POLITIK BEBAS AKTIF DALAM KERJASAMA EKONOMI ASEAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, perjuangan Bangsa Indonesia bukan saja untuk mengusir penjajah agar tidak kembali lagi ke Negara Indonesia, akan tetapi bertekad untuk menghapuskan segala macam penjajahan serta menciptakan perdamaian dunia, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, di dalam Alinea Pertama disebutkan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Selanjutnya dalam Alinea ke-empat disebutkan : “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social…” Dari rumusan kedua alinea di atas, terkandung makna bangsa Indonesia adalah bangsa yang anti penjajahan serta bertekad menghapuskannya dan turut aktif berpartisipasi dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Untuk itulah Bangsa Indonesia menggunakan landasan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Hal ini dicantumkan lagi dalam Pasal 11 UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.”
GBHN menjabarkan prinsip-prinsip di atas dalam prioritas sebagai bentuk pengabdian kepada kepentingan nasional yang didasarkan pada Wawasan Nusantara. Berdasarkan hal tersebut Indonesia menggariskan bentuk hubungan dengan bangsa lain secara positif demi kepentingannya sendiri dan kepentingan dunia pada umumnya. Untuk mencapai tujuan di atas, pemerintah telah menentukan kebijaksanaan yang hendak ditempuh dan diperjuangkan serta tujuan yang ingin dicapai, cara pendekatan dan pelksanaannya dirumuskan dalam berbagai kebijaksanaan dan dilakukan melalui diplomasi perjuangan diantaranya dengan mengadakan kerjasama dengan negara lainnya. Salah satu bentuk kerjasama regional adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nations, disingkat ASEAN, yang didirikan oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapura, pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. Pembentukan ASEAN tersebut tanpa perjanjian atau persetujuan yang akan diratifikasi oleh anggotanya, melainkan hanya dengan suatu deklarasi yang ditandatangani oleh kelima Menteri Luar Negeri dari masingmasing negara anggota ASEAN.1 Bagi bangsa Indonesia, hal ini merupakan salah satu perwujudan politik luar negerinya yang bebas aktif. Sebagaimana dikatakan oleh Adam Malik selaku Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dalam Sidang Menteri Luar Negeri ASEAN IV di Manila, Maret 1971, telah menyatakan :
1
Sebagaimana disampaikan dalam makalah pada Simposium Nasional mengenai aspek-aspek hukum ekonomi antara negara-negara ASEAN dalam rangka AFTA, Fakultas Hukum Universitas Padjajaraan Bandung, Tanggal 1 Februari 1993.
“ASEAN sebagai sokoguru politik luar negeri Republik Indonesia dalam hubungannya sebagai anggota ASEAN yang merupakan suatu organisasi yang fleksibel yang dapat meningkatkan kerjasama ekonomi negar-negara Asia tanpa memandang perbedaan system-sistem politik ekonomi mereka.”2 Hal yang terpenting dalam kerjasama ini adalah isi dari perjanjian-perjanjian yang dibuat untuk disepakati secara bersama-sama maupun dalam menentukan sikap demi kepentingan nasional masing-masing negara anggota ataupun untuk kepentingan bersama serta dalam mewujudkan ketertiban dunia umumnya dan di kawasan Asia Tenggara khususnya. Hal ini akan menjadi suatu permasalahan apabila prinsip-prinsip dari negara-negara anggotanya yang berbeda satu sama lainnya atau malah saling bertentangan. Walaupun kesepakatan antara anggota ASEAN itu penting, namun tidak dapat dipungkiri akan adanya bermacam-macam kendala dan berbagai perbedaan dari masing-masing negara anggota, seperti system politik, social budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kepentingan masingmasing negara naggota yang berbeda pula, dimana kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap masing-masing negara terhadap pelaksanaan kerjasama regional ASEAN, terutama kerjasama ekonomi, karena bidang ekonomi pada saat ini menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional, selain itu dalam kerangka mempersiapkan diri menghadapi era globalisasi ekonomi dimasa yang akan datang. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN juga mempunyai kepentingan yang berbeda dengan negara anggota lainnya. Salah satunya adalah prinsip politik luar negeri, yaitu prinsip politik yang bebas dan aktif. Dengan prinsip politik bebas aktif inilah Indonesia menjalankan 2
Mochtar Kusumaatmadja, Politik Luar Negeri dan Pelaksanaannya Dewasa ini, Alumni Bandung, 1983, hal 159.
aktifitas dengan negara anggota ASEAN lainnya, yang dijabarkan dalam isi perjanjian-perjanjian yang telah disepakati oleh semua negara anggotanya berupa prinsip-prinsip umum dalam perjanjian-perjanjian tersebut. Berdasarkan uraian di atas, sehubungan dengan penjabaran peinsip politik bebas aktif didalam perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN , maka yang dirasakan perlu untuk dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemahaman prinsip politik luar negeri bebas aktif? 2. Apa latar belakang dan dasar keikutsertaan Indonesia dalam kerjasama ASEAN ? 3. Bagaimankah peranan pengaruh prinsip politik bebas aktif di dalam perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN ? 4. Kendala apa saja yang dihadapi Indonesia dalam melaksanakan prinsip politik bebas aktif pada perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN ?
B. Ruang Lingkup dan Tujuan Penulisan Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dibahas di atas, maka ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas mengenai isi perjanjian dalam suatu kerjasama ekonomi ASEAN yang merupakan perwujudan dari politik bebas aktif, dimana dalam isi perjanjian tersebut memuat prinsip-prinsip umum yang tidak bertentangan dengan politik luar negeri masing-masing negara anggotanya. Adapaun tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab beberapa pertaanyaan yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana prinsip politik luar negeri bebas aktif;
2. Untuk mengetahui latar belakang dan dasar ikut sertanya Indonesia dalam kerjasama ASEAN; 3. Untuk mengetahui bagaimana penjabaran prinsip politik luar negeri yang bebas aktif dalam perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN; 4. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Indonesia dalam melaksanakan prinsip politik bebas aktif pada perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN.
C. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan ini, digunakan cara atau metode Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan mengumpulkan data-data dari surat kabar, majalah, bulletin, hasil penelitian maupun makalahmakalah pada seminar oleh para ahli yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tulisan ini. Selain itu data juga didapat dari naskah-naskah perjanjian maupun perundang-undangan dan melalui informasi website tertentu. Data kemudian dianalisa dengan seksama dan diinterpretasikan secara sistematis. Dalam menganalisa data yang diperoleh, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu menguraikan data secara teoritis terlebih dahulu, kemudian diinterpretasikan sesuai dengan teori yang ada yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, sehingga kemudian diperoleh suatu kesimpulan yang nantinya akan dapat menjawab permasalahan yang timbul sebelumnya.
D. Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia Politik luar negeri merupakan suatu system, taktik atau strategi yang dijalankan oleh suatu negara dalam upaya mengadakan jalinan kerjasama dengan negara lain. Dalam buku Rencana Strategis Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia 1984-1989 yang dikutip oleh Sabir, dinyatakan bahwa: “Politik luar negeri Indonesia adalah suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungan dengan dunia internasional, melalui politik luar negeri pemerintah memproyeksikan kepentingannya ke dalam masyarakat antar bangsa.”3 Dengan demikian jelaslah bahwa politik luar negeri adalah serangkaian perilaku yang digunakan oleh suatu bangsa atau negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya dalam dunia internasional. Demikian pula halnya dengan politik luar negeri Indonesia yang merupakan suatu strategi nasional, adalah rumusan kebijaksanaan luar negeri sebagai perjuangan pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Dengan kata lain, politik luar negeri Indonesia merupakan bagian dari seluruh kebijaksanaan pemerintah yang bertujuan untuk memelihara kepentingan nasional Indonesia dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa lain. Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia telah menciptakan suatu situasi yang menunjang sehingga menguntungkan pelaksanaan pembangunan bangsa yang menjadi cita-cita bangsa. Selain itu dituntut juga kemampuan untuk menyingkirkan segala macam ancaman dan hambatan dari luar ataupun dari dalam yang mungkin terjadi yang dapat membahayakan pembangunan nasional bangsa. Pendapat lain mengatakan bahwa politik luar negeri adalah merupakan kebijaksanaan suatu negara dalam mengendalikan hubungan-hubungan luar negeri
3
Sabir, M. Politik Bebas Aktif, Haji Masagung, 1986, hal 123.
sedemikian rupa, sehingga nantinya dapat dicapai tujuan nasional yang dibebankan rakyat kepada negaranya. Dengan tegas dinyatakan oleh Singadilaga bahwa pengertian politik luar negeri pada umumnya juga berlaku bagi Indonesia, karena politik luar negeri Indonesia tidak terlepas dari General Politics yang umum berlaku bagi setiap politik luar negeri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia juga merupakan kebijaksanaan mengendalikan hubungan luar negeri Indonesia sedemikian rupa, sehingga dapat diselenggarakan dan dapat dipenuhi misi nasional bangsa dan negara Indonesia.4
E. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia Sebelum bangsa Indonesia mengalami penjajahan, bangsa Indonesia telah berperan dalam berbagai hubungan internasional. Hubungan tersebut dilakukan dengan criteria-kriteria tertentu yang sesuai zamannya, dengan tidak meninggalkan kepentingan nasional yang menjadi tujuan bersama yang ingin dicapai. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia melaksanakan kegiatan hubungan luar negeri yang dilandasi falsafah dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam hal ini, landasan dasar politik luar negeri mengandung rumusan yang amat penting, karena menyangkut dengan kebijaksanaan suatu negara dalam mencapai tujuan nasionalnya. Adapun yang menjadi landasan Idiil adalah Pancasila. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia dan ideology bangsa, yang pada prinsipnya mengikat seluruh tatanan kehidupan nasional Indonesia. Politik luar negeri suatu 4
Dudi Singadilaga, Politik Luar Negeri Indonesia Suatu Essay Populer, Alumni Bandung, 1973, hal 67.
negara biasanya didasarkan landasan tertentu yang pada hakekatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaannya. Untuk negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan landasan idiil politik luar negeri.5 Pancasila sebagai landasan idiil politik luar negeri memberikan jiwa dan semangat kepada bangsa Indonesia agar menghapuskan segala bentuk penindasan di atas dunia. Atas dasar itulah Indonesia akan selalu berperan aktif menentang segala bentuk penindasan dan menyadari bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan harus dihormati dan dijunjung tinggi.6 Secara konstitusional, politik luar negeri Indonesia berdasarkan UndangUndang Dasar 1945. Hal ini dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea pertama: “Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Berdasarkan pernyataan pada alinea pertama, jelaslah tentang adanya suatu prinsip bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, termasuk didalamnya Indonesia. Setiap bangsa berhak hisup layak dan bebas dari segala bentuk penindasan dari bangsa lain, karena itu merupakan hal yang amat mendasar dari setiap manusia dan bangsa.7 Dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 juga terdapat ketentuan dalam pelaksanaan politik luar negeri yakni sebagaimana yang tercantum dalam pasal 11, yang menyatakan bahwa: 5
MMMochtar Kusumaatmadja, Op cit, hal 17 Sumpena Prawirasaputra, Politik Luar Negeri RI, Suatu Model Pengantar. Bandung, 1984. hal 34. 7 A. W. Wijaya, Indonesia, Asia Afrika, Non Blok, Politik Bebas Aktif. Jakarta, 1986, hal.10 6
“Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan bangsa lain.” Persetujuan DPR yang diperlukan Presiden dalam hal membuat perjanjian dengan negara-negara lain terbatas pada perjanjian-perjanjian yang sangat penting saja, misalnya Perjanjian Linggar Jati 1947, Konferensi Meja Bundar 1949, Kerjasama ASEAN 1976.
F. Politik Luar Negeri Bebas Aktif Proklamasi 17 Agustus 1945, telah memunculkan Indonesia sebagai negara yang merdeka di peta dunia, dan sesuai denga tuntutan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, maka lahirlah politik luar negeri yang bebas aktif. Kedudukan Indonesia dalam konstelasi politik dunia yang telah ditempa perang dunia kedua seakan-akan terjepit dimana satu pihak berada dalam wilayah pengaruh Barat dan demi mempertahankan kemerdekaan yang harus bersiap-siap menghadapi pendaratan tentara sekutu yang antara lain mempunyai tugas menerima penyerahan tentara Jepang. Tetapi secara terselubung sekutu mempunyai ikatan janji untuk membantu Belanda memulihkan kembali jajahannya di Indonesia. Di pihak lain di dalam negeri, Indonesia menghadapi tekanan berat dari PKI yang menentang kebijakan pemerintah Republik Indonesia. Menurut PKI pertentangan yang terjadi atau yang ada di dunia ini adalah antara Blok Uni Soviet dengan Blok Amerika, jadi
revolusi Indonesia adalah bagian dari revolusi dunia, bila Indonesia berda di pihak Rusia, itu baru hal yang benar.8 Moh. Hatta yang pada waktu itu memimpin kabinet presidential dalam memberikan keterangannya dimuka badan pekerja KNIP (Parlemen), 2 September 1948, mengemukakan pernyataan yang merupakan pernyataan yang pertama mengenai politik luar negeri bebas aktif. Dalam keterangan tersebut Perdana Menteri Moh. Hatta bertanya, “Mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus berada antara pro Rusia atau kontra Amerika?” Perdana Menteri Moh. Hatta menjawab sendiri pertanyaan tersebut dengan menggarisbawahi, bahwa pemerintah berpendapat pendirian yang harus kita pegang adalah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan nasib kita sendiri yaitu Indonesia yang merdeka seluruhnya.9 Dengan adanya pertentangan antara dua blok tersebut bangsa Indonesia sama sekali tidak ingin terseret dalam salah saatu blok, sehingga politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif ditempuh menurut kebijaksanaan yang setepattepatnya. Dengan demikian dapat mengantisipasi baik blok Barat maupun blok Timur yang ingin menarik Indonesia ke dalamnya. Dalam pernyataan di atas, Perdana Menteri Moh. Hatta tidak sekalipun menyebut-nyebut politik bebas aktif, tetapi hal tersebut tidak diragukan lagi, karena dalam keterangannya pada kesempatan yang lain beliau telah berulangkali menerangkan dan menyebutkan istilah politik bebas aktif, apabila menyeut istilah
8 9
Wijaya, Op. cit. hal 24 Moh. Hatta, Mendayung antara dua karang, Bulan bintang, Jakarta. 1976, hal 51
politik luar negeri Indonesia. Lagi pula pernyataan tanggal 2 September 1948 berjudul mendayung antara dua karang, yang artinya tidak lain daripada politik luar negeeri bebas aktif. “Mendayung” sama artinya dengan upaya (aktif), dan arti “antara dua karang” tidak terikat dari kekuatan negara adikuasa (bebas).10Jadi pernyataan tersebut benar-benar dapat mewujudkan identitas yang bebas dari politik luar negeri Indonesia, yang merupakan pengamalan dari Pancasila. 1. Pengertian Politik Bebas Aktif Politik bebas aktif mempunyai bermacam-macam pengertian atau rumusan yang sesuai dengan cara pandang dari perumus itu sendiri. Dalam hal ini Sumpena Prawirasaaputra merumuskan politik bebas aktif, dimana “bebas” dalam arti Indonesia tidak berpihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, sedangkan aktif berarti didalam menjalankan kebiasaan luar negerinya Indonesia tidak bersikap pasif reaaktif atas kejadian-kejadian internasional, melainkan bersikap aktif.11 Bila dikaitkan dengan hubungan luar negeri Indonesia politik bebas aktif berarti: a. b. c. d. e. f. g. h.
10 11
Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif dilakukan secara konsekuen. Indonesia berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia. Peranan Indonesia ikut serta dalam memecahkan persoalan-persoalan dunia. Mengadakan kerjasama diantara negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya terutam negara-negara ASEAN Kerjasama ASEAN dalam berbagai bidang dan aspek Peranan Indonesia di dunia internasional dalam menggalang persahabatan dan perdamaian Dalam mewujudkan tatanan dunia baru, kerjasama dan forum-forum seperti organisasi-organisasi Gerakan Non Blok, Organisasi Konferensi Islam, PBB. Kerjasama Internasional bidang ekonomi
Sabir, M. Op. Cit. hal 17. Prawirasaputra, Op cit. hal 33
i. Setiap perkembangan dan kemungkinan gejolak dunia baik politik maupun ekonomi, diikuti secara seksama dan mengambil langkah-langkah serta upaya bila membahayakan kepentingan nasional.12
2. Ciri-Ciri Politik Bebas Aktif Sesuai dengan pengertian politik bebas aktif itu sendiri, maka sebagai suatu sitem yang khas, politik luar negeri Indonesia juga mempunyai cirri-ciri tersendiri. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat sebagai berikut: a. Bebas menentukan sendiri pendirian dalam masalah-masalah internasional sesuai dengan kepentingan nasional. Dengan demikian bangsa Indonesia tidak boleh didikte oleh bangsa lain. b. Keterlepasan dari ikatan blok ideology atau blok militer manapun, dalam arti Indonesia tidak ikut dalam kekuatan militer manapun. c. Keaktifan dan kepositifan dalam mencapai perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan dan persamaan hak antar bangsa-bangsa serta keadilan social. d. Memperjuangkan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. e. Bekerjasama yang saling menguntungkan tanpa membedakan system social negara yang bersangkutan. f. Menghoramti kedaulatan negara lain, dalam arti Indonesia tidak pernah menjadi aggressor, apalagi menjadi negara penjajah. g. Tidak mencampuri urusan dalam negeri bangsa lain.13 3. Tujuan Politik Bebas Aktif Ubani dalam bukunya Diplomasi dan Politik Luar Negeri mengupas mengenai tujuan politik bebas aktif. Ia mengemukakan tujuan tersebut sebagai berikut: a. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat b. Menjamin dan mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan terhadap imperialisme dan kolonialisme c. Menjamin dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis dari Sabang sampai Merauke d. Menciptakan bentuk masyarakat yang adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia e. Menciptakan persahabatan yang baik dengan semua warga negara di dunia, terutama sekali dengan negara Asia Afrika atas dasar kerjasama membentuk dunia baru yang bersih dari kolonialisasi dan imperialisme.
12 13
Wijaya, A.W. Op. cit. hal 15 Prawirasaputra, op. cit. hal 33
G. Politik Bebas Aktif Dalam Kerjasama Regional Dan Internasional Dalam rangka melaksanakan politik dan hubungan luar negeri, Indonesia menghadapi berbagai masalah internasional. Masalah tersebut harus selalu diamati secara seksama, agar Indonesia dapat ikut membantu mencari pemecahannya demi terciptanya perdamaian yang merupakan salah satu prasyarat bagi berhasilnya pembangunan. Pendekatan-pendekatan dalam rangka mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah regional dan internasional tersebut dilakukan melalui upaya bilateral dan multilateral. Upaya bilateral yang dilakukan antara dua negara diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang timbul di antara kedua negara tersebut, selain itu juga akan diperoleh hasil yang lebih maksimal dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak yang bekerjasama. Sedangkan upaya multilateral diharapkan dapat lebih meningkatkan dalam memecahkan masalah-masalah regional dan internasional. Kerjasama melalui hubungan multilateral ini tidak selamanya harus berbentuk organisasi internasional, bisa juga hanya didasarkan perjanjian (treaty) atau kesepakatan (agreement) yang bukan perjanjian untuk membentuk organisasi internasional. Namun untuk lebih mengikat anggotanya, suatu kerjasama harus berbentuk organisasi internasional, karena dalam organisasi internasiona struktur organisasinya telah jelas dan lengkap serta dapat melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan.14 Wahana-wahana politik luar negeri dalam hubungan multilateral yang berbentuk organisasi internasional global antara lain adalah Perserikatan BangsaBangsa, Organisasi Konferensi Islam, Gerakan Non Blok, OPEC, dan sebagainya. 14
May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional. ERESCO, Bandung, 1993, hal 3
Sedangkan organisasi internasional regional adalah ASEAN dan Liga Arab, sebagai contoh. H. Latar Belakang ASEAN ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh lima negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan Singapura. Pada kesempatan tersebut juga dihasilkan sebuah Deklarasi yang selanjutnya menjadi pedoman dalam menjalankan kerjasama ASEAN tersebut. Adapun maksud dan tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah: 1. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan social serta pengembangan kebudayaan dikawasan Asia Tenggara 2. Untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan dan tertib hukum serta prinsip-prinsip dalam Piagam PBB 3. Untuk meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam bidangbidang ekonomi, social, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi. 4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana pelatihan dan penelitian. 5. Untuk peningkatan pemanfaatan pertanian dan industri, perluasan perdagangan dan masalah komoditi internasional, sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf hidup rakyat 6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara 7. Memelihara kerjasama dengan organisasi internasional dan regional.15 Dilihat dari keanggotaannya, ASEAN terbuka bagi negara Asia Tenggara lainnya dengan syarat bahwa negara calon negara anggota dapat menyetujui dasardasar dan tujuan organisasi ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi ASEAN. Disamping itu perlu adanya kesepakatan oleh semua negara anggota ASEAN mengenai keanggotaan tersebut. Sesuai dengan ketentuan tersebut, Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi negara anggota ASEAN yang keenam pada tanggal 7 Januari 1984. Selanjutnya disusul oleh Vietnam sebagai anggota
15
Sekretariat Nasional ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, DEPLU, Jakarta, 1992, hal 1
ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. ASEAN juga telah menerima Myanmar, Laos, dan Kamboja pada tanggal 8 Agustus 1997. Namun
demikian,
ASEAN
masih
mengalami
kendala
antara
lain
kecenderungan dari negara-negara mitra wicara untuk menempatkan aspek penanganan lingkungan hidup sebagai salah satu syarat dalam meningkatkan kerjasama pembangunan ekonomi, masalah pandangan bagi program lingkungan oleh negara-negara mitra wicara, perbedaan persepsi dan interpretasi negara maju mengnai kondisi ekonomi, social dan nilai budaya negara berkembang dan berkampanye anti kayu tropis yang dilaksanakan oleh berbagai organisasi di negara Eropah.
I. Politik Bebas Aktif Sebagai Dasar Keikutsertaan Indonesia Dalam ASEAN Politik luar negeri pada hakekatnya merupakan alat suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Kebijaksanaan luar negeri merupakan suatu aspek cita-cita dari suatu bangsa dan oleh karenanya politik luar negeri juga merupakan aspek cita-cita dari suatu bangsa dan oleh karenanya politik luar negeri juga merupakan aspek strategi nasional dan harus sesuai dengan tujuan nasional beserta sasarannya, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Segala tindakan yang dijalankan oleh penguasa harus berdasarkan pertimbangan akan kenyataan bahwa tidak ada sahabat atau musuh yang tetap, melainkan hanya ada kepentingan yang tetap. Pertimbangan kepentingan nasional inilah yang mempengaruhi cita-cita
dan aspirasi bangsa dan negara yang menentukan sikapnya terhadap negara tetangganya yang dekat maupun yang jauh.16 Bagaimanapun juga pengaruh kepentingan nasional akan merupakan suatu factor penting dalam mewujudkan suatu bentuk identifikasi regional. Dalam hal ini, yang menjadi lebih penting bagi kelangsungan hidup mereka, baik negara komunis maupun non komunis di wilayah Asia Tenggara adalah untuk tidak lagi dianggap sebagai objek dalam diplomasi dunia, melainkan sebaliknya yaitu beraspirasi menjadi subjek yang aktif dalam gelanggang internasional untuk mengurangi pengaruh dari negara-negara besar.17 Berdasarkan kepentingan nasionalnya, maka politik luar negeri Indonesia harus menunjang usaha pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama dalam rangka pembangunan nasional secara total. Untuk mencapai peningkatan taraf kehidupan bangsa Indonesia perlu diwujudkan kestabilan dan keamanan politik dan ekonomi bersamaan dengan kerjasama yang efektif dalam bidang-bidang politik, ekonomi, social budaya dengan negara-negara tetangga. Untuk itulah dibentuknya suatu kerjasama antara negara-negara Asia Tenggara dalam wadah yang diberi nama The Association of South East Asian Nations (ASEAN). Kebijaksanaan politik luar negeri RI mengenai ASEAN pertama kali, dilandaskan ata TAP MPRS No. XII/MMMPRS/1966 tentang penegasan kembali landasan kebijaksanaan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional-strukturalnya dan bersifat bebas aktif, bertujuan diantaranya membentuk persahabatan dengan semua negara di dunia dan 16
Mochtar Kusumaatmadja, Politik Luar Negeri Indonesia dan ASEAN, Ceramah pada Simposium ASEAN di Semarang 17 Mei 1982. 17 Mochtar Kusumaatmadja, Op. cit. hal 155
terutama dengan negara-negara Asia. Sebagaimana disampaikan oleh Sekrataris Umum Setnas ASEAN, Atmono Sueyo dalam sambutaannya pada Simposium ASEAN 80-an di Surabaya, bahwa ASEAN merupakan wahana yang vital untuk menciptakan kawasan lingkungan yang aman dan stabil, sehingga ASEAN dapat menjamin kelangsungan pembangunan nasional masing-masing negara anggota ASEAN yang kokoh bagiterwujudnya ketahanan regional melalui kerjasama ASEAN.18 Sejak semula dibentuknya ASEAN menegaskan diri sebagai kerjasama regional dan bukan sebagai integritas regional. Hal ini penting, karena kerjasama regional ASEAN tidak menyanggah kedudukan masing-masing anggotanya sebagai negara kebangsaan dengan identitasnya masing-masing. Integritas regional justru kontra sistemis terhadap proses politik bangsa-bangsa di wilayah ini, yang masingmasing ingin menegaskan kesadaran kebangsaannya sebagai bangsa-bangsa merdeka dan berdaulat atas eksistensinya.19 Perlu juga dicatat bahwa keikutsertaan suatu bentuk kerjasama regional ASEAN pada dasarnya adalah suatu keputusan politik negara bersangkutan. Lebih kurang setahun pembentukan ASEAN, dalam suatu prasaran berjudul, “The prospect of regionalism”, pada seminar bertema Beyond Nationalism, dikemukakan oleh Adam Malik sebagai berikut: The Asian theatre, or more particularly the Southeast Asian one, is ours; and on its stage we have the role of being anctors and spectators at the same time. ASEAN disengaged attitude is irresponsible. It is, indeed our ability to participate and response to events in this region that makes us responsible participants in our community of nations.
18 19
Laporan Simposium ASEAN 80-an, Surabaya, 15-16 Februari 1982, Sekretaris Nasional ASEAN, hal. 3 Ibid, hal 23.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka dalam melaksanakan politik luar negeri RI yang bebas aktif, penggalangan ASEAN sebagai potensi positif di wilayah Asia Tenggara mendapatkan prioritas yang tinggi. Dan karena kita memberikan prioritas yang tinggi pada ASEAN, maka sewajarnya pula bila kita berusaha untuk mengenal ASEAN dalam segala dimensinya, hal ini perlu ditingkatkan dikalanagan masyarakat negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia.
J. Prinsip Politik Bebas Aktif dan Kendala yang Dihadapi Indonesia Dalam Kerjasama Ekonomi ASEAN 1. Kedudukan Politik Bebas Aktif Dalam Perjanjian Ekonomi ASEAN Prinsip politik bebas aktif merupakan dasar ikut sertanya Indonesia dalam kerjasama ASEAN, khusunya kerjasama ekonomi, sehingga dalam melaksanakan segala kebijaksanaan baik dalam pelaksanaan program kerjasama antar negara anggota, atau antar negara anggota dengan negara ketiga, maupun antara pengusaha nasional dengan pengusaha asing. Semua ini harus disesuaikan dengan prinsip politik bebas aktif. Selanjutnya ditegaskan lagi dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara bahwa dalam hubungan antara satu dengan negara anggota lain harus berpedoman pada dasar saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, keutuhan wilayah, dan kepribadian nasional dari semua bangsa; hak setiap negara untuk melangsungkan kehidupan nasionalnya bebas dari campur tangan, subversi atau
tekanan dari luar; serta tidak ampur tangan mengenai urusan dalam negeri satu sama lain.20 Sesuai dengan politik bebas aktif, di dalam kerangka persetujuan peningkatan kerjasama ekonomi ASEAN (Framework Agreement On Enhancing ASEAN Economic Cooperation), disebutkan bahwa setiap negara anggota bebas menentukan sikap atau kebijakannya dalam menjalin kerjasama ekonomi, baik dengan sesama anggota ASEAN meupun dengan negara ketiga, bila itu dirasakan perlu bagi pembangunan nasional. Dijelaskan pula bahwa negara anggota bebas melakukan perjanjian sub-regional antara negara anggota ASEAN ataupun kerjasama ekonomi di luar ASEAN.21 Disini terlihat bahwa persetujuan peningkatan kerjasama ekonomi ASEAN, yang merupakan pedoman bagi kerjasama ekonomi lainnya yang mencakup bidang perdagangan, industri, mineral, komunikasi, penelitian dan pengembangan alih teknologi, promosi wisata, pengembangan sumber daya manusia serta energi, terkandung di dalamnya prinsip yang selaras dengan prinsip politik bebas aktif Indonesia, karena adanya kelonggaran bagi negara anggotanya dalam menentukan kebijaksanaannya sehingga Indonesia tidak terikat kepada kepentingan regional saja, melainkan lebih mengutamakan kepentingan nasionalnya. Di dalam perjanjian persahabatan dan kerjasama di Asia Tenggara disebutkan juga mengenai kerjasama yang aktif oleh negara anggotanya, dimana negara anggota diharuskan meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi, social, budaya, teknik, 20
Lihat Perjanjian persahabatan dan kerjasama di Asia Tenggara pasal 2 Lihat Framework Agreement On Enhancing ASEAN Economin Cooperation, Article 4; Sub-regional Economic Agreement, yang menyatakan: Member states makes acknowledge that sub-regional arrangement among themselves, or between ASEAN member states and non-ASEAN economies, could complement overall ASEAN economic cooperation. 21
ilmu pengetahuan dan administrasi serta dalam hal yang menyangkut cita-cita dan aspirasi bersama mengenai perdamaian internasional, stabilitas wilayaah dan mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama. Salah satu usaha yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan ikut serta dalam perjanjian sub-regional ASEAN antara negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand dalam suatu kerjasama yang disebut IMT-GT atau Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle, yang bertujuan mempercepat dan meningkatkan kerjasama pemerintah dan swasta baik dalam bidang pariwisata, investasi, dan perdagangan. 2. Kendala Yang Dihadapi Indonesia Dalam Melaksanakan Politik Bebas Aktif Sebagaimana dijelaskan pada baian sebelumnya, cirri bebas dari politik bebas aktif memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia untuk menentukan sikapnya demi kepentingan nasional. Hal ini juga tercantum dalam perjanjian-perjanjian dan kesepakatan yang dibuat antar negara anggota ASEAN, yang merupakan pelaksanaan prinsip bebas aktif. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri walaupun prinsip politik bebas aktif itu selaras dengan prinsip-prinsip dasar kerjasama ASEAN, masih saja terdapat kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Faktor yang paling penting adalah terbatasnya dana dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Karena terbatasnya dana dan sumber daya manusia ini menyebabkan Indonesia harus menggunakan jasa dari negara-negara lain yang lebih mampu dengan menerima pinjaman dana atau lebih sering menjadi negara penerima modal daripada menjadi negara pemberi modal. Hal ini dalam
kenyataannya dapat terjadi ketisakseimbangan antara pemodal dengan negara penerima modal. Hubungan yang tidak seimbang itu dapat dilihat dalam beberapa permasalahan, yaitu : a. bahwa pemberi modal selalu berorientasi untuk mencari keuntungan, sedangkan negara penerima modal mengharapkan modal yang diberikan dapat membantu tercapainya pembangunan nasional; b. bahwa pemberi modal memiliki posisi yang lebih kuat sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan mampu berunding dengan mantap, dimana dalam pelaksanaan usahanya dapat bertentangan dengan kepentingan negara penerima modal; c. bahwa pemberi modal biasanya memilik jaringan usaha yang kuat dan luas yang tergabung dalam induk perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asalnya, sehingga sangat sulit untuk mampu melayani kepentingan penerima modal.22 Dari ketiga hal tersebut di atas bisa kita simpulkan bahwa dengan adanya ketidakseimbangan kedudukan antara pemberi modal dengan penerima modal akan dapat menimbulkan keadaan dimana Indonesia nantinya akan kurang bebas dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonominya, sehingga tujuan kerjasama ekonomi ASEAN yang pada mulanya untuk membantu tercapainya pembangunan nasional, malah dalam pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia. Dan lebih disayangkan lagi, negara pemberi modal malah akan lebih mementingkan kepentingan negara dan pemilik saham dari negaranya sendiri. Dengan demikian
22
Sebagaimana disampaikan oleh H. Rosdy Said, SH. MS, dalam Seminar Nasional Antisipasi Hukum Dalam EEEra Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, Banda Aceh, 12 April 1997.
prinsip politik bebas aktif dengan cirri bebasnya tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena adanya ketergantungan antara Indonesia dengan negara pemberi modal. Selain itu ada beberapa kendala lain dalam melaksanakan ciri aktif dari politik bebas aktif, yaitu : Pertama, banyaknya peraturan mengenai penanaman modal di Indonesia, baik peraturan pusat maupun daerah. Menurut suatu penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional, tahun 1979 untuk memahami peraturan di bidang penanaman modal di Indonesia kita harus mengetahui sekitar 328 peraturan perundang-undangan. Sedangkan menyangkut PMA, sampai tahun1977 terdapat 180 peraturan perundangundangan, belum lagi terdapat Surat Edaran dan putusan rapat. Banyaknya peraturan ini melahirkan panjangnya birokrasi, banyaknya pungutan, kolusi dan berakibat kurangnya kepastian hukum. Kedua, sering berubahnya peraturan perundang-undangan di Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada konsistensi kebijakan dan lemahnya kepastian hukum. Dalam keadaan tertentu pemerintah sering melakukan deregulasi yang tidak jarang menyebabkan peraturan yang lebih rendah membatalkan peraturan yang lebih tinggi. Hal ini dapat mengurangi minat investor asing untuk bekerjasama dengan Indonesia, karena tidak kuatnya jaminan hukum terhadap modal yang akan ditanam di Indonesia.23 Sebagai contoh dapat kita lihat dalam pelaksanaan kerjasama IMT-GT. Selama 3 tahun pelaksanaan kerjasama sub-regional tersebut telah ditandatangani 37 23
Lihat pendapat M. Noer Rasyid, SH, MH, dalam Analisis Hukum Peraturan Perundang-Undangan Pelaksanaan Penanaman Modal, yang disampaikan pada Seminar Nasional Antisipasi Hukum Dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, Banda Aceh, 12 April 1997.
buah memorandum of understanding antara perusahaan local Aceh dengan perusahaan dari Malaysia dan Thailand. Dari hasil kerjasama tersebut hanya 4 (empat) buah yang telah dapat direalisir diantaranya penerbangan langsung Pelangi Air Penang-Banda Aceh, Cold Storage di Sabang, Moulding di Aceh Besar dan Pelatihan tanaga kerja pariwisata Aceh dengan Hotel Byview Penang.24 Ini menunjukkan bahwa dalam proses kerjasama tersebut masih banyak kendalanya, artinya untuk mengundang investor luar negeri dalam rangka investasi di daerah masih banyak hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut. Dari hasil evaluasi ditemukan hal-hal yang menyebabkan tidak dapat direalisir MOU tersebut antara lain: a. Dalam pembuatan proposal masih perlu penyempurnaan lebih lanjut b. Para pengusaha kedua belah pihak terbentur dengan ketentuan yang berubah-ubah c. Masalah profesionalitas pengusaha kita d. Masalah faktor pendukung lainnya.25 Dari hal tersebut di atas dapat kita lihat adanya peraturan-peraturan yang sering merugikan pihak luar yang menanamkan modalnya, sehingga negara-negara lain yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia akan mempertimbangkan masakmasak untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tentu hal ini dapat menghambat upaya Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri yang aktif, sehingga dengan sendirinya tujuan politik bebas aktif tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal.
24
Kamar Dagang dan Industri Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Beberapa Permasalahan dalam Kaitannya dengan Penanaman Modal di Daerah Istimewa Aceh, Disajikan pada Seminar Nasional Antisipasi Hukum Dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, 12 April 1997 25 Ibid, hal 7
K. Kesimpulan Politik luar negeri bebas aktif pada dasarnya merupakan politik bangsa Indonesia dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa lain melalui kerjasama yang saling menguntungkan, tanpa meninggalkan kepentingan nasional. Bentuk-bentuk hubungan tersebut dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Ikut sertanya Indonesia dalam ASEAN merupakan realisasi dari politik bebas aktif. Hal ini merupakan penunjang dalam usaha pembangunan nasional, khususnya bidang ekonomi sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional secara keseluruhan selaras dengan tujuan didirikannya ASEAN. Perjanjian-perjanjian antar negara sangat penting peranannya dalam pelaksanaan politik bebas aktif. Karena untuk mewujudkan kerjasama yang aktif para pihak selalu akan memperhatikan prinsip-prinsip dasar perjanjian tersebut yang tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional masing-masing negara. Dalam pelaksanaan politik bebas aktifnya, Indonesia menghadapi beberapa kendala. Kendala yang paling utama adalah terbatasnya dana dan sumber daya manusia, serta hukum dan birokrasi yang berbelit-belit dan kurangnya kepastian hukum bagi para investor. L. Saran Posisi Indonesia di kawasan perdagangan bebas ASEAN cukup penting, mengingat letak geografisnya yang sangat strategis. Namun dari segi perdagangan kerjasama Indonesia-ASEAN masih harus terus dibenahi. Menghadapi era globalisasi ekonomi di masa yang akan datang, politik bebas aktif akan menghadapi peluang dan tantangan. Oleh karenanya, sangat penting bagi
bangsa Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi semua tantangan dan peluang tersebut. Pembenahan di bidang hukum dan peraturan-peraturan pelaksana serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, profesionalitas pengusaha serta mental para birokrat yang harus menjaga kepentingan nasional di atas kepentingan lain.
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. BUKU Awani Irewati, Ekonomi Politik dari Kerjasama Ekonomi ASEAN Sepuluh, Analisis CSIS, 1996-V A.W.Wijaya, Indonesia, Asia-Afrika, Non Blok, Politik Bebas Aktif, Jakarta, 1986 Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Dasar-Dasar dan Pelaksanaannya, DEPLU, Jakarta, 1987 Departemen Luar Negeri, Dua Puluh Lima Tahun Departemen Luar Negeri (19451979), DEPLU, Jakarta, 1971 Dudi Singadilaga, Politik Luar Negeri Indonesia, Suatu Essay Populer, Alumni Bandung, 1973 Mochtar Kusumaatmadja, Politik Luar Negeri dan Pelaksanaannya Dewasa ini, Alumni Bandung, 1983 --------, Politik Luar Negeri Indonesia dan ASEAN, Makalah Simposium ASEAN, Semarang, 17 Mei 1982 Moh. Hatta, Mendayung Antara Dua Karang, Bulan Bintang, Jakarta, 1976 M. Sabir, Politik Bebas Aktif, Haji Masagung, Jakarta, 1986 Sekretariat Nasional ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, DEPLU, Jakarta, 1992 -------, Laporan Simposium ASEAN 80-an, Surabaya 1982, Departemen Luar Negeri, Jakarta, 1982
Sumpena Prawirasaputra, Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Bandung, 1984. Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, ERESCO Bandung, 1993.
B. TEKS/NASKAH PERUNDANG-UNDANGAN/MEDIA MASSA Rousdy Said, Makalah Seminar Nasional Dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, Banda Aceh, Tanggal 12 April 1997 M. Noer Rasyid, Analisis Hukum Peraturan Perundang-Undangan Pelaksanaan Penanaman Modal, Makalah Seminar Nasional Antisipasi Hukum Dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, Banda Aceh, Tanggal 12 April 1997 KADIN Dista Aceh, Beberapa Permasalahan Dalam Kaitannya dengan Penanaman Modal di Daerah Istimewa Aceh, Makalah Seminar Nasional Antisipasi Hukum Dalam Era Globalisasi Ekonomi dan Peningkatan Usaha Investasi, Banda Aceh, Tanggal 12 April 1997 Naskah Deklarasi Kerukunan ASEAN, Bali, 24 Februari 1976 Naskah Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asiaa Tenggara, Bali, 24 Februari 1976 Naskah Framework Agreement On Enhancing ASEAN Economic Cooperation, Singapura, 28 Januari 1992