UNIVERSITAS INDONESIA
POLA PERESEPAN DAN KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIMIKROBA PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS KECAMATAN JATINEGARA
SKRIPSI
FIERDINI HAPSARI LIL NASTITI 0806364574
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI EKSTENSI DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
POLA PERESEPAN DAN KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIMIKROBA PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS KECAMATAN JATINEGARA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FIERDINI HAPSARI LIL NASTITI 0806364574
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI EKSTENSI DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat, anugerah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan Antimikroba pada Pasien Balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi, Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada: 1. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc. selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pengarahan agar penelitian ini berjalan lancar. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S selaku ketua Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengtahuan Alam Universitas Indonesia. 3. Ibu Dra. Azizahwati, M.S. selaku Ketua Program Ekstensi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
v Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
4. Ibu Dr. Retnosari Andrajati, M.S selaku pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan bimbingan selama perkuliahan. 5. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Departemen Farmasi FMIPA UI yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Departemen FMIPA UI. 6. Seluruh staff Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur yang telah memfasilitasi dan membantu penulis selama penelitian. 7. Keluargaku tercinta Ibu, bapak, kakak-kakak, dan adik atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, dorongan semangat, dan do’a yang tiada henti hentinya. 8. Sahabat-sahabatku Hana, Ida, Silvi, Aditha, Armel, Gina, Olyn, Ika, dan teman-teman ekstensi angakatan 2008 yang mendukung dan menemani selama ini dalam perkuliahan di Departemen Farmasi.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah mambantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas pengobatan anak di Indonesia.
Penulis
2011
vi Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Fierdini Hapsari Lil Nastiti
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan Antimikroba pada Pasien Balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara
Obat-obat antimikroba ditujukan untuk mencegah dan mengobati penyakitpenyakit infeksi. Namun belakangan ini, para pakar dan dokter menemukan bahwa efektivitas antimikroba tidak sekuat dahulu. Frekuensi pemakaian antimikroba yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan ketentuan yang sesuai atau tidak rasional dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya dapat terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan dan kerasionalan penggunaan antimikroba pada pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Pengambilan data secara retrospektif pada Juli – Desember 2010 melalui pengambilan data sekunder. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode random sampling. Populasi sampel penelitian adalah 293 pasien balita. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan antimikroba terbanyak adalah kotrimoksazol (43,33%), jenis penyakit yang banyak diderita pasien adalah ISPA (88,05%), Pola peresepan antimikroba terbanyak adalah satu jenis antimikroba dalam satu resep, yaitu peresepan kotrimoksazol (43,68%), dosis antimikroba yang memenuhi kategori rasional sebesar 97,95% dan kategori tidak rasional sebesar 2,05%, indikasi antimikroba yang menunjukkan kategori rasional sebanyak 80%, tidak rasional sebanyak 5% dan tidak dapat dipastikan sebanyak 15%, lama penggunaan antimikroba yang termasuk kategori rasional sejumlah 86%, kategori tidak rasional sejumlah 10,67% dan tidak dapat dipastikan sejumlah 3,33%
Kata kunci
: rasional, antimikroba, balita
xiii + 53 halaman; 7 tabel Daftar Pustaka
: 50 (1995-2011)
viii Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Fierdini Hapsari Lil Nastiti
Study Program
: Pharmacy
Title
: Prescribing and the Rationality of Antimicrobial Use in Patients Under Five in Sub-district Health Centers Jatinegara
Antimicrobial medications intended to prevent and treat infectious diseases. But lately, experts and doctors found that the effectiveness of antibiotics is not as strong as before. A high frequency of antibiotic usage but not matched by corresponding provisions or irrational it may cause negative impacts, one of which resistance can occur. This study aims to determine patterns of prescribing and the rationality of antibiotic use in patients under five in sub-district health centers Jatinegara. Retrospective data collection in July-December 2010 through secondary data collection. Sampling studies using random sampling method. Population study sample was 293 patients toddlers. The results showed the use of most antibiotics is cotrimoxazole (43.33%), type of disease that affects many patient is ISPA (88.05%), the highest antibiotic prescribing patterns is one type of antibiotic in one prescription, namely prescribing cotrimoxazole (43.68% ), doses of antibiotics that meet the category of 97.95% rational and irrational categories by 2.05%, an indication of antibiotic that showed as much as 80% category of rational, irrational as much as 5% and can not be ascertained as much as 15%, length of antibiotic use category 86% rational number, irrational number of categories of 10,67% and can not be ascertained a number of 3,33%
Key word
: Rationality, antimicrobial, todler
xii + 53 pages; 7 tables Bibliography
: 50 (1995-2011)
ix Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iv
KATA PENGANTAR..................................................................................
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.....................
vii
ABSTRAK....................................................................................................
viii
ABSTRACT..................................................................................................
ix
DAFTAR ISI.................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xiii
BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................
1
1.1.
Latar Belakang.........................................................................
1
1.2.
Permasalahan...........................................................................
3
1.3.
Tujuan Penelitian.....................................................................
3
1.4.
Manfaat Penelitian…………………………………………...
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
4
2.1.
Antimikroba…………………................................................
4
2.1.1. Definisi…………….....................................................
4
2.1.2. Aktivitas dan Spektrum Antimikroba.........................
4
2.1.3. Klasifikasi....................................................................
4
2.1.4. Sebab Kegagalan Terapi..............................................
13
2.2.
Terapi pada Anak.....................................................................
14
2.3.
Peresepan Rasional..................................................................
17
BAB 3. METODE PENELITIAN............................................................
20
3.1.
Kerangka Konsep....................................................................
20
3.2.
Desain Penelitian.....................................................................
20
x Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
3.3.
Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................
21
3.4.
Populasi Sampel Penelitian.....................................................
21
3.5.
Definisi Operasional.................................................................
22
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................
25
4.1.
Jenis Antimikroba…………........................................................
25
4.2.
Jenis Penyakit…………………..............................................
26
4.3.
Pola Peresepan Antimikroba……………...................................
27
4.4.
Kerasionalan Dosis Antimikroba………………………………
28
4.5.
Kerasionalan Indikasi Antimikroba.............................................
29
4.6.
Kerasionalan Lama Penggunaan Antimikroba............................
31
4.7.
Keterbatasan Penelitian............................................................
33
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
35
5.1.
Kesimpulan..............................................................................
35
5.2.
Saran........................................................................................
35
DAFTAR ACUAN......................................................................................
36
xi Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Frekuensi penggunaan antimikroba pasien balita.....................
26
Tabel 4.2.
Frekuensi jenis penyakit yang diderita pasien balita.................
27
Tabel 4.3.
Distribusi resep antimikroba pada pasien balita…....................
28
Tabel 4.4.
Distribusi kerasionalan antimikroba berdasarkan dosis.............
29
Tabel 4.5.
Distribusi kerasionalan antimikroba berdasarkan indikasi......... 30
Tabel 4.6.
Distribusi kerasionalan lama penggunaan antimikroba kelompok I ................................................ ..............................
Tabel 4.7
32
Distribusi kerasionalan lama penggunaan antimikroba kelompok II………………………………………...................
xii Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Hasil Penilaian Kerasionalan Antimikroba Pasien Balita............
38
2.
Pedoman Pengobatan Penelitian.................................................
54
xiii Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obat-obat antibiotik ditujukan untuk mencegah dan mengobati penyakit-
penyakit infeksi. Pemberian antibiotik pada kondisi yang bukan disebabkan oleh bakteri banyak ditemukan dari praktek sehari-hari, baik di puskesmas (primer), rumah sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan diagnosis, pemilihan antibiotik, indikasi hingga dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak kuatnya pengaruh infeksi dengan antibiotik (Depkes, 2002). Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik sangat tinggi, bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia. Beberapa fakta di negara berkembang menunjukkan 40% anak-anak yang terkena diare akut, selain mendapatkan oralit juga mendapatkan antibiotik yang tidak semestinya diberikan. Hanya 50% penderita malaria menerima anti malaria sesuai rekomendasi. Hanya 50% - 70% penderita pneumonia secara tepat diterapi dengan antibiotik, 60% penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mengkonsumsi antibiotik dengan tidak tepat. (Depkes, 2011) Penggunaan antibiotik pada balita juga cukup tinggi, terutama pada terapi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) baik pada saluran pernafasan bagian atas maupun bagian bawah. Pada 22,6% kejadian ISPA di DKI Jakarta pada tahun 2008, 42,5% merupakan pasien balita. (Depkes, 2008) Frekuensi pemakaian antibiotik yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan ketentuan yang sesuai atau tidak rasional dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya dapat terjadi resistensi. Resistensi antibiotik dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis, dan beresiko perlunya penggunaan antibiotik tingkat lanjut yang lebih mahal yang efektivitas serta toksinnya lebih besar. (Juliyah, 2011) 1
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
2
Pemilihan antibiotik ditentukan oleh keadaan klinis pasien, kuman-kuman yang berperan dan sifat obat antibiotik itu sendiri. Faktor yang perlu diperhatikan pada pemberian antibiotik dari segi keadaan klinis pasien adalah kegawatan atau bukan kegawatan, usia pasien, insufisiensi ginjal, gangguan fungsi hati, keadaan granulositopenia dan gangguan pembekuan darah. (Di Piro JT, Talbert, RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM., 1997) Terdapat beberapa kriteria untuk dapat dikatakan suatu pemberian obat sudah rasional atau tidak. Prinsip dari pemberian obat yang rasional adalah terpenuhinya enam tepat, yaitu tepat pasien, indikasi, obat, dosis, waktu pemberian, dan tepat informasi. Secara singkat pemakaian atau peresepan suatu obat dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya. (Vance & Millington, 1986) Sejauh ini, prinsip penggunaan obat pada anak dalam praktek sehari-hari lebih banyak didasarkan atas prinsip pengobatan dewasa, karenanya hingga kini informasi praktis mengenai obat dan terapetika anak masih sangat terbatas. Masalah penggunaan obat pada anak tidak saja terbatas pada penentuan jenis obat dan penghitungan dosis tetapi juga meliputi frekuensi, lama dan cara pemberian. Keadaan ini sering menimbulkan terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional. Resep yang rasional pada anak diperlukan untuk memberikan efek terapi maksimal (Farmasi Klinik UGM,2008). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian di Puskesmas Jatinegara dikarenakan jumlah populasi di Kecamatan Jatinegara cukup banyak dengan kondisi tempat tinggal yang cukup padat. Selain itu pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sudah lengkap, dimana terdapat poli umum, paru, penyakit dalam, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), gizi/sanitasi, askes, akupuntur, gigi, Konseling Ibu dan Anak (KIA), dan laboratorium.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
3
1.2
Permasalahan Belum diketahuinya pola peresepan dan kerasionalan penggunaan
antimikroba pada pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
1.3
Tujuan Penelitian Memperoleh gambaran mengenai pola peresepan dan kerasionalan
penggunaan antimikroba pada pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur dari segi dosis, indikasi, dan lama penggunaan obat.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran pada tenaga kerja farmasi dan dokter mengenai pola peresepan dan kerasionalan pengggunaan antimikroba pada pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur dari segi dosis, indikasi, dan lama penggunaan obat. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan pada dokter dalam meningkatkan kerasionalan penggunaan antimikroba pada pasien balita sehingga diperoleh pengobatan yang efektif dan aman.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANTIMIKROBA (Gunawan,Sulisti G.,R. Setiabudy, F. D. Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi, (ed). 2007), (Depkes, 2006), (Katzung, Bertram G. (ed.). 2006)
2.1.1 Definisi Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
2.1.2 Aktivitas dan Spektrum Antimikroba Berdasarkan
sifat
toksisitas
selektif,
antimikroba
dapat
bersifat
bakteriostatik, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan ada pula yang bersifat bakterisid, yaitu dapat membunuh mikroba. Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Seperti penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri Gram-positif, sedangkan bakeri Gram negatif pada umumnya tidak peka terhadap penisilin G.
2.1.2 Klasifikasi Klasifikikasi antimikroba terdiri dari tujuh jenis. Penggunaan antimikroba yang sering digunakan di Puskesmas adalah amoksisilin (golongan penisilin), kloramfenikol, kotrimoksazol
(golongan sulfonamide,
kotrimiksazol,
dan
antiseptik lainnya), oksitetrasiklin, dan eritromisin (golongan antimikroba lain). 4
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
5
2.1.3.1 Golongan Penisilin, sefalosporin, dan antibiotik lainnya. Contoh golongan sefalosporin adalah sefadroksil, sefaleksin, dan sefiksim
2.1.3.1.1 Golongan Penisilin Aktivitas antimikroba Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Penisilin akan bersifat bakterisid pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah), praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin. Kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik. Diantara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap kuman Gram positif yang sensitif. Kelompok ampisilin, walaupun spektrum antimikrobanya lebar, aktivitasnya terhadap mikroba Gram positif tidak sekuat penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba Gram negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral.
Sediaan dan Dosis a. Penisilin G (benzyl penisilin) Diberikan secara parenteral. Terdapat dalam bentuk serbuk garam natrium 200 ribu-20 juta unit/vial. b. Penisilin V(fenoksimetil penisilin) Tersedia sebagai garam kalium, dalam bentuk tablet 250 mg dan 625 mg dan sirup 125 mg/5 ml. c. Penisilin isoksazolil Terdapat dalam sediaan oral, dalam bentuk garam natrium. Di Indonesia yang dipasarkan adalah oksasilin, dikloksasilin, dan flukloksasilin. Dosisnya adalah 50100 mg/kg BB/hari. Untuk infeksi berat diberikan 8-12 g/hari dengan infus intermitten. d. Ampisilin Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul sebagai ampisilin trihidrat atau ampisilin anhidrat dan dalam bentuk sediaan parenteral. Dosis ampisilin tergantung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal, dan umur penderita. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
6
Dosis untuk bayi dan anak per oral adalah 7,5 – 2,5 mg/kgBB/dosis setiap 6 jam. Dosis untuk neonatus yang diberikan secara parenteral adalah 25-50 mg/kgBB/dosis, dimana usia 1 minggu diberikan setiap 12 jam dan usia 2-4 minggu diberikan setiap 6-8 jam. e. Amoksisilin Tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet. Dosis untuk anak >10 tahun, 50 mg setiap 8 jam; <10 tahun, 125 mg setiap 8, untuk infeksi berat diberikan dosis ganda. Dosis untuk neonatus sampai umur 3 bulan, 20-30 mg/kgBB dalam dosis terbagi setiap 12 jam. f. Karbenisilin Tersedia dalam bentuk garam natrium, diberikan secara parenteral dalam vial 1, 2, 5, dan 10 g. Pada infeksi berat, dosis dewasa berkisar 25-30 g sehari. Pemberian mlalui intravena (IV), sebaiknya tidak melebihi 2-2,5 g setiap 2 jam. Bayi muda dengan infeksi berat dosis hariannya 600-800 mg/kgBB. Pada saat ini karbenisilin tidak dipasarkan di Indonesia.
Efek Samping Efek samping yang dapat terjadi adalah reaksi alergi, reaksi toksik dan iritasi lokal, perubahan biologik seperti abses, dan lain-lain.
2.1.3.2 Golongan Kloramfenikol Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae.
Aktivitas Antimikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, tetapi pada konsentrasi tinggi, terkadang berifat bakterisid.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
7
Farmakokinetik Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam waktu 2 jam. Masa paruh eliminasi pada dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal, dan mata.
Efek Samping Efek samping yang dapat terjadi adalah reaksi hematologik seperti anemia, peningkatan serum iron dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Efek samping yang lain ialah reaksi alergi, reaksi saluran cerna, dan sindrom gray.
Indikasi Demam tifoid, meningitis purulenta, infeksi kuman anaerob, riketsiosis, dan infeksi lainnya.
Sediaan dan Dosis a. Kloramfenikol Terdapat dalam bentuk kapsul 250 mg, salep mata 1%, obat tetes mata 0,5%, salep kilit 2%, obat tetes telinga 1-5%. Dois dewasa per oral 50 mg/kgBB sehari dibagi dalam 3-4 dosis. b. Kloramfenikol palmitat atau stearat Terdapat dalam bentuk larutan suspensi 60 ml, tiap 5 ml mengandung kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol. Dosis untuk bayi prematur, 25 mg/kgBB sehari dibagi dalam 2 dosis. Pada bayi aterm berumur kurang dari 2 minggu, 25 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi aterm berumur lebih dari 2 minggu, 50 mg/kgBB sehari dibagi dalam 3-4 dosis.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
8
c. Kloramfenikol natrium suksinat Terdapat dalam bentuk vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan terlebih dahulu dengan 10 ml aquades steril atau dekstrosa 5%. Dosis dewasa dan anak, 50 mg/kgBB sehari dengan pemberian IV, dibagi dalam 4 dosis. d. Tiamfenikol Terdapat dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg, botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk tiamfenikol 1,5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg tiamfenikol tiap 5 ml. Dosis dewasa per oral 1 g sehari dibagi dalam 4 dosis. Dosis anak 25 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosis.
2.1.3.3 Golongan Tetrasiklin Antibiotik
golongan
tetrasiklin
yang
pertama
ditemukan
ialah
klortetrasiklin yang dihasikan oleh Streptomyces aureofaciens. Tetrasiklin merupkan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HClnya mudah larut.
Mekanisme kerja Golongan
tetrasiklin
menghambat
sintesis
protein
bakteri
pada
ribosomnya. Antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
Farmakokinetik Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Absorbsi ini sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus dan melalui empedu.
Efek samping Efek samping yang mungkin akan timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu: Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
9
a. Reaksi kepekaan Reaksi kulit yang mungkin timbul adalah erupsi morbiliformis, urtikaria, dermatitis eksfoliatif, udem angioneurotik, reaksi anafilaksis. b. Reaksi toksik dan iritatif Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin per oral. Hepatotoksik dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin dosis tinggi dan paling sering terjadi setelah pemberian parenteral c. Perubahan biologik Pemberian tetrasiklin terkadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur. Faktor prediposisi yang memudahkan terjadinya superinfeksi ini adalah diabetes mellitus, leukemia, daya tahan tubuh yang lemah, dan pasien yang mendapat terapi kortikosteroid dalam waktu yang lama.
Indikasi Riketsiosis, Infeksi klamidia, trakoma, uretritis nonspesifik, infeksi mycoplasma pneumonia, infeksi basil, kolera, infeksi kokus, sifilis.
Sediaan dan dosis a. Tetrasiklin Tersedia dalam bentuk kapsul/tablet 250 dan 500 mg, bubuk obat suntik IM 100 dan 200 mg/vial, bubuk obat suntik IV 250/500 mg/vial, salep kulit 3%, salep/obat tetes mata 1%. Dosis dewasa per oral 4 kali 250-500 mg/hari, pemberian secara IM 300 mg/hari dibagi dalam 2-3 dosis, pemberian secara IV 250-500 mg/hari diulang 2-4 kali sehari. Dosis anak per oral 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Untuk pemberian IM 15-25 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal atau dibagi dalam 2-3 dosis dan pemberian IV 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. b. Klortetrasiklin Terdapat dalam bentuk sediaan kapsul 250 mg, salep kulit 3%, dan salep mata 1%. Untuk dosis pemakaian klortetrasiklin sama dengan tetrasiklin.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
10
c. Oksitetrasiklin Tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg, larutan obat suntik IM 250 dan 100 mg/ampul 2 ml dan 500 mg/vial 10 ml, bubuk obat suntik IV 250 mg, salep kulit 3%, salep mata 1%. Dosis dewasa per oral 4 kali 250-500 mg/hari, parenteral IM 100 mg, secara IV diulangi 2-3 kali 500-100 mg/hari. Dosis anak per oral 1525 mg/kgBB/hari, IM dibagi dalam 2 dosis dan 10-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. d. Doksisiklin Terdapat dalam bentuk kapsul atau tablet 100 mg, tablet 50 mg, dan sirup 10 mg/ml. Dosis dewasa per oral pada awal pemberian ialah 200 mg, selanjutnya 100-200 mg/hari. Dosis anak per oral pada hari pertama 4 mg/kgBB/hari, selanjutnya 2 mg/kgBB/ hari.
2.1.3.4 Golongan antimikroba lain Golongan antimikroba lain terdiri dari eritromisin dan makrolid lain; linkomisin dan klindamisin; polimiksin, contoh kolistin; basitrasin; natrium fusidat; muporosin;
spektinomisin; vankomisin;
dan golongan kuinolon,
contoh
siprofloksasin.
2.1.3.4.1 Eritromisin dan makrolid lain Selain eritromisin, contoh lain dari golongan makrolid adalah spiramisin. Eritromisin Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis.
Aktivitas antimikroba Golongan makrolid bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50S, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantug dari jenis kuman dan kadarnya.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
11
Farmakokinetik Basa eritromisin diserap baik oleh usus kecil bagian atas, aktivitasnya hilang oleh cairan lambung dan absorbsi diperlambat oleh adanya makanan dalam lambung. Obat ini diekskresi terutama melalui hati. Hanya 2-5% eritromisin yang diekskresi dalam bentuk aktif melalui urin. Masa paruh eliminasi eritromisin sekitar 1,6 jam. Eritromisin berdifusi dengan baik ke berbagai jaringan tubuh kecuali ke otak dan cairan serebrospinal.
Indikasi Infeksi
Mycoplasma
pneumonia,
infeksi
klamidia,
difteri,
infeksi
streptokokus, infeksi Campylobacter, tetanus, sifilis, gonore.
Sediaan dan Dosis a. Eritromisin Terdapat dalam bentuk tablet/kapsul 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa 1-2 g/hari dibagi dalam 4 dosis. Dosis anak 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. b. Eritromisin stearat Terdapat dalam bentuk kapsul 250 mg dan tablet 500 mg, suspensi oral mengandung eritromisin 250 mg/5 ml. Dosis dewasa 250-500 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 12 jam. Dosis anak 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam beberapa dosis. c. Eritromisin etilsuksinat Terdapat dalam bentuk tablet kunyah 200 mg, suspensi oral mengandung 200 mg/5 ml dalam botol 60 ml, dan tetes oral mengandung 100 mg/2,5 ml dalam 30 ml. Dosis dewasa 400-800 mg tiap 6 jam atau 800 mg tiap 12 jam. Dosis anak 3050 mg/kgBB/hari dibagi dalam beberapa dosis.
2.1.3.5 Golongan Sulfonamid, Kotrimoksazol, dan Antiseptik Saluran Kemih Contoh golongan sulfonamide adalah sulfadiazine, sulfasetamid. Contoh dari golongan antiseptik saluran kemih adalah metenamin, asam nalidiksat.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
12
2.1.3.5.1 Kotrimoksazol Mekanisme kerja Kotrimoksazol
merupakan
kombinasi
dari
trimetoprim
dan
sulfametoksazol. Kedua obat ini bekerja dengan cara menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat ini bersifat sinergis.
Spektrum antibakteri Mikroba yang peka terhadap kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol adalah Str. Pneumonia C. diphtriae, N. meningitis. strain S. aureus, S. epidermidis, Str. Viridians, E. coli, Enterocobacter, Salmonella, Shigella, Klebsiella, Serratia.
Sediaan dan dosis Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak tersedia juga suspensi oral yang mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim/5ml, serta tablet pediatrik yang mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20 mg trimetoprim. Dosis dewasa pada umumnya ialah 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam. Sedangkan dosis anak adalah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan sulfametoksazol 40 mg/kg/BB/hari yang diberikan dalam dua dosis.
Efek samping Dermatitis, glositis, stomatitis, sakit kepala, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia makrositik.
2.1.3.6 Golongan Sefaloporin Contoh dari golongan sefalosporin adalah sefalotin, sefadroksil.
2.1.3.7 Golongan Antibiotik Betalaktam Lainnya Contoh dari golongan ini adalah asam klavulanat, kalium klavulanat. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
13
2.1.3.8 Golongan Aminoglikosida Contoh golongan aminoglikosida adalah gentamisin, kanamisin, amikasin.
2.1.4 Sebab Kegagalan Terapi Kepekaan kuman terhadap antimikroba mikroba tidak menjamin efektivitas klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi: 2.1.4.1.Dosis yang kurang Dosis suatu antimikroba seringkai tergantung dari tempat infeksi, walaupun kuman penyebabnya sama. Sebagai contoh, dosis penisilin G yang diperlukan untuk mengobat meningitis oleh pneumokokus jauh lebih tinggi daripaada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran nafas bagian bawah yang disebebakan oleh kuman yang sama.
2.1.4.2.Masa terapi yang kurang Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk tiap jenis infeksi perlu diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah ditinggalkan. Pada umumnya para ahli cenderung melakukan individualisasi masa terapi, yang sesuai dengan tercapainya respon klinik yang memuaskan.
2.1.4.3.Adanya faktor mekanik Abses, benda asing, jaringan nekrotik, sekuester tulang, mukus yang banyak, dan lain-lain, merupakan faktor-faktor yang dapat menggagalkan terapi antimikroba. Tindakan mengatasi faktor mekanik tersebut yaitu pencucian luka, debridemen, insisi, dan lain-lain, sangat menentukan keberhasilan mengatasi infeksi.
2.1.4.4.Kesalahan dalam menetapkan etiologi Demam tidak selalu disebabkan oleh disebabkan oleh kuman. Virus, jamur, parasit, reaksi obat, dan lain-lain dapat meningkatkan suhu tubuh. Pemberian antimikroba yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
14
2.1.4.5.Faktor farmakokinetik Tidak semua bagian tubuh dapat ditembus dengan mudah oleh antimikroba. Jaringan prostat ialah contoh organ yang sulit dicapai oleh kebanyakan obat dengan kadar yang adekuat. Antiseptik traktus urinarus, misalnya nitrofurantoin, asam nalidiksat, dan lain-lain, hanya efektif untuk infeksi saluran kemih. Obatobat ini tidak dapat mencapai kadar terapeutik untuk infeksi di organ tubuh lain.
2.1.4.6.Pilihan antimikroba yang kurang tepat Suatu daftar antimikroba yang dinyatakan efektif dalam uji kepekaan tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antimikroba yang tercantum itu akan membeikan efektifitas klinik yang sama. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi oleh Str .faecalis adalah ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tersebut juga dinyatakan sensitif terhadap sefamandol atau gentamisin.
2.1.4.7.Faktor pasien Keadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan badan (seluler dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya terapi antimikroba. Sebagai contoh obat sitostatik, imunosupresan, penyakit agamaglobulinemia kongenital, AIDS, dan lain-lain, menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan badan.
2.2. Terapi pada Anak Anak membutuhkan pertimbangan terapi yang baik karena pada usia tersebut terdapat perbedaan faktor fisiologis yang dapat merubah faktor farmakokinetik banyak obat (Novyanti, 2006). Beberapa pertimbangan yang perlu diambil sehubungan dengan penggunaan obat pada anak, antara lain: 2.2.1 Faktor – faktor farmakokinetik obat Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan transfer obat dari tempat pemberian. Kecepatan absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik tergantung pada cara pemberian dan sifat fisikokimiawi obat (Gunawan,dkk., 2007). Pada neonatus jumlah obat-obat yang diabsorpsi di usus sulit diperkirakan karena terjadinya Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
15
perubahan-perubahan biokimiawi dan fisiologis di saluran gastrointestinal berupa peningkatan keasaman lambung serta penurunan kecepatan pengosongan lambung dan gerakan peristaltik. Absorpsi obat yang diberikan perkutan meningkat pada neonatus, bayi dan anak terutama jika terdapat luka bakar (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995). Distribusi adalah penyebaran obat ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran dan ikatan protein (Gunawan,dkk., 2007). Distribusi cairan tubuh pada anak berbeda dengan orang dewasa karena cairan tubuh pada anak secara persentase berat badan lebih besar. Pada neonatus, sawar darah otak relatif lebih permeabel sehingga memungkinkan distribusi obat ke otak lebih mudah dan konsentrasi albumin lebih rendah sehingga ikatan protein plasma obat lebih kecil (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995). Metabolisme ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Hati merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan relatif volume hati terhadap berat badan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Gunawan,dkk., 2007). Volume hati neonates dua kali lebih besar dibandingkan dengan volume hati anak usia sepuluh tahun sehingga kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak kemudian metabolisme obat menurun mulai masa anak sampai masa dewasa (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995) Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus pada proses eksresi di ginjal masih imatur. Diperlukan waktu sekitar enam bulan untuk mencapai nilai normal. Umumnya kecepatan filtrasi glomerulus pada anak sekitar 30-40% dewasa sehingga obat dan metabolit aktif yang diekskresi lewat urin cenderung terakumulasi (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995).
2.2.2 Petimbangan efek terapik dan toksik Penilaian efek terapetik (segi manfaat) dan efek toksik (segi risiko) perlu selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan memberikan suatu obat karena kemungkinan terjadinya respon anak sangat bervariasi terhadap obat (Pagliaro, Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
16
A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995). Segi lain yang perlu diperhatikan pula adalah obat-obat dengan lingkup terapi sempit. Jika konsentrasi obat dalam darah melebihi dosis terapetik, obat akan menimbulkan efek toksik (Joenos, Nanizar Zaman.,2001).
2.2.3 Perhitungan dosis Penentuan dosis obat pada anak hendaknya dilakukan secara individual, meskipun beberapa formulasi dapat digunakan (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995). Penentuan dosis yang lebih adekuat pada anak sebaiknya mengacu pada buku-buku standar anak dan buku-buku pedoman terapi pada anak lainnya. Dalam keadaan terpaksa, penentuan dosis dapat melihat pada petunjuk kemasan yang disediakan oleh industri farmasi dalam kemasan obat yang diproduksi. Jika informasi ini tidak ditemukan, penghitungan dosis dapat dilakukan berdasarkan usia, berat badan atau luas permukaan tubuh. Di dalam praktek sehari-hari, banyak sekali rumus-rumus yang dipakai untuk terapi (lebih dari 30) sebagai pendekatan menghitung dosis pada anak. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa pada hakekatnya tidak satu pun cara perhitungan dapat memuaskan untuk dipakai bagi semua obat. Berikut ini beberapa cara penghitungan dosis anak yang lazim dipakai (Katzung, 2006): a. Berdasarkan usia (Formula Young): Dosis anak =
x dosis dewasa
Keterangan : n = umur pasien (tahun) Rumus ini digunakan untuk pasien kurang dari atau sama dengan delapan tahun. b. Berdasarkan berat badan (formula Clark): Dosis anak = berat badan (kg) x dosis dewasa 70 kg
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
17
c. Berdasarkan luas permukaan tubuh: Dosis anak = Luas permukaan tubuh (m2) x dosis dewasa 1,73 (m2)
2.2.4 Segi praktis penggunaan obat, mencakup cara pemberian, kebiasaan, dan ketaatan pasien untuk minum obat berdasarkan tahap perkembangan usia anak. Pada periode kanak-kanak dan prasekolah (usia 1-10 tahun), cara pemberian obat yang efektif dapat mempertimbangkan kemungkinan adanya reaksi penolakan. Pada pengobatan infeksi berulang yang memerlukan antibiotik hendaknya informasi tentang obat dijelaskan pada orang tua anak bahwa antibiotik harus diminum sampai habis sehingga penghentian pemberian antibiotika tidak berdasarkan pada hilangnya gejala saja atau membaiknya kondisi. Sebaliknya, pemberian obat-obat simtomatis dihentikan jika simtomatis hilang. Penggunaan obat untuk penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan peninjauan kembali setiap saat mengenai dosis, frekuensi, cara dan lama pemberian (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995).
2.3. Peresepan Rasional Resep ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada penderita. Prinsip dari peresepan rasional adalah adanya elemen-elemen yang esensial untuk penggunaan obat yang efektif, aman dan ekonomis (Joenoes,2001). Pada Konferensi Para Ahli pada Penggunaan Obat Rasional yang diselenggarakan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penggunaan obat yang rasional terjadi ketika pasien mendapatkan obat dan dosis yang sesuai, dengan kebutuhan klinik pasien dalam periode waktu yang cukup dan dengan harga terjangkau untuk pasien dan komunitasnya (Santoso, 1996).
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
18
Peresepan yang rasional memiliki kriteria antara lain : a.
Indikasi yang tepat Keputusan untuk memberikan resep secara keseluruhan didasarkan oleh
alasan medis dan farmakoterapi sebagai alternatif pengobatan yang terbaik. Keputusan ini tidak boleh dipengaruhi oleh alasan nonmedis, seperti permintaan pasien, menolong rekan kerja, atau menciptakan kredibilitas (Santoso, 1996). Kecenderungan peresepan pada anak yang didasarkan pada kekhawatiran dan permintaan orang tua anak tidak dibenarkan sama sekali (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995). b.
Obat yang tepat Penentuan kesesuaian obat yang diresepkan dengan diagnosis yang
ditegakkan sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman dokter menaati prinsip-prinsip ilmiah peresepan pada anak (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P.,1995). Penyeleksian obat secara objektif dapat dibuat berdasarkan kriteria, meliputi efikasi, keamanan, kecocokan dan biaya. Obat yang dipilih adalah obat dengan profil resikobenefit yang paling baik. Obat yang terseleksi harus dengan mudah tersedia, praktis dibawa dan disimpan, dan tidak menyusahkan pasien. Pertimbangan biaya obat tidak boleh mengurangi pertimbangan efikasi dan toleransi (Santoso, 1996) c.
Pasien yang tepat Ketika mengevaluasi kondisi pasien sebelum memulai terapi obat, hal yang
penting untuk dipertimbangkan adalah adanya reaksi samping pada individu pasien meliputi kemungkinan terjadinya efek samping, gangguan fungsi hati atau ginjal, dan adanya obat lain yang dapat berinteraksi merugikan dengan obat yang diresepkan (Santoso, 1996). d.
Dosis dan Cara penggunaan yang tepat Pemberian obat secara oral (bentuk sediaan cair, tablet, puyer) paling
dianjurkan untuk anak. Pemberian ini perlu mempertimbangkan kondisi anak, tingkat penerimaan, dan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi masuknya obat secara lengkap ke dalam tubuh. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
19
Dosis untuk anak hendaknya dimulai dengan dosis efektif minimal yang direkomendasikan. Ada beberapa kondisi yang memungkinkan modifikasi dosis yang dibutuhkan, seperti pada pasien dengan gangguan hati atau ginjal dan respon klinis individu pasien berdasarkan respon terapetik atau efek samping. Penentuan dosis obat pada anak dapat dilakukan dengan mengacu buku-buku standard anak, package insert atau formulasi berdasarkan usia, berat badan atau luas permukaan tubuh. Frekuensi administrasi obat bergantung pada berapa lama efek akan bertahan dan riwayat perjalanan penyakit apakah kronis atau akut (Santoso, 1996). e.
Informasi yang tepat Pemberian informasi yang tepat pada pasien merupakan bagian integral dari
proses peresepan. Informasi yang disampaikan mencakup cara minum obat, kemungkinan terjadinya efek samping dan penanggulangannya. Informasi hendaknya sederhana, jelas dan mudah dipahami, sehingga keberhasilan terapi dapat dicapai (Santoso, 1996) f.
Evaluasi dan tindak lanjut yang tepat Setiap intervensi pengobatan harus dievaluasi secara tepat, dan hal ini
membutuhkan perencanaan dari sejak awal pemberian resep obat. Hal-hal penting yang dijelaskan pada pasien meliputi: simtomatis primer perbaikan dan waktu akan tercapainya serta aksi yang dibutuhkan jika respon terapetik tidak tercapai atau jika efek samping yang tidak diharapkan terjadi (Santoso, 1996)
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Pengobatan infeksi pada balita
Antimikroba
Ketepatan dosis Kerasionalan penggunaan ketepatan indikasi
antimikroba.
ketepatan lama penggunaan
Variabel terikat: Kerasionalan penggunaan antimikroba.
Variabel bebas : Dosis, indikasi, dan lama penggunaan antimikroba.
3.2. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan menggunakan desain deskriptif. Pengambilan data secara retrospektif pada Juli – Desember 2010 melalui pengambilan data sekunder, yaitu dari rekam medis dan resep pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara 20
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
21
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu Februari - April 2011.
3.4
Populasi Sampel Penelitian Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode random sampling.
Populasi sampel penelitian adalah 293 pasien balita berusia 0-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, yang mendapat terapi antimikroba. Perhitungan jumlah sampel minimal dilakukan sebagai berikut:
n=
Z2 x p x q x N d2 (N-1) + Z2 x p x q
Keterangan: n
: jumlah sampel minimum
p
: proporsi persentase kelompok populasi pertama
q
: proporsi persentase kelompok kedua atau proporsi sisa
Z
: derajat koefisien konfidensi dengan taraf kepercayaan 95% = 1,96
b
: persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam menentukan ukuran sampel = 0,05
Berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 293 pasien (Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997).
Kriteria inklusi: 1. Rekam medis dan resep pasien balita usia 0-5 tahun pada periode JuliDesember 2010. 2. Pasien balita usia 0-5 tahun yang menjalani pengobatan penyakit infeksi
Kriteria eksklusi: 1. Rekam medis dan resep pasien balita rawat jalan tidak lengkap meliputi diagnosa yang tidak ada maupun tidak dapat terbaca jelas. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
22
2. Rekam medis dan resep pasien anak rawat jalan dengan usia lebih dari 5 tahun.
3.5
Definisi operasional (Ahmad W. Pratiknya, 2007).
1. Jenis Kelamin adalah identitas seksual pasien anak sejak lahir. Skala: nominal. Kategori: laki-laki dan perempuan. 2. Berat badan adalah berat badan pasien balita. Skala: interval. 3. Usia adalah umur pasien balita Skala: ordinal Kategori: balita : 0 - 5 tahun 4. Resep adalah lembar permintaan tertulis dokter kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat-obatan (Joenoes, Nanizar Zaman , 2001). 5. Jenis antimikroba adalah jenis antimikroba yang digunakan untuk pengobatan penyakit pasien balita. Skala: nominal. Kategori (Gunawan, dkk., 2007): o Golongan penisilin, sefalosforin dan antimikroba betalaktam lainnya. o Golongan tetrasiklin dan kloramfenikol. o Golongan aminoglikosid. o Golongan sulfonamid, kotrimoksazol dan antiseptik saluran kemih. o Golongan kuinolon dan fluorokuinolon o Golongan antimikroba lain, antara lain golongan eritromisin, golongan linkomisin dan klindamisin, golongan glikopeptida, dan golongan lain-lain. 6. Dosis antimikroba adalah takaran yang diberikan pada pasien balita yang mendapat terapi antimikroba sehingga konsentrasi dalam darah cukup memberikan efek terapi berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Skala: ordinal. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
23
Kategori: o Rasional (R): bila dosis antimikroba sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu. o Tidak Rasional (TR): bila dosis antimikroba tidak sesuai dengan pedoman pengobatan penelitian yang diacu. o Tidak dapat Dipastikan (TD): bila lama penggunaan antimikroba untuk pengobatan simtomatis dan pengobatan lain tanpa dosis yang jelas dalam resep. 7. Lama penggunaan antimikroba adalah rentang waktu pasien anak menggunakan antimikroba untuk pengobatan penyakit infeksi karena bakteri berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Skala: ordinal. Kategori: o Rasional (R): bila lama penggunaan antimikroba sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu. o Tidak Rasional (TR): bila lama penggunaan antimikroba tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang diacu. o Tidak dapat Dipastikan (TD): bila lama penggunaan antimikroba untuk pengobatan simtomatis dan pengobatan lain tanpa informasi diagnosa yang jelas dalam rekam medis. 8. Indikasi penggunaan antimikroba adalah penggunaan antimikroba untuk pengobatan penyakit infeksi karena bakteri berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Skala: ordinal. Kategori: o Rasional (R): bila indikasi penggunaan antimikroba sesuai untuk pengobatan penyakit infeksi karena bakteri berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. o Tidak rasional (TR): bila indikasi penggunaan antimikroba tidak sesuai
untuk
pengobatan
penyakit
infeksi
karena
bakteri
berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
24
o Tidak dapat dipastikan (TD): bila penggunaan antimikroba untuk pengobatan simtomatis dan pengobatan lain tanpa informasi diagnosa yang jelas dalam rekam medis.
Untuk menilai kerasionalan penggunaan antimikroba pada balita berasal dari Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Informasi Spesialistik Obat Indonesia 2008. Penilaian kerasionalan dilakukan dengan melihat pendekatan dari obat ke penyakit.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, peneliti melakukan identifikasi kerasionalan melalui pengamatan data resep dan rekam medis pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara kurang lebih selama dua bulan. Pengamatan resep dilakukan di kamar obat dimana peneliti memisahkan resep pasien balita yang brasal dari poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dari resep-resep yang berasal dari poli lain. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Data semua obat per oral baik racikan maupun sirup dan topikal dicatat. Sedangkan data rekam medis pasien balita diambil di ruang poli MTBS. Dari rekam medis tersebut, peneliti mendapatkan data berat badan, usia pasien, dan diagnosa penyakit. Penilaian kerasionalan dilakukan dengan melihat pendekatan dari obat ke penyakit. Untuk menilai kerasionalan penggunaan antimikroba pada pasien balita berasal dari Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan oleh Departemn Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Informasi Spesialistik Obat Indonesia 2008. Fokus utama penilaian kerasionalan penggunaan antimikroba pada penelitian ini lebih ditujukan pada kerasionalan dosis daripada kerasionalan indikasi dan lama penggunaan. Hal ini disebabkan karena banyaknya referensi yang jelas mengenai informasi dosis untuk penilaian kerasionlan obat dibandingkan informasi lengkap mengenai kerasionalan indikasi dan lama penggunaan obat.
4.1 Jenis Antimikroba Penggunaan antimikroba terbanyak menurut golongan antimikroba adalah golongan kotrimoksazol yaitu kotrimoksazol sebesar 43,33%, diikuti oleh golongan penisilin yaitu amoksisilin sebesar 40,67%. Diurutan ketiga terdapat eritromisin yang berasal dari golongan antimikroba lain sebesar 10%. Hasil pengamatan jenis antimikroba yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.1. 25
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
26
Tabel 4.1. Frekuensi penggunaan antimikroba pasien balita Golongan antimikroba Penisilin Kotrimoksazol Kloramfenikol Antimikroba lain Tetrasiklin
Jenis Antimikroba Amoksisilin Kotrimoksazol Kloramfenikol Eritromisin Oksitetrasiklin
Jumlah 122 130 13 30 5
Persentase (%) 40,67 43.33 4,33 10 1,67
Hasil ini sesuai dengan langkah-langkah pengobatan yang telah ditetapkan oleh Depkes RI dalam Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa untuk semua klasifikasi yang membutuhkan antimikroba yang sesuai, antimikroba pilihan pertama adalah kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah amoksisilin. (Depkes, 2001) Kotrimioksazol merupakan kombinasi antara sulfametoksazol dan trimetoprim. Kombinasi kedua obat ini menghasilkan efek sinergis dengan tingkat resistensi yang lebih rendah dibandingkan amoksisilin, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih peka terhadap komponen yang lainnya. (Gunawan, dkk., 2007) Amoksisilin menjadi antimikroba lini pertama untuk otitis media akut, sinusitis, faringitis, dan bronkhitis kronik. (Gunawan,dkk, 2007) (Depkes, 2005) Karena indikasi penggunaan amoksisilin yang luas memungkinkan terjadinya resistensi pada antimikroba ini, sehingga penggunaannya sekarang mulai menurun.
4.2 Jenis Penyakit Jenis penyakit diperoleh dari diagnosa dokter yang tertulis di rekam medis pasien balita. Dari analisa jenis penyakit 293 pasien, diperoleh tiga jenis penyakit terbanyak adalah ISPA (88,05%), pneumonia (4,78%), infeksi kulit (3,07%), Hasil pengamatan jenis penyakit yang diderita pasien balita dapat dilihat pada tabel 4.2
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
27
Tabel 4.2. Frekuensi jenis penyakit yang diderita pasien balita Jenis Penyakit
Frekuensi
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pneumonia Bronkitis Infeksi kulit Infeksi mata Diare
258
Persentase (%) 88,05
14 3 4 9 5
4,78 1,02 2,05 3,07 1,02
Sampai saat ini prevalensi ISPA masih cukup tinggi. Angka kematian balita dikarenakan pnyakit ini juga cukup tinggi. World Health Organization (WHO) memperkirakan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun (Depkes, 2000). Faktor-faktor yang menyebabkan masih tingginya kejadian ISPA di negara berkembang ialah masih rendahnya sanitasi, sirkulasi udara yang kurang baik didalam rumah, tingginya pencemaran udara, berat badan lahir rendah, dan lain-lain.
4.3. Pola Peresepan Antimikroba Pola peresepan satu jenis antimikroba dalam satu R/ terbanyak adalah kotrimoksazol sirup (43,68%) dan amoksisilin sirup (39,93%). Pola peresepan dua jenis antimikroba dalam satu R/ atau dua R/ terbanyak adalah amoksisilin sirup / kloramfenikol (untuk salep/tetes mata) (1,71%). Hasil pengamatan pola peresepan antimikroba dapat dilihat pada tabel 4.3.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
28
Tabel 4.3. Distribusi resep antimikroba pada pasien balita Resep Antimikroba satu jenis atau lebih Amoksisilin Kotrimoksazol Kloramfenikol Eritromisin Oksitetrasiklin Amoksisilin + kloramfenikol Kotrimoksazol + kloramfenikol
Frekuensi 117 128 6 30 5 5 2
Persentase (%) 39,93 43,68 2,05 10,24 1,71 1,71 0,68
Peresepan antimikroba lebih dari satu dalam satu resep perlu diperhatikan secara seksama. Walaupun kombinasi antimikroba dapat menimbulkan efek sinergis dan aditif, tetapi kombinasi antimikroba juga dapat menimbulkan interaksi yang memungkinkan berakibat negatif (Sukandar, E. Y., Retnosari A, Joseph I. S., I Ketut Adnyana, Adji P., Kusnandar, 2008). Pada penelitian ini, terdapat peresepan antimikroba lebih dari satu, yaitu amoksisilin + kloramfenikol dan kotrimoksazol + kloramfenikol. Pada peresepan ini kloramfenikol memberikan efek lokal sebagai salep/tetes mata sedangkan amoksisilin dan kotrimoksazol meberikan efek sistemik, sehingga peresepan kedua obat tersebut kemungkinan kecil akan berakibat negatif.
4.4. Kerasionalan Dosis Antimikroba Dari penelitian ini, dosis antimikroba sekitar 97,67% masuk dalam kategori rasional. Dosis yang diberikan pada pasien masih dalam dosis antara dosis lazim dengan dosis maksimumnya. Pada frekuensi pemberian terdapat beberapa antimikroba yang tidak sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada eritromisin frekuensi pemberian yang seseuai dengan pedoman pengobatan adalah setiap 6 jam dalam sehari tetapi dalam resep frekuensi pemberian setiap 8 jam dalam sehari. Prevalensi dosis antimikroba yang tidak rasional terjadi sangat kecil sebesar 2,3% yaitu pada dosis kotrimoksazol. Hasil pengamatan kerasionalan dosis antibiotic dapat dilihat pada tabel 4.4.
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
29
Tabel 4.3. Distribusi kerasionalan pnggunaan antimikroba berdasarkan dosis pada pasien balita Kerasionalan Dosis Antimikroba Kotrimoksazol Amoksisilin Eritromisin Kloramfenikol Oksitetrasiklin
Frekuensi R TR 123 7 122 0 30 0 13 0 5 0
Persentase (%) R TR 41 2,3 40,67 0 10 0 4,33 0 1,67 0
Total Keterangan : R
293
97,67
TR
7
2,3
= rasional = tidak rasional
Dosis yang berlebih pada balita dikhawatirkan akan menimbulkan efek toksik. Pada usia ini terdapat perbedaan respons yang terutama disebabkan belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, yakni fungsi biotransformasi hati yang kurang, fungsi eksresi ginjal yang hanya 60-70% dari fungsi ginjal dewasa, kapasitas ikatan protein plasma yang rendah, dan sawar darah otak serta sawar kulit yang belum sempurna. Dosis yang tinggi juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan. (Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., 1995).
4.5. Kerasionalan Indikasi Antimikroba Penilaian kerasionalan indikasi antimikroba ada tiga yaitu rasional, tidak rasional dan tidak dapat dipastikan. Indikasi antimikroba yang memenuhi kategori rasional sebanyak 240 obat (80%), tidak rasional sebanyak 15 obat (5%), dan tidak dapat dipastikan sebanyak 45 (15%). Kriteria rasional pada penelitian ini diberikan bila indikasi penggunaan antimikroba sesuai untuk pengobatan penyakit infeksi karena bakteri berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Dari 106 penggunaan amokisilin yang rasional, indikasi terbanyak adalah untuk pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (88,05%), pneumonia (4,78%) dan infeksi mata (3,05%). Hasil pengamatan kerasionalan penggunaan antimikroba berdasarkan indikasi dapat dilihat pada tabel 4.5. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
30
Tabel 4.5. Distribusi kerasionalan penggunaan antimikroba berdasarkan indikasi pada pasien balita Kerasionalan Indikasi Antimikroba
R 92 106 24 13 5
Kotrimoksazol Amoksisilin Eritromisin Kloramfenikol Oksitetrasiklin Total Keterangan : R
Frekuensi TR 15 0 0 0 0
TD 23 16 6 0 0
15
45
240 = rasional
Persentase (%) R TR TD 30,67 5 7,67 35,34 0 5,33 8 0 2 4,34 0 0 1,67 0 0 80
5
15
TR = tidak rasional TD = tidak dapat dipastikan
Penggunaan tidak rasional terjadi bila indikasi penggunaan antimikroba tidak sesuai untuk pengobatan penyakit infeksi berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu. Dari hasil
penelitian, ditemukan adanya 15
penggunaan
kotrimoksazol dalam pengobatan diare akut. Kotrimoksazol merupakan antimikroba yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi karena bakteri. Namun, dalam praktek sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba ini juga sering digolongkan sebagai antimikroba (Gunawan, dkk., 2007). Menurut WHO, penggunaan antimikroba pada pengobatan diare anak hanya bermanfaat untuk diare yang disertai darah (shigellosis), kolera dengan dehidrasi parah, dan infeksi simtomatis oleh Giardia lambia. Namun, manfaat dari terapi antimikroba dalam manajemen diare berair akut masih diperdebatkan (Darmawan, Bobby S., A. Firmansyah & I. Chair, 2007). Penilaian tidak dapat dipastikan diberikan bila penggunaan antimikroba untuk pengobatan simtomatis dan pengobatan lain tanpa informasi diagnosa yang jelas dalam rekam medis. Pengobatan simtomatis disini seperti batuk, pilek, demam dan muntah. Penilaian tidak dapat dipastikan ini memiliki dua kecenderungan. Pertama, bila simtomatis merupakan penyakit infeksi karena bakteri, maka kategori tidak dapat dipastikan masuk dalam kategori rasional. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
31
Kedua, bila simtomatis merupakan penyakit non infeksi karena bakteri, maka kategori tidak dapat dipastikan masuk dalam kategori tidak rasional. Penilaian tidak dapat dipastikan diberikan karena dalam rekam medis dokter tidak menuliskan secara jelas apakah simtomatis merupakan penyakit infeksi atau penyakit non infeksi karena bakteri. Batuk, pilek dan demam merupakan simtomatis tersering yang bisa muncul pada penyakit saluran pernafasan tapi tak semua simtomatis ini menandakan adanya penyakit infeksi dan memerlukan terapi antimikroba. Biasanya terapi simtomatis yang diberikan adalah antipiretik, antitusif, dan antialergi (Behrman, Richard E., R.M. Kliegman & H.B. Jenson, 2004). Sehingga, ketika data-data mengenai simtomatis dijelaskan secara lengkap dalam rekam medis, maka akan lebih mudah untuk menilai kerasionalan indikasi penggunaan antimikroba.
4.6. Kerasionalan Lama Penggunaan Antimikroba Lama penggunaan antimikroba untuk obat racikan diambil dari jumlah obat yang tertulis di resep dengan dibagi dengan frekuensi penggunaan obat sehari. Untuk obat jadi sediaan sirup, lama penggunaan diambil dari volume sediaan yang tersedia di pasaran dibagi dengan volume penggunaan obat sehari. Sedangkan untuk sediaan topikal dimana lama penggunaan tidak tertulis atau informasi kurang jelas di rekam medis, diasumsikan lama penggunaan rasional karena sudah diberikan informasi lama penggunaan oleh dokter. Lama penggunaan antimikroba pada umumnya 3 – 5 hari. Tetapi, berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2001, terapi antimikroba pada balita adalah selama 5 hari. Sehingga pada penlitian ini hasil kerasionalan lama penggunaan antimikroba dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama berdasarkan lama penggunaan selama 3 – 5 hari dan kelompok kedua berdasarkan lama penggunaan antimikroba selama 5 hari. Kerasionalan lama penggunaan antimikroba pada kelompok pertama dalam penelitian ini menunjukkan hasil untuk kelompok rasional sebesar 258 (86%), tidak rasional sebanyak 32 obat (10,67%), tidak dapat dipastikan sebanyak 10 Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
32
obat (3,33%). Sedangkan hasil pada kelompok kedua, dimana lama penggunaan antimikroba selama 5 hari menunjukkan hasil yang hampir seimbang antara kategori rasional dengan tidak rasional, dimana lama penggunaan yang memenuhi kategori rasional sebanyak 146 obat (73,25%), tidak rasional sebanyak 144 obat (48%) dan tidak dapat dipastikan sebanyak 10 obat (3,33%). Kriteria tidak dapat dipastikan diberikan bila lama penggunaan antimikroba untuk pengobatan simtomatis dan pengobatan lain dengan informasi diagnosa yang tidak jelas dalam rekam medis. Hasil distribusi kerasionalan penggunaan antimikroba berdasarkan lama penggunaan dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7
Tabel 4.6. Distribusi kerasionalan penggunaan antimikroba berdasarkan lama penggunaan pada pasien balita pada kelompok I Kerasionalan Lama Penggunaan Antimikroba Kotrimoksazol Amoksisilin Eritromisin Kloramfenikol Oksitetrasiklin Total Keterangan : R
R
Frekuensi TR
TD
94 10 24 13 5
2 30 0 0 0
0 4 6 0 0
31,33 3,33 8 4,34 1,67
0,67 10 0 0 0
0 1,33 2 0 0
32
10
86
10,67
3,33
258 = rasional
Persentase (%) R TR TD
TR = tidak rasional TD = tidak dapat dipastikan
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
33
Tabel 4.7. Distribusi kerasionalan penggunaan antimikroba berdasarkan lama penggunaan pada pasien balita pada kelompok II Kerasionalan Lama Penggunaan Antimikroba Kotrimoksazol Amoksisilin Eritromisin Kloramfenikol Oksitetrasiklin Total Keterangan : R
R
Frekuensi TR
TD
94 10 24 13 5
36 108 0 0 0
o 4 6 0 0
31,33 3,33 8 4,34 1,67
12 36 0 0 0
0 1,33 2 0 0
144
10
48,67
48
3,33
146 = rasional
Persentase (%) R TR TD
TR = tidak rasional TD = tidak dapat dipastikan
Menurut Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia yang dikeluarkan oleh Depkes, lama penggunaan antimikroba minimal 5 hari untuk menghindari terjadinya resistensi. Tetapi pada umunya lama penggunaan antimikroba selama 3 – 5 hari masih diperbolehkan. Pada prinsipnya lama penggunaan antimikroba bergantung pada tipe dan keparahan infeksi dan seharusnya ditentukan oleh respon klinis dan bakteriologik pada pasien. Pengobatan jangka panjang antimikroba diberikan ada TBC selama 6 bulan atau 9 bulan pada anak dan demam tifoid sampai 10 hari (Katzung, 2006) (McEvoy, Gerald K, 2002) (Departemen Kesehatan RI, 2001)
4.7. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain: a. Adanya keterbatasan informasi pada rekam medis pasien balita mengenai diagnosa dan terapi yang diberikan. Tidak semua rekam medis menjelaskan secara rinci tentang keadaan pasien saat konsultasi dengan dokter. b. Adanya kesulitan menentukan kerasionalan lama penggunaan pada obat yang diberikan secara topikal. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya data lama penggunaan dalam resep ataupun rekam medis. Semua lama penggunaan
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
34
topikal dengan indikasi rasional dianggap rasional tanpa mengetahui lama penggunaan sebenarnya pada pasien dan petunjuk dokter. c. Adanya kesulitan untuk menilai kerasionalan indikasi antimikroba pada penyakit yang bersifat simtomatis seperti demam, batuk, pilek dan muntah. Simtomatis yang terdapat di rekam medis kurang menjelaskan apakah penyakit diakibatkan infeksi bakteri atau lainnya. d. Peneliti tidak melihat tingkat keparahan pasien yang sebenarnya, sehingga penilaian hanya didasarkan pada penilaian rekam medis dan resep. Namun demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan kerasionalan pengobatan antimikroba pada pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Jenis penyakit yang banyak diderita pasien adalah ISPA (88,05%) 2. Pola peresepan antimikroba terbanyak adalah satu jenis antimikroba dalam satu resep, yaitu peresepan kotrimoksazol (43,68%) 3. Dosis antimikroba yang memenuhi kategori rasional sebesar 97,95% dan kategori tidak rasional sebesar 2,05%. 4. Indikasi antimikroba yang menunjukkan kategori rasional sebanyak 80%, tidak rasional sebanyak 5% dan tidak dapat dipastikan sebanyak 15%. 5. Lama penggunaan antimikroba berdasarkan waktu penggunaan 3 – 5 hari, ynag termasuk kelompok rasional sebesar 258 (86%), tidak rasional sebanyak 32 obat (10,67%), tidak dapat dipastikan sebanyak 10 obat (3,33%).
5.2 Saran 1. Penilaian kerasionalan sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan simtomatis tanpa diagnosa yang jelas seperti demam, batuk, dan pilek. 2. Perlunya melakukan konsultasi pada dokter untuk mengetahui pertimbangan pengobatan yang diberikan dan kondisi penyakit pasien yang sebenarnya.
35
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ACUAN
Ahmad W. Pratiknya (2007). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Bagian Farmakologi Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. (2008) Farmakoterapi Pada Neonatus, Masa Laktasi dan Anak. http://www.farklin.com/images/multirow3f1e13c070583 .pdf. 2 Januri 2011, pk. 20.00 WIB Behrman, Richard E., R.M. Kliegman & H.B. Jenson (ed). (2004). NelsonTextbook of Pediatrics 17th edition. Philedalphia: Elsevier.: chapter 130. Darmawan, Bobby S., A. Firmansyah & I. Chair. (2007) The Benefit of Cotrimoxazole Treatment in Management of Acute Watery Diarrhea Caused by Invasive Bacteria. Paediatrica Indonesiana. (47): 104-108. Departemen Kesehatan RI. (2000). Penggunaan Obat Rasional Modul 2: Batasan dan Pengertian. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.: 3-4. Departmen Kesehatan RI. (2002). Evaluasi Program Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 55-56. Departemen Kesehatan RI. (2011). Buku Panduan Peringatan Hari Kesehatan Sedunia: Gunakan Antibiotik secara Tepat untuk Mencegah Kekebalan Kuman. Jakarta: Departmen Kesehatan RI 1-2, 7. Departemen Kesehatan RI. (2001). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia. Jakarta: Departmen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2006). Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan.: 11, 61, 114, 121. 36
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
37
Di Piro JT, Talbert, RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. (1997). Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach. Connecticut: Appleton & Lange.: 2387-2399. Gunawan, Sulistia Gan (ed). (2007). Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.: 502-506, 508-515, 585, 599, 602, 605, 664, 668, 670, 681, 685-686, 690, 694, 700-702, 705, 718, 723. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Informasi Spesialite Obat ISO Indonesia 2007. (2007). Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi. 2007: 12, 66-67, 70-72, 79, 81, 87, 89-90, 92, 94, 85-87, 376, 380, 384, 407, 412. Ikawati, Zulaika. Batuk. (2009). http://www.ugm.ac.id. 2 Mei 2011, pk.17.35. Juliyah.
(2011).
Menkes:
Resistensi
Antibiotik
Jadi
Ancaman
Dunia.
http://infopublik.depkominfo.go.id/index.php?page=print&newsid=605 15 April 2011 pukul 16.00 WIB Joenoes, Nanizar Zaman. (2001). Ars Prescribendi Resep yang Rasional edisi 2 Surabaya: Airlangga University Press. 20-30. Katzung, Bertram G. (ed.). (2006). Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. San Fransisco: McGraw Hill Lange.: chapter 39. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 91997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Gadjahmada University Press. McEvoy, Gerald K. (2002). American Hospital Formulary Service Drug Information Book One and Three. Bethesda: American Society of HealthSystem Pharmacists.Inc: 129, 131, 141-143, 145, 158-160, 234. Novyanti, Dien. (2006). Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di RS Prikasih Periode Juni-Agustus 2006. Skripsi Sarjana Farmasi Ekstensi FMIPA UI. Depok: Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Pagliaro, A.Louise dan Ann, Marie.P., (1995). Problems in Pediatric Drug Therapy. (Ed. Ke-3). USA: Production press, Inc. Santoso, Budiono. (1996). Principles of Rational Prescribing. Medical Progress. 23(10): 6-9. Sukandar, E. Y., Retnosari A, Joseph I. S., I Ketut Adnyana, Adji P., Kusnandar, (2008). Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. 930. Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1 Hasil Penilaian Kerasionalan Antibiotik pada 293 Pasien Balita
1
Jenis kelamin L
Usia (bulan) 18
Berat badan (kg) 8
2
L
12
8,5
3
L
6.5
6
4
P
14
10
5
L
20
12
6
P
15
9
7
P
5
5,5
8
L
16
9,5
9
P
7
6,5
10 11
P L
22 13
11,5 8
12
P
9
8
13
L
6
8
14 15
L P
12 14
8,5 10
16
P
5
6
No
Indikasi
Resep
R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Batuk dan pilek R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth
R
Lama Penggunaan *1 R
Lama Penggunaan *2 TR
R
R
TR
R
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
TR
TR
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R TR
R R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Permasalahan
ISPA
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Dosis
Indikasi R
17
P
17
10
18
L
15
9
19
L
8
7
20
L
9
7,5
21 22
L P
20 15
10 9
23
L
17
10
24
P
6
6
25
L
9
8
26
L
10
9
27
L
14
9
28
P
7
8
29
P
4
5
30
L
9
8,5
31 32
P P
17 15
9,5 10,5
33
L
19
10,5
33
L
18
10
34
L
12
9
35
L
6.5
7,5
ISPA
R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
TR
R R
R R
R
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
TR
R
R
R
TD
R
R
R
R
R
R
R Dosis tidak sesuai R Lama penggunaan tidak sesuai
R
TR
R
R Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
R
R
R
R
TR
R
R
R
TR
R
R
R
TR
R
36
P
14
10
37
L
20
12
38
P
15
9,5
39
P
5
7
40
L
16
11
41
P
7
8
42 43
P L
22 13
12 9
44
P
5
6,5
45
P
17
11
46
L
15
9,5
47
L
8
8
48
L
9
8,5
49 50
L P
20 15
11,5 10
51
L
17
10
52
P
6
6,5
53
L
9
7,5
54
L
10
9
3 dd I cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml Pneumonia
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
R
TR
R
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R R
R R
R
R
R
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
Dosis tidak sesuai
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
55
L
14
10,5
56
P
7
8
57
P
4
6,5
58
L
9
9
59 60
P P
17 15
10,5 11
61
L
19
10,5
62
L
18
11
63
L
12
10
64
L
6.5
8
65
P
14
9,5
66
L
20
10,5
67
P
15
9,5
68
P
5
7
68
L
16
10
70
P
7
8
71 72
P L
22 13
11 9
73
L
26
11
2 dd 1,5 cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml Bronkitis
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
TR
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
74
L
36
12,5
75 76
P P
28 17
11,5 10
77
P
46
1,5
78
L
34
13
79
P
19
11
80
L
18
11
81
P
17
10
82
P
16
9,5
83
p
27
11
84
L
17
10,5
85
l
48
15
86
p
3
6
87
L
38
14
88
p
22
11
89
P
30
12
3 dd 1 3/4 cth R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Infeksi mata R/ oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 100 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no. x S 3 dd Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Infeksi mata R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kloramfenikol tetes mata ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 75 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no X s 3 dd ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml R/ 4 dd 1 cth ISPA
R
R
R
R
Dosis tidak sesuai
R TR
R R
R TR
R R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai
TR
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
90
L
28
11,5
91
L
15
10,5
93
P
20
10,5
94
L
25
11,5
95
L
36
12,5
96
P
19
10
97
P
20
14
98
P
30
15
99
P
1,5
6
100
P
26
16
101
P
14
12
102
P
5
6
103
P
17
12
104
L
15
14
105
L
8
7
106
L
9
7,5
107 108
L P
20 15
17 14
batuk dan pilek R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth ISPA R/ eritromicin 200 mg No. x s 3 dd 1 ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ eritromisin 200 mg No x s 3 dd 1 Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ Amiksisilin 62,5 mg CTM 0,3 mg Gliserol guaikolat 10 mg m.f pulv No x s 3 dd R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml
R
R
R
TD
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
TR R R
R R
TR TR R
R R R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
TR
R
TR
R
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
TR
TR
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R
R TR
R R
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
109
L
17
19
110 111
P p
6 27
5,5 15
112
L
17
10
113
l
48
18,5
114
p
1,5
6,5
115
L
38
16
116
p
22
13
117
P
30
14
118
L
20
15,5
119
P
15
13
120
P
5
7
121
L
16
12
122
P
7
8,5
123 124
P L
22 13
16 11
125
P
5
6
3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml Infeksi mata R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kloramfenikol tetes mata ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 75 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no X s 3 dd ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml R/ 4 dd 1 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R R
R TR
R R
Dosis tidak sesuai
TR
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
TR
R
TR
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
R
TR
R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
126
P
17
12
127
L
15
14
128
L
8
7
129
L
9
7,5
130
l
48
18,5
131
p
1,5
6,5
132
L
38
16
133
p
22
13
134
P
30
14
135
L
28
13
136
L
15
10,5
137
L
10
1,5
138
L
14
16
139
P
7
8,5
140
P
4
5,5
141
L
9
10
142 143
P P
17 15
12 12,5
ISPA
R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 75 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no X s 3 dd ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml R/ 4 dd 1 cth Batuk dan pilek R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
TD
R
R
TR
r
R
R
R
R
R
R
TR
TR
R
R
R
R
R
R
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
144
L
19
18
145
L
18
11
146
L
12
10
147
L
6.5
8,5
148
P
14
12
149
L
20
15,5
150
P
15
13
151
P
5
7
152
L
16
12
153
P
7
8,5
154 155
P L
22 13
16 11
156
L
26
15
157
L
36
19
158 159
P P
28 17
15 12,5
160
P
46
19
161
L
34
17
162
P
19
11
ISPA
R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Infeksi mata R/ oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 100 mg CTM 0,4 mg
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
TR
TR
R
R
R
R
R
Dosis tidak sesuai
R TR
R R
R TR
R R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
163
L
18
11
164
P
17
12,5
165
P
16
9
166
p
27
15
167
L
17
10
168
l
48
18,5
169
p
1,5
6,5
170
L
38
16
171
p
22
13
172
P
30
14
173
L
28
13
174
L
15
10,5
175
P
20
16
176
L
25
17
177
L
36
13
178
P
19
11
m.f pulv no. x S 3 dd Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Infeksi mata R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kloramfenikol tetes mata ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 75 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no X s 3 dd ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml R/ 4 dd 1 cth R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth ISPA R/ eritromicin 200 mg No. x s 3 dd 1 ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ eritromisin 200 mg No x s 3 dd 1
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai
TR
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
TD
R
R
R
R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
R
R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
179
P
20
14
Pneumonia
R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ Amiksisilin 62,5 mg CTM 0,3 mg Gliserol guaikolat 10 mg m.f pulv No x s 3 dd R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth batuk dan pilek R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml Infeksi mata R/ amoksisilin syrup 60 ml
180
P
30
15
181
P
1,5
6
182
P
26
16
183
P
14
12
184
P
5
6
185
P
17
12
186
L
15
14
187
L
8
7
188
L
9
7,5
189 190
L P
20 15
17 14
191
L
17
19
192 193
P p
6 27
5,5 15
194 195 196 197 198 199
P L
22 13
16 11
Infeksi mata Pneumonia
P
9
10
Batuk dan pilek
L
6
6,5
ISPA
R/ kloramfenikol R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kotrimoksazol syrup 60 ml
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
TR
TR
TD
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R TR
R R
R
R
R
R
R R
R R
R TR
R R
R R
R R
R R
R R
TR
TR
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
200 201
L P
12 14
10 12
202
P
5
6
203
P
17
12
204
L
15
14
205
L
8
7
206
L
9
7,5
207 208
L P
20 15
17 14
209
L
17
19
210
P
6
5,5
211
L
9
6
212
L
10
12,5
213
L
14
16
214
P
7
8,5
215
P
4
5,5
216
L
9
10
217 218
P P
17 15
16,5 16,5
219
L
19
18
220
L
18
14,5
2 dd 1,5 cth R/ kloramfenikol R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Infeksi mata ISPA
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R TR
R R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R R
R R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
221
L
12
10
222
L
6.5
8,5
223
P
14
12
224
L
20
15,5
225
P
15
13
226
P
5
7
27
L
16
12
228
P
7
8,5
229 230
P L
22 13
16 11
231
P
5
6
232
P
17
12
233
L
15
14
234
L
8
7
235
L
9
7,5
236 237
L P
20 15
17 14
238
L
17
19
239
P
6
5,5
240
L
9
6
241
L
10
1,5
ISPA
R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Diare R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ eritromisin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
R
TR
R
R
R
R
R
Indikasi tidak sesuai
R
R
R
TR
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R R
R TR
R R
R R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
242
L
14
16
243
P
7
8,5
244
P
4
5,5
245
L
9
10
246 247
P P
17 15
12 12,5
248
L
19
18
249
L
18
11
250
L
12
10
251
L
6.5
8,5
252
P
14
12
253
L
20
15,5
254
P
15
13
255
P
5
7
256
L
16
12
257
P
7
8,5
258 259
P L
22 13
16 11
260
L
26
15
261
L
36
19
2 dd 1,5 cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/oksitetrasiklin ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth Infeksi kulit R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth R/ kloramfenikol ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Infeksi mata R/ kloramfenikol Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 3/4 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Bronkitis
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
TR
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
R R
R R
R
TR
TR
R
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai
Dosis tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
262 263
P P
28 17
15 12,5
264
P
46
19
265
L
34
17
267
P
19
11
268
L
18
11
269
P
17
12,5
270
P
17
12,5
271
P
16
9
272
p
27
15
273
L
17
10
274
l
48
18,5
275
p
1,5
6,5
276
L
38
16
277
p
22
13
278
P
30
14
279
L
28
13
280
L
15
10,5
Infeksi mata ISPA
R/ oksitetrasiklin R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth Pneumonia R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 100 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no. x S 3 dd Pneumonia R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 3/4 cth Infeksi mata R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kloramfenikol tetes mata ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1,5 cth Batuk dan panas R/ amoksisilin 75 mg CTM 0,4 mg m.f pulv no X s 3 dd ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1/2 cth ISPA R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth Bronkitis R/ amoksisilin syrup 60 ml R/ 4 dd 1 cth batuk dan panas R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth ISPA R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth
Dosis tidak sesuai
R TR
R R
R TR
R R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
TD
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Dosis tidak sesuai
R TR
R R
R R
R
R
R
R
R
R
R
TR
TD
R
R
R
R
R
R
R
R
TR
R
R
R
R
R
R
TD
TR
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
Lama penggunaan tidak sesuai
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
282
P
20
16
Pneumonia
283
L
25
17
ISPA
284
L
36
13
ISPA
285
P
19
11
ISPA
286
P
20
14
Pneumonia
287
P
30
15
ISPA
288
P
15
12,5
ISPA
289
L
19
18
ISPA
290
L
18
11
ISPA
291
L
12
10
ISPA
292
L
6.5
8,5
ISPA
R = Rasional TR = tidak rasional TD= Tidak dapat dipastikan
R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth R/ eritromicin 200 mg No. x s 3 dd 1 R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 2 dd 1 cth R/ eritromisin 200 mg No x s 3 dd 1 R/ amoksisilin syrup 60 ml 4 dd 1 cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1 cth R/ kotrimoksazol syrup 60 ml 3 dd 1,5 cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth R/ amoksisilin syrup 60 ml 3 dd I cth
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
R
R
R
R
R
R
R
R
Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Interval penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai Lama penggunaan tidak sesuai
TR
R
TR
R
TR
R
TR
R
R
R
TR
R
Interval penggunaan tidak sesuai
TR
R
R
R
R
R
R
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
Lama penggunaan tidak sesuai
R
R
TR
R
*1 = lama penggunaan antimikroba 3 - 5 hari *2 = lama penggunaan antimikroba 5 hari
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011
Lampiran 2. Pedoman Pengobatan Penelitian
No. 1
Antimikroba Amoksisilin
Indikasi
Dosis
Infeksi saluran kemih,
< 10 tahun : 125 mg setiap
saluran pernafasan
dalam jam digandakan pada
bagian atas, bronkitis,
infeksi berat
otitis media, abses gigi
Neonatus – 3 bulan : 20-30 mg/kgBB/hari terbagi setiap 12 jam Bayi >3 bulan dan anak : 25 – 30 mg/kg/BB/hari terbagi setiap 8 jam
2
Kotrimoksazol Infeksi saluran kemih,
6 minggu-5 bulan :
infeksi saluran nafas,
sulfametoksazol 100 mg +
bronkitis, pneumonia,
trimetoprim 20 mg aetiap 12 jam
otitis media, infeksi kulit
6 bulan – 5 tahun : sulfametoksazol 200 + trimetoprim 40 mg setiap 12 jam
3
Kloramfenikol
Demam tifoid, infeksi
salep mata 1%; obat tetes mata
berat yang disebabkan
0,5%; salep kulit 2%; obat tetes
Haemophilus influenzae,
telinga 1-5%
gangren 4
Oksitetrasiklin
Infeksi
saluran
saluran
cerna,
nafas, salep kulit 3%; salep mata 1% kulit,
urogenital 5
Eritromisin
Bronkitis,
faringitis, < 2 tahun : 125 mg setiap 6 jam
laringitis, otitis media, infeksi kulit dan jaringan lunak
54
Universitas Indonesia
Pola peresapan..., Fierdini Hapsari L.N, FMIPA UI, 2011