (Makkar et al., 2007). Kecernaan PK pada Tabel 2 cukup bervariasi, sehingga terlihat bahwa level tanin dan jenis tanin kurang berpengaruh terhadap kecernaan protein. Hal tersebut bisa saja terjadi karena selain level tanin, jenis dan strukturnya juga sangat berpengaruh. Tanin memiliki tingkat reaktivitas yang berbeda-beda. Reaktivitas tanin dipengaruhi oleh perbedaan struktur kimia tanin dan bobot molekul rata-rata (Min et al., 2003), bobot molekul yang tinggi pada tanin menyebabkan protein sulit didegradasi (Min et al., 2003). Hubungan Antara Tanin dengan Produksi Gas Metana Menurut Arora (1989) produksi gas CO2 di dalam rumen adalah 50%-70% dan sisanya adalah gas CH4. Sedangkan menurut Philipson (1970) dalam Arora (1989) produksi gas di dalam rumen yaitu 32% CH4, 56% CO2, 8,5% N2, dan 3,5%
19
O2. Produksi CH4 pada masing-masing perlakuan cukup bervariasi dari 1,55 – 10,94 mmol/hari (Tabel 2). Semakin tinggi level tanin pada masing-masing penelitian berpengaruh positif terhadap penurunan CH4. Hal tersebut karena tanin memiliki kemampuan sebagai agen anti metanogen di dalam rumen (Patra dan Saxena, 2010) sehingga dapat menurunkan produksi gas metana (Jayanegara et al., 2011) dan penurunan ekskresi nitrogen (Makkar et al., 2007). Penelitian dengan ransum yang mengandung Sainfoin (Onobrychis viciifolia), dan CT (Tanin extract), kedua sumber tanin ini memiliki jenis dan level tanin yang sama namun produksi CH4 yang berbeda yaitu 6,18 mmol/hari dan 3,44 mmol/hari. Hal ini bisa terjadi karena masing-masing sumber tanin memiliki tingkat rektivitas yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh struktur kimia tanin dan bobot molekul rata-rata (Min et al., 2003) sehingga berpengaruh terhadap produksi CH4. Hubungan Antara Tanin dengan Produksi VFA Degradasi karbohidrat di dalam rumen dilakukan dengan dua tahap yaitu fermentasi karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana oleh enzim-enzim mikroba dan degradasi monosakarida menjadi piruvat yang kemudian produk ahir berupa VFA (McDonald et al,. 2002). Tabel 3 menunjukkan produksi VFA dari masingmasing perlakuan, terlihat bahwa semakin tinggi level tanin maka semakin rendah produksi VFA total, begitupun sebaliknya. Ikatan komplek antara tanin dengan protein menyebabkan protein sulit didegradasi di dalam rumen. Sulitnya degradasi protein menyebabkab konsentrasi amonia tidak mencukupi untuk sintesis protein mikroba. Menurut McDonald et al. (2002), kekurangan amonia akan menyebabkan pertumbuhan bakteri yang lambat sehingga degradasi karbohidrat melambat. Lambatnya degradasi karbohidrat berpengaruh positif terhadap penurunan produksi VFA di dalam rumen. Tanin juga merupakan senyawa polifenol yang mampu bereaksi dengan dinding sel bakteri sehingga enzim ekstra seluler disekresikan. Reaksi tersebut dapat menghambat transport nutrien ke sel dan menghambat pertumbuhan mikroba (McSweeney et al., 2001) termasuk mikroba pendegradasi karbohidrat.
20
Tabel 2. Database Penelitian Menggunakan Ransum yang Mengandung Tanin Menggunakan Sistem RUSITEC. No.
Sumber Tanin
Level Tanin (g/kg DM) TT CT HT
Jumlah Substrat (g/day) BK BO
BO
Kecernaan (%) PK NDF
ADF
CH4 (mmol/day)
Peneliti
Tahun
1
Sliwinski et al
2002
Castanea sativa
0,0
-
0,0
13,8
-
55,7
69,4
33,9
27,4
10,94
2
Sliwinski et al
2002
Castanea sativa
0,5
-
0,5
13,8
-
58,7
72,0
38,1
31,8
10,66
3
Sliwinski et al
2002
Castanea sativa
2,5
-
2,5
13,9
-
57,3
71,8
36,1
29,3
9,49
4
Tiemann et al
2008
Vigna unguiculata
0,0
0,0
-
15,0
13,5
41,5
-
37,5
36,6
6,43
5
Tiemann et al
2008
Calliandra calothyrsus
71,0
71,0
-
15,0
14,2
25,6
-
15,0
3,1
2,77
6
Hess et al
2008
Vigna unguiculata
0,0
0,0
-
15,0
13,4
44,1
-
37,3
32,2
6,12
7
Hess et al
2008
Leucaena leucocephala
10,2
10,2
-
15,0
13,4
41,6
-
32,0
23,3
5,57
8
Hess et al
2008
Flemingia microphylla
24,8
24,8
-
15,0
13,5
39,1
-
27,9
23,0
5,29
9
Hess et al
2008
Calliandra var patulul
62,2
62,2
-
15,0
13,6
37,5
-
26,9
18,6
5,12
10
Bekele et al
2009
Brachiaria humidicola
0,0
0,0
0,0
14,0
12,6
27,1
45,7
16,0
-
2,33
11
Bekele et al
2009
Samanea saman
21,0
6,0
15,0
14,0
12,7
42,3
72,3
25,9
-
3,61
12
Bekele et al
2009
Acacia angustissima (1)
18,0
8,0
10,0
14,0
12,6
38,2
62,7
25,5
-
2,72
13
Bekele et al
2009
Acacia angustissima (2)
37,0
3,0
34,0
14,0
12,6
33,0
53,0
16,7
-
2,02
14
Bekele et al
2009
Sesbania sesban (3)
10,0
0,0
10,0
14,0
12,6
44,1
71,8
27,8
-
3,90
15
Bekele et al
2009
Sesbania sesban (4)
42,0
4,0
38,0
14,0
12,6
32,0
51,5
19,9
-
1,55
16
Bekele et al
2009
Cajanus cajan
9,0
0,0
9,0
14,0
12,5
45,1
81,5
29,4
-
3,66 2,29
17
Bekele et al
2009
C. cajan + S. Sesban
45,0
4,0
41,0
14,0
12,6
46,5
71,8
24,5
-
18
Khiaosa-Ard et al
2009
Grassclover hay
0,0
0,0
-
13,1
10,7
55,9
49,9
47,8
-
6,21
19
Khiaosa-Ard et al
2009
Sainfoin (Onobrychis viciifolia)
78,9
78,9
-
14,2
12,1
43,6
24,8
21,2
-
6,18
20
Khiaosa-Ard et al
2009
CT (Tanin extract)
78,9
78,9
-
14,2
11,9
47,0
30,1
34,2
-
3,44
21
Hess et al
2006
Brachiaria humidicola
0,0
-
-
15,0
13,3
25,4
-
15,3
14,0
3,76
22
Hess et al
2006
C. argentea +C.calothyrsus (5)
67,5
67,5
-
15,0
13,5
38,2
-
25,5
22,2
6,67
23
Hess et al
2006
C. argentea +C.calothyrsus (6)
39,0
39,0
-
15,0
13,5
38,9
-
25,9
22,8
7,25
24
Hess et al
2006
C.calothyrsus (5)
135
135
-
15,0
13,5
28,7
-
13,5
9,7
4,69
2006
(6)
78,0
78,0
-
15,0
13,6
33,6
-
20,4
15,4
5,81
25
Hess et al
Keterangan:
21
(1) Accession number: 15132 (2) Accession number: 459 (3) Accession number: 15019
C.calothyrsus
(4) Accession number: 10865 (5) Kolombia (6) Kenya
(TT) Total Tanin (CT) Tanin Terkondensasi (HT) Tanin Terhidrolisis
(BK) Bahan Kering (BO) Bahan Organik (PK) Protein Kasar
(NDF) Neutral Detergent Fiber (ADF) Acid Detergent Fiber
Tabel 3. Komposisi VFA dari Database Penelitian VFA (mmol/l) No
Sumber Tanin
1
Castanea sativa
112,00
65,18
18,70
20,16
0,87
5,35
1,81
Iso VFA 2,69
2
Castanea sativa
111,00
62,05
18,20
22,53
0,79
5,67
1,82
2,61
3
Castanea sativa
104,00
60,94
17,26
17,99
0,67
5,41
1,85
2,52
4
Vigna unguiculata
-
-
-
-
-
-
-
-
5
Calliandra calothyrsus
-
-
-
-
-
-
-
-
6
Vigna unguiculata
59,90
38,28
15,81
5,81
-
-
-
-
7
Leucaena leucocephala
60,00
38,64
15,72
5,58
-
-
-
-
8
Flemingia microphylla
56,40
36,49
14,78
5,13
-
-
-
-
9
Calliandra var patulul
54,90
35,69
14,38
4,83
-
-
-
-
10
Brachiaria humidicola
52,50
35,07
11,39
4,11
0,68
0,79
0,45
1,13
11
Samanea saman
73,50
46,45
19,77
5,21
0,89
0,86
0,29
1,18
12
Acacia angustissima (1)
56,10
36,86
13,52
3,96
0,75
0,67
0,38
1,13
13
Acacia angustissima (2)
55,20
35,22
14,57
3,67
0,80
0,58
0,31
1,12
14
Sesbania sesban (3)
64,50
41,41
16,71
4,59
0,70
0,74
0,34
1,04
15
Sesbania sesban (4)
57,40
35,88
15,79
3,90
0,88
0,60
0,36
1,25
16
Cajanus cajan
78,50
50,16
20,72
5,72
0,90
0,70
0,27
1,18
17
C. cajan + S. sesban
67,00
41,88
19,16
3,94
1,12
0,59
0,31
1,43
18
Grassclover hay
110,00
70,07
23,21
12,43
0,74
3,49
0,19
0,92
19
Sainfoin (Onobrychis viciifolia)
107,00
66,88
25,89
10,38
0,48
3,19
0,20
0,68
20
CT (Tanin extract)
106,00
64,02
28,30
8,90
0,64
3,86
0,29
0,92
21
Brachiaria humidicola
69,60
47,47
14,41
5,57
0,26
1,11
0,75
1,01
22
C. argentea +C.calothyrsus (5)
85,50
58,14
18,13
6,75
0,22
1,37
0,87
1,09
23
C. argentea +C.calothyrsus (6)
85,30
58,35
18,00
6,65
0,26
1,19
0,82
1,08
24
C.calothyrsus (5)
81,20
57,00
15,75
6,09
0,32
1,22
0,70
1,02
25
C.calothyrsus (6)
83,10
57,67
17,12
6,07
0,26
1,25
0,71
0,96
Keterangan:
(1) Accession number: 15132 (2) Accession number: 459 (3) Accession number: 15019
Total
C2
C3
C4
isoC4
C5
isoC5
(4) Accession number: 10865 (5) Kolombia (6) Kenya
(C2) Asetat (C3) Propionat (C4) Butirat
(C5) Valerat
22
Tabel 4. Kondisi di Dalam Rumen dari Database Penelitian Kondisi Rumen Perhitungan Mikroba No. Sumber Tanin NH3 log log pH (mmol/l) Bacteria/ml Protozoa/ml 1 6,80 13,60 9,581 4,044 Castanea sativa 6,88 11,30 9,567 4,050 2 Castanea sativa 6,89 10,70 9,528 3,942 3 Castanea sativa 4 7,03 2,47 Vigna unguiculata 7,13 0,67 5 Calliandra calothyrsus 6,92 4,40 9,384 3,583 6 Vigna unguiculata 7 6,93 3,49 9,286 3,619 Leucaena leucocephala 6,94 3,25 9,340 3,607 8 Flemingia microphylla 6,94 2,94 9,334 3,621 9 Calliandra var patulul 10 Brachiaria humidicola 6,98 0,17 7,836 3,258 6,84 2,74 7,956 3,258 11 Samanea saman 6,93 1,65 7,907 2,982 12 Acacia angustissima (1) 13 Acacia angustissima (2) 6,93 0,96 7,875 3,471 6,86 3,11 7,811 3,537 14 Sesbania sesban (3) 15 Sesbania sesban (4) 6,96 2,12 7,937 3,498 6,85 7,51 7,893 3,342 16 Cajanus cajan 17 C. cajan + S. sesban 6,92 8,68 7,950 3,688 18 Grassclover hay 7,06 17,20 9,410 3,861 10,00 9,394 3,812 19 Sainfoin (Onobrychis viciifolia) 7,04 7,09 5,10 9,825 3,281 20 CT (Tanin extract) 21 Brachiaria humidicola 7,29 0,64 9,352 3,170 7,13 2,78 9,307 3,423 22 C. argentea +C.calothyrsus (5) 7,11 3,82 9,316 3,378 23 C. argentea +C.calothyrsus (6) 24 C.calothyrsus (5) 7,19 0,87 9,382 3,462 7,14 1,84 9,328 3,286 25 C.calothyrsus (6) Keterangan:
(1) Accession number: 15132 (2) Accession number: 459 (3) Accession number: 15019
(4) Accession number: 10865 (5) Kolombia (6) Kenya
Prediksi Emisi Gas Metana Nilai dari masing-masing pengukuran berturut-turut berdasarkan model stoikiometri Hegarty, model stoikiometri Moss, pengukuran CH4 RUSITEC sebelum penyesuaian dan pengukuran CH4 RUSITEC setelah penyesuaian dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil bahwa nilai estimasi CH4 oleh model 23
Hegarty dan model Moss mengalami prediksi berlebih dari CH4 sebelum penyesuaian (observasi). Nilai estimasi Hegarty lebih tinggi dari pada pengukuran CH4 sebelum penyesuaian, hal ini karena Hegarty mengasumsikan bahwa H2 yang di produksi di dalam rumen (H2 recovery) 100% digunakan untuk memproduksi CH4 melalui reaksi kimia sebagai berikut: CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O. Estimasi berdasarkan produksi VFA akan menghasilkan estimasi pengukuran gas metana yang lebih tinggi dari hasil observasi karena asimilasi hidrogen selama sintesis polimerpolimer mikroba dan reaksi redoks lainnya
tidak diperhitungkan (Hegarty dan
Nolan, 2007). Nilai estimasi Moss lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai estimasi Hegarty namun lebih mendekati pengukuran CH4 observasi. Hal ini dikarenakan pada
persamaan
Moss,
H2 recovery
diasumsikan
sebesar
90%
dengan
mempertimbangkan adanya reaksi lain yang menggunakan H2 yang diproduksi di dalam rumen seperti penggunaan H2 pada pembentukan propionat dan butirat seperti yang terlihat pada reaksi berikut: CH3COCO2H + 4H → C2H5COOH+ H2O 2CH3COOH + 4H→ C3H7COOH + 2H2O serta reaksi-reaksi redoks lainnya (Hegarty dan Nolan, 2007). Nilai prediksi CH4 oleh model stoikiometri Hegarty dan Moss setelah penyesuaian (Gambar 2) jika dibandingkan
dengan pengukuran CH4 sebelum
penyesuaian (Gambar 1) lebih mendekati garis ideal, karena pada pengukuran CH4 setelah penyesuaian mempertimbangkan adanya H2 recovery. Garis ideal adalah garis dimana nilai dari CH4 melalui estimasi sama dengan CH4 melalui pengukuran (observasi). Sehingga dalam prediksi CH4, apabila garis persamaan mendekati garis ideal maka prediksi CH4 semakin akurat. Pengukuran H2 recovery pada pengukuran CH4 RUSITEC menggunakan persamaan 2Hu/2Hp x 100 (Demeyer, 1979). Hasil perhitungan diperoleh H2 recovery yang cukup beragam yaitu antara 30,38% - 42,64%. Hasil prediksi CH4 melalui stoikiometri VFA oleh Hegarty dan Moss mengalami prediksi yang berlebih dari pengukuran CH4 setelah penyesuaian. Namun demikian nilai CH4 setelah penyesuaian lebih mendekati hasil estimasi jika dibandingkan dengan CH4 sebelum penyesuaian.
24
Tabel 5. Komparasi Hasil Pengukuran Gas Metan No.
Sumber Tanin
CH4 Estimasi (mmol/l) Hegarty
Moss
H2 Recovery (%)
CH4 Sebelum Penyesuaian (mmol/l)
CH4 Setelah Penyesuaian (mmol/l)
1
Castanea sativa
36,66
32,25
37,56
10,94
29,13
2
Castanea sativa
36,32
31,93
37,58
10,66
28,36
3
Castanea sativa
33,80
29,87
36,53
9,49
25,98
4
Vigna unguiculata
-
-
-
6,43
-
5
Calliandra calothyrsus
-
-
-
2,77
-
6
Vigna unguiculata
18,09
15,20
42,64
6,12
14,35
7
Leucaena leucocephala
18,18
15,30
41,05
5,57
13,57
8
Flemingia microphylla
17,12
14,41
41,17
5,29
12,85
9
Calliandra var patulul
16,66
14,04
41,05
5,12
12,47
10
Brachiaria humidicola
16,54
14,29
30,38
2,33
7,67
11
Samanea saman
20,67
17,55
34,37
3,61
10,50
12
Acacia angustissima (1)
16,86
14,45
32,38
2,72
8,40
13
Acacia angustissima (2)
15,66
13,31
31,92
2,02
6,33
14
Sesbania sesban (3)
18,64
15,87
35,45
3,90
11,00
15
Sesbania sesban (4)
15,79
13,36
31,17
1,55
4,97
16
Cajanus cajan
22,59
19,16
33,69
3,66
10,87
17
C. cajan + S. sesban
17,97
15,15
32,77
2,29
6,99
18
Grassclover hay
34,58
30,12
33,17
6,21
18,72
19
Sainfoin (Onobrychis viciifolia)
31,36
27,13
34,86
6,18
17,73
20
CT (Tanin extract)
28,42
24,59
32,38
3,44
10,62
21
Brachiaria humidicola
22,64
19,63
31,24
3,76
12,04
22
C. argentea +C.calothyrsus (5)
27,57
23,88
35,27
6,67
18,91
23
C. argentea +C.calothyrsus (6)
27,70
23,97
36,26
7,25
19,99
24
C.calothyrsus (5)
27,30
23,76
30,85
4,69
15,20
25
C.calothyrsus (6)
27,28
23,67
33,50
5,81
17,34
Keterangan:
(1) Accession number: 15132 (2) Accession number: 459 (3) Accession number: 15019
(4) Accession number: 10865 (5) Kolumbia (6) Kenya
Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4, garis persamaan Moss lebih mendekati garis ideal daripada garis persamaan Hegarty. Hal ini menunjukkan bahwa model stoikiometri Moss lebih akurat dalam memprediksi emisi gas metana daripada model stoikiometri Hegarty. Nilai R2 dari model stoikiometri Hegarty dan Moss berturutturut pada pengukuran CH4 setelah penyesuaian (0,763 dan 0,766) lebih besar daripada pengukuran CH4 sebelum penyesuaian (0,632 dan 0,633).
25
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara CH4 Observasi Sebelum Penyesuaian dan CH4 Estimasi
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara CH4 Observasi Setelah Penyesuaian dan CH4 Estimasi
26
Gambar 5. Grafik Perbandingan Antara Rumus Estimasi dengan Multiple Regresi Berdasarkan hasil analisis multipel regresi diperoleh persamaan baru untuk prediksi emisi gas metana yaitu CH4 = 0,395C2 – 0,616C3 + 0,678C4 dengan (P<0,001) dan R2 = 0,976. Hasil persamaan multipel regresi jauh lebih akurat daripada kedua model persamaan stoikiometri. Hal itu terlihat pada (Gambar 5) garis persamaan multipel regresi lebih mendekati dengan garis ideal daripada kedua model stoikiometri. Hasil prediksi dengan multipel regresi lebih akurat daripada kedua model persamaan stoikiometri dengan R2 = 0,873. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alemu (2011) menyatakan bahwa ketepatan prediksi kemungkinan bisa tercapai apabila nilai (R2 = 0,700). Prediksi gas metana tidak bisa tepat sesuai dengan hasil observasi karena di dalam prediksi pasti ada bias atau eror yang dialami. Berdasarkan hasil perhitungan nilai MSPE (Tabel 6) dari model stoikiometri hegarty dan moss sebelum penyesuaian berturut-turut adalah 345,432 (RMSPE 18,59%) dan 236,818 (RMSPE 15,39%) sedangkan nilai MSPE dari model stoikiometri Hegarty dan Moss setelah penyesuaian berturut-turut adalah 90,886 (RMSPE 9,53%) dan 43,168 (RMSPE 6,57%). Hal ini menununjukkan bahwa kemungkinan bias yang terjadi dalam prediksi masing-masing stoikiometri setelah penyesuaian lebih kecil dari pada sebelum penyesuaian.
27
Tabel 6. Nilai MSPE dan RMSPE Sebelum Penyesuaian
No.
Sumber Tanin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Castanea sativa Castanea sativa Castanea sativa Vigna unguiculata Calliandra calothyrsus Vigna unguiculata Leucaena leucocephala Flemingia microphylla Calliandra var patulul Brachiaria humidicola Samanea saman Acacia angustissima (1) Acacia angustissima (2) Sesbania sesban (3) Sesbania sesban (4) Cajanus cajan C. cajan + S. sesban Grassclover hay Sainfoin (Onobrychis viciifolia) CT (Tanin extract) Brachiaria humidicola C. argentea + C.calothyrsus (5) C. argentea + C.calothyrsus (6) C.calothyrsus (5) C.calothyrsus (6)
18,17 18,10 16,62 3,30 3,78 3,33 3,18 5,72 7,77 5,50 5,10 5,74 5,58 9,61 6,62 22,87
26,46 26,34 23,64 5,73 6,36 5,60 5,33 8,08 11,65 8,00 7,44 8,69 8,11 14,33 9,83 32,18
11,50 12,84 10,43
17,55
MSPE (mmol/L) RMSPE (%)
20 21 22 23 24 25
Keterangan:
Moss
Hegarty MLR
Setelah Penyesuaian Moss Hegarty MLR
0,41 0,58 0,49 0,46 2,12 1,48 1,53 1,17 1,11 1,23 2,11 1,05 9,73
0,39 0,51 0,61 0,03 0,12 0,10 0,10 1,75 1,99 1,46 1,95 0,95 2,82 2,75 2,67 5,20
2,27 2,53 2,45 0,56 0,85 0,73 0,70 3,15 4,14 2,86 3,48 2,33 4,68 5,50 4,82 10,06
1,01 0,71 0,66 0,63 0,15 0,03 0,01 0,05 0,13 0,18 0,00 0,01 0,38
25,35
5,13
3,53
7,43
0,00
17,89 10,07
24,97 14,25
4,37 3,91
7,80 2,30
12,67 4,49
0,43 0,10
11,85
17,48
3,77
0,99
3,00
0,26
11,18
16,73
3,40
0,63
2,38
0,50
14,54 12,76
20,45 18,43
6,00 4,44
2,93 1,60
5,86 3,95
0,12 0,04
236,82 15,39
345,43 18,59
89,27 43,17 9,45 6,57
90,89 9,53
5,46 2,34
(1) Accession number: 15132 (2) Accession number: 459 (3) Accession number: 15019
0,06 0,00 0,00
(4) Accession number: 10865 (5) Kolombia (6) Kenya MLR (multipel regresi)
28
Nilai MSPE dari hasil persamaan MLR sebelum dan setelah penyesuaian adalah 89,27 mmol/l (RMSPE = 9,45%) dan 5,46 mmol/l (RMSPE = 2,34%) nilai tersebut jauh lebih rendah dari nilai MSPE dan RMSPE kedua model persamaan stoikiometri. Nilai RMSPE pada kedua model persamaan stoikiometri menunjukkan bahwa hasil prediksi oleh kedua persamaan cukup akurat namun tidak menunjukkan ketepatan, tinggi dan rendahnya produksi CH4 bisa dijelaskan secara cukup akurat oleh komposisi VFA, namun harus mempertimbangkan adanya H2 recovery. Nilai RMSPE pada persamaan MLR menunjukkan bahwa persamaan tersebut mamiliki tingkat kekakuratan dan ketepatan yang tinggi dalam memprediksikan emisi gas metana melalui komposisi VFA dengan tingkat eror sebesar 2,34%.
29
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produksi gas metana dapat diprediksi menggunakan model persamaan stoikiometri komposisi VFA. Prediksi emisi gas metana menggunakan model stoikiometri Moss et al. (2000) lebih akurat daripada model stoikiometri Hegarty dan Nolan (2007). Model persamaan multipel regresi (MLR) memiliki tingkat keakuratan dan ketepatan yang tinggi dalam memprediksi emisi gas metana. Tinggi dan rendahnya produksi gas metana bisa dijelaskan melalui komposisi VFA. Prediksi emisi
gas
metana
pada
sistem
RUSITEC
cukup
akurat,
namun
harus
mempertimbangkan H2 recovery. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang prediksi emisi gas metana pada ransum yang menagandung tanin dalam sistem in vivo menggunakan persamaan MLR untuk mengetahui tingkat ketepatan dan keakuratan persamaan MLR dalam memprediksikan emisi gas metana.
30
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirrobilalamin, Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat dan karuniaNya, karena Dialah yang memberikan kekuatan, kelancaran pikiran dalam menyusun skripsi ini. Salawat serta salam teruntuk Rasullullah Muhammad SAW, kelurga serta sahabatnya hingga umatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt. M.Sc dan Ir. Sudarsono Jayadi M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, dan saran selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah, M.Si selaku penguji seminar, Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si dan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr selaku penguji sidang serta Iwan Prihantoro, S.Pt. M.Si selaku panitia sidang atas kritik dan saran yang menjadikan skripsi ini lebih baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada ibunda Umayah dan ayahanda Hartono Basoeki serta adik Muhammad Syarif Agam dan Alfitri Amelia Sahara atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. Terima kasih kepada (Ahsanu Mudrik, Aksan, Yansyah, Herry dan Hans) sahabat-sahabat yang membantu penulis dalam proses pendewasaan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Keluarga8 (Apdila Safitri, Dea Justia Nurjannah, Ide Risentito Puspitaning, Liza Despiani, Mutisari, Ponam Lesianti Wahyuni, dan Pratita Kusuma Wati) yang selalu memberi dukungan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat GENETIC 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah menjadi bagian dari perjalanan penulis dengan
memberikan
dukungan
dan
pengalaman
yang
berharga
sampai
terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat dan dipergunakan untuk kebaikan terutama dibidang peternakan.
Bogor, Juli 2012 Penulis
31
DAFTAR PUSTAKA Alemu, W. A., J. Dijkstra, A. Bannink, J. France, & E. Kebreab. 2011. Rumen stoichiometric models and their contribution and challenges in predicting enteric methane production. J. Anim. Feed. Sci. 166-167: 761-778. Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Beauchemin, K. A., M. Kreuzer, F. O’Mara, & T. A. McAllister. 2008. Nutritional management for enteric methane abatement: a review. Aust. J. Exp. Agric. 48: 21–27. Bekele, A. Z., C. Clement, M. Kreuzer, & C. R. Soliva. 2009. Efficiency of Sesbania sesban and Acacia angustissima in limiting methanogenesis and increasing ruminally available nitrogen in a tropical grass based diet depends on accession. J. Anim. Prod. Sci. 49: 145–153. Boadi, D., C. Benchaar, J. Chiquette, & D. Masse. 2004. Mitigation strategies to reduce enteric methane emissions from dairy cows: Update review. Can. J. Anim. Sci. 830: 319-335. Breas, O., C. Guillou, F. Reniero, & E. Wada. 2001. The global methane cycle: isotopes and mixing ratios, sources and sinks. Isot Environ Health Stud 37(4):257–379. Czerkawski, J. W. & G. Breckenridge. 1977. Design and development of a long-term rumen simulation technique (Rusitec). Br. J. Nutr. 38: 371– 384. Demeyer, D. & C. Van Nevel. 1979. Protein fermentation and growth by rumen microbes. Ann. Rech. Vet. 10 (2/3): 277-279. Farida, W. R., Praptiwi, & Gono Semiadi. 2000. Tanin dan pengaruhnya pada ternak. J. Pet. Ling. Vol.06 No.3: 66-71 Goel, G. A., K. Puniya, C. N. Aguilar, & K. Singh. 2005. Interaction of gut microflora with tannins in feeds. Naturwissenschaften 92: 497–503. Hegarty, R. S. & J. V. Nolan. 2007. Estimation of Ruminal Methane Production from Measurement of Volatile Fatty Acid Production. In. H. P. S. Makkar and P. E. Vercoe (eds), Measuring Methane Production from Ruminants, p. 69-92, University of New Englang Publishing Unit, Armidale NSW Australia. Hess, H. D., T. T. Tiemann, F. Noto, S. Franzel, C. E. Lascano, & M. Kreuzer. 2006. The effects of cultivation siteon forage quality of Calliandra calothyrsus var. Patulul. J. Agro. Syst. 68: 209–220.
32
Hess, H. D., M. L. Mera, T. T. Tiemann, C. E. Lascano, & M. Kreuzer. 2008. In vitro assessment of the suitability of replacing the low tannin legume Vigna unguiculata with the tanniniferous legumes Leucaena leucocephala or Calliandra calothyrsus in a tropical grass diet J. Anim. Feed. Sci. 147: 105– 115. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007. Climate Change: Synthesis Report; Summary for Policymakers. Available: http://www.ipcc.ch/pdf/assessment-report/ar4/syr/ar4_syr_spm.pdf. [10 Maret 2012] Janzen, H. H., R. L. Desjardins, J. M. R. Asselin, & B. Grace. 1999. The Health of Our Air: Towards Sustainable Agriculture in Canada. Research Branch, Agriculture and Agri-Food Canada, Ottawa, Ontario. Publication No. 1981/E. Jayanegara, A., F. Leiber, & M. Kreuzer. 2011. Meta-analysis of the relationship between dietary tannin level and methane formation in ruminants from in vivo and in vitro experiments. J. Anim. Phys. Anim. Nutr : 1439-0396. Khiaosa-ard, R.., S. F. Bryner, M. R. L. Scheeder, H. R. Wettstein, F. Leiber, M. Kreuzer, & C. R. Soliva. 2009. Evidence for the inhibition of the terminal step of ruminal a-linolenic acid biohydrogenation by condensed tannins. J. Dairy. Sci. 92: 177–188. Lassey, K. R. 2007. Livestock methane emission: from the individual grazing animal through national inventories to the global methane cycle. J. Exp. Agric. 142:120–132. Makkar, H. P. S., G. Francis, & K. Becker. 2007. Bioactivity of phytochemicals in some lesser-known plants and their effects and potential applications in livestock and aquaculture production systems. J. Anim. Sci. 480b:1371-1391. McDonald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Scientific and Tech John Willey and Sons. Inc, New York. McSweeney, C. S., B. Palmer, D. M. McNeill, & D. O. Kause. 2001. Microbial interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. J. Anim. Feed. Sci. Tech. 91: 83-93. Min. B. R., T.N. Barry, G. T. Attwood, & W. C. McNabb. 2003. The effect of condensed tannins on the nutrition and health of ruminants fed fresh temperate forages: a review. J. Anim. Feed. Sci. Tech. 106: 3-19. Monteny, G. J., A. Bannink, & D. Chadwick. 2006. Greenhouse gas abatement strategies for animal husbandry. J. Agric. Eco. Environ. 112: 163-170. Moss, A. R.., J. P. Jouany, & J. Newbold. 2000. Methane production by ruminants: its contribution to global warming. Ann. Zootech. 49: 231-253.
33
Mueller-Harvey, I. 2006. Unravelling the conundrum of tannins in animal nutrition and health. J. Sci. Food. Agric. 86: 2010–2037. Murray, R. M., A. M. Bryant, & R. A. Leng. 1976. Rates of production of methane in the rumen and large intestines of sheep. J. Nutr. 36: 1–14. Patra, A. K & J. Saxena. 2010. Review A new perspective on the use of plant secondary metabolites to inhibit methanogenesis in the rumen. J. Phytochem. 71 : 1198–1222. Patra, A. K. 2010. Effects of supplementing low-quality roughages with tree foliages on digestibility, nitrogen utilization and rumen characteristics in sheep: a metaanalysis. J. Anim. Physio. Nut. 94: 338–353. Philipson dalam Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Reed, J. D. 1995. Nutritional toxicology of tannins and related polyphenols in forage legumes. J. Anim. Sci. 73: 1516–1528. Rotz, C. A., F. Montes, & D. S. Chianese. 2010. The carbon footprint of dairy production systems through partial life cycle assessment. J. Dairy. Sci 93(3):1266–1282 Sejian, Veerasamy., Rattan Lal., Jeffrey Lakritz, & Thaddeus Ezeji. 2011. Measurement and prediction of enteric methane emission. Int. J. Biomet. 55:1– 16. Smith, Alexander H., E. Zoetendal, & R. I. Mackie. 2005. Bacteria mechanisms to overcome inhibitory effects of dietary tannins. J. Microb. Eco. 50: 197-205. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sliwinski, B. J., C. R. Soliva, A. Machmu ller, & M. Kreuzer 2002. Efficacy of plant extracts rich in secondary constituents to modify rumen fermentation. J. Anim. Feed. Sci.Tech. 101: 101–114. Tiemann, T. T., C. E. Lascano, M. Kreuzer, & H. D. Hess. 2008. The ruminal degradability of fibre explains part of the low nutritional value and reduced methanogenesis in highly tanniniferous tropical legumes. J. Sci. Food. Agric. 88: 1794–1803
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi
35
R
R2
R2 Penyesuaian
Standar Error Prediksi
Signifikansi (Sig.)
0,989
0,976
0,973
2,546
0,000
Lampiran 2. Hasil ANOVA Jumlah Kuadrat
df
Mean Square
F
Signifikansi (Sig)
Regresi
5351,375
3
1783,792
275,223
0,000
Sisa
129,625
20
6,481
Total
5481,000
23
Model 1
Lampiran 3. Hasil Koefisien Standar Koefisien standar Model
Signifikansi (Sig) Beta
Standar Eror
C2
0,395
0,084
0,000
C3
-0,616
0,204
0,007
C4
0,678
0,144
0,000
36