POLITIK HUKUM PERSAINGAN USAHA MENUJU SISTEM PERSAINGAN SEHAT DI MASA YANG AKAN DATANG Oleh : Nadir, S.H., MH. 1 Fakultas Hukum Universitas Madura Pamekasan Jl. Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan Madura Jatim Email:
[email protected]
Abstrak Pertumbuhan dan perkembangan prekonomian negara Indonesia sedikit atau banyak akan dipengaruhi oleh persaingan usaha yang sehat antar sesama pelaku usaha baik sekarang maupun di masa yang akan datang, sedangkan persaingan yang sehat akan ditentukan oleh: kebijakan hukum dalam pembangunan ekonomi (the legal policy development of economics); kebijakan hukum dalam persaingan usaha (legal policy to fair competition); politik pembentukan hukum perspektif undang-undang (law making proses); dan proses pengambilan keputusan dalam pembentukan hukum persaingan usaha (decision making of proces). Kata Kunci: politik hukum, persaingan usaha, sistem persaingan sehat
A. Pendahuluan
dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
Konsideran Undang Undang Nomor 5 tahun 1999
Selain itu, bahwa setiap orang yang berusaha di
tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan
Indonesia harus berada dalam situasi persaingan usaha
usaha tidak sehat menegaskan, pembangunan bidang
yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan
ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya
adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan
usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan
Undang-Undang Dasar 1945.
yang telah di laksanakan.
Mencermati isi konsideran tersebut, bahwa demokrasi
Pada dasarnya setiap pelaku usaha yang melakukan
dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
aktivitas usahanya di dunia ini dalam bentuk apapun
kesempatan yang sama bagi warga Negara untuk
tiada lain yang menjadi tujuan utama adalah
berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran
keberuntungan dan keberhasilan yang banyak, namun
barang atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif
semua itu ada rule of law dalam melakukan kegiatan usahanya, apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang ada, maka
1
Dosen dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Madura (UNIRA) Pamekasan Madura Jawa Timur .
akan di kenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat ini.
67
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
Persaingan pada dasarnya merupakan hal yang
Berdasarkan fenomena persaingan usaha di atas,
manusiawi dan wajar di lakukan dalam kehidupan
persaingan tidak selalu mengarah pada hal yang
bersama, sebab dengan adanya culture competition
positif, maka masalah seperti ini sudah seharusnya
telah mendorong pelaku usaha untuk berkreasi dan
mendapat perhatian dengan memberikan
berinovasi yang pada gilirannya pelaku usaha
perlindungan hukum yang secukupnya bagi pelaku
memperoleh kemajuan dan peningkatan kualitas
usaha atau bisnis yang jujur. Perlindungan hukum
hidupnya. Kemajuan dan peningkatan kualitas hidup
yang dimaksud adalah dengan mengatur secara
yang diperoleh dari culture competition secara fair
tersendiri masalah ini dalam peraturan perundang-
and properly serta sehat berupa usaha peningkatan
undangan, tentang batas-batas pengertian dari
baik dalam bidang teknologi maupun dalam manajerial
perbuatan yang digolongkan sebagai persaingan
usaha dengan melalui proses maupun dilakukan
yang sehat dan perbuatan yang di golongkan sebagai
dengan usaha yang efektif dan efisien yang selalu
persaingan yang tidak sehat, sehingga lahirlah
membawa kebaikan dalam kehidupan bersama,
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
sangatlah wajar jika manusia dalam dunia ini semuanya
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
berlomba-lomba untuk memenangkan apa yang
Tidak sehat, namun demikian adanya Undang-undang
namanya keberuntungan dan keberhasilan yang luar
Nomor 5 Tahun 1999 ini tidak cukup memadai untuk
biasa, akan tetapi tidak menghalalkan segala cara
menangani peroblematika persaingan usaha di masa-
dengan sikut kanan sikut kiri untuk memenangkan
masa mendatang. Oleh karena itu, penulis memberikan
keberuntungan itu.2
gagasan politik hukum persaingan usaha menuju sistem persaingan usaha sehat di masa yang akan
Sebaliknya jika suatu persaingan dilandasi dengan
datang.
suatu iktikat buruk, persaingan tersebut selalu dilakukan dengan usaha yang tidak sehat, yang
B. Kebijakan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi
hasilnya adalah merugikan pihak lain yakni pihak
(The Legal Policy Development of Economics)
sesama pelaku usaha maupun konsumen. Keadaan semacam ini akan menimbulkan masalah hukum.
Penguasaan 80% (delapan puluh persen) permukaan
Usaha tidak sehat dan tidak wajar ini dapat dilakukan
bumi dan 75% (tujuh puluh lima persen) populasi
dengan variasi bentuk seperti dalam bentuk
dunia selama kurun waktu berabad-abad oleh bangsa
pembajakan, pembajakan tenaga ahli, Oligopoli,
Eropa, telah menciptakan krisis berkepanjangan di
Penetapan harga, Pembagian wilayah, Pemboikotan,
Negara-negara jajahannya. Krisis berkepanjangan itu
Kartel, Trust, Oligopsoni, Integrasi Vertikal, Perjanjian
kemudian harus pula diperberat oleh akibat PD ke I,
tertutup, Perjanjian dengan pihak luar Negeri, Posisi
PD ke II yang akhirnya tidak hanya menciptakan krisis
dominan maupun usaha lain misalnya dengan
baru di Negara-negara jajahannya, tetapi juga hampir
penyelundupan pajak, sehingga ia tidak harus
di seluruh kawasan dunia. PD II telah menciptakan
mengeluarkan biaya untuk itu yang tentunya ia dapat
penderitaan dan kemunduran ekonomi yang dahsyat,
menjual produknya dengan perolehan laba yang lebih
yang akhirnya membangkitkan kesadaran masyarakat
banyak.3
bangsa-bangsa untuk membenahi kehancuran global.4 Setelah PD ke II konsentrasi orientasi masyarakat internasional benar-benar terpusat pada pembangunan ekonomi global. Kerja sama regional dan bilateral
2
Djoko Imbawani, Reading Material Seri Kuliah Hukum Dagang. Fakultas Hukum Univ. Widyagama Malang, 2002, hlm. 56
3
Ibid.
4
68
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung, 2003), hlm. 169
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
menjadi semacam trend baru yang kebanyakan
dan informasi pada Negara-negara itu. Kelima,
terfokus pada kerja sama ekonomi. Kemajuan
mahalnya biaya yang harus dipertaruhkan oleh negara-
teknologi dan ilmu pengetahuan segera membawa
negara ketiga bagi setiap bentuk kerja sama
perubahan-perubahan besar diberbagai Negara.
pembangunan dan bantuan modal dari Negara-negara
Masyarakat Eropa merancang kerja sama ekonomi
maju. Keenam, besarnya tekanan Negara-negara
regional, seperti juga yang dilakukan oleh Negara-
maju terhadap negara-negara berkembang sebagai
negara Amerika Utara, Tengah dan Selatan. PBB juga
konsekuensi dari perbedaan dan kesenjangan potensi
telah mengambil peran yang sangat penting dalam
pada kedua kelompok Negara itu. Keseluruhan kondisi
perkembangan baru yang serba cepat itu, melalui
global ini mensyaratkan satu hal penting yang bersifat
badan-badan khususnya, International Bank for
absolut, yaitu pembangunan. Makna pembangunan
Recornstruction Development (IBRD), Economic and
bagi Negara-negara maju adalah perjuangan untuk
Social Council (ECOSOC), majelis umum (general
menguasai potensi ekonomi, kesejahteraan, dan
assembly), dewan keamanan (security council) dan
perjuangan untuk mempertahankan perkembangan
badan-badan
lainnya.5
serta kemajuan untuk kepentingan masa kini dan masa depan bangsanya. Sedangkan makna
Pada tahun 1970-an beberapa Negara anggota
pembangunan bagi Negara-negara yang berkembang
masyarakat internasional telah menunjukkan kemajuan
adalah perjuangan untuk meningkatkan pertumbuhan
yang sangat mengagumkan, tetapi bersamaan dengan
ekonomi dan kesejahteraan, perjuangan untuk
itu berkembang pula permasalahan baru yang sangat
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, keahlian,
serius, yaitu kesenjangan yang semakin tajam antara
dan informasi, serta perjuangan untuk melakukan
kesejahteraan dan kemajuan yang dicapai oleh negara-
tekanan-tekanan ekonomi dari Negara-negara maju.7
negara maju dengan Negara-negara berkembang. Negara-negara maju yang terdiri dari 20% (dua puluh
Kedua karakter orientasi pembangunan ekonomi itu
persen) penduduk dunia menikmati sekitas 2/3 (dua
segera menunjukkan perbedaan yang sangat tajam.
pertiga) penghasilan dunia. Sementara Negara-negara
Jika pembangunan ekonomi di Negara-negara maju
berkembang yang berpopulasi 50% (lima puluh persen)
telah berorientasi pada pengejaran pertumbuhan
dari penduduk dunia, menikmati 1/8 (satu perdelapan)
ekonomi dan kesejahteraan, maka pembangunan
pendapatan dunia, dan negara-negara miskin yang
ekonomi di Negara-negara berkembang masih
berpenduduk sekitar 30% (tiga puluh persen) dari
berorientasi pada pembangunan sendi-sendi
penduduk dunia, hanya menikmati 3 (tiga) persen
pembanguan ekonomi itu, dan bersamaan dengan
dari pendapatan
dunia.6
itu, mereka harus pula berjuang melawan tekanantekanan ekonomi dari Negara-negara maju. Hal ini
Keadaan buruk ini diakibatkan oleh antara lain:
mengakibatkan perluasan makna pembangunan bagi
Pertama, keterpusatan modal dan teknologi, keahlian,
Negara-negara berkembang dan menjadikannya
dan informasi pada negara-negara maju. Kedua,
bentuk perjuangan yang bersifat ganda.8
kemelaratan dan kemiskinan Negara-negara ketiga sebagai akibat kolonialisme. Ketiga, jumlah penduduk
Untuk mencapai tujuan yang berat dan kompleks itu,
yang besar pada Negara-negara ketiga, yang
menurut Lili Rasjidi suatu proses pembangunan
cenderung lebih merupakan beban bagi mereka.
membutuhkan perencanaan yang cermat. Perencanan
Keempat, kemunduran ilmu pengetahuan, teknologi
ini antara lain juga mencakup jaminan dan
5
Ibid.
7
Ibid, hlm. 170-171
6
Ibid.170
8
Ibid, hlm. 171
69
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
perlindungan hukum terhadap keteraturan,
merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha
kelancaran, dan keseluruhan proses dan hasil-hasil
yang tidak sehat.
dari pembangunan itu, dan karenanya dibutuhkan suatu instrumen yang mampu memberikan jaminan,
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung
perlindungan, kepastian, dan arah bagi pembangunan
oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil
itu. Instrumen itu adalah hukum. Pada masyarakat
keputusan (decision making) dengan para pelaku
hukum Negara-negara berkembang, pembangunan
usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung,
hukum bermakna lebih kompleks lagi, tidak hanya
sehingga lebih memperburuk keadaan.
menyangkut pengadaan hukum-hukum baru,
Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu
melainkan juga termasuk reformasi konsep dan
kepada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,
hampir seluruh komponen sistem hukum. Bertolak
serta cenderung menunjukkan corak yang sangat
dari kenyataan ini, pembangunan hukum merupakan
monopolistik dan liberalistik.
suatu permasalahan yang lebih bersifat global daripada sekedar bersifat lokal.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang
Penjelasan umum Undang-undang Nomor 5 Tahun
berlebihan, sehingga berdampak kepada kesenjangan
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
sosial. Munculnya konglomeratisasi dan sekelompok
Persaingan Usaha Tidak Sehat menegaskan bahwa
kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh
pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka
semangat kewirausahaan sejati merupakan salah
Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan,
satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi
antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan
menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.
rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh kebijakan pembangunan di
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas,
berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan
menuntut masyarakat untuk mencermati dan menata
bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis
kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha
Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan
dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan
Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi
wajar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang
lainnya. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai
sehat, efektif dan efisien serta terhindarnya pemusatan
selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, yang
kekuatan ekonomi pada pelaku usaha perorangan
ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk
tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan,
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
khususnya dalam pembangunan ekonomi yang belum
yang merugikan masyarakat yang bertentangan
terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan
dengan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat
globalisasi perekonomian serta dinamika dan
Indonesia.
perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990an. Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum
dan teknologi yang menyertai kehidupan manusia di
membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat
abad modern ini, maka perkembangan hukumpun
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor
tidak dapat dikesampingkan di tengah kedidupan
ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode
intelektual manusia yang serba canggih lebih-lebih
tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk
dalam melakukan transaksi perdagangan baik secara
kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga
nasional maupun transnasional. Hukum harus mampu
pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan
mengendalikan dan merekayasa kehidupan manusia
usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar
termasuk perkembangan politiknya dalam setiap
70
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
aktivitasnya karena esensinya tidak ada suatu aktivitas
dan yang tidak boleh dilakukan. Namun demikian,
di dunia ini yang lepas dari prakarsa hukum, sehingga
tidak memungkiri dan tidak mengesampingkan realita
setiap tatanan kehidupan manusia diatur oleh hukum
empirik bahwa seringkali hukum yang dirumuskan
di mana hukum sebagai instrumen untuk mengatur
di dalam peraturan perundang-undangan tidak
kehidupannya.
memenuhi bahkan kurang mampu mengatur dan mengikuti, serta menggali perkembangan masyarakat
Sudarsono menegaskan bahwa di dalam kehidupan
dengan segala sikap tindaknya.
sehari-hari terdapat sesuatu yang sangat penting untuk dapat mengatur kehidupan masyarakat, sesuatu
Sementara itu, hukum adalah suatu tata perbuatan
tersebut adalah hukum. Pada prinsipnya hukum adalah
manusia, “tata perbuatan” mengandung arti suatu
kenyataan dan pernyataan yang beraneka ragam
sistem aturan. Hukum bukan satu aturan semata,
untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan
seperti dikatakan demikian, melainkan. hukum adalah
kehendak seseorang dengan orang lain. Berdasarkan
seperangkat peraturan yang dipahami dalam satu
asumsi ini hukum pada dasarnya mengatur hubungan
kesatuan yang sistemik, tidak mungkin untuk
antara manusia di dalam masyarakat berdasarkan
memahami hakikat hukum hanya dengan
prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula. Oleh karena
memperhatikan satu peraturan saja. Hubungan yang
itu, setiap orang di dalam masyarakat wajib taat dan
mempersatukan berbagai peraturan khusus dari satu
mematuhinya.9
tata hukum perlu dimaknai agar hakikat hukum dapat dipahami. Hanya atas dasar pemahaman yang
Para sosiolog yang berorientasi pada hukum antara
jelas tentang hubungan-hubungan yang membentuk
lain Emile Durkheim, Max Weber, Roscoe Pound.
tata hukum tersebut bahwa hakikat hukum dapat
Durkheim mengemukakan bahwa dalam setiap
dipahami dengan sempurna.10 mulai dari asal-muasal
masyarakat selalu ada solidaritas, ada solidaritas
serta perkembangannya.
organis, dan ada pula solidaritas mekanis. Solidaritas mekanis selalu terdapat dalam masyarakat sederhana,
Ketika hukum diperankan sebagai alat rekayasa sosial
hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti
(law as a tool of social engineering) tak pelak
dalam hukum pidana. Sementara dalam solidaritas
menempatkan peraturan perundang-undangan pada
organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern,
posisi yang sangat penting dalam mengatur tata
hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti
kehidupan masyarakat. Konsep hukum sebagai alat
dalam hukum perdata.
rekayasa sosial pertamakali diperkenalkan oleh Roscoe Pound, di mana konsep tersebut dipopulerkan di
Dalam kaitan ini Max Weber yang terkenal dengan
Indonesia oleh Mochtar Kusumaatmadja yang
teori “Ideal type-nya” ia mengemukakan bahwa di
mengetengahkan konsep Roscoe Pound tentang
dalam hukum terdapat 4 (empat) tipe ideal yaitu,
perlunya memfungsikan “law as a tool of social
pertama, Irasional formal. Kedua, Irasional material.
engineering” di Indoensia.11 Mochtar berargumentasi
Ketiga, Rasional formal (dalam masyarakat modern
bahwa pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk
dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum),
merekayasa masyarakat menurut skenario kebijakan
dan keempat, Rasional material. Pada dasarnya hukum sudah mengatur sedemikan rupa tentang perbuatan manusia yang harus dilakukan
9
Sudarsono, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Jakarta, 1991), hlm. 1
10 Hans kelsen, General Theory of Law and State: Alih Bahasa Indonesia oleh Somardi (Jakarta, 2007), hlm. 3 11 Soetandyo Wignyosoebroto, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial-politik Dalam Perkembangan Hukum Indonesia. (Jakarta, 1994), hlm. 231
71
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
Pemerintah (eksekutif) sangatlah diperlukan oleh
Negara-negara maju telah berhasil melalui ke tiga
negara-negara yang sedang berkembang jauh melebihi
tahapan atau tingkatan pembangunan tersebut satu
kebutuhan negara-negara industri maju yang telah
demi satu dengan baik dan memerlukan waktu yang
mapan. Negara-negara maju telah memiliki mekanisme
cukup lama. Sedangkan negara-negara yang sedang
hukum yang telah berjalan untuk mengakomodasi
berkembang ingin mencapai ketiga tahapan atau
perubahan-perubahan dalam masyarakatnya.
tingkatan pembangunan tersebut secara sekaligus
Sedangkan negara-negara yang tengah berkembang
dan bersamaan. Di suatu negara pembangunan yang
tidaklah demikian. Padahal harapan-harapan dan
baik adalah pembangunan yang dilakukan secara
keinginan masyarakat-masyarakat di negara-negara
komprehensif. Artinya pembangunan selain mengejar
yang sedang berkembang akan terwujudnya
pertumbuhan ekonomi semata, juga harus
perubahan-perubahan yang membawa perbaikan
memperhatikan pelaksanaan jaminan perlindungan
taraf hidup amatlah besar melebihi harapan-harapan
hak-hak asasi manusia warga negaranya yang telah
yang diperlukan oleh masyarakat-masyarakat di
diatur dalam konstitusi negara yang bersangkutan,
negara-negara yang telah
maju.12
baik hak-hak sipil, maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Dengan demikian, pembangunan yang telah,
Berbagai studi tentang hubungan hukum dan
sedang dan akan dilakukan oleh Pemerintah akan
pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa
mampu menarik lahirnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa
pembangunan.14
pembaharuan hukum. Secara umum ada 3 (tiga) tahapan atau tingkatan pembangunan yang dialami
Sementara studi mengenai hukum dan pembangunan
oleh suatu negara mulai dari negara berkembang
dapat diketahui, setidaknnya ada 5 (lima) kualitas
sampai menjadi negara maju, yaitu Pertama, unifikasi
hukum yang kondusif bagi perencanaan dan
(unification) dengan titik berat bagaimana mencapai
pelaksanaan pembangunan, yaitu (1) stabilitas
integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan
(stability), (2) dapat diramalkan (predictability), (3)
kesatuan nasional. Kedua, industrialisasi
keadilan (fairness), (4) pendidikan (education), dan
(industrialization) dengan fokus perjuangan untuk
(5) pengembangan profesi hukum (the special
pembangunan ekonomi dan modernisasi politik, dan
development abilities of the lawyer). Stabilitas dan
tahap Ketiga, negara kesejahteraan (social welfare)
predictability adalah merupakan prasyarat untuk
di mana tugas negara terutama adalah melindungi
berfungsinya sistem ekonomi. Predictability sangat
rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan
berperan, terutama bagi negara-negara yang
kesalahan pada tahap sebelumnya, dengan fokus
masyarakatnya baru memasuki hubungan-hubungan
utama kesejahteraan rakyat.13
ekonomi melintasi lingkungan sosial tradisional mereka. Sedangkan stabilitas berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.15
12 Mengutip Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional (Bandung, 1986), hlm. 2-7 13 Daniel Suryana, ”Peranan Hukum dan Ahli Hukum” dalam Blogster www.google.com. Selanjutnya lihat pula Thomas M. Franck. “The New Development: Can American Law and Legal Institutions Help Developing Countries?”. Wisconsin Law Review No. 3 (1972) hlm. 778, dalam Erman Rajagukguk “Hukum Ekonomi Indonesia: Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, makalah Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar 14-18 Juli 2003.
72
Aspek keadilan akan tercermin dari proses hukum, persamaan di hadapan hukum, dan standar sikap/perlakuan Pemerintah, dan lain-lain akan
14 Daniel Suryana, Ibid. 15 Daniel Suryana, Ibid.
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
mempengaruhi kelangsungan mekanisme pasar dan
antar negara dengan negara lainnya baik secara
mencegah campur tangan Pemerintah yang terlalu
nasional, regional maupun internasional. Program
dominan. Sedangkan pendidikan dan pengembangan
legislasi nasional di masa mendatang perlu memberikan
profesi hukum merupakan sesuatu keharusan yang
prioritas pada Undang-undang yang berkaitan dengan
harus diberdayakan dalam praktek hukum, agar dapat
masalah, persaingan usaha, ekonomi untuk
berperan sebagai ahli hukum dalam pembangunan
pembangunan dan demokratisasi ekonomi guna
hukum dan pembangunan ekonomi.
mencapai efektivitas dan efisiensi, serta memenuhi fungsi hukum sebagai sebagai instrumen usaha/bisnis
Partisapasi masyarakat dalam pembangunan sangat
dalam memberikan kepastian bagi sesama palaku
diperlukan, terutama dalam era globalisasi ekonomi
usaha, konsumen dan masyarakat umum.
melalui media pasar bebas, yang sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia, karena sudah sejak lama, masa perdagangan rempah-rempah, masa tanam
C. Kebijakan Hukum Dalam Persaingan Usaha (legal policy to fair competition)
paksa (culture stelsel) di mana modal swasta zaman kolonial dengan buruh paksa. Sedangkan globalisasi
Dalam mengkaji persaingan usaha teori hukum
ekonomi sekarang ini merupakan manifestasi baru
berfungsi untuk menganalisis pengaturan dan
dari pembangunan kapitalisme sebagai sistem
implementasi doktrin dan asas-asas hukum universal
ekonomi internasional.
yang dimaksudkan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, serta implementasi makna demokrasi
Globalisasi ekonomi diikuti globalisasi hukum, maka
ekonomi yang bersumber dari Pasal 33 UUD Negara
materi muatan berbagai Undang-undang dan
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena larangan
perjanjian-perjanjian sebagai sumber hukum positif
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
harus mengadopsi kaedah-kaedah dan
adalah mengatur permasalahan ekonomi dalam
diharmonisasikan dengan ketentuan-ketentuan
perdagangan, maka selain menggunakan teori dan
internasional yang bersifat lintas dan melewati batas-
konsep-konsep ilmu hukum, juga digunakan teori
batas negara, yang dilakukan melalui ratifikasi
dan konsep-konsep ilmu ekonomi sebagai alat bantu
perjanjian-perjanian dan konvensi-konvensi serta
guna melengkapi analisis sebagai jawaban terhadap
kovenan-kovenan internasional, maupun hubungan-
isu hukum yang diteliti. Kemudian filsafat hukum
hubungan dan perjanjian privat serta institusi-institusi
juga digunakan sebagai refleksi terhadap aturan-
ekonomi baru.
aturan hukum yang akan dibahas, dan sebagai refleksi tentang landasan dari kenyataan.
Pengaturan bidang-bidang hukum ekonomi harus selaras dengan arah dan kebijakan politik ekonomi
Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi praktek
pembangunan dan politik hukum pembangunan serta
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat telah
politik pembangunan masyarakat secara intern dan
diakomodasi ke dalam Undang-undang Nomor 5
transdisipliner secara holistik dan sistematik, sehingga
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
dapat dikatakan bahwa ruang lingkup bidang hukum
Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai hukum posisitif
ekonomi (economic law) merupakan bidang hukum
(ius constitutum) dan peraturan lain yang berkaitan
yang luas dan berkaitan dengan kepentingan privat
dengan itu. Namun kebijakan itu tidak akan cukup
dan kepentingan umum (public interest).
atau memadai tanpa disertai dengan pendekatan penegakan hukum (law enforcement Approach) yang
Untuk itu, pendekatan ekonomi terhadap hukum,
benar-benar memiliki kapabilitas dan kridibilitas dari
akan menjadi salah satu cara agar tidak terjadi
lembaga yang memiliki wewenang melakukan
ketertinggalan hukum dalam lalu lintas ekonomi dan
penegakan terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun
73
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
4. Dalam tahap proses pemecahan permasalahan ini
Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam hal ini Komisi
pada akhirnya timbul perwujudan yang sebenarnya
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
dari undang-undang tersebut.
Sebagaimana penulis jelaskan di awal, bahwa hukum
Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum
yang diproyeksikan dalam bentuk kodifikasi undang-
sangat ditentukan oleh konsep hukum yang dianut
undang tidak akan lengkap dan tidak mungkin
oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas
lengkap dalam mengatur suatu obyek tertentu. Namun
pembentukannya. Proses ini berbeda pada setiap
demikian, secara substansial Undang-undang Nomor
kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana,
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
pembentukannya dapat berlangsung sebagai proses
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mengatur
penerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan hukum
dengan jelas dan terinci tentang perjanjian-perjanjian
atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan
yang dilarang, kegiatan-kegiatan yang dilarang, serta
kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-
posisi dominan, sehingga tidak ada alasan bagi pelaku
kesatuan hukum dalam masyarakat itu. Dalam
usaha dalam melakukan aktivitas usahanya untuk
masyarakat Negara yang menganut sistem Eropa
tidak mengindahkan apa yang diperbolehkan dan
Kontinental (civil law system) atau tradisi hukum sipil,
apa yang dilarang di dalam Undang-undang Nomor
pembentukannya dilakukan oleh legislatif. Sedangkan
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dalam masyarakat Negara yang menganut tradisi
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang barang kali
hukum kebiasaan (common law system)
ke depan perlu dilakukan review kembali mengingat
kewenangannya terpusat pada hakim (judges as a
perkembangan persaingan usaha yang sangat massif
central of legal action).17
san substantif dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa-masa mendatang.
Di samping kedua tradisi tersebut, terdapat juga kecenderungan untuk menggabungkan kedua tradisi
D. Politik Pembentukan Hukum Perspektif UndangUndang (Law Making Proses)
tersebut. Kecenderungan ini tidak hanya terlihat pada Negara-negara ketiga, tetapi juga pada Negara yang pada mulanya secara ketat memegang salah satu dari
Robert Meagher dan David N. Smith mengemukakan,
kedua tradisi besar itu, seperti Inggris, Negara-negara
bahwa suatu proses pembentukan hukum (undang-
Eropa, dan Amerika. Kecenderungan ini tampak
undang) adalah sebagai
berikut:16
1. Pertama sekali dimulai dengan dicarinya formulasi
manusia dalam bidang hukum untuk mendapatkan
policy yang dibentuk melalui sejumlah diskusi oleh
formulasi paling ideal bagi usaha perwujudan dan
sekompok orang;
tujuan-tujuannya sebagai suatu Negara hukum. Dalam
2. Tahap berikutnya barulah dibentuk lembaganya, yakni perundang-undangannya; 3. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap
formulasi kombinatif ini fungsi pembentukan hukum, dapat dilakukan baik oleh hakim, lembaga legislatif maupun badan-badan administratif yang melakukan
implementasi atau pelaksanaan dari undang-
fungsi semacam itu. Risikonya memang tidak kecil,
undang tersebut. Dalam tahap pelaksanaan ini
karena perluasan formulasi semacam itu dapat
akan menimbulkan beberapa masalah yang perlu
mengaburkan kompetensi dari setiap komponen
mendapat pemecahan;
pembentuk hukum. Di samping secara kuantitas
16 Lihat Loebby Loqman, Pra pradilan di Indonesia (Jakarta, 1990), hlm. 11
74
sebagai penjelajahan baru dari peradaban intelektual
17 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai.., Op.Cit, hlm.162-163
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
hukum menjadi sangat kompleks, perluasan itu juga
budaya, sosial, politik, dan ekonomi yang senantiasa
dapat mengakibatkan overlapping substansi atau
melingkari kehidupan kemasyarakatan. Dilihat dari
perselisihan pandangan tentang suatu gejala hukum,
arus energi, sub sistem ekonomi menempati
maka masalah serius yang segaris dengan lintasan
kedudukan paling kuat, diikuti sub sistem politik,
masalah ini adalah kekaburan hukum. Setiap prinsip,
baru kemudian sub sistem sosial (di mana hukum ada
pembicaraan tentang komponen pembentukan
di dalamnya), dan diakhiri oleh sub sistem budaya.
hukum, hakikatnya meliputi pembicaraan tentang
Di sisi lain, dilihat dari arus informasi (tata nilai), sub
personil pembentuknya, institusi pembentuknya,
sistem budaya justru yang paling kaya, diikuti oleh
proses pembentukannya dan bentuk hukum hasil
sub sistem sosial, subsistem politik, dan berakhir pada
bentukannya.18
subsistem ekonomi.
Adanya pandangan bahwa hukum sebagai sistem
Jika Parson menggunakan teori Cybernetics untuk
tertutup merupakan salah satu kelemahan dari
menjelaskan hukum sekedar sebagai bagian dan
Positivisme Hukum. Persoalannya adalah, jika sistem
sistem norma belaka dalam sistem sosial, maka hal
hukum bersifat terbuka, seberapa besar toleransi
tersebut bertolak belakang dengan prinsip-prinsip
hukum terbuka bagi sistem-sistem lain untuk masuk
Cybernetics yang dibangun oleh pencetusnya, yakni
ke dalam pergulatan internal sistem hukum.
Norbert Wiener, karena Wiener pemilik teori Cybernetics20 ini justru menempatkan hukum sebagai
Secara prosedural dalam optik pembentukan hukum
pusat kekuatan, pengendali, dan pengikat keseluruhan
di Indonesia, desain hukum persaingan usaha menjadi
unsur-unsur sistem sosial. Perbedaan esensial
kental bermuatan politik atau versi politik. Hal ini
penggunaan teori Cybernetics ini dalam hubungan
dapat dimengerti karena sistem hukum memang tidak
dengan analisis hukum telah menunjukkan bahwa
mungkin menutup diri dari sistem-sistem lain ketika
orang semacam Parson telah menggunakan teori-
hukum harus dibentuk oleh lembaga politik.
teori mekanis secara berlawanan atau mengingkari esensi teori-teori Cybernetics, sehingga mengakibatkan
Di sini jelas kelihatan bahwa hukum adalah produk
tidak objetifnya hasil penggunaan teori-teori itu.
politik. Hal ini sesungguhnya hanya dapat dibenarkan
Kekeliruan semacam itu adalah kekeliruan umum
apabila dilihat dari arus energi saja. Sementara jika
yang terjadi pada abad ke-20-an. Pertama, sebagai
dilihat dari aspek informasi (material), hukum adalah
akibat masih dominannya pendekatan mekanis-
produk budaya. Oleh karena itu, diskursus aliran-
analitis. Kedua, dilakukannya pemaksaan penerapan
aliran filsafat hukum seperti yang dikemukakan di
pendekatan-pendekatan itu dalam ilmu-ilmu bukan
depan, menjadi makin relevan apabila dikaji dari
mekanis. Ketiga, terlibatnya ahli-ahli ilmu tertentu
perspektif Parsonian.
dalam menganalisis objek ilmu yang bukan objeknya.21
Keterkaitan sistem hukum dengan sistem lain ditunjukkan secara sangat baik oleh Talcott Parson dengan Teori Sibernetika-nya19. Dalam teorinya, Parson
18 Ibid, hlm. 163
20 Norbert Wiener dalam bukunya “The Human of Human Being Cybernetics and Society, (1950 : 32) sebagaimana yang dikutip oleh Lili Rasjidi dan Wyasa Putra “Hukum Sebagai Suatu Sistem” (2003 : 66) mengemukakan bahwa Cybernetics merupakan salah satu teori sistem mekanis (mechanism systemmachine system) yang secara analogi diterapkan dalam kehidupan manusia (living organism-human life). Cybernetics diambil dari kata Yunani “Kubernetis” yang sama artinya dengan “steersman” tau “governor” yang dalam bahasa Indonesi dapat dipadankan dengan istilah “alat” atau “pengatur” (on an engine)
19 Periksa Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Ancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional (Bandung, 1985),
21 Periksa Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai..........., Loc.Cit, hlm. 67
menyebutkan tentang ada 4 (empat) sub sistem :
75
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
Lebih lanjut Wiener mengekukakan, bahwa hukum
Pertama, Aturan-aturan dalam hukum modern itu
merupakan pusat pengendalian komunikasi antar
bersifat seragam. Maksudnya, ketika diterapkan,
individu, yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan
bentuk penerapannya tidak banyak bervariasi.
sebagai tujuannya. Hukum itu diciptakan oleh
Penerapannya tidak lagi mengenal diskriminasi
pemegang kekuasaan yang menurut premis yang
berdasarkan suku, agama, kelas, kasta, jenis kelamin,
mendahuluinya disebut sebagai central organ.
dan lain-lain. Paling-paling perbedaannya karena
Perwujudan tujuan atau pengendalian itu dilakukan
teritorial saja. Jadi, hukum lebih bersifat teritorial
dengan cara mengendalikan perilaku setiap individu,
daripada personal.
penghindaran sengketa atau dengan penerapan sanksi hukum terhadap suatu sengketa. Dengan cara
Kedua, Hukum modern bersifat transaksional. Artinya,
demikian, setiap individu diharapkan berperilaku
hak dan kewajiban para pihak dalam suatu hubungan
sesuai dengan perintah dan keadilan dapat terwujud
hukum sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan tawar-
karenanya.
menawar antar mereka. Di sini tidak lagi dikenal bahwa laki-laki harus diberi hak lebih besar daripada
Jika melihat pandangan Winer bahwa hukum
wanita, atau yang lebih tua mendapat lebih daripada
merupakan pusat pengendalian komunikasi antar
yang muda.
individu, maka jika tesis Winer ini diproyeksikan dalam konteks persaingan usaha antar sesama pelaku usaha,
Ketiga, Hukum modern bersifat universalistik. Putusan
sangat jelas hukum merupakan sarana (instrumen)
atas perkara-perkara yang serupa, biasanya adalah
pengatur antar sesama pelaku usaha dalam
sama. Jadi, tidak ada yang unik. Putusannya berulang
menjalankan aktivitas usahanya agar senantiasa
dan dapat diramalkan.
mematuhi aturan yang ada sehingga akan terwujud persaingan yang sehat jika hukum sebagai
Keempat, Sistem hukum itu bersifat hirarkis. Di situ
pengendalinya, karenanya lahirnya Undang-undang
ada jenjang-jenjangnya. Tingkat yang lebih rendah
Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
akan diawasi oleh tingkat yang lebih tinggi. Misalnya,
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.
putusan pengadilan negeri akan dikoreksi lagi pada pengadilan tinggi, dan seterusnya putusan pengadilan
Konsep hukum menurut pandangan Wiener di atas,
tinggi oleh Mahkamah Agung.
pada dasarnya sudah mengarah kepada penggunaan hukum tertulis. Hal itu bisa dilihat dari kalimat “hukum
Kelima, Sistemnya diorganisasikan secara birokratis.
diciptakan oleh pemegang kekuasaan yang menurut
Untuk mencapai adanya keseragaman dalam putusan
premis yang mendahuluinya disebut sebagai central
(universalistik) itu, tentu diperlukan catatan-catatan
organ”.
yang disusun dan diarsip secara baik. Sistem hukum dengan demikian menjadi makin impersonal (mekanis).
Nampaknya penggunaan hukum tertulis sebagai alat rekayasa sosial sudah menjadi trend dari ciri sistem
Keenam, Sistem hukum modern itu adalah rasional.
hukum modern, di mana ciri tersebut dikembangkan
Maksudnya, sistem tersebut dapat dipelajari dan
oleh Marc Galanter sebagai orang ahli sosiologi
dimengerti oleh semua orang. Pada hal, dulu hanya
hukum. Galanter menyebutkan sebelas ciri sistem
orang-orang tertentu yang diyakini dapat menafsirkan
hukum modern itu.22
maksud suatu norma hukum. Teknik-teknik teologikal dan formalistik dalam mengartikan norma hukum itu telah digantikan oleh teknik-teknik fungsional.
22 Pendapat Galanter tersebut dikutip dari Sirajuddin, et.al, Legislative Drafting : Pelembagaan Metode Pastisipatif Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (Malang, 2006). In-Trans Publishing. hlm. 1-3
76
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
Ketujuh, Sistem itu dijalankan oleh para profesional.
berarti, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada
Sistem peradilan, misalnya, tidak lagi bersifat ad hoc.
akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut.
Semuanya dilakukan oleh mereka yang bekerja purna
Kecuali disebut landasan, asas hukum layak disebut
waktu (full-timer). Mereka juga adalah lulusan
sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau
pendidikan formal dengan kualifikasi tertentu.
merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan
Kedelapan, Sistemnya menjadi lebih teknis dan
melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan
kompleks. Maksudnya adalah bahwa sistem hukum
tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-
modern itu tidak bisa begitu saja dimasuki oleh orang-
peraturan selanjutnya.24
orang kebanyakan. Perlu ada tenaga-tenaga ahli, yakni orang-orang yang tahu seluk beluk sistem ini.
Oleh kerena itu Paton menyebutnya sebagai suatu
Mereka adalah para ahli hukum. Merekalah yang
sarana membuat hukum itu hidup, tumbuh dan
menjembatani antara peradilan dengan pribadi-pribadi
berkembang dan ia menunjukkan, bahwa hukum
yang berperkara. Peran para “general agents” sudah
itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan
digantikan oleh “lawyers”.
belaka. Kalau dikatakan, bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan merupakan sekedar
Kesembilan, Sistem hukum modern itu dapat diubah
kumpulan peraturan-peraturan maka hal itu
atau diganti. Di sini tidak ada sesuatu yang sakral.
disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-
Perundang-undangan telah menggantikan peran
nilai dan tuntutan-tuntutan etis. apabila membaca
hukum adat yang lamban itu.
suatu peraturan hukum, mungkin tidak menemukan pertimbangan etis di situ. Tetapi asas hukum
Sementara itu, proses pembentukan hukum harus
menunjukkan adanya tuntutan etis yang demikian
mengacu kepada asas-asas hukum sebagai pijakan
itu, atau setidak-tidaknya bisa merasakan adanya
dari muatan nilai dan sekaligus sebagai cita hukum
petunjuk kearah itu.25
itu sendiri dalam keberlakuannya. Gagasan tentang asas hukum sebagai kaidah penilaian fundamental
Mendasarkan definisi yang diberikan oleh Scholten
dalam suatu sistem hukum ditemukan kembali dari
tersebut di atas, Bruggink menyatakan, peranan dari
banyak teoritisi hukum. Paul Scholten misalnya
asas hukum sebagai meta-kaidah berkenaan dengan
menguraikan asas hukum sebagai “pikiran-pikiran
kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku. Namun
dasar, yang terdapat di dalam dan dibelakang sistem
yang menjadi pertanyaan adalah apakah asas hukum
hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-
itu harus dipandang sebagai bentuk yang kuat atau
aturan perundang-undangan dan putusan-putusan
yang lemah dari meta-kaidah.26
hakim, yang berkenaan dengannya ketentuanketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat
Dalam hal pertama (bentuk yang kuat), asas hukum
dipandang sebagai penjabarannya”23
itu dapat dipandang sebagai suatu tipe kaidah berkenaan dengan kaidah perilaku, dan dengan
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum
demikian secara prinsipil dapat dibedakan dari jenis
merupakan “jantungnya” peraturan hukum, karena
kaidah ini. Mereka yang menganut pandangan ini,
menurut Satjipto asas hukum adalah landasan yang
misalnya menunjuk asas hukum sebagai kaidah
paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini
24 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung, 1986), hlm. 85 23 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum. Alih Bahasa oleh B. Arief Sidharta (Bandung, 1999), hlm. 119-120
25 Ibid 26 J.J.H. Bruggink, Refleksi........., Op. Cit, hlm. 120
77
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
argumentasi berkenaan dengan penerapan kaidah
itu tidak cukup jelas mengharuskan, bagaimana orang
perilaku. Asas-asas hukum hanya akan memberikan
seharusnya berprilaku dalam situasi faktual itu. Dalam
argumen-argumen bagi pedoman perilaku yang harus
hal kaidah perilaku yang terjadi justru yang sebaliknya.
diterapkan dan asas-asas itu sendiri tidak memberikan
Kaidah hukum yang khusus ini, yang timbul dari aturan
pedoman (bagi pelaku).
hukum yang dirumuskan lebih konkrit, memberikan pedoman yang lebih jelas bagi perbuatan. Asas hukum
Dalam hal kedua (bentuk yang lemah), asas-asas
sebagai kaidah hukum yang umum hanya memberikan
hukum itu tampaknya dapat dianggap termasuk dalam
suatu ukuran nilai. Ukuran nilai itu baru di dalam
tipe kaidah yang berkenaan dengan kaidah perilaku.
kaidah perilaku sebagai kaidah hukum yang khusus
Namun memiliki juga fungsi sejenis seperti kaidah
memperoleh bentuk yang sedemikian rupa, sehingga
perilaku. Jadi hanya terdapat suatu perbedaan gradual
memunculkan pedoman yang jelas bagi perbuatan,
saja antara asas hukum dan kaidah perilaku. Dalam
misalnya dengan jalan memberikan suatu hak atau
pandangan ini maka asas hukum adalah kaidah yang
meletakkan (membebankan) suatu kewajiban.28
berpengaruh terhadap kaidah perilaku, karena asas hukum ini memainkan peranan pada interpretasi
Perbedaan kedua antara asas hukum dan kaidah
terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan
perilaku (aturan hukum) antara lain diajukan oleh
wilayah penerapan kaidah hukum. Berdasarkan itu
Paul Scholten dan berada dalam garis pikiran dari
maka asas dapat dinyatakan termasuk tipe meta
perbedaan pertama. Scholten berpendapat bahwa
kaidah. Asas hukum itu juga sekaligus merupakan
aturan hukum memiliki isi yang jauh lebih konkrit,
perpanjangan dari kaidah perilaku, karena asas hukum
yang menyebabkan aturan itu dalam penemuan
juga memberikan arah pada perilaku yang
hukum dapat diterapkan secara langsung. Berlawanan
dikehendaki.27
dengan itu asas hukum dalam penemuan hukum memiliki daya kerja secara tidak langsung, yakni
Para ahli juga memberikan uraian tentang beberapa
menjalankan pengaruh pada interpretasi terhadap
perbedaan antara asas hukum dengan kaidah perilaku
aturan hukum. Aturan hukum terbentuk karena
(aturan hukum). Pendapat yang banyak dianut oleh
pembentuk undang-undang dalam pembentukan
banyak teoritisi adalah bahwa asas hukum bersifat
aturannya atau hakim dalam pengambilan putusan
umum sedangkan kaidah perilaku (aturan hukum)
hukumnya menimbang-nimbang berbagai asas hukum
bersifat khusus. Dengan “umum” dimaksudkan
yang satu terhadap yang lain.29
bahwa asas hukum memiliki wilayah penerapan yang lebih luas ketimbang kaidah perilaku. Makin besar
Dalam perspektif pembentukan peraturan,
wilayahnya, makin lebih umum kaidan hukumnya,
Montesquieu dalam karyanya L’esperit des Lois
makin lebih abstrak aturan hukum yang dirumuskannya.
sebagaimana dikutip oleh Sumali dari Disertasi Hamid. S. Attamimi mengemukakan sejumlah persyaratan
Dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum sebagai
yang harus dipenuhi dalam pembentukan peraturan
kaidah penilaian fundamental adalah kaidah hukum
perundang-undangan, yakni:30
yang paling umum. Bahwa suatu kaidah hukum adalah “umum”, berarti bahwa ia dalam penerapannya harus dikhususkan dengan mengarahkannya pada situasi faktual. Ini sesungguhnya berarti bahwa kaidah hukum 28 Ibid, hlm. 124 29 Ibid, hlm. 125
27 Ibid.
78
30 vide Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti UU (Perpu) (Malang, 2002), hlm. 124-125 pendapat tersebut dikutip dari Sirajuddin, et.al, Legislative Drafting.........., Op.Cit, hlm. 22
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
Pertama, gaya penuturannya hendaknya padat dan
1. Cita Hukum Indonesia, yaitu Pancasila di samping
sederhana. Ini mengandung arti bahwa penguataraan
sebagai rechtsidee juga merupakan norma
dengan menggunakan ungkapan kebesaran dan
fundamental negara;
retorik hanya merupakan tambahan yang menyesatkan dan mubazir;
2. Asas bernegara berdasarkan atas hukum dan asas pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi. Berdasarkan prinsip ini Undang-undang sebagai
Kedua, istilah-istilah yang dipilih hendaknya bersifat
alat pengaturan yang khas ditempatkan dalam
mutlak dan relatif, sehingga dengan demikian
keutamaan hukum dan juga sebagai dasar dan
memperkecil kemungkinan munculnya perbedaan
batas penyelenggaraan pemerintahan
pendapat yang individual; Kedua, hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual
3. Asas lainnya yang meliputi asas formal dan asas material.
dengan menghindari hal-hal yang bersifat metaforis dan hipotetis;
Dalam kaitannya dengan hukum yang berlaku, atau hukum yang akan berlaku di Indonesia, maka harus
Ketiga, hukum hendaknya tidak dirumuskan dalam
tahu tentang cita hukum yang akan dibangun. Oleh
bahasa yang tinggi, oleh karena ia ditujukan kepada
karena itu, apakah cita hukum itu,? Cita hukum adalah
rakyat yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata,
terjemahan dari kata Rechtsidee. Menurut A. Hamid
bahasa hukum tidak untuk latihan penggunaan logika
S. Attamimi32 mengemukakan bahwa cita hukum
melainkan hanya penalaran sederhana yang bisa
(Rechtsidee) perlu dibedakan dengan dari pemahaman
dipahami oleh orang rata-rata; Keempat, hukum
atau konsep tentang hukum (Rechtsbegriff). Cita
hendaknya tidak merancukan pokok masalah dengan
hukum ada di dalam cita kita. Sedangkan pemahaman
pengecualian, pembatasan atau pengubahan,
atau konsep tentang hukum merupakan kenyataan
gunakan semua itu jika benar-benar diperlukan;
dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang
Kelima, hukum hendaknya tidak bersifat debatable
di inginkan (wertbezogene), dengan tujuan mengabdi
(argumentatif) adalah bahaya merinci alasan-alasan
kepada nilai yang ingin dicapai (einewertezu dienen),
karena hal itu akan menimbulkan konflik; Keenam,
dan dalam pemahaman atau konsep tentang hukum
lebih dari itu semua, pembentukan hukum hendaknya
terhampar, bahwa hukum adalah kenyataan yang
mempertimbangkan masak-masak dan mempunyai
bertujuan mencapai nilai-nilai hukum, mencapai cita
manfat praktis dan hendaknya tidak menggoyahkan
hukum. Dengan perkataan lain, pemahaman atau
sendi-sendi pertimbangan dasar keadilan dan hakekat
konsep tentang hukum bertujuan merealisasi cita
permasalahan sebab hukum yang lemah tidak perlu
hukum yang ada pada gagasan, rasa, cipta, dan
dan tidak adil akan membawa seluruh sistem
pikiran kedalam kenyataan. Rudolf Stammler (1856-
perundang-undangan mendapat citra buruk dan
1939) seorang ahli filsafat hukum yang beraliran neo
menggoyahkan legitimasi negara.
kantian, berpendapat bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi
Berkenaan dengan asas-asas pembentukan hukum
mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan
dalam konsep undang-undang di Indonesia, Attamimi
masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang
mengemukakan tiga macam asas yang secara
pemandu (leitstern) bagi tercapainya cita-cita
berurutan disusun sebagai
31 Ibid, hlm. 127
berikut:31
masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak
32 Oetojo Oesman dan Alfian (Ed), Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara (Jakarta, 1990), hlm. 67-68
79
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
mungkin dicapai. Namun cita hukum memberi manfaat
perorangan dan pada giliran kesusilaan masyarakat
karena mengandung dua sisi: dengan cita hukum
dalam menghasilkan cara dan kesusilaan umum dalam
dapat menguji hukum yang berlaku, dan kepada cita
membentuk kebiasaan, tata kelakuan, adat-istiadat,
hukum dapat mengarahkan hukum positif sebagai
dan hukum. Sedangkan pada yang kedua, cita hukum
usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang
mempengaruhi perorangan dan masyarakat secara
adil. Oleh karena itu, menurut Stammler keadilan
tidak langsung. Dengan perkataan lain dalam
adalah usaha atau tindakan mengarahkan hukum
pembentukan hukum tidak tertulis, tahapan-tahapan
positif kepada cita hukum. Dengan demikian, maka
dari cara kebiasaan, dari kebiasaan ketata keberlakuan,
hukum yang adil (rechtigesrecht) ialah hukum positif
dari tata keberlakuan ke tata adat-istiadat, dan dari
yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum
adat- istiadat ke hukum, semuanya berlangsung
untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.
melalui endapan-endapan nilai yang berjenjangjenjang, terjadi di bawah bimbingan cita moral dan
Sementara Gustav Radbruch (1878-1949) seorang
cita hukum yang ada dalam masyarakat. Sedangkan
ahli filsafat hukum yang beraliran neo kantian dari
dalam pembentukan hukum tertulis tahapan-tahapan
mazhab Baden atau mazhab Jerman barat Daya,
yang membentuk endapan-endapan nilai tersebut
menegaskan bahwa cita hukum tidak hanya berfungsi
tidak terjadi, dan karena itu tidak ditemui. Cita hukum
sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif, yaitu yang
tidak langsung mengawasi pembentukan hukum,
menguji apakah suatu hukum positif adil atau tidak,
lebih-lebih cita moral. Dalam hal pembentukan hukum
melainkan juga sekaligus berfungsi sebagai dasar
tidak tertulis, hubungan antara cita hukum dan sistem
yang bersifat konstitutif, yaitu yang menentukan
norma hukum tidak terjadi disintegrasi, karena sistem
bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan
norma hukum terbentuk dari endapan-endapan nilai
maknanya sebagai hukum, sebagaimana diketahui,
yang telah tersaring oleh peri laku masyarakat sendiri
Radbruch termasuk dalam mazhab yang berusaha
melalui penerimaan individu-individu dalam keluarga,
menjembatani dualisme das sein dan das sollen,
keluarga ke keluarga dalam suku, dan suku-suku
dengan mengkonstruksikan lingkup ketiga, yaitu
dalam marga, serta marga-marga dalam Negara. Lain
kebudayaan.33
halnya dengan pembentukan hukum tertulis. Hukum dan sistem norma hukum dibentuk oleh perorangan
Sedangkan di sisi lain Gustav Radbruch (1878-1949)
atau kelompok perorangan, baik sebagai pejabat-
dalam bukunya yang berjudul Outline of Legal
pejabat maupun sebagai wakil-wakil rakyat. Hubungan
Philosophy sebagaimana yang dikutip oleh Mukthie
antara cita hukum dengan sistem norma hukum
Fadjar mengemukakan bahwa hukum adalah ciptaan
bergantung kepapada kesadaran dan penghayatan
manusia, dan sebagai setiap ciptaan mahluk hanyalah
para pejabat dan para wakil rakyat tersebut terhadap
dimengerti dengan
citanya.34
cita hukum yang ada dalam masyarakat yang memang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif dalam
Dalam pembentukan hukum tidak tertulis dan
pembentukan hukum tersebut, dan karena
pembentukan hukum tertulis, cita hukum berperan
pembentukan hukum tertulis tidak berlangsung melalui
dengan cara yang berlain-lainan. Pada yang pertama
tahapan-tahapan endapan nilai, maka kemungkinan
cita hukum secara langsung mempengaruhi kesusilaan
terjadinya disintegrasi antara cita hukum dan sistem norma hukum besar sekali.35
33 Ibid, hlm. 68-69 34 Gustav Radbruch, Outline of Legal Philosophy, Terjemahan oleh YBP (Yogyakarta, 1957), hlm. 7, dalam Mukthie Fadjar, Tipe Negera Hukum (Malang, 2004), hlm. 9
80
35 Oetojo Oesman dan Alfian , Op.Cit, hlm. 80
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 11, Nomor 3, September - Desember 2013
E. Simpulan Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat telah diakomodasi ke dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai hukum posisitif (ius constitutum) dan peraturan lain yang berkaitan dengan itu. Namun kebijakan itu tidak akan cukup atau memadai tanpa disertai dengan pendekatan penegakan hukum (law enforcement Approach) yang benar-benar memiliki kapabilitas dan kridibilitas dari lembaga yang memiliki wewenang melakukan penegakan terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian negara Indonesia sedikit atau banyak akan dipengaruhi oleh persaingan usaha yang sehat antar sesama pelaku usaha baik sekarang maupun di masa yang akan datang, sedangkan persaingan yang sehat akan ditentukan oleh: kebijakan hukum dalam pembangunan ekonomi (The Legal Policy Development of Economics); kebijakan hukum dalam persaingan usaha (legal policy to fair competition); politik pembentukan hukum perspektif undang-undang (Law Making Proses); dan proses pengambilan keputusan dalam pembentukan hukum persaingan usaha (Decision Making of Proces).
81
DAFTAR PUSTAKA
Bruggink, J.J.H. 1999. Refleksi Tentang Hukum. Alih Bahasa oleh B. Arief Sidharta. Bandung. Citra Aditya Bakti. Imbawani, Djoko. 2002. Reading Material Seri Kuliah Hukum Dagang. Fakultas Hukum Univ.Widyagama Malang, 2002. Kusumaatmadja, Mochtar. 1986. Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional. Bandung. Binacipta. Kelsen, Hans. 2007. General Theory of Law and State: Alih Bahasa Indonesia oleh Somardi. Jakarta. Bee Media Indonesia. Loqman, Loebby. 1990. Pra pradilan di Indonesia. Jakarta. Oesman, Oetojo & Alfian (ed). 1990. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta. BP7. Rasjidi, Lili & I.B. Wyasa Putra. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung. Mandar Maju. Rahardjo, Satjipto. 1985. Beberapa Pemikiran Tentang Ancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional. Bandung. Alumni. Sudarsono, 1991. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jakarta. Sirajuddin, et.al. 2006. Legislative Drafting : Pelembagaan Metode Pastisipatif Dalam Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Malang. In-Trans Publishing. Suryana, Daniel. ”Peranan Hukum dan Ahli Hukum” dalam Blogster www.google.com. Selanjutnya lihat pula Thomas M. Franck. “The New Development: Can American Law and Legal Institutions Help Developing Countries?”. Wisconsin Law Review No.3 (1972), dalam Erman Rajagukguk “Hukum Ekonomi Indonesia: Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, makalah Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar 14-18 Juli 2003. Wignyosoebroto, Soetandyo.1994. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial-politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
82