PRAKARSA COMPENDIUM JEJAK KARYA Capaian, Dampak, dan Pembelajaran dalam Memperkuat Pembangunan Infrastruktur Indonesia Juli 2008 – Juni 2017
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
INDONESIA INFRASTRUCTURE INITIATIVE
PRAKARSA COMPENDIUM JEJAK KARYA
Capaian, Dampak, dan Pembelajaran dalam Memperkuat Pembangunan Infrastruktur Indonesia Juli 2008 – Juni 2017
1
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Daftar Isi Sambutan – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) |i Sambutan – Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) |iii Kata Pengantar |iv Indonesia Infrastructure Initiative (IndII): Selintas Pandang |1 Infografis: Meningkatkan Konektivitas Transportasi Indonesia Infografis: Dukungan terhadap Akses Universal untuk Air Minum dan Sanitasi |5 Kegiatan Infrastruktur: Isu, Capaian, dan Pembelajaran |13 Membangun Standar dan Kebijakan Infrastruktur Daerah: Memperkuat Peran Pemerintah Daerah I Joel Friedman |14 Membangun Kota Yang Berfungsi Bagi Semua Orang – Menangani Kebutuhan dan Tantangan Infrastruktur Transportasi Publik I Maria Renny dan John Lee |21 Jaringan Jalan Daerah: Penerapan Insentif Untuk Peningkatan Layanan I John Lee |32 Mendefinisi Ulang Prioritas Jalan Nasional Indonesia I John Lee |38 Mengembangkan Kapasitas Riset Indonesia Melalui Kolaborasi Internasional – Australia Indonesia Infrastructure Research Awards (AIIRA) I Geoff Lacey |46 Keterlibatan Berbagai Pemangku Kepentingan dan Tata Kelola dalam Sektor Air Minum: Pelajaran dari Berbagai Inisiatif Penting I Jim Coucouvinis |58 Pengelolaan Air Limbah: Menciptakan Sanitasi Yang Lebih Baik Melalui Investasi Pemerintah Daerah I Andrew McLernon |68 Peningkatan Pengelolaan Yang Terukur Melalui Perencanaan Bisnis Untuk Pinjaman Bank: Program 20 PDAM I James L. Woodcock |75 Kisah Inspiratif: Infrastruktur, Kehidupan dan Masa Depan Kami |81 Segenap Kemampuan Saya - Perjalanan Advokasi Seorang Perempuan Untuk Transportasi Jakarta Yang Lebih Baik I Mira Renata |82 Bukan Lagi Formalitas - Membawa Manual Gender ke Masyarakat dan Dangdut I Mira Renata |85 Mobilitas Perkotaan – Melihat dari Sisi yang Berbeda I Mira Renata |87 Kuda Penggerak Langkah Profesional I Mira Renata |90 Mengalirkan Air: Membangun Kemitraan Pemerintah dan Swasta Pertama di Bidang Air Minum – Proyek Umbulan I Mira Renata |95 Mengenai Jalan – Membangun Kepedulian Semua Orang I Mira Renata |104 Air Minum dan Sanitasi – Meningkatkan Aksesibilitas untuk Kota yang Lebih Sehat I Eleonora Bergita |119 Berjuang untuk Menjadi yang Terbaik dalam Sektor Air Minum Perdesaan Jawa Timur I Eleonora Bergita dan Tim Ravis |123 Aspek Lintas Sektor Dalam Kegiatan Infrastruktur |127 Infografis: Mengintegrasikan Gender dalam Kegiatan IndII |128 Menjawab Kesetaraan Gender dan Aksesibilitas dalam Kegiatan Pembangunan Infrastruktur I Arya Geike |133 Komunikasi dan Diplomasi Publik dalam Program Infrastruktur I Carol Walker |141 Terima Kasih |149 2
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Sambutan Ir. Wismana Adi Suryabrata, MIA Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Membangun infrastruktur adalah membangun masa depan bangsa. Visi dan misi Presiden Republik Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 telah mengamanatkan pembangunan infrastruktur sebagai pilar utama untuk mencapai target pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang merata memerlukan perencanaan yang tepat dan komprehensif. Dalam rangka mencapai target tersebut, Pemerintah Indonesia telah membuat kerangka arah kebijakan pengembangan infrastruktur beriorientasi dampak dengan konsep “Money Follows Program” yang berfokus pada tiga isu strategis: (i) dukungan infrastruktur pelayanan dasar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat; (ii) penyediaan konektivitas dalam mendukung sektor unggulan untuk mendorong perekonomian nasional; (iii) pengembangan infrastruktur perkotaan untuk penguatan mobilitas dan aktivitas perkotaan. Strategi pendanaan yang lebih terpadu dan menyeluruh juga merupakan prioritas Pemerintah yang secara aktif terus didorong. Proyek infrastruktur dasar yang berorientasi sosial akan difokuskan pada pendanaan publik demi mencapai percepatan kesetaraan kualitas kehidupan. Di sisi lain, paradigma pendanaan infrastruktur telah bergeser dengan didorongnya peluang pendanaan swasta dan skema kerjasama antar pemerintah dan swasta (KPS) pada proyek-proyek infrastruktur komersial. Dorongan ini juga telah didukung oleh pengembangan pendanaan alternatif non-anggaran pemerintah (PINA), dengan dana jangka panjang yang telah terbukti pada proyek infrastruktur strategis.
Secara spesifik, peran kemitraan baik dalam aspek perencanaan dan penganggaran telah menjadi aspek penting dalam mendukung hal-hal tersebut. Pemerintah Australia dan Indonesia melalui program Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) sejak 2008 hingga awal 2017, telah bersinergi dalam kemitraan yang produktif dan dinamis. Kontribusi ini telah terbukti menjadi katalis dalam pembangunan infrastruktur di sejumlah sektor seperti transportasi dan sumber daya air. Bentuk kemitraan yang terjalin bersifat penguatan dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia dan Australia mempertimbangkan berbagai komponen penting dalam melakukan perencanaan dan pembangunan infrastruktur seperti strategi pembiayaan, manajemen aset, pemerataan pembangunan, dan investasi swasta. Kerjasama yang menyeluruh ini telah membuahkan berbagai capaian. Program Hibah Air Minum sejak Tahun 2008, sejumlah 400.000 keluarga dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) telah memperoleh akses air minum yang layak dengan adanya sambungan pipa air minum. Program Hibah Sanitasi telah berhasil menyambung pipa air limbah untuk 9.000 keluarga (MBR) di lingkungan kota yang telah memiliki sistem pengelolaan air limbah. Bagi kota-kota yang belum memiliki sistem tersebut, Hibah Infrastruktur Australia Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) membangun fasilitas pengelolaan limbah komunal yang telah berhasil menjangkau 46.000 keluarga. Pemberdayaan berkelanjutan yang diterapkan dalam berbagai program IndII telah meningkatkan peran serta lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan anggota masyarakat. Mekanisme Hibah Air Minum hingga 2015 telah
i
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
melibatkan 156 pemerintah daerah (Pemda) yang sangat berperan aktif. Atas capaian tersebut, pendekatan Hibah Air Minum yang berbasis hasil terbukti mendorong kemandirian Pemda telah diadopsi oleh Pemerintah Indonesia sebagai acuan dalam program lain berskala nasional. Di sektor jalan, Bappenas tengah mempertimbangkan untuk memulai program hibah bersyarat secara nasional pada 2018 untuk infrastruktur jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan prinsip yang telah berhasil dijalankan pada proyek percontohan Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Provinsi (PRIM, Provincial Road Improvement and Maintenance) di Lombok, NTB. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan tak cukup lewat pembangunan fisik infrastruktur. Hal yang lebih penting adalah bagaimana menjamin agar perawatan dan peningkatan jaringan jalan lintas daerah, sistem perpipaan limbah dan air minum, serta peningkatan peran profesional lembaga-lembaga di daerah dapat berlangsung secara rutin, mandiri, dan berkelanjutan. Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, seperti akses terhadap air minum dan sanitasi dengan target 100 persen pada 2019, merupakan tanggung jawab bersama. Penguatan
ii
kapasitas untuk 20 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam rangka meningkatkan peran profesional mereka untuk mencapai target pelayanan dan pembiayaan alternatif telah dijalankan melalui dukungan teknis pengembangan rencana bisnis. Kisah keberhasilan beberapa PDAM meningkatkan kinerja dan memperoleh dana dari sektor perbankan mendorong Pemerintah melakukan sosialisasi panduan penyusunan rencana bisnis bagi PDAM-PDAM lain di seluruh wilayah Indonesia pada awal 2017. Salah satu terobosan lain adalah program Australia Indonesia Infrastructure Research Award (AIIRA) yang diarahkan dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas dan kualitas penelitian untuk perumusan kebijakan serta penyediaan infrastruktur. Dengan berbangga hati, kami mengapresiasi kemitraan dengan Pemerintah Australia melalui IndII selama delapan tahun. Kumpulan ulasan, capaian, dan pembelajaran yang terangkum dalam Prakarsa Compendium: Jejak Karya menjadi dokumentasi penting bagi keberhasilan kemitraan infrastruktur ini. Kami berharap program kemitraan dan kerjasama di bidang infrastruktur akan terus berlanjut dan diarahkan dalam rangka mendukung serta menyempurnakan kebijakan, perencanaan, dan investasi di bidang infrastruktur.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Sambutan Steven Barraclough Minister Counsellor Ekonomi, Investasi, dan Infrastruktur Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) Kedutaan Besar Australia, Jakarta
Program Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) adalah kemitraan dua negara yang bisa kita banggakan bersama. Delapan tahun yang lalu, satu fokus khusus dijalankan pada sektor infrastruktur di Indonesia, yang tertinggal di belakang negara-negara tetangganya. Sebagaimana kerangka fisik yang mendasari pembangunan perekonomian, infrastruktur yang berkualitas buruk, berhimpitan, dan berkapasitas rendah dapat menghambat cakrawala pembangunan suatu bangsa secara dramatis. Di sisi lain, infrastruktur yang terencana baik dan terstruktur akan mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang, yang beragam serta berkelanjutan. Selama delapan tahun terakhir, IndII yang didanai oleh Pemerintah Australia telah bekerja sama dengan rekan-rekan Pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan kerangka kerja ini. Program Hibah Air Minum adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana kemitraan kita menghasilkan perubahan bagi jutaan penduduk Indonesia. Dukungan kami untuk meningkatkan akses pasokan air minum telah menghasilkan hampir 400.000 sambungan baru, dan tambahan 260.000 sambungan telah tersedia setelah pendekatan tersebut diadopsi oleh Pemerintah Indonesia secara nasional (lewat dana APBN). Ini adalah pekerjaan yang mengubah kehidupan jutaan orang menjadi lebih baik. Kami terus menerapkan model pendekatan ini di bidang sanitasi dan pemeliharaan jalan dan berkomitmen untuk mendapatkan hasil yang sama dari investasi tersebut. Tak satu pun dari pekerjaan ini bisa terwujud tanpa keberadaan pelopor perubahan dalam Pemerintah Indonesia, serta komitmen kepemimpinan di tingkat provinsi dan kabupaten. Melalui bantuan teknis, hibah, dan kegiatan berbagi pengetahuan, IndII telah menjawab berbagai masalah yang ada di sektor infrastruktur di Indonesia serta mendukung solusi lokal
dalam mengatasi tantangan ini, dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Dan dalam perjalanan kemitraan ini, kami telah membawa keahlian komersial dari dunia internasional – sebagian besar dari Australia – ke Indonesia. Di sektor transportasi, hal ini berarti peningkatan jaringan jalan nasional untuk mengakomodasi tuntutan permintaan seiring dengan peningkatan kesejahteraan; meningkatkan dan memelihara jaringan jalan provinsi; mencari solusi bagi kemacetan perkotaan; dan meningkatkan keselamatan jalan. Di sektor air minum dan sanitasi, kegiatan yang dilakukan adalah membantu Indonesia untuk meningkatkan akses air minum perpipaan dan peningkatan fasilitas sanitasi, baik melalui reformasi tata kelola dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan. Sebagai publikasi terakhir program, Prakarsa Compendium: Jejak Karya menoreh capaian dan pembelajaran dari sebuah kolaborasi yang telah berlangsung selama delapan tahun. Kesan dari para penerima manfaat program maupun mitra pemerintah daerah, yang merupakan bagian dari keberhasilan bersama, juga menjadi bagian dari publikasi. Hasil yang bisa ditarik dari pengalaman IndII, termasuk keterlibatan dengan mitra pemerintah daerah yang sukses dan mekanisme hibah yang inovatif dalam air minum dan sanitasi dan transportasi, akan menjadi masukan penting untuk kemitraan Australia dan Indonesia di masa depan. Ini adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk menghargai kontribusi IndII, seraya melanjutkan keberhasilan kemitraan infrastruktur yang bermanfaat baik bagi Indonesia maupun Australia.
iii
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kata Pengantar
Mitra dan Pembaca Prakarsa Yth. Semua hal baik harus berakhir. Setelah melewati perjalanan yang mengesankan selama delapan tahun, kegiatan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) akan berakhir pada pertengahan 2017. Namun, kita semua percaya bahwa setiap akhir perjalanan membuka pintu bagi kesempatan baru. Pemerintah Australia, melalui proyek-proyek dan inisiatif infrastruktur yang akan datang akan membawa strategi inovatif dan kolaborasi pada tahap selanjutnya, serta akan berkontribusi bagi peningkatan daya saing, kebijakan dan perencanaan infrastruktur di Indonesia. Volume akhir Prakarsa Compendium ini adalah edisi Jejak Karya yang berfokus pada capaian dan pembelajaran program, serta rekomendasi untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia di masa depan. Banyak pembaca Prakarsa telah akrab dengan gaya narasi kami. Menyoroti sebuah prestasi tidaklah sama dengan bernyanyi memuji diri sendiri. Namun, sorotan tersebut lebih ditujukan pada upaya bersama yang memungkinkan prestasi itu terwujud. Komitmen, dukungan, dan kepemimpinan mitra pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun daerah, merupakan bagian dari keberhasilan kegiatan kami. Ide dan saran mereka sangat berharga bagi suksesnya kegiatan pengembangan jalan, air minum dan sanitasi. Selain itu, peraturan dan kebijakan reformasi di sektor infrastruktur telah memungkinkan banyak pemangku kepentingan, termasuk di sektor swasta, untuk mendorong proyek-proyek strategis ke depan.
iv
Dalam edisi ini, kami juga menyajikan pandangan dan refleksi mitra kami dalam kolom Kisah Inspiratif. Berbeda dari edisi jurnal Prakarsa sebelumnya, bagian ini didedikasikan bagi orang-orang yang mewujudkan upaya pembangunan dan memastikan manfaat nyata yang menjadi hasilnya. Target pembangunan infrastruktur tidak pernah hanya tentang jumlah sambungan air minum atau jumlah biaya yang dibelanjakan. Lebih penting lagi, infrastruktur adalah tentang manusia dan isuisu sosial dan ekonomi yang mereka atasi melalui pembangunan infrastruktur. Kami harap Anda menikmati tulisan dalam edisi ini. Kami juga berharap bahwa kemitraan antara Indonesia dan Australia dalam pembangunan infrastruktur berhasil dan akan terus berlanjut, serta melibatkan lebih banyak anggota masyarakat dalam menanggapi isu-isu pembangunan infrastruktur strategis. Terima kasih. David Ray Direktur
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Indonesia Infrastructure Initiative (IndII): Selintas Pandang Pendahuluan Program IndII yang didukung oleh Pemerintah Australia mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kebijakan, perencanaan dan investasi infrastruktur. Tahap I IndII dimulai pada 2008 disusul dengan Tahap II yang dimulai pada 2011 dan berlanjut hingga Juni 2015. Serangkaian perpanjangan disertai pemrograman teknis dilakukan hingga April/Mei 2017, sebelum penutupan fasilitas pada Juni 2017. IndII bekerja di berbagai sektor dan permasalahan infrastruktur. Namun demikian, pada Tahap II, pemrograman dikonsolidasikan agar berfokus terutama pada dua sektor: air minum dan sanitasi serta transportasi. Permasalahan lintas sektor termasuk pembiayaan dan tata kelola infrastruktur juga ditangani. Pendekatan IndII Program memanfaatkan perpaduan hibah dan bantuan teknis serta menggunakan berbagai metodologi berbeda untuk merancang dan melaksanakan program dalam kemitraan dengan Pemerintah Indonesia. Metodologimetodologi tersebut meliputi: memprakarsai berbagai pendekatan baru; mempengaruhi perubahan kelembagaan yang lebih luas; meningkatkan inovasi; dan berfokus pada pengkomunikasian hasil. Hibah terkait insentif kinerja misalnya, digunakan untuk menciptakan perubahan dalam sistem pemerintahan Pemerintah Indonesia dan, pada akhirnya, dalam berbagai kebijakan terkait.
Tema-tema kunci yang menggarisbawahi pendekatan IndII juga mencakup: • Mengubah model bisnis: Mempersiapkan reformasi kelembagaan, perangkat perencanaan, dan kerangka hukum/kebijakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan. • Insentif: Menggunakan insentif kinerja untuk meningkatkan pendanaan dan pengadaan infrastruktur di tingkat nasional dan daerah; dan memperkenalkan modalitas pengadaan baru yang menggunakan pengaturan berbasis hasil. • Desentralisasi: Menjamin reformasi sistem pemerintahan dan pengelolaan di tingkat daerah; serta menggunakan dana alokasi (fiscal transfer) untuk lebih melibatkan dan memberdayakan pemerintah daerah (Pemda). • Pengembangan Sektor Swasta: Memanfaatkan dan meningkatkan peran sektor swasta dalam pembiayaan dan pengadaan infrastruktur yang diperlukan; serta memobilisasi sumber daya pendanaan dalam negeri. Dengan siapa IndII bekerja? Kegiatan IndII dilaksanakan oleh berbagai mitra pemerintah di tingkat nasional, regional, dan daerah. Direktorat Jenderal Cipta Karya (Ditjen Cipta Karya) dan Direktorat Jenderal Bina Marga (Ditjen Bina Marga) pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPuPR) merupakan mitra utama. IndII juga bekerja bersama lebih dari 200 Pemda melalui kegiatannya yang berkaitan dengan hibah dan bantuan teknis. Lihat tabel 1. 1
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 1: Instansi Mitra dan Kegiatan Utama IndII Instansi mitra
Kegiatan utama
Ditjen Bina Marga
Jalan Nasional dan Keselamatan Jalan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Provinsi (Provincial Road Improvement and Maintenance, PRIM)
Ditjen Cipta Karya
Hibah Air Minum, Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (AustraliaIndonesia Infrastructure Grants for Sanitation, sAIIG), Reformasi Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), hibah dan persiapan Saluran Pembuangan Kota, persiapan proyek limbah padat
Kemenkeu/Bappenas
Pengarusutamaan reformasi Hibah & Dana Alokasi Umum (DAK); tata kelola IndII
Kemenko
Pembiayaan swasta untuk proyek air minum, dukungan KPS; tata kelola IndII
BPPSPAM
Indeks Layanan Air Minum dan Sanitasi (Water and Sanitation Service Index, WSSI) 100 Pemda
Lebih dari 200 Pemda
Penerima hibah air minum dan sanitasi (Air Minum, sAIIG), reformasi keuangan PDAM dan lainnya (lihat peta pada halaman belakang)
Pemda di Indonesia bagian Timur
Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM, percontohan), kontrak sosial air minum
Palembang
Persiapan, perancangan, dan hibah untuk saluran pembuangan di Palembang
DKI Jakarta
Pendampingan Transjakarta dan reformasi koridor bus
Pencapaian IndII dalam Tahap II: Bersama dengan berbagai mitra ini, IndII menciptakan kemajuan di beberapa bidang penting dalam sektor transportasi serta air minum dan sanitasi.
2
Pencapaian Program Transportasi meliputi:
Pencapaian Program Air Minum dan Sanitasi meliputi:
• Program dukungan menyeluruh bagi Ditjen Bina Marga yang menyorot pembangunan jaringan jalan nasional dan kebutuhan pembiayaan penting; mendukung reformasi kelembagaan, teknis, dan pelaksanaan (termasuk memanfaatkan pembiayaan sektor swasta dan mereformasi model bisnis); dan membentuk dasar RPJMN dan RENSTRA 2015–2019; • Pendekatan baru yang menggunakan hibah bersyarat untuk mendorong pengelolaan dan pelaksanaan pemeliharaan jalan yang lebih baik di tingkat provinsi (PRIM). Pendekatan ini diujicobakan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan saat ini menjadi dasar hibah yang baru dan prakarsa DAK di tingkat Pemerintah Pusat; dan • Korporatisasi Transjakarta, (operator BRT Jakarta); program untuk mereformasi sektor non-BRT untuk meningkatkan mutu layanan transportasi umum berbasis bus di Jakarta; dan bantuan untuk memperbaiki infrastruktur yang diperlukan untuk layanan bus yang efektif.
• Pengembangan program hibah berbasis kinerja termasuk Hibah Air Minum, Hibah Sanitasi, dan sAIIG yang mendorong investasi Pemda untuk air minum dan sanitasi dan secara signifikan meningkatkan tingkat pemberian langsung layanan oleh Pemda kepada masyarakat; • Dukungan bagi pengembangan model pelaksanaan hibah air minum yang sesuai untuk pendanaan APBN dan yang dapat diperluas secara nasional agar memenuhi sasaran kebijakan “Cakupan Universal” Pemerintah Indonesia; • Pengembangan dua prakarsa tata kelola air minum (WSSI dan Kontrak Sosial) yang mendukung tujuan desentralisasi Hibah melalui penerapan kontrak sosial pada sembilan Pemda di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB); • Perencanaan dan perancangan saluran pembuangan air limbah di tiga kota, termasuk pengembangan mekanisme untuk mendanai pelaksanaan secara langsung melalui hibah kepada Pemda Palembang. Hal ini memastikan kepemilikan aset serta operasi dan pemeliharaan yang berkelanjutan; dan • Pengembangan 20 rencana bisnis PDAM berkualitas komersial yang memenuhi persyaratan bank, yang menghasilkan peningkatan pendanaan bank dan investasi Pemda yang sudah terbukti, serta peningkatan efisiensi dan profitabilitas PDAM yang terukur.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 1: Lokasi Program IndII di seluruh Indonesia
Keberlanjutan Program Reformasi dan pembangunan infrastruktur umumnya merupakan upaya jangka panjang karena berfokus pada perubahan penting dalam perencanaan kebijakan dan pengaturan kelembagaan. IndII telah mempengaruhi pengarusutamaan hibah air minum ke dalam perencanaan dan penganggaran Pemerintah Indonesia, dan pengembangan hibah jalan provinsi berdasarkan model PRIM. Mengingat manfaat suntikan insentif kinerja ke dalam dana alokasi dari pusat ke daerah untuk bidang infrastruktur, kami berharap pemberian hibah akan dilaksanakan di sektor-sektor lain. Pengembangan dan pelaksanaan pemberian hibah berbasis hasil atau kinerja ini merupakan warisan utama jangka panjang IndII. Kegiatan kunci lain yang diharapkan membawa perubahan yang berkelanjutan meliputi: • Program besar untuk mereformasi model bisnis Ditjen Bina Marga untuk memastikan periode perencanaan jangka panjang, model pelaksanaan yang lebih efektif, dan peningkatan efisiensi; • Pengembangan dan pelaksanaan template yang telah ditetapkan dan metodologi rencana bisnis yang memenuhi persyaratan bank agar PDAM dapat mengakses pinjaman komersial;
• Kegiatan persiapan proyek kunci dalam bidang air minum dan saluran pembuangan air limbah, yang menjadi landasan bagi investasi hilir bernilai ratusan juta dolar; dan • Pendekatan menyeluruh untuk menyediakan layanan bus BRT dan non-BRT modern bagi Jabodetabek. Di samping itu, sebagian besar program IndII telah berusaha untuk meningkatkan keberlanjutan investasi infrastruktur dengan mengatasi masalah serius penyusutan nilai yang cepat dan kegagalan aset sebelum waktunya. Contoh-contoh kunci meliputi kegiatan pengelolaan aset program jalan nasional, fokus pemeliharaan program PRIM, dan insentif bagi Pemda untuk meningkatkan pengelolaan aset air minum dan sanitasi mereka ketika mereka berpartisipasi dalam berbagai program hibah. Apakah Program Berhasil? Semua tinjauan utama terbaru terhadap IndII, termasuk berbagai misi Tim Penilaian Dampak (IAT, Impact Assessment Team) independen selama jangka waktu 2014–2016, dan laporan audit kinerja 2013 oleh Kantor Audit Nasional Australia (ANAO, Australian National Audit Office), menekankan keberhasilan menyeluruh dari
3
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
program IndII. Sebagai contoh, ANAO mencatat bahwa IndII “dianggap oleh banyak pemangku kepentingan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap beberapa permasalahan pembangunan infrastruktur penting.” IndII dihargai berbagai pemangku kepentingan Pemerintah Indonesia dan dipandang penting oleh berbagai instansi lain yang beroperasi di Indonesia. Belakangan ini pada 2016, IAT menguraikan empat dimensi kunci keberhasilan IndII: 1. Pengaruh: IndII telah memiliki pengaruh yang besar dengan menyediakan keahlian teknis berkaliber tinggi untuk mendukung prakarsa Pemerintah Indonesia yang tanpanya mungkin secara teknis, administratif, atau finansial tidak akan dapat dilaksanakan. 2. Pengambilan risiko: IndII telah menunjukkan manfaat berbagai kebijakan atau pendekatan teknis baru yang akan dianggap terlalu berisiko untuk diujicobakan oleh Pemerintah Indonesia tanpa bantuan. 3. Inovasi: IndII telah menunjukkan berbagai pendekatan baru seperti pendekatan berbasis hasil melalui bantuan teknis dan suntikan pendanaan hibah. 4. Fleksibilitas dan kecepatan tanggap: Kemampuan IndII untuk menyediakan keahlian dengan cepat telah memungkinkannya untuk merealisasikan berbagai kesempatan dan kebutuhan yang muncul.
4
IAT juga menekankan kepada Pemerintah Indonesia tingginya nilai dari perpaduan bantuan teknis dan hibah. Para anggota IAT mencatat bahwa ‘pendanaan hibah telah memberikan makna dan kredibilitas pada bantuan teknis; dan bantuan teknis telah memastikan relevansi dan efektivitas pendanaan hibah.’ Dalam pembahasan dengan tim IndII, seorang pejabat tinggi Bappenas juga mencatat bahwa ‘jenis bantuan pembangunan terbaik adalah yang memenuhi kebutuhan kami…hibah dan bantuan teknis IndII telah membantu kami memprakarsai berbagai peluang (frontier) baru.’
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
5
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
6
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
7
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
8
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
9
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
10
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
11
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
12
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
01.
Kegiatan Infrastruktur: Isu, Capaian, dan Pembelajaran
13
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
MEMBANGUN STANDAR DAN KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR DAERAH: MEMPERKUAT PERAN PEMERINTAH DAERAH Joel Friedman | Penasihat Pengembangan Kelembagaan untuk Konsultan Persiapan, Penilaian, dan Pengawasan bagi Program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG)
Program Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung oleh Pemerintah Australia, terbagi ke dalam dua fase, dimulai pada 2008 dan dijadwalkan untuk selesai pada akhir Januari 2017. Pekerjaan telah dimulai atas desain program baru yang akan dibangun berdasarkan pencapaian IndII; sementara pada saat yang sama memperkenalkan pendekatan-pendekatan baru, lembaga yang berpartisipasi, dan wilayah operasional substantif. Tujuan dari makalah ini, yang merupakan salah satu dari serangkaian “makalah jejak karya” terpadu, adalah untuk mengkaji kembali hubungan antara IndII dan pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia dalam konteks program desentralisasi Pemerintah Indonesia. Makalah ini akan mengkaji kembali keberhasilan dan pembelajaran yang diperoleh yang dapat digunakan untuk mempengaruhi penyusunan dan penerapan program infrastruktur yang mengikuti IndII.
Pekerjaan pemeliharaan jalan oleh Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM) di Provinsi NTB. -Atas perkenan PRIM/IndII
14
Implementasi IndII berlangsung saat Indonesia terus mengembangkan dan mematangkan program desentralisasi yang ambisius sejak 2001. Program ini mengalokasikan kembali kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemda, khususnya ke kota besar serta kabupaten dan juga provinsi. Ini berarti tanggung jawab penyelenggaraan layanan umum dasar—air minum, sanitasi, pendidikan, kesehatan, jalan daerah, dan lain-lain—dialihkan kepada Pemda. Sebagai proyek yang berdedikasi untuk pengembangan infrastruktur yang dirancang untuk menyelenggarakan layanan publik yang lebih baik, IndII telah merespon peningkatan penekanan peran Pemda lewat dukungan tatkala Pemda mengambil langkah mengembangkan infrastruktur. Dengan melakukan hal tersebut, IndII telah berkontribusi terhadap kebijakan dan kerangka kerja programatis nasional yang membentuk struktur pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan layanan.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Konteks Program desentralisasi telah memberikan kekuatan dalam perencanaan, penganggaran, dan penyelenggaraan program serta pendanaan bagi Pemda, seiring dengan kebebasan politik untuk memilih pejabat dan badan legislatif daerah. Hal ini telah mengubah hubungan antara Pemda dan instansi infrastruktur Pemerintah Pusat menjadi hubungan di mana instansi infrastruktur Pemerintah Pusat semakin berfokus pada riset, penyusunan standar, program tingkat nasional, dan pemantauan serta evaluasi tingkat penyelenggaraan layanan. Transisi ini tidak selalu berjalan mulus. Terutama terkait upaya Pemerintah Indonesia untuk mengawasi dan menilai upaya Pemda, terdapat, dan akan terus terdapat, “ketegangan kreatif” (creative tension) antara Pemda dan instansi infrastruktur pusat. Meski demikian, desentralisasi berarti peningkatan penekanan pembangunan infrastruktur untuk penyelenggaraan layanan daerah menjadi tanggung jawab Pemda. Sebelum adanya desentralisasi, dan pada awalnya (dalam beberapa aspek masih berlanjut sampai dengan saat ini), banyak infrastruktur daerah didanai oleh Pemerintah Pusat melalui anggaran nasional (APBN). Proses ini seringkali berakhir pada pembangunan infrastruktur yang gagal memenuhi kebutuhan Pemda, membebani anggaran daerah dengan biaya operasional yang tinggi dan menyebabkan kurangnya pemeliharaan oleh Pemda. Seiring mantapnya program desentralisasi, telah terjadi pergeseran dari pendanaan infrastruktur daerah lewat APBN dengan menggunakan lini anggaran pendukung (TP, Tugas Pembantuan). Pergeseran beralih pada penggunaan anggaran daerah (APBD) atau—untuk jumlah yang relatif kecil—anggaran nasional melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Penekanan pada pendanaan daerah ini berarti bahwa Pemda semakin giat mengembangkan infrastruktur yang memenuhi kebutuhan dan prioritas mereka, menggunakan teknologi yang tepat, dan sehingga dana yang memadai dialokasikan untuk operasional dan pemeliharaan yang berkelanjutan. Pergeseran tanggung jawab kepada Pemda bukan tanpa masalah. Dengan birokrasi yang seringkali tambun, banyak Pemda mendapatkan sebagian besar penyediaan dari anggaran mereka adalah untuk membayar gaji dan memelihara kantor ketimbang berinvestasi pada infrastruktur.
Dalam beberapa kasus, skala ekonomi (economies of scale) yang dapat dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur dengan pendanaan Pemerintah Pusat tidak terwujud di tingkat daerah. Pergeseran menuju peningkatan prioritisasi layanan publik dasar belum seimbang: beberapa sektor— seperti kesehatan dan pendidikan—telah diprioritaskan, sementara sektor lain—seperti sanitasi—relatif diabaikan. Dengan sedikit pengalaman dalam membangun infrastruktur dan penyelenggaraan layanan publik sebelum program desentralisasi dimulai, banyak Pemda berhadapan dengan rendahnya tingkat keterampilan pegawai, kurang berfungsinya lembaga, dan permasalahan koordinasi lintas instansi. Meski demikian, walaupun langkah maju-mundur antar instansi Pemerintah Pusat dan Pemda terus terjadi, namun jelas bahwa Pemda semakin bertanggung jawab atas pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan layanan publik. IndII Kegiatan IndII telah menjawab pergeseran menuju pembangunan infrastruktur oleh Pemda. Ini khususnya tergambar dalam program hibah IndII, yang telah semakin banyak menyalurkan dana langsung kepada Pemda daripada, sebagaimana dalam banyak proyek infrastruktur bilateral dan multilateral lain, dilakukan melalui badan Pemerintah Pusat seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kemen PUPR). Karena Pemerintah Indonesia mengakui nilai dan manfaat dari pemberian dana infrastruktur kepada Pemda secara langsung, Pemerintah Indonesia mulai memasukkan berbagai elemen dari pendekatan ini ke dalam programprogramnya untuk mendanai infrastruktur. IndII mengakui bahwa peningkatan penekanan pada infrastruktur yang dibangun di daerah memerlukan perubahan dalam kerangka kebijakan tingkat pusat, dan telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kerangka kebijakan yang baru. Pada akhirnya, IndII mengakui kelemahan Pemda dalam membangun infrastruktur dan, sebagai bagian dari program hibahnya dan melalui kegiatan independen, memfokuskan sebagian besar perhatiannya pada upaya mengembangkan kapasitas Pemda, mempengaruhi prioritas-prioritas Pemda, dan mengubah pendekatan terhadap pembangunan infrastruktur oleh Pemda. 15
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Pembahasan berikut adalah tentang sejumlah kegiatan IndII yang telah berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur oleh Pemda. Ini bukan merupakan daftar lengkap melainkan hanya serangkaian contoh ilustratif yang menggarisbawahi berbagai area di mana IndII telah bekerja bersama Pemerintah Indonesia dan Pemda dalam lingkungan desentralisasi untuk mendukung keberlanjutan pembangunan infrastruktur di Indonesia. sAIIG Dalam menanggapi prioritisasi Indonesia terhadap Sasaran Pembangunan Milenium (MDG, Millennium Development Goals) dan mengakui kebutuhan untuk menyediakan layanan publik, IndII menjadikan air minum dan sanitasi sebagai sebuah fokus sektoral utama. Dua kegiatan hibah sebelumnya—Hibah Air Minum dan Hibah Sanitasi—menetapkan pendekatan dasar di mana hibah diberikan langsung kepada Pemda yang, secara langsung melalui anggaran mereka atau melalui investasi oleh perusahaan daerah air minum (PDAM), meningkatkan belanja mereka dalam sektor terkait. Memetik pengalaman dari kegiatankegiatan ini, dan menggunakan pendanaan yang telah dikembangkan, Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) dirancang untuk mendukung Pemda dalam membangun sistem sanitasi pipa skala kecil berbasis masyarakat. Melalui sAIIG, para Pemda yang berpartisipasi merencanakan, merancang, dan membangun sistem air limbah pipa yang melayani antara 200 sampai dengan 1.000 rumah tangga, dengan dukungan dari IndII dan dengan menggunakan APBD mereka. Menyusul selesainya sistem-sistem tersebut serta verifikasi oleh IndII dan Pemerintah Indonesia, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT, Australia Department of Foreign Affairs and Trade), melalui Kementerian Keuangan, memberikan penggantian kepada setiap Pemda sebesar kurang-lebih 60 persen dari pembelanjaan Pemda. Pengembalian ini kemudian digunakan untuk pengoperasian dan pemeliharaan yang berkelanjutan, serta pengembangan sistem-sistem di kemudian hari. Sebagaimana dimaksudkan, fokus utama dari sAIIG 16
adalah untuk memperkuat tata kelola di sektor terkait dan agar Pemda meningkatkan prioritisasi sanitasi. Pemda telah membentuk unit-unit pelaksana teknis daerah (UPTD) untuk mengelola program, dan sistemsistem tersebut harus dimasukkan ke dalam strategi pembangunan daerah. Yang mendasari kegiatan tersebut adalah sejumlah pendekatan utama yang mencirikan bagaimana program sAIIG bekerja di tingkat daerah. Pertama, dengan meminta Pemda pada tahap awal untuk menggunakan dana mereka sendiri, dan hanya mengembalikan kepada mereka sekian persen dari pembelanjaan tersebut, kegiatan tersebut mendorong Pemda untuk memprioritaskan sanitasi dan menstimulasi investasi di sektor tersebut. Kedua, dengan membangun kesadaran akan nilai “hibah berbasis hasil”, yang merupakan dimensi utama pendekatan keseluruhan IndII, kegiatan hanya memberikan penggantian kepada Pemda ketika konstruksi telah selesai dan diverifikasi. Kondisi ini memaksa Pemda untuk berkonsentrasi pada kinerja dan meningkatkan perhatian mereka terhadap perencanaan, perancangan, pembangunan yang baik, dan (setelah sistem-sistem selesai dibangun) pengoperasian serta pemeliharaan yang berkelanjutan. Ketiga, meskipun Unit Pelaksana Program Pusat (Central Program Management Unit) Kemen PUPR melakukan pengawasan dan memberikan bimbingan secara keseluruhan kepada Pemda dan dana disalurkan melalui Kementerian Keuangan, fokus kegiatan secara langsung adalah terhadap Pemda, bukan kementeriankementerian Pemerintah Pusat. Pada akhirnya, program sAIIG mengakui kebutuhan untuk memperkuat keseluruhan struktur sektor untuk sanitasi di tingkat Pemda. Upaya pengembangan kapasitas yang besar telah dilakukan, berfokus pada sejumlah bidang: kebutuhan untuk mengembangkan instansi operasional khusus, membangun kapasitas unit tersebut, memperkuat koordinasi antar unit tersebut dan unit cross-cutting lain dari Pemda, serta menetapkan kerangka kebijakan/hukum yang kuat. sAIIG telah mendesak Pemda terkait pentingnya untuk bergeser dari suatu “proyek” satu kali (one-off) yang terbatas waktu menjadi komitmen jangka panjang
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Pemda pada sanitasi dan pengakuan akan kebutuhan untuk menutup biaya, setidaknya sebagian, melalui tarif, sehingga investasi-investasi sanitasi Pemda jangka panjang berkelanjutan. PRIM Hibah berbasis kinerja yang telah kita lihat pada program sAIIG juga digunakan dalam sektor transportasi, dimensi sektoral terbesar kedua dari IndII. Program Peningkatan dan Pengelolaan Jalan Provinsi (PRIM, Provincial Road Improvement and Maintenance) dimulai pada 2013 sebagai proyek percontohan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Program tersebut mengatasi masalah banyak Pemda di Indonesia, dan di lain tempat, yang cenderung mengabaikan pemeliharaan rutin, meskipun pemeliharaan tersebut efisien secara ekonomis. Sebaliknya, mereka mengalokasikan anggaran untuk rekonstruksi, rehabilitasi, dan pemeliharaan periodik yang lebih mahal. Perencanaan yang baik seringkali kurang dilakukan; dana tidak dialokasikan atas dasar kriteria yang rasional berbasis kebutuhan; pekerjaan seringkali tidak diselesaikan dengan baik di bawah pengawasan yang lemah, dan terdapat tingkat korupsi yang signifikan. PRIM berfokus pada penguatan tata kelola sektor jalan provinsi dan akuntabilitas pembangunan. Pada awalnya, PRIM memberikan insentif terhadap Pemerintah Provinsi untuk merencanakan dan menyelenggarakan layanan pemeliharaan jalan yang lebih baik. Hal penting bagi PRIM adalah dorongan kepada Pemerintah Provinsi untuk menyediakan pendanaan APBD untuk pemeliharaan rutin awal jalan dan untuk menginisiasi reformasi kelembagaan. Menyusul penyelesaian dan verifikasi bahwa pemeliharaan jalan telah diselesaikan dengan baik dan reformasi kelembagaan telah dimulai, DFAT, melalui Kementerian Keuangan, mengembalikan kepada provinsi terkait kurang-lebih 40 persen dari belanja pemeliharaannya. Pengarusutamaan Baik sAIIG maupun PRIM merupakan proyek percontohan, sAIIG diterapkan di 38 Pemda dan
Kontrak sosial disepakati antara Pemda, PDAM, dan pelanggan untuk memperkuat ketersediaan pelayanan air minum di provinsi NTT dan NTB. -Atas perkenan IndII
PRIM pada satu provinsi. Pemda telah memberikan respon positif terhadap keduanya. Yang penting adalah Pemerintah Pusat telah mengakui keberhasilan kedua proyek percontohan tersebut dan telah mulai mengembangkan program-programnya sendiri yang mencerminkan komponen-komponen utama dari kedua proyek IndII tersebut. Dengan dukungan teknis dari IndII, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kemen PUPR telah mencermati mekanisme yang digunakan agar hibah berbasis hasil dan dukungan dengan insentif yang ditargetkan dapat diarusutamakan ke dalam dukungan mereka terhadap program sanitasi daerah. Dana anggaran untuk pendanaan TP “topdown” melalui APBN telah dikurangi. Sebaliknya, lebih banyak dana disediakan melalui DAK. Pendanaan DAK untuk sanitasi telah meningkat secara signifikan sebagai bagian dari peningkatan umum dalam DAK lintas semua sektor. Sementara DAK, saat ini, tidak 17
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
didasarkan atas insentif kinerja dan hibah berbasis hasil, DAK lebih responsif terhadap kebutuhan dan prioritas daerah, dan relatif lebih transparan. Terdapat indikasi bahwa dana DAK lebih mempengaruhi (leverage) dana Pemda daripada pendanaan TP, meskipun lebih kecil dari hibah berbasis hasil langsung kepada Pemda. Diskusi awal telah dilakukan terkait bagaimana mekanisme pendanaan hibah berbasis hasil secara langsung kepada Pemda dapat ditingkatkan, misalnya didanai melalui APBN. Sementara peraturan Kementerian Keuangan yang ada mengizinkan hibah dan pinjaman diberikan kepada Pemda, masih belum jelas bagaimana anggaran Pemerintah Pusat yang telah ada dapat ditransformasi ke dalam mekanisme
Pemda memiliki peran kunci dalam menjalankan sistem pengelolaan air limbah berbasis komunitas melalui pendekatan berbasis hasil dalam program sAIIG. -Atas perkenan IndII 18
penerusan hibah (on-granting). Sementara terdapat beberapa pejabat pemerintah yang mendukung transisi tersebut, kemungkinan akan terdapat penolakan yang besar, khususnya dari beberapa pejabat dari badan infrastruktur lini “old-guard”. Meski demikian, program sAIIG IndII telah menunjukkan arahan dan mekanisme yang memungkinkan terkait bagaimana dana Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah berbasis hasil kepada Pemda. Terdapat indikasi lain bahwa program sAIIG telah mempengaruhi pandangan Pemerintah Pusat. Kemen PUPR baru-baru ini menginisiasi sebuah program yang mendukung pengolahan air limbah rumah tangga yang lebih baik melalui sistem di lokasi (on-site) seperti tangki septik. Program tersebut, Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT), mendukung rumah tangga dalam membangun dan merehabilitasi tangki septik di lokasi tempat tinggal mereka. Melalui program LLTT, Pemda memasang tangki septik baru untuk rumah tangga yang bersedia untuk berpartisipasi. Ini merupakan bagian dari program kerja tahunan yang menggunakan anggaran Pemda dan kontraktor Pemda. Di samping itu, Pemda harus membentuk program penyedotan lumpur tinja reguler dan membangun atau memperbarui fasilitas-fasilitas pengolahan lumpur tinja septik. Pemda yang berpartisipasi menerima hibah dalam jumlah tetap untuk setiap rumah tangga di mana mereka telah memasang tangki septik baru yang terhubung ke saluran pembuangan limbah rumah tangga dan yang berfungsi dengan baik. Hibah untuk setiap rumah tangga yang terhubung kurang-lebih sama dengan sAIIG. PRIM membawa dampak serupa pada sektor jalan subnasional. Direktorat Jenderal Bina Marga bergerak menuju pengembangan keseluruhan program nasional. Bina Marga mempertimbangkan “Hibah Rupiah” di mana hibah berbasis hasil untuk pemeliharaan jalan rutin akan diberikan langsung kepada Pemda. Pemerintah Indonesia juga mempertimbangkan pengembangan DAK sektor jalan yang lebih baik yang akan, sebagaimana nampak pada sAIIG, secara bertahap mengurangi pendanaan melalui TP dari APBN. Hibah-hibah ini direncanakan untuk diterapkan di lima atau enam provinsi pada tahun 2018.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kegiatan-Kegiatan Lain Sejumlah program IndII yang lebih kecil mengusulkan cara-cara lain yang telah dijalankan IndII dalam merespon kebutuhan bekerja sama dengan Pemda secara kreatif. Mengakui pentingnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam “mengelola” Pemda (serta menjadi “arsitek” asli dari program desentralisasi Pemerintah Indonesia), tim IndII dan pejabat Kemendagri bekerja bersama dengan delapan Pemda untuk menyusun Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) untuk memenuhi kebutuhan untuk mengelola air limbah dengan lebih baik secara terpadu. Menyusul hal ini, sebuah tim kecil ditempatkan bersama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Kemendagri untuk mendukung program-program sanitasi IndII, khususnya sAIIG, dan untuk memberi dukungan dalam mengembangkan lebih lanjut kerangka kebijakan Pemerintah Pusat dalam sektor sanitasi. Proyek Tata Kelola Air Minum Nusa Tenggara Timur (NTT)/ Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dikerjakan di sembilan lokasi dalam upaya untuk memperkuat penyediaan layanan air minum. Mengakui interaksi yang kompleks antar Pemda, perusahaan daerah air minum (PDAM), dan pelanggan, kegiatan berfokus pada pembentukan “Kontrak Sosial” antara ketiga pihak tersebut. Kontrakkontrak sosial tersebut menetapkan tindakan-tindakan utama yang harus diambil, dan menguraikan secara rinci “indikator kinerja” seperti pembentukan forum pelanggan, kenaikan tarif, dan peningkatan investasi Pemda pada PDAM. Pencapaian indikator-indikator ini berujung pada pendanaan dari IndII untuk kegiatan tertentu seperti penyelesaian rancangan rinci sistem air minum yang telah diperluas, inventarisasi aset tetap dan penilaian teknis terhadap sistem jaringan, serta dukungan teknis kelembagaan. Mengakui kebutuhan untuk mendorong Pemda meningkatkan penyelenggaraan layanan, dan bagaimana data yang dapat diandalkan untuk menilai kinerja Pemda dalam sektor air minum dan sanitasi dapat mendukung dalam melakukan peningkatan, IndII mendukung pengembangan “Indeks Sanitasi dan Pelayanan Air Minum Pemerintah Daerah” (WSSI, Local Government Water Supply and Sanitation Index). WSSI
menggabungkan delapan sub-indeks terkait pengaturan dan kinerja sehingga menghasilkan suatu pendekatan sederhana sekaligus berdampak besar yang mengukur seberapa baik kinerja Pemda dalam sektor air minum dan sanitasi. WSSI dirancang untuk merangsang reformasi tata kelola dengan mendorong persaingan antar Pemda, memberdayakan penduduk, mengidentifikasi praktik terbaik, dan memberi dukungan dalam memantau perkembangan. Sebagaimana telah dicatat sebelumnya, sebuah dimensi utama pendekatan IndII dalam bekerjasama dengan Pemda telah menjadi fokus dalam penguatan lembaga penyelenggara layanan seperti air minum, sanitasi, atau transportasi. Dalam berbagai kasus, layanan tersebut dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Meski demikian, IndII menyadari bahwa satuan-satuan kerja tersebut dibatasi oleh proses penganggaran, ketidakmampuan mereka untuk menyimpan pendapatan, dan kurangnya otonomi pengambilan keputusan mereka. Menanggapi hal ini, IndII telah berusaha untuk mengidentifikasi struktur-struktur organisasi alternatif yang dapat memfasilitasi penyelenggaraan layanan yang efektif dan efisien dengan lebih baik. Sebagaimana terlihat dalam program sAIIG, Pemda diwajibkan untuk membentuk unit pelaksana teknis daerah (UPTD) yang menawarkan tingkat otonomi tertentu dari satuan kerja “induk” mereka. Beberapa riset awal juga telah dilakukan untuk mengeksplorasi penggunaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sebagai bagian dari dukungannya terhadap sistem Busway Transjakarta (dijelaskan dalam makalah lain dalam publikasi ini), IndII telah mendukung konversi operator sistem menjadi BLUD. Beberapa diskusi awal telah dilakukan dengan sejumlah Pemda yang berpartisipasi dalam sAIIG terkait kemungkinan mereka akan mengkonversi UPTD masing-masing menjadi BLUD. Pembelajaran dan Rekomendasi Sebagaimana pembahasan di atas, IndII telah merespon desentralisasi penyelenggaraan layanan publik, dan telah menyesuaikan cara kerjanya dengan badan-badan Pemerintah Pusat, dalam berbagai cara. Elemen-elemen 19
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
utama dari pendekatan program, pada masanya, mulai mempengaruhi pendekatan Pemerintah Pusat untuk mendukung penyelenggaraan layanan Pemda. Berikut uraian singkat pembelajaran yang diperoleh dan rekomendasi untuk penyusunan program infrastruktur di masa mendatang (dan khususnya untuk KIAT, program infrastruktur baru yang didukung oleh DFAT yang sedang dalam proses penyiapan desain pada saat penulisan artikel ini pada Oktober 2016). Keberhasilan program-program air minum dan sanitasi awal dan selanjutnya sAIIG dan PRIM menunjukkan bahwa penerusan (on-granted) hibah berbasis hasil yang diberikan berhasil memaksimalkan dana Pemda dan meningkatkan kinerja. Hibah jenis ini harus semakin banyak digunakan sebagai mekanisme untuk memobilisasi dana. Program hibah infrastruktur di masa mendatang sebaiknya terus menggunakan pendekatan tersebut, dengan penyesuaian terhadap faktor seperti tingkat pengembalian, pemicu pengembalian, ukuran kinerja, dan metodologi verifikasi. Dukungan Pemerintah Indonesia terhadap penyelenggaraan layanan Pemda dan upaya Pemerintah Indonesia untuk mengarusutamakan mekanisme pendanaan berbasis hasil harus ditingkatkan. sAIIG berhasil meningkatkan kesadaran Pemda akan pentingnya memprioritaskan manajemen air limbah dan mendorong Pemda untuk berkomitmen untuk menyediakan dana untuk perluasan sistem dan pengoperasian serta pemeliharaan yang berkelanjutan. Program hibah di masa mendatang, yang juga menggunakan pendekatan hibah berbasis hasil, harus terus membangun peningkatan minat ini, dengan secara bertahap meluas ke Pemda-Pemda lain. Hanya Pemda yang bersedia untuk mendanai sistem berukuran efisien (seperti mungkin dengan minimum 1.000 sambungan rumah tangga) yang boleh didukung. Perhatian harus lebih diberikan pada upaya mendorong kesediaan untuk terhubung; keterlibatan masyarakat sejak awal dalam sistem perencanaan; pemilihan lokasi, desain, penawaran, dan konstruksi yang lebih baik; dan pertimbangan penggunaan tarif untuk mulai bergerak menuju pemulihan biaya.
20
Keberhasilan sAIIG dalam meningkatkan komitmen Pemda terhadap sanitasi harus digunakan dalam menggeser pendekatan Pemda terhadap penyelenggaraan layanan dari program-program satu kali, seperti sAIIG, menjadi pendekatan programatis berjangka waktu lebih lama. Dukungan harus diberikan kepada Pemda dalam memasukkan sanitasi ke dalam rencana-rencana pembangunan jangka panjang dan menyediakan dana yang memadai untuk memastikan keberlanjutan. Mengakui bahwa penyelenggaraan layanan pengelolaan air limbah melibatkan jenis sistem lain di samping pendekatan berbasis wilayah dari sAIIG (manajemen fasilitas dan pengolahan lumpur tinja di lokasi, sistem berbasis dan yang dikelola masyarakat, dalam beberapa kasus sistem terpusat), Pemda harus didorong untuk memasukkan pendanaan dan manajemen sistem ini ke dalam satu SKPD. PRIM berhasil mendukung penggunaan pengembalian berorientasi kinerja bagi Pemda yang bersedia untuk meningkatkan perencanaan, memperkuat kelembagaan dan—yang penting— menetapkan kembali orientasi prioritas anggaran mereka dalam sektor jalan dari rekonstruksi, rehabilitasi, dan pemeliharaan periodik yang lebih mahal menjadi pemeliharaan rutin yang lebih murah dan lebih efisien. Program baru harus memperluas pendekatan ini ke provinsi lain, dengan penyesuaian yang tepat. Upaya Pemerintah Pusat untuk mulai menggunakan pendekatan ini harus didukung. Pembelajaran bahwa pemeliharaan reguler dari infrastruktur yang mahal, dalam jangka waktu panjang, lebih efisien daripada rekonstruksi atau pemeliharaan besar berlaku terhadap sektor lain, seperti air minum dan sanitasi, dan pendekatan ini harus dibangun dalam program hibah lainnya. Keberhasilan proyek NTT/NTB dan PRIM dalam melibatkan anggota masyarakat dalam merencanakan dan memantau penyelenggaraan layanan, serta beberapa masalah awal yang dihadapi sAIIG ketika tidak melibatkan masyarakat, harus diperhitungkan dalam penyusunan program-program di masa mendatang. WSSI menyediakan perangkat tambahan berbasis bukti untuk memberi insentif bagi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Pemda untuk meningkatkan penyelenggaraan layanan, dan upaya untuk melembagakannya harus terus dilakukan. Penggunaan standar pelayanan minimum (SPM) harus dimasukkan dengan lebih baik ke dalam sistem pemantauan dan evaluasi program. Sementara keterlibatan masyarakat dalam manajemen sistem berskala kecil, seperti sanitasi berbasis masyarakat, harus didukung, harus jelas bahwa Pemda pada akhirnya bertanggung jawab atas penyelenggaraan layanan. Pengalaman semua program yang telah dibahas menunjukkan dengan jelas bahwa memiliki lembaga yang kuat, misalnya satuan SKPD, yang menerapkan program di tingkat daerah sangat penting. Lembaga operasional harus didukung oleh “lingkungan kondusif” kebijakan, lembaga pendukung (untuk perencanaan, penganggaran, manajemen personil, dan lain-lain) dan kerangka hukum yang jelas. Semua program, oleh karenanya, harus memasukkan pengembangan kapasitas dalam jumlah besar—di tingkat kelembagaan, untuk individu-individu utama, dan untuk lingkungan pendukung. Penting bahwa perhatian awal diberikan untuk mengidentifikasi kebutuhan utama dan menetapkan mekanisme penyelenggaraan untuk pengembangan kapasitas. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan pada awal program dan pelaksanaan hibah sebenarnya sebaiknya tidak dimulai sampai terdapat lembaga pelaksana yang kuat. Upaya untuk melibatkan Kemendagri dalam programprogram di masa mendatang harus dilanjutkan. Selain melibatkan Kemendagri dengan dasar kegiatan per kegiatan, juga harus ada upaya untuk melibatkan Kemendagri dalam struktur pengaturan dasar program yang baru. Ini berarti melibatkan mereka (seperti Bappenas dan Kemen PUPR) dalam dewan pengatur pelindung (atau apa pun yang mungkin menggantikannya dalam program yang baru) serta menyertakan mereka pada tingkat yang lebih teknis dengan panitia teknis, struktur tingkat kebijakan, dan lain-lain. Prosedur formal sebagaimana donor asing bekerja bersama Kemendagri harus diikuti, peran Kemendagri harus diuraikan secara jelas, perjanjian
formal harus dibuat, serta Nota Kesepahaman yang merinci peran dan tanggung jawab untuk keterlibatan Kemendagri dalam kegiatan-kegiatan tertentu harus dipersiapkan. Tantangan Walau IndII membawa hasil positif dan memberi saran arahan untuk masa mendatang, program infrastruktur yang baru akan menghadapi berbagai tantangan. •
•
•
Meski kemajuan telah dicapai dalam mendorong Pemda untuk memperkuat pengelolaan air limbah, banyak Pemda masih melihat air limbah sebagai prioritas yang rendah dibandingkan dengan layanan publik lainnya seperti air minum atau bahkan limbah padat. Program yang baru, bekerja bersama Pemerintah Indonesia, akan perlu terus menyampaikan pentingnya pengelolaan air limbah oleh Pemda. PRIM, dan pengalaman dalam sektor lain, telah menunjukkan walau biaya pemeliharaan rutin infrastruktur mahal, dalam jangka waktu panjang akan berdampak pada efisiensi biaya. Meski demikian, banyak Pemda, dalam keyakinan yang salah untuk menjaga penghematan anggaran, terus menunda pemeliharaan rutin tahunan demi rehabilitasi atau rekonstruksi yang lebih mahal namun jarang dilakukan. Hal ini kerap terjadi untuk sektor jalan, dan juga merupakan masalah bagi sektor lain seperti air limbah. Pemda yang terlibat dalam sAIIG akan perlu untuk secara berkelanjutan menganggarkan dana operasional dan pemeliharaan untuk sistem sAIIG menyusul berakhirnya program IndII. Kapasitas Pemda, khususnya di wilayah perdesaan di luar Jawa dan Sumatera, seringkali memerlukan peningkatan. Struktur dan keterampilan manajemen rendah dalam mengoperasikan program yang kompleks, koordinasi antar instansi terkadang kacau, dan kebijakan serta kerangka hukum yang ada tidak selalu mendukung. Pengembangan kapasitas yang besar akan penting untuk mengembangkan programprogram hibah utama.
21
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
•
22
Makalah ini telah menunjukkan bagaimana IndII telah mendukung pergeseran penekanan pendanaan dan pengembangan infrastruktur daerah ke Pemda. Ini telah menghasilkan perubahan peran bagi instansi-instansi infrastruktur pusat seperti Kemen PUPR dari peran yang menyediakan infrastruktur bagi Pemda menjadi peran yang melibatkan penyusunan standar, pemantauan perkembangan, dan penetapan kebijakan. Di samping itu, mekanisme pendanaan bergeser dari anggaran lini badan infrastruktur menjadi DAK dan upaya percontohan dengan mekanisme penerusan hibah langsung ke Pemda. Sementara secara umum tren ini telah diterima oleh kementerian terkait, tentunya telah terjadi, dan akan terus berlangsung, penolakan dari beberapa pihak yang masih ingin melihat peran langsung dari badan-badan lini dalam pendanaan dan pengembangan infrastruktur daerah. Kebijakan dan kepemimpinan politik akan perlu ditetapkan untuk menjamin bahwa semua badan dan individu memberikan respon kepada “garis kebijakan” yang sama.
Tentang penulis Joel Friedman pernah bekerja sebagai Penasihat Pengembangan Kelembagaan IndII – Air Minum dan Sanitasi dan saat ini merupakan Penasihat Pengembangan Kelembagaan untuk Konsultan Persiapan, Penilaian dan Pengawasan bagi Program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG). Joel berpengalaman selama lebih dari 20 tahun di Indonesia bekerja dengan berbagai lembaga pemerintahan. Di tingkat pusat, Joel bekerja sama terutama dengan Kementerian Dalam Negeri, dan antara lain juga dengan Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Joel juga pernah bekerja dengan berbagai Pemda, termasuk Palembang. Sektor-sektor kunci yang pernah ia kerjakan termasuk pembangunan perkotaan, lingkungan hidup, desentralisasi, dan penguatan kelembagaan.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
MEMBANGUN KOTA YANG BERFUNGSI BAGI SEMUA ORANG – MENANGANI KEBUTUHAN DAN TANTANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI PUBLIK Maria Renny | Program Officer, Transportasi John Lee | Lead Advisor, Transportasi
Wilayah perkotaan menjadi semakin strategis bagi daya saing perekonomian Indonesia dan kesejahteraan penduduknya. Transportasi perkotaan memainkan peranan penting dalam meningkatkan kedua hal tersebut. Oleh karena itu, Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didanai Pemerintah Australia menetapkan prioritas untuk mendukung peningkatan-peningkatan dalam transportasi perkotaan di Indonesia sejak 2010. Sebagaimana halnya dengan berbagai inisiatif IndII, intervensi dalam transportasi perkotaan telah dirancang untuk meningkatkan program-program yang dikelola atau didanai oleh instansi-instansi Pemerintah Indonesia, melalui kontribusi dukungan teknis (TA, technical assistance) yang relatif kecil dan ditargetkan untuk terlaksana secara berkelanjutan. Dalam transportasi perkotaan, bidang-bidang yang tercakup oleh kontribusi TA ini meliputi: • Peningkatan desain dan penyelenggaraan halte bus kota di Palembang, Bogor, Surakarta, dan Yogyakarta, melalui Program Peningkatan Bus (BIP, Bus Improvement Program); • Dukungan manajemen dan operasional layanan Angkutan Bus Cepat (BRT, Bus Rapid Transit)1 yang disediakan oleh PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta), perusahaan BUMD pengelola BRT milik pemerintah di Jakarta; • Reformasi sistem manajemen layanan non-BRT di Jakarta, melalui perkenalan kontrak berbasis kinerja untuk penyediaan layanan; • Skema percontohan (di Medan, Pekanbaru, Bandung, dan Denpasar) untuk meningkatkan keselamatan jalan di wilayah perkotaan atau koridor-koridor yang telah ditetapkan, dengan menggunakan rangkaian terpadu langkahlangkah manajemen teknik dan lalu lintas (Program Keselamatan Jalan Perkotaan Terpadu/Integrated Urban Road Safety Program, atau IURSP); • Pengembangan sistem berbagi pengetahuan untuk mobilitas perkotaan, sebagai sumber informasi mengenai praktik terbaik dalam perencanaan dan penyelenggaraan transportasi perkotaan di seluruh Indonesia. Karena transportasi perkotaan sebagian besar difungsikan secara lokal dan Pemerintah Pusat memiliki sedikit pengaruh terkait belanja pemerintah daerah (Pemda) melalui kebijakan desentralisasi saat ini, TA IndII berfokus mendorong Pemda untuk bertanggung jawab atas komponen-komponen penyelenggaraan Menjamin fasilitas bus umum yang dapat layanan dan infrastruktur ini. diakses kelompok penyandang disabilitas. Layanan BRT diselenggarakan di jalur-jalur bus yang sudah ditetapkan, umumnya (tetapi tidak selalu) terlindung dari lalu lintas lain dan oleh karenanya terlindung dari kemacetan lalu lintas. Layanan ini berpotensi menawarkan layanan yang menarik bagi mereka yang biasanya akan menggunakan mobil pribadi. 1
-Atas perkenan IndII
23
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Latar Belakang Terdorong oleh persepsi kesenjangan dalam hal peluang kerja dan pendidikan antara wilayah perkotaan dengan pedesaan, dan meskipun terdapat upaya pemerintah untuk mengembangkan daerah-daerah yang lebih terpencil, kota-kota di Indonesia bertumbuh lebih cepat daripada wilayah lain di Asia. Pada 2025, lebih dari dua per tiga populasi diperkirakan akan tinggal di wilayah perkotaan (Bank Dunia, 2014). Dengan angka pertumbuhan yang ada saat ini, Jakarta akan menjadi negara metropolis terbesar di Asia pada 2028. Urbanisasi menyajikan baik peluang maupun tantangan. Penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan telah mendukung dalam mengurangi setengah angka kemiskinan selama dekade terakhir. Kontribusi perkotaan terhadap PDB meningkat pesat, seiring terciptanya lebih banyak lapangan pekerjaan di perkotaan, khususnya dalam sektor produksi dan jasa yang bergantung pada transportasi serta komunikasi yang efisien untuk produktivitas dan daya saing. Meski demikian, Indonesia tetap gagal dalam memaksimalkan manfaat dari urbanisasi. Menurut Bank Dunia, pada 2003 PDB Indonesia meningkat hanya 2 persen untuk setiap 1 persen pertumbuhan populasi perkotaan, sementara Tiongkok mencapai 6 persen dan Thailand mencapai 10 persen pertumbuhan untuk angka peningkatan populasi yang sama. Apabila tren ini berlanjut, maka angka kemiskinan penduduk kota akan melampaui angka kemiskinan penduduk desa di Indonesia pada 2030. Alasannya—atau setidaknya sebagian besar dari alasannya? Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dari populasi perkotaan yang meningkat. Penyediaan, dan akses, terhadap layanan dasar tidak terdistribusi dengan baik bahkan di kotakota metropolitan. Kemacetan lalu lintas, polusi, penurunan standar kualitas air, dan risiko bencana alam menambahkan lebih lanjut biaya hidup dan biaya usaha, sehingga menyebabkan tingkat produktivitas yang lebih rendah, pembatasan anggaran pembangunan, dan ketimpangan penghasilan. Sementara negara-negara seperti Thailand dan Vietnam mengeluarkan sedikitnya 7 persen dari PDB mereka untuk investasi infrastruktur, Indonesia hanya mengeluarkan sekitar 4 persen dalam beberapa tahun belakangan ini. Kondisi banjir, diperparah oleh drainase yang tidak memadai dan manajemen limbah yang buruk, membebankan miliaran Rupiah setiap tahunnya pada biaya-biaya yang dapat dihindari karena 24
usaha-usaha, perkantoran pemerintah, dan layanan publik terpaksa tutup. Lebih dari 90 orang meninggal dunia di wilayah perkotaan setiap harinya dalam kecelakaan lalu lintas yang mungkin dapat dihindari dengan adanya pendidikan dan infrastruktur jalan yang lebih baik. Kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, penderita sakit, perempuan, dan penyandang disabilitas tidak dapat mengakses layanan publik atau terpaksa harus mengeluarkan ongkos yang sebenarnya tidak sanggup mereka biayai, sehingga memperberat rintangan yang mereka hadapi dalam menikmati kesempatan memperoleh layanan kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Permasalahan dan Tantangan Kota-kota di Indonesia adalah beberapa dari yang terpadat di dunia. Antara tahun 2000 dan 2010, kepadatan penduduk perkotaan rata-rata dunia meningkat dari 7.400 menjadi 9.400 orang per km persegi. Dalam dekade yang sama, kepadatan penduduk Jakarta meningkat dari 12.200 menjadi 14.600 orang per km persegi—hanya berada satu tingkat di bawah Hong Kong di Asia Timur. Namun demikian, karena penyediaan dan manajemen infrastruktur yang buruk, Jakarta hanya memperoleh sedikit manfaat aglomerasi yang umumnya dihasilkan oleh struktur perkotaan yang rapat seperti ini. Setengah dari seluruh belanja modal publik di Indonesia (sampai dengan 2 persen dari total PDB) berasal dari Pemda. Dimulai pada 2001, desentralisasi telah memberikan kepada Pemda peningkatan yang luar biasa dalam hal kewenangan dan sumber daya, termasuk sumber daya yang dialihkan dari Pemerintah Pusat. Namun demikian, layanan publik dasar di berbagai wilayah daerah mengalami penurunan. Dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, daerah-daerah di Indonesia mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan daerah di negara-negara tetangga. Transportasi perkotaan pun mengalami kekurangan perencanaan, investasi, dan manajemen efektif yang diperlukan untuk mendukung produktivitas, daya saing, dan aksesibilitas bagi semua kalangan. Layanan Transportasi yang Tersedia: Jakarta Sebagai Contoh Beberapa wilayah metropolitan memiliki skala dan kepadatan yang memerlukan sistem angkutan massal perkotaan untuk menghindari kemacetan total. Kondisi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Jumlah Penumpang Transjakarta (dalam jutaan)
Tahun
Jumlah Penumpang (dalam jutaan) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nov
Des
2013
7.85
8.00
9.32
9.34
9.46
9.73
9.59
8.63
10.02
9.99
10.03
10.56
2014
8.97
8.54
10.17
9.67
9.86
10.16
8.40
9.29
9.49
9.48
8.94
9.00
2015
8.74
7.63
9.38
8.83
9.04
8.69
7.59
8.79
8.44
8.71
8.50
8.50
2016
8.51
8.14
9.01
9.11
10.01
10.21
9.65
11.38
11.38
12.01
13.35
13.62
Sumber: Data Transjakarta, 2016
ini akan membutuhkan investasi besar, yang memerlukan dukungan dari Pemerintah Pusat. Sementara itu, sebagian besar wilayah perkotaan bergantung pada sistem berbasis bus, yang dalam beberapa kasus dilengkapi oleh layanan kereta api komuter dari kota-kota satelit. Di Jakarta, karena standar layanan yang buruk, hanya 20 persen perjalanan dilakukan menggunakan transportasi umum—angka yang menunjukkan penurunan, meskipun terjadi kemacetan jalan yang parah dan semakin buruk. Dari angka tersebut, 80 persen menggunakan layanan bus sedang dan kecil berkualitas rendah, yang sebagian besar tidak diregulasi (termasuk angkot). Terdapat lebih dari 500 rute bus non-BRT ini di Jakarta, dengan lebih dari 70 di antaranya melayani koridor utara-selatan pusat Jalan Sudirman/Jalan Thamrin. Rute-rute tersebut tidak direncanakan, melainkan berevolusi. Setiap rute dioperasikan oleh satu operator, seringkali sekelompok pemilik perorangan dalam sebuah koperasi, tanpa kepastian regulasi terhadap kualitas atau keselamatan layanan. Kurang-lebih 1.000 bus ukuran besar dan 2.500 bus ukuran sedang, sebagian besar dalam kondisi buruk, terlibat dalam layanan non-BRT ini. Kualitas layanan, keandalan, dan standar keselamatan memang sangat buruk. Persaingan antar kru (kru perorangan menyewa
bus secara harian dan agresif dalam mencari penumpang dan pendapatan) meningkatkan risiko keselamatan dan memperburuk kemacetan jalan. Sistem BRT PT Transjakarta, yang mengawali rute pertamanya pada 2004, saat ini melayani 20 persen dari seluruh perjalanan transportasi umum (340.000 penumpang per hari, masih angka yang kecil dibandingkan dengan angka keseluruhan) pada 69 rute dengan 807 bus (per September 2016). Selain layanan BRT ini, Transjakarta, yang dibentuk pada 20142, menyediakan layanan pengumpan dengan menggunakan bus mini dan akan segera mengoperasikan bus berlantai rendah baru (dispesifikasikan oleh IndII untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada perempuan dan penyandang disabilitas) pada rute-rute non-BRT tertentu. Transjakarta melayani pergerakan dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan memerlukan infrastruktur yang kokoh pada setiap pemberhentian atau terminal pergantian bus. Agar efektif, sistem layanan tersebut harus dilengkapi oleh bus dan angkot reguler yang 2 Sebelum korporatisasi pada 2014—transisi yang didukung oleh penasihat dari IndII—Transjakarta merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Perhubungan Pemerintah DKI Jakarta.
25
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
menyediakan layanan pengumpan dan melayani permintaan volume yang lebih rendah di wilayah-wilayah di mana pola perjalanan tidak terlalu padat. Namun demikian, saat ini, integrasi layanan yang demikian kurang mendapatkan pertimbangan, dan banyak perjalanan yang dilakukan setiap harinya melibatkan beberapa peralihan antara layanan-layanan yang berdiri sendiri, dengan masing-masing layanan menuntut pembayaran tarif yang terpisah.
Proporsi Transportasi Umum di DKI Jakarta Bus Antar Kota Bus Wisata & Rental Taksi Angkot Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar (termasuk Transjakarta
Mobilitas di perkotaan dengan 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 0 menggunakan transportasi umum (dan bahkan dengan menggunakan Sumber: Data Statistik Transportasi DKI (2015, BPS) mobil pribadi pada jalanan dengan mereka dikeluarkan untuk transportasi, dan perjalanan tingkat kemacetan yang tinggi) terus dipersulit oleh rendahnya kualitas infrastruktur, kurangnya memburuk dalam beberapa tahun belakangan ini informasi mengenai layanan yang tersedia, dan petugas sehingga layanan penumpang sepeda motor dengan yang tidak siaga menolong. biaya rendah atau “ojek”, semakin populer. Layanan ini dioperasikan oleh pemilik sepeda motor sebagai usaha sampingan (dengan beberapa di antaranya bekerja untuk layanan terpadu semacam Uber dengan pemesanan menggunakan aplikasi daring dan, dalam beberapa koridor pengumpan, bersifat dominan. Selain tanpa peraturan yang jelas, keberhasilan ojek juga meningkatkan persaingan yang dihadapi oleh operator transportasi umum konvensional. Biaya Manusia (Human Cost) dari Mobilitas Penduduk Perkotaan yang Buruk Perpaduan layanan yang kompleks ini, seringkali dengan kualitas yang sangat buruk, adalah satu-satunya sarana mobilitas bagi kelompok berpenghasilan rendah. Sampai mereka mampu membeli sepeda motor, mereka harus bergantung pada layanan bus, kereta api, dan ojek yang tidak terintegrasi dengan baik. Perjalanan dapat memakan biaya yang tinggi dan sulit bagi penyandang disabilitas, terutama apabila mereka harus menggunakan taksi. Dalam sebuah wawancara dengan IndII untuk Prakarsa April 2014, perwakilan dari kelompok Wisata Jakarta Bebas Hambatan (Jakarta Barriers Free Tourism, JBFT) yang mengadvokasikan layanan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas, mengatakan bahwa sepertiga dari penghasilan 26
Berjalan kaki merupakan bagian penting dari setiap perjalanan transportasi umum. Namun demikian, studi ADB 2011 menemukan bahwa 65 persen jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki di Jakarta tidak banyak digunakan karena pemeliharaan yang buruk, kurangnya kebersihan, anak tangga yang sulit digunakan, dan kekhawatiran atas keselamatan pribadi. Sebagian besar pejalan kaki harus menyeberang jalan sembarangan; beberapa trotoar yang ada lazimnya terhalangi oleh pengendara sepeda motor dan pedagang kaki lima. Di mana terdapat trotoar yang memadai, para pejalan kaki masih harus berbagi dengan pengendara sepeda motor yang menggunakan trotoar untuk menghindari kemacetan lalu lintas. Terhambat oleh tiang-tiang, tempat sampah, dan pijakan yang rusak, trotoar yang tidak dapat diakses semakin menurunkan efektivitas transportasi umum. Keselamatan juga merupakan masalah penting. Pada 2015, lebih dari 24.000 orang meninggal dunia di jalan di Indonesia, sebagian besar dari mereka adalah pengendara sepeda motor dan pejalan kaki. Delapan puluh persen dari peristiwa tersebut terjadi di jalan provinsi, terutama wilayah-wilayah terbangun (built-up areas). Biaya sosialnya tidak mungkin untuk diukur; biaya
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
setempat. Hanya Jakarta yang telah secara aktif melarang penggunaan mobil di wilayah-wilayah tengah kota dengan kebijakan three-in-one (yang digantikan oleh skema percontohan pelat kendaraan ganjil-genap pada Oktober 2016), dan dalam waktu dekat akan memperkenalkan denda kemacetan melalui sistem jalan berbayar (electronic road pricing). Alasan Keterlibatan IndII
Bus terartikulasi dengan spesifikasi baru. -Atas perkenan IndII
ekonominya dipekirakan lebih dari 3 persen PDB. Sistem transportasi perkotaan menjadi tulang punggung pembangunan perkotaan. Sistem transportasi perkotaan harus direncanakan untuk memenuhi tujuan pembangunan perkotaan dan memberikan solusi-solusi yang terjangkau bagi semua pengguna. Untuk melakukan hal ini diperlukan pengkajian pola-pola perjalanan penduduk, satu hal yang jarang dilakukan bahkan oleh sebagian besar kota-kota besar di Indonesia. Sistemsistem transportasi telah berkembang pesat tanpa adanya pengendalian perencanaan. Menjadi semakin sulit untuk memberikan solusi transportasi yang efisien. Kurangnya perencanaan menyebabkan ketidakseimbangan yang mencolok antara kebutuhan transportasi dan penyediaan kapasitas, yang mengakibatkan kemacetan parah. Dihadapkan dengan persoalan ini, berbagai kota mencoba untuk mengelola kebutuhan dalam upaya mencapai keseimbangan yang lebih baik. Pemerintah Pusat telah mengembangkan penggunaan sistem kendali transportasi cerdas (ITCS, intelligent transport control system) untuk memantau kondisi lalu lintas dan menerapkan solusisolusi manajemen dari hari ke hari. Meski demikian, sedikit kota yang memiliki petugas yang mampu menggunakan teknologi ini. Sistem kendali parkir area pusat (central area parking controls) adalah opsi lain, namun sedikit kota yang mengimplementasikannya karena dihadapkan dengan penolakan dari bisnis-bisnis
Keterlibatan IndII dalam transportasi perkotaan berawal pada 2010, disusul dengan dikeluarkannya UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Transportasi Jalan. UU ini mendorong perkembangan transportasi umum di tingkat daerah menyusul keberhasilan pelaksanaan tahap awal sistem BRT di Jakarta. Tujuan IndII adalah untuk mendukung hal ini dan menunjukkan praktik yang baik dengan mendukung kota-kota berukuran sedang meningkatkan mobilitas perkotaan mereka melalui peningkatan transportasi umum. Hal ini berarti lebih dari sekedar bus dan pemberhentian bus baru, tetapi juga meningkatkan aksesibilitas transportasi umum, kualitas infrastrukturnya, dan keandalan layanannya. IndII selalu berfokus pada Pemda. Meskipun koordinasi antar instansi menjadi persoalan di tingkat nasional, semua instansi daerah melapor kepada gubernur atau walikota, yang dapat mengkoordinir dan memfasilitasi pertemuan. IndII juga telah memberikan dukungan langsung (hands-on assistance) sepanjang siklus perencanaan, pendanaan, dan pelaksanaan, sehingga menciptakan rasa kepemilikan yang kuat pada tingkat daerah dan mengurangi kebergantungan terhadap inisiatif-inisiatif Pemerintah Pusat. IndII memutuskan untuk berfokus pada wilayah perkotaan yang juga telah menerima dukungan dari donor lain dan instansi nasional. Hal ini mendorong dibangunnya dukungan Pemerintah Pusat, dan ini berarti komitmen-komitmennya terjamin. Secara umum, beberapa upaya pengembangan kapasitas juga telah dilakukan. Kegiatan dipilih dan dirancang dengan target hasil yang secara realistis dapat dicapai. Melalui keterlibatannya, IndII mendorong kota-kota yang terpilih untuk menangani aksesibilitas transportasi umum, fasilitas pejalan kaki, keselamatan jalan, dan kebutuhan 27
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
pengguna jalan yang rentan, karena peningkatan di setiap wilayah tersebut dapat meningkatkan intensitas penumpang (ridership) transportasi umum dan secara signifikan meningkatkan kehidupan masyarakat. IndII juga memperkenalkan pendanaan bersyarat berbasis hasil kepada Pemerintah Pusat dan Pemda yang terlibat. Hal ini mendorong mereka menjadi lebih bertanggung jawab atas kualitas infrastruktur dan nilai ekonomis dan manfaat (value-for-money) dari pengeluaran. Selain memberikan kesempatan belajar, keterlibatan TA langsung IndII adalah satu cara untuk menjamin berjalannya program secara berkelanjutan. Keberhasilan dicapai ketika pemerintah-pemerintah terkait bersedia mengalokasikan pendanaan mereka sendiri untuk memelihara pelaksanaan program.
Proyek-proyek infrastruktur transportasi umum seringkali digunakan oleh pemerintah-pemerintah kotamadya sebagai solusi cepat, dengan visibilitas dan kepastian pencairan anggaran yang tinggi. Sayangnya, berbagai proyek seperti itu tidak direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, sehingga mengurangi efektivitasnya. Dukungan IndII bertujuan memperkuat perencanaan yang baik untuk mewujudkan infrastruktur berkualitas tinggi dan meningkatkan penyelenggaraan layanan.
BIP memerlukan koordinasi cermat antara Pemerintah Pusat dan Pemda, dan antar instansi daerah. Sebagai pelengkap program nasional untuk memasok bus BRT ke Palembang dan Surakarta, dan menjawab ketidaktersediaannya standar nasional halte bus, BIP menyatakan akan menetapkan dan menggunakan desain halte bus universal yang baru. Spesifikasi teknis dan fungsional dikembangkan dengan masukan dari Pemerintah Pusat dan Pemda. Tujuannya adalah untuk mengembangkan desain yang sesuai dengan peraturan nasional tetapi cocok untuk konteks lokal. Desain tersebut juga memperkenalkan fitur-fitur gender dan disabilitas yang telah terabaikan di masa lalu.
Halte Bus Palembang dalam penggunaan. -Atas perkenan IndII
Halte Bus Surakarta. -Atas perkenan IndII
Meningkatkan Infrastruktur Transportasi Umum melalui Program Peningkatan Bus (BIP)
28
Perencanaan Program Peningkatan Bus (BIP, Bus Improvement Program) IndII berawal pada November 2009. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa infrastruktur BRT (halte bus) direncanakan dan dirancang dengan baik untuk memaksimalkan kegunaannya. BIP dibatasi untuk lima kota percontohan dengan layanan BRT, dipilih dari 10 kota yang telah diprioritaskan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Empat dari kota tersebut (Palembang, Bogor, Surakarta, dan Yogyakarta) mengajukan rencana pembangunan infrastruktur BRT untuk memperoleh dukungan IndII, tetapi hanya Palembang dan Surakarta yang memenuhi kualifikasi untuk menerima dukungan hibah IndII berdasarkan komitmen sumber daya dan kualitas proposal mereka.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
BIP berupaya mengilustrasikan langkah-langkah penting dalam mengidentifikasi bagaimana infrastruktur menghambat sebuah kota untuk dapat berfungsi secara efektif dan kemudian merancang program untuk mengatasi persoalan tersebut. BIP berhasil dalam membujuk kotakota memprioritaskan anggaran untuk penyediaan infrastruktur, merancang infrastruktur yang lebih baik, mengkoordinir pelaksanaan program, mengakomodir para pengguna rentan, dan pada akhirnya membangun desain yang terstandarisasi lintas kota-kota besar. Mereformasi Manajemen Layanan BRT Sementara BIP berfokus pada infrastruktur, upayaupaya IndII di DKI Jakarta berkonsentrasi pada reformasi manajemen dan industri transportasi. Proses reformasi diawali lewat transformasi Transjakarta dari unit pemerintah menjadi Badan Usaha Milik Daerah sebagai katalisator. Melengkapi hal ini adalah upaya paralel untuk memodernisasi layanan bus reguler (non-BRT) di Jakarta. Keduanya ditujukan untuk meningkatkan manajemen, kinerja, dan integrasi layanan bus untuk menjamin bahwa sistem berfungsi secara efektif dalam kerangka kerja yang lebih luas untuk mobilitas perkotaan. Peningkatan layanan transportasi umum memerlukan lebih dari sekedar tambahan bus, fasilitas, dan infrastruktur; peningkatan layanan transportasi umum juga memerlukan manajemen industri serta kinerja operasional dan finansial yang lebih baik.
Kegiatan Transjakarta harus mentransformasi perusahaan seraya menjamin bahwa Transjakarta terus menyediakan layanan tanpa gangguan. IndII memberikan TA untuk meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan profitabilitas, meningkatkan intensitas penumpang (ridership), dan menjamin keberlanjutan dengan memperkenalkan metode-metode perencanaan dan manajemen yang lebih baik dan mengembangkan kemampuan staf. Standar layanan seringkali ditetapkan oleh kualitas penyedia layanan. Dalam hal ini, sebagai badan usaha komersil (meskipun dimiliki oleh Pemerintah), PT Transjakarta dapat menetapkan standar layanan minimumnya, menyampaikan rencana investasi untuk infrastruktur yang diperlukan, menetapkan spesifikasi bus standar, melakukan negosiasi ulang dan memantau kontrak-kontrak operator, dan meningkatkan intensitas penumpang bus. Perusahaan telah mengatur standar layanan minimum, mendanai pembangunan pusat kontrol khusus, menginisiasi dua proyek pembangunan kembali stasiun pusat, dan membeli bus terartikulasi yang memenuhi spesifikasi yang baru dikembangkan. Program Peningkatan Transjakarta adalah upaya pertama DKI Jakarta yang berhasil dalam memodernisasi pengoperasian bus PT Transjakarta, dibentuk dengan dukungan IndII, memiliki kewenangan penuh untuk menjadwal dan mengoperasikan armada. Meskipun tidak
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
(dalam jutaan)
8.51
8.14
9.01
9.11
10.01
10.21
275
281
291
304
323
340
Harian
Bulanan
Jan
(dalam ribuan)
Jumlah Penumpang Transjakarta 2016
Bulanan (dalam juta)
Harian (dalam ribu)
Sumber: Data Transjakarta, 2016 29
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, mengunjungi Pusat Kontrol Transjakarta Aksesibel. -Atas perkenan IndII
memiliki aset infrastruktur secara penuh, Transjakarta memiliki pengaruh untuk merekomendasikan belanja modal untuk mendukung pengoperasiannya. Dalam mendukung hal ini, sekali lagi dengan dukungan IndII, Transjakarta berada dalam proses mengembangkan sistem registrasi aset yang akan digunakan untuk merencanakan pemeliharaan, rehabilitasi, dan pengembangan baru aset; sistem ini akan digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta setelah disetujui. Layanan Non-BRT Dengan 80 persen penumpang bus Jakarta dilayani oleh bus non-BRT, IndII juga telah mendukung sebuah program untuk mendorong peningkatan manajemen sistem nonBRT. Rencana awal adalah untuk mendukung Jakarta dalam mengembangkan kerangka kerja kebijakan jangka panjang dan strategi untuk meningkatkan mobilitas serta peran transportasi umum. Ini dimaksudkan untuk memberi dukungan dalam mengintegrasikan inisiatif-inisiatif transportasi umum dengan langkahlangkah lain untuk meningkatkan efisiensi transportasi metropolitan. Namun, diperlukan sesuatu yang lebih praktis. Oleh karenanya, program kedua disesuaikan 30
untuk meningkatkan kualitas layanan non-BRT terkait cakupan, aksesibilitas, kenyamanan, keselamatan, dan keberlanjutan, dengan subsidi minimal. Proses reformasi ini ditunjukkan pada rute percontohan, lewat inisiatif pemborongan layanan berbasis hasil yang dikembangkan dalam kerjasama dengan PT Transjakarta. Perkembangan masih berjalan, tetapi DKI Jakarta saat ini, untuk pertama kalinya, mulai mereformasi dan memodernisasi layanan tradisional yang tidak diatur (dan sebagian besar tidak dapat dikendalikan) yang disediakan oleh operator tunggal, dan menggantikan layanan tersebut dengan sistem layanan bus modern yang diatur pada rute yang direncanakan dengan cermat di mana perusahaan pengelola (yang mungkin masih berbentuk koperasi) akan dibayar berdasarkan kualitas dan keandalan layanan yang mereka berikan. Solusi sementara yang saat ini diadopsi PT Transjakarta adalah menerapkan beberapa rute perdana sebagai proyek percontohan, yang kelak akan dijalankan oleh pengelola swasta. Spesifikasi bus kota berlantai rendah yang baru, yang dikembangkan oleh IndII saat ini telah diterima oleh DKI Jakarta dan dimasukkan dalam katalog elektronik pengadaannya. Beberapa pabrikan telah menunjukkan ketertarikan dalam memproduksi bus-bus yang sesuai. Ini
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Halte Bus Terstandarisasi. -Atas perkenan IndII
merupakan tahapan pencapaian yang signifikan; tahap ini membuka peluang baru bagi industri bus Indonesia untuk mengembangkan model-model bus ramah pelanggan, yang mendorong daya saing Indonesia dalam pembuatan bus. Daya tarik besar dari desain bus berlantai rendah adalah, tentunya, bagaimana desain tersebut mengakomodir penyandang disabilitas. Desain tersebut mengenali bahwa pengguna yang rentan memerlukan pertolongan tambahan dan memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi untuk memastikan mereka mendapatkan tingkat kenyamanan dan kemudahan yang sebanding. Berawal dari bus yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas, terdapat maksud untuk menciptakan kota yang dapat diakses dengan desain universal bagi penduduknya. Dengan menyediakan fasilitas bagi kelompok penyandang disabilitas, Jakarta akan mendorong pelaksanaan UU no. 8 Tahun 2016 tentang Para Penyandang Disabilitas yang baru dikeluarkan, yang memberikan hak kepada penyandang disabilitas untuk mengakses semua fasilitas umum, dan menetapkan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Dengan menyediakan fasilitas transportasi umum ramah penyandang disabilitas,
Halte yang dilengkapi undakan dan lahan landai yang bisa diakses kursi roda. -Atas perkenan IndII
31
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Peningkatan trotoar di Medan. -Atas perkenan IndII
Zona pendidikan yang ditetapkan di Denpasar. -Atas perkenan IndII
program peningkatan transportasi umum IndII akan meninggalkan warisan kemanusiaan dan mendukung terjadinya perubahan sosok kota.
Di wilayah perkotaan, hal ini memerlukan pendekatan terkoordinir antar instansi sehingga keseluruhan rangkaian fasilitas disediakan bagi pengguna jalan.
Dengan dukungan IndII dalam melaksanakan pengaturan jadwal bus berbasis permintaan, armada bus Jakarta akan dapat meningkatkan frekuensi serta keandalan layanan, dengan menghapus penumpukan bus dan mengurangi keterlambatan penumpang sementara berlangsung perluasan kapasitas yang lebih substantif. Untuk pertama kalinya, pengemudi, kondektur, pengawas, dan perencana Transjakarta telah mulai memahami pentingnya pengaturan jadwal layanan. Dengan berlangsungnya proyek percontohan, DKI Jakarta diharapkan akan menyadari bahwa layanan bus berkualitas tinggi juga mungkin disediakan pada rute non-BRT lain di Jakarta. Meskipun rute percontohan pada awalnya akan diselenggarakan oleh Transjakarta, operator bus lain akan memperoleh manfaat dari pengalaman reformasi ini.
Melalui IURSP, IndII memberi dukungan kepada Dirjen Perhubungan Darat dalam mengembangkan pedoman, standar, dan prosedur untuk digunakan oleh kota-kota, sehingga mendorong memperkuat peran koordinasi kementerian teknis. IndII juga memberikan dukungan kepada Pemda di Medan, Pekanbaru, Bandung, dan Denpasar dalam meningkatkan kemampuan mereka untuk mengidentifikasi, merencanakan, merancang, dan melaksanakan langkah-langkah keselamatan jalan perkotaan yang efektif secara terpadu. Masing-masing kota memiliki proyek demo yang dapat ditiru di kota lain.
Peningkatan Keselamatan Jalan Perkotaan melalui IURSP Keselamatan jalan melibatkan berbagai aspek pendidikan, desain, dan manajemen, yang seluruhnya harus bekerja bersama-sama. Untuk Program Keselamatan Jalan Perkotaan (IURSP, Integrated Urban Road Safety Program) IndII, konsep utamanya adalah sistem yang aman untuk infrastruktur jalan, yang menuntut semua instansi yang bertanggung jawab untuk menjamin bahwa jalanan dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga ketika terjadi kecelakaan, tidak akan menyebabkan korban jiwa. 32
Di masa lalu, sulit untuk mencapai pendekatan yang sama terhadap keselamatan jalan antara instansi kunci yang terlibat: Kepolisian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Perhubungan, dan Pemda. Inisiatif-inisiatif nasional cenderung berfokus pada kegiatan berskala kecil yang tidak memerlukan anggaran besar atau keterlibatan banyak instansi. Mereka seringkali tidak melakukan verifikasi kinerja atau efektivitas. Instansi-instansi nasional merekomendasikan standar tetapi tidak dapat memaksa Pemda untuk menggunakannya. Beberapa proyek keselamatan jalan yang dibiayai oleh lembaga pendanaan internasional cenderung berfokus pada program sosialisasi tanpa dukungan yang memadai untuk pelaksanaan langkah konkret.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Meski demikian, sejumlah inisiatif telah diawali di bawah payung Rencana Induk Keselamatan Jalan Nasional (disusun pada 2013 dengan dukungan IndII), dan inisiatifinisiatif ini telah berkontribusi terhadap peningkatan kesadaran akan keselamatan jalan di antara instansiinstansi pemerintah. IURSP melengkapi dan mendukung perubahan sikap ini dan mendukung pengembangan kapasitas lebih lanjut dalam instansi-instansi pemerintah untuk pengkajian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Di Medan, Pekanbaru, dan Bandung, Pemda berfokus pada bagian yang paling terlihat: pusat-pusat kota. Ini dimaksudkan untuk mendukung peremajaan kembali perkotaan sementara menurunkan risiko kecelakaan di pusat-pusat kegiatan. Ketimbang berfokus pada titik rawan kecelakaan (blackspot), ketiga kota tersebut memulai dengan wilayah atau koridor yang ditetapkan, perencanaan untuk pendekatan sistem aman yang komprehensif. Di Denpasar, wilayah yang dipilih adalah zona pendidikan, dengan menekankan pada kampanye Zona Aman Sekolah nasional dan pendidikan keselamatan. IURSP juga menggunakan konsultasi publik untuk mengumpulkan informasi, mendiskusikan persoalan, dan mengembangkan solusi. Dalam merancang program, IndII memastikan bahwa instansi yang memimpin akan berfokus pada pelibatan pemangku kepentingan. Proposal proyek percontohan di Medan, Pekanbaru, Denpasar, dan Bandung lahir melalui konsultasi antara instansi perhubungan dengan Kepolisian, Dinas Pekerjaan Umum, serta perwakilan masyarakat untuk kebutuhan dan prioritas keselamatan. Keempat kota tersebut membuktikan dalam sejumlah pertemuan pemangku kepentingan bahwa mereka aktif menggali opini publik mengenai desain proyek yang diusulkan. Dengan menekankan pada keselamatan jalan sebagai program kotamadya, kegiatan IURSP mendorong koordinasi yang lebih baik antar instansi daerah. Denpasar dan Medan telah diakui sebagai contoh yang baik, dinilai dari kemampuan instansi daerah untuk mengidentifikasi permasalahan, mengkoordinir intervensi, dan melakukan pengkajian dasar di tingkat program. Pada akhir proses perancangan, menyusul terselenggaranya konsultasi publik yang ekstensif melalui Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Denpasar memutuskan untuk
mentransformasi wilayah sekolah terpilih menjadi zona pejalan kaki sekaligus meningkatkan akses transportasi umum menuju sekolah-sekolah. Kota Denpasar berhasil mendapatkan persetujuan dari berbagai sekolah, kantor, dan kelompok masyarakat untuk desain ulang ini. Sementara itu, di Medan, meskipun proses perancangan dipimpin oleh Dinas Perhubungan, pelaksanaannya didanai dan dipimpin oleh Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini dimungkinkan oleh kepemimpinan yang baik dari kantor Walikota dan kesediaannya untuk mengajak dinas-dinas tersebut untuk bekerja bersama. Kedua contoh ini harus dibagikan dengan kota-kota lain sebagai dorongan untuk penyusunan program keselamatan jalan yang lebih efektif. Berbagi Pengetahuan Dukungan IndII untuk berbagi pengetahuan merupakan pengakuan akan pentingnya pengetahuan dan pembelajaran di antara Pemda. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara no. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) menguraikan bagaimana lembaga pemerintah seharusnya menyimpan dan membagikan pengetahuan mereka, tetapi pelaksanaannya cenderung lebih berfokus pada pengumpulan data daripada manajemen dan pembagian pengetahuan. Pertukaran informasi antar kota besar dan instansi terbatas, menyebabkan terhambatnya sosialisasi praktik terbaik dan pembelajaran. Agar berkelanjutan, kegiatan berbagi pengetahuan memerlukan Teknologi Informasi (TI) untuk menyediakan platform dan portal untuk konten, dan Komunitas Praktisi (CoPs, Communities of Practice) untuk pengelolaan dan sosialisasi. Sayangnya, lebih mudah untuk mengembangkan platform TI daripada mengembangkan Komunitas Praktisi. Namun demikian, Komunitas Praktisi penting untuk kualitas, efektivitas, kepemilikan, dan keberlanjutan dari pembagian pengetahuan. Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan dipilih sebagai titik fokus untuk kegiatan ini. Portal berbagi pengetahuan dikembangkan dan diisi lebih dari 1.000 pos teknis (artikel, laporan, manual, standar, dan lain-lain) dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Bekerjasama 33
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
dengan universitas-universitas, sebuah Komunitas Praktisi dibentuk untuk mengelola sistem dan menjamin kualitas, relevansi, dan keberlanjutan. Portal www.transkot.com merupakan sumber informasi penting bagi pegawai pemerintah, regulator, operator, akademisi, dan pengguna transportasi. Portal ini merupakan sumber data terkaya di Indonesia, tetapi masih terdapat ruang untuk penyempurnaan. Penting agar Komunitas Praktisi berkomitmen dan diberi insentif untuk mengelola dan memelihara portal dalam jangka panjang. Pencapaian Secara Keseluruhan Keterlibatan IndII dalam transportasi perkotaan mengikuti prioritas Pemerintah Pusat dan Pemda. IndII berfokus pada Jakarta dan kota-kota berukuran sedang yang terpilih serta mengadakan kontak dengan penduduk sehubungan dengan isu-isu yang ditangani. Konsultasi publik dan pelibatan semua lembaga terkait mendukung penjaminan bahwa hasil yang diperoleh tetap dapat dilaksanakan dan relevan dengan konteks daerah. Pemda diperkenalkan dengan mekanisme pendanaan yang baru, sumber daya finansial alternatif, dan justifikasi teknis untuk prioritas program. Sepanjang memungkinkan, program IndII menekankan efektivitas program dam penciptaan insentif melalui hibah berbasis hasil. Program direncanakan untuk menjamin bahwa hasil sesuai harapan, pelaksanaan dipantau berdasarkan desain program, dan hasil diverifikasi berdasarkan indikator yang disepakati. Verifikasi berbasis hasil khususnya penting untuk memaksimalkan nilai ekonomis dan manfaat (value-formoney) dari transfer fiskal Pemerintah Pusat, dan untuk menghindari penyusutan sumber daya oleh proyekproyek yang boros. Pendanaan IndII untuk mobilitas perkotaan bernilai kecil dibandingkan dengan program-program sektor lain. Meski demikian, hal ini telah mendorong peningkatan yang lebih luas. IndII berhasil memperkenalkan pendekatan hibah kepada sektor transportasi. Ini memungkinkan instansiinstansi nasional untuk mengenakan persyaratan berbasis hasil pada transfer hibah, sehingga meningkatkan kualitas 34
perencanaan dan penyelenggaraan infrastruktur secara keseluruhan. Di samping itu, dengan memilih kota-kota yang terkait dengan program-program prioritas nasional, tercipta peluang untuk memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemda. Di tingkat nasional, pemantauan indikator kinerja daerah menjadi jauh lebih mudah dilakukan, sementara pemerintah kotamadya dapat melibatkan kontraktor atau konsultan setempat, sehingga meningkatkan kemampuan mereka dan memungkinkan mereka untuk menyelenggarakan infrastruktur berkualitas tinggi. Pelibatan masyarakat setempat, termasuk kelompok pengguna jalan yang rentan dan kelompok penyandang disabilitas, telah memungkinkan suara mereka didengar dan kebutuhan mereka dipenuhi.
Tentang penulis: Maria Renny mengelola proyek-proyek IndII di bawah klasifikasi sektor mobilitas perkotaan dan penerbangan. Ini mencakup perancangan kegiatan, memulai proses pengadaan, memantau kemajuan kegiatan, dan melaporkan selesainya kegiatan. Ia merupakan ahli perencanaan untuk wilayah perkotaan, transportasi dan mobilitas perkotaan, serta perencanaan metropolitan. Sebelum bekerja dengan IndII, ia bekerja di organisasi nonpemerintah nasional untuk isu-isu transportasi perkotaan khususnya di Jakarta dan Yogyakarta. Ia telah mendukung sosialisasi busway Transjakarta dan pemantauan media untuk menilai persepsi publik mengenai sistem Transjakarta. Bekerjasama dengan UN-Habitat, ia dulu merupakan anggota dari Komite Pengarah untuk Global Energy Network for Urban Settlements (GENUS), sebuah jaringan yang mendorong penggunaan energi yang lebih baik untuk listrik, transportasi, dan pengolahan limbah. John Lee adalah Lead Advisor untuk IndII, setelah sebelumnya menjabat sebagai Direktur Teknis untuk program transportasi IndII dari 2012 hingga 2015: sebuah program dengan anggaran lebih dari A$ 30 juta untuk mengatasi berbagai isu yang dihadapi sektor ini, tidak hanya dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan proyek, namun juga untuk mendukung terbangunnya lingkungan kebijakan dan hukum, kapasitas institusi, serta mekanisme pembiayaan dan pelayanan untuk kebutuhan perekonomian Indonesia sepanjang 20–30 tahun ke depan. John memiliki lebih dari 40 tahun pengalaman sebagai ahli transportasi, termasuk sekitar 20 tahun di Indonesia.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
JARINGAN JALAN DAERAH: PENERAPAN INSENTIF UNTUK PENINGKATAN LAYANAN John Lee | Lead Advisor, Transportasi
Pendahuluan Makalah ini menjelaskan secara singkat bagaimana Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung Pemerintah Australia, melalui Program Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Provinsi (PRIM, Provincial Road Improvement and Maintenance), mengembangkan pendekatan baru dalam pemberian insentif pemeliharaan infrastruktur yang lebih baik di tingkat daerah. PRIM telah berjalan sebagai program percontohan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak 2013. Dengan berbagai ciri yang sama dengan Hibah Air Minum IndII, perancangan PRIM didasarkan pada penggunaan hibah Pemerintah Pusat yang mensyaratkan peningkatan kinerja pemerintah daerah (Pemda). Salah satu ciri adalah penggunaan dana hibah yang awalnya didukung oleh Pemerintah Australia tetapi selanjutnya disediakan oleh Pemerintah Indonesia, untuk memberi imbalan atas hasil fisik dan peningkatan sistem tata kelola pemerintahan yang telah diverifikasi secara independen. Fokus PRIM adalah pada pengelolaan infrastruktur umum di bidang yang hingga saat ini sangat terabaikan di Indonesia: pemeliharaan jalan secara rutin dan tunggakan (backlog) pekerjaan yang perlu dilakukan agar jalan bisa berada dalam keadaan yang dapat dipelihara (maintainable). Empat puluh persen perkiraan biaya1 pekerjaan pemeliharaan yang direncanakan, dianggarkan, dan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) NTB akan diganti jika kriteria keluaran yang disepakati telah terpenuhi; dana hibah tambahan akan diberikan ketika prinsip-prinsip tata kelola yang disepakati berhasil dilaksanakan. Program percontohan di NTB dirancang untuk menguji dua asumsi utama yang mendasari pendekatan hibah ini: bahwa pemberian insentif dana hibah yang
Pemeliharaan jalan di NTB. -Atas perkenan PRIM/IndII
1 Untuk tujuan pencairan dana hibah, hasil fisik dinilai dalam biaya satuan acuan, bukan harga kontrak. Karena diperbarui setiap tahun untuk menyesuaikan dengan tren harga, acuan tersebut menyediakan tarif standar yang menghindari permasalahan yang disebabkan oleh penggelembungan harga atau kolusi oleh kontraktor.
35
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
bersyarat dan berbasis kinerja akan efektif dalam meningkatkan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan secara berkelanjutan; dan bahwa pengawasan eksternal (oleh organisasi masyarakat sipil, melalui Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/FLLAJ, serta dengan dilakukannya verifikasi teknis terhadap keluaran program) akan efektif untuk menuntut akuntabilitas Dinas PU atas kinerjanya dalam mengelola jaringan tersebut. Latar Belakang dan Justifikasi Keterlibatan IndII dalam PRIM Penilaian apapun atas PRIM harus disertai pemahaman akan sektor jalan di Indonesia, di mana program percontohan tersebut dirancang. Sejak krisis moneter 1997/1998, kemampuan dan tingkat pendanaan turun secara drastis. Budaya yang mengedepankan kualitas dan akuntabilitas menjadi lemah. Pemberian kontrak jarang diberlakukan. Pemeliharaan rutin—jenis yang dapat mencegah kerusakan—sangat jarang dilakukan2, dan tunggakan pekerjaan sangat besar, khususnya di tingkat daerah. Rancangan PRIM memahami bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengatasi permasalahan tersebut bahkan di NTB dengan dukungan IndII, apalagi di seluruh nusantara. Dengan demikian, kemajuan perlahan yang dicapai oleh percontohan di NTB harus dilihat sebagai hal positif di antara kinerja buruk yang endemik di sektor ini. Pada 2010, saat PRIM sedang disiapkan, hanya 63 persen dari 49.000 km jalan provinsi di Indonesia dianggap berada dalam kondisi mantap dengan peringkat sedang atau lebih baik. Ini disebabkan oleh kualitas konstruksi yangburuk, kurangnya pemeliharaan, dan tidak adanya insentif bagi Dinas Pekerjaan Umum untuk meningkatkan kinerja; tidak adanya akuntabilitas atas kinerja mereka dalam pengelolaan jaringan jalan miliknya. Selain itu, meskipun UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diberlakukan dengan tujuan untuk memperkuat adanya akuntabilitas ini, Pemerintah Pusat 2 Dinas Pekerjaan Umum biasanya menganggarkan agar pekerjaan pemeliharaan dilaksanakan melalui pekerjaan kontrak di bawah pengawasan seorang mandor—sistem yang disebut swakelola—namun dalam sistem tersebut sedikit sekali, kalaupun ada, akuntabilitas terhadap pekerjaan yang diselesaikan atau kesepadanannya dengan nilai ekonomis dan manfaat (value-for-money).
36
tidak banyak berpengaruh pada kualitas pengeluaran yang dilakukan Pemda, suatu akibat yang disayangkan dari kebijakan desentralisasi yang berlaku sejak awal 2000-an. Namun beruntung, para gubernur di provinsi kini dipilih melalui Pemilu, dan yang terbaik di antara mereka—termasuk gubernur NTB—peka terhadap keprihatinan pemilih mengenai standar infrastruktur daerah mereka. Ini menjadi pendorong dipilihnya NTB sebagai provinsi percontohan dalam pelaksanaan program PRIM. Rancangan PRIM Upaya donor sebelumnya untuk mengatasi keadaan jalan yang buruk cenderung berfokus pada dukungan proyek secara langsung melalui rehabilitasi atau rekonstruksi, yang disertai dengan dukungan teknis (TA, technical assistance) dan pelatihan. Persyaratan pencairan dana umumnya mencantumkan janji Pemerintah Indonesia untuk melakukan pemeliharaan, namun kondisi jalan yang sudah ditingkatkan dan kinerja kelembagaan masih jarang berkelanjutan. Pendekatan konvensional ini tidak menerapkan pendekatan carrot-and-stick untuk memberi insentif atas pengelolaan yang lebih baik. Pendekatan PRIM berbeda. Fokusnya adalah pemeliharaan dan program ini menggunakan prasyarat yang dilekatkan pada dukungan dana hibah untuk memperkuat tata kelola pemerintahan selama dana hibah tersebut masih tersedia. Insentif PRIM di NTB memiliki dua komponen3: • Pembayaran kembali (hingga AU$ 52 juta dalam bentuk hibah Pemerintah Australia) dari sebagian pengeluaran untuk pemeliharaan yang telah diverifikasi. • Pembayaran sampai dengan tambahan AU$ 2,56 juta dalam bentuk hibah sebagai insentif kelembagaan agar mempersiapkan dan mengutamakan programprogram kerja tahunan dengan semakin sedikit dukungan dari konsultan, melaksanakan pelatihan di bawah PRIM, dan memperkuat transparansi serta akuntabilitas dalam perencanaan dan pelaksanaan program dengan melibatkan pemberdayaan FLLAJ. 3 Pada mulanya dana hibah dan IndII hanya diotorisasi sampai dengan Juni 2015, sehingga programnya juga dirancang dalam dua tahap: Tahap 1, dengan kepastian dana, dari 2013 hingga 30 Juni 2015; dan Tahap 2, tanpa jaminan pendanaan lebih lanjut pada saat yang sama, dari Juli 2015 hingga Juni 2018.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
pendanaan pemeliharaan jalan dalam jumlah besar sesuai rancangan dari PRIM. Dengan dukungan IndII, telah dilakukan penilaian dan penentuan prioritas terhadap kebutuhan pemeliharaan, dan rencana program pemeliharaan rutin (1.660 km, 93 persen dari jaringan), tunggakan pekerjaan (729 km), pemeliharaan berkala (19 km), dan rehabilitasi (35 km) telah dilaksanakan sesuai dengan target rancangan PRIM. Pelaksanaan yang terverifikasi berjumlah hingga Rp 231 milyar (AUD 23,1 juta), 89 persen dari nilai yang disepakati. Pencairan hibah yang berlangsung dalam empat putaran verifikasi tersebut berjumlah AU$ 10,99 juta, dengan putaran terakhir diserahkan kepada NTB pada 29 Desember 2015.
Anggota FLLAJ mendengarkan keluhan pengguna jalan/anggota masyarakat. -Atas perkenan PRIM/IndII
PRIM juga menyediakan AU$ 15,3 juta untuk TA yang mencakup penguatan kelembagaan, dukungan program, Pemantauan & Evaluasi (M&E), dan verifikasi keluaran. Dukungan teknis ini termasuk keberadaan Konsultan Pengelolaan Program (PMC, Program Management Consultant) di Jakarta yang mendukung Direktorat Jenderal Bina Marga (Ditjen Bina Marga) dalam hal fungsi verifikasi teknis; dan, di NTB, Konsultan Satuan Pelaksanaan Program (PIUC, Program Implementation Unit Consultant) yang bertanggung jawab untuk pelatihan dan pembinaan pegawai Pemerintah Provinsi NTB, perancangan, serta pengawasan konsultan dan kontraktor. Kinerja PRIM hingga Desember 2015 Tahap 1 awalnya diperpanjang hingga Desember 2015 sementara pengambilan keputusan mengenai pendanaan IndII dilakukan.4 Hingga saat itu, keberhasilan program percontohan PRIM NTB dan validitas asumsi rancangannya belum pasti. Di sisi positif, Pemerintah Provinsi NTB telah membuat komitmen tahun jamak untuk melakukan peningkatan substantif terhadap 4 Selanjutnya diperpanjang lagi hingga 31 Desember 2016 atas dasar alasan yang sama.
Namun, meskipun secara umum hasilnya lebih baik daripada proyek-proyek yang didanai oleh Pemerintah Pusat, insentif PRIM tidak berhasil mencapai peningkatan kualitas seperti yang diharapkan. Begitu pula pemeliharaan rutin dan pekerjaan di luar pengaspalan jalan (off-pavement) lainnya (peningkatan drainase, pekerjaan stabilitas kemiringan jalan dan bahu, rambu dan marka jalan, dan lain-lain) kurang diberi perhatian sebagaimana mestinya. Penyesuaian ruang lingkup kerja, yang dicetuskan oleh para kontraktor dalam sebuah ketentuan yang disebut “mutual check zero” dalam kontrak baku, sering mengakibatkan terjadinya penggantian dengan item pekerjaan utama yang lebih menguntungkan dan lebih mudah untuk dikelola. Sebagian besar kekurangan yang menyebabkan 11 persen dari nilai yang disepakati gagal diverifikasi lebih berkaitan dengan pekerjaan off-pavement yang dirincikan sebagai item ‘gelondongan’ (lump sum) dan bukan sebagai sebuah spesifikasi rencana anggaran biaya (bill-of-quantity) yang lebih detail, yang umumnya diterapkan dalam pekerjaan pengaspalan jalan. Sayangnya, meski telah diberi pelatihan, ancaman bahwa pekerjaan yang dilakukan bisa tidak lolos verifikasi dan pengurangan dalam pencairan hibah dapat terjadi tidak cukup untuk memotivasi manajer proyek Dinas Bina Marga dan konsultan pengawas gigih berupaya mencapai kualitas hasil yang lebih baik. Kemungkinan ini disebabkan oleh insentif yang tidak bermanfaat secara langsung bagi mereka, baik terhadap penyelesaian pekerjaan atau pada titik-titik antara dalam rantai perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan. Tentunya, komitmen yang kurang dan— 37
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
pada level yang lebih rendah—tingkat keterampilan serta pengalaman mereka turut berpengaruh. Peran pemantauan yang diharapkan dari FLLAJ juga gagal mengembangkan dan meningkatkan kinerja Dinas Bina Marga. Peningkatan yang tercapai dalam perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan pemeliharaan mungkin dapat dianggap sebagai hasil dari keberadaan penasihat TA selain juga tekanan atau insentif apa pun yang muncul dari rancangan PRIM. Rancangan Ulang 2016 Meski demikian, suatu perubahan besar terjadi menyusul dilakukannya peninjauan kembali program percontohan tersebut pada akhir 2015 dan upaya rancang ulang dimulai pada awal 2016. Rancangan ulang ini memperkenalkan perombakan penting yang terangkum dalam Panduan Pengelolaan Program (PMM, Project Management Manual) yang diperbarui dan dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga. Panduan ini menuntut pertanggungjawaban pihak Dinas PU, manajer proyek, konsultan pengawas secara lebih langsung atas kualitas keluaran yang dihasilkan. FLLAJ ditata ulang agar lebih mewakili organisasi masyarakat sipil; perannya dalam meninjau perencanaan dan hasil pemeliharaan jalan diperkuat. Beberapa langkah diperkenalkan untuk memperkuat kepatuhan kontraktor dan konsultan dengan rancangan dan kondisi kontrak. Perincian dan penetapan harga pekerjaan off-pavement disesuaikan, sehingga pemeliharaan rutin menjadi lebih ketat spesifikasinya dan lebih menarik sebagai item bayaran. Peralihan pelatihan dari pelaksanaan fungsi daerah ke fungsi pusat dimulai, dengan pelatihan dan materi yang pada akhirnya akan tersedia di semua provinsi. Dokumentasi siklus-proyek5 dan proses verifikasi disederhanakan dan dirampingkan. Kemudian fungsi penilaian dan verifikasi teknis dari Ditjen Bina Marga disertakan dalam tanggung jawab manajemen lini. Hasil ulasan independen telah menunjukkan peningkatan yang menjanjikan sejak diberlakukannya rancangan ulang ini. Manajemen Dinas PU telah mengakui bahwa 5 Yaitu dokumen baku yang merekam penyelesaian tahap analisis kebutuhan, perencanaan, penganggaran, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan dalam siklus proyek pemeliharaan dimaksud.
38
Staf Sekretariat dan anggota FLLAJ memantau kegiatan peningkatan/pemeliharaan jalan. -Atas perkenan PRIM/IndII
kepemimpinan yang menuntut kepatuhan terhadap kontrak dan kualitas pelaksanaan harus mereka kelola, bukan oleh konsultan IndII. Dinas PU dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) telah menerapkan perangkat perencanaan PRIM, yaitu Sistem Pengelolaan Jalan Provinsi (PRMS, Provincial Road Management System), untuk penganggaran pengeluaran jalan, dan menggunakannya untuk memprioritaskan dan menjadwalkan pekerjaan pemeliharaan tidak hanya untuk periode 2016 tetapi untuk program tahunan hingga 2019, termasuk dari sumber non-PRIM, yaitu APBN dan DAK. FLLAJ yang direstrukturisasi dan lebih independen menjadi lebih aktif, mengadakan pertemuan secara rutin, mendapat pelatihan, melakukan pengawasan atas keluaran PRMS dan rencana pemeliharaan Dinas PU, turut serta dalam Musrenbang dan sosialisasi hasil PRMS untuk mendapatkan tanggapan masyarakat. Berkaitan dengan inisiatif Dinas PU, rancangan konsultan setempat untuk program 2016 melewati proses tinjauan independen yang menghasilkan penyelidikan lapangan dan penyesuaian rancangan lebih terperinci yang lebih mencerminkan pemeliharaan rutin dan kebutuhan offpavement. Sekarang kebutuhan-kebutuhan tersebut terspesifikasi dalam kontrak sebagai item pekerjaan yang dirinci di dalam rencana anggaran biaya dan bukan item lump sum. Rancangan dan spesifikasi dan yang
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
ditingkatkan ini telah mendorong tercapainya pelelangan harga secara lebih realistis oleh kontraktor dan mengurangi diperlukannya perubahan ruang lingkup. Proses tender dan seleksi untuk konsultan dan kontraktor sekarang mencakup penjelasan ringkas pra-lelang mengenai pengaturan perihal tujuan dan akuntabilitas PRIM, serta tinjauan pelelangan harga secara lebih hati-hati, dengan menolak harga rendah yang tidak realistis untuk pelelangan item off-pavement oleh kontraktor yang di masa lalu mendorong dilakukannya penyesuaian ruang lingkup. Manajer proyek, konsultan, dan kontraktor telah ditentukan untuk mengemban tanggung jawab secara langsung di dalam kontrak atas kualitas kerja dan kepatuhan, dengan hukuman dan sanksi yang lebih keras atas kinerja buruk. Sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Dinas PU meningkatkan kemungkinan dijatuhkannya hukuman dan sanksi tersebut jika perlu. Walaupun peningkatan kualitas secara signifikan telah tercapai melalui manajemen dan produktivitas yang lebih baik oleh swakelola selama periode 2013–2015, berbagai peningkatan lebih lanjut telah teridentifikasi dan akan diuji dengan pendekatan percontohan satu wilayah balai.6 Meski demikian, beberapa kekurangan masih dalam penanganan bersamaan dengan perjalanan Tahap 1 pada 2016. “Mutual check zero” masih menjadi aturan dalam “Syarat-Syarat Umum Kontrak” tetapi akan dihilangkan di masa mendatang (kecuali dalam keadaan khusus) dengan adanya klausa dalam “Syarat-Syarat Khusus”, dan kualitas rancangan akan diperkuat agar tidak memerlukan penyesuaian susulan untuk mobilisasi kontraktor. Jika memungkinkan, konsultan yang sama harus bertanggung jawab untuk rancangan dan pengawasan; keadaannya tidak demikian untuk periode 2016. Pertemuan lapangan secara rutin baru mulai diadakan, sebagaimana ditentukan dalam revisi PMM. Hal-hal tersebut, beserta keputusan dan instruksi yang mengiringinya harus didokumentasikan serta dijadikan acuan agar dibandingkan dengan rancangan dan spesifikasi kontrak 6 Di Indonesia, biasanya pekerjaan pemeliharaan tidak dilaksanakan dengan kontrak, sebagaimana proyek percontohan PRIM. Tugas pekerjaan tersebut umumnya dilaksanakan dengan menggunakan sistem swakelola. Pada proyek percontohan NTB, sistem ini sedang ditingkatkan seiring dengan diperkenalkannya pemeliharaan dengan kontrak. Sejauh ini, peningkatan dalam hal kualitas telah tercapai, namun dengan biaya yang lebih mahal daripada pekerjaan kontrak. Peningkatan lanjutan yang diperkenalkan pada 2016 menunjukkan tanda-tanda penurunan biaya agar menjadi lebih sesuai.
agar dapat membenarkan peringatan serta pemberian hukuman yang dapat dijustifikasi. PIUC akan memainkan peran yang lebih besar (namun dengan batasan tertentu) untuk mendorong Dinas PU menerapkan program percontohan PRIM sesuai dengan rancangannya. Terlalu sering terjadi pada Tahap 1, pihak PIUC memainkan peran diagnostik tanpa memberi dukungan kepada Dinas PU dalam mengambil kendali untuk menangani kekurangan yang terjadi, misalnya ketika rancangan berdasarkan pada investigasi situs yang kurang memadai, lelang dengan harga di bawah rata-rata untuk item pekerjaan di luar badan jalan (off-carriageway), penyesuaian ruang lingkup kerja (scope-of-works) yang kontraproduktif, situasi di mana manajer proyek menerima bahan kualitas yang di bawah standar dan pengawasan yang buruk, kurangnya dokumentasi keputusan di lapangan, serta persyaratan kontrak dan klausa penalti yang jarang dijadikan acuan atau diberlakukan. Masa Depan PRIM Setelah 2016 PRIM dirancang sebagai program yang berlangsung dalam waktu setidaknya lima tahun, awalnya mensyaratkan adanya TA namun kemudian mampu berlanjut melewati Juli 2018 tanpa adanya dukungan tersebut dengan menunjukkan efektivitasnya sebagai model yang layak. Meski demikian, Pemerintah Indonesia telah menerima prinsip-prinsip program tersebut dan merencanakan peluncuran program hibah nasional yang diawali dengan tiga provinsi tambahan, dan juga melanjutkan program di NTB, pada 2018; provinsi akan diseleksi berdasarkan niat mereka berkomitmen terhadap model hibah bersyarat selaras dengan prinsip PRIM dan proses verifikasi independen. Masing-masing program juga akan mencakup pemeliharaan jalan di tingkat kabupaten. Perencanaan peluncuran program ini akan mulai dijalankan selama 2017, dengan dukungan lanjutan dari DFAT. Berdasarkan pengalaman percontohan sejak akhir 2015, PRIM terpantau mulai mengkonfirmasi validitas asumsi rancangannya, namun kemajuan harus terus diawasi. Prioritas utama untuk sisa Tahap 1 adalah melakukan verifikasi apakah: • Keyakinan Pemerintah NTB secara nyata terhadap perangkat perencanaan PRMS menjamin dipertahankannya pelaksanaan cara tersebut 39
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
•
•
•
•
•
•
•
40
dalam penganggaran sektor jalan, baik dengan ada maupun tidak adanya insentif kelembagaan/tata kelola pemerintahan dari PRIM yang mendorong penggunaannya, dan apakah hasilnya membangun strategi yang efektif untuk pengelolaan jaringan dalam jangka menengah. Komitmen tingkat tinggi yang baru untuk meningkatkan kualitas rancangan dan pelaksanaannya, serta berbagai inisiatif di bawah rancangan ulang PRIM yang dimaksudkan untuk mendukungnya, selama ini efektif dalam meningkatkan kualitas keluaran akhir, serta apakah penilaian teknis independen dan verifikasi rancangan serta kontrak dokumen sebelum dilakukannya pengadaan dapat diberlakukan. Perubahan yang dimasukkan dalam rancangan dan spesifikasi rencana anggaran biaya untuk item pekerjaan off-pavement dan ringan selama ini efektif untuk memastikan adanya harga lelang yang lebih realistis, meniadakan kebutuhan untuk melakukan variasi ruang lingkup, serta memberi insentif atas pelaksanaan pemeliharaan rutin dan tunggakan pekerjaan yang lebih baik. Manajer proyek dan konsultan tetap mengadakan pertemuan rutin di lokasi, mendokumentasikan pekerjaan tidak memuaskan yang perlu penanganan, serta menerapkan klausa peringatan, skorsing, dan hukuman bila perlu. Bahan dan modul pelatihan memuaskan; merupakan mandat persyaratan pemberian kontrak; dihadiri oleh pegawai utama Dinas PU, konsultan, dan kontraktor; serta efektif dalam peningkatan standar kualitas peserta. FLLAJ terus mengawasi kemajuan program dan mensosialisasikan temuannya yang independen, serta mulai melakukan pengawasan terhadap hasil dan keluaran program pemeliharaan, tidak sekedar merencanakan prioritas. Penilaian teknis dan kegiatan verifikasi selama ini tidak hanya berhasil dalam mengonfirmasikan keluaran akhir tetapi juga dalam mengidentifikasi kelemahan pada kualitas perencanaan, rancangan, pengadaan, dan pelaksanaan—dan, yang khususnya lebih penting lagi, apakah ada tindakan yang telah dilakukan untuk menangani kelemahan yang teridentifikasi tersebut. Beberapa perubahan mungkin berguna untuk disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan penilaian teknis, dan bahkan mungkin saat pelaksanaan
kegiatan verifikasi dan pembayaran insentif, untuk memeriksa kepatuhan dan kualitas program pada tahap interim dalam siklus program (seperti finalisasi jadwal pekerjaan dan anggaran menggunakan PRMS, serta penyelesaian rancangan dan dokumen kontrak) untuk menghindari permasalahan di masa mendatang pada saat verifikasi hasil akhir. Pembelajaran Yang Diperoleh Relevansi: Apakah PRIM merupakan tindakan yang tepat? Mengeluarkan uang untuk pemeliharaan jalan sangat hemat biaya: tanpa pemeliharaan, jalan akan rusak sebelum waktunya, sehingga pada akhirnya memerlukan rekonstruksi atau rehabilitasi jalan yang lebih mahal, dan biaya yang ditanggung pengguna menjadi lebih tinggi dari seharusnya, yang tidak sesuai dengan upaya pembangunan sosial dan ekonomi Pemerintah Indonesia. PRIM sudah tepat dengan melakukan penanganan atas kekurangan ini. Dan program percontohan PRIM telah menunjukkan bahwa peningkatan dalam pemeliharaan jalan provinsi mungkin dilakukan, dan bahwa Dinas Bina Marga dapat diberi pengertian dan didorong untuk menggunakan prosedur yang ditingkatkan untuk menganalisis kebutuhan, memprioritaskan pemeliharaan, menyiapkan anggaran berbasis bukti dan mendapat persetujuan, mempersiapkan rancangan yang tanggap terhadap kebutuhan pemeliharaan, serta menerima pengawasan pihak luar terhadap kinerja mereka. Efektivitas: Apakah PRIM mencapai hasil yang diinginkan? Tahap 1 dari program percontohan di NTB telah mencapai tujuan rancangannya dalam hal hasil fisik: dana yang disepakati dianggarkan oleh Pemerintah NTB; rencana disiapkan menggunakan perangkat prioritasi dan penganggaran PRMS; serta tingkat sasaran pemeliharaan rutin, tunggakan pekerjaan, dan rehabilitasi terbatas telah dilaksanakan sesuai rencana dalam rancangan program asli. Pengawasan eksternal dari pihak FLLAJ dan pelaku verifikasi independen mulai efektif. Namun, kualitas pekerjaan masih merupakan masalah serius yang akan memerlukan ketekunan NTB untuk mengatasinya. Tentu saja,
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
satu percontohan saja tidak bisa diharapkan mampu mengubah budaya nasional yang tidak mempedulikan buruknya kualitas pekerjaan tanpa adanya dukungan yang lebih kuat dan lebih luas dari Ditjen Bina Marga. Efisiensi: Apakah intervensi PRIM hemat biaya; apakah upaya peningkatan peluang yang ada sudah maksimal? Masih terlalu dini untuk menilai efektivitas pembiayaan program percontohan PRIM. Hingga 31 Desember 2015, AU$ 25,9 juta telah dikeluarkan oleh NTB untuk pekerjaan yang telah direncanakan dengan rasional, yang barangkali tidak akan terjadi, atau mungkin akan lebih mahal lagi di masa depan jika jalan lebih lama dibiarkan sebagaimana adanya. Berdasarkan hasil fisik yang terverifikasi dan peningkatan tata kelola pemerintahan, AU$ 11 juta dari dana yang dihabiskan tersebut telah dibayar kembali melalui hibah. Tambahan sebesar AU$ 8,5 juta dalam bentuk hibah dari Australia telah dihabiskan untuk persiapan dan TA untuk PRIM, yang mana AU$ 6,4 juta ditujukan untuk konsultasi PIUC dan PMC. Apakah nilai ekonomis dan manfaat sudah tercapai tergantung apakah peningkatan di NTB tersebut berkelanjutan dan apakah percontohan PRIM diadopsi sebagai model untuk program nasional. Prospek pada tahap awal ini tampak menjanjikan namun memerlukan waktu (target rancangan ini sampai Juli 2018) dan pemantauan lebih lanjut terhadap dampak dari perubahan yang diluncurkan pada 2016. Peluang PRIM untuk menjadi program nasional cukup bagus, sekaligus menggambarkan pentingnya upaya IndII untuk menjalankan reformasi dalam skala besar dari proyek percontohan berskala lebih kecil. Bappenas secara aktif mempertimbangkan untuk memulai program hibah bersyarat secara nasional pada 2018 untuk infrastruktur jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan prinsip PRIM. Dengan terbatasnya kendali Pemerintah Pusat atas kualitas infrastruktur yang dikelola oleh Pemda, percontohan NTB tampaknya cukup efektif biaya dalam mempertunjukkan model baru yang memanfaatkan hibah bersyarat untuk meningkatkan kualitas jaringan jalan daerah di seluruh negeri: dana hibah akan disediakan bagi provinsi atau kabupaten yang mengikuti prosedur dan standar yang serupa dengan
PRIM dalam perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pengawasan, dan verifikasi kinerja berbasis hasil keluaran pada program pemeliharaan jalan mereka. Keberlanjutan: Akankah manfaat PRIM bertahan? Berdasarkan bukti awal adanya peningkatan di 2016, tampaknya asumsi rancangan utama PRIM—terkait efektivitas hibah yang bergantung kepada hasil keluaran dan pengawasan eksternal untuk memberi insentif terhadap perencanaan, penganggaran, perancangan, dan pengadaan pemeliharaan jalan yang lebih efektif—akan didukung oleh percontohan berhubung perancangan ulang telah dijalankan, tetapi masih terlalu dini untuk membuktikan bahwa peningkatan juga terjadi dalam hal kualitas pelaksanaan program. Meski demikian, kebijakan pada tingkat tinggi yang menuntut pelaksanaan berkualitas, revisi PMM, rasa memiliki yang lebih besar dari pihak Dinas PU, perubahan kontrak yang memperkuat akuntabilitas, peningkatan rancangan, perubahan dalam spesifikasi, serta penentuan harga item pemeliharaan rutin dan pekerjaan off-pavement (termasuk swakelola), semangat pengawasan oleh FLLAJ yang telah termotivasi kembali, dan dokumentasi keputusan pada pertemuan di lapangan yang lebih baik ini semua memberi keyakinan bahwa pekerjaan dengan kualitas lebih baik akan dihasilkan. Ini lebih lanjut diperkuat dengan harapan NTB agar dipilih sebagai provinsi percontohan untuk rencana program hibah nasional yang, menurut naskah Catatan Konsep, kemungkinan akan memiliki asumsi rancangan yang sama dengan program percontohan PRIM. Tentang penulis John Lee adalah Lead Advisor untuk IndII, setelah sebelumnya menjabat sebagai Direktur Teknis untuk program transportasi IndII dari 2012 hingga 2015: sebuah program dengan anggaran lebih dari A$ 30 juta untuk mengatasi berbagai isu yang dihadapi sektor ini, tidak hanya dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan proyek, namun juga untuk mendukung terbangunnya lingkungan kebijakan dan hukum, kapasitas institusi, serta mekanisme pembiayaan dan pelayanan untuk kebutuhan perekonomian Indonesia sepanjang 20–30 tahun ke depan. John memiliki lebih dari 40 tahun pengalaman sebagai ahli transportasi, termasuk sekitar 20 tahun di Indonesia. 41
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
MENDEFINISI ULANG PRIORITAS JALAN NASIONAL INDONESIA John Lee | Lead Advisor, Transportasi
Jaringan jalan bebas hambatan akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. -Atas perkenan Bill Patterson
Pendahuluan dan Latar Belakang Sejak 2008, DFAT telah menjadi donor utama yang mendukung sistem jalan nasional Indonesia, sebagian besar melalui program sektor transportasi Indonesia Infrastructure Initiative (IndII). Jalan menopang lebih dari 80 persen perjalanan penumpang non-perkotaan dan lebih dari 70 persen pergerakan angkutan barang non-perkotaan; mereka memainkan peran yang sangat penting di bidang ekonomi dan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada 2012, ketika program jalan 42
nasional yang kini dikelola IndII dirancang, lebih dari Rp 30 triliun dikeluarkan setiap tahunnya untuk jaringan sepanjang 38.570km. Sekalipun demikian, pengguna masih menghadapi kemacetan parah di banyak koridor penting, termasuk pada jalan tol dengan panjang 700km yang dibuka pada saat itu. Waktu perjalanan 2–4 jam per 100km, dua kali lebih lama dari waktu perjalanan di negara-negara tetangga (Gambar 1). Lalu lintas bertumbuh pesat, namun hanya sedikit investasi untuk mengembangkan jaringan jalan dan meningkatkan kapasitasnya. Hampir seluruh pengeluaran digunakan untuk pelebaran tambahan serta siklus rekonstruksi dan rehabilitasi yang mahal (dan terlalu sering dilakukan). Estimasi IndII pada 2012 menunjukkan bahwa 60–70 persen jaringan berada di bawah standar geometri modern dan keselamatan. Waktu perjalanan dan mobilitas tidak dipantau atau dimasukkan sebagai hasil (outcome) strategis dari rencana pengeluaran jalan. Konektivitas yang buruk dan biaya transportasi dan logistik yang tinggi (Gambar 2) menghalangi pendistribusian ulang kegiatan perekonomian ke daerahdaerah kurang berkembang, menekan perdagangan, serta menghambat pembangunan sosial dan ekonomi. Singkat kata, sistem jalan Indonesia tidak sesuai dengan perekonomian G20 yang bercita-cita mencapai PDB per kapita sebesar USD 14.500 pada 2025.1 Dua kajian penting IndII menggarisbawahi dua ketertinggalan ini dan memberikan latar belakang dari rancangan program Jalan Nasional IndII: Rencana Belanja dan Anggaran Berbasis Kinerja di Direktorat Jenderal Bina Marga, IndII, Maret 2010, dan Memodernisasi Jaringan Jalan Nasional: Kerangka Kerja Perencanaan untuk Meningkatkan Konektivitas dan Pembangunan, IndII, November 2012.
1
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 1: Konektivitas Relatif Indonesia
Gambar 2: Kinerja Logistik Relatif Indonesia
Biaya Tinggi Transportasi Darat – Konektivitas Rendah antara Pusat Kegiatan Ekonomi
KinerjaLogistik Logistikvs vsInfrastruktur Infrastruktur Jalan Jalan & Kinerja & PDB/Kapita PDB/Kapita (2014/2015) (2014/2015)
IND0NESIA 2.7
Indonesia China Thailand Malaysia
0.00
1.00
2.00
3.00
Kinerja Logistik – Infrastruktur
Vietnam
r u kt u rt sa rf In ki sti g o L aj re n i K
Waktu Perjalanan (jam/100 km) Kualitas KualitasInfrastruktur Infrastruktur Jalan Jalan (GCI) (GCI)
Memodernisasi sistem jalan raya tetap menjadi salah satu tantangan infrastruktur terpenting yang dihadapi Indonesia. Hal tersebut memerlukan perubahan satu langkah dalam berpikir: pergeseran dari fokus yang lama dipertahankan pada rehabilitasi dan rekonstruksi jalanjalan yang ada—yang banyak di antaranya dibangun pada masa-masa penjajahan—menjadi fokus pada upaya pembangunan jaringan yang diperlukan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial selama 20–30 tahun mendatang dan selanjutnya. Artikel ini menguraikan upaya-upaya IndII untuk mewujudkan langkah perubahan ini, dengan memperkenalkan kepada Direktorat Jenderal Bina Marga (Ditjen Bina Marga) perangkat dan kemampuan baru untuk perencanaan dan pengelolaan aset jangka panjang, serta pendekatan terhadap penyelenggaraan layanan dan pembiayaan yang memperkuat peluang untuk memenuhi kebutuhan pembangunan jaringan jangka panjang. Kebutuhan Penting yang Dijawab oleh Program Jalan Nasional IndII Untuk sebagian besar waktu sejak 1980-an, perencanaan belanja jalan Ditjen Bina Marga terfokus pada upaya memenuhi target-target kondisi, yang diukur berdasarkan persentase panjang jalan yang dalam kondisi mantap, yaitu baik atau wajar. Beberapa pelebaran dimasukkan untuk mencapai lebar jalan standar untuk jalan penghubung dengan fungsi serupa dalam hirarki
jalan, tetapi pembangunan jaringan (dan bukannya pemeliharaan aset) umumnya menjadi prioritas kedua. Penetapan prioritas dilakukan menggunakan IRMS2, perangkat keputusan pengelolaan jalan yang kompleks yang pada awalnya dikembangkan untuk menganalisis strategi-strategi pemeliharaan dan tidak sesuai untuk perencanaan pembangunan jaringan jangka panjang. Ditjen Bina Marga telah menetapkan pembangunan jalan raya bebas hambatan (expressways) untuk masa mendatang di beberapa koridor utama, tetapi menentukan tingkat kelayakan dan persiapannya untuk memperoleh pembiayaan swasta sebagai jalan tol terhambat oleh kelayakan finansial yang rendah, masalah akuisisi lahan dan alokasi risiko yang tidak tepat dalam kerangka kerja pemberian konsesi. Pada 2012, ketika program jalan nasional IndII dirancang, hanya 700km jalan yang beroperasi dan 946 km sisanya terhambat karena kegagalan dalam pembiayaan konsesi, lambatnya proses akuisisi lahan, dan berkurangnya minat sektor swasta. Pengeluaran publik untuk jalan nasional menyebabkan rendahnya nilai ekonomis dan manfaat (VfM, value-formoney). Biaya siklus hidup lebih tinggi dari yang secara teknis diperlukan atau dari keoptimalan ekonomi, oleh karena standar desain dan konstruksi yang rendah, penurunan kualitas sebelum waktunya, kelebihan muatan kendaraan, pengadaan yang tidak efisien, kompetisi pasar yang terbatas, manajemen kontrak yang lemah, 2 Sistem Pengelolaan Jalan Indonesia (Indonesia Road Management System)
43
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
dan korupsi. Pelebaran jalan jangka pendek yang mengeluarkan biaya tinggi, gagal menjawab kebutuhan fungsional jangka panjang dalam hal alinemen struktur jalan, ruang jalan (right of way), dan keselamatan. Sudah sangat terlambat bagi Indonesia untuk mulai mengembangkan jaringan jalan nasional modern yang mampu menyokong pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah, dan perdagangan internasional di masa mendatang. Ini akan memerlukan: jalan raya bebas hambatan (expressway) yang baru sebagai penopang, dengan akses terbatas, kapasitas yang tinggi, jalan dua arah yang dipisahkan oleh pembatas (dual carriageways), persimpangan tidak sebidang (grade separation), dan desain kecepatan tinggi; penghubung arteri antar pusat perekonomian, dengan kapasitas dan standar yang dikaitkan dengan pembangunan dan kebutuhan jangka panjang, alinemen yang efisien, bahu jalan yang diaspal, serta ruang milik jalan yang terkontrol; dan sistem pendukung jalan penghubung yang menyediakan akses bagi masyarakat dan produsen, dengan standar jalan ditingkatkan seiring waktu untuk memenuhi kebutuhan dan pertumbuhan setempat. Strategi pelaksanaannya akan berfokus pada peningkatan efisiensi siklus hidup dan pencapaian kinerja dan nilai yang dihasilkan dibandingkan dengan uang yang dikeluarkan (VfM) yang lebih baik, dengan potensi penghematan biaya pemeliharaan diestimasikan sebesar 30–40 persen. Pergeseran sasaran dan sumber daya ini perlu didukung oleh kebijakan yang jelas mengenai fungsi hierarkis jaringan jalan, rencana infrastruktur jalan jangka panjang dan jangka menengah yang menetapkan standar dan investasi yang diperlukan, serta peningkatan prosedur pemrograman dan penyiapan saluran proyek (pipeline of projects). Ini memerlukan peran kuat dari fungsi perencanaan pusat untuk mengarahkan investasi pada pembangunan jaringan dan untuk menetapkan kembali orientasi fungsi pengelolaan aset agar lebih berperan sebagai pendukung daripada berperan sebagai pemimpin. Kerangka kerja berstruktur ini, yang menghasilkan saluran proyek yang realistis dan memperkirakan sumber daya yang diperlukan dari sumber dana pemerintah dan swasta, akan membangun hubungan yang lebih kuat dan lebih transparan dengan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi dan sosial jangka panjang. 44
Program Jalan Nasional IndII Respon IndII terhadap kebutuhan ini, yang berkembang antara tahun 2010 dan 2013 dalam kerjasama erat dengan Ditjen Bina Marga dan akan terus berlanjut di bawah penggantian IndII, dirancang dengan tiga subkomponen utama: • Perencanaan jalan nasional, yaitu untuk menyediakan perangkat perencanaan jaringan baru dan, dengan menggunakan perangkat tersebut, untuk menyusun rencana induk proyek-proyek prioritas pembangunan dan peningkatan jalan raya bebas hambatan dan jaringan jalan; • Kebijakan jalan nasional, yaitu untuk berkonsentrasi pada perubahan kelembagaan, pembiayaan, dan peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan program jalan raya bebas hambatan utama (backbone), termasuk partisipasi sektor swasta dan bentuk pelaksanaan proyek yang baru dan inovatif; • Pelaksanaan jalan nasional, yaitu untuk mendukung peningkatan standar kualitas desain, konstruksi, dan pengawasan, serta memperkuat kapasitas dan pertanggungjawaban pengelolaan aset selama siklus hidup. Program keselamatan jalan tambahan yang berakhir pada 2015, memberi dukungan dalam menjamin bahwa kebijakan dan standar keselamatan jalan mempengaruhi semua aspek kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan. Ketiga sub-komponen jalan nasional menandai pergeseran mendasar dari status quo dan penting bagi transisi Ditjen Bina Marga menjadi badan pembangunan dan pengelolaan jaringan yang modern: badan yang berfokus pada pembangunan jaringan jangka panjang, peningkatan kualitas, serta keselamatan dalam desain dan pelaksanaan, pengelolaan aset yang optimal selama siklus hidup, dan bentuk-bentuk baru pelaksanaan proyek dan/atau program berbasis insentif yang menggunakan pembiayaan swasta apabila perlu. Perencanaan Masa Depan Jangka Panjang Dalam kegiatan perencanaan jalan nasional, rencana jalan raya bebas hambatan jangka panjang (2015–2034) dan program pembaruan (pemutakhiran) jalan terkait telah dikembangkan, sehingga membentuk dasar untuk Renstra Ditjen Bina Marga tahun 2015–2019 dan
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 3: Ilustrasi Prediksi Kondisi Lalu Lintas, Jawa, 2035
Dengan Rencana Jalan Tol yang Dijanjikan Ditjen Bina Marga
Dengan Penghubung ke Jalan Raya Bebas Hambatan Tambahan
Catatan: Merah menunjukkan penghubung mendekati/melampaui kapasitas
komponen jalan raya dari RPJMN3 Bappenas. Rencanarencana ini dikembangkan menggunakan dua perangkat perencanaan baru yang diperkenalkan oleh IndII: model untuk menguji dampak dari skenario pertumbuhan penduduk dan ekonomi serta opsi pembangunan jalan terhadap kinerja jaringan (volume lalu lintas, kecepatan, kemacetan, waktu perjalanan, dan indikator kinerja lainnya); dan kedua, model terkait yang memprioritaskan penguatan aspal, pelebaran, dan pemasangan ulang alinemen (realignment). Sebagaimana diharapkan, Renstra adalah dokumen perencanaan proyek lima tahun yang mengemukakan bagaimana Ditjen Bina Marga akan melaksanakan strategi multisektor jangka panjang yang diuraikan oleh Bappenas dalam RPJMN.
3
keluaran-keluarannya menggarisbawahi kebutuhan yang sangat mendesak untuk meningkatkan kapasitas jalan yang mampu untuk mengakomodir pertumbuhan 2,5 kali lipat perkiraan kebutuhan lalu lintas selama 20 tahun mendatang dan untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang akan melumpuhkan pertumbuhan ekonomi. Mereka menunjukkan bahwa rencana-rencana jalan tol Ditjen Bina Marga yang ada jauh dari memadai; penghubung ke jalan raya bebas hambatan, termasuk koridor-koridor jalur bebas hambatan yang seluruhnya baru di Jawa dan Sumatera, juga akan diperlukan. Ini diilustrasikan untuk Jawa dalam Gambar 3; temuan untuk Sumatera juga serupa.
Tabel 1: Indikator Ekonomi untuk Peningkatan Jaringan di Jawa dan Sumatera Pulau
Penghubung
Km
Rp Miliar1
EIRR2 (%)
Tingkat Bunga (%)
BCR3
NPV4 (Rp Miliar)
Jawa
Koridor jalan raya bebas hambatan pusat
630
73.188
1.042
115.722
44 44 44 51 51 51
8 10 12 8 10 12
12,1 10,0 8,4 16,2 13,5 11,4
432.158 299.639 210.949 709.619 493.028 348.224
2.013
207.508
31 31 31
8 10 12
4,2 3,5 3,0
250.125 156.249 98.952
Sumatera
Keseluruhan program5
Harga 2015 Tingkat Pengembalian Internal Ekonomi (IRR, Internal Rates Of Return) 3 Rasio Manfaat/Biaya ⁴ Net Present Value (harga konstan 2015) 5 Keseluruhan program mencakup proyek pembaruan jalan raya bebas hambatan dan jalan arteri 1 2
45
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 4: Ilustrasi Program Jalan Raya Bebas Hambatan Antarkota, Jawa, 2025–2029
Tidak seperti perangkat perencanaan IRMS yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga di masa lalu, modelmodel IndII dapat menunjukkan bagaimana perubahan di satu bagian jaringan mempengaruhi tingkat dan distribusi lalu lintas di bagian lain. Kemampuan ini memungkinkan berbagai perpaduan antara jalan penghubung jalan raya bebas hambatan dan proyek pembaruan jalan arteri untuk diuji dan diprioritaskan berdasarkan seberapa besar hal tersebut dapat mengurai kemacetan lalu lintas di masa mendatang. Perpaduan optimal antara pelaksanaan bertahap yang selaras dengan kapasitas pembiayaan dan pelaksanaan yang diharapkan, adalah yang dimasukkan ke dalam rencana induk Ditjen Bina Marga untuk pembangunan jaringan jalan nasional, yang akan diterbitkan sebagai Keputusan Menteri pada pertengahan 2017. Penghubung antara jalan raya bebas hambatan di Jawa yang dijadwalkan untuk terlaksana pada tahun 2025–2029, sebagai contoh, ditunjukkan dalam Gambar 4. Dengan manfaat yang diestimasikan hanya dari penghematan biaya operasional kendaraan (termasuk penggunaan bahan bakar, masa pakai ban, penyusutan, dan penghematan waktu), investasi jaringan yang 46
diperlukan telah menunjukkan kelayakan secara ekonomi, dengan angka pengembalian internal (IRR, internal rates of return) berkisar antara 30–50 persen untuk Jawa dan Sumatera (Tabel 1). Secara keseluruhan, analisis IndII merekomendasikan konstruksi 3.155km jalan raya bebas hambatan tambahan pada alinemen baru dalam periode dua kali rencana lima tahun antara 2020–2030, dengan biaya dalam harga tahun 2015 sebesar Rp 337,7 triliun termasuk biaya lahan, serta proyek pelebaran jalan sepanjang 6.269km dengan biaya yang sudah termasuk lahan, sebesar Rp 104,6 triliun. Apabila dilaksanakan, peningkatan jalan raya bebas hambatan dan jalan arteri diprediksi akan mengurangi biaya angkutan jalan rata-rata sampai dengan 11 persen di Jawa dan 15 persen di Sumatera. Kini, setelah kebutuhan alinemen disampaikan lewat analisis IndII, sebuah awal pemilihan rute dan pengamanan lahan akan dilakukan secepatnya untuk koridor-koridor yang diperlukan. Ini dilakukan untuk menghindari proses akuisisi lahan yang lamban yang telah mengganggu kemajuan rencana proyek di masa lalu.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 5: Pohon Keputusan yang Disederhanakan untuk Memilih Model Pelaksanaan Proyek Apakah proyek layak secara ekonomi?
TIDAK
Pertimbangkan ulang proyek
TIDAK
Apakah layak secara finansial dengan dukungan?
IYA
Apakah layak secara finansial?
TIDAK
Apakah cocok untuk skema Pembayaran Ketersediaan Layanan?
IYA
IYA
IYA
BGS (Bangun - Guna - Serah)
BGS dengan VGF (Dana Pendampingan Pemerintah)
Pembayaran Ketersediaan Layanan
TIDAK
Pengadaan Konvensional
Pembiayaan dan Pelaksanaan Program Jalan Raya Bebas Hambatan
masing proyek sebagai jalan tol yang menghasilkan pendapatan.
Melengkapi tugas perencanaan ini, tim kebijakan jalan nasional IndII berfokus pada penguatan kapasitas kelembagaan untuk merencanakan dan melaksanakan program jalan raya bebas hambatan, memberikan alternatif model pelaksanaan jalan tol konvensional, menyusun perubahan peraturan untuk mengakomodir model pelaksanaan baru ini, menyusun pedoman mengenai pilihan model pelaksanaan berdasarkan VfM, mengembangkan strategi pembiayaan program jalan raya bebas hambatan, dan menetapkan ruang lingkup dari usulan rencana bisnis untuk sebuah proyek percontohan untuk menunjukkan bagaimana seharusnya alokasi risiko serta pembiayaan yang baru dipersiapkan dan dilaksanakan.
Dukungan IndII melalui kegiatan kebijakan jalan nasional penting dalam proses adopsi model Pembayaran Ketersediaan Layanan oleh Pemerintah Indonesia, yang telah lazim digunakan di Australia dan negara-negara lain tetapi baru bagi Indonesia. IndII memberi dukungan dalam penyusunan peraturan pelaksana (Keputusan Presiden no. 38 Tahun 2015 dan Peraturan Kementerian Keuangan [Kemenkeu] no. 190/PMK.08/2015), dan meningkatkan kesadaran Bappenas serta Kementerian Keuangan dan Pekerjaan Umum melalui lokakarya, seminar, dan study tour. Saran kebijakan IndII juga mendukung dalam peningkatan persepsi pasar internasional terhadap risiko investasi di Indonesia, dan telah sukses menghasilkan sebuah pendekatan terhadap partisipasi swasta yang mirip dengan praktik terbaik dunia, dengan kerangka kerja hukum dan kepemimpinan yang jelas, aman, kontrak yang dapat dilaksanakan, kompetisi yang terbuka dan transparan, serta pengalihan risiko yang adil dan dapat dikelola. Dalam hal risiko terkait lahan, secara khusus dikelola oleh Pemerintah, dengan dokumentasi serta ketentuan kontrak yang dapat dikenali dan berdasarkan atas praktik terbaik, profil arus kas yang dapat diprediksi dan, yang terpenting, proyek yang telah disetujui, dipersiapkan dengan baik dan layak, sehingga mendukung dalam membuat komitmen jangka panjang yang berpotensi bernilai dengan Indonesia.
Hasil pentingnya adalah serangkaian kriteria (Gambar 5 menunjukkan versi yang jauh lebih disederhanakan) untuk memberi dukungan dalam memilih opsi pembiayaan dan pelaksanaan proyek yang paling tepat. Ini telah diterapkan pada perkiraan proyek-proyek jalan raya bebas hambatan yang diperlukan sampai dengan 2034, di mana hasilnya digunakan untuk mengembangkan rencana pembiayaan yang melibatkan kombinasi pendanaan dari anggaran nasional (termasuk Pembayaran Ketersediaan Layanan (AP, availability payments), yang dijelaskan di bawah ini) dan sumber swasta yang bergantung pada kelayakan finansial masing-
47
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Dengan model Pembayaran Ketersediaan Layanan, sebuah konsorsium, yang terpilih setelah dilakukannya lelang kompetitif, akan membiayai perancangan, konstruksi, penyelenggaraan, dan pemeliharaan proyek— dan, sebagai gantinya, menerima pembayaran secara teratur selama jangka waktu konsesi (umumnya 20–25 tahun) sementara lajur-lajur yang dibutuhkan tersedia dan memenuhi standar pengelolaan, penyelenggaraan, serta pemeliharaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila kinerjanya berada di bawah standar-standar tersebut, pemotongan akan dilakukan dari Pembayaran Ketersediaan Layanan. Pemegang modal proyek dan pemberi pinjaman dari konsorsium akan menekankan kepada pengembang/penyelenggara untuk menjamin bahwa standar kinerja terpenuhi. Model Pembayaran Ketersediaan Layanan memiliki VfM yang baik, dengan biaya siklus hidup yang dioptimalisasi melalui gabungan perancangan/pembangunan/ penyelenggaraan/pemeliharaan dan kompetisi di dalam proses penawaran; pembayaran dilakukan hanya didasarkan atas kinerja yang dihasilkan, yang dijamin dengan rezim pengurangan (abatement); arus kas yang dapat diprediksi dan datar (tidak naik turun) untuk Pemerintah, dan jaminan komitmen anggaran untuk pemeliharaan selama masa pakai aset; tidak ada kebutuhan akan Dana Dukungan Infrastruktur (VGF, Viability Gap Funding) (meski demikian, Pemerintah Indonesia masih dapat memungut uang tol secara terpisah dan menggunakannya sebagai kontribusi kepada pembayaran); kinerja keluaran (output) yang jauh lebih mudah untuk diverifikasi daripada masukan (input) berdasarkan kontrak konvensional; serta peluang inovasi dalam desain, konstruksi, dan pengelolaan selama siklus hidup. Mencapai Mutu dan VfM yang Lebih Baik Kegiatan pelaksanaan jalan nasional selanjutnya melengkapi komponen-komponen perencanaan dan kebijakan ini dengan: menyampaikan persyaratan kapasitas dan kualitas dari konsultan dan kontraktor untuk pelaksanaan program, termasuk program percepatan desain awal dan pencadangan koridor; memperbarui beberapa standar desain, termasuk desain baru pengaspalan permukaan jalan dengan masa pakai yang panjang (life-long pavements), dengan pelatihan 48
dan dukungan terkait pelaksanaan; merekomendasikan kontrak-kontrak kerja yang lebih besar dan telah dirancang sebelumnya dengan pengawasan yang telah diperkuat untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas kontraktor; memberikan masukan mengenai pelaksanaan kontrak pemeliharaan berbasis kinerja, berjangka waktu panjang; dan mengembangkan sistem pengelolaan aset jalan (RAMS, road asset management system) yang baru untuk digunakan di tingkat daerah (balai), dan memberikan masukan mengenai perubahan kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakannya. Hal-hal tersebut saling berkaitan dalam konteks untuk meningkatkan mutu desain dan konstruksi serta melaksanakan standar layanan yang diwajibkan pada biaya yang rendah selama siklus hidup pembangunan dan pemeliharaan. Standar desain pengaspalan dan drainase baru yang dikembangkan oleh IndII ditujukan untuk menjamin kinerja jangka panjang berdasarkan muatan lalu lintas yang realistis, dan saat ini telah digunakan secara resmi oleh Ditjen Bina Marga. RAMS, yang mengoptimalisasi pelaksanaan pemeliharaan selama siklus hidup penuh, telah didemonstrasikan di dua balai dan dalam waktu dekat akan bergulir ke seluruh Indonesia. Optimalisasi siklus hidupnya telah menunjukkan bahwa penghematan biaya pemeliharaan antara 20–40 persen dapat diwujudkan melalui desain, konstruksi, dan pemeliharaan preventif dengan kualitas yang lebih baik. Menjadikan Jalan Lebih Aman Dukungan pengembangan kapasitas keselamatan jalan IndII kepada Ditjen Bina Marga telah menghasilkan pengakuan yang jauh lebih baik akan pentingnya keselamatan jalan, pemahaman akan standar sistem jalan aman yang diperlukan, dan perluasan program perawatan tahunan terhadap lokasi titik rawan kecelakaan (blackspots) di bawah butir anggaran yang baru. Pedoman dan gambar standar telah menjadi dasar program pelatihan Ditjen Bina Marga. Keterlibatan IndII juga berkontribusi dalam menjamin kerjasama antara Ditjen Bina Marga dan Kepolisian Lalu Lintas Nasional, dengan Ditjen Bina Marga saat ini mendapat akses terhadap sistem basis data kecelakaan kepolisian, yang memungkinkan pengembangan program-program
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
peningkatan keselamatan jalan yang ditargetkan dengan lebih baik. Data ini menunjukkan bahwa hampir tiga per empat kecelakaan di jalan terjadi pada jaringan jalan daerah (sub-nasional). Oleh karena itu, IndII juga telah bekerja erat dengan instansi-instansi di propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan menggunakan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ) untuk memberi dukungan dalam mengembangkan contoh strategi keselamatan jalan propinsi. Apa Selanjutnya? Sementara program jalan nasional IndII telah memberi dasar bagi peningkatan dengan jangka waktu yang lebih panjang dalam hal kinerja kelembagaan dan hasil (output), Ditjen Bina Marga berada dalam tekanan yang semakin besar untuk melaksanakan proyek-proyek dalam waktu dekat. Pembangunan infrastruktur menjadi prioritas yang lebih penting bagi Pemerintah Indonesia, dan dipandang memainkan peranan yang sangat penting dalam membalikkan angka pertumbuhan ekonomi yang melambat. Untuk masa mendatang, fokus akan lebih dititikberatkan pada peningkatan kecepatan dan mutu pelaksanaan program dalam jangka pendek. Sampai dengan saat ini, dukungan perencanaan IndII telah berfokus pada pengembangan perangkat perencanaan dan penggunaannya untuk memprioritaskan pengeluaran untuk Renstra 2015–2019 dan seterusnya. Keluaran-keluaran ini telah diterima oleh Ditjen Bina Marga: IndII saat ini mendukung Ditjen Bina Marga dalam menyusun rencana induk pembangunan jaringan nasional hingga 2034, yang dimaksudkan untuk diterbitkan sebagai Keputusan Menteri pada 2017. Upaya-upaya mendatang akan diarahkan untuk menjamin keberlanjutan pendekatan perencanaan jaringan IndII di tangan staf Ditjen Bina Marga. Ini berarti bekerja berdampingan dalam pembangunan dan penerapan lebih lanjut model-model perencanaan, mendukung Ditjen Bina Marga menuju kepemilikan secara progresif (termasuk memimpin penggunaan model-model perencanaan ini ke pulau-pulau di luar Jawa dan Sumatera), serta mengintegrasikan perangkat IndII ke dalam fungsi-fungsi perencanaan, penganggaran, dan pemantauan Ditjen Bina Marga.
Tugas prioritas untuk pengembangan kebijakan mencakup finalisasi model perpaduan pelaksanaan serta rencana pembiayaan untuk program jalan raya bebas hambatan dengan Ditjen Bina Marga dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), memberikan masukan kepada Ditjen Bina Marga dan BPJT mengenai tugas-tugas mendesak terkait pelaksanaan program, serta mengembangkan dan mendapatkan persetujuan atas skema usulan rencana bisnis dan rencana pengadaan untuk proyek jalan bebas jalan tol percontohan yang menggunakan skema Pembayaran Ketersediaan Layanan. Tujuan dari hal terakhir tersebut sebelumnya adalah sebuah proyek siap pengadaan pada 2018 atau lebih cepat. Prioritas pelaksanaan program adalah mempraktikkan pembelajaran teknis yang diperoleh dari IndII dan Program Peningkatan Jalan Nasional Indonesia Timur (EINRIP, Eastern Indonesia National Roads Improvement Project) sebelumnya: meminta desain teknis rinci sebelum pengadaan untuk memperkuat kontrol kontrak; menjalankan proses kontrak International Federation of Consulting Engineers (FIDIC), termasuk audit teknis, penahan pekerjaan sebelum lulus sertifikasi (hold points), dan sanksi untuk kinerja buruk; melatih Ditjen Bina Marga, staf pengawasan, serta kontraktor dalam hal budaya kepatuhan kualitas dan kontrak; memperkuat industri kontraktor dengan memperbesar ukuran proyek, memelihara saluran proyek-proyek besar dan menerapkan spesifikasi kontrak; memperkuat dan menciptakan garis pertanggungjawaban yang lebih langsung dalam pelaksanaan proyek; dan meningkatkan pengelolaan aset, mendukung balai dalam menyusun rencana kerja dan usulan anggaran mendatang dengan menggunakan RAMS. Apakah Program Jalan Nasional IndII Merupakan Hal yang Tepat untuk Dilakukan? Program jalan nasional dirancang untuk menutup kekurangan-kekurangan terpenting yang diidentifikasi oleh dua kajian IndII sebelumnya (baca: catatan kaki 1). Perancangan dilakukan ketika krisis yang muncul menjadi nyata: VfM yang buruk dari siklus rekonstruksi-rehabilitasi yang mahal dan salah arah, tingkat kemacetan yang tinggi dan semakin meningkat, biaya logistik yang meningkat, kebutuhan yang ditekan, dan kesulitan menarik investasi 49
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
di luar pusat-pusat daerah utama. Perangkat perencanaan berbasis IRMS yang ada tidak dapat mengidentifikasi strategi terbaik untuk mengatasi hal-hal tersebut. Saluran proyek yang tertutup, di mana proyek-proyek jalan raya bebas hambatan dan jalan tol dengan kapasitas lebih besar, yang paling dibutuhkan dengan mendesak, hampir tidak bergerak ke tahap pelaksanaan.
pencadangan, serta akuisisi lahan atas koridor-koridor yang diperlukan saat ini dapat dimulai, tetapi perubahan nyata dalam sikap dan prioritas—perubahan langkah yang diharapkan dalam desain program—saat ini jelas terlihat.
Gambar 3 mengilustrasikan bagaimana kondisi lalu lintas dapat menjadi buruk tanpa pendekatan baru yang memprioritaskan pembangunan jaringan. Sesuatu yang mendesak harus dilakukan untuk meningkatkan perencanaan jangka panjang, beralih dari pemikiran rekonstruksi dan rehabilitasi jangka pendek, mengembangkan dan memajukan saluran proyek prioritas tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan selama 20–30 tahun mendatang, serta memperkenalkan metode yang lebih efisien untuk membiayai dan melaksanakan proyek serta strategi pemeliharaan yang diperlukan.
Jawaban dari pertanyaan terakhir ini hanya akan didapatkan ketika koridor-koridor telah mulai diperoleh dan proyek-proyek jalan raya bebas hambatan baru dan pembaruan telah mulai dilaksanakan, tampaknya barangkali tidak sebelum jangka waktu rencana lima tahun ke depan. Diperlukan komitmen yang kuat dan berkelanjutan dari Ditjen Bina Marga, Bappenas, dan Kemenkeu kepada prinsip dan prioritas rencana induk jalan nasional. Karena kemacetan lalu lintas tak terhindari untuk sementara waktu akan semakin buruk, dan sementara dokumen-dokumen rencana induk masih tetap berlaku, komitmen ini tampaknya akan berlanjut dan mungkin bahkan akan semakin kuat. Namun, seperti yang pernah terjadi di masa lalu, perubahan staf kementerian dan senior dapat menyebabkan perubahan arah yang menyebabkan reformasi yang bijaksana ini keluar jalur. Dengan siklus pelaksanaan jalur bebas hambatan yang memakan waktu minimum delapan tahun dari persiapan hingga akuisisi lahan, pengadaan dan konstruksi, gangguan sekecil apa pun seperti ini dapat berakibat serius terhadap kemacetan, biaya transportasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Apakah Program Jalan Nasional Mencapai Hasil yang Diharapkan? Di atas kertas, upaya IndII memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dan rencana Pemerintah Indonesia: RPJMN Bappenas, Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2015–2019, dan rencana induk jalan nasional yang akan datang seluruhnya mencakup kebijakan dan strategi yang direkomendasikan oleh IndII untuk jalan nasional. Standar desain dan pengaturan pengelolaan kontrak yang lebih baik, termasuk audit teknis dan keselamatan independen, saat ini semakin banyak digunakan oleh Ditjen Bina Marga. Optimalisasi biaya siklus hidup telah menerima pengakuan baru oleh Ditjen Bina Marga. Terdapat kesadaran yang jauh lebih besar akan model-model pembiayaan dan pelaksanaan alternatif—dan selera risiko sektor swasta—di dalam Ditjen Bina Marga, Kemenkeu, dan Bappenas, dan kerangka kerja peraturan yang telah disempurnakan saat ini menerima model Pembayaran Ketersediaan Layanan, yang akan membuka pintu bagi pembiayaan proyek oleh sektor swasta, yang jika tidak akan menjadi tidak menarik dengan pendapatan yang berasal dari tol saja. Pada akhirnya, waktu yang akan menunjukkan apakah perubahan-perubahan ini akan berdampak pada arah dan kecepatan pembangunan jaringan, di mana desain rinci, 50
Keberlanjutan: Akankah Manfaat Program Jalan Nasional Bertahan?
Tentang penulis John Lee adalah Lead Advisor untuk IndII, setelah sebelumnya menjabat sebagai Direktur Teknis untuk program transportasi IndII dari 2012 hingga 2015: sebuah program dengan anggaran lebih dari A$ 30 juta untuk mengatasi berbagai isu yang dihadapi sektor ini, tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan proyek, namun juga untuk mendukung terbangunnya lingkungan kebijakan dan hukum, kapasitas institusi, serta mekanisme pembiayaan dan pelayanan untuk kebutuhan perekonomian Indonesia sepanjang 20–30 tahun ke depan. John memiliki lebih dari 40 tahun pengalaman sebagai ahli transportasi, termasuk sekitar 20 tahun di Indonesia.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
MENGEMBANGKAN KAPASITAS RISET INDONESIA MELALUI KOLABORASI INTERNASIONAL – AUSTRALIA INDONESIA INFRASTRUCTURE RESEARCH AWARDS (AIIRA) Geoff Lacey | Penasihat untuk AIIRA
Australia Indonesia Infrastructure Research Awards
Sasaran: meningkatkan kebijakan dan praktik infrastruktur melalui pendekatan berbasis riset dan bukti dalam mengembangkan pengetahuan Tujuan: memfasilitasi ketersediaan dan diseminasi secara luas produk-produk riset infrastruktur berkualitas yang memenuhi kebutuhan sesuai ketetapan berbagai badan Pemerintah Indonesia Tujuan Tambahan: memperkuat kemitraan antara Indonesia dan berbagai lembaga internasional dalam bidang riset infrastruktur serta mengembangkan kapasitas berbagai lembaga akademik dan lembaga swadaya masyarakat Indonesia untuk lebih berperan serta dalam perencanaan dan proses infrastruktur
Gambaran Umum Pelajaran penting yang diperoleh dari berbagai proyek Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung Pemerintah Australia adalah temuan adanya kebutuhan untuk meningkatkan peran berbagai lembaga akademik dan lembaga masyarakat madani dalam kebijakan dan perencanaan infrastruktur. Meskipun layanan berbagai universitas dan lembaga riset di Indonesia seringkali digunakan oleh badan Pemerintah Indonesia untuk membantu perancangan dan perencanaan proyek infrastruktur (seperti penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dll.), kualitas hasilnya tidak selalu memenuhi standar internasional. Hal ini selanjutnya menimbulkan beragam masalah pada tahap pelaksanaan. Menanggapi permasalahan penting ini, pada 2013 IndII merancang Australia Indonesia Infrastructure Research Awards
(AIIRA). Program AIIRA diselenggarakan selama tiga tahun (2013–2016) dengan total biaya sekitar A$ 2 juta. Program ini dimaksudkan untuk memperbaiki kebijakan dan praktik infrastruktur di Indonesia dengan mendukung riset kolaboratif antar berbagai lembaga riset Indonesia dan internasional. Pendanaan AIIRA digunakan untuk mempelajari berbagai tantangan yang dihadapi oleh badan Pemerintah Indonesia, masyarakat, atau organisasi perwakilan dalam sektor air minum, sanitasi, transportasi, atau lintas sektor. Kedua putaran pendanaan (2013 dan 2014) menarik lebih dari 50 permohonan dari lembagalembaga Indonesia serta mitra-mitra internasional di Eropa, Amerika Utara, Asia, Selandia Baru, dan Australia. Sebelas dari seluruh kemitraan ini menerima pendanaan riset penuh sejumlah hingga A$ 150.000 per kemitraan. Rincian dari setiap kemitraan yang berhasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (di bawah)
51
52
Mengembangkan penyediaan layanan air minum terpadu untuk menyelamatkan ekosistem:agenda reformasi penyediaan layanan air minum di kotakota kabupaten di Indonesia
Perangkat sosial ekologis dalam pembangunan infrastruktur mineral
Pembelajaran sosial Persatuan Perusahaan Air dan kontrak sosial Minum Seluruh Indonesia untuk meningkatkan (PERPAMSI) tata kelola air, perencanaan infrastruktur, dan penyediaan layanan
3
4
5
Institut Teknologi Bandung: Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah & Kota
Universitas Katolik Soegijapranata: Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen
International Water Centre (IWC), Australia
University of Queensland: Sustainable Minerals Institute
Australian National University: Crawford School of Public Policy
Australian National University: Crawford School of Public Policy
Yayasan Kota Kita Surakarta
Riset transparansi anggaran berbasis web Kota Kita: perencanaan pembangunan infrastruktur promasyarakat miskin yang akuntabel
2
University of Dundee: UK Centre for Water Law, Policy and Science
Mitra Internasional
Universitas Ibn Khaldun Bogor: Pusat Tata Kelola Air
Memastikan keberlangsungan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat melalui kerangka hukum
1
Mitra Indonesia
Judul Riset
No.
AIIRA Putaran 1 dan 2, Kemitraan Riset
Tabel 1: Mitra dan Proyek AIIRA
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP SPAM)
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Bappenas
Badan Pemerintah Indonesia Rincian
Declan Hearne, L. Wahanudin, Bronwyn Powell
Prof. Miming Miharja, Prof. Saleem Ali
Wijanto Hadipuro, Daniel Connell
John Taylor, Dr. Peter McCawley
d.hearne@ watercentre. org; b.powell@ watercentre.org
mimingm@pusat. itb.ac.id; s.ali3@ uq.edu.au
hadipuro@yahoo. com; Daniel.
[email protected]. au
indojota@gmail. com pmccawley@ gmail.com
Mohammad Mova mova@alafhani. Al'Afghani, Prof. Geoffrey info; S.M.Hendry@ G. Gooch, Sarah Hendry dundee.ac.uk
Narahubung Mitra
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Judul Riset
Optimalisasi pembangunan infrastruktur multimoda di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi rantai logistik
Meningkatkan infrastruktur irigasi untuk ketahanan pangan dan air minum yang lebih kuat di Indonesia bagian timur
Infrastruktur Sanitasi untuk Masa Mendatang
Memperkuat pengaturan tata kelola untuk sanitasi kota besar dan kota kecil
Pengembalian sosial atas investasi (Social Return on Investment, SROI) untuk proyek air minum dan sanitasi oleh Pemerintah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur
Investigasi pembiayaan patuh Syariah dalam proyek infrastruktur Indonesia: percepatan pembangunan sektor transportasi
No.
6
7
8
9
10
11
Universitas Indonesia: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Negeri Jakarta: Program Magister Manajemen
SNV Netherlands dan Kemitraan
Queensland University of Technology: School of Civil Engineering and Built Environment
University of South Australia: International Graduate School of Business
University of Technology Sydney: Institute for Sustainable Futures
Queensland University of Technology (QUT)
Charles Darwin University
Universitas Nusa Cendana
Universitas Diponegoro (Undip)
Victoria University: Institute for Supply Chain and Logistics
Mitra Internasional
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, dan Sistem Logistik Nasional Indonesia
Mitra Indonesia
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Bappenas
Pemerintah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas: Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral Semarang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kupang
Kementerian Perhubungan: Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Badan Pemerintah Indonesia
agungwibowo360@ gmail.com; a.goonetilleke@qut. edu.au
Prof. Mochamad Agung Wibowo, Prof. Ashantha Goonetilleke
Prof. Suyono Dikun, Dr. Fiona Lamari
suyonodikun@ gmail.com; Fiona.
[email protected]
Unggul Purwohedi, PhD., upurwohedi@unj. Dr Bruce Gurd ac.id; unggul_ purwohedi@yahoo. com; bruce.gurd@ unisa.edu.au
Juliet.Willetts@uts. edu.au; joanne.
[email protected]
[email protected]; penny.wurm@cdu. edu.au
Prof. Herianus Lalel, Dr. Bronwyn Myers, Penny Wurm
Associate Prof Juliet Willetts, Joanne Chong
Michael.
[email protected]. au; Hermione.
[email protected]
Rincian
Michael Smith, Hermione Parsons
Narahubung Mitra
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
53
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
• Lingkungan yang memberdayakan dimana terdapat kebijakan yang mengatur interaksi antara aspek penawaran dan permintaan serta bagaimana sistem riset beroperasi. Faktor-faktor pendukung ini memberikan kerangka kerja konseptual dan latar belakang yang lebih luas untuk perancangan dan pelaksanaan AIIRA.
Publikasi AIIRA mengenai delapan kemitraan pada Juli 2016. -Atas perkenan IndII
Desain dan Pelaksanaan AIIRA Berdasarkan tinjauan literatur atas hubungan antara riset dan perumusan kebijakan, IndII menetapkan empat “faktor pendukung” utama yang diperlukan agar riset berdampak positif terhadap praktik penyusunan dan pelaksanaan kebijakan. Keempat faktor ini adalah: • Lembaga riset yang menghasilkan pengetahuan dan bukti yang mempengaruhi kebijakan (aspek penyedia - supply) • Pembuat kebijakan yang meminta dan menggunakan bukti dalam menyusun kebijakan (aspek permintaan demand) • Lembaga perantara yang menghubungkan antara pembuat kebijakan dan lembaga riset 54
Dukungan AIIRA diberikan secara kompetitif kepada kelompok-kelompok akademik dan masyarakat madani Indonesia untuk menjalankan proyek riset melalui kemitraan dengan lembaga riset internasional, serta badan pemerintah sebagai “klien”. Kriteria pemilihan mencakup: • Kredensial dan Kapasitas Kelembagaan Lembaga pemohon dinilai berdasarkan kapasitas mereka untuk bekerja erat dengan, dan belajar dari, mitra internasional mereka. • Tata Kelola, Transparansi, dan Manfaatnya (Valuefor-Money) Pemohon hibah riset AIIRA diwajibkan untuk menunjukkan kapasitas dalam mengelola dana sesuai dengan standar transparansi dan pertanggungjawaban Pemerintah Australia. • Relevansi Riset Kriteria pemilihan yang terpenting adalah relevansi dari rencana kolaborasi riset. Setiap proposal riset harus menunjukkan potensi yang kuat untuk menginformasikan dan mendukung pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Inisiatif AIIRA mencakup berbagai fitur yang dirancang untuk memaksimalkan nilai investasi dan mendorong solusi inovatif dalam sektor infrastruktur. Fitur-fitur tersebut meliputi: • Kelompok Organisasi Peserta yang Beragam Kesertaan dalam program tidak terbatas hanya pada lembaga-lembaga akademik. Kelompok masyarakat madani, asosiasi bisnis, asosiasi kelompok pengguna, dan LSM lain tercatat sebagai mitra yang memenuhi syarat. Hal ini membantu memfasilitasi hubungan yang produktif antar kelompok dengan prioritas serupa, dan memanfaatkan inisiatif yang sudah ada dalam bidang riset infrastruktur untuk pengembangan selanjutnya.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
AIIRA: Putaran 1 Tahap Pertama • Empat puluh satu permohonan untuk pendanaan tahap awal hingga A$ 15.000
Tahap Pertama • Sembilan pemohon yang berhasil
Tahap Kedua • Sembilan proposal untuk pendanaan penuh hingga A$ 150.000
Tahap Kedua • Enam proyek terpilih untuk pendanaan penuh
• Kemitraan yang Didorong oleh Permintaan Kemitraan yang didorong oleh permintaan (demand) antara peneliti-peneliti Indonesia dan internasional membantu mengenalkan praktik internasional terbaik, baik teknis maupun pengelolaan, ke dalam proyek riset AIIRA. Komitmen IndII terhadap pendekatan yang didorong oleh permintaan semakin terbentuk oleh keinginan agar proyek-proyek riset AIIRA dapat memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan berbagai lembaga dan badan Pemerintah Indonesia yang berpartisipasi.
terkait IndII, dan kemudian oleh penelaah sejawat (peer reviewer) internasional.1 Sebuah Panel Ahli2 kemudian mempertimbangkan rekomendasi yang dibuat oleh tim sektor IndII dan penelaah sejawat, dan menetapkan proposal yang akan menerima pendanaan penuh.
• Memaksimalkan Hasil yang Berkelanjutan Salah satu faktor kunci dalam evaluasi semua permohonan adalah adanya mekanisme untuk melaksanakan hasil riset AIIRA. Guna mencapai sasaran ini, proyek-proyek riset AIIRA memerlukan partisipasi sebuah (atau beberapa) badan nasional atau daerah Pemerintah Indonesia. Untuk meningkatkan dukungan dari badan-badan tersebut, model AIIRA dirancang untuk melibatkan mereka sejak pembahasan awal antar lembaga riset mitra dari kedua negara.
Dari 41 permohonan tersebut, 18 di antaranya terkait sektor air minum dan sanitasi, 13 terkait sektor transportasi, dan 10 lintas sektor. Meskipun banyak Pernyataan Kepentingan (Expression of Interest, EoI) yang mengusulkan kegiatan di tingkat nasional, sebagian besar adalah untuk kegiatan riset tingkat daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera, serta di NTT, Papua, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi. Dana yang diharapkan oleh para pemohon untuk Tahap Pertama di Putaran 1 berkisar antara A$ 8.000–15.000; dan antara A$ 94.000–150.000 perkiraan dana untuk rencana Tahap Dua kemitraan.3
AIIRA dilaksanakan dalam dua putaran, masing-masing dimulai pada 2013 dan 2014. Setiap putaran terdiri atas proses pemilihan dua tahap. Tahap Pertama memberikan pendanaan tahap awal (seed funding) hingga A$ 15.000 (Putaran 1) dan A$ 10.000 (Putaran 2) kepada para pemohon yang berhasil, untuk mendukung mereka dalam menyusun sebuah proposal penuh. Tahap Dua terdiri atas penyerahan dan penilaian proposal untuk jumlah pendanaan penuh (hingga A$ 150.000). Permohonan Tahap Kedua pertama-tama dinilai oleh tim sektor
Keempatpuluh satu permohonan yang diterima untuk Putaran 1 AIIRA mencakup mitra internasional yang mewakili sembilan negara. Sebagian besar permohonan diserahkan melalui kemitraan yang melibatkan lembaga atau organisasi Australia.
1 Kriteria penilaian Penelaahan Sejawat meliputi: Anggota Tim Riset; Pengembangan Kapasitas; Signifikansi & Inovasi; Pendekatan dan Metode; Manfaat Nasional (Indonesia dan Internasional); Tata Kelola; Aliansi, Komitmen & Anggaran. 2 Panel Ahli dipimpin oleh Pak T. Nirarta Samadhi, Deputi V Kepala UKP-PPP, Perencanaan Prioritas Nasional dan Evaluasi Penyerapan Anggaran. Tiga ahli dari Indonesia dan dua ahli internasional juga ditunjuk untuk Panel; komposisi Panel Ahli sengaja diatur untuk memastikan keterwakilan ragam sektor infrastruktur pada organisasi asosiasi industri (peak body) AIIRA. 3 Dana bagi kemitraan yang berhasil (Tahap Kedua, Putaran 1 dan 2) diberikan secara bertahap: Pembayaran awal (mobilisasi), 50 persen; pembayaran laporan antara (mid-term), 25 persen; pembayaran Laporan Akhir (diterima), 25 persen.
55
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
AIIRA: Putaran 2 Tahap Pertama • Tiga belas permohonan pendanaan tahap awal hingga A$ 10.000
Tahap Pertama
• Delapan proposal pendanaan penuh hingga A$ 150.000
• Delapan pemohon yang berhasil
Sembilan proposal terpilih untuk pendanaan tahap awal. Kesembilan kemitraan kemudian menyetujui persyaratan kontrak IndII dan menerima pendanaan Tahap Pertama (dengan total gabungan A$ 115.000). Mitra internasional yang menerima pendanaan Tahap Pertama berlokasi di Inggris, Asia, Finlandia, dan Australia. Empat di antaranya melibatkan sektor Air Minum dan Sanitasi, tiga melibatkan sektor transportasi, dan dua sisanya bersifat lintas sektor. Pada Februari 2014, Panel Ahli berkumpul untuk menelaah kesembilan permohonan Tahap Kedua. Panel merekomendasikan bahwa enam permohonan menerima pendanaan Tahap Kedua, hingga maksimum A$ 150.000 per proyek.4 Kontrak untuk enam kemitraan yang berhasil kemudian dirundingkan dan ditandatangani pada pertengahan 2014, dan semua kegiatan riset dimulai.5 Pada awal 2014, 13 permohonan diterima untuk putaran kedua pendanaan AIIRA. Penurunan jumlah permohonan Tahap Pertama telah diantisipasi karena promosi Putaran 2 terbatas. Ini merupakan strategi yang dirancang untuk mendorong para pemohon yang tidak berhasil dari Putaran 1 (yang meskipun demikian telah menghasilkan proposal yang layak) untuk mengajukan permohonan kembali. Perubahan tambahan untuk Putaran 2 meliputi penurunan nilai yang tersedia untuk pendanaan tahap awal (A$ 10.000) dan persyaratan bagi semua organisasi 4 Dalam beberapa kasus, tingkat pendanaan yang diminta untuk melaksanakan Tahap Kedua dianggap tidak proporsional dengan rencana kegiatan. Dalam kasus-kasus tersebut, IndII berunding dengan kemitraan terkait untuk mencapai anggaran yang lebih realistis dan dapat diterima. 5 Kemitraan yang berhasil memiliki waktu 18 bulan untuk menyerahkan dan menyampaikan hasil. Jangka waktu kegiatan riset Tahap Kedua dipersingkat untuk Putaran 2 AIIRA guna menyelaraskan penyerahan hasil akhir dan penyampaian hasil.
56
Tahap Kedua
Tahap Kedua • Lima proyek terpilih untuk pendanaan penuh
mitra untuk memiliki Nota Kesepahaman. Inisiatif yang diusulkan kembali menjangkau berbagai lokasi: Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi, Gresik, Bandung, dan Kupang, selain dari inisiatif yang berlingkup nasional. Dari 126 permohonan Tahap Pertama yang diterima, delapan kemitraan diberikan pendanaan tahap awal untuk penyusunan proposal penuh. Dari delapan proposal penuh yang diserahkan untuk penelaahan dan penilaian sejawat oleh Panel Ahli, lima kemitraan diberikan pendanaan Tahap Kedua masing-masing berkisar antara A$ 110.000–150.000. Kontrak untuk lima kemitraan dirundingkan dan ditandatangani pada pertengahan 2015, dan semua kegiatan riset Putaran 2 dimulai. Riset yang Tertuntaskan: AIIRA Putaran 1 dan 2 Pada Juli 2015, Draf Laporan Akhir untuk 11 proyek AIIRA yang didanai penuh didistribusikan untuk penelaahan sejawat. Mitra AIIRA diberikan jangka waktu yang memadai untuk mengatasi setiap permasalahan yang ditemukan dalam proses penelaahan sejawat, dan untuk menyerahkan Laporan Akhir kepada IndII pada 31 Oktober. Pertemuan akhir Panel Ahli diadakan pada 1 Maret 2016 untuk menelaah dan mengevaluasi seluruh Laporan Akhir. Pandangan dan rekomendasi para anggota Panel dibahas secara internal, dan ditambahkan pada laporan akhir IndII tentang AIIRA yang diserahkan kepada DFAT pada Agustus 2016.7
Satu dari 13 permohonan awal selanjutnya didapati tidak memenuhi syarat. 7 Laporan Penyelesaian, Agustus 2017 – AIIRA. 6
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Penyampaian Temuan Meskipun telah direncanakan untuk menyelenggarakan acara puncak AIIRA di Jakarta guna menyajikan temuantemuan dari semua proyek riset yang didanai penuh, perubahan jadwal menghalangi partisipasi seluruh perwakilan kemitraan. Namun, mengingat bahwa delapan dari 11 kemitraan AIIRA berasal dari sektor air minum dan/atau sanitasi, diputuskan bahwa Konferensi Puncak – diselenggarakan pada 21 Juli 2016 – hanya akan melibatkan kemitraan yang terlibat dalam riset Air Minum dan Sanitasi. Konferensi tersebut menarik sekitar 15 anggota audiensi dan perwakilan dari seluruh kemitraan Air Minum dan Sanitasi, serta perwakilan media nasional. Selain mensosialisasikan hasil riset AIIRA melalui publikasi temuan dan implikasi riset lengkap pada situs web IndII, setiap mitra dan badan pemerintah yang berpartisipasi didukung oleh IndII untuk mempublikasikan laporan mereka pada situs web lembaga mereka masing-masing. Selain itu, IndII juga mendukung penyampaian secara langsung kepada masyarakat kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lokasi riset. Pelajaran yang Diperoleh Relevansi8: Apakah AIIRA adalah Hal yang Tepat untuk Dilakukan? Di tingkat kelembagaan di Indonesia, kapasitas teknis dan manajemen dalam sektor infrastruktur masih tetap terbatas. Sejak dimulainya kegiatan pada 2009, IndII terus mengalami kesulitan dalam menetapkan mitra dengan tingkat kapasitas kelembagaan yang tepat untuk melaksanakan program riset yang didanai donor dalam sektor infrastruktur. Selain itu, IndII menyadari budaya pengambilan keputusan berbasis bukti yang umumnya lemah dalam sektor kebijakan publik Indonesia. Untuk alasan-alasan ini, IndII merancang program AIIRA untuk mengatasi kedua permasalahan penting ini secara bersamaan. Model kemitraan mengatasi kelemahan kapasitas kelembagaan dengan menghubungkan mitra Indonesia dengan pusat-pusat unggulan internasional. Pada saat yang sama, AIIRA mengatasi permasalahan 8 Relevansi didefinisikan sebagai ukuran apakah program sesuai untuk mencapai dampak yang diinginkan dan bekerja sesuai konteks yang diberikan. Relevansi dapat berlaku, misalnya, terhadap apakah program merupakan tipe atau cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan utama.
Anggota pers mewawancarai Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Wismana Adi Suryabrata dan Konselor DFAT Steven Barraclough pada Konferensi AIIRA -Atas perkenan IndII
kurangnya permintaan dari kalangan pembuat kebijakan akan riset bermutu tinggi dengan memastikan bahwa setiap kemitraan riset terhubung dengan para pemangku kepentingan Pemerintah Indonesia. Hal ini menjamin komitmen awal dan dukungan dari badan pemerintah terkait, yang kemudian membantu menyokong keberlanjutan hubungan dengan berbagai mitra riset dan integrasi temuan riset ke dalam proses kebijakan. Pendekatan dua jalur tersebut menjadikan AIIRA investasi yang sangat relevan dalam sektor ini. Efektivitas9: Apakah AIIRA Mencapai Hasil yang Diharapkan? Meskipun dilakukan berbagai modifikasi terhadap program dari sejak perancangan hingga penutupan, AIIRA mencapai hasil yang diharapkan. Logika Program AIIRA (dan selanjutnya Teori Perubahan) yang dikembangkan pada 2013 tetap berlaku selama jangka waktu program. Setiap hasil jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang ditetapkan dalam Teori Perubahan terpenuhi, dan dalam beberapa kasus terlampaui (lihat Tabel 2). Seluruh hasil terhubung 9 Efektivitas didefinisikan sebagai seberapa jauh tujuan program telah tercapai atau diharapkan tercapai, seraya mempertimbangkan kepentingan relatif dari tujuan tersebut.
57
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
langsung dengan hasil program tertentu. Peran tim sektor IndII, penelaah sejawat, dan anggota Panel Ahli dalam hal jaminan mutu dari metode dan pelaporan riset memastikan bahwa inisiatif mencapai hasil yang ditetapkan dalam dokumen desain investasi awal yang disetujui DFAT. Efisiensi10: Apakah Intervensi AIIRA Efektif dari Segi Biaya; Apakah Intervensi AIIRA Memaksimalkan Peluang Peningkatan? AIIRA dilaksanakan dengan biaya yang relatif rendah (sekitar A$ 2 juta selama tiga tahun). Meskipun pada awalnya dirancang untuk dilaksanakan dalam tiga putaran, pengurangan anggaran Pemerintah Australia selama Putaran 1 menyebabkan penyesuaian anggaran AIIRA. Penyesuaian ini dilaksanakan melalui pengurangan jumlah putaran AIIRA, penurunan nilai maksimum hibah Tahap Pertama dari A$ 15.000 menjadi A$ 10.000 (untuk Putaran 2), dan sedikit penurunan jumlah hibah Tahap Kedua yang diberikan. Meskipun terdapat perubahan-perubahan tersebut, revisi anggaran sekitar A$ 2 juta dilakukan tanpa mengkompromikan kemampuan mitra untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ditetapkan dalam permohonan Tahap Pertama.11 Penting juga untuk dicatat bahwa jumlah setiap hibah AIIRA, serta keseluruhan anggaran yang disediakan untuk hibah dan pelaksanaan program, mewakili bagian yang sangat kecil dari dana yang disediakan bagi universitasuniversitas Australia melalui (misalnya) program hibah Australian Research Council (ARC) dan National Health and Medical Research Council (NHMRC), serta dari hibah DFAT Development Research Program (ADRAS) baru-baru ini. Untuk investasi yang relatif kecil tersebut selama jangka waktu tiga tahun, dampak ganda AIIRA terhadap pengembangan kapasitas dan kemitraan riset yang berkelanjutan antara Indonesia dan Australia telah merepresentasikan nilai manfaat yang luar biasa ditinjau dari dana yang dikucurkan (value-for-money) bagi wajib pajak Australia. 10 Efisiensi didefinisikan sebagai ukuran bagaimana sumber daya ekonomi dan masukan program “dikonversi” menjadi hasil, termasuk menilai apakah sumber daya untuk melaksanakan pekerjaan yang direncanakan memadai dan hasilnya tercapai; menilai kinerja finansial; dan menilai apakah target tercapai. 11 Namun demikian, perlu dicatat bahwa beberapa tugas pendukung disesuaikan atau diselaraskan oleh tiga dari 11 kemitraan, setelah persetujuan diberikan oleh IndII – meskipun tidak untuk alasan yang berkaitan dengan anggaran.
58
Pemangku kepentingan di Ende memetakan kecakapan berbagai pihak pemasok air minum sebagai bentuk kegiatan selama kemitraan AIIRA. -Atas perkenan Declan Hearne
Keberlanjutan12: Apakah Manfaat AIIRA Berkelanjutan? Semua kemitraan AIIRA melihat peluang akan kegiatan kolaboratif yang berkelanjutan. Dalam hal kemitraan antara Universitas Diponegoro dan Queensland University of Technology, misalnya, dicatat bahwa: Kemitraan proyek yang erat…telah menciptakan atmosfer saling mempercayai dan menjadi dasar untuk kolaborasi di kemudian hari. Kolaborasi ini berkelanjutan dan melibatkan kunjungan staf yang rutin. Oleh karena itu, mekanisme dibuat untuk meningkatkan pengetahuan yang ada saat ini.13 12 Keberlanjutan didefinisikan sebagai potensi program atau manfaatnya untuk terus berlanjut. 13 Kutipan mitra riset QUT & Undip, November 2016.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 2: Hasil dan Konsekuensi Berdasarkan Logika Program/Teori Perubahan HASIL
KONSEKUENSI
Jangka Pendek Metode dan hasil riset baru yang dikembangkan dan diterapkan.
Dari 11 kemitraan riset AIIRA, semuanya menunjukkan bukti jelas dari teknik riset yang baru dan seringkali inovatif yang dikembangkan secara bersama.
Partisipan melaporkan peningkatan kapasitas untuk melakukan riset di wilayah-wilayah tertentu.
Meskipun sebagian besar bukti peningkatan kapasitas dilaporkan oleh mitra Indonesia, mitra internasional juga melaporkan peningkatan kapasitas, khususnya oleh para peneliti karir awal.
Pengaturan kemitraan mendukung alokasi sumber daya dan inisiatif riset.
Dalam sebagian besar kesempatan, sumber daya dibagi secara adil sesuai dengan keragaman (berbagai tingkat) kegiatan riset. Dalam satu kesempatan, mitra Indonesia mengeluh bahwa mitra internasional memiliki akses ke sebagian besar sumber daya yang tersedia; hal ini diselesaikan setelah intervensi oleh IndII.
Jangka Menengah Kegiatan menerapkan hasil riset baru pada kebijakan dan praktik infrastruktur.
Umpan balik dari badan dan lembaga Pemerintah Indonesia yang berpartisipasi menunjukkan bahwa banyak dari mereka siap/bersedia untuk menerima rekomendasi dan perangkat yang dihasilkan melalui program AIIRA.
Perbaikan kapasitas menggerakkan berbagai kegiatan dan inisiatif riset baru.
Lembaga dan badan pemerintah Indonesia dan Australia yang berpartisipasi telah meningkatkan kapasitas untuk menetapkan riset baru dan yang diperlukan, serta proses yang tepat untuk memprakarsai hal ini.
Kemitraan terus berlangsung terlepas dari kegiatan AIIRA.
Sebagian besar kemitraan AIIRA dimaksudkan untuk melanjutkan kegiatan riset dan pertukaran mereka saat ini, berdasarkan pengalaman AIIRA mereka.
Jangka Panjang Riset dan peningkatan kapasitas memberikan masukan bagi proses infrastruktur dan kebijakan di Indonesia.
Meskipun hasil jangka panjang kegiatan riset AIIRA sulit dinilai pada tahap ini, indikasi awal menunjukkan bahwa badan Pemerintah Indonesia di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional giat melaksanakan kegiatan berdasarkan hasil riset.
Meskipun berbagai kegiatan telah dimulai, upaya kolaboratif lain memerlukan pengembangan lebih lanjut, dan dalam beberapa kasus, sumber daya tambahan. Perlu diketahui bahwa beberapa rencana kegiatan kolaboratif mungkin tidak akan berkembang lebih dari sekadar konsep, sebagian karena terbatasnya pendanaan yang tersedia bagi lembaga tersier dan lembaga riset di Indonesia. Namun, salah satu hal penting dari strategi keberlanjutan AIIRA adalah menunjukkan nilai dari model pengembangan kapasitas yang berbiaya relatif rendah dalam sektor riset infrastruktur dan menciptakan hubungan antar sejawat yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan hasil yang baik pada saat sumber daya tersedia.
Hal yang sama pentingnya untuk keberlanjutan program adalah terjalinnya hubungan antara lembaga dan badan pemerintah Indonesia. Bagi badan-badan Pemerintah Indonesia di semua tingkat, kemitraan riset AIIRA memenuhi berbagai prioritas yang akan terus mengambil manfaat dari program dan mendorong pembahasan atas kebijakan nasional terkait. Tabel 2 (di bawah ini) menunjukkan pencapaian AIIRA terhadap tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang ditetapkan dalam Logika Program. Selanjutnya, Tabel 3 memberikan garis besar yang lebih terperinci akan hasil kunci riset AIIRA dan beberapa rencana kegiatan kolaboratif atau perluasan di kemudian hari yang ditetapkan oleh berbagai mitra AIIRA.
59
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 3: Kemitraan Riset AIIRA: Proses/Hasil dan Langkah Selanjutnya No.
Penelitian
Proses/Hasil dan Langkah Selanjutnya
1
Memastikan keberlangsungan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat melalui kerangka hukum
Proses/Hasil. Enam puluh persen upaya bersasaran khusus dari Pemerintah Indonesia untuk mencapai akses universal ke sanitasi dan air minum bersih per 2019 bergantung pada keberlanjutan upaya Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum dan Sanitasi (HIPPAMS). Kemitraan menghasilkan serangkaian rekomendasi untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi ketidakcukupan terkait kerangka peraturan dan kelembagaan untuk HIPPAMS. Rekomendasi-rekomendasi tersebut didasarkan pada pertanyaan riset kunci “Bagaimana kerangka peraturan dapat memastikan keberlanjutan HIPPAMS”?
Riset transparansi anggaran berbasis web Kota Kita: perencanaan pembangunan infrastruktur pro-masyarakat miskin yang akuntabel
Proses/Hasil. Perangkat pemantauan berbasis web baru pada Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Surakarta, bernama Mus-Tracker, diperkenalkan oleh kemitraan riset antara Yayasan Kota Kita dan Australia National University. Perangkat baru tersebut diharapkan mendorong lebih banyak warga untuk berpartisipasi dan secara efektif memantau kinerja dan hasil proses Musrenbang.
2
3
4
Langkah selanjutnya. UIK Bogor baru-baru ini menandatangani kontrak kerjasama dengan sebuah universitas Australia untuk menyelidiki lebih lanjut topik AIIRA. UIK telah mengidentifikasi dua proyek riset potensial lainnya yang akan dibangun berdasarkan hasil dari proyek AIIRA.
Langkah selanjutnya. Staf kecamatan pemerintah kota Surakarta telah dilatih untuk mendigitalkan data Musrenbang, dan untuk memasukkan data secara elektronik ke Kantor Walikota. Sebuah pengaya (add-on) kegiatan bernama Mus-Tracker, yaitu sebuah (prototip) platform web pemantauan digital, terus memberikan akses ke data tentang proyek yang ada di berbagai penjuru kota. Perangkat web ini beroperasi dengan menghubungkan basis data seluruh kota dengan penjelajah web (web browser) yang dapat diakses oleh siapa pun melalui koneksi internet. Warga saat ini menggunakan perangkat ini untuk melacak berbagai proyek individu dan memantau status mereka, serta untuk memberikan komentar tentang proyek-proyek tersebut.
Mengembangkan penyediaan layanan air minum terpadu untuk menyelamatkan ekosistem
Proses/Hasil. Untuk memperbaiki pengelolaan air minum antar beragam organisasi berbeda di berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia, kemitraan riset menghasilkan makalah mengenai opsi terperinci untuk memperkuat hubungan antara hulu dan hilir dari daerah tangkapan air. Kemitraan riset menetapkan pembayaran untuk skema layanan daerah aliran sungai, dipadukan dengan reformasi kelembagaan, sebagai solusi potensial untuk berbagai tantangan penyediaan layanan air minum di Indonesia.
Perangkat sosial ekologis dalam pembangunan infrastruktur mineral
Proses/Hasil. Perangkat perencanaan yang menyertakan teknologi spasial dan pelibatan sosial dapat membantu perancangan berbagai koridor infrastruktur yang sensitif terhadap berbagai faktor sosial ekologis dan mendorong partisipasi aktif masyarakat terdampak. Kemitraan menghasilkan laporan yang merinci bagaimana perangkat ini sangat berpotensi untuk memenuhi tujuan pembangunan dalam sektor pertambangan dengan konflik minimal, dan, pada saat yang sama, membantu memperbesar kemungkinan agar proyek dapat diterima oleh masyarakat.
Langkah selanjutnya. Proyek riset dilakukan di wilayah-wilayah yang dilayani oleh lima perusahaan daerah air minum (PDAM) – Medan, Jakarta, Semarang, Mataram dan Ambon. Keragaman wilayah sasaran meningkatkan penerapan temuan untuk berbagai pusat kawasan perkotaan di daerah lain di Indonesia.
Langkah selanjutnya. Hubungan riset lebih lanjut antar lembaga riset di setiap universitas mitra telah ditetapkan dan saat ini terdapat pertukaran. 5
60
Pembelajaran sosial dan kontrak sosial untuk meningkatkan tata kelola, perencanaan infrastruktur, dan penyediaan layanan air minum
Proses/Hasil. Kemitraan menghasilkan studi komparatif yang mempertimbangkan apakah kontrak sosial dapat berkontribusi terhadap tata kelola air minum dan kinerja perusahaan air minum. Dua lokasi yang telah mengembangkan kontrak sosial, sebagai bagian dari proyek percontohan IndII, dipilih untuk penelaahan, dan lokasi ketiga yang memiliki perusahaan daerah air minum (PDAM) berkinerja tinggi tanpa menggunakan kontrak sosial, digunakan sebagai perbandingan. Langkah selanjutnya. IWC telah memperkuat hubungannya dengan Bappenas dan dengan pemainpemain utama di sektor air minum dan sanitasi di Indonesia; hubungan ini akan mendukung kolaborasi berkelanjutan dalam pelaksanaan kontrak sosial di mana pun.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
No.
Penelitian
6
Optimalisasi pembangunan infrastruktur multimoda di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi rantai logistik
Proses/Hasil. Studi Harmonisasi Logistik Indonesia mengungkap serangkaian penghambat efisiensi di sepanjang rantai logistik pelabuhan laut internasional Jakarta, dan mengusulkan solusi. Apabila ditindaklanjuti industri dan pemerintah, solusi yang diusulkan dapat meningkatkan efisiensi logistik transportasi laut dalam jangka pendek.
Meningkatkan infrastruktur irigasi untuk ketahanan pangan dan air minum yang lebih kuat di Indonesia bagian timur
Proses/Hasil. Kemitraan mengeksplor tantangan penyediaan layanan air irigasi yang efektif dan adil, serta akses untuk memperoleh layanan air minum yang sesuai dan layanan sanitasi yang memadai di seluruh wilayah irigasi NTT. Tim riset yang berasal dari berbagai disiplin, berusaha untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tantangan-tantangan ini agar penghidupan dapat diperbaiki melalui kebijakan yang disusun berdasarkan informasi memadai. Tim menggunakan pendekatan terpadu yang mempertimbangkan penggunaan air karena berkaitan dengan sumber daya air irigasi, sanitasi, dan rumah tangga.
Infrastruktur sanitasi untuk masa mendatang
Proses/Hasil. Kemitraan menghasilkan metodologi yang kuat guna mendorong pengambilan keputusan terkait penyediaan infrastruktur sanitasi yang baik untuk pengelolaan saluran pembuangan yang aman di berbagai wilayah perkotaan di Indonesia. Kerangka Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support Framework, DSF) diperkuat oleh konsep risiko epidemiologi lanskap dan kesehatan masyarakat. DSF selanjutnya diperkuat oleh kerja lapangan kolaboratif, uji laboratorium, pengembangan basis data spasial, analisis Geospasial, dan penetapan model sistem dengan anggota tim riset dari Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Drainase dan Energi Sumber Daya Mineral (Dinas PSDA ESDM).
7
8
Proses/Hasil dan Langkah Selanjutnya
Langkah selanjutnya. Riset menetapkan solusi praktis dan 35 rekomendasi (dalam kategori yang mencakup Infrastruktur Teknologi Informasi Komunikasi, Peraturan Perundang-Undangan, serta Pendidikan dan Pelatihan), yang apabila dilaksanakan, akan membantu peningkatan efisiensi dan membangun sebuah platform peningkatan produktivitas guna mendukung daya saing rantai pasokan global Indonesia.
Langkah selanjutnya. Hasil berkelanjutan kunci dari proyek adalah berupa kapasitas riset para mitra Indonesia yang telah berkembang dan nilai serta efektivitas dari model yang melibatkan pemerintah daerah. Karena semua perangkat riset proyek dikembangkan secara kolaboratif bersama dengan mitra dan perwakilan pemerintah, maka menghasilkan rasa kepemilikan yang tinggi.
Langkah selanjutnya. Kegiatan telah menghasilkan basis data geografis yang berharga dan Kerangka Pendukung Pengambilan Keputusan (DSF) yang memiliki relevansi praktis untuk berbagai wilayah perkotaan lain. Kegiatan AIIRA telah membantu membentuk kemitraan kolaboratif yang kuat antar tim riset QUT dan Undip, dan lima kegiatan “lanjutan” telah ditetapkan, dengan dua di antaranya telah memperoleh pendanaan. 9
10
11
Memperkuat pengaturan tata kelola untuk sanitasi kota besar dan kota kecil
Proses/Hasil. Kemitraan menghasilkan laporan terperinci yang memberikan pandangan mengenai efektivitas kelompok kerja sanitasi di tingkat pemerintah daerah (Pokja Sanitasi) dan peran serta tanggung jawab para pemangku kepentingan pemerintah daerah dalam menyusun Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota.
Pengembalian sosial atas investasi untuk proyek air minum dan sanitasi oleh Pemerintah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur
Proses/Hasil. Untuk membantu Pemerintah Daerah memilih proyek sanitasi terbaik (dan paling hemat biaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat jangka panjang, kemitraan riset menyusun kerangka kerja sederhana untuk mengukur dan mempertanggungjawabkan nilai inisiatif infrastruktur kepada masyarakat. Hasil kuncinya adalah Penghitung Dampak Infrastruktur berdasarkan pendekatan Pengembalian Sosial atas Investasi (Social Return on Investment, SROI).
Investigasi pembiayaan patuh Syariah dalam proyek infrastruktur Indonesia
Proses/Hasil. Dalam konteks pasar keuangan syariah di Indonesia, kemitraan mengeksplor kesesuaian antara keuangan Syariah dan proyek infrastruktur, dan jenis-jenis pembiayaan Syariah dalam bidang infrastruktur. Hasil kuncinya adalah kerangka kerja Toolkit Pembiayaan Syariah untuk mencatat langkahlangkah dan prosedur yang diperlukan untuk Pembiayaan Syariah, khususnya Sukuk, sebagai instrumen pembangunan infrastruktur transportasi.
Langkah selanjutnya. Keterlibatan SNV dan Kemitraan diharapkan menghasilkan inisiatif riset aksi yang berkelanjutan.
Langkah selanjutnya. Pemerintah Gresik bermaksud menerapkan metode Pengembalian Sosial atas Investasi pada berbagai proyek infrastruktur lain (yaitu non-air minum dan sanitasi) guna membantu mereka mengukur dampak sosial dan lingkungan. Selanjutnya, Penghitung Dampak Infrastruktur dianggap sebagai perangkat yang fleksibel yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Indonesia lain untuk menghitung Pengembalian Sosial dari Investasi dari berbagai proyek air minum dan sanitasi.
Langkah selanjutnya. Toolkit yang diusulkan dalam rencana riset awal tidak lengkap. Kerangka kerja yang dikembangkan memerlukan pekerjaan lebih lanjut untuk memastikan dapat diterapkannya Toolkit secara praktis dalam situasi-situasi tertentu. 61
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tentang penulis Geoff Lacey adalah seorang penasihat pembangunan internasional, bertanggung jawab untuk mendukung program-program tersier, dan program-program riset, pendidikan, pelatihan dan beasiswa kelembagaan dan sistemik, serta kemitraan kelembagaan di Australia dan berbagai negara di Asia, Pasifik, dan Afrika. Geoff telah memberikan konsultasi dan menyusun sejumlah dokumen desain program dan melakukan kajian teknis atas berbagai prakarsa yang tengah berlangsung dan yang akan segera berakhir dalam sektor pembangunan di sejumlah negara. Dalam perannya sebagai penasihat atas pelaksanaan AIIRA, ia bekerja bersama Lynton Ulrich (Kepala Penasihat Pembiayaan Infrastruktur IndII) dan Nur Hayati (Senior Program Officer IndII).
62
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
KETERLIBATAN BERBAGAI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN TATA KELOLA DALAM SEKTOR AIR MINUM: PELAJARAN DARI BERBAGAI INISIATIF PENTING Jim Coucouvinis I Direktur Teknis untuk Air Minum dan Sanitasi
Makalah ini membahas apa yang telah dicapai Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung Pemerintah Australia dalam sektor air minum selama dua tahap pelaksanaan IndII, Tahap I (2008–2011) dan Tahap II (2012–2017). Bagian-bagian di bawah ini akan berfokus pada Hibah Air Minum yang merupakan program utama (signature program) dan program IndII yang sangat berhasil, serta program yang mencakup berbagai prakarsa penting lain dalam sektor air minum. Tema penuntun program IndII adalah keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam meningkatkan pelayanan penyediaan air minum dan sanitasi. Selain itu, mendorong keterlibatan Pemda otomoatis akan memiliki dampak yang lebih luas terhadap tata kelola sektor air minum di berbagai jajaran Pemerintah Indonesia. Pekerjaan IndII dalam hal restrukturisasi utang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), reformasi keuangan PDAM, dan komponen sanitasi dari program ini dibahas dalam makalah lain dari publikasi ini. Konteks Pembangunan dan Permasalahan Sektor Ketika IndII didirikan pada 2008, Pemerintah Indonesia tengah melaksanakan program desentralisasi keuangan dan otonomi daerah yang ambisius. Undang-Undang Otonomi Daerah no. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Keuangan Daerah no. 33 Tahun 2004 telah ditetapkan. Undang-Undang penting ini telah, pada gilirannya, menghasilkan sejumlah besar peraturan pendukung yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Mendorong pemerintah daerah untuk berinvestasi lebih besar dalam sektor air minum dan untuk meningkatkan penyediaan layanan air minum. -Atas perkenan IndII 63
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang langkah-langkah keuangan dan peraturan bagi pemerintah daerah.1 Dalam sektor air minum, Pemerintah Indonesia (dengan bantuan Bank Dunia) telah mengeksplorasi berbagai peluang yang dihasilkan oleh lingkungan peraturan yang terus berkembang ini, melalui Program Air Minum dan Sanitasi (Water and Sanitation Program, WASAP). Bagian utama dari program ini adalah penyusunan strategi pemberian insentif bagi penyediaan layanan air minum yang lebih baik di tingkat kabupaten/kota.2 Salah satu elemen dari strategi ini adalah pengembangan suatu model berbasis hibah untuk penyediaan air minum yang lebih baik. Ketika Pemerintah Australia meluncurkan IndII pada Juli 2008, Pemerintah Australia juga berusaha untuk membantu pertumbuhan investasi dalam sektor air minum di Indonesia melalui penggunaan pendanaan hibah yang diterapkan secara strategis. Bantuan Australia melalui IndII menyediakan pendanaan untuk Prakarsa Air Minum dan Sanitasi (Water and Sanitation Initiative, WSI) yang meliputi bantuan hibah kepada Pemda untuk berbagai program air minum dan sanitasinya. Program Hibah Air Minum merupakan komponen kunci dari WSI. Titik awal dari rancangan Program Hibah Air Minum adalah laporan WASAP yang disampaikan kepada Pemerintah Indonesia pada 2008. Selain Hibah Air Minum, program WSI IndII juga mencakup Program Hibah Air Limbah, program Hibah Percepatan Pembangunan Infrastruktur untuk sanitasi (Infrastructure Enhancement Grant, IEG), program hibah untuk mendukung investasi pada penyediaan air minum Berbasis dan Dikelola oleh Masyarakat (Community-Based and Operated, CBO), dan penyusunan rencana induk saluran pembuangan air limbah di delapan kota.3 Setelah IndII melalui dua tahap yang dijadwalkan (selanjutnya Tahap 1 dan Tahap II), IndII kemudian melaksanakan berbagai kegiatan non-hibah tambahan yang mendukung tujuan ganda yaitu pertumbuhan Untuk IndII, peraturan Menkeu tentang pemberian hibah kepada Pemda (yaitu PMK No. 168/169 Tahun 2008) terutama merupakan hal penting. 2 Program bantuan teknis Air Minum dan Sanitasi (WASAP) bagi Pemerintah Indonesia dengan bantuan bilateral dari Pemerintah Kerajaan Belanda, 2008-2009. 3 Berbagai rencana induk saluran pembuangan air mencakup kota Batam, Palembang, Pekanbaru, Bandar Lampung, Bogor, Cimahi, Surabaya, dan Makassar. 1
64
strategis sektor air minum dan penguatan otonomi daerah. Berbagai kegiatan tersebut mencakup Program Tata Kelola Air Minum bagi Pemda di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pengembangan Indeks Pelayanan Air Minum dan Sanitasi (Water and Sanitation Service Index, WSSI), identifikasi berbagai prakarsa untuk pengembangan penyediaan air minum daerah, dan kerangka hukum untuk pembentukan badan penyediaan air minum nasional. Permasalahan Sektor Air Minum Sektor air minum publik di Indonesia masih tetap terbatas dalam hal lingkup dan cakupan layanannya. Secara keseluruhan, cakupan pelayanan PDAM terbatas hanya pada sekitar 30 persen penduduk perkotaan Indonesia. Pemda juga menyediakan layanan air minum bagi kota-kota yang lebih kecil melalui instansi-instansi setempat, dan kelompok masyarakat yang lebih kecil serta wilayah perdesaan lazimnya dilayani oleh sistem yang diselenggarakan oleh masyarakat yang dibangun oleh badan-badan pemerintah pusat atau daerah. Pada tataran lain, terdapat persediaan air tanah rumah tangga (sumur) yang dalam beberapa kasus tumpang tindih dengan penyediaan dari perusahaan publik. Berdasarkan Undang-Undang Indonesia, Pemda bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan air minum. Tanggung jawab ini telah ditegaskan kembali dalam serentetan revisi undang-undang tentang hal tersebut (UU no. 5 Tahun 1974, UU no. 22 Tahun 1999, UU no. 32 Tahun 2004, UU no. 23 Tahun 2014). Namun, pada praktiknya, pembangunan sistem air minum sebagian besar dipimpin oleh Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) di tingkat pusat, peran yang terus dipegang oleh kementerian bersangkutan pada era desentralisasi keuangan dan politik saat ini. Tujuan program Hibah Air Minum IndII adalah untuk membantu Pemda agar dapat dengan lebih baik memenuhi mandat mereka yang telah ditetapkan oleh undang-undang terkait penyediaan air minum. Program ini berupaya memberikan insentif kepada Pemda untuk berinvestasi dalam sektor air minum dengan tujuan pokok meningkatkan tata kelola sektor terkait di semua tingkat (daerah dan nasional).
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 1: Proses Hibah Berbasis Hasil Program Hibah Air Minum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Perjanjian hibah antara donor-penerima Badan pelaksana mengajukan hibah Kemenkeu menandatangani perjanjian hibah Peraturan Pemda untuk menginvestasikan modal pada perusahaan air minum Investasi dilaksanakan Perusahaan air minum membangun sambungan Badan pelaksana memverifikasi Badan pelaksana merekomendasikan pembayaran Kemenkeu membayar hibah
SAMBUNGAN RUMAH
DPRD
PEMERINTAH DAERAH
PDAM
SUBSIDI (HIBAH)
PEKERJAAN UMUM
Program Hibah Air Minum Tahap I – Awal yang Sederhana Tahap I inisiatif Hibah Air Minum terbatas pada 27 Pemda dan memiliki total dana hibah senilai A$ 20 juta. Masukan Pemerintah Indonesia pada program diberikan oleh Direktorat Perimbangan Keuangan (Kemenkeu), Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman (Direktorat Jenderal Cipta Karya), dan Bappenas. Seiring dengan perkembangan rancangan untuk mengatasi lebih banyak permasalahan teknis, Direktorat Jenderal Cipta Karya (Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU) mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas rancangan program. Ditjen Cipta Karya menyusun dan menerbitkan Pedoman Pengelolaan Program Hibah Air Minum (Project Management Manual, PMM) untuk program tersebut. Pada saat yang bersamaan, Kemenkeu menyusun berbagai template perjanjian hibah baru yang akan memungkinkan pengaliran dana ke Pemda. Elemen-elemen kunci program ini adalah sebagai berikut: i. Partisipasi Pemda mewajibkan adanya surat pernyataan komitmen dari Bupati/Walikota untuk memberikan modal kepada PDAM dalam nilai yang sama dengan atau lebih besar dari hibah.
PERJANJIAN HIBAH
KEMENTERIAN KEUANGAN
DONOR
ii. PDAM harus memiliki kapasitas memadai untuk menyerap sambungan-sambungan baru tanpa menurunkan layanan kepada para pelanggan yang sudah ada. iii. Pemda diwajibkan untuk mengidentifikasi jumlah rumah tangga berpenghasilan rendah yang diperlukan untuk memenuhi syarat menerima hibah.4 Desain sederhana program ini menggunakan konsep berbasis hasil dan memiliki dampak yang luar biasa terhadap sektor air minum di tingkat Pemda dan Pemerintah Pusat. Kerangka desain digambarkan dalam Gambar 1 dan teks di bawah ini. Menyeimbangkan Kepentingan Pemangku Kepentingan Tujuan utama dari perancangan program Hibah Air Minum adalah untuk menegaskan tanggung jawab Pemda atas penyediaan air minum kepada para konstituen. Secara teknis, Pemda memiliki kewenangan atas PDAM, yang oleh karenanya memberikan mereka 4 Syarat Hibah Air Minum adalah bahwa rumah tangga baru yang tersambung merupakan keluarga berpenghasilan rendah. Indikator yang mewakili rumah tangga berpenghasilan rendah adalah ukuran sambungan listrik. Tidak lebih dari 50 persen rumah tangga dapat memiliki sambungan lebih dari 1300VA dan sisanya harus memiliki sambungan listrik 900VA atau kurang.
65
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 1: Prioritas Pemangku Kepentingan dalam Desain Tahap II Hibah Air Minum Kriteria Pemilihan Pemda Pemberian Hibah Tata Kelola Daya Ungkit
Badan Mitra Surat pernyataan komitmen dari Kepala Pemda
Setuju
Terbatas pada PDAM dalam program-program mitra
Terbuka bagi semua – pemilihan kompetitif
Hibah diberikan
Hibah maksimum yang diberikan – Jumlah minimum disimpan dalam cadangan
Hibah diberikan setiap tahunnya
Hibah diberikan selama masa berlaku IndII
Anggaran Pemda tepat waktu; dewan pengawas; tarif progresif
Setuju
Hibah hanya/utamanya untuk insentif Perpres 29
Disepakati untuk mengimbangi insentif Perpres 29
Hibah dipakai kembali oleh Pemda
Pemakaian kembali hibah bukan merupakan kewajiban
kendali atas mekanisme penyediaan layanan yang diperlukan. Namun, ketimbang berinvestasi langsung pada PDAM dan mengizinkan penyedia fasilitas untuk memperluas layanannya, Pemda lebih memilih pendekatan untuk mengalokasikan anggaran investasi penyediaan air minum kepada Kantor Kabupaten Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU). Dinas PU setelah melaksanakan pekerjaan kemudian mengalihkan aset ke PDAM. Penelaahan terhadap pola ini menunjukkan bahwa investasi langsung oleh Pemda pada PDAM berpotensi memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik dalam peningkatan layanan. Alokasi sumber daya anggaran pada PDAM memerlukan peraturan Pemda dari DPRD yang bertanggung jawab terhadap penyusunan peraturan. Kecepatan proses ini di masing-masing kabupaten/ kota sasaran bervariasi, sebagaimana pula kepatuhan Pemda terhadap undang-undang tentang pembiayaan PDAM yang berlaku. Dalam beberapa kasus, Pemda enggan menginvestasikan modal pada PDAM sebelum PDAM memulai pekerjaan perluasan layanan. Pendekatan ini mengalihkan beban pembiayaan kepada PDAM, yang harus membiayai terlebih dahulu biaya perluasan layanan dan memperoleh sebagian penggantiannya melalui pembayaran modal yang dilakukan oleh Pemda. Praktik yang hanya memberikan modal untuk memenuhi persyaratan perjanjian penerusan hibah (on-granting agreement) setelah PDAM melakukan perluasan yang diperlukan, sebagian merupakan strategi pengelolaan risiko yang dilakukan Pemda, yang berada di bawah pengawasan yang semakin ketat oleh badan-badan audit negara. 66
IndII
Dampak Diplomasi Publik IndII menyusun strategi diplomasi publik yang menyeluruh untuk mendukung program Hibah Air Minum. Komponen inti dari strategi ini adalah adanya acara penghargaan seremonial terkait program hibah bagi Pemda yang berhasil menyelesaikannya. Acara ini dihadiri oleh para perwakilan donor dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT)/AusAID dan para pejabat senior Pemerintah Indonesia, serta diliput media televisi. Penandatanganan perjanjian penerusan hibah dihadiri oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Duta Besar Australia, sementara berbagai acara di tingkat Pemda juga dihadiri oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala AusAID. Acara-acara ini berdampak penting terhadap visibilitas program hibah secara umum, dan terhadap tingkat dukungan dari badan-badan Pemerintah Indonesia. Lembaga-lembaga yang tertarik terhadap program meningkat tajam menyusul acara Karawang pada Oktober 2010 dan semakin meningkat pasca kunjungan Menteri Pekerjaan Umum ke lokasi program Hibah Air Minum di kota Palembang, serta delegasi tingkat tinggi lainnya (dipimpin oleh Menteri Pekerjaan umum dan Kepala AusAID) ke lokasi lain di kota Banjarmasin. Keberhasilan dan dampak program sebagaimana dibuktikan di dalam acara-acara inilah yang menyebabkan badan-badan Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk memiliki program hibah yang didanai publik.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 2: Persyaratan Modal yang Lebih Disukai untuk PDAM yang Menggunakan Perpres 29 Kriteria/Kategori PDAM
Modal Pemda per sambungan untuk 1.000 sambungan pertama
Modal Pemda per sambungan untuk 1.000 sambungan berikutnya
Modal Pemda per sambungan untuk lebih dari 2.000 sambungan
Setiap PDAM yang memperoleh pinjaman melalui Perpres 29 atau kontrak sektor swasta
Rp 2 juta
Rp 3 juta
Rp 3 juta
PDAM dan Pemda Non- Perpres 29 berkapasitas keuangan menengah/rendah
Rp 2 juta
Rp 3 juta
Rp 4 juta
PDAM dan Pemda Non- Perpres 29 PDAM berkapasitas keuangan sangat tinggi/tinggi
Rp 2 juta
Rp 3 juta
Rp 5 juta
Evaluasi Program Hibah AusAID melakukan evaluasi internal selama tahap-tahap awal Prakarsa Hibah Air Minum yang memberikan penilaian positif. Namun demikian, dicatat bahwa tidak terdapat cukup kemajuan pada tahap pelaksanaan untuk dapat mengidentifikasi potensi masalah atau pelajaran yang diperoleh. Menanggapi temuan ini, IndII meminta University of Chicago untuk melakukan penilaian terhadap dampak sosial ekonomi dari Tahap I Program Hibah.5 IndII juga melakukan penilaian internal terhadap pelaksanaan Tahap I untuk menilai hasil berdasarkan berbagai parameter desain.6
mendorong perbaikan pengelolaan hibah oleh Pemda dan PDAM. Berbagai opsi dibahas antara kedua pemangku kepentingan tersebut selama lebih dari enam bulan sebelum kesepakatan akhirnya dicapai. Permasalahan utama yang diangkat dalam pembahasan tersebut diuraikan pada tabel dan butir-butir di bawah ini. Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2009 (Perpres 29/2009)7 Dikeluarkannya Perpres No. 29 Tahun 2009 menambah kompleksitas Program Hibah IndII. Peraturan tersebut, pada awalnya dirancang oleh Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, merinci skema pinjaman pemerintah pusat untuk PDAM. Pada awalnya, Ditjen Cipta Karya berupaya untuk menjadikan partisipasi Pemda dalam skema Perpres 29 sebagai persyaratan untuk tergabung dalam Tahap II Program Hibah Air Minum. Namun, berdasarkan investigasi yang lebih cermat, jelas bahwa jumlah PDAM yang dapat memenuhi syarat pinjaman Perpres 29 terlalu sedikit untuk menyerap pendanaan hibah Tahap II. Akhirnya, dicapai kompromi yang wajar untuk mengurangi persyaratan modal dari Pemda-Pemda yang mengawasi PDAM dalam skema Perpres. Rincian tepatnya diuraikan dalam Pedoman Pengelolaan Program Hibah Air Minum, dan diperlukan kategorisasi Pemda dalam bentuk Pemda dengan “kapasitas keuangan tinggi hingga sangat tinggi”, dan Pemda dengan “kapasitas8 keuangan rendah hingga menengah”. Ketetapan dibuat pada 31 Desember 2013 dimana Pemda dari semua PDAM yang memperoleh
Tahap II: Program yang Lebih Besar dan Lebih Kompleks Keberhasilan Tahap I program Hibah Air Minum mendorong kepemilikan yang lebih besar oleh para pemangku kepentingan Pemerintah Indonesia. Ditjen Cipta Karya, misalnya, berupaya memanfaatkan kegiatankegiatan Tahap II untuk mendapatkan hasil bagi prakarsa kebijakan pelengkap. Pelajaran Tahap I juga membantu Kemenkeu untuk menerapkan persyaratan tata kelola yang lebih baik kepada Pemda yang berpartisipasi, sementara IndII juga berupaya melakukan penyesuaian menanggapi temuan-temuan evaluasi eksternal dan internal. Semua prioritas ini kemudian ditindaklanjuti sebagai bagian dari perubahan besar operasional program. Prakarsa Pemangku Kepentingan untuk Tahap II Untuk Tahap II Program Hibah, baik Ditjen Cipta Karya (Kementerian PU) maupun Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (Kemenkeu) berupaya memodifikasi proses alokasi hibah awal untuk 5 6
NORC di University of Chicago. Blane Lewis.
Peraturan Presiden RI No. 29 Tahun 2009 tentang pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum. 8 Kapasitas keuangan sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah no. 226/PMK.07/2012. 7
67
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 2: Perkembangan Hibah Air Minum DFAT
pinjaman Perpres 29 atau Pemda yang telah memiliki kesepakatan kontrak pembangunan dengan sektor swasta, dapat terus berinvestasi pada tingkat modal pemegang konsesi yang sama dengan nilai hibah. Alokasi Hibah Bagaimana dana hibah diberikan dan diberitahukan kepada Pemda merupakan salah satu permasalahan yang cukup sulit untuk disepakati dalam negosiasi dengan para pemangku kepentingan kunci. Badan pelaksana Ditjen Cipta Karya cenderung memilih untuk memberikan dan memberitahukan pendanaan hibah setiap tahunnya, dengan demikian menahan sejumlah besar dari total nilai hibah dalam simpanan. Sebaliknya, preferensi IndII dan Kemenkeu adalah agar hibah dikeluarkan penuh selama jangka waktu program berdasarkan Perjanjian Pendanaan Langsung antar berbagai pemerintah mitra. Keputusan kompromi jatuh pada maksimum 85 persen dari total jumlah hibah (A$ 80 juta) dikeluarkan di muka dengan sisa 15 persen ditahan dalam simpanan untuk alokasi kemudian. Untuk Tahap II program, pada praktiknya, Ditjen Cipta Karya mengalokasikan hibah kepada 129 Pemda selama jangka waktu dua tahun Oktober 2012–November 2014 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3. 68
Pelajaran yang Diperoleh – Hibah Air Minum Salah satu pelajaran terpenting yang diperoleh dari program ini adalah pengalaman bekerja melalui sistemsistem pemerintah mitra. Program Hibah Tahap I IndII dikembangkan sejalan dengan model WASAP, tetapi dengan konsep lebih sederhana dan desainnya dibuat dengan keterlibatan penuh Pemerintah Indonesia. Hal ini berarti IndII mendapatkan kepastian bahwa desain program tersebut mendapat dukungan dari badanbadan pelaksana Pemerintah Indonesia. Pelajaran kedua yang diperoleh adalah seberapa besar pemberian hibah dapat mendorong berbagai mitra pemerintah untuk berinvestasi dengan nilai setara dan/ atau berkelanjutan. Hibah Air Minum meningkatkan investasi dari Pemda dan PDAM sekitar Rp 4.500 untuk setiap Rp 2.500 yang diinvestasikan sebagai hibah oleh pemerintah pusat. Selanjutnya ketika Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengarusutamakan Hibah Air Minum menggunakan dana APBN, program hibah A$ 100 juta dari Australia meningkat hingga Rp. 10 triliun (A$ 1 miliar) untuk jangka waktu lima tahun 2015-2019.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 3: Pelaksanaan Tahunan Hibah Air Minum DFAT dan APBN Pelaksanaan Hibah Air Minum DFAT Tahunan dan Kumulatif
Pelajaran ketiga yang diperoleh adalah bahwa fokus program pada pengentasan kemiskinan sudah sesuai dengan model pendapatan yang digunakan oleh PDAM. Ditjen Cipta Karya menyoroti masalah bahwa fokus Program Hibah untuk menghubungkan rumah tangga berpenghasilan rendah ke jaringan PDAM akan menurunkan pendapatan rata-rata per pelanggan PDAM. Bukti tidak menunjukkan demikian. Biaya air minum yang disediakan oleh PDAM jauh lebih rendah dari opsi-opsi pembelian lain sehingga rumah tangga yang baru tersambung dengan cepat mengadopsi pola penggunaan normal. Ditjen Cipta Karya Mengambil Alih Kepemilikan Program Hibah Air Minum Menjelang akhir Tahap I dari program, Ditjen Cipta Karya semakin jelas memahami dampak Hibah Air Minum dalam menyediakan air minum bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan nilai Hibah Air Minum sebagai instrumen kebijakan berbasis insentif. Pada awal Tahap II, Ditjen Cipta Karya telah membentuk Satuan Pengelolaan Proyek Pusat non-struktural yang memiliki anggaran (Central Project Management Unit, CPMU) yang memiliki pendanaan untuk bantuan administratif dan teknis untuk mengkoordinir pelaksanaan program Hibah Air Minum dan Sanitasi Tahap II.9 9 CPMU didirikan menggunakan keputusan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk bantuan yang didanai oleh hibah.
Ini merupakan bentuk dukungan yang kuat dari Pemerintah Indonesia terhadap program dan satu dari berbagai manfaat yang paling nyata dari pelaksanaan program melalui sistem pemerintah mitra. Tahap I dari program telah dilaksanakan melalui struktur organisasi yang ada dari berbagai mitra pemangku kepentingan. Pembentukan CPMU, walaupun akan menambah kapasitas pengelolaan secara keseluruhan pada Ditjen Cipta Karya, namun juga menciptakan lapisan administrasi prosedural tambahan. Pelaksanaan melalui CPMU dihambat oleh berbagai perbedaan terkait masalah prosedural, tetapi hal tersebut umumnya dapat diselesaikan tanpa terlalu banyak kesulitan. Secara keseluruhan, pelaksanaan program Tahap II lebih lambat daripada Tahap I. Kapasitas pelaksanaan ratarata selama Tahap I sekitar 100 sambungan per Pemda per bulan, sementara pada Tahap II kapasitas tersebut menurun hingga sekitar 60 sambungan per Pemda per bulan. Hal ini sebagian disebabkan oleh proses dasar dan verifikasi yang lebih teliti yang juga memerlukan lebih banyak waktu untuk menuntaskannya. Jalan Menuju Pengarusutamaan Selama 2014, Bappenas dan Kemenkeu memberikan sinyal bahwa pendanaan pusat kepada pemerintah daerah akan ditingkatkan seiring dengan meningkatnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dan hibah. Menanggapi hal ini, IndII menyajikan kepada Bappenas berbagai skenario penggunaan pendanaan anggaran pusat (APBN) untuk Hibah Air Minum dan Sanitasi kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk jangka waktu lima tahun 2015-2019. Selama jangka waktu Agustus 2014-Januari 2015, IndII dan DFAT menyelenggarakan serangkaian pertemuan penting dengan Deputi Bidang Ekonomi Bappenas untuk membahas opsi-opsi ini. Sebagai hasilnya, Bappenas memutuskan untuk mengalokasi hingga Rp 2 triliun per tahun untuk Hibah Air Minum dan Sanitasi mengikuti model hibah IndII untuk jangka waktu 2015-2019, dengan jumlah total Rp 10 triliun (A$ 1 miliar). Pada 2015, dari total Rp 500 miliar yang dialokasikan untuk Hibah Air Minum APBN, telah dibayarkan sekitar Rp 308 miliar. Pada 2016, dari Rp 600 miliar yang dialokasikan, dibayarkan sekitar Rp 459 miliar.
69
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Target keseluruhan tahun 2017 adalah untuk mengalokasikan Rp 1 triliun pendanaan hibah, dengan Rp 800 miliar di antaranya ditujukan untuk air minum (termasuk komponen Hibah Air Minum perdesaan) dan Rp 200 miliar di antaranya untuk Program Hibah Air Limbah APBN.10 Selama pelaksanaan program hibah air minum APBN, IndII memberikan bantuan teknis untuk penilaian dan verifikasi dasar. Implikasi Pengarusutamaan Segera setelah dimulainya program hibah yang didanai oleh APBN, pelaksanaan program yang dibiayai oleh DFAT akan berkurang secara signifikan. Gambar 4 menunjukkan penurunan tajam dalam pelaksanaan hibah DFAT selama 2015 dan 2016, meskipun terdapat sisa pemberian hibah yang belum selesai dengan nilai sekitar 30.000 sambungan. Sebagaimana diperkirakan, apabila dua program paralel mulai “bersaing” untuk mitra pelaksana daerah yang sama, maka para pemangku kepentingan kunci Pemerintah Indonesia (misalnya Ditjen Cipta Karya) memiliki kepentingan untuk memberikan prioritas kepada versi yang didanai oleh negara, oleh karena persyaratan untuk menggunakan jumlah yang dianggarkan dalam tahun kalender yang bersangkutan. Sehingga, untuk memaksimalkan penyerapan anggaran negara, maka perlu meminimalisir penggunaan dana donor. Alternatif bagi Model Hibah Air Minum DFAT Karena Hibah Air Minum dirancang sebagai hibah berbasis hasil, maka perlu untuk menetapkan kondisi dasar (baseline) dari cakupan layanan PDAM yang kemudian dibandingkan dengan kondisi pasca pelaksanaan agar dapat mengidentifikasi hasil program (output). Selama tahap perancangan program, IndII mempertimbangkan sejumlah metode alternatif untuk menetapkan kondisi dasar (baseline). Satu dari berbagai opsi awal adalah menggunakan basis data pelanggan PDAM untuk menetapkan parameter dasar. Pada akhirnya, pendekatan ini tidak digunakan karena rumah tangga berpenghasilan rendah tidak dimasukkan oleh PDAM ke dalam daftar pelanggan mereka. Metode yang digunakan adalah menetapkan rumah tangga yang memenuhi syarat menggunakan survei dasar (baseline survey) dari rumah ke rumah. Berdasarkan desain hibah, hanya rumah tangga yang memenuhi 10
70
Lihat makalah peninggalan IndII tentang Sanitasi.
Pemerintah Palembang mendukung program Hibah Air Minum dengan mensosialisasikannya melalui ruang publik pada tahun 2011. -Atas perkenan IndII
syarat yang telah teridentifikasi dalam survei dasar yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan hibah kepada Pemda. Ini berarti rumah tangga yang tersambung dengan PDAM tetapi tidak termasuk dalam survei dasar tidak memenuhi syarat untuk menetapkan nilai hibah kepada Pemda. Survei dasar dan proses verifikasi rumah tangga yang dikembangkan untuk Tahap I program dipertahankan untuk Tahap II selama masa program IndII. Ketelitian survei dasar dan verifikasi ditingkatkan dengan memperkenalkan berbagai teknik baru dalam mengidentifikasi penerima (misalnya pemetaan koordinat GPS untuk rumah tangga). Pemerintah Indonesia mendukung model penetapan sasaran IndII dengan menggunakannya untuk program hibah yang didanai APBN. Bagaimana Kelanjutan Hibah Air Minum? Ketika mempertimbangkan bagaimana program Hibah Air Minum dapat berkembang di kemudian hari, penting untuk membedakan antara pengujian model dan pengarusutamaan model tersebut. Program hibah IndII merupakan contoh yang baik dari berbagai hasil berbeda yang dapat diperoleh bagi dua kondisi tersebut. Model yang didanai donor berhasil dalam penerapan
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Gambar 4: Para Pemangku Kepentingan Proyek Tata Kelola Air Minum NTT/NTB dan Lingkungan Eksternal
DPRD Kerangka Hukum Kewajiban Layanan
ba
Di
em
an
an ay
L ri
be
PDAM
ng M un od Pe al ng aw as
em M
vid e (T n R ru et st ur ) n
Pemerintah Daerah
M
Komunitas (Konstituen)
pertamanya (yaitu Tahap I dalam menjangkau 78.000 rumah tangga di 27 wilayah Pemda). Tahap kedua dari program menunjukkan bahwa model tersebut dapat ditingkatkan untuk menjangkau 300.000 rumah tangga, dengan sasaran penerima awal memperoleh manfaat dari ketersediaan hibah tahun-jamak DFAT. Namun, penyelenggaraan model dengan pendanaan APBN menimbulkan hambatan penting karena hibah harus digunakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan tanpa adanya kemungkinan untuk dialihkan. Kebutuhan untuk melaksanakan survei dasar dan verifikasi yang memakan waktu untuk setiap hibah akan sangat membatasi waktu yang tersedia untuk menyelenggarakan program, dan oleh karenanya, membatasi potensi jangkauan program. Di kemudian hari, akan diperlukan proses penyaringan yang lebih efisien apabila program hibah hendak ditingkatkan. Inisiatif Penting Lain Hibah Berbasis Kinerja Menanggapi keterbatasan waktu yang dihadapi oleh model yang dibiayai APBN, IndII telah menyusun konsep desain untuk Hibah Air Minum Berbasis Kinerja. Pendekatan yang telah dimodifikasi ini akan dipercontohkan menggunakan sisa dana Program Hibah Air Minum DFAT. Tujuan proyek percontohan Program
Hibah Berbasis Kinerja adalah untuk menunjukkan bahwa modifikasi sederhana modalitas dari “berbasis hasil” menjadi “berbasis kinerja” akan menghapus kebutuhan akan verifikasi dari rumah ke rumah yang memakan waktu yang tidak dapat dikelola pada skala nasional. Pemerintah Indonesia mencari pendekatan yang lebih tidak aktif (hands-off) sesuai dengan mandat penilaian kinerja yang berlaku terhadap perusahaan daerah dan yang dapat dikaitkan dengan pelaporan tahunan lain atas fungsi perusahaan air minum. Hibah Berbasis Kinerja akan menggunakan audit kinerja tahunan yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit BPKP selama satu tahun menjadi dasar verifikasi melalui audit BPKP tahun berikutnya. Parameter kinerja meliputi cakupan layanan, volume air minum yang disalurkan, air yang tak tertagih, dan efisiensi tenaga penyaluran air. Program direncanakan untuk diujicobakan pada 10 PDAM selama 2017-19. Dukungan Sektor Swasta untuk Organisasi Berbasis Masyarakat PDAM merupakan penyedia utama air hasil pengolahan di wilayah perkotaan dan wilayah berpenduduk padat lainnya. Di wilayah perdesaan dan terpencil, akses untuk memperoleh air minum yang disediakan oleh PDAM jauh lebih rendah. Berbagai wilayah dengan penyediaan air minum yang lebih baik dilayani oleh Organisasi Berbasis Masyarakat (OBM) dan bukan oleh PDAM. OBM cenderung memiliki kinerja yang cukup baik. Hal ini seringkali disebabkan oleh besarnya rasa tanggung jawab dan investasi di pihak staf OBM dan masyarakat yang dilayaninya. Dalam rangka mencapai Sasaran Pembangunan Milenium terkait penyediaan air minum, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya khusus untuk meningkatkan akses di wilayah perdesaan di mana kemajuan yang besar dapat dilakukan. Investasi skala besar pada infrastruktur baru yang dibangun dan dikelola oleh OBM menjadi fokus dari upaya-upaya tersebut. Program Dukungan Sektor Swasta untuk Organisasi Berbasis Masyarakat IndII diprakarsai dengan tujuan membantu mendewasakan OBM sebagai organisasi dan mengeksplor potensi perluasannya. Dalam 71
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
kemitraan dengan Program Air Minum dan Sanitasi Bank Dunia, IndII merancang sebuah proyek untuk mendukung 25 OBM berkinerja tinggi mengembangkan atau meningkatkan infrastruktur mereka melalui pembiayaan komersial swasta. Skema tersebut juga meliputi hibah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan sub-proyek dan penyelenggaraan sistem yang baik. Sementara pada jalur lain, kegiatan juga berfokus pada pengembangan kemitraan antar dua Pemda dan OBM mereka di satu sisi, dan penyedia layanan sektor swasta di sisi lain. Program mencapai mayoritas sasarannya. Dua puluh satu OBM – 16 di Jawa Timur dan lima di Jawa Barat – berhasil mengakses pembiayaan dari bank-bank umum. Total jumlah pinjaman adalah Rp 2,16 miliar sebagai bagian dari total investasi sebesar Rp 3,08 miliar. IndII memperkuat dana ini dengan hibah modal sebesar 10 persen dari total investasi (Rp 308 juta) dan 50 persen dari total pinjaman (Rp 1,08 miliar). Sementara untuk jalur yang kedua, empat OBM di Malang, Jawa Timur berhasil menandatangani kontrak dengan beberapa kontraktor swasta untuk pelayanan penyediaan. Dua perjanjian diperuntukkan bagi layanan/pengelolaan infrastruktur OBM, dan dua lainnya merupakan kontrak bangun-sewa-serah antar bisnis. Proyek Tata Kelola Air Minum NTT dan NTB Kegiatan Tata Kelola Air Minum NTT/NTB IndII memberikan pendekatan segar dalam peningkatan pengelolaan dan pengembangan pelayanan penyediaan air minum perkotaan. Sasaran untuk menciptakan tingkat layanan penyediaan air minum yang lebih baik secara efektif dicapai melalui penerapan Kontrak Sosial yang melibatkan PDAM, Pemda, dan masyarakat, dengan IndII bertindak sebagai fasilitator. Fokus utama Kontrak Sosial adalah untuk mengidentifikasi program dari berbagai tindakan yang disepakati bersama untuk dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan yang, apabila dilaksanakan, akan mengarah kepada terciptanya kepercayaan yang lebih kuat antar pihak dan perbaikan layanan yang semakin meningkat yang dapat dibangun melalui prakarsa-prakarsa selanjutnya. Kegiatan telah dilaksanakan dalam dua tahap, tahap awal mencakup lima Pemda dan tahap kedua 72
mencakup sembilan Pemda.11 Kegiatan Tahap II telah memperluas penerapan pendekatan Kontrak Sosial berdasarkan pelajaran yang diperoleh dari kegiatan Tahap I, untuk menciptakan kemitraan yang lebih efektif antar berbagai pemangku kepentingan, dan dengan demikian meningkatkan kelangsungan tingkat layanan dan memelihara hubungan berkelanjutan yang lebih baik dengan para pelanggan. Tahap 2 Kontrak Sosial Menyusul pembahasan dengan IndII dan Bappenas serta sesuai dengan dua kali kunjungan lapangan, sembilan Pemda kabupaten dan PDAM mereka berikut ini disertakan dalam pelaksanaan kegiatan tahap kedua: • NTB: Kabupaten Lombok Tengah dan Dompu • NTT: Kabupaten Manggarai, Ende, Sikka, Flores Timur, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU) Indeks Layanan Air Minum dan Sanitasi Di Indonesia, seringkali terdapat ketidaksesuaian antara mutu layanan publik yang disediakan dan tingkat kepuasan yang dinyatakan oleh penerima layanan tersebut. Akibat kecilnya tuntutan dari warga, para pemimpin daerah dan para penyedia layanan tidak merasa terdesak untuk meningkatkan mutu layanan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat sedikit insentif kelembagaan untuk mendorong peningkatan layanan oleh Pemda atau PDAM. Dana layanan air minum lazimnya mengalir dari pemerintah pusat ke Pemda, sementara dinamika hubungan antara PDAM dan Pemda seringkali bergantung pada berbagai hak prerogatif anggaran dan politik. Sama sekali tidak terdapat insentif dalam sektor air minum yang berkaitan dengan kepentingan pelanggan. Sebagian besar prakarsa peningkatan layanan air minum mengambil bentuk insentif yang seringkali rumit dari berbagai instansi yang beritikad baik di Jakarta, meskipun pada kenyataannya mereka yang paling memahami kebutuhan pelanggan daerah adalah para pelanggan daerah saat ini. Indeks Layanan Air Minum dan Sanitasi (WSSI) diluncurkan dengan sasaran untuk menetapkan kembali insentif kelembagaan dalam rangka perbaikan layanan dan kebutuhan pelanggan. 11 Kabupaten Sumba Timur, Flores Timur, Ende dan Dompu serta kota Kupang pada Tahap I.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
WSSI merupakan evaluasi yang jelas, aksesibel, dan berkelanjutan atas kinerja Pemda dan PDAM dalam sektor air minum dan sanitasi. Dilakukannya penilaian mutu relatif layanan dari sebuah Pemda akan menjadikan warga dan pelanggan di wilayahwilayah berkinerja buruk tersebut lebih sadar akan kondisi layanan yang mereka terima, sehingga menciptakan partisipasi publik yang lebih besar dan perbaikan layanan. Indeks itu sendiri mengukur layanan berdasarkan 39 indikator yang dikelompokkan ke dalam tujuh sub-indeks. Tiga dari sub-indeks tersebut berfokus pada PDAM setempat; tiga sub-indeks berfokus pada kinerja Pemda dalam sektor yang bersangkutan; dan satu sub-indeks melihat transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam kedua lembaga tersebut. Data dikumpulkan selama dua tahun di 100 wilayah Pemda. Dikumpulkan dua jenis data: data ringan dari 300 rumah tangga di setiap kelompok pemilih (untuk total 300.000 sampel), dan data keras yang dikumpulkan dari berbagai dokumen yang menuangkan peraturan dan praktik pemerintah dan PDAM. Nilai untuk setiap indikator dihitung dari 100, dan nilai sub-indeks dihitung sebagai rata-rata indikator konstituen mereka. Total nilai WSSI untuk setiap Pemda adalah jumlah dari nilai-nilai sub-indeksnya; nilai akhir yang disajikan dibagi dengan 10 agar jelas, hingga nilai indeks yang mungkin dihasilkan berkisar antara 0-70. Penetapan nilai WSSI menghasilkan distribusi nilai normal, dengan nilai tengah 37,73 dan standar deviasi 7,68. Kabupaten dengan nilai tertinggi adalah kota Bogor, dengan nilai 59,97, sementara dengan nilai terendah adalah Cilacap dengan 15,36. Acara peluncuran untuk mengumumkan nilai-nilai tersebut dan memulai proses sosialisasi dan publikasi direncanakan awal 2017. Pengulangan WSSI diantisipasi akan dilakukan pada dua tahun mendatang. Hasil dalam Kegiatan Tahap II Komunikasi yang lebih baik antara Pemda dan PDAM, yang telah diciptakan oleh kegiatan Tahap II, diharapkan memberikan manfaat yang besar dari sudut pandang tata kelola. Jelas diharapkan agar di sebagian besar lokasi, tingkat layanan penyediaan air minum akan meningkat secara signifikan.
Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai masalah pelayanan penyediaan air minum akan membantu kelangsungan penyediaan karena air tak tertagih berkurang seiring dengan penurunan tingkat piutang. Usulan untuk meningkatkan anggaran secara signifikan untuk pengembangan staf di PDAM akan menghasilkan perbaikan pengelolaan operasional dan aset. Konsep Kontrak Sosial sendiri merupakan kunci keberhasilan yang dicapai dalam kegiatan ini karena menekankan keterlibatan para pimpinan Pemda dan pejabat senior dalam berbagai masalah PDAM dan hubungan mereka dengan masyarakat, berbeda dengan sebagaimana sikap sebelumnya yang membiarkan PDAM berada di luar pemberian layanan Pemda dan mengharapkan yang terbaik. IndII dalam setiap kunjungan berhasil melibatkan para pejabat senior Pemda dalam berbagai permasalahan penting, seperti pembentukan forum-forum pelanggan dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk mengatasi perilaku antisosial para pelanggan yang menolak membayar tagihan air minum mereka.
Tentang penulis: Jim Coucouvinis adalah Direktur Teknis IndII untuk Air Minum dan Sanitasi. Sebelum afiliasinya bersama IndII, Jim Coucouvinis merupakan konsultan independen yang bekerja bersama Bank Dunia dan Australian Aid dalam berbagai program sektor air minum dan air limbah. Sebelumnya, ia merupakan Wakil Presiden Direktur Louis Berger Group untuk layanan air minum dan lingkungan hidup di Asia Tenggara dan Republik Rakyat Tiongkok. Sebelumnya, ia merupakan Resident Manager Montgomery Watson, Indonesia. Di Australia, Jim bekerja pada Canberra Water and Power Authority untuk desain dan konstruksi beberapa pekerjaan saluran pembuangan besar; dan pada Australian Murray-Darling Basin Authority untuk pengelolaan mutu air minum dalam sistem dan reservoar MurrayDarling. Jim memiliki gelar Master’s of Engineering dari University of New South Wales, dan gelar Bachelor’s in Science and Civil Engineering dari University of Queensland.
73
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
PENGELOLAAN AIR LIMBAH: MENCIPTAKAN SANITASI YANG LEBIH BAIK MELALUI INVESTASI PEMERINTAH DAERAH Andrew McLernon I Ketua Tim Konsultasi Persiapan, Penilaian, dan Pengawasan bagi program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG)
Apakah masyarakat dan pemimpin mereka benar-benar peduli mengenai ke mana perginya air limbah dan siapa yang terkena dampak polusi mereka? Seharusnya mereka peduli, tetapi jawabannya mungkin “tidak terlalu”. Dan sekalipun demikian, dampak dari pengelolaan air limbah yang buruk sangat besar. Akibatnya terhadap kesehatan masyarakat seperti penyakit, perkembangan fisik dan intelektual yang terhambat, serta lingkungan masyarakat yang kotor menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi yang besar. Hal tersebut juga menghambat pembangunan Indonesia secara keseluruhan dan juga menghambat aspirasi untuk “menjadikan kota-kota di Indonesia seperti Singapura.” Makalah ini menguraikan bagaimana Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) telah mendukung Pemerintah Indonesia untuk mulai mengubah situasi ini. Sektor dan Isu yang Harus Ditangani Di mana saat ini 50 persen penduduk (dan akan terus meningkat persentasenya) tinggal di wilayah perkotaan, Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan yang berat dalam menangani pengelolaan air limbah perkotaan. Ini merupakan sektor yang mendapatkan sedikit dukungan dari pemerintah di masa lalu (baik dari Pemerintah Pusat maupun daerah). Masyarakat umumnya masih enggan meminta pemerintah mereka untuk mengatasi isu tersebut, dan pada saat yang sama otoritas Pemerintah Pusat berjuang untuk mempengaruhi prioritas daerah atau membangun kapasitas pemerintah daerah (Pemda) dalam sektor tersebut. Peringkat Indonesia berada di bawah sebagian besar negara tetangga di ASEAN dalam hal upaya sanitasi. 74
Sebuah keluarga di Gresik, Jawa Timur, kini menikmati sanitasi yang lebih baik dengan adanya lubang periksa untuk sistem drainase bawah tanah mereka. -Atas perkenan IndII.
Di samping itu, sektor tersebut bukan merupakan prioritas utama di kalangan perencana pembangunan, meski terdapat prospek pengembalian ekonomi yang tinggi terhadap investasi. Jarang terdapat data statistik yang dapat diandalkan dan investasi pemerintah atas “barang pribadi” seperti penyediaan air minum cenderung untuk mendominasi prioritas sektoral. Selanjutnya, tantangan sektor dan solusi teknologi yang umumnya diterapkan, seperti sistem saluran pembuangan
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
air limbah1, tidak dipahami secara luas di Indonesia dan memiliki daya tarik politik yang kecil. Sebagai akibatnya, kota-kota besar seringkali tidak memiliki instansi yang ditugaskan untuk bertanggung jawab mengelola air limbah. Pada awal tahap pertama IndII tahun 2008, restrukturisasi mendasar pada pemerintah mulai bertumbuh berdasarkan kebijakan desentralisasi tahun 1999. IndII mengambil kesempatan untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah pengelolaan sanitasi/air limbah dengan pendekatan yang lebih mendalam. Tiga kegiatan berbendera IndII diperkenalkan secara progresif – program Hibah Infrastruktur Lingkungan (IEG, Environmental Infrastructure Grants) (2008), program kota besar Perencanaan Induk Saluran Pembuangan Air Limbah Konvensional (Skala Kota Besar) (2010), dan program Hibah Infrastruktur AustraliaIndonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) (2012). Ketiga program ini mencakup sejumlah layanan teknis dan analitis untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam lingkungan yang baru ini. Isu-isu penting mencakup: (i) meskipun Pemda memiliki tanggung jawab utama, khususnya di wilayah perkotaan untuk menangani isu sanitasi dan air limbah, mereka tidak menjalankannya; (ii) pengelolaan otonomi daerah yang berhasil, mensyaratkan Pemerintah Pusat menetapkan kerangka kerja berorientasi hasil atau kinerja yang kuat dengan sasaran yang jelas, memperkuat insentif, dan konsekuensi atas kinerja yang buruk, di mana kerangka kerja ini yang tidak tersedia; (iii) dengan riwayat investasi rendah dan sedikit pengalaman dalam sektor terkait, sebagian besar Pemda memerlukan institusi pengelolaan air limbah yang kokoh untuk mengatasi tantangan secara berkelanjutan; dan (iv) meski biaya sistem pengolahan terpusat relatif tinggi, sebagian besar teknologi alternatif (seperti pengolahan di lokasi dengan menggunakan tangki septik yang disediakan dan dikelola oleh rumah tangga) tidak sesuai untuk wilayah perkotaan. 1 “Saluran pembuangan air limbah” (sewerage) merupakan istilah yang berlaku terhadap sistem atau skema infrastruktur pipa sambungan yang mengumpulkan air pembuangan manusia dan air limbah lainnya, serta menyalurkannya ke instalasi pengolahan air limbah terpusat. Aliran sebagian besar digerakkan oleh gaya gravitasi dan benda padat dibawa oleh air dari berbagai sumber rumah tangga, termasuk tangki air yang menempel pada jamban. Jarang terdapat kota di dunia yang maju ini, dan di negara-negara berkembang, yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah.
Lingkungan yang lebih sehat dengan lubang saluran limbah yang lebih baik—bagian dari program sAIIG. -Atas perkenan IndII
Respon IndII Dengan mempertimbangkan konteks, tim sanitasi IndII bersama dengan berbagai mitra Pemerintah Indonesia mengeksplorasi cara-cara untuk mendorong Pemda supaya berinvestasi lebih banyak kepada infrastruktur sanitasi milik publik yang dikelola secara profesional. Menyadari hampir tidak mungkin untuk mempengaruhi 500 Pemda atau lebih, maka dirancang berbagai program percontohan yang, apabila berhasil, dapat memungkinkan Pemerintah Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya (Ditjen Cipta Karya) yang berada di dalam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kementerian PUPR) untuk meniru program-program tersebut. Elemen-elemen kunci mencakup: (i) pendekatan berbasis hasil untuk mengakomodasi kebutuhan pengelolaan “lepas tangan” dari Pemda; (ii) pembayaran insentif bagi Pemda untuk mendorong mereka melakukan prioritisasi investasi pada sektor terkait; (iii) dukungan teknis karena 75
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
tuntutan teknologi dan kurangnya pengalaman Pemda dalam penggunaannya; serta (iv) ketetapan hati untuk bekerja di dalam sistem perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Pemda yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bagi Pemda. Masih diperlukan solusi untuk masalah tidak adanya institusi penanggung jawab daerah (penyelenggara). Diperlukan unit dalam Pemda untuk memperjuangkan alokasi anggaran Pemda yang lebih besar dan untuk meningkatkan keberlanjutan. Jawabannya adalah pembentukan organisasi pengelolaan sanitasi khusus di dalam Pemda yang berpartisipasi, sebagai syarat hibah sAIIG. Meski kegiatan awal IndII di 2008–2011 dalam program IEG tidak secara langsung mengatasi isu penyelenggara ini, kegiatan awal tersebut menjadi komponen utama dalam kegiatan perencanaan induk saluran pembuangan air limbah konvensional sejak 2010 dan merupakan “persyaratan” khusus untuk dapat berpartisipasi dalam program sAIIG 2013. Mengarahkan Hibah Langsung ke Pemda Dalam Program IEG Program berbendera IndII yang pertama adalah Program IEG, yang dirancang untuk mendorong Pemda agar meningkatkan investasi mereka pada infrastruktur terkait sanitasi perkotaan. Program ini ditujukan untuk meningkatkan layanan pengumpulan dan pengolahan limbah padat dan air limbah di wilayah perkotaan, dan untuk lebih memahami respon Pemda. Esensi dari program ini, yang dijalankan dalam kerjasama dengan Ditjen Cipta Karya, adalah bahwa Pemda, dengan memenuhi beberapa syarat, akan diberikan hibah untuk infrastruktur sanitasi. Program ini dilaksanakan selama Tahap I IndII (2008–2011). Dua puluh dua Pemda dipilih dari daftar pendek (short list) yang diberikan oleh Ditjen Cipta Karya. Panduan pelaksanaan program diberikan dalam Pedoman Pengelolaan Proyek (PMM, Project Management Manual). Total hibah senilai Rp 28 milyar diberikan kepada 22 Pemda dengan pembayaran aktual sedikit lebih rendah. Evaluasi program 2012 menemukan bahwa Pemda menghargai program ini dan terdorong untuk mulai mengatasi sendiri masalah sanitasi mereka. Meski 76
demikian, insentif bagi Pemda untuk memberikan layanan berkualitas tinggi melalui investasi dianggap lemah. Program juga tidak mengarahkan Pemda untuk mengatasi isu nyata untuk melakukan investasi berskala besar dalam pembuangan dan pengolahan yang aman atas limbah manusia dari lingkungan perkotaan. Merencanakan Investasi Berskala Besar di Kota Besar Sejalan dengan program IEG (akhir 2010), IndII juga meluncurkan sebuah program bersama dengan Ditjen Cipta Karya dan Kemendagri untuk menyusun Rencana Induk Pengelolaan Air Limbah dan Studi Kelayakan untuk delapan kota besar yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah umum: Kota Batam, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Bogor, Cimahi, Surabaya, dan Makassar. Program tersebut menjawab: (i) kebutuhan akan perencanaan dan analisis berkualitas tinggi atas investasi infrastruktur besar, termasuk untuk saluran pembuangan air limbah; (ii) kebutuhan untuk mendemonstrasikan pentingnya persiapan yang berkualitas; dan (iii) permohonan dukungan dari Ditjen Cipta Karya dalam bagian perencanaan dari siklus hidup proyek ini. Program tersebut juga memberi dukungan kepada Pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan proyek yang dapat menarik dukungan dari bank-bank pembangunan multilateral, seperti Asian Development Bank (ADB) sebagai cara untuk mencapai sasaran dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR. Rencana tersebut mencakup pengembangan kapasitas terinci dan merupakan sesuatu yang penting dalam memungkinkan Pemerintah Indonesia dan ADB menyetujui Proyek Investasi Pengelolaan Sanitasi Metropolitan (MSMIP, Metropolitan Sanitation Management Investment Project). MSMIP dimaksudkan untuk memberikan layanan air limbah perkotaan yang lebih baik di Pekanbaru, Palembang, Cimahi, dan Makassar, serta Jambi. Persiapan yang bermutu tinggi ini mendorong ADB untuk juga memberikan program Dukungan Teknis Pengembangan Kapasitas. Hibah Insentif untuk Sanitasi Perkotaan (sAIIG) Berdasarkan pengalaman dari kedua program ini, dan keberhasilan program “Hibah Air Minum”, IndII bersama dengan Ditjen Cipta Karya, merancang program yang
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 1: Indikator-Indikator Utama Kemajuan Fisik Diukur berdasarkan Sambungan Rumah Per 31 Des’15
Per 31 Des’16
Estimasi 30 Jun‘17
Total SR yang direncanakan oleh Pemda
62.076
67.908
67.908
Total SR yang diborongkan
17.887
28.818
30.000
Total SR yang dibangun
9.468
14.786
20.000
Total SR yang difungsikan
6.488
9.689
15.000
Total SR yang diinspeksi
2.613
8.884
15.000
Total SR yang lolos
1.810
5.913
13.000
0
2.994
13.000
Total SR dengan pembayaran hibah *SR = Sambungan Rumah
memadukan (dan memperkuat) insentif kinerja bagi Pemda, dengan fokus pada pengelolaan air limbah program Perencanaan Induk. Program tersebut, sAIIG, menyediakan hingga A$ 40 juta untuk pembayaran insentif berdasarkan hasil bagi Pemda sebagaimana diukur berdasarkan sambungan rumah yang difungsikan. Fitur-fitur kunci mencakup: (i) pengenalan standar yang telah disederhanakan; (ii) penyediaan konsultan “perencanaan, penilaian, dan pengawasan” untuk mendukung Pemda yang berpartisipasi; dan (iii) fokus pada pembayaran hasil setelah verifikasi. Hal ini dirancang untuk mendorong Pemda agar meningkatkan investasi pada sektor ini dan meningkatkan mutu konstruksi. Program bekerja melalui sistem Pemerintah Indonesia dan Pemda, untuk mendorong Pemda membangun saluran pembuangan air limbah dan struktur pengelolaan terkait serta untuk mengatasi perubahan sosial, seperti integrasi kesetaraan gender. Ini lebih lambat dari pendekatan yang diharapkan tapi terbukti membuahkan hasil. Melalui program sAIIG, banyak Pemda menetapkan layanan pengelolaan air limbah yang didanai dan didukung publik. Saat ini terdapat “penanggung jawab” (champion) yang melaluinya pemangku kepentingan dapat memberlakukan perubahan. Terdapat pula kesepakatan umum bahwa tugastugas penyelenggara sAIIG antara lain adalah untuk mengumpulkan di bawah atap yang sama: (i) pembangunan dan pengelolaan sistem pengolahan di lokasi; (ii) fasilitas pengolahan lumpur tinja; (iii) sistem pengumpulan dan pengolahan berskala masyarakat; (iv) sistem sAIIG yang lebih besar; dan (v) pada akhirnya saluran pembuangan air limbah konvensional yang lebih luas.
Program sAIIG berkembang lambat pada awalnya, tetapi semakin pesat sejak 2013. Instalasi pengolahan dan saluran pembuangan air limbah utama menjadi fokus sampai dengan 2015 ketika perhatian diberikan pada sambungan rumah. Lihat Tabel 1. Catatan dari indikator-indikator ini adalah penurunan atau “kehilangan” sambungan di sepanjang siklus proyek, khususnya antara layanan yang diborongkan dan sambungan rumah yang terbangun. Meski Pemda yang merancang, menawarkan, dan memberikan kontrak, kemampuan mereka untuk mengkonversikannya menjadi sambungan di lapangan terbukti sulit. Program sAIIG juga didasarkan pada keyakinan bahwa pendekatan dan standar yang telah disederhanakan akan memungkinkan penyediaan saluran pembuangan air limbah jauh di bawah biaya yang dikeluarkan pada sistem konvensional. Tampaknya benar demikian—analisis terkini menunjukkan biaya satuan rata-rata di wilayah Barat adalah sekitar Rp 8 juta per sambungan dan di wilayah Timur adalah Rp 18,2 juta per sambungan. Biaya yang lebih tinggi di wilayah Timur menunjukkan biaya pengiriman bahan yang lebih tinggi, Pemda yang kurang efisien, tempat tinggal yang lebih terpencar, dan fakta bahwa beberapa Pemda memilih untuk membangun fasilitas umum Mandi, Cuci, Kakus (MCK) sebagai bagian dari pekerjaan. Layanan Dukungan Lain Layanan dukungan tambahan diberikan untuk mempertahankan upaya pengenalan teknologi ini. Di samping dukungan pengawasan selama penyusunan 77
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Salah satu instalasi pengolahan air limbah masyarakat yang didukung oleh sAIIG. -Atas perkenan IndII
Rencana Induk, firma-firma konsultasi (yang dikelola oleh IndII) memberikan rancangan teknis rinci (DED, detailed engineering designs) untuk Pekanbaru, Palembang, Cimahi, dan Makassar, serta studi dampak lingkungan. Dukungan lain mencakup: DED untuk tempat pembuangan akhir saniter daerah yang maju di luar Makassar, desain saluran air limbah bagi Palembang, layanan konsultasi bagi Ditjen Cipta Karya untuk melakukan survei mendasar dan inspeksi verifikasi untuk program sAIIG serta program (tangki septik) setempat milik Ditjen Cipta Karya, dukungan Penasihat jangka panjang di dalam Ditjen Cipta Karya dan Kemendagri, serta dukungan dalam bentuk manajemen konstruksi untuk Proyek Saluran Pembuangan Air Limbah Kota Palembang. Temuan dari berbagai studi pelingkupan (scoping studies), evaluasi kegiatan, studi banding, diplomasi publik, dan kegiatan perancangan proyek juga memperkuat sistem yang telah ada. Hal-hal tersebut mencakup dukungan bagi badan pengaturan air minum (BPPSPAM) dari Ditjen Cipta Karya untuk menetapkan dan memperkenalkan Indeks Pelayanan Air Minum dan Sanitasi (WSSI, Water Supply and Sanitation Index).
78
Belajar dari sAIIG Sejak awal, program sAIIG telah mencari cara untuk menyederhanakan saluran pembuangan air limbah konvensional untuk menjadikan layanan air limbah lebih murah dan dengan demikian lebih memungkinkan untuk digunakan oleh berbagai otoritas daerah di Indonesia. Program ini bersifat eksperimental dalam berbagai hal: diketahui bahwa di tingkat rumah tangga, program ini akan lebih mahal daripada tangki septik yang dikelola secara perorangan, standar konvensional yang dimiliki oleh Ditjen Cipta Karya mungkin perlu diubah, banyak Pemda tidak menganggap pengelolaan air limbah sebagai tanggung jawab mereka (meski terdapat undang-undang mengenai tanggung jawab fungsional), serta kapasitas teknis dan kelembagaan dari Pemda yang sangat beragam. Program sAIIG telah mencapai keberhasilan yang beragam di antara 46 Pemda yang berpartisipasi, di mana kurang-lebih delapan Pemda belum memulai dan 10 Pemda tidak aktif. Tetapi dari 28 Pemda yang masih aktif, banyak yang kini mulai merencanakan untuk melanjutkan investasi saluran pembuangan air limbah pada 2017, baik dengan maupun tanpa berlanjutnya sAIIG atau dukungan setaranya. Dari 28 Pemda yang aktif, hampir seluruhnya telah menetapkan sebuah “penyelenggara semi-otonom” dan dengan demikian
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
telah mengidentifikasi penanggung jawab (champion) untuk pengembangan layanan di masa mendatang.
dijalankan oleh penyelenggara Pemda semi-otonom yang menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Meski terdapat perkembangan yang luar biasa ini, berbagai isu teknis tetap ada: kapasitas perancangan di berbagai daerah kurang berkembang, kemampuan untuk mengelola konstruksi sistem gravitasi masih merupakan tantangan, dan akuisisi lahan untuk pekerjaan umum merupakan masalah yang terus terjadi. Mendapatkan pendanaan yang berkelanjutan juga menjadi perhatian. Sampai pemulihan biaya pada tingkat tertentu dapat dicapai melalui tarif, maka pendanaan melalui APBD akan tetap beragam. Pencairan dana yang lambat yang menggunakan pendekatan berbasis hasil juga telah mengikis dukungan politik pada beberapa Pemda.
Masih terdapat Pemda yang ingin bergabung dalam program ini dan beberapa Pemda yang berpartisipasi telah menyatakan niat mereka untuk menyediakan cakupan saluran pembuangan air limbah 100 persen— contohnya, Medan dan Yogyakarta. Dokumentasi desain telah menjadi lebih baik pada 2015–16 dan terus membaik, Pemda semakin banyak melibatkan konsultan pengawas konstruksi dan mengupayakan dukungan melalui upaya peningkatan kesadaran masyarakat.
Penerimaan masyarakat juga merupakan isu pada beberapa Pemda, khususnya di wilayah perkotaan yang tidak mengenal saluran pembuangan air limbah dan di mana beberapa pekerjaan kontraktor memiliki standar yang buruk. Di kota-kota yang lebih besar (seperti Medan, Bandung, dan Yogyakarta) yang telah memiliki sistem konvensional, terdapat sedikit penolakan. Masyarakat bersemangat untuk terlibat karena akan meningkatkan nilai lingkungan dan tanah. Isu kelembagaan juga mempengaruhi kinerja sambungan. IndII semakin banyak menemukan bahwa dukungan untuk Pemda berupa dukungan teknis dan pengembangan kelembagaan akan membangun kepercayaan diri dan mendorong Pemda untuk berinvestasi pada layanan fisik. Dampak Program Sanitasi IndII Dampak utama sAIIG adalah “menyertakan Pemda dalam bisnis sanitasi”. Meski jumlah sambungan lebih rendah dari yang diharapkan, telah terdapat sejumlah dampak lain: (i) pengenalan pendekatan berbasis hasil telah mendorong Ditjen Cipta Karya untuk merancang beberapa program mereka dengan menggunakan pendekatan yang sangat mirip; (ii) ketersediaan pembayaran insentif telah meningkatkan profil pengelolaan air limbah pada Pemda yang berpartisipasi, yang mencakup beberapa kota terbesar di Indonesia; (iii) peningkatan pengakuan dari penyelenggara Pemda bahwa pendekatan berbasis hasil, meskipun sulit, benarbenar meningkatkan kualitas kerja; dan (iv) penerimaan yang jauh lebih luas bahwa layanan tersebut lebih baik
Langkah ke Depan Percontohan inovatif, yang menjelaskan hasil yang diinginkan, dan menjamin ketersediaan sumber daya untuk mencapainya, harus tetap menjadi fokus. Kami menyarankan lima bidang area besar yang harus ditangani dalam kegiatan program mendatang. Kejelasan dalam Alokasi/Delegasi Tanggung Jawab Tiga tingkatan pemerintah memerlukan kejelasan yang lebih mengenai peran dan tanggung jawab mereka yang diberikan berdasarkan Undang-Undang no. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur desentralisasi. UU tersebut menetapkan sebagian besar fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan sektor pada Pemda—sementara tingkat pemerintahan yang lebih tinggi menetapkan aturan, memberikan insentif, serta mengelola kinerja. Otoritas pusat harus menetapkan standar pelayanan minimal yang merupakan kewajiban mereka berdasarkan UU no. 23 Tahun 2014. Semua pekerjaan sAIIG harus secara eksplisit dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran formal tahun jamak Pemda. Ini memerlukan lebih banyak upaya untuk memenuhi kebutuhan akan siklus proyek yang lebih panjang (tahun jamak) pada Pemda daripada pendekatan tahun tunggal. Meski menyadari risiko dari perencanaan berlebih, waktu tunggu (lead time) yang lebih panjang akan mempermudah penyelesaian i masalah akuisisi lahan dan rintangan kelembagaan lainnya. Dukungan perencanaan yang telah disederhanakan dapat ditawarkan setelah penyelenggara Pemda memenuhi 79
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
tahapan pencapaian yang telah ditetapkan, misalnya, memfungsikan 1.000 sambungan rumah. Pada tingkat proyek, Pedoman Pengelolaan Proyek harus cukup spesifik dan dipatuhi oleh semua pihak apabila Pemda ingin memiliki keyakinan di dalam program berbasis aturan. Sangat penting untuk menyampaikan informasi mengenai program kepada Pemda sejak awal. Standar saluran pembuangan air limbah yang disederhanakan harus disetujui, didukung, dan dipantau penggunaannya. “Tim Perancangan Saluran Pembuangan Air Limbah” pusat yang dibentuk pada 2016 untuk meningkatkan kualitas desain dan dokumentasi Pemda harus dilanjutkan. Pekerjaan juga harus terus mempromosikan Perda mengenai air limbah daerah yang relevan Sumber Daya yang Memadai Kecuali Pemda dapat sepenuhnya mendanai sendiri solusi tangki septik, maka Pemda memerlukan dukungan terkait: (i) pendanaan modal; (ii) penetapan harga layanan yang hemat biaya; dan (iii) pengembangan kapasitas. Kemampuan Penyelenggara baru untuk tumbuh bergantung pada kemampuan mereka untuk menyediakan layanan yang pelanggan bersedia untuk membayar. Pengembangan kapasitas mereka dan peningkatan tingkat transparansi dan akuntabilitas mereka menjadi prioritas. Di lingkungan eksternal, diperlukan penyusunan standar aliran air limbah yang jelas dan sarana untuk menegakkan standar tersebut. Penyediaan Layanan Sistem terpisah akan semakin penting, di mana jumlah dukungan yang diperoleh Pemda akan mempengaruhi tingkat perkembangannya. Penyelenggara baru harus diwajibkan untuk memberikan berbagai layanan berdasarkan prinsip “di bawah satu atap”. Ini menunjukkan bahwa standar pelayanan minimum dan pendekatan pengelolaan kinerja lainnya dari Kemendagri perlu dimasukkan ke dalam program dan proyek sanitasi. Ini juga memerlukan peningkatan akuntabilitas dan peningkatan pelaporan dari Pemda/Penyelenggara. Dukungan juga diperlukan untuk mengembangkan hubungan masyarakat dan untuk mengembangkan kapasitas pemasaran sosial Penyelenggara baru dan Pemda. 80
Informasi Kinerja Sistem informasi Ditjen Cipta Karya dan Kemendagri perlu memberikan lebih banyak wawasan mengenai kualitas layanan air limbah yang diselenggarakan oleh Pemda. Sebagai contoh, apakah jumlah, kualitas, dan pengaturan waktu layanan sesuai dengan kewajiban Pemda? Indeks WWS yang didukung oleh IndII dapat ditingkatkan dan Sistem Informasi Pengelolaan (MIS, Management Information System) keuangan Penyelenggara diperkuat. Pendanaan Pemerintah Pusat yang konsisten atas sistem MIS makro juga diperlukan. Insentif Dimulai dengan Penyelenggara yang baru, disarankan untuk memberikan insentif yang lebih kuat dengan menggunakan pendekatan hibah sAIIG, di mana jumlah pendanaan hibah yang lebih tinggi tetapi dengan penalti bila tidak memenuhi capaian. Pengenalan terhadap aturan pemantauan lepasan aliran air limbah dan “sambungan menyeluruh” (100 persen sambungan di wilayah layanan) dapat mendukung Pemda untuk memantau hasil. Dukungan juga dapat diberikan pada kantor lapangan Ditjen Cipta Karya, Satker, serta provinsi untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan pengaturan baru mereka. Urbanisasi meningkatkan profil dan pentingnya fungsi pengelolaan sanitasi dan air limbah dari pemerintah perkotaan. Masyarakat mungkin masih belum jelas mengenai ke mana perginya limbah mereka, tetapi setidaknya sebagian besar Pemda dalam program sAIIG telah mapan berkecimpung dalam bisnis pengelolaan air limbah.
Tentang penulis Andrew McLernon adalah konsultan pembangunan perkotaan yang tinggal di Indonesia, serta telah bekerja terutama di Bank Dunia, Asian Development Bank, dan berbagai proyek dengan pendanaan bilateral yang memberikan dukungan kepada Pemerintah Indonesia. Ia menghabiskan 20 tahun pertama karir profesionalnya untuk desain teknis dan pengawasan penyediaan air minum, sanitasi, dan infrastruktur perkotaan, bekerja di Australia, Ethiopia, Inggris, dan Indonesia. Sejak pertengahan 1990-an Andrew telah jauh terlibat dengan persoalan kebijakan publik, pembangunan kelembagaan, dan pengembangan kapasitas pemerintah daerah. Andrew telah menjabat Pimpinan Tim untuk konsultasi Persiapan, Penilaian, dan Pengawasan untuk Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) sejak Augustus 2015.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
PENINGKATAN PENGELOLAAN YANG TERUKUR MELALUI PERENCANAAN BISNIS UNTUK PINJAMAN BANK: PROGRAM 20 PDAM James L. Woodcock | Tenaga Ahli Tata Kelola Air Minum
Pengelolaan perusahaan daerah air minum (PDAM) yang baik adalah kunci untuk layanan air minum yang berkelanjutan di Indonesia, namun sangat sulit untuk dipelihara dan diukur. Sebagai akibatnya, infrastruktur air minum senilai lebih dari A$ 5 miliar masih belum digunakan secara optimal, karena walaupun Pemerintah Indonesia dan donor telah menyediakan dana senilai jutaan dolar untuk pipa, hanya terdapat sedikit dukungan yang diberikan untuk meningkatkan pengelolaan PDAM. Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung oleh Pemerintah Australia telah menjadi pemimpin dalam mendukung peningkatan prosedur pengelolaan layanan air minum yang dibiayai melalui kredit bank, tidak hanya untuk organisasi penyediaan air minum berbasis masyarakat kecil tetapi juga untuk PDAM yang memenuhi kualifikasi untuk program Pemerintah Indonesia terkait dengan pemberian jaminan parsial dan subsidi bunga yang sejalan dengan Peraturan Presiden no. 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum (Perpres 29).
Rencana bisnis meningkatkan kinerja PDAM untuk memperoleh pembiayaan serta dukungan dari pemerintah daerah dan bank umum. -Atas perkenan IndII
Ketika program 20 PDAM disusun, Pemerintah Indonesia merupakan sumber utama pembiayaan infrastruktur PDAM, karena sebagian besar pemerintah daerah (Pemda) mengabaikan tanggung jawab mereka untuk mendukung layanan air leding. Namun terdapat kebuntuan; Pemerintah Indonesia tidak dapat memberikan program hibah setara (matching grants) kepada lebih dari 100 PDAM, karena 100 PDAM tersebut
81
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
telah berhenti membayar kembali pinjaman dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebagai akibatnya, cakupan air leding di wilayah perkotaan menurun dari 36 persen pada 2000 menjadi 24 persen pada 2009. Tetapi karena PDAM menjadi lebih efisien selama masa-masa buruk, 2009 menjadi tahun pertama di mana terdapat lebih banyak PDAM yang sehat daripada PDAM yang sakit, yang berarti lebih banyak PDAM siap untuk melakukan peningkatan dengan syarat mereka dapat mengakses program-program yang mendorong pengelolaan yang baik dalam jangka panjang. Indonesia menetapkan status PDAM dalam klasifikasi “sehat”, “tidak sehat”, dan “sakit” berdasarkan indikator-indikator teknis, finansial, dan pengelolaan tertimbang.
oleh Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum mendukung PDAM lainnya, yang banyak di antaranya cukup sehat.
Selama jangka waktu ini, Pemerintah Indonesia memprakarsai dua program untuk memperkuat pembiayaan PDAM. Yang pertama adalah program Restrukturisasi Utang PDAM yang menerima rencana bisnis dari 76 PDAM yang berjanji untuk membayar kembali utang mereka yang telah dijadwalkan ulang. Apabila PDAM kembali mengalami tunggakan, Pemerintah Indonesia dapat memotong pembayaran utang tersebut dari transfer Dana Alokasi Umum (DAU) tahunan Pemda. Program yang kedua, Perpres 29, memberikan jaminan parsial dan subsidi bunga kepada PDAM yang sehat, yang dapat mengatur pinjaman bank umum berdasarkan rencana bisnis yang komprehensif. Apabila sebuah PDAM mengalami tunggakan, Kemenkeu dapat memotong jumlah tunggakan tersebut dari DAU Pemda yang bersangkutan.
Pemerintah Indonesia telah menargetkan peningkatan akses terhadap air leding pada tahun 2019, dan peningkatan profitabilitas PDAM. Dalam basis per kapita, sumber daya air Indonesia hampir dua kali lebih besar dari sumber daya air AS, namun hanya 20 persen penduduk Indonesia memiliki akses terhadap pasokan air leding. Meski target akses Pemerintah Indonesia telah ditingkatkan, Pemda kurang memahami bisnis air minum. Mereka enggan untuk menaikkan tarif, dan mereka enggan untuk menggunakan dana mereka sendiri untuk investasi modal pada PDAM.
Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, meminta dukungan IndII terkait penyusunan rencana bisnis untuk mendapatkan pinjaman program Perpres 29, yang selaras dengan maksud awal IndII, yaitu untuk mendukung PDAM dengan rencana bisnis untuk peningkatan pengelolaan. Hasilnya disebut program 20 PDAM, karena pada awalnya hanya 20 PDAM yang akan didukung program Perpres 29. Tugas pertama IndII adalah memberi dukungan kepada sejumlah PDAM yang sebagian besar tidak sehat, yang banyak di antaranya tidak yakin mereka ingin meminjam, sehingga IndII harus melaksanakan program sosialisasi manfaat pinjaman bank. Konsultan yang dipekerjakan
82
Artikel ini menjelaskan peran IndII yang terus meningkat dengan stabil dalam hal pembuatan rencana bisnis yang berkontribusi terhadap upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pembiayaan PDAM sementara meningkatkan akses untuk memperoleh air leding, dan pada saat yang sama, meningkatkan kualitas prosedur serta kinerja pengelolaan PDAM. Kebutuhan Penting yang Dipenuhi oleh Dukungan untuk Perencanaan Bisnis IndII
Terdapat pula kebutuhan penting agar PDAM menjadi lebih mandiri. Untuk investasi jangka panjang, PDAM bergantung pada Pemerintah Indonesia atau Pemda yang mengadakan program dan kontrak kerja menurut prioritas mereka sendiri. Untuk pasokan tambahan air permukaan, PDAM juga bergantung pada izin dari Pemerintah Indonesia atau Pemda dalam proses yang seringkali mengalami penundaan yang lama dan biaya yang besar. Respon IndII dapat dibagi ke dalam dua tahap. Dalam tahap pertama antara 2008 dan pertengahan 2014, peran IndII adalah mendukung PDAM dalam menyusun rencana bisnis dan dokumen lainnya, dan tantangan pertamanya adalah mengatasi keengganan PDAM dan Pemda untuk meminjam dana melalui program Pemerintah Indonesia. Pada pertengahan 2014, peran IndII berkembang hingga mencakup beberapa kegiatan lain.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Respon IndII hingga Pertengahan 2014 Tim IndII menerima daftar panjang calon PDAM untuk program Perpres 29 dari Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Tim IndII memerlukan waktu hampir dua tahun untuk menjelaskan, sebelum pada akhirnya sejumlah besar PDAM dan Pemda merasa cukup percaya diri untuk memulai proses program Perpres 29. IndII memberi dukungan kepada satu dari tiga PDAM pertama untuk menerima jaminan parsial dan subsidi bunga yang disetujui pada Desember 2011. Pengalaman positif dari PDAM-PDAM tersebut memperkuat PDAM lainnya. PDAM Kabupaten Lombok Timur yang didukung oleh IndII telah membayar kembali pinjaman bank secara tepat waktu dan penuh. Sejak sekitar 2013, terdapat minat yang kuat di kalangan PDAM dan Pemda untuk berpartisipasi dalam program Perpres 29 meski program tersebut berakhir pada Desember 2014, dan Pemerintah Indonesia masih mencoba untuk menetapkan penggantinya. Sebuah format rencana bisnis dan lembar lajur (spreadsheet) disusun dengan masukan dari Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan bankbank umum. Dokumen-dokumen ini telah diperbarui dari waktu ke waktu dan disertai oleh pedoman tata kelola pemerintahan dan sistem evaluasi PDAM. Respon IndII setelah Pertengahan 2014 Perubahan kebijakan pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum memerlukan peran tambahan dari IndII. Di samping peran IndII sebelumnya, yaitu mendukung penyusunan rencana bisnis dan memberi dukungan dalam audit tata kelola pemerintahan yang baik, terdapat empat peran baru: 1. Sebagai fasilitator dan pihak yang mempercepat persetujuan program Perpres 29; 2. Sebagai sumber daya untuk penyusunan pengganti Perpres 29; 3. Sebagai penyusun bahan bagi PDAM dan Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Umum untuk menjamin diikutinya sistem dan prosedur yang baru dikembangkan setelah berakhirnya proyek;
PDAM yang berjalan baik menjamin penyediaan air minum dan akses yang berkelanjutan bagi masyarakat. -Atas perkenan IndII
4. Sebagai pusat keterampilan berpengalaman dalam penyusunan rencana bisnis yang layak perbankan (bankable) yang dapat mendukung PDAM menyusun rencana dalam jangka waktu singkat. Dalam perannya sebagai fasilitator dan pihak yang mempercepat, IndII dapat menjelaskan rencana bisnis kepada Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), Kemenkeu, serta bankbank umum, dan bekerja bersama PDAM yang mengajukan permohonan untuk ikut serta dalam program Perpres 29. Dalam perannya sebagai sumber daya penyusunan Perpres yang baru, IndII mendukung tiga pertemuan antar departemen yang pertama pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), menyusun kertas posisi (white paper), serta memberikan informasi dan data sementara proses persetujuan berjalan. Perpres 29 memiliki potensi yang sangat besar, tetapi tidak populer di kalangan departemen yang merasa mereka mengambil risiko dengan menyetujui jaminan dan subsidi pemerintah. Pada 2014, IndII mendukung Kemenko Perekonomian dan kementerian-kementerian lini menetapkan solusi
83
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 1: Perubahan Rata-Rata Ketiga Indikator Pengelolaan untuk 12 PDAM Staf/1.000 Sambungan
Kontribusi Pemda
Laba Bersih
Rata-Rata untuk 5 PDAM (2013)
-25%
+59%
+70%
Rata-Rata untuk 7 PDAM (2010–13)
-23%
+147%
+75%
untuk menciptakan program Perpres 29 yang telah disempurnakan. IndII mendukung penyelenggaraan seminar-seminar awal mengenai Perpres yang telah disempurnakan dan menyusun kertas posisi. Beberapa saran peningkatan dari IndII dimasukkan ke dalam Perpres yang baru. Sebagai contoh, rancangan yang baru mengurangi waktu persetujuan Kemenkeu dari tiga bulan menjadi 15 hari. Perpres yang baru diharapkan untuk diresmikan pada Maret 2017. Jika IndII tidak memberikan arus informasi pendukung yang relevan secara terusmenerus, Perpres yang baru kemungkinan akan tertunda bahkan lebih lama lagi. Dalam perannya untuk menjamin keberlanjutan sistem dan prosedur, IndII menyadari bahwa beberapa PDAM yang sudah maju seperti di Palembang dan Pontianak memiliki potensi untuk menyusun rencana bisnis yang layak perbankan dengan sedikit bimbingan. Dan pada akhirnya, semua PDAM yang sehat perlu dapat menyusun rencana bisnis mereka sendiri. Untuk membangun pasar yang berkelanjutan di mana bank memberikan pinjaman kepada PDAM dan PDAM menyusun rencana bisnis yang layak perbankan, terdapat kebutuhan akan pedoman atau pelatihan, atau keduanya. Meski terdapat beberapa pelatihan pembiayaan penyediaan air minum, namun tidak terdapat pelatihan penyusunan rencana bisnis. IndII mempersiapkan pedoman langkah demi langkah mengenai cara menyusun rencana bisnis yang komprehensif yang mudah untuk dianalisis dan diterima oleh bank. Pedoman (atau “toolkit”) tersebut berisi contoh dan saran penolong mengenai tempat mengakses data. IndII menyusun kurikulum pelatihan berdasarkan pedoman tersebut dan pada 2016 mengadakan sesi pelatihan percontohan untuk PDAM terpilih. Peserta kembali ke PDAM mereka masing-masing dan menyusun rencana bisnis, kemudian kembali ke Jakarta untuk mempresentasikannya. Peserta menilai pelatihan 84
tersebut sangat baik atau luar biasa. Sama seperti toolkit, pelatihan tersebut adalah satu-satunya dari sejenisnya yang digunakan di Indonesia. Pada akhirnya, IndII mensponsori sebuah seminar untuk memberikan informasi kepada Pemda mengenai apa yang telah dipelajari PDAM dan untuk mendiskusikan bagaimana Pemda dapat memperoleh manfaat dari kemampuan baru PDAM dalam hal perencanaan. Dalam perannya sebagai pusat keterampilan perencanaan bisnis, IndII diminta untuk memberi dukungan dalam penyusunan rencana bisnis PDAM Kota Bandar Lampung dan PDAM Kota Semarang yang melibatkan elemenelemen Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) sektor swasta. IndII sebelumnya telah menyusun rencana bisnis untuk PDAM Kota Surabaya dan PDAM Kota Sidoarjo sebagai pembeli utama air minum dari rencana proyek KPS air minum curah mata air Umbulan yang berjalan sejak 2016. Apakah Program 20 PDAM IndII adalah Hal yang Tepat untuk Dilaksanakan? IndII telah berkembang lebih pesat dari donor lain manapun yang mendukung perencanaan bisnis PDAM. Perencanaan bisnis untuk pinjaman bank umum adalah satu dari beberapa topik penting dalam sektor air minum perkotaan di Indonesia yang memberikan berbagai manfaat. Evaluasi telah menunjukkan korelasi perencanaan bisnis terhadap: 1. Kenaikan dalam partisipasi dan investasi Pemda; 2. Kenaikan dalam akses terhadap penyediaan air leding; 3. Kenaikan stok infrastruktur; 4. Kenaikan dalam pembiayaan dari bank umum, yang menurunkan beban pembiayaan pemerintah; 5. Peningkatan prosedur transparansi, efisiensi, dan pengelolaan jangka panjang infrastruktur; 6. Kenaikan dalam profitabilitas PDAM.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Seminar mengenai panduan rencana bisnis untuk PDAM di seluruh Indonesia untuk mendukung pencapaian akses universal 100 persen pada tahun 2019, telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 30–31 Januari 2017. -Atas perkenan IndII
Pemerintah Indonesia telah memvalidasi strategi program IndII dengan menggunakan keahlian IndII untuk menyusun Perpres yang baru, program pelatihan pelatih (training of trainers) dalam perencanaan bisnis, dan penyusunan rencana bisnis untuk dua proyek yang melibatkan kerjasama dengan sektor swasta di Bandar Lampung dan Semarang. Apakah Program 20 PDAM Mencapai Hasil yang Diharapkan? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mungkin secara logis dapat dilihat bahwa sebuah PDAM harus meningkatkan prosedur pengelolaannya untuk melaksanakan dan membayar kembali pinjaman bank. Alasannya adalah bahwa PDAM tersebut harus lebih transparan karena bank memegang 100 persen penerimaan tunainya dan memantau kinerjanya untuk menjamin PDAM tersebut dapat melakukan pembayaran triwulanannya secara tepat waktu. Apabila PDAM tersebut tidak dapat melunasi pinjaman, Pemerintah Indonesia sebagai penjamin parsial akan berupaya untuk menutup sebagian dari ketidakmampuan untuk melunasi pinjaman tersebut dari Pemda. Dengan demikian, karena Pemda memiliki kepentingan yang lebih besar dalam kinerja pengelolaan PDAM, Pemda memantau dengan lebih cermat.
Kinerja PDAM terlihat lebih baik dalam program Perpres 29 daripada sebelumnya dalam program Restrukturisasi Utang yang juga didasarkan pada rencana bisnis. Sebanyak 11 PDAM dalam program Perpres 29 tidak pernah terlambat melakukan pembayaran triwulanan. Terdapat 76 PDAM dalam program Restrukturisasi Utang, dan pada pertengahan 2014, 30 di antaranya tidak dapat melunasi pinjaman. Survei awal (baseline) atas lima PDAM yang didukung oleh IndII dilakukan pada 2013, dan hasil tata kelola program 20 PDAM pada kelima PDAM ini dievaluasi pada 2016. Evaluasi tersebut menemukan bahwa: • Terdapat korelasi yang jelas antara perencanaan bisnis untuk pinjaman bank umum dengan indikasi adanya baik peningkatan pengelolaan PDAM maupun peningkatan dukungan Pemda. • Terdapat pula indikasi bahwa proses perencanaan memiliki korelasi dengan kecepatan penguatan beberapa PDAM yang lebih lemah. Temuan-temuan ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan manajer yang menyatakan bahwa perencanaan bisnis menghasilkan kepercayaan diri, pemahaman, dan interaksi dengan pemangku kepentingan yang lebih besar. Pada akhir 2016, evaluasi yang kedua mengkaji hasil tata kelola pada tujuh PDAM yang kurang sehat yang telah 85
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
didukung oleh IndII selama jangka waktu 2010–2013. Hasil evaluasi yang kedua ini serupa dengan hasil evaluasi yang pertama, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Oleh karena keterlibatan bank dan visibilitas publiknya yang tinggi, program Perpres 29 sendiri menghasilkan transparansi dan perhatian yang lebih besar dari Pemda. Peningkatan indikator pengelolaan dapat disebabkan oleh hal ini dan banyak faktor lain, sehingga kesimpulan mengenai dampak langsung perencanaan bisnis terhadap peningkatan pengelolaan didasarkan terutama pada pendapat personil PDAM, seperti: “Setelah bekerja bersama dengan konsultan-konsultan rencana bisnis, kami dapat mengikuti data yang lebih andal selama pelaksanaan.” — Cik Mik, S.T., Presiden Direktur, PDAM Kota Palembang “Para konsultan membantu kami menyusun rencana bisnis yang memenuhi persyaratan bank sehingga menghasilkan kepercayaan yang lebih besar dari pemangku kepentingan terhadap PDAM.” — Affandi, Presiden Direktur, PDAM Kota Pontianak “Saya tidak dapat menjalankan pengelolaan dengan baik tanpa rencana bisnis. Rencana bisnis merupakan pedoman pengelolaan saya.” — Deni Erlanda, Direktur Pengelola, PDAM Kabupaten Kuningan Perencanaan bisnis tampaknya menjadi solusi bagi permasalahan yang sudah lama ada. Dengan sedikit keberhasilan, badan-badan Pemerintah Indonesia telah menggunakan program hibah setara (matching grants) dan berbagai mekanisme lain untuk mencoba menarik investasi Pemda kepada penyediaan air minum. Tetapi evaluasi menemukan bahwa perencanaan bisnis untuk pinjaman bank harus disertai oleh peningkatan pengelolaan dan peningkatan investasi Pemda. Dukungan IndII hanya kepada lima PDAM selama 2013–2014 hanya merupakan sebagian kecil dari kegiatan 20 PDAM, dengan biaya kurang dari A$ 2 juta, tetapi evaluasi dampak menunjukkan peningkatan tahunan rata-rata kontribusi Pemda sebesar A$ 28 juta selama dua tahun terakhir pelaksanaan rencana bisnis lima tahunan.
86
Kebutuhan Masa Mendatang Terdapat kebutuhan untuk menindaklanjuti Perpres 29 agar manfaat-manfaat ini dapat terus berlanjut. Selama lebih dari dua tahun, bank umum telah menunggu persetujuan Perpres 29 yang baru untuk memberikan pinjaman kepada 16 PDAM yang belum dikerjakan. PDAM tersebut menunggu untuk meminjam A$ 52 juta (90 persennya diminta oleh PDAM yang didukung IndII). Segera setelah Perpres yang baru ditandatangani, konsumen air minum Indonesia akan menerima manfaat baru senilai A$ 52 juta, termasuk pembangunan 315.000 sambungan baru, tanpa harus menarik dana Pemerintah Indonesia atau Pemda. Terdapat kebutuhan untuk melatih para pelatih mengenai prosedur perencanaan bisnis yang komprehensif. Banyak yang harus dilakukan di sini karena pada 2016, hanya 30 persen dari seluruh PDAM yang memiliki tarif yang dapat menutup biaya, dan program penghapusan utang baru-baru ini telah mengizinkan lebih banyak PDAM yang memenuhi syarat untuk menerima pinjaman bank. Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum sangat membutuhkan keahlian perencanaan bisnis dari tim yang dibentuk melalui belanja jutaan dolar dan yang memiliki tujuh tahun pengalaman, khususnya selama permulaan program jaminan dan subsidi Perpres 29 yang telah disempurnakan. Akhir kata, badan-badan pemerintah masih perlu memahami besarnya risiko perbankan dan manfaat hutang kepada nasabah dari program subsidi dan jaminan Pemerintah Indonesia untuk menciptakan pasar antara PDAM dan bank umum. Penundaan penandatanganan dari pengganti Perpres 29 sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang lambat laun diperjelas melalui lokakarya dan berbagai pertemuan lain. Keberlanjutan: Akankah Manfaat Program 20 PDAM Berkelanjutan? Kegiatan IndII dilakukan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kontribusi Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Umum terhadap program nasional Perpres
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
29, meski Kementerian menggunakan keahlian tim IndII untuk mendukung perencanaan bisnis untuk berbagai program lain seperti kerjasama sektor swasta pada PDAM di Semarang dan Bandar Lampung. Keberlanjutan prosedur dan perangkat IndII sebagian besar bergantung pada keberlanjutan program yang menjadi tujuan dari prosedur serta perangkat tersebut dikembangkan, dan persetujuan Perpres yang baru sudah berada pada tahap akhir, menunjukkan indikasi keberlanjutan untuk lima tahun lagi. Salah satu dari manfaat yang paling dekat dan nyata dari program 20 PDAM adalah keahlian tim perencanaan bisnis IndII yang sangat berguna yang telah berulang kali dipuji dan diminta dukungannya oleh Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Dua evaluasi terpisah menggunakan data resmi telah menyimpulkan bahwa perencanaan bisnis dalam program 20 PDAM memiliki korelasi dengan peningkatan pengelolaan yang terukur seiring waktu. Ketersediaan umpan balik yang terukur ini akan menimbulkan kepercayaan donor untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya demi menjamin keberlanjutan investasi infrastruktur mereka yang sangat besar melalui dukungan perencanaan bisnis yang direncanakan dan dipantau dengan baik untuk pinjaman bank.
Jelas bahwa berbagai perangkat yang dikembangkan oleh program 20 PDAM akan digunakan dan dikembangkan secara berkelanjutan karena dibutuhkan saat ini dan belum pernah ada sebelumnya. Toolkit dan pedoman perencanaan bisnis dengan contoh dan format digunakan secara rutin oleh lebih dari 30 PDAM, dan lebih dari 20 pelatih yang telah menerima pelatihan terkait aplikasi praktisnya. Tidak terdapat pedoman lain untuk perencanaan bisnis yang komprehensif di Indonesia. Apabila Perpres yang baru disetujui, penggunaan luas pedoman dan perencanaan bisnis untuk pinjaman tersebut dapat mendukung penciptaan pasar yang berkelanjutan untuk pinjaman PDAM dari bank umum sehingga menghasilkan kelayakan kredit PDAM yang lebih besar, keterlibatan sektor swasta yang lebih besar serta PDAM yang secara berkelanjutan dikelola dengan lebih baik dan lebih mandiri.
Tentang penulis: James L. Woodcock adalah seorang konsultan infrastruktur perkotaan yang telah mengerjakan berbagai proyek yang didukung oleh Bank Dunia, USAID, dan DFAT di Indonesia dan Asia Tenggara. Ia telah bekerja selama 25 tahun terakhir dalam desain proyek, tata kelola sektor air minum perkotaan, keberlanjutan peningkatan pengelolaan, serta pemantauan dan evaluasi. Belakangan ini, Jim menjadi Tenaga Ahli Tata Kelola Air untuk Indeks Layanan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi IndII, proyek Tata Kelola Air Minum NTT/NTB Tahap I, dan program 20 PDAM, untuk meningkatkan instansiinstansi pengelolaan PDAM melalui perencanaan bisnis, terutama untuk pembiayaan bank umum.
87
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
88
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
02.
Kisah Inspiratif: Infrastruktur, Kehidupan dan Masa Depan Kami
89
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Gender dan Disabilitas
SEGENAP KEMAMPUAN SAYA – PERJALANAN ADVOKASI SEORANG PEREMPUAN UNTUK TRANSPORTASI JAKARTA YANG LEBIH BAIK Mira Renata | Communications Specialist
“Saya bukan orang yang malu-malu atau penuh keraguan. Saya bukan tipe penyandang disabilitas yang kerap menunduk, tidak mampu membalas tatapan mata orang. Jangan mengasihani saya. Sebaliknya, pandang dan hargai saya sebagai pribadi yang memiliki berbagai keterampilan.”
Erna dan Gubernur Ahok dalam uji coba bus baru Jakarta. -Atas perkenan IndII
Membuat kebijakan bukan perkara mudah. Bahkan sebuah kebijakan dengan tujuan baik — yang dirancang agar bermanfaat bagi mayoritas warga — dapat berdampak tidak adil bagi orang lain. Berikut adalah kisah Hernawati (Erna), seorang aktivis yang mengadvokasi sistem transportasi di Jakarta agar lebih aksesibel dan adil. 90
Pada tahun 1972, Gubernur Jakarta Ali Sadikin dan DPRD meluncurkan Surat Keputusan untuk menghapus transportasi bertenaga manusia, khususnya becak. Keputusan ini bertujuan untuk memodernisasi sistem transportasi perkotaan Jakarta serta meniadakan beberapa praktik kerja yang dipandang eksploitatif.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Namun bagi Erna, yang kala itu berusia remaja dan selang beberapa minggu dari masa ujian akhir SMA, keputusan tersebut memaksanya putus sekolah.
landai diperpanjang, pengguna kursi roda akan selalu membutuhkan bantuan orang untuk mendorong, sehingga mengurangi mobilitas kami.”
Becak adalah transportasi andalan Erna untuk bepergian. Selain terjangkau, ruang tempat duduk becak memudahkan Erna yang mengenakan sepatu besi untuk menyangga kedua kakinya. Virus polio telah merusak sistem kekebalan tubuhnya saat berusia delapan bulan. Dokter menyatakan bahwa dia tidak akan lagi bisa berjalan.
Pada Maret 2016, Erna dan anggota KUAT lainnya turut serta dengan Gubernur Ahok untuk menguji sebuah prototip bus berlantai rendah yang dirancang dengan spesifikasi dari IndII dan masukan dari KUAT. Dalam kesempatan ini, bersama rekan-rekan KUAT, Erna menyampaikan penilaian langsung mengenai aksesibilitas, keamanan, dan tingkat kenyamanan bus baru kepada Gubernur dan para pejabat terkait.
Saat peraturan pelarangan becak mulai diberlakukan, Erna ingat hari itu saat becak yang dia tumpangi disuruh menepi oleh petugas polisi di jalan utama. “Abang becak dan saya berdua menangis. Si Abang memohon petugas tidak menyita becaknya. Saya tahu saya tidak mungkin lagi mempertaruhkan mata pencaharian orang (dengan terus memakai becak). Namun tak ada becak berarti tak ada sekolah.” Keluarga Erna juga tidak bisa menemukan transportasi alternatif. Dia tidak pernah lulus SMA. Lebih dari empat puluh tahun kemudian, Erna kini adalah seorang aktivis disabilitas yang berkomitmen mengadvokasi agar transportasi kota lebih mudah diakses dan lebih aman. Dia tidak ingin apa yang dia alami terulang bagi orang lain. Pada 2015, Erna bergabung dengan Komunitas Untuk Advokasi Aksesibilitas (KUAT) , jaringan transportasi perkotaan berbasis di Jakarta yang didirikan oleh sesama aktivis peduli dengan kesetaraan gender dan isu-isu disabilitas. Didukung oleh Pemerintah Australia melalui Indonesia Infrastructure Initiative (IndII), KUAT menyelenggarakan dialog rutin dengan para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan transportasi serta memberikan rekomendasi perbaikan. Sebagai anggota KUAT, Erna berupaya menyampaikan pesan-pesan seputar hak-hak dan kebutuhan transportasi perempuan dan organisasi penyandang disabilitas agar jelas dipahami dan dijamin. Dalam pertemuan terakhir dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di sebuah fasilitas medis di daerah kota, Erna melakukan hal yang sama. “Saya sampaikan apa adanya. Saya katakan pada Ahok bahwa panjang ramp di lobi belum cukup lapang untuk kursi roda. Kecuali bidang
Pengalaman hidup Erna yang penuh tantangan telah memberinya landasan dan perspektif unik serta menjadikannya seorang aktivis seperti sekarang. Melihat ke belakang, Erna selalu tabah menghadapi berbagai kendala. Salah satunya ketika peluang pelatihan formal terlewatkan. “Keluarga, orang tua saya, adalah orang-orang sederhana dari desa. Dalam kapasitas mereka yang terbatas, mereka melakukan yang terbaik untuk mendukung saya. Saudara-saudara tahu saya suka menjahit. Saya menjahit baju kantor untuk kakak. Selain menjahit, saya juga senang tata rias. Teman-teman disabilitas di pusat rehabilitasi sering meminta saya datang membantu makeup mereka untuk acara-acara. Ketika saya mengutarakan niat ikut kursus formal, saudara-saudara saya bilang akan lebih baik jika mereka saja yang mengambil kursus. Nanti mereka akan meneruskan pembelajaran yang mereka dapat kepada saya. Lokasi kursus yang jauh, banyak tangga-tangga, dan ketiadaan akses kursi roda, menjadi argumen utama mereka.” Meski mengalami banyak hambatan, Erna tidak pernah membiarkan kegetiran menguasai hidupnya. Dia menyalurkan energi dan waktu untuk bekerja dengan organisasi kelompok penyandang disabilitas. Melalui dukungan rekan-rekan jaringan, Erna terus mengembangkan keterampilan baru seperti merangkai bunga. Pada tahun 1980-an, dia memenangkan hadiah pertama dalam kompetisi provinsi dan nasional (termasuk juga berkompetisi dengan peserta non-disabilitas). Berkat keterampilan merangkai bunga, Erna bahkan
91
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
telah mewakili Indonesia di laga internasional, dua kali! Pertama di Hong Kong pada 1992 kemudian Perth, Australia pada 1995, Erna berpartisipasi dalam ‘abilympics’ - sebuah kompetisi berbagai keterampilan bagi penyandang disabilitas se-Asia-Pasifik. “Saya sangat bersyukur memiliki kesempatan untuk menjadi anggota tim Indonesia. Untuk pertama kali saya bepergian dengan pesawat terbang dan mendapat penghargaan atas hasil karya kerajinan saya.” Ambisi Erna saat ini adalah untuk terus mendorong organisasi perempuan dan kelompok penyandang disabilitas agar lebih mandiri dan bersikap tegas terhadap tindakan diskriminatif atau kekerasan. Dia mengantisipasi peran KUAT dalam meningkatkan partisipasi perempuan dan penyandang disabilitas agar terlibat secara efektif dengan para pembuat kebijakan transportasi. Dengan demikian, semua orang memperoleh manfaat. Kebijakan yang lebih baik pun terwujud.
92
Bagi Erna akhirnya, kepuasan yang terbesar adalah ketika orang melihat dia di luar stereotip penyandang disabilitas. “Saya bukan orang yang malu-malu atau penuh keraguan. Saya bukan tipe penyandang disabilitas yang kerap menunduk, tidak mampu membalas tatapan mata orang. Jangan mengasihani saya. Sebaliknya, pandang dan hargai saya sebagai pribadi yang memiliki berbagai keterampilan.”
Terima kasih Atas masukan dan fasilitasi Eko Utomo (Gender Officer IndII) selama proses wawancara.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Gender
BUKAN LAGI FORMALITAS - MEMBAWA MANUAL GENDER KE MASYARAKAT DAN DANGDUT Mira Renata | Communications Specialist
“Saya berbagi inisiatif ini dengan IndII yang sepenuhnya mendukung kami dengan membawa pengalaman berbasis institusinya dengan pemerintah daerah. Ini melengkapi pendekatan berbasis komunitas kami.” Rina Agustin memprakarsai pengembangan manual pengintegrasian gender bagi motivator sanitasi. -Atas perkenan IndII
Istilah ‘gender’ telah menjadi tolok ukur kesetaraan dalam pekerjaan pembangunan. Namun, seringkali dilakukan ‘dengan tidak serius’ yakni untuk sekedar memenuhi kewajiban berupa daftar hadir, persentase penerima, dan survei tingkat kepuasan antara responden laki-laki dan perempuan. Ketika ketua Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Kementerian Pekerjaan Umum, sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya, Ibu Rina Agustin memprakarsai manual gender bagi jaringan motivator sanitasi dan
pegawai pekerjaan umum, visinya adalah sebuah referensi praktis yang mendorong suatu pendekatan kontekstual. Pada September 2013, Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) dan Cipta Karya bekerjasama menerbitkan Panduan Pengintegrasian Gender dalam Program Pengolahan Air Limbah Berbasis Kelembagaan. Tim Ibu Rina dengan dukungan IndII kemudian menyelenggarakan serangkaian sesi pelatihan untuk motivator sanitasi di seluruh daerah
93
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
di Indonesia tahun 2014–2015 dengan menggunakan Buku Panduan sebagai salah satu referensi utama. Buku Panduan mendapat umpan balik yang positif. Selama lokakarya regional di Batam pada 12–13 Agustus 2015, peserta (yang terdiri dari para motivator, pegawai Dinas Pekerjaan Umum setempat, dan perwakilan pemerintah daerah) menghargai kepraktisan Panduan ini. Sebagian peserta juga merekomendasikan agar kerangka kerja hukum dibentuk untuk mendorong pelaksanaannya di tingkat daerah. Selama kegiatan pelatihan yang dia adakan, Ibu Rina menekankan kepada rekan-rekan motivator bahwa dibutuhkan ketertarikan yang tulus dan pendekatan bottom-up. Ini termasuk memahami peran berbeda yang diemban oleh perempuan sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, motivator perlu menyampaikan pesan sanitasi khusus mereka kepada perempuan baik sebagai penerima manfaat dan “kekuatan pendorong”. Untuk menumbuhkan kekuatan pendorong ini, mereka berkonsultasi dengan tokoh perempuan yang ada seperti pegiat Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Untuk menarik lebih banyak penerima manfaat, mereka melibatkan perempuan langsung di komunitas mereka sendiri. “Kami menyampaikan masalah sanitasi dengan menyelenggarakan pertunjukan musik dangdut. Kenapa tidak? Perempuan-perempuan dan komunitas suka musik! Kami menjangkau mereka pada forum itu.” Ibu Rina dan timnya, melalui unit komunikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman, juga sudah mulai menyalurkan pesan sanitasi mereka secara luas dengan menggunakan media massa termasuk TV.
94
Hasil kerja keras mereka jelas. Meningkatnya permintaan untuk program sanitasi yang diajukan oleh pemerintah daerah ke Kantor Pekerjaan Umum Kabupaten membuktikan hal itu. Sebanyak 340 kabupaten/kota telah mengikuti program Pamsimas hingga akhir 2015. “Partisipasi perempuan adalah kunci keberhasilan program sanitasi–berkat perempuan, baik sebagai kekuatan pendorong dan penerima manfaat. Tanpa mereka berbicara satu sama lain, menuntut kualitas sanitasi yang lebih baik, dan melakukan aksi di komunitas mereka sendiri, tidak akan ada tindakan nyata dalam program kami,” tambah Ibu Rina.
Terima Kasih Atas masukan dan fasilitasi Eko Utomo (Gender Officer IndII) selama proses wawancara.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Gender dan Disabilitas
MOBILITAS PERKOTAAN – MELIHAT DARI SISI YANG BERBEDA Mira Renata | Communications Specialist
“Sayangnya, persepsi bahwa kami ‘aneh’ masih terjadi. Untuk itu, saya berharap kita meninjau kembali sistem pendidikan. Pengetahuan dan penerimaan terhadap kelompok disabilitas harus menjadi bagian dari misi pendidikan sekolah,” Trian dan Gubernur Ahok memantau kualitas trotoar saat uji coba bus baru di Jakarta. -Atas perkenan IndII
Pedagang asongan, pengamen, dan sopir ojek. Keberadaan mereka ibarat sakit kepala untuk para perencana tata ruang wilayah kota dan pemerintah dalam mengembangkan kota modern. Namun, untuk orang buta seperti Trian, mereka adalah pemandu di tengah keriuhan jalan di Jakarta. Mereka membantu Trian menghindari lubang trotoar, menjelajah suasana jalan yang bising, serta menyeberang persimpangan yang berbahaya. “Yang sering kejadian biasanya seperti ini. Seorang petugas (saya tidak yakin polisi atau petugas Dinas
Perhubungan Jakarta [Dishub], tapi jelas mereka membawa peluit) akan menanyakan tujuan saya. Setelah itu petugas berteriak ke penjual terdekat. ‘Hei kamu, antar orang ini ke bus. Dia mau ke Pulo Gadung.’ Salah satu pedagang kemudian menggandeng saya menuju bus jurusan itu. Sampai di bus, kenek membantu saya naik dan duduk di dalam,” ujar Trian. Trian adalah aktivis transportasi yang saat ini juga berperan sebagai Koordinator Komite Untuk Advokasi Aksesibilitas (KUAT) - kelompok masyarakat sipil relawan 95
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
yang berupaya memastikan semua warga negara memiliki akses transportasi umum yang aman dan nyaman. Di sebuah pertemuan dengan perwakilan dari Dishub dan operator bus, Trian berbagi fenomena umum (namun tidak resmi) tentang jasa pedagang kaki lima dan sektor informal bagi penyandang disabilitas. Dia membela kehadiran mereka di tengah upaya pemerintah melarang kelompok itu beraktivitas di jalan. “Jangan larang mereka dari jalan-jalan. Mereka adalah teman-teman kelompok disabilitas. Siapa yang akan membantu kami jika mereka tidak ada lagi?“ Menurut Trian, yang juga fasilitator/motivator di sebuah pusat pelatihan dan pendidikan, banyaknya kekurangan dalam penyediaan fasilitas transportasi di Jakarta bagi penyandang disabilitas sebagian besar disebabkan oleh asumsi yang salah dalam proses pengambilan keputusan. “Penyandang disabilitas sering diperlakukan sebagai orang yang tidak mampu. Kita diharapkan pasrah ‘menerima’ keputusan pembuat kebijakan.” Melibatkan penyandang disabilitas secara aktif agar proses pengambilan keputusan dan advokasi melibatkan pemikiran mereka menjadi fokus kegiatan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung Pemerintah Australia. Ketika merancang dan mengevaluasi program, IndII bekerja sama dengan organisasi payung yang mewakili penyandang disabilitas di Indonesia - Persatuan Penyandang Cacat Indonesia. IndII juga telah meluncurkan Laporan tentang Gender dan Penilaian Disabilitas Terhadap Reformasi Bus di Koridor Percontohan DKI, di mana Trian dan jaringan KUAT berpartisipasi. Setelah bergabung dengan KUAT, Trian bisa berkontribusi langsung dalam diskusi dengan para pemangku kepentingan utama dengan tujuan meningkatkan fasilitas transportasi Jakarta bagi komunitas disabilitas. Pendekatan KUAT melibatkan masukan dan rekomendasi di semua tahapan skema perbaikan transportasi umum dari desain melalui evaluasi. Salah satu kegiatan pertama KUAT adalah advokasi revitalisasi rute S66 Kopaja ini. Dengan dukungan IndII, Trian beserta anggota KUAT lain berpartisipasi dalam uji coba prototip bus berlantai rendah yang menyediakan aksesibilitas lebih baik dan kenyamanan bagi penumpang disabilitas. Uji coba 96
juga termasuk mengamati dan menilai fasilitas dalam terminal bus baru seperti jembatan, tangga-tangga, dan penghubung. Mobilitas di jalan merupakan target Trian untuk diri sendiri setelah ia divonis buta pada usia 17 karena glaukoma. Mendengar vonis dokter, kedua orang tua Trian bersedih hati. Sang ayah menjadi overprotektif. Dia mengantar Trian ke pusat rehabilitasi dan menunggu hingga sesi Trian selesai. Sebagai seorang petualang yang mencintai pegunungan, sawah, dan desa-desa, Trian mulai merindukan kemandiriannya. Dia juga tidak ingin kondisinya membebani sang ayah. Sekitar empat bulan menjalani program rehabilitasi Trian bertanya kepada Tohas, penasihatnya, untuk mengajarkan cara berjalan sendiri. Sebagai langkah pertama, Tohas meminta Trian mengganti mobil dengan tongkat. “Pelajaran pertama saya adalah mengatur agar langkah kaki sinkron dengan gerakan tongkat. Kaki kanan ke depan, tongkat mengayun ke kiri dan sebaliknya. Juga derajat ayunan tongkat menentukan gerakan kaki.” Langkah besar berikutnya adalah meyakinkan ayah agar Trian boleh pulang sendiri dari pusat rehabilitasi ke rumah dengan bus. Ditemani Tohas, Trian akhirnya berhasil menjalani 45 menit perjalanan dengan bus. “Air mata ayah membasahi wajah ketika saya tiba di rumah. Dia memeluk saya erat seolah kami telah berpisah selama bertahun-tahun.” Setelah dua tahun berfokus dengan program rehabilitasi, Trian mengulang kembali pelajaran di SMA. Dia memilih mengulang untuk menyegarkan pembelajaran yang tertinggal. Usai SMA, Trian melanjutkan pendidikan ke Universitas Jakarta. Setiap hari, Trian bepergian seorang diri ke universitas. Ia juga kerap berkunjung ke rumah teman-teman di luar kota. Pengalaman bepergian ini membuat Trian sadar akan besarnya kesulitan melakukan perjalanan sehari-hari di Jakarta. Misalnya, dia kerap menyenggol sepeda motor saat berjalan di trotoar. Dalam sebuah insiden, dia meminta dengan sopan agar pengendara sepeda motor meminggirkan kendaraannya ke jalan.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
“Maaf, Mas salah ambil sisi ini.” “Ya, saya tahu.” Namun motor tetap di posisi yang sama, tidak mau bergerak. Saat awal belajar berjalan sendiri, Trian biasanya mengalah dan membiarkan sepeda motor mengambil alih ruang trotoar. Kini, dia bisa lebih tegas. Dia tetap mempertahankan posisi sebagai pejalan kaki di trotoar sehingga pengendara memutar motor kembali ke jalan raya. Pengalaman penuh tantangan ini mengilhami Trian mengubah pendekatan kampanye tentang disabilitas. Pada Maret 2012, semester terakhir Trian di universitas, dia dan teman-temannya mendirikan Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT). “Kampanye kesadaran disabilitas tradisional biasanya dirayakan dengan acara gerak jalan atau demonstrasi dengan slogan-slogan. Semua ini tidak membawa hasil yang berdampak lama. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak memberi pengaruh atau mengubah perilaku masyarakat di mana kita berada. Namun, ketika kami di JBFT melakukan acara jalan bareng, baik peserta disabilitas maupun non-disabilitas sebagai sebuah kelompok, hal ini mendidik banyak orang tentang kebutuhan dan akses yang lebih baik di jalan-jalan Jakarta,” kata Trian. Tim JBFT secara teratur menyusun jadwal acara untuk jalan: minggu ini ke museum, minggu depan sesi karaoke. Yang menjadi fokus bukan acara tamasya itu sendiri melainkan bagaimana peserta menjalani pengalaman perjalanan mencapai lokasi tujuan. Kegiatan ini tak hanya memberikan pembelajaran praktis dan wawasan bagi peserta non-disabilitas tentang rekan-rekan penyandang disabilitas bepergian dengan angkutan umum; juga mengangkat ke permukaan berbagai hambatan yang menghalangi mobilitas dan keamanan kelompok disabilitas bepergian.
Dalam kegiatan perjalanan, seringkali kelompok JBFT berbincang dengan staf dan pengawas fasilitas transportasi yang mereka lewati serta mengidentifikasi masalah yang perlu segera diatasi seperti lift penumpang yang tidak berfungsi, bagaimana mendorong kursi roda dengan aman ke dalam bus, atau membunyikan sinyal suara bagi orang buta di setiap perhentian bus. Pada akhirnya, aktivitas JBFT dan KUAT memuat pesan yang sama: penyandang disabilitas serupa dengan orang lain — mereka belajar, bekerja, bepergian, dan bersenang-senang. Mereka juga bisa, dan mampu, mengekspresikan pendapat mereka serta memberikan masukan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka. Masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai pemahaman ini. “Sayangnya, persepsi bahwa kami ‘aneh’ masih terjadi. Untuk itu, saya berharap kita meninjau kembali sistem pendidikan. Pengetahuan dan penerimaan terhadap kelompok disabilitas harus menjadi bagian dari misi pendidikan sekolah,” ujar Trian.
Komite Untuk Advokasi Aksesibilitas (KUAT) JBFT kini adalah bagian dari jaringan KUAT didukung oleh IndII. Ada tiga poin kunci yang ditekankan oleh JBFT kepada publik dalam memberikan dukungan bagi kelompok disabilitas. • Tanyakan apakah mereka membutuhkan bantuan (jangan berasumsi); • Tanyakan dukungan spesifik apa yang mereka butuhkan (jangan berasumsi) dan • Selalu memastikan keamanan dan kenyamanan dua belah pihak — baik orang yang menolong dan ditolong
Terima Kasih Atas masukan dan fasilitasi Eko Utomo (Gender Officer IndII) selama proses wawancara.
97
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Rencana Bisnis
KUDA PENGGERAK LANGKAH PROFESIONAL Mira Renata | Communications Specialist
Rencana bisnis, manajer handal, dan dukungan pemerintah daerah memajukan kinerja PDAM di Kuningan, Jawa Barat Direktur PDAM Tirta Kamuning, Deni Erlanda, berbincang dengan warga perempuan bagaimana memiliki sambungan air bisa mengubah aktivitas sehari-hari menjadi lebih baik. -Atas perkenan Asep “Aro”, PDAM Tirta Kamuning
Legenda menuturkan adalah seekor kuda bernama Si Windu, yang membantu panglima Kerajaan Kuningan Adipati Ewangga memenangkan perang melawan kerajaan-kerajaan lain pada awal abad ke-16. Berperawakan kecil namun kuat, derap sigap Si Windu mengakali pasukan lawan, membuka jalan bagi Adipati Ewangga memimpin takhta Kerajaan Kuningan dengan gemilang. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kamuning di Kuningan menghayati nilai yang diemban Si Windu, 98
yang mewujud lewat perubahan identitas dan tindakan bersama. Ketika Deni Erlanda, mantan anggota dewan perwakilan daerah dengan segudang pengalaman di sektor bisnis dan perbankan, diangkat sebagai Direktur PDAM pada Juli 2013, ia memilih Si Windu sebagai salah satu elemen logo mewakili institusi tersebut. “Saat menjalani fit and proper test [untuk jabatan direktur], saya menguraikan misi dan visi saya untuk PDAM Tirta Kamuning. Si Windu adalah salah satunya, karena merepresentasikan kerja keras dan dedikasi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
PDAM dalam menyediakan akses air bersih bagi warga Kuningan,” ujar Deni. PDAM Tirta Kamuning kemudian berkolaborasi dengan pemenang kompetisi terbuka untuk mendesain logo baru serta mengintegrasikan nilai-nilai lembaga yang berorientasi aksi (lihat Kotak 1). Di awal masa Deni menjabat, PDAM Tirta Kamuning tengah mengalami kondisi keuangan yang kurang kondusif. Meski beberapa target sudah tercapai pada masa kepemimpinan yang terdahulu, PDAM terus mengalami kerugian finansial sejak 2007. Upaya PDAM menaikkan nilai tarif untuk menambah pemasukan perusahaan pun terhenti. Dalam rangka memajukan kelayakan PDAM secara komersil, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) no. 29/2009 yang memberlakukan pinjaman bersubsidi dari bank dan pengembalian biaya operasi PDAM melalui mekanisme penjaminan demi mengurangi risiko bank pemberi pinjaman serta memberikan subsidi bunga. Berlatar kerangka kerja ini, Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) memberi dukungan bagi 20 PDAM, termasuk PDAM Tirta Kamuning, untuk mengembangkan rencana bisnis berpotensi dengan menetapkan beberapa target realistis, termasuk peningkatan jumlah sambungan air minum, tarif yang ditetapkan dengan sesuai, dan keuntungan. Target-target ini akan mendorong PDAM memenuhi persyaratan kelayakan untuk menerima pinjaman bersubsidi sesuai dengan Perpres no. 29/2009. Jangka waktu rencana bisnis yang dikembangkan IndII juga dirancang berlaku untuk periode lima tahun (2011–2015), sehingga PDAM mampu memenuhi capaian kegiatan secara realistis, sambil meningkatkan kapasitas institusi serta mengusahakan kemajuan dengan manajemen yang lebih efisien. Meski kepemimpinan terdahulu di PDAM Tirta Kamuning memilih untuk tidak berpartisipasi dalam program Perpres no. 29/2009 dan tidak dapat menemukan peluang meningkatkan keuntungan, sebagai pimpinan baru Deni memutuskan meningkatkan sistem manajemen. Hal ini dilakukan dengan menerapkan target keuntungan berdasarkan rencana bisnis untuk meningkatkan kinerja PDAM secara keseluruhan. Paparan rencana bisnis yang jelas dengan langkah penerapan yang
terukur, yang dikembangkan dengan dukungan IndII, menarik perhatian Deni. “Target capaian [rencana bisnis dari IndII] jelas. Saya perlu panduan yang jelas agar program bisa jalan,” tandasnya. Prioritas utama yang menjadi esensi rencana bisnis menurut Deni adalah mengubah pola pikir tim PDAM. “Kita perlu mengubah persepsi yang ada. Kita bukan PNS. Kita harus berfungsi seperti profesional.” Rencana bisnis mendukung transformasi ini melalui kerjasama dengan manajemen internal dalam analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threat). Agar staf PDAM terus berkinerja setingkat profesional, Deni menerapkan kembali analisis SWOT dan memperkenalkan beberapa perubahan. Restrukturisasi staf adalah salah satunya. Posisi seperti pembantu umum dan pembaca meter dialihdayakan (outsourced). Proses seleksi untuk posisi baru kini melibatkan uji kompetensi lewat Badan Kepegawaian Daerah. Hal ini memastikan kandidat memiliki keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan posisi, sehingga mengurangi praktik ‘titipan’. Peluang pengembangan diri bagi staf junior juga terbuka; baik kesempatan berpartisipasi dalam pelatihan yang lebih teknis di PERPAMSI maupun jenjang karir di PDAM itu sendiri. Beban kerja staf juga telah didistribusi ulang demi peningkatan efisiensi. Hasilnya tercermin dari penurunan rasio karyawan per 1.000 sambungan (lihat Kotak 3). Penurunan lebih lanjut akan lebih sulit dilakukan jika rasio sudah semakin rendah. Masih dalam rangka efisiensi, Deni mengurangi sarana transportasi untuk manajemen dan staf. Sebaliknya, dia menawarkan agar tunjangan transportasi mereka dipakai untuk mencicil pembelian kendaraan sendiri. “Sekarang kami menghemat banyak sejak kendaraan kantor dipakai untuk kegiatan operasional saja; biaya pemeliharaan kendaraan turun, staf juga senang karena kesejahteraan meningkat (dengan memiliki mobil atau motor sendiri).” Pemecahan masalah lewat peran manajemen internal adalah pendekatan lain yang ditekankan di bawah kepemimpinan Deni. Semua kepala divisi di PDAM Tirta Kamuning kini bergiliran menjalankan kunjungan mingguan ke 12 kantor cabang. Kunjungan dilakukan 99
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
setiap Kamis malam dan diawali dengan mengaji bersama, kemudian berlanjut dengan bincang-bincang seputar perkembangan dan tantangan kegiatan. “Melalui kunjungan ini, kita bisa membahas potensi masalah dengan kantor cabang sesegera mungkin sebelum berkembang,” ujar Rohendi, Kepala Divisi Litbang PDAM. Perubahan manajemen lainnya yang diprakarsai Deni adalah meningkatkan profesionalitas strategi yang digunakan PDAM untuk mencapai target. Selain penilaian kinerja keuangan, rencana bisnis juga menganalisis hasil survei sosioekonomi dari segmen pasar PDAM. Dengan 80 persen populasi warga Kuningan termasuk dalam kategori berpenghasilan rendah, PDAM perlu memperhitungkan daya bayar masyarakat untuk koneksi air minum seraya menjaga marjin keuntungan perusahaan yang berkelanjutan. Untuk itu, konsultan IndII memberikan pengetahuan praktis dalam
Kotak 1: Logo PDAM Tirta Kamuning dan Maknanya
PDAM
TIRTA KAMUNING
KABUPATEN KUNINGAN
Tetesan air: Peran PDAM sebagai pengawas, mitra pengelola, dan penyokong layanan penyediaan air minum berkualitas tinggi bagi masyarakat Kuningan
mengembangkan survei kebutuhan nyata (real demand survey) yang dapat menjawab dua poin penting ini. Dalam rangka menetapkan nilai pendapatan keluarga, enumerator data survei mendapat pengarahan agar tidak membuat responden rikuh. Caranya dengan mengajukan pertanyaan yang lebih luwes seputar pengeluaran dan belanja keluarga. Jawaban yang disampaikan responden kemudian dipakai untuk mengestimasi pendapatan. Untuk meningkatkan jumlah pendapatan dari pembayaran air minum, Deni juga memberdayakan sistem ‘mobile payment’ bersama sebuah bank daerah dengan mengerahkan kendaraan keliling. Dengan demikian, masyarakat di daerah terpencil dapat membayar tagihan air minum dan fasilitas lain dengan mudah. Deni juga memimpin PDAM untuk mulai bergiat mencari sumber air baku yang baru. Tanpa perluasan sumber daya air, PDAM tidak akan mampu mencapai target layanan rumah tangga baru dengan harga terjangkau. Di masa lalu, banyak desa enggan menginformasikan keberadaan mata air di sekitar wilayahnya kepada PDAM. Salah satu alasan adalah kurangnya insentif bagi desa berbagi informasi mengenai mata air. Besarnya kompensasi bagi desa yang menginformasikan keberadaan mata air pada umumnya ditentukan oleh pemerintah daerah (Pemda), bukan PDAM. Di bawah kepemimpinannya, Deni memutuskan untuk meningkatkan kepercayaan penduduk desa dalam
Gelombang air: Ketersediaan air bersih yang melimpah di Kuningan Cipratan air: Manfaat air yang dirasakan oleh segenap masyarakat Gunung Ciremai: Sumber daya alam yang menghasilkan air minum berkualitas terbaik Kuda Putih: Si Windu sebagai simbol dedikasi dan kerja keras PDAM dalam mengabdi dan melayani masyarakat Siluet dua manusia: Laki-laki dan perempuan berperan menjaga sumber daya alam, hidup sehat sejahtera sebagai dampak positif dari pemanfaatan air bersih
100
Staf PDAM Anto Riyanto meninjau kualitas sambungan air di salah satu rumah warga. -Atas perkenan IndII
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 2: Sambungan air minum PDAM Tirta Kamuning setelah menerapkan rencana bisnis
Kotak 3: Indikator Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik PDAM Tirta Kamuning
-Atas perkenan James L. Woodcock
-Atas perkenan James L. Woodcock
50
45000 40000 35000
37.5
30000 25000 20000
Aktual Target
15000 10000 5000 0
Kontribusi Pemda/ miliar rupiah Laba Bersih/miliar rupiah
25
% Staf Berkurang Rasio Operasional
12.5 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
menjalin kerjasama dengan PDAM. Sebagai tindak lanjut, Deni menambah jumlah kompensasi untuk desa yang berbagi informasi tentang keberadaan mata air baru dengan PDAM. “Karena PDAM telah menghasilkan keuntungan dan berkontribusi untuk pendapatan Pemda, saya coba negosiasi pengaturan kompensasi bagi desa. Saya membujuk Pemda agar kami menentukan nilai kompensasi yang akan diberikan ke desa. Pemda akhirnya mendukung.” Nilai nominal kompensasi juga diinformasikan secara transparan dalam acara penyerahan resmi di balai desa, tidak lagi secara terbatas melalui kepala desa masing-masing.
Salah satu inovasi yang diperkenalkan PDAM Tirta Kamuning adalah pembayaran tagihan air secara daring. -Atas perkenan Asep “Aro”, PDAM Tirta Kamuning
-12.5
2017
2019
2011
2013
2015
Sejak itu, PDAM Tirta Kamuning menerima lebih banyak informasi dari desa-desa mengenai keberadaan mata air di daerah mereka. Bahkan, PDAM saat ini sedang memproses izin pengelolaan dua mata air baru yang diperkirakan dapat mencakup 50.000 sambungan di dua daerah kering di sisi timur kabupaten. PDAM juga sedang mengurus perizinan untuk mengelola air baku dari satu mata air dekat Gunung Ciremai, yang akan membuka akses bagi masyarakat sekitar sekaligus tiga kabupaten tetangga yang berminat – Indramayu, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon. Dua tahun setelah mengintegrasikan peningkatan manajemen untuk meraih target keuntungan sesuai rencana bisnis, PDAM Tirta Kamuning mengalami kemajuan yang signifikan. Kotak 2 menunjukkan peningkatan jumlah sambungan air minum yang merupakan sumber pendapatan utama PDAM. Manajemen pendahulu telah mengikuti target rencana bisnis, namun pada 2015, PDAM telah berhasil melampaui target yang ditetapkan. Terlebih penting lagi, kepemimpinan Deni berhasil mengubah pendapatan dari peningkatan sambungan menjadi keuntungan. Pemda menghargai PDAM yang mendatangkan keuntungan karena sesuai dengan UU no. 5 Tahun 1962, PDAM berkewajiban membagi 55 persen keuntungan mereka (setelah dipotong pajak) kepada Pemda sebagai pemilik perusahaan. Pemda yang menerima pembagian keuntungan dari PDAM pun tergerak memberikan lebih banyak dukungan dengan harapan peningkatan profit di masa mendatang. 101
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 3 menampilkan empat indikator tata kelola pemerintahan yang baik, sebelum dan sesudah, kepemimpinan Deni sejak 2013. Rasio operasional adalah sepuluh kali rasio biaya dibagi keuntungan, sehingga angka rasio sejumlah 10 atau lebih merefleksikan nilai keuntungan operasional yang berkurang. Rasio operasional baru turun di bawah angka 10 sejak 2013. Arah tren laba bersih menunjukkan bahwa untuk kali pertama dalam periode enam tahun, PDAM Tirta Kamuning mengalami keuntungan pada 2013 dan terus meningkat secara stabil selama dua tahun berikutnya. Rasio staf per 1.000 jumlah sambungan merefleksikan keputusan manajemen seperti peningkatan aplikasi IT atau sistem insentif yang meningkatkan efisiensi kinerja staf individual. Menurunnya persentase staf per 1.000 sambungan menunjukkan persentase peningkatan rasio. Pada 2015, PDAM mengalami persentase peningkatan capaian tertinggi sepanjang delapan tahun terakhir. Sementara itu, meski kontribusi Pemda menurun sejak pada 2011, kontribusi Pemda perlahan bertambah pada 2014, seiring meningkatnya pemahaman, penghargaan, dan dukungan bagi PDAM. Empat indikator tata kelola ini menunjukkan kemajuan PDAM Tirta Kamuning yang kuat dan stabil, terutama sejak 2013. Rencana bisnis hanyalah satu dari tiga kondisi penting yang mendorong PDAM Tirta Kamuning berkinerja hebat. Dua kondisi lainnya adalah: dukungan Pemda dan manajemen PDAM yang baik untuk mencapai target rencana bisnis. Meski demikian, risiko keberlangsungan
102
rencana bisnis selalu ada, terutama dengan terjadinya pergantian pimpinan baru kelak di tingkat Pemda maupun PDAM yang berdampak pada perbedaan rasa kepemilikan (buy-in) terhadap rencana bisnis. Namun, PDAM Tirta Kamuning yakin pekerjaan baik yang telah dimulai akan terus berlanjut. Kerangka peraturan yang ada sejauh ini memastikan bahwa setelah PDAM dan Pemda menyetujui rencana bisnis, target PDAM akan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah (RPJMD). Setelah target capaian kegiatan PDAM dilembagakan, maka tidak mudah untuk mengubahnya. Serupa Si Windu yang legendaris, PDAM Tirta Kamuning telah melewati rintangan dengan gesit dan tak kenal lelah. Hasilnya, PDAM Tirta Kamuning menjadi PDAM yang produktif dan mandiri secara finansial. PDAM-PDAM lain bisa mengikuti jejak PDAM Tirta Kamuning serta mengadaptasi rencana bisnis sesuai bagi kondisi masingmasing.
Terima Kasih Atas dukungan James L Woodcock, Arianto Wibowo, Jaya Saputra, dan tim PDAM Tirta Kamuning dalam penulisan artikel ini.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Kerjasama Pemerintah Swasta
MENGALIRKAN AIR: MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PERTAMA DI BIDANG AIR MINUM – PROYEK UMBULAN Mira Renata | Communications Specialist
“Hal-hal terkait bisnis air minum mulai terlihat menguntungkan. Diharapkan dalam waktu dekat akan ada peningkatan permintaan sambungan pasokan air minum,” Pompa air Umbulan yang dibangun oleh Pemerintah Belanda. -Atas perkenan Rudi Prastiawan
Saat Jepang mengambil alih paksa Hindia Timur pada 1942, mereka menemukan sebuah koloni dengan limpahan Anugerah ‘Tiga Rempah Istimewa’ (cengkeh, pala, dan bunga pala), pergerakan nasionalis daerah yang terus bergejolak, dan tapak kokoh infrastruktur perkotaan. Peninggalan yang terakhir ini merupakan dampak dari kedatangan warga Belanda, dengan berbagai latar belakang profesi, ke Hindia Timur sejak tahun 1870-an. Kelompok laki-laki dan perempuan ini membawa banyak perubahan sosial ekonomi pada kehidupan komunitas Belanda di koloni, dan mendorong munculnya kebutuhan akan infrastruktur yang lebih baik untuk mendukung aktivitas mereka sehari-hari. Ketika Belanda berlalu, pekerjaan umum seperti jaringan jalan, rel kereta api, dan sistem irigasi telah dibangun di seluruh
koloni, termasuk 140 fasilitas air minum perkotaan yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa.1 Dalam sektor air minum, sebuah perusahaan air berbasis di Surabaya (didirikan pada 1903, sekarang dikenal sebagai perusahaan daerah air minum atau PDAM) menyalurkan air minum yang sangat diperlukan warga Belanda, satu-satunya pelanggan mereka. “Hal-hal terkait bisnis air minum mulai terlihat menguntungkan. Diharapkan dalam waktu dekat akan ada peningkatan permintaan sambungan pasokan air minum,” tulis seorang ahli sejarah G.H. Von Faber dalam Ravesteijn dan Kop, The Infrastructure of Dutch Colonialism in Indonesia, 2008.
1
103
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Oud Surabaia (1931)2 yang mendeskripsikan bisnis air minum yang muncul di bawah pemerintahan Belanda pada awal abad ke-20 di Hindia Timur. Penguasa Belanda di Surabaya tertarik pada mata air Umbulan, sekitar 80 km di Winongan, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Pasokan berlimpah air jernih Umbulan yang siap minum tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian penduduk Belanda, tetapi juga ideal untuk didistribusikan secara luas. Beberapa pembicaraan seputar pembangunan jaringan ke Surabaya telah dilakukan. Namun demikian, meski beberapa perusahaan Belanda sudah menyusun proposal, mereka tidak dapat memaksimalkan potensi mata air Umbulan. Pada 1917, mereka telah membangun dua fasilitas, menggunakan air dari Umbulan dan mata air lainnya, untuk mendistribusikan air minum kepada sejumlah terbatas penduduk Belanda di Surabaya dan Pasuruan. Setelah Perang Dunia II berakhir, gagasan untuk mengelola air Umbulan dialihkan kepada negara Indonesia yang baru terbentuk. Gubernur Surabaya Mohammad Noer, selama dua kali masa kepemimpinannya (1967–1977), ingin menyalurkan air Umbulan tersebut kepada lebih banyak penduduk Surabaya.3 Pemerintah nasional juga mengupayakan proyek sambungan air minum yang lebih besar yang akan menyalurkan air minum kepada semua orang. Sekitar 1986, Proyek Umbulan direncanakan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah, dengan kemungkinan pinjaman lunak dari Dana Kerjasama Ekonomi Luar Negeri (OECF, Overseas Economic Cooperation Fund) Jepang. Rencana ini kemudian batal karena Pemerintah nasional lebih memilih investasi sektor swasta. Sejak saat itu, para pemain ekonomi besar dalam negeri berusaha sendiri membuka jalan menuju tahap penyusunan proposal. Sayangnya, upaya-upaya awal investasi Umbulan terbentur oleh kerangka peraturan investasi swasta pada infrastruktur yang kurang jelas, tekanan kepentingan politik, dan kurangnya pendanaan. “Pada tahun 1990-an, muncul konsorsium-konsorsium dengan proposal untuk berinvestasi pada proyek tersebut Oud Surabaia, GH Von Faber, hal. 233, 1931. Anton Lucas dan Arief W.Djati ‘Umbulan Spring Project’ dalam publikasi A World of Water –Rain, River, and Seas in Southeast Asian Histories (Boomgaard, 2007). 2 3
104
Tanpa manajemen sambungan air yang layak, 5.000 liter air dari mata air Umbulan tidak termanfaatkan dan terbuang ke laut dalam hitungan detik. -Atas perkenan Rudi Prastiawan
dengan membangun jaringan pipa yang lebih besar. Semua konsorsium memiliki koneksi dengan pimpinan politik yang berkuasa serta kepentingan ekonomi berbasis di Jakarta, dan mencerminkan sifat besarnya kontrak pemerintah yang diberikan di bawah pemerintahan Orde Baru Indonesia, ” tulis Anton Lucas dan Arief W. Djati dalam makalah ‘Proyek Mata Air Umbulan’.4 Diperlukan lebih dari 40 tahun sejak Pemerintah nasional kali pertama mengeksplorasi potensi mata air Umbulan untuk mengatasi berbagai isu terkait pembangunan infrastruktur negara. Proses tender berlangsung selama empat tahun dari awal 2012 hingga Februari 2016. Persiapan awal dilaksanakan Desember 2015 ketika Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen untuk menyediakan Dana Dukungan Infrastruktur (Viability Gap 4
Id.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Funding atau VGF, dukungan dana tunai dari Pemerintah kepada proyek infrastruktur untuk meningkatkan daya saing Kerjasama Pemerintah dan Swasta atau KPS) maksimum 49 persen dari nilai proyek. VGF diserahkan kepada Pemerintah Jawa Timur pada saat upacara di Surabaya. Ucap Bambang Brodjonegoro, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Keuangan, pada saat acara “…Ini adalah momennya, karena dengan VGF artinya resmi bahwa proyek ini menjadi PPP [public private partnership]. VGF ini nantinya menjadi support case pusat kepada pengelola supaya swasta yang masuk ke sana tidak perlu takut dengan risikonya,” katanya.5 Akhirnya, dengan skema KPS, Pemerintah Indonesia meluncurkan Proyek Sistem Pasokan Air Minum Umbulan (disebut sebagai “Proyek Umbulan” selanjutnya) dengan nilai total Rp 2,05 triliun pada 21 Juli 2016. Kerjasama akan dijalankan atas mekanisme Bangun, Guna, Serah (BOT, Build, Operate, Transfer) selama 25 tahun selanjutnya. Kontrak KPS ditandatangani oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) mewakili sektor publik. Sektor swasta diwakili oleh sebuah konsorsium, PT Meta Adhya Tirta Umbulan, sebuah usaha patungan antara PT Medco Energi International dan PT Bangun Cipta Kontraktor. Konsorsium tersebut diberikan hak konsesi dari Pemerintah untuk merancang dan membangun (sampai dengan 2019) serta selanjutnya mengoperasikan dan memelihara Proyek Umbulan selama 25 tahun selanjutnya. “Ini luar biasa, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kalau tidak ada dukungan dari Menko, Menteri PUPera, Menteri Keuangan, mungkin harga air minum per meter kubik Rp 6.600. Kita tidak mampu membelinya. Pemerintah telah menetapkan harga yang terjangkau yaitu Rp 2.400 per meter kubik,” kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo saat upacara penandatanganan.6 Pada hari yang sama, konsorsium tersebut dan Pemerintah Indonesia juga menandatangani kontrak dengan Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Umbulan merupakan proyek air minum berbasis daerah pertama yang memperoleh jaminan pemerintah melalui PT PII. Perusahaan pembiayaan milik negara lainnya, 5 6
Bisnis.com, 12 Agustus 2015 Kompas online, 21 Juli 2016
Kotak 1: Rincian Kerjasama Proyek Umbulan • Biaya – Rp 2,05 triliun • Dana Dukungan Infrastruktur (VGF – Rp 818 milyar) • Kontribusi APBN – Rp 300 milyar (untuk memenuhi biaya tambahan PDAM) • Pembiayaan Swasta – Rp 932 milyar (PT Medco Energi International 70%, PT Bangun Cipta Kontraktor 30%) Berdasarkan Struktur Pembayaran Ketersediaan • Periode – 25 tahun • Modalitas – Bangun, Guna, Serah • Panjang pipa – 93,7 km
Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) juga telah ditunjuk untuk memberi dukungan dalam persiapan proyek dengan berbagai pemangku kepentingannya. (Lihat Kotak 1 untuk detail kerjasama.) Ketika pembangunan selesai pada 2019, diharapkan pipa transmisi sepanjang kurang lebih 93 kilometer akan menghubungkan 1,3 juta penduduk atau sekitar 260.000 rumah tangga (di seluruh Pasuruan [Kota dan Kabupaten], Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, dan Kabupaten Gresik) agar dapat mengakses air minum Umbulan untuk kebutuhan minum harian. Kelayakan Usaha di Balik KPS Konsep KPS untuk Proyek Umbulan pertama kali dikembangkan oleh tim dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) pada tahun 2000. Tim tersebut menilai prospek proyek infrastruktur besar ini melalui tiga skema pendanaan—Pemerintah, KPS, atau sepenuhnya swasta. Hasilnya menunjukkan bahwa model yang paling tepat adalah KPS, di mana sektor swasta akan menanggung biaya konstruksi yang besar dan diberikan hak untuk merancang dan melakukan pembangunan untuk suatu periode, sementara Pemerintah berwenang penuh atas keseluruhan produksi dan distribusi air 105
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Penandatanganan kesepakatan KPS untuk Proyek Sistem Pasokan Air Minum Umbulan oleh Pemerintah Indonesia dan pihak swasta pada 21 Juli 2016. -Atas perkenan Kemenkeu
minum. Pemerintah juga akan menetapkan standar layanan minimum dan tarif yang terjangkau bagi pelanggan setelah fasilitas siap beroperasi. Keputusan Presiden no. 67 Tahun 2005 selanjutnya mengatur kemitraan antara Pemerintah dan sektor swasta dalam penyediaan infrastruktur, dan memberikan dasar hukum yang kuat untuk model KPS Umbulan. Bappenas dan KemenPU menunjuk Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didanai oleh Pemerintah Australia pada 2009 untuk menyusun rincian skema KPS untuk Umbulan. Para anggota tim dan konsultan IndII merancang model Kelayakan Usaha (Business Case), yang juga berfungsi sebagai studi prakelayakan yang menilai potensi model KPS di Indonesia (lihat Kotak 2). Selain memberikan analisis teknis, konsep Kelayakan Usaha dari IndII menggarisbawahi kebutuhan akan dukungan modal dari Pemerintah Indonesia (selanjutnya terwujud dalam bentuk VGF) dan peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan untuk perusahaan-perusahaan daerah air minum (PDAM). Setelah IndII menyelesaikan usulan konsep Kelayakan Usaha dan rekomendasi model KPS untuk Umbulan, IndII memfasilitasi Nota Kesepahaman (MoU) antara KemenPU dan Pemerintah Jawa Timur. MoU tersebut memfasilitasi kerjasama antara kedua belah pihak dalam pengembangan dan pengoperasian jangka panjang 106
Proyek Umbulan, termasuk distribusi air minum Umbulan ke lima PDAM yang dinominasikan. Perjanjian Kerjasama yang merinci setiap tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah ditandatangani Maret 2010. Seiring dengan ini, proyek Umbulan yang diusulkan kembali menjadi sorotan. Pada 2010, Umbulan disebut sebagai satu dari “lima besar” proyek percontohan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Fokusnya adalah terhadap skema KPS Umbulan—yang merupakan pertama dari jenisnya di Indonesia. Kampanye KPS bergerak maju dengan kekuatan penuh pada tahun itu, mencari mitra potensial sektor swasta. IndII menyelesaikan pekerjaannya pada awal 2011 dan mengalihkan upayanya kepada PT SMI. Pada Mei 2011, tim SMI dipimpin Darwin T Djajawinata, Direktur Pengembangan Proyek & Advisory, didampingi Delano Dalo, Manajer Proyek, and Boy Aditya, Manajer Proyek Associate, bersiap memberi dukungan teknis (TA, technical assistance) kepada Pemerintah Jawa Timur sementara mereka bergerak maju bersama Proyek Umbulan. “Ketika kami tiba, proses studi pra-kelayakan dan prakualifikasi telah selesai dilakukan. Kami siap untuk melanjutkan dengan proses penawaran,” ucap Delano. Dalam upaya memfasilitasi proses penawaran sampai dengan pemenuhan pembiayaan (financial close) untuk
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Proyek Umbulan, tim SMI juga bertanggung jawab untuk mengkoordinir pemangku kepentingan proyek di lima kota/kabupaten ke mana suatu hari air minum Umbulan akan mengalir—mulai dari anggota DPRD, PDAM, hingga pengguna akhir (anggota masyarakat). Delano mengamati, “Proyek ini cukup menantang dalam hal tingkat kompleksitas pemangku kepentingan dan struktur. Kami melakukan konsultasi publik dan diskusi kelompok terfokus di setiap wilayah target dengan pemimpin dan anggota masyarakat. Rangkaian kegiatan ini, pada akhirnya, memungkinkan kami untuk menghitung harga air minum yang terjangkau.” Kelayakan, kelayakan perbankan (bankabilitas), dan kepatuhan adalah prinsip-prinsip utama yang PT SMI upayakan dalam Proyek Umbulan. Dalam mencapai prinsip-prinsip tersebut, PT SMI menghargai dua faktor pendukung yang memungkinkan mereka memfasilitasi proses kerjasama dengan lancar. Pertama, komitmen kuat dari Gubernur Jawa Timur dalam membangun semangat kerjasama. “Kepemimpinannya kuat, tegas, dan tepat waktu dalam menyelesaikan tugas. Yang terpenting, kerjasama berlangsung secara egaliter, tidak dengan mentalitas atasan dan bawahan,” Delano menjelaskan. Selanjutnya, komitmen ini merupakan komitmen bersama seluruh kantor gubernur, dari atas ke bawah. “Setiap orang bekerja dengan ‘roh’ yang sama. Tanpa pandangan seperti ini, tidak mungkin kami dapat mengatasi semua isu,” Delano menambahkan. Kedua, kesiapan peluncuran Proyek Umbulan juga terwujud karena rancangan skema KPS yang didukung IndII. Meski dokumen Kelayakan Usaha awal yang dikonsepkan IndII kemudian dimodifikasi oleh pemangku kepentingan di masing-masing tingkat nasional dan Pemerintah Jawa Timur, dokumen tersebut merupakan dokumen konkret yang digunakan sebagai dasar untuk skema KPS saat ini (lihat Kotak 3). Struktur keuangan Proyek Umbulan kemudian memenangkan Project Finance Award 2014 dalam Forum Kepemimpinan Infrastruktur Global (Global Infrastructure Leadership Forum) di New York.
Kotak 2: Apa Saja Yang Termasuk Dalam Konsep Kelayakan Usaha? Konsep Kelayakan Usaha (Business Case) yang disusun dengan dukungan IndII pada 2009 menguraikan: • Kebutuhan layanan • Analisis sosial dan lingkungan hidup • Isu-isu kepentingan umum • Analisis anggaran dan strategi pendanaan • Analisis ekonomi dan keuangan • Pelaksanaan dan pengaturan waktu • Strategi pengadaan • Koordinasi pemangku kepentingan • Asumsi dan hambatan kritis • Analisis dan manajemen risiko • Penjajakan minat pasar (market sounding) • Rekomendasi opsi KPS yang dipreferensikan Empat perusahaan konsultan dikerahkan untuk menyusun dokumen konsep Kelayakan Usaha: PT GHD Indonesia, WSE Consultancy (perusahaan teknik sektor air minum), Clayton Utz (konsultan hukum internasional), Makarim & Taira S. Law Firm (konsultan hukum nasional), dan Plenary Group (Singapore) Pte Ltd (bank investasi/penasihat keuangan). Konsep Kelayakan Usaha yang disusun oleh IndII merekomendasikan agar Proyek Umbulan dijalankan sebagai KPS karena: • Tujuan proyek yang ditetapkan dapat dicapai melalui KPS. • Pemerintah Indonesia, Pemerintah Jawa Timur, dan Pemda-Pemda terkait (Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Surabaya) serta masing-masing PDAM yang tampak mendukung proyek sebagai KPS. • Pasar hutang dalam negeri dan luar negeri serta pasar modal ekuitas tampak tertarik terhadap Proyek sebagai KPS. • Tidak terdapat alasan hukum atau struktural yang jelas mengapa proyek tidak dapat dijalankan sebagai KPS.
Boy Aditya mengakui pekerjaan IndII dalam membenahi 107
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 3: Struktur KPS Proyek Umbulan Berdasarkan Konsep Kelayakan Usaha IndII (Bawah) dan Versi Final oleh Pemerintah Indonesia (Atas)
Struktur Manajemen KPS Proyek Sistem Pasokan Air Minum Umbulan PEMERINTAH
Perjanjian Regress
PT SMI
Penyiapan Proyek
PPP
Kota Pasuruan
PEMPROV Jawa Timur
Penugasan PDAB
Kab. Sidoarjo
Kab. Gresik
Kapitalisasi
Pembayaran
Dukungan Pemkab/Pemkot
Perjanjian Penjaminan
IIGF
Badan Usaha
Perjanjian I Konsesi antara PJPK dan Badan Usaha
PDAB
Kota Surabaya
Dalam struktur proyek ini: • Perjanjian Konsesi mengatur hak & kewajiban PJPK dan Badan Usaha untuk BOT SPAM Umbulan tidak termasuk jual beli • Kewajiban pembayaran tarif diatur dalam Perjanjian Jual Beli Air Minum antara PDAB dan Badan Usaha • Dalam Perjanjian KPS juga diatur Jaminan PJPK kepada Badan Usaha atas gagal bayar PDAB
Dukungan Pembangunan Fisik
VGF
Kab. Pasuruan
Keterangan:
Cq. Men PU
Cq. Menkeu
Suplai Air Minum
Perjanjian II Penyediaan Air Curah antara PDAB dengan Badan Usaha Pembayaran Air Minum Perjanjian Jual Beli Air Curah antara PDAB dengan PDAM
5 PDAM
Skema Pengembangan Proyek KPS PJPK
Siap Menawarkan Proyek
Proposal Proyek KPS 1
Bappenas
Daftar Prioritas
Dana Lahan
4
PT SMI
5
Persiapan Proyek: • Studi Pra-kelayakan, • Struktur Pembiayaan, • Struktur Transaksi, dll.
Fasilitas Pengembangan Proyek
11 8
Evaluasi Proyek
2 Badan Investasi Nasional
Daftar Kebutuhan Infrastruktur
10 9
6
PT PII
• Promosi Proyek • Hubungan Investor
13 12 Persetujuan Final untuk Jaminan Pemerintah
Pembentukan Entitas Bertujuan Khusus (EBK) & Fasilitasi Izin
Koordinasi, Fasilitasi, dan Pemantauan oleh Tim Koordinasi untuk Pelaksanaan KPS 108
Pemenuhan Pembiayaan
7
3 Komitmen Pembiayaan Lahan
PIP
Penawaran & Penandatanganan 14 Kontrak Negosiasi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 4: Perjanjian Utama Kemitraan Pemerintah Swasta Umbulan dan Turunan-Turunannya
Perjanjian
Pemangku Kepentingan
Penjelasan Singkat
Gubernur Jawa Timur sebagai PJPK dengan Sektor Swasta
• Perjanjian yang mengatur pemberian hak kepada sektor swasta untuk membangun, membiayai, menggunakan, dan menyerahkan kembali fasilitas kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. • Fasilitas-fasilitas tersebut adalah: prasarana produksi, pipa transmisi, dan 18 titik pengambilan (off-take points) dalam bentuk meteran air di lima kabupaten/kota. • Perjanjian juga mengatur dukungan yang diberikan oleh Pemerintah kepada sektor swasta, termasuk dukungan kelayakan akuisisi lahan, perizinan, dll.
PDAB dengan Sektor Swasta
• Perjanjian ini merupakan turunan dari Perjanjian Kerjasama antara Gubernur Jawa Timur dan sektor swasta. • Perjanjian mengatur prosedur teknis distribusi air minum curah dan pembayaran langsung dari PDAB kepada sektor swasta.
PDAB dengan PDAM
• Perjanjian ini mengatur kewajiban PDAB untuk mendistribusikan air minum curah ke PDAM, dan kewajiban PDAM untuk menerima air minum dan membayar tarif.
Perjanjian Kemitraan Daerah
Gubernur Jawa Timur dengan Walikota Pasuruan (kota dan kabupaten), Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo
• Perjanjian ini mengatur komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyalurkan air minum curah ke kabupaten/kota dari Umbulan. • Pemda kabupaten/kota diharuskan menjamin dan mendukung PDAM dalam penerimaan dan pembayaran air minum curah.
Perjanjian Jaminan
PT PII dengan Sektor Swasta
• Perjanjian ini mengatur pemberian jaminan dari PT PII kepada sektor swasta terkait risiko-risiko PJPK, berdasarkan Perjanjian Kemitraan PJPK dengan sektor swasta.
Kemitraan Regress
Gubernur Jawa Timur dengan PT PII
• Perjanjian ini mengatur kewajiban pembayaran Jaminan PJPK kepada PT PII ketika prasarana penjaminan PT PII digunakan oleh sektor swasta.
Perjanjian Kemitraan (Bangun Guna Serah) mengenai Sistem Pasokan Air Minum
Penyediaan Air Minum Curah
109
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
skema KPS merupakan aset intrinsik yang telah mendorong transformasi pemahaman dan sikap pemangku kepentingan terhadap proyek berbasis KPS. “Dukungan dari program seperti IndII mendukung perkembangan pembangunan infrastruktur Indonesia. Pemerintah daerah (Pemda) kini memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap mekanisme KPS, mereka mengetahui bagaimana menyusun dokumen studi prakelayakan, yang kemudian mendukung mereka dalam memulai rekrutmen konsultan yang sesuai dan lainnya dalam tahap selanjutnya dari kemitraan ini.” Setelah menuntaskan pekerjaan untuk dokumen Kelayakan Usaha, IndII kemudian memberikan dukungan tambahan bagi Proyek Umbulan dan PT PII dalam bentuk penyusunan rencana-rencana bisnis komprehensif dan tata kelola pemerintahan yang baik untuk dua pembeli (offtakers) terbesar, yaitu PDAM yang akan menerima dan membayar air minum dari Umbulan untuk didistribusikan kepada penduduk: PDAM-PDAM di Surabaya dan Sidoarjo, untuk menjamin bahwa mereka dapat memenuhi kewajiban finansial mereka sebagaimana diwajibkan oleh Proyek Umbulan. Rencana-rencana bisnis ini diselesaikan atas nama PT PII dan penting untuk penerbitan jaminan proyek. Rencana selanjutnya adalah mendukung kedua PDAM tersebut dalam menilai dan menetapkan target realistis yang akan memungkinkan mereka untuk mencapai peningkatan jumlah sambungan air minum, dengan tarif yang sesuai dan berfokus pada penghasilan keuntungan. Dari Bujang Sampai Punya Cucu “Dari bujang sampai punya cucu,” demikian lontar canda sebagian orang di Jawa Timur seputar Proyek Umbulan; mengacu pada penantian panjang pelaksanaan proyek air minum tersebut. Selain alasan-alasan yang telah dijelaskan sebelumnya, satu faktor yang berkontribusi terhadap lamanya waktu penantian adalah kontroversi yang melingkupi peran sektor swasta dalam sektor air minum, atau dalam proyek sumber daya alam apapun di Indonesia. Untuk Umbulan, kontroversi diawali oleh gelombang protes atas praktik yang dijalankan perusahaan-perusahaan air minum kemasan, yang sampai tingkat tertentu 110
melarang masyarakat setempat untuk mengakses air minum Umbulan. Protes-protes tersebut kemudian dibawa ke pengadilan oleh kelompok aktivis dan organisasi masyarakat sipil, yang mengkritisinya sebagai komersialisasi sumber daya air dengan mengorbankan hak asasi manusia untuk mengakses air minum. Di tengah tekanan masyarakat yang semakin meningkat, Mahkamah Konstitusi Indonesia membatalkan UndangUndang no. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada 18 Februari 2015. Mahkamah Konstitusi kemudian memberlakukan kembali Undang-Undang no. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, yang melarang penggunaan air untuk tujuan-tujuan komersil. Perubahan ini tidak berdampak terhadap konsep KPS, yang secara jelas menetapkan peran sektor swasta untuk menjalankan kegiatan infrastruktur atas nama Pemda. “Sektor swasta bertanggung jawab untuk memastikan aliran air melalui pipa; bukan penggunaan air, maupun penjualan air,” ungkap kepala bidang kebijakan dan investasi IndII Lynton Ulrich, yang memimpin tim perancangan konsep KPS untuk proyek Umbulan. Meski demikian, perubahan undang-undang memang membawa pemangku kepentingan baru ke dalam skema KPS. Peraturan Pemerintah yang memberlakukan kembali UU no. 11 Tahun 1974, yaitu PP no. 122 Tahun 2015, menstandardisasi mekanisme di mana perusahaan pemerintah (nasional atau daerah, masing-masing BUMN atau BUMD) dapat bertindak atas nama Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan operasional bersama dengan sektor swasta. Dalam hal Umbulan, peran ini diserahkan oleh Pemerintah Jawa Timur kepada sebuah Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) di Surabaya. Sebagaimana tertuang dalam kontrak yang ditandatangani pada 21 Juli 2016, PDAB tersebut akan bertanggung jawab untuk menerima air minum curah yang dihasilkan melalui pipa yang dipasang oleh sektor swasta dan bertanggung jawab untuk membayar biaya yang disepakati. Pada gilirannya, PDAB tersebut akan mendistribusikan air minum curah ke lima PDAM sesuai dengan target tahunan mereka untuk penyerapan air minum dari Umbulan. PDAM-PDAM terkait akan membayar tarif yang disepakati
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
kepada PDAB. Perubahan peraturan juga memperkenalkan kosakata baru untuk KPS Umbulan. “Kami tidak lagi mengatakan ‘menjual dan membeli’ melainkan ‘penyediaan dan kompensasi’,” kata Kristanto Herustono, Direktur Keuangan PDAB. Untuk mencapai financial close (di mana realisasi pembiayaan kemudian diresmikan secara seremonial pada 30 Desember 2016), PDAB mengawasi perolehan perizinan yang diperlukan, akuisisi lahan (komitmen pembiayaan serta pendanaan), dan aspek-aspek konservasi wilayah penyerapan di lima pemerintahan kota dan kabupaten. Ini juga memerlukan koordinasi dengan mitra sektor swasta, yang bertanggungjawab untuk mengembangkan Rancangan Teknis Rinci (DED, Detailed Engineering Design). Sementara itu, PDAM-PDAM juga bersiap untuk menjalankan bagian mereka dalam Proyek Umbulan. Di Kabupaten Sidoarjo, PDAM Delta Tirta saat ini tengah merevisi rencana bisnis untuk memasukkan Proyek Umbulan ke dalam indikator-indikator target untuk periode 2016–2021. Dengan dukungan dari IndII, yang bekerja atas nama PT PII, rencana bisnis tersebut harus menjamin bahwa PDAM tersebut dapat melaksanakan perannya sebagai offtaker apabila ketiga PDAM lainnya (selain Kota Surabaya) tidak dapat menyerap atau membayar hak air minum mereka sebagaimana disepakati dalam kontrak. (Lihat Kotak 4 untuk perjanjian utama dan turunan untuk Proyek Umbulan.) “Kami optimis bahwa 100.000 sambungan akan tercapai lewat Proyek Umbulan,” ungkap Abd Basit Lao, Direktur pelaksana PDAM Delta Tirta. Saat ini, sekitar 32 persen rumah tangga di wilayah layanan tercakup oleh PDAM tersebut. Permintaan terhadap sumber-sumber air minum baru sangat tinggi. Air siap minum dari mata air Umbulan sebaiknya dialirkan melalui saluran pipa baru, daripada bercampur dengan saluran pipa yang telah ada, yang dapat berisiko menurunkan kualitas air minum.
dua potensi sumber lain, yaitu Krian dan Kalimati. PDAM tersebut juga berkoordinasi erat dengan sektor swasta dan PDAB terkait jaringan distribusi. Di samping itu, Umbulan adalah sumber mata air yang memberikan harapan kepada penduduk. Di Sidoarjo, air “gunung” dianggap lebih bernilai dibandingkan dengan air “tanah”. “Penduduk di sini membeli air yang mereka yakini diambil dari mata air dekat gunung. Mobil-mobil [tangki air] seluruhnya mengklaim bahwa air mereka berasal dari gunung,” kata Heru Firdausi, Direktur Layanan Pelanggan PDAM. Dengan tingkat ketertarikan ini, PDAM berharap agar segera sebagian besar interaksinya dengan pelanggan, melalui sarana-sarana seperti layanan sambungan telepon langsung (hotline) pelanggan dan upaya-upaya sosialisasi, akan difokuskan pada informasi mengenai Proyek Umbulan. Pada akhirnya, setiap orang menanti-nantikan hari ketika air minum Umbulan mengalir ke rumah mereka. “Itu akan menjadi hari yang luar biasa ketika air Umbulan pada akhirnya mengalir. Masyarakat sudah lama menantikannya. Sekarang, mari berharap segalanya akan berjalan sebagaimana direncanakan,” ujar Basit Lao.
Terima Kasih Atas dukungan Lynton Ulrich dan Nur Hayati (IndII), Arianto Wibowo (PT PII), tim proyek Umbulan (PT SMI), Rudy Prastiawan, dan kolega PDAM Delta di Sidoarjo, Jawa Timur dam penulisan artikel.
Selain Umbulan, PDAM Delta Tirta telah mengidentifikasi
111
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Keterlibatan Masyarakat
MENGENAI JALAN – MEMBANGUN KEPEDULIAN SEMUA ORANG Mira Renata | Communications Specialist
“Kalau ada orang yang mau menyeberang, beri dia jalan, berhentilah dahulu. Begitulah caranya kita saling menghormati satu sama lain.”
Vidia dan Jubaidah dari sekretariat FLLAJ (kiri, di trotoar), tengah menjalankan pemantauan reguler di titik bermasalah lalu lintas di salah satu ruas jalan di Lombok Barat. -Atas perkenan PRIM/IndII
Di suatu masa yang belum lama berlalu, layanan transportasi sehari-hari di Lombok sederhana namun memadai. Saat itu bemo kuning menjadi alat angkutan penumpang di Mataram, ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dengan kapasitas delapan hingga sepuluh tempat duduk, bemo kuning mampu mengangkut keluarga-keluarga di Mataram lengkap dengan tas belanjaan yang dipenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan bemo kuning, Anda dijamin tiba dengan selamat di tujuan. Ada juga cidomo, transportasi tradisional berupa gerobak yang ditarik kuda, yang berfungsi membawa ibu, bapak, dan anak-anak menjalankan kegiatan harian di sekitar lingkungan tempat tinggal. Untuk kelompok kecil atau 112
besar masyarakat Sasak, menumpang di bagian belakang truk bak terbuka kecil (pickup) menjadi salah satu alat angkutan yang populer. (Baca beberapa ungkapan dan cerita lainnya dalam Bagian Mosaik.) Selang beberapa waktu, bemo kuning dan cidomo berangsur-angsur menghilang. Truk pickup juga mulai menyandang reputasi buruk, sehingga polisi seringkali menghentikan truk-truk tersebut di tengah perjalanan. Sepeda motor dengan cepat memenuhi jalan di seluruh pulau. Sebagaimana halnya di sebagian besar daerah perdesaan di Indonesia, persepsi umum yang berkembang adalah bahwa sepeda motor relatif terjangkau dan mudah dikendarai, sehingga menarik bagi laki-laki, perempuan, maupun anak-anak.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Dewasa ini, angkutan bus yang tersisa hanya bus besar yang melayani rute dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya. Meski demikian, kondisi bus-bus tersebut semakin buruk belakangan ini. “Para penumpang seringkali tergencet di tempat duduk dengan barang bawaan mereka. Di tengah panas yang menyengat, penumpang laki-laki merokok di dalam bus sementara ibu-ibu duduk di dekat mereka sambil menggendong bayi, meski mereka berulang kali diminta mematikan rokoknya. Saya tidak heran jika banyak orang yang saat ini makin memilih sepeda motor, walaupun lebih rawan kecelakaan,” ujar Kasmiati, anggota senior lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada kesetaraan gender (LSM Annisa) di Lombok. Layanan sepeda motor (ojek) menjadi pilihan yang disukai oleh sebagian masyarakat Sasak, walaupun ongkos ojek lebih mahal dibandingkan dengan taksi. Lalu Prima Putra, wakil Majelis Adat Sasak menjelaskan, ”Ongkos ojek dari pusat kota menuju terminal bus mungkin mencapai Rp 30.000, sementara ongkos taksi hanya sekitar Rp 20.000. Tetapi karena adanya sanksi terhadap penggunaan truk terbuka untuk pengangkutan, banyak orang lebih memilih mengeluarkan uang lebih untuk membayar ojek dibandingkan dengan menggunakan taksi. Faktanya adalah orang Sasak tidak suka merasa terkurung di ruang tertutup seperti bus.”
Jubaidah dari secretariat RTTF berpartisipasi dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi pemeliharaan jalan di Sumbawa. -Atas perkenan PRIM/IndII
dahulu. Begitulah caranya kita saling menghormati satu sama lain).” Pengendara sepeda motor itu terdiam dan hanya menganggukkan kepala.
Persepsi ini hanya satu dari berbagai sikap yang berbeda-beda di antara masyarakat Sasak terhadap penggunaan jalan dan transportasi. Menurut banyak pengamat, perilaku pengemudi dan pengguna fasilitas angkutan yang berbahaya dan ugal-ugalan merupakan masalah utama di NTB. Kebiasaan merokok yang tidak pernah berhenti dalam angkutan umum, kebiasaan mengebut di jalan, dan kegagalan mematuhi rambu-rambu lalu lintas adalah beberapa contoh sikap buruk pengguna jalan. Bahkan sekarang ini tampaknya menjadi hal yang biasa ketika pengendara sepeda motor melontarkan kata-kata makian yang melecehkan pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan.
Kasmiati, Lalu Prima Putra, dan Nasrudin adalah anggota Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ, atau disingkat Forum) Provinsi NTB. Didirikan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang no. 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) no. 37 Tahun 2011, Forum kemudian dibentuk di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Forum mewakili semua unsur dalam masyarakat yang bertujuan untuk ikut serta dalam dialog produktif dan mengkoordinasi program peningkatan sektor jalan dan lalu lintas di wilayah terkait. Pada saat dibentuk di NTB sesuai dengan Keputusan Gubernur no. 634 Tahun 2010, semua 49 anggota Forum, mewakili sektor publik termasuk para akademisi. Forum tidak memiliki agenda atau rencana kegiatan yang jelas. Akibat kurangnya pendanaan operasional dan anggota yang tidak dapat menyelenggarakan pertemuan secara rutin (karena jadwal mereka yang padat di lembaga-lembaga pemerintah), Forum tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Perilaku semacam ini menjengkelkan Nasrudin, seorang jurnalis senior RRI di Mataram. Baru-baru ini ia memperingatkan seorang pengendara sepeda motor karena mengebut di jalan,” Lamun arak dengan lewat, bengliwat, itendot, iye care saling menghargai (Kalau ada orang yang mau menyeberang, beri dia jalan, berhentilah
Baru setelah Program Peningkatan dan Pengelolaan Jalan Raya Provinsi (PRIM, Provincial Road Improvement Maintenance), sebuah proyek Pemerintah Australia yang didukung oleh Indonesia Infrastructure Initiative (IndII), mengawali kegiatannya di NTB pada 2013, Forum mulai menghidupkan kembali kegiatannya. 113
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Fera menunjuk cakupan wilayah FLLAJ di sekretariat. -Atas perkenan PRIM/IndII
Pada awalnya, Konsultan Unit Implementasi Program (PIUC, Program Implementation Unit Consultant) dari PRIM melibatkan I Wayan Suteja dari Forum (mewakili Universitas Mataram) untuk memberikan masukan kepada alat perencanaan PRIM untuk belanja anggaran pemeliharaan jalan, yang bernama Sistem Manajemen Jalan Provinsi (PRMS, Provincial Road Management System). Dikembangkan oleh IndII untuk mendukung pemerintah daerah (Pemda) dalam memprioritaskan peningkatan jalan berdasarkan pertimbangan kondisi jalan, PRMS merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk menjamin intervensi dilakukan pada waktu yang tepat sebelum terjadi kerusakan yang serius. Dengan demikian, perangkat ini mendukung Pemda menghemat dana dalam jangka panjang, sambil tetap memelihara kondisi jalan yang memuaskan bagi pengguna. Dalam beberapa pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas PRMS, Wayan Suteja menyebutkan kondisi Forum provinsi yang tidak aktif dan potensi kontribusinya terhadap kegiatan PRIM apabila dilakukan revitalisasi. Menurutnya, yang terpenting untuk kebangkitan Forum adalah adanya sekretariat yang berfungsi, dengan ruang yang memadai sehingga anggota dan pemangku kepentingan dapat menyelenggarakan pertemuan, berdiskusi, dan mengembangkan rencana aksi untuk mendukung peningkatan jalan di provinsi tersebut.
114
“Untuk beberapa waktu, kami seperti organisasi tanpa arah. Anggota-anggota Forum, yang pada waktu itu sebagian besar terdiri atas pejabat pemerintah, terlalu sibuk untuk menghadiri rapat koordinasi. Ketika mereka mendelegasikan kehadiran kepada bawahan mereka, tidak ada jaminan bahwa suatu keputusan dapat segera disepakati atau digunakan bersama secara internal. Seringkali kami harus berulang kali mengingatkan kembali kesepakatan yang telah dicapai pada pertemuan sebelumnya karena peserta pertemuan terus berubah. Sementara itu, kami tidak memiliki lokasi yang tepat untuk menyelenggarakan pertemuan, sehingga semakin sulit untuk melakukan pengaturan,” kenang Wayan Teja, yang kemudian menjadi Ketua Kelompok Kerja di Forum. Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya mengintegrasikan unsur-unsur lain dalam masyarakat untuk mengambil peran yang lebih proaktif dalam menjalankan Forum secara teratur. Keprihatinan Wajan Teja juga dirasakan oleh tim PIUC di Mataram. Bahkan, kekhawatiran mengenai kelemahan Forum telah disuarakan oleh tim desain IndII PRIM sejak tahun 2012–2013 dan dimasukkan ke dalam dokumen desain program bulan Juni 2013. Kebangkitan Forum menjadi prioritas utama PRIM, karena pengawasan dan tekanan publik kepada otoritas jalan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kinerja mereka. Evaluasi lebih lanjut terhadap Forum oleh IndII dan PIUC berlangsung sejak Agustus 2013 dan seterusnya. Menindaklanjuti masukan dari Tim PIUC, Pemda sepakat untuk mengubah susunan keanggotaan, yang semula 90 persen pejabat pemerintah dan 10 persen sektor swasta/ anggota masyarakat (sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Gubernur no. 634 Tahun 2010) menjadi 50:50 untuk wakil pemerintah dan sektor swasta/masyarakat. Perubahan yang diterapkan pada Maret 2016 ini juga diikuti oleh pembentukan empat kelompok kerja Forum dengan empat tema besar terkait jalan dan transportasi, yaitu infrastruktur, keselamatan, pendidikan, dan hubungan masyarakat. Perubahan bertahap ini, yang diikuti dengan pembentukan dan perekrutan staf kantor sekretariat Forum provinsi yang terletak di salah satu gedung Dinas Perhubungan Provinsi (Dishub) Mataram, kemudian
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Contoh tampilan layar aplikasi Pemantauan Jalan Masyarakat. -Atas perkenan PRIM/IndII
mendapatkan dukungan lebih lanjut dari PRIM sejak 2014. Struktur dan fungsi keanggotaan Forum dan sekretariat yang secara keseluruhan baru, selanjutnya diintegrasikan ke dalam sistem Pemda dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur NTB no. 551.1.2377/2016 pada bulan Maret 2016. Untuk program tahunan pertama pada 2016, Forum mencatat 16 kegiatan termasuk dukungan yang berkelanjutan untuk PRMS, fasilitasi konsultasi publik di area kegiatan PRIM (Lombok dan Sumbawa), penyelenggaraan kampanye masyarakat mengenai keselamatan jalan, fasilitasi laporan masyarakat mengenai isu-isu terkait jalan kepada direktorat terkait, dan penggunaan situs internet untuk menyebarkan informasi. Pelaporan dan Penanggapan Fera baru saja menyelesaikan studi pascasarjana di bidang jalan di Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat, ketika seorang teman memasang lowongan di sekretariat Forum melalui Facebook. Sebagai orang Sumbawa, Fera sangat senang mendapati bahwa proyek tersebut mencakup jalanjalan di tingkat provinsi. Ini berarti ia dapat menerapkan pengalaman penelitiannya untuk pekerjaan ini—dan membantah stereotip mengenai partisipasi perempuan
Advertorial FLLAJ di surat kabar dengan nomor telepon hotline untuk melaporkan masalah lalu lintas. -Atas perkenan IndII
dalam sektor infrastruktur jalan. “Setiap pekerjaan terbuka untuk laki-laki dan perempuan. Setiap individu harus membuktikan kemampuannya. Sangat disayangkan persepsi umum yang mengaitkan pekerjaan teknis atau infrastruktur dengan laki-laki,” kata Fera. Fera mulai bekerja untuk Forum pada Maret 2016 sebagai anggota staf sekretariat untuk mengawasi dan memverifikasi laporan harian dari masyarakat. Masyarakat menggunakan saluran yang berbeda untuk memberikan pelaporan, termasuk nomor sambungan langsung (hotline) SMS Forum, email, Facebook, dan Twitter. Forum juga memantau pengaduan masyarakat dalam “Surat Pembaca” yang merupakan bagian dari surat kabar harian. Contoh pengaduan dan sumbernya dapat dilihat pada Kotak 1 dan 2. Tim Sekretariat memantau dan menyusun laporan tersebut setiap hari. Melalui koordinasi dengan pimpinan Forum, mereka kemudian mendistribusikan surat-surat resmi lengkap dengan informasi mengenai setiap masalah jalan yang dilaporkan kepada direktorat terkait. Direktorat, bukan Forum, yang akan mengambil tindakan tepat untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Oleh karena itu, penting bagi Forum untuk memfasilitasi tanggapan yang tepat terhadap laporan masyarakat dan
115
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
memberikan informasi melalui aplikasi ini. Aplikasi kedua adalah “FLLAJ NTB1” yang akan menangani pengaduan masyarakat, lokasi pengaduan, dan masyarakat juga dapat memantau tindak lanjut dari pengaduan tersebut. Peluncuran umum aplikasi akan dilakukan segera setelah pengujian selesai. Dalam waktu dekat, Forum akan mengkategorikan laporan masyarakat mengenai isu-isu jalan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai informasi, apabila kegiatan tertentu berdampak terhadap masyarakat umum; sebagai pengaduan, apabila kegiatan tertentu mempengaruhi baik lingkungan terdekat dari area yang bermasalah maupun masyarakat umum; dan sebagai keluhan, apabila kegiatan tertentu mempengaruhi semua aspek—individu yang melaporkan masalah, lingkungan terdekat dari area yang bermasalah, serta masyarakat umum. Forum bertanggung jawab untuk memverifikasi dua jenis laporan terakhir (pengaduan dan keluhan) sebelum memberikan bukti kepada direktorat terkait untuk mengambil tindakan. Untuk data yang dikategorikan sebagai informasi, fokus Forum adalah berbagi dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Tradisi Sasak mengiringi pengantin yang dikenal sebagai Nyongkolan, menjadi daya tarik bagi turis dan anggota masyarakat namun juga menyebabkan lalu lintas tersendat. -Atas perkenan IndII
mengatur koordinasi dengan pemangku kepentingan. “Saat ini kami sedang mengembangkan aplikasi telepon genggam (berbasis Android) bagi pengguna untuk mentransfer pengkinian data jalan secara daring. Apabila aplikasi ini telah siap, mereka akan mendukung Forum dalam memproses laporan dengan lebih cepat dan mengatur koordinasi langsung dengan pemangku kepentingan terkait,” jelas Fera. Pengujian pertama dari aplikasi tersebut, beserta platform situs web interaktif untuk menerima dan menanggapi data waktu riil (real time data) dijadwalkan untuk berlangsung pada 21 November 2016. Aplikasi pertama (Pemantauan Jalan Masyarakat, atau Road Community Monitoring) sedang dikembangkan bekerjasama dengan Pulse Lab dan akan memberikan informasi mengenai pekerjaan jalan yang sedang berlangsung. Anggota masyarakat dapat
Sekretariat Forum juga bekerjasama dengan media untuk mempromosikan keberadaan dan kegiatannya di NTB. Iklan rutin dengan nomor hotline Forum dipasang setiap hari di halaman pertama Lombok Post. Pada 20 Oktober 2016, sebuah gelar wicara (talk show) dengan anggota Forum untuk memperkenalkan Forum ditayangkan. Beberapa sesi gelar wicara juga telah dijadwalkan untuk beberapa bulan berikutnya.
1 FLLAJ or Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan is the RTTF name in Bahasa Indonesia.
Kotak 1: Data Statistik Bulanan mengenai Informasi Publik yang Diterima oleh FLLAJ dan Tindak Lanjut Yang Telah Diselesaikan Bulan/2016
116
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUNI
JULI
AGUS
SEP
OKT
Jumlah Laporan dari Masyarakat: Informasi/Aduan/ Keluhan
1
11
10
9
29
9
4
14
10
2
Tindak Lanjut yang Diselesaikan oleh Forum (melalui surat dan informasi kepada masing-masing pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan)
1
8
9
8
29
9
4
14
4
0
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 2: Kompilasi Data Statistik dari Saluran Komunikasi yang Digunakan oleh Masyarakat untuk Menghubungi FLLAJ Saluran/Sumber Daya
Angka Total:
Pusat SMS
Kunjungan ke Kantor Forum
4
17
WhatsApp
Media Cetak (kolom surat dari pembaca kepada editor)
E-Mail
Facebook
Website
Lainnya (Instagram, info langsung kepada pihak terkait, dan arsip)
2
43
3
1
4
27
Dengan dukungan dari PRIM, anggota Forum mengadakan survei di Pulau Lombok dan Sumbawa mengenai 13 titik rawan kecelakaan (blackspots) dan permasalahan terkait lalu lintas (titik masalah). Survei terhadap 13 titik ini, termasuk kemacetan ruas jalan “Simpang 4 Tanah Haji” di Mataram, harus selesai pada akhir November 2016. Analisis berikutnya akan dilaksanakan melalui kerjasama dengan Universitas Mataram. Publikasi hasil studi mengenai titik masalah dan titik rawan akan digunakan untuk mendukung pemangku kepentingan pemerintah, dalam hal ini Ditlantas Polda, untuk menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan jalan di area bermasalah yang teridentifikasi. Ke Mana Jalan Mengarah Sesuai dengan pedoman dari Pemerintah Indonesia mengenai pembentukan Forum baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, tim PIUC saat ini bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di Lombok Barat untuk membentuk sebuah Forum percontohan yang berbasis di kabupaten. Saat artikel ini ditulis pada November 2016, struktur koordinasi antara Forum provinsi dan kabupaten masih dalam pembahasan. Forum percontohan di kabupaten direncanakan akan beroperasi pada awal 2017. Rencana ini juga sejalan dengan harapan agar Forum provinsi akan mendukung dalam penyelarasan kegiatan Pemda antara Gubernur dan Walikota. Wayan Suteja mencatat bahwa, “Setelah kunjungan kami ke Bandung Command Center, kami mempelajari pentingnya agar semua pemangku kepentingan menerima data pada waktu yang sama. Alih-alih mengandalkan birokrasi korespondensi tradisional sebagaimana yang kami praktikkan saat ini, kami yakin pemangku kepentingan akan memberikan tanggapan lebih cepat dengan data
waktu riil (real time data). Kami harap Forum akan mengikuti arahan Bandung Command Center.” Sementara itu, tim Forum akan tetap mensosialisasikan agendanya untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai keberadaan dan peran Forum. Tim tersebut menyelenggarakan pendidikan keselamatan di jalan di beberapa sekolah menengah pertama dan menengah atas di Mataram, dengan target sekitar 700 pelajar selama November–Desember 2016. Seiring dengan hampir berakhirnya tahun ketiga dari program lima tahun PRIM di NTB, penting untuk menggarisbawahi bahwa PRIM dirancang terutama untuk meningkatkan jaringan jalan bagi setiap pengguna, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka melalui aksesibilitas yang lebih baik dan peningkatan perekonomian setempat. Sejauh ini, hasil yang dicapai di Lombok menunjukkan bahwa banyak ruas jalan dengan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum pelaksanaan PRIM pada 2012. Keberhasilan PRIM terletak pada diterapkannya kombinasi insentif finansial yang harus dibayarkan terhadap kinerja yang baik dan perubahan dalam tingkat pengawasan publik dan menggunakan tekanan masyarakat melalui Forum, yang bekerja dengan baik dalam menstimulasi budaya pelayanan publik dan kerjasama tim. Karena hasil dan pencapaian PRIM yang menggembirakan ini, Pemerintah Pusat sangat ingin meniru pendekatan yang diterapkan PRIM, termasuk peran aktif Forum, di seluruh unit pemerintah provinsi dan kabupaten lainnya. Rencana terbaru adalah mempersiapkan tiga provinsi dan tiga kabupaten lainnya selama 2017 untuk mengikuti program nasional baru pada 2018. Diharapkan agar keberhasilan Forum di NTB dalam mendukung peningkatan jalan daerah dapat ditiru di seluruh wilayah Indonesia. 117
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Mosaik – Apa Kata Anggota Forum
L. Prima Putra
(Majelis Adat Suku Sasak)
Salah satu tradisi suku Sasak yang masih bertahan hingga saat ini adalah Nyongkolan, sebuah prosesi pernikahan di mana mempelai perempuan dan pria diarak di sepanjang jalan untuk mengunjungi keluarga mempelai perempuan diiringi musik dan tarian, disertai oleh sanak saudara dan tetangga mereka. Meski menjadi daya tarik bagi turis, prosesi ini tidak jarang menimbulkan keluhan karena kerumunan orang banyak bisa tidak terkendali dan menyebabkan kemacetan lalu lintas sehingga menghambat pengguna jalan lainnya. “Kami sudah berkali-kali membahas isu Nyongkolan ini di rapat-rapat Forum. Pembahasan dan rapatrapat yang diadakan oleh pemangku kepentingan lainnya telah menghasilkan suatu draf peraturan yang bertujuan untuk mengatur penggunaan jalan selama prosesi dengan lebih baik,” kata Lalu Prima Putra. Isu utama terkait nilai-nilai masyarakat suku Sasak, sebagaimana halnya masyarakat tradisional lain di seluruh Indonesia, terletak pada hubungan spasial-sosial yang hidup berdampingan dengan satuan administratif yang dibentuk pemerintah beserta perangkat peraturan. “Sejak Undang-Undang no. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa berlaku, peran tau loka (penasihat senior adat) berangsur-angsur terpinggirkan. Saat ini, setiap desa adat menafsirkan tradisi Nyongkolan dengan cara masing-masing. Musik dangdut yang erotis, misalnya, telah menggantikan gendang beleq (gendang tradisional) dalam proses iringan. Hal ini kemudian menimbulkan masalah yang seharusnya tidak terjadi di jalan,” ujar Prima Putra. Prima Putra yakin bahwa pepatah kuno mengenai pentingnya keselarasan antara tradisi dan agama dalam kehidupan desa masih tetap relevan hingga saat ini. Pepatah itu berbunyi: “Agama betalejak, betekenlan, betatah adat” (adat mengikat, mewadahi, dan mengornamentasi kehidupan beragama masyarakat). Selama rapat-rapat Forum dengan pemangku kepentingan, ia juga menyatakan keprihatinannya mengenai desain bus baru yang direncanakan akan diluncurkan oleh Pemerintah NTB. Misalnya, posisi penumpang yang berdiri di bus (menggunakan pegangan tangan) akan saling berdesakan satu sama lain. Kebiasaan merokok sebagian besar penumpang pria juga sulit untuk diubah karena banyak pemuka masyarakat/agama yang tetap dengan kebiasaan merokok mereka di tempat umum. Melakukan perubahan perilaku merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh Forum.
118
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Nurhaidin
(Ketua IMI, [Ikatan Motor Indonesia Provinsi NTB)
IMI telah menorehkan sejarah panjang di Indonesia. Asosiasi ini telah diakui secara luas oleh organisasiorganisasi global yang berkaitan dengan olahraga bermotor termasuk Federation International De l’Automobile (FIA). IMI merupakan pendukung setia kampanye global FIA mengenai Aksi Keselamatan Jalan yang memobilisasi komunitas olahraga bermotor untuk mempromosikan pesan keselamatan jalan. IMI merupakan kolaborator yang cocok dalam Forum ini, untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya keselamatan di jalan serta menjamin semakin meningkatnya mobilitas sosial masyarakat. “Minggu lalu (22–23 Oktober 2016), kami menyelenggarakan kejuaraan reli sepeda motor bersamaan dengan kampanye keselamatan di jalan. Kami membagikan manual berkendara yang aman kepada semua pengunjung yang hadir. Manual ini berisi tip-tip praktis untuk mengoperasikan kendaraan secara cerdas, terampil, dan aman,” kata Nurhaidin (“Edo”). IMI menunjukkan kepada Forum pentingnya pendidikan bagi masyarakat. “Misalnya, aturan belok kiri jalan terus, mengalami perubahan berdasarkan Undang-Undang no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; pengemudi harus menunggu aba-aba lampu lalu lintas dan tidak bisa langsung belok kiri sebagaimana diatur dalam undang-undang sebelumnya. Tidak banyak orang yang menyadari perubahan aturan ini, yang menandakan perlunya sosialisasi lebih lanjut. Pemerintah juga perlu menjamin bahwa lampu lalu lintas berfungsi dengan baik,” tambah Edo. Lebih lanjut ia mendorong Forum untuk melibatkan semua pemangku kepentingan agar melakukan pendidikan umum bagi masyarakat (khususnya generasi muda) dan menerapkan langkah-langkah proporsional dalam hal sanksi. Seorang pengemudi yang lupa membawa SIM harus diperlakukan berbeda dengan mereka yang tidak memelihara perlengkapan kendaraannya dengan baik. Penerapan sanksi tidak selalu menimbulkan kesadaran akan pentingnya keselamatan di jalan. Menurutnya para orang tua juga harus memainkan peran lebih besar dalam menentukan standar mengemudi yang aman. “Sayangnya banyak orang tua yang terlalu sibuk untuk mengantar jemput anak-anak mereka di sekolah dan mereka membiarkan anak-anak tersebut mengendarai sepeda motor tanpa pengawasan di usia yang sangat muda.” Edo berharap agar di masa yang akan datang, Forum akan terus mempromosikan eksistensinya kepada kelompok sasaran yang lebih luas. Informasi yang transparan mengenai anggaran dan kegiatan sasaran Forum juga perlu dibuat agar lebih mudah diakses. Ia juga berharap agar Forum menanggapi berbagai isu terkait jalan secara lebih cepat, akurat, dan efisien.
119
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
H. Muharrar Iqbal
(Sekretaris Kelompok Kerja dan Perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama)
Memahami nilai paternalistik masyarakat Lombok, Sekretaris Kelompok Kerja, Muharrar Iqbal yang juga mewakili Forum Kerukunan Umat Beragama mengadakan pertemuan dengan 15 guru Islam untuk menyusun teks khutbah Jumatan yang berisi pesan terkait keselamatan di jalan. Kompilasi dari 30 khutbah tersebut akan dipublikasikan dalam bentuk buku pada akhir tahun 2016. Buku tersebut rencananya akan disebarluaskan dan didistribusikan oleh Forum dan perwakilan dari Ditlantas. Mereka akan mengunjungi masjid yang berbeda setiap Jumat. “Dalam Islam, ketaatan tidak terbatas pada ibadah, beramal, dan menjadi haji saja. Memelihara jalan juga menjadi bagian dari ketaatan kami; demikian juga dengan menyingkirkan kerikil dari jalan. Itulah sebabnya kita memerlukan tuan guru (otoritas senior/pemuka agama) untuk berbagi pesan tentang keselamatan di jalan agar didengar oleh semakin banyak orang,” ujarnya. Di sela-sela jadwal yang sibuk, Muharrar Iqbal menulis kolom editorial atau kolom keagamaan untuk surat kabar harian di NTB. Ia menyisipkan pesanpesan terkait pentingnya keselamatan di jalan melalui tulisannya karena meyakini bahwa media merupakan cara yang efektif untuk menjangkau masyarakat. Menurut Iqbal, tantangan terbesar untuk Forum adalah bagaimana menerjemahkan keselamatan di jalan dan pemeliharaan jalan menjadi suatu gerakan yang akan mengubah pola pikir dan perilaku anggota masyarakat. “Untuk saat ini, kami melihat bahwa banyak anggota masyarakat yang tidak lagi menggunakan jalan untuk mengeringkan hasil panen mereka. Dengan berlakunya Keputusan Gubernur yang ada, saya yakin Forum dapat melakukan lebih banyak hal untuk mengorganisir, mengkoordinasikan, dan mempromosikan peningkatan jalan, termasuk perilaku pengguna jalan.”
120
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kasmiati
(LSM Daerah dalam bidang Pemberdayaan Perempuan, Anissa)
Ketika Kasmiati menerima undangan untuk menghadiri pertemuan Forum yang pertama pada pertengahan 2016, ia merasa tertarik bahwa sebuah forum infrastruktur jalan juga mencakup perspektif gender. “Tentu saja penting dan menarik untuk membahas isu-isu gender dalam kegiatan semacam ini. Apa pun isu yang ada, kita perlu mengikutsertakan berbagai perspektif termasuk gender, disabilitas, dan anak-anak,” ujar Kasmiati. Ia menekankan bahwa pendidikan bagi generasi muda dalam upaya meningkatkan perilaku pengguna jalan di NTB mendesak untuk segera dilakukan. “Sebagian besar (generasi muda) tidak menyadari manfaat dan dampak dari kepatuhan terhadap rambu-rambu lalu lintas. Saya pernah menegur seorang pengendara sepeda motor yang masih muda karena menyerobot kendaraan lain seolah-olah ia sedang tergesa-gesa untuk mencapai tempat kerja. Menjawab teguran tersebut, si pengendara menyatakan sebenarnya ia tidak sedang tergesa-gesa. Ia berkilah bahwa memang beginilah caranya mengendarai sepeda motor! Jelas ini merupakan tanggung jawab kita sebagai orang tua dan guru untuk memastikan agar anak-anak seperti ini memahami pentingnya berkendara yang baik dan aman.” Walaupun cukup lazim bagi perempuan berpenghasilan rendah untuk melakukan pekerjaan padat karya di beberapa daerah di Indonesia, Kasmiati menggarisbawahi bahwa isu yang terpenting adalah menjamin nilainilai kesetaraan gender terakomodasi dalam pekerjaan itu sendiri. “Tidak ada pekerjaan untuk perempuan atau pekerjaan untuk pria. Yang lebih penting adalah bagaimana menjamin bahwa perempuan menerima upah yang setara dengan pria manakala mereka melakukan pekerjaan yang sama. Sebagian besar pekerja perempuan di Lombok berasal dari keluarga miskin dan dengan demikian tidak memiliki pilihan kerja yang banyak. Jika bisa memilih, menurut saya mereka tidak akan bekerja di jalan di bawah teriknya matahari. Baik juga jika para kontraktor dapat menyediakan perlengkapan yang mereka butuhkan seperti topi, masker, dan perangkat darurat yang tepat.” Untuk informasi lebih lanjut baca Catatan Gender.
121
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Amir Muslim and Lalu Mustiadi (Kepala Kantor Cabang dan Pengemudi, Perusahaan Taksi Blue Bird)
Sejak Keputusan Gubernur tentang Forum diluncurkan pada Maret 2016, Amir Muslim telah menerima beberapa undangan untuk mengikuti rapat Forum mewakili perusahaan Blue Bird, salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia dan “pemain” baru dalam bidang operator transportasi swasta di tingkat provinsi. “Saya belum menemukan Forum yang sama di daerah lain selain di Lombok. Forum ini sangat bermanfaat, khususnya karena kita perlu memberikan pendidikan kepada lebih banyak anggota masyarakat agar menjadi pengguna jalan yang lebih baik. Perlu dipasang lebih banyak rambu lalu lintas di jalan dengan penjelasan kepada masyarakat. Semoga hal ini dapat difasilitasi oleh Forum dengan pemangku kepentingan terkait,” kata Amir Muslim. Sementara itu, walaupun belum mendengar mengenai Forum atau membaca iklan di surat kabar mengenai nomor sambungan langsung (hotline) SMS tersebut, Lalu Mustiadi, salah seorang pengemudi Blue Bird sangat antusias mendengar mengenai kegiatan Forum. “Saya harap Forum dapat mendukung komitmen Pemerintah untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan semua penumpang, termasuk wisatawan. Sebagai pengemudi, kami adalah pelayan masyarakat dan kami gembira jika penumpang (wisatawan) memperoleh pengalaman yang menyenangkan ketika berada di sini,” ujar Mustiadi.
122
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Nasrudin
(Sekretaris Asosiasi Jurnalis Indonesia dan Jurnalis Senior Radio Republik Indonesia di NTB)
Sebagai wakil dari elemen media, Nasrudin mengamati hubungan strategis yang dapat dieksplorasi antara Forum dan jaringan media. Sebagai seorang jurnalis senior yang saat ini bekerja untuk jaringan radio negara (RRI, Radio Republik Indonesia) serta sekretaris Asosiasi Jurnalis Indonesia di NTB, Nasrudin menekankan pentingnya melibatkan media untuk mempromosikan fungsi Forum dan pesan-pesan penting Forum. “Kerjasama dengan media ini mencakup media cetak dan online, tidak hanya terbatas pada RRI. Marilah kita mencari peluang untuk melakukan dialog publik di semua saluran, tidak hanya berfokus pada kolom iklan (berbayar). Kami telah membangun kesadaran keselamatan di jalan sebagai sebuah gerakan, menjauhkan diri dari pola pikir yang berorientasi pada proyek. Upaya bersama perlu dilakukan di seluruh platform media dan Forum,” Nasrudin menjelaskan. Ia juga merekomendasikan agar sekretariat Forum menyelenggarakan rapat informal lebih sering dengan media dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Selanjutnya, Nasrudin mendorong Forum untuk memanfaatkan karakter paternalistik masyarakat Lombok dalam menjalankan kegiatan. “Pernyataan dari seorang tuan guru untuk publikasi teks salat Jumat berisi pesan keselamatan di jalan akan mudah diterima secara luas.” Bagi Nasrudin, Forum adalah media yang baik untuk semua anggota untuk menumbuhkan hubungan masyarakat, membagikan perspektif dan membangun kesadaran mengenai pentingnya keselamatan di jalan dengan masyarakat yang lebih luas. Ia berharap agar Forum dapat memberikan pendidikan lebih banyak kepada masyarakat untuk meningkatkan perilaku pengguna jalan seperti menghormati pejalan kaki yang menggunakan zebra cross.
123
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Rudi Razak
(Pengamat Isu Transportasi)
Sebelum menjalankan perannya sebagai pengamat transportasi dan dosen di Universitas Muhammadiyah, Rudi Razak bekerja di Dinas PU. Ia menilai Forum sebagai sesuatu yang positif sebagai perpanjangan tangan pemerintah provinsi untuk mengatasi keluhan masyarakat melalui koordinasi dengan pemerintah di tingkat kabupaten. Sebagian besar faktor penting untuk mengurangi jumlah kecelakaan di jalan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keselamatan di jalan. Ia mengutip catatan Ditlantas bahwa hingga hari ini (Oktober 2016, saat wawancara berlangsung), 395 orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas, 60 persen di antaranya melibatkan kendaraan roda dua. “Terlalu mudah bagi masyarakat untuk membeli sepeda motor. Sebagian besar bahkan tidak merasa perlu untuk memiliki SIM.” Selain mempromosikan pesan keselamatan di jalan melalui gelar wicara dan radio, Rudi juga mewakili Forum untuk ikut ambil bagian merencanakan Kawasan Tertib Lantas (KTL) di tingkat kabupaten/kota yang akan diluncurkan pada bulan November 2016. “Forum mendukung NTB untuk ikut serta dalam kompetisi nasional KTL. Hal ini juga selaras dengan target untuk mengurangi 50 persen kecelakaan lalu lintas pada 2030 sebagaimana digariskan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar Forum menghidupkan kembali rencana bupati sebelumnya, Tuan Guru Haji Ahyar Abduh untuk menjadikan wacana Mataram Bersepeda. “Rencana ini merupakan alternatif yang lebih baik untuk mengurangi kecelakaan sepeda motor. Kondisi jalan di Mataram cukup baik, semua dibangun dengan aspal hot-mix, walaupun di beberapa bagian agak sempit. Setelah KTL diberlakukan, dengan rambu-rambu lalu lintas dan garis kuning pemisah antara pengendara sepeda motor dan kendaraan lain, semoga Mataram Bersepeda bisa segera menjadi kenyataan,” harap Rudi.
124
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Catatan Gender Kegiatan PRIM di Lombok “Jika ingin tahu ketangguhan perempuan Lombok, lihatlah bagaimana mereka bertahan setelah peristiwa 171,” kata Dian Aryani, anggota presidium nasional Koalisi Perempuan Indonesia yang berbasis di NTB. Aryani merujuk 171 pada meluasnya kekerasan bernuansa agama pada 17 Januari 2000 terhadap kaum non-Muslim yang merontokkan industri pariwisata di Lombok. Kerusuhan tersebut kemudian diiringi oleh dampak bom Bali pada 2002 serta melambatnya seluruh perekonomian nasional. Akibatnya tidak hanya berimbas bagi mereka yang bekerja di industri perhotelan melainkan juga pedagang kecil, pedagang di pantai, bengkel mebel, dan sektor pariwisata lain. Pengangguran yang dilaporkan oleh responden di desa dalam studi yang dilakukan oleh Universitas Mataram2 sejak Oktober 2002–Mei 2003 mencapai 78 persen di seluruh wilayah Lombok, termasuk 100 persen di Lombok Tengah dan 83 persen di Lombok Barat. Akibatnya penghasilan masyarakat merosot hingga 93 persen di Lombok Tengah dan 96 persen di Lombok Barat.3 Perempuan selalu menjadi tulang punggung dalam keluarga miskin di seluruh Indonesia. Suramnya kondisi perekonomian setelah peristiwa 171 memaksa mereka melakukan pekerjaan apa pun yang tersedia—sehingga meningkatkan angka statistik perempuan sebagai tenaga buruh dan pekerja migran (TKI, Tenaga Kerja Indonesia). Sejarah panjang kemiskinan, lebih lanjut, menyebabkan pernikahan anak diterima secara luas. Di desa Pemongkong, kabupaten Jerowaru, Lombok Timur, banyak anak gadis berusia antara 12–15 tahun yang telah menikah dan memiliki anak pada usia subur mereka.4 “Banyak dari perkawinan dini berakhir dengan perceraian dan lagi-lagi, kondisi ini memaksa perempuan untuk membesarkan anak-anak mereka dan mencari pekerjaan di luar desa mereka guna menghidupi keluarga mereka,” jelas Aryani. Meski demikian, jenis pekerjaan tersebut tidak pernah menjadi isu gender. “Merupakan hal yang lazim bagi perempuan untuk bekerja sebagai tenaga buruh di Bali Beyond the Tragedy: Impact and Challenges for Tourism – Led Development in Indonesia, UNDP – World Bank Report, pg 25 3 ibid 4 http://www.thejakartapost.com/news/2016/01/24/too-young-marry.html 2
Salmah menyapu jalan untuk mendapat tambahan pemasukan. -Atas perkenan IndII
industri konstruksi, misalnya. Mereka mungkin tidak memiliki keterampilan untuk menjadi tukang, yang biasanya adalah bidang laki-laki. Sebaliknya, sebagian besar perempuan tersebut bekerja sebagai peladen (buruh kasar yang tanggung jawab utamanya adalah memindahkan bahan bangunan dari truk ke lokasi). Jika mereka memiliki keterampilan minimal, sebagian besar bisa menjadi asisten tukang,” Aryani menjelaskan. Lebih lanjut, masalah riil yang timbul berkaitan dengan upah yang setara antara perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Selama bertugas di Lombok, Aryani telah menyaksikan beberapa contoh pengupahan yang tidak setara untuk perempuan. Ketidaksetaraan ini semakin dipertajam oleh kenyataan bahwa perempuan 125
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
merasa kondisi fisik mereka yang “lebih lemah” dibanding laki-laki menjadikan perbedaan pembayaran ini sebagai suatu hal yang dapat diterima. “Bahkan ketika keduanya sama-sama bekerja sebagai peladen, dengan kecepatan dan beban yang sama,” tambahnya. Kusmadianto, pengawas lapangan dari salah satu perusahaan kontraktor PRIM, mencatat bahwa banyak dari antara pekerja perempuan tersebut yang sangat rajin, mempraktikkan keterampilan baru untuk menjadi tukang seperti melakukan finishing beton atau memoles permukaan beton, setelah bekerja. “Mandor kadang-kadang melatih mereka. Apabila si mandor melihat bahwa buruh perempuan tersebut mampu, maka ia akan menaikkan posisinya dari peladen menjadi asisten tukang,” tambahnya. Sejak PRIM memulai kegiatan di provinsi NTB, beberapa perusahaan kontraktor telah didorong agar mendukung perempuan untuk melamar di lowongan posisi yang tersedia. Kontraktor tersebut juga menjamin bahwa perempuan menerima upah yang sama karena gaji dibagikan oleh mandor (dengan mengisi formulir absen dan tanda tangan pekerja yang dikembalikan kepada kontraktor). Banyak perempuan yang juga melamar untuk lowongan di proyek pekerjaan jalan usai musim panen (beras dan tembakau). Di bulan-bulan tertentu, akan terdapat lebih sedikit pekerja perempuan. “Mereka tentu lebih memilih untuk melakukan pekerjaan panen karena bersifat lebih rutin dan dapat diandalkan. Selain itu, suasananya seperti keluarga besar, dengan pemilik lahan membawakan makanan untuk semua pekerja saat istirahat untuk makan siang bersama. Mereka juga dapat beristirahat di tempat teduh,” jelas Kusmadianto. Tersedianya lapangan pekerjaan di sektor jalan telah memberi pilihan bagi perempuan untuk menyokong kebutuhan keluarga mereka. Sesuai dengan Indeks Pembangunan Manusia yang dilaporkan oleh UNDP tahun 2015, NTB merupakan provinsi dengan indeks pembangunan gender terendah kedua (33 dari 34 provinsi). Angka ini mencerminkan fakta bahwa upaya untuk mencapai kesetaraan dalam hal partisipasi, akses, serta manfaat di antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pembangunan masih sangat rendah. Oleh 126
karena itu, dorongan agar perempuan terlibat dalam pekerjaan infrastruktur seperti PRIM memberikan lebih banyak peluang serta opsi kepada perempuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka, dan dengan demikian memicu perkembangan gender di NTB. “Walau secara umum perempuan di Lombok mampu bekerja sebagai buruh, ada beberapa norma dan nilai sosial yang menghalangi mereka untuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian, inisiatif PRIM dan kontraktor juga turut membangun kesadaran kesetaraan gender, khususnya dalam sektor infrastruktur,” ujar Eko Utomo, Gender Officer IndII. Salah seorang pekerja perempuan yang direkrut oleh PRIM, Salmah, dengan senang hati menjalankan pekerjaan membersihkan jalan dari potongan rumput setelah pekerja laki-laki usai memotong rumput di trotoar sepanjang area Kuta. “Saya menerima upah Rp 50.000 sehari. Uang ini sangat berarti untuk membantu keluarga saya. Anak laki-laki saya yang sulung juga bekerja di sini memotong rumput. Suami saya membuka warung dengan penghasilan sekitar Rp 20.000–30.000 sehari,” Salmah menjelaskan mengenai pekerjaannya. Salmah dan dua perempuan lainnya serta puluhan lakilaki menempuh perjalanan dengan truk terbuka dari desa mereka di Banyumulek, Kediri, sebuah desa yang terkenal karena kerajinan tangan dan keramiknya. Salmah sendiri adalah seorang pengrajin yang terampil. Akan tetapi, pemasukan dari kerajinan tidak stabil. “Saya ingin bisa terus bekerja dan mengumpulkan lebih banyak uang untuk anak-anak saya. Anak kedua saya masih di SMP dan yang bungsu masih berusia tiga tahun. Harapan saya keduanya bisa selesai sekolah. Semoga mereka tidak berakhir seperti anak sulung saya, yang terpaksa berhenti sekolah karena kami tidak mampu membayar biaya pendidikan,” tutur Salmah.
Terima Kasih Atas dukungan Lalu Sahabuddin (PIUC), Hatta Latief (PRIM), Robert Hardy (IndII) dan rekan-rekan Sekretariat FLLAJ di Lombok, NTB dalam penulisan artikel.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Kepemimpinan Pemerintah Daerah
AIR MINUM DAN SANITASI – MENINGKATKAN AKSESIBILITAS UNTUK KOTA YANG LEBIH SEHAT Eleonora Bergita | Senior Communications Officer
Dengan dukungan Pemerintah Australia, Kota Palembang telah melakukan langkah besar dalam layanan penyediaan air minum dan sanitasi untuk masyarakat, di tengah berbagai tantangan dalam prosesnya. Dengan penambahan 12.000 sambungan air minum untuk rumah tangga berpenghasilan rendah selama beberapa tahun terakhir (yang menyediakan akses air minum untuk 97 persen penduduknya) dan infrastruktur saluran air limbah perkotaan berskala besar yang sedang dibangun, Pemerintah Palembang menjamin kehidupan yang lebih sehat untuk setiap warganya. Di mana letak kunci keberhasilan kota ini? Tidak diragukan, banyak faktor yang mendukung keberhasilannya. Dua faktor yang berperan utama yaitu pentingnya memperoleh komitmen dari pejabat tinggi seperti Walikota dan Ketua Bappeda serta dukungan mereka sejak awal tentang air minum dan sanitasi sebagai sarana untuk meningkatkan kesehatan masyarakat serta perlunya berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan yang lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan meminta dukungan mereka.
Walikota Harnojoyo mengkonfirmasi komitmen Pemerintah Kota Palembang untuk menyediakan akses air minum dan sanitasi yang lebih baik bagi masyarakat. -Atas perkenan IndII
127
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tabel 1: Jumlah Sambungan Air Minum Rumah Tangga Terkait Program Hibah Air Minum di Palembang 2009 Total sambungan rumah tangga Kenaikan dari tahun sebelumnya Sambungan yang Didanai oleh Hibah Air Minum Sambungan yang disubsidi dari anggaran Pemerintah Indonesia Kenaikan jumlah pelanggan dari program lain
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Catatan
142.651
157.665
178.006
200.285
224.065
244.425
257.189
n/a
13.288
15.014
20.341
22.279
23.780
20.360
12.764
n/a
1.991
4.009
2.050
3.950
-
-
13.288
-
13.023
-
16.332
-
-
22.279
-
21.730
-
16.410
-
Total: 12.000 sambungan rumah tangga
Total sambungan 1.313 yang disubsidi APBN: 1.313 11.451
n/a
Sumber: Erwin Adyanto, ST, Ketua Program Hibah Air Minum, PDAM Tirta Musi
Di sektor air minum, Pemerintah Australia dan Indonesia menjalin kemitraan lewat hibah berbasis hasil melalui Hibah Air Minum. Program Hibah tersebut memberi dukungan bagi 35 kota dan daerah, termasuk Palembang, apabila mereka berhasil mencapai tonggak penting seperti sambungan air minum baru untuk penduduk berpenghasilan rendah (lihat Tabel 1). Palembang dinilai telah memenuhi sasaran nasional Pemerintah Indonesia terkait Akses Universal 2019 (yaitu 100 persen akses terhadap air minum; 0 persen daerah kumuh; dan 100 persen akses terhadap sanitasi yang lebih baik). Menyadari bahwa Hibah Air Minum mendukung pencapaian sasaran di Palembang, Harnojoyo, walikota Palembang yang terkenal sebagai seorang pekerja keras dan visioner, mendukung program ini sejak Hibah diluncurkan pada 2010. Pada saat itu, Harnojoyo adalah Ketua DPRD. Ia menjabat sebagai Ketua selama periode 2009–2014, setelah menjadi anggota DPRD sejak 2004. Saat terpilih sebagai Walikota pada September 2015, ia menekankan perlunya pemahaman yang baik mengenai hubungan antara pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD. Menurutnya hubungan itu sama dengan hubungan antara CEO dan pemegang saham di perusahaan swasta: “Kami memiliki tujuan yang sama, 128
yaitu melayani kebutuhan masyarakat Palembang. Oleh sebab itu, kita perlu menjalin komunikasi yang baik. Keberhasilan program-program strategis akan tercapai apabila Pemda dapat menjelaskannya dengan baik kepada DPRD.” Sejak menjadi anggota DPRD, Harnojoyo selalu beranggapan bahwa air minum dan sanitasi merupakan hal penting dalam pembangunan kota, karena merupakan kebutuhan mendasar bagi kesehatan manusia. “[Akses terhadap] air minum sebagai faktor penentu kesehatan yang utama, disusul oleh lingkungan yang sehat, merupakan kebutuhan dasar di mana pun manusia tinggal,” jelasnya. Dukungan DPRD sangat penting dalam pelaksanaan Hibah Air Minum, karena program tersebut mewajibkan daerah membelanjakan dananya sendiri untuk membangun sambungan air minum. Dukungan DPRD diperlukan dalam pengalokasian dana pembangunan infrastruktur baru dalam anggaran Pemda. (Hibah dari Kementerian Keuangan akan dibayarkan kembali kepada Pemda setelah verifikasi hasil.) Berkat Hibah tersebut, 6.000 sambungan baru dibangun sepanjang 2010–2012, dan 6.000 sambungan berikutnya pada 2013–2014.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Untuk mempertahankan kemajuan yang mengesankan ini tantangan yang harus dihadapi tidak ringan. Beruntung Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Palembang telah mencapai peringkat keuangan yang “sehat” sejak 2008. PDAM Tirta Musi dianggap sebagai PDAM “terbaik” di Sumatera Selatan dalam hal kontribusi pendapatan untuk Pemda. Namun, PDAM menghadapi defisit produksi air baku sebesar 321 liter per detik, sehingga menjadikannya sulit untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat yang telah mencapai 2.000 liter/detik. Untuk menanggapi hal ini, Pemda telah mengembangkan rencana di sektor air minum, yaitu: memutakhirkan Instalasi Pengolahan Air Minum Ogan 1 untuk meningkatkan kapasitas produksi dan membangun fasilitas baru, yaitu Fasilitas Pengolahan Air Minum Ogan 2 dan Gandung. Meski demikian, diperlukan dana untuk membiayai pembangunan ini. Pemda berharap dukungan dapat diperoleh setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden no. 29 Tahun 2009 (Perpres 29) yang mengikat bank umum dan PDAM berbasis pemulihan biaya melalui mekanisme jaminan berisiko rendah bagi bank pemberi kredit dan memberikan subsidi suku bunga sampai dengan 5 persen. Sayangnya, ketika Pemda Palembang sedang mempersiapkan persyaratan Perpres 29, program tersebut akan dihentikan pada 2018. Momentum kesuksesan Hibah Air Minum tersebut membuahkan hasil yang berlanjut. Menyadari pentingnya akses terhadap air minum dan melalui kerjasama dengan semua pemangku kepentingan, Walikota Harnojoyo, berhasil mengarahkan pemangku kepentingan untuk menemukan solusi: ia mengusulkan agar PDAM mencari pinjaman dari bank umum untuk menutup biaya tersebut. “Kondisi keuangan PDAM kami cukup baik. Bank dapat memberi pinjaman kepada PDAM sampai dengan sebesar Rp 900 miliar. Ini bisnis yang baik karena PDAM dapat membayar kembali utang tersebut.” Berkat visi dan kepemimpinan Harnojoyo, Pemerintah Palembang yakin mampu terus mencapai kemajuan dalam melayani kebutuhan masyarakat akan akses terhadap air minum. Bagaimana halnya dengan sanitasi? Sejak awal, infrastruktur untuk sanitasi lebih sulit untuk “dijual”
Dukungan masyarakat juga penting bagi program sAIIG. -Atas perkenan IndII
dibandingkan dengan infrastruktur untuk air minum. Para pejabat memahami bahwa konstituen mereka menghargai kemudahan, penghematan biaya, dan manfaat kesehatan dari akses terhadap air minum. Tetapi mereka menjadi skeptis ketika dihadapkan pada perlunya fasilitas sanitasi, yang mungkin dianggap sebagai kegiatan berbiaya mahal yang tidak banyak memberikan manfaat langsung. Sama halnya dengan Hibah Air Minum, Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) berbentuk hibah berbasis hasil. Program sAIIG mendukung Pemda untuk mempersiapkan proyek-proyek infrastruktur yang sesuai yang akan dibiayai terlebih dahulu oleh Pemda. Setelah pekerjaan selesai, Pemda akan menerima penggantian biaya dari Menteri Keuangan melalui mekanisme penerusan hibah untuk sebagian biaya mereka, berdasarkan terpenuhinya hasil yang disepakati lewat proses verifikasi. Mungkin karena masyarakat tidak menganggap nilai pengeluaran untuk sanitasi sama dengan pengeluaran untuk air minum, Pemda Palembang mengalami kesulitan dalam mencari dukungan untuk sAIIG. Meski demikian, program tersebut akhirnya diluncurkan pada 2015 dan berhasil membangun fasilitas pengolahan air limbah 129
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
mencari solusinya.” Program tambahan IndII dalam bentuk “Hari Kesadaran Sanitasi,” juga telah mendorong mengembangkan dukungan untuk infrastruktur sanitasi, memobilisasi pejabat penting seperti Ketua Bappeda. Pada saat yang sama program sAIIG membangun fasilitas berskala kecil, Palembang telah menjalankan program saluran air limbah perkotaan berskala besar. Upaya ini merupakan bentuk kemitraan antara Pemerintah Australia, yang menyediakan dana sebesar A$ 45 juta; Pemerintah Indonesia, yang menyumbang dana sebesar A$ 32,8; dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Pemda Palembang, yang bersama-sama memberikan kontribusi sebesar A$ 31,1 juta. Sumber daya ini digunakan untuk mengembangkan rencana induk dan rancangan teknis rinci (detailed engineering design), serta membangun infrastruktur. Infrastruktur pembuangan air limbah yang baru akan membuka 12.000 sambungan pembuangan air limbah rumah tangga. Hingga lebih dari 50.000 rumah tangga akan dilengkapi dengan mekanisme pengurasan septik tank (menguras, membuang endapan, dan membersihkan tangki, kemudian mengolah isinya di fasilitas pengolahan air limbah).
Keluarga di Kota Palembang kini menikmati air minum yang sehat melalui Program Hibah Air Minum. -Atas perkenan IndII
berskala kecil untuk rumah tangga yang tidak dapat dijangkau oleh program air limbah perkotaan. Program ini mengalami kekurangan pembiayaan pada Tahap 1, tetapi Walikota yakin bahwa kekurangan ini akan dapat diperbaiki pada Tahap 2. Menurut Harnojoyo, “Saya tetap memantau program ini. Bersama dengan staf, kami selalu mengadakan pertemuan untuk membahas isu tersebut, kadang-kadang lebih dari tiga kali sehari dan saya mendesak mereka untuk terus maju. Kami belajar bagaimana melaksanakan program ini dengan lebih baik dan ketika menghadapi masalah, kami mencoba untuk
130
Program ini akan membuat sungai dan parit menjadi lebih bersih dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Harnojoyo menambahkan, “Atas nama Pemda kami berterima kasih kepada Pemerintah Australia dan Indonesia. Kami sangat menghargai perhatian dan komitmen untuk mencapai sanitasi yang lebih baik. Target kami adalah memastikan agar generasi yang akan datang dapat tumbuh sehat dan cerdas.” Pemda membuktikan komitmennya terhadap program pembangunan saluran air limbah dengan membentuk sebuah lembaga baru, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum untuk mengelola program tersebut. UPT juga melaksanakan sAIIG dan mengembangkan divisi saluran air limbah di lingkungan PDAM Tirta Musi, yang merupakan operator sebenarnya dari fasilitas tersebut.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Harnojoyo dan beberapa pihak lain mengakui bahwa pengelolaan aspek-aspek teknis infrastruktur sanitasi saja tidak menjamin bahwa penduduk akan memperoleh manfaat sepenuhnya dari fasilitas tersebut. Upaya sosialisasi lingkungan hidup—mendidik dan memotivasi anggota masyarakat untuk membersihkan lingkungan hidup mereka dan menjaga kebersihan—merupakan aspek yang tidak kalah krusial. Harnojoyo sendiri bekerja tanpa kenal lelah untuk memberikan inspirasi kepada penduduk Palembang, mulai dari anak-anak sekolah. Ia meminta agar semua pelajar membersihkan sekolah mereka pada hari Sabtu dan ia melakukan kunjungan-kunjungan untuk berbicara langsung dengan anak-anak dan memeriksa kemajuan program ini. Jika dilihatnya ada guru yang tidak peduli, ia mendesak mereka untuk ikut serta dalam program ini. Pada hari Minggu, Harnojoyo bekerja bakti bahu-membahu dengan penduduk Palembang, membersihkan bantaran sungai, parit, dan tepi jalan. Foto-foto yang menunjukkan upaya bersama ini terlihat memenuhi akun Instagramnya. Upayanya tidak berhenti: Muhammad Toyib, salah satu ketua RT di kota mengungkapkan bahwa Walikota Palembang telah mengunjungi daerahnya dan membantu kegiatan bersih-bersih tidak kurang dari tiga kali.
Meski berbagai prestasi telah tercapai, Harnojoyo baru saja memulai kiprahnya. Ia memiliki berbagai gagasan untuk masa depan. Ia bermaksud meminta Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung sosialisasi upaya kesehatan; mengundang universitas-universitas untuk berpartisipasi dalam program pembangunan desa; mendorong warga perempuan untuk membersihkan taman kota sambil menunggu anak-anak mereka bermain; dan mengadakan perlombaan antar kabupaten tiga tahun sekali. Menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor kunci, ia bermaksud melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pengelolaan air limbah. “Kita perlu melakukan sosialisasi lebih sering lagi tentang dampak pembuangan air limbah,” ia meyakinkan. Harnojoyo optimis terhadap upaya kota Palembang untuk mewujudkan kesehatan, kebersihan, dan sanitasi yang baik untuk penduduk. “Saya mencintai pekerjaan saya dan konsisten dengan apa yang saya lakukan. Insya Allah, apa pun tantangan yang kita hadapi dapat kita atasi melalui kerjasama,” ujarnya.
131
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kisah Inspiratif I Keterlibatan Masyarakat
BERJUANG UNTUK MENJADI YANG TERBAIK DALAM SEKTOR AIR MINUM PERDESAAN JAWA TIMUR Eleonora Bergita I Senior Communications Officer Tim Ravis I Impact Evaluation Advisor
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya penting untuk meningkatkan akses yang berkelanjutan terhadap air minum di wilayah perdesaan. Namun, karena banyak masyarakat berada di daerah perdesaan, ambisi ini terbukti berada di luar kapasitas PDAM. Sebagai akibatnya, perhatian beralih pada organisasi berbasis masyarakat (CBO, community-based organization) dalam penyediaan air minum. CBO ini membangun, memelihara, dan mengelola infrastruktur air minum di tingkat desa. Ribuan CBO seperti ini telah dibentuk, menyediakan sumber air minum yang lebih baik bagi jutaan penduduk Indonesia. Mengakui keberhasilan upaya ini, Pemerintah bekerjasama dengan mitra-mitra internasional untuk mendukung organisasi-organisasi masyarakat ini. Sayyid Muhammad dan stafnya dari CBO Sumber Maron, Kabupaten Malang, saat ini menyediakan layanan air minum bagi lebih dari 1980 rumah tangga. -Atas perkenan IndII
132
Salah satu upaya tersebut adalah kegiatan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) “Pemutakhiran Layanan Air Leding Berbasis Masyarakat dengan Dukungan Sektor Swasta” (CBO PSP, Upgrading Community-Based Piped Water Services with Private Sector Support). Diresmikan dalam kemitraan dengan Program Air Minum dan Sanitasi (WSP, Water and Sanitation Program) Bank Dunia, proyek ini bertujuan untuk mendukung peningkatan layanan air minum perdesaan Indonesia yang berkelanjutan dengan
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
mendukung CBO dengan skema pembiayaan dan program yang baru. IndII mendukung CBO untuk meningkatkan kemampuan mereka mengakses pembiayaan dari bank komersial. Ini mendukung mereka dalam memperluas dan memutakhirkan layanan mereka di luar batasan pendanaan pemerintah daerah (Pemda). Selama enam tahun terakhir program CBO, telah tercapai banyak keberhasilan. Berikut ini hanya dua kisah dari Jawa Timur yang diharapkan akan memberikan inspirasi bagi yang lainnya. Sumber Maron (Malang) Bahkan sebelum program CBO PSP IndII yang didukung oleh Bank Dunia dimulai pada 2010, desa Karangsuko telah menerima hibah dari proyek Kegiatan Air Bersih dan Sanitasi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (WSLIC-2, Water Supply and Sanitation for Low Income Community) Bank Dunia. Dengan pendanaan ini, Sumber Maron dapat membangun sistem air minum yang membantu keseluruhan desa untuk mengakses air minum. Hanya dalam dua tahun, layanan kemudian diperluas ke desa tetangga Gondanglegi Kulon. Sebelum dibentuknya CBO pada 2005, air minum sulit untuk didapatkan. Kepala desa, Sayyid Muhammad mengatakan bahwa sebagian besar air digunakan untuk mengairi sawah-sawah setempat, menyisakan sedikit air untuk minum, mencuci, dan memasak. Kekurangan air minum juga menciptakan masalah kesehatan serta jumlah kasus iritasi kulit dan diare yang tinggi. Permasalahan sosial terkait air minum juga meluas, didorong oleh konflik terkait akses untuk memperoleh sumber daya yang terbatas. Ketika program CBO PSP pertama kali diperkenalkan pada lokakarya di Malang, Sayyid tidak terkesan— lagipula, Sumber Maron telah menghasilkan begitu banyak pencapaian dengan dukungan Bank Dunia dan universitas-universitas setempat. Baru belakangan Sayyid menjadi pendukung terbuka dari skema tersebut. Pada awalnya Sayyid dan koleganya takut bahwa meskipun terdapat akses untuk memanfaatkan keahlian IndII, mereka tidak akan dapat membayar kembali pinjaman swasta. Mereka tidak menyadari bahwa
Sayyid Muhammad dan pembangkit listrik bertenaga mikrohidro yang didanai bank swasta. -Atas perkenan IndII
program tersebut akan memungkinkan mereka untuk mengambil keuntungan dari perundang-undangan dan peraturan tambahan yang baru, yang mengizinkan mereka untuk menjadi lembaga yang diakui secara hukum dan organisasi yang lebih profesional. Dengan dukungan program CBO IndII, Sumber Maron memperoleh pembiayaan untuk membangun pembangkit listrik mikro hidro dengan kapasitas 35 kilowatt. Sistem senilai Rp 408 juta tersebut, 70 persen didanai oleh pinjaman yang diberikan melalui dua bank swasta nasional, dengan selanjutnya 10 persen dari hibah modal dari IndII, dan 20 persen dari pembiayaan sendiri. Pembangkit listrik mikro hidro saat ini berfungsi dengan baik. Pembangkit listrik mikro hidro telah menurunkan biaya listrik CBO hingga sekitar 90 persen dan menjangkau hampir 2.000 rumah tangga. Waduk yang memasok pembangkit listrik tersebut telah menjadi wilayah rekreasi lokal di Malang, yang menarik ribuan pengunjung setiap bulannya dan menghasilkan pemasukan yang signifikan bagi berbagai pedagang. “Saya sangat senang banyak orang telah mendapatkan pekerjaan dari hasil kerja kami,” Sayyid mengatakan. Selain lapangan pekerjaan, wilayah rekreasi tersebut menghasilkan pemasukan untuk desa yang bersangkutan—20 persen dari pendapatan masuk ke Pemda dan 5 persen masuk ke CBO. 133
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
saya adalah tidak meletakkan keputusan bagi masyarakat hanya di tangan saya, tetapi melibatkan pemangku kepentingan lain, yang mendukung kami dan dapat mempengaruhi masyarakat,” Sayyid mengatakan. Ia berharap regenerasi dalam CBO-nya akan menjamin kelangsungannya.
Panggeng Siswadi dan staf CBO Tirto Agung, Kabupaten Lamongan, kini telah memperluas jangkauan layanan air minum ke empat desa di Kabupaten Lamongan. -Atas perkenan IndII.
Transformasi ini tercapai melalui serangkaian modul pelatihan bagi staf yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dasar usaha. Staf CBO diberikan pelatihan akuntansi, penagihan, arus kas, prosedur operasional tetap, dan banyak lagi. Proyek ini juga mendorong staf memahami struktur biaya dan cara mengalokasikan biaya operasional untuk menutup pemeliharaan sistem yang berkelanjutan. Selanjutnya, hasil lain proyek ini adalah kemampuan untuk staf membuat laporan keuangan mereka sendiri yang transparan dan akuntabel karena mereka mengejar pembiayaan swasta. Meski memperoleh kompetensi keterampilan usaha yang diperlukan dan melakukan perubahan struktural penting untuk keberhasilan CBO, status hukum baru dari organisasi juga sangat penting untuk memungkinkan mereka untuk mengakses pinjaman bank. Pengalaman ini menciptakan peluang kemitraan lebih lanjut antara CBO dan bank-bank swasta. Sebagaimana dicatat oleh Sayyid, “Setelah program, bank-bank kemudian mengenal kami dengan lebih baik, dan menjadi lebih mudah bagi kami untuk meminta pinjaman baru guna memperbaiki CBO kami. Belakangan ini bank-bank bahkan melakukan pendekatan agar kami meminjam kembali.” Kepemimpinan Sayyid telah menjadi fitur penting keberhasilan Sumber Maron. “Kunci gaya kepemimpinan 134
Keberhasilan CBO PSP untuk Sumber Maron berkembang hingga menjangkau tidak hanya desa Karangsuko. CBO menyuplai desa-desa tetangga dan CBO lain di daerah tersebut meminta dukungan serta keahlian serupa untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja mereka. Meski program untuk Sumber Maron berakhir pada 2015, peningkatan terus berlanjut dan meluas hingga menjangkau tidak hanya sektor air minum. Dengan bekerja erat bersama pemuka agama di desa, misalnya, Sayyid dan CBO telah mengadakan sistem asuransi. Demikian pula, bidan dipekerjakan oleh CBO dan asuransi kesehatan ditawarkan kepada remaja dan lansia. Tirto Agung (Lamongan) CBO lain yang telah berhasil mengambil keuntungan dari CBO PSP adalah Tirto Agung di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sebelum CBO tersebut dikembangkan, masyarakat desa Tlanak dan tetangga-tetangganya menghadapi kesulitan untuk mendapatkan air minum. Di musim kemarau, penduduk desa menghabiskan waktu berjam-jam mencari air minum—terkadang hingga tengah malam atau bahkan lebih. Pemda telah mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan mendirikan PDAM untuk menyediakan layanan tetapi tutup setelah satu tahun beroperasi. Diperlukan solusi yang lebih terlokalisir. Ketika ia tiba di Lamongan datang dari bagian lain Jawa Timur, pada awal 1990-an, Panggeng Siswadi mengenali masalah-masalah penduduk Tlanak yang disebabkan oleh kekurangan air minum. Mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan, ia menyatakan bahwa masyarakat perlu bekerjasama dan mengumpulkan dana untuk mengembangkan infrastruktur air minum yang lebih baik. Didirikan pada 2007, di bawah kemudi Panggeng, tujuan pertama dari CBO tersebut adalah untuk mengakuisisi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
lahan di sekitar sumber air minum yang dekat dengan Tlanak. Ini dilakukan dengan hibah dari program WSLIC Bank Dunia. Meski demikian, setelah berhasil membeli lahan tersebut, dana hibah yang tersisa hanya menutup lima dari sembilan kilometer pipa yang diperlukan untuk membawa air minum ke Tlanak dan desa-desa tetangga yang telah bergabung dalam CBO tersebut. Ketika perluasan jaringan terhenti setelah infrastruktur baru mencapai Tlanak, penduduk desa-desa tetangga, menolak sistem air minum yang telah mereka bayarkan, mulai berteriak meminta uang mereka kembali. Tirto Agung pada awalnya berencana untuk membiayai pipa yang tersisa dengan investor swasta, tetapi ketika ia tidak dapat memenuhi janji-janjinya, investor pun kemudian pergi. Putus asa, manajemen CBO pada akhirnya menggunakan iuran pelanggan untuk membayar perluasan langsung di muka. Meskipun sambungan dibuat, pembiayaan masih belum cukup untuk instalasi infrastruktur yang diperlukan untuk membawa air minum ke masing-masing rumah tangga pada setiap saat. CBO terpaksa membagi waktu antara aliran puncak dan ringan ke semua desa untuk menjamin kecukupan pasokan untuk satu hari penuh. Panggeng merasa tidak puas. Ketika ia melakukan pendekatan kepada Kepala Seksi Air Minum pada badan perencanaan daerah sehubungan dengan perluasan layanan ke desa-desa lain dan penyediaan layanan 24 jam, ia diberitahukan mengenai program CBO IndII. Ia dan timnya terkesan dengan apa yang mereka dengar pada acara sosialisasi dan permohonan untuk dukungan mereka selanjutnya disetujui. Meski pada awalnya sulit untuk secara konsisten memenuhi persyaratan program CBO PSP, program tersebut terbukti merupakan anugerah bagi Tirto Agung. Mereka tidak hanya dapat berhasil mengajukan pinjaman bank untuk memperluas layanan, tetapi keterampilan teknis yang diajarkan di sepanjang program juga sangat penting. Sebagai contoh, ketika mereka bergabung dalam program CBO PSP, tak seorang pun dalam CBO dapat menggunakan komputer; sekarang, mereka semua dapat menggunakannya. Melalui dukungan teknis dari program, mereka juga belajar mengidentifikasi masalah dan menyusun rencana teknis untuk mengatasinya.
Kotak 1: Peran CBO dalam Mencapai Target Akses Universal Indonesia Pada 2015, Pemerintah Pusat Indonesia menetapkan target “100-0-100”, yang menjanjikan penyediaan akses air minum kepada 100 persen penduduk Indonesia, dengan nol persen penduduk tinggal di lingkungan kumuh, dan 100 persen akses untuk memperoleh layanan sanitasi yang baik, seluruhnya tercapai pada tahun 2019. Di berbagai wilayah Indonesia, keberhasilan pencapaian target tersebut bergantung pada peningkatan dan perluasan CBO. Di tingkat kabupaten, Pemerintah Lamongan bergantung pada CBO untuk menyediakan layanan air minum bagi penduduk dengan jumlah yang terus meningkat. Telah terdapat 350 CBO yang menyuplai sekitar 90.000 rumah tangga perdesaan. Ini memenuhi sekitar 20 persen penduduk Lamongan; PDAM menyediakan 11–12 persen lainnya, terutama di wilayah perkotaan. Dua puluh satu dari 350 CBO ini telah menerima dukungan teknis dari IndII dan lima di antaranya juga menerima hibah untuk perluasan dan peningkatan. CBO Tirto Agung, salah satu CBO yang paling berhasil yang telah menerima dukungan, dapat melipatgandakan layanannya, dari sekitar 500 menjadi lebih dari 1.250 sambungan rumah tangga. Demikian pula di Malang, sekitar 170 CBO menyuplai lebih dari 70 persen air minum bagi penduduk kabupaten. Sayangnya, hanya 10 persen dari CBO tersebut yang saat ini sehat secara finansial. Karena proyek CBO IndII berakhir, Dinas Pekerjaan Umum berusaha untuk mereplikasi beberapa peningkatan yang dibawa oleh proyek ini kepada sejumlah CBO, kepada organisasi-organisasi lain yang tersebar di Malang. Pimpinan CBO yang didukung oleh IndII telah menjadi fasilitator penting bagi program dan lokakarya yang melibatkan organisasiorganisasi serupa. Meski terdapat peningkatan di 21 CBO yang berpartisipasi dalam program IndII, keseluruhan kondisi CBO, baik di Jawa maupun di Indonesia, secara lebih umum, tetap berada di bawah tingkat yang dibutuhkan untuk mencapai target 100-0100 Pemerintah Indonesia yang sangat tinggi. Meski demikian, IndII telah memberikan contoh yang efektif untuk mendorong peningkatan yang cepat. Terdapat beberapa pembelajaran yang diperoleh dari proyek ini yang penting untuk dipertimbangkan pihak-pihak lain. Pembelajaran-pembelajaran tersebut meliputi kebutuhan akan: komitmen dan dukungan yang berkelanjutan dari kepala desa, rincian justifikasi teknis atas biaya modal sebelum penyerahan dokumen, insentif finansial yang pantas, dan implementasi proses pengadaan dalam kerangka kerja kerjasama pemerintah swasta (KPS) Pemerintah Indonesia. Perhatian, dukungan berkelanjutan, dan pengawasan Pemda telah meningkatkan dukungan (buy-in) dari CBO.
135
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Dan, tentunya berbagai pelatihan keuangan telah memungkinkan CBO menjadi lebih sehat secara finansial daripada sebelumnya. Satu bidang yang secara drastis meningkatkan kedudukan finansial CBO adalah tagihan. Banyak CBO bergumul di bidang ini dan sebelum bergabung, tak satu pun dari CBO yang berpartisipasi dalam program pernah mencapai 90 persen efisiensi penagihan selama tiga bulan berturutturut. Meski belum secara konsisten, CBO Tirto Agung berhasil mencapai angka efisiensi antara 76 dan 91 persen. Saat ini, tagihan mereka secara tetap berada pada angka 93 persen. Perubahan status hukum organisasi juga telah memungkinkan Tirto Agung menjalin kemitraan yang berkelanjutan dengan bank-bank. Hal ini telah memungkinkan mereka memperluas layanan dengan membeli tiga buah pompa, membayar tagihan listrik, dan membangun menara air yang baru. Sebagai hasilnya, CBO saat ini menyediakan air minum bagi empat desa lainnya. “Jika kami tidak bergabung dalam program ini, kami tidak akan dapat menyediakan layanan bagi desadesa lain, seperti yang kami lakukan saat ini,” Panggeng menegaskan.
136
Saat ini, CBO bahkan menghasilkan keuntungan, yang berkontribusi pada anggaran desa. “Keuntungan tahunan kami hanya 30 persen, 25 persen untuk desa, dan sisanya untuk gaji pegawai, pemeliharaan, serta peralatan sanitasi,” ujar Panggeng menjelaskan bahwa CBO telah menyisihkan 5 persen dari keuntungannya untuk menyediakan jamban gratis bagi masyarakat. Menurut Galih Yanuar, Kepala Seksi Air Minum badan perencanaan Lamongan, CBO telah menjadi pemimpin (champion) di Jawa Timur. Penduduk tidak lagi harus berjalan selama satu atau dua jam untuk mengakses air minum bagi rumah mereka. Keberhasilan ini, serta keberhasilan Sumber Maron di Malang, menjadi contoh yang luar biasa untuk ditiru CBO lain di seluruh Indonesia.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
03.
Aspek Lintas Sektor Dalam Kegiatan Infrastruktur
137
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Mengintegrasikan Gender Dalam Kegiatan IndII Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) mempertimbangkan serta menilai kesetaraan gender dalam semua kegiatan, mulai dari tahap desain hingga implementasi dan evaluasi. Mengapa
Perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan dan prioritas yang berbeda terkait infrastruktur. Kesetaraan dan aksesibilitas adalah tujuan utama dalam pembangunan infrastruktur. Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilakukan untuk menjamin perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi dan menikmati manfaat pembangunan secara setara.
Konteks Indonesia Peran dan Tanggung Jawab
39%
14,8% Sesuai data 2014, 14,8% kepala rumah tangga adalah perempuan; jumlah ini terus meningkat.
138
30% Perempuan mendapat upah 30% di bawah laki-laki untuk pekerjaan yang sama dan ketimpangan terbesar ada di pekerjaan dengan upah paling kecil.
5% Hanya 5% posisi dewan perusahaan dijabat oleh perempuan.
Pada 2014, 39% penduduk perempuan memiliki tingkat pendidikan menengah pertama dibanding laki-laki, 49%.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Pengambilan Keputusan
84,2%
51,4%
52%
17% Representasi di lembaga perwakilan rakyat.
Partisipasi angkatan kerja.
48%
Partisipasi dalam pemerintahan.
Konteks Kebijakan Pemerintah Indonesia mengatur aspek gender dalam Inpres no. 1/2009. Termasuk pengarusutamaan gender dalam RPJMN 2015–2019.
Pemerintah Australia melalui Gender Equality and Women’s Empowerment Strategy (Februari 2016) menyorot pendapat perempuan dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan upaya memperkuat perdamaian; mempromosikan penguatan ekonomi bagi perempuan; dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Strategi dan Rencana Gender IndII
2009
DISUSUN
2011 & 2016 DIREVISI
Strategi dan Rencana Gender mengemukakan informasi dalam mengintegrasi aspek gender dalam pengembangan kegiatan dan dapat diakses oleh para pemangku kepentingan program serta masyarakat.
Terapkan
GENDER
Integrasikan
PERATURAN
139
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Tujuan Umum
Tujuan Strategis 1 Mendukung staf IndII dalam meningkatkan kesadaran peka gender dan membangun kapasitas.
Tujuan Strategis 2 Mengembangkan rancangan kegiatan yang tanggap gender.
Tujuan Strategis 3 Mengumpulkan data untuk menginformasikan dampak gender dalam tahap perencanaan, analisa, dan pelaporan.
Tujuan Strategis 4 Memastikan konsultan dan kontraktor IndII memahami isu kesetaraan gender dalam kegiatan yang mereka laksanakan dan memiliki kapasitas untuk menangani kesetaraan gender.
Tujuan Strategis 5 Mempromosikan kesetaraan gender serta pentingnya kesetaraan gender dalam kegiatan IndII lewat komunikasi dengan khalayak luas.
Langkah Integrasi Gender di Tingkat Kegiatan
Gender Dimension in Development
Desain kegiatan.
140
Mobilisasi dan pengembangan kapasitas konsultan pelaksana.
Monitoring dan evaluasi.
Mengkomunikasikan hasil.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Capaian IndII Dalam Menangani Kesetaraan Gender INTEGRASI GENDER DALAM KEGIATAN TRANSPORTASI •
Mobilitas Perkotaan (Jakarta) KUAT Nothing About Us
Without Us
Lokakarya sosialisasi, konsultasi & koordinasi.
Video “Nothing About Us
Without Us”
•
Uji coba Aksesibilitas Bus dengan gubernur Jakarta dan Komite Untuk Advokasi Aksesibilitas (KUAT).
Advokasi Mendukung kelompok kerja masyarakat sipil KUAT.
Peningkatan Bus Program ini menyediakan “Desain Universal” halte bus yang aksesibel dan aman.
INTEGRASI GENDER DALAM KEGIATAN AIR MINUM DAN SANITASI Hibah Air Minum dan Sanitasi
Akses air minum
83% penerima manfaat hibah air minum adalah perempuan dan anak-anak.
42%
389.758
58%
533.908
141
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia Untuk Sanitasi (sAIIG)
GENDER INTEGRATION GUIDE
Panduan Pengintegrasian Gender Dalam Program Pengelolaan Air Limbah Berbasis Kelembagaan diluncurkan pada 2013. Pemerintah Indonesia telah menerapkan dalam proyek percontohan di Balikpapan dan pada 2015 di Batam. Dalam program sAIIG, 27 (dari 42) pemerintah daerah telah mengintegrasikan panduan ini secara efektif seiring berjalannya program.
Pendekatan IndII menangani kesetaraan gender dalam kegiatan lain
Menjamin partisipasi yang setara lewat konsultasi publik, sosialisasi, dan peningkatan kapasitas.
142
Menyebarluaskan keseimbangan pandangan terkait peran perempuan dan laki-laki sebagai pemangku kepentingan dalam semua publikasi program.
Mengintegrasikan perspektif gender dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
MENJAWAB KESETARAAN GENDER DAN AKSESIBILITAS DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Arya Geikie | Operations Advisor, Air Minum dan Sanitasi
Perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan dan prioritas yang berbeda dalam hal penggunaan infrastruktur1 karena peran dan tanggung jawab mereka yang berbeda dalam masyarakat. Ketika pembangunan infrastruktur dilakukan secara netral, dengan mengasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan akan mendapat manfaat yang sama dari pembangunan infrastruktur dan penyediaan layanan, maka perbedaan kebutuhan ini dapat terabaikan. Sebagai contoh, di Indonesia lebih kecil kemungkinan perempuan untuk memiliki kendaraan pribadi, sehingga layanan transportasi yang lebih baik dan berbiaya rendah bisa jadi merupakan prioritas yang lebih penting bagi mereka untuk mengakses pasar dan tempat kerja daripada laki-laki. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa lebih besar kemungkinan perempuan untuk menjadi target tindak kejahatan kekerasan dan oleh karenanya mereka lebih memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan dari layanan transportasi.2
Terkait air minum dan sanitasi, perempuan mungkin memprioritaskan air minum untuk kegunaan rumah tangga daripada untuk tujuan menghasilkan pendapatan seperti pertanian. Perempuan dan anak perempuan lebih besar kemungkinannya untuk memperhatikan lokasi jamban Dawson, G. (2013). Catatan Pengarahan IndII: Meningkatkan Layanan Transportasi dengan Memperhatikan Perbedaan Gender: Mengapa, Apa, dan Bagaimana. 2 Gekko Studio (2014). Nothing About Us Without Us (Bukan Tentang Kita Tanpa Kita); Video untuk Kampanye Gender dan Disabilitas dalam Mobilitas Perkotaan. Jakarta, Indonesia Infrastructure Initiative. 1
Menjamin perempuan dan anak-anak mendapat akses yang lebih baik terhadap jalan dan fasilitas transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari implementasi program IndII. -Atas perkenan IndII
143
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
dalam kaitannya dengan rumah, dan ketersediaannya di tempat-tempat umum, serta mengenai isu privasi. Mereka juga lebih peduli untuk menjamin sanitasi yang baik dan lingkungan yang bersih demi melindungi kesehatan anak-anak kecil mereka.3 Kebutuhan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas juga berbeda. Bagi mereka, kurangnya opsi transportasi yang aksesibel dan infrastruktur seperti pengaspalan yang rata dan halte bus, bus berlantai rendah, lift dan lerengan, menghambat kebebasan bergerak serta membatasi akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan. Hal-hal tersebut menghalangi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara penuh dalam komunitas mereka.4 Kebutuhan yang berbeda ini dapat terabaikan karena perempuan dan penyandang disabilitas seringkali tidak memiliki partisipasi yang sama dalam hal pengambilan keputusan. Laki-laki seringkali merupakan kepala rumah tangga dan sebagai akibatnya mereka biasanya berbicara dan mengambil keputusan atas nama anggota keluarga yang lain, termasuk perempuan.5 Meski telah terdapat kemajuan, pengambilan keputusan dalam pemerintahan dan berbagai sektor lain masih didominasi oleh laki-laki, karena mereka yang memegang sebagian besar posisi senior utama.6 Kerangka Kerja Kebijakan Apabila kebutuhan seluruh anggota masyarakat—lakilaki, perempuan, kelompok rentan, dan terpinggirkan— Strategi dan Rencana Gender Indonesia Infrastructure Initiative (2016). Dawson, G. (2014). Catatan Pengarahan IndII: Angkutan yang Aksesibel bagi Penyandang Disabilitas: Mengapa dan Bagaimana. Eveline, R. (2015), Meningkatkan Aksesibilitas Transportasi bagi Semua Pihak: Reformasi Bus di Koridor Percontohan DKI Jakarta 5 Bagaimanapun juga dicatat dalam Kemitraan PBB untuk Kerangka Kerja Pembangunan (UNPDF, UN Partnership for Development Framework) 2016–2010, bahwa Indonesia telah mengalami kemajuan besar dalam meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di seluruh bidang masyarakat. Ini mencakup implementasi langkah-langkah yang dibahas dalam Rencana Aksi Konferensi Perempuan di Beijing (1995) dan Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women), yang disahkan ke dalam Undang-Undang Nasional tahun 1984. Bidang kemajuan mencakup akses anak perempuan terhadap pendidikan, penciptaan lapangan pekerjaan, dan perluasan layanan kesehatan; UNPDF 2016–2020, hal. 3. 6 Lihat catatan kaki 3. 3 4
144
dipertimbangkan dan diintegrasikan ke dalam perancangan infrastruktur, manfaatnya akan besar pada tingkat individu melalui peningkatan akses terhadap pekerjaan, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan layanan sosial. Manfaat tersebut juga lebih inklusif dan kuat di tingkat masyarakat melalui produktivitas yang lebih tinggi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pendekatan tersebut kini secara luas dianggap sebagai praktik pembangunan yang baik dan kunci dari pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, serta penurunan kemiskinan. Manfaat-manfaat pendekatan ini diakui oleh Pemerintah Australia serta Pemerintah Indonesia, dan kedua pemerintah tersebut telah menyusun kebijakan, peraturan, serta strategi yang mengintegrasikan kesetaraan gender dan disabilitas untuk mengatasi serta memandu pendekatan terhadap permasalahan ini, yang meliputi7: • “Gender Equality and Women’s Empowerment Strategy” (Strategi Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) (2016) dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DAFT, Department of Foreign Affairs and Trade) Australia, yang menegaskan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai prioritas kunci; permasalahan gender diharapkan dapat teratasi secara efektif dalam implementasi setidaknya 80 persen investasi, terlepas dari tujuan investasi tersebut.8 • “Development for All 2015–2020: Strategy for Strengthening Disability-Inclusive Development in Australia’s Aid Program” (Pembangunan bagi Semua 2015–2020: Strategi untuk Memperkuat Pembangunan yang Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam Program Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Australia) dari DFAT— yang menyatakan bahwa pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas adalah untuk meningkatkan 7 Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani dan mengesahkan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW, Convention on the Elimination of all forms of Discrimination against Women). Lihat http:// www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/ 8 Hibah Australia: meningkatkan kemakmuran, menurunkan kemiskinan, meningkatkan stabilitas. DFAT, Canberra (Juni 2014) hal. 23, dan Strategi Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Negara Persemakmuran Australia (2016).
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Perempuan dan laki-laki kini dapat menikmati akses air bersih yang lebih baik melalui program Hibah Air Minum. -Atas perkenan IndII
kualitas hidup penyandang disabilitas di negaranegara berkembang melalui peningkatan partisipasi, pemberdayaan penyandang disabilitas, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan.9 • Keputusan Presiden no. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.10 • Peraturan Kementerian Dalam Negeri no. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan revisi Peraturan Kementerian Dalam Negeri no. 67 tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan 9 Pembangunan bagi Semua Pihak 2015–2020: Strategi untuk Memperkuat Pembangunan Inklusif yang Menyertakan Disabilitas dalam Program Hibah Australia dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT), Canberra hal. 5. 10 Pada 2002, buku Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional diterbitkan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan untuk memberikan arahan kepada instansiinstansi pemerintah dalam mengimplementasikan Inpres no. 9/2000 dengan menggunakan pendekatan jalur analisis gender. Keputusan Menteri Keuangan no. 119/PMK.02/2009 memberikan panduan dalam menyusun dan mengkaji ulang rencana dan anggaran untuk menyoroti aspek-aspek gender dalam rencana dan anggaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010–2014 Pemerintah Indonesia mensyaratkan pengarusutamaan gender untuk pembangunan yang lebih efektif dan adil. Dokumen tersebut menyebutkan tiga masalah utama dalam mencapai hal ini, dan yang dipertimbangkan oleh IndII dalam Strategi dan Rencana Gender. Ketiga masalah tersebut adalah: meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan akan pentingnya pengarusutamaan gender; meningkatkan koordinasi untuk mengimplementasikan dan menyelaraskan peraturan dan perundang-undangan untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan diskriminasi; dan meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan.
Gender di Daerah. • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), 2015–2019, yang mencakup strategi pengarusutamaan gender. • Undang-Undang no. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.11 • Peraturan Pemerintah no. 43 Tahun 1998 tentang upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas. Mengintegrasikan Pendekatan Inklusif pada IndII Untuk memandu pendekatan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) yang didukung oleh Pemerintah Australia untuk mengintegrasikan gender ke dalam seluruh program, sebuah “Strategi dan Rencana Gender” dikembangkan oleh spesialis gender IndII pada 2009, dan diperbarui pada 2012 dan 2016. Dokumen ini menetapkan kerangka kerja dan proses untuk mengintegrasikan aspek-aspek gender di tingkat program dan kegiatan: • Tingkat program – Strategi ini berupaya untuk menjamin upaya kesetaraan gender memiliki sumber daya yang cukup; rancangan kegiatan bersifat responsif gender; data dikumpulkan untuk menyempurnakan analisis dampak gender; dan 11 Penyertaan disabilitas juga terdapat dalam berbagai undang-undang transportasi (yaitu: UU no. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU no. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Dawson, G. (2014). Catatan Pengarahan IndII: Transportasi Aksesibel bagi Penyandang Disabilitas: Mengapa dan Bagaimana.
145
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
A
GENDER INTEGRATION GUIDE In Institution-Based Waste Water Treatment Program
IndII menerbitkan sejumlah produk komunikasi untuk menyebarluaskan upaya program dalam membenahi aspek kesetaraan gender dan disabilitas dalam kegiatan infrastruktur. -Atas perkenan IndII
konsultan menyadari peran mereka dalam memajukan gender. • Tingkat kegiatan – Tujuan difokuskan untuk menjamin terkumpulnya data terpilah; prinsip-prinsip kesetaraan diintegrasikan ke dalam dokumen-dokumen kelayakan atau perancangan; kebutuhan perempuan dan lakilaki dipenuhi dalam implementasi kegiatan; upaya kesetaraan gender disosialisasikan; dan kesempatan yang setara diberikan kepada perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam berbagai inisiatif seperti forum, komite, dan kelompok pemerintah. Strategi tersebut juga menetapkan indikator-indikator kinerja utama untuk tujuan pemantauan dan menguraikan peran spesialis khusus gender nasional dan internasional.12 Seiring berkembangnya IndII, terdapat pertimbangan untuk menyertakan disabilitas ke dalam berbagai kegiatan dan terdapat upaya untuk menjawab dan
12
146
Lihat catatan kaki 3
mengintegrasikan aksesibilitas dan desain universal ke dalam perancangan serta implementasi program Mobilitas Perkotaan yang dikelola IndII. Apa yang Kita Capai (Bersama) Pertimbangan gender dan untuk lingkup yang lebih kecil, pertimbangan disabilitas, diintegrasikan dalam kegiatan IndII mulai dari tahap perancangan dan implementasi kegiatan hingga evaluasi. Kegiatan IndII mencakup aktivitas spesifik gender; penyusunan panduan khusus; kerja advokasi untuk mengatasi permasalahan infrastruktur transportasi yang mempengaruhi perempuan dan penyandang disabilitas; dukungan untuk partisipasi perempuan dan penyandang disabilitas dalam berbagai forum dan komite; kegiatan pelatihan dan sosialisasi mengenai kesetaraan gender; evaluasi dan kontribusi studi kasus terhadap RPJMN, serta standar layanan. Penekanan utamanya mencakup:
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Advokasi • Persoalan Infrastruktur Kunci yang Mempengaruhi Perempuan dan Penyandang Disabilitas Kegiatan mobilitas perkotaan dan keselamatan jalan IndII mempertimbangkan pentingnya perempuan dan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, dalam penyelenggaraan infrastruktur transportasi. Untuk mengadvokasi perubahan dan menggambarkan persoalan yang dihadapi kelompok-kelompok tersebut dalam menggunakan transportasi umum di Jakarta, IndII membuat sebuah film “Nothing About Us Without Us” (Tidak Ada Tentang Kita Tanpa Kita) (2014). Film ini menyorot bagaimana perempuan kerap menjadi target utama tindak kekerasan, dan oleh karenanya lebih mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan dalam mengambil keputusan terkait penggunaan transportasi. Disingkapkan pula bahwa transportasi umum tidak cukup melayani kebutuhan penyandang disabilitas. Film tersebut juga menunjukkan bahwa kebutuhan perempuan dan penyandang disabilitas seringkali tidak dipertimbangkan dalam perancangan infrastruktur, serta merekomendasikan untuk lebih melibatkan perempuan dan penyandang disabilitas untuk meningkatkan hasil pembangunan infrastruktur. Menyusul film tersebut, sebuah laporan penilaian disusun yaitu Meningkatkan Aksesibilitas Transportasi bagi Semua – Reformasi Bus di Sebuah Koridor Percobaan DKI Jakarta (2015). Rekomendasi utamanya meliputi: mendukung DKI Jakarta untuk menyusun standar dan panduan layanan; meningkatkan fasilitas infrastruktur; dan keterlibatan yang lebih besar oleh perempuan dan penyandang disabilitas dalam proses perancangan dan perencanaan.13 Berangkat dari sini, IndII menyusun Standar Layanan Minimum untuk Transjakarta, yang memasukkan prinsipprinsip kesetaraan yang sejalan dengan Pasal 24214 Undang-Undang no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan bekerja bersama DKI Lihat Eveline, R. (2015), catatan kaki 4 IndII (2013). Standar Layanan Minimum (MSS, Minimum Service Standard) PT Transjakarta 2014–2018. Laporan disusun oleh M.R. Cagney.
13 14
Jakarta dalam peningkatan infrastruktur, termasuk melaksanakan proyek percontohan bus-bus baru. Film dan laporan penilaian tersebut juga mendukung dibentuknya tim advokasi—Komite Advokasi Untuk Aksesibilitas (KUAT)—yang terdiri atas pemangku kepentingan pemerintah dan perwakilan dari berbagai organisasi yang mengedepankan persoalan perempuan dan disabilitas. Tim tersebut akan terlibat dalam pemantauan implementasi proyek-proyek infrastruktur transportasi baru untuk menjamin proyek-proyek tersebut memenuhi rekomendasi dan standar utama. Yang utama bagi kemajuan inisiatif ini adalah mengatasi persoalan valid yang dialami perempuan dan penyandang disabilitas terkait dengan transportasi umum; mendukung kemitraan antar kelompok advokasi dan Pemerintah; dan melibatkan pemangku kepentingan terkait dalam tahap perancangan dan implementasi untuk menilai dan mempertimbangkan langkah-langkah yang diusulkan. Untuk lebih memahami peran transportasi umum dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi angka partisipasi tenaga kerja perempuan di Jakarta, sebuah proyek riset gabungan sedang dijalankan oleh IndII dan Kemitraan Australia-Indonesia untuk Tata Kelola Ekonomi (AIPEG, Australia Indonesia Partnership for Economic Governance). Proyek ini melakukan survei terhadap rute bus percontohan dan rute bus kontrol untuk menetapkan garis dasar (baseline) penggunaan transportasi. Ini akan memungkinkan dilakukannya survei di kemudian hari untuk menilai dampak dari inisiatif infrastruktur transportasi terhadap angka partisipasi tenaga kerja perempuan dan membangun basis bukti untuk arah kebijakan yang akan datang. • Kebijakan, Standar, dan Peraturan Di bawah program Mobilitas Perkotaan, kerja advokasi IndII termasuk memberikan masukan ke dalam rencana dan standar Pemerintah Indonesia sehingga memperkuat bagian mengenai gender dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga 2015–2019, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Sektor Transportasi 2015–2019, dan Standar Layanan Minimum Transjakarta.
147
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
IndII juga melakukan advokasi untuk mengintegrasikan inklusi gender dan disabilitas dalam peraturan. Upaya ini tercermin di dalam Keputusan Gubernur no. 620–742 Tahun 2016 di Nusa Tenggara Barat, lokasi program Peningkatan dan Pengelolaan Jalan Raya Provinsi (PRIM, Provincial Road Improvement and Maintenance), yang mencakup klausul untuk “mendorong kontraktor untuk mengakomodir kebijakan gender (dan aksesibilitas kelompok penyandang disabilitas) dalam segala hal yang berkaitan dengan pemeliharaan jalan”. Meski terbatas pada pemeliharaan jalan, peraturan tersebut memberikan contoh dengan potensi memberikan pengaruh yang luas dalam penyusunan peraturan baru dalam bidang transportasi dan lainnya. • Dukungan terhadap Posisi Senior dan Partisipasi dalam Komite IndII selanjutnya berupaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan, pelatihan, dan pekerjaan. Ini meliputi dukungan kepada pemimpin gender (gender champion) di dalam Pemerintah Indonesia; mengadvokasi partisipasi perempuan yang setara dalam pelatihan dan studi banding; serta memfasilitasi kesempatan yang lebih besar bagi perempuan untuk terlibat dalam pemeliharaan jalan melalui PRIM. IndII juga secara aktif mendukung partisipasi perempuan di dalam berbagai komite, seperti Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ) yang menghasilkan tiga orang perempuan pemegang kedudukan pada forum tersebut.15 IndII juga melatih perempuan dan melakukan advokasi untuk keterwakilan perempuan yang lebih besar dalam organisasi berbasis masyarakat. Hal ini bermanfaat dalam meningkatkan tingkat kepercayaan diri perempuan dan memperkuat perspektif laki-laki mengenai nilai dari kesetaraan kesempatan.16 Keberhasilan dalam mengatasi rintangan terkait siapa yang dapat dan harus mewakili masyarakat serta peran perempuan dapat mendukung dalam membuka jalan untuk partisipasi yang lebih besar di kemudian hari.17 15 Dawson, G. (2016). Kesetaraan Gender dalam Program IndII – Dokumen Tinjauan Ulang. 16 Dawson, G. (2014). Evaluasi Kegiatan Air Leding CBO Tahap 2 dari Perspektif Gender. Jakarta, Indonesia Infrastructure Initiative. 17 Lihat catatan kaki 15
148
Panduan dan Pedoman Dukungan IndII untuk mengatasi persoalan gender juga berfokus pada pedoman praktis. Ini digambarkan oleh “Gender Integration Guide in Institution-Based Water Treatment Programs” (Panduan Integrasi Gender dalam Program Pengolahan Air Minum Berbasis Kelembagaan) (2013) yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, dan disusun oleh IndII dan Ditjen Cipta Karya untuk mengintegrasikan gender dengan lebih baik ke dalam pengembangan sanitasi. Inisiatif tersebut secara efektif menyatukan keahlian IndII dalam program-program berbasis kelembagaan dan fokus Ditjen Cipta Karya pada kegiatan berbasis masyarakat untuk mengembangkan panduan praktis mengenai pengetahuan praktis (how-to).18 Panduan tersebut dipaparkan dalam lokakarya bagi pemangku kepentingan pemerintah dan non-pemerintah dan dijadikan proyek percontohan di satu lokasi (Balikpapan) dengan tujuan untuk diselenggarakan di lokasi-lokasi lain. Ditjen Cipta Karya sedang memeriksa lebih jauh bagaimana hal tersebut diintegrasikan ke dalam sebuah kerangka hukum. Panduan tersebut dapat diterapkan untuk mendukung seluruh program sanitasi, seperti Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) dan program Hibah Sanitasi. Inisiatif-inisiatif ini bertujuan untuk menstimulasi investasi pemerintah daerah (Pemda) ke dalam infrastruktur perkotaan dan memberikan insentif bagi reformasi tata kelola pemerintahan untuk meningkatkan kelangsungan operasional sistem-sistem mereka.19 Prinsip-prinsip utama pendekatan dalam panduan tersebut dimasukkan di dalam Pedoman Manajemen Proyek untuk sAIIG. Pedoman mengandung persyaratan bagi Pemda untuk mengintegrasikan
18 IndII (2016). Kisah-Kisah Inspiratif – Beyond Box Ticking – Taking the Gender Manual to Neighbourhoods and Dangdut. 19 IndII mengimplementasikan dua program sanitasi: Hibah Infrastruktur Australia Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) dan Program Hibah Sanitasi. Program Hibah Sanitasi memberikan insentif kepada empat Pemda yang mengimplementasikan sambungan pembuangan air limbah. Program sAIIG mensyaratkan Pemda untuk berkomitmen terhadap program pembangunan saluran pembuangan air limbah skala kecil yang diimplementasikan langsung oleh Pemda dan selanjutnya dioperasikan oleh instansi khusus pelaksana sanitasi perkotaan.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
gender ke dalam program mereka serta untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi gender. Panduan tersebut juga telah diperkenalkan kepada sembilan Pemda dalam kegiatan Pelatihan untuk Pelatih (ToT, train the trainer) sAIIG.20 Dalam sektor transportasi, IndII bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dan Pemda dalam penyusunan standar untuk memenuhi kebutuhan universal laki-laki dan perempuan dalam Program Keselamatan Jalan Perkotaan Terpadu (IURSP, Integrated Urban Road Safety Program). Program tersebut mencakup keselamatan jalan, mobilitas, dan kebutuhan masyarakat (perempuan, laki-laki, dan kelompok rentan) di empat kota besar (Medan, Pekanbaru, Bandung, dan Denpasar). Sebuah proyek percontohan yang telah direncanakan akan mengintegrasikan berbagai fasilitas pejalan kaki yang lebih aman (termasuk trotoar, penyeberangan yang aman, peningkatan akses) serta langkah-langkah manajemen lalu lintas. Untuk menjamin bahwa langkah-langkah tersebut cukup menjawab kebutuhan perempuan, konsultasi dilakukan dengan berbagai kelompok dan kantor pemberdayaan perempuan di tingkat daerah di keempat kota besar tersebut.
Kotak 1: Meningkatkan Kehidupan Perempuan Program Hibah Air Minum menyediakan air leding ke rumah-rumah tangga dan menyertakan target kinerja dan target pencapaian tata kelola untuk meningkatkan penyediaan air minum bagi rumah tangga. Telah disediakan sambungan air minum rumah tangga kepada lebih dari 640.000 rumah tangga atau 2,9 juta penduduk (48 persennya perempuan).21 Evaluasi dampak Tahap I yang dilakukan oleh National Research Opinion Center (NORC) di University of Chicago, menunjukkan bahwa program tersebut mengurangi waktu yang diperlukan rumah tangga untuk mengumpulkan air minum.22 Dalam evaluasi kualitatif terpisah, dilaporkan bahwa manfaatnya terutama dirasakan oleh perempuan karena mengurangi kekhawatiran mereka dengan menjamin ketersediaan air minum setiap harinya untuk kepentingan rumah tangga. Waktu dan energi yang dihemat dari aktivitas pengumpulan air minum setiap harinya juga mengizinkan kaum perempuan untuk lebih terlibat dalam kegiatan produktif lainnya, rumah tangga dan sosial.
Bagaimana IndII Telah Membuat Perbedaan
Kaum perempuan juga melaporkan peningkatan dalam kesehatan keluarga mereka dan bahwa manfaat dari sambungan air leding melampaui biayanya.23 Kegiatan tersebut juga memperkuat partisipasi kaum perempuan dengan mengedepankan pentingnya perwakilan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam lokakarya, keterlibatan dengan pemerintah daerah (Pemda), perusahaan daerah air minum (PDAM), dan dengan anggota masyarakat lainnya.24
Berbagai kegiatan infrastruktur yang diimplementasikan oleh IndII berjangka panjang dan akan membutuhkan waktu sebelum dampaknya terhadap inklusi gender dan disabilitas terlihat nyata. Meski demikian, beberapa evaluasi kegiatan telah menunjukkan bahwa inisiatifinisiatif program telah memberikan manfaat positif dan praktis terhadap kehidupan perempuan dewasa dan anakanak (Kotak 1 dan 2). Upaya Berkelanjutan Masih Diperlukan
Jumlah total sambungan air bersih rumah tangga dari USAID (38.988), DFAT (278.856), APBN 2015 (124.464), dan hibah 2016 (201.337) adalah 643.645. Jumlah penerima rumah tangga rata-rata adalah 4,46 orang dengan masing-masing 52 dan 48 persen laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data ini, angka total penerima dengan akses yang lebih baik untuk memperoleh air bersih sampai dengan saat ini adalah 2.870.657 (diperkirakan1.492.741 laki-laki dan 1.377.915 perempuan). 22 NORC, University of Chicago (2015). Laporan Evaluasi Damak Tahap I dari program Hibah Air Minum. 23 Dawson, G. (2013). Evaluasi Kegiatan Hibah Air Minum Terpilih dari Perspektif Gender; Dawson, G. (2016). Kesetaraan Gender dalam Program IndII. 24 Catatan Pengarahan IndII (2016). Mendukung Kesetaraan Gender dalam Kegiatan IndII. 21
Meski telah terdapat kemajuan menuju peningkatan kesetaraan gender dan inklusi disabilitas secara global dan di Indonesia, masih banyak lagi yang perlu dilakukan. Pada tingkat pemerintah nasional, kemajuan penting telah dilakukan untuk memenuhi komitmen dalam hal kesetaraan gender dan inklusi disabilitas dalam kebijakan, peraturan, dan perundang-undangan nasional. Namun, seringkali terdapat tantangan dan batasan untuk memindahkan saran kebijakan tingkat nasional dan 20
Dawson, G. (2016) Kesetaraan Gender dalam Program IndII.
149
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 2: Mempengaruhi Kesehatan Melalui program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (sAIIG, Australia Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation) dan Hibah Sanitasi, lebih dari 23.000 rumah tangga di 38 kabupaten terhubung dengan sistem pembuangan air limbah sejak 2014–2016. Diperkirakan ini memberikan kepada 104.000 orang (48 persennya perempuan) akses yang lebih baik terhadap sanitasi dasar. Sanitasi yang lebih baik telah berkontribusi terhadap keselamatan serta martabat perempuan dewasa dan anak-anak, kesehatan anak-anak mereka yang lebih baik, serta kemampuan kaum perempuan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan lain. Karena program sAIIG berkelanjutan, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dalam jumlah yang jauh lebih besar berpotensi memiliki akses yang lebih baik terhadap sanitasi dasar. Ini akan terus memberikan dampak positif yang besar terhadap masyarakat, mengurangi biaya terkait sanitasi yang buruk, dan meningkatkan kesehatan dasar.25
25 Berdasarkan data garis dasar (baseline) kegiatan total 23.332 rumah tangga (sAIIG 17.314 dan Program Hibah Air Limbah 6.016) telah terhubung ke sistem saluran pembuangan air limbah pada akhir 2016. Karena program sAIIG berkelanjutan, jumlah total sambungan akan meningkat; saat ini telah dibangun sistem saluran pembuangan air limbah dengan kapasitas untuk menghubungkan 11.502 rumah tangga tambahan dalam program sAIIG, dengan harapan pembangunan lebih lanjut. Berdasarkan data baseline sosio-ekonomi, jumlah penerima rumah tangga rata-rata adalah 4,46 orang dengan masing-masing 52 dan 48 persen laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data ini, total jumlah penerima dengan akses yang lebih baik untuk memperoleh sanitasi dasar sampai dengan saat ini adalah 104.060 (54.111 laki-laki dan 49.948 perempuan) di 38 daerah. Empat dari 38 daerah menerima baik program sAIIG maupun Program Hibah Sanitasi (Kota Surakarta, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, dan DKI Jakarta). Angka telah dibulatkan dalam teks.
negara menjadi hasil di tingkat daerah atau pada tingkat masyarakat. Peninjauan terhadap kesetaraan gender dalam program IndII menunjukkan bahwa meskipun peraturan nasional telah ada, masih dapat terdapat kekurangan panduan dan standar yang terperinci untuk menjalankan komitmen di tingkat daerah.26 Berbagai upaya juga mengalami rintangan dalam hal sumber daya yang terbatas dan kurangnya pengembangan kapasitas, yang menghalangi diperolehnya hasil yang efektif. Hasil terkait kesetaraan gender dan inklusi disabilitas dalam program infrastruktur sulit untuk ditunjukkan mengingat sifat kegiatan dan jangka waktu yang panjang. Sebagai contoh, bahkan ketika terdapat dukungan dari pemangku kepentingan untuk inisiatif yang lebih inklusif atau infrastruktur yang lebih sesuai, kapasitas dan sumber daya untuk mengimplementasikan perubahan tersebut, seperti penyediaan bus berlantai rendah atau peningkatan pengaspalan, dapat memakan waktu. Karena menjawab isu kesetaraan gender dan inklusi disabilitas juga seringkali melibatkan pergeseran atau perubahan dalam persepsi dan norma tradisional yang sudah lama dimiliki mengenai peran, kapasitas, dan nilai yang berbeda antara perempuan dan laki-laki atau penyandang disabilitas, maka diperlukan upaya yang berkelanjutan. 26
150
Dawson, G. (2016). Kesetaraan Gender dalam Program IndII.
Apa yang Telah Kami Pelajari dari Implementasi Pendekatan Inklusif yang Terintegrasi Berdasarkan peninjauan “Kesetaraan Gender dalam Program IndII”, yang dilakukan oleh tenaga ahli bidang gender IndII, Gaynor Dawson, terdapat beberapa pelajaran penting mengenai integrasi gender ke dalam program yang juga dapat diaplikasikan dalam upaya inklusi sosial yang lebih luas. Pelajaran-pelajaran penting tersebut meliputi: • Tujuan, indikator, serta tindakan terkait kesetaraan gender dan inklusi disabilitas perlu ditetapkan dan dimasukkan di dalam desain proyek di awal. Kegiatan terkait harus memiliki sumber daya yang cukup untuk mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan, implementasi yang efektif, serta pemantauan dan evaluasi yang rutin. • Pendekatan dua arah terhadap kesetaraan gender dan inklusi disabilitas, di mana gender, disabilitas, dan pendekatan-pendekatan inklusif sosial yang lebih luas diintegrasikan sepanjang program serta didukung oleh berbagai kegiatan khusus, dapat memperkuat hasil. • Dukungan dari manajemen program senior dan pelatihan bagi seluruh staf dan konsultan mengenai peran dan tanggung jawab mereka terkait gender dan inklusi sosial dilakukan untuk memfasilitasi
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
•
•
•
•
pemahaman dan hasil program secara luas. Ini akan diperkuat oleh seorang manajer senior khusus untuk gender dan inklusi sosial, di dalam programnya, untuk menggerakkan inisiatif ini. Tanggung jawab gender dan inklusi sosial juga harus diintegrasikan di dalam kerangka acuan kerja bagi seluruh posisi terkait untuk meningkatkan pertanggungjawaban dan keberlanjutan inisiatif. Mengidentifikasi pemimpin (champion) di dalam pemerintahan penting dilakukan untuk upaya advokasi, yang menggerakkan perubahan, memfasilitasi kemajuan, dan memberikan dukungan berkelanjutan. Ini telah mendukung kegiatan utama IndII mencapai kemajuan, seperti penyusunan “Panduan Integrasi Gender dalam Program Pengolahan Air Minum Berbasis Kelembagaan” (2013). Meningkatkan partisipasi perempuan dalam komite dan organisasi ketika proyek pertama kali dibentuk akan lebih mudah dilakukan daripada meningkatkan jumlahnya pada tahap selanjutnya. Pengembangan kapasitas dan sosialisasi kegiatan serta pendekatan untuk menjawab isu mengenai gender dan inklusi sosial bagi pemangku kepentingan, baik internal dan eksternal, lebih efektif ketika didasarkan pada penerapan praktis dan dilakukan secara terusmenerus, tidak hanya satu kali.27 Panduan dan pedoman yang praktis dan berfokus pada pendekatan pengetahuan praktis merupakan alat yang efektif untuk mendukung dan membimbing individu dan organisasi melalui perubahan. Panduan dan pedoman harus diuji sebelum diterapkan dan pengembangan kapasitas yang memadai harus dilakukan. Langkah-langkah sederhana dan praktis, yang dapat diimplementasikan dengan mudah, seperti penggunaan daftar periksa (checklist), juga dapat mendukung pendekatan ini.28
Dawson, G. (2016). Kesetaraan Gender dalam Program IndII. Sebagai contoh, di sAIIG, seorang konsultan menyusun kuesioner gender yang dipantau sendiri untuk Pemda yang mendukung mereka dalam melihat apa yang perlu dilakukan, apa yang telah mereka capai, dan apa yang masih perlu dilakukan. Dalam kasus lain, pernyataan permohonan sederhana melalui sebuah surat kepada seorang pengambil keputusan agar perempuan dan laki-laki sama-sama dipertimbangkan untuk misi pencairan fakta di luar negeri menyebabkan terpilihnya perempuan, yang mungkin tidak akan terpilih apabila hal tersebut tidak dilakukan. Lihat catatan kaki 27. 27
Ucapan Terima Kasih Saya ingin berterima kasih atas kerja tenaga ahli bidang gender dan inklusi sosial IndII—khususnya Gaynor Dawson, Eko Utomo, dan Ruth Eveline serta para direktur dan berbagai staf program—yang, selama jangka waktu program, telah mendukung dalam perancangan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi inisiatif-inisiatif kunci, termasuk yang didokumentasikan dalam artikel ini. Pada 2016, peninjauan kesetaraan gender dalam program IndII dilakukan oleh Gaynor Dawson dan artikel ini dibuat berdasarkan temuan dan pembelajaran. Saya juga ingin berterima kasih kepada anggota tim lintas sektor IndII atas kontribusi mereka yang sangat berharga dalam penyusunan artikel ini—khususnya Eko Utomo, Ismiati Farahnasy, Sulistiani, dan Mira Renata.
Tentang penulis: Arya Geikie adalah Penasihat Operasi IndII dan bertanggung jawab untuk berkontribusi terhadap keberhasilan pelaksanaan program Air Minum dan Sanitasi, termasuk manajemen, pemantauan, dan pelaporan finansial, kontrak, serta proyek. Ia juga memberikan panduan kepada tim lintas sektor terkait persoalan dan bahan kesetaraan gender dan melaksanakan peninjauan akhir terhadap kesetaraan gender dalam program IndII. Arya memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun dalam bidang sektor infrastruktur, pembangunan masyarakat, dan sumber daya di seluruh Asia, Australia, dan Afrika serta berpengalaman dalam manajemen proyek, keterlibatan pemangku kepentingan, analisis dampak sosial, pengembangan kapasitas, perlindungan anak, dan gender dan inklusi sosial. Arya memiliki gelar Master in International Relations and International Communications dari Macquarie University dan Bachelor of Arts (Sosiologi dan Pemerintah) dari University of Sydney.
28
151
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
KOMUNIKASI DAN DIPLOMASI PUBLIK DALAM PROGRAM INFRASTRUKTUR Carol Walker | Kepala Editor Jurnal Prakarsa, 2010–2015
Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) telah mengembangkan program komunikasi yang beragam dan dihargai secara luas serta menjangkau beragam khalayak dari pejabat tinggi pemerintah Indonesia hingga masyarakat biasa. Program tersebut juga dipandang sedemikian penting sehingga pada beberapa kesempatan, proyek-proyek lain yang didanai oleh Pemerintah Australia meminta saran dan bantuan kepada tim komunikasi IndII. Dalam beberapa tahun ke depan, prakarsa komunikasi IndII akan memiliki dampak berkelanjutan terhadap bagaimana para pemangku kepentingan Indonesia memandang kebijakan infrastruktur dan peran Australia dalam perkembangannya. Hal ini sungguh luar biasa, khususnya mengingat bahwa desain awal Tahap I dari fasilitas IndII tidak menyertakan anggaran untuk komunikasi. Karena staf inti memiliki visi yang jelas tentang bagaimana kegiatan komunikasi dapat mendukung dan meningkatkan pemrograman teknis, IndII memberikan ruang pada pengeluaran overhead untuk kegiatan komunikasi. Ini terbukti sebagai strategi yang bijaksana, menilik beragam pencapaian yang dihasilkan mencakup: 152
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
• Jurnal teknis dwibahasa triwulanan tentang pembiayaan dan kebijakan infrastruktur, Prakarsa. Setiap edisi fokus kepada tema tertentu, mulai dari mobilitas perkotaan, hibah berbasis hasil hingga pembiayaan swasta. Para kontributor mencakup beragam penulis perempuan dan laki-laki, warga negara Indonesia dan asing, perwakilan pemerintah pusat dan daerah (Pemda), akademisi, jurnalis, dan sektor swasta. • Situs web yang kaya informasi, dengan tampilan yang diperbarui pada 2015. Situs tersebut (www. indii.co.id) berfungsi sebagai pusat penyimpanan pengetahuan IndII. Luas dan dalamnya informasi pada situs web menghasilkan kunjungan (hits) halaman pertama pada Google untuk sejumlah kata kunci yang berkaitan dengan infrastruktur Indonesia, sehingga berkontribusi terhadap visibilitas daring yang tidak hanya terbatas pada kegiatan Pemerintah Australia, tetapi juga pemahaman yang lebih baik akan masalah infrastruktur mendesak yang dihadapi Indonesia. • Dua program penjangkauan yang penting: »» Kampanye air minum dan sanitasi yang dilakukan di 17 kota di seluruh Indonesia sepanjang 20102011 yang berfokus terutama pada keberhasilan kegiatan Program Hibah Air Minum. Para pejabat Pemerintah Australia dan Indonesia, Pemda, dan para penerima manfaat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan untuk merayakan sambungan air minum baru dan tata kelola yang lebih baik. Kampanye tersebut disertai oleh liputan media cetak dan penyiaran serta materi-materi promosi, yang dihasilkan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan rasa memiliki dari para pemangku kepentingan Program Hibah Air Minum, dan pada saat yang sama meningkatkan visibilitas dari kontribusi Pemerintah Australia. »» Kampanye Diplomasi Publik Sanitasi (SPD, Sanitation Public Diplomacy) diselenggarakan selama 2014–2015 di sembilan Pemda untuk mengedepankan kemitraan Australia dengan Indonesia sementara memperkuat dampak dari Program Hibah Infrastruktur Australia-Indonesia untuk Sanitasi (Australia-Indonesia Infrastructure
Grants for Sanitation, sAIIG) dan Program Hibah Air Limbah. Kegiatan SPD berpusat pada Hari Kesadaran Sanitasi yang diselenggarakan di sekolah-sekolah menengah pertama setempat, dengan kesertaan dari pejabat tinggi Pemda, lokakarya untuk wartawan, dan kompetisi penulisan esai dan pertunjukan jingle untuk siswa. Kegiatan Hari Kesadaran ini disertai dengan penayangan video, acara bincang-bincang TV dan radio, serta beragam bahan promosi. • Fokus berkelanjutan pada penyampaian pesan inklusif. Banyak orang – bahkan ahli di bidangnya – percaya bahwa inklusivitas tidak memiliki keterkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Lebih dari satu orang ahli pernah terdengar mengatakan, “Jalan adalah jalan – siapa peduli apakah Anda laki-laki atau perempuan?” Ini merupakan bentuk salah kaprah yang signifikan: perempuan dan penduduk rentan seperti lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas memiliki kebutuhan berbeda terkait infrastruktur, dan oleh karenanya penting untuk mendorong keterlibatan mereka tidak hanya pada tingkat penerima manfaat tetapi juga sebagai penggiat masyarakat dan pembuat kebijakan nasional. Program komunikasi IndII terus berfokus pada penyampaian pesan inklusif pada semua tingkat. • Pendekatan hubungan media yang dirancang untuk mengimbangi lanskap media yang berubah-ubah dan untuk menyesuaikan dengan peningkatan kebutuhan dalam mendukung berbagai upaya diplomasi publik Australia. Keterlibatan IndII dengan media telah digerakkan oleh keterlibatan strategis IndII dengan para pembuat kebijakan tingkat tinggi dan pembentuk opini kunci; relevansi isu dan topik infrastruktur yang disajikan; dan penyampaian bukti (statistik, hasil, analisis) yang dianggap baru/relevan/berwawasan oleh media. Awalnya berfokus pada media cetak dan penyiaran, namun sejalan dengan waktu, tim komunikasi semakin piawai dalam menyaring pesan tentang pekerjaan teknis IndII ke dalam bentuk tweet, tautan, dan foto yang sesuai untuk kegiatan media sosial DFAT.
153
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kotak 1: Sasaran Komponen Komunikasi IndII Sasaran komponen komunikasi IndII berevolusi seiring waktu. Pada 2009, fokus komunikasi IndII berkisar pada penyampaian informasi, dengan maksud mengenalkan para pemangku kepentingan dengan fasilitas dan menunjukkan potensi manfaat bermitra dengan IndII. Pada 2012, saat IndII menerbitkan dokumen Strategi Komunikasi dan Diplomasi Publik, dasar pemikiran yang lebih baik telah dikembangkan. Tiga tujuan komunikasi yang kemudian memandu berbagai upaya komunikasi: 1. Untuk memfasilitasi kerja IndII dengan memastikan bahwa para mitra memperoleh informasi yang memadai, memiliki gambaran positif tentang upaya IndII, dan memahami bahwa IndII memenuhi prioritas yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. 2. Untuk meningkatkan efektivitas jangka panjang dan dampak dari pembangunan infrastruktur IndII. Sebagai contoh, IndII memfasilitasi penyediaan sambungan air baru di lingkungan miskin, yang mana memberikan manfaat. Namun demikian, dampak positif menjadi berlipat ganda apabila dilakukan kampanye penjangkauan yang membantu warga memahami bagaimana menggunakan air dengan cara-cara yang meningkatkan kesehatan masyarakat, yang memperbaiki ekonomi rumah tangga, dan yang melestarikan/ menghemat sumber daya. 3. Untuk mendukung Pemerintah Australia dalam mencapai sasaran diplomasi publiknya, dengan menekankan pada kemitraan Australia dengan Indonesia dan secara khusus menyasar khalayak Indonesia.
Dasar Pemikiran, Pesan Kunci, dan Sasaran Komunikasi Definisi yang digunakan IndII untuk Diplomasi Publik (PD, Public Diplomacy) ketika IndII mengubah bentuk komunikasinya untuk mencapai tujuan Diplomasi Publik adalah “upaya suatu bangsa dalam membawa pesan persahabatan dan kemitraan kepada bangsa lain, dengan maksud mendukung kepentingan strategis bangsa tersebut.” Strategi Diplomasi Publik (lihat juga Kotak 1) selanjutnya menyatakan: • Sebuah program komunikasi IndII dapat dianggap berhasil apabila program tersebut menyampaikan pesan kunci yang mendukung tujuan IndII. Program diplomasi publik IndII berhasil apabila program tersebut menyampaikan pesan kunci bahwa Australia merupakan negara tetangga yang baik yang berhasil bekerja dalam kemitraan dengan Indonesia untuk menciptakan kemakmuran. • Sebuah program komunikasi IndII dapat dianggap berhasil apabila program tersebut mengedukasi setiap individu atau lembaga yang berkepentingan dalam pembangunan infrastruktur, termasuk para perwakilan Bank Dunia, Pemerintah Australia, Reuters, perusahaan konsultasi internasional, dan sebagainya. Program diplomasi publik IndII berhasil apabila pesan tersebut tidak hanya menjangkau sasaran khalayak internasional, tetapi utamanya efektif dalam merangkul sasaran khalayak Indonesia, 154
terlepas apakah mereka pembuat keputusan tertinggi Indonesia atau warga biasa. Sementara isi spesifik yang disampaikan oleh IndII beragam menurut sektor (pesan kesehatan/kebersihan mungkin merupakan bagian dari kampanye air minum dan sanitasi, tetapi bukan pesan untuk pembangunan jalan setempat), penyampaian pesan tingkat tinggi didasarkan pada butir-butir berikut ini: • Pelaksanaan program IndII memenuhi prioritas Pemerintah Indonesia. • Upaya IndII telah memberikan, dan akan terus memberikan, hasil terukur yang mendukung pemerintah nasional, regional, dan daerah untuk mencapai tujuan mereka. • Upaya IndII telah memberikan, dan akan terus memberikan, hasil terukur yang menguntungkan warga Indonesia. • Upaya IndII menunjukkan komitmen Australia untuk bekerja dalam kemitraan dengan Indonesia. • Australia memandang Indonesia sebagai mitra pembangunan terpenting, dan dukungan yang diberikan melalui IndII menunjukkan hal tersebut. • Kegiatan program IndII mewakili komitmen Australia untuk menyasarkan dukungan sebagaimana dukungan tersebut paling dibutuhkan dan menyampaikan secara efektif dan transparan.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
www.indii.co.id -Atas perkenan IndII
Dalam sebagian besar kasus, penyampaian pesan ditujukan kepada para pemangku kepentingan tingkat tinggi yang memiliki pengetahuan yang cukup mumpuni dalam hal pembangunan infrastruktur dan hubungan kerja dengan IndII—hubungan yang dapat menjadi lebih produktif melalui peningkatan pemahaman akan prioritas infrastruktur Indonesia, kebutuhan untuk memperbaiki tata kelola, dan strategi yang telah terbukti efektif untuk memenuhi prioritas dan kebutuhan tersebut. Para sasaran khalayaknya meliputi: • Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas • Pejabat pemerintah regional dan daerah • Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), instansi/ perusahaan sanitasi, dan instansi angkutan daerah • Badan usaha milik negara dan sektor swasta • Konsultan nasional dan internasional (perusahaan/ perorangan) dengan keahlian yang berkaitan dengan ranah kerja IndII • Masyarakat donor internasional • Akademisi • LSM dan organisasi berbasis masyarakat Program-program tertentu dari IndII, khususnya kegiatan penjangkauan, juga menyasar khalayak yang lebih umum:
• Wartawan • Penerima manfaat langsung • Masyarakat Indonesia Modalitas Untuk menjelaskan setiap kegiatan komunikasi yang telah dilakukan selama hampir 10 tahun oleh komponen komunikasi IndII akan terlalu panjang. Berikut adalah upaya untuk merangkum inisiatif utama yang telah dilakukan IndII. Dalam setiap inisiatif, dasar pemikirannya diperoleh dengan mempertimbangkan khalayak yang disasar dan tujuan—dukungan untuk kegiatan teknis dan/ atau diplomasi publik—yang diutamakan. Situs web dan multimedia: Sebagai perangkat penyedia informasi yang ditujukan terutama pada khalayak teknis, situs web IndII berfungsi sebagai pusat untuk menampilkan semua materi cetak dan elektronik IndII. Perancangan ulang yang dilakukan pada 2015 memperbaiki fungsi navigasi dan pencarian. Hal ini sangat penting karena jumlah materi pada situs web tersebut telah meningkat drastis. Multimedia yang tersedia pada situs web tersebut meliputi tautan-tautan ke video (seperti “Nothing About Us Without Us” dari IndII yang direspon positif, yang membahas kebutuhan untuk menjadikan transportasi umum di Jakarta aman dan mudah diakses oleh semua pihak), berkas audio, 155
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Hari Kesadaran Sanitasi di sekolah. -Atas perkenan IndII
infografis, kisah inspiratif, presentasi yang disusun oleh para konsultan IndII tentang berbagai topik teknis, dan foto/ringkasan kegiatan IndII. Kolom “Wawancara dan Pembahasan” dari situs web ini menyajikan wawancara dengan para pemangku kepentingan Indonesia yang berasal dari pemerintah nasional dan daerah, sehingga berkontribusi terhadap tujuan hubungan kemitraan yang baik dan kesetaraan gender. Layanan berita harian/mingguan: Layanan populer ini menyediakan terjemahan artikel-artikel terkait infrastruktur, yang diatur berdasarkan sektor, berasal dari pers Indonesia, dikirimkan kepada para pelanggan melalui email massal. Pada awalnya, layanan ini dilakukan setiap hari, tetapi kemudian diubah menjadi mingguan sebagai upaya penghematan biaya. Layanan ini berkontribusi terhadap visibilitas dan hubungan IndII dengan para pemangku kepentingan yang bukan dari Indonesia, dan karena disajikan melalui situs web IndII, layanan ini juga menarik banyak pengunjung. Kegiatan lintas sektor dan spesifik sektor: Di samping kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan penjangkauan, IndII menyelenggarakan, baik sendiri maupun bersama organisasi-organisasi mitra, dan berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan tambahan. Seluruh kegiatan ini dirancang untuk mempromosikan hubungan positif dengan para pemangku kepentingan 156
dan membagikan informasi tentang kegiatan-kegiatan IndII. Contohnya meliputi: • Kegiatan pada Juli 2011, dihadiri oleh pejabat senior Pemerintah Indonesia dan Australia, merayakan keberhasilan Tahap I dan mengedepankan diskusi paralel tentang isu infrastruktur transportasi dan air minum dan sanitasi. • Pada November 2012, IndII dan Kementerian PU mengadakan acara penandatanganan yang menerbitkan Panduan Keselamatan Jalan, yang disusun oleh Unit Rekayasa Keselamatan Jalan di Ditjen Bina Marga dengan dukungan IndII, panduan standar resmi untuk digunakan dalam Kementerian PUPR. Kegiatan ini juga memperingati Hari Korban Kecelakaan Lalu Lintas Sedunia. • Sehubungan dengan Hari Air Sedunia pada Maret 2013, IndII dan para pemangku kepentingan lain mengadakan pengarahan (briefing) kepada media dengan fokus khusus pada Program Hibah Air Minum. • Pada September 2014, acara penandatanganan merayakan perjanjian antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan 43 Pemda untuk menyediakan infrastruktur sanitasi melalui sAIIG, serta meluncurkan kampanye penjangkauan Diplomasi Publik Sanitasi IndII. IndII membuka stan di pameran Indonesian Water and Wastewater Forum (IWWF) pada April 2015 yang dikunjungi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Kampanye penjangkauan tentang Program Hibah Air Minum dan Diplomasi Umum Sanitasi: Prakarsa-prakarsa ini, sebagaimana dijelaskan dalam gambaran umum, menjadi sarana utama IndII mengkomunikasikan pesan-pesannya kepada masyarakat umum dan penerima manfaat. Inisiatif ini juga memberikan peluang kepada para pejabat Pemda untuk menunjukkan kepada para konstituen mereka bagaimana mereka membantu masyarakat —yang berdampak pada antusiasme Pemda akan pemrograman air minum dan sanitasi oleh IndII. Selain itu, inisiatif-inisiatif ini juga menawarkan sebuah wadah bagi para pejabat Pemerintah Australia untuk mengedepankan tujuan-tujuan diplomasi publik, serta untuk menghasilkan sumber yang kaya akan kisah kepentingan manusia dan kesempatan baik untuk berinteraksi dengan media cetak dan penyiaran.
Senior Program Officer IndII Nur Fadrina Mourbas (kiri) turut serta dalam acara bincang radio sebagai bagian dari kegiatan diplomasi publik mengenai sanitasi di Cimahi, Jawa Barat. -Atas perkenan IndII
• IndII terus memberikan dukungan dalam perencanaan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Bappenas yang diadakan setiap dua tahun sekali. Kegiatan terakhir dilakukan pada November 2015 di Jakarta, dengan tema “Hari Pengetahuan.” • Lebih dari 50 ahli dari universitas-universitas di Indonesia dan Australia, lembaga riset, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan dari pemerintah menyajikan hasil dari riset kolaboratif mereka pada sebuah konferensi Juli 2016 yang meluncurkan laporan akhir tentang delapan program riset air minum dan sanitasi inovatif (AIIRA, Australia Indonesia Infrastructure Research Award) yang didanai melalui IndII. Siaran pers disiapkan bersama oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, dan kegiatan tersebut dihadiri oleh beragam media.
Prakarsa: Jurnal teknis ini terutama berfungsi untuk menjabarkan dasar pemikiran kegiatan-kegiatan IndII, dengan menganalisis lingkungan kebijakan yang lebih luas dan memaparkan justifikasi dari pendekatan IndII dalam memenuhi prioritas infrastruktur Pemerintah Indonesia. Jurnal teknis ini juga kemudian menarik berbagai pemangku kepentingan ke dalam dialog tentang pembangunan infrastruktur; lebih dari 40 persen penulis dan subyek wawancara berasal dari pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, akademisi, jurnalisme, BUMN, dan masyarakat pembangunan internasional. Publikasi ini menjadi dasar bagi empat volume buku yang mengumpulkan ringkasan penting dari Prakarsa, mengabadikan kontribusi IndII, dan menyampaikan informasi dan analisis yang banyak dibutuhkan dalam bahasa Indonesia ke universitasuniversitas di seluruh Indonesia. Laporan teknis, publikasi, dan email massal: IndII menerbitkan lusinan buku, laporan konsultan, dan surat selebaran (seperti Aktivitas Terbaru, Kisah Sukses, Catatan Pengarahan (Briefing), dan brosur informasi). Contoh-contohnya meliputi: • IndII mengirimkan 22 email massal (e-blast) kepada para pemangku kepentingan yang berisi Aktivitas Terbaru, Kisah Sukses, dan berbagai tautan ke publikasi baru di situs web IndII. Contohnya adalah, email massal pada Mei 2015 terkait informasi tentang kampanye Diplomasi 157
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
Publik Sanitasi, interaksi IndII dengan para mahasiswa New Colombo Plan, lokakarya gender dan disabilitas, serta pengembangan portal pengetahuan mobilitas perkotaan. • IndII menerbitkan sebuah Buku Keselamatan Jalan yang memperkenalkan kepada para mitra Indonesia konsep-konsep yang tidak biasa namun penting tentang peran yang dimainkan kerekayasaan dalam keselamatan. • IndII menyusun serangkaian Catatan Pengarahan singkat yang dirancang untuk menyampaikan pesan yang mudah dicerna namun secara teknis mumpuni, kepada para pembuat keputusan dalam pemerintah Indonesia, berdasarkan kegiatan dan temuan IndII, untuk membantu mereka lebih memahami opsi-opsi kebijakan dan dampak dari keputusan-keputusan mereka. Beberapa catatan dipublikasikan dalam Prakarsa agar terdistribusi lebih luas, tetapi Catatancatatan tersebut dirancang sebagai surat selebaran yang berdiri sendiri dan mungkin bersifat rahasia untuk disampaikan kepada para pejabat selama diskusi teknis. • Laporan teknis/konsultan: Laporan teknis/ konsultan ini secara konsisten diterbitkan dengan tampilan yang menarik (pemberian kode warna berdasarkan sektor) dan isi yang terstandarisasi. Pengukuran Hasil Mengukur dampak langsung dari kerja komunikasi selalu menantang. Alasannya mencakup keterbatasan sumber daya, yang berarti Pemantauan & Evaluasi (M&E) yang teliti cenderung tidak disertakan ke dalam kegiatan. Namun demikian, mungkin dapat dikumpulkan beberapa informasi penting yang menunjukkan efektivitas inisiatif komunikasi: • Dampak dari Prakarsa diukur melalui dua sarana berikut: »» Salinan Prakarsa Compendium , yang berisi hal-hal penting dari jurnal dalam bentuk berjilid, dikirimkan tanpa diminta ke perpustakaanperpustakaan universitas dan fakultas-fakultas seperti sekolah pembangunan atau ekonomi. Tanggapan yang luar biasa besar diterima dari universitas-universitas di Indonesia, dengan lebih dari seperempat penerima mengakui telah menerima dan banyak di antaranya memberikan 158
umpan balik positif. Sekitar setengah dari lembaga yang memberikan komentar meminta salinan tambahan, publikasi IndII lainnya atau edisi Prakarsa selanjutnya. »» Audit internet informal menemukan sejumlah kutipan akademis dari Prakarsa, terutama dalam bahasa Indonesia. Audit tersebut juga menyingkap bahwa sejumlah basis data, portal pengetahuan, kelompok, dan asosiasi menyajikan artikel-artikel Prakarsa, Jurnal Prakarsa, atau Prakarsa Compendium sebagai sumber daya digital. (Perlu dicatat bahwa sulit untuk melakukan pencarian yang akurat, karena “prakarsa” adalah kata yang lazim dalam bahasa Indonesia, yang sering digunakan sehubungan dengan berita infrastruktur; kemudahan menemukan kutipankutipan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak lagi yang tersimpan dalam hit lainnya.) • Beberapa kegiatan Pemantauan & Evaluasi disertakan dalam kampanye Diplomasi Publik Sanitasi (SPD, Sanitation Public Diplomacy). Sebagai contoh, survei sebelum dan sesudah dilakukan terhadap para siswa yang berpartisipasi, dan hasilnya selalu menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan tentang sanitasi dan kebutuhan akan infrastruktur. Hasil dari lokakarya wartawan diukur dengan menentukan apakah akan terdapat liputan pers setelahnya. Terdapat 8 hingga 20 artikel berita yang dipublikasikan di masing-masing dari 17 kota tempat kampanye SPD diadakan. Di samping itu, pesan teks dari para pendengar dilacak selama acara bincang-bincang radio di masing-masing daerah. Mulanya diperkirakan akan hanya ada sedikit reaksi dari pendengar radio, tetapi pada kenyataannya stasiunstasiun radio menerima lima hingga delapan pesan teks selama setiap acara. • Karena pesan yang disampaikan IndII cenderung bersifat teknis, liputan di media yang menyasar khalayak umum seringkali bukan merupakan sasaran utama dari kegiatan. Namun, terdapat kasus-kasus dimana kegiatan peliputan media pun memberikan hasil yang baik. Sebagai contoh, di samping liputan kampanye SPD yang disebutkan di atas, kampanye Program Hibah Air Minum telah menghasilkan 209 artikel dan 24 acara bincang-bincang.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
• Analisis terhadap situs web menunjukkan bahwa situs tersebut secara efektif menarik para pemangku kepentingan. Lebih dari 60 persen kunjungan merupakan hasil dari Google hit atas situs web tersebut. Para pengunjung terutama berasal dari Indonesia dan Australia, walau ada pula pengunjung dari Malaysia, Singapura, dan hingga Eropa. • Tim komunikasi IndII diminta mendukung program yang didanai oleh Pemerintah Australia, EINRIP (Eastern Indonesia National Road Improvement Project) untuk berpartisipasi dalam International Road Federation Global Achievement Awards dalam kategori Pengelolaan Program. Dengan dukungan IndII, EINRIP menghasilkan video, presentasi PowerPoint, dan ringkasan tertulis, yang mengantarkannya pada kemenangan pada September 2015.
pendekatan berbasis bukti. Pengukuran dampak semacam ini secara intrinsik sulit. Terlalu mudah untuk pada akhirnya mengandalkan ukuran-ukuran kuantitatif proses—jumlah publikasi yang dihasilkan, wartawan yang hadir, salinan yang didistribusikan, dan sebagainya—yang seluruhnya mungkin merupakan pencapaian yang sah tetapi tetap tidak benar-benar menjawab pertanyaan akan dampak sesungguhnya. Tantangan yang keempat adalah menetapkan strategi komunikasi yang dianggap memuaskan baik secara internal oleh staf IndII dan secara eksternal dari sudut pandang penyandang dana. Perbedaan tersebut lazim, tetapi berdasarkan peninjauan atas hal-hal yang telah terjadi, akan sangat memberi dukungan bila sejak awal terdapat penekanan yang lebih besar terhadap upaya untuk mendapatkan dan mempertahankan dukungan dari para pihak eksternal penting.
Tantangan-Tantangan
Pembelajaran yang Diperoleh
Selama IndII berdiri, komponen komunikasi IndII menghadapi berbagai tantangan yang pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat jenis. Tantangan pertama adalah banyak sekali hal-hal operasional internal rutin yang memakan waktu staf, terutama terkait dengan keterbatasan anggaran dan kerumitan prosedur pengadaan. Tidak ada yang perlu disoroti dari tantangan ini, kecuali bahwa tantangan ini mengindikasikan jebakan-jebakan yang harus dihindari di kemudian hari (dijelaskan dalam bagian “Pembelajaran yang Diperoleh” di bawah ini).
Kegiatan komunikasi IndII telah menghasilkan beberapa pembelajaran yang akan relevan dengan upaya komunikasi pada masa mendatang dalam konteks suatu fasilitas yang ditujukan untuk isu-isu kebijakan, pembiayaan, dan pembangunan infrastruktur yang rumit.
Tantangan kedua adalah kerumitan pekerjaan teknis IndII. Staf komunikasi ditugaskan untuk menyaring informasi supaya jelas, yang ditujukan bagi khalayak dengan tingkat pemahaman teknis tinggi, dari informasi padat yang terkadang berbelit-belit yang diberikan oleh mereka dengan kemampuan menulis yang bervariasi. Sementara staf teknis dapat melakukan spesialisasi, sebaliknya, tim komunikasi harus mampu menyusun pesan dari seluruh kegiatan IndII yang demikian beragam. Ketiga, seringkali sulit untuk menilai dengan baik dampak dari kegiatan komunikasi — masalah yang menjadi lebih signifikan seiring pendewasaan IndII dan tim diharapkan dapat menjustifikasi kegiatan-kegiatannya menggunakan
• Ketika merencanakan anggaran untuk keseluruhan program sebelum proyek dimulai, masukkan pos barang/jasa untuk kegiatan komunikasi. Pastikan terdapat prosedur pengadaan yang sesuai untuk belanja skala kecil. • Apabila diperlukan, pekerjakan staf yang telah berpengalaman dalam satu atau lebih bidang teknis operasi proyek guna melengkapi pengalaman komunikasi mereka. • Masukkan kegiatan Pemantauan & Evaluasi ke dalam program komunikasi sejak awal, lengkap dengan serangkaian ukuran kualitatif dan kuantitatif realistis yang jelas yang akan digunakan. • Pertimbangkan untuk memasukkan tim komunikasi ke dalam komponen Pemantauan & Evaluasi. Fungsi Pemantauan & Evaluasi dan komunikasi dapat saling melengkapi dan keduanya dapat diperkuat dengan menciptakan struktur hubungan kerja yang erat.
159
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
• Dapatkan dan pelihara dukungan dari penyandang dana untuk visi dan strategi komunikasi. Jadikan pencapaian tujuan besar para penyandang dana (misalnya, diplomasi umum) sebagai bagian yang melekat dari perencanaan strategis. Simpan dokumentasi terkait tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama dan pembenarannya sedemikian rupa sehingga mudah untuk dijadikan referensi dan dapat diacu apabila terjadi pergantian staf. • Infrastruktur sebagai salah satu sasaran pembangunan nasional Indonesia, merupakan topik strategis yang memerlukan keterlibatan media secara teratur. Penting untuk melihat media sebagai mitra yang dapat menstimulasi dialog lebih lanjut tentang isu-isu infrastruktur yang penting. Isu aksesibilitas, misalnya, mempengaruhi masyarakat luas tetapi jarang dibahas dan jarang menjadi pokok berita. Pendekatan yang lebih terstruktur terhadap keterlibatan dengan media dapat memperbaiki hal ini. Apabila semua pembelajaran di atas harus dipersingkat menjadi satu kalimat, akan menjadi: Rencanakan belanja komunikasi, prosedur administratif, dan pendekatan Pemantauan & Evaluasi sebelum program dimulai; kemudian dapatkan dan pertahankan dukungan dari penyandang dana untuk visi dan strategi komunikasi. Komponen komunikasi IndII mencapai banyak hal selama pelaksanaan program; dengan memperhatikan pembelajaran-pembelajaran tersebut, program yang baru dapat diharapkan mencapai bahkan lebih banyak lagi.
160
Tentang penulis Carol Walker membantu penyusunan strategi komunikasi IndII dan menjabat sebagai kepala editor Prakarsa, jurnal IndII tentang isuisu kebijakan infrastruktur sampai dengan November 2015. Carol sebelumnya telah menjadi konsultan bagi Forum Riset Ekonomi, DAI, KPMG, BearingPoint, dan klien-klien lain mengenai penjangkauan dan komunikasi terkait topiktopik seperti mengembangkan modal sosial, mereformasi subsidi perumahan di Mesir, dan meningkatkan persaingan Indonesia. Dia juga pernah berafiliasi dengan IBA, penerbit besar majalah berita dan umum berbahasa Inggris di Mesir, serta memegang beberapa jabatan editorial. Carol merupakan Direktur Eksekutif Kamar Dagang Amerika di Indonesia pada 1993–1997. Carol memiliki gelar Master di bidang Kebijakan Publik dari Harvard University dan telah menyelesaikan beasiswa Foreign Languages dan Area Studies di Cornell University, dengan spesialisasi bahasa Indonesia.
PRAKARSA COMPENDIUM | JEJAK KARYA
TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini, IndII menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Pemerintah Australia melalui DFAT dan mitra utama program – Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beserta segenap jajaran pemerintah daerah dan mitra berbasis masyarakat yang telah bekerjasama dengan tenaga ahli IndII. Semua pihak bisa berbangga atas capaian dan dampak kemitraan ini sebagai upaya untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kami juga ingin memberikan apresiasi bagi David Ray, Direktur Program; Jeff Bost, Wakil Direktur; Jim Coucouvinis, Direktur Teknis Air Minum dan Sanitasi; Robert Hardy, Direktur Teknis Transport; dan Lynton Ulrich, Penasihat Utama Pembiayaan Infrastruktur, atas dukungan, nasihat, dan masukan teknis untuk publikasi ini. Kami juga sangat berterima kasih untuk setiap penulis. Kontribusi tulisantulisan ini mencerminkan pembelajaran dan jejak karya IndII. Terima kasih juga kami sampaikan bagi rekan Eleonora Bergita dan Carol Walker atas dukungan penyuntingan, dan Maria Renny untuk masukan desain publikasi. Mira Renata Editor
161
Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) adalah sebuah proyek yang didukung oleh Pemerintah Australia yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan meningkatkan relevansi, kualitas, dan kuantum dari investasi pada bidang infrastruktur.