EMISI GAS METANA DARI DAM DAN BENDUNGAN (Tontowi)
PENDAHULUAN Salah satu masalah lingkungan yang pada saat ini banyak menarik perhatian baik nasional maupun internasional adalah masalah pemanasan global. Pemanasan global dilaporkan telah menimbulkan dampak-dampak yang kurang baik seperti: terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, serta kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara-negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar (1.). Pemanasan global disebabkan oleh bertambahnya gas-gas rumah kaca di atmosfir. Salah satu jenis dari gas rumah kaca tersebut adalah gas metana. Dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO2), gas metana dapat menimbulkan pemanasan global yang lebih lebih besar. Selain menimbulkan efek pemanasan yang lebih besar, gas metana juga tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan sehingga lebih setabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat terserap tanaman melalui proses fotosintesa. Gas metana yang merupakan salah satu dari gas-gas rumah kaca yang cukup potensial dapat berasal dari sumber alamiah dan sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.-EPA), sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah (2).. Namun para ahli yang lain memperkirakan bahwa bendungan-bendungan besar, terutama yang berada di daerah tropis juga dianggap sebagai sumber utama gas metana. Diperkirakan bendungan-bendungan di seluruh dunia dapat menghasilkan emisi gas metana sebesar 104 Tg atau 104 juta ton per tahun (3) .. Pendapat yang terakhir ini masih menimbulkan berbedaan dan kontroversi. Hal tersebut disebabkan karena perkiraan-perkiraan di atas masih berdasarkan banyak asumsi yang belum tentu benar. Selain itu pengukuran terhadap emisi gas metana yang ditimbulkan oleh bendungan belum banyak dilakukan, termasuk di Indonesia. Kebanyakan pengukuran hanya dilakukan di beberapa negara tertentu saja antara lain Kanada, Brasil dan Guyana Perancis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa pembangkit listrik tenaga air pada dam dan bendungan yang selama ini dianggap ramah lingkungan perlu dipertanyakan karena dam dan bendungan merupakan sumber gas metana yang potensial dan dapat menimbulkan pemanasan global (4) . Namun, Rosa,L.P dari The Federal University of Rio de Janeiro menyatakan bahwa anggapan pembangkit tenaga listrik tenaga air dari bendungan dan waduk menimbulkan gas metana yang besar dan berpotensi menimbulkan pemanasan global merupakan suatu kesalahan (4).. Terdapatnya anggapan (yang masih diperdebatkan) bahwa bendungan merupakan sumber gas metana yang potensial serta menyebabkan terjadinya pemanasan global telah mendorong The International Panel on Climate Change (IPCC) diminta untuk melakukan penelitian emisi gas rumah kaca di berbagai negara (5) . Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai banyak bendungan sudah seharusnya melakukan pemantauan emisi gas metana yang ditimbulkan oleh bendungan-bendungan tersebut sehingga dapat memberikan sumbangan input dan data untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. GAS METANA DAN EFEK RUMAH KACA Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH4. Gas ini pertama sekali ditemukan oleh Alessandro Volta sekitar tahun 1776-1778 yang melakukan penelitian di danau Manggiore dan mengamati adanya gelembung-gelembung gas dan ternyata gas tersebut dapat terbakar. Kadar gas metana di atmosfir telah mengalami kenaikan yang cukup besar sejak sebelum era industrialisasi. Pada sekitar tahun 1750 kadar metana di atmosfir masih sekitar 700 parts per billion (ppb) dan pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 1800 parts per billion (ppb). Selain tidak berwarna dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metana antara lain dapat terbakar pada kadar antara 5-15% , mempunyai titik didih −161°C dan mempunyai kelarutan dalam air sekitar 35 mg/L pada tekanan 1 atmosfir. Gas metana termasuk salah satu jenis gas rumah kaca yang cukup potensial. Dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya misalnya gas karbon dioksida (CO2), gas metana dapat menimbulkan efek pemanasan global 72 kali dalam periode 20 tahun atau 25 kali dalam periode 100 tahun (6) . Gas metana digolongkan sebagai gas rumah kaca karena gas ini dapat menyebabkan kenaikan temperatur pada atmosfir bumi. Mengapa disebut gas rumah kaca? Hal ini disebabkan karena dengan adanya gas ini di udara akan memberi efek kenaikan temperatur, mirip seperti efek dalam rumah kaca. Pada rumah kaca, atap atau dinding
1
kaca dari rumah kaca tersebut dapat dilewati radiasi matahari gelombang panjang. Selanjutnya radiasi tersebut masuk ke dalam rumah kaca. Oleh permukaan tanah radiasi gelombang panjang dari sinar matahari tersebut dipantulkan kembali dalam bentuk sinar gelombang pendek atau sinar infra merah yang panas. Sinar gelombang pendek ini tidak dapat menembus atap atau dinding kaca sehingga menaikkan temperatur di dalam ruangan rumah kaca tersebut. Demikian halnya yang terjadi di atmosfir bumi, radiasi gelombang panjang yang dapat melewati atmosfir bumi dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dalam bentuk sinar infra merah. Pada kondisi normal sinar infra merah yang dapat menyebabkan panas ini sebagian besar akan kembali ke luar angkasa. Namun, terdapatnya gas seperti karbon dioksida, metana dan sebagainya dalam atmosfir yang dapat menyerap sinar panas pantulan dari bumi tersebut telah menaikkan temperatur udara di atmosfir. Gas yang bersifat dapat menyerap sinar panas serta dapat meningkatkan temperatur udara disebut sebagai gas rumah kaca. SUMBER GAS METANA Sumber gas metana pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu sumber alamiah dan sumber akibat kegiatan manusia. Sumber Alamiah Jumlah emisi gas metana ke atmosfir yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton per tahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya. Sumber-sumber lainnya adalah emisi geologis (geological emissions) yang diperkirakan sebanyak 4264 juta ton/tahun, emisi dari danau-danau sekitar 30 juta ton per tahun dan emisi dari tumbuh-tumbuhan sebanyak 20-60 juta ton pertahunnya (7) . Emisi dari lahan basah Lahan basah merupakan ekosistem yang jenuh dengan air, dimana air ini memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah, spesies tanaman dan hewan yang ada. Luas lahan basah meliputi sekitar 5 persen dari seluruh permukaan bumi, terdiri dari daerah-daerah yang drainasenya tidak baik dan daerah tropis yang banyak curah hujannya. Pada lahan basah bahan-bahan organik dapat membusuk dan terdekomposisi dengan bantuan mikroorganisme methanogens dalam kondisi lembab dan kekurangan oksigen menghasilkan gas metana. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat dalam laporannya tahun 1993 memperkirakan total emisi gas metana dari lahan basah mencapai 109 juta ton per tahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang 66 juta ton per tahunnya. Angka ini diperoleh dari extrapolasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di daerah-daerah tertentu. Perkiraan ini mungkin tidak terlalu tepat sebab besarya emisi gas sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tempat dan waktu. Dalam laporan terbarunya tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi gas metana yang berasal dari lahan basah ini mencapai 170.3 juta ton pertahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang sekitar 81 – 206 juta ton pertahun dengan rata-rata sekitar 128 juta ton per tahunnya. Berdasarkan laporan-laporan tersebut terlihat bahwa jumlah emisi gas metana dari lahan basah di daerah tropis tetap merupakan penyumbang emisi gas metana paling besar dan telah mengalami peningkatan dibandingkan emisinya di tahun 1993 (7) . Emisi geologis Gas metana dapat keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Emisi gas metana dari permukaan bumi kadang-kadang keluar melalui “macroseepage” dimana gas keluar dalam jumlah yang relatif besar di suatu lokasi. Gas metana dapat juga keluar dari perut bumi melalui gunung-gunung berapi yang masih aktif atau di daerah geothermal. Lokasi keluarnya gas metana dari perut bumi ini dapat terjadi di daratan atau di laut di bawah permukaan air. Jumlah emisi yang keluar dari permukaan bumi ini sangat sulit diperkirakan. Namun laporan terakhir Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi dari permukaan bumi ini antara 42 sampai 64 juta ton pertahunnya (7) . Emisi dari danau Danau merupakan suatu badan air yang terbentuk secara alamiah. Dalam pembahasan tentang sumber gas rumah kaca, bendungan tidak dimasukkan dalam kelompok danau. Sumber gas rumah kaca yang berasal dari bendungan digolongkan pada sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic).
2
Danau alamiah memproduksi dan memberi kontribusi tehadap kadar metana di atmosfir. Gas metana pada danau terbentuk di dasar danau akibat aktifitas mikroorganisme methanogens pada kondisi anarobik (kekurangan oksigen). Pembentukan gas metana di dasar danau dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cuaca, ukuran dan kedalaman danau. Selain itu dipengaruhi juga oleh produktivitas tanaman dan hewan mikroskopis maupun makroskopis yang menjadi bahan organik bila mati atau tenggelam dan akan menjadi bahan gas metana. Emisi gas metana dari dasar danau ke atmosfir diperkirakan sebanyak 30 juta ton pertahunnya, dapat terjadi melalui gelembung, difusi dan juga melalui tanaman serta arus balik. Emisi melalui gelembung-gelembung merupakan yang paling dominan, yang diperkirakan mencapai 90 persen (7) . Emisi dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan sudah lama diketahui dapat berfungsi sebagai media transportasi gas metana dari tanah atau sedimen dasar ke atmosfir. Penelitian terbaru ternyata menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu sendiri juga dapat menghasilkan gas metana. Pada tahun 2006 dilaporkan bahwa tumbuh-tumbuhan mengeluarkan gas metana melalui proses yang masih belum jelas pada kondisi kekurangan oksigen. Perkiraan besarnya emisi gas metana dari tumbuh-tumbuhan berkisar antara 20 sampai 60 juta ton per tahunnya. Namun peneliti lain memperkirakan metana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini mencapai sepertiga dari seluruh gas metana yang dihasilkan secara alamiah. Jika pendapat yang terakhir ini benar, maka perkiraan jumlah emisi gas methane yang berasal dari wetland saat ini dianggap terlalu besar (8) . Sumber Akibat Kegiatan Manusia Sumber gas metana yang berasal dari kegiatan manusia diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan yang berasal dari alamiah. Jumlah emisi gas methane yang berasal dari kegiatan manusia ini diperkirakan sudah mencapai 320 juta ton per tahunnya, dibandingkan dengan 208 juta ton pertahunnya dari sumber alamiah. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.-EPA) dalam “Inventory of U.S. Greenhouse Gas Emissions and Sinks (2008)”, sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, kegiatan peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah (2) . Sumber dari penambangan dan pemakaian bahan bakar Gas metana selalu dijumpai pada lokasi-lokasi penambangan bahan bakar fosil. Gas metana ini akan keluar apabila bahan bakar fosil, baik batubara, minyak ataupun berupa gas ditambang dari perut bumi. Selain pada saat proses penambangan, gas metana juga teremisi ke atmosfir pada saat pemrosesan, transportasi, dan pemakaian bahan bakar fosil. Sumber dari usaha peternakan. Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga (10) . Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya dengan manajemen yang baik emisi gas metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sumber dari tempat pembuangan sampah. Tempat pembuangan sampah merupakan tempat dimana terdapat bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup besar. Karena sampah yang dibuang ke lokasi pembuangan tersebut terus menumpuk maka terjadilah tumpukan sampah yang makin lama makin tinggi. Tumpukan sampah yang mengandung bahan organik di lapisan bawah akhirnya mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) dan terjadilah proses dekomposisi yang menghasilkan gas metana. Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahunnya. Kebanyakan gas metana dari sumber ini berasal dari negara-negara berkembang yang kadar pembuangan sampahnya cenderung besar (9) .
3
SUMBER GAS METANA DARI DAM DAN BENDUNGAN Dam dan bendungan merupakan tampungan air yang sangat besar yang dibangun untuk berbagai tujuan, misalnya mengurangi banjir, suplay air irigasi, sarana rekreasi dan juga pembangkit tenaga listrik. Pembangkit tenaga listrik yang digerakkan oleh tenaga air dari bendungan selama ini dianggap sebagai sumber energi hijau karena tidak menimbulkan masalah terhadap lingkungan. Namun anggapan tersebut pada saat terakhir ini mulai dipertanyakan karena bendungan ternyata merupakan sumber gas metana yang potensial dan berkontribusi terhadap pemanasan global. Anggapan bahwa waduk merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan merupakan penyebab pemanasan global yang potensial memang masih bersifat kontroversial dan menimbulkan perdebatan (4,11) . Sebagian peneliti menyatakan bahwa bendungan merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan berpotensi menimbulkan pemanasan global sehingga sebutan bahwa pembangkit tenaga listrik tenaga air pada bendungan yang selama ini dikenal sebagai sumber energi hijau perlu dipertanyakan (5,11) . Namun sebagian peneliti lainnya kurang setuju dengan pendapat tersebut dan menganggap pertanyaan tersebut suatu kesalahan dan hanya berdasarkan asumsiasumsi yang belum tentu benar (4) . Dalam penggolongannya, sumber gas metana dari waduk termasuk sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic). Menurut World Commission on Dams, air bendungan yang menggenangi kawasan lahan yang cukup luas, termasuk hutan, sawah dan ladang mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik yang terendam di dasar bendungan ini akan menjadi lapuk dan terdekomposisi menghasilkan gas metana. Diperkirakan emisi gas metana dari waduk-waduk di dunia ini dapat mencapai 120 juta ton per tahunnya (5) . Waduk-waduk di India diperkirakan menghasilkan seperlima dari total emisi gas metana di negeri tersebut. Gas-gas metana tersebut diperkirakan mencapai 33,5 juta ton pertahunnya, yang terdiri dari 1,1 juta ton berasal dari emisi di permukaan waduk, 13,2 juta ton dari spillway dan 19,2 juta ton berasal dari emisi pada turbin pembangkit tenaga listriknya. Perkiraan-perkiraan ini masih menimbulkan kontroversi karena perhitungan-perhitungan tersebut masih banyak menggunakan asumsi-asumsi yang belum tentu kebenarannya (5) . Untuk memperoleh data yang akurat seberapa besar emisi gas metana dari bendungan, terutama yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik maka pengukuran gas metana yang disebabkan adanya dam atau bendungan perlu dilakukan. PENGUKURAN EMISI GAS METANA DARI DAM DAN BENDUNGAN Tujuan dari pengukuran ini adalah menentukan banyaknya gas metana yang dihasilkan dan teremisi ke atmosfir sehingga berpotensi menimbulkan pamanasan global. Pengukuran emisi gas metana dari bendungan pada saat ini memang masih belum banyak dilakukan, termasuk di Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan terbatas di negaranegara tertentu saja misalnya Kanada, Brasil, Guyana Perancis. Untuk melakukan penelitian ini perlu dipertimbangkan beberapa hal misalnya: dimana lokasi pengukurannya dan peralatannyanya. Lokasi pengukuran Pembentukan gas metana pada bendungan terjadi di dasar bendungan akibat dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme dalam suasana tanpa oksigen (anaerob). Gas yang terbentuk ini akan larut di dalam air. Oleh karena besarnya kelarutan gas dalam air dipengaruhi oleh tekanan maka air di bagian dasar yang tekanannya lebih besar dan dekat dengan “tempat produksi” gas metana akan mempunyai kadar lebih besar dibandingkan air di bagian permukaan. Air yang menggerakkan turbin biasanya merupakan air yang berada dibagian dasar sehingga mengandung kadar metana yang paling besar. Dalam turbin, air yang mengandung gas metana dan bertekanan ini teraduk-aduk dan melepaskan tekanannya sehingga gas metana yang ada dalam air teremisi ke udara bebas di sekitar turbin tersebut. Dengan demikian maka lokasi di sekitar turbin merupakan lokasi dimana terjadi emisi gas metana yang paling besar. Lokasi lain yang juga perlu diukur emisinya adalah outlet air dari waduk dan dipermukaan waduk. Data penelitian di India memperkirakan bahwa emisi gas metana dari waduk-waduk di negara tersebut mencapai 33,3 juta ton per tahunnya, terdiri dari 1,1 juta ton dari permukaan waduk, 13,2 ton dari spillways dan 19,2 ton dari turbin. (5) .
4
Peralatan Kadar gas metana dapat diukur menggunakan alat Gas Chromotografi dengan detektor jenis Flame Ionization Detector (FID). Alat ini mengukur kadar gas metana dari contoh air atau gas. Untuk pemeriksaan contoh air, sebelum diperiksa contoh air dimasukkan ke botol yang mengandung gas helium pada “headspace”nya (ruang diatas airnya). Air diaduk-aduk sehingga gas metana dalam air keluar ke “headspace” dalam gelas botol sampai terjadi keseimbangan. Contoh gas pada “headspace” kemudian diambil dengan suntikan dan diperiksa dengan alat Gas Chromotografi dengan detektor FID (12) . Kadar gas metana dapat juga diukur dengan alat MicroFID dari Photovac. Inc. Alat ini merupakan alat portable yang dapat dibawa ke lapangan. Prinsip alat ini sama dengan alat GC dengan detektor jenis FID. Keuntungan alat ini adalah dapat dibawa ke lapangan sehingga kemungkinan kesalahan yang disebabkan perlakuan contoh dapat diminimalkan (14) . Pengukuran emisi gas metana di suatu lokasi dapat digunakan sungkup atau “chamber” guna menangkap emisi gas metana dalam waktu tertentu. Selanjutnya pengukuran gas yang ada dalam sungkup atau chamber dilakukan dengan alat Gas Chromotografi dengan detektor FID.(13) . Untuk mengukur emisi gas metana dapat juga digunakan alat Portable Soil Fluxmeter dari West System (14) . Alat ini dapat mengukur langsung besarnya emisi gas metana di suatu lokasi. Prinsip alat ini adalah kombinasi metode sungkup (chamber) dan pengukuran menggunakan metode penyerapan sinar infrared. Keuntungan alat ini adalah dapat dibawa ke lapangan sehingga kemungkinan kesalahan yang disebabkan perlakuan contoh dapat diminimalkan. Selain itu alat ini dilengkapi dengan piranti lunak yang canggih untuk menghitung besarnya emisi gas di suatu lokasi (14) .
DAFTAR PUSTAKA 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca 2. http://www.whatsyourimpact.eu.org/methane-sources.php. 3. Lima. I.B. T. , Fernando M. Ramos, Luis A. W. Bambace and Reinaldo R. Rosa(2008), Methane Emissions from Large Dams as Renewable Energy Resources: A Developing Nation Perspective , Mitigation and adaptation strategies for global change Journal, Vo.13 No.2. 4. http://www.medindia.net/news/Capture-and-Burn-Methane-in-Dams-a-New-Proposition-to-Counter-GlobalWarming-27452-2.htm. 5. http://www.internationalrivers.org/files/India_Dams_Methane_Emissions_PR180507.pdf 6. http://en.wikipedia.org/wiki/Methane 7. US- EPA, (2010), Methane and Nitrous Oxide Emissions From Natural Sources, United States Environmental Protection Agency, Office of Atmospheric Programs (6207J), 1200 Pennsylvania Ave., NW, Washington, DC 20460 8. Keppler F.et al (2006), Methane emissions from terrestrial plants under aerobic conditions. Nature 439, 187-191 9. http://www.methanelandfill.htm. GHG outline, Methane, sources, sinks, science. 10. http://EPA-Ruminant.Livestock.Home.htm 11. Dr.Philip M. Fearnside (2007), Why Hydropower is Not Clean Energy. http://scitizen.com/future-energies/why-hydropower-is-not-clean-energy_a-14-298.html 12. Kampbell,D.H. and S.A.Vandegrif, (1998), Analysis of Dissolved Methane, Ethane and Ethylene in Groundwater by a Standard Gas Chromatographic Technique, Journal of Chromtographic Science, Vol.36. May 1998. 13. Ariani,M.,P.Setyanto dan T.Sopiawati, (2008), Identifikasi emisi metana (CH4) pada sistem integrasi tanaman-ternak (SITT), Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Balibang Pertanian, Departemen Pertanian 14. Photovac, Inc . MicroFID Brochure. www. Photovac.com
5