Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
POLITIK NEGERI KANGURU MEMBENDUNG “BAHAYA MERAH” DARI INDONESIA TAHUN 1950-1965 Oleh: IG. Krisnadi
Abstract: This article discusses the policy of “Kangaroo” state to block the red peril coming from Indonesia in relation to Indonesia’s claim to the West Papua, PRRI/Permesta rebellion, and Indonesia-Malaysia Confrontation. Keywords: communism, red peril, rebellion, and confrontation
1. Pendahuluan Ketika seorang “nabi”1 komunis bernama Karl Marx dalam Manifesto Komunis (1848) menyerukan semboyan “Workers of all lands unite”,2 sejak saat itu komunisme mulai tumbuh dan berkembang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ideologi komunis mulai diterima di berbagai negara di belahan bumi Eropa bagian timur maupun di kawasan Asia yang meliputi: Uni Sovyet (1917), Polandia (1940), Rumania (1948), Cekoslowakia (1948), Hongaria (1956), Jerman Timur (1961), RRT (1949), Korea Utara (1953), Vietnam Utara (1954). Negara-negara yang menerima komunisme sebagai ideologi negara, membentuk Blok Timur dengan tujuan untuk mengkomuniskan dunia, sedangkan negara-negara kapitalis yang menganut faham liberalisme berusaha membendung kekuatan Blok Timur dengan membentuk Blok Barat. Ideologi komunis pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh orangorang Belanda berhaluan Marxisme ortodoks yaitu Sneevliet, J.A. Braadsteder, H.W. Dekker dan P.Bergsma yang pada bulan Mei tahun 1914 mendirikan de Indische
Sociaal
Democratische
Vereeniging
(ISDV)
yang
bertujuan
menyebarkan Marxisme ke Hindia Belanda. Berkat perjuangan ISDV yang selalu
IG. Krisnadi adalah staf pengajar mata kuliah Sejarah Australia, Sejarah Amerika dan Sejarah Indonesia Kontemporer di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember. 1
Kaum Marxis-ekstrimis menyebut Karl Marx sebagai “nabi". Lihat Oh Bian Hong, Sepuluh Sardjana Ekonomi Terkemuka. Djakarta: Bharata, 1963, hlm. 18. 2 G.D.H. Cole, A. History of Socialist Thought; Socialist Thought Marxism and Anarchism 18501890. New York: St. Martins Press, 1957, Vol. 2, hlm. 88.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
174
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
membela kaum bumi putera melawan pemerintah Hindia Belanda, seperti yang ditunjukkan penolakannya terhadap rencana mobilisasi milisi Hindi Belanda untuk keperluan perang Belanda, juga kecaman terhadap penangkapan pimpinan Surat Kabar Doenia Bergerak, Marco Kartodikromo. Akhirnya organisasi ini mengundang simpatik para tokoh Sarikat Islam cabang Semarang (SI Merah) seperti Darsono, Semaoen. Para tokoh tersebut akhirnya pada Mei 1920 mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI).3 Pada Pebruari 1948 kaum komunis di Asia termasuk delegasi PKI dalam hal ini diwakili Ketua CC-PKI, Alimin berkumpul di Calcutta, India dalam Konperensi Pemuda Komunis Asia. Pada konperensi tersebut disepakati Garis Zhdanov sebagai garis perjuangan kaum komunis Asia. Garis ini menuntut sikap kaum komunis yang lebih militan terhadap pemerintahan bourjuis-demokratis.4 Sikap militan PKI terhadap pemerintah Soekarno ditunjukkan melalui keterlibatan PKI dalam Peristiwa Madiun (September 1948) sebagai manifestasi strategi PKI melaksanakan Garis Zhdanov. Kegagalan pemberontakan PKI di Madiun pada September 1948 berdampak buruk bagi citra PKI di masyarakat. Kegagalan tersebut dijadikan bahan evaluasi bagi jajaran pimpinan PKI yang terdiri para kader-kader muda PKI seperti D.N. Aidit, Nyoto, Nyono,
untuk menata orgaanisasi yang
dipimpinnya. Mereka menyadari bahwa gerakan militan PKI seperti yang pernah dilakukan para tokoh tua seperti Muso, Alimin kurang efektif, karena PKI belum kuat, sehingga gerakannya mudah dipatahkan oleh pemerintah Soekarno. Berdasarkan hasil evaluasi, para pemimpin CC-PKI memilih strategi gerakan kooperatif terhadap pemerintahan Soekarno. Presiden Soekarno yang dikenal sebagai seorang patriot sejati yang gandrung persatuan semua kekuatan revolusioner, berusaha keras mewujudkan “samen-bundeling van alle revolutioner krachten” di Indonesia dengan
3
Zainul Munasichin, Berebut Kiri: Pergulatan Marxisme Awal Di Indonesia 1912-1926. Yogyakarta: LKiS: 2005, hlm. 80-81. 4 Nadia Darkach, The Sovyet Policy Towards Indonesia in The West Irian and The alaysian Disputes. Dalam Asian Survey, Volume V, Number 11, November 1965, hlm. 565.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
175
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
menjalankan kebijakan politik anti-Nekolim di Indonesia. Berkenaan dengan itu Soekarno mengajak kaum nasionalis, kaum agama dan kaum komunis untuk bersatu dalam Nasakom guna menghadapi Nekolim. Ajakan tersebut sangat menguntungkan PKI, dan disambut gembira oleh jajaran pimpinan PKI, karena partainya akan dapat tampil sebagai unsur yang legal-formal dalam konstelasi politik di Indonesia. Dengan demikian citra buruk PKI di masa lalu sebagai partai pemberontak (Peristiwa Madiun 1948) mulai terhapus, dan PKI dapat bergerak leluasa di panggung politik
Indonesia sambil berlindung di bawah ketiak
Soekarno. Bagi Soekarno, dukungan PKI dirasa penting untuk memperkuat dan mempertahankan kekuasaanya dari lawan-lawan politiknya seperti kaum reaksioner (Masyumi, PSI) yang didukung para jendral TNI-AD lulusan Amerika Serikat . Demi “menyelesaikan revolusi”, maka Presiden Soekarno bersedia bekerja sama dengan PKI. Para pemimpin PKI mencoba menghilangkan kesan buruk terhadap organisasi yang dipimpinnya dengan memanfaatkan hak legal yang ada dengan mendukung setiap gagasan, tindakan dan kebijakan politik Soekarno. Oleh karena itu PKI mendukung Manifesto Politik (Manipol) sebagai haluan politik yang dicanangkan Presiden Soekarno. Sehubungan dengan strategi menempel Presiden Soekarno, PKI dapat tumbuh dan berkembang menjadi partai besar yang mempunyai basis massa di pedesaan,5 sehingga partai ini di bawah kepemimpinan D.N. Aidit berhasil membangun sel-sel komunis yang terorganisir secara rapi dan membangun kerjasama dengan Partai Komunis di RRT, Korea Utara dan Vietnam Utara. Pasca-Perang Dunia II atau ketika memasuki Perang Dingin, Uni Sovyet dan Amerika Serikat saling berebut pengaruh dalam rangka strategi global. Keduanya saling menjalankan politik aliansi (politik mencari kawan), saling menciptakan balance of power, sehingga keduanya berusaha untuk membentuk aliansi militer. Uni Sovyet pada masa Perang Dingin mencoba menghadapi 5
PKI berusaha menarik simpatik penduduk di pedesaan dengan membantu mereka dalam perjuangan memerangi tujuh setan desa yang mengeksploitasi penduduk pedesaan yang meliputi: tuan tanah jahat, lintah darat, tengkulak jahat, kapitalis birokrat di desa, bandit desa, tukang ijon, dan peguasa jahat. IG. Krisnadi, Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979). Jakarta: LP3ES, 2000., hlm. 42. Atau lihat Tim ISAI, Bayang-Bayang PKI (Jakarta: ISAI, 1995)., hlm. 118.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
176
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dengan mencari kawan seperti RRT, Vietnam Utara, Korea Utara. Sedangkan Amerika Serikat dalam rangka membendung pengaruh komunis di kawasan Asia Pasifik memperoleh kawan Philipina, Korea Selatan, Vietnam Selatan, Australia, Jepang dan Taiwan.6 Uni Sovyet berkeinginan menyebarkan pengaruh komunis di kawasan Asia-Pasifik dengan mendukung gerakan pembebasan nasional di kawasan tersebut untuk berjuang melawan proyek nekolim dari negara-negara Blok Barat. Misal keterlibatan Uni Sovyet dalam mendukung pemerintah Indonesia sebagai negara yang baru merdeka melawan kekuatan kolonial (Belanda) dalam gerakan pembebasan Irian Barat.7 Bahkan Uni Sovyet telah terlibat dalam pemberian dukungan kepada pihak pemberontak (Muso dan Amir Sjarifudin) dalam Madiun Affair (September 1948).8 Demikian juga kaum komunis RRT secara terangterangan mendukung wars of liberation di Asia Tenggara, dengan membebaskan atau membantu negara-negara yang baru merdeka dari ancaman proyek nekolim negara-negara Blok Barat seperti Inggris yang masih menginginkan Semenanjung Malaya, Singapura maupun Kalimantan Utara sebagai proyek nekolim dengan menyokong pembentukan negara Federasi Malaysia (1963). Situasi politik yang demikian, menyebabkan para petinggi
Australia
mewaspadai gerakan
komunisme internasional yang ekspansif di kawasan Asia Tenggara pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya sebagai the red peril (Bahaya Merah).9 Berkenaan dengan itu pemerintah Australia berupaya membendung “bahaya merah” dari Indonesia melalui kebijakan-kebijkan politik luar negeri. Tulisan ini mencoba membahas kebijakan politik negeri Kanguru (Australia) dalam rangka membendung “bahaya merah” dari Indonesia dengan
6
Fredy Buhama Lumban Tobing, Arti Selat-selat Strategis di Asia Tenggara Ditinjau dari Kepentingan Amerika Serikat dan Uni Sovyet. (Skripsi S1) Fisipol UI, 1987, hlm 143. 7 Nadia Darkach, Op. cit.,hlm. 566-567. 8 Menurut Hersri Setiawan, tidak diketemukan bukti kuat Uni Sovyet memberikan dukungan kepada Muso dan Amir Sjarifudin dalam Peristiwa Madiun September 1948. Hersri Setiawan, Negara Madiun?: Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan. Tanpa Kota Penerbit, Forum Studi Perubahan dan Peradaban, 2002. 9 Hadi Soebadio, Keterlibatan Australia dalam Pemberontakan PRRI/Permesta (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 167.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
177
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
menggunakan metode sejarah10 yang bertopang pada kajian pustaka. Beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini menyangkut kebijakan politik negeri Kanguru dalam rangka membendung “bahaya merah” dari Indonesia terkait dengan pem-berontakan PRRI/Permesta (1958), pembebasan Irian Barat (1950-1962), dan Konfrontasi Malaysia (1963-1965). Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam kajian ini adalah Teori Domino dari Menlu Amerika Serikat, John Foster Dulles. Teori ini beranggapan bahwa seluruh kartu domino yang dimainkan secara otomatis akan jatuh berantai seperti halnya jika suatu negara sudah jatuh ke tangan komunis, maka negara-negara tetangga yang lain segera akan jatuh ke tangan komunis secara berantai.11 Tahun 1950 dijadikan sebagai batas awal kajian dengan pertimbangan pada tahun itu Indonesia mulai mencanangkan politik pembebasan Irian Barat, sedangkan tahun 1965 digunakan sebagai batas akhir kajian dengan pertimbangan kebijakan politik Konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir bersamaan dengan semakin melemah kekuasaan politik Soekarno dan hancurnya kekuatan komunis di Indonesia dalam Tragedi G.30.S 1965. 2. Kebijakan Australia terhadap Pembebasan Irian Barat Invasi Jepang ke Asia Tenggara selama Perang Dunia II menembus jauh ke Irian (New Guinea) hingga mencapai Port Moresby. Peristiwa ini membuat Australia menyadari bahwa pertahanan kawasan pantai bagian utara Selat Torres yang memisahkan Benua Australia dengan Irian sangat rapuh. Berkenaan dengan itu, Menteri Luar Negeri Australia, P.C. Spender berpendapat bahwa New Guinea sebagai kunci yang sangat menentukan dalam pertahanan Australia. Oleh karena itu sasaran pertahanan Australia adalah menentang setiap penggunaan New Guinea oleh kekuatan aggresor termasuk Indonesia.12
10
Metode sejarah memberikan “rambu-rambu” penelitian penelitian sejarah ilmiah berupa tahaptahap kegiatan penelitian yang meliputi: heuristic kritik, sumber sejarah, interpretasi, dan historiografi. Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama:1993). Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1975). 11 Norman Harper, A Great and Powerfull Friend: A Study of Australian American Relations Between 1900 and 1975. Queensland: University of Queensland Press, 1987., hlm. 323. Henry Meyer, Australian Politics. Melbourne: The Griffin Press, 1973., hlm. 761.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
178
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Kaum komunis setelah berhasil merebut kekuasaan di Cina (1949) segera memperluas pengaruhnya ke daratan Asia melalui gerakan anti-kolonialisme. Presiden RRT, Liu Shao-Chi pada tahun 1949 mengajak segenap rakyat Tiongkok untuk berjuang melawan imperialisme dan antek-anteknya yang masih bercokol di kawasan Asia dan khususnya di Asia Tenggara. Berkenaan dengan itu Menlu Australia, R.G. Casey yang menggantikan P.C. Spender pada tahun 1951, menganggap bahwa subversi komunis yang diarahkan dari Moskow dan Beijing serta ekspansi teritorial RRT ke daratan Asia khususnya di kawasan Asia Tenggara, dan kuatnya kedudukan komunis di Indonesia, merupakan ancaman dalam skala dunia terhadap tradisi demokrasi dan kemanusiaan termasuk juga sebagai ancaman bagi keamanan Australia. Pemerintah Australia beranggapan bahwa lenyapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial sebagai akibat kebangkitan nasionalisme di Asia pada umumnya dan di kawasan Asia Tenggara pada khususnya telah menciptakan kekosongan kekuasaan di Asia Tenggara yang oleh kaum komunis dicoba untuk dimanfaatkan. Berdasarkan hal demikian, maka pusat gaya berat politik telah bergeser dari Eropa ke Asia.13 Di dalam kontekstual Perang Dingin dan adanya kesan yang mendalam pemerintah Australia terhadap bahaya komunis di Indonesia, maka pernyataan klaim Indonesia atas Irian Barat secara tegas ditolak oleh pemerintah Australia. Penolakan tersebut disampaikan Menlu Percy Spender pada Agustus 1950 dengan pertimbangan strategis bahwa Irian Barat merupakan “lingkaran terakhir pertahanan Australia terhadap agresi.”14
Berdasarkan pertimbangan yang
demikian, maka Irian Barat harus berada di bawah kekuasaan negara yang bersahabat dengan Australia yakni Belanda daripada jatuh ke tangan Indonesia yang menurut pandangan pemerintah Australia sebagai negara agresor yang di dalamnya terkandung “bahaya merah” (komunis) yang setiap saat akan membahayakan pertahanan Australia.
12
J. Andrews, dalam J. Wilkers (ed.), New Guinea and Australia. (Sysdney: Angus and Robertson, 1958), hlm. 177. 13 Hilman Adil (a), Hubungan Australia dengan Indonesia 1942-1962. (Jakarta: Djambatan: 1993), hlm. 124-125. 14 Ibid, hlm. 127.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
179
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Yang menjadi dasar pijakan klaim Indonesia terhadap Irian Barat sebagai berikut: (1) Adanya kesatuan sejarah antara Indonesia dengan Irian Barat. Sejak abad XIV, Kerajaan Majapahit wilayahnya meliputi beberapa bagian Irian Barat, dan di kawasan tersebut sudah berabad-abad lamanya menjalin kontak dagang dengan Kepulauan Indonesia. Kontak dagang semakin intensif ketika Irian Barat berada di bawah Kesultanan Tidore. (2) Pertimbangan hukum, seperti yang dinyatakan
di dalam hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) bahwa seluruh
daerah Hindia Belanda (termasuk Irian Barat) diserahkan kepada Indonesia.15 Jadi KMB hanya menunda pada saat yang tepat Irian Barat menjadi bagian wilayah Indonesia.16 Berpijak pada pandangan tersebut, Indonesia beranggapan bahwa setiap campur tangan pihak luar terhadap klaim Indonesia atas Iriaan Barat dianggap sebagai intervensi terhadap urusan dalam negerinya. Indonesia boleh menempuh jalan apa saja untuk memperoleh Irian Barat yang menjadi miliknya, dan Indonesia tidak melihat hal ini sebagai tindakan agresi ke kawasan lain. Klaim Indonesia terhadap Irian Barat dinyatakan Presiden Soekarno dalam berbagai kesempatan dalam tahun 1950. Pada 11 Juni 1950 di depan sebuah rapat umum di Jakarta, Ia menyatakan bahwa Indonesia harus menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya termasuk Irian Barat. Tanpa Irian Barat, kemerdekaan Indonesia tidak lengkap. Di dalam HUT RI ke-5 pada 17 Agustus 1950, Soekarno memperingatkan dengan nada ancaman bahwa “sebuah konflik besar” akan muncul apabila sebuah penyelesaian yang sesuai dengan tuntutan Indonesia tidak tercapai sampai akhir tahun ini.17 Klaim Indonesia terhadap Irian Barat juga disampaikan oleh anggota Komisi Indonesia-Belanda untuk Masalah Irian Barat, Mohammad Yamin yang menyatakan bahwa wilayah Indonesia tidak lengkap jika tidak meliputi Irian Barat yang dikuasai Belanda dan Kalimantan yang dikuasai Inggris, dan juga New Guinea yang dikuasai Australia serta Timor
15
Lihat hasil KMB sebagaimana diterima pada persidangan umum kedua (2 Nopember 1949) di Ridderzoal, St. Gravengahe. Hal ini sesuai usul Critchley untuk menunda pembicaraan status masa depan Irian Barat. Hal ini digunakan Australia untuk mencari dukungan dari Amerika Serikat dan Inggris serta Negara-negara lain. 16 Harlan Sumarsono, Australia Teman Kita?: Tinjauan Bilateral menuju Paradigma Baru, dalam Geoff Forrester, Hasyim Djalal, Parni Hadi, Reni Winata (Ed), Indonesia Masa Transisi: Persepsi Media Indonesia & Australia (Jakarta: Australian Stdies Centre Publishing, 2001), hlm. 104. 17 Hilman Adil (a), op. cit., hlm. 137.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
180
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Timur yang dikuasai Portugis.18 Pernyataan tersebut membawa kesan mendalam terhadap para petinggi Australia yang sedang terancam “bahaya merah” dari Indonesia yang menggambarkan suatu negara Australia (1950-1965) yang sedang terancam oleh kekuatan komunis yang telah mengontrol secara efisien pemerintahan Soekarno, dan dimungkinkan akan segera mencaplok Indonesia, yang selanjutnya pada gilirannya akan mencaplok Australia. Hal ini seperti yang digambarkan dalam teori domino bahwa kemenangan komunis di satu negara (Indonesia) akan berakibat diadakannya tekanan terhadap tetangganya (Australia), sehingga negara akan berjatuhan ke tangan komunis dengan cepat seperti sederedtan kartu domino yang runtuh sekali kartu pertama jatuh.19
No.
Pernyataan
Pebruari 1950 (%)
Mei 1950 (%)
1
Mendukung pemerintahan Indonesia
6
4
2
Menukung pemerintah Belanda
23
21
3
Mendukung pemerintah Australia
42
45
4
Mendukung pengawasan PBB
16
17
5
Abstain
13
14
Pernyataan klaim Indonesia terhadap Irian Barat mendapat respon keras dari pers Australia yang pada intinya menyatakan bahwa klaim tersebut merupakan sifat ekspansionis Indonesia dan sebagai ancaman yang mendasar terhadap keamanan Australia. Sifat ekspansionis Indonesia yang telah ditunjukkan melalui klaim terhadap Irian Barat, menjadi kekhawatiran sebagian besar rakyat Australia. Hal ini dapat dibuktikan melalui
pengumpulan pendapat umum
(polling) yang dilakukan pada bulan Pebruari dan Mei 1950 yang mengungkapkan
18
Ibid., hlm. 139. Hadi Soebadio, op. cit., hlm. 155.
19
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
181
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
intensitas perasaan rakyat Australia terhadap klaim Indonesia atas Irian Barat yang dapat dilihat pada tabel.20 Klaim Indonesia terhadap Irian Barat tidak memiliki dasar hubungan ras, tidak mempunyai fakta geografis dan etnologis regional. Hal ini seperti yang dikatakan Menlu Australia, Percy Spender pada Agustus 1950 sepulang kunjungannya dari Belanda sebagai berikut: (1) Secara geografi, Irian Barat tidak dapat dilihat sebagai bagian dari Kelompok Konstinental Indonesia didasarkan garis lintang sejajar 130 derajat medrupakan garis pembelahan secara alamiah; (2) Secara ras dan budaya penduduk Irian tidak memiliki pertalian keturunan dengan penduduk Indonesia. Di sisi lain terdapat persamaan antara penduduk Irian dan ras Melanesia (Aborigin). Garis lintang sejajar 130 derajat menunjukkan batas yang dicapai oleh kebudayaan Indo-Melayu; (3) Perkembangan sosial dan ekonomi penduduk Irian Barat dinilai lebih rendah daripada penduduk Indonesia. Dari sudut sejarah, tidak terdapat hubungan yang mendasar antara kawasan Irian Barat dengan kawasan Kepulauan Indonesia lainnya; (4) Dari segi hukum, menurut pemerintah Australia bahwa status Irian Barat belum ditentukan, karena KMB gagal menyelesaikan masalah terkait apakah Irian Barat menjadi milik Indonesia masih terkatung-katung. Jadi klaim Indonesia terhadap wilkayah Irian Barat dinyatakan sebagai agresi dari luar.21 Australia merasa khawatir jika Irian Barat diserahkan kepada Indonesia, karena pembentukan pemerintahannya belum jelas dan baru merdeka. Australia khawatir tentang masa depan politik dalam negeri Indonesia yang dari tahun-ke tahun komunisme di Indonesia telah menunjukkan pengaruh kuat, sehingga berhasil mempengaruhi kebijakan politik Soekarno yang tampaknya bergerak masuk ke dalam pelukan komunis. Di bawah tekanan PKI yang militan, akhirnya pemerintahan Soekarno bersekutu dengan komunis untuk menjalin hubungan poros
Jakarta-Pyongyang-Peking dalam upaya mengusir pengaruh Barat dari
Asia.22 Hal ini akan mengancam keamanan Australia. Berkenaan dengan itu 20
Ibid., hlm. 137.
21
Hadi Soebadio, op. cit., hlm. hlm. 166.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
182
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Arthur Calwell dari Partai Buruh (Partai Oposisi) memperingatkan pemerintah Australia bahwa jika klaim Indonesia atas Irian Barat dibiarkan, maka kelak Indonesia juga akan berbuat hal yang sama terhadap Timor Portugis, Papua Nugini, dan akhirnya wilayah Australia Utara juga akan diincar Indonesia.23 Indonesia mulai tahun 1954 berusaha memasukkan masalah Irian Barat dalam agenda pembicaraan di Sidang Majelis Umum PBB melalui empat kali resolusi pro-RI yang diajukan pada tahun 1954, 1955, 1956, 1957 mengalami kegagalan, karena tidak didukung 2/3 mayoritas suara yang diperlukan bagi diterimanya suatu resolusi.24 Hal ini terjadi berkat perjuangan gigih Australia dalam lobi-lobinya untuk menggagalkan ambisi Indonesia memasukkan Irian Barat ke dalam wilayahnya. Kegagalan dalam politik diplomasi di PBB tentang pembebasan Irian Barat, Indonesia mengubah perjuangan ke arah yang lebih konfrontatif
dengan memben-tuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat pada
tahun 1958, dilanjutkan pada 19 Desember 1961 dikeluarkan Tri Kora (Gagalkan pembentukan “Negara Papua” bikinan Belanda, Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, Bersiaplah untuk memobilisasi umum), dan pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada 2 Januari 1962.25 Bahkan Soekarno tidak segan-segan akan melibatkan Uni Sovyet
dalam kemelut Irian Barat dengan
mengizinkan Sulawesi sebagai pangkalan militer Uni Sovyet, sehingga akan terjadi konflik terbuka
di kawasan Asia Teng-gara.26 Hal ini membuat Amerika
Serikat khawatir, sehingga negeri ini menekan pihak Belanda untuk berunding guna mencegah terseretnya Uni Sovyet dan Amerika Serikat ke dalam konfrontasi langsung di Pasifik Barat-daya. Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat, karena selaras dengan garis kebijakan politik luar negeri Uni Sovyet dalam upaya menyebarkan komunisme (Perang Dingin) dengan menetapkan garis kebijakan politik luar negeri dengan membantu negara-negara 22
Rodger Swearingen, The World of Comunism, Terjemahan Adeng Soedarsa. Jakarta: Lemhannas, 1972, hlm. 236. 23 Hadi Soebadio, op. cit., hlm. 167. 24 Marwadi Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta: Balaipustaka, 1984), hlm. 331-333. 25 Ibid., hlm. 334-335. 26 Kuliah Prof. Dr. Idris Kusuma yang diselenggarakan oleh Pusat Antar Universitas-Studi Sosial, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1 Juli – 31 Juli 1992. Atau dalam Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer 19 Januari 1996.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
183
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
yang baru merdeka (Indonesia) melawan sebuah kekuatan Kolonial Belanda yang tetap ingin bercokol di Irian Barat.27 Pada 15 Agustus 1962 ditandatangani Perjanjian New York yang berisi penyerahan pemerintahan di Irian Barat dari pihak Kerajaan Belanda kepada PBB. Selanjutnya PBB membentuk United NationsTemporary Excecutive Authority (UNTEA) yang bertugas melakukan penentuan pendapat rakyat (Pepera) kepada rakyat di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak (Belanda dan Indonesia) akan menerima hasilnya. Hasil Pepera menunjukkan penduduk
Irian Barat
memilih untuk tetap dalam lingkungan
NKRI. 28 3. Kebijakan Australia terhadap Pemberontakan PRRI/Permesta Pemerintah Australia dan Amerika Serikat mencari alternatif untuk menghambat laju perkembangan komunis di Indonesia yang semakin bertambah kuat dengan mencari langkah strategis untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno yang terbukti pro kepada komunis. Dalam hal ini ada dua alternatif yang harus ditempuh yaitu dengan mendukung gerakan pembangkangan di luar Jawa atau dengan menggunakan TNI – AD. Pemerintah Australia kurang berminat menggunakan TNI-AD dijadikan sebagai langkah alternatif untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno yang pro-komunisme dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Peristiwa 17 Oktober 195229 sudah menunjukkan bahwa di kalangan TNI – AD kurang kompak untuk meng-gulingkan pemerintahan Soekarno yang termanifestasi dalam sikap mendukung atau menentang pemerintahan Soekarno. Selain itu di kalangan TNI-AD juga tidak kompak dalam sikap mendukung atau melawan PKI, dan terjadinya
27
Nadia Darkach, op. cit., hlm. 568. Ibid., hlm. 335-336. 29 Peristiwa itu bermula dari aksi yang ditunjukkan KSAD Abdul Haris Nasution yang mendapat dukungan dari sekelompok perwira tinggi terutama dari Divisi Siliwangi yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh parlemen dan kekuasaan partai-partai politik. Dalam latar belakang politik seperti itu, Presiden Soekarno akan diberi kekuasaan eksekutif yang kuat dalam pengertian formal, dank arena itu ia harus tunduk di bawah control TNI – AD. Namun Presiden Soekarno dengan sejumlah perwira daerah berhasil menolak tuntutan tsb. Hilman Adil, Op. cit., hlm. 175. 28
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
184
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
persaingan perseorangan di kalangan TNI –AD; Australia,
(2) Menurut pemerintah
sikap sebuah pemerintahan yang dikendalikan tentara mengenai
masalah Irian Barat tidak akan jauh berbeda dari sikap Soekarno. Oleh karena itu ancaman terhadap kepen-tingan keamanan Australia akan tetap sama besarnya.30 Pihak Australia sangat berhati-hati dalam menentukan sikap untuk menerima ajakan Amerika Serikat untuk membantu pembangkangan para tentara di luar Jawa yakni pemberontakan Permesta dan PRRI (1958). Posisi Australia cukup sulit untuk menentukan sikap terhadap aksi pembangkangan tersebut jika dibandingkan dengan sikap Amerika Serikat yang secara tegas mendukung para pembangkang PRRI /Permesta. George McT. Kahin dalam makalah berjudul Impact of US Policy on Indonesia Politics,
beranggapan bahwa betapa jelas
campur tangan pemerintah Amerika Serikat dalam masalah-masalah politik di Indonesia, karena kekhawatiran Washington tentang kemungkinan Indonesia jatuh ke tangan komunis. Dalam konteks Perang Dingin, Presiden Amerika Serikat, Eisenhower lebih suka Indonesia terpecah-pecah daripada jatuh ke tangan komunis. Oleh karena itu Agen CIA tiba di Padang untuk menyerahkan dana kepada Kolonel Simbolon sebagai bantuan bagi pasukannya. Kolonel Simbolon dan Letnan Kolonel Ahmad Husein diundang CIA
ke pangkalannya
di
Singapura, kemudian diikuti pengiriman senjata dan dana dalam jumlah besar ke Padang. Amerika Serikat juga memberikan bantuan serupa kepada kaum pemberontak Permesta di Sulawesi.31 Pesawat-pesawat Amerika Serikat yang beroperasi dari pangkalan – pangkalan militer di Taiwan dan Philipina menerjunkan berbagai barang keperluan makanan, amunisi, sampai berbagai jenis senjata api untuk para pemberontak di Sumatera dan di Sulawesi.32 Pemerintah Australia sangat berhati-hati mengambil sikap terhadap kasus ini, bahkan secara terpaksa pemerintah Australia tidak mempedulikan ajakan Amerika Serikat untuk mendukung para pemberontak yang ada di Sumatera maupun di Sulawesi, bahkan pemerintah Australia menyatakan prihatin terhadap 30
Ibid. hlm. 158-159. Manai Sophiaan, Kehormatan Bagi Yang Berhak; Bung Karno Tidak Terlibat G.30.S/PKI. Jakarta: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, 1994, hlm. 52-55. 32 Hilman Adil (a), Op. cit., hlm. 161. 31
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
185
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
dukungan Amerika Serikat, karena dapat mengundang kekuatan asing seperti Uni Sovyet maupun RRT dalam kemelut di Indonesia, sehingga dapat berkembang menjadi konflik terbuka di kawasan Asia Tenggara khususnya di Indonesia seperti halnya di Korea maupun Vietnam. Hal ini sangat membahayakan keamanan Australia, karena Indonesia merupakan benteng pertahanan terakhir bagi Australia. Pemerintah Australia berkeinginan mengambil sikap “netralitas yang tegas” dan mencegah intervensi negara asing di dalam sengketa yang terjadi di Indonesia, seperti apa yang diungkapkan oleh Menlu Australia, R.G. Casey sebagai berikut: “Hal terbaik yang bisa dilakukan oleh negara-negara lain adalah untuk tetap berada di luar perselisihan yang terjadi sekarang ini, dan berharap agar Indonesia dapat menyelesaikan sengketa itu diantara mereka sendiri, tanpa pertumpahan darah yang lebih banyak, dan tanpa melibatkan negara lain…. Kemungkinannya bisa berkembang demikian rupa, sehingga perselisihan tersebut meningkat pada tahap yang mengkhawatirkan perdamaian internasional.33 Namun pemerintah Australia tidak dapat
menghindar dari tekanan Amerika
Serikat sebagai negara penjamin keamanan di kawasan Asia-Pasifik seperti yang ditunjukkan Menlu Amerika Serikat, John Foster Dulles yang menyatakan “siapa yang tidak berpihak kepada Amerika Serikat berarti musuh Amerika Serikat.”34 Berkenaan dengan itu Australia mengikuti permintaan Amerika Serikat dengan mendukung pemberontakan PRRI/Permesta secara rahasia, sekalipun sikap yang demikian ini bertentangan dengan pernyataan Menlu Australia, R.G. Casey yang secara terus- menerus menyatakan bahwa Australia tidak “terlibat” dan bersikap “netral.” Dengan demikian sikap politik Australia yang demikian ini dapat dimaknai sebagai kebijakan politik yang “tidak netral dan tidak tegas” di dalam mendukung pembrontakan PRRI-PERMESTA. Australia merasa prihatin terhadap perkembangan komunis yang semakin kuat di Indonesia dan dimungkinkan Indonesia akan menjadi negara komunis dan akan mencaplok Irian Barat. Demikian juga Amerika Serikat juga merasa prihatin terhadap kecenderungan Indonesia menjadi negara komunis, dan merasa tidak 33 34
Ibid., Hadi Soebadio, op. cit., hlm. 196.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
186
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
senang Indonesia yang dimungkinkan akan menjadi negara komunis memperoleh suatu daerah (Irian Barat) di kawasan Pasifik. Bagi Australia semakin menarik untuk berupaya memaksa Amerika Serikat mengambil tindakan guna melindungi Australia. Namun bagi Amerika Serikat lebih tertarik untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno atau untuk memecah-belah Indonesia melalui pemberian bantuan kepada para pemberontak PRRI/Permesta secara rahasia. Amerika Serikat mendukung pemberontakan PRRI/Permesta karena merasa khawatir terhadap kemungkinan jatuhnya Indonesia ke tangan komunis, dan Presiden Amerika Serikat, Eisenhower lebih suka memilih Indonesia terpecah-pecah daripada jatuh ke tangan komunis. Dukungan Amerika Serikat kepada para pemberontak PRRI/Permesta ditandai datangnya LetnanKolonel Ahmad Husein di pangkalan Amerika Serikat di Singapura yang diikuti pengiriman senjata dan dana ke Padang.35 Pesawat-pesawat terbang Amerika Serikat yang beroperasi dari pangkalannya di Taiwan dan Philipina menerjunkan berbagai keperluan makanan, amunisi dan berbagai jenis senjata untuk para pemberontak baik yang ada di Sumatera maupun Sulawesi.36 Jika dilihat dari sudut pandang Australia, pemberontakan PRRI/Permesta merupakan suatu gerakan potensial untuk menjauhi rezim Soekarno yang dianggap bertendensi ke arah komunis dan menunjukkan sikap yang semakin ekspansif terhadap pembebasan Irian Barat. Semakin kuat kedudukan komunis di Indonesia sangat mencemaskan bagi Australia, oleh karena prospek mempunyai negara tetangga Indonesia yang komunis tidak menarik atau bahkan sangat mengkhawatirkan Australia, karena rezim Soekarno yang pro-komunis bersikeras untuk menguasai suatu kawasan yang dilihat oleh Australia sebagai wilayah yang vital bagi kepentingan keamanannya. Berkenaan dengan itu, sangat mudah untuk dipahami jika Australia memberikan bantuan kepada Amerika Serikat dalam aksi rahasianya di tahun 1958. Bukti
keterlibatan
pemerintah
Australia
dalam
pemberontakan
PRRI/Permesta dengan menyediakan dua kapal (HMAS Voyager dan HMAS 35 36
Manai Sophiaan., loc. .cit. Hilman Adil (a), op. cit., hlm. 161.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
187
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Waramunga) yang berhenti di lepas pantai Sulawesi Selatan dengan berpura-pura memberi perlindung-an jika terjadi evakuasi warga negara Inggris dan Amerika Serikat. Di samping itu kapal-kapal selam Amerika Serikat yang mendukung pemberontakan PRRI-/Permesta dengan menggunakan wilayah Australia di Pulau Christmas. Nampaknya kegiatan CIA mendapat persetujuan menggunakan lapangan udara di Australia atau New Guinea (daerah jajahan Australia) untuk penerbangan-penerbangan yang akan beroperasi membawa perlengkapan militer serta misi pengeboman. Selain itu menurut Prados, Angkatan Udara Australia ikut misi penerbangan guna mengedrop persenjataan kepada tentara pemberontak PRRI/Permesta.37 Bukti keterlibatan Australia dalam pemberian dukungan kepada para pemberontakan PRRI/Permesta diakui seorang kolonel angkatan laut Amerika Serikat, Fletcher Drouty yang bekerja sebagai seorang perwira penghubung Pentagon dengan CIA yang menyatakan sebagai berikut: “… the Australian was with full knowledge. They were aware of what we were doing and that they would have been called upon to helpij the thing had been successful.”38 Hal ini bertentangan dengan pernyataan Menlu, Australia, R.G. Casey yang secara berulang
menyatakan bahwa Australia menjalankan sikap politik
“netralitas dan tegas” terkait dengan pemberontakan PRRI/Permesta. Perkiraan CIA terlalu tinggi terhadap kemampuan pasukan pemberontak PRRI/Permesta dan meremehkan kemampuan dan tekad pemerintahan Soekarno untuk memadamkan pemberontakan. Hal ini terbukti pada pertengahan April 1958 Menlu Amerika Serikat, John Foster Dulles mencoret rencana pemberian bantuan kepada para pemberontak setelah pihak pemberontak mengalami kekalahan secara berturut-turut pada tanggal 30 April 1958. Ia kemudian menelepon Presiden Eisenhower untuk membecarakan pengalihan dukungan dari para
pemberontak
kepada
pemerintah
Soekarno.
Selanjutnya
Presiden
Eisenhower segera mengulangi pernyataan secara terbuka seperti yang pernah dilontarkan Menlu Dulles bahwa Amerika Serikat bersikap netral dan ia mengatakan bahwa orang-orang Amerika Serikat yang ada di belakang para
37 38
Ibid., hlm. 212-213. B. Toohey & Pinwill, W., Oyster (Melbourne, 1989), hlm. 73.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
188
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
pemberontak adalah “tentara bayaran” yang kegiatannya tidak dapat dikontrol oleh Amerika Serikat.39 Jatuhnya Sumatera pada Mei 1958 oleh pemerintahan Soekarno, di mata Amerika Serikat kemampuan pemberontak PRRI/Permesta untuk berhasil melawan pemerintahan Soekarno peluangnya menjadi sangat tipis meskipun CIA belum melepaskan dukungannya. Keprihatinan Amerika Serikat terkait sikap Presiden Soekarno yang menyetujui perjanjian pembelian senjata pada 6 April 1958 sebesar $ 60.000.000,- dari negara-negara Blok Timur yang meliputi: Polandia, Cekoslovakia, dan Yugoslavia,40 dan rasa simpatik pemerintahan Soekarno kepada negara-negara komunis. Hal ini yang menyebabkan Amerika Serikat berusaha keras mengambil simpatik kembali kepada pemerintahan Soekarno dengan jalan Menlu John Foster Dulles menyetujui permohonan Indonesia pada 20 Mei 1958 untuk mengutuk campur tangan asing dalam pemberontakan PRRI/Permesta maupun pembebasan Irian Barat. Selain itu Amerika Serikat juga menyetujui untuk memasok sejumlah persenjataaan dan beras untuk RI. Berkenaan dengan kebijakan semacam ini, menurut Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Howard Jones berharap agar Indonesia secara logistik bergantung kepada Amerika Serikat dan bukan kepada Blok Sovyet.41 Perubahan drastis kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia dari upaya penggulingan pemerintahan Soekarno atau upaya memecah belah pemerintahan Soekarno ke arah pendekatan dengan Soekarno, maka Australia
menjadi khawatir akan akibatnya terhadap sengketa Irian Barat.
Kebijakan penjualan senjata Amerika Serikat kepada Indonesia yang menurut pandangan Australia dapat digunakan untuk merebut Irian Barat, dan sikap Amerika Serikat yang netral terhadap sengketa Irian Barat demi hubungan baik dengan Indonesia merupakan perkembangan yang tidak menyenangkan bagi Australia. Berkenaan dengan itu Menlu Australia, R.G. Casey menemui Duta Besar Amerika Serikat di Australia, Beale untuk disampaikan kepada Amerika Serikat tentang sikap Australia yang merasa keberatan terhadap kebijakan 39
Hadi Soebadio, op. cit., hlm. 214. Ibid., hlm. 15-16. 41 Ibid., hlm. 215. 40
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
189
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
penjualan senjata Amerika Serikat yang dimungkinkan untuk pembebasan Irian Barat. Menlu John Foster Dulles meyakinkan kepada Beale bahwa senjata-senjata yang dijual kepada Indonesia
tidak untuk pembebasan Irian Barat dengan
mengatakan sebagai berikut “it would made absolutely clear to the Indonesians in the future that any American aid must not be used for such a purpose.”42 4. Kebijakan Australia terhadap Konfrontasi Malaysia Komisaris Jenderal Inggris, Lord Selkirk pada Agustus 1961 berkunjung ke Indonesia membahas rencana pembentukan Negara Federasi Malaysia dengan Menlu RI, Subandrio. Di dalam pembicaraan, Subandrio menyambut baik sikap Inggris yang akan melepaskan koloninya. Bahkan ia melalui New York Times menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah Malaya yang akan mendirikan Negara Federasi Malaysia. Namun PKI tidak menyetujui pembentukan Negara Federasi Malaysia, karena sebagai proyek Nekolim Inggris atau sebagai hasil kompromi kaum nekolim Inggris dengan kaum reaksioner Malaya dalam membasmi gerakan komunis di Malaya. Negara Federasi Malaysia merupakan bentuk Negara Malaya yang neokolonialis diberi baju baru dengan diperluas daerahnya.43 Pada 8 Desember 1962 terjadi pemberontakan dipimpin Azhari Muhamad yang menolak Brunai bergabung ke dalam Federasi Malaysia dan ingin mendirikan Negara Kesatuan Kalimantan Utara yang wilayahnya meliputi Sabah, Serawak dan Brunai. Berkenaan dengan pemberontakan tersebut, Indonesia menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia sangat dipaksakan kepada rakyat Malaya, Singapura, Brunai, Serawak, Sabah atau sebagai gagasan nekolim Inggris, dan
bukan gagasan rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan
Brunai. Melihat kenyataan yang demikian ini, Indonesia dan Philipina menolak pembentukan Federasi Malaysia. Upaya penyelesaian masalah pembentukan Federasi Malaysia melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Menlu di Manila 42 43
pada 7-11 Juni 1963 yang
Ibid., hlm. 216. Harian Rakyat, 1 Januari 1964.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
190
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
dihadiri ketiga Menlu negara-negara yang bertikai (Malaya, Indonesia, Philipina). Hal ini dilanjutkan KTT antara pemimpin ketiga negara yang bersengketa yang berlangsung di Manila pada 30 Juli – 5 Agustus 1963 yang kemudian melahirkan Deklarasi Manila berisi: (1)
Untuk pembentukan Federasi Malaysia ke tiga
negara meminta Sekjen PBB, Uthant untuk mengetahui keinginan rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia; (2) RI dan Philipina akan mendukung pembentukan Federasi Malaysia atas dasar keinginan rakyat, oleh karena itu kedua negara tersebut meminta Jasa Baik Sekjen PBB guna melakukan penyelidikan tersebut. (3) Adanya penghargaan dari pihak Federasi Malaysia terhadap sikap RI dan Philipina serta kesanggupannya untuk melakukan pembicaraan dengan pemerintah Inggris dan pemerintah daerah di Borneo dalam rangka meminta Sekjen PBB atau wakilnya melakukan penyelidikan tentang kehendak rakyat di daerah-daerah.
Realisasi Deklarasi Manila, Sekjen PBB U
Thant menunjuk 8 anggota Sekretariat PBB yang dikirim ke daerah Sabah, Serawak dan Brunai dalam misi Jasa Baik yang dipimpin Laurence Michelmore guna melakukan jajak pendapat rakyat Kalimantan Utara dengan didampingi oleh peninjau dari Indonesia, Philipina dan Malaya. Namun sebelum misi Jasa Baik menyelesaikan tugasnya, Kuala Lumpur dan London telah mendeklarasikan pembentukan Negara Federasi Malaysia pada
16 September 1963 dengan
wilayahnya meliputi: Malaya, Singapura dan Kalimantan Utara. (Sabah, Serawak, Brunai). Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran atas martabat PBB dan pengkianatan
Deklarasi
Manila,
kemudian
Indonesia
merespon
dengan
mengeluarkan pernyataan pemutusan hubungan ekonomi dan diplomatik terhadap Inggris, Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah (21 September 1963), disusul dengan kebijakan politik Konfrontasi Malaysia (Ganyang Malaysia) serta mendukung perjuangan rakyat Kalimantan Utara melawan Nekolim Inggris.44 Berkenaan dengan kebijakan politik Soekarno tentang Ganyang Malaysia, RRT mendukung Indonesia dengan pertimbangan bahwa konfrontasi IndonesiaMalaysia merupakan suatu konflik antara negara yang baru merdeka (Indonesia) melawan negara boneka buatan proyek Nekolim Inggris (Federasi Malaysia). 44
Marwadi Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, op. cit., hlm. 356-357.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
191
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Sementara itu Uni Sovyet bersifat ragu-ragu dalam memberikan dukungannya, karena Uni Sovyet menganggap bahwa konfrontasi antara Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik antara sesame negara yang baru merdeka. Hal ini berbeda ketika Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat, karena Indonesia dianggap sebagai negara yang baru merdeka melawan sebuah kekuatan colonial Belanda.45 Berbagai pertimbangan yang melatarbelakangi Presiden Soekarno memilih kebijakan politik Konfrontasi Malaysia sebagai berikut: (1) Pembentukan Federasi Malaysia merupakan proyek Nekolim bikinan Inggris untuk mempertahankan kekuasaannya di Asia Tenggara. Inggris banyak menanamkan modalnya baik di Kalimantan Utara maupun di Singapura, sehingga menghendaki kedua Negara tersebut digabungkan ke dalam Federasi Malaysia. Dengan digabungkan kedua negara tersebut, maka Inggris cukup menghubungi Kuala Lumpur (Malaya) sebagai sesama anggota Commonwealth untuk mempertahankan kepentingannya baik yang ada di Kalimantan Utara maupun di Singapura; (2) pembentukan Federasi Malaysia dengan melibatkan Singapura yang merupakan basis Militer Inggris berdasarkan Anglo-Malayan Defence Agreement, merupakan ancaman bagi Indonesia; (3) Negara Indonesia secara historis mempunyai pengalaman pahit terkait dengan kolonialisme dan imperialisme yakni Indonesia pernah dipecah-belah menjadi negara federal oleh pemerintah kolonial Belanda. Pengalaman pahit tersebut rupanya masih membekas dalam dada rakyat Indonesia, khususnya dalam diri Presiden Soekarno.46 Dengan demikian kebijakan Ganyang Malaysia yang dicanangkan Presiden Soekarno cukup mudah dipahami. Langkah yang diambil Presiden Soekarno tentang kebijakan politik Ganyang Malaysia merupakan langkah berani, namun mengandung resiko besar. Hal ini dapat diibaratkan Presiden Soekarno sedang bermain api, tetapi ia tidak dapat keluar dari lingkaran api. Ketika Presiden Soekarno mengumumkan
45
Nadia Darkach, op. cit., hlm. 568.
46
Hilman Adil (b), Hilman Adil (b). Australia’s Policy Towards Indonesia During Confrontation, 1962-1966 (Singapore: Institute of South-east Asia Studies, 1977), hlm. 24.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
192
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
kebijakan Ganyang Malaysia, berarti
memusuhi Nekolim Inggris, Amerika
Serikat dan sekutu-sekutunya, sehingga Indonesia berhadapan dengan musuhmusuh yang telah mengepungnya. Musuh-musuh tersebut seperti: Australia dari arah selatan, kemudian Malaysia, Singapura, Inggris dan Amerika Serikat yang telah memiliki pangkalan militer di Taiwan dan Philipina yang merupakan musuhmusuh dari arah utara. Musuh-musuh tersebut sejak tahun 1954 telah masuk ke dalam South East Asia Treaty Organization (SEATO)47 yang merupakan pakta pertahanan untuk membendung pengaruh komunis di Asia Tenggara. Australia berbeda pandang dengan Indonesia dalam melihat permasalahan terkait dengan pembentukan Federasi Malaysia. Negeri ini tidak dapat menerima pandangan Indonesia yang mengatakan pembentukan Federasi Malaysia sebagai proyek nekolim Inggris, namun Australia melihat sebagai proses dekolonisasi secara damai. Australia tidak sepakat dengan pandangan Indonesia bahwa pembentukan Federasi Malaysia sebagai ancaman, karena kehadiran Inggris di wilayah ini berdasarkan kesepakatan Anglo-Malayan Defence Agreement. Bahkan Australia menganggap kebijakan politik Indonesia tentang Ganyang Malaysia merupakan ancaman bagi Australia. Berdasarkan cara pandang Australia yang demikian, menyebabkan negeri ini ada dalam posisi sulit. Di satu pihak harus mendukung rencana pembentukan Federasi Malaysia yang dideklarasikan Tunku Abdul Rahman, namun ditentang Indonesia. Di sisi lain Australia harus berusaha menjalin hubungan baik dengan Indonesia, karena Australia memiliki kepentingan lebih besar dalam menjalin hubungan persahabatan dengan Indonesia jika dibandingkan dengan Inggris yang secara geografis letaknya lebih jauh. Selain itu secara geografis, Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai negara penyangga (buffer states) terhadap agresi dari luar yang akan mengancam keamanan Australia. Persoalan yang dihadapi Australia terkait dengan Konfrontasi IndonesiaMalaysia (1963-1965) dapat dibagi dalam dua ronde. Ronde pertama (Januari47
SEATO merupakan pakta pertahanan bertujuan membendung pengaruh komunis ke Asia Tenggara. SEATO beranggotakan sebagai berikut: Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, Pakistan, Philipina, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam Selatan. J. Siboro, Sejarah Australia (Bandung: Tarsito, 1994), hlm. 179-180.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
193
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
September 1963) menyangkut persoalan bagaimana menentukan sikap Australia jika Malaysia diserang Indonesia. Berkenaan dengan itu pada 5 Maret 1963 diselenggarakan rapat kabinet di bawah pimpinan Perdana Menteri Menzies yang dihasilkan keputusan politik yang dibacakan Menlu Barwick bahwa Australia sangat berkepentingan terhadap terciptanya stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara dan pernyataan dukungannya kepada rencana pembentukan Federasi Malaysia. Namun pernyataan Menlu Barwick tersebut direvisi dengan melakukan pernyataan pada 15 Maret 1963 bahwa Australia tidak memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan militer kepada Malaysia, meskipun negeri ini terikat pada Anglo-Malayan Defence Agreement. Perubahan kebijakan tersebut menunjukkan betapa sulit posisi Australia dalam menentukan sikap, sehingga kebijakannya tampak ragu, dan Australia tampak lebih senang memilih sikap netralitas yang tegas dengan senantiasa menjaga hubungan persahabatan dengan Indonesia yang dianggap sebagai buffer states terhadap agresi dari luar. Ronde Kedua (September 1963-Juli 1964) menyangkut pelanggaran yang dilakukan Malaya dan Inggris terhadap Deklarasi Manila dengan pendeklarasian pembentukan Federasi Malaysia (16 September 1963) tanpa menunggu hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Tim 8 yang dipimpin
Laurence Michelmore
sebagai utusan PBB. Indonesia merespon dengan melaksanakan kebijakan Ganyang Malaysia yang diikuti aksi demonstrasi secara besar-besaran terhadap Kedutaan Besar Inggris, Australia, Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah di Jakarta dan pemutusan hubungan diplomatik maupun ekonomi terhadap negaranegara tersebut, pembentukan Komando Dwi Kora (3 Mei 1964), pengiriman pasukan tempur, sukarelawan, sukarelawati untuk mendukung perjuangan Azhari Muhhamad di Kalimantan Utara. Melihat kenyataan yang demikian, Australia menganggap Indonesia sebagai ancaman, sehingga Perdana Menteri, Menzies secara resmi menyatakan dukungan secara tegas kepada pembentukan Federasi Malaysia
dan
menggunakan
Anglo-Malayan
Defence
Agreement
untuk
melindungi Federasi Malaysia.48 Hal ini berarti Australia memberikan dukungan yang tegas kepada pemerintah Federasi Malaysia guna menghadapi invasi dan
48
Hilman Adil (b), op. cit., hlm. 49.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
194
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
subversif yang dilakukan Indonesia di Kalimantan Utara. Bahkan Menlu Barwick (18 April 1964)
memperingatkan pemerintah Indonesia untuk menghentikan
Konfrontasi Malaysia, jika Indonesia tidak menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, maka Australia, New Zeland, United States of America (ANZUS) akan melibatkan diri dalam masalah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ANZUS merupakan ancaman bagi Indonesia dari arah selatan.
5. Simpulan Pendudukan Jepang atas Singapura, Malaya, Hindia Belanda (1941-1942), merupakan pengalaman berharga bagi Australia dalam bentuk ancaman agresi dari negara lain, sehingga Australia memilih Amerika Serikat sebagai penjamin keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Bahaya komunis internasional yang digerakkan RRT dan Uni Sovyet di kawasan Asia Tenggara serta komunis yang telah berpengaruh kuat di Indonesia, dianggap sebagai the red peril (Bahaya Merah). Pemerintah Australia merasa cemas dan khawatir, sehingga berusaha membendung melalui berbagai kebijakan politik luar negeri disertai dengan operasi militer bilamana diperlukan. Dalam rangka membendung “bahaya merah” dari Indonesia, Australia kurang tertarik memilih alternatif TNI-AD untuk menggulingkan Presiden Soekarno, sehingga berusaha menolak ajakan Amerika Serikat untuk mendukung pemberontakan PRRI/Permesta. Namun Australia tidak bisa menolak ajakan tersebut, sehingga bersikap “tideak netral yang tidak tegas” di dalam mendukung pembrontakan PRRI-PERMESTA. Hal ini dikarenakan Australia berharap jangan sampai mengundang kekuatan asing (RRT, Uni Sovyet) terlibat di dalam konflik, sehingga akan justru menciptakan situasi konflik terbuka di kawasa Asia Tenggara dan khususnya di Indonesia. Pemerintah Australia bersikap tegas menolak klaim Indonesia atas Irian Barat. Penolakan didasarkan atas dianggap sebagai
pertimbangan strategis, karena Irian Barat
lingkaran terakhir terhadap pertahanan Australia terhadap
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
195
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
agresi, sehingga Australia menentang setiap penggunaan Irian Barat oleh kekuatan agresor termasuk Indonesia. Namun Australia lebih berminat Irian Barat berada di bawah kekuasaan negara yang bersahabat dengan Australia yakni Belanda daripada jatuh ke tangan Indonesia yang menurut pandangan Australia sebagai negara agresor yang di dalamnya terkandung “bahaya merah” yang ekspansifrevolusioner yang setiap saat akan membahayakan pertahanan Australia. Kekhawatiran Amerika Serikat terhadap keterlibatan Uni Sovyet mendukung Indonesia dalam pembebasan Irian Barat yang pada akhirnya dapat menjadi konflik terbuka di kawasan Asia Tenggara khususnya di Indonesia antara Blok Timur dengan Blok Barat, sehingga Amerika Serikat menekan Belanda untuk berunding dalam Perjanjian New York (15 Agustus 1962). Perjanjian New York memutuskan Belanda menyerahkan Irian Barat kepada PBB yang selanjutnya lembaga ini membentuk UNTEA untuk melakukan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) terhadap rakyat di Irian Barat. Hasil Pepera menunjukkan penduduk Irian Barat memilih bergabung dengan Indonesia. Sikap politik luar negeri Australia terkait dengan Konfrontasi IndonesiaMalaysia. Pada mulanya (Ronde pertama, Januari-September 1963), Australia dalam posisi sulit untuk menentukan sikap kebijakan politik luar negeri terkait dengan Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Di
satu
pihak
Australia
harus
mendukung pembentukan Federasi Malaysia, namun ditentang Indonesia. Di sisi lain Australia harus menjalin hubungan persahabatan dengan Indonesia, karena secara geografis, Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai negara penyangga (buffer states) terhadap agresi dari luar yang akan mengancam keamanan Australia. Namun setelah Indonesia melakukan dukungan terhadap pemberontakan Azhari Muhammad di Kalimantan Utara dengan pengiriman pasukan tempur, sukarelawan-sukarelawati ke Kalimantan Utara,
Australia bersikap
tegas
mendukung pembentukan Federasi Malaysia dengan mengancam ANZUS akan melibatkan diri dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia (Ronde kedua, September 1963-Juli 1964).
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
196
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
DAFTAR PUSTAKA Andrews, J., dalam J. Wilkers (ed.), New Guinea and Australia. Sidney: Angus and Robertson, 1958. Cole, G.D.H., A. History of Socialist Thought; Socialist Thought Marxism and Anarchism 1850-1890, Vol. 2. New York: St. Martins Press, 1957. Fredy Buhama Lumbantobing. Arti Selat-selat Strategis di Asia Tenggara Ditinjau Dari Kepentingan Amerika Serikat dan Uni Sovyet (Skripsi). Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, 1987. Gottchalk, Louis. Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1975. Hadi Soebadio, Keterlibatan Australia dalam Pemberontakan PRRI/Permesta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002. Harlan Sumarsono, Australia Teman Kita?: Tinjauan Bilateral menuju Paradigma Baru, dalam Geoff Forrester, Hasyim Djalal, Parni Hadi, Reni Winata (Ed), Indonesia Masa Transisi: Persepsi Media Indonesia & Australia Jakarta: Australian Stdies Centre Publishing, 2001. Hersri Setiawan. Negara Madiun: Kesaksian Soemarsono : Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan. Tanpa Kota Penerbit, Forum Studi Perubahan dan Peradaban, 2002. Hilman Adil (a). Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1962. Jakarta: Djambatan, 1993. Hilman Adil (b). Australia’s Policy Towards Indonesia During Confrontation, 1962-1966. Singapore: Institute of South-east Asia Studies, 1977. IG. Krisnadi, Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979). Jakarta: LP3ES, 2000. Tim ISAI, Bayang-Bayang PKI (Jakarta: ISAI, 1995). Kuliah Prof. Dr. Idris Kusuma yang diselenggarakan oleh Pusat Antar Universitas-Studi Sosial, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1 Juli – 31 Juli 1992. Lorwin, Lewis, L. The International Labor Movement. New York: Harper & Brothers Publishers 1953.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
197
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Manai Sophiaan. Kehormatan Bagi Yang Berhak: Bung Karno Tidak Terlibat G.30.S/PKI. Jakarta: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, 1994. Mayer, Henry. Australian Politics. Melbourne: The Griffin Press, 1973. Marwadi Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI . Jakarta: Balaipustaka, 1984. Nadia Darkach. The Sovyet Policy Towards Indonesia in The West Irian and The Malaysian Disputes. Dalam Asian Survey, Volume 11, 1965. Norman Harper. A Great and Powerfull Friend; A Study of Australian American Relations Between 1900 and 1975. Queensland: University of Queensland, 1975. Oh Bian Hong. Sepuluh Sardjana Ekonomi Terkemuka. Djakarta: Bhratara, 1963. Rodger Swearingen. The World of Communism. Terjemahan Adeng Soedarsa. Jakarta: Lemhannas, 1972. Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama:1993. Siboro, J. Sejarah Australia. Bandung: Tarsito, 1989. Toohey, B., & Pinwill, W., Oyster .Melbourne, 1989. Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer 19 Januari 1996. Zainul Munasikin, Berebut Kiri: Pergulatan Marxisme Awal Di Indonesia 19121926. Yogyakarta: LKiS: 2005.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
198
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
1. Terus Usut Cuci Otak ala NII (Jawa Pos, Rabu 20 April 2011) Mereka kurban cuci otak ala NII (Maya Mazesta, Agung Arief Perdana Putra, Mahatir Rizki 19 th Universitas Muhamadiyah Malang, Fitri Zakiyah, Recki Davinci. M. Hanif, Wahyu Darmawan, Reza Yuniansah, M. Recky Kurniawan. Semua mhs UMM). Kata Hanif, menurut sang penCuci otak yaitu Adam dan Fikri:”Kebangkitan Islam akan terjadi pd abad 21. Tapi syaratnya warga Indonesia harus melaksanakan ajaran Islam secara total baik dengan harta maaupun jiwa-raga. Amal kebajikan seseorang tidak akan diterima sebelum berhijrah, maksudnya hijrah itu pindah dari WKNRI menjadi warga Negara Islam.” 2. Arifianto Masih Jalani Tugas Wakil Rakyat: Politikus PKS yang Saksikan Video Porno (Jawa Pos, Rabu 20 April 2011) Arifianto anggota Fraksi PKS tertangkap menyaksikan video porno saat paripurna DPR. 3. Bukti Baru Antasari: Antasari Sedang Tangani Laporan Dugaan Kasuskasus Besar (Kompas, Kamis, 21 April 2011) Penasehat Hukum Mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Maqdir Ismail mengatakan: dirinya memiliki bukti baru (novum) untuk disampaikan dalam PK kasus penahanan Antasari Azhar (18 tahun). Menurut Andi Syamsudin Iskandar adik kandung PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen (kurban pembunuhan) mengaku telah bertemu 3 jam dengan Antasari Azhar di LP Tangerang. Saat kasus pembunuhan itu, Antasari tengah sibuk menangani laporan terkait dugaan kasus-kasus korupsi besar, yg salah satunya kasus pengadaan alat informasi dan teknologi serta logistic (kotak suara, surat suara, tinta, formulir) KPU. Tiba-tiba dihadapkan kasus ini. Antasari bersumpah tidak pernah mengancam Nasrudin. Andi meminta Antasari pada suatu saat nanti membuka kpd public siapa-2 yg berkepentingan dan yang membunuh Nasrudin. 4. Lakon Wirata Parwa Penuh Ajaran Keadilan dan Tahu Balas Budi (Kompas, Kamis 21 April 2011) Konsekuensi perbuatan Pandawa kalah main dadu dengan Kurawa adalah Pandawa harus menyerahkan negaranya kepada Kurawa dan harus menjalani POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
199
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
hukuman masa pembuangan 12 tahun di hutan dan 1 tahun menyamar tanpa boleh dikenal, kecuali kalau mereka harus mengulang kembali hukuman dari awal. Hal ini harus diterima Pandawa karena harus tunduk pada Hukum. Ketika Bima dan Arjuna akan mengamuk kepada Kurawa. Namun Yudistira mengingatkan ketaatan terhadap hukum lebih tinggi nilainya daripada hukum itu sendiri. Selain itu membalas kebaikan orang (Raja Matswapati dan Kerajaan Wirata yg telah memberi mereka penghidupan selama setahun, juga merupakan keharusan meski harus menyerempet bahaya penyamarannya diketahui. Bagi Yudistira, ia tidak keberatan mengulangi masa hukuman daripada harus tidak membalas kebaikan. Selain itu ajaran tentang kebaikan dan ketertiban yg diberikan Resi Bhisma kepada Duryudana ketika bertanya keberadaan Pandawa menyamar. Resi Bhisma menjawab kalau ada Negara dimana ada ketertiban dan hukum ditegakkan di situlah Yudistira ada; kalau ada Negara di mana penjahat ketakutan, disitulah Bima ada; kalau ada Negara dimana seni budaya dan ilmu pengetahuan berkembang disitulah Arjuna ada. Kalau ada Negara di mana rakyat sejahtera dan pertanian maju, disitulah Nakula dan Sadewa ada. 5. Perangi Lewat Keluarga: (Kompas, Minggu 24 April 2011) Menurut Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari dalam Seminar “Kartini Melawan Korupsi” yg diselenggarakan ICW (Indonesia Corruption Watch. Ia mengatakan “ korupsi sebenarnya tidak hanya berlangsung di kalangan atas dengan nilai uang ratusan juta atau miliaran rupiah. Korupsi itu berlangsung di sekitar kita meskipun dengan nilai lebih rendah. Praktiknya bias terlihat dari kebiasaan pungli dalam pengurusan kerja administrative di tingkat RW, RT atau kelurahan. Kita bias mencegahnya dengan tidak mengikuti arus memenuhi pungutan itu meski jumlahnya kecil. Keluarga atau ibu rumah tangga juga bias melawan korupsi dengan mendidik anaknya supaya selalu jujur, berkata benar dan bertindak apa adanya. Istri jangan memaksakan gaya hidup mewah apabila tidak sepadan dengan penghasilan suami. Pendidikan keluarga dan budaya di dalam rumah menjadi salah satu kunci penting untuk menanamkan nilai-nilai anti-korupsi. Menurut Jaleswari Pramodharwardani (Peneliti LIPI), praktik korupsi saat ini sudah kian menjadi kebiasaan, bahkan menjelma sbg budaya di tengah masyarakat. Budaya pemakluman atau membiarkan penyimpangan membuat praktik itu kian tumbuh di masyarakat. Kecurangan dalam hal-hal kecil perlahan-lahan mengental menjadi perilaku korupsi yang merugikan Negara dan masyarakat. Dalam dunia pendidikan misalnya gejala itu terlihat dari kecurangan, nyontek atau membocorkan soal ujian nasional (Unas). Misal aparat menghimbau para pengawas Unas jangan galak atau jangan terlalu ketat mengawasi para peserta Unas. Atau guru, murid atau orangtua seakan memaklumi perilaku menyimpang agar anaknya memperoleh prestasi formal. POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
200
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
Pada hal semua itu menjadi bibit korupsi di kemudian hari. Sebagian kalangan pendidik mengejar prestasi instan tetapi mengorbankan nilai etika penting seperti kejujuran atau kebenaran. Itu sebagai benih korupsi. Ketika korupsi sudah demikian berurat di tengah masyarakat dan birokrasi, gerakan politik dan hukum tidak cukup untuk memeranginya. Diperlukan gerakan lebih sistematik lagi yaitu lewat pendidikan. Kaum perempuan, keluarga dan lembaga peendidikan dari tingkat TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi harus turut menanamkan nilai-nilai anti korupsi sejak dini. Korupsi sudah menjadi bahaya laten. Mari kita perangi dengan gerakan kultural. Menurut Koordinator Kampanye Publik dan Penggalangan Dana ICW, Illian Deta Arta Sari, kaum perempuan dan anak-2 jadi korban korupsi. Meskipun sudah ditetapkan anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN, missal pencairan anggaran tsb kerap bocor karena dikorup. Akibatnya bantuan untuk pendidikaan anak tidak mampu semakin berkurang. Akibat korupsi, jumlah anak tidak sekolah cukup tinggi. Korupsi thd anggaran kesehatan juga berdampak serius pada perempuan dan anak-anak. Jika dana tsb digerogoti korupsi, bantuan untuk ibu hamil, melahirkan dan gizi bagi anakbalita berkurang. Hal ini berpengaruh bagi angka kematian ibu melahirkan dan anak cukup tinggi. Jangan kira korupsi itu hanya merugikan Negara, korupsi merugikan kita semua, keluarga, perempuan, dan anak-anak. 6. Ketika Kearifan Lokal Tergerus Zaman (Kompas Sabtu, 23 April 2011) Menurut Juru Kunci Kawasan Gunung Wayang, Oman (58 th), di sekitar Situ Cisanti di kawasan Gunung Wayang, Priangan, Jawa Barat terdapat beragam mitos terkait dengan pelestarian alam, namun kini tinggal cerita. Misal ada pamali bagi orang yang berani masuk hutan Gunung Wayang apalagi beritikad buruk, bakal tersesat dan terkena mamala (musibah). “Pernah ada orang masuk hutan dan menebang pohon, pulang sampai di rumah meninggal. “Dulu hutan ini angker, siapa saja yg masuk ke hutan ini sering kasarung (tersesat). Ia terus berputar-putar tidak dapat pulang timpal Ma Abu (Juru kunci lainnya). Makna dari ketabuhan itu sebenarnya adalah agar hutan di kawasan itu tidak rusak dijamah oleh tangan-2 manusia yg tdk bertanggungjawab. Namun skr warga sudah tdk memperhaatikan ketabuhan itu. “Sekarang zamannya sudah lain” kata Oman seraya menunjuk ribuan petani masuk ke areal hutan dan menyulapnya menjadi lahan pertanian semusim seperti sayur-mayur. Pada hal penggunaan mitos atau kepercayaan msy setempat untuk mengeramatkan suatu tempat masih efektif sbg upaya melestarikan alam di sekitar tempat tsb. Bahkan cara itu bias berdampingan dengan institusi formal yg sudah ada seperti undang-2 termasuk aparat penegak hukum. “Itulah sebabnya banyak komunitas adat yg dulu sering menggelar ritual adat disebuah lokasi bertujuan POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
201
Historia, Vol. IV, No. 2 ( Juli-Desember 2009):174-198
agar menimbulkan kesan angker atau harus deperlakukan dengan hati-2 oleh masyarakat biasa kata Dadan Madani tokoh pemuda dari Kec Kertasari Kab Bandung.
POLITIK NEGERI KANGURU IG Krisnadi
202