POTENSI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK JANGKRIK DI KELURAHAN RANGKAPANJAYA BARU, KECAMATAN PANCORAN MAS, KOTA DEPOK
SKRIPSI REINA SANTI SIREGAR
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN REINA SANTI SIREGAR. D34101034. Potensi Pengembangan Usaha Ternak Jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Joko Setyono, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS. Perkembangan peternakan yang ada saat ini tidak hanya pada ternak konvensional tetapi juga pada ternak non-konvensional yang mempunyai prospek yang menjanjikan. Hal tersebut dikarenakan modal yang dibutuhkan kecil, mudah untuk dikembangkan dan dibudidayakan serta dapat diusahakan pada lahan sempit. Jangkrik sebagai salah satu ternak non-konvensional berpotensi sebagai sumber protein hewani. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Potensi biologi jangkrik yang dibudidayakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru; (2) Potensi sumberdaya dan lingkungan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru; (3) Potensi bisnis usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2005 di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Desain penelitian berupa studi kasus dengan responden terdiri dari peternak jangkrik, pedagang jangkrik dan masyarakat sekitar peternakan jangkrik. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari peternak jangkrik (6 orang), pedagang jangkrik (14 orang) dan masyarakat (30 orang) melalui wawancara dengan bantuan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, pendapatan, R/C ratio dan trend permintaan. Hasil penelitian menunjukkan jangkrik yang dibudidayakan para peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru yaitu jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus). Jenis jangkrik ini mempunyai laju pertumbuhan yang cepat yaitu 70 hari, dengan demikian dapat dipanen dengan cepat. Jumlah telur yang dihasilkan berkisar antara 100-250 butir. Pengembangan usaha ternak jangkrik perlu didukung dengan sumberdaya bahan baku dan dukungan lingkungan lokasi usaha ternak. Ketersediaan bahan baku, yaitu bibit dan pakan sayuran dapat diperoleh dengan mudah. Bibit jangkrik dapat diperoleh dari pembibitan dan alam. Pakan sayuran yang digunakan berupa daun singkong dan daun pepaya. Peternak dapat memanfaatkan sayuran yang ada di lingkungan sekitar rumah. Masyarakat di Kelurahan Rangkapanjaya Baru menerima dengan baik keberadaan usaha ternak jangkrik di lingkungan mereka. Adanya usaha ternak tersebut dapat mengurangi jumlah penggangguran yang ada. Usaha ternak jangkrik tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Usaha ternak jangkrik mempunyai potensi bisnis untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan R/C rationya. Penerimaan peternak dari hasil penjualan jangkrik adalah sebesar Rp. 33.738.435. Biaya total yang dikeluarkan oleh peternak setiap tahunnya sebesar Rp. 23.900.730 dengan biaya terbesar berasal dari biaya tenaga kerja. Margin kotor yang diterima peternak yaitu sebesar
Rp.12.123.393. Pendapatan bersih yang diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya adalah sebesar Rp. 9.837.705 per tahun. Nilai R/C ratio usaha ternak jangkrik adalah sebesar 1,410; dimana setiap rupiah yang diinvestasikan akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,410. Potensi pasar usaha ternak jangkrik dapat dilihat dari trend permintaan jnagkrik. Persamaan yang digunakan untuk meramalkan trend permintaan jangkrik adalah: Y = 397.646,41 + 15.749,49X – 820,27X2 + 22,04X3. Hasil peramalan permintaan menunjukkan bahwa trend permintaan jangkrik mempunyai kecenderungan untuk meningkat pada masa yang akan datang. Hal tersebut menunjukkan ternak jangkrik mempunyai potensi pasar yang besar. Kata-kata kunci: potensi, usaha ternak jangkrik, pendapatan, trend, persepsi.
ABSTRACT The Potency of Cricket’s Farming Development Siregar, R.S, D.J. Setyono and A.M. Fuah Cricket’s farming have potency to be developed as a profitable business. The potency is seen from biological aspects, potency of resources and environmental and also business potency. From the biological point of view, cricket was very efficient, with short live cycle (±70 days) and high egg production (100-250 eggs/cycle). Farmer harvested crickets 6 time every year. Egg’s production of cricket as much as 100-250 eggs with 20% mortality rate. The main component for cricket breeding are breed stock and feed. Breed stock was obtained from breeder and the environment. The parent stock were obtained from the environment has good body resistence. Feed, especially vegetable were obtained from the surrounding environment around the house. Papaya and cassava tree can be found easily in Kelurahan Rangkapanjaya Baru. The cricket’s farming was well accepted by the community. The existence of cricket’s farming can reduce the unemployment in Kelurahan Rangkapanjaya Baru and cricket’s farming doesn’t has any negative impact to the environment. Business potency from cricket’s farming can be seen from the farmer’s income and market potency. The income of farmers received from cricket’s farming were Rp.9.837.705 per year and the economic of scale is 58 box. The biggest cost spent for labor cost as much as 61,09% from total cost. Cricket’s revenue is much to Rp.33.738.435 per year. R/C ratio of cricket’s farming were 1,41. Market potency seen by the trend of cricket’s demand used time series analysis. The result of forecasting of cricket’s demand using equation: Y = 397.646,41 + 15.749,49X – 820,27X2 + 22,04X3 showing cricket’s demand had tendency to increase in the future. Keywords: crickets breeding, potency, income, trend
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1983 di Tangerang. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bangun Siregar dan Ibu Yosita Harahap. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN VI Tangerang. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1 Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMAN 2 Tangerang. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam dengan karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa memberikan nikmat dan curahan keagungan-Nya kepada Penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Potensi Pengembangan Usaha Ternak Jangkrik (Studi Kasus di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok)” yang disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Secara umum skripsi ini menjelaskan tentang usaha ternak jangkrik mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Selain itu, dalam skripsi ini ditunjukkan pendapatan yang diperoleh peternak dan trend permintaan jangkrik pada masa yang akan datang. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...................................................................................................
i
ABSTRACT ......................................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
v
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
xi
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang...............................................................................
1
Perumusan Masalah ............................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................... Kegunaan Penelitian...............................................................................
2 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
6
Budidaya Jangkrik.................................................................................. Potensi Jangkrik ..................................................................................... Nilai Ekonomi Jangkrik.......................................................................... Pengembangan Peternakan Jangkrik.......................................................
6 8 9 10
METODE ..........................................................................................................
11
Lokasi dan Waktu .................................................................................. Desain Penelitian ................................................................................... Data dan Instrumentasi........................................................................... Pengumpulan Data ................................................................................. Analisis Data.......................................................................................... Analisis Deskriptif ...................................................................... Analisis Pendapatan Usaha Ternak Jangkrik ............................... Analisis R/C Ratio ...................................................................... Analisis Trend Permintaan .......................................................... Definisi Istilah........................................................................................
11 11 11 12 12 12 12 13 13 17
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
20
Gambaran Umum Usaha Ternak Jangkrik .............................................. Prasarana Pengembangbiakkan ................................................... Karakteristik Reproduksi Jangkrik ..............................................
20 20 22
Karakteristik Masyarakat........................................................................ Karakteristik Peternak ............................................................................ Karakteristik Usaha ................................................................................ Potensi Biologi Jangkrik......................................................................... Potensi Sumberdaya dan Lingkungan ..................................................... Potensi Bisnis.........................................................................................
24 25 26 26 27 29
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
36
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
38
LAMPIRAN ......................................................................................................
40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Konsep Analisis Pendapatan Usaha Ternak Jangkrik...............................
12
2. Rata-rata Jumlah Biaya dalam Usaha Ternak Jangkrik ............................
31
3. Rata-rata Penerimaan, Biaya Varibel, Biaya Tetap, Biaya Total, Margin Kotor, Pendapatan Bersih dan R/C Ratio Peternak Jangkrik Per Tahun................................................................................................
32
4. Data Penjualan Jangkrik Desember 2003-Mei 2005 (ekor/bulan).............
33
5. Hasil Tes Koefisien Penentu atau R2 Tes.................................................
34
6. Peramalan Permintaan Jangkrik untuk 10 Bulan (ekor/bulan)..................
35
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Alur Dasar Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................
5
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rata-Rata Pendapatan yang diterima Peternak Jangkrik Per Tahun.........
41
2. Biaya Tetap, Biaya Variabel, Total Biaya, Penerimaan, Margin Kotor, Pendapatan dan R/C Ratio Peternak Jangkrik Per Tahun ........................
42
3. Skala Pemeliharaan Setiap Peternak Per Periode ....................................
43
4. Produksi Jangkrik Peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru ..............
43
5. Analisis Regresi Permintaan Jangkrik ....................................................
44
6. Kuesioner Penelitian ..............................................................................
46
7. Dokumentasi Penelitian..........................................................................
55
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia memberikan berbagai dampak, salah satunya adalah ketersediaan lapangan kerja yang menurun, yang disebabkan banyak usaha yang gulung tikar atau bangkrut. Oleh karena itu masyarakat mencari peluang usaha lain yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu usaha yang layak untuk dikembangkan adalah industri peternakan. Peternakan di Indonesia masih bersifat peternakan rakyat dan sebagai usaha sampingan, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang menjadi usaha yang
menguntungkan. Salah satu alasannya karena
sebagian konsumsi makanan manusia diperoleh dari bahan pangan hewani. Perkembangan peternakan yang ada saat ini tidak hanya pada ternak konvensional saja tetapi masyarakat sudah mulai mengembangkan ternak satwa harapan. Hal ini dikarenakan modal yang dibutuhkan kecil, mudah dikembangkan dan dibudidayakan serta dapat diusahakan di lahan sempit. Salah satu satwa harapan tersebut adalah jangkrik. Jangkrik dibudidayakan sebagai pakan burung dan beberapa jenis ikan. Selain itu, jangkrik juga dapat digunakan sebagai pakan primata dan pakan reptil. Bila dilihat dari aspek nutrisi, jangkrik berpotensi sebagai sumber protein hewani alternatif dengan kandungan protein sekitar 60% (Setiawan, 2004). Permintaan akan jangkrik kian lama semakin meningkat dan ketersediaan di alam tidak dapat mencukupinya. Peningkatan permintaan tersebut menyebabkan penangkapan terus menerus di alam dan berdampak pada menurunnya populasi jangkrik alam. Oleh karena itu diperlukan adanya budidaya jangkrik secara intensif, sehingga permintaan jangkrik dapat terpenuhi dan kelestarian populasi jangkrik dapat terjaga. Budidaya jangkrik di Indonesia merupakan hal yang belum membudaya dan memasyarakat. Bila dilihat dari permintaan pasar yang selalu ada, budidaya jangkrik berpotensi secara ekonomi untuk dikembangkan dan usaha jangkrik dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan alternatif. Keuntungan yang diperoleh dari beternak jangkrik sangat besar, waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ini juga relatif singkat. Potensi yang menjanjikan secara ekonomi dan permintaan pasar yang selalu ada, membuat usaha ternak jangkrik dapat dikembangkan untuk memenuhi
permintaan yang terus meningkat. Usaha ternak jangkrik di Indonesia masih tergolong baru dan belum memasyarakat. Sebelum melakukan usaha ternak ini perlu dilakukan analisis faktor lingkungan usaha, meliputi faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro meliputi keadaan alam, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sosial budaya, ekonomifinansial, teknologi dan kebijaksanaan pemerintah, sedangkan faktor mikro meliputi aspek produksi, reproduksi dan pengelolaan untuk mengembangkan usaha ternak. Perumusan Masalah Beternak jangkrik pernah menjadi trend di kalangan masyarakat karena keuntungan yang diperoleh besar. Hal tersebut juga didukung dengan kebutuhan modal yang kecil serta pemeliharaannya yang mudah. Trend beternak jangkrik juga terjadi di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, dimana banyak masyarakat latah mencoba beternak jangkrik dan diantaranya merupakan peternak jangkrik musiman. Banyaknya peternak jangkrik yang muncul menyebabkan harga jual jangkrik menjadi menurun sedangkan pasar jangkrik masih terbatas. Selain itu, permintaan jangkrik tinggi tetapi pasar untuk jangkrik belum teridentifikasi dengan baik. Hal tersebut menyebabkan banyak peternak jangkrik yang mengalami kerugian dan menghentikan produksi jangkriknya. Peternak mengalami kendala dalam pemeliharaan jangkrik, salah satunya yaitu penyakit. Hal tersebut dapat disebabkan karena manajemen pemeliharaan jangkrik yang kurang memadai disamping pakan yang tidak mencukupi. Peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru yang jumlahnya sedikit masih bertahan memelihara atau mengusahakan jangkrik sebagai salah satu sumber pendapatan walaupun dengan modal terbatas dan manajemen yang seadanya. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebagai berikut: 1. Bagaimanakah potensi biologi dari jangkrik yang dibudidayakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru? 2. Bagaimanakah potensi sumberdaya dan lingkungan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru? 3. Bagaimanakah potensi bisnis usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru?
2
Tujuan 1. Mengetahui potensi biologi jangkrik yang dibudidayakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru 2. Mengetahui potensi sumberdaya dan lingkungan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru 3. Mengetahui potensi bisnis usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan berguna untuk: 1. Sebagai informasi bagi yang tertarik terhadap usaha ternak jangkrik dan ingin berternak jangkrik. 2. Sebagai bahan untuk mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian tentang usaha ternak jangkrik.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Selama ini masyarakat hanya mengenal ternak konvensional sebagai komoditi peternakan. Selain ternak konvensional, terdapat ternak non konvensional yang berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki prospek yang menjanjikan di masa mendatang. Antara lain adalah jangkrik yang umumnya digunakan sebagai pakan burung, pakan ikan, pakan reptil dan sebagai makanan alternatif bagi manusia. Usaha ternak jangkrik mempunyai beberapa potensi yang membuat usaha ini dapat dikembangkan menjadi usaha yang menguntungkan. Potensi tersebut dapat dilihat dari segi budidaya, biologi jangkrik, sumberdaya dan lingkungan, serta ekonomi. Ternak jangkrik mudah dalam pemeliharaan dan pembudidayaannya, untuk itu perlu diketahui mengenai prasarana dan cara pengembangbiakannya. Potensi jangkrik secara biologi dapat menunjang keberhasilan budidaya jangkrik. Usaha ternak ini perlu didukung dengan sumberdaya dan lingkungan yang ada di tempat usaha. Penempatan suatu usaha di lokasi tertentu dapat menimbulkan berbagai dampak, oleh karena itu perlu diketahui dukungan masyarakat sekitar dengan adanya usaha ternak jangkrik di lokasi tersebut. Modal yang diperlukan dalam beternak jangkrik tidak besar dan hasil yang diperoleh banyak. Oleh karena itu usaha ternak ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan alternatif. Manajemen pemeliharaan yang baik dapat lebih meningkatkan pendapatan yang diperoleh peternak. Untuk menjaga kelangsungan usaha ternak jangkrik, perlu diketahui trend permintaan yang ada setiap waktunya
Ternak
Konvensional
Non-konvensional
Jangkrik
Budidaya dan Produksi
Potensi Biologi Jangkrik
Potensi Sumberdaya & lingkungan
Potensi Bisnis
Pendapatan & R/C ratio
Ketersediaan Bahan Baku Keterangan:
Trend Permintaan Jangkrik
Dukungan Masyarakat
Lingkup penelitian
Gambar 1. Alur Dasar Kerangka Pemikiran Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jangkrik Jangkrik merupakan serangga berukuran kecil sampai besar yang berkerabat dekat dengan belalang karena keduanya tergolong bangsa Orthoptera (Paimin, 1999). Borror et al. (1996) mengklasifikasikan jangkrik ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Orthoptera, famili Gryllidae, genus Gryllus. Di Indonesia tercatat lebih kurang ada 123 jenis jangkrik dan yang dibudidayakan untuk pakan burung dan ikan adalah jenis Gryllus testaceus Walk dan Gryllus mitratus Burn (Paimin et al., 1999). Karakteristik kedua jenis ini hampir sama, perbedaannya ialah jenis G. mitratus lebih kecil dibandingkan G. testaceus dan pada pinggir sayap punggung G. mitratus
terdapat garis putih sedangkan G. testaceus polos. Di samping itu
ovipositor (alat kelamin betina) G. mitratus lebih pendek dan lebih tenang dibandingkan dengan G. testaceus yang lebih agresif (Kumala, 1999). Widiyaningrum (2001) menyatakan bahwa tiga spesies jangkrik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia diantaranya jangkrik Cliring (G. mitratus), Cendawang (G. testaceus) dan Kalung (G. bimaculatus). Ciri dari jangkrik Kalung yaitu terdapat kalung kuning yang melingkari lehernya dan ukurannya sekelingking orang dewasa (Karjono, 1999). Hasil penelitian Pusparini (2001) menunjukkan bahwa jangkrik Jerman (Gryllus sp.) memiliki tahapan perkembangan lebih cepat dengan siklus hidup lebih pendek dibandingkan jangkrik lokal, namun kemampuan bereproduksi tidak sebaik jangkrik lokal. Jangkrik lokal mempunyai kemampuan betelur pertama lebih cepat, waktu tetas lebih singkat dan jumlah anak yang dihasilkan lebih besar dibandingkan jangkrik Jerman (Gryllus sp.). Berdasarkan penelitian Widyaningrum et al. (2000) dapat disimpulkan bahwa produktivitas dan lama produksi jangkrik G. mitratus lebih baik dibanding G. testaceus. Lama siklus hidup jangkrik bervariasi menurut jenisnya. Pada semua jenis, umur jantan lebih pendek dibanding betinanya. Umur dewasa jantan jenis G. mitratus hanya 78 hari, sedang betina dewasanya dapat mencapai 105 hari (Paimin et al., 1999). Jangkrik umumnya mengalami metamorfosis tidak sempurna yang dimulai dari telur sampai menjadi imago (Agroindonesia, 2005).
Ada dua alternatif yang bisa dipilih dalam memulai beternak jangkrik. Pertama, dengan cara menetaskan telur. Kedua, dengan mengembangbiakkan yaitu mengawinkan induk jantan dan induk betina untuk mendapatkan telur. Agar diperoleh telur jangkrik berkualitas baik dan tidak menghasilkan keturunan yang abnormal, induk yang dipilih harus memenuhi syarat. Induk yang baik berasal dari tangkapan di alam karena biasanya memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik. Kalau sulit mendapatkan induk betina dari alam, induk dari hasil peternakan pun dapat digunakan. Namun, induk jantannya diusahakan dari tangkapan alam (Paimin et al., 1999). Komposisi perbandingan induk jantan dan betina 1: 2-5 ekor, dan dapat menghasilkan sekitar 250.000 telur dari induk betina (Agroindonesia, 2005). Menurut Paimin (1999), wadah pemeliharaan jangkrik harus dapat membuat jangkrik hidup dengan tenang, dimana wadah tersebut harus lembab dan luas agar jangkrik dapat bergerak leluasa. Ruangan yang lembab juga dimaksudkan agar telur jangkrik tidak mengalami kerusakan (Paimin et al., 1999). Kotak sebaiknya diolesi dengan lumpur tanah sawah, tanah merah atau tanah liat untuk menciptakan suasana habitat seperti di alam bebas (Agroindonesia, 2005), dan perlu diberi sirkulasi udara dengan cara memberi lubang di salah satu dinding atau tutupnya (Paimin et al., 1999). Perkembangan telur selama proses penetasan dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap telur muda, telur remaja dan telur tua. Telur muda berusia 1-5 hari yang ditunjukkan dari warnanya yang putih kekuningan. Telur remaja berusia 6-10 hari dengan warna yang sudah berubah menjadi kuning. Telur yang berumur lebih dari 11 hari memiliki warna yang sudah menjadi kuning kehitaman, dan siap menetas (Paimin et al., 1999). Pakan jangkrik yang baik ialah hijauan, kacang-kacangan, buah-buahan dan umbi-umbian yang masih muda serta sayur-sayuran. Pakan jangkrik yang berupa sayuran yang masih segar disamping untuk memenuhi kebutuhan juga untuk memenuhi kebutuhan minum bagi jangkrik oleh karena itu untuk kebutuhan minum tidak perlu diberikan secara khusus dalam wadah atau mangkuk (Kumala, 1999). Untuk memacu pertumbuhannya, jangkrik perlu diberi makanan sumber protein,
7
misalnya pellet, konsentrat atau bokasi seperti pada pemeliharaan anak jangkrik (Paimin et al., 1999). Waktu pemanenan jangkrik disesuaikan dengan tujuan pemasaran, jangkrik untuk pakan burung umumnya dipanen pada umur 40-45 hari atau pada stadia nimfa III, sedangkan untuk pakan ikan arwana pada umur 55-70 hari. Jangkrik yang akan digunakan sebagai induk dipanen pada umur 70 hari (Agroindonesia, 2005). Potensi Jangkrik Jangkrik mempunyai potensi untuk menjadi salah satu pakan ikan, binatang kesayangan bahkan sebagai bahan pangan manusia. Potensi tersebut diantaranya karena: (1) kadar protein jangkrik yang tinggi; (2) daya reproduksinya tinggi dan mudah dalam pemberian pakannya (Linsemaier (1972) dalam Novianti, 2003). Ada tiga produk yang dapat laku di pasar, yaitu telur, clondo, dan induk. Telur dan induk memiliki sasaran pasar peternak jangkrik, sedangkan clondo dijual kepada penggemar burung berkicau atau ikan arwana. Oleh karena itu, semua produk dari jangkrik masih dapat dikatakan potensial (Paimin et al., 1999). Burung berkicau yang diberi makanan jangkrik akan memiliki kicauan yang bagus dan prima sehingga nilai jualnya naik atau dapat diikutsertakan dalam lomba burung. Jangkrik sebagai makanan ikan arwana, dapat menjadikan warna tubuh ikan lebih cemerlang (Paimin, 1999). Jangkrik sebagai pakan udang dan lele diberikan dalam bentuk tepung, dan pertumbuhan udang dan lele yang mengkonsumsi tepung jangkrik berkembang pesat (Paimin et al., 1999). Menurut Bodenheimer (1951) dalam Novianti (2003), jangkrik termasuk salah satu jenis serangga yang biasanya dikonsumsi oleh sebagian masyarakat di beberapa negara misalnya India, Filipina, Thailand dan Indonesia. Serangga ini dimakan bukan hanya dalam keadaan darurat melainkan sebagai bahan makanan pelengkap sumber protein alternatif sepanjang tahun. Hal ini didukung dengan pernyataan De Foliart et al. (1989) dalam Novianti (2003), bahwa jangkrik sangat berpotensi untuk dibudidayakan sebagai bahan pangan dan pakan karena memiliki palatabilitas dan kandungan protein yang tinggi. Jangkrik dapat diolah menjadi tepung dan berpotensi sebagai sumber protein hewani alternatif karena mengandung nutrisi, terutama asam amino yang cukup lengkap sehingga mampu menggantikan sebagian tepung kedelai dan tepung ikan
8
dalam campuran pakan ayam broiler. Kadar protein tepung jangkrik berdasarkan bahan basah berkisar antara 56,02-61,58%. Bila dibandingkan dengan kadar protein bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh manusia memperlihatkan bahwa tepung hewan ini berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif bahan pangan sumber protein (Napitupulu, 2003). Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian Novianti (2003) yang menunjukkan bahwa tepung jangkrik kalung (G. bimaculatus) mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi yaitu masing-masing berkisar antara 56,02-74,5% dan 15,47-32,84%. Hasil penelitian Syaiful (2003) menunjukkan bahwa asam linoleat merupakan asam lemak yang paling dominan pada tepung jangkrik, sangat penting bagi manusia dan hewan, terutama untuk mencegah dermatitis (pengeringan dan pengelupasan kulit) pada anak-anak. Nilai Ekonomi Jangkrik Nilai ekonomi menurut Agustina (2004) adalah sesuatu yang dinilai berdasarkan manfaat dari pola peningkatan alokasi sumberdaya. Nilai ekonomi suatu peternakan dari segi produsen yang dalam hal ini adalah peternak, dapat diperoleh dengan analisis pendapatan. Hernanto (1996) berpendapat bahwa analisa pendapatan memerlukan empat unsur, yaitu: rata-rata inventaris, penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan penerimaan dari berbagai sumber. Pendapatan atau income adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi (Boediono, 2000). Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari model usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Pengeluaran ini meliputi: (a) pengeluaran tunai, (b) penyusutan benda fisik, (c) pengurangan nilai inventaris, (d) nilai tenaga kerja yang tidak dibayar (Hernanto, 1996). Selisih antara pendapatan total yang berasal dari kegiatan pembibitan dan biaya total yang berkaitan dengan kegiatan pemeliharaan (Makeham & Malcolm, 1991). Menurut Raharjo (1999), menjual telur jangkrik menguntungkan karena waktunya relatif singkat dengan harga eceran berkisar antara Rp. 10.000-12.000 per sendok kecil. Keuntungan akan lebih besar dengan memproduksi clondo, dimana 90% dari 450.000 ekor bayi jangkrik yang menjadi clondo dengan harga Rp. 70 per ekor, akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 28 juta. Tepung jangkrik yang
9
dijual oleh Astrik (Asosiasi Peternak Jangkrik) sebesar Rp. 150 juta per ton dan minyak jangkrik sebesar Rp. 2,5 juta per liter (Suara Pembaruan, 2005). Pengembangan Peternakan Jangkrik Ada beberapa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan peternakan, antara lain: (1) persediaan bahan baku; (2) teknologi tepat guna; (3) keahlian yang dibutuhkan atau tenaga terampil; (4) potensi pengembangan peternakan; (5) prioritas pembangunan peternakan di lokasi yang bersangkutan (Pulungan, 1985). Pengembangan sektor peternakan dalam era globalisasi ekonomi dihadapkan pada persaingan yang semakin terbuka. Kondisi ini merupakan suatu peluang dan sekaligus suatu tantangan bagi pengembangan peternakan di Indonesia. Prospek pengembangan komoditas dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain potensi pasar, potensi sarana produksi dan teknologi serta efisiensi usaha (Adnyana, 1999). Pengembangan peternakan jangkrik sudah dimulai sejak tahun 1990-an. Namun, waktu itu jangkrik hanya dijadikan komoditas pakan hewan dan dipasarkan di pasar tradisional. Pada tahun 2000 booming jangkrik sempat terjadi (Suara Pembaruan, 2005). Bisnis jangkrik di Medan dan Pekanbaru masih dilakukan banyak orang dan berjalan sukses. Bahkan pengusaha jangkrik di daerah itu telah terhimpun dalam wadah HIPAJARI (Himpunan Pengusaha Jangkrik Indonesia) (Agroindonesia, 2004). Jenis kandungan bahan dalam tubuh jangkrik membuat jangkrik banyak diburu untuk kepentingan industri pakan ternak, jamu maupun kosmetik. Pengusaha pakan ternak tertarik untuk mengubah pola produksi mereka dengan bahan jangkrik karena mahalnya bahan impor (Suara Pembaruan, 2005). Agroindonesia (2004) menyebutkan suatu perusahaan yang memelihara sekaligus menekuni industri pengolahan jangkrik dengan nama La Tansa. Industri pengolahan itu meliputi pembuatan jamu yang dimasukkan ke dalam kapsul, makanan ringan (seperti abon dan kerupuk) hingga minyak jangkrik. Bisnis jangkrik tidak hanya menjual clondo tetapi juga bisa menjual telur atau indukan, bahkan menjual kandang jangkrik atau kandang lengkap dengan aksesori dan bibitnya (Suyono, 2005).
10
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Mei 2005 sampai dengan Juni 2005. Desain Penelitian Desain dari penelitian ini berupa eksploratoris. Hasil dari penelitian ini dianalisis deskriptif, analisis pendapatan usaha ternak jangkrik, analisis R/C ratio dan analisis trend permintaan jangkrik. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan pengambilan data menggunakan kuesioner. Responden terdiri dari peternak jangkrik, masyarakat di sekitar peternakan jangkrik dan pedagang jangkrik. Data responden peternak jangkrik diambil seluruhnya karena jumlah peternak jangkrik di daerah tersebut berjumlah 6 orang. Masyarakat responden di sekitar peternakan jangkrik ditentukan secara purposive yakni mereka yang tinggal di sekitar lokasi peternak jangkrik dengan pertimbangan tempat pemukiman mereka dekat (±30-50 meter) peternakan jangkrik. Jumlah anggota masyarakat yang menjadi responden sebanyak 30 orang. Penentuan pedagang yang berjumlah 14 orang sebagai responden juga dilakukan dengan cara purposive, yakni pedagang pengecer yang merupakan langganan dari usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang relevan dengan penelitian serta data-data dari Dinas-dinas dan lembaga-lembaga yang terkait. Instrumentasi yang digunakan untuk memperoleh data adalah daftar pertanyaan (kuesioner) yang dipandu dengan wawancara. Penelitian ini juga
melakukan
observasi terhadap keadaan peternakan jangkrik dan manajemen budidaya jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.
Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan dari para peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok melalui wawancara langsung dengan peternak dan observasi ke lokasi peternak. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait di daerah tersebut dengan topik penelitian yakni Potensi Pengembangan Usaha Ternak Jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Data yang dikumpulkan terdiri atas data mengenai profil masyarakat (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan), karakteristik peternak (umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, alasan beternak, lama beternak), karakteristik usaha ternak jangkrik (sifat usaha dan skala pemeliharaan), biaya usaha ternak jangkrik, penerimaan usaha ternak jangkrik dan permintaan jangkrik. Analisis Data Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian, dianalisis secara deskriptif, analisis pendapatan usaha ternak jangkrik, analisis R/C ratio dan analisis trend permintaan jangkrik. 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum yang ada di lokasi penelitian, menggambarkan manajemen budidaya usaha ternak jangkrik, potensi biologi jangkrik yang dibudidayakan, serta potensi sumberdaya dan lingkungan. 2. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Jangkrik Tabel 1. Analisis Pendapatan Menggunakan Konsep Sebagai Berikut: Tunai Tidak Tunai Inventaris Keterangan Rp Penerimaan Usahatani (-) Biaya Variabel Marjin Kotor (A) Biaya Tetap (B) Pendapatan Usahatani (A-B) (-) Pembayaran Bunga Penghasilan Bersih Usahatani (+) Penghasilan Luar Usahatani Penghasilan Keluarga
Total
Sumber: Soekartawi et al. (1986).
12
3. Analisis R/C Ratio Untuk
mengetahui apakah
usaha
ternak jangkrik
yang
dijalankan
menguntungkan atau tidak, maka dilakukan perhitungan Revenue and Cost Ratio (R/C) dengan rumus: R/C ratio =
Total Penerimaan Usaha Ternak Total Pengeluaran Usaha Ternak
Keterangan:
R/C > 1, maka usaha tersebut mendapat keuntungan R/C < 1, maka usaha mengalami kerugian R/C = 1, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi
Penerimaan tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani (Soekartawi et al., 1986). Ada tiga produk yang dapat dijual yaitu telur, clondo dan induk. Jadi, penerimaan usaha ternak jangkrik dapat berasal dari penjualan telur, clondo dan induk. Pengeluaran usaha ternak jangkrik terdiri dari bahan-bahan untuk membuat kotak, tenaga kerja, nampan plastik, media kain, semprotan, kaleng bekas, minyak tanah, pasir, makanan dan vitamin, dan lain-lain. 4. Analisis Trend Permintaan Untuk mengetahui trend permintaan jangkrik, analisis yang akan digunakan yaitu analisa/model deret waktu (time series). Analisa/model deret waktu (Time Series) adalah suatu teknik atau metode peramalan dengan menggunakan analisis hubungan antara variabel yang dicari atau diramalkan dengan hanya satu-satunya varibel bebas yang mempengaruhinya yang merupakan variabel waktu (Assauri, 1984). Bentuk pola hubungan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regressi linear, dengan rumus sebagai berikut: Y = a + bX Keterangan: Y = permintaan jangkrik (ekor) X = variabel waktu a dan b = parameter atau koefisien regressi
13
Nilai a dan b merupakan konstanta yang dapat dicari dengan menggunakan metode Least Squares. Menurut Mulyono (1991), prinsip metode Least Squares adalah meminimumkan jumlah pangkat dua selisih antara nilai variabel yang sesungguhnya (Y) dengan nilai trend (Yt). Metode Least Squares akan menghasilkan ∑(Y-Yt)2 yang nilainya sekecil mungkin. Rumus-rumus untuk mencari nilai a dan b adalah sebagai berikut: a =
∑Y n
dan
b =
∑ XiYi , ∑ Xi 2
dimana n adalah banyaknya pasangan data.
Persamaan regresi linear yang akan
dipergunakan, perlu dites terlebih
dahulu. Tes tersebut terdiri dari test koefisien penentu atau R2 test dan significance test. a) Test Koefisien Penentu atau R2. Test ini dilakukan untuk mengetahui tepat tidaknya variabel yang mempengaruhi besarnya permintaan yang diramalkan adalah waktu. Formula yang digunakan untuk tes ini adalah: 2
R = 1-
∑e ∑y
2 i 2 i
dimana:
∑e
2 i
=
∑y
2 i
- b2 ( ∑ xi2 )
dan _
∑ yi2 =
∑ Yi 2 - n ( Y )2
∑ xi2 =
∑ X i2 - n ( X )2
_
Nilai R2 tersebut berkisar antara nol s/d satu. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan sangat besarnya pengaruh variabel X dalam menentukan besarnya nilai ramalan untuk variabel Y. b) Significance Test Untuk mengetahui apakah regressi yang dipergunakan adalah benar linear, dimana data observasi tepat berada di sekitar garis regressi linear tersebut. Bila significance test menunjukkan hasil yang diperoleh tidak signifikan, maka
14
persamaan regressi linear tidak tepat untuk digunakan. Untuk pengetesan ini, perlu dilakukan dua macam test, yaitu: i. F test Test untuk mengetahui apakah koefisien b secara statistik berbeda dari nol. Nilai F diperoleh dari rumus berikut: ^
_
∑ (Y − Y )2 F =
k −1
^
∑ (Y − Y )2 n−k
Keterangan: * n adalah jumlah tahun atau jumlah observasi (besarnya sampel), dan k adalah jumlah variabel. * Nilai F ratio yang diperoleh dilakukan perbandingan dengan nilai F tabel. Apabila nilai F ratio lebih besar dari nilai F tabel, maka secara statistik koeffisien b adalah signifikan berbeda dengan nol. Hal tersebut membuktikan bahwa persamaan regressi linear dapat digunakan dalam penyusunan ramalan yang dilakukan. ii. T-test Test untuk mengetahui apakah nilai estimasi dari a dan b dapat bervariasi karena pengaruh sampling dan/atau pengaruh random. Variance dari a dan b menggambarkan besarnya dispersi dari nilai sebenarnya secara a teoritis. Hasil bagi dari akar variance dengan ”degrees of freedom” (dalam regressi sederhana adalah n – 2), disebut kesalahan standard freedom (dalam regressi sederhana adalah n – 2), disebut kesalahan standard dari estimasi atau standard error of estimate. Standard error ini menunjukkan suatu distribusi sampling, dimana dalam tes tersebut perlu dicari standard error dari a dan b. Standard error dari a diperoleh dengan formula:
15
σ
a
σu , n
=
dimana σ
u
adalah deviasi standard dari regressi dan nilainya dicari dengan
rumus: ^
∑ (Y − Y ) i
σu =
2
=
n−2
∑e
2 i
n−2
Standard error dari b diperoleh dengan menggunakan rumus:
σu
σb =
_
∑ ( X i − X )2
Untuk mengetahui apakah nilai a atau b berbeda secara nyata atau signifikan dari nol, dilakukan t-test dengan rumus sebagai berikut: ♦ t test a =
a σa
♦ t test b =
b σb
Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan t test diperbandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t test lebih besar dari nilai t tabel, maka nilai koefisien regresi a (atau b) secara statistik adalah signifikan dari nol. Apabila hasil dari tes koefisien penentu dan significance test menunjukkan bahwa persamaan regresi linear tidak tepat untuk digunakan dalam penyusunan peramalan, maka perlu dicoba persamaan regresi lainnya. Regresi sederhana lainnya yang merupakan pola garis tidak lurus dapat berbentuk: (a) Garis parabola/kuadratis: Y = a + bX + cX2 (b) Garis hiperbola: Y =
a + bX c + dX
(c) Garis yang berfungsi logaritma: Y = a + b log X, atau log Y = a + b log X (d) Bentuk-bentuk garis yang tidak lurus lainnya.
16
Definisi Istilah Potensi adalah kemampuan atau keadaaan yang dapat mendukung suatu kegiatan (usaha) dan biasanya sangat berkaitan dengan sumberdaya dan berupa faktor-faktor kendala dan pendukung. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dari hasil produksi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai hasil dari output atau produk karena perusahaan telah menjual atau menyerahkan sejumlah barang atau jasa kepada pihak pembeli. Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan peternak selama satu tahun. Biaya ini meliputi pembelian ternak, pakan, peralatan, tenaga kerja luar keluarga, obat-obatan, pajak, listrik dan transportasi (Rp/tahun). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap (konstan), dan tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan produksi yang mencakup biaya penyusutan peralatan, penyusutan kandang, dan biaya perbaikan kandang (Rp/tahun). Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah dengan perubahan volume produksi yang mencakup biaya pakan, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga dan dedak kasar (Rp/tahun). Penghasilan bersih usahatani adalah pendapatan usahatani dikurangi dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman (Rp/tahun). Peternak jangkrik adalah orang yang pekerjaannya beternak jangkrik. Pedagang jangkrik adalah orang yang berdagang jangkrik. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama di Kelurahan Rangkapanjaya Baru dengan ikatan aturan tertentu. Siklus hidup jangkrik adalah daur hidup jangkrik dari telur menjadi nimfa (serangga muda) dan selanjutnya menjadi imago atau dewasa dan menghasilkan telur.
17
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Secara geografis, topografi wilayah Kelurahan Rangkapanjaya Baru berupa dataran tinggi dengan suhu udara rata-rata 32,0°C, dengan curah hujan mencapai 2000 mm/tahun. Curah hujan yang tinggi, mengkategorikan daerah ini sebagai daerah basah dan cocok untuk pertanian. Pada tahun 1950, Desa Rawadenok, Desa Kekupu dan Desa Parung Bingung digabung menjadi satu, yaitu Desa Rangkepanjaya. Oleh karena jumlah penduduk semakin padat, Desa Rangkepanjaya dibagi menjadi dua, yaitu Desa Rangkepanjaya dan Desa Rangkapanjaya Baru. Desa Rangkepanjaya Baru diresmikan pada bulan Mei 1978, dan pada tanggal 24 Maret 1994, desa tersebut mengalami perubahan status dari Desa ke Kelurahan. Kelurahan Rangkapanjaya Baru merupakan salah satu dari 11 Kelurahan yang ada di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Wilayah Kelurahan Rangkapanjaya Baru terletak 5 Km dari Kota Depok, 35 Km dari Ibu Kota Negara dan 160 Km dari Ibu Kota Propinsi Jawa Barat. Batas-batas wilayah Kelurahan Rangkapanjaya Baru yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Meruyung, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung, sebelah Barat dengan Kecamatan
Sawangan
dan
sebelah
Timur
berbatasan
dengan
Kelurahan
Rangkapanjaya. Dengan luas wilayah Kelurahan Rangkapanjaya sebesar 388,375 Ha, sebagian besar tanahnya diperuntukkan pemukiman yakni sebesar 289,6 Ha, untuk sawah dan ladang sebesar 42 Ha, dan untuk jalan sebesar 19 Ha. Penduduk Penduduk Kelurahan Rangkapanjaya Baru yang tercatat sampai bulan Januari 2005 yaitu 16.249 orang dengan 3.334 kepala keluarga. Komposisi peduduk terdiri dari 7.878 laki-laki dan 8.471 perempuan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Rangkapanjaya Baru adalah pegawai negeri sipil (698 orang), ABRI (472 orang), wiraswasta/pedagang (555 orang), karyawan swasta (3.889 orang), pertukangan (189 orang), buruh tani (115 orang), pensiunan (282 orang), pemulung (5 orang) dan jasa
(152 orang). Sebagian besar penduduk bekerja sebagai karyawan swasta, sedangkan yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 344 orang. Komoditas pertanian yang diusahakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru berupa padi, kacang panjang, bayam, belimbing, rambutan dan jambu biji. Jenis ternak yang dibudidayakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru yang tercatat dalam monografi Kelurahan Rangkapanjaya Baru hanya ayam ras dengan jumlah populasi sebanyak 3000 ekor. Berdasarkan data monografi Kelurahan, usaha ternak jangkrik tidak terdaftar dalam data monografi Kelurahan Rangkapanjaya Baru.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Usaha Ternak jangkrik Prasarana Pengembangbiakan Perlengkapan yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan budidaya jangkrik terdiri dari kotak, tempat persembunyian, tempat bertelur dan pakan. Selama pemeliharaan, peternak menggunakan kotak sebagai kandang jangkrik, dengan cara membuat sendiri atau membeli. Bahan yang diperlukan untuk membuat kotak berupa tripleks, kayu dan paku. Ukuran kotak disesuaikan dengan kebutuhan peternak, modal dan ruang yang tersedia. Menurut Paimin et al.(1999), kotak berukuran 50100 x 100cm dengan tinggi 30cm. Untuk menghindari adanya serangan binatang pengganggu seperti semut, kecoa, laba-laba atau cecak, kotak perlu diberi kaki. Setiap kaki tersebut dialasi wadah yang berisi oli atau minyak tanah. Peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru menggunakan kotak dengan ukuran rata-rata: panjang 90cm, lebar 60cm dan tinggi 30cm. Kotak tersebut dapat menampung jangkrik kurang lebih sebanyak 5000 ekor. Dua orang peternak juga menggunakan kotak yang lebih besar dengan ukuran 240 x 60 x 40cm dengan kapasitas tampung kurang lebih 10.000 ekor jangkrik. Tempat Sembunyi. Tempat persembunyian untuk jangkrik diperlukan di dalam kotak karena jangkrik merupakan hewan yang beraktivitas pada malam hari sehingga memerlukan tempat persembunyian pada siang hari atau saat ada musuhnya. Tempat persembunyian juga diperlukan ketika musim kawin. Bentuknya berupa dedaunan kering atau bambu, antara lain daun jati, daun tebu, daun pisang, batang kacang panjang atau kulit tongkol yang sudah dikeringkan (Paimin et al., 1999). Peternak di lokasi penelitian memakai daun pisang kering yang digulung dengan koran sebagai tempat persembunyian jangkrik atau yang disebut dengan klaras. Masing-masing kotak diisi dengan tiga sampai dengan enam buah klaras dan ditempatkan sejajar dalam kotak. Tempat Bertelur. Untuk peletakan telur, digunakan media peneluran yang harus lembab supaya telur jangkrik dapat terjaga kelembabannya dan tidak kering. Ada dua media peneluran yang sering digunakan, yaitu media pasir dan media kain. Pasir
yang digunakan harus halus, tidak ada batu-batuannya dan bersih dari kotoran. Hal tersebut dapat diperoleh melalui pengayakan dengan ayakan tepung. Banyaknya pasir yang diperlukan sesuai dengan ukuran wadah tempat pasir. Penyebaran pasir dalam wadah harus merata dengan ketebalan 3-4cm. Wadah tempat pasir berupa nampan plastik atau papan triplek. Satu kotak indukan dapat ditaruh dua sampai tiga nampan plastik atau papan triplek. Seluruh peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru menggunakan media pasir untuk penelurannya. Untuk wadah pasir, sebagian peternak menggunakan wadah yang terbuat dari plastik dan sebagian lagi menggunakan papan tripleks. Ukuran papan tripleks yang digunakan bervariasi dari 12 x 8cm sampai 40 x 30cm. Pakan Jangkrik. Pemberian makan jangkrik sebanyak tiga kali sehari. Salah satu peternak memberikan pakan setiap dua jam sekali, dengan cara pemberian pakan yang teratur dapat mengurangi kanibalisme yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang tidak sesuai. Pakan yang diberikan terdiri dari sayuran dan konsentrat. Sayuran diberikan untuk memenuhi kebutuhan akan makan dan minum. Oleh karena itu, jangkrik tidak perlu diberikan minum secara langsung. Kebutuhan minum jangkrik diperoleh dari sayuran segar. Sayuran yang diberikan oleh peternak berupa daun singkong, daun pepaya dan limbah rumah tangga. Banyaknya pemberian sayuran tergantung dari umur jangkrik. Pada awal penetasan telur, anak jangkrik tidak memerlukan makanan. Anak jangkrik yang baru menetas akan memakan sisa cairan telurnya. Pada umur dua hari, anak jangkrik mulai memakan sayuran, jumlah sayuran yang diberikan mengikuti pertambahan umurnya. Semakin bertambah umur, kebutuhan makannya semakin bertambah. Peternak akan menambah pakannya bila dirasa kurang. Daun pepaya diberikan ketika jangkrik berumur dua hari sampai umur 20 hari. Mulai umur 20 hari sampai dewasa dan atau panen, jangkrik diberi daun singkong. Selain sayuran, peternak juga memberikan konsentrat pada jangkrik yang dipelihara. Menurut Paimin (1999), konsentrat sangat baik digunakan untuk mempercepat pertumbuhan jangkrik. Konsentrat yang diberikan peternak berupa konsentrat untuk ayam pedaging. Untuk anak jangkrik, konsentrat yang diberikan harus ditumbuk terlebih dahulu untuk menghasilkan pakan yang lebih halus untuk
21
memudahkan anak jangkrik mengkonsumsi pakannya. Banyaknya konsentrat yang diberikan dari awal menetas sampai umur lima hari ± 1 gram, umur 5-15 hari sebanyak ± 100 gram, umur 15-20 hari ± 300 gram dan umur 20-28 hari sebanyak ± 700 gram per kotak per hari. Pembersihan Kotak. Setiap pemberian sayuran baru, sisa sayuran yang lama dikeluarkan, untuk mencegah pembusukkan dan jamur pada sisa sayuran yang lama. Hal tersebut dapat menimbulkan penyakit pada jangkrik yaitu diare. Peternak membersihkan kotoran yang ada di dalam kotak seminggu sekali tanpa mengeluarkan jangkrik yang ada. Ketika terjadi perpindahan kotak pada saat jangkrik berumur 15 hari dilakukan pembersihan kotak dan penggantian klaras. Pembersihan kotak menggunakan kuas dan kp (sendok dempul). Pencucian kotak dilakukan setelah panen, kotak dicuci bersih dengan deterjen lalu dijemur. Salah satu peternak melakukan penyemprotan anti bakteri pada kotaknya setiap tiga kali panen. Peternak yang memiliki bangunan sendiri melakukan penyemprotan anti bakteri pada bangunan kandangnya, kandang didiamkan selama tiga hari untuk membebaskan kandang dari bakteri. Karakteristik Reproduksi Jangkrik Seluruh peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru menternakkan jangkrik kalung (G. bimaculatus) dengan alasan jangkrik kalung lebih cepat bereproduksi dengan siklus hidup 70 hari. Indukan. Perbandingan antara jantan dan betina yaitu 1:2, sumber induk berasal dari penetasan telur jangkrik yang dibeli dari pembibit atau indukan. Induk yang berasal dari usaha budidaya diganti minimal satu tahun sekali dengan induk jantan baru dari alam. Peternak yang sudah lama membudidayakan jangkrik tidak mengganti induknya dari alam tapi dari ternak yang dipelihara. Beberapa peternak mengganti induk dengan membeli telur baru dari peternak lain, kemudian ditetaskan. Jumlah ternak yang disiapkan untuk induk bervariasi, dari 1.000 ekor sampai dengan 3.000 ekor. Satu induk betina dapat menghasilkan telur kurang lebih 250 butir. Induk betina jangkrik dapat bertelur berkali-kali. Rata-rata jangkrik para peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru bertelur empat sampai tujuh kali. Bila lebih dari tujuh kali, kualitas telur yang dihasilkan menjadi rendah sehingga
22
menurunkan daya tetas. Menurut Panut (2003), semakin bertambah umur jangkrik, produksi telur yang dihasilkan dari tiap ekor induk juga semakin rendah karena aktivitas bereproduksi induk juga semakin berkurang. Jarak antara peneluran pertama dan yang berikutnya berkisar antara
dua sampai empat hari. Induk yang tidak
produktif lagi dibuang dan dikubur, digunakan sebagai makanan ikan atau dijual untuk pakan kadal dan hewan melata kepada pemelihara kadal dan hewan melata. Pengembangbiakan Jangkrik. Pada saat jangkrik berumur 55 hari, dilakukan pemisahan antara jantan dan betina, sehingga perkawinan yang tidak terkontrol dapat dicegah (Agroindonesia, 2005). Jangkrik yang dijadikan sebagai indukan yaitu jangkrik yang sudah keluar sayapnya. Lima hari setelah keluar sayap, induk jantan dan betina mulai dijodohkan dan dibiarkan kawin selama dua sampai tiga hari. Di dalam kotak indukan disediakan media peneluran. Induk mengeluarkan telurnya dengan cara menancapkan ovipositornya ke dalam pasir (Paimin et al., 1999). Pasir yang berisi telur diisi dengan air dan disaring untuk mendapatkan telur jangkrik. Kemudian telur tersebut dibersihkan dan ditaruh di kain atau pasir untuk dilembabkan selama lima hari. Selain kain dan pasir, daun juga dapat digunakan untuk melembabkan telur jangkrik. Untuk menjaga kelembaban telur, peternak melakukan penyemprotan pada media tersebut. Penyemprotan dilakukan sebanyak tiga kali sehari. Setelah lima hari, telur jangkrik akan membengkak dan berwarna kecoklatan di bagian kepalanya. Pada saat itu jangkrik akan disebar di kotak penetasan dengan ukuran 15 x 20cm. Kotak penetasan tersebut akan ditaruh di dalam kotak pembesaran dan dilengkapi dengan klaras. Telur jangkrik akan menetas pada umur 7-8 hari dari pengeluaran telur yang ditandai dengan bergeraknya telur dan operculum mengarah ke atas. Sejak saat penetasan telur sampai umur 10 hari dilakukan penyemprotan dengan interval dua kali yaitu pada pagi dan sore hari, hal tersebut dilakukan untuk menjaga kelembaban bayi jangkrik. Jangkrik yang berumur 20 hari keatas tidak memerlukan penyemprotan lagi. Ketika jangkrik berumur 15 hari, jangkrik dari satu kotak pembesaran dibagi menjadi dua kotak pembesaran sampai panen. Hal tersebut dilakukan karena jangkrik sudah mulai besar sehingga kotak menjadi padat dan panas. Jika hal tersebut dibiarkan, maka jangkrik akan banyak yang mati. Kematian jangkrik juga disebabkan kurangnya makanan yang diberikan, makan kurang teratur,
23
cuaca yang terlalu panas atau terlalu dingin, kotak terlalu lembab atau basah, kandang kurang bersih, kutu dari konsentrat dan kanibalisme. Pemasaran. Jangkrik dipanen pada umur 20-30 hari, dan dijual sebagai pakan burung. Lebih dari 30 hari, jangkrik dipanen untuk pakan ikan. Jangkrik yang tidak laku dijual, dibuang oleh peternak. Penjualan jangkrik dihitung per satuan ekor, dengan harga jual berkisar antara Rp. 15-Rp. 30 per ekor. Penghitungan jumlah jangkrik masih dilakukan secara manual yaitu menghitung satu per satu jangkrik yang akan dijual. Cara ini memakan waktu yang lama (5-7 jam) sehingga kurang efisien. Peternak menjual jangkrik kepada pedagang pengecer (70%), sisanya dijual kepada pedagang pengumpul (30%) dan konsumen langsung. Dua orang peternak menjual jangkriknya khusus kepada pedagang pengumpul, tanpa harus mengantarkan ke tempat pedagang pengumpul, dengan demikian mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi. Kesepakatan transaksi antara peternak dengan pedagang yaitu peternak akan memberikan tambahan jangkrik sebagai pengganti resiko kematian di perjalanan. Penambahan jangkrik yang diberikan peternak antara 50-100 ekor setiap pembelian 1000 ekor jangkrik atau 10 ekor setiap pembelian jangkrik sebanyak 100 ekor. Penjualan jangkriknya kepada pedagang pengecer adalah dengan cara mengantar langsung kepada pedagang pengecer dan pembayaran dilakukan secara tunai. Wilayah pemasaran ternak jangkrik dari Kelurahan Rangkapanjaya Baru tersebar di daerah Depok, Jakarta Selatan, Cinere, Ciputat, Bogor dan Parung. Jangkrik dipasarkan dengan menggunakan karung. Satu karung dapat diisi dengan 2000-3000 ekor, di dalam karung juga diberikan klaras untuk tempat sembunyi jangkrik dan konsentrat untuk makanan jangkrik selama perjalanan. Karakteristik Masyarakat Karakteristik masyarakat yang diamati terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Kisaran umur responden masyarakat antara 29-39 tahun dengan rata-rata 33,77±10,40 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah perempuan sebanyak 66,667% dari 30 orang, sedangkan pria sebanyak 33,333%. Rata-rata responden yang mempunyai pekerjaan sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) sebanyak
24
53,333%, karyawan swasta (6,667%), guru (6,667%), pelajar (10%) dan wiraswasta (23,333%). Tingkat pendidikan minimal SLTP sebanyak 76,667%, tamat SD sebanyak 20%, sedangkan yang tidak tamat SD sebesar 3,333%. Karakteristik Peternak Karakteristik peternak yang diamati pada penelitian ini antara lain umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Semua (100%) peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru adalah laki-laki yang berjumlah enam orang. Umur peternak jangkrik berkisar antara 23-56 tahun dengan rata-rata umur sebesar 36,17±10,91 tahun, usia yang masih produktif untuk mengelola usaha atau menjalankan usahanya. Tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh peternak berupa pendidikan formal. Tingkat pendidikan peternak minimal SLTP sebanyak 66,667%, sedangkan peternak yang tamat SD dan tidak tamat SD masing-masing sebanyak 16,667%. Beberapa alasan yang melatar belakangi peternak untuk beternak jangkrik adalah: 1) kesulitan mencari kerja, 2) beternak jangkrik tidak membutuhkan keahlian khusus selain ketekunan, 3) cocok untuk pensiunan, 4) modal tidak banyak, 5) dapat dikerjakan di rumah, 6) hasilnya lebih cepat diperoleh, 7) prospek usaha ternak jangkrik sebagai sumber pendapatan, 8) pemeliharaan mudah. Pengalaman beternak dan lama usaha jangkrik berkisar antara 1,5 tahun sampai 9 tahun dengan rata-rata 4,58±2,76 tahun. Karakteristik Usaha Beberapa peternak mempunyai usaha lain selain beternak jangkrik. Peternak yang menjadikan usaha ternak jangkrik sebagai usaha utama mereka sebesar 83,33%, dari persentase tersebut, 33,333% mengusahakan jangkrik sebagai usaha tunggal. Peternak yang menjadikan usaha ternak jangkrik sebagai usaha sampingan sebesar 16,667%, karena mempunyai usaha lain yang penghasilannya lebih besar dari usaha ternak jangkrik. Jumlah pemilikan kotak tidak berhubungan dengan lamanya beternak karena peternak yang telah lama beternak memiliki kotak yang lebih sedikit dari peternak yang baru 1,5 tahun beternak jangkrik. Hal tersebut dikarenakan modal yang terbatas dan jumlah tenaga yang ada tidak memadai. Selain itu, menurut salah seorang
25
peternak kepemilikan kotak yang banyak tidak menjamin kualitas jangkrik yang dihasilkannya baik. Banyaknya kotak yang dimiliki oleh peternak bervariasi, mulai dari 32 kotak sampai 300 kotak dengan rata-rata kepemilikan kotak 92,00±102,80 kotak. Skala pemeliharaan jangkrik per periode berkisar antara 32 kotak sampai 100 kotak. Ratarata skala pemeliharaan jangkrik para peternak yaitu 58,67±24,39 kotak. Salah satu peternak melakukan pemeliharaan dan pembesaran jangkrik dengan cara bertahap, dimana setiap tahapnya berskala 100 kotak. Peternak tersebut mempunyai modal tambahan untuk menambah jumlah kotaknya.
Ada beberapa peternak yang
mengurangi jumlah kotaknya, karena tenaga yang ada tidak sebanding dengan jumlah jangkrik yang dihasilkan. Potensi Biologi Jangkrik Jangkrik umumnya hidup di daerah bersuhu antara 20-32oC. Hal ini sesuai dengan keadaan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru yang bersuhu 32oC, dengan demikian kondisi wilayah mendukung pertumbuhan jangkrik. Jenis jangkrik yang dibudidayakan oleh para peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru adalah jangkrik kalung. Menurut Widiyaningrum (2001), berdasarkan karakteristik biologi dan potensi jangkrik, jenis jangkrik yang cocok dibudidayakan dan dapat memberikan keuntungan saat ini adalah G. bimaculatus (jangkrik kalung) atau G. mitratus (jangkrik cliring) karena masing-masing mempunyai beberapa keunggulan. G. bimaculatus unggul dalam hal (1) Laju pertumbuhan cepat; (2) Konversi pakan rendah; (3) Bobot badan umur 50 hari tertinggi. Siklus hidup jangkrik sangat singkat yaitu kurang lebih 70 hari atau dua bulan, sehingga dapat dipanen dengan cepat. Setiap tahunnya peternak melakukan panen sebanyak enam kali. Satu orang peternak melakukan pemeliharaan dan pembesaran dengan cara bertahap. Ketika anak jangkrik dari induk pertama telah berumur 15 hari, peternak membudidayakan induk baru. Peternak tersebut melakukan panen sebanyak 9 kali setiap tahunnya. Panen di lokasi penelitian mulai dilakukan pada saat jangkrik berumur 20 hari. Lama jangkrik memproduksi telur berkisar antara 14 sampai 21 hari dengan jumlah telur yang dihasilkan berkisar 100-150 hingga 250 butir. Daya tetas telur
26
untuk jangkrik kalung berdasarkan hasil penelitian Widiyaningrum (2001) adalah sebesar 60,23%. Rata-rata tingkat kematian jangkrik di lokasi penelitian sebesar 20% per kotak. Rata-rata produksi jangkrik yang dihasilkan oleh peternak sebanyak 231.433 ekor per periode dan 1.526.100 ekor per tahun. Potensi Sumberdaya dan Lingkungan Pengembangan suatu usaha perlu didukung dengan sumberdaya dan lingkungan lokasi usaha. Sumberdaya yang memadai dapat dilihat dari ketersediaan bahan baku pada lokasi usaha. Adanya dukungan lingkungan dapat memperlancar kegiatan usaha ternak jangkrik. Dukungan lingkungan berasal dari masyarakat di lokasi usaha ternak yang dapat menerima keberadaan usaha ternak jangkrik di lingkungan mereka. Ketersediaan Bahan Baku. Bahan baku utama yang diperlukan dalam beternak jangkrik adalah bibit dan pakan. Bibit jangkrik dapat berupa telur atau induk jangkrik. Kedua jenis bibit tersebut dapat diperoleh dari peternak pembibitan telur jangkrik atau toko pakan yang menjual jangkrik. Induk jangkrik juga dapat diperoleh dari alam, dimana jangkrik alam mempunyai kualitas yang lebih bagus karena memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik. Peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru mendapatkan bibit dari sesama peternak yang lebih awal memulai usahanya. Beberapa peternak memperoleh bibit awal berupa telur dari peternak lain di luar Kelurahan Rangkapanjaya Baru. Induk jangkrik yang dihasilkan dari peternakan yang sama perlu dilakukan penggantian induk dari alam. Hal ini untuk mencegah induk manghasilkan keturunan yang abnormal. Penggantian induk biasanya dilakukan peternak setiap setahun sekali tetapi peternak belum melakukan penggantian induk pada tahun ini. Bahan pakan berupa sayuran (daun singkong dan daun pepaya) dapat diperoleh dengan mudah dari lingkungan sekitar rumah. Lingkungan Kelurahan Rangkapanjaya Baru terdapat banyak ladang (± 42 Ha) dan lahan kosong (± 6,375 Ha) yang ditanami singkong dan pepaya. Peternak memanfaatkan sayuran tersebut untuk pakan jangkrik mereka. Beberapa peternak khusus membeli daun pepaya atau daun singkong untuk pakan jangkrik dari petani supaya mendapatkan harga yang
27
murah. Salah satu peternak memberikan pakan jangkrik berupa limbah rumah tangga. Dukungan Masyarakat terhadap Usaha Ternak Jangkrik Hasil wawancara dengan masyarakat, keberadaan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru dinilai sangat bagus (23,333%). Menurut mereka dengan adanya usaha ternak jangkrik di daerah mereka dapat mengurangi pengangguran yang ada dan penghasilan yang didapat cukup lumayan. Masyarakat yang menyatakan keberadaan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru cukup bagus sekitar 76,667%. Alasan mereka tidak berbeda jauh dengan responden yang menyatakan keberadaan usaha ternak jangkrik sangat bagus. Mereka juga berpendapat bahwa usaha ternak jangkrik tersebut dapat berkembang baik dan pemeliharaannya mudah serta permintaan jangkriknya banyak. Pengetahuan masyarakat mengenai kegunaan jangkrik adalah sebagai makanan burung dan ikan. Selain menjawab jangkrik sebagai makanan burung dan ikan, dua orang (6,667%) juga mengatakan jangkrik dapat digunakan untuk kosmetik tetapi mereka kurang mengetahui lebih lanjut mengenai informasi tersebut. Dampak lingkungan negatif yang dirasakan dengan adanya usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya baru hampir tidak ada. Dua orang (6,667%) menyatakan dampak lingkungan yang mereka rasakan, lingkungan menjadi lebih ramai dan berisik tetapi tidak mengganggu. Masyarakat disekitar peternakan jangkrik tidak merasa terganggu dengan adanya usaha ternak jangkrik di daerah mereka karena tidak ada masalah yang ditimbulkan dari usaha ternak jangkrik tersebut. Sebanyak 96,667% masyarakat merasa tidak terlibat dengan usaha ternak jangkrik tetapi sepuluh orang (34,480%) dari mereka mempunyai anggota keluarga yang ikut bekerja dalam usaha ternak jangkrik tersebut. Sebanyak 30 anggota masyarakat yang diwawancarai, hanya 10% yang sangat tertarik terhadap usaha ternak jangkrik tetapi mereka tidak mempunyai modal yang cukup dan tempat yang memadai untuk beternak jangkrik. Sebagian besar masyarakat setuju dengan pengembangan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru. Hal tersebut dikarenakan ternak jangkrik tidak menimbulkan dampak lingkungan dan tidak mengganggu masyarakat sekitar.
28
Selain itu, adanya usaha ternak jangkrik membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di daerah tersebut. Potensi Bisnis Potensi bisnis dari usaha ternak jangkrik dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang diterima oleh peternak dan untuk mengetahuinya diperlukan analisis pendapatan. Selain pendapatan juga perlu diketahui potensi pasar jangkrik yang diperlihatkan oleh besarnya permintaan jangkrik. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Jangkrik Komponen dari analisis pendapatan terdiri dari penerimaan dan biaya. Pendapatan peternak jangkrik diperoleh dari selisih penerimaan usaha ternak jangkrik dengan biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak jangkrik. Penerimaan Penerimaan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru berasal dari penjualan jangkrik. Rata-rata total penerimaan yang diterima oleh peternak setiap tahunnya sebesar Rp. 33.738.435 dengan rata-rata volume penjualan sebanyak 1.526.100 ekor per peternak per tahunnya. Rata-rata peternak membuang jangkrik yang tidak produktif lagi tetapi ada peternak yang menjual jangkrik afkirnya, padahal jangkrik tersebut masih bisa mendatangkan penerimaan tambahan bagi peternak. Biaya Usaha Ternak Jangkrik. Pengeluaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu komoditi. Biaya total terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Menurut Soekartawi et al. (1986), biaya variabel didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman atau ternak tersebut. Biaya variabel usaha ternak jangkrik terdiri dari biaya indukan atau telur, biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya transportasi dan biaya perlengkapan. Perlengkapan yang dibutuhkan terdiri dari karung, pasir, kuas, oli, formalin dan lain-lainnya. Rincian biaya yang dikeluarkan dalam usaha ternak jangkrik dapat dilihat pada Tabel 2. Besarnya rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternak yaitu Rp. 21.615.042. Komponen biaya variabel paling besar berasal dari biaya tenaga kerja sebesar 61,086% dari total keseluruhan biaya. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
29
dalam satu tahun sebesar Rp.14.600.000 dengan 881,96 HKP. Rata-rata biaya sayuran yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp.3.925.000 dengan menggunakan 17.400 Kg sayuran per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk konsentrat rata-rata sebanyak Rp. 2.562.500 per 900 Kg konsentrat setiap tahunnya. Peternak mengeluarkan biaya transportasi rata-rata sebesar Rp. 275.000 dengan menggunakan 140 L bensin dalam satu tahun. Biaya variabel yang tunai dikeluarkan sebesar Rp. 18.522.708 sedangkan biaya variabel yang tidak tunai sebesar Rp. 3.092.333. Biaya tetap dari usaha ternak jangkrik terdiri dari penyusutan bangunan, penyusutan kotak dan penyusutan peralatan. Peralatan yang digunakan berupa saringan, nampan plastik, semprotan, lakban, lem fox, kaleng bekas dan lain-lainnya. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method). Nilai penyusutan didapat dari selisih nilai harga barang yang baru dengan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis penggunaan barang tersebut. Setiap tahunnya rata-rata biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh peternak sebesar Rp. 2.285.688 (Tabel 2). Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk bibit adalah sebesar Rp. 30.833 dengan rata-rata jumlah bibit awal yang digunakan 900 ekor jangkrik dan satu ons telur jangkrik. Bagian terbesar dari biaya tetap yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk penyusutan kotak, sedangkan rata-rata biaya penyusutan bangunan tidak terlalu besar. Hal tersebut dikarenakan tidak semua peternak mempunyai bangunan khusus untuk tempat menyimpan kotaknya. Beberapa peternak menyimpan kotaknya didalam rumah mereka. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan kotak tidak banyak, kotak tersebut dapat disimpan dengan ditumpuk. Sehingga peternak tidak memerlukan bangunan khusus untuk menyimpan kotaknya dan tidak mengeluarkan biaya untuk membangun bangunan. Besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak jangkrik dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata biaya total usaha ternak jangkrik sebesar Rp. 23.900.730. Bagian terbesar dari biaya total tersebut berasal dari biaya variabel sebanyak 90,437%, sedangkan biaya tetap hanya sebesar 9,563%.
30
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Biaya dalam Usaha Ternak Jangkrik Skala 58 Kotak Jumlah Jumlah Uraian Persentase (%) (Rp/tahun) Biaya Variabel: Sayuran
17.400 Kg
3.925.000,000
16,422
Konsentrat
900 Kg
2.562.500,000
10,721
Tenaga kerja
881,96 HKP
14.600.000,000
61,086
Transportasi
140 L
275.000,000
1,150
Pasir
23 L
96.932,000
0,406
Saringan
2 unit
7.000,000
0,029
Kuas
1 unit
7.000,000
0,029
Oli bekas
2L
10.000,000
0,042
Karung
500 karung
96.210,000
0,403
Semprotan
1 unit
6.000,000
0,025
Kaleng bekas
8 unit
4.000,000
0,017
Formalin
16 ml
1.400,000
0,006
Kp
2 unit
9.000,000
0,038
Lem fox
1 unit
5.000,000
0,021
Lakban
2 unit
10.000,000
0,042
21.615.042,000
90,437
30.833,000
0,129
870.444,000
3,642
1.309.074,000
5,477
8.208,333
0,034
888,888
0,004
Perlengkapan:
Total Biaya Variabel (a) Biaya Tetap: Indukan (bibit)
900 ekor
Penyusutan bangunan
2 bangunan
Penyusutan kotak
58 kotak
Penyusutan peralatan: Nampan plastik
12 unit
Semprotan
2 unit
Kaleng bekas
10 unit
3.125,000
0,013
Lakban
11 rol
45.156,520
0,189
Lem fox
1 kg
2.222,222
0,009
31
Kuas
2 unit
2.888,833
0,012
Saringan
2 unit
972,222
0,004
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Biaya dalam Usaha Ternak Jangkrik Skala 58 Kotak (lanjutan) Uraian Jumlah Jumlah (Rp/tahun) Persentase (%) Sendok semen
1 unit
1.875,000
0,008
Oli bekas
1L
10.000,000
0,042
Total Biaya Tetap (b)
2.285.688,000
9,563
Total Biaya (a) + (b)
23.900.730,000
100,000
Pendapatan Usaha Ternak Jangkrik. Pendapatan usaha ternak jangkrik merupakan selisih antara penerimaan usaha ternak jangkrik dengan biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usaha ternak jangkrik tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 3, margin kotor dari usaha ternak jangkrik sebesar Rp.12.123.393/tahun. Rata-rata pendapatan bersih yang diterima oleh peternak setiap tahunnya sebesar Rp.9.837.705 dengan rata-rata skala usaha 58 kotak per peternak. Tabel 3. Rata-Rata Penerimaan, Biaya Variabel, Biaya Tetap, Biaya Total, Margin Kotor, Pendapatan Bersih dan R/C Ratio Peternak Jangkrik Per Tahun Uraian Jumlah A. Penerimaan (Rp) 33.738.435,000 B. Biaya variabel (Rp) C. Biaya tetap (Rp)
21.615.042,000 2.285.688,000
D. Total biaya (B+C) (Rp)
23.900.730,000
E. Marjin kotor (A-B) (Rp)
12.123.393,000
F. Pendapatan bersih (A-D) (Rp) G. R/C ratio
9.837.705,000 1,410
Nilai rata-rata R/C ratio usaha ternak jangkrik yang dijalankan adalah sebesar 1,410. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak jangkrik layak untuk dijalankan. Setiap rupiah yang diinvestasikan pada usaha ternak jangkrik akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,410.
32
Potensi Pasar Produk jangkrik yang banyak dijual di pasaran berupa clondo dan jangkrik dewasa. Clondo merupakan produk jangkrik yang paling laku di pasaran. Konsumen dari clondo yaitu para pemelihara burung berkicau untuk memenuhi kebutuhan pakan burungnya. Perkembangan produk jangkrik tidak hanya pada ternak itu saja tetapi juga pada pengolahan jangkrik. Jangkrik dapat diolah menjadi jamu (dalam bentuk kapsul), makanan ringan dan minyak jangkrik. Tabel 4. Data Penjualan Jangkrik Desember 2003-Mei 2005 (ekor/bulan) No. 1
Bulan Desember 2003
Penjualan Jangkrik (ekor/bulan) 412.300
2
Januari 2004
426.800
3
Februari 2004
439.300
4
Maret 2004
449.900
5
April 2004
451.900
6
Mei 2004
468.500
7
Juni 2004
476.600
8
Juli 2004
483.100
9
Agustus 2004
491.300
10
September 2004
498.600
11
Oktober 2004
500.600
12
November 2004
502.700
13
Desember 2004
508.800
14
Januari 2005
517.200
15
Februari 2005
525.300
16
Maret 2005
533.300
17
April 2005
536.300
18
Mei 2005
542.700
Tabel 4 memperlihatkan data penjualan jangkrik yang ada di pedagang dengan penjualan minimal dalam jumlah ratusan ekor. Total jumlah penjualan jangkrik mengalami peningkatan setiap bulannya. Rata-rata produksi peternak jangkrik sebesar 231.433 ekor/periode/peternak. Hal ini menunjukkan bahwa produksi peternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru belum dapat
33
memenuhi kebutuhan pedagang, sehingga peternak berpeluang untuk meningkatkan jumlah produksinya. Besarnya angka penjualan jangkrik tersebut juga menunjukkan bahwa usaha ternak jangkrik mempunyai potensi pasar yang besar, sehingga ada peluang untuk munculnya peternak jangkrik baru di Kelurahan Rangkapanjaya Baru. Untuk mengetahui potensi pasar dari ternak jangkrik dapat dilihat dari permintaan jangkrik setiap bulannya. Permintaan jangkrik berasal dari data penjualan jangkrik yang ada pada pedagang. Data yang ada tersebut dapat menggambarkan trend permintaan jangkrik kedepannya. Trend permintaan jangkrik didapat dengan menggunakan analisa trend atau deret waktu. Analisis tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS 11.0 for windows. Pola hubungan yang dicobakan ada tiga fungsi persamaan yaitu linear, kuadrat dan kubik. Hasil olahan data memperlihatkan pola yang cocok digunakan untuk menggambarkan peramalan jangkrik kedepan yaitu fungsi persamaan kubik. Hal tersebut berdasarkan hasil dari tes koeffisien penentu atau R2 tes. Tabel 5 memperlihatkan R2 yang diperoleh kubik lebih mendekati nilai satu. Artinya, variabel waktu mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan besarnya nilai peramalan untuk permintaan jangkrik. Tabel 5. Hasil Tes Koeffisien Penentu atau R2 Tes Fungsi Persamaan R2 Tes Linear
0,977
Kuadrat
0,991
Kubik
0,995
Persamaan regresi peramalan permintaan jangkrik yang didapat adalah: Y = 397.646,41 + 15.749,49X – 820,27X2 + 22,04X3 dimana: Y = Permintaan jangkrik (ekor/bulan) X = Waktu (bulan) Hasil dari perhitungan persamaan kubik dapat dilihat pada Tabel 6 yang memperlihatkan peramalan permintaan jangkrik 10 bulan ke depan. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa permintaan jangkrik mempunyai kecenderungan meningkat pada setiap bulannya. Hal tersebut menunjukkan usaha ternak jangkrik masih berpotensi untuk dilakukan, dengan demikian ternak jangkrik mempunyai potensi pasar yang besar.
34
Tabel 6. Peramalan Permintaan Jangkrik untuk 10 Bulan Kedepan (ekor/bulan) Bulan kePeramalan Permintaan Jangkrik (ekor/bulan) Juli 2005
551.907
Agustus 2005
560.808
September 2005
570.713
Oktober 2005
581.753
November 2005
594.062
Desember 2005
607.770
Januari 2006
623.012
Februari 2006
639.918
Maret 2006
658.621
April 2006
679.253
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara biologi jangkrik kalung berpotensi untuk dibudidayakan di Kelurahan Rangkapanjaya Baru dan dapat memberikan keuntungan karena siklus hidup yang relatif singkat dan laju pertumbuhan yang cepat kurang dari 70 hari. 2. Ketersediaan bibit dan pakan sayuran untuk jangkrik dapat diperoleh dengan mudah, bibit dapat diperoleh dari pembibitan dan alam, pakan berupa daun singkong dan daun pepaya banyak terdapat di sekitar lingkungan petani di Kelurahan Rangkapanjaya Baru. 3. Masyarakat di sekitar lingkungan usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru menerima keberadaan usaha ternak jangkrik. 4. Usaha ternak jangkrik di Kelurahan Rangkapanjaya Baru mempunyai potensi bisnis, dengan besar pendapatan Rp.9.837.705 per tahun dan R/C ratio 1,410. Permintaan terhadap jangkrik cenderung untuk meningkat setiap bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar untuk ternak jangkrik akan selalu ada. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, beberapa saran yang dapat diberikan adalah: 1. Strategi budidaya jangkrik disesuaikan dengan siklus biologinya agar panen dapat dilakukan secara kontinyu. 2. Memperkenalkan metode pendataan produksi jangkrik yang lebih praktis dan aplikatif kepada peternak. 3. Sosialisasi mengenai manfaat jangkrik sebagai bahan makanan alternatif manusia dan pakan ternak.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam dengan karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa memberikan nikmat dan curahan keagungan-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda tercinta Bangun Siregar dan Ibunda tercinta Yosita Harahap yang telah memberikan do’a dan kasih sayang serta dukungan moral, spiritual dan material. Juga, kepada Abang Hariman dan Kakak Mirna yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Ir Dwi Joko Setyono, MSi dan Ibu Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perhatiannya kepada Penulis sampai selesainya penyusunan skripi ini. Kepada Bapak Ir. Ujang Sehabudin sebagai pembimbing akademik dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MScAgr sebagai dosen penguji seminar, terima kasih atas saran dan masukkannya. Terima kasih kepada Bapak Ir. Zulfikar Moesa, MS dan Bapak Ir. Salundik, MS sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan banyak masukkan dan saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Dodi, Bu Cicih, Pak udin, Pak Tris, Pak Kamto, Mas Nana, Pak Rosid dan seluruh civitas akademik Fapet. Tidak lupa juga Penulis ucapkan terima kasih kepada para peternak (Pak Bambang, Pak Ahmad, Pak Toto, Pak Sanwani dan Pak Iman) atas informasi, bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Teman-temanku di pony tail khususnya Dini“uleut”, M’V3, Nenny, Septi dan Ayu (terima kasih atas kebersamaan dan suka dukanya selama 4 tahun), M’Intan, Uni, Erika, Asih, Gita&Desi, Opi, Suci, Santi, Yulis, M’Nazli, Popon, Ica, Ulfa & Uut. Terakhir Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di SEIP 38: Vera, Rani, Intan, Kiki, Geri, Yosi, Susi, Feri, Rina, Ika, Rini H, Rini K, Azwar, Eka, Buhe, Mila, Nuraini, Santi, Hilda, Eko, Rofik, Rudi, Ratih, Herwin, Puja, Sonya, Ratna, Sulis, Fauzan, Ardi, Joko, Frengki, Erli, Herli, Agnes, Siti, David, Bambang, Endah, Joy, Jurian, Sony. Bogor, Oktober 2005 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M. O., K. Kariyasa, N. Ilham, Saktyanu K.D., I. Sadikin. 1999. Prospek dan Kendala Agribisnis Sapi Potong di Indonesia Memasuki Era Globalisasi Ekonomi. Dinamika Inovasi Sosial dan Kelembagaan. Buku 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Agroindonesia. 2005. Budidaya jangkrik/cricket. http://www.agroindonesia.com. [12 Maret 2005]. Agroindonesia. 2004. Bisnis Jangkrik Layak Dilirik. Tabloid Mingguan, vol I No. 12, 24 Agustus 2004. Agustina, H. 2004. Prospek pengembangan peternakan ayam arab di Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, S. 1984. Teknik & Metoda Peramalan. Penerapannya Dalam Ekonomi dan Dunia Usaha. Edisi satu. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Edisi 2. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Borror, D. J., C. A. Triplehorn, N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Terjemahan: S. Partosoedjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hernanto, F., 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Karjono. 1999. Jangkrik Pilihan untuk Tangkaran. Trubus No. 355, Edisi Juni 1999. Tahun XXX. Jakarta. Kumala. L. 1999. Sukses Budidaya Jangkrik. Penerbit Arkola, Surabaya. Makeham, J. P. dan L. R. Malcolm. 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. LP3ES, Jakarta. Mulyono, S. 1991. Statistika Untuk Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Napitupulu, D. I. 2003. Komposisi asam amino tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada berbagai tingkat umur. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Novianti, J. 2003. Komposisi tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada suhu pengeringan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paimin, F. B., L. E. Pudjiastuti, Erniwati. 1999. Sukses Beternak Jangkrik. Penebar Swadaya, Jakarta. Paimin, F. B. 1999. Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Panut, I. 2003. Pengaruh pemberian pakan konsentrat dengan daun kangkung dan singkong terhadap produktivitas jangkrik kalung umur 60-90 hari. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pulungan, I. 1985. Perencanaan Pengembangan Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusparini, P. 2001. Pengaruh jenis jangkrik dan media tetas terhadap daya reproduksi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raharjo, A. 1999. Undang Rezeki Lewat Jangkrik. Trubus No. 354, Edisi Mei 1999. Tahun XXX. Jakarta. Setiawan, W. 2004. Penampilan jangkrik cliring (Gryllus mitratus) yang diberi pakan kombinasi konsentrat dengan daun singkong atau daun pepaya. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon, J. L. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta. Suara
Pembaruan. 2005. Beternak jangkrik, kenapa tidak?. http://www.suarapembaruan.com/News/2005/06/12. [3 Agustus 2005].
Syaiful. 2003. Komposisi asam lemak tepung jangkrik kalung (Gryllus mitratus) yang diberi pakan kombinasi konsentrat dengan daun singkong atau daun pepaya. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widyaningrum, P., A. M. Fuah, DTH Sihombing. 2000. Produktivitas dua jenis jangkrik lokal Gryllus testaceus Walk dan Gryllus mitratus Burn (Orthoptera: Gryllidae) yang dibudidayakan. J. Berita Biologi 5(2): 169-175. Widiyaningrum, P. 2001. Pengaruh padat penebaran dan jenis pakan terhadap produktivitas tiga spesies jangkrik lokal yang dibudidayakan. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rata-Rata Pendapatan yang diterima Peternak Jangkrik per Tahun Uraian
Nilai (Rp/tahun) Tunai
Tidak Tunai
Inventaris
Total
Penerimaan Penjualan jangkrik Total
33.738.435,00
33.738.435,00
33.738.435,00
33.738.435,00
Biaya variabel Sayuran Konsentrat
3.050.000,00
875.000,00
3.925.000,00
2.562.500,00
2.562.500,00
Tenaga kerja
12.400.000,00
2.200.000,00
14.600.000,00
Transportasi
275.000,00
Lain-lain
235.208,00
17.333,00
252.542,00
Total
18.522.708,00
3.092.333,00
21.615.042,00
Margin Kotor (a)
15.215.727,00 -3.092.333,00
12.123.393,00
275.000,00
Biaya Tetap (b) Indukan (bibit)
30.833,00
30.833,00
870.444,00
870.444,00
1.309.074,00
1.309.074,00
75.337,00
75.337,00
Pendapatan Bersih (a-b) 17.784.333,00 -3.092.333,00 -2.285.688,00
9.837.705,00
Penyusutan bangunan Penyusutan kotak Penyusutan peralatan
41
Lampiran 2. Biaya Tetap, Biaya Variabel, Total Biaya, Penerimaan, Margin Kotor, Pendapatan dan R/C Ratio Peternak Jangkrik (per Tahun) No Biaya Tetap Biaya Variabel Total Biaya Penerimaan Margin Kotor Pendapatan R/C 1
416.722,00
13.605.500,00
14.022.222,00
20.700.000,00
7.094.500,00
6.677.778,00
1,48
2
4.464.867,00
66.359.500,00
70.824.367,00
99.398.610,00
33.039.110,00
28.574.243,00
1,40
3
1.118.583,00
9.595.750,00
10.714.333,00
15.900.000,00
6.304.250,00
5.185.667,00
1,48
4
1.371.458,00
12.170.500,00
13.541.958,00
14.400.000,00
2.229.500,00
858.042,00
1,06
5
4.401.000,00
17.670.000,00
22.071.000,00
33.600.000,00
15.930.000,00
11.529.000,00
1,52
6
1.941.500,00
10.289.000,00
12.230.500,00
18.432.000,00
8.143.000,00
6.201.500,00
1,51
Total
13.714.130,00
129.690.250,00
143.404.380,00
202.430.610,00
72.740.360,00
59.026.230,00
8,46
Rata-rata
2.285.688,00
21.615.042,00
23.900.730,00
33.738.435,00
12.123.393,00
9.837.705,00
1,41
42
Lampiran 3. Skala Pemeliharaan Jangkrik Setiap Peternak Per Periode Skala Pemeliharaan (kotak) Responden Ke1 50 2
100
3
60
4
40
5
70
6
32
Lampiran 4. Produksi Jangkrik Peternak di Kelurahan Rangkapanjaya Baru (ekor) Produksi Jangkrik Produksi Jangkrik Responden Per Periode (ekor) Per Tahun (ekor) 1 120.000 720.000 2
475.000
4.275.000
3
200.000
600.000
4
160.000
960.000
5
280.000
1.680.000
6
153.600
921.600
1.388.600
9.156.600
Jumlah
43
Lampiran 5. Analisis Regresi Permintaan Jangkrik Dependent variable.. Y
Method.. LINEAR
Listwise Deletion of Missing Data Multiple R .98833 R Square .97680 Adjusted R Square .97535 Standard Error 6100.54234 Analysis of Variance: DF Sum of Squares
Mean Square
Regression 1 25073298575.9 25073298575.9 Residuals 16 595465868.6 37216616.8 F=
673.71246
Signif F = .0000
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable
B
SE B
Beta
T Sig T
Time 7193.808050 277.154258 .988333 25.956 .0000 (Constant) 418614.379085 3000.016145 139.537 .0000 Dependent variable.. Y
Method.. QUADRATI
Listwise Deletion of Missing Data Multiple R .99583 R Square .99168 Adjusted R Square .99058 Standard Error 3772.33739 Analysis of Variance: DF Sum of Squares
Mean Square
Regression 2 25455306503.3 12727653251.6 Residuals 15 213457941.2 14230529.4 F=
894.39071
Signif F = .0000
44
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable
B
SE B
Beta
T Sig T
Time 10846.504128 725.529975 1.490164 14.950 .0000 Time**2 -192.247162 37.105157 -.516447 -5.181 .0001 (Constant) 406438.725490 2993.966997 135.753 .0000 Dependent variable.. Y
Method.. CUBIC
Listwise Deletion of Missing Data Multiple R .99782 R Square .99564 Adjusted R Square .99471 Standard Error 2826.20401 Analysis of Variance: DF Sum of Squares
Mean Square
Regression 3 25556940436.9 Residuals 14 111824007.6 F=
1066.54845
8518980145.6 7987429.1
Signif F = .0000
-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable
B
SE B
Beta
T Sig T
Time 15749.489737 1478.076119 2.163769 10.655 .0000 Time**2 -820.270038 178.240694 -2.203547 -4.602 .0004 Time**3 22.035890 6.177528 1.046639 3.567 .0031 (Constant) 397646.405229 3332.672036 119.318 .0000
45
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian KUESIONER POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK JANGKRIK (Studi kasus di Rawadenok, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya Depok) Peternak Jangkrik A. Karakteristik Peternak 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Status dalam keluarga
:
4. Pendidikan terakhir
:
a. Tidak tamat SD
c. SLTP
e. Diploma D1/D3
b. Tamat SD
d. SLTA
f. Sarjana/Pascasarjana
5. Komposisi keluarga No.
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
B. Karakteristik Usahaternak 6. Apakah beternak jangkrik adalah pekerjaan utama anda? a. Ya
b. Tidak
7. Kalau tidak (dari pertanyaan no. 6), apakah pekerjaan utama anda? a. Petani
c. Buruh bangunan
e. PNS/TNI/Polri
b. Buruh tani
d. Pedagang
f. Lainnya…...
8. Kenapa (alasan) Bapak/Ibu beternak jangkrik? a. …………………………………………… b.
…………………………………………...
c. …………………………………………… 9. Sudah berapa lamakah anda beternak jangkrik?…………………………………...
46
10. Jenis jangkrik apa yang Bapak/Ibu pelihara? a. Gryllus testaceus (J. Cendawang)
c. Gryllus bimaculatus (J. Kalung)
b. Gryllus mitratus (J. Cliring)
d.
Lainnya……
11. Darimana mendapatkan induk jangkrik a. Alam
c. Beli dari peternak/pedagang
b. Beternak sendiri
d. Lainnya……….
12. Berapa rata-rata skala pemeliharaan jangkrik yang Bapak/Ibu miliki per periode?…………..kotak, mengapa?
Jelaskan.
……………………………………………………………………………………... 13. Apakah Bapak/Ibu melakukan jumlah pemeliharaan jangkrik berdasarkan jumlah jangkrik yang akan dibeli oleh pedagang/yang akan diminta?(ya/tidak)*. Jelaskan. …………………………………………………………………………………….. 14. Kematian jangkrik…………………..ekor/hari. 15. Penyebab kematian jangkrik a. ………………………………….. b. ………………………………….. c. ………………………………….. 16. Berapa
kali
Bapak/Ibu
melakukan
tahun?…………..kali, mengapa?
pemeliharaan
jangkrik
dalam satu
Jelaskan.
……………………………………………………………………………………... 17. Produk apa yang Bapak/Ibu jual? Jenis hasil yang akan dijual
Jumlah produksi
Satuan
Keterangan
Telur Clondo Induk Lainnya 18. Produk dijual kemana? a. Pedagang pengecer b. Pedagang pengumpul c. Konsumen langsung d. Lainnya…………
47
19. Wilayah sasaran penjualan? ……………………………………………………………………………………... 20. Bagaimana kesepakatan transaksi penjualan jangkrik? ………………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………………. 21. Bagaimana dengan sistem pembayarannya? ……………………………………………………
………………………………...
22. Modal berasal darimana? a. Sendiri
c. Pinjam ke Bank
b. Pinjaman keluarga
d. Lainnya…… C. Biaya
23. Investasi No
Jenis
Ada/
1.
Kotak indukan
2.
Kotak penetasan
Jumlah
Satuan
Harga/
Total
Umur
Keteran
Tida
satuan
nilai
ekonom
gan
k
(Rp)
(Rp)
is
telur 3.
Kotak pembesaran
4.
Media kain - kain popok - kain strimin
5.
Nampan plastik
6.
Semprotan
7.
Kaleng bekas
8.
Minyak tanah
9.
Pasir
10.
Tenaga
kerja
pembuat kotak 11.
Lainnya………
48
24. Biaya tetap No. 1.
Jenis
Nilai (Rp)
Keterangan
Penyusutan kotak
2.
Penyusutan peralatan
3.
Pemeliharaan kotak
+
peralatan 4.
Listrik
5.
Lainnya…
25. Biaya variabel No.
Keterangan
1.
Telur
2.
Indukan -
Ada/Tidak
Jumlah
Satuan
Harga
Induk
jantan -
Induk
betina 3.
Makanan - Sayuran - Konsentrat Vitamin
4.
Tenaga kerja
5.
Lainnya:
49
26. Biaya tenaga kerja Keterangan
Jumlah
Upah/bulan
Jam kerja/hari
Keluarga Luar keluarga 27. Apakah ada biaya transportasi? (Ya/Tidak)* 28. Biaya transportasi per hari: Rp. …………………. 29. Penerimaan No. I.
Keterangan
Jumlah
Satuan
Harga
Produk yang dijual: - Telur - Clondo - Induk - Lainnya………..
II.
Konsumsi sendiri: - Telur - Clondo - Induk - Lainnya………
Keterangan: * Coret yang tidak perlu.
50
KUESIONER POTENSI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK JANGKRIK (Studi kasus di Rawadenok, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya Depok) Masyarakat di Sekitar Peternakan Jangkrik I. Karakteristik Individu 1.
Nama
:
2.
Umur
:
3.
Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan
4.
Pendidikan terakhir
5.
a. Tidak tamat SD
d. SLTA/sederajat
b. Tamat SD
e. Diploma D1/D3
c. SLTP/sederajat
f. Sarjana/Pascasarjana
Pekerjaan a. Petani
d. PNS/TNI/Polri
b. Buruh tani
e. Karyawan swasta
c. Peternak
f. Lainnya….
II. Persepsi Masyarakat di Sekitar Peternakan Jangkrik 6. Apakah anda mengetahui keberadaan usaha ternak jangkrik di Rawadenok? a. Ya
b. Tidak
7. Bagaimana pendapat/tanggapan anda mengenai keberadaan usaha ternak jangkrik yang ada di Rawadenok? a. Sangat bagus
b. Cukup bagus
c. Kurang bagus
Alasan: ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 8.
Apakah anda mengetahui manfaat/kegunaan dari jangkrik? a. Ya
9.
b. Tidak
Jika ya (dari no. 8), sebutkan? ………………………………………………………………………………….
51
10. Apakah ada dampak lingkungan yang anda rasakan?( Ada/Tidak ada*). Jelaskan……………………………………………………………………….. 11. Menurut anda bagaimana menanggulangi hal tersebut? ………………………………………………………………………………… 12. Apakah anda merasa terlibat dalam usaha ternak jangkrik? a. Terlibat
b. Kurang terlibat
c. Tidak terlibat
Alasan: ………………………………………………………………………... 13. Apakah ada anggota keluarga Bapak/Ibu yang bekerja di usaha ternak jangkrik tersebut? ………………………………………………………………………………... 14. Apakah adanya usaha ternak jangkrik di Rawadenok mempengaruhi perekonomian Bapak/Ibu? (Ada/Tidak ada)*. Jelaskan …………………………………………………………………………………. 15. Apakah Bapak/Ibu tertarik untuk ikut beternak jangkrik? a. Sangat tertarik
b. Cukup tertarik
c. Kurang tertarik
16. Apakah Bapak/Ibu merasa terganggu dengan adanya usaha ternak jangkrik di Rawadenok? a. Sangat terganggu
b. Cukup terganggu c. Tidak terganggu
Alasan: ………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………. 17. Bagaimana menurut Bapak/Ibu prospek usaha ternak jangkrik ke depannya? a. Sangat bagus
b. Cukup bagus
c. Kurang bagus
18. Bagaimana menurut Bapak/Ibu terhadap pengembangan usaha ternak jangkrik di Rawadenok? a. Setuju
c. Netral
b. Agak setuju
d. Tidak
setuju
19. Apa harapan Bapak/Ibu dengan adanya usaha ternak jangkrik di Rawadenok? ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………
………
Keterangan: •
Coret yang tidak perlu
52
KUESIONER POTENSI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK JANGKRIK (Studi kasus di Rawadenok, kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kotamadya Depok) Pedagang Pelanggan Karakteristik Responden 1. Nama
:
2. Umur
: …………Tah
un
3. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan 4. Alamat
:
Potensi Pasar 5. Produk jangkrik apa yang Bapak/Ibu jual? a. Telur
c. Induk
b. Clondo
d. Lainnya…..
6. Produk jangkrik yang Bapak/Ibu jual untuk apa? a. Burung
b. Ikan (Arwana)
c. Lainnya…
7. Berapa kali intensitas pembelian jangkrik? ……………………………………………………………………………………… 8. Berapa banyak setiap pembelian jangkrik ke peternak? ……………………………………………………………………………………… 9. Dari mana Bapak/Ibu mendapatkan jangkrik? a. Peternak
c. Alam
b. Pedagang pengumpul
d. Lainnya…
10. Dari berapa peternak Bapak/Ibu mendapatkan jangkrik? ……………………………………………………………………………………… 11. Apakah ada tingkat kualitas tertentu? a. Ya
b. Tidak
Alasan: ……………………………………………………………………………. 12. Bagaimana kesepakatan transaksi dengan peternak jangkrik terjadi? ………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………
…………
53
13. Bagaimana sistem pengantaran jangkrik? ……………………………………………………………………………………… 14. Bagaimana sistem pembayaran dengan peternak jangkrik? a. Tunai
b. Kredit
c. Lainnya…
Alasan: …………………………………………………………………………….. 15. Apa yang mempengaruhi pembelian jangkrik? …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………………………………………………… 16. Produk jangkrik apa yang banyak diminta oleh pembeli/konsumen? a. Telur
c. Induk
b. Clondo
d. Lainnya…
17. Berapa penjualan jangkrik per harinya? ……………………………………………………………………………………… 18. Berapa minimum persediaan jangkrik yang harus ada setiap harinya? ……………………………………………………………………………………… 19. Apakah persediaan yang ada mencukupi permintaan setiap harinya? a. Sudah
b. Belum
20. Apakah pernah terjadi kekurangan persediaan? a. Pernah
b. Tidak pernah
21. Bagaimana mengatasinya? ………………………………………………………………………
………………
22. Berapa harga jangkrik yang Bapak/Ibu jual? ……………………………………………………………………………………… 23. Bagaimana sistem penjualan ke pembeli/konsumen? a. Tunai
b. Kredit
c. Lainnya….
24. Apakah ada pembeli/konsumen langganan? a. Ada
b. Tidak ada
25. Apakah pernah terjadi fluktuasi harga? Apa penyebabnya? ………………………………………………………………………………………
54
55