Riska Ayu Ardani 16709251021 Pendidikan Matematika Kelas B PPS UNY 2016
MENELAAH DUNIA MELALUI FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU ( 5 September 2016 ) Perjalanan hidup terasa begitu signifikan berubah, saat ini di waktu hampir senja dan di ruang kuliah, bersama para pembelajar bersemangat menerima perkuliahan Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Marsigit. Pada permulaannya bapak Marsigit menjelaskan bahwa di perkuliahan filsafat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pada level pendidikan S1, S2 dan S3 terletak beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut dapat diuji dan dilihat dari kurikulum kualifikasi nasional Indonesia (KKNI). Bapak Marsigit membuat strategi untuk setiap orang yang diajak berkomunikasi, karena menurut pandangan beliau filsafat itu prerequisite (prasyaratnya) berupa pengalaman. Sedangkan pengalaman sendiri sangat luas, jadi tidak ada spesifik tertentu, atau konsep tertentu yang mendahului dan sebagainya itu bersifat tidak ada. Jika kita ingin pergi ke pasar terlebih dahulu atau ke bank dahulu itu adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, tidak ada konsep bahwa untuk pergi ke bank prasyaratnya harus ke pasar terlebih dahulu atau sebaliknya itu tidak ada, seperti itulah kira kira gambaran filsafat. Hal lainnya hanya berupa kedalaman dan intensitasnya saja. Prerequisite dalam belajar filsafat yang merupakan sebuah pengalaman mengakibatkan munculnya beberapa asumsi dan asumsi-asumsi tesebut perlu diketahui bersama. Karena perkuliahan yang memiliki waktu yang terbatas dan ruang yang terbatas maka bapak Marsigit mencoba untuk mengambil peran tetapi tidak berarti mengurangi atau menghilangkan peran mahasiswa, tetapi menambah bahkan melebih-lebihkan peran mahasiswa. Jika waktu perkuliahan lebih banyak dimanfaatkan oleh bapak Marsigit untuk mengajar, hal ini menjadi sesuatu yang tidak baik. Faktanya, sebagian dari kita memiliki persepsi yang berbeda beda. Oleh karena itu, jika perkuliahan hanya berlangsung pada rentang saat ini, dan tidak ada yang lain, jika dilihat dari sisi waktu dan jika Bapak Marsigit adalah guru yang otoriter, berarti waktu yang ada akan digunakan semua oleh beliau.
Keadaan tersebut adalah reduksi, yang kemudian bapak Marsigit sederhanakan bahwa hidup ini dari pemanfaatan waktu saja. Tetapi hidup tidak seperti itu, tidak hanya masalah uang saja, tidak hanya masalah waktu saja, tidak hanya kekayaan saja. Bapak Marsigit menyarankan agar kita perlu mencari waktu yang lain supaya kita memiliki waktu selain dari perkuliahan ini. Masing-masing independen, merdeka antara satu dengan yang lain. Jadi, peran mahasiswa dapat dioptimalkan pada suasana dan tempat tertentu dimana mahasiswa bisa merdeka berbicara, berpikir, dan sebagainya selain ditempat ini. Strategi perkuliahan yang ditawarkan oleh bapak Marsigit adalah membaca semua elegi dan meninggalkan jejak di dalam setiap elegi tersebut. Belajar adalah sesuatu yang merdeka, dan secara prosedur dan sifatnya adalah demokratis bagi pembelajar filsafat ilmu ini untuk mencari sebuah makna dan nilai yang berbeda tetapi masih dalam struktur yang sama.. Bapak Marsigit memberikan sebuah penjelasan awal mengenai arti dan makna kedewasaan sebab asumsi yang pertama dalam perkuliahan ini adalah dewasa. Sudah dewasa karena sudah sadar lingkungan dan bisa mencari sebuah solusi terhadap persoalan lingkungan. Tetapi terbukti bahwa menjadi dewasa itu tidak mudah. Masih banyak lagi yang lainnya, padahal dewasa merupakan asumsi perkuliahan ini. Dewasa yang memiliki arti sebenar benarnya dewasa. Oleh karena itu maka, dalam perkuliahan ini selalu Bapak Marsigit katakan, bahwa beliau juga tidak akan memberikan ilmu kepada mahasiswa, tetapi mahasiswalah yang akan mencarinya sendiri. Karena jika beliau memberikan filsafat itu, berarti bertentangan dengan hakekat ilmu, hakekat filsafat itu sendiri. Secara psikologi itu adahal hal yang bertentangan. Tidak sesuai dengan kodratnya manusia hidup, bahwa manusia hidup adalah memiliki usaha dari dalam diri sendiri untuk menjadi diri anda masing-masing .Kodratnya manusia tidak ada yang sama, dan mengapa Bapak Marsigit harus berusaha keras untuk menyamakan. Walaupun itu hanya dalam bentuk pikiran, konsep, pendengaran, penglihatan dan sebagainya. Jadi didalam filsafat itu, beda sama dengan sama, separuh beda separuh sama, jika dijumlahkan menjadi hidup yang utuh karena harus ada beda harus ada sama. Perlu adanya kesempatan dalam perbedaan itu. Seharian penuh, sebulan, setahun, seumur hidup kita saling mencari persamaan didalam diri kita, maka hal ini tidak akan pernah selesai demikian juga yang berbeda. Jadi hidup itu adalah sama dan beda. Oleh karena itu, maka bapak Marsigit tidak ingin memaksa pemikiran mahasiswa sama dengan pemikiran beliau.
Asumsi yang kedua adalah mahasiswa pelu mencari perbedaan dengan dirinya sendiri karena bapak Marsigit tidak ingin sepenuhnya memberikan ilmu, tetapi bagaimana bentuk tanggung jawab beliau sebagai orang tua, sebagai dosen. Bedanya tua dan muda, bedanya yang dewasa dan yang belum dewasa, bedanya anak-anak dan orang dewasa, dan banyak lagi. Bedanya adalah adanya perbedaan skema. Skema merupakan struktur atau bangunan. Mengapa disini tidak ada strukturnya, semua rapuh bercerai berai, karena adanya masyarakat yang heterogen tetapi belum dikaji, atau terpengaruh sisi negative nenek moyang sedang nenek moyang orang Indonesia diwarnai dengan rasa takut. Budaya Bangsa Indonesia itu sendiri diwarnai oleh rasa takut, diwarnai oleh rasa dikuasai sehingga kita hidup dengan rasa ketakutan. Karena serba ketakutan, maka kita tidak melakukan apapun dan kehilangan orientasi. Oleh karena itu, perbedaan Bapak marsigit dengan kami (mahasiswa) adalah strukturnya. Maka struktur itulah yang membedakan secara formal, struktur yang terkandung pada semua aspek. Syarat pertama belajar atau membaca adalah ikhlas didalam hati dan doa menjadi motivasi yang tinggi didalam hati. Syarat yang kedua, membaca itu berusha untuk mengerti dan memahami yang nantinya bisa menjadi ikhlas didalam pikir. Seseorang yang mencari ilmu juga bisa disebut pemulung yang mencari ilmu. Jika seseorang mencari ilmu dengan kesombongan maka ia tidak akan mendapatkan apapun didalam pikirannya apalagi didalam hatinya. Berdoa pun dengan kesombongan juga tidak akan dikabulkan doanya. Karena Tuhan tidak menyukai orang yang sombong dan filsafat sendiri tidak dapat dihindari dari spiritual. Jika mengalami kekacauan dalam berfikir, dalam membaca maka belajar ini sudah bermakna. Karena sebenarnya benarnya kacau adalah proses berfikir. Jika masih kacau jangan diteruskan hingga kacau didalam hati yang terjadi nanti pikiran akan mengalami degradasi dan hati menjadi kering. Filsafat adalah kacaunya pikiran dan belajar filsafat adalah dengan menemukan sendiri, karena filsafat adalah dirimu sendiri. Dan seseorang yang merasa dia adalah ahli filsafat sebenar benarnya dia bukan filsuf. Jangan memaksa orang lain untuk mengerti, melihat mengakui tentang kebasaran diri kita sendiri., biarkan semuanya ikhlas didalam hati. Jika kita berkarya maka akan dengan sendiri tercatat didalam sejarah.
FILSAFAT ILMU ( 19 September 2016 ) Belajar filsafat, jangan terlalu royal dalam berbicara mengenai Tuhan karena sifatnya berbahaya. Oleh karena itu sebelum belajar filsafat, maka setiap dari kita perlu berdoa dan istighfar terlebih dahulu. Memohon ampun karena kita akan mengembarakan suatu pikiran, pikiran yang tertambat dalam hati sedang hati adalah tempat keyakinan, spiritual tempat agama, iman tempat ibadah dan akidah. Sehingga sejauh jauh pikiran, tetap bisa kembali lagi pada hati yang benar. Jadi ibarat kebun disana ada batu, disana ada tanah yang subur, disana ada kolam air, dan sebagainya untuk menanam pohon juga perlu mensurvei bagaimana kebunnya. Tidak dengan mudah dan bebas menananm karena diperbolehkan menanam, salah satunya jika menanam diatas batu maka pohon tersebut tidak berkembang dan akan mati. Filsafat pun demikian, hidup pun juga demikian. Belajar dari pengalaman terus menerus dan sebagainya, kemudian dari beribadah dan sebagainya ternyata setiap detik itu berbeda. Filsafat adalah diri kita masing-masing, terserah mengenai apapun tentang diri kita masing-masing. Seperti agama, baik mereka yang islam, nasrani, budha, yahudi dan bahkan yang kafir mereka berhak berfilsafat tetapi yang terpenting mereka memiliki pemikiran karena filsafat itu sendiri merupakan olah pikir. Olah pikir tersebut bersifat refleksif. Sehingga orang kafir pun bisa berfilsafat. Kondisi ini menjadi berbahaya ketika kita belajar filsafat dan kemudian dengan mudah kita menggadaikan iman dan taqwa kita. Oleh karena itu, sebelum kita berfilsafat maka perlu diperkokohkan hati kita terlebih dahulu agar tidak mudah terjerumus. Jika orang yang beriman belajar filsafat maka diharapkan semakin kuat imannya tetapi menjalankan semuanya perlu dengan rasa ikhlas, istiqomah, sabar dan jangan menghujat. Kemudian pada intinya kita perlu mengembara pemikiran yang lain terlebih dahulu, sebelum masuk ke area spiritual. Berfilsafat adalah olah pikir sejauh batas batas kelaziman, etik dan estetika, dan hanya hati masing masing yang mengizinkan kita perlu berfikir sampai kesana atau tidak. Jadi yang menyangkut tentang masalah eksistensi Tuhan dan sebagainya, jika sudah sampai kepada sifat sifat eksistensi Tuhan yang harusnya memang didalam hati, maka berlaku hukum tidak semua pikiran kita bisa mengerti relung hati kita. Pikiran tidak bisa mengetahui unsur semua Tuhan itu. Coba kita turunkan Thesis menjadi anti Thesis. Jika Thesisnya saya maka anti thesisnya adalah bukan saya, bukan saya adalah termasuk Tuhan tetapi jika ditingkatkan menjadi spiritual antara saya dan bukan saya, bukan saya termasuk Tuhan, berarti saya dengan Tuhan, Tuhan yang ada jauh disana ini menjadi kontradiksi yang artinya bahwa
Tuhan tidak berada di dalam diri atau di dalam hati, dan ini menjadi sesuatu yang salah. Belajar juga mengenai tentang management waktu, dimana waktu adalah milik pribadi masing-masing. Jika sampai mengurangi waktu ibadah, maka usahakanlah untuk tidak mengurangi waktu ibadah tersebut dengan bagaimana caranya. Sesuatu yang ada belum tentu memiliki bentuk. Bentuk sendiri memiliki berbagai arti. Sesuatu yang dikatakan itu berstruktur, hirarki dunia, sedangkan yang mengatakan atau yang berkata itu juga berstruktur, hirarki dunia artinya terdapat dua dunia yang saling menilai. Jika kita berada pada posisi melihat dua dunia yang sedang berinteraksi, dan posisi kita berada di dunia yang berbeda, maka jika sesuatu yang ada itu berbentuk timbulah beberapa pemahaman. Sebagai contoh adanya orang awam adalah adanya anak kecil, adanya anak kecil itu adalah sesuatu yang konkrit. Konkrit itu adalah suatu benda, benda itu berupa material. Seperti itulah sesuatu yang ada, dan jika tidak ada ibarat sebuah kaca mata, ketika tidak nampak atau disembunyikan maka kaca mata itu berarti tidak ada. Jadi adanya untuk anak anak adalah sesuatu yang realis murni, ketika tetap dipantau dalam pendengaran dan dalam penglihatan. Berbeda konteksnya jika sesuatu yang tidak dilihat, dipegang, diraba bisa menjadi sesuatu yang ada bagi orang dewasa. Sehingga tidak selalu sesuatu yang ada itu berbentuk. Berfilsafat itu ketika diturunkan munculah zero options, bisa meluas dan tidak menjadi salah. Jika berfikir terlalu ideal atau mempertahankan argument, maka bisa jadi tidak mendapatkan apapun dalam berfilsafat. Dalam olah fikir dan menjalani kehidupan seseorang akan bertemu dengan ideal dan realita. Ideal dan realita tidak akan pernah sinkron. Sinkron dapat bermakna bertemu, artinya ideal dan realita tidak akan pernah bertemu. Karena antara ideal dan realita berjarak, jaraknya adalah awal dan akhir zaman. Sebagai contoh awal dimana seseorang bertanya dan akhir dimana seseorang bertanya, itu berada pada awal akhir zaman. Awal perkuliahan dan akhir perkuliahan juga berada pada awal akhir zaman. Awal mata berkedip sampai akhir mata berkedip juga menjadi bagian dari awal akhir zaman. Karena mereka berjarak maka ideal dan realita tidak akan bertemu. Bapak Marsigit mengajukan beberapa pertanyaan, siapa dirimu?, apa dirimu?, kenapa, mengapa dan sebagainya. Sesungguhnya adalah tentang diri kita yang fatal dan diri kita yang fital. Semua tidak bisa terjadi seperti yang diinginkan, karena semua telah dipilih dan manusia bersifat fatal, artinya takdirnya dipilih oleh Tuhan. Hal tersebut perlu disyukuri, sebab manusia tidak akan ada duanya. Sehingga tentang semua yang mengapa terjadi disebabkan karena
manusia bersifat fatal dan fital yang memiliki potensi. Dalam kondisi ini, kita semua sedang mengembangkan fatal dan fital masing masing. Sebenar benarnya hidup adalah interaksi antara fatal dan fital. Jadi jika kita dirubah nasibnya oleh Tuhan kecuali kita berdoa dan berusaha. Filsafat tidak memiliki ahli dan tidak ada keberadaan filsuf itu . Filsuf tidak ada kecuali orang lain yang menilai dan mengatakannya. Tidak pernah ada ijazah bagi seorang filsuf sehingga tidak perlu ragu dalam belajar filsafat. Filsafat itu mengenai diri kita sendiri. Bagaimana kita bisa menjelaskan sesuatu, karena sebenar benarnya filsafat adalah penjelasan kita masing-masing. Jadi perlu terus dikembangkan, bahwa tidak sekedar hanya satu sampai dua hari belajar mengenai filsafat. Seperti halnya test jawab singkat yang dilaksanakan tiap pertemuan, semata-mata tidak mengenai nilai saja melainkan sebuah cara bagaimana berkomunikasi dan sadar bahwa diantara kita terdapat perbedaan. Ragu-ragu ada dua jenisnya dalam filsafat. Pertama, ragu dalam hati dan kedua ragu dalam pikiran. Ragu di dalam pikiran itu pertanda bahwa kita akan mendapatkan ilmu. Namun jangan sesekali kita ragu dalam hati, karena keraguan dalam hati walaupun satu, itu sebenarbenarnya adalah godaan setan. Tidak ada seseorang yang mampu mengusir setan kecuali atas pertolongan Tuhan. Jadi, jika kita ragu dalam hati, maka berdoalah dan minta pertolongan kepada Tuhan. Kesedihan, keragu-raguan, kebencian, dan sebagainya yang bersifat buruk adalah godaan setan dan itu semua terjadi apabila tidak ada ikhlas di dalam hati.. Anak-anak itu berdimensi, dewasa juga berdimensi. Anak–anak itu sifat, dan dewasa itu sifat. Berarti hidup ini adalah sifat yang jatuh kepada sifat. Manusia itu sifat, karena manusia memiliki sifat. Mata itu adalah sifat, karena mata itu adalah milik daripada diri kita. Sehingga segala sesuatu yang merupakan milik diri kita adalah sifat yang digunakan untuk melihat individu yang lain, maka terjadilah sifat yang dijatuhi oleh sifat. Kondisi anak pun bisa bermacam-macam. Jika kita hanya mendapat nilai 0 saat test jawab singkat, maka diri kita dapat dianggap oleh Bapak Marsigit seperti anak-anak. Jika sudah sampai spiritual, konteksnya jadi berbeda. Hidup itu berstruktur dan berhirarki, metodenya bisa berubah-ubah sesuai dengan jamannya. Jika sudah sampai jauh kesana-sana, maka anak dan orang tua itu ukurannya keihklasan dan amalnya. Bisa jadi anak yang berumur 20 tahun sudah ikhlas tetapi belum tentu untuk terus ikhlas karena hidup itu siklik. Jadi, bisa juga anak yang berumur 20 tahun sudah dewasa, atau sebaliknya orang yang sudah dewasa tetapi masih memiliki sifat anak-anak.
Baca, baca dan teruslah membaca. Ilmu sosial itu berkaitan dengan hidup yang dijalani, ini merupakan filsafat yang jika hanya dijalani saja belum tentu cukup. Perlu tindakan untuk menjalankan, memikirkan, merefleksikan, menanyakan, mengkomunikasikan, menguji, dan sebagainya. Makna yang diperoleh dalam suatu pengetahuan bisa jadi tidak hanya pada waktu saaat ini mungkin beberapa waktu kedepan agar makna itu ditemukan dan dirasakan. Sehingga yang terpenting adalah sesuatu itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya, sesuai diperuntukkannya, sesuai dengan tujuannya, sesuai dengan tugasmya. Oleh karena itu, bacalah kodenya, kode yang dimulai dari satu huruf, satu tulisan, satu kata sampai satu kalimat dan kode yang telah diberikan adalah kode yang jelas petunjuknya. Manusia berstruktur dan berhirarki, yang dipikirkan pun berstruktur dan berhirarki. Sifat manusia itu sendiri juga berstruktur dan berhirarki, sehingga secara otomatis filsafatnya berstruktur dan berhirarki. Struktur memiliki tingkatan-tingkatanya, setiap tingkatan memiliki dunia. Tidak hanya tingkatan saja, bahkan segala sesuatu yang ada dapat mewakili dunia. Maka pada setiap yang ada itu, dapat dikatakan didahului dengan dunia. Mulai dari dunia filsafat, dunia manusia, dan seterusnya. Berfilsafat adalah berfikir yang refleksif. Selalu tidak ada yang benar dunia itu, kecuali kebenaran Tuhan. Sebagai contoh, berfilsafat adalah berfikir refleksif, refleksif itu dapat menjawab pertanyaan mengapa, hal ini boleh saja terjadi tetapi juga tidak benar juga tergantung seberapa jauh refleksifnya. Jadi ciri-ciri telah berfilsafat adalah berpikir refleksif, refleksif disini adalah salah satu contoh yang berarti memikirkan pikiran. Adanya sesuatu menjadi sangat penting, maka dalam filsafat dijabarkan, diuraikan secara terpukul antara ada, tidak ada, dan yang mungkin ada. Keadilan menurut sudut pandang filsafat, manusia tidak bisa memandang ke depan sekaligus memandang ke belakang. Sehingga sebenar-benarnya manusia tidak pernah adil terhadap pandangan di belakang. Hal ini berlaku sejak lahir sampai mati. Andai kata tidak adil adalah sebuah dosa, diam saja berarti sudah berdosa. Jadi sebenar-benarnya manusia adalah ketidakadilan itu sendiri. Namun, manusia diberi potensi untuk melakukan keadilan tersebut yang berupa intuisi satu dua. Semua matematika benar karena intuisi satu dua, ketika mengerjakan bukti suatu rumus, maka terdapat intuisi tentang bagaiamana teringat mengenai tulisan atau langkah pembuktian sebelumnya, jika hal ini lupa maka rumus matematika tidak bisa dibuktikan. Manusia hidup karena memiliki intuisi, jika seseorang berbicara kemudian lupa apa yang dibicarakan apa yang akan terjadi?, Jadi terdapat intuisi didalam diri manusia. Manusia
memang terlahir untuk tidak bisa adil, dan manusia lahir itu karena dipilih. Tetapi tidak baik jika kita mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil karena jika diteruskan sampai kesana dapat dikatakan sebagai kuasa Tuhan. Jadi hidup ini adalah adil dalam ketidakadilan, dan ketidakadilan didalam keadilan. Manusia itu sempurna didalam ketidaksemupurnaannya begitu pula sebaliknya. Itulah sebenenar benar hidup adalah kontradiksi, ketika
kita masih di dunia,
kontradiksi hukummnya. Kontradiksi itu tidak akan pernah sama. Hanya identitas yang berlaku di dalam pikiran. Jangan langsung membuat hubungan antara filsafat dengan ilmu, tetapi ilmu dengan pengetahuan. Setiap individu, pasti memiliki pengetahuan yang terpisah-pisah. Sehingga yang namanya ilmu pengetahuan, itu sudah terstruktur, atau sudah ada bangunannya. Ilmu pengetahuan disusun oleh komponen pengetahuan-pengetahuan. Filsafat berdimensi, karena filsafat sebagai pengetahuan, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai landasan, dan seterusnya adalah berdimensi. Filsafat sebagai spiritual, atau sebaliknya spiritual sebagai filsafat, semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Belajar belum tentu berfilsafat. Belajar yang baik adalah mendekati sunnatullah, sesuai dengan kodrat yang diberikan oleh Tuhan, maka kita wajibnya mencari fenomena alam yang seperti apa yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Sehingga fenomena alam yang dapat digunakan untuk belajar adalah hidup itu adalah hidup. Belajar itu hidup, berfilsafat itu hidup, tidur pun hidup. Bagaimana tidur bisa hidup, yaitu dengan berdoa didalam hati. Bagaimana belajar bisa hidup, yaitu dengan involve (menceburkan diri) atau masuk kedalam putaran itu, selalu masuk dalam kondisi itu yaitu menerjemahkan dan diterjemahkan. Tidak bisa belajar dipandang jauh disana, filsafat itu sendiri bukan apa apa yang ada disana melainkan apa yang ada disini. Bagaiamana ciri hidup, yaitu bersifat continue, berinteraksi, menggunakan hati dan menggunakan pikiran dimana kontekstual sesuai dengan ruang dan waktu.
FILSAFAT ILMU (26 September 2016) Seseorang bisa memperkirakan karena mempunyai intuisi. Intuisi memiliki banyak manfaat. Sedang intuisi itu sendiri banyak manfaatnya dan salah satunya dapat digunakan untuk memperkirakan. Selama masih di dunia seseorang terikat ruang dan waktu, apapun terkecuali. Terikat oleh ruang dan waktu dalam arti sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
tanpa
Belajar filsafat itu metodenya intensif dan ekstensi, kali sedalam-dalamnya dan kembangkan seluas-luasnya. Struktur di dunia itu ada yang tetap dan ada yang berubah, namun jika diteruskan bisa melampaui dunianya. Jadi kita bisa mengidentifikasi apa yang tetap dan apa yang berubah, apa yang bebas dan apa yang tidak bebas dalam ruang dan waktu. Semua benda yang dapat kita lihat, itu semua tidak bebas ruang dan waktu. Agar seseorang mampu mendifinisikan atau mengetahui ruang maka perlu waktu dan begitu pula sebaliknya. Batu pun terikat oleh ruang gelap dan ruang terang. Prinsip yang dikatakan orang adalah bertingkattingkat. Mulai dari benda, aturan-aturan, pikiran, hati, kemudian spiritual. Jika seseorang masih hidup, lengkap ada materialnya, ada formalnya, ada normatifnya, dan ada spiritualnya. Tetapi berbeda dengan orang yang sudah meninggal dunia, maka unsur-unsur dunianya sudah dikurangi terkecuali amal dan ibadahnya yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sehingga tidak mudah mencari yang bersifat prinsip seperti turuti kata hatimu. Hal tersebut merupakan prinsip orang lain, dan itu menjadi kesalahan seseorang dalam mencari ilmu. Orang mencari ilmu, terdapat adanya penggoda, penggoda sesuatu yang menarik, yang berbinar-binar dan namanya Idol. Itulah godaan orang mencari ilmu. Sebagai contoh, saat kita berada dalam langkah mencari ilmu, godaan yang pertama adalah tidak bisa meninggalkan adat dan budaya sebelumnya. Kedua, ketika berjalan ditengah jalan, orang lain (sembarang orang) berkata turuti kata hatimu, dan kita percaya saja, disini kita belum mencapai kebenaran tetapi ditengah jalan sudah digoda oleh kebenaran di jalan. Kebenaran sendiri berada dimanapun, termasuk kebenaran Bapak Marsigit yang bersifat otoritas yang sifatnya juga dimiliki oleh kebenaran manusia yang lain. Sehingga manusia yang mana yang kebenarannya kuat, kokoh, tinggi dan luas, dimana semakin umum berarti semakin luas. Kebenaran agama adalah kebenaran absolute, maka tidak bisa dibantah lagi. Firman tuhan itu adalah absolute tidak bisa dibantah lagi, seperti kitab suci yang bersifat absolute juga. Jika prinsip tadi yang mengatakan itu adalah kitab suci maka jalani saja, seperti sesuatu yang diyakini. Karena setiap orang bisa membuat aturan, membuat hukum tentang turuti kata hatimu saja, sedangkan hati itu sendiri, terdapat hati, pikiran dan kenyataan, jika itu hanya 3 hal maka masih saja sepertiga dunia. Padahal masih banyak lagi aspek yang bisa ditinjau, seperti fatal, spiritual, transen, inner, dan sebagainya. Jadi jika hanya berpedoman pada hati saja, mungkin saja ketika hati itu sempit maka hanya berpedoman seperseribu sekian dari fenomena hidup kita. Jika hati dijadikan satu satunya yang utama, hanya hati saja, maka kalau kita pikirkan hati, pikiran, kenyataan itu baru sepertiga dunia. Namun jika
kita anggap dunia ini adalah hati dan pikiran, tergantung bagaimana kita memandangnya, tergantung struktur dunia yang akan kita bangun seperti apa. Andaikan kita sendang fokus pada struktur yang dunia itu terdiri dari hati dan pikiran, berarti hati itu separuh dunia. Seseorang yang hanya mengikuti hatinya saja, maka ia tidak mampu memikirkan. Ketika seseorang sedang membesar-besarkan hati tetapi tidak memperhatikan pikiran, suatu ketika ia terkena pikiran maka hati tidak akan mampu berfikir, hati hanya mampu merasakan saja. Rasa sedih, gundah kecewa, susah , bahagia, sakit hati dan sebagainya, jika saat merasakan itu maka kita yang hanya memandang hati adalah setengah dunia, maka kita tidak akan mampu melawan perasaa tersebut. Hal ini meruapakan gambaran orang-orang yang hanya mengikuti kata hati. Melalui sudut pandang filsafat, hati itu terdiri dari dua hal, hati positif dan hati negative. Sedang hati nol atau netral adalah keihklasan. Adil yang sebenar-benarnya dan seluas-luasnya. Adil adalah ontologis. Ontologis sendiri memiliki makna bahwa sudah tidak terbantahkan lagi. Sebagai contoh, kita tidak pernah adil dengan bagian belakang kepala, karena kita tidak pernah melihat bagian belakang kepala kita kecuali menggunkan cermin. Selama ini apa yang kita lihat hanya bagian depannya saja, padahal dunia memiliki hak yang sama untuk dilihat tetapi kita tidak mampu untuk melihatnya. Jadi manusia itu terlahir tidak adil untuk dirinya sendiri tetapi dengan begitulah manusia itu bisa hidup. Manusia tidak sempurna dalam ketidaksempurnaanya, begitu pula sebalikny. Hal tersebut merupakan sisi ontologisnya, sedang epistimologinya adalah berupa metodenya, sumbersumbernya, sumber filsafat keadilan. Jika kita berbicara mengenai sumber keadilan menurut filsafat, maka siapa yang berbicara mengenai adil?. Keadaan ni merentang di dalam perjalanan sejarah dari Yunani sampai sekarang. Jadi konsep adil adalah adil sesuai dengan fungsi, peran dan sebagainya. Filsafat disamping memandang dari segi ontologis dan epistimologinya, memandang juga etik dan estetikanya. Jadi teradapat etil, etik dan estetikanya antara adil dengan kebenarannya, benar dengan keadilannya, serta adil dan kepantasanya. Manusia justru tidak akan pernah adil dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan orang lain. Takdir itu merupakan sesuatu yang dipilih. Sedangkan ikhtiar itu adalah memilih. Hidup ini hanya mengenai tentang dipilih dan memilih. Ini hanya penyederhanaan dari dunia yang begitu besar dan berinteraksi yang kemudian hanya diartikan sebagai memilih dan dipilih. Seperti halnya ketika kita berkata-kata , kata yang muncul adalah sesuatu yang dipilih dan kita yang memilih. Takdirnya manusia itu bahwa berkata merupakan sesuatu yang linear, berkata itu
seri atau berurutan. Pikiran manusia membuktikan bahwa dunia tidak memiliki akhir. Sehingga Immanuel Kant membuktikan bahwa dunia ada awal sekaligus tidak memiliki awal, ada akhir sekaligus tidak memiliki akhir. Maka berfilsafat itu berbahaya, jika tidak dilandasi dengan spiritual yang kokoh. Keseluruhan hidup ini adalah tentang memilih dan dipilihkan. Barat itu cederung melakukan budaya menulis, sehingga ada dokumennya, ada bukunya. Kedua, barat itu yang menginisiatif, menguasai dunia. Sehingga siapa yang berkuasa, ialah yang menjadi kebenaran, karena mengikuti orang yang berkuasa. Seperti di dalam ekonomi, orang yang memiliki modal adalah orang yang berkuasa. Orang yang berkuasa walaupun salah, maka ia dianggap tetap benar. Karena barat berkuasa menguasai timur, yang didukung dengan karya tulis-karya tulis maka dianggap benar mereka itu. Kita sebagai guru, sebagai orang yang bertanya adalah sebuah dunia sedang siswa sendiri juga merupakan dunia. Dunia menerjemahkan dunia, lengkap. Jika kita menerjemahkan dunia yang lain dan ingin dunia yang lain tersebut sama seperti dunia kita, itu merupakan sesuatu yang menyalahi kodrat. Kita sudah meletakkan sesuatu yang bertentangan dengan kodrat pada kalimat kita sendiri, sehingga dengan adanya filsafat kita dapat melakukan refleksi. Mengapa kita perlu memaksakan orang lain mengetahui sama seperti apa yang kita pikirkan. Sama seperti elegi yang dibuat oleh Bapak Marsigit, beliau tidak merasa perlu melajutkannya. Apa yang kita pikirkan adalah bebas, begitu pula jika memilki interpretasi yang berbeda-beda. Bapak Marsigit hanya ingin memfasilitasi belajar filsafat, dan filsafat adalah diri kita sendiri. Jika suatu saat diantara mahasiswa bertanya, tidak akan menjadi sesuatu yang berguna jika tidak membaca elegi terlebuh dahulu, syarat bertanya ketika seletah membaca maka orang lain juga perlu membacanya terlebih dahulu agar setidaknya mampu mencapai pemahaman yang sama. Dunia berstruktur, karena dunia berstruktur maka pendidikan juga berkonteks. Antara sesuatu yang ideal, dimana ideal itu sendiri tidak bisa didefinisikan karena setiap orang punya idealnya masing-masing. Tetapi jika kita berbicara dari fenomena alam, belajar mendidik itu sesuai dengan ide fenomena alam. Fenomena alam adalah bagaimana belajar itu membangun. Belajar itu hermentika dan karena hermentika itu membangun maka guru harus memfasilitasi bagaimana siswa membangun matematika. Siswa harus berhementika atau belajar matematika dengan fasilitas yang telah disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, jika kita sudah mampu berfilsafat maka Bapak Marsigit tidak berharap bahwa kita harus memiliki pemikiran yang sama
dengan beliau tetapi struktur itu ada harapannya serta sama memiliki strukturnya, struktur yang kuat, struktur kehidupan, struktur yang ada dan yang mungkin ada. Struktur dunia itu materi, diatasnya itu formal, diatasnya normative, diatasnya spiritual. Jika kita sudah sampai pada taraf spiritual, dimana spiritual merupakan tahapan paling atas dan telah melingkupi semuanya, maka tidak ada satu pun yang terlewatkan. Sehingga semua itu menjadi spiritual dan sakral. Semua benda adalah sacral, artinya spiritual turun sampai kepada benda tersebut. Jika didalam filsafat maka contohnya adalah batu yang sedang berdoa, tasbih. Benda berstruktur, perasaan berstruktur dan yang memikirkan pun juga berstruktur. Jadi tiadalah desah nafas walaupun sepenggal adalah terbebas kuasa dari Tuhan, jika sudah seperti ini maka persoalan apapun kita kembalikan lagi dengan yang diatas. Seseorang hanya bisa merefleksikan dirinya sendiri, meminta pertolongan kepada Tuhan atas permasalahannya. Urusan dunia itu tidak ada yang terbaik, maka tidak ada cara mengajar yang baik dari sisi metodologis, hanya ada kecenderungan yang mendekatai yang baik adaialah yang dekat, yang cocok dan yang sesuai denngan kodratnya. Sehingga belajar adalah proses terjemah dan menerjemahkan. Belajar harus dalam suasana merdeka. Ibarat sebuah tanaman jika tertutup terlalu rapat maka tanaman tersebut akan mati. Karena manusia berhermentika, maka hal tersebut adalah unsur unsur spiritual atau unsur unsur kecerdasan figur, tetapi sekarang ini dunia kontemporer sudah mulai menyempit dan memanjang, dimana berhenti saja tidak bisa apalagi harus belok. Didalam kehidupan orang barat tidak ada istilah mundur atau bahkan belok, terus linear. Sebagai contoh Obama ketika menasehati rakyatnya, memotivasi rakyatnya dengan menunjukkan bahwa disana masih terdapat bintang bintang yang belum memiliki nama. Berbeda dengan rakyat Indonesia yang menyatu padukan penanggalan baik penanggalan jawa maupun penanggalan nasional, agar hari senin bertemu lagi dengan hari senin maka ada sesuatu yang melingkar dan melingkarnya maju karena tanggalnya menjadi berbeda pasti terdapat lingkaran yang tertarik yaitu terdapat spiral kehidupan tidak lain tidak bukan adalah lintasan bumi mengelilingi matahari dan inilah hermenetika hidup. Mengulang senin menjadi hari senin lagi adalah sesuatu yang perlu disyukuri. Kegagalan menjadi kesuksessan yang tertunda. Ketika kita mengalami kegagalan maka kita jangan patah semangat, karena dengan kegagalan ini kita akan dijadikan atau diberikan kesuksessan yang lebih. Dengan bersyukur akan memberikan daya tahan, tidak akan merasa gagal namun akan membuat kita termotivasi untuk terus berusaha. Filsafat itu yang ada dan yang mungkin ada. Kita
pun demikian, orang barat mendefinisikan filsafat sebagai olah pikir, sedangkan kalau sampai ketimur tidak cukup sampai pada olah pikir saja. Kita tidak akan pernah bertemu dengan Tuhan jika kita hanya berfikir saja. Ketemu dengan Tuhan adalah dengan ibadah, shalat. Jika diijinkan bertemu maka kita akan bertemu. Maka di timur ada ontology gerak, dibarat tidak ada. Jadi di timur filsafat tidak sekedar berfikir tetapi pengoalahan hati dan pengolahan pikir, menjadi bijaksana, maka bijaksana timur dan barat berbeda. Bijaksana orang barat adalah mencari, sedang orang timur adalah memberi.
FILSAFAT ILMU (3 Oktober 2016) Pertemuan ke empat kuliah Filsafat Ilmu ini dijalani dengan niat dan semangat yang luar biasa demi mendapatkan sebuah harafiah dan nilai tentang segala sesuatu dalam kehidupan, meskipun perkuliahan ini berakhir hingga hampir senja. Setiap proses yang terdapat dalam pembelajaran Bapak Marsigit, menurut sudut pandang saya semua memiliki arti dan nilai. Seperti halnya, perkuliahan ini diawali dengan 50 soal tanya jawab singkat, memberikan pehaman bahwa belajar tak terbatas waktu dan terutama tak dibatasi oleh hati, ikhlas. Setiap nilai 0 yang saya dapatkan, semakin timbul rasa semangat saya untuk terus belajar dan ikhlas menjalankannya. Kemudian saya memahaminya kembali, ternyata bukan nilai angka yang saya dapatkan melainkan nilai kehidupan melalui belajar filsafat ini. Perkuliahan ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang pertama kali diawali dengan pertanyaan dari Sdra Budiyanto “Bagaimana filsafat memandang kejadian Hipnotis”. Kemudian Bapak Marsigit menjelaskan kepada kami bahwa hipnotis bukan sesuatu yang rumit, karena hipnotis bukan sesuatu yang memiliki rumus. Seperti seseorang yang bermain kuda lumping mereka merasa tidak sadar melakukan gerakan gerakan. Hal tersebut dikarenakan terjadi gangguan jiwa yang dipengaruhi oleh intuisi tertentu, dimana intuisi satu menutup intuisi yang lain dan imbasnya akan memunculkan gejala tertentu. Manusia memiliki milyaran intuisi yang ada dan mungkin ada. Seseorang yang dihipnotis tidak akan bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi pada dirinya. Terdapat sebuah reduksi baik dunia membaca, dunia bersenang senang, dunia berpikir dan sebagainya menjadi dunia hipnotis yang didalamya berirama, terdapat suara bertalu talu, kemudian doa doa yang menciptakan suasana untuk menarik intuisi. Filsafat bukan mengenai tentang setuju dan tidak setuju. Filsafat mengenai seberapa jauh kita menjelaskan sesuatu, salah satunya pandangan terhadap pelaksanaan metode saintifik.
Sehingga sebenar-benarnya filsafat adalah penjelasan itu. Jika kita bersih kukuh dengan apa yang diyakini maka muncul mitos, jika merasa sangat jelas sekali maka muncul mitos, dan jika fanatik maka terjebak dalam ruang dan waktu yang begitu gelap menurut filsafat. Metode saintifik merupakan salah satu dari ribuan metode yang ada dan mengapa kita hanya memilih satu dan menjadi fanatik. Setiap saat orang berhasil dan setiap saat orang mengalami kegagalan. Seseorang mungkin hanya tidak merasa, jika hanya merasa berhasil maka seseorang tersebut merugi separuh dunia karena ia tidak menyadari kegagalannya. Begitu pula sebaliknya jika hanya merasa gagal maka ia akan merugi separuh dunia karena tidak menyadari pula keberhasilannya. Jadi filsafat berusaha untuk adil, seimbang, sedalam dalamnya, dan seluas luasnya. Siap menurut filsafat adalah sesuatu yang berhubungan dengan refleksi diri untuk kedepan. Jadi dikatakan siap apabila kita memiliki refleksi diri untuk kedepan. Kemudian sifat tersebut diturunkan menjadi semi psikologi berupa komunikasi. Persiapan adalah sejatinya berupa komunikasi internal yang terdapat di dalam diri kita. Kemudian diturunkan lagi menjadi readiness yang merupakan sesuatu yang penting dalam unsur psikologi. Kesiapan juga mengandung unsur lain berupa timeline, yang artinya berjalannya potensi dan ideal. Sehingga kesiapan juga merupakan bagian daripada endortika dan ternyata tiadalah kesiapan itu yang bersifat tetap dan berhenti walaupun kesiapan dalam keadaan berjalan. Sebenar benarnya kesiapan adalah berhementika. Jika kita merasa bahwa kita sudah sangat siap, itu adalah mitos karena yang ada hanya sedang melakukan persiapan yang tidak ada akhirnya karena akhir juga adalah mitos. Tiada sebenar benarnya akhir kecuali akhir absolute, itulah dogma agama. Meskipun ada akhir absolute, masih akan diteruskan. Sesungguhnya terdapat metodologi etik estetika dalam filsafat. Jadi misalkan kategori benar, baik dan indah jika dikombinasikan akan menjadi sangat banyak jika diekperimenkan: benar baik dan indah, benar baik dan tidak indah, benar tidak baik dan indah, benar tidak baik dan tidak indah demikian seterusnya seperti ini contoh berfilsafat yang merupakan hakekat etik dan estetika. Etik mencerminkan sifat baik buruk, estetika mencerminkan keindahan, epistimologi mengenai benar dan salah, dan ontologi adalah hakekatnya. Jika kita bersih kukuh memandang tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah, maka kita akan terjebak di dalam ruang waktu yang gelap. Oleh karena itu, munculkan sifat sintesis, yaitu mampu bertanya. Sehingga itulah pikiran, benar dan salah didalam pikiran. Sebagai contoh 2+2 = 4 benar atau
salah. Jika modulonya berbasis 3 pertanyaan tersebut bisa jadi salah. Sehingga benar dan salahnya tergantung oleh ruang dan waktu, karena ini hanya sekedar pikiran tidak mengenai surga dan neraka. Benar dan salah adalah domain pikiran, sedangkan surga dan neraka adalah domain hati. Bapak Marsigit menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara filsafat dengan perkembangan teknologi yang dijelaskan melalui kisah Resi Gutawa. Konon dahulu terdapat kisah cerita mengenai Resi Gutawa, Resi yang maha sakti. Sakti berarti kata kata yang diucapkan bisa menjadi kenyataan. Pada jaman dahulu hubungan antara ucapan dan kenyataan adalah resi. Resi Gutawa memiliki istri yang sangat cantik, Dewi Windarti, karena sangat cantiknya para Dewa merasa ingin memilikinya. Kemudian ada seorang Dewa yang memiliki cupumanit astgina yang diberikan kepada Dewi Windarti. Dewi merasa sangat tertarik dengan benda tersebut, meskipun tidak mengerti apa arti benda tersebut. Karena merasa sangat tertarik dengan benda tersebut, Dewi melupakan tanggung jawabnya dan lupa kepada perintah sang Resi. Resi kemudian marah dan bertanya “Wahai istriku, kamu sedang bermain apa, mengapa ditanya diam saja?” dan Dewi masih diam saja terhadapa semua pertanyaan yang dilontarkan Resi untuknya. Resi kemudian mengutuk istrinya menjadi patung. Kemudian Resi mengambil cupumanit tersebut, sementara istrinya menjadi patung dan dilemparkan jatuh ke Bengawan, sungai besar. Ketiga anak Resi dua pria dan satu wanita berhari hari mencoba mencari benda tersebut hingga berubah wujud saat terjatuh kedalam sungai menjadi kera. Intisari dari kisah ini adalah apa yang terjadi di masa kini adanya pemanfaat yang tidak tepat kecanggihan teknologi salah satunya menjadikan seseorang fanatik dan berlebihan dalam menggunakannya. Ternyata sangat jelas bahwa kejadian tersebut sudah sampai ke dunia temporer untuk membuat patungisasi masyarakat dan memasyarakatkan patung. Kita semua telah menjadi patung patungnya di kehidupan kontemporer, jika kita memiliki tapi tidak mengerti, atau memiliki namun tidak menggunakannya secara bijaksana. Berubah wujudnya sang Dewi yang dikutuk menjadi patung dan ketiga anak Resi menjadi kera memberikan makna apa yang terjadi pada manusia kini yang berubah dan tak merasakan perubahan itu. Sebelum perkuliahan diakhiri, Bapak Marsigit memberikan nasehat kepada kami bahwa dalam berfikir filsafat pun ada batasnya, tidak perlu berfikir jauh dan berfikirlah apa yang ada di sini karena dunia pun ada di sini.
FILSAFAT ILMU (10 Oktober 2016) Perkuliahan ini dibuka dengan pesan singkat “kerjakanlah pikiranmu dan pikirkanlah pekerjaanmu, pikirkanlah doamu dan doakanlah pikiranmu, kerjakanlah doamu dan doakanlah pekerjaanmu”. Dalam filsafat berbicara tentang struktur berdimensi didalam pikiran. Pikiran adalah pintu gerbang menuju dunia masing-masing. Tetapi, pikiran saja tidak cukup, karena hati juga menjadi pintu gerbang masing-masing orang. Maka baik buruk dunia tergantung hatimu dan makna dari dunia tergantung pikiran. Semua yang ada dan mungkin ada, yang ada paling genus (paling sederhana) itu adalah yang ada, juga berstruktur. Strukturnya meliputi forma bentuk dan substan isi dengan forma sebagai wadah. Sehingga konsep pengabdian dalam filsafat dengan yang bertanya berstruktur berhirarki, yang ditanya juga berstruktur berhirarki dan pengabdian juga berstruktur berhirarki. Maka karena pengabdian berstruktur berhirarki, apa pengabdian paling sederhana, apa pengabdian yang paling rendah dan apa pengabdian paling tinggi. Pengabdian yang paling rendah bertemu genusnya, genus itu merupakan potensinya, potensi itu cikal bakal, bibit kawit atau gatranya. Ada dua macam gatra yaitu gatra takdir dan gatra ikhtiar. Maka abdi, pengabdian dan pengadian diri merupakan gatra takdir dan gatra pengabdian. Pengabdian juga meliputi sifat manusia, sebagai suatu keadaan atau sifat manusia. Dalam filsafat disebut genus, dalam biologi disebut genetika. Genetika yang diteliti orang adalah genetika diam, sedangkan misalnya seseorang bisa mempengaruhi keturunannya dengan perilaku yang sekarang disebut genetika berjalan (genus yang berjalan). Sehingga misalkan sekarang kita rajin mengaji dan kemudian menjadi kiai hebat, maka tidak menutup kemungkinan anak atau cucu kesekian juga akan menjadi kiai hebat. Demikian pula pengabdian yang merupakan suatu sifat, sifat dari keadaan obyek terhadap subyeknya. Mengabdi sebenarnya bukan istilah filsafat, mengabdi merupakan istilah sosiologi dan psikologi. Dalam filsafat mengabdi hanya merupakan suatu sifat, hubungan antara sifat satu dengan sifat yang lain. Keadaan ini digambarkan oleh etik dan estetika. Ukurannya adalah etik dan estetika. Etika benar salah, sedangkan estetika keindahan. Maka filsafat itu adalah hakekat kebenaran dan keindahan yang kemudian di mix, hakekat yang benar indah, benar tidak indah, demikian seterusnya. Itulah filsafat, bila dinaikkan sedikit menjadi spiritual, doamu tentang siapa dirimu, kebenaranmu yang baik dan tidak. Tetapi keindahan bersifat subyektif. Pengabdian jika ditelusuri memiliki kaitan dengan sosiologi, sosioantropologi. Itulah konsep pengabdian didalam filsafat.
Filsafat tidak hanya memandang kecerdasan ganda (multiple intelligence) tetapi lebih dari itu yakni unlimited multiple. Kecerdasan tentang yang ada dan yang mungkin ada. Cerdas tehadap istri, suami, rumah tangga, sekitar, lingkungan, terhadap kata-katanya sendiri dan cerdas terhadap yang ada dan mungkin ada. Ini merupakan istilah psikologi, filsafatnya seperti itu, maka untuk menembus ruang dan waktunya tau sopan santunnya dengan baca, baca dan baca. Beda filsafat dan psikologi adalah kalau filsafat duduk di lobi, seangkan psikologi sudah masuk ke gang-gang, lorong-lorong. Sehingga psikologi ada dua macam yaitu psikologi terapan dan psikologi wacana. Sebagian dari psikologi wacana atau naratif merupakan filsafat. Sehingga jika di breakdown kecerdasan kalau hanya multiple menurut Howard Gagner, kecerdasan itu ada delapan, sedangkan dalam filsafat meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Intelligence dijabarkan lagi, filsafat semangatnya diperdalam dan diekstensikan. Jika dijabarkan intelligence sebagai penglihatan maka dapat dilihat yang ada dan yang mungkin ada, dan seterusnya. Jadi intelligence nya berstruktur berhirarki, yang dipikirkan juga berstruktur berhirarki. Dunia bertemu dunia terwakili oleh iconicnya, jika digali merupakan gunung es, maka bacalah elegi menggapai dasar gunung es. Bapak Marsigit menambahkan bahwa beliau hanya sebagai fasilitator. Perkara, mahasiswa merasa Bapak Marsigit luar biasa, terlalu dominan dan sebagainya diimbangi dengan cara membaca agar berdaya. Sebab jika tidak mau membaca blog Bapak Marsigit, mahasiswa tidak akan berdaya, sekali jatuh akan terus jatuh, tertimpa, padahal Bapak Marsigit menjatuhkan stigma-stigma, mitos-mitos. Berfilsafat itu transeden, dengan metode metafisik. Dalam filsafat ada, dalam bahasa jawa sosrobau, sosro itu seribu dan bau itu pundak, pundak seribu kalau berperang. Kalau berpikirmultiple intelligence yang merupakan psikologi. Kalau filsafat berstruktur berhirarki meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Karena filsafat jauh melampaui batas, obatilah diri sendiri dan percayalah pada Tuhan. Filsafat itu dipikirkan bukan dihapalkan, dengan dipikirkan berkali-kali lama kelamaan akan menjadi hapal. Kemudian Bapak Marsigit melanjutkan dengan memberikan ulasan mengenai konsep doa. Ulasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah kakiku didefenisikan, tanganku mendefenisikan, mataku sedang mendefenisikan apa itu doa, pikiranku juga sedang mendefenisikan, seluruh hidupku dari yang ada dan mungkin ada itulah defenisi Bapak Marsigit tentang doa. Sebagian bisa dilihat dalam elegi menggapai ritual ikhlas dari 1-40. Karena jikapun diterangkan tuntas dari lahir hingga sekarang, Bapak Marsigit mengatakan bahwa beliau sudah berubah menjadi besok, dan bagaimana cara menjelaskan dari sekarang menuju besok. Maka
sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu, sebenar-benar penjelasanmu adalah aktivitasmu. Jadi, nonsense jika belajar filsafat tanpa membaca. Filsafat itu ikhlas tanpa tipu. Jangan menjadi orang lain dan cukup jadi diri sendiri. Dimas kanjeng merupakan gambar ari ikonik akibat krisis dari seluruh dunia dimana menginginkan hidup yang enak, murah, cepat dengan hasil yang besar. Itulah pentingnya berpikir kritis (critical). Karena spritualnya spiritual adalah spiritual, materialnya material adalah material. Sejak awal filsafat sampai akhir zaman nanti adalah tentang pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang merupakan hasil olah pikir. Persoalan didalam filsafat ada dua macam, kedua macam persoalan ini tidak pernah tercapai oleh manusia, manusia hanya bisa berusaha mencapai, tetapi tidak pernah benar-benar tercapai. Pertama, menjelaskan apa yang engkau ketahui yang ada didalam pikiranmu. Sebenar-benar manusia tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang dipikirkan, hanya berusaha saja menjelaskan dengan cara reduksi menyebut beberapa sifat kunci dalam batas tertentu dimana semua orang satu dengan yang lain memiliki pengetahuan yang sama. Adanya suatu pengetahuan didalam pikiran karena melalui rasio dan pengalaman, berhermeneutika. Persoalan kedua adalah mengetahui apa yang diluar pikiran seseorang. Yang masih diluar pikiran adalah yang masih mungkin ada. Maka sebenar-benar hidup adalah mengadakan yang mungkin ada. Maka kerjakanlah hidup itu dan jangan malas. Bapak Marsigit menambahkan bahwa pengikut itu adalah bayangan. Omongan adalah bayangan pikiran. Karena kita perlu hijrah untuk mendapatkan pengetahuan baru sesuai dengan levelnya. Hebat itu juga sesuai dengan ruang dan waktunya. Keren itu tergantung lingkungannya. Sehebat-hebat orang sesuai dengan ruang dan waktunya. Ketika saatnya dimintakan menunjukkan, itulah hebat. Maka, pikiran manusia macam-macam perkembangannya, mulai dari awal hingga akhir zaman. Kedudukan pengetahuan dari awal sampai akhir, dan sebenar-benar pengetahuan adalah epistimologi atau filsafat ilmu. Tetapi filsafat ilmu tidak ada apa-apanya kalau tidak ada ontologi dan aksiologi yang merupakan satu kesatuan. Filsafat berbahaya jika tidak dilandasi dengan spiritual. Mati menurut filsafat adalah mitos. Karena ternyata dibaca ayat suci dan hadistnya, mati hanyalah fisiknya sementara jiwanya masih hidup dimana setelah alam kubur ada kehidupan disana. Jadi adalah mitos, mitos terperangkap disana. Selamanya jika tidak berpikir, mati tetap mati, itulah yang namanya mitos. Itulah kebodohan, terjebak didalam ruang dan waktu. Maka bangkit dari mitos menuju logos
artinya apa yang dimaksud dengan mati yaitu mati raganya, mati jiwanya, amal dan perbuatannya dihitung, mati menurut kitab, mati menurut hadist dan sebagainya.
FILSAFAT ILMU (17 Oktober 2016) Fakta menunjukkan bahwa ketika hidup di khatulistiwa dengan hidup di kutub akan berbeda perilaku, akibat, dampak dan seterusnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tempat tinggal menentukan tabiat (karakter orang). Sehingga pada dasarnya terbentuknya atau tersusunnya zodiak adalah seperti hal yang telah digambarkan. Dari sisi filsafat, zodiak adalah pikiran manusia. Pergeseran matahari dari paling utara menuju paling selatan dalam dua belas bulan sesuai dengan jumlah zodiak yang ada. Perbedaan karakter dari tempat tinggal setiap orang dilambangkan dengan zodiak. Gambar bintang di langit yang membentuk berbagai macam gambar seperti kepiting, singa, dan sebagainya disebut horoscop. Hemat berarti perhitungan, ketelitian menembus ruang dan waktu. Teliti didalam menembus ruang dan waktu. Hemat menurut psikologi merupakan kesadaran dalam ruang tertentu yang terikat dengan ruang-ruang yang lain. Apabila tidak cocok ruang dan waktunya hemat akan berubah menjadi pelit dan semua yang ada dan mungkin ada itu berstruktur, sehingga hemat pun berstruktur yakni hemat material, formal, normatif hingga spiritual. Agama juga mengajarkan kita agar jangan berfoya-foya. Pandangan yang lain bahwa cita-cita adalah ideal, dengan ideal adalah pikiran. Bapak Marsigit menyatakan bahwa sekarang lulusan LPTK terancam tidak bisa bekerja menjadi guru. Lulusan pendidikan guru sendiri ada sekitar 1.000.000-1.500.000 setiap tahunnya dengan kebutuhan hanya 150.000 pengangkatan pertahunnya. Sepuluh tahun yang lalu, lembaga yang memproduksi guru yang ada hanya LPTK, UT, FKIP Universitas yang jumlahnya tidak lebih dari 20. Kemudian karena gaji guru sertifikasi, banyak orang yang berbondong-bondong menjadi guru. Akibatnya muncul universitas-universitas swasta STKIP dari sabang sampai merauke hingga mencapai lebih dari 200. Apabila dilihat ke daerah, hal ini logis karena masyarakatnya juga membutuhkan. Kembali lagi masalahnya adalah bagaimana skema dari pemerintah dimana terdapat spirit yang makin sulit untuk pengangkatan guru. Guru-guru yang sudah mengajar akan PLPG, tetapi setelah PLPG juga tidak ada jaminan akan diangkat menjadi guru karena harus kembali mengikuti Ujian Tulis Nasional (UTN) dengan standar nilai 80. Karena itu merupakan jalur S1 yaitu PPG.
Keadilan dan ketidakadilan itu merupakan hermeneutika yang merupakan istilah filsafat barat, dimana di timur disebut silaturahim, dan dalam pembelajaran disebut interaksi pembelajaran. Dalam kehidupan rumah tangga juga ada dinamika, baik susah, sedih, senang, kacau, berantakan dan sebagainya, karena tidak ada kehidupan bahagia sepanjang masa dan tidak pula akan sedih sepanjang masa. Keadaan berantakan hati dan pikiran, berantakan pikiran adalah ilmu. Kunci dari semua ini adalah komunikasi. Dalam menarik kesimpulan merupakan suatu formulasi keadaan pada suatu ruang dan waktu tertentu. Sebenar-benar kesimpulan duduk di pikiran. Maka sebenar-benar kesimpulan adalah pikiran. Pikiran tersebut berstruktur, berhirarki, berhermeneutika antara wadah dan isinya pikiran. Kesimpulan itu memiliki wadah yakni kata-kata maupun tulisan. Maka sebenar-benar yang ada dan mungkin ada adalah kesimpulan. Cerdas berarti sopan santun terhadap ruang dan waktu. Guru sebagai pegawai pemerintah memiliki tugas menjalankan kebijakan pemerintah yang merupakan wadah. Sementara isi adalah kreeativitas guru melayani kebutuhan siswa. Guru yang bijak membuat siswa tetap aktif dengan berbagai macam teknologi dan sebagainya. Guru yang cerdas adalah guru yang bijaksana yang mampu mencari celah dan peluang dengan tetap mengembangkan metode pembelajaran sebagaimana mestinya menterjemahkan, berinteraksi, berhirarki, berhermeneutika awal akhir zaman. Filsafat jika sedikit dinaikkan merupakan spiritual, diturunkan kembali jadi filsafat. Filsafat merupakan olah pikir tergantung individu masing masing. Maka sebenar-benar filsafat adalah penjelasan diri masing-masing tentang kehidupan setelah kematian. Kematian dari sisi fenomena ada yang dapat dipikir dan tidak dapat dipikir. Secara filsafat yang bisa dipikirkan merupakan fenomena, dan yang tidak bisa difikir disebut noumena. Filsafat itu berstruktur dan berdimensi material, formal dan normatifnya. Setiap yang berstruktur dan berdimensi berkomunikasi, dan seringkali komunikasi tersebut tidak memiliki titik temu. Filsafat seorang yang sudah tua, muda, yang berpengalaman maupun yang tidak, itu berbeda satu sama lain. Filsafat diriku dan diri kita juga berbeda, karena filsafat diriku adalah subjektif dan filsafat diri kita adalah objektif. Demikian pula dengan pancasila. Bapak Marsigit mengatakan bahwa sebenar-benar pancasila adalah dirimu sendiri mengenai ketuhanan YME, keberadaban, kerakyatan dan seterusnya. Begitu juga dengan sebenar-benar kitab suci ada di dalam hatimu. Sedangkan filsafat pancasila adalah monodualis, dengan mono merupakan
habluminallah (hubungan antara manusia dengan Allah) dan habluminannas (hubungan antara manusia dengan manusia lainnya). Sehingga disini terlihat bahwa pancasila itu lengkap sehingga bisa digunakan untuk pedoman berbangsa. Filsafat itu memiliki batas juga tidak memiliki batas. Immanuel Kant membuktikan bahwa dunia ini ada awal sekaligus tidak ada awal, ada akhir sekaligus tidak ada akhir. Jika dilihat dari sisi spiritual, hal ini bertentangan dengan agama, karena ia membahas tentang dunia hanya dari segi logika pikiran saja. Sebenar-benar manusia dalam keadaan terbatas dan tidak sempurna didalam kesempurnaan, dan sempurna didalam ketidaksempurnaan. Karena manusia tidak akan bisa memikirkan apa yang tidak bisa dipikirkannya. Itulah batas pikiran manusia. Karena filsafat kenudian adalah mengetahui siapa diriku. Socrates juga meyimpulkan bahwa ternyata diriku tidak mengerti apapun. Penjelasan dari Bapak Marsigit adalah seorang filsuf memiliki ciri : 1) Menulis sendiri atau ditulis oleh orang lain. Seperti Socrates yang tidak menulis tetapi karyanya ditulis oleh muridnya Plato 2) Merangkum dunia dan mengalir. Dengan kata lain jika belum ada pengetahuan maka batulah ia, dan jika sudah mulai ada kesadaran maka pecahlah batu itu, dan jika sudah mulai banyak pengetahuan maka berhancur-hancuranlah batu tersebut ibarat kerikil, kemudian menjadi debu dan udara sehingga meliuk-liuk kemanapun. Asal usul terbentuknya matematika memberi penjelasan bahwa matematika adalah dari orang melihat, kebutuhan hidup. Awalnya di lembah sungai Nil, sawah yang dimiliki setiap orang terkena banjir lalu kemudian terjadi pertengkaran karena hal ini karena semua mengakui sawah milik masing-masing. Pada akhirnya masing-masing dari petani memasang tali untuk menandai sawah milik masing-masing dengan berbagai macam bentuk ukuran sawah seperti bentuk persegi dan lain sebagainya. Disini, terlihat bahwa terdapat ilmu geometri. Selanjutnya ada pula piramida-piramida. Tingkat berikutnya dibawa ke zaman Yunani dibuktikan ada rumusnya yang merupakan rumus pertama, demikian seterusnya direvisi hingga muncul geometri modern. Selanjutnya muncul perkembangan matematika formal aksiomatik Gilbertianisme. Kita adalah pengikut Gilbert, matematika perguruan tinggi berdasarkan aksiomatik hingga sekarang, muncul macam-macam teori matematika, mulai dari teori group dan sebagainya. Dari sinilah dimulai analisisnya.
Ilmuwan jepang mendapat hadiah nobel karena bisa memfoto atau mengidentifikasi, mengetahui bagaimana sel dapat hidup, makan, buang air kecil, besar dan sebagainya. Hidup kita terkumpul dari bermiliar-miliar sel yang masing-masing hidup. Demikian pula alam semesta terbungkus material yang terdiri dari kita manusia yang masing-masing juga hidup. Dan ternyata atom dan molekul juga hidup. Dan itulah ciptaan Tuhan. Didalam pikiran disebut idealism. Rasio-rasiolisme. Empiris-empirisme. Melandasi pendidikan tidak cukup hanya dengan filsafat tetapi juga dengan ideologi. Maka negara industri juga akan menghasilkan generasi muda industri.yaitu industrialism, juga menghasilkan teknologi pragmatis menggunakan pengguna industry Indonesia. Ada yang bersifat konservatif, progresif, public. Dan ternyata Indonesia tidak konsisten disatu kolom, seperti halnya demokratis tetapi tidak benar-benar demokratis. Sehingga gambar peta pendidikan Indonesia berakibat tidak memiliki pola. Kembali lagi, Indonesia adalah negara yang besar, multikultur. Tentu akan sangat mudah mengatur Negara-negara yang monokultur seperti Singapura, Jepang, Korea, Finlandia dan sebagainya. Dan andai kata Indonesia mampu, maka Indonesia akan memiliki potensi yang lebih besar dari negara-negara tersebut.