[100] Mencari Kebenaran Sampai ke Tahanan Saturday, 23 March 2013 02:56
Ian Nisbet, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris
Ian Nisbet merupakan salah satu aktivis Hizbut Tahrir Inggris yang pernah mengalami kezaliman diktator Mesir kala itu Husni Mubarak tatkala dirinya hendak belajar bahasa Arab di Mesir. Pada 2002, ia dan kedua temannya disiksa dipenjara di ruang yang berbeda tanpa lampu, toilet dan alas tilam. Dan baru dibebaskan pada tahun 2006.
Website designer ini berharap bisa membaca teks-teks Islam langsung dari sumbernya. “Ketika akhirnya saya mendapat kesempatan pergi ke Mesir, saya ambil peluang itu,” ungkap lelaki yang kini berusia 38 tahun itu.
Ian ditangkap di sebuah rumah di Kairo yang ia tinggali bersama istrinya, Humeira, dan anak laki-laki mereka. “Mata saya ditutup dan saya ditempatkan di sel yang dingin – pendingin ruangannya terus menyala. Saya berada di sana selama empat hari,” tuturnya.
“Setiap satu jam saya dibangunkan dan diberdirikan dan harus menyebutkan nomor saya, 26. Tangan saya diborgol ke belakang. Saya tidak dapat tidur di atas lantai beton dan saya merasa sangat ketakutan. Saya mendengar nomor-nomor dipanggil yang disusul dengan jeritan-jeritan. Setelah dua hari saya dibawa ke sebuah kantor untuk diinterogasi. Saya dipukuli. Istri dan anak saya diancam. Saya dihinakan. Ketika saya tidak memahami sebuah pertanyaan, mereka menjadi lebih agresif, mengancam saya dengan kursi listrik. Mereka membawa saya untuk menyaksikan tahanan lain yang disetrum.”
“Mereka bilang mereka tahu segalanya dan hanya ingin agar saya setuju dengan laporan yang telah mereka siapkan. Melihat orang lain disiksa di hadapan saya sungguh membuat saya menderita.”
1/5
[100] Mencari Kebenaran Sampai ke Tahanan Saturday, 23 March 2013 02:56
Pada malam keempat, lanjut Ian, ia dibawa ke kantor jaksa. Di sana penutup matanya dibuka. “Jaksa membaca laporan penganiaya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Saya dipaksa menandatangani laporan itu. Saya tetap tidak melihat adanya seorang pengacara atau perwakilan pemerintah Inggris, meskipun saya sudah memintanya,” kata laki-laki yang lahir 9 Agustus 1974 di Cheltenham.
Ia dipenjara lantaran dirinya teridentifikasi sebagai anggota Hizbut Tahrir, organisasi terlarang di Mesir kala itu, dan itu sudah cukup untuk membuatnya dipenjara selama lima tahun atas dakwaan melakukan propaganda dengan cara “lisan dan tulisan” atas nama partai tempat mereka bernaung.
Mencari Kebenaran
Sebelum masuk Islam, Ian Nisbet adalah seorang Kristen. Seperti umumnya remaja Eropa, Ian sangat gandrung dengan musik. Sedangkan genre musik yang disukainya adalah hip hop dan rap.
Pada usia 14 tahun ia mulai membaca majalah-majalah yang mendampingi musik ini yang bernama Hip Hop Conection yang mengupas keluhan-keluhan keadaan sosial seperti rasisme, kemiskinan, kebrutalan polisi, perbudakan, agama.
Seiring dengan berjalannya waktu, Ian beranjak dewasa. Semakin dirinya menyimak lantunan para penyanyi rap itu, dirinya semakin resah. Lantaran ia mulai melihat dengan nyata tentang fakta kerusakan kehidupan yang digambarkan dalam syair lagu-lagu tersebut.
Ia semakin merasa bahwa baik penindasan maupun para penindas itu sendiri adalah kejahatan yang harus dihentikan dengan cara apa pun.
“Yang menjadi masalah utama bagi saya adalah dengan apakah hal itu harus digantikan?” tanyanya seperti ia tuliskan dalam buku otobiografinya Why I Became A Muslim? yang diterbitkan tahun lalu yang juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama.
2/5
[100] Mencari Kebenaran Sampai ke Tahanan Saturday, 23 March 2013 02:56
Jawaban atas ketidakadilan itu tidak ia temukan dari grup musik rap idolanya. Begitu juga dengan agama yang diyakininya sejak kecil, ternyata tidak bisa memberikan jawaban atas kegundahan, karena ketiadaan hukum-hukum praktis sebagai solusi masalah kehidupan.
Setelah merasakan penderitaan dan frustasi atas isu-isu semacam ini, selama tahun kedua kuliah di Universitas Westminster di Streatham, London, akhirnya ia memutuskan mengambil cuti setahun agar bisa berkonsentrasi memproduksi musik. “Namun yang lebih penting lagi adalah meluangkan waktu di perpustakaan untuk mencari jawaban atas banyak pertanyaan,” ungkapnya karena saat itu pada 1994 belum ada internet.
Menemukan Jawaban
Untuk menghilangkan kejenuhan ia pun bersama teman-temannya mengikuti paket liburan ke Majorca. “Saat di pesawat, saya mulai merasa cemas dan takut dan tiba-tiba sadar atas kematian,” ungkapnya.
Segera setelah kembali dari berlibur, ia menonton film tentang sepuluh perintah Tuhan kepada Nabi Musa yang berjudul The Ten Commandments. Tiba-tiba terlintas dalam pemikirannya bahwa Allah mewahyukan hukum-hukum bagi umat manusia dan ia menangis di akhir film itu. “Saya merasa bahwa saat ini saya harus mencari melalui Taurat, Injil dan Alquran,” kenangnya.
Ia langsung ke kamar tidur untuk membaca Injil. “Lalu saya membacanya dari bab yang bernama Wahyu dan kemudian menjadi takut akan nubuat-nubuat yang ada di dalamnya dan akan terjadi kematian,” beber Ian.
Sedangkan terkait Islam, ia teringat dengan salah satu selebaran yang dibagikan Persatuan Mahasiswa Islamic Society yang disimpannya. Selebaran itu berjudul Democracy is Hypocrisy dan yang lainnya berjudul The Munkar (Evil) . “Apa yang saya dapatkan dari selebaran-selebaran itu adalah bahwa Islam memiliki komentar mengenai politik dan menawarkan beberapa solusi.” ungkapnya.
3/5
[100] Mencari Kebenaran Sampai ke Tahanan Saturday, 23 March 2013 02:56
Persatuan Hakiki
Kemudian ia menghadiri suatu perkuliahan yang diorganisir oleh Partai Panther di kampusnya yang membahas mengenai gencatan senjata antar geng dan persatuan orang kulit hitam yang dihinakan oleh polisi anti huru-hara dalam kerusuhan di LA.
Ia meninggalkan kuliah itu karena merasa sangat sedikit mempelajari penyelesaian atas masalah itu. Ia bahkan mulai merasa bahwa kehadirannya ---sebagai orang kulit putih--- tidak mendapat sambutan; sehingga tidak dapat menjadi bagian dari penyelesaian itu.
Ketika keluar ruangan, ia melihat orang Persatuan Mahasiswa Islamic Society yang mengaku bernama Farhan sedang membagikan sebuah selebaran mengenai persatuan. “Itu merupakan sebuah selebaran yang dia tulis pada hari itu, karena dia tahu bahwa Panther akan menyampaikan presentasinya pada sore itu,” tutur Ian yang belakangan baru mengetahui bahwa Farhan adalah seorang aktivis Hizbut Tahrir Inggris.
Ian membaca selebaran itu dan menanyakan kepadanya apakah dia seorang Muslim, dia membenarkannya. Ia pun sangat bahagia menemukan Muslim tersebut karena merasa menemukan seseorang yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya mengenai Islam.
Ian meluangkan waktu sekitar satu jam untuk berbicara dengan Farhan, menyebarkan selebaran itu, lalu bertukar nomor telepon dan berjanji bertemu lagi untuk melakukan diskusi lebih lanjut.
Namun, walaupun ada satu hal yang mengesankan dari ide yang baru ini, ada hal lain yang perlu untuk dipercayai yang tentu saja merupakan hal yang benar. Farhan sadar dengan hal ini jadi ketika Ian merencanakan untuk bertemu dengannya di kemudian hari, dia memberi Ian sebuah buklet yang berjudul Faith and Progress.
Buklet itu menunjukkan dengan cara terstruktur bagaimana seseorang dapat mengetahui
4/5
[100] Mencari Kebenaran Sampai ke Tahanan Saturday, 23 March 2013 02:56
secara rasional bahwa keberadaan Allah merupakan fakta yang benar dan bahwa Alquran adalah benar-benar merupakan perkataan Allah.
Dengan cara membangun konsep-konsep yang rasional bahwa pemikiran telah terbentuk sebagai sebuah fakta dapat menentukan keberadaan manusia dan bahwa keberadaan alam semesta memerlukan keberadaan Allah. “Dengan kata lain, kita tidak mungkin ada tanpa keberadaan Allah juga,” tegasnya.
Menjadi Seorang Muslim
Ian terus membaca dan berdiskusi mengenai Islam selama beberapa minggu hingga minggu kedua bulan Desember 1994, Ian mengucapkan dua kalimat syahadat dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris dengan disaksikan sekitar seratus orang Muslim yang berkumpul di gedung pertemuan.
Dan sekitar separuh dari mereka mendatangi dan memeluknya sembari mengatakan Assalamu’ alaikum . “Sekelompok kecil dari kami mendatangi flat tempat tinggal Asam di Camberwell pada sore itu,” ungkapnya.
Aktivis HT Inggris iut menawarkan Ian tidur di dipan selama yang diinginkan sementara dirinya dan Qasim (adik Asam) tidur di lantai. Sejak itu, Ian belajar lebih intensif dan memperaktikan semua kewajibannya sebagai Muslim salah satunya adalah kewajiban untuk menerapkan syariah Islam kaaffah dalam bingkai khilafah.[] joko prasetyo
5/5