Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan
wilayah
pada
dasarnya
dimaksudkan
untuk
mendayagunakan secara optimal potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai intsrumen kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian wilayah demi peningkatan kapasitas masyarakat dalam meningkatkan hidup dan kehidupannya.
Dengan demikian pembangunan wilayah diarahkan untuk
mempercepat perwujudan pemerataan pembangunan keseluruh daerah melalui pemanfaatan
keunggulan
dan
kompetitif
masing-masing
daerah
untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha serta keterkaitan dan kerjasama ekonomi antar pelaku, antar daerah yang saling menguntungkan dengan mendayagunakan
seluruh
potensi
sumberdaya
yang
ada
dengan
tetap
memperhatikan kemampuan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Salah
satu
program
pembangunan
prioritas
untuk
mempercepat
pembangunan wilayah adalah pengembangan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh (KSCT) melalui pembentukan pusat-pusat pertumbuhan dan hinterlandnya (daerah sekitarnya) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai prime mover bagi kawasan sekitarnya.
Untuk mendorong pencapaian target pembangunan
tersebut dalam mendorong pengembangan ekonomi pada KSCT, produk kebijakan yang dihasilkan antara lain Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang salah satu produk hukum turunnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan
I-1
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah dan Undang-Undang Nomor
23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. KSCT dengan potensi sumber daya alam dan lokasi yang menguntungkan, seharusnya
berkembang
dan
mampu
menjadi
pendorong
percepatan
pembangunan bagi wilayah yang potensi ekonominya rendah. Namun demikian KSCT masih menghadapi banyak kendala dalam berbagai aspek seperti infrastruktur, SDM, kelembagaan, maupun akses terhadap input produksi dan pasar. Sejalan dengan konsep otonomi daerah, perlu ada perubahan pendekatan perencanaan yang selama ini dilakukan dominan dari atas, harus dengan pendekatan sesuai dengan pola perencanaan yang bersumber dari bawah. Kabupaten Kolaka Utara merupakan kawasan dengan keragaman yang tinggi baik dari segi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kelembagaan masyarakat dan pemerintah, etnik dan sosial budaya, tingkat perkembangan dan pembangunan serta isu-isu lingkungan strategis yang berkembang di masingmasing kecamatan. Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan dan strategi percepatan pengembangan KSCT seyogyanya mempertimbangkan faktor-faktor keragaman tersebut. Hal ini dimaksudkan agar berbagai upaya pembangunan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran yang optimal yang merefleksikan aspirasi dan preferensi masyarakat. Dalam pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara, maka yang patut diperhatikan adalah bagaimana kebijakan dan strategi percepatan pengembangan KSCT yang ditetapkan dapat menstimulasi pengembangan ekonomi yang pada daerah sekitar KSCT. Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dan dapat berperan sebagai “motor penggerak” pembangunan wilayah di sekitarnya demi keseimbangan I-2
pembangunan antara pusat-pusat dengan daerah sekitar KSCT yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kolaka Utara. Oleh karena perlu dilakukan identifikasi kawasan-kawasan potensial di Kabupaten Kolaka Utara yang akan dikembangkan secara terpadu sebagai KSCT sesuai
dengan
potensi
sumberdaya
alam
yang
akan
dikembangkan.
Pengembangan KSCT antara lain dilakukan melalui pengembangan potensi unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan berinvestasi di Kabupaten Kolaka Utara.
1.2. Tujuan Kegiatan 1. Tersusunnya Dokumen Rencana Induk Pengembangan KSCT yang bersifat menyeluruh (komprehensif), ilmiah, partisipatif, dan antipatif. 2. Tersusunnya arahan kebijakan strategis dan indikator program kegiatan pengembangan KSCT.
1.3. Luaran (Output) Dokumen Rencana Induk Pengembangan KSCT memuat : a. Hasil kegiatan kajian menyeluruh terhadap semua aspek kunci pengembangan
kawasan
seperti:
potensi
kawasan,
potensi
pengembangan sektoral dan wilayah, struktur dan pemanfaatan ruang, faktor penghambat dan peluang pengembangan produk unggulan, dan peluang kerjasama antar wilayah; I-3
b. Proyeksi arah, skenario dan tahapan pengembangan kawasan dalam jangka menengah/lima tahun disertai indikator keberhasilan dan dikaitkan dengan upaya mendorong pengembangan wilayah dan desa tertinggal sekitarnya.
1.4. Lingkup Pekerjaan 1. Lingkup Wilayah Studi Lingkup wilayah studi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT adalah kecamatan yang berada di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Lingkup Kegiatan Tahapan-tahapan dan lingkup kegiatan di dalam pelaksanaan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara meliputi: a. Tahap Persiapan Survei Penelahaan materi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara. Pembuatan model-model untuk pengumpulan data di lapangan. Penyusunan program survei. b. Metode Pelaksanaan Survei Setelah Laporan Pendahuluan (ecxeption report) dinyatakan memenuhi syarat dan telah diterima oleh pihak pemberi tugas, maka tahap pekerjaan selanjutnya adalah survei lapangan yang terdiri dari: Mobilisasi personil dan peralatan.
I-4
Koordinasi dengan instansi terkait di wilayah perencanaan dan pengumpulan data sekunder yang relevan dengan kegiatan. Persiapan dan orientasi lapangan. Survei penyelidikan lapangan. Demobilisasi tim survei. c. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : Observasi lapangan untuk mengetahui letak dan posisi kawasan yang menjadi obyek perencanaan. Pengumpulan data sekunder pada instansi-instansi terkait. Wawancara kepada masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, pejabat setempat untuk mengetahui aspirasi dan animo masyarakat terhadap rencana Pengembangan KSCT. Wawancara terhadap pihak pelaku ekonomi disekitar KSCT. Kompilasi awal dengan mengelompokkan data sesuai kebutuhan analisis dan mengubah bentuk data ke dalam peta, tabel, diagram, grafik, gambar dan uraian sesuai dengan tujuan analisis yang dihimpun dalam suatu dokumen kompilasi data. 3. Jenis dan Tingkat Kedalaman Data Data yang dimaksud meliputi data yang berhubungan dengan wilayah perencanaan dan di luar wilayah perencanaan yang merupakan wilayah pengaruh dari wilayah perencanaan KSCT. Satuan pengamatan untuk Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara
sampai
pada
tingkat
kecamatan.
Data
yang
dikumpulkan
I-5
disesuaikan dengan kebutuhan analisis yang akan digunakan yang dapat dikelompokkan kedalam aspek-aspek : a. Kebijakan Pembangunan meliputi: investasi, arah pembangunan dan pengembangan wilayah yang berkaitan dengan wilayah perencanaan dan wilayah yang lebih luas (provinsi, kebijakan untuk kawasan khusus) serta fungsi dan peran wilayah perencanaan dalam lingkup regional dan nasional. b. Karakteristik Daerah yang meliputi: ekonomi wilayah, kondisi sektorsektor, SDM dan kependudukan, sosial kemasyarakatan, kondisi alam fisik lingkungan, sumber daya alam dan sumber daya buatan di Kabupaten Kolaka Utara. c. Sisi Pasar meliputi: Potensi perekonomian, sarana prasarana penunjang mobilitas ekonomi masyarakat, dan lembaga keuangan. 4. Analisis Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara membutuhkan serangkaian analisis untuk memahami karakteristik wilayah, dapat menggunakan berbagai metode analisis situasi dan kecenderungan dan lain-lain. Analisis dilakukan sekurang-kurangnya untuk : a. Menilai keadaan situasi terkini (exiting situation); b. Menilai kecenderungan perkembangan situasi yang akan datang (future situation); c. Menghitung kapasitas pengembangan; d. Memperkirakan kebutuhan masa yang akan datang; e. Memperkirakan arah perkembangan masa yang akan datang. I-6
1) Aspek-aspek yang dianalisis: Analisis Kebijakan Pembangunan; Analisis Sisi Sediaan SDA dan SDM; Analisis Pasar dan Proyeksi pembangunan ekonomi Analisis
Lingkungan;
Indikasi
geografis,
struktur
wilayah,
kelembaban, curah hujan, temperatur, kesesuaian lahan dan hubungan antar wilayah (infrastruktur). 2) Perumusan Sasaran Pengembangan KSCT Kab. Kolaka Utara: Perumuskan sasaran pengembangan KSCT, meliputi; Sasaran Jangka Panjang, untuk jangka waktu 10 tahun. Sasaran jangka panjang ini dibagi atas 2 periode 5 tahunan untuk mengantisipasi
perubahan-perubahan
yang
mungkin
terjadi
selama jangka waktu tersebut. Sasaran Jangka Pendek, merupakan sasaran tahunan untuk setiap periode 5 tahunan. Sasaran jangka pendek ini dirumuskan sebagai tolok ukur bagi pencapaian program-program yang akan dilakukan. 3) Rumusan Sasaran Pengembangan KSCT Kab. Kolaka Utara: Sasaran Potensi Kawasan; Sasaran Kebijakan Pembangunan; Sasaran Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah; Sasaran Pengembangan sektor dan produk unggulan; Sasaran Kerjasama antar wilayah.
I-7
5. Peran Serta Masyarakat dalam Proses Penyusunan Proses Penyusunan Rencana Induk Pengembangan KSCT, peran serta masyarakat harus terlibat dalam seluruh proses dimulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pengesahan. Bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam penyusunan tersebut dapat berupa : Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan; Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan; Pemberian masukan dalam perumusan Rencana Induk Pengembangan KSCT; Pemberian informasi atau pendapat dalam penyusunan strategi rencana; Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan.
1.5. Landasan Kebijakan dan Hukum Landasan kebijakan dan hukum yang digunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Kabupaten Kolaka Utara adalah: 1.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No 104, Tambahan Negara Republik Indonesia No. 4421);
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4700);
I-8
3.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4725);
4.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
5.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 No 244, Tambahan Negara Republik Indonesia No. 5587);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4578);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4585);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4664);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 No. 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4737); I-9
11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 14. Peraturan
Presiden
Nomor
5
Tahun
2010
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (RPJMN) 2010-2014, khususnya Buku III tentang Pembangunan Berdimensi Kewilayahan; 15. Permendagri No. 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan
Kawasan
Strategis Cepat Tumbuh di Daerah; 16. Permendagri No. 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 17. Edaran Mendagri No. 050/1240/II/Bangda, Tanggal 21 Juni 2001, tentang
Pedoman
Dokumen
Perencanaan
Pembangunan
Propinsi,
Kabupaten, dan Kota; 18. Surat Edaran Mendagri No. 05/1307/II/Bangda, tanggal 11 Agustus 2002, tentang Program Dasar Pembangunan Partisipatif (PDPP); 19. Permentan Nomor 50/2012 tentang Kawasan Pertanian; 20. Dokumen RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara; 21. Dokumen RTRW Kabupaten Kolaka Utara; 22. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Kolaka Utara; 23. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kolaka Utara. I-10
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENDEKATAN KONSEP PENGEMBANGAN 2.1. Perkembangan Teori Perencanaan Pengembangan Wilayah Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh (KSCT) Pembangunan Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh adalah salah satu upaya penguatan system inovasi dengan cara meningkatkan interaksi kolaborasi di antara
dan
sentra kegiatan iptek, kegiatan produktif dan gerakan
masyarakat. Penguasaan, pemajuan
dan pemanfaatan Ilmu pengetahuan,
teknologi, dan inovas sangatlah penting guna mendukung peningkatan daya saing daerah melalui upaya pembangunan daerah yang lebih progresif, inklusif dan berkelanjutan. Kawasan
Strategi dan Cepat Tumbuh
merupakan salah satu bentuk
wadah untuk menghubungkan institusi perguruan tinggi dengan dunia industri. Defenisi dari KSCT adalah sebuah strategi yang dilakukan secara terpadu yang menggabungkan dunia industry, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan, kewirausahaan, perbankan, pemerintah pusat dan daerah dalam satu lokasi yang memungkinkan aliran informasi dan teknologi secara efisien dan cepat (Haerani, 2015). Kluster industry menjadi topik utama, karena cluster merupakan unit analisis dalam studi empiris yang tepat, serta memiliki eksternalitas yang kuat dalam konteks keterkaitan antar-industri. Cluster didefenisikan sebagai kumpulan industry yang saling terkait satu sama lain berdasarkan hubungan pembeli dan pemasok yang terspesialisasi, atau memiliki keterkaitan dalam II-1
teknologi maupun keterampilan (Porter, 1990). Porter mencoba mengaitkan peranan strategi dan inovasi perusahaan dalam
cluster-kluster untuk
menciptakan keunggulan kompetitif. Beberapa studi empiris menegaskan bahwa kluster industri secara regional terjadi di Negara industri maupun di Negara berkembang. Penyebaran cluster secara regional ditemukan di Jerman, India, Italia, Spanyol (Gee dan Robinson, 1995; Porter, 1994). Kluster industry awalnya dikaitkan district.
dengan Marshallian industrial
Alfred Marshall (1919) sebagai seorang ekonom pertama yang
mengamati jenis-jenis industry tertentu yang berlokasi di beberapa daerah di Inggris, Jerman dan Negara-negara lain. Mendefenisikan suatu sentra industry (Industrial districts) sebagai Kluster produksi tertentu yang berdekatan. Ia membedakan antara “ Kota Manufaktur” dan sentra industry ( Bellandi, 1989; Marshall, 1919:285). Secara regional , timbul kesenjangan pembangunan Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh. Pengurangan kesenjangan pembangunan wilayah ini akan sulit dilaksanakan apabila proses perkembangan dibiarkan tanpa adanya intervensi pemerintah. Kawasan di Kabupaten Kolaka Utara yang sudah tertinggal akan semakin tertinggal apabila tidak ada upaya yang sungguhsungguh dari pemerintah untuk mengatasinya. Atas dasar itu, maka pada tahun
1996pemerintah
mengeluarkan
kebijakan
pengembangan
wilayah
meliputi : (1) Kawasan Pengembangan ekonomi Terpadu di Kawasan Sulawesi Tenggara ; (2) Pengembangan komoditas tertentu,; (3) Pmeberian insentiv investasi ( Prasetyo dan Djwardi, 2000). Salah satu pengembangan Kabupaten Kolaka Utara yang diputuskan adalah mengembangkan satu kawasan andalan di setiap provinsi yang disebut II-2
Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh di Kabupaten Kolaka Utara. KSCT ini diharapkan dapat menjadi “Pusat Pertumbuhan” yang pada gilirannya mampu merangsang
pertumbuhan wilayah sekitarnya (Hinterland) melalui ‘ trickle
down effects’. Pada KSCT tersebut akan diperioritaskan pembangunan baik berupa
upaya-upaya
pengembangan infrastruktur, pengembangan
sumberdaya alam, pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan.
2.2. Teori Ekonomi Wilayah Ilmu ekonomi regional adalah cabang ilmu ekonomi yang memasukkan unsur lokasi dalam bahasan ilmu ekonomi tradisional. Ilmu ekonomi regional memiliki kekhususan dalam menjawab pertanyaan where, yaitu tentang di mana lokasi dari suatu kegiatan yang seharusnya, namun tidak menunjuk pada lokasi konkret. Pada umumnya ilmu ekonomi regional memiliki tujuan yang sama dengan teori ekonomi umum, yaitu full employment, economic growth, dan price stability. Ilmu ekonomi regional bermanfaat untuk membantu perencana wilayah menghemat waktu dan biaya dalam memilih lokasi. Ilmu Ekonomi Wilayah (Regional Economics) dan juga Ekonomi Kota (Urban Economics) pada dasarnya merupakan cabang dari ilmu ekonomi konvensional/tradisional/nasional; yang memasukkan unsur ruang (lokasi dan struktur) serta keragaman ruang (dalam hal ini keragaman wilayah) ke dalam teori, analisis dan metodologi ilmu ekonomi; yang mana hasil – hasil analisis ekonomi tersebut dapat diaplikasikan dalam mendukung perencanaan suatu wilayah/kota ; dan juga dalam rangka mengatasi permasalahan - permasalahan ekonomi (dan sosial) di masyarakat sehingga akan terjadi peningkatan
II-3
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah/kota tersebut menjadi lebih optimal (Vinod, 1964). Ilmu ekonomi regional murni membicarakan prinsip-prinsip ekonomi yang terkait dengan wilayah. Terdapat 2 kelompok ilmu yang lazim menggunakan ilmu ekonomi regional sebagai peralatan analisis. Regional science adalah gabungan berbagai disiplin ilmu yang digunakan untuk menganalisis kondisi suatu wilayah dengan menekankan analisisnya pada aspekaspek sosial ekonomi dan geografi, sedangkan regional planning yang lebih menekankan analisisnya pada aspek-aspek tata ruang, land use (tata guna lahan) dan perencanaan (planning). Hal-hal yang menjadi landasan pentingnya ekonomi regional: 1. Keuntungan sumber daya alam ( natural resources advantage ) 2. Penghematan dari pemusatan ( economic of concentration ) 3. Biaya angkut Peran Ilmu Ekonomi Regional ialah sebagai penentuan kebijaksanaan awal, sektor mana yang dianggap strategis, memiliki daya saing dan daya hasilnya yang besar, comperative advantage dan dapat menyarankan komoditi / kegiatan apa yang perlu dijadikan unggulan dan disub wilayah mana komoditi itu dapat dikembangkan
2.2.1. Aspek Perekonomian Wilayah a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Total nilai atau harga pasar dari seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian regional (propinsi, Kabupaten/kota, kecamatan) selama kurun waktu tertentu (1 tahun). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai II-4
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam penghitungan ini digunakan harga tahun 2000. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Pada penyajian PDRB/PDB atas dasar harga berlaku, semua angka pendapatan regional/nasional dihitung/dinilai atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Pada penyajian PDRB/PDB atas dasar harga konstan, semua angka pendapatan regional/nasional dihitung/dinilai atas dasar harga tahun dasar. Karena dihitung berdasarkan harga tahun dasar yang bersifat tetap, maka perkembangan yang terjadi mencerminkan perkembangan riil dan bukan karena pengaruh kenaikan harga (inflasi). Dalam analisis ekonomi di bidang ilmu PWK lebih diutamakan menggunakan PDRB atas dasar harga konstan, karena lebih dapat mencerminkan tumbuh kembangnya perekonomian suatu wilayah/kota secara riil (bukan karena kenaikan harga).
b. Analisis LQ (Location Quotient) Analisis LQ digunakan untuk menentukan sektor apa yang merupakan sektor basis dan apa yang bukan merupakan sektor basis. Rumusnya yaitu:
II-5
LQ =
𝑝𝑠/𝑝𝑑 𝑝𝑠/𝑝𝑙
Keterangan: LQ = Location Quotient ps = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkal lokal. pl = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkal lokal. PS = Produksi/kesempatan kerja sektor i, pada tingkal regional. PL = Produksi/kesempatan kerja total, pada tingkal regional. Dengan ketentuan: Jika LQ ≥ 1 sektor basis, bermakna bahwa sektor tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah dan juga diekspor ke luar wilayah. Jika LQ < 1 sektor non-basis, bermakna bahwa sektor tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan permintaan di dalam wilayah. c. Analisis Shift Share Analisis Shift–Share digunakan untuk menganalisis perubahan kegiatan ekonomi pada periode waktu tertentu (> 1 tahun). Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui perbandingan perkembangan berbagai sektor pada suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan produksi atau kesempatan kerja dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Berikut adalah skemanya.
Gambar 2.1. Skema Tiga Komponen Pertumbuhan Wilayah. II-6
KPN merupakan komponen share dan sering disebut sebagai national share. KPN adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yg disebabkan oleh perubahan produksi atau KK secara umum, kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan lain yg mampu mempengaruhi sektor perekonomian dalam suatu wilayah. KPP merupakan komponen proportionalshift ;yaitu penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan wilayah. KPP adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yg disebabkan oleh komposisi sektor–sektor industri di wilayah tsb, perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Apabila nilai KPP positif (KPP > 0) maka wilayah/daerah yang berspesialisasi dalam sektor yg secara nasional tersebut tumbuh cepat dan apabila nilai KPP bernilai negatif (KPP < 0) maka wilayah/daerah yang berspesialisasi dalam sektor yg secara nasional tersebut tumbuh dengan lambat. KPPW merupakan komponen differential shift, sering disebut komponen lokasional atau regional atau sisa lebihan.KPPW adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yg disebabkan oleh keunggulan komparatif wilayah tsb, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan lokal di wilayah tsb. Apabila nilai KPPW positif (KPPW > 0) pada
sektor
tersebut
mempunyai
keunggulankomparatif
(comparative
advantage) di wilayah /daerah (disebut juga sebagai keuntungan lokasional) atau mempunyai daya saing, dan apabila nilai KPPW negatif (KPPW < 0) maka sektor tersebut tidak mempunyai keunggulan komparatif atau tidak dapat bersaing. II-7
PE
= KPN + KPP + KPPW = (Yt/Yo – 1) + (Yit / Yio - Yt/Yo)+(yit / yio - Yit/Yio) = [Ra – 1] + [ Ri - Ra ] + [ri - Ri] Di mana; PE = Pertumbuhan Ekonomi wilayah lokal. Yt = Indikator Ekonomi Wilayah Nasional, akhir tahun analisis. Yo = Indikator Ekonomi Wilayah Nasional, awal tahun analisis. Yit = Indikator Ekonomi Wilayah Nasional sektor i, akhir tahun analisis. Yio = Indikator Ekonomi Wilayah Nasional sektor i ,awal tahun analisis. Yit = Indikator Ekonomi Wilayah Lokal sektor i , akhir tahun analisis. yio = Indikator Ekonomi Wilayah Lokal sektor i , awal tahun analisis. PB = KPP + KPPW Di mana: Jika PB ≥ 0 sektor tersebut progresif Jika PB < 0 sektor tersebut mundur d. Identifikasi Sektor Unggulan Identifikasi sektor unggulan dilakukan setelah melakukan analisis LQ dan Shift Share. Setelah dilakukan analisis, hasil analisis dimasukkan ke dalam diagram–diagram di bawah ini untuk diidentifikasi sektor apa yang bisa menjadi unggulan di wilayah / kota tersebut.
Gambar 2.2 Diagram Plotting LQ dan PB II-8
e. Skalogram Keterkaitan antara aktivitas ekonomi dengan aspek lokasi dalam suatu ruang sudah mulai dipelajari sejak era Von Thunen yang menjelaskan tentang pola spasial dari aktivitas produksi pertanian. Von Thunen berangkat dari suatu pemikiran sederhana bahwa pola penggunaan lahan dalam suatu ruang merupakan fungsi dari perbedaan harga produk pertanian yang dihasilkan dan perbedaan biaya produksinya, dimana jarak dari pusat pasar merupakan faktor penentu besarnya biaya produksi. Pemikiran ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa : (1) biaya hanya ditentukan oleh jarak dari pasar, (2) karakteristik wilayah dianggap homogen, (3) harga di pusat pasar ditentukan oleh mekanisme suplai dan demand yang normal, (4) tidak ada halangan untuk melakukan perdagangan (no barrier to trade) seperti biaya tarif, kebijakan harga, labor immobility dan sebagainya.
Dengan asumsi yang sedemikian
ketat, model ideal dari Thunen ini tidak dapat menggambarkan dengan cukup baik aktivitas ekonomi riil yang terjadi. Pemikiran awal ini kemudian diperkaya oleh Christaller
dan Losch
dalam Smith (1976) dengan “teori lokasi pusat” yang mulai mencoba untuk menjelaskan mengapa dalam suatu wilayah bisa muncul pusat-pusat aktivitas. Menurut Christaller setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi.
Karena itu secara lokasional aktivitas dari suatu produsen
ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu.
Dengan demikian wilayah cakupan dari produk yang
dihasilkan akan sangat tergantung kepada seberapa jauh keinginan konsumen melakukan perjalanan untuk memperolehnya, elastisitas demand, harga II-9
produk, biaya transport, dan frekuensi penggunaannya.
Area di sekitar
produsen atau suplier yang memiliki tingkat demand konsumen yang mencukupi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan disebut dengan istilah treshold. Setiap produk yang dihasilkan termasuk dalam hal ini fasilitas umum mempunyai wilayah treshold-nya sendiri.
Karena itu distribusi spasial dari
aktivitas produksi (termasuk fasilitas umum) bisa diprediksi berdasarkan wilayah treshold-nya. Dari sisi karakteristik suplai, aktivitas ekonomi skala besar akan berada di pusat pelayanan hirarki 1 karena wilayah treshold-nya luas. Sementara dari sisi karakteristik demand, produk yang sifatnya inelastis dan frekuensi penggunaannya tidak terlalu sering juga akan berada di pusat pelayanan hirarki 1 sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan melalui maksimisasi jumlah konsumen yang harus dilayani.
Distribusi spasial dari
berbagai aktivitas dengan treshold yang berbeda akan mengarah pada tumbuhnya berbagai tingkatan lokasi pusat pelayanan, dan selanjutnya distribusi pusat-pusat ini akan membentuk pola spasial sistem lokasi pusatpusat pelayanan. Sistem lokasi pusat-pusat pelayanan dapat diidentifikasi melalui pendekatan top down yaitu dari aktivitas produksi dengan treshold tinggi ke rendah atau bottom up yaitu dari aktivitas produksi dengan treshold rendah ke tinggi.
Christaller dalam Smith (1976) melakukan identifikasi melalui
pendekatan top down.
Hasil analisanya menunjukkan bahwa lokasi pusat
utama akan menjadi semakin besar dan menyebar daripada lokasi pusat yang lebih rendah. Lokasi pusat utama ini akan menyediakan barang dan jasa utama (barang dan jasa yang dihasilkan oleh aktivitas produksi yang treshold-nya II-10
tinggi) dan sekaligus menyediakan barang dan jasa yang lebih rendah (barang dan jasa yang dihasilkan oleh aktivitas produksi yang treshold-nya rendah). Keberadaan barang dan jasa yang lebih rendah di lokasi pusat utama disebabkan karena produsen dengan treshold rendah ingin mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari treshold-nya itu sendiri.
Sementara itu
lokasi pusat pelayanan yang lebih rendah hanya akan menyediakan barang dan jasa yang lebih rendah. Sedangkan Losch dalam Smith (1976) melakukan identifikasi melalui pendekatan bottom up.
Hasil analisanya menunjukkan bahwa lokasi pusat
utama hanya akan menyediakan barang dan jasa utama, sedangkan lokasi pusat yang lebih rendah hanya akan menyediakan barang dan jasa yang lebih rendah. Menurut Smith (1976) pemikiran Losch ini banyak ditentang oleh para peneliti, karena dengan menggunakan teknik skalogram berdasarkan skala Gutman, secara empiris tidak pernah ditemukan lokasi pusat pelayanan yang hanya menyediakan barang dan jasa utama saja. Pada perkembangan selanjutnya Isard (1975), mulai mempertanyakan kegunaan dari teori yang tidak mampu melakukan prediksi karena asumsinya yang kurang realistis. Berkaitan dengan teori lokasi pusat, asumsi-asumsi yang dikritisi mencakup kondisi wilayah yang homogen, terjadinya persaingan sempurna antar produsen / suplier, lokasi produsen / suplier hanya didasarkan pada treshold, hanya ada satu produsen / suplier pada satu pusat, dan konsumen melakukan perjalanan hanya untuk satu tujuan saja. Berdasarkan
hasil
temuan
empiris,
produsen
/
suplier
selain
menyediakan jasa untuk konsumen, pada dasarnya juga menjadi konsumen bagi produsen / suplier yang lain. Karena itu antar produsen / suplier pun II-11
saling terkait dalam kerangka sistem suplai dan demand.
Dengan demikian
sebenarnya para produsen / suplier akan muncul di satu lokasi apabila terjadi konsentrasi demand di lokasi tersebut. Menurut Isard (1975) teori lokasi pusat tidak mempertimbangkan adanya konsentrasi demand, dan munculnya lokasi pusat utama dalam kondisi wilayah yang relatif homogen justru mengganggu asumsi dasar dari teorinya. Selain itu berdasarkan hasil temuan empiris, konsumen biasanya akan membeli lebih dari satu jenis barang dan jasa dalam satu kali perjalanan. Karena itu ketersediaan jenis barang dan jasa yang beragam akan mendorong konsumen untuk melakukan perjalanan.
Fakta empiris ini menggugurkan
asumsi bahwa konsumen melakukan perjalanan hanya untuk satu tujuan, dan sekaligus membuat asumsi bahwa lokasi produsen / suplier hanya ditentukan oleh treshold-nya menjadi tidak realistis. Apabila produsen / suplier memilih lokasi hanya berdasarkan treshold-nya, mereka akan memilih lokasi yang lebih jauh untuk bisa melayani wilayah konsumen yang lebih luas. Tetapi karena bagi konsumen membeli berbagai barang dalam satu kali perjalanan membuat ongkos transport menjadi lebih murah, maka produsen / suplier yang berbeda akan memilih lokasi yang berdekatan untuk melayani keinginan konsumen. Crissman dalam Smith (1976) mencoba untuk memperbaiki teori lokasi pusat dengan mengubah asumsinya.
Dengan menggunakan pendekatan top down
seperti yang dilakukan oleh Christaller, maka dia mengemukakan bahwa lokasi pusat utama ini mempunyai wilayah hinterland yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan oleh Christaller. Dari berbagai uraian di atas nampak bahwa berkembangnya suatu lokasi menjadi lokasi pusat pelayanan, secara alamiah terjadi karena adanya proses II-12
aglomerasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan economic of scale (biaya per satuan input menjadi lebih murah apabila skala aktivitasnya menjadi lebih besar) dan economic of scope (nilai tambah akan meningkat apabila berbagai aktivitas ekonomi yang berbeda digabungkan). Selanjutnya menurut Smith (1976), teori lokasi pusat ini akan sangat membantu dalam mengenali sistem hirarki pusat wilayah yang terjadi di lapangan secara empiris. Fakta empiris pertama yang dijumpai adalah sistem hirarki pusat
yang
berjenjang
seperti
distribusi log-normal
(rank-size
distribution of urban center). Menurut Berry dalam Smith (1976) hal ini terjadi karena proses trickle down effect berjalan dengan baik. Tenaga kerja di kotakota besar akan menuntut upah yang lebih tinggi, sehingga industri akan bergeser ke wilayah-wilayah yang upah tenaga kerjanya lebih rendah. Karena itu industri akan bergeser dari kota-kota besar ke kota-kota yang lebih kecil dan multiplier effect dari bergesernya lokasi industri ini akan mendorong proses trickle down terus berjalan. Namun terjadinya proses ini mensyaratkan adanya 2 hal yaitu : adanya pertumbuhan yang berimbang dan berkelanjutan dalam waktu yang relatif lama, dan adanya kompetisi diantara perusahaan dalam memperoleh faktor produksi dan tenaga kerja.
Karena itu menurut
Smith (1976) kondisi ini umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang perekonomiannya sudah matang, masyarakat industri, dan negara-negara maju. Fakta empiris kedua adalah sistem hirarki pusat dimana lokasi pusat utama sangat dominan (primate system). Dalam primate system, tidak semua bagian dari suatu wilayah mendapatkan pelayanan yang sama, tetapi ada satu pusat yang dipilih untuk dikembangkan melebihi share dari produsen / suplier II-13
yang secara riil ada di lokasi tersebut, memonopoli aktivitas ekonomi seluruh wilayah, dan meninggalkan wilayah hinterland yang jauh menjadi tidak terlayani. Banyak orang berpikir bahwa fakta empiris ini mirip dengan model Thunen,
dimana
munculnya
primate
center
justru
akan
mendorong
komersialisasi dan intensifikasi di wilayah hiterland-nya. Tetapi perlu diingat bahwa model Thunen tidak mempertimbangkan bahwa faktor-faktor ekonomi bisa bergerak dengan bebas. Menurut Kelley dalam Smith (1976) apabila tidak ada alternatif ekonomi yang lebih baik bagi produsen yang jauh dari pusat pasar, maka mereka akan menyesuaikan intesitas produksinya dengan pertumbuhan penduduk. Pada kondisi yang kompetitif hal ini akan mendorong berkembangnya pusat pasar di daerah periphery. Tetapi menurut Smith (1976) apabila jaringan transportasi, modal, dan industri terkonsentrasi di satu pusat (primate center), intensifikasi produksi di daerah periphery hanya akan menyebabkan harga yang lebih rendah bagi produk periphery yang dihasilkan (term of trade-nya rendah). Menurut Berry dalam Smith (1976) primate system ini terjadi karena suatu wilayah sedang dalam proses menuju masyarakat maju / masyarakat industri atau karena bargaining politik yang jauh tidak berimbang dimana lokasi pusat biasanya dihuni oleh para elite dengan kekuatan politik yang jauh lebih besar. Tetapi menurut Smith (1976) ada satu hal yang dilupakan Berry bahwa di negara-negara Amerika Latin primate system terus berlangsung hingga saat ini. Dalam kondisi ini primate system terjadi bukan karena proses pembangunan ekonomi yang sedang berjalan atau karena keberadaan elit politik di pusat kota, tetapi ini merupakan produk dari sistem ekonomi non
II-14
kompetitif. Artinya perusahaan di primate center mempunyai keuntungan dari kondisi pasar monopsoni dalam memperoleh faktor produksi dan tenaga kerja. Berdasarkan uraian teoritis di atas dapat dipahami mengapa secara spasial kondisi pembangunan di Indonesia mengarah pada hirarki wilayah yang timpang. Munculnya wilayah-wilayah seperti Jabotabek, Bandung Raya, dan Gerbangkertosusilo sebagai primate center dipicu oleh kebijakan yang bersifat urban bias dan pembangunan yang didasarkan pada teori growth pole. Akselerasi pembangunan di pusat-pusat kota dipercepat hingga melebihi share dari aktivitas ekonomi para produsen di kota-kota itu sendiri, sehingga hal ini pada akhirnya menjadi daya tarik bagi penduduk di daerah untuk pindah dan mendirikan usaha di kota.
Seperti dinyatakan oleh Smith (1976), apabila
jaringan transportasi, modal dan industri terpusat di kota maka intensifikasi di daerah hinterland hanya akan membuat produk yang dihasilkan menjadi lebih murah dari yang seharusnya.
Dalam kondisi demikian maka sangat wajar
apabila pertumbuhan pusat pasar di wilayah hinterland menjadi tidak berkembang atau bisa dikatakan perkembangan kota-kota kecil menengah sangat terbatas. Karena itu sudah saatnya perencanaan wilayah memperhatikan aspek keberimbangan dan keberlanjutan melalui penciptaan struktur hirarki wilayah yang berjenjang (rank-size distribution of urban center) dengan hubungan interaksi yang saling memperkuat antara wilayah perdesaan, kota kecil, kota menengah, kota besar dan metropolitan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang lebih baik di dalam menentukan struktur ruang berdasarkan tingkatan hirarki masing-masing wilayah dan hubungan antar hirarki agar terbangun suatu sistem wilayah yang berimbang dan berkelanjutan. II-15
Teknik analisis skalogram merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan untuk memetakan hirarki wilayah, apakah berada pada level yang sama ataukah berbeda.
Diharapkan dengan pemetaan hiraraki yang tepat
maka penentuan pusat-pusat pelayanan di dalam lingkup suatu sistem wilayah menjadi lebih tepat.
Pemahaman akan teori growth pole di masa lalu yang
terfokus untuk mengembangakan pusat-pusat pertumbuhan tertentu dan mengharapkan wilayah sekitarnya akan ikut berkembang karena proses trickle down effect, saat ini tidak lagi relevan. Pendekatan pengembangan wilayah sebagai suatu sistem dengan interaksi yang sinergis antar pusat-pusat pelayanan baik dalam level hirarki yang sama maupun yang berbeda merupakan paradigma pengembangan wilayah terkini yang saat ini mulai berkembang. Di dalam pemetaan hiraraki wilayah dengan teknik analisis skalogram, variabel infrastruktur menjadi variabel utama sebagai mana telah diuraikan di atas bahwa wilayah layana infrastruktur menjadi awal dari berkembangnya teori lokasi pusat (central place theory). Tetapi pada perkembangnya muncul modifikasi-modifikasi sehingga variabel-variabel non infrastruktur juga dapat digunakan untuk memetakan hirarki wilayah.
f. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971 -1975 ketika di Wharton School. AHP merupakan teknik yang digunakan dalam membantu menyelesaikan masalah.
Dimana sumber
kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidak sempurnaan informasi.
Penyebab lainnya adalah faktor yang II-16
berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragam criteria, pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu pilihan. theory
dibahas
masalah
keputusan
jika
sumber
Di dalam games kerumitannya
ketidaksempurnaan informasi dan adanya lebih dari satu pengambilan keputusan yang sedang bersaing, maka metode ini sangat tepat untuk digunakan. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak criteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai model alternative untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah, seperti penentuan tempat pmbuangan akhir (TPA) sampah, analisis biaya dan lain-lain. AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh sumber kerumitan, Hal ini dimungkinkan karena AHP cukup mengandalkan pada intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang dari pengambilan keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi. Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengkuran. AHP digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang diskrit maupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran actual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dari prefensi relatif.
AHP memiliki perhatian khusus tentang
penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya. Proses Hirarki Analitik adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-
II-17
gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Kelebihan PHA ini adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau berkerangka dimana data informasi statistik dari masalah yang dihadapi sedikit. Data yang ada hanya bersifat kualitatif yang didasarkan pada persepsi, pengalaman atau intuisi. Jadi, masalah tersebut dapat dirasakan dan diamati namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk dimodelkan secara kuantitatif. a) Proses Perhitungan Proses perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan matriks. Dalam proses perhitungan yang dilakukan akan diperoleh nilai-nilai perbandingan, eigenvector dan tingkat konsistensi. Tahap – tahap perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penilaian perbandingan eigenvector.
berpasangan
(pair
wise)
dan
perhitungan
Untuk dapat melakukan perbandingan berpasangan (pair wise), terlebih dahulu perlu ditentukan skala penilaian perbandingannya. Berdasarkan skala penilaian dilakukan perbandingan secara berpasangan antara faktor-faktor yang ada pada setiap hierarki. Penilaian yang dilakukan bersifat deduktif berdasarkan pertimbangan “kepakaran” – dalam arti pengetahuan dan pengalaman – penilai terhadap fenomena yang sedang dinilainya. Selanjutnya dari nilai – nilai perbandiangan yang telah diperoleh, dapat disusun matriks penilaian perbandinagn untuk setiap hierarki mulai dari hierarki level teratas sampai pada hierarki level terendah. Kemudian melalui pengolahan dengan program computer akan dapat diperoleh eigenvector dari setiap hierarki yang II-18
komponen-komponennya merupakan eigen value dari masingmasing faktor pada setiap hierarki. Eigen Value dari masing-masing faktor langsung menunjukkan bobot dari faktor tersebut. b. Uji Konsistensi Hasil Penilaian Untuk melihat apakah proses penilaian berpasangan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan konsistensinya, maka perlu diukur tingkat konsistensinya. Untuk mengukur tingkat konsistensi ini menurut Saaty, dapat diperkirakan dari perbandingan nilai maksimum eigen value (maks) dengan jumlah faktor yang ada dalam matriks (n). Makin dekat nilai λ maks pada n, makin konsisten hasilnya. Selanjutnya untuk melihat sejauh mana tingkat konsistensi ini dapat diberikan toleransi, dikemukakan konsep deviasi konsistensi. Deviasi konsistensi dinyatakan dengan rumus : λ maks/ (n-1) = Indeks Konsistensi (IK) Indeks konsistensi dari matriks kebalikan yang dihasilkan secara random dari skala 1 sampai 9 disebut sebagai Indeks random ( IR ). Berdasarkan oak Ridge National Laboratory, rata-rata Indeks Random untuk matriks orde 1 – 8 dengan menggunakan ukuran sample 100, diperoleh hubungan antara orde matriks (OM) dengan rata-rata indeks random ( IR ) sebagai berikut: OM IR
1 2 0,00 0,00
3 0,58
4 0,90
5 6 7 8 1,12 1,24 1,32 1,41
Perbandingan antara indeks konsistensi (IK) dengan rata-rata indeks random (IR) untuk matriks dengan orde yang sama disebut Rasio Konsistensi (RK). RK = IK/IR
II-19
Nilai Rasio Konsistensi yang lebih rendah atau sama dengan 0,10 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Bila tahap-tahap tersebut di atas telah dilakukan dengan benar, maka proses perhitungan telah dapat dilakukan dengan baik. Penialian dilakukan dengan membandingkan komponen-komponen berdasarkan skala penilaian (Saaty, 1993) seperti pada Tabel 2.1. berikut. Tabel 2.1. Perbandingan Berpasangan antar variabel
Prinsip-prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process (AHP) Skala ukuran panjang (meter), temperature (derajat), waktu (detik) dan uang (rupiah) telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkur bermacam-macam kejadian yang siftnya fisik. Dalam menyelesaikan persoalan dengan
AHP
ada
prinsip-prinsip
yang
harus
dipahami,
diantaranya
decomposition, comparative judgment, synthesis of priority dan logical consistency. II-20
1. Decomposition Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.
Jika ingin
mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsurunsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini , maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki, yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian dinamakan hirarki tidak lengkap. 2. Comparative judgment Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Agar diperleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relvansinya terhadap criteria atau tujuan yang dipelajari. 3. Synthesis of priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority.
Karena matrik pairwise comparison
terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda II-21
menurut bentuk hirarki.
Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan
relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. 4. Logical consistency Konsistensi memiliki dua makna.
Pertama adalah bahwa objek-objek
yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, anggur dan kelerengan dapat dikelompokan dalam himpunan yag seragam jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Artinya kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objekobjek yang didasarkan pada criteria tertentu. Dalam persoalan pengambilan keputusan penting untuk mengetahui betapa baiknya konsistensi pengambil keputusan. Semakin banyak faktor yang harus dipertimbangkan, semakin sukar untuk mempertahankan konsistensi, ditambah lagi adanya intuisi dan faktor-faktor lain yang membuat orang mungkin menyimpang dari kekonsistensian. Meskipun demikian sampai kadar tertentu perlu diperoleh hasil-hasil yang valid dalam dunia nyata. Saaty mengajukan indeks konsistensi untuk mengukur seberapa besar konsistensi pengambil keputusan dalam membandingkan elemen-elemen dalam matrik penilaian. Selanjutnya indeks konsisten ditransfer sesuai dengan orde atau ukuran matrik menjadi suatu rasio konsistensi. Rasio konsistensi harus ≤ 10%, jika tidak pertimbangan yang telah dibuat mungkin akan acak dan perlu diperbaiki.
II-22
2.3.
Teori Pengembangan Agribisnis
2.3.1.
Pendekatan Sistem Agribisnis Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Agribisnis merupakan sektor industri yang paling relevan dengan
keberlangsungan hidup manusia. Hampir semua kebutuhan pokok manusia, mulai dari pangan, sandang, dan papan dipenuhi melalui pengembangan agribisnis. Produk pertanian sebagian dijual dan dikonsumsi dalam bentuk komoditas, dan sebagian lagi diberikan nilai tambah melalui proses pengolahan industri. Implikasi dari hal ini menunjukkan bahwa pengembangan industri berbasis pertanian tidak hanya menghasilkan manfaat bagi kehidupan umat manusia namun juga penting sebagai landasan pembangunan ekonomi bangsa yang kokoh. Kenyataan tersebut dapat tercermin pada data yang terdapat di Badan Pusat Statistik (BPS). Dari berbagai klasifikasi sektor industri, maka industri berbasis
pertanian
selama
ini
merupakan
leading
sector
yang
telah
memberikan kontribusi besar pada pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini terutama didorong oleh besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia. Oleh karena itu, meskipun perkembangan perekonomian nasional telah menggeser sektor pertanian ke sektor industri, namun sektor industri yang berkembang adalah industri yang berbasis pertanian atau agribisnis. Menurut Davis and Goldberg (1957) dalam Dy, et.al. (2005), agribisnis adalah seluruh rangkaian kegiatan operasi manufaktur dan distribusi hasil-hasil pertanian
meliputi
keseluruhan
mata
rantai
produksi,
penyimpanan,
pengolahan, dan distribusi komoditas serta produk-produk yang dihasilkan dari II-23
komoditas pertanian. Konsisten dengan pengertian tersebut, maka Roy (1977) dalam
Dy, et.al. (2005) menjelaskan bahwa agribisnis adalah ilmu yang
mengkoordinasikan input untuk kegiatan produksi hasil pertanian, pengolahan, dan distribusi makanan dan serat. Sedangkan Downey (1987) menjelaskan bahwa
agribisnis
meliputi
seluruh
kegiatan
mulai
dari
menghasilkan/menyediakan input (sarana prasarana) yang dibutuhkan untuk produksi hasil pertanian, pengolahan, distribusi, dan pemasaran produk pertanian hingga ke konsumen akhir. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka agribisnis data dijelaskan sebagai sebuah sistem yang memiliki struktur vertikal mulai dari pra produksi hingga konsumsi produk pertanian. Para pelaku dalan struktur vertikal tersebut terdiri dari
pemasok sarana prasarana produksi pertanian, petani,
industri pengolahan, operator transportasi, lembaga pembiayaan, pedagang perantara, pengecer, dan konsumen. Sistem agribisnis akan bekerja secara optimal melalui peran para koordinator yang terdiri dari pengelola bisnis, pemerintah, pendidik, dan peneliti. Dari gambar 3.1. dapat disimpulkan posisi sektor agribisnis relatif terhadap sektor lainnya. Jika mencermati struktur agribisnis, maka sektor agribisnis
meliputi
seluruh
sektor
pertanian
(pertanian,
peternakan,
kehutanan, perikanan, perkebunan) itu sendiri, dan sebagian lagi merupakan bagian dari sektor industri dan sektor jasa. Sektor industri terdiri dari seluruh manufaktur yang berperan dalam system agribisnis meliputi manufaktur yang menghasilkan/menyediakan sarana produksi pertanian, pabrik pengolahan hasil-hasil petanian, perusahaan pemasaran, dan industri yang menghaslkan produk dari hasil pertanian. II-24
Struktur vertikal dan pelaku agribisnis tersebut dapat digambarkan pada skema berikut :
Konsumen
Ritel
Pedagang besar
-
Industri pengolahan
Pengusaha Pemerintah Pendidik Peneliti
Petani
Pemasok sarana prasaranap roduksi pertanian
Gambar 2.3. Struktur Vertikal dan Koordinator Agribisnis Konsep agribisnis berorientasi pada pasar. Dengan demikian, maka aktivitas seluruh pelaku agribisnis diarahkan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Semua produk yang dikembangkan berbasis kebutuhan pasar. Produsen seyogyanya tidak memproduksi produk agribisnis yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Sektor
jasa
terdiri
dari
lembaga
pembiayaan,
penyedia
jasa
transportasi/distribusi, maupun jasa lainnya yang terkait. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : II-25
Sektor Pertanian
Sektor Agribisnis
Sektor Industri
Sektor Jasa
Gambar 2.4. Sektor Agribisnis 2.3.2. Model Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh merupakan salah satu upaya untuk mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga tidak terjadi pemusatan aktifitas ekonomi pada satu wilayah. Saat ini, berbagai model telah dikembangkan oleh pemerintah melalui instrumen pengembangan wilayah untuk mendorong
hal tersebut. Model
pengembangan wilayah yang berbasis kawasan khususnya pada wilayah perdesaan dan kawasan pengembangannya telah dilaksanakan dengan berbagai program antara lain : Kawasan Sentra Produksi Pertanian (KSP) Kawasan Sentra Produksi (KSP) adalah kawasan budidaya yang potensial dan
prospektif
untuk
dikembangkan
lebih
lanjut
menjadi
sebaran
pengembangan kegiatan produksi pangan dan pengolahannya, serta pemasaran produk-produk pangan secara ekonomis.
Kawasan sentra produksi adalah II-26
upaya terprogram sebagai strategi dalam pembangunan daerah dengan pendekatan wilayah, guna memacu kegiatan ekonomi yang berbasis pada usaha perdagangan dan industri pangan. Dalam pengelolaannya, melibatkan berbagai unsur pelaku pembangunan dengan mengembangkan jaringan kerja yang padu antara pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, LSM, dan masyarakat pelaku pembangunan lainnya. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pertanian (KSP) sebagai salah satu bentuk pola strategis dalam perencanaan tata ruang diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan produksi pertanian dan ekonomi wilayah yang berbasis
pada
keterpaduan
aspek
fungsional,
waktu,
finansial,
dan
pengelolaan. Konsep perencanaan pembangunan wilayah dalam hal ini Kawasan Sentra Produksi (KSP) dalam arti luas di tingkat wilayah kabupaten disebababkan karena kesiapan sumberdaya manusia terkadang kurang mampu menjabarkan
dan
mengimplementasikan
berbagai
rencana
menyangkut
implementasi kegiatan peningkatan produksi pertanian. Pemahaman mengenai sentra produksi untuk komoditi pertanian tertentu, tidak berarti bahwa dalam kawasan itu hanya menyangkut kepentingan mencapai hasil produksi dari hasil kegiatan tanam menanam saja tetapi lebih luas mencakup penanganan pasca panen, pengolahan hasil pertanian, penyimpanan (pergudangan), pemasaran produk. Untuk itu pemahaman mengenai kawasan yang berfungsi sebagai sentra produksi tidak terbatas hanya pada kegiatan untuk menghasilkan produksi dari komoditi pertanian yang terpilih tetapi mencakup berbagai kegiatan sektor lain yang saling terkait untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. II-27
Kawasan
sentra
produksi
akan
didukung
dengan
daerah-daerah
hinterland yang juga menghasilkan komoditi pertanian yang sama sebagai pensuplai kebutuhan bahan baku KSP. Dengan demikian, kawasan sentra produksi diharapkan mempunyai keterkaitan dengan lokasi lain atau wilayah lain yang tidak masuk dalam satu kawasan sentra produksi. Demikian pula menyangkut pemasaran, produk kawasan sentra produksi tidak terbatas hanya dalam kawasan tetapi mempunyai jangkauan pemasaran yang lebih luas seperti perkotaan di luar wilayah kabupaten. Untuk suatu kawasan sentra produksi harus mempunyai keterkaitan hubungan dengan wilayah lain baik untuk memenuhi kebutuhan dasar kawasan sentra produksi maupun untuk pemasaran produk. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tertentu yang memiliki sumber daya unggulan yang potensial untuk dikembangkan dan memerlukan investasi yang besar, pemerintah membentuk Kawasan Pengembangan Ekonomui Terpadu (KAPET) yang diharapkan menjadi kawasan andalan pusat pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berkaitan dengan upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan memberikan peluang kepada dunia usaha agar mampu berperan serta dalam kegiatan pembangunan di wilayah setempat melalui pemberian berbagai paket insentif, baik fiscal (perpajakan) maupun non fiscal (non perpajakan). Kapet adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan/atau mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan/atau
II-28
memerlukan
dana
investasi
yang
besar
bagi
pengembangannya
yang
penetapannya sebagai KAPET ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) pada hakekatnya merupakan salah satu dari beberapa Kawasan Andalan yang dipandang paling prioritas di provinsi untuk mensinergikan berbagai pontensi kawasan dalam mempercepat pembangunan ekonomi, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dengan demikian, KAPET merupakan pusat pertumbuhan (Growth Pole) dimasing-masing provinsi dan wilayah sekitarnya yang dirancang memberi nilai tambah produk daerah dan memasarkan secara efisien dan efektif. Adapun payung utama pengembangan KAPET tertuang pada Keppres 150 Tahun 2000 serta Peraturan Pemerintah, yaitu PP 147/2000 yang mengatur tentang perlakuan perpajakan di wilayah KAPET. KAPET di Indonesia terdapat 13 buah yang tersebar pada beberapa wilayah, yaitu : (1) KAPET BIAK Irian Jaya, (2) KAPET SANGGAU Kalimantan Barat, (3) KAPET KAKAB Kalimantan Tengah, (4) KAPET BATULICIN Kalimantan Selatan, (5) KAPET SASAMBA Kalimantan Timur, (6) KAPET SERAM Maluku Tengah, (7) KAPET MBAY Nusa Tenggara Timur, (8) KAPET BIMA Nusa Tenggara Barat, (9) KAPET PARE-PARE Sulawesi Selatan, (10) KAPET MANADO BITUNG Sulawesi Utara, (11) KAPET BATUI Sulawesi Tengah, (12) KAPET BUKARI Sulawesi Tenggara, (13) KAPET SABANG Aceh. Untuk menarik minat masyarakat dan investor dalam melakukan investasi di wilayah Kapet, pemerintah memberikan insentif kepada para pengusaha yang beroperasi di KAPET meliputi fasilitas perpajakan, fasilitas kepabeanan, kemudahan administrasi dan perijinan.
II-29
BAB III PENDEKATAN DAN METODE PELAKSANAAN 3.1.
Pendekatan Untuk memberikan hasil yang optimal penyusunan dokumen ini
dilakukan 2 pendekatan, yaitu; Pendekatan Integratif dan Pendekatan Participatory. Masing-masing pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Pendekatan Integratif Merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu serta didasarkan pada potensi dan permasalahan yang ada, baik dalam wilayah perencanaan maupun wilayah sekitarnya. Pendekatan menyeluruh memberi arti
bahwa
peninjauan
permasalahan
bukan
hanya
didasarkan
pada
kepentingan kawasan dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah dengan daerah hinterlandnya yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi. Secara terpadu mengartikan
bahwa
dalam
menyelesaikan
permasalahan
tidak
hanya
dipecahkan sektor per sektor saja tetapi didasarkan kepada kerangka perencanaan terpadu antar tiap-tiap sektor, di mana dalam perwujudannya dapat berbentuk koordinasi dan sinkronisasi antar sektor melalui dokumendokumen perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
Pendekatan Participatory Pendekatan
participatory
digunakan
untuk
memperoleh
urutan
masukan-masukan dari berbagai stakeholders untuk melengkapi informasi III-1
tentang potensi yang sudah dihasilkan. Pendekatan participatory ini dilakukan dengan melalui pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan pada berbagai tingkatan. Pertimbangan menggunakan participatory approach adalah, bahwa saat ini pemaksaan kehendak dan perencanaan dari atas sudah tidak relevan lagi. Di era reformasi ini perlu melibatkan berbagai pihak dalam setiap kegiatan pembangunan. Manfaat penggunaan pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk semua pihak. Keuntungan lainnya yang akan diperoleh adalah jaminan kelancaran implementasi hasil kajian ini di kemudian hari. Sepenuhnya disadari bahwa penggunaan participatory approach akan menimbulkan
berbagai
persoalan
dalam
prosesnya,
terutama
masalah
keterbatasan waktu. Masalah ini akan dicoba diminimalkan melalui persiapan materi dan pelaksanaan kegiatan yang matang, sehingga kesepakatan dapat dengan segera dicapai tanpa mengurangi kebebasan stakeholders untuk mengeluarkan pendapatnya.
3.2.
Metode Pelaksanaan Pelaksanaan penyusunan Master Plan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
(KSCT) berangkat dari kajian tentang struktur dan pola pemanfaatan ruang. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap berbagai faktor kunci keberhasilan yang terdapat di kawasan. Atas dasar analisis tersebut, disusunlah dokumen Rencana Pengembangan KSCT.
III-2
Tahapan-tahapan
pelaksanaan
kegiatan
penyusunan
Master
Plan
Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh di Kabupaten Kolaka Utara meliputi : 3.2.1. Konsultasi dengan Instansi/Dinas Terkait Kegiatan konsultasi dengan instansi dan dinas terkait dilaksanakan dalam lingkup pemerintahan Kabupaten Kolaka Utara. Kegiatan konsultasi dilaksanakan untuk mendapatkan informasi dan gambaran rencana yang telah dan akan dilaksanakan oleh masing-masing instansi pada wilayah studi. Kegiatan konsultasi ini dimaksudkan untuk melakukan koordinasi pelaksanaan dan sinkronisasi rencana yang akan dilaksanakan pada wilayah kajian. Tahap ini pula akan dilakukan pengumpulan bahan penyusunan perencanaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di Kabupaten Kolaka Utara, antara lain; Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan Rencana Strategis Instansi Terkait.
3.2.2. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan merupakan pelaksanaan awal pengumpulan data lapangan penyusunan perencanaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh. Kegiatan orientasi lapangan ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran awal kondisi eksisting wilayah kajian, termasuk persoalan-persoalan yang sudah terjadi atau mungkin terjadi. Salah satu tujuan kegiatan orientasi lapangan adalah mengetahui batas-batas wilayah kawasan yang akan dikaji, serta melakukan persiapan tahapan kegiatan survei dan pengumpulan data.
III-3
3.2.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua tahap, yaitu: Tahap pertama, kegiatan survei untuk menentukan tingkat kesesuaian bio-fisik lahan untuk pengembangan berbagai komoditas unggulan di wilayah kajian. Tahapan ini dilaksanakan dengan melakukan observasi sekaligus pengamatan lapangan tentang kondisi eksisting pengembangan komoditi unggulan. Tahap kedua, pengumpulan data primer (first hand sources) dilakukan pada berbagai sumber melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD), antara lain dengan
lembaga/instansi
yang
terkait,
para
pelaku
ekonomi,
tokoh
masyarakat, dan para pengambil keputusan dalam struktur pemerintahan daerah Kabupaten Kolaka Utara pada berbagai tingkatan. Wawancara dilaksanakan untuk mengetahui aspirasi dan kebutuhan masyarakat terhadap rencana pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh. Informasi yang diperlukan antara lain; fungsi dan peran masing-masing stakeholder di dalam KSCT, bentuk kelembagaan yang dibutuhkan untuk pengembangan KSCT, model dan bentuk kerjasama antar aktor/pelaku di dalam KSCT, dan usulan kebijakan dan program yang diperlukan.
3.2.4. Kompilasi dan Analisis Data Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan data dan survei kemudian di kompilasi. Pada dasarnya kegiatan kompilasi data ini dilakukan dengan cara mentabulasi dan mensistematisasi data-data tersebut dengan menggunakan cara komputerisasi. Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga mudah untuk dianalisis. III-4
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga akan mempermudah pelaksanaan tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis. Metode pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah sebagai berikut : (1) Mengelompokkan data dan informasi menurut kategori aspek kajian seperti: data fisik dan penggunaan lahan, data transportasi, data kependudukan, dan lain-lain, (2) Menyortir data-data setiap aspek tersebut agar menjadi sederhana dan tidak terduplikasi, (3) Mendetailkan desain pengolahan dan kompilasi data dari desain studi awal sehingga tercipta formform isian berupa tabel-tabel, konsep isian, peta tematik dan lain-lain, (4) Mengisi dan memindahkan data yang telah tersortir ke dalam tabel-tabel isian dan peta isian tematik, (5) Melakukan pengolahan data berupa penjumlahan, pengalian, pembagian, prosentase dan sebagainya baik bagi data primer maupun sekunder, (6) Setelah seluruh tabel dan peta terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian deskriptif penjelasannya ke dalam suatu laporan yang sistematis per aspek kajian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat analisis. Perangkat analisis yang digunakan diuraikan sebagai berikut: (1) Analisis Kesesuaian
Lahan,
merupakan
penilaian
terhadap
kualitas
maupun
karakteristik lahan yang dihubungkan dengan persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman tertentu yang direncanakan. Penilaian terhadap kesesuaian suatu lahan menggunakan metode evaluasi kesesuaian lahan yang digunakan oleh FAO (FAO, 1976); (2) Analisis Shift Share, merupakan suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah, sehingga dapat III-5
digunakan untuk menganalisis keunggulan dayasaing suatu wilayah dalam mengembangkan suatu jenis kegiatan ekonomi. Model analisa ini menunjukkan bahwa perubahan sektor-i pada wilayah-r dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan tersebut adalah komponen pertumbuhan nasional atau wilayah yang lebih luas, komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah; (3) Analisis Location Quotient (LQ), merupakan alat analisis yang dapat memberi petunjuk tentang keunggulan komparatif suatu kegiatan pada daerah tertentu. Metode ini merupakan suatu indeks yang membandingkan sumbangan dalam persen aktivitas tertentu dengan sumbangannya dalam persen beberapa agregasi dasar; (4) Analisis Skalogram, merupakan metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang bagaimana fungsi/fasilitas sosial ekonomi yang terdapat pada berbagai satuan permukiman/wilayah pelayanan dan bagaimana pola tersebut melayani kebutuhan penduduk di wilayah perencanaan; (5) Analytical Hierarcy Process (AHP), merupakan sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut; (6) Analisis SWOT, merupakan program yang digunakan dalam menemukenali masalah pembangunan wilayah yang bertumpu pada
III-6
evaluasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantang yang terdapat pada suatu wilayah perencanaan.
3.2.5. Penyusunan dan Pembuatan Rencana Penyusunan Master Plan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh. Pada bagian ini akan ditetapkan arah dan skenario pengembangan kawasan. Berdasarkan arah dan skenario pengembangan kawasan tersbut selanjutnya dibuat tabel yang memuat berbagai program indikatif untuk mengembangkan sektor dan komoditas unggulan, serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk Kawasan Strategis Cepat Tumbuh dalam jangka waktu 10 tahun.
3.2.6. Sosialisasi Melalui Seminar Kegiatan lokakarya/seminar
sosialisasi yang
hasil
pekerjaan
menghadirkan
berbagai
dilaksanakan pemangku
melalui
kepentingan
terhadap hasil kajian ini. Kegiatan ini sekaligus menjadi sosialisasi bagi masyarakat dalam melaksanakan berbagai aktifitas pada wilayah kajian sedangkan bagi instansi terkait dapat menjadi acuan dalam menyusun kegiatan/program yang sesuai
dengan arahan dan strategi pengembangan
serta rencana indikatif di wilayah kajian.
III-7
BAB IV TINJAUAN KEBIJAKAN 4.1. Rencana Pembangunan Jangka (RPJMN)
Menengah
Nasional
Rerencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan
untuk
menghasilkan
rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem ini adalah pengganti dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mulai berlaku sejak tahun 2005. Visi Misi Pembangunan RPJMN Dengan
mempertimbangkan
masalah
pokok
bangsa,
tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: TERWUJUDNYA INDONESIA
YANG
BERDAULAT,
MANDIRI,
DAN
BERKEPRIBADIAN
BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG Dalam mewujudkan visi tersebut dilaksanakan 8 (delapan) misi yaitu: 1. Mewujudkan berbudaya,
masyarakat: dan
beradab
berakhlak
mulia,
berdasarkan
bermoral,
falsafah
memperkuat jati diri dan karakter bangsa
beretika,
Pancasila
dengan
melalui pendidikan yang
bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, antarumat
beragama,
memelihara kerukunan internal dan
melaksanakan
interaksi
antarbudaya, IV-1
mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia sebagai landasan
spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa. 2. Mewujudkan bangsa: yang berdaya saing dengan membangun sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; pemanfaatan iptek melalui menuju inovasi secara maju serta
meningkatkan penguasaan dan
penelitian, pengembangan, dan penerapan
berkelanjutan, pembangunan infrastruktur yang
reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan
memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri. 3. Mewujudkan masyarakat: demokratis berlandaskan hukum memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh;
dengan
memperkuat
peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan
media dan kebebasan media dalam
meng komunikasikan kepentingan masyarakat; dan membenahi struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil. 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu dengan membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; meningkatkan profesionalisme masyarakat; mencegah kriminalitas;
Polri
memantapkan kemampuan dan untuk melindungi dan mengayomi
tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak
membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra
intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan IV-2
kesiapan komponen
cadangan, komponen pendukung pertahanan
dan
kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta. 5. Mewujudkan
pemerataan
pembangunan
dan
berkeadilan
dengan
meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh,
keberpihakan
kepada
wilayah/daerah yang masih lemah; pengangguran secara drastis;
masyarakat,
kelompok
dan
menanggulangi kemiskinan dan
menyediakan akses yang sama bagi
masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;
serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek
termasuk gender. 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pembangunan
untuk menjaga keseimbangan antara
keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi,
pemanfaatan, daya alam dan
daya dukung, dan
kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara
penggunaan untuk permukiman,
kegiatan sosial ekonomi, dan
upaya konservasi; meningkatkan pe
manfaatan
daya
ekonomi
sumber
berkesinambungan; memperbaiki lingkungan hidup untuk keindahan dan pemanfaatan
alam
dan
lingkungan
yang
pengelolaan sumber daya alam dan
mendukung kualitas kehidupan, memberikan
kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan dan keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan.
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional dengan menumbuhkan wawasan IV-3
bahari bagi masyarakat dan pemerintah; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk
mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun
ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan
sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. 8. Mewujudkan
Indonesia
berperan
penting
dalam
pergaulan
dunia
internasional dengan memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;
dan mendorong kerja sama internasional, regional dan
bilateral
antar masyarakat, antarkelompok, serta antar lembaga di
berbagai
bidang.RPJPN 2005- 2025 dilaksanakan dalam empat tahapan
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dengan rumusan arahan prioritas kebijaksanaan. RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga Negara Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif. Sasaran Sasaran utama yang ingin dicapai adalah Indonesia secara
konsisten
dapat melaksanakan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dan jati dirinya sebagai negara maritim untuk mewujudkan tatanan dunia yang semakin baik, dan memperjuangkan kepentingan
nasionalnya dalam rangka
mencapai tujuan nasional Indonesia yang diukur dari target sasaran sebagai berikut: 1) Tersusunnya karakter kebijakan politik luar negeri Indonesia yang IV-4
bebas dan aktif yang dilandasi kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim. 2) Menguatnya diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian perbatasan Indonesia dengan 10 negara tetangga, integritas wilayah NKRI, kedaulatan maritim dan
menjamin
keamanan/kesejahteraan
pulau - pulau terdepan, dan mengamankan sumber daya alam dan ZEE. 3) Meningkatnya peran dan kontribusi Indonesia dalam mendorong penyelesaian s engketa teritorial di kawasan. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Menata kembali kebijakan politik luar negeri Indonesia yang aktif yang dilandasi
kepentingan nasional dan jati diri
bebas dan
sebagai negara
maritim, yang ditempuh melalui strategi sebagai berikut: (a) Evaluasi pelaksanaan kebijakan politik luar negeri penyusunan buku biru diplomasi yang
Indonesia dan
menggambarkan politik luar
negeri bebas aktif yang dilandasi kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim, dan
melaksanakan UU No. 17 tahun 1985
tentang Pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on The Law of The Sea) secara konsisten; (b)
Pembenahan pelaksanaan kebijakan nasional Indonesia sebagai Negara kepulauan antara lain (i) pembenahan pengaturan hak lintas damai alur laut kepulauan melalui laur laut dan rute penerbangan untuk transit yang tidak melanggar kedaulatan Negara Kepulauan atas air serta ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya dan sumber
kekayaan di dalamnya; (ii) penataan kembali kerja sama
pengelolaan,
konservasi
sumber
kekayaan
alam
hayati
dan IV-5
perlindungan serta pelestarian lingkungan laut; (iii) pengaturan penelitian ilmiah kelautan di laut terri torial atau perairan kepulauan, di ZEE dan Landas Kontinen; dan (iv) pembenahan kerja sama internasional mengenai
dan penguatan
pengembangan dan pengalihan
ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; (c) Penyediaan beasiswa untuk bidang hukum laut dan perdagangan; (d) Evaluasi dan konsolidasi perwakilan Republik Indonesia di luar negeri secara
regular
untuk
melaksanakan
berkarakter bebas aktif, kepentingan
kebijakan
polugri
yang
nasional dan jatidiri negara
maritim; (e) Penataan infrastruktur untuk mempercepat negara tetangga, maritim dan
diplomasi. Memperkuat diplomasi maritim
penyelesaian perbatasan Indonesia dengan 10 menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan
keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan, dan
mengamankan sumber daya alam dan ZEE.
4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dibuat dalam bentuk Strategi
Nasional
Pola
Pengembangan
Tata
Ruang
(SNPPTR).
Strategi
Pengembangan dan Pola Pemanfaatan Ruang Nasional dalam SNPPTR adalah sebagai berikut : a. Strategi pengembangan dan pola pemanfaatan kawasan berfungsi lindung. Strategi ini memuat hal-hak sebagai berikut :
IV-6
Diupayakan untuk melindungi lingkungan fisik alam, budaya serta suaka alam. Untuk itu harus diupayakan melindungi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana alam. Penentuan kawasan-kawasan berfungsi lindung didasarkan pada prinsip kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Kawasan yang berfungsi lindung diupayakan membentuk suatu kesatuan pada setiap pulau. Diupayakan mengembalikan fungsi kawasan yang berfungsi lindung untuk dapat memelihara keseimbangan alam. b. Strategi pengembangan dan pola pemanfaatan kawasan budidaya. Strategi ini memuat hal-hak sebagai berikut : Mengupayakan sinergi perkembangan sektor produksi dan jasa. Pengutamaan kemakmuran masyarakat. Penyebaran pengembangan kawasan-kawasan andalan dan kegiatan budidaya unggulan. Peningkatan keterkaitan dan kesaling mendukungan kawasan budidaya termasuk kawasan andalan. c. Stategi pengembangan sistem permukiman. Strategi ini memuat hal-hal sebagai berikut : Meningkatkan pelayanan pusat-pusat permukiman. Menciptakan suasana yang nyaman, tertib dan sehat. Meningkatkan keterkaitan permukiman perkotaan dan perdesaan.
IV-7
Mengupayakan sebagai pusat pelayanan ekonomi, jasa pemerintahan, dan jasa pelayanan sosial. Diusahakan agar pusat permukiman terkait secara selaras saling menguatkan dalam ruang nasional. Mengupayakan membentuk suatu sistem yang mencerminkan fungsi dan hirarki pusat sesuai dengan wilayah pelayanannya, dan pola keterkaitan pusat-pusat permukiman. d. Strategi pengembangan dan pola jaringan transportasi nasional. Strategi ini memuat hal-hak sebagai berikut : Mengupayakan memberikan jasa pelayanan transportasi. Pengembangan pola jaringan transportasi diselaraskan dan dipadukan dengan pengembangan sistem permukiman. Diupayakan pengembangan transportasi secara efisien dan efektif. Diupayakan agar setiap pusat-pusat permukiman dan kawasan-kawasan dilayani oleh suatu jaringan transportasi. Diupayakan agar seluruh pulau dihubungkan oleh suatu jaringan transportasi. e. Strategi pengembangan dan pola jaringan kelistrikan. Strategi ini memuat hal-hak sebagai berikut : Diupayakan untuk menunjang kegiatan ipoleksosbud dan pengembangan wilayah. Diselaraskan dengan pengembangan pusat-pusat permukiman dan kawasan-kawasan produksi.
IV-8
Pengembangan
pembangkit
dilakukan
dengan
memperhatikan
sumberdaya alam. Pengembangan jaringan distribusi dilakukan dengan memperhatikan perkembangan dan persebaran permukiman dan kawasan produksi. f.
Strategi pengembangan dan pola prasarana dan sarana distribusi air. Strategi ini memuat hal-hak sebagai berikut : Dikembangkan untuk kebutuhan air baku, melestarikan sumberdaya air, dan melindungi kawasan-kawasan permukiman dan kawasan produksi Pengembangannya diselaraskan pengembangan sistem permukiman, pola pengelolaan kawasan budidaya dan kawasan lindung Pengembangan prasarana dan sarana pengairan ditujukan untuk keseimbangan antara kebutuhan air baku dengan ketersediaan air Penentuan kebutuhan didasarkan pada perkembangan sosial ekonomi dalam suatu wilayah.
g. Strategi pengembangan dan pola pemanfaatan kawasan tertentu. Strategi ini ditujukan untuk lebih meningkatkan dayaguna dan hasil guna ruang wilayah nasional dalam kaitannya dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Beberapa
issu strategis
serta
tantangan dalam
penyelenggaraan
penataan ruang nasional saat ini antara lain adalah sebagai berikut: a. Konflik Kepentingan. Terjadinya konflik kepentingan antar sektor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah dan sebagainya.
IV-9
b. Sinkronisasi. Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor tadi. Berbagai fenomena bencana (water-related disaster) seperti banjir, longsor dan kekeringan – yang terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia pada paling tidak 5 (lima) tahun belakangan ini, pada dasarnya merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang antara manusia dengan alam maupun kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. c. Penyimpangan
Pemanfaatan
Ruang.
Terjadinya
penyimpangan
pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkosistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan. d. Keterbukaan.
Belum
adanya
keterbukaan
dan
keikhlasan
dalam
menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang. e. Peran Individu/Kelompok. Kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan masing-masing secara berlebihan. Hal ini juga terlihat dari inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat cenderung diselenggarakan untuk memenuhi tujuan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi lahan dari kawasan lindung menjadi lawasan budidaya guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah praktek pembangunan yang kerap terjadi. f. Fenomena Urbanisasi. Kenaikan jumlah penduduk perkotaan sebagai wujud terjadinya
fenomena
urbanisasi
akibat
migrasi
desa-kota.
Dengan IV-10
kecenderungan urbanisasi yang terus meningkat, perhatian pada penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian khusus, misalnya melalui penerapan zoning regulation, mekanisme insentif dan disinsentif dan sebagainya. g. Kesenjangan
Antar
Wilayah.
Ketimpangan
pembangunan
daerah
merupakan salah satu isu penting dalam RPJMN (2015-2019). Masalahmasalah ketimpangan tersebut dari sudut kewilayahan cukup beragam. Namun, masalah dominan yang perlu mendapat penanganan adalah meliputi: Masih tingginya kesenjangan pembangunan antar wilayah. Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang. Banyak wilayah yang masih tertinggal. Masih terjadinya konflik di berbagai wilayah. Belum dikembangkannya wilayah strategis dan cepat tumbuh. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang. h. Daerah
Terisolasi.
Ketertinggalan,
keterisolasian
dan
keterbatasan
aksesibilitas serta keterbatasan pelayanan merupakan kondisi yang tipikal terjadi pada wilayah-wilayah terisolasi. i. Partisipasi Masyarakat. Walaupun telah diatur melalui PP No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat yang merupakan derivasi dari UU No. 24/1992 dan karenanya telah menjadi common interests, proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan ruang wilayah masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa
IV-11
penyaluran hak-hak masyarakat dalam penataan ruang saja belum terjamin sepenuhnya, terlebih pelaksanaan kewajibannya masih jauh dari yang diharapkan. j. Teknologi Informasi. Belum maksimalnya pemanfaatan teknologi informasi dalam penataan ruang. Penataan ruang sangat membutuhkan teknologi informasi, yang sekarang umumnya disebut sebagai Sistem Informasi Tata Ruang
(SIMTARU).
Sistem
informasi
dapat
secara
terus-menerus
memutakhirkan data tata ruang sehingga proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat didukung oleh data yang akurat. k. Rencana Tata Ruang Sebagai Acuan.
Rencana tata ruang belum
sepenuhnya diaplikasikan bagi pembangunan nasional dan pengembangan wilayah. Hal ini tergambar dari masih cukup seringnya terjadi konflik kepentingan antar sektor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan,
prasarana
wilayah
dan
sebagainya.
Selain
itu,
belum
sepenuhnya rencana tata ruang dijadikan usaha preventif dalam proses pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. l. Kepastian Hukum. Masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini terjadi dikarenakan belum efektifnya upaya-upya pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, sehingga penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan norma yang seharusnya ditegakkan masih terus berlangsung. Fakta menunjukkan besar perubahan alih fungsi peruntukkan lahan yang cukup signifikan. m. Permasalahan Lingkungan. Berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat tidak optimalnya fungsi penataan ruang. Penataan ruang
IV-12
seharusnya selalu menjadi acuan dalam penentuan ruang wilayah dalam berbagai pelaksanaan pemanfaatan ruang. n. Bencana. Adanya bencana alam (Tsunami, banjir, longsor, kebakaran dll.) yang terus melanda negeri ini sehingga penataan ruang wilayah harus menitikberatkan pada peta rawan bencana.
4.3. Rencana Pembangunan Janga Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara 4.3.1. Visi Pembangunan Daerah Visi merupakan suatu pernyataan tentang gambaran keadaan dan karakteristik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Visi dapat pula diartikan sebagai cara pandang jauh kedepan kemana instansi pemerintah harus dibawah agar eksis, antisipatif dan inovatif.Visi dari pemerintah Sulawesi Tenggara
periode
2013-2018
yaitu
‘’Mewujudkan
Sulawesi
Tenggara
Sejahtera, Mandiri dan Berdaya Saing Tahun 2013-2018. Makna dan implikasi dari visi tersebut yaitu: Sulawesi Tengggara adalah merupakan salah satu Provinsi yang terdiri atas
jazirah
dan
kepulauan
dengan
potensi
sumberdaya
yang
dapat
diperbaharui (renewable resources) di sektor kelautan, kehutanan, pertanian dalam arti luas serta sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), seperti pertambangan. Sumberdaya yang tersedia, seharusnya memiliki nilai tambah sehingga dapat memberikan kesejahteraan dan mendukung daya saing masyarakat Sulawesi Tenggara, sehingga memungkinkan terjadinya kemandirian daerah.
IV-13
Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya konkrit, sistematis dan lebih terfous untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia melalui peningkatan nilai tambah, dalam upaya meningkatkan dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Lima tahun kedepan (Periode 2013-2018) akan tereus dilakukan upayaupaya konkrit berupa peningkatan nilai tambah sumberdaya alam agar terwujudnya kesejahteraan, kemandirian dan daya saing masyarakat dan daerah ini. Kesejahteraan
mengandung
makna
keamanan
dan
keselamatan,
kesenangan hidup dan kemakmuran. Sedang sejahtera yang merupakan kata dasar dari kesejahteraan mengandung makna aman, sentosa dan makmur, selamat, terlepas dari segala kesukaran serta selamat tak kurang satu apapun. Mandiri mengandung makna tidak adanya ketergantungan pada orang lain. Mandiri juga mengandung makna sebagai bentuk pembelajaran untuk menuju
proses
pendewasaan
dalam
berpikir.
Belajar
untuk
tidak
tergantungdalam hal apapun meski saat lain dalam kondisi yang tidak memungkinkan masih bias dibantu pada saat mendapat kesulitan. Sulawesi Tenggara adalah daerah yang kaya akan sumberdaya alam memiliki
sumberdaya
pembangunan
Sulawesi
manusia
yang
Tenggara,
berkualitas.
kemandirian
Dalam
yang
kenteks
dimaksud
visi
adalah
terciptanya kemampuan putra-putri dan msyarakat Sulawesi Tenggara untuk memproduksi, mengolah dan menghasilkan produk dengan teknologi tinggi dalam rangka meningkatkan nilai tambah dengan berorientasi pada pasar regional, nasional dan internasional.
IV-14
Daya saing
mengandung makna memiliki kemampuan, dan atau
kekuatan, adalah satu kemampuan berdasarkan potensi yang ada untuk bersaing, memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Dalam konteks pembangunan Sulawesi Tenggara maka produk yang dihasilkan harus dapat unggul secara kualitas, efisien proses produksi dan dapat bersaing di tingkat regional, nasional dan internasional. 4.3.2. Misi Pembangunan Daerah Misi merupakan pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan visi. Misi pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu: 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, 2. Pembangunan ekonomi, 3. Revitalisasi pemerintah daerah, 4. Memantapkan pembangunan kebudayaan daerah serta 5. Percepatan dan pemeratan pembangunan infrastruktur kawasan strategis dan wilayah dengan sasaran utama peningkatan nilai tambah sumberdaya alam. Maksud pelaksanaan Misi/Agenda utama pembangunan tersebut adalah sebagai berikut: a. Peningkatan Kuaitas Sumber Daya Manusia; dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan serta iman dan taqwa. b. Pembangunan Ekonomi; dimaksudkan untuk membangun perekonomian masyarakat secara nyata melalui usaha-usaha pragmatis dengan
IV-15
mendorong pembangunan sektor rill, dan menigkatkan nilai tambah berdasarkan potensi yang berada di seitarnya. c. Revitalisasi Pemerintah Daerah; dimaksudkan untuk menciptakan pemerintah yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat, pemerintah yang transparan dan akuntabel, serta aparat pemerintah yang lebih bersifat mengayomi masyarakat serta bersih dari praktekpraktek kolusi, korupsi dan nepotisme. d. Pembangunan Kebudayaan; dimaksudkan untuk memperkokoh identitas dan jati diri, mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan, sumber inspirasi
pembangunan
berorientasi
pada
serta
mendorong
pengembangan
sector
sumberdaya,
pariwisata potensi
yang
budaya
setempat. e. Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur dasar, kewilayahan serta infrastruktur pada Kawasan Strategis; dimaksudkan nuntuk
mengembangkan
infrastruktur
wilayah
secara
terpadu,
mengembangkan infrastruktur perekonomian yang mampu menciptakan pusat-pusat pembangunan
pertumbuhan infrastruktur
dan
simpul-simpul
kawasan
strategis
perekonomian untuk
serta
mendukung
peningkatan nilai tambah sumberdaya alam. Startegi dalam mewujudkan visi dan misi pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu: 1. Pembangunan
yang
bertumpu
pda
manusia
(People
contered
development) 2. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan (Growth center development) IV-16
3. Pembangunan
yang
berwawasan
lingkungan
dan
berkelanjutan
(Sustainable development) 4. Pembangunan yang bertumpu pada pengarustamaan gender (Gender mainstreaming).
4.4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Kolaka Utara termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sorowako dengan daerah pengembangan meliputi Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Kolaka Utara. Arahan rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan di Sulawesi Tenggara berdasarkan fungsinya terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dalam pengembangan pusat-pusat kegiatan, Kabupaten Kolaka Utara merupakan wilayah dari Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang wilayah pengembangan kegiatannya di Kecamatan Lasusua. Dalam RTRW Sulawesi Tenggara, Kabupaten Kolaka Utara merupakan wilayah kawasan hutan lindung, kawasan sekitar danau (terdapat pada Danau Biru), kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (Situs Goa Tengkorak Lawolatu dan Situs Goa Lametusa), kawasan rawan gelombang pasang, kawasan rawan gerakan tanah dengan zona kerentanan tinggi (Kecamatan Ngapa, Kecamatan Wawo, Kecamatan Tiwu, Kecamatan Kodeoha, dan Kecamatan Pakue), kawasan rawan abrasi, kawasan bentang alam Karst, kawasan hutan produksi terbatas (HPT), kawasan peruntukan pertanian IV-17
(tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan), kawasan perikanan (peruntukan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan perikanan, minapolitan, dan pulau-pulau kecil), kawasan industri (peruntukan industri mikro, kecil, dan menengah; pusat kawasan industri pertambangan), kawasan pariwisata (Pantai Tanjung Tolala, Pantai Tanjung Tobaku, Pantai Pasir Putih Batutoru, Pantai Pasir Putih Lelewawo, Pantai Pasir Putih Pakue, dan Pantai Pasir Putih Toli-Toli).
4.5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kolaka Utara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMD memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan
daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan
rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah rencana yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahun dengan memperhitungkan kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada atau mungkin timbul, mengandung visi, misi, nilai-nilai, dan tujuan pembangunan yang realistis, sekaligus untuk menjawab berbagai permasalahan dan dinamika perkembangan masyarakat, IV-18
seiring dengan derasnya gema reformasi dewasa ini maka perlu membangun komitmen dan kesadaran dari segenap penyelenggara pemerintahan daerah untuk lebih
tanggap dan lebih profesional dalam merespon tuntutan
kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks sehingga dapat memberikan
solusi yang inovatif, nilai tambah serta hasil-hasil yang lebih memadai dalam penyelenggaraan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan
dan
pemberdayaan masyarakat, serta mengantisipasi perkembangan masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai. RPJMD ini merupakan acuan utama penyusunan Rencana Strategis (Renstra) bagi
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam lingkup
Kabupaten Kolaka Utara, tetapi juga menjadi dasar acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
dan Kebijakan
Umum Anggaran
(KUA) yang merupakan dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kolaka Utara , yang telah disinergikan
dengan
RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012-2013 dan RPJM Nasional Tahun 2004-2009. Untuk itu maka disusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Kolaka Utara untuk periode waktu Tahun 2012-2017 yang selanjutnya disebut RPJMD Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2012-2017 yang mengandung visi, misi, agenda, pendekatan, arah kebijakan, strategi dan program-program pembangunan daerah untuk kurun waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2017. Adapun
Substansi RPJMD ini mencakup berbagai aspek
antara lain:
IV-19
1) Menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih tajam agar menjadi indikator
perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan pengawasan pembangunan; 2) Tersedianya
rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di
Kab. Kolaka Utara; 3) Pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD; 4) Mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat terhadap program-program pembangunan
daerah yang akan
dibiayai; dan 5) Menjadi bahan dalam penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah
(RKPD). Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan nasional dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kolaka Utara adalah dokumen perencanaan Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah Daerah
(RPJMD) provinsi, dan
menengah Nasional (RPJMN), sebagai
penjabaran Visi dan Misi Kolaka Utara disesuaikan dengan potensi, kondisi dan aspirasi masyarakat, serta karasteristik wilayah dan
perencanaan ruang
sebagai tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kolaka Utara, dengan tetap memperhatikan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara dan RTRW Nasional.
IV-20
4.5.1. Visi Pemerintah dan Visi Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh (KSCT) Pembangunan di Kabupaten Kolaka Utara Visi Kabupaten Kolaka Utara
mulai tahun
2012 sampai 2017 yaitu
Terwujudnya masyarakat daerah kabupeten Kolaka Utara yang damai, demokratis, berkeadilan sosial, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam bingkai Otonomi Daerah yang didukung oleh sumber daya manusia daerah yang sehat, mandiri, beriman, bertagwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hokum dan lingkungan, menguasai ilmu. Kemudian dikemas dalam dalam konsep Bahtera Mas, maka mengetengahkan konsep yang lebih sederhana dengan visi pembangunan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2012-2017 adaah : “ Semua Untuk Rakyat”. Semua Untuk Rakyat merupakan komitmen yang sangat mulia dan bernilai tinggi untuk bersungguh- sungguah membangun
dan memajukan
segala aspek kehidupan
demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara proporsional dan berkelanjutan
sesuai
dengan potensi wilayah dalam Lingkup Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara. Berdasarkan visi pembangunan Kabupaten Kolaka Utara maka di rumuskan Visi KSCT di Kabupaten Kolaka Utara adalah sebagai berikut : Mewujudkan Kawasan
Strategi
dan
Cepat
Tumbuh
Berkelanjutan Menopang Pembangunan
yang
Berdaya
Saing
dan
Kawasan Cepat Tumbuh dengan
Ragam Kreativitas , cinta dan kasih yang mensejahterakan. Dalam konsep
pembangunan yang utuh, pemerintah tidak membeda-
bedakan, setiap warga masyarakat memiliki hak yang sama kedudukannya dalam hokum dan pemerintahan. Untuk itu, pemerintah harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses
IV-21
pembangunan. Pembangunan daerah harus dapat menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat, sampai kepelosok perdesaan.
4.5.2. Misi Pemerintah Dan Misi Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh (KSCT) Pembangunan Di Kabupaten Kolaka Utara Rumusan misi Kawasan Strategi Cepat Tumbuh (KSCT) juga dibangun berdasarkan
pada misi
Kabupaten Kolaka Utara yaitu : “Meningkatkan
kemakmuran dan kualitas secara merata” Pokok-pokok yang menjadi muatan misi tersebut adalah: 1. Meningkatkan kemakmuran dan kualitas hidup rakyat secara merata. 2. Meningkatkan
daya
dukung
infrastruktur
wilayah
dan
prasarana
melalui
reformasi
pelayanan dasar. 3. Meningkatkan
kualitas
pelayanan
masyarakat
birokrasi. 4. Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 5. Menciptakan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. 6. Meningkatkan kualitas dan Penataan lingkungan Hidup. Berdasarkan misi pemerintah Kabupaten Kolaka Utara tersebut maka rumusan misi SKCT di Kabupaten Kolaka Utara adalah: 1. Meningkatkan
produksi
dan
pengolahan
hasil-hasil
peternakan,
pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. 2. Meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan akselerasi pembangunan manusia berbasis kemaritiman. 3. Meningkatkan
kesempatan kerja disektor peternakan, pertanian,
perkebunan, perikanan dan kelautan. IV-22
4. Meningkatkan
pendapatan masyarakat khususnya para pelaku usaha
disektor peternakan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan kelautan. 5. Meningkatkan pendapatan daerah
yang bersumber dari sektor
peternakan, pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. 6. Meningkatkan kinerja para pihak keamanan dan memberi peran bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. 7. Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah terutama jalan dan jembatan seluruh wilayah untuk mempermudah akses. 8. Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat mulai urusan pendidikan, kesehatan, pelayanan perizinan dan usaha sosial lainnya. 9. Meningkatkan pembangunan kualitas lingkungan hidup baik perkotaan , kecamatan maupun perdesaaan.
a. Tujuan dan Sasaran Penetapan tujuan dan sasaran organisasi di dasarkan pada factor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah visi dan misi. Tujuan dan sasaran dirumuskan
dalam bentuk yang lebih tepat dan terarah dalam rangka
mencapai visi dan misi suatu organisasi. Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi dan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun.
IV-23
b. Sasaran Penyusunan Kawasan Kabupaten Kolaka Utara
Strategi dan Cepat Tumbuh (KSCT) di
Sasaran yang ingin dicapai KSCT di Kabupaten Kolaka Utara adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan
produksi
dan
pengolahan
hasil-hasil
peternakan,
pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. 2. Meningkatkan kesempatan kerja di berbagai sektor. 3. Meningkatkan pendapat masyarakat khususnya pelaku usaha di berbagai sector. 4. Meningkatkan
pendapatan
daerah
yang
bersumber
dari
Sektor
peternakan, pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. 5. Meningkatkan sinergi pembangunan sarana dan prasarana. 6. Menciptakan keamanan nasional.
4.6. Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara 4.6.1. Pengelompokan Pengembangan Sistem Perkotaan dan Perdesaan di Kabupaten Kolaka Utara Sistem
permukiman
perkotaan
dan
perdesaan
pada
dasarnya
mencerminkan keadaan fungsi kawasan berdasarkan aktivitas ekonomi, akumulasi penduduk, serta ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan. Berdasarkan potensi dan kondisi yang ada, maka pada dasarnya pola pengembangan sistem perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Kolaka Utara dapat dikelompokkan atas:
IV-24
a. Kawasan untuk Pengembangan Kegiatan Perkebunan dan Pertanian Dari kondisi dan potensi yang ada, maka kawasan-kawasan di Porehu, Pakue,
Watunohu,
Lambai,
dan
Wawo
merupakan
kawasan
untuk
pengembangan perkebunan dan pertanian. Untuk pengembangannya, dapat dilakukan pola sebagai berikut: - Terdapat perdesaan)
kawasan-kawasan yang
(umumnya
difungsikan
untuk
yang
berada
di
wilayah
menanam/memproduksi
hasil
perkebunan dan pertanian. - Terdapat pusat-pusat pelayanan/kegiatan yang ada di wilayah tersebut menjadi lokasi untuk mengumpulkan hasil perkebunan dan pertanian. - Para
petani
dapat
menjual
hasil
perkebunannya
ke
pusat
pelayanan/pusat kegiatan tersebut. - Di pusat pelayanan/pusat kegiatan ini pula, para petani dapat memperoleh keperluannya sehari-hari untuk aktivitasnya di perkebunan seperti perolehan bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan. - Pusat pelayanan/pusat kegiatan ini menyediakan informasi yang bisa diakses oleh pusat pelayanan/pusat kegiatan dengan orde yang lebih rendah darinya seperti informasi tentang teknologi perkebunan dan pertanian (dari mulai proses pengolahan lahan, pembibitan hingga pasca panen, serta pengetahuan tentang hama/penyakit tanaman), harga jual produk perkebunan, ketersediaan dan harga bibit unggul, serta pupuk dan obat-obatan. - Berbagai
informasi
yang
diterima
oleh
kota-kota
atau
pusat
pelayanan/pusat kegiatan tersebut harus dapat diakses pula oleh kawasan perdesaan di sekitarnya. IV-25
b. Kawasan untuk Pengembangan Kegiatan Perkebunan dan Kehutanan -
Bagian
wilayah
pengelompokan
Kolaka kawasan
Utara
yang
dapat
pengembangan
dimasukkan
kegiatan
ke
perkebunan
dalam dan
kehutanan adalah kawasan di Kecamatan Batu Putih. -
Polanya sama dengan yang diberlakukan pada Kecamatan Porehu, Pakue, Watunohu, Lambai, dan Wawo dimana di kawasan perdesaan difokuskan untuk memproduksi hasil perkebunan dan kehutanan. Produk dipasarkan ke kota-kota atau pusat pelayanan/pusat kegiatan yang mempunyai orde terendah, untuk selanjutnya ke kota-kota orde yang lebih tinggi. Untuk menjaga keberlangsungan kawasan hutan, maka perlu dilengkapi dengan upaya pencegahan dari kemungkinan penebangan liar/pencurian kayu/hasil hutan.
-
Pusat pelayanan/pusat kegiatan yang termasuk dalam kategori kota-kota orde lebih tinggi ini juga perlu menyediakan informasi yang bisa diakses oleh kota-kota orde terendah, yang selanjutnya informasi tersebut dapat diakses pula oleh kawasan perdesaan disekitarnya dengan jenis informasi yang serupa.
c. Kawasan untuk Pengembangan Kegiatan Perkebunan dan Pertambangan Kawasan Kecamatan Porehu, Batu Putih, dan Pakue merupakan kawasan untuk pengembangan kegiatan perkebunan dan pertambangan. Kawasan perdesaan di wilayah ini difungsikan untuk memproduksi hasil-hasil perkebunan dan pertambangan, dengan alokasi sebaran sesuai dengan potensinya. Konsep pengembangan
sama
dengan
yang
diberlakukan
pada
kawasan
untuk
pengembangan kegiatan perkebunan dan pertanian. Akan tetapi untuk wilayah IV-26
ini, perlu ditambahkan suatu aturan/regulasi yang membatasi ruang gerak masing-masing aktivitas tersebut, sehubungan dengan adanya aktivitas penggalian dan penambangan. Aktivitas penambangan memerlukan kehatihatian dalam pengelolaannya supaya tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Teknologi yang digunakan (baik cara maupun bahan yang digunakan) dari mulai proses
penambangan,
pengolahan
hasil
tambang,
hingga
pasca
tambang/reklamasi harus yang bersifat ramah lingkungan.
d. Kawasan untuk Pengembangan Kegiatan Kelautan dan Perikanan Kegiatan kelautan dan perikanan dapat dikelompokkan atas perikanan laut dan perikanan darat. Melihat adanya kegiatan dan potensi yang dimiliki, maka kawasan-kawasan di Pakue, Lasusua, Porehu, dan Ngapa merupakan kawasan untuk pengembangan kegiatan kelautan dan perikanan. Kawasan di Pakue
dan
Lasusua
lebih
diprioritaskan
bagi
pengembangan
kegiatan
kelautan/perikanan laut, sedangkan Porehu dan Ngapa untuk perikanan darat. Sama seperti kawasan-kawasan terdahulu, maka disini juga terdapat pusatpusat kegiatan/pelayanan orde terendah dan orde lebih tinggi dengan fungsi masing-masing.
e. Kawasan untuk Pengembangan Kegiatan Perkotaan Kecamatan Lasusua dan Kecamatan Katoi merupakan kawasan untuk pengembangan kegiatan perkotaan seperti perdagangan, jasa industri, jasa dan pariwisata. Berbagai produk dari hasil perkebunan, kehutanan, pertanian, dan perikanan yang diproduksi di wilayah lainnya, yang telah terkumpul di kotakota orde lebih tinggi selanjutnya diperdagangkan di kawasan ini, khususnya di
IV-27
pusat pelayanan/pusat kegiatan yang diklasifikasikan sebagai kota orde tertinggi. Kota orde tertinggi di Kabupaten Kolaka Utara ini menjadi outlet bagi tiap produk dari seluruh wilayah yang ada di Kabupaten Kolaka Utara. Produk-produk tersebut diperjualbelikan di Kabupaten Kolaka Utara itu sendiri dan juga sebagian untuk diekspor. Saat ini di Kabupaten Kolaka Utara sudah didirikan 25 unit pasar dan 10 unit pelabuhan yang tersebar tidak merata. Untuk pasar, tersebar di semua kecamatan kecuali Kecamatan Watunohu. Untuk pelabuhan, hanya dibangun di 9 kecamatan yaitu Batu Putih, Tolala, Pakue, Watunohu, Kodeoha, Katoi, Lambai, Ranteangin, dan Wawo. Di pusat kegiatan/pusat pelayanan dengan orde lebih tinggi juga direncanakan akan dikembangkan aktivitas industri, khususnya industri yang mengolah hasil perkebunan, pertanian, perikanan, dan kehutanan. Untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan aktivitas industri pengolahan, maka pasokan bahan mentahnya perlu dijamin keberadaannya terus menerus. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan aktivitas industri tersebut, antara lain: 1. Melalui upaya intensifikasi lahan pertanian dan perkebunan. 2. Penggunaan sistem tebang pilih dan tanam untuk kawasan hutan. 3. Pengamanan area hutan, pertanian, dan perkebunan dari kemungkinan longsor dan pencurian. 4. Upaya pencegahan konversi lahan pertanian, perkebunan, kehutanan kea rah kawasan terbangun di area-area perdesaan.
IV-28
BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN 5.1. Potensi Kabupaten Kolaka Utara 5.1.1 Keadaan Bio-fisik Wilayah 5.1.1.1 Administrasi dan Geografis Kabupaten Kolaka Utara mencakup jazirah daratan dan kepulauan yang memiliki wilayah daratan seluas ± 3.391,62 km² dan wilayah perairan laut membentang sepanjang Teluk Bone seluas ± 12.376 km². Dari luas wilayah tersebut tersebar ke 15 Kecamatan (Gambar 5.1) yaitu: Kecamatan Porehu seluas 647,23 km2 (19,08%), Kecamatan Batu Putih seluas 374,95 km 2 (16,47%), Kecamatan Pakue seluas 313.25 km2 (9,24%) dan selebihnya merupakan wilayah Kecamatan Ranteangin, Wawo, Lambai, Lasusua, Katoi, Kodeoha, Tiwu, Ngapa, Watunohu, Pakue Tengah, Pakue Utara dan Tolala untuk selengkapnya dapat lihat pada Gambar 5.1. Kabupaten Kolaka Utara terletak didaratan tenggara Pulau Sulawesi, dan secara geografis terletak pada bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara yang memanjang dari utara ke selatan dan berada di antara 2 046’45’ – 3050’50’ lintang selatan dan membentang dari barat ke timur di antara 120 041’16’ – 121026’31’ bujur timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Kolaka Utara adalah sebagai berikut : -
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan.
-
Sebelah barat berbatasan dengan pantai teluk Bone.
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka. V-1
-
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Utara. Kondisi geografis Kabupaten Kolaka Utara memanjang dari utara ke
selatan. Kondisi geografi Kabupaten Kolaka Utara merupakan bangunan arsitektur yang menampakkan berupa rupa bumi dan seluruh unsur-unsur geografinya oleh proses-proses hasil rekonstruksi geologi dan aktivitas destruktif oleh suasana dan kondisi iklim yang berlaku di daerah tropis secara umum terjadi di Indonesia
5.1.1.2 Kondisi Fisik Wilayah 5.1.1.2.1 Topografi Keadaan permukaan wilayah Kabupaten Kolaka Utara tediri dari gunung bukit, lembah dan laut yang memanjang dari utara ke selatan.Diantara jenis permukaan tersebut terdapat lahan yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan perikanan dengan tingkat kemiringan 0-2, 3-8, 8-15 dan 15-40. Sedangkan untuk kemiringan lereng 40 adalah wilayah yang perlu dijaga kelestariannya untuk selengkapnya dapat lihat pada Gambar 5.2.
5.1.1.2.2 Geologi Secara geologi, kawasan perbukitan disusun konglomerat (Molasa Sulawesi) membentuk perbukitan landai menggelombang dengan pola aliran sungai meranting dan sejajar, demikian pula di kawasan pegunungan dengan pola aliran sungai yang sama. Kawasan topografi Karst disusun oleh batu gamping/batu kapur dicirikan oleh adanya gua batu gamping dan aliran sungaiV-2
sungai bawah tanah. Sedangkan dataran rendah terdapat di daerah pantai pada sepanjang aliran sungai besar dan muara sungai. Sebagaimana ditunjukkan oleh peta geologi, maka kelurusan pada pola persebaran bukit, pegunungan, dan topografi
karst
serta
lembah
dan
sungai
dikendalikan
oleh
adanya
patahan/sesar yang berarah barat laut – tenggara dan timur – barat untuk selengkapnya dapat lihat pada Gambar 5.3.
5.1.1.2.3 Jenis Tanah Kabupaten
Kolaka
Utara
memiliki
tipologi
tanah
yang
sangat
menguntungkan untuk pertanian, perkebunan, perikanan tambak dan kegiatan lainnya. Terdapat 6 jenis tanah yaitu: Tanah Podzolik Merah Kuning, Podzolik Coklat Kelabu, Lithosol, Regosol, Alluvial dan Mediteran Merah Kuning. Jenis tanah yang paling banyak dijumpai adalah jenis Podzolik merah kuning untuk selengkapnya dapat lihat pada Gambar 5.4.
V-3
Gambar 5.1. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Kolaka Utara
V-4
Gambar 5.2. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Kolaka Utara
V-5
Gambar 5.3. Peta Geologi Kabupaten Kolaka Utara
V-6
Gambar 5.4. Peta Jenis Tanah Kabupaten Kolaka Utara
V-7
5.1.2 Analisis Lahan 5.1.2.1 Analisis Daya Dukung Lahan Berbasis Kemampuan lahan Kemampuan lahan menjelaskan lahan yang mempunyai kemampuan tinggi akan mempunyai pilihan penggunaan yang lebih banyak, baik untuk pertanian, kehutanan atau tujuan lain. Umumnya lahan yang kemampuannya tinggi juga baik untuk keperluan non pertanian seperti pemukiman, industri, sarana infra-struktur, dan lainnya.
Sebaliknya, lahan yang mempunyai
kemampuan rendah jika dipaksakan digunakan tidak sesuai kemampuannya, maka lahan akan mudah rusak, dan bisa menghasilkan bahaya yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bahkan menjadi bencana. Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan kemampuan. Untuk memanfaatkan lahan yang baik, maka diperlukan suatu perencanaan yang baik. Perencanaan ruang biasanya diletakkan dalam peta RTRW. Perencanaan penggunaan ruang yang baik adalah perencanaan yang berbasis daya dukung lahan, yang berarti berbasis kemampuan lahan. Berdasarkan hasil olahan data spasial tunggal yaitu data texture tanah (Gambar 5.5), kelas lereng dan potensi erosi tanah (Gambar 5.6), telah teridentifikasi 3 jenis kelas kemampuan lahan yang dapat dikelompokkan kedalam 6 kelompok; Selengkapnya lihat Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 Gambar 5.7. Tabel 5.1. Kemampuan Lahan Kabupaten Kolaka Utara No Kelas Kemampuan Lahan 1 I 2 II (e1) 3 II(e1,i1) 4 II(i1) 5 IV(i3) 6 V1 (i4) Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015
Habatan Tidak ada hambatan Erosi ringan Erosi ringan dan lereng berombak (3-8%) Lereng berombak (3-8%) Lereng berbukit (15-40%) Lereng agak curam (>40%)
V-8
Tabel 5.2. Kemampuan Lahan perkecamatan Kabupaten Kolaka Utara Kecamatan Kemampuan lahan Luas (Km) BATUPUTIH I 35 BATUPUTIH II(e1) 5 BATUPUTIH II(e1,i1) 12 BATUPUTIH II(i1) 16 BATUPUTIH IV(i3) 31 BATUPUTIH VI(i4) 276 KATOI II(e1,i1) 11 KATOI II(i1) 1 KATOI VI(i4) 71 KODEOHA II(e1,i1) 43 KODEOHA II(i1) 48 KODEOHA VI(i4) 158 LAMBAI II(e1,i1) 56 LAMBAI II(i1) 38 LAMBAI IV(i3) 40 LAMBAI VI(i4) 101 LASUSUA II(e1,i1) 30 LASUSUA II(i1) 16 LASUSUA IV(i3) 6 LASUSUA VI(i4) 234 NGAPA II(e1,i1) 3 NGAPA II(i1) 5 NGAPA VI(i4) 141 PAKUE I 56 PAKUE II(e1) 33 PAKUE II(e1,i1) 46 PAKUE II(i1) 46 PAKUE VI(i4) 132 PAKUE TENGAH I 18 PAKUE TENGAH II(e1) 2 PAKUE TENGAH II(e1,i1) 18 PAKUE TENGAH II(i1) 7 PAKUE TENGAH IV(i3) 0 PAKUE TENGAH VI(i4) 86 PAKUE UTARA I 14 PAKUE UTARA II(e1,i1) 0 PAKUE UTARA II(i1) 6 PAKUE UTARA IV(i3) 29 PAKUE UTARA VI(i4) 143 POREHU II(e1) 25 POREHU II(e1,i1) 44 POREHU VI(i4) 578
% 1.03 0.15 0.35 0.47 0.91 8.14 0.32 0.03 2.08 1.28 1.43 4.67 1.65 1.12 1.18 2.98 0.90 0.48 0.19 6.91 0.09 0.15 4.16 1.65 0.97 1.36 1.36 3.89 0.53 0.06 0.53 0.21 0.00 2.54 0.41 0.00 0.18 0.86 4.21 0.74 1.30 17.04
V-9
RANTEANGIN II(e1,i1) RANTEANGIN II(i1) RANTEANGIN IV(i3) RANTEANGIN VI(i4) TIWU I TIWU II(e1,i1) TIWU II(i1) TIWU VI(i4) TOLALA II(e1) TOLALA II(e1,i1) TOLALA II(i1) TOLALA VI(i4) WATUNOHU I WATUNOHU II(e1) WATUNOHU II(e1,i1) WATUNOHU II(i1) WATUNOHU VI(i4) WAWO II(e1,i1) WAWO II(i1) WAWO IV(i3) WAWO VI(i4) Luas Wilayah Kabupaten Kolaka Utara Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015
38 34 40 79 0 11 4 67 0 10 24 150 34 15 16 28 18 16 2 0 145 3391.62
1.11 0.99 1.17 2.32 0.00 0.32 0.12 1.98 0.00 0.29 0.71 4.41 1.00 0.44 0.47 0.82 0.52 0.47 0.06 0.00 4.27 100.00
V-10
Gambar 5.5. Peta Texture Tanah Kabupaten Kolaka Utara
V-11
Gambar 5.6. Peta Potensi Erosi Tanah Kabupaten Kolaka Utara
V-12
Gambar 5.7. Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Kolaka Utara
V-13
5.1.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemampuan lahan Kesesuaian lahan berdasarkan kemampuan lahan menjelaskan secara umum tentang lahan yang sesuai untuk keperluan pertanian dan non pertanian seperti pemukiman, industri, infrastruktur, serta kehutanan. Sebaliknya, lahan yang tidak sesuai jika dipaksakan digunakan maka lahan akan mudah rusak, dan bisa menghasilkan bahaya yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bahkan menjadi bencana. Berdasarkan hasil olahan data kemampuan lahan, telah teridentifikasi lahan yang sesuai dan tidak sesuai; Selengkapnya lihat Tabel 5.3 dan Gambar 5.8.
Tabel 5.3.
No 1
Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemampuan Lahan Kabupaten Kolaka Utara
Kelas Kemampuan Lahan I, II dan IV
Arahan kesesuaian lahan
Pertanian (tanaman semusim,tanaman tahunan,perkebunan, peternakan), hutan produksi, penggunaan non-pertanian (permukiman, infrastruktur, industri) 2 V1 (i4) Tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam, Penggunaan non-pertanian, rekreasi alam dan cagar alam Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015
V-14
Tabel 5.4.
Luas Kesesuaian Lahan berdasarkan kemampuan lahan per kecamatan Kabupaten Kolaka Utara.
Kesesuaian Lahan berdasarkan kemampuan lahan Kecamatan Luas Sesuai Tidak Sesuai Luas % Luas % 111 Rante Angin 189.92 58.55 79 41.45 134 Lambai 234.99 57.02 101 42.98 18 Wawo 162.74 11.09 144.7 88.91 53 Lasusua 287.67 18.51 234 81.49 12 Katoi 82.64 14.52 71 85.48 92 Kodeoha 250.49 36.73 158 63.27 15 Tiwu 81.92 18.21 67 81.79 8 Ngapa 149.18 5.36 141 94.64 92 Watunohu 109.99 83.82 18 16.18 181 Pakue 313.25 57.85 132.05 42.15 45 Pakue Tengah 131.25 34.29 86.25 65.71 49 Pakue Utara 191.82 25.54 142.82 74.46 Batu Putih 374.95 99 26.39 276 73.61 69 Porehu 647.23 10.70 578 89.30 34 Tolala 183.58 18.53 149.57 81.47 Total 3391.62 1013 29.87 2378.65 70.13 Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015
V-15
Gambar 5.8. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemampuan Lahan Kabupaten Kolaka Utara
V-16
5.1.3 Kondisi Infrastruktur 5.1.3.1 Infrastruktur Jalan Jenis jalan di Kabupaten Kolaka Utara terdiri dari jenis jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan stapak. Selengkapnya lihat Gambar 5.9.
5.1.3.2. Infstruktur Pendidikan Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM
penduduk
Indonesia.Pembangunan
pendidikan
dititikberatkan
pada
peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan
Upaya
peningkatan
pendidikan
tersebut
dimaksudkan
agar
menghasilkan manusia seutuhnya sedangkan perluasan kesempatan belajar dimaksudkan agar penduduk usia sekolah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dapat memperoleh kesempatan
pendidikan
yang
seluas-luasnya
secara
merata.Pelaksanaan
pendidikan di Kabupaten Kolaka Utara selama ini mengalami peningkatan dari tahun
ke
tahun.
Indikator
untuk
mengukur
tingkat
perkembangan
pembangunan pendidikan dimaksud antara lain seperti jumlah sekolah. Selengkapnya lihat Tabel 5.5.
V-17
Tabel 5.5. Jumlah Fasilitas Pendidikan NO Kecamatan a b c d e Rante 0 6 4 5 0 1 Angin 0 7 7 6 0 2 Lambai 0 4 4 6 0 3 Wawo 1 16 4 10 1 4 Lasusua 0 5 0 5 0 5 Katoi 0 9 2 12 0 6 Kodeoha 0 4 1 3 0 7 Tiwu 0 7 0 4 0 8 Ngapa 0 8 0 6 0 9 Watunohu 1 11 0 8 0 10 Pakue Pakue 0 8 0 8 0 11 Tengah Pakue 0 9 1 6 0 12 Utara 0 8 0 7 0 13 Batu Putih 0 8 0 8 0 14 Porehu 0 4 0 5 0 15 Tolala 2 114 23 99 1 Jumlah Fasilitas Ket: a: Jumlah TK Negeri b: Jumlah TK Swasta c. Jumlah Raodatul Athfal d. Jumlah SD e. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah Negeri f. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah Swasta g. Jumlah SLTP Negeri h. Jumlah SLTP Swasta i. Jumlah Madrasah Tsanawiyah Negeri j. Jumlah Madrasah Tsanawiyah Swasta k. Jumlah SMU Negeri l. Jumlah SMU Swasta m. Jumlah Madrasah Aliyah Negeri n. Jumlah Madrasah Aliyah Swasta o. Jumlah SMK Negeri p. Jumlah SMK Swasta
f
g
h i
1
1
0 0 1
0 0 0
1 0
0
0 1 2 1 1 1 2 0 0
2 2 5 1 1 1 1 1 2
0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 0 1 0 0 0 1
1 0 1 1 1 2 1 0 0
0 1 1 1 0 0 0 1 0
0 0 1 0 0 0 0 0 0
1
2
0 0 1
0 0 0
1 1
0
2
1
1 0 0
0 0 0
0 0
0
0 0 0 12
4 5 3 32
0 0 0 2
1 1 0 5
0 0 0 9
0 0 0 1
1 0 1 0 0 0 0 0 1
0 0 0 3
j
0 0 1 1 3 2 2 0 1
1 0 0 13
k l
0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 1
m n o
0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 0 5
p
5.1.3.3. Infstruktur Kesehatan Pembangunan bidang kesehatan meliputi seluruh siklus atau tahapan kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan berhasil baik, maka akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk mengukur
V-18
tingkat perkembangan pembangunan kesehatan antara lain seperti jumlah Fasilitas Kesehatan. Selengkapnya lihat Tabel 5.6. Tabel 5.6. Jumlah Fasilitas Kesehatan NO Kecamatan Jumlah Rumah Jumlah Sakit Puskesmas (unit) 1 Rante Angin 0 1 2 Lambai 0 1 3 Wawo 0 1 4 Lasusua 1 1 5 Katoi 0 1 6 Kodeoha 0 1 7 Tiwu 0 1 8 Ngapa 0 1 9 Watunohu 0 1 10 Pakue 0 1 Pakue 11 0 1 Tengah 12 Pakue Utara 0 1 13 Batu Putih 0 2 14 Porehu 0 1 15 Tolala 0 1 Jumlah Fasilitas 1.00 16.00 Sumber : BPS, 2015
Jumlah Pustu
Jumlah Polindes
Jumlah Posyandu
1 2 2 1 2 2 1 4 1 1
4 4 4 8 3 9 2 2 5 8
7 10 7 18 6 12 7 12 8 11
2
8
10
1 0 1 0 21.00
7 6 6 3 79.00
9 13 8 6 144.00
5.1.3.4. Sosial dan ekonomi Pembangunan dalam bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan dan kerukunan hubungan antara umat beragama, keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan penciptanya serta dengan alam sekitarnya. Kegiatan pembangunan di bidang agama seperti pembangunan sarana peribadatan. Pembangunan dibidang sosial lainnya di Kabupaten Kolaka Utara diarahkan untuk terwujudnya kehidupan sosial baik dari segi material maupun spritual
V-19
yang dalam hal ini utamanya mengatasi masalah kesejahteraan sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, keterlantaran, kerawanan, ketentraman sosial dan bencana alam. Selengkapnya lihat Tabel 5.7. Tabel 5.7. Jumlah Fasilitas Sosial No Kecamatan a b 7 3 1 Rante Angin 10 2 2 Lambai 11 3 3 Wawo 38 17 4 Lasusua 7 8 5 Katoi 16 8 6 Kodeoha 8 2 7 Tiwu 37 1 8 Ngapa 9 1 9 Watunohu 19 11 10 Pakue 12 4 11 Pakue Tengah 11 1 12 Pakue Utara 11 8 13 Batu Putih 12 3 14 Porehu 6 2 15 Tolala 214 74 Jumlah Fasilitas Sumber : BPS, 2015 Keterangan: a: Jumlah Mushollah b: Jumlah Gereja c. Jumlah Pasar d. Jumlah Kantor Pos e. Jumlah Rumah Pos f. Jumlah Rumah Makan g. Jumlah Warung h. Jumlah Pedagang Makanan i. Jumlah Objek Wisata j. Jumlah Kantor Bank l. Jumlah Koperasi
Ekonomi c d e 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 3 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 3 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 1 0 1 21 1
f 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3
g 5 3 3 10 1 0 1 4 0 5 2 0 2 0 8 44
h 4 3 15 48 10 19 13 32 14 13 4 10 4 5 1 195
i
j 8 2 24 4 10 6 20 11 15 2 3 1 7 0 30 1 3 1 6 0 5 2 18 1 7 4 1 1 3 2 160 38
k 1 0 0 8 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 12
l 12 8 6 57 5 19 5 16 6 14 8 5 14 10 1 14
V-20
Gambar 5.9. Peta Jenis Jaringan Jalan
V-21
5.1.4. Kondisi Sosial Ekonomi Keadaan Geografi Jumlah penduduk Kabupaten Kolaka Utara pada tahun 2015 sebesar 136.883 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,84 persen per tahun. Jumlah penduduk terbesar bermukim di Kecamatan Lasusua yaitu sebesar 26.899 jiwa (19,7% dari total penduduk) dengan kepadatan penduduk 94 jiwa/km2. Sedangkan penduduk terkecil bermukim di Kecamatan Tolala yaitu sebesar 3.434 jiwa (2,6% dari total penduduk) dengan kepadatan penduduk 19 jiwa/km2. Tabel 5.8. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara
Sumber : Kolaka Utara dalam Angka, 2015.
V-22
Sektor Pertanian Tanaman Perkebunan Mengacu pada data statistik, Kecamatan Ngapa dan Kecamatan Porehu sangat potensial untuk pengembangan komoditas tanaman perkebunan. Terdapat beberapa komoditas tanaman perkebunan yang cukup potensial di Kecamatan Ngapa dan Kecamatan Porehu diantaranya kakao, cengkeh, nialm, enau, dan kelapa dalam. Untuk komoditas kakao, kedua kecamatan ini mencatat angka produksi tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya, dengan tingkat produksi masing-masing 13.798,97 ton dan 12.703,97 ton. Tingginya tingkat produksi di kedua kecamatan tersebut ditunjang oleh luas lahan dan jumlah pohon yang juga mencatat angka paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Selain Kecamatan Ngapa dan Kecamatan Porehu, Kecamatan Katoi juga merupakan penghasil tertinggi komoditas cengkeh dengan tingkat produksi mencapai 1.404,12 ton (Gambar 5.10.). Peternakan Untuk komoditas peternakan, terbagi atas ternak besar, ternak kecil, dan ternak unggas. Wilayah yang tepat untuk pengembangan ternak besar (sapi, kerbau, dan kuda) di Kabupaten Kolaka Utara adalah Kecamatan Batu Putih untuk ternak sapi dengan populasi sebesar 300 ekor; Kecamatan Lasusua untuk ternak kerbau dengan populasi sebesar 17 ekor; dan Kecamatan Ngapa untuk ternak kuda dengan populasi sebesar 40 ekor (Gambar 5.11.). Adapun wilayah untuk pengembangan ternak kecil (kambing) di Kabupaten Kolaka Utara adalah Kecamatan Pakue Utara untuk ternak kambing dengan populasi 401 ekor (Gambar 5.12.). Sedangkan wilayah untuk pengembangan ternak unggas (ayam kampung, ayam ras, dan itik manila) di Kabupaten Kolaka Utara V-23
adalah Kecamatan Pakue untuk ternak ayam kampung dan itik manila dengan populasi masing-masing sebesar 45.280 ekor dan 1.798 ekor serta Kecamatan Tiwu untuk ternak ayam ras dengan populasi sebesar 10.000 ekor (Gambar 5.13.).
Gambar 5.10. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara (Ton)
V-24
Gambar 5.11. Populasi Ternak Besar Menurut Kecamatan (Ekor) di Kabupaten Kolaka Utara
V-25
Gambar 5.12. Populasi Ternak Kecil Menurut Kecamatan (Ekor) Di Kabupaten Kolaka Utara
Gambar 5.13. Populasi Ternak Unggas Menurut Kecamatan (Ekor) di Kabupaten Kolaka Utara
V-26
Perikanan Selain komoditas perkebunan dan peternakan, komoditas lainnya yang cukup menonjol di Kabupaten Kolaka Utara adalah perikanan. Pada tahun 2015, Kabupaten Kolaka Utara mampu menghasilkan 38.232,47 ton dengan nilai 853.370,21 juta untuk perairan laut dan 22.165,03 ton dengan nilai 974.514,58 juta untuk perairan darat. Wilayah dari Kabupaten Kolaka Utara yang dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas perikanan adalah Kecamatan Pakue Utara untuk hasil perairan laut dengan jumlah produksi sebesar 5.970,96 ton dan Kecamatan Pakue untuk hasil perairan darat dengan jumlah produksi 4.819,15 ton.
Gambar 5.14. Produksi dan Nilai Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara
V-27
5.1.5. Analisis Pengembangan Fasilitas (Proyeksi Kebutuhan Sarana) Proyeksi Penduduk Proyeksi jumlah penduduk pada suatu wilayah untuk studi ini digunakan sebagai dasar dalam memproyeksikan kebutuhan sarana dan fasilitas yang diperlukan dalam mendorong pertumbuhan suatu wilayah. Hasil analisa dan proyeksi penduduk dengan menggunakan Metode Cohort memperoleh hasil yang disajikan dalam Tabel 5.14. berikut ini :
Tabel 5.14. Proyeksi Jumlah Penduduk di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2015 – 2020 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Uraian Keterangan 2 Luas Wilayah (km ) 3,391.62 Jumlah Kecamatan 15 Penduduk 2014 (Jiwa) 133,101 Kepadatan (Jiwa/km2) 40 Pertumbuhan (%) 2.84 Penduduk 2015 (Jiwa) 136,883 Penduduk 2020 (Jiwa) 143,509.7 Sumber: Hasil Analisis Tim Ahli, 2015.
V-28
5.1.6 Analisis Komoditas Unggulan 5.1.6.1 Sub Sektor dan Jenis Komoditas Berdasarkan hasil olahan data Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten dalam angka lima tahun terakhir (2011-2015), telah teridentifikasi 28 jenis komoditas yang dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) sub sektor, yaitu masing-masing; Selengkapnya lihat Gambar 5.15.
Gambar 5.15. Jumlah Jenis Komoditas Unggulan untuk Setiap Sub Sektor Pertanian 1. Sub sektor perkebunan, memiliki tiga belas jenis komoditas yaitu kelapa, kopi, kapuk, lada, pala, cengkeh, jambu mente, kemiri, kakao, enau/aren, vanili, sagu, nilam 2. Sub sektor peternakan, memiliki tujuh jenis komoditas yaitu sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam kampung, ayam ras, itik manila. 3. Sub sektor perikanan, memiliki delapan komoditas yaitu perikanan umum (laut), perikanan umum (darat), perikanan tangkap (laut), perikanan tangkap (darat), perikanan budidaya (laut), perikanan budidaya (darat), ikan olahan laut, ikan olahan darat. Detail mengenai sebaran jenis komoditas per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 5.15. V-29
5.1.6.2 Komoditas Unggulan per Kecamatan Sebaran komoditas unggulan terbanyak terdapat di Kecamatan Porenhu dengan tujuh buah komoditas, sedangkan kecamatan yang memiliki komoditas unggulan paling sedikit yaitu kecamatan Kodeoha, Katoi dan Wawo. Selengkapnya lihat Gambar 5.16.
Gambar 5.16. Sebaran Komoditas Unggulan per Kecamatan
V-30
1 Ngapa Watunoh 1 u
1
1
1
1
1
1
1
Tiwu
8 9 10 11 12
Pakue Pakue Tengah Pakue
0
0 0 0 0 0 0
1
1 0 1 1 1 0 1 1 1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0 1 1 0 0 1
1 0 1 1 1
0 0
0
0
0
0
0
0
0 1
0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1
0 0 0
Itik Manila Perikanan Umum (Laut) Perikanan Umum (Darat) Perikanan Tangkap Perikanan (Laut) Tangkap Perikanan (Darat) Budidaya Perikanan (Laut) Budidaya (Darat) Ikan Olahan Laut Ikan Olahan Darat Jumlah Jenis Komoditas
1
7
0
1
1
0
0
Kambing Ayam Kampung Ayam Ras
1
Kodeoha
1
1
1 1 1 1
0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 1
0 0
0 1
0 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kuda
1
6
0
1
1
0
Kerbau
1
Katoi
1
1
0
1
Sapi
1
5
0
1
1
Nilam
1
Lasusua
1
1
PETERNAKAN
Sagu
1
4
0
1
1
Vanili
1
Wawo
Enau/Aren
1
3
0
Kakao
1
Lambai
Kemiri
1
2
0
1
Cengkeh
1
1
1
Pala
1
Lada
Kopi
1
Rante Angin
Kapuk
Kelapa
No Kecama . tan
Jambu Mete
Tabel 5.15. Matriks Sebaran Jenis Komoditas per kecamatan KOMODITAS UNGGULAN KECAMATAN PERKEBUNAN
0
PERIKANAN
0 0 0 0 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
2 2 2 3 2 2 2 1 1 9 2 2 2 1 1 7 1 7 1 8 2 0 2 V-31
13
Utara Batu Putih
14
Porehu
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tolala 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 8 4 5 0 8 0 7 9 Dominan 5 4 1 4 4 5 5 5 4 5 4 Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015 Ket : 1 = Ada 0 = Tidak Ada Komoditas Unggulan Komoditas Potensial Komoditas Potensial Komoditas Terbelakang
1
1
1
1 5
13
1 5
0 0
1 1
0 0
1 1
1 0
0 0
1
0
1
1
0 0
1 0
0 0
1 1
0
0
0
0
1
1
1
1
0 1
1 0
1
1
1
1
1
1
0 7
1 0
1 1
1
1
1
1 5
1 3
1 5
2 1 9 1 7 1 8
V-32
5.1.6.3 Komoditas Potensial per Kecamatan Sebaran
komoditas
potensial
terbanyak
terdapat
di
Kecamatan
Ranteangin dengan dua belas komoditas, sedangkan kecamatan yang memiliki komoditas potensial paling sedikit yaitu kecamatan Porehu,. Selengkapnya lihat Gambar 5.17 berikut:
Gambar 5.17. Sebaran Komoditas Potensial per Kecamatan
5.1.6.4 Komoditas Berkembang per Kecamatan Sebaran komoditas berkembang terbanyak terdapat di Kecamatan Kodeha dengan delapan komoditas, sedangkan kecamatan yang memiliki komoditas berkembang paling sedikit yaitu Kecamatan ngapa dan kecamatan lasusua. Selengkapnya lihat Gambar 5.18 berikut:
V-33
Gambar 5.18 Sebaran Komoditas Berkembang per Kecamatan 5.1.6.5 Komoditas Terbelakang per Kecamatan Sebaran komoditas terbelakang terbanyak terdapat di Kecamatan Lambai dengan sembilan komoditas, sedangkan kecamatan yang memiliki komoditas terbelakang paling sedikit yaitu Kecamatan Pakue Tengah dan Kecamatan Rante Angin. Selengkapnya lihat Gambar 5.19 berikut:
Gambar 5.19. Sebaran Komoditas Terbelakang per Kecamatan V-34
5.1.6.6 Komoditas Unggulan Prioritas per Kecamatan Dari
berbagai
jenis
komoditas
unggulan
yang
teridentifikasi
di
Kabupaten Kolaka Utara, kemudian dilakukan skala prioritas terhadap setiap komoditas unggulan untuk setiap kecamatan. Komoditas unggulan prioritas adalah komoditas unggulan yang menjadi prioritas pertama di setiap kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.15 diatas dengan gabungan warna kolom warna hijau dan warna orange. Dengan demikian terdapat 131 jumlah jenis komoditas di Kabupaten Kolaka Utara. Sebaran komoditas prioritas terbanyak terdapat di Kecamatan Rante Angin dengan 14 jenis komoditas, sedangkan kecamatan yang memiliki komoditas prioritas paling sedikit yaitu Kecamatan Watunoho. Selengkapnya lihat Gambar 5.20. berikut:
Gambar 5.20 Sebaran Komoditas Prioritas per Kecamatan Jenis komoditas terbanyak yang menjadi prioritas adalah Perikanan Umum (Laut) yang tersebar di sembilan kecamatan, kemudian kakao, sedangkan jenis komoditas yang menjadi prioritas hanya di satu kecamatan adalah sapi dan lada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.21. V-35
Gambar 5.21. Jenis Komoditas Prioritas di Kabupaten Kolaka Utara
5.1.7 Analisis Ketersediaan Infrastruktur Kecamatan (Analisis Skalogram) Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan
pembangunan.
Tujuannya
antara
lain
untuk
memacu
perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah
dalam
mengetahui
rangka
peningkatan
perkembangan
suatu
kesejahteraan wilayah,
dapat
masyarakat.
Untuk
dilakukan
dengan
menganalisis pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat perkembangan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap
V-36
merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi daerah belakang (hinterland). Berdasarkan data BPS yang dianalisis, tingkat perkembangan wilayah dapat dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK). Pada analisis skalogram, semakin tinggi IPK maka semakin berkembang atau maju kabupaten/kota tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya atau bagi wilayah yang memiliki nilai IPK yang lebih rendah. Setiap pemusatan akan menghasilkan pengaruh positif dan negatif. Adanya pemusatan yang berlebihan pada daerah-daerah, disamping akan menimbulkan masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup juga akan menyebabkan dana dan sumber daya untuk pembangunan wilayah menjadi terbatas. Tabel 5.16. Nilai IPK dan Jumlah Jenis Hasil Perhitungan Skalogram Jumlah jenis Jumlah Kecamatan IPK Hirarki fasilitas/infrastruktur Penduduk Wawo 5901 49.32 19 HIRARKI 1 Lasusua 26899 52.20 29 HIRARKI 1 Pakue Tengah 6337 49.01 19 HIRARKI 1 Katoi 6600 43.58 21 HIRARKI 2 Kodeoha 11117 39.04 20 HIRARKI 2 Pakue 9764 44.78 19 HIRARKI 2 Tiwu 4243 47.42 18 HIRARKI 2 Batu Putih 8409 39.53 17 HIRARKI 2 Tolala 3434 43.55 14 HIRARKI 2 Rante Angin 5665 26.84 20 HIRARKI 3 Ngapa 20669 22.49 19 HIRARKI 3 Pakue Utara 7924 34.14 17 HIRARKI 3 Lambai 5929 18.98 16 HIRARKI 3 Porehu 7609 33.56 15 HIRARKI 3 Watunohu 6383 31.58 14 HIRARKI 3 Sumber: Hasil Analisis Tim, 2015.
V-37
Berdasarkan jumlah jenis Kecamatan Wawo, Kecamatan Lasusa dan Kecamatan Pakue Tengah memiliki jumlah jenis yang lebih besar jika dibandingkan kecamtan lainnya. Ketiga kecamatan ini memiliki perkembangan yang lebih maju jika dilihat dari banyaknya jumlah fasilitas. Ketiga kecamatan ini cenderung menjadi daerah yang bersifat pusat kegiatan bagi daerah-daerah di sekelilingnya maupun daerah yang dapat memberikan pelayanan bagi daerah di sekelilingnya. Baik itu pelayanan dari segi pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Pola ketersediaan infrastruktur yang ada di Kabupaten Kolaka Utara ini dapat dilihat pada Gambar 5.22. Peta skalogram berdasarkan jumlah jenis dapat terlihat (Gambar 5.22) daerah-daerah yang memiliki jumlah fasilitas yang ada di kelas kedua yaitu yang tersebar merata mengelilingi Kecamatan Lasusua dan Pakue Tengah, sedangkan Kecamatan Wawo dikelilingi daerah-daerah yang terkategori di kelas ketiga. Kecuali daerah seperti Kecamatan Porehu cenderung memiliki jumlah fasilitas yang lebih sedikit jenisnya. Daerah ini memiliki jarak yang jauh dari ibukota Kabupaten. Sedangkan untuk melihat ketersediaan infrastruktur berdasarkan sektor aktivitas pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi ini dapat dilihat Indeks Perkembangan Kecamatan yang ditunjukkan Gambar 5.23, Gambar 5.24, dan Gambar 5.25.
V-38
Gambar 5.22. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Kecamatan
V-39
Gambar 5.23. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Kecamatan Sektor Pendidikan di setiap Kecamatan
V-40
Gambar 5.24. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Kecamatan Sektor Kesehatan di setiap Kecamatan
V-41
Gambar 5.25. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Kecamatan Sektor Sosial dan Ekonomi di setiap Kecamatan
V-42
5.1.8 Analisis Penentuan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Kolaka Utara Dalam menentukan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Kabupaten Kolaka Utara yang paling optimal dari berbagai alternatif pilihan lokasi yang ada perlu dilakukan analisa dengan menggunakan metode yang tepat salah satunya adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan teknik yang digunakan dalam membantu menyelesaikan masalah. Dimana sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidak sempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragam criteria, pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu pilihan. Menentukan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Kabupaten Kolaka Utara dengan
berdasarkan kepada tiga kriteria/faktor penilaian yaitu
ketersediaan infrastruktur, sektor unggulan dan Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten). Dari 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka Utara, lokasi alternative Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) ada di enam kecamatan dan di bagi dalam 2 kelompok. Kelompok 1 yaitu kelompok yang masuk dalam kategori hirarki 1 untuk fasilitas / infrastruktur dan kelompok a untuk komoditas unggulan prioritas. Sedangkan kelompok 2 yaitu kelompok yang masuk dalam kategori hirarki 2 untuk fasilitas/infrastruktur dan kelompok b untuk komoditas unggulan prioritas. Kecamatan yang masuk dalam kelompok 1 yaitu (1) Kecamatan Wawo, (2) Kecamatan Lasusua, (3) Kecamatan Pakue Tengah. Kecamatan yang masuk dalam kelompok 2 yaitu (1) Kecamatan Kodeha, (2) Kecamatan Katoi, (3) Kecamatan Tiwu. Lokasi tersebut dapat di lihat pada Gambar 5.26. V-43
Lokasi alternative (kelompok 1) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Wawo memiliki jumlah penduduk 5901 jiwa yang terdiri dari 2936 laki-laki dan 2965 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Wawo memiliki 19 jenis fasilitas/infrastruktur terdiri dari 6 fasilitas/infrastruktur pendidikan, 4 fasilitas/infrastruktur kesehatan dan 9 fasilitas/infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Wawo memiliki 10 komoditas unggulan prioritas yaitu enau/aren, kelapa, jambu mente, kemiri, sapi, kambing, perikanan umum (laut), perikanan tangkap (laut), ikan olahan laut dan ikan olahan darat. Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 46 km. Lokasi alternative (kelompok 1) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Lasusua memiliki jumlah penduduk 26899 jiwa yang terdiri dari 13786 laki-laki dan 13113 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Lasusua memiliki 29 jenis fasilitas/infrastruktur terdiri dari 14 fasilitas / infrastruktur pendidikan, 5 fasilitas / infrastruktur kesehatan dan 10 fasilitas / infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Lasusua memiliki 12 komoditas unggulan prioritas yaitu kopi, enau / aren, kambing, kelapa, lada, cengkeh, kemiri, sapi, kuda, perikanan umum (laut), perikanan tangkap (laut) dan ikan olahan laut. Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 0 km. Lokasi alternatif (kelompok 1) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Pakue Tengah memiliki jumlah penduduk 6337 jiwa yang terdiri dari 3202 laki-laki dan 3135 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Pakue Tengah memiliki 19 jenis fasilitas / infrastruktur terdiri dari 7 fasilitas / infrastruktur pendidikan, 4 fasilitas / infrastruktur kesehatan dan 8 fasilitas / infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Pakue Tengah memiliki 10 komoditas unggulan prioritas yaitu sapi, ayam kampung, itik manila, kopi, lada, cengkeh, V-44
kakao, kerbau, perikanan umum (laut) dan perikanan budidaya (laut). Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 86 km. Lokasi alternative (kelompok 2) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Kodeha memiliki jumlah penduduk 11117 jiwa yang terdiri dari 5652 laki-laki dan 5465 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Pakue Tengah memiliki 20 jenis fasilitas/infrastruktur terdiri dari 8 fasilitas/infrastruktur pendidikan, 4 fasilitas/infrastruktur kesehatan dan 8 fasilitas/infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Pakue Tengah memiliki 7 komoditas unggulan prioritas yaitu kuda, kelapa, kakao, sapi, itik manila, perikanan umum (laut) dan perikanan budidaya (laut). Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 25 km. Lokasi alternative (kelompok 2) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Katoi memiliki jumlah penduduk 6600 jiwa yang terdiri dari 3417 laki-laki dan 3183 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Pakue Tengah memiliki 21 jenis fasilitas/infrastruktur terdiri dari 9 fasilitas/infrastruktur pendidikan, 4 fasilitas/infrastruktur kesehatan dan 8 fasilitas/infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Pakue Tengah memiliki 8 komoditas unggulan prioritas yaitu kambing, kopi, cengkeh, kakao, ayam kampung, perikanan umum (laut), perikanan tangkap (laut) dan ikan olahan laut. Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 14 km. Lokasi alternative (kelompok 2) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk di Kecamatan Tiwu memiliki jumlah penduduk 4243 jiwa yang terdiri dari 2155 laki-laki dan 2088 perempuan (BPS,2015). Kecamatan Pakue Tengah memiliki 18 jenis fasilitas/infrastruktur terdiri dari 7 fasilitas/infrastruktur V-45
pendidikan, 4 fasilitas/infrastruktur kesehatan dan 7 fasilitas/infrastruktur sosial ekonomi. Kecamatan Pakue Tengah memiliki 7 komoditas unggulan prioritas yaitu ayam ras, perikanan umum (laut), kelapa, cengkeh, kuda, ayam kampung dan perikanan budidaya (laut). Aksesibilitas (Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten) yaitu 31 km. Langkah pertama yang dilakukan dalam AHP adalah menentukan tujuan utama, faktor yang menjadi kriteria/persyaratan, dan alternatif penentuan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) yang terbaik. Dari ketiga komponen tersebut kemudian dibuat menjadi sebuah hirarki. Struktur Hirarki Penetapan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) kelompok 1 yang ditunjukkan pada Gambar 5.26. dan kelompok 2 pada Gambar 5.27. Tujuan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)
Fasilitas/Infrastruktur
Kecamatan Wawo
Komoditas Unggulan
Kecamatan Lasusua
Aksesibilitas
Kecamatan Pakue Tengah
Gambar 5.26. Struktur Hirarki Penetapan KSCT. Tujuan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)
Fasilitas/Infrastruktur
Kecamatan Kodeha
Komoditas Unggulan
Kecamatan Katoi
Aksesibilitas
Kecamatan Tiwu
Gambar 5.27. Struktur Hirarki Penetapan KSCT. V-46
Pada Gambar 5.26 dan 5.27 menunjukan bahwa hirarki tersebut terdiri dari 3 level yaitu level 1 merupakan tujuan utama yang bertujuan untuk menentukan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) yang terbaik dari alternative pilihan yang ada. Level 2 menunjukan kriteria-kriteria atau faktor apa yang berpengaruh terhadap penentuan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) sedangkan level 3 merupakan alternatif lokasi yang tersedia. Langkah selanjutnya melakukan Pengukuran terhadap faktor faktor tersebut secara relatif dengan skala 1 – 9 dengan menggunakan penilaian perbandingan berpasangan (pair wise) dan perhitungan eigenvector. Hasil pembobotan terhadap 3 kriteria tersebut untuk kelompok 1 dan 2 adalah sebagai berikut: Tabel 5.17. Skala Kriteria Kriteria Fasilitas 1 Fasilitas 2/1 Sektor Unggulan 1/2 Aksesibilitas Sumber : Hasil Analisis Tim, 2015.
Sektor Unggulan 1/2 1 1/3
Aksesibilitas 2/1 3/1 1
Variabel yang digunakan dalam penyusunan pemilihan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) terbaik dengan metode AHP ini menggunakan tiga kriteria untuk kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu kriteria fasilitas, kriteria sektor unggulan dan kriteria aksesibilitas Masing-masing kriteria ini memiliki beberapa pertimbangan yaitu untuk kriteria fasilitas/infrastruktur yang menjadi
pertimbangan
adalah
sarana
pendukung
untuk
kebutuhan
pengembangan bisnis sektor dan produk uggulan di Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT). Untuk kriteria sektor unggulan yang menjadi pertimbangan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan V-47
masyarakat. Untuk kriteria Aksesibilitas yang menjadi pertimbangan adalah sulitnya akses akan menyebabkan potensi yang ada pada wilayah perdesaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Jenis jalan serta jarak juga mempengaruhi lalu lintas perdagangan antar satu wilayah perdesaan dengan wilayah
lainnya
khususnya
wilayah
ibukota
kabupaten
untuk
dapat
menstimulasi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menjadi lebih baik. Dalam menguji konsistensi pengukuran dilakukan uji konsistensi dengan menghitung nilai consistency ratio (CR). Hal ini dilakukan karena antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain. CR dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : CI =
dan CR =
dimana : C.I = Indek konsistensi p = rata – rata konsistensi vektor n = jumlah variabel RI = nilainya diperoleh dari tabel oarkridge Tabel 5.18. Nilai CR Kriteria Fasilitas Sektor Unggulan Aksesibilitas
0.29
Sektor Unggulan 0.27
0.57 0.14 1.00
0.55 0.18 1.00
Fasilitas
Aksesibilitas
w'
A*w'
A*w'/w'
0.33
0.297
0.89
3.01
0.50 0.17 1.00
0.539 0.164 1.00
1.62 0.49 M= CI = CI/RI=
3.01 3.00 3.01 0.005 0.009
Sumber : Analisis Tim, 2015 Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan rumus CR yang telah ditetapkan (Saaty) tersebut didapat bahwa hasil CR untuk eigenvektor utama
V-48
sebesar 0.009, nilai CR yang diperkenankan adalah < 0.10 sehingga dapat dikatakan matriks tersebut konsisten. Dari perhitungan nilai eigenvaktor menunjukan bahwa faktor atau kriteria pemukiman merupakan faktor paling utama dengan nilai 53%, hal ini menunjukan bahwa faktor sektor unggulan memiliki pengaruh 1.8 kali lebih besar dibandingkan dengan faktor fasilitas (29%), 3.2 kali lebih besar dibandingkan faktor aksesibilitas (29%). Selanjutnya perhitungan yang sama dilakukan pada level 3 yaitu pemilihan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) yang terbaik dari alternatif yang ada.
Dari perhitungan tersebut diperoleh
nilai eigenvaktor dan CR nya.
Kelompok 1 Tabel 5.19. Faktor Fasilitas Fasilitas eigen vaktor Kecamatan Wawo 0.19 Kecamatan Lasusua 0.66 Kecamatan Pakue Tengah 0.16 Sumber : Analisis Tim, 2015
CI
CR
0.015
0.028
Dari Tabel 5.19 menunjukan bahwa dilihat dari faktor fasilitas saja ternyata Kecamatan Lasusua memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 66% sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Pakue Tengah dengan persentase 16%.
V-49
Tabel 5.20. Faktor Sektor Unggulan Sektor Unggulan eigen vaktor CI Kecamatan Wawo 0.16 Kecamatan Lasusua 0.59 0.027 Kecamatan Pakue Tengah 0.25 Sumber : Analisis Tim, 2015
CR 0.052
Dari Tabel 5.20 menunjukan bahwa dilihat dari faktor sektor unggulan saja ternyata Kecamatan Lasusua memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 59% sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Wawo dengan persentase 16%.
Tabel 5.21. Faktor Aksesibilitas Aksesibilitas eigen vaktor Kecamatan Wawo 0.12 Kecamatan Lasusua 0.65 Kecamatan Pakue Tengah 0.23 Sumber : Analisis Tim, 2015
CI
CR
0.02
0.366
Dari Tabel 5.21 menunjukan bahwa dilihat dari faktor sektor unggulan saja ternyata Kecamatan Pakue Tengah memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 65 % sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Wawo dengan persentase 12 %. Dari nilai eigenvektor pada Tabel 5.22 maka dapat diperoleh nilai bobot kompositnya yaitu dengan mengalikan nilai eigenvektor utama dengan nilai– nilai
eigenvektor
pilihan
lokasi.
Bobot
komposit
dipergunakan
untuk
menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Hasil pembobotan komposit adalah sebagai berikut: V-50
Tabel 5.22. Prioritas Keputusan Sektor Fasilitas Unggulan eigenvaktor 0.29 0.53 Wawo 0.19 0.16 Lasusua 0.66 0.59 Pakue Tengah 0.16 0.25 Sumber : Analisis Tim, 2015.
Aksesibilitas 0.16 0.12 0.65 0.23
Prioritas Keputusan 0.16 0.61 0.22
Berdasarkan perhitungan dan analisis AHP tersebut dapat diketahui bahwa Kecamatan Lasusue merupakan lokasi terbaik untuk Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) karena mempunyai nilai bobot komposit yang paling besar yaitu 61%. Kelompok 2 Tabel 5.23. Faktor Fasilitas Fasilitas eigen vaktor Kecamatan Kodeha 0.33 Kecamatan Katoi 0.52 Kecamatan Tiwu 0.14 Sumber : Analisis Tim, 2015
CI
CR
0.027
0.052
Dari Tabel 5.23 menunjukan bahwa dilihat dari faktor fasilitas saja ternyata Kecamatan Katoi memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 52 % sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Tiwu dengan persentase 14 %. Tabel 5.24. Faktor Sektor Unggulan Sektor Unggulan eigen vaktor CI Kecamatan Kodeha 0.16 0.015 Kecamatan Katoi 0.66 Kecamatan Tiwu 0.19 Sumber : Analisis Tim, 2015
CR 0.028
V-51
Dari Tabel 5.24. menunjukan bahwa dilihat dari faktor sektor unggulan saja ternyata Kecamatan Katoi memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 66 % sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Kodeha dengan persentase 16 %. Tabel 5.25. Faktor Aksesibilitas Aksesibilitas eigen vaktor Kecamatan Kodeha 0.26 Kecamatan Katoi 0.63 Kecamatan Tiwu 0.11 Sumber : Analisis Tim, 2015
CI
CR
0.190
0.037
Dari Tabel 5.25 menunjukan bahwa dilihat dari faktor sektor unggulan saja ternyata Kecamatan Katoi memiliki persentase pilihan terbesar dengan nilai 63 % sedangkan yang terendah adalah Kecamatan tiwu dengan persentase 11%. Dari nilai eigenvektor pada Tabel 5.26 maka dapat diperoleh nilai bobot kompositnya yaitu dengan mengalikan nilai eigenvektor utama dengan nilai – nilai
eigenvektor
pilihan
lokasi.
Bobot
komposit
dipergunakan
untuk
menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Hasil pembobotan komposit adalah sebagai berikut: Tabel 5.26. Prioritas Keputusan Sektor Fasilitas Unggulan eigenvaktor 0.29 0.53 Kodeha 0.33 0.16 Katoi 0.52 0.66 Tiwu 0.14 0.19 Sumber : Analisis Tim, 2015
Aksesibilitas 0.16 0.26 0.63 0.11
Prioritas Keputusan 0.22 0.61 0.16
V-52
Berdasarkan perhitungan dan analisis AHP tersebut dapat diketahui bahwa Kecamatan Lasusua merupakan lokasi terbaik untuk Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) untuk kelompok 1 karena mempunyai nilai bobot komposit yang paling besar yaitu 61.80 % sedangkan untuk kelompok 2 yaitu Kecamatan Katoi dengan nilai bobot komposit 61.30%
5.2 Kebijakan Pengembangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Utara a. Pengembangan pusat-pusat perkotaan sesuai potensi wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan secara merata di seluruh wilayah kabupaten sesuai dengan hierarki dan skala pelayanannya; b. Menetapkan kawasan lindung sesuai peraturan perundangan yang berlaku; c. Mendorong pemanfaatan sumberdaya alam pada kawasan budidaya agar tetap lestari; d. Pengembangan prasarana wilayah untuk mendukung kegiatan masyarakat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; e. Pengembangan sarana wilayah untuk mendukung kegiatan masyarakat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan f. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.
V-53
BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN CEPAT TUMBUH Berdasarkan
serangkaian
analisis
yang
dilakukan
pada
bab
sebelumnya, maka selanjutnya dilakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (analisis SWOT) untuk menetapkan strategi, dan program pengembangan KSCT.
6.1. Analisis SWOT Analisis SWOT (Arsyad et al., 2011) digunakan untuk memformulasikan strategi, program, kegiatan indikatif pengembangan KSCT. Proses tersebut dilakukan melalui identifikasi dan analisis terhadap berbagai faktor kunci penentu keberhasilan yang terdapat pada lingkungan eksternal maupun lingkungan internal
sehingga dapat
dipetakan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman yang dihadapi Kabupaten Kolaka Utara saat ini. Selanjutnya dibangun strategi yang berupaya memaksimalkan kekuatan dan peluang, sekaligus secara simultan berupaya meminimalkan kelemahan dan ancaman. Berbagai faktor kunci penentu keberhasilan pengembangan KSCT terdiri atas informasi mengenai potensi Kabupaten Kolaka Utara meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur, biofisik wilayah; kebijakan sektoral dan wilayah; struktur dan pola pemanfaatan ruang; serta peluang kerjasama yang dapat dijalin dengan daerah lainnya. Berdasarkan
VI-1
gambaran tersebut, maka profil kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
yang
dihadapi
Kabupaten
Kolaka
Utara
saat
ini
untuk
pengembangan KSCT adalah sebagai berikut:
6.1.1. Analisis Strenght (Kekuatan) 1.
Daya dukung wilayah lahan pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk pengembangan KSCT masih luas,
2.
Iklim Kabupaten Kolaka Utara cocok untuk pengembangan budidaya komoditas unggulan,
3.
Produksi hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan relatif tinggi,
4.
Kelompok tani sudah terbentuk,
5.
SDM pelaku UMKM relatif lebih baik,
6.
Usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan merupakan usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun,
7.
Tersedianya lembaga keuangan yang telah eksis dan siap untuk menyalurkan pembiayaan baik kepada petani maupun UMKM. Lembaga pembiayaan yang terdapat di Kabupaten Kolaka Utara meliputi lembaga perbankan (Bank BRI, BNI, Bank Mandiri, dll), lembaga pembiayaan mikro (koperasi), dan tengkulak,
8.
Aktivitas ekonomi yang menggeliat di Kabupaten Kolaka Utara juga dapat terindikasi dari hadirnya berbagai lembaga pemasaran untuk menyalurkan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sejauh ini, lembaga pemasaran yang telah eksis di Kabupaten Kolaka
VI-2
Utara adalah pedagang besar, pedagang pengumpul, dan pedagang antar kabupaten, 9.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai di Kabupaten Kolaka Utara.
6.1.2. Analisis Weakness (Kelemahan) 1.
Data
luas
areal
pertanian,
perkebunan,
dan
kehutanan
belum
diinventarisir dengan baik dan dimutakhirkan, 2.
Belum optimalnya penerapan teknologi pengolahan produk pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan,
3.
Belum ada industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan,
4.
Sistem budidaya pertanian yang sebagian besar masih tradisional dan sambilan,
5.
Pembuatan database pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan di tingkat kecamatan dan kabupaten masih belum sinkron, karena tidak memanfaatkan teknologi informasi,
6.
Belum adanya sinergitas diantara program para SKPD terkait sehingga pelaksanaan
program
yang
ada
kurang
optimal
mendorong
pengembangan KSCT, 7.
Masih rendahnya keterampilan dan produktivitas tenaga kerja petugas teknis,
8.
Keterbatasan jumlah tenaga penyuluh dan tenaga teknis lapangan yang dapat membantu petani dalam melakukan aktivitas usaha taninya,
9.
Masih rendahnya keterampilan, etos kerja dan disiplin petani,
VI-3
10. SDM petani belum menguasai teknologi yang andal dan terkini, 11. Modal investasi masih terbatas, 12. Usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan masih dalam skala rakyat dan bukan dalam bentuk sistem agribisnis, 13. Belum optimalnya pemanfaatan modal kerja untuk kelancaran usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan,
6.1.3. Analisis Oppurtunity (Peluang) 1.
Terjalinnya kerjasama antar daerah dan perguruan tinggi,
2.
Tersedianya teknologi dari lembaga penelitian yang ada seperti perguruan tinggi, BPTP, LIPI, dan lainnya,
3.
Saat ini pembangunan nasional mulai bergerak ke arah timur Indonesia. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah semakin meningkatnya jumlah orang yang tertarik dan melakukan aktivitas ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Peningkatan aktivitas ekonomi di KTI, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari dapat menciptakan berbagai peluang pasar bagi sumber daya Kabupaten Kolaka Utara,
4.
Pemerintah Republik Indonesia memiliki komitmen untuk mempercepat pembangunan di KTI. Komitmen Pemerintah tersebut diwujudkan melalui pengembangan berbagai program untuk KTI. Program ini dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi bagi berbagai wilayah di KTI termasuk di Kabupaten Kolaka Utara.
VI-4
6.1.4. Analisis Threat (Tantangan) 1.
Pengendalian rantai tataniaga hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan masih panjang,
2.
Iklim usaha yang kurang kondusif,
3.
Penegakan hukum masih lemah,
4.
Salah satu karakteristik komoditas pertanian adalah instabilitas harga. Umumnya komoditas persaingan memiliki struktur pasar persaingan sempurna sehingga harga sangat ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Instabilitas harga ini telah mengurangi motivasi petani untuk melaksanakan usaha tani sebab banyak kerugian yang diderita petani,
5.
Perkembangan teknologi pengolahan hasil pertanian berkembang pesat. Di sisi lain, pengetahuan dan kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi pertanian masih rendah. Keadaan ini menyebabkan nilai komoditas hasil pertanian semakin rendah karena tidak terolah dengan baik.
6.2. Permasalahan Pengembangan Kabupaten Kolaka Utara sebagai Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Berdasarkan
identifikasi
dan
analisis
yang
dilakukan
terhadap
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi Kabupaten Kolaka Utara untuk berkembang menjadi Kawasan Strategis Cepat Tumbuh, maka
dapat
diidentifikasi
beberapa
permasalahan
yang
dihadapi.
Permasalahan inilah yang selanjutnya memerlukan berbagai penataan baik
VI-5
dalam
bidang
kelembagaan,
penataan sumber
ruang, daya
regulasi,
manusia,
infrastruktur,
dan
sebagainya.
pemasaran, Beberapa
permasalahan yang dihadapi untuk berkembang sebagai Kawasan Strategis Cepat Tumbuh adalah sebagai berikut: 1.
Belum terbentuknya jejaring industri hulu ke hilir beserta sumber daya pendukungnya. Keterbatasan informasi dan akses masyarakat serta UMKM terhadap pasar di tingkat regional maupun nasional.
2.
Keterbatasan skim pembiayaan serta kemampuan mengakses lembaga pembiayaan.
3.
Lemahnya kualitas sumber daya manusia baik keterampilan, penguasaan teknologi, maupun profesionalisme dan kewirausahaan.
4.
Belum terciptanya sinergitas lintas sektor dan wilayah. Program SKPD dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral. Sumber daya lokal juga belum dikoneksikan lintas wilayah dalam bentuk kerjasama antar daerah.
5.
Letak geografis Kabupaten Kolaka Utara relatif jauh dari Kota Kendari dan pusat aktivitas ekonomi lainnya yang sudah berkembang pesat.
6.
Tidak adanya sarana transportasi udara dan terbatasnya sarana transportasi laut, maupun keterbatasan sarana prasarana transportasi darat
untuk
menghubungkan
dengan
beberapa
kabupaten
lain
disekitarnya. 7.
Lemahnya peran kelembagaan petani.
8.
Rendahnya daya saing produk lokal.
9.
Belum ada kebijakan yang kondusif untuk mendorong investasi. VI-6
10. Belum ada inovasi pengembangan produk unggulan.
6.3. Strategi Pengembangan KSCT di Kabupaten Kolaka Utara Analisis yang dilakukan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi selanjutnya dituangkan ke dalam matriks EFAS (external factor analysis) dan IFAS (internal factor analysis). Selanjutnya, dengan memperhatikan permasalahan yang dihadapi Kabupaten Kolaka Utara dalam mengembangkan KSCT maka diformulasikan beberapa inisiatif strategi dari empat sudut pandang. Pengembangan strategi SO dilakukan dengan menghubungkan kekuatan yang dimiliki dengan peluang yang terdapat pada lingkungan. Sedangkan penggunaan kekuatan untuk menghadapi ancaman akan menghasilkan strategi ST. Kelemahan yang dimiliki perlu diminimalkan dengan memanfaatkan peluang yang ada melalui strategi WO. Adapun kombinasi kelemahan dan ancaman yang dimiliki perlu diantisipasi dengan strategi WT. Selanjutnya akan dijabarkan masing-masing strategi tersebut.
6.3.1. Strategi Strenght-Oppurtunity (SO) Beberapa
inisiatif
strategi
yang
dapat
ditempuh
dengan
menghubungkan kekuatan internal yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang adalah sebagai berikut : 1.
Pembentukan meningkatkan
dan
pengelolaan
produktivitas
kelompok-kelompok
hasil-hasil
pertanian,
tani
untuk
perkebunan,
kehutanan, dan perikanan.
VI-7
2.
Penggalangan kelembagaan untuk fasilitasi peningkatan motivasi dan keterampilan masyarakat.
3.
Pembentukan integrasi vertikal antara pelaku usaha usaha agribisnis yaitu antara kelompok tani dengan UMKM serta antara UMKM dengan industri.
4.
Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah untuk mengelola beberapa unit usaha terkait dengan penciptaan nilai tambah terhadap berbagai potensi sumber daya alam dan budidaya yang dimiliki.
5.
Menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi dan perdagangan baik bagi pelaku usaha lokal maupun investor dari luar daerah.
6.
Penyediaan berbagai lembaga pemasaran.
7.
Sinergitas program lintas sektor melalui program terpadu antar SKPD dan lintas wilayah melalui kerjasama antar daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi.
8.
Penelitian dan pengembangan produk unggulan.
6.3.2 Strategi Strength-Threat (ST) Pemanfaatan potensi Kabupaten Kolaka Utara untuk meminimalkan tantangan pada lingkungan dapat dilakukan melalui inisiatif strategi berikut: 1.
Peningkatan ipteks berkaitan dengan sektor dan komoditas unggulan pada masyarakat dan UMKM.
2.
Regulasi dan program yang kondusif untuk mendorong investasi.
VI-8
3.
Inisiasi, mekanisme, dan kebijakan untuk mengintegrasikan usaha tani masyarakat dengan UMKM dan mengintegrasikan UMKM dengan usaha skala besar.
4.
Penguatan kelembagaan untuk harmonisasi intra dan inter kelompok tani dan usaha.
5.
Pengembangan sektor dan komoditas unggulan.
6.
Reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi di kawasan daerah aliran sungai yang dipadukan dengan rencana pengembangan sektor dan komoditas unggulan di KSCT.
6.3.3. Strategi Weakness-Oppurtunity (WO) Berbagai
peluang
dapat
dimanfaatkan
untuk
meminimalkan
kelemahan yang dimiliki melalui sejumlah inisiatif strategi berikut: 1.
Kerjasama antar wilayah.
2.
Regulasi dan inisiasi Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara untuk mendorong investasi.
3.
Kemitraan dan peningkatan partisipasi di pasar lokal, regional dan internasional.
4.
Kemitraan antar pelaku usaha yang terkait dalam struktur integrasi horizontal dan vertikal.
5.
Pengembangan sistem informasi produk dan pemasarannya berbasis jejaring pemasaran.
6.
Peningkatan promosi komoditas dan produk unggulan.
VI-9
6.3.4. Strategi Weakness-Threat (WT) Sejumlah tantangan yang dihadapi dan kelemahan yang dimiliki dapat dminimalkan melalui beberapa inisiatif strategi berikut: 1.
Peningkatan
ipteks
masyarakat
dan
UMKM terutama di bidang
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. 2.
Reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi di kawasan daerah aliran sungai yang dipadukan dengan rencana pengembangan sektor dan komoditas unggulan di KSCT.
3.
Inkubator bisnis bagi UMKM.
4.
Pengembangan kawasan sentra industri untuk berbagai komoditas unggulan.
5.
Penataan struktur ruang kawasan untuk mengembangkan sentra produksi berbagai komoditas unggulan maupun pengembangan kawasan sentra industri dan pemasaran.
6.
Keterpaduan program lintas sektor.
7.
Kerjasama antar wilayah se Provinsi Sulawesi Tenggara.
8.
Pengembangan pembangkit listrik micro hidro dengan mengunakan beberapa air terjun yang terdapat di Kabupaten Kolaka Utara.
9.
Peningkatan
akses
terhadap
pembiayaan
untuk
mendorong
bertumbuhnya industri lokal khususnya terhadap berbagai komoditas unggulan yang terdapat di KSCT. 10. Penguatan kelembagaan petani dan pelaku UMKM. 11. Peningkatan
partisipasi
masyarakat
dalam
berbagai
program
pembangunan berbasis agribisnis. VI-10
12. Peningkatan penguasaan ipteks bagi masyarakat dan UMKM. 13. Pengembangan sektor, komoditas, dan produk unggulan.
VI-11
BAB VII PROGRAM PENGEMBANGAN Strategi pengembangan yang dihasilkan dari analisis SWOT selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah kegiatan indikatif sebagai berikut:
7.1. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi S – O Berbagai kegiatan indikatif yang dapat dijabarkan dari perspektif strategi SO adalah sebagai berikut:
VII-1
Tabel 7.1 Kegiatan Indikatif Strategi S – O
S–O
1
Strategi Pengembangan Pembentukan dan pengelolaan kelompok-kelompok tani untuk meningkatkan produktivitas hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
2
3
Penggalangan kelembagaan untuk fasilitasi peningkatan motivasi, keterampilan masyarakat, dan produk. Pembentukan integrasi vertikal antara pelaku usaha agribisnis, yaitu antara kelompok tani dengan UMKM serta antara UMKM dengan industri.
Kegiatan Indikatif Pembentukan kelompok tani dan penguatan kelembagaan untuk mempercepat transfer knowledge, penyaluran bantuan saprodi, dan bibit, serta memotivasi petani lainnya untuk meningkatkan produksi.
SKPD Pelaksana Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
Pelatihan budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan yang dikembangkan. Pelatihan pengolahan hasil dan produk limbah pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan yang dikembangkan. Optimalisasi terminal agribisnis untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran seperti melakukan negosiasi, memperbaiki penampilan produk, mengemas produk, membeli dari petani, mengatur harga, serta melakukan riset pasar. Pengelola terminal agribisnis perlu menjalin kemitraan dengan perantara pemasaran dalam skala besar seperti Carrefour, Hypermart, pedagang besar dari kota dan provinsi lain. Membuat kebijakan yang memberikan insentif terhadap investor yang akan mengembangkan bisnis di Kabupaten Kolaka Utara Memfasilitasi kemitraan antara industri rumah tangga/kelompok tani/terminal agribisnis dengan industri skala besar di Kab. Kolaka Utara dan atau sekitarnya.
Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan. Dinas Pertanian, Dinas Hutbun, Dinas Perikanan Kelautan, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
1
Pembentukan pabrik pengolahan produk pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
2
Pengembangan ekuitas merek produk olahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan Kab. Kolaka Utara untuk produk-produk yang sudah terstandarisasi.
Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
1
Mengintegrasikan dengan agrowisata.
2
Mengembangkan industri rumah tangga untuk memberikan nilai tambah bagi produk pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan Kab. Kolaka Utara.
1
1 2 1
2 3 4
5.
Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah untuk mengelola beberapa unit usaha terkait dengan penciptaan nilai tambah terhadap berbagai potensi sumber daya alam dan budaya yang dimiliki. Menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi dan perdagangan baik bagi pelaku usaha lokal maupun investor dari luar daerah
Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan
VII-2
S–O
Strategi Pengembangan 6 Penyediaan berbagai lembaga pemasaran
7
8
Sinergitas program lintas sektor melalui program terpadu antar SKPD dan lintas wilayah melalui kerjasama antar daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi. Penelitian dan pengembangan produk unggulan
1
Kegiatan Indikatif Penyediaan terminal agribisnis yang menyediakan infrastruktur pemasaran seperti pergudangan, transportasi, sarana komunikasi, informasi, dan sebagainya.
2
Penyediaan outlet penjualan buah-buahan di sepanjang jalan poros.
1
Perancangan paket agrowisata pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pantai dengan alam, olahraga menembak, outbond, wisata kuliner, dan budaya. Integrasi penataan pengembangan kawasan agrowisata pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pantai dengan sarana wisata dan wisata kuliner.
2
1
Penelitian untuk mengembangkan bibit komoditas unggulan yang bermutu sesuai selera pasar serta dapat menjadi ciri khas komoditas unggulan Kabupaten Kolaka Utara.
2
Penelitian untuk mengembangkan olahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
SKPD Pelaksana Dinas Pertanian, Dinas Koperindag, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan. Dinas Komunikasi, Informatika, Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan, Olah Raga dan Pemuda, dan Kantor Lingkungan Hidup Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
VII-3
7.2. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi S – T Penjabaran perspektif strategi S – T ke dalam sejumlah kegiatan indikatif adalah sebagai berikut: Tabel 7.2. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi S – T S–T
Strategi Pengembangan 1 Peningkatan IPTEKS berkaitan dengan sektor dan komoditas unggulan pada masyarakat dan UMKM. 2 Regulasi dan program yang kondusif untuk mendorong investasi
3
4
5 6
1
Kegiatan Indikatif Mengembangkan industri pengolahan hasil komoditas unggulan
SKPD Pelaksana Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.
1
Mengintegrasikan dengan agrowisata
2
Penyediaan sarana olahraga, outbond, hotel, rumah makan, dsb.
3
Mendorong investor/membuat perusda untuk mengelola agrowisata
4
Membuat kebijakan yang mengatur etiket masyarakat terhadap wisatawan
Dinas Komunikasi, Informatika, Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan
5 Inisiasi, mekanisme, dan kebijakan untuk mengintegrasikan usaha tani masyarakat dengan UMKM dan mengintegrasikan UMKM dengan usaha skala besar. Penguatan kelembagaan untuk harmonisasi intra dan inter kelompok
1
Membuat kebijakan yang memberikan insentif terhadap investor yang akan mengembangkan bisnis di Kabupaten Kolaka Utara Pengembangan industri rumah tangga untuk pengolahan hasil komoditas unggulan
2
Pembentukan kemitraan antara pabrik pengolahan dengan industri rumah tangga/petani
3
Standarisasi proses pengolahan hasil komoditas unggulan
1
Pengembangan sektor, komoditas dan produk unggulan Reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi di kawasan daerah aliran sungai yang dipadukan dengan rencana pengembangan sektor dan komoditas unggulan di daerah perkotaan
1
Optimalisasi terminal agribisnis untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran seperti melakukan negosiasi, memperbaiki penampilan produk, mengemas produk, membeli dari petani, mengatur harga, serta melakukan riset pasar. Pengelola terminal agribisnis perlu menjalin kemitraan dengan eksportir dan perantara pemasaran yang menyalurkan ke pasarpasar besar. Mengintegrasikan dengan paket agrowisata.
1
Pengembangan hutan kemasyarakatan, Pengembangan tanaman MPTS (multi-purpose tree species) pada wilayah kawasan budidaya kehutanan, Rehabilitasi lahan kritis, dan Pengembangan model budidaya agroforestry
Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Dinas kehutanan dan Perkebunan.
VII-4
7.3. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi W – O Berbagai kegiatan indikatif yang dapat dilakukan dari perspektif strategi W – O adalah sebagai berikut: Tabel 7.3. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi W – O W–O
Strategi Pengembangan 1 Kerjasama antar wilayah
1
Kegiatan Indikatif Menjalin kemitraan dengan pemerintah provinsi lain untuk pemasaran komoditas unggulan
2
Menjalin kemitraan dengan industri pengolahan yang terdapat di daerah lain.
SKPD Pelaksana Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
2
Regulasi dan inisiasi Pemerintah Daerah
1
Mengembangkan industri pengolahan hasil komoditas unggulan
Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
3
Kemitraan dan peningkatan partisipasi di pasar regional dan internasional Kemitraan antar pelaku usaha yang terkait dalam struktur integrasi horizontal dan vertikal Pengembangan sistim informasi produk dan pemasarannya berbasis jejaring Peningkatan promosi komoditas dan produk unggulan
1
Memfasilitasi kemitraan antara kelompok industri RT dengan sejumlah industrial buyer seperti Carefour, Hypermart, eskportir, toko souvenir dan oleh-oleh.
Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
1
Membuka dan bermitra dengan sejumlah oulet penjualan hasil pengolahan di sepanjang jalan poros, bandara, pelabuhan, hotel-hotel berbintang empat dan lima di Kota Kendari.
Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
1
Mempromosikan produk komoditas unggulan Kab. Kolaka Utara ke daerah sekitar Kab. Kolaka Utara, Regional Sulawesi dan provinsi lain di KTI
Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
1
Promosi, publikasi, dan melaksanakan berbagai event di Kab.Kolaka Utara terkait pariwisata, budaya, komoditas unggulan
Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis, Dinas Pariwisata
4
5
6
VII-5
7.4. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi W – T Dari perspektif strategi W – T dikembangkan sejumlah kegiatan indikatif adalah sebagai berikut: Tabel 7.4. Kegiatan Indikatif Pengembangan Strategi W – T W–T
Strategi Pengembangan 1 Peningkatan ipteks masyarakat dan UMKM terutama di bidang pengolahan 2 Reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi di kawasan daerah aliran sungai yang dipadukan dengan rencana pengembangan sektor dan komoditas unggulan di daerah perkotaan. 3 Inkubator bisnis bagi UMKM 4 5
6 7 8
Kegiatan Indikatif Pelatihan pengolahan hasil komoditas unggulan
SKPD Pelaksana Dinas Koperindag, BLK
1
Pengembangan hutan kemasyarakatan, Pengembangan tanaman MPTS (multi-purpose tree species) pada wilayah kawasan budidaya kehutanan, Rehabilitasi lahan kritis, Pengembangan model budidaya agroforestry
Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
1
Dinas Koperindag, BLK, Terminal Agribisnis Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
1
Pengembangan kawasan sentra industri untuk berbagai komoditas unggulan Penataan struktur ruang kawasan untuk mengembangkan sentra produksi berbagai komoditas unggulan maupun pengembangan kawasan sentra industri dan pemasaran. Keterpaduan program lintas sektor Kerjasama antar wilayah
1
Membentuk lembaga pendampingan inkubator bisnis bagi industri rumah tangga yang melakukan pengolahan hasil komoditas unggulan Membangun kawasan sentra industri untuk berbagai komoditas unggulan
1
Merancang pola pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Kolaka Utara.
Dinas Pertanian, Hutbun, Penyuluhan.
1
Mengintegrasikan program lintas sektoral mendukung pengembangan komoditas unggulan
1
Menjalin kerjasama pengembangan komoditas unggulan dengan kabupaten lain se Provinsi Sulawesi Tenggara dan provinsi lainnya.
SKPD se Kabupaten Kolaka Utara. Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis
Pengembangkan pembangkit listrik tenaga micro hidro
1
Menjalin kerjasama dengan para investor untuk pengembangan pembangkit listrik
Dinas Badan
Dinas Pertambangan dan Energi
VII-6
W–T
Strategi Pengembangan 9 Peningkatan akses terhadap pembiayaan untuk mendorong bertumbuhnya industri lokal khususnya terhadap berbagai komoditas unggulan yang terdapat di KSCT 10 Penguatan kelembagaan
Kegiatan Indikatif Memfasilitasi bantuan permodalan kepada kelompok tani untuk usaha budidaya dan pengolahan hasil komoditas unggulan.
SKPD Pelaksana Dinas Koperindag dan Perbankan dan Pembiayaan non bank.
1
Pelatihan, magang dan studi banding bagi kelompok tani untuk penguatan pengetahuan budidaya dan pengolahan komoditas unggulan
BLK, Pemda, Dinas Koperindag
1
11
Peningkatan partisipasi masayarakat dalam berbagai program pembangunan berbasis agribisnis
1
Penguatan peran serta PKK, kelompok tani, karang taruna, organisasi masyarakat lainnya untuk mendorong padat karya khususnya pengolahan hasil komoditas unggulan
Dinas Koperindag, Ormas,
BLK,
12.
Peningkatan penguasaan ipteks bagi masyarakat dan UMKM
1
Pendidikan dan pelatihan penggunaan teknologi budidaya maupun pengolahan komoditas unggulan
BLK, Dinas Koperindag, Terminal Agribisnis.
13
Pengembangan sektor, komoditas, dan produk unggulan.
1
Membuat diversifikasi produk olahan komoditas unggulan untuk diperkenalkan dan dibudayakan ke daerah sekitar Kabupaten Kolaka Utara
Dinas Terminal BLK.
Koperindag, Agribisnis dan
VII-7