ABSTRAK KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK ERITROMISIN PADA BALITA PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN. Evi Endah Wulandari1; Ratih Pratiwi Sari2;Erwin Fakhrani3 Angka kejadian ISPA yang disebabkan oleh pneumonia pada balita sekitar 1020% per tahun, sedangkan angka kematian ISPA yang disebabkan oleh pneumonia pada balita di Indonesia 6 per 1000 balita setiap tahun. Penggunaan antibiotik terutama eritromisin untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan akut pada balita perlu mendapat perhatian khusus dalam pemberian dosis obat, frekuensi waktu pemberian obat, serta takaran dosis obat antibiotik eritromisin. Balita adalah bayi yang berumur dibawah lima tahun yang mendapatkan antibiotik eritromisin. ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui persentase ketepatan dosis peresepan antibiotik eritromisin pada balita penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), yang meliputi tepat frekuensi pemberian dan tepat takaran dosis. Penelitian ini menggunakan penelitian non-eksperimental yang dirancang secara deskriptif, dengan pendekatan retrospektif. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Proses analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan literatur Drug Information Handbook 2011(DIH), kemudian dilakukan pengolahan data dengan menghitung persentase pada setiap parameter yang digunakan. Hasil penelitian yang dilakukan di puskesmas alalak tengah pada resep periode Oktober 2012 sampai Maret 2013 diperoleh 74 resep antibiotik eritromisin yang diberikan pada balita penderita ISPA, dan diketahui hasil persentase ketepatan dosis yang meliputi tepat frekuensi waktu pemberian adalah 100 % (74 resep), tepat takaran dosis adalah 18 % (13 resep),dan 82 % (61 resep) tidak tepat takaran dosis. 14 % diantaranya adalah subdose (10 resep), dan 68 % (51 resep) adalah overdose tetapi tidak melebihi dosis maksimal 3,2 g/hari. Kata Kunci : Ketepatan Dosis, Eritromisin, Balita, ISPA
ABSTRACT ACCURACYDOSAGE ERYTHROMYCIN ANTIBIOTICS PRESCRIBING CHILDRENINPATIENTSOF ACUTE RESPIRATORYINFECTIONS(ISPA) HEALTH CENTER ALALAK TENGAH BANJARMASIN. Evi Endah Wulandari1; Ratih Pratiwi Sari2;Erwin Fakhrani3 The incidence of ARI caused by pneumonia in children under five around 1020% per year, while the number of deaths caused by pneumonia ARI in children under five in Indonesia 6 per 1000 children under five every year. The use of antibiotics, especially erythromycin for the treatment of acute respiratory infections in infants should receive special attention in dosing of drugs, the frequency of drug administration time, as well as the size of the dose antibiotics erythromycin. Toddlers are babies under five years old who received the antibiotic erythromycin. ISPA is a respiratory disease above and below the entry of germs caused by microorganisms. The purpose of the study was to determine the percentage of accuracy of dose of erythromycin antibiotic prescribing in children under five patients with acute respiratory infections (ARI), which includes the right frequency of administration and the appropriate dosage schedule. This study used a non-experimental study designed descriptively, with a retrospective approach. The instrument used was the observation sheet. The process of data analysis is done by comparing the observations with the literature Drug Information Handbook, 2011 (DIH), then the data processing performed by calculating a percentage on each of the parameters used. Results of research conducted in health centers Alalak middle of the prescription period October 2012 to March 2013 obtained 74 prescription antibiotic erythromycin given to infants with ARI, and it is known that the percentage accuracy of dose which includes the right frequency timing is 100% (74 prescriptions), the right dose dose was 18% (13 prescriptions), and 82% (61 prescriptions) not appropriate dosage schedule. 14% of them are subdose (10 recipes), and 68% (51 prescriptions) is the overdose but do not exceed the maximum dose of 3.2 g / day. Keyword: Accuracy Dose, Erythromycin, Children, Acute Respiratory Infection
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan merupakan penyebab utama kematian anak-anak berumur di bawah 5 tahun di dunia. Angka kesakitan (morbiditas) ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) seringkali dilaporkan termasuk dalam 10 penyakit utama di negara berkembang, khususnya 6 sampai 8 kali pertahun. Angka kematian (mortalitas) ISPA pada anak, khususnya balita, terutama disebabkan oleh pneumonia. Angka kejadian ISPA yang disebabkan oleh pneumonia pada balita sekitar 10-20% per tahun, sedangkan angka kematian ISPA yang disebabkan oleh pneumonia pada balita di Indonesia 6 per 1000 balita setiap tahun (Maryunani, 2010). Infeksi saluran pernafasan akut sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernafasan atas. ISPA singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi saluran pernafasan bagian atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, dan otitis. Sedangkan infeksi saluran pernafasan bagian bawah meliputi infeksi pada bronkhus dan alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis dan pneumonia. Infeksi saluran pernafasan akut pada anak seringkali berkaitan dengan infeksi virus dan sekitar 40-60% diantaranya diobati dengan antibiotik (Shaleh, 2008). ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah penyakit saluranpernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama
empat belas hari (Shaleh, 2008). Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan sampai pada masa dewasa karena ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya chronic obstructive pulmonary disease. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan, seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, tetapi anak akan menderita pneumonia yang dapat mengakibatkan kematian bila infeksi paruparu tidak diobati dengan antibiotik (Shaleh, 2008). Antibiotik merupakan obat pilihan untuk mengobati berbagai penyakit. Hingga saat ini, antibiotik dipercaya telah menyembuhkan jutaan bahkan miliaran orang dari ancaman kematian akibat penyakit. Seperti halnya obat pada umumnya, antibiotik memiliki efek samping yang bisa muncul jika penggunaannya tidak tepat, antara lain dapat menyebabkan alergi, gatal-gatal, nyeri lambung, mual, atau bengkak pada bibir, kelopak mata, dan bagian tubuh lainnya, terutama bila diberikan kepada balita, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada balita masih belum tumbuh sempurna.Untuk itu penggunaan antibiotik pada balita memerlukan perhatian khususkarena absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat termasukantibiotik pada balita berbeda dengan dewasa, serta tingkat maturasi organ yangberbeda,sehingga dapat terjadi perbedaan respons terapetik atau efek sampingnya (Susanto, 2011). Meningkatnya penggunaan antibiotik yang tidak rasional di berbagai bidang ilmu kedokteran termasuk ilmu kesehatan anak merupakan salah satupenyebab timbulnya resistensi. Resistensi bakteri terhadap antibiotik mengakibatkan masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu.Resistensi antibiotik bisa terjadi
karena didapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan semua spesies bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak dengan obat tersebut. Secara klinis, resistensi yang didapat merupakan hal yang serius, dimana bakteri yang pada awalnya sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten. Resistensi silang juga dapat terjadi antara obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja yang serupa, terutamapenggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaianyang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas,serta pemakaian antibiotik secara berlebihan.Dampak lainnya dari pemakaianantibiotik secara irasional (berlebihan) dapat berakibat peningkatan toksisitas, efek samping dan biaya pengobatan, sehingga diperlukanpenggunaan antibiotik berdasarkan diagnosis oleh tenaga medis profesional,monitoring dan regulasi penggunaan antibiotik untuk meningkatkan penggunaanantibiotik secara rasional(Neal, 2006). Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan pada suhu 5oC biasanya tahan sampai beberapa minggu. Eritromisin efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin, Sehingga obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Selain itu, obat ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi (Mycek, 2001). Eritromisin memiliki efek yang besar terhadap kokus gram positif terutama untuk infeksi saluran pernapasan atas oleh Staphylococcus, Streptococcus dan infeksi saluran pernapasan bawah oleh Pneumococcus mycoplasma legionella (FKUI, 2008). Dosis suspensi oral eritromisin yang digunakan pada balita yaitu 30 - 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 2 - 4 dosis, maksimal 3,2 g/hari (Lacy dkk., 2011).
Kecamatan Alalak Tengah termasuk salah satu daerah yang sampai saat ini masih memiliki kasus infeksi saluran pernafasan akut, khususnya infeksi saluran pernafasan bagian atas. Hal ini disebabkan karena lingkungan masyarakat Alalak Tengah yang dikelilingi oleh pemotongan kayu yang menghasilkan limbah kayukayu dan debu yang mencemari lingkungan tersebut, sehingga pada saat peneliti melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) banyak masyarakat yang berobat ke Puskesmas Alalak Tengah Banjarmasin, terutama anak-anak dengan keluhan batuk, pilek yang mendapatkan suspensi antibiotik eritromisin. Berdasarkan uraian di atas, penggunaan antibiotik terutama eritromisin untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan akut pada balita perlu mendapat perhatian khusus dalam pemberian dosis obat, frekuensi waktu pemberian obat, serta takaran dosis obat antibiotik eritromisin, sehingga dilakukan penelitian tentang “Ketepatan Dosis Peresepan Antibiotik Eritromisin pada Balita Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Alalak Tengah Banjarmasin”.