POLICY BRIEF SISTEM KOMUNIKASI PEMANFAATAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI TOLERAN RENDAMAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN BERKELANJUTAN RINGKASAN Semakin menyempitnya lahan pertanian produktif dan perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan dan banjir yang sulit diprediksi mendesak pemanfaatan lahan genangan, baik lahan sawah irigasi rawan banjir maupun lahan rawa (pasang surut dan lebak). Guna tujuan itu Badan Litbang Pertanian telah melepas benih varietas unggul baru padi toleran rendaman (VUB-PTR). Namun pemanfaatannya di tingkat petani masih sangat rendah. Penelitian ini bermaksud menganalisis sistem komunikasi VUB-PTR dan merumuskan strategi sistem komunikasi yang efektif. Hasilnya menunjukkan bahwa: (1) Hasil penanaman benih VUB-PTR di tingkat petani program menunjukkan karakteristik benih Inpari (lahan irigasi) dan Inpara (lahan rawa) memiliki keunggulan dalam resiko genangan, daya tahan terhadap OPT, umur genjag dan tingkat produktivitas; (2) Sistem komunikasi melibatkan beragam kelembagaan diklasifikasi dalam sistem perbenihan menyangkut penelitian dan pemuliaan, produksi dan distribusi, sertifikasi dan pengawasan, serta subsistem penunjang; (3) Sistem komunikasi antar unsur komunikasi ditingkat supra struktur maupun struktur bersifat berjenjang dengan model sistem linier. Model ini cepat meningkatkan pengetahuan namun lambat merubah sikap yang penting menuju adopsi. Sasarannya hanya efektif terhadap sekelompok kecil penerima cepat; (4) Berdasarkan keunggulan pesan teknologi yang disampaikan masih sebatas petani program dan display, tingkat adopsi petani dinilai cukup baik. Namun proses adopsi memiliki beberapa hambatan seperti sistem penamaan teknologi yang kurang spesifik dan sulit dibedakan antar varietas, ketidaktersediaan benih ketika dibutuhkan, sistem komunikasi dalam diseminasi dimana petani tidak memiliki ruang feedback sebagai respon terhadap pesan teknologi VUB-PTR, ketersediaan materi diseminasi dalam berbagai bentuk yaitu media cetak, media elektronik dan hybrid; serta keterbatasan tenaga penyuluh yang mengetahui seluk beluk VUB PTR dengan baik; (5) Dalam rangka pemanfaatan VUB-PTR diperlukan sistem komunikasi setara, sinergi, dengan model konvergen yang berpeluang membuka ruang dialog pada masing-masing subsistem. Peran BPTP fokus pada diseminasi dengan teknik pendampingan menggunakan beragam media komunikasi dan konsultasi bekerjasama sinergis dengan penyuluk sebagai komunikator dan motivator di tingkat struktur; (6) Percepatan sosialisasi VUB-PTR memerlukan promosi secara meluas dan efektif (pesan) dengan membangun net-working antara pemerintah dan swasta; (7) Diperlukan keinginan politik yang ditunjukkan lewat fasilitas dan anggaran untuk kepentingan proses sosialisasi dan diseminasi VUB-PTR dari pemerintah. PENDAHULUAN 1. Pencapaian swasembada pangan berkelanjutan merupakan agenda penting bagi Indonesia, tidak saja terkait dengan persoalan kedaulatan bangsa, tapi karena kebutuhan konsumsi beras penduduk Indonesia paling tinggi di dunia.
Upaya meningkatkan produksi beras dalam rangka swasembada pangan berkelanjutan menghadapi tantangan menyempitnya lahan pertanian produktif akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang berlangsung sangat pesat, kehilangan hasil saat panen dan pascapanen akibat sistem pengelolaan yang belum baik, dan dampak negatif akibat perubahan iklim. 2.
Tiga faktor utama terkait perubahan iklim global yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: (1) Perubahan pola hujan dan iklim ekstrim yang menyebabkan banjir atau kekeringan; (2) Peningkatan suhu udara; dan (3) Peningkatan permukaan air laut. Perubahan iklim lebih sering menimbulkan dampak negatif bencana banjir di lahan irigasi wilayah pesisir, lahan rawa pasang surut, rawa lebak dan wilayah genangan lainnya. Perubahan iklim juga memicu badai sehingga kemungkinan terjadi banjir atau genangan yang semakin tinggi dan mengakibatkan petani mengalami kerugian bahkan terancam gagal panen (puso). Daerah rawan banjir di Indonesia semakin meluas dengan frekuensi kejadian yang lebih sering menyebabkan kerusakan pertanaman dan penurunan hasil.
3.
Indonesia memiliki area rawan banjir seluas 13,3 juta ha, terdiri atas 4,2 juta ha genangan dangkal, 6.1 juta ha genangan sedang dan 3 juta ha genangan dalam. Selain lahan sawah irigasi (irrigated lowland) dan lahan kering (upland, rainfed), Indonesia juga memiliki lahan basah (wetland) yang cukup luas, meliputi lahan rawa pasang surut (tidal swamp) dan rawa lebak (lowland swamp) yang menyebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua mencapai 33,4 juta ha.
4.
Sejak tahun 2008, Badan Litbang Pertanian melepas beberapa varietas unggul baru padi toleran rendaman (VUB-PTR) yang diharapkan bisa membantu petani di wilayah tersebut di atas. Selain toleran rendaman hingga lebih dari dua minggu, varietas unggul baru ini berumur genjah, toleran terhadap Fe dan Al serta tahan beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman padi di wilayah genanggan. Varietas unggul baru ini merupakan teknologi yang dirancang meningkatkan produksi padi melalui peningkatan luasan lahan, produktivitas, maupun indeks pertanaman.
5.
Sampai saat ini pemanfaatan VUB-PTR oleh petani masih sangat rendah. Pemanfaatan ditentukan oleh sistem komunikasi yang dibangun dalam rangka sosialisasi dan penyebaran teknologi tersebut. Setiap unsur yang terlibat dalam mengantarkan teknologi kepada petani merupakan aktor penting dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam rangka mengadopsi teknologi VUB-PTR. Pemanfaatan teknologi yang menjadi target komunikasi merupakan indikator kinerja pencapaian peningkatan produksi dan mendukung pencapaian swasembada pangan. Diduga sistem komunikasi yang dibangun dalam rangka sosialisasi dan penyebaran teknologi tersebut belum berjalan dengan efektif.
HASIL PENELITIAN Sistem Komunikasi Pada Proses Adopsi Pemanfaatan Varietas Unggul Baru Padi Toleran Rendaman 6.
Inpara 3, Inpara 4 dan Inpara 5 merupakan VUB-PTR di lahan rawa, Inpari 29 dan Inpari 30 merupakan VUB-PTR di lahan rawan banjir yang memiliki keunggulan dari segi ketahanan rendaman, penyakit, dan umur yang genjah. Khusus Inpari 30 bersifat ampibi sehingga potensial ditanam pada semua musim. Dalam konteks komunikasi, teknologi unggul ini merupakan pesan (Message=M) penting yang perlu dikomunikasikan agar bisa diadopsi oleh petani.
7.
Optimalisasi sistem perbenihan yang meliputi: (1) subsistem penelitian, pemuliaan, dan pelepasan varietas; (2) subsistem produksi dan distribusi benih; (3) subsistem sertifikasi dan pengawasan mutu benih dan (4) subsistem penunjang. Subsistem penelitian, pemuliaan, dan pelepasan varietas VUB-PTR melibatkan kelembagaan BB Padi, BPTP dan Balittra. Subsistem produksi dan distribusi terdiri dari BB Padi, BBI, BBU, UPBS BPTP, Balittra, PT Sang Hyang Sri, Penangkar Besar Swasta (PD Padasuka Jaya, CV Kawah Putih, Usaha Agribisnis P4S LM3 Pontren Ibnul Amin), Himpunan Penangkar dan Produsen Benih (HP2B), Pedagang dan Pengecer Benih, serta Kelompok Tani Binaan. Subsistem sertifikasi dan pengawasan benih dilakukan oleh BPSB sedangkan subsistem penunjang yang terkait dengan sarana prasarana dan perundangundangan dilakukan oleh pemerintah.
8.
Berdasarkan kinerja mekanisme perbenihan, kelembagaan dalam subsistem produksi dan distribusi benih merupakan sistem komunikasi dalam perannya sebagai delivery system, menghantar teknologi dari lembaga penelitian untuk diproduksi dan dihantar sampai ke pengguna yaitu para petani. Sistem komunikasi ini melibatkan banyak sekali kelembagan yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu: (1) lembaga produksi benih penjenis dan benih dasar; (2) kelompok produsen dan penangkar benih skala besar termasuk swasta dan UPBS BPTP/Balittra yang memproduksi benih dasar dan pokok; (3) kelompok penangkar kecil, penangkar mitra binaan, dan pedagang kios, serta (4) petani dan kelompok tani yang menjadi sasaran komunikasi (penerima).
9.
Sistem komunikasi dalam produksi dan distribusi benih padi berlangsung secara sentralistik dimana peran pemerintah yang sangat dominan. Teknologi benih yang telah dirilis dan potensial menghasilkan produktivitas yang tinggi diharapkan diadopsi petani. Teknologi dikomunikasikan melalui lembaga pemerintah maupun sektor swasta. Secara politik, pemerintah bertujuan agar terjadi peningkatan produksi nasional dan peningkatan pendapatan petani. Posisi perbenihan dalam peningkatan produksi padi dan kepentingan pertanian merupakan basis utama kehidupan masyarakat yang penting dan strategis. Namun di tataran empiris, strategi komunikasi pemerintah mengalami beragam alur yang melenceng dari rancangan pemerintah sebagai sumber, dan tujuan komunikasi dalam adopsi inovasi teknologi VUB-PTR berjalan lambat dan
beragam. Hal ini diindikasikan penanaman benih oleh petani cenderung di atas label biru dan masih banyak terkonsentrasi ke VUB konvensional, seperti Ciherang, Mekongga dan IR64. 10. Komunikasi di tingkat supra struktur bersifat berjenjang, antar kelompok lembaga yang satu dengan lainnya tidak terbentuk dialog, hubungan sepenuhnya bersifat transaksional, kecuali antara penangkar besar dengan penangkar kecil atau mitra/kelompok penangkar binaan. Jenjang ini menunjukkan adanya budaya dan kepentingan antar komunikan yang berbeda dan berfungsi membuat komunikasi kurang efektif, baik antar subsistem maupun dalam keseluruhan sistem. Secara keseluruhan model komunikasi sistem berbentuk linier, pesan yang disampaikan secara sentralistik dari pemerintah tentang teknologi baru yang dinilai unggul (dalam hal ini disampaikan melalui lembaga-lembaga pemerintah di berbagai tingkatan), secara cepat bisa meningkatkan pengetahuan penerima pada masing-masing jenjang, namun tidak efektif merubah keputusan untuk mengadopsinya. Analisis Tingkat Adopsi Teknologi Varietas Unggul Baru Padi Toleran Rendaman di Lahan Rawan Banjir dan Lahan Rawa 11. Pengetahuan tentang karakteristik VUB-PTR masih sangat rendah, petani VUBPTR maupun non VUB-PTR kesulitan menyebut nama VUB-PTR yang diusahakan, tetapi keinginan mengadopsi cukup kuat setelah melihat pengalaman petani yang mengusahakan. Demikian juga responden kurang paham ketika diminta menyebutkan berbagai sifat yang dimiliki oleh VUB-PTR tersebut. Jika dibandingkan persepsi terhadap karakteristik VUB-PTR, 70 persen responden di Jawa Barat menyatakan teknologi ini menguntungkan, dan hanya 55 persen responden di Kalimantan Selatan berpersepsi demikian. Responden di Provinsi Jawa Barat maupun di Provinsi Kalimantan Selatan hanya mendiskusikan VUB-PTR dalam ajang penyuluhan dan komunikasi interpersonal dengan sesama petani, penggunaan media cetak, radio atau pun siaran televisi tidak pernah dilakukan. Diduga belum ada konten atau muatan tentang VUB-PTR di media cetak, radio atau televisi. 12. Tingkat adopsi inovasi dipengaruhi berbagai faktor internal karakteristik petani dan faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, kepercayaan dan kompetensi serta peran penyuluh dalam sosialisasi dan diseminasi inovasi. Tingkat adopsi VUB-PTR belum optimal, diindikasikan dengan rendahnya pengetahuan tentang nama, sifat dan karakteristik VUB-PTR. Responden di Kalimantan Selatan lebih mampu menjelaskan keuntungan, kesesuaian teknologi dengan kondisi lahan, mudah pemeliharaannya dan disukai konsumen, sedang responden di Jawa Barat lebih kepada kecepatan panen. Kedua provinsi mengaku kesulitan mendapatkan benih VUB-PTR saat dibutuhkan. Secara keseluruhan, sebaran benih VUB-PTR di kedua lokasi belum meluas sekalipun sudah dirilis beberapa tahun. Benih yang ditanam responden pada tahap awal adalah program diseminasi yang dilakukan dan diakses oleh peneliti atau penyuluh.
13. Produktivitas yang tinggi, tahan rendaman, dan ketahanan terhadap serangan hama penyakit merupakan faktor yang membuat responden berkeinginan untuk menanam kembali VUB-PTR pada musim tanam selanjutnya. Hal ini berpengaruh terhadap petani non program (petani non VUB-PTR). Meski demikian terjadi pergeseran orientasi kerja pemuda yang cukup tinggi di Kalimantan Selatan dibandingkan dengan di Jawa Barat. 14. Adopsi inovasi benih VUB-PTR dengan tingkat produktifitas yang lebih tinggi dibanding benih yang ditanam sebelumnya berdampak pada ketersediaan pangan keluarga, bahkan stok untuk kebutuhan tiga bulan ke depan. Implikasi dari peningkatan produktivitas dan kecepatan panen (Pertambahan IP) adalah wilayah dan berkontribusi terhadap ketersediaan pangan nasional. Secara ekonomi ini berperan strategis untuk meningkatkan pendapatan keluarga petani (termasuk mengurangi risiko kegagalan tanam dan panen karena banjir) dan menjaga keterjaminan kecukupan pangan keluarga petani. 15. Pemerintah belum menyusun kebijakan tentang sosialisasi VUB-PTR secara khusus, kebijakan sosialisasi tidak berdasarkan jenis varietas. Petani memiliki persepsi berbeda mengenai pengetahuan penyuluh tentang VUB-PTR. Di Kabupaten Subang, sekitar 50 persen responden menyatakan penyuluh yang kompeten tentang VUB-PTR. Sebaliknya, responden di Kabupaten Indramayu hanya masing-masing 20 dan 10 persen saja yang menyatakan bahwa penyuluh sudah kompeten tentang VUB-PTR dan jumlahnya sudah memadai. Di Provinsi Kalimantan Selatan, proporsi responden di kedua lokasi penelitian yang menganggap pemerintah telah membuat peraturan tentang VUB-PTR, menyediakan penyuluh yang kompeten tentang VUB-PTR dan menyediakan penyuluh dalam jumlah memadai lebih besar. Responden di Kabupaten Barito Kuala seluruhnya mengungkapkan demikian. 16. Pada penelitian ini berbagai profesi dapat dikatakan sebagai komunikator atau sumber pesan yaitu: (1) penyuluh/PPL; (2) peneliti; (3) pedagang; (4) tokoh masyarakat; (5) sesama petani; dan (6) lainnya (dalam hal ini yang sudah teridentifikasi adalah formulator atau technical service perusahaan saprotan). Komunikator dominan adalah PPL dan peneliti dan materi yang disampaikan pada umumnya tidak menyangkut VUB-PTR. Hal ini bertentangan dengan apa yang dianggap penting oleh responden. Ini juga menunjukkan belum adanya program penyuluhan yang bersifat partisipatif. 17. Tingkat kepercayaan responden Kabupaten Subang terhadap sumber informasi paling tinggi diperoleh PPL dan peneliti, dan responden Kabupaten Indramayu juga memberikan kepercayaan yang tinggi selain kepada PPL juga kepada pedagang. Responden di Kalimantan Selatan memiliki kepercayaan terhadap sumber informasi sangat tinggi (100%) terutama terhadap peneliti. Semua responden mempercayai peneliti yang mengintroduksikan VUB-PTR. Hal ini tidak terlepas dari pendampingan yang intensif oleh para peneliti khususnya peneliti dari Balittra. Baik di Jawa Barat maupun di Kalimantan Selatan belum
dapat dilakukan agenda “farmer’s led extension”, mengingat kepercayaan kepada sesama petani masih pada tingkatan rendah. 18. Ada perbedaan selang waktu adopsi antara yang terjadi di Jawa Barat dengan di Kalimantan Selatan. Di Jawa Barat tidak hampir tidak ada komunikasi dan sosialisasi dari penyuluh dan atau peneliti kepada petani kooperator (yang ikut program), sehingga petani kooperator tidak mengetahui sifat-sifat (traits) VUBPTR yang diintroduksikan. Para petani disuruh mencoba, tanpa ada penjelasan tentang karakteristik VUB-PTR. Kegagalan varietas ditanam (Inpara 5, tanaman tumbuhnya tidak rata), membuat petani kecewa dan trauma mencoba. Tahapan pengetahuan dan persuasi dalam difusi inovasi dilewati, sehingga adopsi tidak berlanjut. Khusus untuk yang mengusahakan varietas Inpari 30, yang hasilnya memang memuaskan, kemauan untuk menanam lagi di musim tanam mendatang sudah dipastikan menambah statistik adopter yang berlanjut. Demikian juga para petani non-program, setelah melihat hasil Inpari 30, banyak yang tertarik dan mengusahakan membeli atau barter benih kepada yang memiliki. 19. Pengambilan keputusan adopsi dicerminkan indikator pemilikan media tetang VUB-PTR, ketersediaan beras VUB-PTR dan uji coba sebagian lahan dan seluruh lahan. Pemilikan media VUB-PTR di kedua provinsi dapat dikatakan tidak ada, namun responden masih mau mencoba menanam pada 25 persen lahan dan pada seluruh lahannya, sehingga terbuka peluang untuk adopsi berlanjut dengan catatan hasil memuaskan. Sebagian besar responden tidak menyimpan beras VUB-PTR di rumahnya, karena hasilnya biasanya langsung dijual. Untuk responden di Jawa Barat, setelah dijual (karena tidak memiliki alat / tempat pengeringan gabah) responden membeli beras untuk keperluan sehari-hari. Responden di Kalimantan Selatan biasanya menyimpan beras dari varietas padi lokal. 20. Adopsi inovasi teknologi VUB-PTR berdampak pada ketersediaan pangan keluarga serta produktivitas dan produksi pangan. Hampir seluruh responden di Kalimantan Selatan memiliki ketersediaan pangan untuk tiga bulan ke depan, selain pemilikan lahan yang cukup luas dan merata juga memiliki sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan di luar pangan. Di Jawa Barat, umumnya petani langsung menjual hasil panennya sehingga harus membeli beras saat membutuhkan. Penanaman VUB-PTR yang meningkatkan produksi dan menekan resiko kegagalan hanya membantuk ketersediaan pangan bagi petani berlahan luas. VUB-PTR Inpara maupun Inpari terbukti meningkatkan produktivitas dansekaligus meningkatkan produksi sesuai selisih peningkatan produktivitas dikali luasan lahan.juga meningkatkan
Rumusan Strategi Sistem Komunikasi yang Efektif Dalam Rangka Mempercepat Proses Adopsi VUB-PTR 21. Komunikasi yang efektif terjadi apabila sumber (S) dan penerima (R) memiliki persepsi yang sama terhadap pesan yang disampaikan, dan ini diindikasikan dengan terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi tersebut. Upaya mengefektifkan komunikasi dilakukan dengan adanya kepentingan yang sama (“overlaping of interest”) antara sumber (pemerintah) dengan petani mengenai pentingnya VUB-PTR, dan pesan tentang teknologi ini disampaikan sebagai pemecahan masalah atas resiko genangan terhadap peluang kegagalan panen. Pemerintah melalui lembaga yang terlibat maupun petani sebagai penerima harus yakin dengan keunggulan VUB-PTR dalam mengatasi persoalan ekonomi dan pangan keluarga sekaligus ketersediaan stok pangan nasional. 22. Sistem komunikasi VUB-PTR sangat perlu menyediakan ruang dialog tidak saja dalam rangka mengurangi value expresif dan mengembangkan sikap utilitarian, tetapi berfungsi mengakomodasi umpan balik baik tentang pesan yang diterima petani (teknologi VUB-PTR) maupun penjelasan tentang efektifitas saluran yang digunakan. Ruang ini diperlukan pada semua fase oleh semua komunikan. 23. Penyempurnaan sistem komunikasi VUB-PTR memberi penekanan yang besar pada atribut sumber dan saluran. Sumber dalam sistem (dalam hal ini pemerintah) maupun dalam subsistem (lembaga perbenihan swasta, BUMN, maupun pemerintah) dan pedagang perlu melakukan promosi langsung maupun bermedia, termasuk saluran program yang pada tahap awal perlu didukung penuh oleh pemerintah dalam bentuk subsidi atau kebijakan pembiayaan khusus. Dukungan secara bertahap dikurangi sejalan dengan tersosialisasinya benih dan meluasnya pemanfaatan VUB-PTR. 24. Sebagai penemu teknologi, diperlukan pengkhususan peran peneliti dan penyuluh sebagai komunikator dan motivator secara optimal di ruang dialog, baik melakukan diseminasi dan pendampingan maupun mengakomodasi umpan balik dari masing-masing penerima, khususnya terkait teknologi dan pengusahaannya di tingkat lapangan. Dengan kata lain, peran BPTP/peneliti sebagai UPBS (memproduksi benih) sebaiknya dilepaskan dan sepenuhnya bekerjasama dengan penyuluh sebagai pendamping konsultatif bagi petani. 25. Dalam rangka percepatan pengembangan dan pemanfaatan benih VUB-PTR dibutuhkan prasyarat operasionalisasi strategi sistem komunikasi efektif. Komitmen politik pemerintah dan kesediaan bekerjasama membangun net working dengan lembaga-lembaga lain yang terlibat sebagai komunikan dalam sistem yang ada. Penangkar besar merupakan kunci potensial dalam proses sosialisasi dan pemanfaatan VUB-PTR karena memiliki jejaring yang solid dengan penangkar kecil maupun pedagang yang paling menguasai pasar benih.
IMPLIKASI KEBIJAKAN 26. Secara kelembagaan, peningkatan produksi padi VUB-PTR untuk mempertahankan swasembada berkelanjutan memerlukan terobosan baru, baik aspek teknis, maupun memperbaiki mekanisme diseminasi melalui sistem komunikasi. Komitmen peningkatan ketersediaan pangan dan pendapatan petani harus menjadi komitmen serius pemerintah, bekerjasama dengan semua lembaga produsen yang berperan dalam sosialisasi, diseminasi, dan pemanfaatan VUB-PTR. 27. Pemerintah perlu memberi rangsangan bagi pelaku bisnis di berbagai tingkatan sehingga tidak ada kehawatiran dalam memproduksi, mempromosi, dan menyebarkan VUB-PTR secara meluas. Dukungan ini dilakukan berupa: (1) Mengefektifkan sistem komunikasi dengan mengoptimalkan kapasitas sumber, meningkatkan keragaman saluran (langsung, media dan program), memberi kemudahan bagi penerima (program bersubsidi) dan mencitakan ruang dialog untuk mengakomodasi feedback dan kesetaraan dalam komunikasi, serta menciptakan iklim yang kondusif pasar benih maupun produksi padi; 2) Menyediakan fasilitas dan anggaran yang memadai untuk proses sosialisasi dan diseminasi VUB-PTR; (3) Membangun kerjasama dan jejaring (net working) dengan lembaga perbenihan (pengusaha, penangkar,dan pedagang) baik pemerintah, swasta maupun BUMN. Produsen dan penangkar besar adalah pihak yang paling strategis karena sudah memiliki jaringan kerjasama yang sinergis dengan penangkar mitra atau binaan. 28. Percepatan pengembangan dan penyebaran VUB-PTR yang spesifik memerlukan intervensi khusus dan berbeda dengan VUB konvensional yang sudah selayaknya dilepas mengikuti mekanisme pasar. Kecepatan diseminasi dan ketersediaan benih di pasar perlu dilakukan secara seimbang. Oleh karena itu perlu pembagian tugas yang jelas antara produksi dan distribusi dengan sosialisasi dan diseminasi. Tugas kedua diserahkan kepada peneliti (BPTP/Balittra) dan penyuluh dalam kerjasama yang harmonis sekaligus melepaskan beban sebagai UPBS. Diseminasi di tingkat petani memperbanyak display dan studi banding dengan pendampingan sebagai media lihat-percayaterapkan dan dialog-konsultasi.