INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
35
POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DESA VOKASI (Studi pada Desa Vokasi Sojokerto Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo) Usman, Piji Pakarti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswanoro Semarang Jalan Nakula I No. 5 ‒ 11, Semarang 50131, Indonesia Email:
[email protected],
[email protected] Abstrak Program desa Vokasi dilatarbelakangi beberapa permasalahan di pedesaan, seperti: kurang berkembang akses masyarakat pedesaan pada sumber daya produktif, dan masih terbatasnya kapasitas kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal. Artikel ini memaparkan hasil studi identifikasi potensi wilayah desa vokasi Sojokerto Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo. Hasil studi menyimpulkan terdapat 4 usaha/industri kecil utama yang layak dikembangkan di Desa Vokasi Sojokerto yaitu Industri Konveksi, Industri Boga/Makanan Ringan, Usaha Penggemukan Ternak, dan Usaha Pertanian. Hasil analisis dengan analytical hierarchy process AHP menyimpulkan bahwa nilai ekonomi dan modal usaha menjadi kriteria terpenting untuk menentukan skala prioritas pengembangan industri kecil. Sementar itu, ketersediaan bahan baku dan penyerapan tenaga kerja belum menjadi perhatian utama karena tidak ada kendala selama ini. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa untuk usaha di luar usaha tradisional, industri/usaha konveksi menjadi prioritas utama untuk dikembangkan lebih lanjut di desa vokasi. 1 2Kata
Kunci: Potensi Industri Kecil, Desa Vokasi, AHP
1. Pendahuluan Meskipun skala produksi dan tingkat profit dari industri kecil dan menengah di Indonesia tidak sebesar industri besar/industri korporasi, tidak dapat dipungkiri bahwa industri kecil menengah memberikan peran besar terhadap perekonomian. Adanya krisis tahun 1996/1997 berdampak pada semua pelaku usaha, namun demikian terlihat bahwa industri kecil menengah lebih tangguh dalam menghadapi krisis. Hal ini berbeda dengan beberapa perusahaan dengan skala besar yang terbukti tidak mampu bertahan dalam menghadapi krisis. Seperti diungkapkan oleh Marpaung (2012), Usaha Kecil Menengah memiliki beberapa keunggulan dibanding usaha besar, di antaranya adalah: 1) Inovasi dalam dalam pengembangan produk, 2) Hubungan kemanusiaan yang akrab, 3) Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak, 4) Fleksibilitas atau kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat, dan 5) Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan. Dari pengalaman yang ada dapat dikatakan bahwa Usaha Kecil Menengah merupakan suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UKM merupakan salah satu sektor industri yang lebih tahan terhadap krisis, sehingga perlu diperhitungkan untuk dapat meningkatkan daya saing pasar dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada. Perkembangan indikator makro UKM tahun 2008 menurut Berita Resmi Statistik (2008) adalah sebagai berikut: 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2007 tumbuh mencapai 6,4% untuk UKM dan Usaha Besar (UB) tumbuh 6,2%. Dibandingkan tahun 2006 pertumbuhan PDB UKM hanya 5,7% dan PDB Usaha Besar hanya 5,2%. 2. Pada tahun 2007 kontribusi UKM pada PDB Indonesia mencapai Rp. 2.121,3 triliun atau 53,6 persen dari total PDB Indonesia. 3. Pertumbuhan PDB UKM tahun 2007 terjadi di semua sektor ekonomi. 4. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.
36
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
5. Hasil ekspor hasil produksi UKM selama tahun 2007 mencapai Rp. 142,8 triliun atau 20 persen terhadap total ekspor non migas nasional sebesar Rp. 713,4 triliun 6. Nilai investasi fisik UKM yang dinyatakan dengan angka Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada tahun 2007 mencapai Rp. 462,01 triliun atau 46,96 persen terhadap total PMTB Indonesia Selanjutnya Marpaung (2012) menyatakan bahwa meskipun UKM menjadi fokus perhatian dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Departemen Koperasi dan UKM, namun usaha pengembangan yang telah dilakukan hasilnya belum memuaskan. Pada kenyataaannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai usaha besar. Pemerintah dianggap masih lebih berpihak pada pengusaha besar hampir di semua sektor, antara lain perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri. Lebih jauh dikatakan bahwa peran UKM nampak belum begitu dirasakan, karena kekuatan bersaing yang masih lemah dengan produk-produk luar negeri dan masalah permodalan. Oleh karena itu peran pemerintah menjadi sangat dibutuhkan untuk mendorong pengembangan UKM ini. Dengan melihat paparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah sepatutnya UKM mendapatkan perhatian yang lebih besar baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat luas. Upaya pengembangan usaha kecil menengah sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah, termasuk dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta, seperti perbankan dan perusahaan swasta, namun hasilnya belum maksimal. Ke depan diharapkan perlu ada program-program yang lebih spesifik dan tepat sasaran. Untuk itu perlu dilakukan studi mendalam dan komprehensif tentang potensi yang ada di lapangan termasuk juga kendala-kendala yang ditemui oleh para pelaku UKM. Harapannya akan mampu mengeksplorasi potensi secara maksimal sekaligus mampu memberikan arah pengembangan yang jelas bagi UKM. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah memetakan wilayahnya menjadi daerah-daerah vokasi. Beberapa program telah dilaksanakan, di antaranya adalah yang mensinergikan kegiatan pengabdian masyarakat dengan kebijakan nasional Pendidikan Non Formal dan Informal, yaitu program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa vokasi provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari program ini adalah mengoptimalkan potensi desa dalam mewujudkan desa yang memiliki keunggulan komparatif yaitu desa berkembang, memiliki daya saing dan mandiri. Salah satu desa vokasi di Jawa Tengah adalah desa Sojokerto Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. Penduduk Sojokerto sebanyak 4141 jiwa, dan 687 jiwa di antaranya termasuk kategori miskin. Penduduk usia produktif di desa Sojokerto sebanyak 442 jiwa, dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani dan pengrajin industri rumah tangga. Desa Sojokerto telah memiliki Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terbagi menjadi kelompok konveksi, kelompok peternakan, kelompok perikanan, kelompok tata boga, dan kelompok simpan pinjam perempuan (STIE Bank BPD Jateng, 2013). Potensi lain yang dimiliki adalah desa ini telah memiliki perpustakaan desa. Perpustakaan Desa (Perpusdes) Gemilang Catur Sakti yang telah mendapat penghargaan sebagai juara dua Perpustakaan Desa Tingkat Nasional 2012. Bahkan perpustakaan ini juga sering sebagai tempat untuk studi banding bagi kelompok dari berbagai kelompok masyarakat. Dengan melihat potensi desa vokasi yang besar, namun pengembangan dan pemanfaatannya belum maksimal, maka perlu diambil langkah-langkah yang lebih fokus untuk mengembangkan desa ini sebagai satu asset daerah yang potensial. Salah satu yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan yang komprehensif tentang potensi yang dimiliki sehingga dapat menjadi landasan pengambilan keputusan tentang pengembangan program yang akan dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun pihak-pihak terkait lainnya. Penelitian tentang pengembangan industri atau usaha kecil dan menengah (IKM/UMKM) tentu sudah banyak dilakukan dengan beragam perspektif, beraneka ragam objek, dan dengan beraneka ragam pendekatan analisis. Sebagian peneliti, seperti Sukendar, dkk (2011) fokus pada identifikasi prioritas pengembangan IKM. Penelitian yang dilakukannya mengambil objek klaster industri mebel di Jepara Jawa Tengah. Sementara itu, Hamid dan Susilo (2011), lebih menekankan penelitiannya pada penyusunan strategi operasional untuk UMKM di Provinsi DIY. Penelitian lain terkait dengan pengembangan UMKM juga dilakukan oleh Rifa’i (2013). Penelitiannya fokus pada penilaian efektivitas pemberdayaan UMKM, dan lebih spesifik untuk Krupuk Ikan di Desa Kedungrejo, Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan, Bahrudin (2012), pada pengembangan model pengembangan UMKM, khususnya untuk mendukung program pemerintah One Vilage One Product (OVOP) dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Penelitian lain tentang pengembangan dan pemberdayaan IKM atau UMKM tidak hanya mengarah langsung pada IKM/UMKM sebagai objek individual. Beberapa penelitian lain menggunakan pendukung
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
37
klaster untuk pemberdayaan IKM ini. Seperti yang dilakukan oleh Lestari (2010) yang studinya membicarakan tentang penguatan IKM melalui platform klaster. Senada dengan Lestari, studi yang dilakukan oleh Purwaningsih dan Astuti (2008) juga fokus pada pengembangan IKM dengan pendekatan klaster industri, namun dikhususkan pada industri agro tempe dan kripik di Kota Malang. Dengan demikian studi terdahulu yang fokus pada pengembangan industri kecil dan menengah dengan objek desa vokasi belum banyak dilakukan, khususnya untuk identifikasi potensi industrinya dan penyusunan peta prioritas pengembangan.
2. Konsep Desa Vokasi Program desa Vokasi merupakan program dari Kementerian Pendidikan Nasional, yaitu Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal. Munculnya program ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang muncul di pedesaan, meliputi: (1) masih kurang berkembang dan terbatasnya akses masyarakat perdesaan pada sumber daya produktif, lahan, permodalan, infrastruktur, dan teknologi dan pelayanan publik/pasar; (2) masih terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman perdesaan; (3) masih terbatasnya kapasitas kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal dan kelembagaan sosial ekonomi; (4) masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan perdesaan yang mengakibatkan makin meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kesenjangan pelayanan infrastruktur antar wilayah. Program ini diharapkan dapat melahirkan wirausahawan baru yang dapat menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus mendukung pengembangan usaha ekonomi kreatif dan produktif di suatu desa yang dapat dijadikan sumber potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. Model pengembangan desa vokasi melalui pemberdayaan sentra vokasi berbasis potensi unggulan lokal ini diinspiratori oleh salah satu teori pemberdayaan: David C. Korten dan Sjahrir, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, (1988). Teori tersebut menyatakan: Segala aset sumberdaya yang terakumulasi digunakan untuk mencapai peningkatan produksi semaksimal mungkin. Oleh karena itu, David Korten memberinya atribut pendekatan pembangunan yang berpusat pada pertumbuhan. Model pembangunan ini memusatkan perhatian pada: Pertama, industri dan bukan pertanian, padahal mayoritas penduduk dunia memperoleh mata pencaharian mereka dari pertanian; Kedua, daerah perkotaan dan bukan daerah pedesaan, padahal mayoritas penduduk tinggal di daerah pedesaan; Ketiga, pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang luas, dengan akibat investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit dan bukannya yang banyak; Keempat, penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumberdaya modal yang optimal, dengan akibat sumberdaya modal dimanfaatkan sedangkan sumberdaya manusia tidak dimanfaatkan secara optimal; Kelima, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek tanpa pengelolaan untuk menopang dan memperbesar hasil-hasil sumberdaya ini, dengan menimbulkan kehancuran lingkungan dan pengurasan basis sumberdaya alami secara cepat; Keenam, efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang saling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional, dengan meninggalkan keanekaragaman dan daya adaptasi dari satuan-satuan skala kecil yang diorganisasi guna mencapai swadaya lokal. 2. Konsepsi Model Konsepsi Model desa vokasi ini didasarkan pada pedoman desa vokasi yang berbunyi: “Desa vokasi adalah suatu wilayah pedesaan yang menyelenggarakan jenis pendidikan keterampilan atau memiliki potensi untuk diselenggarakan pendidikan ketrampilan yang terintegrasi dengan proses produksi, pemasaran produk, jasa atau karya yang berbasis pada potensi unggulan desa, dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai laboratorium sosial, tempat uji coba, magang dan atau pengembangan produk, jasa atau karya bagi masyarakat. Prototype model pengembangan desa vokasi melalui pemberdayaan sentra vokasi berbasis pada potensi unggulan lokal adalah seperti Gambar 1. 1. Garis tebal hitam merupakan kebijakan pemeritah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui program kewirausahaan berbasis pada potensi unggulan lokal. Oleh karena itu, pemerintah menunjuk pihak-pihak yang terkait untuk melakukan studi eksplorasi vokasi berbasis pada potensi unggulan lokal.
38
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
Gambar 1: Prototype Desa Vokasi (sumber: Korten dan Sjahrir, 1988) 2. FGD (Focus Group Discussion). Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah diskusi terfokus pada sumber vokasi yang berbasis pada potensi unggulan lokal. Dikusi ini dilakukan dengan melibatkan aparat desa dan tokoh masyarakat (tomas), hasil yang diharapkan dari FGD ini adalah terpilihlah sentra-sentra vokasi dan pengurus desa vokasi. 3. SV (Sentra Vokasi) adalah kelompok kegiatan ketrampilan yang berbasis dari potensi unggulan lokal desa yang dibentuk oleh pengurus desa vokasi secara mufakat dan demokrasi. Setelah itu dilakukan orientasi dan diklat penumbuhan dan penguatan sentra vokasi. Adapun materi orientasi dan diklat adalah: (1). Dinamika Sentra; (2). Membangun Kewirausahaan; (3). Pengelolaan Keuangan Sentra; (4). Penjelasan Teknis Pembelajaran Vokasi. 4. PV (Pembelajaran Vokasi) adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dimasing-masing kelompok vokasi (ketrampilan). Prosentase PV adalah 20% teori dan 80 % praktek. Kegiatan PV ini menghadirkan nara sumber teknis (NST) ahli dalam vokasi sentra. Selama proses PV didampingi oleh pengurus desa vokasi dan pihak-pihak terkait dalam pemberdayaan desa vokasi sampai proses pengembangan, pelayanan, pemeliharaan dan inovasi desa vokasi berbasis pada potensi unggulan desa. Model pengembangan desa vokasi melalui pemberdayaan sentra vokasi berbasis pada potensi unggulan lokal ini adalah salah satu alternatif untuk memberikan rujukan/contoh untuk membembentuk desa vokasi berbasis pada potensi unggulan desa. Keunggulan model ini antara lain: 1. Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa 2. Jenis vokasi tadak harus sama dengan desa lain; (yang terpenting berbasis pada potensi unggulan desa yang dikembangkan). 3. Melibatkan sumberdaya desa yang ada 4. Dapat berkembang sesuai dengan sumber daya desa yang dikembangkan. 5. Membangun kewirausahan baru desa dan mengurangai pengangguran.
3. Metode Penelitian Pada penelitian ini sebagai unit analisis adalah para pelaku usaha kecil dan mikro di desa vokasi. Dipilihnya para para pelaku usaha ini ini karena mereka merepresentasikan grup yang terbesar dibandingkan stakeholder lainnya, dan evaluasi teragregasi mengenai penilaian para pelaku usaha ini secara individual membentuk gambaran yang cukup komprehensif mengenai potensi pengembangan industri kecil desa vokasi tersebut. Studi ini dilakukan melalui wawancara mendalam ( indepth interview) dengan orang-orang kunci (key person) di desa vokasi meliputi aparat desa vokasi, ketua pokja desa vokasi, ketua kelompok tani, dan para pelaku usaha. Selain itu juga dilakukan survey untuk keperluan penilaian (assessment) terhadap alternatif-alternatif yang tersedia berdasarkan kriteria-kriteria dan sejumlah sub kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan menggunakan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). a. Desa Vokasi Sojokerto Awalnya desa vokasi dicanangkan pada tahun 2009 oleh Gubernur Jateng bekerjasama dengan Dinas Pendidikan pada jalur pendidikan non formal. Penetapan desa vokasi bertujuan untuk menggali potensi sumber daya manusia dan sumber alam yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran dari desa vokasi ini adalah masyarakat usia produktif, sehingga nantinya menjadi
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
39
sumber daya yang terampil, mandiri dan mampu berwirausaha. Lembaga pemerintah yang terkait dengan program desa vokasi adalah Dinas Pendidikan, Disperindag koperasi, dan Barper Masdes. Keberadaan PKBM di desa vokasi Sojokerto dirasakan sangat membantu masyarakat, khususnya perannya di bidang pendidikan dan juga kegiatan perekonomian masyarakat. Di sisi lain keberadaan PKBM juga menjadi mitra bagi kelompok tani (Gapoktan) yang ada di masyarakat. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah (desa/kecamatan/kabupaten) dalam pengelolaan PKBM adalah berupa sarana prasarana maupun anggaran operasional yang bersumber dari dana Bansos. Kelompok usaha dibawah koordinasi PKBM Catur Sakti meliputi kelompok usaha konveksi, peternakan, boga dan outlet. Saat ini kelompok usaha yang berkembang baik adalah konveksi dan peternakan, sedangkan usaha boga masih berjalan kurang baik. Pembentukan sebuah kelompok usaha merupakan kewenangan dari Ketua PKBM dan kepala desa. Kendala utama yang saat ini dihadapi dalam pengelolaan PKBM adalah keterbatasan sumber daya manusia. Disadari bahwa kelemahan ini berdampak pada belum maksimalnya pemanfaatan potensi sumber daya yang ada di desa Sojokerto. Sebenarnya masih banyak potensi yang bisa dikembangkan, diantaranya adalah kelompok usaha peternakan dan pertanian. Masih tingginya impor Indonesia terhadap barang-barang terkait bidang peternakan dan pertanian menunjukkan bahwa bidang ini sebenarnya masih memiliki prospek di masa depan. Keberadaan PKBM Catur Sakti di desa vokasi Sojokerto mendapatkan dukungan masyarakat. Bentuk dukungan yang diberikan meliputi moril dan materiil. Bahkan sampai saat ini dampak keberadaan PKBM dapat dirasakan masyarakat secara langsung, diantaranya adalah mengurangi pengangguran karena mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan juga menyediakan dukungan pendidikan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Kelompok usaha konveksi di desa vokasi Sojokerto mulai dirintis pada akhir tahun 2010. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan produksi konveksi, pemasaran, dan pengelolaan organisasi. Kegiatan evaluasi juga secara rutin dilakukan melalui pertemuan triwulanan. Saat ini jumlah anggota kelompok usaha konveksi ini ada 20 orang, dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kelompok usaha sebanyak 15 orang, dan rata-rata omzet per bulan Rp. 37.500.000. Jenis pakaian yang saat ini diproduksi adalah seragam wajib, seragam identitas, seragam muslim dan seragam olah raga untuk PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA. Bahan baku diperoleh dari Solo, Purwokerto dan Wonosobo. Usaha boga di desa vokasi mulai dirintis pada 10 Desember 2010. Kegiatan rutin yang dilakukan meliputi kegiatan produksi, pengemasan dan pemasaran. Anggota kelompok usaha boga adalah anggota PKK yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Jumlah anggota saat ini ada 11 orang termasuk pembina. Saat ini rata-rata omzet perbulan adalah Rp. 250.000,- Jenis makanan yang dihasilkan meliputi criping pisang, kembang goyang, stik, sagon kering dan peyek. Bahan baku untuk pembuatan produk berasal dari desa setempat atau daerah sekitar. Harga bahan baku yang tidak stabil mempengaruhi biaya produksi, bahkan juga terjadi kelangkaan bahan baku terutama di musim kemarau. Adanya produk retur juga menjadi kendala karena modal tidak kembali. Kendala lainnya adalah transportasi untuk pemasaran. Usaha peternakan di desa vokasi Sojokerto mulai dirintis tahun 2010. Jumlah anggota saat ini ada 18 orang dengan tenaga kerja sebanyak 3 (tiga) orang, dan rata-rata pendapatan per bulan Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah). Jenis usaha peternakan yang dilakukan adalah penggemukan sapi potong. Pemasokan bibit berasal dari luar kota, yaitu Ambarawa dan Jepara. Kendala utama yang saat ini dihadapi adalah mahalnya bibit, sedangkan untuk ketersediaan pakan ternak tidak ada kendala (ketersediaan cukup). Nama kelompok tani untuk usaha peternakan ini adalah “Tri Daya” yang mulai dirintis pada 12 Juni 2010. Jumlah anggota kelompok tani ada 35 orang. Saat ini ada banyak petani penggarap. Jenis usaha pertanian yang dilakukan meliputi tanam padi, cabai dan jagung. Pemasok bibit adalah Dinas pertanian kecamatan dan toko pertanian di Wonosobo. Kendala yang saat ini dihadapi adalah bibit tidak sesuai dengan daerah geografis, selain itu pupuk pertanian mahal. Sedangkan untuk perawatan tanaman pertanian kendala yang saat ini dihadapi adalah upah buruh mahal, dan sulit mencari tenaga buruh. Profil pengelolan kelompok usaha sebagian besar (60%) didomonasi oleh lulusan SMA/sederajat. Semua pengelola kelompok usaha juga telah memiliki pekerjaan/profesi pokok, dengan demikian pekerjaan pengelolaan kelompok usaha merupakan usaha sambilan. Sisi positifnya adalah semua pengelola telah mengikuti pelatihan terkait bidang usaha yang dikelolanya, dan mereka semua juga aktivis organisasi. Dengan demikian penggalian ide dan kreativitas termasuk kemampuan memecahkan masalah telah terasah dengan lebih baik.
40
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
b. Pemodelan Keputusan Analisis untuk pemetaan potensi potensi pengembangan industri kecil di desa vokasi akan dilakukan dengan pendekatan pengambilan keputusan multi kriteria ( multi criteria decision making/MCDM). MCDM merupakan disiplin yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan yang sedang dihadapkan pada sejumlah banyak evaluasi yang bertentangan. Dengan MCDM akan diarahkan pada penyelesaian yang kompromis melalui proses yang terbuka. Model keputusan berupa struktur berjenjang yang terdiri dari 3 level. Level pertama adalah tujuan utama, yaitu penetapan industri kecil potensial yang akan dikembangkan di desa vokasi. Level kedua adalah penetapan kriteria-kriteria yang diperlukan untuk memenuhi tujuan. Level ketiga adalah penetapan alternatif-alternatif industri kecil yang akan dikembangkan di desa vokasi. Dari hasil survey awal yang dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan orang-orang kunci, yaitu para pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), telah dirumuskan 4 kriteria untuk penetapan industri kecil yang berpotensi dikembangkan lebih lanjut di Desa Vokasi Sojokerto. Keempat kriteria tersebut adalah: a) Modal Usaha Adalah pertimbangan atas tingkat kemudahan terpenuhinya modal usaha bagi para pelaku usaha untuk menjalankan usaha tertentu di Desa Vokasi Sojokerto. Tingkat kemudahan ini baik diukur dari sisi besarnya modal maupun kemudahan akses permodalan untuk usaha tertentu tersebut. b) Ketersediaan Bahan Baku/Daya Dukung Lahan. Ketersediaan Bahan Baku adalah pertimbangan atas tingkat kemudahan dalam memperoleh bahan baku produksi untuk jenis usaha yang menggunakan proses manufaktur. Untuk usaha pertanian, yang termasuk sebagai kriteria ketersediaan bahan baku/daya dukung lahan adalah: kemudahan memperoleh bibit tanaman baik dari sisi harga maupun akses, dan daya dukung lahan pertanian, yaitu baik dari sisi ketersediaan lahan pertanian maupun tingkat kesesuaian lahan untuk jenis pertanian yang akan dikembangkan. Sementara itu untuk jenis usaha peternakan, di mana dalam hal ini lebih fokus pada usaha penggemukan ternak, kriteria ketersediaan bahan baku/daya dukung lahan adalah: tingkat kemudahan memperoleh pakan ternak baik dari sisi harga maupun kemudahan akses pengadaan pakan ternak, serta ketersediaan lahan untuk kebutuhan proses penggemukan. c) Nilai Ekonomi/Peluang Pasar Nilai Ekonomi/Peluang Pasar adalah pertimbangan atas besarnya manfaat ekonomi dari usaha yang dijalankan yang bisa dikonversi dengan tingkat keuntungan untuk setiap kesetaraan unit produk yang dihasilkan. Termasuk dalam kriteria ini adalah kemudahan atau peluang untuk mengakses pasar dan distribusi produk. d) Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha adalah pertimbangan atas besarnya dampak dari usaha yang akan dikembangkan terhadap penyerapan tenaga kerja, sekaligus dapat disetarakan dengan dampak pada tingkat pengurangan pengangguran. Kriteria ini juga mempertimbangkan besarnya peluang meningkatkan aktivitas kelompok usaha yang bersangkutan melalui peningkatan jumlah anggota kelompok usaha tersebut. Dari hasil survey awal juga telah ditetapkan 4 alternatif usaha/industri kecil yang berpotensi untuk dikembangkan di Desa Vokasi Sojokerto, yaitu: a) Usaha Konveksi Yaitu usaha pembuatan pakain jadi, meliputi pakaian seragam sekolah, busana muslim, pakaian seragam kantor, pakaian olah raga, dan lain-lain. b) Usaha Boga Yaitu usahan pembuatan makanan olahan dengan bahan dasar ha sil pertanian, seperti ceriping pisang, gula kelapa, carica, jahe, kembang goyang, peyek, dan lain-lain. c) Usaha Pertanian Yaitu usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura. d) Usaha Peternakan/Penggemukan Ternak Yaitu usaha penggemukan ternak potong, khususnya kambing dan sapi. c. Analisis Perbandingan Berpasangan Sebelum analisis perbandingan berpasangan dilakukan, masing-masing partisipan/penilai diberi bobot sesuai dengan perannya di desa vokasi sebagaimana Tabel 1.
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
41
Setelah penilaian individual dilakukan oleh masing-masing partisipan, selanjutnya analisis perbandingan dengan AHP dilakukan atas dasar nilai gabungan ( combined) yang dilakukan oleh seluruh partisipan dengan mempertimbangkan bobotnya masing-masing. No. 1. 2. 3. 4.
Tabel 1 Pembobotan Partisipan Posisi di Desa Vokasi Ketua PKBM Perangkat Desa Ketua Kelompok Usaha Masyarakat Umum
Bobot 4 3 2 1
Perbandingan berpasangan antar keempat kriteria yang telah ditetapkan memberikan rasio inkonsistensi untuk masing-masing responden/partisipan yang cukup besar (tidak cukup baik), yaitu lebih besar dari 0,1. Sebelum hasil penilaian individual tersebut digabung untuk diperoleh hasil penilaian kombinasi (combined), maka partisipan yang mempunyai rasio inkonsistensi yang cukup besar (> 1,000) pada perbandingan kriteria ini tidak akan diikutsertakan dalam hasil kombinasi. Khusus patisipan kunci akan tetap disertakan dalam nilai gabungan meskipun rasio inkonsistensinya cukup besar. Matriks hasil kombinasi (gabungan) penilaian perbandingan antar kriteria dari seluruh partisipan terpilih terboboti adalah seperti Tabel 2 dengan rasio inkonsistensi 0,09. Tabel 2 Matriks Perbandingan Berpasangan Hasil Kombinasi Partisipan Diboboti
Dari matriks perbandingan berpasangan tersebut diperoleh prioritas kriteria sebagai berikut: a) Nilai Ekonomi/Peluang Pasar, dengan bobot kepentingan 41,6%. b) Modal Usaha, dengan bobot kepentingan 24,3%. c) Ketersediaan Bahan Baku/Daya Dukung Lahan, dengan bobot kepentingan 20,6%. d) Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha, dengan bobot kepentingan 13,6%. Dengan tetap mempertahankan partisipan beserta bobotnya, dilakukan perbandinga antar alternatif yang tersedia untuk masing-masing dari keempat kriteria. Berdasarkan hasil sintesis diperoleh hasil bahwa menurut kriteria Modal Usaha, maka Usaha Pertanian menempati prioritas utama (44,0%), kemudian disusul usaha konveksi (30,6%), Peternakan (15,0%), dan terakhir Usaha Boga (10,4%). Rasio inkonsistensi perbandingan berpasangan yang dilakukan cukup kecil, yaitu 0,04 (<0,10), sehingga dapat dikatakan konsistensi penilaian baik. Menurut kriteria Ketersediaan Bahan Baku/Daya Dukung Lahan, maka Usaha Pertanian menempati prioritas utama (39,6%), kemudian disusul usaha konveksi (25,1%), Peternakan (21,8%), dan terakhir Usaha Boga (13,5%). Rasio inkonsistensi perbandingan berpasangan yang dilakukan cukup kecil, yaitu 0,05 (<0,10), sehingga dapat dikatakan konsistensi penilaian baik. Menurut kriteria Nilai Ekonomi/Peluang Pasar, maka Usaha Pertanian menempati prioritas utama (36,4%), kemudian disusul usaha konveksi (28,4%), Peternakan (21,4%), dan terakhir Usaha Boga (13,8%). Rasio inkonsistensi perbandingan berpasangan yang dilakukan cukup kecil, yaitu 0,03 (<0,10), sehingga dapat dikatakan konsistensi penilaian baik. Menurut kriteria Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha, maka usaha Pertanian menempati prioritas utama (45,5%), kemudian disusul usaha konveksi (32,0%), Peternakan (13,1%), dan terakhir Usaha Boga (9,4%). Rasio inkonsistensi perbandingan berpasangan yang dilakukan cukup besar, yaitu 0,17 (>0,10), sehingga dapat dikatakan konsistensi penilaian kurang baik. Meskipun demikian hasil ini tetap dipertahankan selama penilaian akhir penetapan prioritas usaha/industri potensial di Desa Vokasi secara keseluruhan memberikan rasio konsistensi yang baik. d. Sintesis dan Analisis Sensitivitas Setelah dilakukan perbandingan berpasangan antar kriteria dan juga perbandingan berpasangan antar alternatif usaha/industri untuk masing-masing kriteria, selanjutnya dilakukan sintesis untuk memberikan hasil akhir berupa prioritas pengembangan usaha/industri kecil di Desa Vokasi Sojokerto. Hasil sintesis penetapan alternatif adalah seperti Gambar 2. Rasio inkonsistensi pada perbandingan berpasangan secara keseluruhan ini cukup kecil, yaitu hanya 0,07 (<0,10), sehingga dapat dikatakan konsistensi penilaian cukup baik. Dengan hasil ini maka
42
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
penetapan prioritas tersebut dapat dikatakan valid. Hasil akhir model keputusan adalah seperti Gambar 3.
Gambar 2: Hasil sintesis Industri Kecil Potensial di Desa Vokasi Sojokerto
Hirarki Level 1
24,3%
20,6%
13,6%
41,6%
Hirarki Level 2
Modal Usaha
Ketersediaan Bahan Baku / Daya Dukung Lahan
Nilai Ekonomi / Peluang Pasar
Penyerapan Tenaga Kerja/ Jumlah Anggota Kelompok Usaha
Hirarki Level 3
Usaha Konveksi
Usaha Boga
Usaha Peternakan
Usaha Pertanian
28,7%
12,3%
18,8%
40,1%
Gambar 3: Hasil sintesis Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui seberapa sensitif ranking prioritas alternatif usaha/industri kecil yang telah ditetapkan terhadap perubahan tingkat kepentingan kriteria. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah tingkat kepentingan masing-masing kriteria, dan selanjutnya dilihat apakah ada perubahan ranking prioritas alternatif secara signifikan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dari ranking prioritas alternatif ketika terjadi perubahan tingkat kepentingan untuk masing-masing kriteria yang ada, yaitu baik Modal Usaha, Ketersediaan Bahan Baku/Daya Dukung Lahan, Nilai Ekonomi/Peluang Pasar, maupun kriteria Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha. Dengan demikian ranking prioritas untuk keempat alternatif tersebut sangat robust.
4. Kesimpulan Aspek yang paling dipentingkan dalam menetapkan jenis usaha/industri terbaik adalah aspek nilai ekonomi atau peluang pasar. Aspek ini sekitar 2 kali lebih penting daripada aspek ketersediaan bahan baku atau daya dukung lahan, dan sekitar 3 kali lebih penting daripada aspek penyerapan tenaga kerja atau peningkatan jumlah anggota kelompok usaha. Mengenai alternatif terbaik, dapat disimpulkan bahwa baik dari sisi Modal Usaha saja, dari sisi Kesediaan Bahan Baku/Daya Dukung Lahan saja, dari sisi Nilai Ekonomi/Peluang Pasar saja, dari sisi Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha saja, maupun menurut seluruh kriteria tersebut, alternatif Usaha Pertanian merupakan pilihan terbaik, dan pilihan terbaik kedua adalah Usaha Konveksi. Prioritas untuk usaha pertanian sekitar 3 kali daripada usaha boga, dan sekitar 2 kali lebih baik daripada usaha peternakan. Sementara itu usaha konveksi sekitar 1½ kali lebih baik daripada usaha peternakan, dan sekitar 2,3 kali lebih baik daripada usaha boga. Dengan demikian Usaha Pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan dan hortikultura, yang merupakan usaha tradisional masyarakat Desa Sojokerto masih menjadi potensi utama dari segala segi. Oleh karenanya pembinaan untuk masyarakat Desa Sojokerto dalam rangka peningkatan kemampuan sumberdaya manusia oleh pihak-pihak terkait selayaknya lebih diarahkan pada kemampuan vokasi usaha pertanian. Untuk usaha di luar pertanian, maka pilihan pengembangan terbaik ada pada usaha konveksi. Agar dapat menjadi industri kecil yang berkembang dengan baik di Desa Sojokerto, maka pengelola PKBM diharapkan dapat memberi perhatian lebih pada jenis usaha ini agar dapat lebih berkontribusi maksimal untuk pengembangan desa vokasi. Hasil analisis sensitivitas menyimpulkan bahwa meskipun masing-masing alternatif usaha mempunyai tingkat kepentingan yang kurang lebih sama dalam hal modal usaha dan penyerapan tenaga kerja, namun Peternakan dan Usaha Usaha Boga selama ini cenderung mempunyai permasalahan untuk
INFOKAM Nomor I Th. XII/MARET/ 2016
43
aspek yang berhubungan dengan Modal Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja/Jumlah Anggota Kelompok Usaha. Hasil analisis sensitivitas juga menyimpulkan bahwa meskipun masing-masing alternatif usaha mempunyai tingkat kepentingan yang kurang lebih sama dalam hal ketersediaan bahan baku, namun Usaha Konveksi selama ini cenderung mempunyai permasalahan untuk aspek yang berhubungan dengan ketersediaan bahan baku. Hasil analisis sensitivitas juga menunjukkan bahwa alternatif usaha Pertanian selama ini mempunyai permasalahan untuk aspek yang berhubungan dengan Nilai Ekonomi/Peluang Pasar. Untuk studi selanjutnya agar dapat mengevaluasi langsung tingkat inkonsistensi penilaian pada saat penilaian (survey) dilakukan oleh partisipan. Selain itu juga dapat menggunakan sub kriteria, bahkan sub-sub kriteria untuk masing-masing kriteria dalam penetapan prioritas pengembangan usaha/industri kecil desa vokasi, dengan harapan agar evaluasi yang dilakukan dapat lebih komprehensif sekaligus mengurangi kemungkinan tingkat inkonsistensi dalam memberikan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA Badrudin, Rudy (2012), Model Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah dengan One Village One Product untuk Mengurangi Kemiskinan di Indonesia, Prosiding Pengentasan Kemiskinan Melalui UMKM: Komparasi Model Indonesia dan Malaysia, ISBN 978-602-901866-05, Desember 2012. BPS (2008), Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. XI, 30 Mei 2008 Hamid, Edy Suandi., Susilo, Y Sri (2011), Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 12, Nomor 1, Juni 2011, hlm.45-55. Hartati, Sri., Nugroho, Adi., (2012), Sistem pendukung keputusan berbasis AHP ( analytical hierarchy process) untuk penentuan kesesuaian penggunaan lahan (Studi Kasus: Kabupaten Semarang), Jurnal Teknologi Technoscientia (ISSN: 1979-8415), vol. 5 no. 1. Ishizaka, Alessio., Labib, Ashraf., (2009), Analytic Hierarchy Process and Expert Choice: Benefits and Limitations, ORInsight, 22(4), p. 201–220. Korten, David C., Sjahrir, Abadi, A. Setiawan, (1988), Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Rifa’i, Bachtiar., (2013), Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Krupuk Ikan dalam Program Pengembangan Labsite Pemberdayaan Masyarakat Desa Kedung Rejo Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Kebijakan dan Manajemen Publik, ISSN: 2303 – 341X, Vo. 1, No. 1, Januari 2013. Lestari, Etty Puji Lestari (2010), Penguatan Ekonomi Industri Kecil dan Menengah melalui Platform Klaster Industri, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 6, Nomor 2, September 2010, 146-157
Fundamental Of Decision Makingand Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process, University of Pittsburgh, RWS publication.
Saaty, T.L., (1994),
Purwaningsih, Isti., Astuti, Retno., (2008), Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah Dengan Pendekatan Klaster Industri (Studi Kasus Industri Tempe Dan Keripik Tempe Di Kota Malang), Jurnal Ilmu-ilmu Teknik (Enginering), ISSN: 1410-4121, Vol. 20, No. 2., Oktober 2008. STIE Bank BPD Jateng., (2013), Pemberdayaan Masyarakat Dan Pengembangan Potensi Lokal Desa Sojokerto Menuju Desa Mandiri (Laporan KKN Desa Vokasi, STIE Bank BPD Jateng, 2013). Suryadi, K. dan Ramdhani, M.A., (1998), Sistem Pendukung Keputusan, Bandung, PT. Remaja, Rosda Karya. Turban, E. and Aronson, J.E., (2005), Decision Support Systems And Intelligent Systems. 5 th Edition, Canada, Prentice-Hall International, Inc., 2005.