22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1.
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dalam bahasa Inggris disebut
ASEAN Economic Community (AEC) terbentuk berlandaskan tujuan dari ASEAN sebagai organisasi geopolitik dan ekonomi yakni meningkatkan ekonomi negaranegara anggota ASEAN, mempercepat kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, meningkatkan kerjasama demi kepentingan bersama anggotanya terutama dalam bidang ekonomi, serta untuk memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Diawali dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur pada Desember 1997, para petinggi ASEAN setuju untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi (ASEAN Vision 2020). Berdasarkan kesepakatan tersebut diadakanlah KTT di Bali pada Oktober 2003 yang menghasilkan Bali Concord II di mana para petinggi ASEAN menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020.
23
Selain itu, Komunitas Keamanan ASEAN dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN juga merupakan dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN 2020. Pada bulan Agustus 2006, Menteri Ekonomi ASEAN mengadakan pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia yang menghasilkan kesepakatan bahwa MEA akan dipercepat yakni pada tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan kesepakatan para Menteri Ekonomi ASEAN untuk mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint1 yang sesuai dengan tujuan ASEAN yang tercantum pada pasal 1 ayat 5 dan pasal 1 ayat 10 Piagam ASEAN.2 Kemudian ditegaskan kembali oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke 12, bulan Januari 2007, di mana Komunitas ASEAN 2015 dipercepat penerapannya seperti yang telah dibicarakan pada ASEAN Vision 2020 dan ASEAN Concord II serta penandatanganan Cebu Declaration on the Acceleration of The Establishment of an ASEAN Community by 2015 yang di dalamnya berisi pernyataan bahwa kesepuluh Negara ASEAN setuju atas dipercepatnya pembentukan Komunitas ASEAN demi membentuk ASEAN menjadi kawasan dengan aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran bebas tenaga kerja terampil, dan aliran bebas modal.
1
ASEAN Economic Community Blueprint, introduction, h.5 Pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN bertuliskan : “menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yanglebih bebas.” Dilengkapi dengan pasal 1 ayat 10 Piagam ASEAN yang bertuliskan : “mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pemelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN.” 2
24
KTT ASEAN ke 27 yang telah dilaksanakan pada tanggal 21 November 2015 sampai dengan tanggal 22 November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia dilaksanakan dalam rangka penegasan perihal peresmian ASEAN menjadi MEA pertanggal 31 Desember 2015. Dalam kesempatan tersebut Presiden Indonesia Joko Widodo turut hadir dan mengedepankan isu tentang aspek pentingnya persatuan dan sentralitas ASEAN serta pentingnya visi masyarakat ASEAN setelah 2025. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa ASEAN perlu meningkatkan kerja sama intelijen dan melakukan kerja sama dalam memperkuat peraturan hukum mengingat tahun 2015 merupakan tahun penting bagi ASEAN di mana MEA mulai dijalankan. Presiden juga mengatakan agar kebersamaan dan kerjasama harus ditonjolkan di mana tanpa kesatuan dan sentralitas ASEAN, kawasan ini akan menjadi perebutan pengaruh kekuatan besar dan ASEAN harus mampu menghadirkan perdamaian dan kestabilan kawasan.3 Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan Donna Gultom mengungkapkan bahwa pertemuan pada tanggal 21 November 2015 tersebut dilaksanakan demi menuntaskan berbagai dokumen yang akan ditanda tangani dan disahkan oleh para Menteri Ekonomi ASEAN atau Kepala Negara ASEAN sedangkan pertemuan pada tanggal 22 November 2015 dilaksanakan dalam rangka pertemuan antara Kepala Negara ASEAN dengan beberapa mitranya antara lain adalah RRT, Jepang, Korea, India, Selandia Baru, Amerika Serikat, Mitra East Asia
3
Liputan6, 2015, Jokowi: Perlu Tingkatkan Kerja Sama Intelijen Perangi Terorisme, diakses pada 11 Januari 2016, http://news.liputan6.com/read/2371491/jokowi-perlu-tingkatkan-kerja-sama-intelijenperangi-terorisme
25
(ASEAN, RRT, Jepang, Korea, India, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Rusia), serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).4 2.1.2. Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN Berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint, MEA memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah : 5 a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi; b. ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi; c. ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Keempat karakteristik ini saling berkaitan dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi kemudian dibagi lagi menjadi lima unsur inti yakni (i) aliran bebas untuk barang; (ii) aliran bebas untuk jasa; (iii) aliran bebas untuk investasi; (iv) aliran bebas untuk modal; dan (v) aliran bebas untuk pekerja terampil. Sektor integrasi dan makanan serta pertanian dan kehutanan juga merupakan dua komponen penting dalam pelaksanaan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Selain itu, untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi, MEA harus memiliki kebijakan tentang persaingan usaha, yang bertujuan 4
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Pusat Hubungan Masyarakat), 2015, KTT ASEAN Deklarasikan Masyarakat ASEAN, diakses pada 11 Januari 2016, www.kemendag.go.id 5 ASEAN Economic Community Blueprint, h.6
26
untuk membiasakan para pelaku usaha melakukan persaingan usaha secara adil. Tidak hanya pelaku usaha saja yang mendapatkan perhatian lebih namun terhadap konsumen pun ASEAN tidak dapat menutup mata bahwa dalam pembangunan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global ini menjadikan konsumen memiliki peranan penting sehingga pengaturan tentang perlindungan konsumen harus ditegakkan. Dalam hal kekayaan intelektual, kebijakan yang dapat diberikan sehubungan dengan membentuk ASEAN menjadi kawasan berdaya saing tinggi antara lain adalah terhadap (a) tradisi, kreatifitas dalam bentuk seni, serta daya jualnya; (b) kegiatan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi-teknologi maju; dan (c) proses pembelajaran yang melampaui batas ekspektasi. Kemudian, ASEAN harus memberi perhatian khusus terhadap pembangunan infrastuktur, dapat diambil contoh dalam hal transportasi, bahwa untuk mendukung ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, transportasi ASEAN untuk menghubungkan antara ASEAN dengan negara-negara tetangganya termasuk hal kritis yang harus mendapatkan perhatian khusus. Termasuk juga dalam hal perpajakan dan transaksi online.6 Demi mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil, secara langsung mengharuskan setiap bidang usaha untuk mendapatkan bagian dalam MEA. Secara garis besar MEA mendukung adanya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di mana UMKM memiliki jalur yang sama dalam bidang keuangan dan tantangan untuk meliberalisasi ekonomi perdagangan. Dalam menyambut MEA, dukungan yang diberikan terhadap UMKM tertulis di dalam 6
ibid, h. 23
27
Asean Economic Community Blueprint, antara lain adalah (i) mempercepat pembangunan dan pengembangan UMKM serta mengoptimalkan keberagaman negara-negara ASEAN; (ii) memperkuat UMKM dalam menghadapi makro ekonomi finansial dalam lingkungan perdagangan liberal; dan (iii) meningkatkan peranan UMKM dalam pengembangan negara ASEAN sebagai sebuah wilayah. Karakteristik ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global menunjukkan bahwa ASEAN akan beroperasi dalam lingkungan yang semakin global dengan pasar bersangkutan dan industri yang mengglobal. Untuk menjadikan ASEAN agar dapat bersaing secara internasional serta memiliki pasokan global yang dinamis dan kuat sehingga dapat menarik investasi asing, sangat penting bagi ASEAN untuk melihat melampaui batas MEA, di mana dalam pengembangan aturanaturan dan kebijakan terkait MEA harus semakin diperhitungkan. 2.2.
Pengaturan Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN Tanpa adanya hukum yang mengatur, tidaklah mungkin untuk melakukan
suatu kegiatan baik nasional ataupun internasional dengan baik dan teratur. Pada hakekatnya, dalam menyambut MEA, kebijakan persaingan usaha yang diberlakukan secara umum sangat penting demi tercapainya tujuan MEA itu sendiri. ASEAN di era MEA ini belum memiliki kebijakan persaingan usaha yang harmonis maupun lembaga persaingan usaha untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha antar anggota ASEAN, meskipun disadari bahwa kebijakan persaingan usaha sangatlah penting dalam kegiatan persaingan usaha. Di Indonesia sendiri, pada pasal 3 Undang
28
Undang No. 5 Tahun 1999 dijabarkan tujuan dibentuknya kebijakan persaingan usaha, yang tidak sekedar menjamin adanya kesejahteraan konsumen tetapi juga menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hal ini lah yang menjadi pembeda undang-undang persaingan usaha di Indonesia dengan negara lain.7 Berdasarkan tujuan utama ditetapkannya kebijakan persaingan usaha yaitu demi kepentingan umum (public interest) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency), maka sangat penting bagi ASEAN untuk segera mengharmonisasikan kebijakan persaingan usaha Negara-Negara ASEAN sehingga kegiatan persaingan usaha akan berjalan dengan adil dan kompetitif. Menyadari hal tersebut, untuk sementara waktu ASEAN menerbitkan ASEAN Regional Guidelines sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan persaingan usaha dan demi menyamakan persepsi tentang aturan umum yang berupa larangan maupun himbauan untuk negara-negara anggotanya.8 Kebijakan persaingan usaha pada dasarnya mencakup dua elemen yakni :9 1. Terlibatnya suatu kebijakan persaingan usaha untuk mengembangkan persaingan baik dalam pasar tradisional maupun pasar nasional, seperti memperkenalkan kebijakan perdagangan
yang sudah disempurnakan,
menghilangkan praktik kebijakan yang bersifat membatasi, mendukung 7
Andi Fahmi Lubis dan team KPPU, 2009, Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, ROV Creative Media, Jakarta, h. 19 8 M.Udin Silalahi (Sekretaris dan Anggota Dewan Pakar ASEAN Competition Institute), 2015, Kolom Edukasi Persaingan Usaha di Harian Bisnis Indonesia, diakses pada 30 Januari 2016, http://aci.or.id/kolom-edukasi-persaingan-usaha-di-harian-bisnis-indonesia-edisi-agustus-2015 9 ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, h.3
29
masuk dan keluarnya kegiatan perdagangan, mengurangi kegiatan campur tangan pemerintah dan memberikan kepercayaan besar terhadap suatu kelompok pasar. 2. Adanya peraturan kebijakan persaingan usaha, suatu undang-undang tertentu, putusan pengadilan, dan peraturan-peraturan yang secara spesifik mengatur pencegahan
terhadap
praktik
persaingan
usaha
tidak
sehat,
dan
penyalahgunaan kekuatan pasar, secara umum peraturan-peraturan tersebut berfokus pada pengendalian praktik pembatasan perdagangan (seperti perjanjian tentang persaingan usaha tidak sehat dan penyalahgunaan posisi dominan). Dalam hal ini, Negara-Negara yang belum memiliki atau mengadopsi kebijakan persaingan usaha, apabila di dalam praktik perdagangannya melakukan suatu hal yang bertentangan dengan aturan-aturan dagang umum, maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan hukum pidana negara tersebut. Sebagai pedoman untuk Negara-Negara anggotanya, ASEAN Regional Guidelines mencantumkan tiga pokok kebijakan persaingan usaha yakni mengatur tentang: 1. Perjanjian persaingan usaha tidak sehat; 2. Penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli; dan 3. Penggabungan yang anti persaingan. Yang dimaksud dengan perjanjian persaingan usaha tidak sehat adalah suatu perjanjian atau peraturan yang dibuat oleh antar pemilik pasar yang kemudian
30
berpengaruh negatif terhadap suatu persaingan usaha. Suatu perjanjian usaha tidak sehat biasanya terjadi secara horizontal yakni antar pemilik pasar yang menjalankan usaha pada bidang yang sama (bidang produksi, distribusi, penjualan) pada suatu rantai pasar (contohnya antara dua atau lebih produsen, antara dua atau lebih distributor, dsb.). Perjanjian persaingan usaha tidak sehat ini juga dapat terjadi secara vertikal, di mana perjanjian ini terjadi antar pemilik pasar yang menjalankan usaha pada bidang yang berbeda (contohnya antara produsen dengan distributornya). Perjanjian akan dikatakan terlarang apabila perjanjian tersebut nantinya akan menimbulkan dampak anti persaingan, diantaranya adalah menghambat persaingan usaha. Sebagai contoh, suatu kartel telah setuju untuk menetapkan harga tinggi atau menetapkan batas produksi atas setiap anggota kartel, di mana harga yang ditetapkan adalah harga tertinggi. Lembaga yang berwenang dalam hal ini wajib membuktikan bahwa hal tersebut akan berdampak negatif di mana terkadang susah untuk dibuktikan. Namun terdapat suatu pengecualian, yakni apabila suatu perjanjian tidak sehat memberikan hasil yang menguntungkan. Kebijakan persaingan usaha melarang penyalahgunaan posisi dominan. Yang dimaksud dengan posisi dominan yakni keadaan di mana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar besangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
31
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.10 Pada umumnya kebijakan atau aturan tentang posisi dominan memiliki berbagai macam bentuk sesuai dengan hukum nasional negaranya. Untuk menentukan suatu posisi dominan, kebijakan persaingan usaha biasanya merujuk kepada pangsa pasar atau struktur pasar, seperti tingkat integrasi vertikal, keunggulan teknologi, sumber financial, merek dagang, dan sebagainya.11 Kebijakan persaingan usaha dapat diberlakukan terhadap perusahaan dominan yang bersifat tunggal ataupun berkelompok. Posisi dominan pada dasarnya tidak dilarang, namun penyalahgunaan posisi dominanlah yang dilarang. Dalam kebijakan persaingan usaha, penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Pada umumnya, kebijakan persaingan usaha melarang dibentuknya penggabungan berupa merger, akuisisi, dan kerjasama modal yang mana penggabungan tersebut menyebabkan pembatasan persaingan usaha. Apabila dilihat dari tujuan dibentuknya kebijakan persaingan usaha, pada umumnya kebijakan persaingan usaha dibentuk untuk melindungi dan mengawasi jalannya suatu proses persaingan agar berjalan secara adil dan kompetitif. Penerapan kebijakan persaingan usaha akan memberikan aturan main dalam suatu pasar yang 10
Lihat Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat 11 Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussiness 2013, h. 9
32
pada khususnya melindungi proses dari jalannya suatu persaingan lebih dari pada melindungi para pelaku usaha pasar, di mana hal tersebut akan membantu dalam hal perkembangan ekonomi secara efisien, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan konsumen. Selain itu, kebijakan persaingan usaha juga bermanfaat untuk mengembangkan negara di mana dewasa ini deregulasi12, privatisasi (atau sebutan lainnya adalah denasionalisasi)13, dan liberalisasi14 sudah bersifat mengglobal dalam dunia perekonomian.
12
kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas sehingga meningkatkan persaingan 13 penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Lihat UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 14 bertujuan untuk mengurangi hambatan perdagangan baik untuk barang, jasa, hak milik intelektual maupun investasi