FUNDAMENTALISME HIZBUT TAHRIR INDONESIA
POLITIK ALIRAN HIZBUT TAHRIR Oleh : Wahyu Budi Nugroho ) Disampaikan dalam Dialog Kebangsaan bersama Gus Nuril, 20 Mei 2017 di Inna Bali Hotel. “Hagemoni Barat sedang terancam oleh dua kekuatan peradaban besar dengan entitas tersendiri yaitu Konfusionisme dan Islam”, begitulah kira-kira ungkapan Samuel P. Huntington dalam majalah Forreign Affairs, lebih jauh guru besar ilmu politik Hardvard tersebut menjelaskan argumennya dalam bukunya The Clash of Civilization and The Remaking of World Order. Dunia yang tampaknya bagi kita tenang tanpa masalah-masalah yang tampak berarti apakah benar hanya menipu kita, Giddens menjelaskan pula dalam The Third Way kemungkinan besar perang nuklir yang tak terhindarkan, sepintas kita melihat, apakah benar konstruksi-konstruksi sosialpolitik yang disiratkan beberapa intelektual mashyur di atas adalah kenyataan atau hanya isapan jempol belaka. Kita tentu masih ingat bahwa Prof. Dr. Sutan Takdir Alisyahbana menjelaskan bahwa peradaban dunia dimulai dari India Kuno yang kemudian hancur digantikan oleh Mesir, tak mampu terus bertahan, Mesir pun hancur dan digantikan oleh Yunani dan Romawi, kehancuran Yunani dan Romawi memberi jalan bagi peradaban Islam untuk muncul ke permukaan, pada akhirnya peradaban Islam yang dihancurkan oleh Barat, digantikan oleh Barat sendiri (Kapitalis) hingga saat ini. Dari beberapa urutan peradaban tersebut, tampak lah jelas pengaruh peradaban yang dimulai dari Yunani dan Romawi hingga Kapitalis tampak masih terasa hingga saat ini. Pengaruh peradaban Yunani hingga saat ini tampak masih dirasakan dengan munculnya system pemerintahan demokrasi, ortoritas intelektual institusi pendidikan yang mengangungkan nama-nama seperti Socrates, Plato, Aristoteles, dll. Reinnaince ‘pencerahan Barat’ yang dijiwai oleh semangat antituhan sehingga menelurkan seniman-seniman seperti Michael Angelo dan Leonardo Da Vinci dengan karya-karya senonohnya semisal patung David telanjang pada dasarnya merupakan semangat untuk mengembalikan kebudayaan Yunani kuno yang antitransenden. Benturan sosial dan spiritual yang begitu keras melanda Eropa pada era tersebut, memaksa para pembela tuhan menggugat tokoh-tokoh produk enlighment. Diskusi yang berlangsung panjang diantara mereka menghasilkkan konsep ketuhanan God Is The Watch ) Sosiolog Universitas
Udayana.
1
Maker. Semangat sekularisme yang merajalela tak lama kemudian digantikan dengan jargon Kapitalisme karena memang apa yang menonjol dari konsep sekularisme tersebut terutama terletak pada konsep ekonominya (Kapitalisme/Liberalisme Ekonomi). Namun demikian, sejarah lahirnya kapitalisme sendiri tak dipungkiri memiliki banyak versi, terutama yang cukup terkenal adalah apa yang ditulis Weber dalam tesisnya yang berjudul The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism, dimana Calvinisme-semangat kerja keras, berhemat dan rasionalitas serta asketik atas dasar calling diclaim Weber sebagai sebab utama munculnya Kapitalisme. Namun tak sedikit para ilmuwan sosial yang menggugat karya Weber dan melabelkannya sebagai karya yang inkonsisten. Kembali pada persoalan kapitalisme, konsep ekonomi ini yang akhirnya menjelama sebagai sebuah peradaban telah mencengkram dunia selama kurang-lebih 2 abad hingga saat ini, Sosialisme-Komunisme pun pada dasarnya pernah menguasai (baca : mempengaruhi) dunia namun hanya berkisar selama 7 dekade, berawal dari Revolusi Oktober 1917 hingga Runtuhnya Tembok Berlin 1991. Kapitalisme yang berjalan dalam rentan waktu yang demikian tersebut berkembang dengan system sosial liberal, system politik demokrasi dan landasan pergerakan The Wealth of Nation (yang sudah didistorsi kapitalis sejati). Rintangan yang dihadapi umat Islam-ideologis saat ini adalah memurnikan kembali konsep-konsep Islam yang telah tercampur-bahur oleh mahzab Kapitalisme. Sering kita temui, seorang Islam yang nasionalis, pembela demokrasi, pejuang HAM Barat dan pro sekulerisme, hal tersebut bukannya tanpa sebab yang merisaukan. Doktrin Islam yang mereka-Islam ideologis pegang melarang dengan keras percampuran konsep -konsep kehidupan Islam dengan apa yang ada di luar Islam, inilah agaknya person atau kelompok yang memperjuangkan hal tersebut dicap sebagai fundamentalis. Untuk lebih jelasnya, perlu digali informasi lebih jauh tentang terminology fundamentalis sendiri. Fundamentalis dapat diartikan sebagai individu atau kelompok yang mengharuskan aturan kehidupan dunia dikerangkai dalam aturan-aturan ketuhanan atau transendensi-tanpa terkecuali dan dipengaruhi konsep-konsep buatan manusia. Terminology fundamentalis sendiri hingga saat ini kerap kali ditempatkan pada porsi yang salah atau tidak sesuai. Fundamentalis dengan klaim paling benar atas kelompok fundamentalis Islam lain sangat tidak dapat dibenarkan. Kembali pada pernyataan-terutama Huntington sebelumnya, agaknya isu tentang kebangkitan kembali khilafah kian santer akhir-akhir ini. Khilafah (system pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah) yang roboh di tahun 1924 dianggap fundamentalis Islam sebagai
2
penyebab terpuruknya kondisi umat Islam dunia dewasa ini. Kolonialisme Israel atas Palestina, invasi Amerika atas Afghanistan dan Irak, pembantaian Rusia atas penduduk Chechnya, kisahkisah berdarah di Serbia-masihlah minim apabila dibandingkan dengan keseluruhan penderitaan yang dialami muslim dunia. Pergerakan yang dilakukan Islam-ideologis dalam upaya membangkitkan kembali khilafah terfragmen dalam berbagai kelompok, kita tidak asing lagi mendengar kelompok pergerakan Hassan Al-Banna di Mesir yang juga sempat menjadi focus desertasi Prof. Dr. Amien Rais. Perjuangan Hizbullah yang menggema di era invasi Israel atas Libanon juga tampak menghiasi panggung perjuangan kebangkitan khilafah. PLO, Hamas, Fatah yang tampaknya saat ini terpecah dalam fraksi-fraksi-sebagian dari agenda perjuangan mereka juga menempatkan khilafah sebagai sesuatu yang urgen. Dari berbagai kelompok-kelompok perjuangan Islam-ideologis atau khilafah tersebut, tampaknya kita perlu memberi perhatian yang cukup banyak pada Hizbut Tahrir (Kelompok Pembebasan) yang saat ini berpusat perjuangan di Yordania. Hizbut Tahrir dengan agendanya yang cukup bahkan lebih jelas dibanding kan berbagai kelompok pembebasan Islam lainnya menempatkan khilafah sebagai tujuan pergerakan mereka. Agenda khilafah sebagai tujuan utama hendaknya tidak ditelan mentah-mentah, sebab apabila demikian, kelompok pembebasan yang seperti ini tidak ada bedanya dengan kelompok -kelompok perjuangan lain atas dasar matrealisme dan kekuasaan. Apa yang dimaksud Hizbut Tahrir sebagai agenda mereka menegakkan kembali khilafah pada awalnya termotivasi atas penegakkan hukum hukum Allah di muka bumi, hanya saja dengan berbagai proses dan hasil studi, penegakkan hukum Allah hanya paling mungkin dilakukan dengan khilafah. Cukup lucu kiranya ketika hukum Islam dapat tegak dan berjalan sepenuhnya di bawah rezim fasis Hitler atau Mussolini, rezim Sosialis dan Komunis serta Sekuler-Kapitalis. Hizbut Tahrir untuk pertama kali lahir di Lebanon dengan pionirnya Syekh Taqiyuddin AnNabhanni pada tahun 1948. Hingga saat ini, Hizbut Tahrir (HT) tersebar di berbagai belahan penjuru dunia, negara-negara Benua Eropa seperti Inggris, dengan pimpinan HT Dr. Imran Waheed, Australia dengan tombaknya Ismail Al Wahwah, begitu juga dengan Jepang dengan tokoh HT Prof. Dr. Hassan Ko Nakata, HT juga sangat jelas tercatat di Palestina dengan tokohnya Imam Ameera, Sudan dengan Usman Abu Khalil serta Indonesia dengan Ismail Yusanto dan masih banyak lagi-hingga mencapai dataran Amerika dan Afrika.
3
Menjadi suatu alasan tersendiri mengapa pergerakan HT patut dianalisis lebih jauh dan mendalam, suatu hal yang menjadi keunikan tersendiri dari HT adalah sifatnya yang internasional, lintas bangsa, peradaban dan cultural. Dengan demikian dapatlah dikatakan keberadaan Hizbut Tahrir di Indonesia sebagai kelompok atau organisasi yang bersifat trans-Nasional, merupakan percabangan jaringan internasional yang saat ini berpusat di Yordania. Internasionalisme Hizbut Tahrir secara praksis jelas pertanda suatu bentuk penolakan mereka terhadap doktrin-doktrin nasionalisme yang memang tidak terdapat dalam ajaran Panglima Besar Muhammad. Nasionalisme bagi mereka, merupakan suatu kepicikan bangsa-bangsa Barat guna meruntuhkan Kekhalifahan Turki Ustmani, sehingga ketika kita temui Islam-ideologis di medan dakwah yang mengusung panji-panji nasionalisme, keindonesiaan, kemalaysiaan, dll. sangat-dan sangat patut sekali untuk dipertanyakan. Demikian juga, masih berkaitan dengan hal di atas, Islam-ideologis yang mengagendakan demokrasi (demos dan kratein) patut pula dijadikan bahan lelucon. Sebagian beranggapan bahwa lumrah apabila demokrasi diadopsikan dalam Islam sebab demokrasi sendiri juga memiliki muatan transendensi, yakni Vox Dei Vox Populei ‘mendengar suara tuhan dibalik suara rakyat’. Slogan ini, bagaimanapun juga walaupun mencatut nama tuhan, namun lahir dari konsep filsuf-filsuf pasca Socrates semisal Plato dan Aristoteles-yang ketuhanan mereka pun patut dipertanyakan kebenarannya. Hingga saat ini parameter demokrasi tidaklah jelas dan pasti, Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, Nelson Mandela mengatakan bahwa demokrasi adalah ketika orang ingin berbicara, ia dapat berbicara, sedangkan Soekarno sendiri mendefinisikannya sebagai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dengan perjalanan sejarah demikian, faktual saat ini dalam demokrasi justru suara rakyat mengalahkan suara tuhan, hal ini tampak melalui legalitas freesex, homosexual dan lesbian di negara-negara “demokrasi” Eropa-yang juga menjadi sorotan Giddens dalam The Third Way. Aktivis-aktivis HT di berbagai negara-negara dunia tampak sebagai kelompok yang teralienasi, hal ini disebabkan ide yang mereka usung bertentangan dengan “penguasa” di negarahegara mereka yang umumnya telah terkooptasi oleh kapitalisme. Alienasi yang mereka rasakan terutama pada institusi-institusi pendidikan Islam-terutama sekuler, pada institusi Islam, materi yang disampaikan cenderung telah terdistorsi bagi mereka, dengan menghilangakan muatan politik dan jalan hidup Islam kaffah di dalamnya, terasa asing bagi aktivis-aktivis HT-mengingat HT
4
sendiri lebih focus pada pembentukan politikus dan intelektual Islam, bukan pembentukan “profesor” moral seperti kelompok atau organisasi Islam lain kebanyakan. Dalam kehidupan sosial, alienasi tidak begitu dirasakan-terkecuali dan terkadang berkait dengan gaya berpenampilan. Alienasi dalam kehidupan sosial tidak begitu terasa berat berkait dengan keberadaan organisasi dan kelompok Islam lain non-Ideologis yang juga membentuk jaringan sosial tersendiri sehingga perasaan berada “di rumah” dapat terpenuhi, berbeda dengan kerangka intelektualitas di kelas, sebagai misal tidak setiap aktivis HT mampu memberikan jawaban ilmiah terhadap materi apa yang disampaikan pengajar yang notabene tidak sesuai dengan kaidah Islam sehingga terjadilah alienasi intelektualitas terutama. Bagi HT kebangkitan khilafah adalah sebuah kepastian, hal ini didasarkan atas hadist rasul yang menjelaskan demikian. Kadang banyak ahli politik dengan melandaskan pada pemikiran Popper bertanya dengan sinis, lalu apa bedanya Islam dengan Fasisme dan Komunisme yang sama-sama bergerak di atas historisisme atau pemutlakan sejarah, hal ini dapat ditinjau kembali dalam The Poverty of History-nya Popper. Berkait dengan realisasi agenda HT, sebagain orang mengatakan bahwa mereka tidak konsekuen karena perubahan negara Islam tidak ditempuh melalui jalur parlemen. Sebuah keunikan tersendiri memang-mengapa HT tidak menggunakan jalur parlemen, apa yang diutamakan HT adalah metode-metode mendirikan negara Islam yang sama dengan yang dilakukan Muhammad terdahulu. Banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut tidak masuk akal dan tidak cerdas, hal ini dikarenakan system sosial bangsa Arab terdahulu baru mencapai tahapan folkways atau mores, berbeda dengan keadaan dunia saat ini dimana masing -masing negara memiliki birokrasi yang begitu terspesialisasi dan rumit, namun sekali lagi perlu diingat bahwa landasan utama manusia beragama adalah akidah, kebangkitan khilafah kembali pun tidak lepas dari akidah tersebut karena HT menganggap ini sebagai sebuah “janji” Allah. Di samping itu, perubahan yang dilakukan terlebih dahulu melalui masyarakat melalui pemahaman agaknya terjamin lebih langgeng daripada melalui parlemen, sebab perubahan dituntut oleh rakyat itu sendiri dan bukan negara, selain itu, saat ini pemilu tidak dapat dikatakan sebagai representasi seluruh warga negara mengingat tingginya angka warga yang tidak berpartisipasi di dalamnya. Selain itu, ketika HT memboncengi parlemen hal ini justru dapat dikatakan tidak konsekuen, sebab mereka telah terlebih dahulu mendeklarasikan antidemokrasi, dengan demikian ketika menggunakan mekanisme parlemen, hal itu sama saja menunjukkan
5
bahwa HT mengakui demokrasi. Suatu hal yang perlu dijadikan pembanding HT dengan partai partai lain, menilik pada kesuksesan Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah (KIKI) 12 Agustus lalu dimana HT mampu menghadirkan tak kurang dari seratus ribu peserta, yang menjadi pertanyaan tantangan adalah, mampukah partai-partai parlemen yang ada di Indonesia melakukan hal serupa, menghadirkan lebih dari seratus ribu kadernya di stadion GBK. Seperti keterangan di atas sebelumnya, bahwa HT lebih focus pada pembentukan kaderkader politikus dan intelektual, maka wajar sekali materi yang diberikan pada syabab sebagian kecil adalah akhlak dan moral sedangkan sebagaian besar adalah pemikiran-pemikiran sosial dan politik Islam dan di luar Islam. HT secara sistematis melakukan kritik terhadap ideology -ideologi besar dunia seperti pada Kapitalisme dan Sosialisme serta percabangan konsep -konsepnya. Pada awalnya, seorang awam akan melihat HT sebagai sebuah kelompok atau org anisasi yang hanya berkutat pada system sosial dan politik Islam, namun setelah ia terjun ke dalamnya, sontak paradigma tersebut akan berubah, HT tidak hanya fasih bicara konsep -konsep Islam melainkan juga apa yang di luar Islam, sebab salah satu prinsip yang mereka usung adalah, kebenaran Islam akan tampak ketika dilakukan perbandingan terhadap konsep -konsep lain. Kapitalisme memiliki system sosial liberal, system ekonomi kapitalistik dan system politik demokrasi, Sosialisme memiliki system sosial dialektika, system ekonomi kerakyatan dan system politik sosial demokrasi, begitu pula dengan Islam, Islam memiliki system sosial syariat Islam, sistem ekonomi syariah dan system politik khilafah sehingga sangat mungkin untuk dilakukan perbandingan. Pemberian materi atau kajian atau lebih akrabnya di HT disebut sebagai halaqah dilakukan satu minggu sekali, sedangkan diskusi bebas atau liqo juga dilakukan satu minggu sekali dengan hari yang berbeda dari halaqah. Dalam halaqah setiap anggota memiliki tingkatan masingmasing, tingkatan tersebut dapat dilihat melalui kitab apa yang sedang dikaji. Kitab Peraturan Hidup Dalam Islam adalah kitab pertama yang menjadi bahan kajian mereka yang baru masuk syarikah (HT). Kitab HT sebagian besar ditulis oleh pionernya sendiri yakni Taqiyuddin AnNabhanni. Namun demikian, seperti apa yang telah saya tegaskan sebelumnya, HT tetap menganjurkan anggotanya untuk mengkaji kitab semisal Apologia-Socrates, Republik-Plato, Politik-Aristoteles, Wealth of Nations-Smith, Principle of Economy and Taxtation-Ricardo, Matrealisme Historis, What Is To Be Done dan kitab-kitab induk lain yang menjadi landasan tonggak berjalannya sejarah. Bagi mereka, semakin banyak kita mengkaji kitab-kitab lain di luar Islam maka akan semakin terbukti kebenaran akan Islam.
6
Adapun perekrutan anggota HT dilakukan melalui seminar-seminar, workshop, diskusi public dan semacamnya. Acara demikian selain digunakan sebagai media guna menawarkan konsep yang diagendakan HT-juga berfungsi menjaring mereka yang tertarik terhadap ide-ide tersebut untuk kemudian bergabung dengan HT. Bagi HT, kuantitas tidaklah penting, jumlah anggota yang banyak tidaklah penting tetapi kualitas lah yang diutamakan. Mereka lebih menghendaki jumlah anggota yang sedikit namun berkualitas, target mereka, 1 syabab (anggota HT) dapat mengimbangi 100 orang di luar HT secara pemikiran. HT melihat realitas yang ada, ketika suatu organisasi hanya mengutamakan kuantitas atau jumlah, maka dapat dilihat dari sekian banyak partai-partai yang ada, berapa banyak yang tetap eksis setelah pemilu. Di samping itu, sejarah telah membuktikan bahwa Muhammad mampu membentuk negara Islam Madinah tanpa jumlah kaum Muslim yang mayoritas, bahkan hanya 1/3 saat itu, sedangkan sisanya 1/3 Nasrani dan 1/3 lainnya Yahudi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kuantitas tidaklah penting. Bagi HT hal terpenting adalah pembentukan opini masyarakat, dalam artian, seseorang yang setuju dengan ide HT tidak harus bergabung dengan HT dan merapatkan barisan di dalamnya, pengalaman 1,5 tahun saya bergabung di HT, mereka tidak pernah menganggap diri sebagai yang paling benar, mereka sendiri mengatakan bahwa tegaknya khilafah tidak mungkin, sangat tidak mungkin, sekali lagi tidak mungkin hanya karena perjuangan yang dilakukan HT. HT menegaskan bahwa khilafah akan terwujud dengan perjuangan bersama umat Islam dari berbagai kelompok dan golongan, oleh karena itu dalam KIKI HT menggandeng MMI, FPI, Muhammadiyah, NU, PKS, MUI, Gema Nusa-Aa Gym, dll.
Bacaan :
Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2003. Hizbut Tahrir Indonesia, Selamatkan Indonesia Dengan Syariah , HTI Press, Jakarta, 2006. Samuel P. Huntington, Benturan Antarperadaban, Qalam, Yogyakarta, 2006. Anthony Giddens, The Third Way, Gramedia, Jakarta, 1999. Marshal Berman, Bertualang Dalam Marxisme, Pustaka Promethea, Surabaya, 2002. Laak Paskalis, Refleksi Pemikiran Karl Popper, Bigraf, Yogyakarta, 2001. Paul Ormerod, Matinya Ilmu Ekonomi, Kepustakaan Gramedia Populer, Jakarta, 1998. Adhe (Ed.), Belok Kiri Jalan Terus, Alinea, Yogyakarta, 2005. Ramdlon Naning, Aneka Asas Ilmu Negara, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1982. Dsb.
7