ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN
2.1 Definisi Kebijakan Persaingan Kebijakan persaingan dapat didefinisikan secara luas sebagai kebijakan pemerintah yangmendorong atau memelihara tingkat persaingan di pasar, dan termasuk tindakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perilaku perusahaan danstruktur industri dan pasar. Kebijakan persaingan pada dasarnya mencakupdua elemen:21 1. Pertama mencakup, menempatkan seperangkat kebijakan yang mendorong persaingan baik di pasar lokal dan nasional, seperti mengenalkan kebijakan perdagangan yang telah disempurnakan, menghilangkan pembatasan praktek perdagangan, mendukung keluar masuk pasar, mengurangi intervensi pemerintah yang tidak perlu dan menempatkan lebih besar ketergantungan pada kekuatan pasar. 2. Kedua, yang dikenal sebagai hukum persaingan, yang terdiri dari undangundang, keputusan dan peraturan peradilan yang secara khusus ditujukan untuk mencegah praktek bisnis anti-kompetitif, penyalahgunaan kekuatan pasar dan merger anti-kompetitif. Hal ini umumnya, difokuskan pada pengendalian praktik perdagangan yang membatasi (seperti perjanjian anti-kompetitif dan dari posisi dominan) dan merger
21
Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.3
15 15 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
yang anti kompetitif juga mencakup ketentuan mengenai praktek-praktek perdagangan yang tidak adil. Perbedaan pengertian antara terminologi Kebijakan Persaingan Usaha (Competition Policy) dengan Hukum Persaingan Usaha (Competition Law) pada dasarnya terletak pada keluasan lingkup pengertian dan bidang pembahasan dari kedua terminologi tersebut. Pengertian Kebijakan Persaingan Usaha melingkupi pula pengertian dari Hukum Persaingan Usaha atau dengan kata lain bidang Hukum Persaingan Usaha merupakan salah satu cabang pembahasan dalam Kebijakan Persaingan Usaha.22 Hukum persaingan usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang tindakan-tindakan yang dilarang (beserta konsekuensi hukum yang bisa timbul) dan ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan hukum persaingan usaha. Pada hakikatnya hukum persaingan usaha dimaksudkan untuk mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan. Apabila hukum persaingan usaha diberi arti luas, bukan hanya meliputi pengaturan persaingan, melainkan juga soal boleh tidaknya monopoli digunakan sebagai saran kebijakan publik untuk mengatur daya mana yang boleh dikelola oleh swasta.23
22
Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition Policy: CER, APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University of Wellington, New Zealand: 1997. Hal.3 dalam Syamsul Maarif dan B.C. Rikrik Rizkiyana, Posisi Hukum Persaingan Usaha Dalam Sistem Hukum Nasional h.3, Maret 2004
23
Arie Siswanto, Hukum Persaingan usaha , Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002, h.23
16 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
2.1.1 Ruang lingkup Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha Secara umum, ketentuan hukum persaingan secara substantif dan prosedural didasarkan pada hukum primer yaitu dalam bentuk "Undang-Undang Persaingan", sementara aturan pelaksanaan yang lebih rinci yang tersisa untuk undang-undang sekunder dan tindakan "hukum lunak" (yaitu, pedoman dan instrumen yang tidak mengikat lainnya). Undang-undang persaingan umumnya menetapkan Lembaga/Otoritas Persaingan, yang bertanggung jawab atas penegakan hukum persaingan. Tugas utama mereka adalah menyelidiki dan mengadili kasus, dan pemberian sanksi untuk pelanggaran hukum persaingan. Dalam beberapa sistem hukum, ajudikasi dapat diserahkan kepada otoritas peradilan atau ketiga. Tergantung pada hukum nasional, Otoritas Kompetisi juga dapat memberikan saran kepada Pemerintah dan administrasi publik tentang isuisu persaingan terkait dan memainkan peran advokasi dalam mempromosikan kepatuhan dalam dunia bisnis dan menciptakan konsensus dalam masyarakat umum.24 Hukum persaingan berlaku untuk para pelaku usaha, yaitu baik individu atau perusahaan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yaitu, pembelian atau penjualan barang atau jasa. Hal ini biasanya tidak dibedakan antara perusahaan swasta dan milik negara, asalkan mereka terlibat dalam kegiatan ekonomi.25 Hukum persaingan umumnya melarang tiga praktek utama: (i) perjanjian anti-kompetitif; (ii) penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli; (iii) merger 24
Secretariat ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussines, 2013, h.7-8 25
Ibid h.8
17 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
anti-kompetitif. Hal ini juga dapat memiliki ketentuan yang berkaitan dengan praktek-praktek komersial yang tidak adil.26 2.1.2 Macam-macam Praktek Anti Persaingan Usaha Praktek anti persaingan usaha secara umum melarang tiga praktek utama yaitu:27 1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements) 2. Penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli (abuse of a dominant position or a monopoly) 3. Merger anti-persaingan (anti-competitive mergers) Selain hal di atas dapat juga mengatur ketentuan lain yang berhubungan dengan praktek bisnis yang tidak sehat. 1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements) Perjanjian anti persaingan adalah perjanjian atau penetapan antara pelaku usaha yang berpengaruh negatif terhadap persaingan dalam pasar bersangkutan (relevant market), (undang-undang persaingan sering menyebut perjanjian yang "mencegah, membatasi atau mengganggu" persaingan atau kalimat serupa). Istilah "perjanjian" tidak terbatas pada, perjanjian berlaku formal, tetapi biasanya mencakup praktek-praktek bersama (yaitu, kolusi informal dan pengaturan nonformal lainnya) serta keputusan oleh asosiasi pelaku usaha (terlepas dari apakah mereka mengikat atau tidak) .28 26
Ibid h.8
27
Ibid
28
Ibid
18 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
Perjanjian
anti-kompetitif
bisa
horizontal
yakni
antara
pelaku
usaha yang beroperasi pada tingkat yang sama (baik produksi / distribusi / penjualan) dalam rantai pasar (misalnya, antara dua atau lebih produsen, dua atau lebih distributor)atau vertikal yaitu, antara pelaku usaha yang beroperasi pada tingkat yang berbeda dari rantai pasar (misalnya, antara produsen dan distributor). Kedua perjanjian horisontal dan vertikal pada umumnya (misalnya,
dikenakan di
bawah
larangan hukum
di
atas,
Singapura
dengan
beberapa
perjanjian
pengecualian
vertikal,
dengan
beberapa pengecualian, dikecualikan dari larangan).29 Perjanjian biasanya dilarang jika mereka memiliki efek anti-kompetitif. Misalnya, suatu kartel mungkin bersepakat untuk menetapkan harga tinggi atau menetapkan batas produksi pada setiap anggota kartel, yang juga menghasilkan harga yang lebih tinggi. Otoritas persaingan harus membuktikan efek antikompetitif, yang kadang-kadang sulit untuk dilakukan. Untuk membuatnya lebih mudah bagi otoritas persaingan untuk mengambil tindakan terhadap kartel beberapa yurisdiksi memungkinkan untuk tindakan hukum yang akan diambil terhadap kartel dengan membuktikan bahwa kartel memiliki 'objek' atau niat membatasi persaingan dalam beberapa cara.30 Perjanjian yang pada prinsipnya anti-kompetitif dapat dikecualikan, asalkan mereka menghasilkan efek menguntungkan. Secara umum, perjanjian yang dinyatakan dilarang dikecualikan hanya dengan cara tertentu atau izin oleh
29
Ibid
30
Ibid
19 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
Lembaga Persaingan atau lembaga lain yang berwenang. Hukum persaingan biasanya menunjukkan kondisi di mana perjanjian anti-kompetitif dapat dikecualikan dan ada prosedur yang harus diikuti untuk mendapatkan pengecualian.31 2.Penyalahgunaan posisi dominan (abuse of a dominant position or a monopoly)32 Hukum persaingan melarang penyalahgunaan posisi dominan yaitu monopoli atau perusahaan dengan kekuatan pasar yang besar. Biasanya penyalahgunaan istilah mencakup praktik dimana pelaku usaha dengan kekuatan pasar yang besar membatasi persaingan di pasar. Gagasan posisi dominan, atau kekuatan pasar yang besar, dapat bervariasi sesuai dengan perundang-undangan nasional. Umumnya, mengacu pada situasi di mana pelaku usaha memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk bertindak di pasar tanpa memperhatikan apa yang pesaingnya (aktual atau potensial) lakukan. Untuk menentukan dominasi, hukum persaingan dapat merujuk kepada pangsa pasar dan/atau serangkaian indikator struktur pasar lainnya, seperti tingkat integrasi vertikal, keunggulan teknologi, sumber daya keuangan, pentingnya nama merek, dll. Mencari atau mencapai posisi dominan biasanya tidak dilarang; hanya penyalahgunaan posisi dominannya saja. Perilaku penyalahgunaan bisa menjadi penyalahgunaan eksploitatif (menetapkan harga yang berlebihan atau kondisi yang tidak adil bagi pelanggan) atau penyalahgunaan eksklusif (perilaku yang 31
Ibid h.8-9
32
Ibid h.9
20 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
mengecualikan pesaing efisien dari pasar, seperti predatory pricing atau kontrak berurusan eksklusif dengan satu-satunya pemasok bahan yang dibutuhkan untuk produksi). Hukum persaingan dapat memberikan contoh perilaku penyalahgunaan untuk memberikan kepastian bisnis yang lebih besar. 3. Merger Anti-Persaingan(anticompetitive mergers) "Merger" mengacu pada situasi di mana dua atau lebih usaha, yang sebelumnya independen satu sama lain, bergabung bersama. Definisi ini mencakup transaksi dimana dua perusahaan hukum bergabung menjadi satu ("merger"), salah satu perusahaan mengambil kendali tunggal dari seluruh atau sebagian dari yang lain ("akuisisi" atau"pengambilalihan"), dua atau lebih banyak perusahaan memperoleh yang pengendalian bersama atas perusahaan lain (join ventures) dan transaksi lainnya, dimana satu atau lebih usaha memperoleh kontrol atas satu atau lebih usaha, seperti saling memimpin.33 Umumnya, hukum persaingan mencakup kategori berikut merger: merger, akuisisi, dan usaha patungan (joint venture dapat diatur baik di bawah merger atau ketentuan perjanjian anti-kompetitif lainnya). Merger hanya dilarang ketika mereka menyebabkan pembatasan persaingan. Bagi banyak yurisdiksi tes merger adalah apakah ada "berkurangnya besar kompetisi".34
33
Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.11
34
Ibidh.9
21 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
2.2 Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. AFTA dibentuk pada waktu KTT ASEAN ke-IV di Singapura tahun 1992. Pada waktu itu disepakati tiga bentuk kesepakatan yang mengatur AFTA yaitu: 1. Deklarasi Singapura 1992; 2. The
Framework
Agreement
on
Enhancing
ASEAN
Economic
Cooperation; 3. Agreement on the Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPTAFTA Agreement). ASEAN menyepakati mengenai AFTA didasarkan pada suatu motif atau dorongan kuat yaitu kesadaran negara-negara ASEAN bahwa kawasan Asia Tenggara telah dipinggirkan (being marginalized) atau paling tidak ASEAN pada waktu itu merasa akan terpinggirkan dengan dibentuknya organisasi regional di belahan dunia yang lain, misalnya di Eropa telah terbentuk EU atau European Union (EU).35 Pada tahun 1992 EU mendeklarasikan pembentukan Pasar Tunggal Eropa (European Single Market) yang dilaksanakan pada awal 1993 merupakan tahap penting bagi integrasi ekonomi EU waktu itu. Sedangkan di Amerika terbentuk North American Free Trade Agreement (NAFTA) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Dengan terbentuknya dua organisasi 35
John Ravenhill, Economic Cooperation in South East Asia : Changing Incentives, 35 Asian Survey 850, 1995, h.852
22 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
regional tersebut maka dikuatirkan sebagian besar porsi perdagangan dan investasi dunia akan mengalir ke Amerika Utara dan Eropa Barat. Selanjutnya investor dan perusahaan asing akan tidak tertarik lagi untuk menginvestasikan modalnya di Asia Tenggara.36 AFTA ini ditempuh melalui mekanisme Skema CEPT sebagai mekanisme utama perjanjian AFTA dengan cara dan jadwal tertentu yang disepakati bersama. Sedangkan pelaksanaan AFTA ini diawasi, dikoordinasikan dan dikaji oleh Dewan AFTA (AFTA Council) yang anggotanya terdiri dari para Menteri Perdagangan negara ASEAN yang tugasnya dibantu oleh Pejabat Senior Ekonomi ASEAN (SEOM). Dewan AFTA mempunyai tugas mencari penyelesaian atas berbagai sengketa perdagangan yang terjadi di antara negara-negara anggota ASEAN dan bertanggung jawab kepada sidang ASEAN Economic Ministers (AEM).37 AFTA bukan merupakan suatu kerjasama ekonomi (economic cooperation), seperti halnya ASEAN Industrial Project, atau ASEAN Industrial Joint Venture yang dibentuk pada tahun-tahun 1970-an, namun AFTA merupakan sebuah integrasi ekonomi (economic integration) yang mempunyai tujuan untuk mengintegrasikan seluruh wilayah ASEAN dalam suatu area perdagangan bebas.
36
Deborah A Haas, Out of Others Shadows: ASEAN Moves toward Greater Regional Cooperation in the Face of the EC and NAFTA, 9 American University Journal of International Law & Policy, 809, 1994, h.811 dalam Koesrianti, Pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 : Integrasi Ekonomi Berdasar Komitmen Tanpa Sanksi, Law Review Volume XIII N0.2, November 2013, h.192 37
Koesrianti, Op.Cit., h.198
23 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
Terwujudnya perjanjian AFTA, merupakan bukti bahwa ASEAN sudah bekerja berdasarkan aturan-aturan formal yang mengikat sebagai hukum.38 2.3 Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) Negara-negara ASEAN telah mengumumkan dengan jelas visi mereka dalam hal konsep integrasi ekonomi regional dan tujuan dari AEC. Karakteristik dari AEC secara resmi diidentifikasikan sebagai berikut:
pasar tunggal dan basis produksi
kawasan ekonomi yang kompetitif
pembangunan ekonomi yang setara
integrasi ke dalam ekonomi global Dalam karakterisasi dari AEC tersebut, baik aspek internal maupun
internal dari integrasi regional adalah penting. Penciptaan pasar tunggal dan basis produksi ingin dicapai melalui “four freedoms” yaitu dalam pergerakan lintas batas dari barang (free flow of goods), jasa (free flow of services), modal (free flow of capital) dan tenaga kerja (free flow of labour) secara internal di dalam kawasan ASEAN.39 Selain itu, ini ditambah dengan kehadiran dari lembaga dan kebijakan yang berhubungan dengan kompetisi (persaingan usaha), perlindungan konsumen,
38
Ibid h.199-200
39
Llyod,P , What is a Single Market? An Application to the Case of ASEAN, ASEAN Economic Bulletin 2,2005 dalam Wattanapruttipaisan, T. , A Brief on ASEAN Economic Integration, 2006, h.65-251
24 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
hak atas kekayaan intelektual dan perkembangan infrastruktur yang lebih lanjut akan mengurangi gesekan dalam perbatasan maupun di luar perbatasan.40 Pelaksanaan pembangunan ekonomi yang setara dicapai melalui antara lain Pengembangan UKM dan Inisiatif integrasi ASEAN. Pengembangan UKM dilakukan melalui ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014 menguraikan kerangka kerja untuk pengembangan UKM di kawasan ASEAN. APBSD ini terdiri atas program kerja strategis, langkah-langkah kebijakan, dan keluaran yang diharapkan. Mengingat adanya perbedaan tingkat pembangunan di antara Negaranegara ASEAN, maka proses perluasan dan pendalaman integrasi ASEAN harus disertai dengan kerjasama teknik dan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan dan mempercepat integrasi ekonomi dari Negara-Negara anggota ASEAN yang masih tertinggal sehingga bermanfaat dari integrasi ASEAN tersebut dapat dinikmati secara merata. Hal ini akan mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk maju bersama-sama.41 Bagi ASEAN terbentuknya kawasan perdagangan bebas yang dicapai melalui mekanisme ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan suatu keberhasilan karena tarif di kawasan telah berhasil secara bertahap diturunkan sampai dengan nol.42 ASEAN kemudian ingin lebih meningkatkan kerjasama 40
Casey Lee and Yoshifumi Fukunaga, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013, h.3
41
Secretariat ASEAN, Blueprint ASEAN Economic Community, Jakarta: Secretariat ASEAN, Januari 2008, h.31
42
Pembahasan AFTA dari sisi ekonomi lihat Kazonobu Hayakawa, Daisuke Hiratsuka, Kohei Shiino, dan Seiya Sukegawa, Who uses FTA‟s, Institute of Developing Economies, July 2009 dalam Koesrianti, Pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 : Integrasi Ekonomi Berdasar Komitmen Tanpa Sanksi, Law Review Volume XIII No.2, November 2013, h.200
25 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
ekonomi tersebut. Perekonomian di negara-negara anggota ASEAN pada umumnya terbuka untuk perdagangan dan investasi. Strategi pembangunan dari sebagian besar negara-negara anggota ASEAN telah mensyaratkan industri yang berorientasi ekspor yang didorong oleh (foreign direct investment/FDI).43 Disadari bahwa mengalirnya investasi asing ke kawasan ASEAN yaitu dengan banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di kawasan membutuhkan penyalur barang (supplier) yang juga harus ada di kawasan sehingga menyatu dengan pasar global ditambah dengan tersedianya barangbarang produksi yang dihasilkan oleh supplier dari negara-negara ASEAN maka akan sangat membantu negara-negara anggota ASEAN untuk semakin menarik investor asing masuk ke kawasan. Hal inilah yang menjadi dasar pembentukan AEC (semula tahun 2020, sejak KTT 2008 di Thailand diubah menjadi 2015).44 Sebelum terbentuknya AEC sebagai bagian dari Masyarakat ASEAN (ASEAN Community), proposal AEC telah dipelajari oleh berbagai institusi, seperti misalnya Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), ASEAN Institutes of Strategic and International Studies (ASEAN-ISIS) dan ASEAN Secretariat. Proposal tersebut juga mendapatkan masukan dan saran-saran dari Dewan Penasehat Bisnis ASEAN (ASEAN Business Advisory Council) karena negaranegara ASEAN mengakui pentingnya masukan dari kalangan pebisnis bagi integrasi ekonomi yang lebih besar. Bukan hanya itu, Komisi Eropa (The European Commisison) juga membagi pengalaman mereka dengan ASEAN 43
ASEAN Regional on Competition Policy, Op.Cit., h.3
44
Koesrianti, Op.Cit., h.200
26 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
mengenai pengalaman EU berkaitan dengan integrasi ekonomi regional mereka. Pembentukan AEC diinspirasi oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community/EEC).45 Meskipun
ketiga
pilar
ASEAN
yaitu
ASEAN
Political-Security
Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN SocioCultural Community (ASCC) adalah sama kedudukannya dan sama pentingnya bagi perkembangan ASEAN sebagai masyarakat regional, AEC adalah pilar yang paling signifikan karena melalui pilar ini suatu masyarakat ekonomi yang benarbenar menyatu akan diwujudkan dan manfaat kerjasama ekonomi akan dapat dirasakan oleh seluruh negara anggota ASEAN. Diharapkan dengan adanya AEC, maka persaingan di antara negara-negara ASEAN akan tumbuh dengan baik, sehingga hal ini akan memperbaiki iklim investasi dan mempersempit dan mengurangi kesenjangan di antara negara-negara ASEAN.46 Figure 2.1: Framework of ASEAN Economic Community
ASEAN Economic Community
Pillar 1
Pillar 2
Pillar 3
Pillar 4
Single Market &
Competitive Economic
Equitable Economic
Integration with
Production Base
Region
Development
Global Economy
45
Ibid , h.201
46
Ibid , h.201
27 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
2.4 Karakteristik Hukum Persaingan Usaha di negara-negara ASEAN Hukum persaingan usaha secara relatif masih merupakan fenomena baru di ASEAN. Gelombang pertama implementasi hukum persaingan muncul sebagai akibat dari krisis keuangan di Asia pada tahun 1997-1998. Dua negara anggota ASEAN yang sangat merasakan dampak dari krisis tersebut yaitu, Indonesia dan Thailand, membuat hukum persaingan usaha di negara mereka pada tahun 1999. Sejak saat itu, tiga negara anggota ASEAN yang lain bergabung untuk membuat hukum persaingan usaha nasional. AEC telah memberikan dorongan lebih lanjut untuk implementasi hukum persaingan usaha di tingkat regional.47 2.4.1. Indonesia Di antara negara anggota ASEAN yang lain dengan hukum persaingan usahanya, Indonesia dapat mengklaim memiliki rezim persaingan yang paling matang dalam hal pengalaman penegakan hukumnya. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, lembaga penegakannya, telah menangani total 249 kasus selama periode 2000-2010.48 Undang-undang yang melarang tindakan anti persaingan ini muncul sebagai konsekuensi dari dampak buruk krisis ekonomi yang terjadi di negara Asia Timur pada tahun 1997 dalam perekonomian di Indonesia. Undang-undang ini juga dibuat atas respon Amerika sebagai pertukaran atas bantuan keuangan dari International Monetary Fund (IMF) untuk menyelesaikan neraca pembayaran dan 47
krisis
rupiah.
Sebagai
bagian
dari
persyaratan,
Indonesia
juga
Ibid
48
Casey Lee dan Yoshifumi FUKUNAGA, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013, h.16
28 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
menandatangani the Letter of Intentuntuk berkomitmen “menyelenggarakan persaingan dalam ekonomi domestik dengan mempercepat privatisasi dan memperluas peran sektor swasta dalam penyediaan infrasktruktur (IMF, 1997).49 Akan tetapi, perjanjian dengan IMF tersebut bukan merupakan satusatunya alasan penyusunan undang-undang tersebut. Sejak 1989, telah terjadi diskusi
intensif
di
Indonesia
mengenai
perlunya
perundang-undangan
antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap kritis.50 Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta pasar keuangan.51 Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran ekonomi yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk membangun suatu perekonomian yang bersaing.52 Oleh karena itu dibentuklah Undang-Undang Persaingan di Indonesia yaitu Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
49
G.Sivalingam, “Competition Policy in ASEAN”, The Singapore Economic Review : Journal of the Economic Society of Singapore and the Department of Economics, National University of SingaporeVol. 51, 2006, h.14 50
Dr.Andi Fahmi Lubiset.al, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, 2009, h.12
51
Ibid
52
Ibid h.13
29 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
Hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia adalah Undangundang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat mencakup perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan penyalahgunaan posisi dominan : 1.
Perjanjian yang dilarang a. Praktek Oligopoli (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 4 UU No.5 Tahun 1999). b. Penetapan Harga (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk: menetapkan harga (kecuali dalam usaha patungan atau berdasar undangundang); diskriminasi harga; membuat harga di bawah harga pasar; atau melarang penjualan kembali dengan harga yang lebih rendah dari harga yang ditetapkan, Pasal 5-8 UU No.5 Tahun 1999). c. Pembagian wilayah pemasaran (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menetapkan wilayah pemasaran atau alokasi pasar sehingga dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 9 UU No.5 Tahun 1999) d. Pemboikotan (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama atau menolak untuk menjual produk pelaku usaha lain, Pasal 10 UU No.5 Tahun 1999)
30 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
e. Kartel (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 11 UU No.5 Tahun 1999). f. Trust (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk membentuk gabungan perusahaan dengan tetap mempertahankan kelangsungan perusahaan masing-masing dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran sehingga dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999). g. Oligopsoni (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai pasokan agar dapat mengendalikan harga yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 13 UU No.5 Tahun 1999). h. Integrasi Vertikal (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai rangkaian produksi berkelanjutan yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat, Pasal 14 UU No.5 Tahun 1999). i. Perjanjian Tertutup (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih yang berisi syarat bahwa penerima pasokan hanya akan memasok atau tidak akan memasok produk tersebut kepada pelaku usaha lain; harus bersedia membeli produk lainnya dari pemasok; atau mengenai harga atau potongan harga yang akan diterima bila bersedia membeli produk lain atau tidak membeli produk yang sama dari pelaku usaha lain, Pasal 15 UU No.5 Tahun 1999).
31 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (perjanjian dengan pelaku usaha luar negeri yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 16 UU No.5 Tahun 1999). 2. Kegiatan yang Dilarang a. Monopoli (pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan pemasaran yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 17 UU No.5 Tahun 1999). b. Monopsoni (pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 18 UU No.5 Tahun 1999). c. Penguasaan Pasar (dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, sendiri atau bersama yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persainganusaha tidak sehat berupa: menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama; atau menghalangi konsumen untuk bertransaksi dengan pelaku usaha tertentu; atau membatasi peredaran dan penjualan produk; atau melakukan diskriminasi (Pasal 19 UU No.5 Tahun 1999); melakukan jual rugi untuk menyingkirkan pesaing (Pasal 20 UU No.5 Tahun 1999); dengan curang menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya (Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999)). d. Persekongkolan (dilarang melakukan tender kolusif (Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999), bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan pesaing
32 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
(Pasal 23 UU No.5 Tahun 1999), bersekongkol untuk menghambat produksi dan atau pemasaran pesaing (Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999). 3. Penyalahgunaan Posisi Dominan: a. Dilarang menggunakan posisi dominan secara langsung maupun tidak untuk menetapkan syarat perdagangan guna menghalangi konsumen; membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau menghambat pesaing memasuki pasar bersangkutan. (Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999). b. Jabatan rangkap (dilarang merangkap jabatan direktur/komisaris di dua perusahaan atau lebih bila perusahaan lainnya; berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau memiliki keterkaitan dalam bidang dan jenis usaha; secara bersama menguasai pangsa pasar; yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat), Pasal 26 UU No.5 Tahun 1999. c. Pemilikan saham (dilarang pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis apabila mengakibatkan satu atau sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar; atau dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar), Pasal 27 UU No.5 Tahun 1999. 4. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (dilarang bila dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan ada kewajiban notifikasi bila mengakibatkan penguasaan aset atau nilai tertentu), Pasal 28 dan 29 UU No.5 Tahun 1999.
33 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
UU No.5 Tahun 1999 berlaku untuk semua "pelaku usaha", yang didefinisikan oleh Pasal 1 (5) UU No.5 Tahun 1999 sebagai "individu atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang didirikan dan kegiatan usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam yurisdiksi Republik Indonesia, baik secara mandiri maupun bersama-sama berdasarkan kesepakatan, melakukan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi ". Oleh karena itu, berlaku untuk setiap pelaku usaha yang melakukan bisnis di Indonesia, termasuk, antara lain, BUMN dan anak perusahaan asing. Selain itu, ada juga ketentuan Keputusan Presiden No.75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga pengawas persaingan usaha yang memiliki tugas sebagai berikut :53 1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; 2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; 3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
53
Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817)
34 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; 4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; 5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undangundang ini; 7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. 2.4.2. Malaysia Malaysia
mengambil
langkah
signifikan
dengan
ditetapkannya
Competition Act 2010 (CA2010). Undang-undang ini pada dasarnya adalah hukum nasional Malaysia yang pertama kali mengatur persaingan (antitrust law) secara komprehensif. Dengan berlakunya hukum tersebut, sekarang Malaysia memiliki instrumen penting dalam kebijakan persaingan.54 Tujuan utama dari hukum persaingan adalah “untuk mendorong pembangunan
ekonomi
dengan
menggalakkan
dan
melindungi
proses
persaingan”. Aspek utama dari tujuan ini adalah kesejahteraan konsumen yang akan ditingkatkan dengan melarang perilaku anti persaingan usaha. CA2010
54
Casey LEE, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Development, Januari 2014, h.1
35 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
bersama dengan Consumer Protection Act 1999 (CPA1999) dapat dianggap sebagai dua pilar utama perlindungan konsumen di Malaysia.55 Dibutuhkan waktu lebih dari dua dekade bagi Malaysia untuk mengimplementasikan hukum nasional persaingan usahanya secara komprehensif. Meskipun demikian, sementara berlakunya CA2010 sendiri merupakan prestasi besar, ukuran kesuksesan yang sesungguhnya terletak pada efektivitas pelaksanaannya. Proses penegakan hukum persaingan tidak dapat diterima begitu saja. Thailand, salah satu negara yang paling awal di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan undang-undang persaingan (pada tahun 1999), tidak membuat banyak kemajuan dalam penegakan hukumnya.56 CA2010 ini mengatur ketentuan tentang perjanjian anti kompetisi yang bersifat horizontal dan vertikal (Pasal 4) serta penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 10). Dalam Pasal 4 dari CA2010, perjanjian horizontal anti-kompetisi yang per se illegal termasuk penetapan harga, pengendalian pangsa pasar / produksi / distribusi dan persekongkolan tender. Namun, meskipun tindakan seperti itu dilarang, perusahaan yang terlibat dalam praktik bisnis tersebut dapat dibebaskan dari hukuman (memberikan manfaat bagi masyarakat karena melebihi biaya mereka). Pengecualian individual (untuk perjanjian tertentu) atau pengecualian blok (untuk kategori perjanjian) juga dapat diterapkan. Ini berarti bahwa mungkin ada ruang untuk beberapa fleksibilitas dalam penegakan perjanjian horizontal antikompetisi. Berbagai perjanjian vertikal anti-kompetisi (misalnya resale price 55
Ibid
56
McEwin, I. and S.Thanitcul (2013), „Thailand‟, in Williams, M. (ed.), Political Economy of Competition Law in Asia. Cheltenham and Northamton: Edward Elgar dalam Casey LEE, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Development, Januari 2014, h.1
36 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
maintenance agreements, exclusive agreement, tie-in sale agreement dan lain sebagainya) tidak tercantum dalam Undang-Undang. Padahal perjanjian tersebut disebutkan dalam pedoman perjanjian anti persaingan. Larangan penyalahgunaan posisi dominan dalam Pasal 10 dari Undang-Undang termasuk antara lain, pemberlakuan harga transaksi yang tidak adil, penolakan untuk memasok, predatory pricing dan strategi pencegahan masuk.57 Meskipun Undang-undang persaingan di Malaysia memiliki karakteristik yang serupa dengan hukum persaingan di negara lain (dalam hal perilaku persaingan yang dilarang), ada beberapa perbedaan mendasar yaitu tidak adanya ketentuan tentang merger. Dari lima negara ASEAN yang telah menerapkan hukum persaingan sampai saat ini, Malaysia adalah satu-satunya negara yang memilih untuk tidak menyertakan kontrol merger dalam hukum persaingannya.58 Dalam penegakan CA2010, dibentuk sebuah otoritas lembaga pengawas persaingan yaitu Malaysia Competition Commission (MyCC). Komisi Persaingan Malaysia (MyCC) adalah badan independen yang dibentuk berdasarkan Competition Commission Act 2010 (CCA2010) untuk menegakkan CA2010 dan mulai beroperasi pada Juni 2011. Peran utamanya adalah untuk melindungi proses yang kompetitif untuk kepentingan bisnis, konsumen dan ekonomi.59
57
Casey Lee, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Developments, Januari 2014, h.3 58
Ibid
59
Website resmi Malaysia Commission Competitionhttp://mycc.gov.my/about/ diakses pada tanggal 6 Oktober 2014.
37 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Pada akhir 2012,MyCC mengeluarkan keputusan pelanggaran pertama di Cameron Highlands Floriculturist Association (CHFA) berdasarkan upaya yang terakhir pada penetapan hargadi ritel lokaldan pasar bunga grosir. Dalam kasus ini, tidak ada sanksi denda yang dikenakan kepada CHFA karena mereka telah setuju untuk menghentikan aktivitas penetapan harga.60 2.4.3 Singapura Sebelum berlakunya Competition Act 2004, tidak ada aturan yang berkenaan terhadap larangan tindakan anti-kompetitif dalam sistem hukum di Singapura. Tiga perkembangan yang signifikan dan terkait erat dengan perkembangan persaingan di Singapura terjadi di antara tahun 2000 dan 2003 menjelang diberlakukannya Competition Act 2004. Perkembangan pertama berkaitan dengan liberalisasi kebijakan yang dikenalkan Singapura pada akhir dekade sebelumnya dalam berbagai sektor monopoli di perekonomian sebelumnya. Perkembangan kedua melibatkan laporan yang dibuat oleh beberapa orang yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menjadi Economic Review Committee yang membuat beberapa rekomendasi tentang kebijakan nasional apa yang dibutuhkan oleh Singapura untuk mencapai kemajuan ekonomi di milenium baru. Perkembangan ketiga membentuk bagian penting dari latar belakang Hukum Persaingan Singapura yang baru, terhubung dengan perjanjian bilateral
60
Casey Lee and Yoshifumi FUKUNAGA, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013, h.17
38 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Singapura dan mitra dagangnya selama ini.61 Singapore Competition Act didasarkan pada Great Britain Competition Act 1998 tetapi dengan beberapa perbedaan yang mencerminkan fakta bahwa Singapura memiliki perekonomian yang kecil tapi terbuka. Misalnya, Pasal 47 yang membahas larangan yang berhubungan dengan penyalahgunaan posisi dominan secara eksplisit mengatakan bahwa posisi dominan di mana saja di dunia dapat melanggar pasal ini jika perilaku mereka memiliki efek anti persaingan di Singapura. “47(1) Subject to section 48, any conduct on the part of one or more undertakings which amounts to the abuse of a dominant position in any market in Singapore is prohibited.” “47 (3) In this section, “dominant position” means a dominant position within Singapore or elsewhere. Perjanjian vertikal juga dikecualikan dari Pasal 34 Prohibition Act (selama perusahaan dominan tidak terlibat), yang mencerminkan pandangan bahwa pembatasan vertikal biasanya pro-kompetitif, dan mereka yang tidak sering dibatasi oleh persaingan internasional atau sulit dan mahal untuk mengevaluasi faktor penting dalam sebuah negara kecil dengan sumber daya yang terbatas secara administratif.62
61
Burton Ong, The Origins, Objectives and Structure of Competition Law in Singapore, 2006, h.270-271
62
R Ian McEwin, Competition Law in Singapore, Maret 2011, h.1
39 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
1. Ketentuan
substantif
yang
dilaksanakan
secara
bertahap:
Tahap 1: Pada tanggal 1 Januari 2005, ketentuan mendirikan Competition Commission of Singapore (CCS) diberlakukan. 2. Tahap 2: Pada tanggal 1 Januari 2006, ketentuan tentang anti perjanjian kompetitif, keputusan dan praktek, penyalahgunaan dominasi, penegakan, proses banding, dan daerah lain-lain mulai berlaku. 3. Tahap 3: Pada tanggal 1 Juli 2007, ketentuan-ketentuan lainnya yang terkait dengan merger dan akuisisi mulai berlaku. Dalam penegakan hukum persaingannya, Singapura membentuk sebuah lembaga yang berwenang untuk mengawasi tindakan anti-persaingan yaitu Competition Commission of Singapore (CCS) yang didirikan pada 1 Januari 2005 di bawah Kementerian Perdagangan dan Industri. Dalam siaran pers, Menteri Perdagangan dan Industri mengatakan fungsi dan tugas CCS wajib untuk:63
Menghapuskan atau membatasi praktek-praktek yang memiliki efek buruk pada persaingan di Singapura
Menjaga dan meningkatkan perilaku pasar yang efisien dan mendorong persaingan dalam pasar di Singapura
Undang-Undang internasional sebagai perwakilan badan nasional Singapura dalam bidang persaingan
Ministry of Trade and Industry (MTI), Press Release, “Ministry of Trade and Industry Launches Competition Commission” (December 30, 2004, available on the MTI Web site at http://app.mti.gov.sg/default.asp?id=123&cat=1&intCategory=4 63
40 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
Menyarankan Pemerintah atau otoritas publik lainnya mengenai kebijakan dan kebutuhan nasional yang berkaitan dengan masalah persaingan pada umumnya.
2.4.4. Thailand Thailand (bersama dengan Indonesia pada tahun 1999) adalah salah satu negara ASEAN yang pertama kali mengimplementasikan hukum persaingan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang terjadi di Thailand dari 1987 sampai 199064, membuat struktur ekonomi di Thailand berubah drastis.65 Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan Thailand (MOC) membentuk suatu Komite Kerja yang terdiri dari pejabat MOC dan profesor universitas untuk memeriksa apakah Price Fixing yang ada dan Anti-Monopoly Act 1979 (PFA) masih cocok untuk struktur ekonomi yang sudah melalui periode pertumbuhan yang luar biasa.66 Komite Kerja menyimpulkan bahwa PFA memiliki dua kelemahan serius. 67 Pertama, 64
THE WORLD BANK, TRENDS IN DEVELOPING ECONOMIES 1996, 491 (1996 ) in Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002, h.171 65
Pallop Rattanadara, Kodmai Karnkaenkan Tang Kanka Khong Pratettai [Thailand’s Competition Law], 12 CHULALONGKORN L. REV. 1, 20-21 (2000) dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002, h.171 66
See Price Fixing and Anti-Monopoly Act of 1979 (Thail.), available at http://www.apeccp.org.tw/doc/Thailand/Competition/thcom02.html. dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002. 67
See Sutee Supanit, Economic Law Reform and Competition Policy, in LAW, JUSTICE AND OPEN SOCIETY IN ASEAN 301 (Piruna Tingsabadh ed., 1997). dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002.
41 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
tujuan utama dari PFA adalah untuk mengontrol harga pasar barang dan jasa untuk kepentingan konsumen, dan ketentuan anti monopoli hanya berfungsi sebagai langkah tambahan untuk mengendalikan harga.68 Kedua, untuk menegakkan ketentuan anti monopoli dalam PFA, pertama-pertama adalah perlu untuk menegakkan ketentuan penetapan harga.69 Kedua kelemahan tersebut menimbulkan kesulitan hukum dan politik yang luar biasa untuk Thai Fair Trade Commission (FTC) untuk menegakkan PFA. Bahkan, sejak diberlakukannya PFA, lembaga penegak telah mengambil hanya satu tindakan terhadap penetapan harga kartel.70 Konstitusi yang berlaku saat itu mengamanatkan pemerintah Thailand untuk memberlakukan hukum persaingan agar "mendorong sistem ekonomi bebas melalui kekuatan pasar ... memastikan ... persaingan yang sehat, melindungi konsumen, dan mencegah ... monopoli”. Hal ini juga diyakini oleh beberapa ahli, bahwa reformasi menuju berlakunya Undang-Undang Persaingan terjadi karena tekanan dari International Monetary Fund (IMF) sebagai syarat dukungan keuangan kepada Thailand setelah krisis ekonomi tahun 1997.71
68
Ibid
69
Ibid
70
Chaiyos Hemarajata, Kamatibay Kodmai Wadauy Karn Kamnodrakasinka Lae KarnPONGKANKARPOOKAD [COMMENTARY ON THE PRICE FIXING AND ANTIMONOPOLY ACT OF 1979] 169-71 (1994).dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January 2002. 71
Roi Bak, Adv., Thailand‟s Competition Policy - Legal Analysis, Februari 2007, h.1
42 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
Prinsip-prinsip hukum Thailand mengenai isu-isu anti-persaingan diatur dalam Trade Competition Act, BE 2542 Tahun 1999 (TCA).
Inti dari TCA
berfokus pada Bab III, Pasal 25-29 (Anti Monopoli): Pasal 25 menangani tentang penyalahgunaan posisi dominan, melarang semua pelaku usaha dengan dominasi pasar dari melakukan tindakan-tindakan berikut: 72 - Pasal 25 ayat(1) : unreasonably fixing or maintaining purchasing or selling prices of goods or fees for services; Penetapan harga yang tidak wajar untuk suatu barang atau jasa. Penurunan harga yang dapat mengarah kepada „predatory pricing‟; situasi dimana pelaku usaha mengurangi harga untuk barang atau jasa di bawah harga pasar dan bersedia untuk mendapatkan kerugian yang besar untuk menghilangkan pesaingnya yang tidak memiliki cukup modal untuk bertahan; -Pasal 25 ayat (2) : unreasonably fixing compulsory conditions, directly or indirectly, requiring other business operators who are his or her customers to restrict services, production, purchase or distribution of goods, or restrict opportunities in purchasing or selling goods, receiving or providing services or obtaining credits from other business operators; Memperbaiki situasi yang tidak wajar wajib bagi pelaku usaha lain, baik secara langsung atau tidak langsung, untuk mencegah mereka atau konsumen mereka membeli barang atau memperoleh jasa dari pelaku usaha lainnya. -Pasal 25 ayat (3) : suspending, reducing or restricting services, production, purchase, distribution, deliveries or importation without justifiable reasons, or 72
Ibid h.3, Februari 2002
43 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
destroying or causing damage to goods in order to reduce the quantity to be lower than the market demand; Pembatasan layanan, produksi, pembelian, dll atas barang atau jasa tanpa alasan yang dapat dibenarkan, untuk merusak barang untuk mengurangi jumlah di bawah permintaan pasar. - Pasal 25 ayat (4) :intervening in the operation of business of other persons without justifiable reasons Campur tangan dalam pengerjaan bisnis orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Pasal 25, sebagai sisa dari TCA, tidak melarang monopoli "sebagaimana adanya", melainkan melarang penggunaan kekuatan dominan tersebut untuk membatasi persaingan secara tidak wajar. Oleh karena itu, TCA menggunakan "rule of reason", daripada
"per-se" yang melarang secara otomatis adanya
monopoli apapun.73 Pasal 26 dari
TCA menangani jenis "penggabungan usaha", yang
melarang merger yang mungkin mengakibatkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. TCA mengakui tiga jenis merger bisnis: Pasal 26 ayat (1) TCA : a merger made by a producer with another producer, by a distributor with another distributor, by a producer with a distributor, or by a service provider with another service provider, which has the effect of maintaining the status of one business and terminating the status of the other business or creating a new business
73
Ibid h.3
44 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
Penggabungan antara entitas yang mengakibatkan pengakhiran satu usaha (atau penciptaan bisnis baru) dengan tetap mempertahankan status lainnya; Pasal 26 ayat (2) TCA : a purchase of the whole or part of assets of another business with a view to controlling business administration policies, administration and management Pembelian aset, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen; Pasal 26 ayat (3) TCA : a purchase of the whole or part of shares of another business with a view to controlling business administration policies, administration and management Pembelian saham, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen. Merger bisnis seperti yang dijelaskan dalam Pasal 26 harus diizinkan selama izin dari Komisi telah diperoleh.74 Pasal 27 melarang pembentukan kartel antar pelaku usaha dengan cara yang sebesar monopoli, mengurangi atau membatasi persaingan. Oleh karena itu, membutuhkan lebih dari satu pelaku usaha tunggal untuk terlibat dalam perilaku anti-kompetitif. Kartel tersebut dalam keutamaan hambatan horisontal dan vertikal tertentu, sebagai berikut:75 Pasal 27 ayat (1) TCA : fixing selling prices of goods or services as a single price or as agreed or restricting the sale volume of goods or services;
74
Ibid h.3
75
Ibid h.3-4
45 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
Penetapan harga jual untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk membatasi volume penjualan tersebut. Pasal 27 ayat (2) TCA : fixing buying prices of goods or services as a single price or as agreed or restricting the purchase volume of goods or services; Penetapan harga beli untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk membatasi volume pembelian barang atau jasa tersebut. Pasal 27 ayat (3) TCA : entering into an agreement with a view to having market domination or market control; Menyetujui penguasaan pasar atau pengendalian pasar; Pasal 27 ayat (4) TCA : fixing an agreement or condition in a collusive manner in order to enable one party to win a bid or a tender for the goods or services or in order to prevent one party from participating in a bid or a tender for the goods or services; Perjanjian kolusif yang memungkinkan satu pihak untuk memenangkan tawaran barang atau jasa untuk mencegah pihak lain ikut berpartisipasi dalam tender barang atau jasa. Pasal 27 ayat (5) TCA :fixing geographical areas in which each business operator may distribute or restrict the distribution of goods or services, or fixing customers to whom each business operator maysell goods or provide services to the exclusion of other business operators from competing in the distribution of such goods or services; Membagi
pasar
geografis
antara
masing-masing
pelaku
usaha
untuk
mengecualikan pelaku usaha lain dari bersaing di berbagai bidang seperti
46 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
sehubungan
dengan
penjualan
barang
atau
pemberian
jasa;
Pasal 27 ayat (6) TCA : fixing geographical areas in which each business operator may purchase goods or services or fixing persons from whom business operators may purchase goods or services; Membagi
pasar
geografis
antara
masing-masing
pelaku
usaha
untuk
mengecualikan pelaku usaha lain dari bersaing di berbagai bidang seperti dengan hormat untuk membeli barang atau mendapatkan jasa; Pasal 27 ayat (7) TCA : fixing the quantity of goods or services in which each business operator may produce, purchase, distribute, or provide with a view to restricting the quantity to be lower than the market demand; Membatasi jumlah barang atau jasa di mana setiap pelaku usaha dapat beroperasi, dengan tujuan untuk membatasi jumlah yang di bawah permintaan pasar Pasal 27 ayat (8) TCA :reducing the quality of goods or services to a level lower than that in the previous production, distribution or provision, whether the distribution is made at the same or at a higher price; Mengurangi kualitas barang atau jasa untuk tingkat yang lebih rendah dari situasi sebelumnya, sementara distribusi dibuat di harga yang sama atau lebih tinggi; Pasal 27 ayat (9) TCA : appointing or entrusting any person as a sole distributor or provider of the same goods or services or the same kind of goods or services; Menunjuk distributor tunggal atau penyedia layanan untuk jenis barang atau jasa yang sama;
47 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
Pasal 27 ayat (10) TCA : fixing conditions or practice with regard to the purchase or distribution of goods or the provision of services in order to achieve the uniform or agreed practice. Penetapan situasi sehubungan dengan distribusi barang atau penyediaan jasa "untuk mencapai keseragaman atau praktek yang disepakati”. Pasal 28 yang berbunyi: “A business operator who has business relation with business operators outside the Kingdom, whether it is on a contractual basis or through policies,partnership, shareholding or any other similar form, shall not carry out any act in order that a person residing in the Kingdom and intending to purchase goods orservices for personal consumption will have restricted opportunities to purchase goods or services directly from business operators outside the Kingdom” Pasal ini dimasukkan untuk mencegah situasi yang unik dimana satu pelaku usaha dapat mencegah warganegara Thai dari pembelian barang atau jasa "langsung dari pelaku usaha di luar Kerajaan". Pasal ini mengacu pada situasi dimana konsumen Thailand yang kaya yang ingin membeli mobil mewah langsung dari pabrik asing yang mana hal tersebut dilarang untuk berbuat demikian oleh perjanjian dengan dealer lokal Thai.76 Pasal 28 sebenarnya melindungi distributor atau penyedia layanan asing dengan memungkinkan mereka untuk menjual langsung kepada konsumen Thailand dan melindungi konsumen Thai kaya yang ingin membeli barang atau jasa dari perusahaan 76
asing, sementara undang-undang persaingan lain
Ibidh.4
48 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49
melaksanakan kebijakan yang berlawanan dengan melindungi perusahaan impor lokal dari penyalahgunaan yang tidak adil oleh pelaku usaha asing.77 Pasal 29 dari TCA adalah mencakup semua ketentuan yang melarang setiap tindakan yang "tidak bebas dan anti persaingan yang sehat" dan mencegah pelaku usaha lain dari perilaku dalam menjalankan bisnis mereka. “A business operator shall not carry out any act which is not free and fair competition and has the effect of destroying, impairing, obstructing, impeding or restricting business operation of other business operators or preventing other persons from carrying out business or causing their cessation of business”. Bagian ini sangat umum dan samar-samar, dan tidak memberdayakan Komisi Persaingan untuk dapat menentukan aturan persaingan tidak sehat yang diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan Pasal ini. Dengan tidak adanya aturan atau pedoman sehubungan dengan Pasal ini, tidak jelas untuk menentukan apa kriteria dan kebijakan yang berlaku untuk penggunaan Pasal 29 TCA.78 TCA menetapkan Trade Competition Commission (TCC) sebagai badan utama dan satu-satunya yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan penegakan Undang-undang persaingan ini. Menurut Bab II dari Undang-Undang, Office Trade Competition Commission (OTCC) didirikan di Departemen Perdagangan Internal di lingkungan Kementrian Perdagangan. Tugas utamanya adalah penerapan dan pelaksanaan UU dan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan pada isi Peraturan Menteri berdasarkan Undang-Undang.
77
Ibid
78
Ibid
49 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
Komisi diberi kuasa (oleh OTCC) untuk merekomendasikan sehubungan dengan
penerbitan
peraturan
menteri
berdasarkan
Undang-Undang,
memberitahukan pangsa pasar dan merger threshold yang diperlukan untuk melaksanakan TCA, mempertimbangkan pengaduan, mengambil bukti, aturan masalah dan prosedur, dll. TCA juga memberikan wewenang kepada TCC untuk menunjuk sub-komite khusus untuk menyelidiki kasus-kasus tertentu dan membuat rekomendasi kepada Komisi. 2.4.5. Vietnam Hukum Persaingan Vietnam diundangkan untuk pertama kalinya pada tanggal 9 November 2004 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005. Penerapan undang-undang ini selanjutnya berurusan dengan berbagai masalah UU Persaingan secara lebih rinci, terutama:79 -
Peraturan Pemerintah 116/2005 / ND-CP tanggal 15 September 2005 tentang Ketentuan rinci untuk pelaksanaan UU Persaingan;
-
Peraturan Pemerintah 120/2005/ND-CP tanggal 30 September 2005pada berurusan dengan pelanggaran hukum dan peraturan persaingan;
-
Keputusan Pemerintah 05/2006 /ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang pembentukan, fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Dewan Kompetisi; dan
79
Tran Anh Hung, Introduction to the Competiton Law of Vietnam, Inter-Pacific Bar Association (IPBA Journal) No.57, Maret 2010, h.8
50 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51
-
Peraturan Pemerintah 06/2006 / ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Departemen Manajemen Kompetisi di bawah Kementerian Perdagangan.
Undang-undang Persaingan yang berlaku di Vietnam mencakup praktekpraktek anti-persaingan yaitu sebagai berikut:
Pembatasan tindakan persaingan (Bab II), yang meliputi perjanjian, penyalahgunaan monopoli/posisi dominan dan konsentrasi ekonomi yang mendistorsi atau menahan persaingan di pasar; dan
Tindakan persaingan tidak sehat (Bab III), didefinisikan sebagai praktek bisnis, yang bertentangan dengan standar umum etika bisnis dan menyebabkan kerusakan aktual atau potensial untuk kepentingan Negara, hak-hak hukum dan kepentingan perusahaan lain atau konsumen.
Semua bentuk pelanggaran UU Persaingan ditangani oleh dua badan utama yaitu Vietnam Competition Authority (VCA) dan Vietnam Competition Council (VCC). VCA merupakan sebuah departemen yang dibentuk di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan didelegasikan untuk menerapkan lingkup yang luas dari tugas dan wewenang. VCA memiliki kekuasaan untuk, antara lain:80 • Kontrol konsentrasi ekonomi;
80
Anh Tuan Nguyen, Vietnam: Overview: http://globalcompetitionreview.com/reviews/60/sections/206/chapters/2351/vietnam-overview/ diakses pada tanggal 8 oktober 2014, h.5
51 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52
• Menerima aplikasi untuk pengecualian dan juga menyarankan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, atau perdana menteri; • Melakukan investigasi perilaku anti-kompetitif; dan • Menangani atau mengenakan sanksi praktik persaingan yang tidak adil Dewan Kompetisi adalah badan eksekutif independen yang bertanggung jawab untuk menangani kasus persaingan dan menyelesaikan keluhan sehubungan dengan praktek yang menghambat kompetisi. Dewan Persaingan memiliki 11 sampai 15 anggota ditunjuk oleh Perdana Menteri.81 Dalam hal kompetisi, VCC menetapkan Dewan yang Menangani Kasus Persaingan, terdiri dari setidaknya lima anggota VCC. VCA akan memutuskan kasus persaingan tidak sehat dan memutuskan apakah merger jatuh dalam kategori dilarang. Dalam semua kasus lain, VCA menyampaikan laporan, masing-masing ke VCC (yang memutuskan kasus pembatasan persaingan), ke Ministry of Industry and Trade (MoIT) (yang memutuskan pengecualian untuk perjanjian
pembatasan persaingan dan
konsentrasi ekonomi antara pihak yang sedang dalam bahaya atau pembubaran atau kebangkrutan) atau Perdana Menteri (yang memutuskan pengecualian untuk konsentrasi ekonomi yang mungkin memiliki efek memperluas ekspor atau berkontribusi terhadap pengembangan sosial ekonomi, teknis dan pengembangan teknologi).82
81
Tran Anh Hung, Introduction to the Competition Law of Vietnam, Inter-Pacific Bar Association (IPBA Journal) No.57, Maret 2010, h.11 82
Secretariat ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussines, 2013, h.75
52 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
2.4.6 Filipina Filipina mengadopsi pendekatan sektoral untuk kebijakan persaingan dan penegakan hukum persaingannya dengan lebih dari 30 undang-undang persaingan, hukum-industri
tertentu dan kesejahteraan konsumen
untuk
menangani praktek-kompetisi terkait. Sumber utama adalah sebagai berikut:83 1. The 1987 Constitution; 2. The Act to Prohibit Monopolies and Combinations in Restraint of Trade (Act No. 3247); 3. The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended; 4. The New Civil Code (Republic Act No. 386); 5. Amending the Law Prescribing the Duties and Qualifications of Legal Staff in the Office of the Secretary of Justice (Republic Act No. 4152); and 6. Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the Competition Authority.
1.
The 1987 Constitution Di bawah Konstitusi84, negara diberi mandat untuk mengatur atau
melarang monopoli, kombinasi yang mengekang perdagangan dan praktek persaingan tidak sehat lainnya, demi kepentingan umum. Ketentuan ini didasarkan pada USSherman Act. 83
Secretariat ASEAN, “ASEAN Experts Groups Member (Phillipine)”, http://www.aseancompetition.org/aegc/aegc-members/philippines , 2013, diakses pada 2 November 2014 84
Constitution of Phillipines, Article XII, Section 19
53 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54
Perlu dicatat bahwa Konstitusi Filipina tidak melarang monopoli secaraper se. Monopoli tidak ilegal dengan sendirinya, dibandingkan dengan kombinasi yang mengekang perdagangan dan praktek persaingan tidak sehat lainnya. Yang terakhir yaitu praktek persaingan tidak sehat harus dilarang tanpa kecuali. Namun, karena Konstitusi tidak mendefinisikan apa yang merupakan monopoli yang melanggar hukum, atau apa itu kombinasi yang mengekang perdagangan atau praktik persaingan tidak sehat, undang-undang yang terpisah dan / atau yurisprudensi adalah dasar untuk membuat definisi tersebut.85 2.
The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended Republic Act (R.A.) No. 3815 sebagaimana telah diubah, atau dikenal
sebagai Revisi KUHP tersebut, menghukum perilaku anti-persaingan yang merupakan kejahatan di masyarakat. Pasal 186 RepublicAct (R.A.) No. 3815 mendefinisikan dan menghukum monopoli dan kombinasi yang mengekang perdagangan sementara Pasal 187 RepublicAct (R.A.) No. 3815 menetapkan hukuman pidananya.86 Kombinasi yang mengekang perdagangan didefinisikan sebagai: 1. “Any agreement, whether in the form of a contract or conspiracy or combination in the form of trust or otherwise, resulting in the restraint of trade or commerce”
85
Anthony Amunategui Abad, Recommendations ForPhillipine Anti-TrustPolicy And Regulation , 2004, h.3 86
Ibid
54 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Setiap perjanjian, baik dalam bentuk kontrak atau konspirasi atau kombinasi
dalam
bentuk
kepercayaan
atau
sebaliknya,
yang
mengakibatkanhambatan perdagangan 2. “Preventing by artificial means free competition in the market” Mencegah arti semu kebebasan berkompetisi di sebuah pasar. 3. “Any manner of combination, conspiracy, or agreement between or among manufacturers, producers, processors, or importers of any merchandise or object of commerce, or with any other persons, for the purpose of making transactions prejudicial to lawful commerce, or increasing the market price of such merchandise or object of commerce or of any other article in the manufacture, production, or processing, or importation of which such merchandise or object of commerce is used. Setiap cara kombinasi, konspirasi, atau kesepakatan antara atau di antara pabrikan, produsen, pengolah, atau importir dari setiap barang atau objek perdagangan, atau dengan orang lain, untuk tujuan membuat transaksi yang merugikan hukum perdagangan, atau meningkatkan harga pasar barang dagangan atau objek perdagangan atau pasal lain dalam pembuatan, produksi, atau pengolahan, atau impor yang barang atau benda perdagangan tersebut digunakan. Sedangkan monopoli ilegal didefinisikan sebagai: 1. “Monopolizing any merchandise or object of trade or commerce” Memonopoli setiap barang atau objek perdagangan. 2. “Combining with any other person or persons to monopolize any
55 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
merchandise or object of trade or commerce, in order to alter the price there of by spreading false rumors or making use of any other artifice to restrain free competition in the market.” Menggabungkan dengan orang atau orang lain untuk memonopoli Setiap barang atau benda perdagangan atau perdagangan, untuk mengubah harga
yang
ada
dengan
menyebarkan
desas-desus
palsu
atau
memanfaatkan kecerdasan lain untuk menghambat persaingan bebas di pasar. The Revised Penal Code juga menghukum kecurangan lainnya dalam perdagangan dan industri seperti menandai emas atau perak palsu dan mengubah merek dagang. 3.
The New Civil Code (Republic Act No. 386) R.A. No. 386 (1949) sebagaimana telah diubah, atau dikenal sebagai Kode
Sipil Filipina dan yang mulai berlaku pada bulan Agustus 1950, memungkinkan macam-macam kerugian yang timbul dari persaingan tidak sehat dalam usaha pertanian, komersial, atau industri atau tenaga kerja.87 Hal ini juga memungkinkan macam-macam kerugian yang timbul dari penyalahgunaan dalam pelaksanaan hak dan dalam pelaksanaan tugas88, misalnya, penyalahgunaan posisi pasar yang dominan dengan monopoli. Cukup khas, KUHPerdata tidak mendefinisikan persaingan yang tidak sehat dan hanya menyebutkan daftar sarana yang persaingan yang tidak sehat dapat dilakukan: kekuatan, intimidasi, penipuan, 87
Pasal 28 R.A. No. 166 (1947)
88
Pasal 19R.A. No. 166 (1947)
56 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
machination, atau tindakan lain yang tidak adil, menindas atau merupakan high hand method lainnya.89 4.
Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the Competition Authority. Menyadari kebutuhan untuk mempromosikan persaingan Presiden
Benigno S. Aquino III menandatangani Executive Order No 45, 2011, dengan menunjuk Departemen Kehakiman sebagai Otoritas Kompetisi. Executive Order No. 45 menetapkan Office for Competition (OFC) di bawah Sekretaris Kehakiman untuk melaksanakan, antara lain, tugas dan tanggung jawab untuk menyelidiki semua kasus yang melibatkan pelanggaran undang-undang persaingan dan mengadili pelanggar untuk mencegah, membatasi dan menghukum monopolisasi, kartel dan kombinasi yang mengekang perdagangan.90 2.4.7 Brunei Darussalam Brunei Darussalam saat ini tidak memiliki undang-undang yang komprehensif yang mengatur persaingan secara umum. Pada tahun 2011, bagaimanapun, Brunei Darussalam memulai proses untuk mempersiapkan rancangan undang-undang kompetisi nasional.91 Dalam hal ini juga, ketentuan yang berhubungan dengan dasar-dasar persaingan telah dilaksanakan di sektor telekomunikasi oleh Otoritas untuk Infokomunikasi Teknologi Industri Brunei Darussalam (Authority for Info89
Ibid h.4
90
Secretariat ASEAN, Op.Cit h.45, 2010
91
Secretariat ASEAN, Op.Cit., h.12
57 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
communications
Technology
Industry
of
Brunei
Darussalam/AITI).AITI
berwenang untuk para pemegang lisensi di bawah Peraturan Telekomunikasi 2001 (Telecommunication Order). Perilaku pemegang lisensi di pasar telekomunikasi dipandu oleh kondisi lisensi, yang mencakup larangan terhadap perilaku antikompetitif.92 Peraturan Telekomunikasi berlaku untuk badan usaha yang telah memperoleh izin untuk beroperasi sebagai layanan dan / atau penyedia infrastruktur di industri telekomunikasi kecuali instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi yang berdaulat. Pemusatan kode praktek kompetisi sedang dikembangkan oleh AITI yang nanti akan berlaku untuk hal yang sama dan akan diperluas sampai mencakup kegiatan penyiaran.93 Di sisi lain, hukum persaingan nasional yang saat ini sedang dirancang bertujuan untuk berlaku untuk semua kegiatan komersial di Brunei. Hukum persaingan nasional untuk Brunei Darussalam masih dalam tahap penyusunan. AITI mengumpulkan kode praktek persaingan yang akan berdampingan dan umumnya disejajarkan dengan kebijakan nasional yang berkaitan dengan kompetisi umum. Pemusatan kode praktek persaingan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing di sektor ini, mendorong perilaku pasar yang sehat dan efisien,akses pasar yang transparan, dan selanjutnya kemajuan teknologi dan penelitian dan pengembangan di sektor ini melalui peningkatan perilaku pasar yang efisien.
92
Ibid, Peraturan Telekomunikasi dapat diakses dari situs Kejaksaan Agung www.agc.gov.bn
93
Ibid
58 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
Tidak ada otoritas penegak hukum persaingan nasional saat ini karena undang-undang tersebut masih dalam penyusunan.AITI bertanggung jawab atas penegakan persaingan di sektor telekomunikasi sebagai bagian dari kewajiban yang terkandung dalam persyaratan lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan Telekomunikasi. Mengingat pemusatan sektor telekomunikasi dan penyiaran, AITI juga akan mengambil tanggung jawab untuk mengelola kompetisi di sektor penyiaran. Peraturan Telekomunikasi memungkinkan AITI untuk memberikan petunjuk ke lisensi telekomunikasi untuk memastikan perilaku pasar yang wajar dan efisien. Sementara Peraturan Telekomunikasi tidak secara khusus merujuk pada perjanjian atau posisi dominan, lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan Telekomunikasi mengatakan memuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur praktek-praktek berikut: 1. Praktek Kompetitif Tidak Sehat (Unfair Competitive Practices) 2. Undue Preference and Undue Discrimination 3. Perjanjian yang Anti-Kompetitif (Anti-Competitive Arrangements) 4. Pengaturan Eksklusif (Exclusive Arrangements) 5. Kontrak dengan Pihak Ketiga (Contracts with Third Party) 6. Perjanjian yang Membatasi Kompetisi (Agreements that Restrict Competition) 7. Penyalahgunaan Harga (Pricing Abuse) 8. Predatory Network Alteration
59 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
9. Penyalahgunaan Dominasi Pasar di Pasar Asing (Abuse of Market Dominance in a Foreign Market) 2.4.8 Kamboja Kamboja mengambil langkah-langkah awal menuju integrasi ekonomi ASEAN dan keanggotaan dalam komunitas ekonomi internasional. Kebijakan ini memerlukan penciptaan pasar swasta di dalam negeri dan meminta keanggotaan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di luar negeri. Meskipun berupaya menciptakan ekonomi pasar, Kamboja tidak memiliki hukum persaingan formal.94 Pemerintah Kamboja telah menyelesaikan rancangan undang-undang persaingan, yangdiharapkan akan disampaikan kepada Dewan Menteri Kamboja sebelum akhir 2013. Saat ini, belum ada update, apakah hukum persaingan Kamboja telah berkembang dari masa lalu saat itu. Mengingat batas waktu 2015 ASEAN menjulang bagi anggota untuk memiliki persaingan hukum di negaranya, dan kemajuan Kamboja dalam reformasi legislatif di sejumlah lainnya daerah komersial yang penting, itu secara luas diharapkan bahwa hukum persaingan akan diteruskan tahun ini.95 2.4.9 Myanmar Myanmar tidak memiliki undang-undang persaingan yang komprehensif. Konstitusi Baru (The New Constitution), di Pasal 36b, menyatakan bahwa Myanmar akan "melindungi dan mencegah tindakan yang merugikan kepentingan 94
Peter J. Hammer, Competition Law in Cambodia, 2004, h.1
95
Jones Day, Antitrust and Competition : Asia in Focus,http://www.jonesday.com/asia-in-focus04-16-2014/ diakses pada 5 November 2014
60 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
publik melalui monopoli atau manipulasi harga oleh seorang individu atau kelompok dengan maksud untuk membahayakan persaingan yang sehat dalam kegiatan ekonomi" (protect and prevent acts that injure public interests through monopolization or manipulation of prices by an individual or group with intent to endanger fair competition in economic activities) Untuk menuju era ASEAN Economic Community, Myanmar sedang mempersiapkan untuk mengadopsi kebijakan persaingan dan hukum persaingan pada tahun 2015.96 Draft atau Rancangan Undang-Undang (RUU) Persaingan Myanmar telah disiapkan oleh Departemen Perdagangan dan rancangan tersebut telah diajukan kepada Presiden. Ketika persetujuan telah didapat dari Presiden, RUU akan diserahkan kepada Kabinet dan Parlemen untuk disahkan. Dalam rancangan UU Persaingan ini, ada dua belas bagian, meliputi untuk semua bisnis termasuk perdagangan dan jasa. Ini mencakup bagian hukuman bagi mereka yang melanggar hukum.97 Saat ini, sudah terbentuk Komite Kompetisi Kebijakan Kerja diketuai oleh Wakil Menteri Kementerian Perdagangan. Dalam komite ini, pejabat senior dari departemen atau lembaga terkait lainnya termasuk sebagai anggota. Direktur Jenderal Departemen Perdagangan dan Urusan Konsumen di bawah Departemen Perdagangan mengambil tanggung jawab dengan menjabat sebagai Sekretaris dalam komite ini. Sebagai divisi, Divisi Kebijakan Persaingan di bawah 96
ASEAN Secretariat, Op.Cit.,hal.44
97
Secretariat ASEAN, ASEAN Experts Group on Competition (Myanmar)http://www.aseancompetition.org/aegc/aegc-members/myanmar diakses pada 5 November 2014
61 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
Departemen Perdagangan dan Urusan Konsumen diperpanjang dan melaksanakan urusan kompetisi. Menurut draft, akan ada satu Komisi Persaingan yang akan bertindak sebagai otoritas penegakan hukum untuk mengontrol dan memonitor persaingan yang sehat, anti monopoli dan anti merger akuisisi. 2.4.10 Laos Keputusan Perdana Menteri pada Persaingan Perdagangan No. 15 / PMO diterbitkan pada tanggal 4 Februari 2004 sebagai bagian dari transisi bertahap Laos berencana secara terpusat ke ekonomi pasar.98 Oleh karena itu peraturan perundang-undangan yang relevan yang mengatur tentang hukum persaingan di Laos adalah Decree 15 / PMO (2004/04/02) dari Persaingan Perdagangan (the "Decree" atau Keputusan). Namun, Keputusan ini masih belum dilaksanakan.99 Keputusan ini berlaku untuk penjualan barang dan jasa dalam kegiatan bisnis oleh seorang pelaku usaha. Seorang "pelaku usaha" didefinisikan oleh Pasal 2 Decree 15 / PMO (2004/04/02) sebagai“a person who sells goods, buys goods for further processing and sale or buys goods for resale or is a service provider”yaitu "orang yang menjual barang, membeli barang untuk diproses lebih lanjut dan dijual atau membeli barang untuk dijual kembali atau penyedia jasa".
98
http://antitrustasia.com/competition-law?region=south+east+asia&country=laos diakses pada 6 November 2014 99
Secretariat ASEAN, Op.Cit.h.27
62 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63
Decree 15 / PMO (2004/04/02) tidak membuat perbedaan antara pelaku usahanasional maupun asing.100 Keputusan melarang kegiatan tertentu yang menyebabkan monopoli (yang didefinisikan sebagai dominasi sendiri/unilateral atau dominasi bersama/joint dominance), merger yang substansial mengurangi atau persaingan membatasi atau menghilangkan pesaing, tindakan yang disengaja untuk menghilangkan pesaing (seperti dumping) dan berbagai kolusi dan pengaturan yang dapat dianggap praktik perdagangan yang tidak adil (seperti penetapan harga, alokasi pasar, dll). Keputusan juga memuat ketentuan menangani kartel dengan perusahaan asing.101 Ada rencana untuk mereformasi Keputusan dan mengadopsi undangundang yang komprehensif tentang persaingan usaha yang akan dilalui oleh the National Assembly Conference (Majelis Konferensi Nasional) pada tahun 2015. Divisi tentang Perlindungan Konsumen dan Persaingan di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah ditetapkan Pasal 5 dari Keputusan telah menyediakan pembentukan Komisi Perdagangan Persaingan/Trade Competition Commission (TCC) di lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, yang dipimpin oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. TCC masih belum ditetapkan. Keputusan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 2004. Namun, TCC belum dibuat dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah
100
Ibid
101
“Competition in Laos Market Overview”, http://antitrustasia.com/competitionlaw?region=south+east+asia&country=laos, 2008, diakses pada 6 November 2014
63 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64
mengkonfirmasi bahwa tidak ada kasus yang ditangani sejak Keputusan itu dikeluarkan. 2.5 Analisis Perbandingan Praktek Anti-Kompetisi yang Dilarang di negara ASEAN Ada perbedaan yang signifikan dari negara-negara anggota ASEAN yang memiliki hukum persaingan di negaranya. Hal tersebut mungkin ditentukan oleh sejumlah faktor yang berkontribusi mempengaruhi pembentukan undang-undang persaingan dalam tahap penyusunan, seperti misalnya negosiasi atau diskusi yang dilakukan oleh para pejabat yang berwenang begitupun dengan para pemangku kepentingan dan kondisi suatu negara yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Undang-undang persaingan di negara-negara anggota ASEAN berbeda dalam sejumlah dimensi. Ini termasuk tujuan hukum, isi / ketentuan, standar hukum (per se vs rule of-reason) dan bentuk serta kuantum sanksi Di bidang perjanjian anti-persaingan, undang-undang persaingan ini berbeda dalam hal kehadiran dan ukuran ambang batas pasar (Tabel 1). Tidak ada ambang batas yang ditentukan untuk penilaian horisontal anti-kompetitif perjanjian dalam hukum persaingan Thailand dan Malaysia. Untuk negara-negara dengan spesifikasi thresholds, hal itu berbeda dari satu negara ke negara lain. Standar hukum yang diterapkan juga mungkin berbeda di berbagai negaranegara
anggota
ASEAN.
Indonesia,
Malaysia,
Thailand
dan
Vietnam
mempertimbangkan perjanjian anti-kompetitif horisontal menjadi per se ilegal
64 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
65
sedangkan Singapura menganggap beberapa jenis perjanjian tersebut menjadi per se illegal. Sanksi yang berlaku untuk perjanjian tersebut juga bervariasi secara signifikan di seluruh ASEAN negara dalam hal berbagai dimensi seperti hukuman pidana vs administratif (keuangan), dasar (% dari omset atau lumpsum) dan kuantum (jumlah denda atau lama hukuman penjara). Sejenis variasi dapat ditemukan dalam kasus ketentuan yang berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan (Tabel 2) dan kontrol merger (Tabel 3). Dalam hal kontrol merger, Malaysia berdiri sebagai negara yang tidak memiliki ketentuan pada kontrol merger dalam hukum persaingannya. Kontrol merger di Thailand saat ini sedang non-operasional karena tidak adanya spesifikasi ambang batas. Tabel 2.1: Horizontal Anti-competitive Agreements Ketentu Market an yang share mengat threshold ur
Standar Hukum yang Sanksi Diterapkan
Indonesia
Pasal 5- Group-75% 12
Per se illegal untuk penetapan harga, distribusi wilayah, boikot dan kartel
Malaysia
Pasal 4
Per se illegal untuk penetapan harga, pangsa pasar, source supply, Pembatasan/Pengendalia n produksi, distribusi, technical/technological development, penanaman modal dan Untuk pelanggaran yang bid-rigging melibatkan non badan hukum:
-
Administrative: Min. Rp. 1 Milyar, Max. 25 Milyar Sanksi pidana: Min. Rp. 1 Milyar, Max. 25 Milyar tau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan Untuk pelanggaran yang melibatkan badan hukum: Pertama kali: maks.RM 5 juta Berulang: maks. RM 10 juta
65 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
66
Singapura
Pasal 34
Thailand
Pasal 27
Vietnam
Pasal 8
Group -20% Individual25% SMEs
Per se illegal untuk penetapan harga, bidrigging, market sharing or output limitations Rule of Reason (Net Economic Benefit Test) untuk ketentuan lain Pelaku Per se illegal untuk bisnis: 50% penetapan harga, Pangsa pasar pembatasan dalam dan 1 milyar produksi, pembelian dan Baht penjualan
Pertama kali: maks. RM 1 juta dan atau pidana kurungan maks.5 tahun Berulang : maks. RM 2 juta dan atau pidana kurungan maks.5 tahun Untuk pelanggaran, hukuman denda maks.10% dari Hukuman denda: Max.10% dari omset untuk setiap tahun pelanggaran untuk jangka waktu paling lama 3 tahun Max. Baht 6 juta atau / dan max. 3 tahun penjara Mengulangi pelanggaran hukuman ganda
Tiga teratas pelaku usaha: 75% Pangsa pasar dan 1 milyar Baht Perkecualian : seorang pelaku usaha dengan pangsa pasar kurang dari 10% atau omzetnya kurang dari 1 milyar Baht Group-30% Per se illegal untuk Max.10% dari omset penetapan harga, distribution outlets, pembatasan dalam produksi, pembelian dan penjualan, Pembatasan/Pengendalia n produksi, distribusi, technical/technological development, Pembatasan dalam
66 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
67
penanaman modal, tied sale/sale contracts, market exclusion, bidrigging
Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA102
Tabel 2.2 : Penyalahgunaan Posisi Dominan Ketentua Posisi n yang Dominan mengatur Threshold Indonesia Pasal 25
Malaysia
Pasal 4
Tindakan
Individual50% Group-75%
Memaksakan persyaratan perdagangan yang menghambat konsumen dari memperoleh barang kompetitif dan / atau jasa, membatasi perkembangan pasar dan teknologi, menghambat perusahaan pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Tidak ada Memaksakan batas - untuk persyaratan perdagangan mempertahan yang tidak adil pada kan pemasok/pelanggan, fleksibilitas membatasi/mengendalik an produksi, saluran pasar atau akses pasar, pengembangan teknologi/investasi, menolak untuk memasok, diskriminasi untuk mencegah masuk atau perluasan, perilaku predator, tie-contract dengan kondisi tambahan yang tidak terkait, pengecualian pesaing vertikal
Sanksi
Administrasi: Min. Rp 1 Milyar, Max. Rp.25 milyar pidana: Min. Rp.1 milyar, Max. Rp.25 Milyar atau Max 5 bulan penjara
Untuk pelanggaran yang melibatkan badan hukum: Pertama kali -Max. RM 5 juta Pelanggaran berulang -Max. RM10 juta Untuk pelanggaran yang melibatkan bukan badan hukum: Max. RM1 juta dan/atau Max. 5 tahun penjara Pelanggaran yang berulang: Max. RM 2 juta dan/atau 5 tahun penjara Untuk pelanggaran, hukuman denda adalah maksimal 10% dari omset seluruh dunia
102
Dalam ASEAN Regional Cooperation on Competition Policy h.12, April 2013
67 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
68
Perilaku predator, pembatasan produksi, pasar, atau pengembangan teknis, diskriminasi yang menempatkan pihak perdagangan pada kerugian kompetitif. Tie-contract dengan kewajiban tambahan terkait 50% or 1 Penetapan harga, Max. Baht 6 juta dan/atau Thailand Pasal 25 milyar Baht memperbaiki kondisi Max. 3 tahun penjara wajib perdagangan, gangguan dan pembatasan layanan, produksi, pembelian, distribusi, campur tangan dalam operasi bisnis tanpa alasan yang dapat dibenarkan Satu Predatory pricing, harga Max. 10% dari omset Vietnam Pasal 11 perusahaan - yang menyebabkan 30% kerugian pada Dua konsumen, membatasi perusahaan - produksi dan distribusi 50% yang menyebabkan Tiga kerugian kepada perusahaan - konsumen, diskriminasi 65% untuk menciptakan Empat ketimpangan dalam perusahaan - kompetisi, mengikat 75% kewajiban yang tidak terkait dengan penjualan, mencegah masuk pasar. Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA103 Singapur a
Pasal 47
untuk periode dimana pelanggaran terjadi Hukuman denda: Max. 10% dari omzet setiap tahun pelanggaran untuk jangka waktu paling lama 3 tahun
Tidak ada batas resmi, tetapi 60% digunakan sebagai panduan, tidak mungkin untuk UKM
Tabel 2.3 : Kontrol Merger Negara
Ketentuan
Tipe
Indonesia
Pasal 28-29
Pre-Merger
103
Ambang Batas (Threshold) Aktiva
Sanksi
Administrasi:
Ibid
68 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
69
Notifications 30 hari sebelum merger dilaksanakan
Malaysia Singapura
Pasal 4 Pasal 34
Thailand Vietnam
Pasal 28 Pasal 8
NA Evaluasi sukarela (voluntary selfassesment) untuk post dan pre merger Wajib Wajib
konsolidasi> Rp2,5 triliun omset konsolidasi > Rp.5 triliun bank: Aktiva konsolidasi> Rp.20 triliun NA Pangsa pasar 40% atau lebih atau Pangsa pasar 20% - 40% and postmerger 70% atau lebih
Pangsa Pasar 30%-50% Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA104
Pencabutan merger pidana: Min. Rp.25milyar, Max. Rp.100 milyar atau Max. 6 bulan hukuman penjara
NA struktural: Penjualan atau divestasi saham Perilaku: Komitmen untuk menentukan tingkah laku
Kewajiban membayar: 1-3% dari omset
Tabel 2.4 : Implementasi Hukum Persaingan Usaha di ASEAN No.
Negara
Implementasi
Tahun
Keterangan
Hukum/Kebijakan Dibuatnya Persaingan Usaha Brunei
1.
Tidak ada
-
Pengaturan di sektor Telekomunikasi
di
tahun 2001 Hukum usaha diharapkan
persaingan nasional selesai
pada tahun 2015
104
Ibid
69 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
70
2.
Kamboja
Tidak ada
-
RUU masih dalam –
pertimbangan Dewan
Kementrian
pada tahun 2012 3.
Indonesia
Ada
1999
UU No.5 Tahun 1999 Lembaga
yang
berwenang : KPPU 4.
Lao PDR
Tidak ada
-
Surat
Keputusan
No.15/PMO
dalam
Persaingan Perdagangan melarang
untuk
perjanjian
yang
membatasi
praktek
bisnis
–
dibuat
pada
tahun
2004
tapi
tidak
ditegakkan 5.
Malaysia
Ada
2010
Competition
Act
2010 Lembaga : Malaysia Competition Commission (MyCC) 6.
Myanmar
Tidak ada
-
Pasal 36 (b) dalam Konstitusi terdiri dari tujuan umum untuk
70 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
71
kebijakan persaingan usaha Hukum
persaingan
usaha
nasional
diharapkan
selesai
pada tahun 2015 7.
Filipina
Tidak ada
Ketentuan
terkait
persaingan
usaha
dalam
Konstitusi
tahun 1987 Revised Penal Code and New Civil Code Lembaga : Office for Competition
(OFC)
yang dibentuk pada Juni 2011 . Ketentuan
Hukum
persaingan
usaha
nasional
secara
komprehensif
masih
dalam
tahap
rancangan
undang-
undang 8.
Singapura
Ada
2005
Competition Act
71 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
72
Lembaga: Competition Commission
of
Singapore (CCS) 9.
Thailand
Ada
1999
Trade
Competition
Act B.E.2542 (1999)
Lembaga:
Trade
Competition Commission
10.
Vietnam
Ada
2005
Competition
Law
No.27/2004/QH11
Lembaga : Vietnam Competition Authority (investigation)
and
Vietnam Competition Council (adjudications) Sumber : ASEAN105 , DOJ website (Phillipines)
105
Secretariat ASEAN,Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business, 2010 dalam Casey Lee and Yoshifumi Fukunaga, ASEAN Regional Cooperation on Competition Policy h.8, April 2013
72 Skripsi
HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
RANIYAH