POTENSI USAHA BERSAMA EKONOMI MALAYSIA-INDONESIA DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING REGIONAL DAN GLOBAL *) oleh : Professor Wirman Syafri Sailiwa **)
Pendahuluan Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negaranegara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatanhambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Derasnya paham globalisasi dan kesuksesan integrasi ekonomi Eropa dalam bentuk pasar tunggal yang digodok sejak 1950-an sedikit banyak menginspirasi wilayah lain. Asia Tenggara menjadi wilayah yang kemudian mengikuti langkah ini. Isu integrasi ekonomi ASEAN mulai dipelajari tahun 1997 ketika badai krisis ekonomi global menerpa. Tahun 2007, di usia ke-40, 10 negara-negara Asia Tenggara menyepakati Piagam ASEAN dan Cetakbiru ASEAN menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 di Singapura. Penandatangan Piagam ASEAN ini menandai babak baru ASEAN menuju sebuah organisasi dengan komitmen bersama yang mengikat secara hukum. Sedangkan cetakbiru MEA akan memberikan arah bagi perwujudan ASEAN sebagai sebuah kawasan basis produksi dan pasar tunggal. Pencapaian MEA ini dilakukan melalui lima pilar, yaitu: aliran bebas dari barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal. ASEAN yang pada awalnya sebuah organisasi regional yang bentuk kerjasamanya loose atau longgar, namun dengan adanya ASEAN Charter maka Negara-negara ASEAN ini membentuk suatu masyarakat ASEAN yang mempunyai tiga pilar utama yaitu, (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Security Community, dan (3) ASEAN Socio-Cultural Community dengan tujuan terciptanya stabilitas, perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan. Pada awalnya ASEAN Community ini akan diwujudkan pada tahun 2020, namun di percepat menjadi tahun 2015 yang waktu realisasinya tinggal 2 (dua) tahun lagi. Negaranegara anggota ASEAN berharap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa menjadi fondasi kokoh ketika diwujudkan dua tahun mendatang. ASEAN sangat berkepentingan membentuk pakta ekonomi yang kokoh, saling melindung dan bersifat timbal balik karena kawasan ini adalah pasar dan wilayah investasi *) Makalah disampaikan pada forum Seminar Internasional Persahabatan Malaysia-Indonesia, di Kualla Lumpur, 21 November 2013. **) Dosen IPDN Indonesia.
1
terbesar dari negara-negara industri. Tentu saja di luar kepentingan ekonomi, geopolitik ASEAN kini semakin penting karena menjadi kawasan perimbangan kekuatan Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Rusia dan China. Peluang dan Tantangan Indonesia Dalam Menghadapi MEA 2015 Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam, dan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu : (i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei), dan (iv) kelompok negara belum maju (CLMV). Tingkat kesenjangan tersebut merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat percepatan kawasan menuju MEA 2015. Oleh karenanya, ASEAN dalam menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan (region of equitable economic development), ASEAN harus bekerja keras di dalam negeri masing-masing dan bekerja sama dengan sesama ASEAN. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang di dalamnya terdapat MEA, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara-negara ASEAN. Misalnya untuk infrastruktur mungkin Indonesia masih dinilai kurang, baik itu berupa jalan raya, bandara, pelabuhan, dan lain sebagainya, akan tetapi kita dapat memperoleh manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya termasuk dari Malaysia sebagai negara yang secara geografis dan budaya cukup dekat dengan Indonesia. Jika ditilik peran kedua negara pada organisasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) maka setiap negara anggota ASEAN pasti memiliki kepentingan strategis di kawasan regional maupun internasional, tidak terkecuali Indonesia dan Malaysia. Sebagai negara pendiri ASEAN, Indonesia dan Malaysia memiliki peran yang cukup signifikan dalam pembentukan organisasi regional tersebut. Tidak hanya dalam proses pembentukannya saja, dalam berbagai isu penting di ASEAN, pendapat dan pandangan Indonesia dan Malaysia selalu menjadi pertimbangan. Perubahan sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi, seperti ASEAN menuju AFTA dan nanti menjadi MEA 2015, memunculkan banyak peluang bagi negaranegara anggota ASEAN termasuk Indonesia untuk terus meningkatkan kerjasama dengan negara-negara ASEAN lainnya diantaranya yaitu: 1. Manfaat integrasi ekonomi Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan) Negara ASEAN lainnya membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan MEA 2015 2
melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan. 2. Pasar potensial dunia Pewujudan MEA di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook, 2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan usia mayoritas berada pada usia produktif. Pertumbuhan ekonomi individu Negara ASEAN juga meningkat dengan stabilitas makroekonomi ASEAN yang cukup terjaga dengan inflasi sektitar 3,5 persen. Jumlah penduduk Indonesia yang terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan. 3. Negara pengekspor Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agro-based products) maupun berbagai produk elektronik. Dengan meningkatnya harga komoditas internasional, sebagian besar Negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi (penanaman modal). Sepuluh (10) komoditi ekspor ASEAN ke dunia internasional pada tahun 2008 (berdasarkan HS-4 digit) yang dilaporkan dalam ASEAN Economic Community Chartbook (2009) adalah (1) electronic integrated circuits & microassemblies (9%); (2) oil (not crude) from petrol & bituminous minerals etc. (7%); (3) automatic data processing machines, magnetic or optical readers, etc. (5%); (4) crude oil from petroleum and bituminous minerals (4%); (5) petroleum gases & other gaseous hydrocarbons propane, butane, ethylene (4%); (6) parts and accessories for office macjines & typewriters (3%); (7) palm oil & its fractions, not chemically modified (3%); (8) natural rubber in primary form or plates balata, gutta – percha, guayule, chicle (2%); (9) semiconductor devices; light – emiting diodes; mountedpiezoelectric crystals; parts thereof diodes, etc. (1%); dan (10) electric apparatus for line telephony or telegraphy telephone sets, teleprinters, modems, facs machine (1%). Pada umumnya, konsentrasi perdagangan ASEAN masih dengan Negara-negara di luar kawasaan ASEAN meskipun cenderung menurun dan beralih ke intra-ASEAN. Data perdagangan ASEAN menunjukkan bahwa share perdagangan ke luar ASEAN semakin menurun, dari 80,8% pada tahun 1993 turun menjadi 73,2% pada tahun 2008, sedangkan share perdagangan di intra-ASEAN meningkat dari 19,2% pada tahun 1993 menjadi 26,8% pada tahun 2008. Hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia dalam 5 tahun terakhir, namun perubahannya tidak signifikan. Nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar 3
laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN. Indonesia sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terkhir ini (2004 – 2008) dan 10 (sepuluh) komoditi ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi unggulan ekspor ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil & produk tekstil, elektronik, produk hasil hutan, karet & produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang, dan kopi, sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah, timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji kakao, dan emas. Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan kantor, rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan & produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis, serta kulit & produk kulit. Tentu saja, Indonesia harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan. 4. Negara tujuan investor Uraian tersebut di atas merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Fakta-fakta tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri masing-masing anggota dan intraASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan. Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar (40%) diantara Negara Anggota ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari Negara Anggota ASEAN lainnya. Dari segi peningkatan investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio investasi terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya regional hubproduction. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting penurunan rasio investasi ini adalah belum membaiknya iklim investasi dan keterbatasan infrastuktur. Dalam rangka MEA 2015, berbagai kerjasama regional untuk meningkatkan infrastuktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerja sama regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrasruktur domestik. Sedangkan, kepentingan untuk harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi untuk menyesuaikan peraturan invetasi sesuai standar kawasan. 5. Daya saing Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan ASEAN dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu Negara besar yang juga 4
memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri. 6. Sektor jasa yang terbuka Di bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya. Sektor-sektor jasa prioritas yang telah ditetapkan yaitu pariwisata, kesehatan, penerbangan dan e-ASEAN dan kemudian akan disusul dengan logistik. Namun, perkembangan jasa prioritas di ASEAN belum merata, hanya beberapa negara ASEAN yang mempunyai perkembangan jasa yang sudah berkembang seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemajuan ketiga negara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penggerak dan acuan untuk perkembangan liberalisasi jasa di ASEAN. Lebih lanjut, untuk liberalisasi aliran modal dapat berpengaruh pada peningkatan sumber dana sehingga memberikan manfaat yang positif baik pada pengembangan system keuangan, alokasi sumber daya yang efisien, serta peningkatan kinerja perekonomian secara keseluruhan. Dari sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat besar dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga dapat menjadi salah satu pusat industri di ASEAN. 7. Aliran modal Dari sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan dikenal sebagai tujuan penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya Vietnam. MEA membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran modal masuk ke kawasan yang kemudian ditempatkan di aset berdenominasi rupiah. Aliran modal tersebut tidak saja berupa porsi dari portfolio regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal langsung (PMA). Sedangkan dari sisi peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga, peraturan terkait, maupun sumber daya manusia, berbagai program kerja sama regional yang dilakukan tidak terlepas dari keharusan melakukan harmonisasi, standarisasi, maupun mengikuti MRA yang telah disetujui bersama. Artinya akan terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi, sektor maupun peraturan terkait. Sebagai contoh adalah penerapan ASEAN Single Window yang seharusnya dilakukan pada tahun 2008 (hingga saat ini masih dalam proses) untuk ASEAN-6 mengharuskan penerapan sistem National Single Window (NSW) di masing-masing negara. Potensi Usaha Bersama Indonesia-Malaysia Indonesia dan Malaysia memiliki sejarah dan pengalaman yang panjang dalam melakukan kerjasama di berbagai bidang. Kedua negara memiliki ikatan kekerabatan satu sama lain di mana kedua negara memiliki akar sejarah, budaya dan peradaban yang sama. Ikatan kekerabatan ini seharusnya menjadi potensi tersendiri bagi hubungan kedua negara. Pemikiran akan pentingnya menjalin kerjasama yang lebih erat lagi dalam era MEA merupakan salah satu upaya merespon tantangan di era globalisasi. Karena dengan kerjasama yang solid dan intens dibidang ekonomi maka Indonesia dan Malaysia akan mampu memegang kendali kawasan, bukan menjadi marjinal di kawasannya sendiri dan Asia pada umumnya. Namun demikian jika ditilik dari dinamika hubungan antara Indonesia – Malaysia 5
sejak dulu hingga sekarang bisa diumpamakan seperti roller coaster yang naik-turun. Terkadang hangat, namun tak jarang kedua negara ini memiliki kepentingan yang berseberangan. Indonesia memiliki kecenderungan bersikap sebagai saudara yang lebih tua. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia dan Malaysia memiliki banyak kemiripan seperti bahasa dan kebudayaan; Indonesia memiliki wilayah yang lebih luas dari Malaysia serta Indonesia memperoleh kemerdekaan dengan usaha sendiri, berbeda dengan kemerdekaan Malaysia yang terjadi beberapa tahun kemudian yang diberikan oleh negara bekas penjajahnya. Keakraban antara Indonesia dan Malaysia pun semakin terjalin ketika kedua negara (pada masa lalu) memiliki pandangan yang sama atas ancaman nasional negaranya, yaitu terhadap komunisme. Malaysia menganggap Cina sebagai ancaman serius terhadap stabilitas keamanan nasional lantaran dukungan Beijing terhadap Partai Komunis Malaya. Indonesia pun menganggap Cina sebagai ancaman serius bagi ideologi nasional karena Beijing memberikan dukungan terhadap Partai Komunis Indonesia. Peningkatan kerjasama pun semakin terjalin baik diantara kedua negara ini, tercatat sejak tahun 1972 hingga awal tahun 1990 Indonesia dan Malaysia mengadakan peningkatan berbagai kerja sama seperti kerjasama dalam bidang pemberantasan komunisme, latihan militer bersama dan juga kerja sama dalam hal menghadapi kejahatan trans-nasional yang ada di perbatasan kedua wilayah negara. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis, peran Indonesia dan Malaysia menjadi kian penting dalam ranah regional maupun global. Peran kedua Negara dalam pembentukkan organisasi regional seperti ASEAN menunjukkan bahwa Indonesia dan Malaysia tidak bisa dipandang sebelah mata. Terkait potensi usaha bersama Indonesia dan Malaysia, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kedua negara (Indonesia dan Malaysia) memiliki peran yang strategis di kawasan Asean, sehingga perlu meningkatkan kemitraan kedua negara dengan mengembangkan kerjasama perdagangan dan investasi, serta kerjasama ekonomi lainnya. Untuk meningkatkan kerjasama investasi dua negara, perlu diadakan regulasi yang dapat memudahkan aktivitas para investor asing, terutama yang berasal dari Malaysia. Begitu juga sebaliknya, pemerintah Malaysia perlu mengupayakan kemudahan regulasi bagi investor Indonesia yang berinvestasi di Malaysia. Selain itu perlu juga reformasi birokrasi demi terciptanya iklim investasi yang lebih baik yang harus diupayakan oleh kedua negara. Strategi Indonesia dalam rangka konektivitas ASEAN dan bahkan konektivitas Asia terdapat tiga langkah strategis yang akan dilakukan Indonesia. Pertama, Indonesia akan membangun konektivitas domestik. Misalnya adalah dengan perbaikan dan pembangunan infrastruktur, transportasi, dan telekomunikasi, yang akan menghubungkan pulau-pulau besar–Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua−. Kedua, Indonesia akan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang notabene merupakan anggota ASEAN pula, misalnya Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Filipina. Indonesia pun berpasrtisipasi dalam membentuk IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle) dan SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau). Konektivitas pun terjadi di kawasan timur lewat kerjasama antara Brunei Darussalam, 6
Indonesia, Malaysia, Philipina, dan East Asia Growth Area (BIMP-EAGA). Ketiga, konektivitas ASEAN bukan hanya merujuk pada pembangunan secara fisik, tetapi juga melibatkan dan menghubungkan antarmasyarakat instansi, sistem, individu, dan sebagainya. Oleh sebab itu, strategi total diberlakukan demi membangun konektivitas domestik yang handal sekaligus menjadi bagian dalam pembangunan konektivitas kawasan. Pembentukkan Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle) IMT-GT dimulai dengan pertemuan bilateral tingkat menteri dan pejabat tinggi di Pulau Langkawi, Malaysia, 20 Juli 1993. Kerjasama segi tiga pertumbuhan tersebut melibatkan tiga provinsi Indonesia yakni Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat; empat negara bagian Malaysia yaitu Perak, Penang, Kedah, Perlis dan empat belas provinsi Thailand Selatan. Kerjasama pertumbuhan tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperlancar arus perdagangan, investasi, pariwisata, dan jasa, serta membuka peluang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara optimal. Secara struktural mekanisme kerjasama IMT-GT terbagi atas dua tingkatan, yaitu Sidang Pejabat Tinggi (Senior Officials Meeting-SOM) dan Business Council Meeting (BCM). SOM terdiri dari pejabat-pejabat tinggi pemerintah dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian dan beberapa anggota teras BCM. Sedangkan BCM terdiri dari pengusaha-pengusaha yang terlibat dalam kegiatan IMT-GT. SOM melakukan pertemuan setahun sekali dengan didahului pertemuan BCM. Hasil pertemuan BCM kemudian diajukan ke SOM. Pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu telah diadakan pula KTT ke-2 IMT-GT yang menyepakati sebuah Joint Statement of the 2nd IMT-GT Summit yang intinya antara lain penetapan IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011 dan penetapan empat IMT-GT Economic Corridors (extended Songkhla-Penang-Medan, Straits of Malacca, Banda AcehPalembang, Dumai-Melaka); mendorong penguatan peran Swasta dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kerjasama IMT-GT; dukungan penguatan institusional IMT-GT; dan dukungan peran ADB dalam IMT-GT. Sejalan dengan pesatnya perkembangan kerjasama yang terjadi di kawasan barat Indonesia tersebut, kerjasama yang dilaksanakan di kawasan timur Indonesia melalui BIMPEAGA juga menunjukkan pertumbuhan yang tidak kalah pesat. Ide pembentukan Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur (BIMP-EAGA) pertama kali disampaikan oleh Presiden Filipina, Fidel Ramos pada bulan Oktober 1992 untuk menghubungkan daerah Filipina Selatan dengan Wilayah Timur Indonesia dan Wilayah Timur Malaysia. Ide tersebut kemudian disampaikan kepada PM Malaysia Mahathir Muhamad dan Presiden Soeharto. Kerjasama BIMP-EAGA secara resmi dibentuk melalui penandatanganan Agreed Minutes pada pertemuan tingkat menteri di Davao City, Filipina, 26 Maret 1994. BIMP EAGA tersebut diikuti oleh empat negara di kawasan timur ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara), Malaysia (Sabah, Serawak, dan Labuan), dan Filipina (Mindanao dan Palawan). Pesatnya pertumbuhan kerjasama BIMP-EAGA yang pada awalnya hanya melibatkan tiga propinsi di wilayah KTI, yaitu Kalbar, Kaltim dan Sulut, terutama ditunjukkan dengan turut bergabungnya seluruh propinsi di wilayah KTI dalam kerjasama ekonomi sub-regional 7
tersebut hanya dalam dua tahun setelah ditandatanginya perjanjian kerjasama BIMP-EAGA pada tahun 1994 yang lalu. Pada umumnya, berbagai kesepakatan bersama yang telah dirumuskan erat kaitannya dengan deregulasi bidang kerjasama yang potensial, seperti dalam sektor pertanian (terutama perikanan dan perkebunan), sektor pariwisata, sektor ketenagakerjaan, dan sektor energi. Dalam kaitan dengan itu, melalui suatu kajian kelayakan yang telah dilakukan melalui hibah dari Asian Development Bank (ADB) dalam rangka pengembangan kawasan-kawasan kerjasama ekonomi sub-regional dalam lingkup ASEAN yang mencakup IMT-GT dan BIMP-EAGA, telah direkomendasikan lebih dari 150 bidang kerjasama yang potensial untuk ditumbuhkembangkan bersama. Rekomendasi kajian kelayakan dari ADB tersebut telah dituangkan ke dalam kerangka rencana pengembangan yang berjangka pendek, jangka menengah (2-5 tahun) dan jangka panjang (5-10 tahun). Kerjasama BIMP-EAGA dibentuk untuk menarik minat para investor lokal dan asing untuk melakukan investasi dan meningkatkan perdagangan di kawasan timur ASEAN. Tujuan pembentukan BIMP-EAGA adalah mengembangkan kerjasama sub-regional antara negara-negara anggota dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan tersebut. Sektor kerjasama yang diprioritaskan adalah transportasi udara dan laut, perikanan, pariwisata, energi, kehutanan, pengembangan sumber daya manusia dan mobilitas tenaga kerja. Untuk melibatkan pihak swasta secara aktif telah dibentuk forum khusus East ASEAN Business Council (EABC) di Davao City 15-19 Nopember 1994. Pembagian area kerja BIMP-EAGA digolongkan dalam beberapa cluster, yaitu: cluster bidang transportasi dan pembangunan infrastruktur yang membawahi air linkages, sea linkages, telekomunikasi dan konstruksi dengan Brunei Darussalam sebagai koordinator; Cluster bidang sumber daya alam yang terdiri atas agro-industry, perikanan, kehutanan dan lingkungan hidup serta energi, dengan Indonesia sebagai koordinator; cluster pariwisata, dengan Malaysia sebagai koordinator; dan cluster UKM dan finansial dengan Filipina sebagai koordinator. Pertemuan BIMP-EAGA Summit ke-3 di Cebu pada tanggal 12 Januari 2007 menghasilkan sebuah Joint Statement for 3rd BIMP-EAGA Summit yang intinya antara lain menyepakati BIMP-EAGA Roadmap to Development yang meliputi percepatan penerapan flagship projects, pembuatan database perdagangan, investasi & pariwisata. Hal tersebut akan selaras dengan inisiatif MEA dan bertujuan untuk memajukan proses integrasi ASEAN; menyepakati peningkatan keterlibatan pihak swasta untuk berpartisipasi pada BIMP-EAGA Business Council; menggerakkan sektor UKM bekerjasama dengan ADB serta meningkatkan peran pemuda dalam kerjasama sosial budaya, riset, olahraga, dan pendidikan. Khususnya untuk kawasan kerjasama BIMP-EAGA, rekomendasi kajian kelayakan ADB telah mengidentifikasikan potensi kerjasama yang terkait dengan tujuh bidang kerjasama sektoral yang meliputi: (i) pertanian, perikanan dan kehutanan; (ii) keuangan, investasi dan perdagangan; (iii) pariwisata; (iv) perhubungan dan komunikasi; (v) pertambangan dan energi; (vi) pengembangan sumber daya manusia; dan (vii) pengembangan industri. 8
Dalam hubungan itu, terkait dengan rekomendasi yang berjangka pendek dan mendesak, terutama diarahkan untuk menciptakan kebijakan untuk mengembangkan prasarana dan sarana pendukung investasi dunia usaha. Sedangkan untuk rekomendasi yang berjangka menengah dan panjang, kajian yang dilakukan terutama merekomendasikan berbagai langkah dan strategi kerjasama yang lebih mengarah kepada perkuatan dan pemberdayaan kinerja ekonomi sub-regional sebagai suatu kesatuan perekonomian wilayah yang tangguh dalam rangka menghadapi globalisasi yang dapat mendukung kerjasama ekonomi yang lebih luas seperti AFTA dan APEC. Dalam konteks investasi Indonesia akan terus mengembangkan iklim investasi yang lebih baik menyangkut kepastian hukum, kebijakan ekonomi yang lebih kondusif bagi investasi termasuk kebijakan tenaga kerja, sehingga investasi bisa berjalan dengan baik. Di bidang sosial dan kesejahteraan, kedua negara juga perlu bersepakat terus menggalang kerjasama khususnya di bidang ketenagakerjaan. Kesepakatan kedua negara untuk melakukan pengelolaan ketenagakerjaan tersebut secara lebih baik lagi melalui kebijakan dan langkahlangkah kerjasama di bidang ketenagakerjaan. Penutup Dalam perkembangannya selama ini, melalui kerjasama yang dilakukan, telah banyak kesepakatan yang dicapai dan selanjutnya diwujudkan dalam berbagai kegiatan operasional yang melibatkan pihak pemerintah dan terutama dunia usaha dari Indonesia dan Malaysia yang terlibat dalam kerjasama. Walaupun demikian, dalam perjalanannya masih ditemui berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam mewujudkan suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit) diantara pihak-pihak yang bekerjasama. Dalam rangka itu, diperlukan suatu upaya penilaian dan evaluasi yang seksama terhadap kinerja yang dimiliki masing-masing pihak yang terlibat, serta secara optimal mengupayakan perbaikan dan penyempurnaan yang dibutuhkan untuk lebih meningkatkan dayasaing dan dayaguna kerjasama yang dilakukan bersama oleh Indonesia dan Malaysia. Dengan mengacu kepada beberapa penjelasan di atas, dalam pengembangan kawasan kerjasama pertumbuhan ekonomi sangat perlu diperhatikan berbagai peluang dan potensi kerjasama yang dapat dijadikan acuan awal bagi pemerintah dan dunia usaha untuk masingmasing Negara (Malaysia-Indonesia) maupun secara bersama-sama merumuskan strategi pengembangannya. Selain itu, perlu juga mempertimbangkan hasil identifikasi terhadap bidang sektoral prioritas yang telah ditemukenali kelayakan potensi pengembangannya pada masing-masing kawasan pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya dapat dijadikan fokus pengembangan kerjasama lebih lanjut oleh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesia dan Malaysia, sehingga Malaysia dan Indonesia memiliki kemampuan daya saing yang tangguh pada tataran regional dan global.
9
Referensi: Lee Kim Chew, ASEAN Sees Success at Security Discussion, Straits Times, 11 Juni 1994. Leifer, Michael. Indonesia’s Foreign Policy. London: Allen and Unwin, 1983. hlm 122. Suryadinata, Leo. 1998. Hubungan Indonesia dengan Negara-negara ASEAN: Stabilitas Regional dan Peran Kepemimpinan. dalam Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, [trans,] Jakarta, LP3ES hlm 83-113. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (2012) Strategi Total Indonesia dalam Konektivitas ASEAN dan Asia http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=4171&l=id [Accessed 04/12/12]. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (2012) Kerjasama Ekonomi ASEAN http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc. Accessed 04/11/2013]. Rusman (2012) Catatan Kecil Konflik Indonesia-Malaysia : http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=1917&type=99#.UL4bMuSIHZA [Accessed 04/12/12].
10