Jurnal Ultima Humaniora, September 2013, hal 28-39 ISSN 2302-5719
Vol. I, Nomor 2
Posfenomenologi Ruangcyber:
Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi BUDI HARTANTO
Alumnus STF Driyarkara; Pengarang buku Dunia Pasca-Manusia. Menjelajahi Tema-Tema Kontemporer Filsafat Teknologi (2013) Surel:
[email protected] Diterima: 13 Agustus 2013 Disetujui: 27 Agustus 2013
ABSTRACT This article discusses cyberspace as postphenomenological reality. The internet and virtual technologies are described in the perspective of postphenomenology and Don Ihde’s philosophical concept of multistability in cyberspace. I use postphenomenology of cyberspace to explain existential human relation to cyber world through medium of internet technology. From the idea of multistability in cyberspace I will highlight the significance of visual reality which presents in internet. I have concluded that visually constructed reality is a mainstream to understand postphenomenological dimension of cyberspace. Moreover, in this article I explore concept of cyberspace in the study of anthropology. Discourse of cyberspace in anthropology is more empirical where it discusses not limited to philosophy of technological space, but social and cultural phenomena of human relation to new technological artefacts particularly information technology. The anthropology of cyberspace that I explore here are about cyberculture (Arturo Escobar), cyborgs in cyberspace (David Hakken), and virtual community. Keywords: Multistability, Visuality, Postphenomenology of cyberspace, Phenomenology of instrumentation, Cyberculture
teraksi yang lebih mendasar seperti silaturahmi kekeluargaan dan pertemanan. Dinamika kehidupan sosial melalui mediasi Berdasar data penelitian Bank Dunia teknologi internet telah mencipta cakrawa(2011) pengguna internet berjumlah 32,8 la baru tentang keberadaan dunia virtual. % dari jumlah penduduk dunia atau berBerbagai aktivitas kehidupan sosial yang jumlah 2,2 mililar (www.wordbank.org). sebelumnya mensyaratkan aktivitas keber- Sedangkan di Indonesia, dengan mengacu tubuhan tergantikan oleh aktivitas dalam data dari Kementerian Komunikasi dan ruang yang diistilahkan dengan ruangcy- Informatika (2012), 23% dari jumlah penber ini; dari kegiatan ekonomi, transfer dan duduk atau berjumlah 55 juta orang. Pengdiseminasi pengetahuan, sampai moda in- guna Facebook berjumlah 43,06 juta orang, PENDAHULUAN
03-BUDI HARTANTO.indd 137
10/30/2013 7:35:30 AM
138
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
Vol I, 2013
Twitter 19,5 juta orang. Berarti lebih dari 1/4 jumlah penduduk Indonesia beraktifitas dalam internet. Sebuah fenomena yang tentunya menarik untuk kita refleksikan. Dalam tulisan ini saya akan membahas ruangcyber dalam perspektif posfenomenologi dan antropologi untuk merefleksikan dimensi filosofis kehidupan virtual. Posfenomenologi adalah pemikiran Don Ihde seorang filsuf teknologi kontemporer yang menjelaskan secara lebih luas pemikiran fenomenologi pasca-Husserl yakni Martin Heidegger, Paul Ricoeur, dan Maurice Merleau-Ponty. Dalam posfenomenologi dijelaskan bahwa intensionalitas tidak terbatas pada kesadaran yang bersifat persepsional dalam relasinya dengan dunia seperti filsafat Husserl, melainkan yang utama tubuh dalam relasinya dengan dunia sosial dan kultural. Don Ihde mengatakan bahwa posfenomenologi selalu berpijak dari materialitas tubuh yang terhubung dengan materialitas-materialitas lainnya atau secara lebih spesifik artefak teknologi. Kesadaran sebagaimana dijelaskannya telah menubuh dengan dunia. Menurutnya “Intentionality, now not ‘consciousness per se’ but embodied, includes material technologies in various positions as I relate to a or any ‘world’“ (Ihde, 2003: 15). Pembahasan diawali dengan menerangkan posfenomenologi ruangcyber dengan mengacu pada pemikiran Don Ihde. Setelah itu saya akan menerangkan konsep ruangcyber dalam ilmu antropologi yang meliputi pemikiran antropologi Arturo Escobar tentang ruangcyber dalam kaitannya dengan kebudayaan teknologi (cyberculture), cyborgs@cyberspace-nya David Hakken, dan komunitas virtual.
pragmatis manusia dan dunia internet. Konsep ini dielaborasi dari filsafat Don Ihde tentang fenomenologi instrumentasi dan multistabilitas dalam ruangcyber. Sebuah pemikiran tentang bagaimana kita memahami internet sebagai instrumen yang memediasikan manusia dan dunia global. Internet menghadirkan realitas sesungguhnya secara reduktif dalam ruang layar dalam bentuk hiperteks dengan mediasi teknologi virtual. Setiap entitas informatif dalam ruang teknologis internet merepresentasikan keberadaan dunia tubuh (world of bodies) baik itu manusia sebagai tubuh atau pun realitas sesungguhnya. Media sosial seperti Skype, Facebook, dan Twitter, misalnya, adalah ruang sosial teknologis yang berada dalam dimensi posfenomenologis ruangcyber. Moda interaksi sosial tereduksi dan pada saat yang sama meluas melampaui kapasitas ruang kebertubuhan. Tubuh dikonstitusikan ke dalam eksemplar program, identitas terkonstruksi dalam wujud hiperteks. Atau dalam format telepresence dimana tubuh hadir secara audio-visual-kinestetis dalam ruang layar. Media sosial yang mewujud dalam bentuk hiperteks menjadi medium tubuh-tubuh yang terkoneksi secara global. Dengan posfenomenologi ruangcyber kita pahami bahwa instrumen mencipta ruang dan menghadirkan realitas sesungguhnya dengan mediasi internet. Oleh ka renanya ia tidak terbatas pada interaksi sosial yang kemudian mencipta dunia secara sosiologis dan antropologis seperti dalam Facebook atau Twitter, melainkan yang utama adalah relasi berjarak antara manusia dan dunia yang dimediasi oleh teknologi virtual. Dunia yang dihadirkan oleh instrumen yang terkoneksi ke dalam internet dapat dipahami sebagai ekstensi pengalaman Posfenomenologi Ruangcyber kebertubuhan yang bersifat global. Ketika Posfenomenologi ruangcyber merupakan sebuah instrumen atau mesin terintegrasi konsep filosofis untuk menjelaskan relasi dengan internet kita dapat mengaksesnya
03-BUDI HARTANTO.indd 138
10/30/2013 7:35:30 AM
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
tanpa adanya relasi kebertubuhan dengan instrumen tersebut. Dengan internet dunia terfragmentasi dan terdomestikasi melampaui pemahaman kita tentang ruang dan waktu sesungguhnya. Bila dalam fenomenologi instrumentasi relasi tubuh dan instrumen mewujud secara intensional dan tersituasikan, yaitu ketika tubuh, instrumen, dan dunia mencipta pengalaman eksistensial relasional fenomenologis seperti dalam diagram:
budi hartanto
139
sebagai sistem relasional manusia, internet, teleskop, dan alam semesta. Alam semesta yang dimediasi teleskop yang terdomestikasi dalam ruang layar memberi pemahaman bahwa dunia cyber menjadi realitas yang tak terbatas. Galileo
Teknologi Informasi
Teleskop
Alam Semesta
Selain itu kita ketahui situs jejaring sosial The Telegarden (1995-2004). The Tele garden menampilkan instalasi artistik taManusia Instrumen Dunia man yang dirawat oleh instrumen robotik yang dapat diakses melalui internet. Setiap anggota yang terdaftar dalam The TelegarDalam posfenomenologi ruangcyber den masing-masing dengan tumbuhannya instrumen secara global terdomestikasi sendiri dapat merawat dan menyirami dalam ruang layar. Mediasi internet me- tumbuhan dengan mediasi tangan robotik mungkinkan kita untuk mengakses instru- dan melihat pertumbuhannya dalam ruang men-instrumen yang terintegrasi dengan layar. Persepsi inderawi realitas dalam The internet tanpa adanya relasi kebertubu- Telegarden terbatas pada kualitas hiperteks han dengan instrumen. Tubuh memaha- audio-visual-kinestetis atau video. Namun mi secara perseptual kompleksitas dunia kita pahami bahwa ia memediasikan realiinderawi melalui mediasi teknologi infor- tas sesungguhnya yang bersifat kompleks masi. Struktur relasionalnya seperti dalam secara inderawi. The Telegarden mensyaratkan instrumen diagram: yang terkoneksi ke dalam jaringan internet. Manusia Internet Instrumen Dunia Dimensi posfenomenologi ruangcybernya dalam konteks ini adalah ketika instrumen SLOOH SpaceCamera (www.slooh.com) termediasi oleh program komputer yang adalah situs internet yang memberi pema- dapat mengontrol gerak instrumen robotik, haman tentang dimensi posfenomenolo- relasi manusia dan instrumen yang terintegis ruangcyber. Situs SLOOH Space Camera grasi dengan mediasi teknologi komputer menghadirkan aktivitas teleskop robotik mengubah dan mengondisikan realitas se yang berada di kepulauan Canaria Sam- sungguhnya. Relasi kemenubuhan manuudera Atlantik. Dengan membuat akun sia dan instrumen ditransformasikan ke di SLOOH kita dapat mengakses aktivitas dalam ruang layar. teleskop dengan mengikuti jadwal events Yang paling mutakhir dan visioner teleskop yang ditentukan oleh admin situs adalah The Internet of Things. The Internet SLOOH. Setiap anggota dengan membuat of Things merupakan sebuah gagasan tenreservasi dapat mengontrol dengan bebas tang virtualisasi benda-benda sehingga ia teleskop yang berada di kepulauan Canaria dapat dibaca dan dikomprehensi secara ini. Teleskop terkoneksi secara global de perseptual hermeneutis dalam ruang layar. ngan mediasi teknologi internet. Teleskop Sebuah visi terkoneksinya benda-benda sehadir dalam ruang layar dan menjadi logis cara teknologis ke dalam internet. Dengan
03-BUDI HARTANTO.indd 139
10/30/2013 7:35:30 AM
140
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
teknologi RFID (Radio-Frequency Identification) benda-benda ditag agar kemudian dikenali atau dideteksi gerak aktifitasnya dalam ruang layar. Seperti disebutkan dalam situsnya The Internet of Things ini mempunyai misi kebebasan berinternet dan untuk lebih menghidupkan dunia cyber dimana benda-benda kemudian dapat dikomprehensi secara elektronis. Kualitas kebertubuhan yang ditransformasikan secara teknologis seperti dalam Facebook, Twitter, SLOOH, The Telegarden dan visi The Internet of Things memberi pemahaman tentang realitas yang bersifat omnipresence dalam arti dapat diakses tanpa batasan ruang dan waktu. Akan tetapi realitas kebertubuhan yang dimediasi oleh instrumen hadir terbatas dan tersituasikan dalam bentuk hiperteks. Keterbatasan ruang layar yang membentuk realitas secara instrumental ini dijelaskan oleh Don Ihde sebagai multistabilitas dalam ruangcyber. Inilah yang menjadi keutamaan dalam posfenomenologi ruangcyber. Multistabilitas dalam ruangcyber menurut Don Ihde adalah variasi-variasi perseptual fenomenologis dalam ruang layar (screen space) yang mengonstruksi virtualitas. Variasi-variasi perseptual ini menurut Don Ihde tidak hanya tampilan hiperteks yang bersifat ambigu seperti misal sebuah gambar yang menghasilkan dua bentuk yang berbeda seperti dalam ilmu psikologi yaitu gambar bebek dan kelinci. Don Ihde menjelaskan kemungkinan hadirnya persepsi ketiga berkenaan dengan multistabilitas sebuah gambar (Ihde, 2003: 1). Sebuah gambar dapat dipersepsikan dalam perspektif-perspektif yang berbeda yang kemudian memunculkan gagasan tentang konsep ruang dalam sebuah medium. Multistabiltas ini menurut Don Ihde mengontruksi pemahaman kita akan realitas virtual. Dalam pemikiran Don Ihde terdapat tiga model multistabilitas dalam
03-BUDI HARTANTO.indd 140
Vol I, 2013
kaitannya dengan fenomena realitas virtual: 1) tampilan ruang layar, 2) non-netralitas internet dalam bentuk email dan virtual technologies dan 3) virtual/actual alternation. Email dan teknologi-teknologi virtual membentuk gagasan tentang non-netralitas ruangcyber dalam arti ia bersifat interaktif atau hadir sebagai realitas termediasi. Teknologi informasi memungkinkan kita untuk berinteraksi, membaca realitas, dan mengontrol instrumen-instrumen yang terintegrasi dengan teknologi internet. Internet menghadirkan dunia yang bersifat interaktif. Non-netralitas ini kemudian memungkinkan terbentuknya virtual/actual alternation, yaitu ketika informasi dalam ruangcyber mengondisikan realitas sesungguhnya dan vice versa realitas sesungguhnya mengubah realitas virtual. Namun yang utama adalah tentang persepsi ruang teknologis. Multistabilitas ruang ini adalah mengenai persepsi visualis tis ruang layar yang dijelaskan oleh Don Ihde memiliki dua bentuk variasi fenomenologis: yaitu ruang layar dua dimensi atau on-the-screen-space dan ruang layar tiga dimensi atau through-screen-space. Ruang layar dua dimensi menjadi medium untuk menampilkan halaman program aplikasi yang terdiri dari teks, simbol, dan angka. Sedangkan ruang layar tiga dimensi me ngonstruksi virtualitas dalam bentuk komputer grafik. Game, simulasi 3D, dan video merupakan virtualitas through-screeen-space yang ditampilkan dalam ruang layar. Realitas yang dihadirkan memiliki forma yang sama dengan realitas sesungguhnya namun terbatas pada kualitas audio, video, dan gerak/kinestetik (Ihde, 2003: 3-7). Dengan konsep multistabilitas ini dipahami bahwa dimensi posfenomenologis ruangcyber berada dalam ruang layar. The Telegarden, misalnya, merepresentasikan taman sesungguhnya secara audio-visualkinestetis dengan mediasi teknologi vir-
10/30/2013 7:35:30 AM
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
tual, realitas tereduksi namun kita tetap dapat mengontrolnya secara langsung. Multistabilitas dalam hal ini adalah ketika perubahan dalam dunia virtual yang terbatas mengondisikan dunia aktual atau taman sesungguhnya. Dalam The Internet of Things, perubahan virtual/actual menjadi lebih hidup karena dengan teknologi RFID gerak benda-benda dapat diidentifikasi secara otomatis melalui sistem informasi elektronis. Filsafat Don Ihde tentang multistabilitas adalah ketika kita melihat variasi tampilan hiperteks dan efek-efek yang dihasilkannya. Inilah yang membedakan dunia cyber dengan dunia pikiran Cartesian yang dikatakan terpisah dengan dunia tubuh. Kualitas hiperteks mengontruksi dunia pikiran yang bersifat eksternal alih-alih dunia internal pikiran Cartesian. Pemikiran Don Ihde tentang komputer sebagai mesin epistemologi (Ihde, 2001: 81-83) dapat kita bandingkan dengan gagasan ruangcyber sebagai ruang pikiran eksternal ini; bahwa teknologi komputer mempunyai kapasitas untuk mencipta realitas, menyelesaikan persoalan, dan mengontruksi mimpi-mimpi seperti halnya dunia internal pikiran Cartesian. Dunia tubuh yang termediasi oleh ins trumen dan terdomestikasi melalui internet memberi pemahaman tentang dunia virtual yang berciri multistabil. Dengan internet, dunia tubuh (world of bodies) mengada secara reduktif dan meluas secara global. Namun demikian kita ketahui bahwa memahami realitas ini mempunyai problemnya tersendiri. Aktivitas hermeneutis atau penafsiran menjadi syarat utama untuk memahami realitas ini. Karena tereduksi dalam bentuk hiperteks dan selalu membutuhkan penafsiran kita terkadang melihatnya tidak sebagai realitas posfenomenologis, sehingga konsekuensinya ruangcyber tidak dipahami secara otentik bahkan se ring kali diragukan.
03-BUDI HARTANTO.indd 141
budi hartanto
141
Hubert L. Dreyfus dalam On the Internet memberi komentar mengenai keotentikan ruangcyber ini. Ia menyatakan persoalan telepresence dengan merujuk pada pemikiran Descartes tentang moda memahami realitas melalui mediasi tubuh yang kemudian dikomprehensi oleh pikiran (Dreyfus, 2001: 49-71). Descartes mempersoalkan realitas yang dipersepsikan oleh tubuh sebagai medium ini. Tubuh dalam filsafat Descartes adalah sama halnya dengan teknologi virtual. Bedanya tubuh memberi informasi pada entitas yang tak tercerap seperti jiwa, sedangkan teknologi memberi informasi pada tubuh sebagai yang selalu berada dalam perspektif. Pemikiran Dreyfus adalah mengenai kritik fenomenologis ruangcyber terutama mengenai telepresence. Tubuh yang mewujud dalam bentuk hiperteks video dikatakan berjarak atau tereduksi secara fenomenologis, konsekuensinya manipulasi atau ketidak-otentikkan realitas ruangcyber diasumsikan lebih mempunyai potensi dibandingkan dengan realitas sesungguhnya. Terlepas dari problem keotentikan realitas telepresence seperti diajukan oleh Dreyfus, sebenarnya ia adalah sama halnya dengan membaca dan menafsir realitas itu sendiri. Analoginya seperti tubuh dalam nalar Cartesian yang memberi informasi ke dalam ruang pikiran. Pikiran dalam hal ini adalah tubuh dan relasinya dengan instrumen yang berada dalam perspektif, instrumen memberi informasi baik itu sebagai ekstensi pengalaman kebertubuhan atau pun lewat pembacaan. Realitas telepresence memang tereduksi dalam ruang layar, tapi dengan mediasi teknologi virtual realitas ini menjadi nyata seturut dengan proses amplifikasi yang melampaui ruang dan waktu kebertubuhan. Realitas Visual Internet Multistabilitas dalam ruangcyber seperti telah dijelaskan berada dalam moda visuali-
10/30/2013 7:35:30 AM
142
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
tas ruang layar. Visualitas menjadi ciri utama yang kemudian mengonstruksi makna ruang teknologis virtual. Slooh SpaceCamera, The Telegarden, The Internet of Things, dan instrumen lainnya yang terintegrasi dengan internet hadir dalam batas-batas visualitas ruang layar. Meski kualitas hiperteks lainnya seperti misalnya dimensi audio telah terintegrasi dengan internet, realitas visual tetap menjadi keutamaan. Unsur visual dalam ruang layar adalah variasi fenomenologis yang merepresentasikan dunia yang berjarak. Sebagai realitas yang termediasi, duniacyber hadir secara terbatas dan diperlukan tafsir visual. Meski simulasi komputer telah memungkinan kita untuk memahami ruang ini sebagai yang memiliki kesamaan dengan realitas aktual, misalnya ketika tubuh manusia diintegrasikan ke dalam simulasi komputer, ia tetap terbatas pada kualitas gerak, audio dan visual. Dengan konsep multistabilitas kita ketahui bahwa ruang layar menjadi infrastruktur terbentuknya realitas virtual. Namun yang utama seiring dengan perkembangan komputer grafik adalah ketika diketahui potensi terciptanya dunia yang beragam dalam ruang layar 3D (through-screenspace). Persepsi yang berkembang seiring dengan konstruksi grafik komputer dalam bentuk animasi dan video memberi pemahaman akan keberadaan ruang virtual. Meski dunia ini dapat meluas secara global melampaui kapasitas perseptual tubuh, ia tetap berada dalam moda visualitas. Multistabilitas ruang layar 3D bila kita telaah tak lepas dari perkembangan teknologi desain dan gambar atau lukisan. Multistabilitas sebuah gambar seperti kita ketahui mewujud dalam sebuah medium yang kemudian mencipta konsep ruang atau dunia. Don Ihde membahas secara lebih rinci pemikiran tentang sebuah gambar dan ragam bentuk persepsi dalam
03-BUDI HARTANTO.indd 142
Vol I, 2013
bukunya Consequences of Phenomenology (1986). Ia menjelaskan tentang fenomena gambar-gambar yang secara ‘kultural’ menampilkan perspektif gambar dan persepsi yang beragam. Dalam komputer grafik, multistabilitas menjadi lebih dinamis yang hadir secara audio-visual-kinestetis. Ia mencipta ruang yang kemudian memunculkan gagasan tentang virtualitas. Visualitas menjadi ke utamaan dalam mengonstruksi realitas posfenomenologis ruangcyber. Namun perlu digarisbawahi bahwa visualitas ruang layar dalam hal ini adalah realitas yang terkoneksi dan terdomestikasi yang merepresentasikan dunia global. Visualisme ruangcyber bukanlah realitas yang terbatas secara konseptual. Maknanya kemudian menjadi lebih nyata ketika dimengerti bahwa ia terbentuk secara perseptual-hermeneutis berdasar pada transformasi teknologis pengalaman manusia. Ruangcyber dalam Ilmu Antropologi Dalam perspektif posfenomenologi dimensi filosofis ruangcyber berciri multistabil atau bagaimana tubuh berada dalam relasi dengan dunia virtual. Hal ini berbeda jika dilihat secara antropologis di mana ruangcyber mencakup dimensi empiris dari artefak-artefak teknologi. Kajian ruangcyber menjadi keutamaan yang melampaui pemahaman tentang multistabilitas ruang layar. Ruangcyber tidak hanya ruang sosial virtual atau situs-situs yang telah mengondisikan virtualitas, tapi lebih pada dinamika fenomena kemajuan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial kultural manusia. Arturo Escobar adalah antropolog yang membahas fenomena ruang teknologis cyber sebagai ruang kebudayaan. Ia membuat istilah cyberculture untuk menjelaskan man-
10/30/2013 7:35:30 AM
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
ifestasi bentuk kehidupan yang dipenga ruhi oleh teknologi-teknologi baru. Menurutnya ada dua wilayah cyberculture: yaitu wilayah artificial intelligence (berfokus pada teknologi informasi dan komunikasi) dan wilayah bioteknologi. Kedua wilayah cyberculture tersebut menurut Escobar membentuk cakrawala baru tentang kehidupan sosial manusia: technosociality dimana artefak mengondisikan dunia sosial dan biosociality yaitu ketika kemajuan sains dan teknologi telah mampu merekayasa alam dan termasuk tubuh manusia (Escobar, 1994: 214). Sains dan teknologi mencipta dunia sedemikian rupa sebagai cyberculture dimana kategori nature dan culture, organisme dan mesin, menjadi tak terdefinisikan. Menurut Escobar “One of the most fruitful insight is that technoscience is motivating a bluring an implosion of categories at various levels, particularly the modern categories that have defined the natural, the organic, the technical, and the textual” (Escobar, 1994: 217). Namun yang menjadi keutamaan berkenaan dengan cyberculture dalam pemikirannya adalah bagaimana nature dan culture yang terkonstruksi oleh sains dan teknologi ini kemudian dipahami berada dalam dinamika ekonomi politis. Definisi Arturo Escobar memberi pemahaman tentang ciri empiris cyberculture. Cyberculture tidak semata dalam arti dunia teknologi dengan makna dunia virtual ruang layar (screen space) atau dimensi posfenomenologis ruangcyber. Meskipun demikian Arturo Escobar tetap memosisikan interaksi sosial dengan mediasi teknologi informasi dan komunikasi sebagai bagian dari wilayah kajian etnografi cyberculture (Escobar, 1994: 219). Ia menyatakan bagaimana kekhususan (specificity) format komunikasi dengan mediasi teknologi informasi dan komunikasi yang kemudian memunculkan istilah virtualitas telah membentuk gagasan tentang cyberculture.
03-BUDI HARTANTO.indd 143
budi hartanto
143
Seiring dengan munculnya fenomena kehidupan ruangcyber seperti munculnya banyak media sosial saya kira adalah pen ting mengetengahkan kajian virtualitas budaya. Karena virtualitas ini pada dasarnya adalah realitas posfenomenologis. Bahwa ketersambungan (konektivitas) dengan dunia internet berarti ketersambungan dengan dunia hiperteks yang merepresentasikan tubuh-tubuh yang bersifat global. Bila diandaikan sebagai bentuk kehidupan (lifeform), ruangcyber tentu dapat dikatakan sebagai ruang kebudayaan yang tereduksi dan teramplifikasi dalam bentuk hiperteks (animasi, gambar, video, teks). Imaji kebudayaan mewujud secara virtual dalam ruang layar. Don Ihde mengistilahkan virtualitas budaya yang terkonstruksi oleh teknologi imaji sebagai pluriculture. Kebudayaan sebagai yang khas pada suatu masyarakat dihadirkan secara virtual sehingga tercipta imaji kultur global (Ihde, 1990: 164). Dengan gagasan pluriculture budaya-budaya dunia terfragmentasi dalam sebuah medium dan dalam arti tertentu melebur menjadi satu budaya populer. Pluriculture membentuk persepsi tentang virtualitas kebudayaan. Arturo Escobar sebenarnya sudah menyatakan bagaimana virtualitas cyberculture telah mencipta imajinasi dan praktik budaya populer (Escobar, 1994: 218). Namun ia tidak mengelaborasi lebih jauh fenomena virtualitas budaya dalam arti imajinasi dan praktik budaya ini, dalam pemikirannya budaya populer cyberculture lebih pada budaya material yang dikondisikan oleh sains dan teknologi. Pluriculture dapat kita bandingkan de ngan antropologi visual yang dijelaskan oleh Escobar sebagai keutamaan seiring dengan perkembangan teknologi baru. Antropologi visual memahami imaji dan secara khusus menggunakan teknologi imaji, seperti halnya pluriculture, untuk memba-
10/30/2013 7:35:30 AM
144
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
hasakan dan menafsir fenomena budaya. Namun antropologi visual dalam hal ini lebih bersifat epistemologis dalam arti teknologi imaji digunakan untuk membahasakan realitas budaya. Imaji diproduksi dan ditafsirkan sebagai sebuah teks se hingga menghasilkan pemahaman tentang kebudayaan. Antropolog yang membahas ruangcyber selain Arturo Escobar adalah David Hakken. Ia menjelaskan secara lebih luas mengenai antropologi ruangcyber yang meliputi pemikiran tentang fenomena re volusi komputer atau komputerisasi, entitas-entitas pembawa kebudayaan yang ia istilahkan cyborg dalam ruangcyber, dan forma relasi-relasi sosial yang dikondisikan oleh teknologi informasi terbaru (Advanced Information Technology). Eksplorasi Hakken meliputi fenomena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pengaruhnya terhadap perubahan sosial. Ia membuat konsep cyborg dalam ruangcyber sebagai konstruksi antropologis dari relasi manusia dan internet (Hakken, 1999: 5). Dalam ruangcyber, manusia dikonstitusikan sebagai entitas-entitas relasional pembawa kebudayaan yang ia definisikan sebagai cyborgs@cyberspace. Namun David Hakken tidak membatasinya hanya dalam ruangcyber. Cyborg adalah entitas pembawa kebudayaan yang mewujud dalam relasinya dengan teknologi yang meluas melampaui kapasitas dan kekhususan tubuh manusia. Sejak awal sejarah manusia menggunakan artefak teknologi sampai ia mewujud sebagai entitas dalam ruangcyber, demikian Hakken, manusia sudah berciri cyborgic (Hakken, 1999: 71-72). Kondisi cyborgic seperti dikemukakan oleh David Hakken menyatakan bahwa manusia selalu dijelaskan dalam relasinya dengan kebudayaan sehingga hal ini menggambarkan kondisi hibrida manusia dan artefak-artefak kebudayaan. Hak-
03-BUDI HARTANTO.indd 144
Vol I, 2013
ken tampaknya melupakan bahwa tubuh secara potensial dan persepsional bersifat alamiah. Kealamiahan tubuh, terutama dalam kapasitasnya untuk mempersepsikan realitas, membawa pada pemikiran bahwa tubuh tidak selalu berada dalam relasi de ngan kebudayaan. Dalam filsafat Don Ihde dijelaskan bahwa tubuh bersifat kultural dan juga bersifat alamiah. Ia mengistilahkannya ke dalam dua bentuk tubuh yaitu body one dan body two. Dari dua bentuk tubuh ini kemudian dimengerti tubuh-tubuh dalam relasinya dengan teknologi. Body one menurut Don Ihde adalah tubuh alamiah atau tubuh sebagai organisme yang bersifat aktif yang memiliki potensi mempersepsikan realitas. Sedangkan body two adalah tubuh dalam dimensi kulturalnya yang terbentuk berdasarkan dengan pengalaman kebudayaan (Ihde, 2001: 17). Adapun tubuh-tubuh dalam teknologi dapat dimaknai sebagai tubuh yang bersifat relasional dengan artefak seperti dalam pemikiran David Hakken. Dari filsafat Don Ihde tentang tubuh, dapat kita nyatakan bahwa secara definitif tubuh dalam relasinya dengan artefak adalah bersifat pragmatis, bahwa selain tubuh sebagai entitas cyborgic, keberadaan tubuh alamiah dan tubuh kultural adalah penting untuk diketahui dalam memahami manusia sebagai tubuh dalam relasinya dengan teknologi. Selain itu adalah menarik bila kita telaah secara filosofis tentang potensi cyborgic sebagai kualitas posfenomenologis dari relasi manusia dan instrumen. Cyborg dalam ruangcyber dapat diproposisikan bersifat posfenomenologis karena tubuh meluas secara global melalui mediasi internet dan mewujud sebagai hiperteks. Tubuh dieksternalisasikan dalam bentuk teks, gambar, dan video. Dimensi teknologis pada tubuh manusia ketika ia menggunakan artefak menyatakan bahwa ia tidak se-
10/30/2013 7:35:30 AM
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
mata sebuah organisme. Kendati demikian ia tidak kemudian dijelaskan semata-mata sebagai ekstensi kualitas inderawi yang mewujud sebagai dunia yang termediasi dan terdomestikasi dalam instrumen. Ketika manusia menggunakan instrumen tentunya potensi tubuhnya meluas tidak hanya pada yang bersifat perseptual hermeneutis, tapi juga dimensi praktis teknologis yang meliputi efesiensi, kekuatan, kecepatan dan kualitas lainnya yang melampaui kapasitas atau potensi tubuh manusia. Komunitas Virtual Dalam etnografi ruang teknologis dalam pemikiran Escobar dan Hakken dipaparkan perihal komunitas virtual. Komunitas virtual menjadi bagian penting konsep ruangcyber dalam antropologi. Arturo Escobar mengategorikan komunitas virtual sebagai bagian dari kajian etnografi cyberculture. Escobar tidak membatasi kajian komunitas hanya dalam virtualitas ruang yang terkoneksi, ia menyatakan pentingnya menelaah komunitas yang terbentuk dalam realitas aktual yang dikondisikan oleh teknologi informasi dan komunikasi (Escobar, 1994: 218). David Hakken lebih jauh membahas komunitas-komunitas yang terbentuk dalam dunia virtual dengan mengacu pada dunia aktual yang merupakan bagian dari wilayah kajian etnografi cyberculturenya Escobar. David Hakken menyatakan bahwa keberadaan komunitas dalam ruangcyber “accelerates the decoupling of space from place” (Hakken, 1999: 95). Konsep place dalam arti aktualitas komunitas dalam wilayah geografis diasumsikan menjadi kurang bermakna seiring dengan munculnya konsep space dalam ruang virtual. Menurut Hakken karakter komunitas pada dasarnya berada dalam virtualitas space atau berada dalam tataran persepsi. Dengan demikian
03-BUDI HARTANTO.indd 145
budi hartanto
145
secara filosofis dapatlah dikatakan bahwa karakter komunitas, bahkan sebelum konsep ruang virtual terbentuk, tidak selalu mencirikan keberadaan place atau wilayah dalam realitas aktual. Namun demikian yang utama dalam pemikirannnya adalah bagaimana konsep komunitas virtual terbentuk dan terhubung ke realitas aktual melalui mediasi teknologi informasi terbaru. Komunitas virtual adalah manifestasi dari relasi-relasi sosial yang ia kategorikan ke dalam tiga bentuk relasi-relasi: yang utama adalah meso-social relations. Pada level ini komunitas virtual terbentuk berdasarkan pada realitas aktual yang meliputi komunitaskomunitas, wilayah/daerah (geografis), dan organisasi. Kemudian level micro-social relations yang merupakan bentuk komunikasi ruangcyber dalam level individual atau pertemanan dan macro-social relations yang berlevel nasional seperti negara dan level global (Hakken, 1999: 93-131). Hakken membahas komunitas virtual dalam relasinya dengan dinamika empiris/aktual relasi-relasi sosial. Antropolog lainnya yang membahas komunitas virtual adalah Daniel Miller dalam tulisannya An Extreme Reading of Facebook (2010). Dalam salah satu proposisinya mengenai Facebook ia menyatakan bahwa pesatnya perkembangan media sosial terutama Facebook telah merubah secara radikal premis dan arah ilmu sosial. Dalam tulisan tersebut Miller menjelaskan tentang fenomena ruang sosial teknologis yang dikatakan berakhir pada pemikiran tentang sikap individualisme seperti analisa dalam ilmu sosiologi tentang fenomena modernitas. Namun kenyataannya menurut penelitian Miller fenomena Facebook sebagai bentuk komunikasi yang tersituasikan membuat individu-individu kembali pada kesadaran komunitas seperti dalam konteks kajian antropologi.
10/30/2013 7:35:31 AM
146
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
Daniel Miller yang melakukan penelitian tentang Facebook di desa terpencil di Trinidad kemudian membuat kesimpulan bahwa dalam sebuah komunitas yang ikat an kekeluargaannya masih kuat, komunitas virtual Facebook sebenarnya menjadi semacam alternatif dari relasi-relasi sosial dalam dunia aktual. Sehingga konsekuensinya pemikiran tentang individualisme dalam realitas aktual dan kesadaran komunitas dalam realitas virtual dapat dikatakan tetap relevan. Keberadaan komunitas virtual mene rangkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi menjadi instrumen yang memediasikan tubuh-tubuh dalam ruangcyber. Etnografi tentang komunitas virtual seperti dalam pemikiran Hakken, misalnya, merujuk pada keberadaan komunitas dalam realitas aktual seperti dalam bentuk organisasi-organisasi dan wilayah-wilayah. Atau Daniel Miller yang membahas dinamika relasi komunitas online dan offline yang kemudian mencipta pengalaman yang be ragam tentang dunia cyber. Namun bila kita telaah secara filosofis, komunitas virtual adalah berada dalam multistabilitas ruangcyber. Terutama ketika kita temui banyaknya komunitas-komunitas virtual yang terbentuk seiring dengan perkembangan media sosial. Komunitas virtual menjadi nyata hanya dalam ruang layar. Imam Ardhianto peniliti di Centre for Anthropology Studies UI yang melakukan penelitian tentang komunitas hacker me ngatakan bahwa keberadaan komunitas online memang tidak selalu berkorespondensi dengan realitas offline. Komunitas hacker yang menurutnya saat ini banyak beralih ke media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi nyata hanya dalam virtualitas ruang layar. Meski pengaruh komunitas hacker terhadap realitas aktual tetap tak bisa kita diabaikan, keberadaan komunitas hacker sebagai tubuh-tubuh yang terkonek-
03-BUDI HARTANTO.indd 146
Vol I, 2013
si dalam dunia virtual menurutnya tak bisa diketahui dalam realitas aktual. Keberadaan komunitas dalam media sosial terbaru seperti kita ketahui lebih terbentuk melalui diskursus naratif yang berawal dari ruangcyber. Dalam Facebook atau Twitter kita temukan banyak komunitas atau grup virtual yang tercipta berdasar pada narasi tertentu terutama narasi-narasi yang bertema ilmu pengetahuan. Komunitas-komunitas ilmu pengetahuan di FB di antaranya adalah Philosophy yang tercatat kurang lebih berjumlah 35.000 anggota, Biology (zoology and botany) 11.950 dan Cosmology 3.600. Seperti kita pahami, komunitas-komunitas ini menjadi nyata dalam aras virtualitas. Perkembangan teknologi dan program media sosial yang telah mengondisikan ruang sosial virtual tentunya menjadi pertimbangan tersendiri mengenai kecende rungan atau tren terbentuknya komunitas yang berawal dari ruang sosial virtual. Dapat disimpulkan kemudian bahwa kehidupan dunia cyber mendapat penjelasannya dengan keberadaan komunitas-komunitas virtual. Ia tidak terbatas hanya pada dunia tubuh dalam ruang layar yang dimediasi teknologi virtual tapi juga narasi-narasi yang terbentuk dengan berdasar pada moda interaksi sosial. Epilog Demikian uraian mengenai realitas visual ruang cyber dalam perspektif posfenomenologi dan antropologi. Realitas di sini ditelaah dalam konteks fenomenologi instrumentasi dan multistabilitas ruang layar. Realitas termediasi inilah yang memunculkan istilah posfenomenologi ruangcyber. Sedangkan dalam antropologi, konsep ruangcyber meliputi pembahasan tentang relasi manusia dan teknologi sebagai kebudayaan. Ruangcyber dipahami pada ta-
10/30/2013 7:35:31 AM
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
budi hartanto
147
taran materialistik kebudayaan teknologi dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai sosial, budaya, dan ekonomi politis yang menjadi bagian integral dari antropologi ruangcyber. Konsep ini dibahas melampaui pemahaman kita tentang multistabilitas ruang layar. Kendati demikian pembahasan dalam antropologi tidak menempatkan tubuh dalam konteks praksis persepsional sebagai keutamaan yang berpengaruh terhadap dinamika realitas. Dalam posfenomenologi, tubuh dalam praksis persepsional penting dipahami untuk menelaah ruang sosial dan kultural. Ruangcyber ditelaah lewat cara pandang yang berciri eksistensial posfenomenologis. Relasi manusia dan teknologi informasi mentransformasikan pengalaman manusia tentang dunianya dan mencipta realitas yang terkoneksi dan terdomestikasi. Menurut pandangan penulis, refleksi tentang teknologi internet sebagai perangkat hermeneutis dalam kaitannya dengan dinamika perubahan dunia aktual dan virtual penting untuk diketahui. Paparan dalam artikel ini sampai pada kesimpulan bahwa dimensi posfenomenologis ruangcyber adalah sama nyatanya dengan dimensi fenomenologis realitas sesungguhnya.
tronik bisa diakses di http://www.unc. edu/~aescobar/text/eng/arturowelc.pdf Fedyani S., Achmad (2005). Antropologi Kontemporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hakken, David (1999). Cyborg@cyberspace? An Etnographer Look to the Future. New York dan London: Routledge. Hartanto, Budi (2013). Dunia Pasca-Manusia. Menjelajahi Tema-Tema Komtemporer Filsafat Teknologi. Depok: Penerbit Kepik. Ihde, Don (2009). Postphenomenology and Technoscience (The Peking University Lectures): SUNY Series of the philosophy of the social sciences. New York: State University of New York Press. _______ (2003a). “Multistability in Cyberspace,” dalam Mikael Hård, Andreas Lösch, Dirk Verdicchio (Tim Editor) (2003). Transforming Spaces. The Topological Turn in Technology Studies. Artikel bisa diakses di http://www.ifs.tudarmstadt.de/gradkoll/Publikationen/ transformingspaces.html _______ (2003b). Postphenomenology— Again? Working Papers from Centre for STS Studies, Department of Information & Media Studies, University of Aarhus. Versi elektronik bisa diakses di http:// sts.imv.au.dk/sites/default/files/WP3_ Daftar Pustaka Ihde_Postphenomenology_Again.pdf Casey, Edward S. (1998). The Fate of Place. _______ (2002). Bodies in Technology (Electronic Mediations; V. 5.). Minneapolis: Los Angeles and California: University University of Minnesota Press. of California Press. Dreyfus, Hubert L. (2009). On the Internet. _______ (1990). Technology and the Lifeworld: from Garden to Earth (Indiana Series in the Thinking in Action. Second Edition. New Philosophy of Technology). Bloomington, York: Routledge. Indiana: Indiana University Press. Driyarkara, N. (1989). Percikan Filsafat. Ja_______ (1986). Consequences of Phenomenolkarta: Penerbit PT Pembangunan. ogy. New York: State University of New Escobar, Arturo (1994). “Welcome to CyYork (SUNY) Press. beria: Notes on the Anthropology of Cyberculture,” dalam Current Anthro- _______ (1979). Technics and Praxis: A Philosophy of Technology (Boston Studies pology, Vol. 35(3), Juni 1994. Versi elek-
03-BUDI HARTANTO.indd 147
10/30/2013 7:35:31 AM
148
Posfenomenologi Ruangcyber: Menelaah Realitas Visual Internet dan Konsep “Ruangcyber” dalam Ilmu Antropologi
Vol I, 2013
in the Philosophy of Science). Dordrecht _______ (2010) An Extreme Reading of Fa(Holland) dan Boston (USA): D. Reidel cebook. Working Paper Series #5. Open Publishing Company. Antropology Cooperatives Press. Miller, Daniel dan Slater, Don (2000) The In- Purbo, Onno W. (2003) Filosofi Naif Kehiduternet. An Ethnographic Approach. New pan Dunia Cyber. Jakarta: Penerbit ReYork: Berg publika.
03-BUDI HARTANTO.indd 148
10/30/2013 7:35:31 AM