POTENSI DAERAH KECAMATAN SELUPU REJANG DALAM PENGEMBANGAN SAPI PERAH SEBAGAI PENGHASIL SUSU Ruswendi, Dedi Sugandi dan Jhon Firison Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
ABSTRAK Kajian potensi daerah kecamatan Selupu Rejang dalam pengembangan sapi perah sebagai penghasil susu, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis potensi dan peluang daerah sentra pengembangan sapi perah dalam menghasilkan susu bagi kecukupan akan konsumsi susu di Bengkulu. Pengkajian ini termasuk dalam kajian analisis potensi menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu survei dan desk study. Pengamatan potensi dan peluang pengembangan sapi perah bersumber dari data skunder dan data primer hasil survei pengisian kuesioner melalui metoda wawancara langsung dan diskusi terfokus terhadap 30 orang peternak sapi perah sebagai responden yang dipilih secara purposive dengan kriteria sudah memiliki pengalaman usaha minimal 2 tahun dan memiliki sapi perah laktasi. Data terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan persentasi tabel, untuk mendapatkan gambaran potensi peluang pengembangan sapi perah. Hasil studi menggambarkan bahwa kecamatan Selupu Rejang secara umum wilayahnya mempunyai topografi 85% memiliki kondisi berbukit dan bergelombang dengan ketinggian 840 – 1.400 m dpl, suhu ratarata mencapi 260C, luas wilayah secara keseluruhan ± 15.792 ha dan didominasi lahan tegalan ± 7.532,5 ha. Karakteristik peternak sapi perah memilik usia produktif dengan rerata umur 42 tahun, pendidikan 9 tahun, pengalaman usahaternak 6 tahun dan penguasaan sapi perah laktasi 2-3 ekor dan lahan usaha 1,43 ha yang diperuntukan untuk lahan; sawah 0,087 ha, tegalan 0,607 ha, perkebunan 0,183 ha serta 0,553 ha merupakan kebun rumput unggul untuk pengembangan kebutuhan hijauan pakan ternak sapi perah. Keragaan usahaternak sapi perah menggambarkan perkembangan populasi mencapai 2,33 ekor, kondisi reproduksi 1,66 (S/C) dengan penguasaan inovasi tatalaksana dan luas perkandangan, pola pemeliharaan, dan penanganan kesehatan sudah memenuhi kriteria teknologi anjuran. Namun produksi susu masih rendah 4 – 5 liter/ekor/hari jauh dibawah standar kelayakan, hal ini dipicu pola pemberian pakan dengan biaya minimal serta sebagian sapi laktasi tidak diperah terkendala dalam pemasaran susu. Pada hal dengan kondisi wilayah maupun potensi ketersediaan sumber pakan hijauan dan bahan pakan yang berlimpah memberikan potensi peningkatan produksi susu mencapai standar optimal yang layak. Kata kunci : potensi, daerah, sentra pengembangan, sapi perah, susu
PENDAHULUAN Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kesadaran masyarakat akan konsumsi susu untuk meningkatkan gizi menjadi salah satu faktor meningkatnya permintaan susu. Namun produksi susu dari peternak belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat dengan kondisi populasi pemeliharaan 2-3 ekor. Untuk memenuhi permintaan susu, maka pengembangan usaha sapi perah merupakan salah satu alternatif dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat termasuk Provinsi Bengkulu merupakan wilayah yang mempunyai potensi dan cocok untuk pengembangan sapi perah diluar pulau jawa. Sesuai dengan arahan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan untuk melakukan pengembangan usaha sapi perah di luar Pulau Jawa serta untuk memenuhi kebutuhan susu di Provinsi Bengkulu, maka pada tahun 2002 usaha peternakan sapi perah telah dikembangkan di Kabupaten Rejang Lebong dan merupakan sentra pengembangan sapi perah di Provinsi Bengkulu dengan populasi mencapai 254 ekor (BPS Provinsi Bengkulu, 2011). Dukungan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong pengembangan sapi perah perlu disiapkan, terutama untuk kandang dan lahan penanaman hijaun makanan ternak. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong telah menyiapkan lahan seluas 15.792 hektar di Kecamatan Selupu Rejang sebagai pusat pengembangan sapi perah (Suherman, 2012), termasuk bimbingan dalam budidaya sapi perah dan peningkatan pengawasan kesehatan ternak. Selain itu, juga perlu adanya dukungan dalam pengolahan hasil dan pemasaran susu sapi perah sebagai salah satu komoditas unggulan yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani asal susu.
Upaya pengembangan sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong ini juga sangat didukung oleh ketersediaan bahan pakan berlimpah serta sumberdaya petani setempat yang sebagian besar sudah memahami tehnik pemeliharaannya, seperti halnya Kecamatan Selupu Rejang. Namun produksi susu yang dihasilkan sapi perah masyarakat masih rendah dan belum optimal yang hanya 6 - 8 liter/ekor/hari jauh dari rata-rata produktivitas induk sapi laktasi di pulau jawa sudah mencapai 12-15 liter/ekor/hari. Menurut Talib et al., (2001) persentase terbesar kapasitas produksi susu sapi perah dalam negeri hanya menghasilkan susu sekitar 10 liter/ekor/hari dan umumnya pada peternakan rakyat masih jauh dibawahnya. Rendahnya produksi susu sapi perah juga akibat kurang terpenuhinya kebutuhan dan penyediaan pakan, pada hal disekitar lokasi usaha potensi limbah pertanian sebagai bahan baku pakan lokal belum termanfaatkan secara optimal dan masih terbuang atau dibakar dilahan usahatani. Untuk itu dilakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengetahui potensi daerah Kecamatan Selupu Rejang dalam pengembangan ternak sapi perah sebagai penghasil susu dan terpenuhinya kebutuhan pakan yang dapat memacu peningkatan produksi susu sapi yang dapat mendukung kecukupan nutrisi pangan asal protein hewani. BAHAN DAN METODA Pengkajian ini dilakukan diderah sentra pengembangan ternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong untuk tahun 2012 yang termasuk dalam kajian analisis studi potensi menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu survei dan desk study. Pengamatan potensi dan peluang pengembangan sapi perah bersumber dari data skunder (diperoleh dari dinas dan instansi terkait) dan data primer (diperoleh dari hasil survei pengisian kuesioner yang sudah ditetapkan), dilakukan melalui wawancara langsung, FGD dan pertemuan terhadap peternak sapi perah sebagai responden sebanyak 30 orang dan pihak terkait lainnya yang dipilih secara purposive berdasarkan sebaran peternak dengan kriteria sudah memiliki pengalaman usaha minimal 2 tahun dan memiliki sapi perah laktasi. Hasil akhir dari data terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Wilayah Kecamatan Selupu Rejang merupakan salah satu kecamatan berada dalam wilayah Kabupaten Rejang Lebong yang dijadikan sebagai sentra pengembangan ternak sapi perah di Provinsi Bengkulu. Secara umum topografi wilayahnya hampir 85 % memiliki kondisi berbukit dan bergelombang dengan ketinggian 840 – 1.400 m dpl, suhu rata-rata mencapi 260C dan jumlah hari hujan terbanyak 22 hari setiap dengan curah hujan rata-rata berkisar 264 mm dalam sebulan. Jarak tempuh Kecamatan ke Ibu kota Kabupaten 11 km dan ke Ibukota Provinsi 96 km. Secara administratif, letak Kecamatan Selupu Rejang berbatasan langsung sebelah Utara dengan Kabupaten Musi Rawas, sebelah Selatan dengan Kecamatan Bermani Ulu dan Sindang Kelingi, sebelah Barat dengan Kecamatan Curup dan sebelah Timur dengan Kecamatan Padang Ulak Tanding dan Sindang Kelingi. Luas wilayah Kecamatan Selupu Rejang secara keseluruhan ± 15.792 ha, digunakan untuk lahan sawah seluas ± 587,5 ha. lahan tegalan ± 7.532,5 ha., lahan Perkebunan ± 300 ha dan sisanya merupakan hutan lindung. Sebagian besar petani di Kecamatan Selupu Rejang merupakan petani dengan usahatani budidaya tanaman sayuran disamping tanaman pangan padi/palawija dan ternak sapi termasuk uasahaternak sapi perah. Karakteristik Peternak Sapi Perah Keragaman karakteristik peternak sapi perah di lokasi pengkajian relatif beragam, seirama dengan dengan profil responden yang dicirikan Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang sebagai daerah sentra pengembangan sapi perah di Provinsi Bengkulu. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Peubah Umur (tahun) Pendidikan (tingkat) Tanggungan keluarga (orang) Anggota keluarga terlibat berusahatani (orang) Pengalaman usaha sapi perah (tahun) Penguasaan/pemilikan sapi perah (ekor) Penguasaan/pemilikan lahan usahatani (ha)
Keragaman 23 - 61 6 -12 2-6 1-3 3 - 10 1-6 0,5 – 3,5
Rerata 42 9 4 2 6 2-3 1,43
Sumber : Data terolah.
Tabel 1. secara umum menggambarkan peternak sapi perah responden tergolong dalam usia produktif dengan rerata umur 42 tahun dan dapat diandalkan mengembangkan usaha dengan baik, karena rataan umur tersebut masih dibawah rataan umur tenaga kerja yang mendominasi sektor pertanian umumnya mencapai lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001). Usia produktif ini mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan pengembangan usahatani dengan baik, karena didukung latar belakang pendidikan formal mencapai rata-rata 9 tahun atau identik tamat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dengan usia pendidikan 9 tahun. Jumlah tanggungan keluarga peternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang berkisar 2 – 6 orang, dimana dominan memiliki tanggungan keluarga 4 orang. Umumnya peternak mengandalkan tenaga kerja keluarga menjalankan usahaternaknya, umumnya yang teribat 1 – 3 orang dan yang dominan anggota keluarga terlibat berusahatani 2 orang pada keragaman usia kerja >15 tahun dan pengalaman dalam memelihara sapi perah rata-rata 6 tahun atau diatas 3 tahun, namun penguasaan atau jumlah ternak sapi perah dipelihara hanya 2-3 ekor masih jauh dari kemampuan pelihara setiap rumah tangga peternak yang paling tidak 5-6 ekor sapi perah. Menurut Priyanti et al., (2009) bahwa usaha ternak sapi perah yang optimal akan dicapai apabila setiap keluarga memiliki sapi induk antara 5–6 ekor. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan produktivitas usaha perlu peningkatan skala usaha, sehingga dapat lebih memotivasi peternak dalam memelihara ternak sapi perah ini tidak lagi hanya dianggap sebagai usaha sampingan namun sudah harus beralih menjadi usaha pokok sebagai penopang peningkatan pendapatan utama keluarga. Penguasaan lahan usahatani rata-rata hanya 1,43 ha dengan perincian kepemilikan tanah sawah rata-rata 0,087 ha, tanah tegalan 0,607 ha dan tanah perkebunan 0,183 ha serta kebun rumput 0,553 ha/KK peternak. Sebagaimana usahatani di lahan kering dataran tinggi, pola tanam yang diterapkan umumnya tumpangsari dari berbagai jenis sayuran, seperti Wortel, kubis, cabai, tomat, buncis dan kol bunga serta tanaman pangan dan palawija yang diusahakan adalah jagung, padi dan ubi kayu. Keragaan Usahaternak Sapi Perah Hasil kajian berupa data terkumpul menunjukan bahwa keragaan usahaternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang, memperlhatkan populasi induk produktif yang dipelihara setiap peternak sercara umum hanya 2,33 ekor dengan kodisi reproduksi (S/C) 1,66 dan produksi susu hanya mencapai 4 – 5 liter/ekor/hari (Tabel 2). Secara umum kondisi ini cendrung lamban perkembangannya, karena populasi awal sapi perah berupa bantuan pemerintah 3 ekor induk siap produksi. Menurut Kusnadi dan Juarini (2007) peningkatan populasi sapi perah yang lamban menyebabkan pengembangan usahaternak sapi perah akan lamban dan juga berakibat kepada rendahnya peningkatan produksi susu Sedangkan dari manajemen pemeliharaan memperlihatkan keragaan dan tatalaksana perkandangan yang dimilki peternak cukup baik sesuai teknologi anjuran dengan kapasitas mencapai 10 ekor, sehingga sangat memungkin penambahan populasi ternak yang dipelihara sesuai keinginan peternak yang sanggup memelihara minimal 6 - 7 ekor/petrnak. Taryoto (1993) menekankan pentingnya memperhatikan manajemen pemeliharaan dalam rangka meningkatkan produksi susu, dimana manajemen usaha antara lain meliputi kegiatan pemberian pakan, kesehatan ternak, tatalaksana kandang, pengaturan IB dan kegiatan perawatan lainnya.
Tabel 2.
Keragaan usahaternak sapi perah pada sentra pengembangan Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.
No.
Peubah
1. 2. 3.
Perkembangan populasi induk laktasi (ekor) Kondisi reproduksi (IB per kelahiran atau S/C) Perkandangan (orang) - Luas kandang (m2) - Jarak kandang dari rumah (m) - Kapasitas kandang (ekor) - Kemiringan lantai kandang (-0) - Jarak kandang kesumber air (m) Pola pemeliharaan - Mandikan sapi (kali) - Tenaga kerja mandikan sapi (orang) - Waktu mandikan sapi (jam) - Pemerahan susu (kali) - Bersihkan kandang (kali) - Waktu pemberian pakan hijauan (kali) - Jumlah pemberian pakan hijauan (kg) - Tenaga kerja cari hijauan (orang) - Waktu cari pakan hijauan (jam) - Pemberian air minum (kali) - Kemampuan memelihara sapi laktasi (ekor) Produksi susu (liter/ekor/hari)) Pemberian obat cacing (kali) Jarak pemasaran hasil susu (km)
4.
5. 6. 7.
Keragaman
Keragaan
1-5 1-3
2,33 1,66
16 - 86 10 - 500 5 - 20 2-5 2 - 20 1-3 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 30 -50 1-2 1-2 2 4 - 10 3 - 10 1-3 0,2 - 6
30 - 35 20 - 50 10 3,33 10 2 1 1 1 1 1 2 40 1 2 2 6-7 4-5 2 1-3
Sumber : Data terolah.
Bila dilihat dari pola pemeliharaan umumnya peternak sudah memahami cara pemeliharaan yang baik, namun saat sekarang banyak yang melakukan dengan seaadanya seperti halnya memandikan sapi, memerah susu dan membersihkan kandang yang semestinya dilakukan 2 kali/hari hanya dilakukan 1 kali/hari. Hal ini memicu hasil perahan menjadi rendah, terimbas tidak adanya jaminan pemasaran susu dihasilkan peternak walaupun jarak dari lokasi ketempat pemasaran susu dapat dijangkau dengan mudah (1 - 3 km) dengan kondisi transportasi sangat lancar. Begitu juga pola, waktu dan jumlah pemberian pakan serta pemeliharaan kesehatan, para peternak sapi perah sudah melakukan menurut semestinya walaupun tanpa pemberian pakan tambahan yang sangat dibutuhkan sapi perah untuk berproduksi. Tidak diberikannya pakan tambahan ini bukannya peternak tidak memahami pentingnya pakan tambahan ini bagi ternak sapi perah, akan tetapi biaya yang dibutuhkan tidak mencukupi dari hasil susu yang sulit dalam pemasaran yang secara otomatis sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang rendah hanya 2 -5 liter/ekor/hari. Produksi susu yang rendah dipegaruhi oleh jumlah sapi laktasi dan pakan yang diberikan, jika pakan diberikan kualitasnya rendah maka kualitas susu juga rendah, harga susu juga rendah secara tidak langsung penerimaan peternakpun juga akan rendah, begitu pula sebaliknya. Budiarsana dan Juarini (2008) menyatakan bahwa tingkat produktivitas ternak akan menentukan jumlah penerimaan usahaternak. Potensi Daerah Penghasil Susu Sapi Berdasarkan keragaan usahaternak sapi perah dan kondisi wilayah Kecamatan Selupu Rejang yang berada pada ketinggian 840 – 1.400 m dpl dengan suhu rata-rata mencapi 260C dengan luas wilayah secara keseluruhan mencapai ± 15.792 ha dan sebagian besar masyarakat merupakan petani dengan usahatani budidaya tanaman sayuran disamping tanaman pangan padi/palawija serta kopi maupun ternak sapi termasuk uashaternak sapi perah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dapat menghasilkan susu yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk memperbaki dan memenuhi keculupan akan gizi. Dimana Menurut Tati Setiati (2008) susu sapi sebagai sumber protein herwani memeiliki nilai nutrisi yang sesifik dan sangat diperlukan bagi manusia, terutama
bagi generasi dalam usia pertumbuhan, disamping itu beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas sapi perah antara lain adalah musim, indeks suhu, kelembaban, ketersediaan pakan dan air. Bila dilhat dari sisi ketersediaan pakan, sepanjang tahun hampir tidak ada kesulitan pengadaan pakan karena daya dukung lahan kecamatan Selupu Rejang dapat menghasilkan sumber pakan berupa hijauan jerami (baik padi, jagung maupun kacang-kacangan) serta sayuran dan limbahnya yang tidak dikonsumsi manusia, kulit kopi dari hasil limbah tanaman kopi dan disamping itu juga ketersediaan rumput lapang cukup besar. Menurut Tati Setiati (2008) optimalisasi pemanfaatan hasil ikutan tanaman atau agroindustri akan dapat meningkatkan daya dukung wilayah terhadap peningkatan populasi sapi perah. Begitu juga bila dlihat dari karakteristik peternak, umumnya peternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang memiliki pengalaman beternak diatas 3 tahun serta dukungan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga juga berperan mendorong potensi pengembangan sapi perah dalam menghasikan susu. Menurut Lestariningsih dan Basuki (2008) bahwa pengalaman kerja dibidang peternak sapi perah secara langsung berpengaruh terhadap keterampilan dalam menangani usahaternak, termasuk dalam menangani kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan maupun produksi ternak berupa pemerahan serta penanganan hasil produksi. Pada umumnya semakin lama seseorang bekerja pada suatu jenis pekerjaan, akan semakin pandai mengalokasikan waktu kerjanya seefisien mungkin. KESIMPULAN Usaha ternak sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan, karena adanya dukungan potensi wilayah dan sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Antara lain berupa dukungan kondisi wilayah dengan agroklimat dan ketersediaan lahan yang cukup luas, keragaan karakteristik dan pengalaman usaha peternak serta keterampilan tenaga kerja keluarga yang terlibat dalam usaha, sumberdaya pertanian sebagai sumber bahan penyusun pakan tambahan berupa konsentrat serta hijauan pakan baik itu berupa rumput lapang maupun rumput unggul berkualitas yang sangat dibutuhkan ternak sapi perah untuk dapat berproduksi dan menghasikan susu sampai mencapai 10 – 12 liter/ekor/hari.
DAFTAR PUSTAKA BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka 2010. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Budiarsana, I.G.M. dan E. Juarini. 2008. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Sapi Perah Rakyat: Studi Kasus di Daerah Bogor dan Sukabumi. Ekuitas. Vol 12 (2): 503-506. Kusnadi, U dan E. Juarini, 2007. Optimalisasi Pendapatan Pemeliharaan Sapi Perah Dalam Upaya Peningkatan Produksi susu Nasional. WARTAZOA. Vol. 17, no.1 Tahun 2007. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Jakarta. Lestariningsih, M. dan Basuki, E. Y. 2008. Peran Serta Wanita Peternak Sapi Perah dalam Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga. Ekuitas. Vol 12 (1): 117-137. Priyanti, ,A., S. Nurtini dan A. Firman, 2009. Analisis ekonomi dan aspek sosial usaha sapi perah. Profil usaha peternakan sapi perah di Indonesia. (penyunting: K.,A., Santosa, K. Diwiyanto dan T. Toharmat). Puslitbangnak. Suharyanto, Destialisma dan I. A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Denpasar. Suherman, 2012. http://www.pelita.or.id/baca.phpid=63823 diakses pada tanggal 4 Janiuari 2012 jam 16.10. Bengkulu. Talib, C., A. Anggraeni, K. Diwyanto dan E. Kurniatin. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Sapi Perah Dibawah Manajemen Perusahaan Komersial Gakuryoko. Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol; VII:1; 81-87. Persatuan Alumni Studi Jepang. Bogor. Taryoto, A. 1993 . Analisis Perbandingan Kelembagaan Pada Usahatani Sapi Perah di Jawa Barat dan Jawa Timur. PSAE-Balitbang Pertanian. Bogor. Tati Setiati. 2008. Revitalisasi Agribisnis Sapi Perah yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan. Prosd. Prospek Industri sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Pusat Peneltian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbangan Indonesia. Bogor. HASIL DISKUSI Tanya : Produksi susu yang dihasilkan rendah, kontradiktif dengan potensi dan peluang daerah Selupu Rejang sebagai penghasil susu ? Sulit pemasaran susu yang dihasikan juga merupakan kontradiktif dengan potensi dan peluang daerah Selupu Rejang sebagai penghasil susu ? Apa saja kendala yang dihadapi dalam pengembangan sapi perah oleh peternak Jawab : Dengan data dan gambaran hasil pengkajian yang menyimpulkan potensi daerah Kecamatan Selupu rejang sebagai pengembangan sapi perah penghasil susu, maka data produksi dan pemasaran yang dikatakan kotrakdiktif dapat dijadikan sebagai acuan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan sapi perah melalui dukungan sarana penunjang produksi (pakan dan permodalan) serta pemasaran susu serta produk olahannya (mobil dan cool unit) disamping dukungan dana program minum susu bagi anak sekolah). Sekaligus dapat mengatasi kendala yang selama ini bagi peternak sapi perah sulit dalam pemasaran susu sebagai pemicu produksi susu rendah, akibat kekurangan biaya pakan yang tidak terdukung dari pemasaran hasil susu. Apabila pakan yang diberikan cukup, maka peternak yakin produksi susunya bisa mencapai 12 liter/ekor/hari apabila susu yang dihasilkan habis diserap pasar atau konsumen.