PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012 Oktaviani Tika Wulandria, Maksum Radji, Siti Fauziyah Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi ABSTRACT Antibiotics, as a treatment option for acute respiratory tract infection were widely used in children. Appropriate use of antibiotics could reduce the incidence of resistance and adverse drug effects. The purpose of this research was to analyze the use of antibiotics in children with acute respiratory tract infection in Dr. Mintohardjo’s Naval Hospital Central Jakarta. This was an observational research with retrospective method based on medical records and cross sectional design. Descriptive analyze was performed. Samples were children aged 12<60 months with acute respiratory tract infection and antibiotic therapy. Sampling’s technique used was total sampling. The numbers of samples were 66 children consist of 53.03% males and 46.97% females. The types of acute respiratory tract infections were pharyngitis (95.45%), laryngitis (1.51%), and pneumonia (3.04%). Total of 9 types of antibiotics used were amoxicillin (2.5%), gentamicin (6.3%), chloramphenicol (1.3%), cefadroxil (5.0%), cefixime (5.0%), cefotaxime (30.0%), ceftriaxone (42.5%), sulfamethoxazole-trimethoprim (antimicrobial) (5.0%), and tiamfenikol (2.5%). From this research, it can be concluded that appropriate used of antibiotics in the samples in terms of indication (100%), antibiotic treatment (100%), dose regimen (83.8%), and duration of use (50%). Data were tested by Chi Square Methods and the results show that there were a weak relationship between the types of antibiotic used with appropriate dosage, and there were no significant relationship between the types of antibiotic used to the appropriate duration of used. Key Words: children; antibiotics; bacteria; acute respiratory tract infection; appropriate ABSTRAK Antibiotik sebagai salah satu pilihan terapi penyakit infeksi saluran pernafasan akut banyak digunakan pada anak-anak. Penggunaan antibiotik yang tepat akan mengurangi angka kejadian resistensi dan efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan antibiotik pada balita dengan infeksi saluran pernafasan akut di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Penelitian ini bersifat observasional dengan metode retrospektif berdasarkan rekam medis dengan desain potong lintang. Analisis dilakukan secara deskriptif. Sampel adalah anak-anak berusia 12-<60 bulan dengan infeksi saluran pernafasan akut dan diberikan terapi antibiotik. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Sampel yang didapatkan sebanyak 66 pasien yang terdiri dari 53,03% laki-laki dan 46,97% perempuan. Terdapat 3 jenis infeksi saluran pernafasan akut yang diderita yaitu faringitis (95,45%), laringitis (1,51%), dan pneumonia (3,04%). Sebanyak 9 jenis antibiotik digunakan yaitu amoksisilin (2,5%), gentamisin (6,3%%), kloramfenikol (1,3%), sefadroksil (5,0%), sefiksim (5,0%), sefotaksim (30,0%), seftriakson (42,5%), sulfametoksazoltrimetoprim (antimikroba) (5,0%), dan tiamfenikol (2,5%). Dari penelitian ini dapat
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
disimpulkan bahwa ketepatan penggunaan antibiotik pada sampel dilihat dari segi indikasi (100%), pemilihan antibiotik (100%), regimen dosis (83,8%), dan lama penggunaan (50,0%). Data diuji dengan Metode Kai Kuadrat dan hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat hubungan yang lemah antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan dosis, serta tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan lama penggunaan. Kata Kunci: anak-anak; antibiotik; bakteri; infeksi saluran pernafasan akut; ketepatan PENDAHULUAN Setiap tahunnya, sekitar 10,8 juta anak-anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia lima tahun (Black, Morris, & Bryce, 2003). World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 2 juta di antaranya meninggal karena pneumonia (Bryce et al., 2005). Bagi negara-negara dengan pendapatan rendah hingga sedang seperti Indonesia, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kematian satu dari lima balita (Ayieko & English, 2007). Hal ini tergolong cukup parah terutama Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian bawah (ISPAb), yang menyebabkan tingginya laju kematian (Simoes, Cherian, Chow, Shahid-Salles, Laxminarayan, & John, 2006). Di Indonesia, prevalensi kejadian ISPA pada balita meningkat setiap tahunnya. Antibiotik, sebagai salah satu terapi penderita ISPA, dalam penggunaannya harus diperhatikan mengingat penyebab ISPA dapat berupa virus maupun bakteri. Sehingga penggunaannya tidak boleh sembarangan, dimana selain perlu memahami dari sisi farmakologi obat, penggunaannya pun perlu diperhatikan dari segi dosis, cara penggunaan, cara pemberian, pengobatan untuk indikasi awal (terapi empiris), serta untuk pengobatan definitif. Diagnosis yang tepat akan menentukan rasional tidaknya penggunaan antibiotik. Dampak lain yang timbul dari ketidaktepatan diagnosis serta ketidakrasioalan penggunaannya adalah terjadinya peningkatan resistensi bakteri (Daulay, 2003; Juwono & Prayitno, 2003). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan antibiotik pada pasien balita dengan infeksi saluran pernafasan akut di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat periode Januari-Desember 2012. TINJAUAN TEORITIS Antimikroba Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khusunya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 2007a).
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Penggolongan antimikroba dibagi menjadi empat yaitu berdasarkan mekanisme kerja, struktur kimia, spektrum kerja, dan sifat toksisitas selektif. Dalam pemilihan antimikroba, diperlukan pemahaman farmakologi obat yang akan dipergunakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antimikroba adalah dosis, cara penggunaan, cara pemberian, dan indikasi pengobatan awal (pengobatan empiris), pengobatan definitif (berdasarkan hasil biakan), atau untuk pencegahan (profilaksis) (Daulay, 2003). Penggunaan antimikroba pada kelompok khusus, seperti pada anak, wanita hamil dan menyusui, serta usia lanjut, juga diperlukan perhatian khusus. Terdapat beberapa dasar perbedaan anak dengan orang dewasa pada penggunaan antimikroba (Sumarmo, 2002). Misalnya saja dosis antimikroba yang diberikan pada anak didasarkan pada perkilogram berat badan ideal sesuai dengan usia anak (Menteri Kesehatan RI, 2011). Oleh karena itu, tenaga kesehatan seperti dokter dan apoteker harus bisa memberikan antimikroba kepada anak dengan dosis yang sesuai dengan seharusnya. Berkembangnya resistensi bakteri terhadap antimikroba di klinik disebabkan olh berbagai hal seperti penggunaan yang sering, irasional, berlebihan, penggunaan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan untuk ternak, dan lain-lain (kemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk, dan kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat) (Setiabudy, 2007a). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terdiri dari infeksi saluran pernafasan akut bagian atas dan bagian bawah. ISPA bagian atas terdiri dari rhinitis (common cold), sinusitis, infeksi telinga, faringitis akut atau tonsilofaringitis, epiglotitis, dan laringitis. Pada anak-anak, ISPA bagian bawah yang umum terjadi adalah pneumonia dan bronkiolitis. Penyebab dari ISPA ini dapat berupa virus maupun bakteri. Balita Menurut Muaris (2006), anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Menurut Sutomo & Anggraeni (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa umur bayi yaitu di bawah satu tahun dan balita berumur satu hingga empat tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Pemberian terapi pada anak harus memperhatikan terkait farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Penilaian efek terapetik (segi manfaat) dan efek toksik (segi risiko) perlu selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan memberikan suatu obat karena kemungkinan terjadinya respon anak sangat bervariasi terhadap obat (Pagliaro, Louise, & Ann, 1995). Perhitungan dosis pada anak dapat dilakukan dengan berbagai metode misalnya berdasarkan usia, berat badan, dan luas permukaan tubuh (Katzung, 2006). METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rawat inap pasien dan rekam medik periode Januari-Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat periode Januari-Desember 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien berumur 12-<60 bulan dengan indikasi infeksi saluran pernafasan akut dan tanpa penyakit infeksi lainnya serta dengan fungsi hati dan ginjal yang normal, yang diberikan terapi antibiotik. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Variabel bebasnya adalah penggunaan antibiotik oleh pasien balita dengan ISPA. Variabel terikat adalah ketepatan penggunaan antibiotik yang dilihat dari segi indikasi, pemilihan, regimen dosis, dan lama penggunaan. Analisis dilakukan secara statistik terhadap karakteristik subjek penelitian, analisis univariat dan analisis bivariat. HASIL PENELITIAN Karakteristik Sampel Jumlah pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Anak RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat selama bulan Januari hingga Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi adalah 66 pasien. Hasil analisis deskriptif terhadap karakteristik pasien, diperoleh jumlah pasien laki-laki sebanyak 53% dan jumlah pasien perempuan sebanyak 47%. Pasien berusia 1 tahun (36,36%), 2 tahun (25,76%), 3 tahun (21,21), dan 4 tahun (16,67%). Dari segi lama perawatan, pasien yang dirawat selama 2 hari (7,58%), 3 hari (56,1%), 4 hari (24,24%), 5 hari (10,61%), dan 6 hari (1,52%).
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Profil Jenis Infeksi Saluran Pernafasan Akut Jenis-jenis ISPA yang diderita oleh pasien balita yang didapatkan dari diagnosis akhir di rekam medis seperti ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. Penyakit terbanyak yang diderita adalah faringitis dan lain-lain (50%). Lain-lain di sini adalah penyakit penyerta yang diderita pasien seperti diare, demam berdarah, febris, dehidrasi, anemia, stomatitis, gizi kurang, kejang demam, tipes, obesitas, infeksi virus, dan asma. Jumlah anak yang menderita penyakit tunggal berjumlah 31 pasien (46,97%), dan yang menderita penyakit lebih dari satu berjumlah 35 pasien (53,03%).
Gambar 1. Jenis infeksi saluran pernafasan akut pada sampel Profil Penggunaan Antibiotik Dari keseluruhan sampel, diperoleh 9 jenis antibiotik yang digunakan yaitu amoksisilin, gentamisin, kloramfenikol, sefadroksil, sefiksim, sefotaksim, seftriakson, kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim (kotrimoksazol) (antimikroba), dan tiamfenikol seperti ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Gambar 2. Frekuensi penggunaan antibiotik oleh sampel Analisis Ketepatan Penggunaan Antibiotik Analisis ketepatan dilakukan pada 66 pasien dengan 80 penggunaan antibiotik secara deskriptif. Dari segi ketepatan indikasi dan pemilihan obat, 100% pasien diberikan terapi yang sesuai. Dari segi ketepatan regimen dosis, ditemukan sebanyak 83,8% diberikan terapi secara tepat. Dari segi ketepatan lama penggunaan didapatkan hasil sebanyak 50% penggunaan yang tepat. Analisis Hubungan Penggunaan Antibiotik dengan Ketepatan Penggunaan Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan uji kai kuadrat dalam program SPSS 20.0. Hasil uji kai kuadrat menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan dosis. Pada hubungannya dengan lama penggunaan, jenis antibiotik apa pun yang digunakan tidak berhubungan dengan ketepatan lama penggunaan obat oleh sampel. PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Dari penelitian ini, tampak bahwasanya jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena ISPA dibandingkan perempuan. Pada balita di Indonesia, prevalensi kejadian antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dari
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
segi usia sampel, prevalensi kejadian ISPA semakin menurun seiring dengan peningkatan usia sampel. Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan anak terkena infeksi sejalan dengan usia anak dimana semakin muda umur anak, maka akan semakin rentan terkena ISPA. Hal ini mungkin dikarenakan sistem imun yang belum terbentuk dengan sempurna pada anak yang lebih muda sehingga lebih rentan terkena infeksi. Lama perawatan pada sampel beraneka ragam dari mulai dua hingga enam hari dimana terbanyak adalah selama 3 hari. Profil Jenis Infeksi Saluran Pernafasan Akut Prevalensi kejadian tertinggi adalah faringitis. Faktor risiko yang mungkin adalah status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian Air Susu Ibu (ASI) (ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zink (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko). Faktor lain yang juga ikut berpengaruh adalah pendidikan ibu dan status sosio-ekonomi keluarga (Kartasasmita, 2010). Profil Penggunaan Antibiotik Dari keseluruhan sampel, diperoleh 9 jenis antibiotik yang digunakan seperti pada Gambar 2. Tingginya penggunaan seftriakson mungkin disebabkan karena harganya yang relatif murah. Hal ini karena RSAL Dr. Mintohardjo menerima pasien dari mulai TNI AL/PNS dan keluarga anggota Kemhan (TNI AD, TNI AU/ PNS) dan keluarga, Purnawirawan (Askes Hankam) dan Non Hankam, hingga masyarakat umum yang berasal dari berbagai kalangan termasuk kalangan dengan status ekonomi bawah, yaitu pasien dengan status jaminan kesehatan dari Gakin, SKTM dan Jamkesmas. Selain itu, cara pemberian obat ini cukup nyaman hanya diberikan sehari sekali dalam infus atau bolus (Joynt et al., 2001). Analisis Ketepatan Penggunaan Antibiotik Analisis ketepatan indikasi didasarkan pada bukti-bukti klinis pada pasien adanya infeksi bakteri, didapatkan hasil bahwa 100% pasien diterapi dengan tepat seperti pada Gambar 3. Pemberian terapi dengan antibiotik sejatinya hanya diindikasikan untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Konfirmasi keberadaan infeksi, dapat dilihat dari berbagai hal misalnya dengan ada tidaknya demam (uji laboratorium terjadi peningkatan jumlah granulosit (neutrofil dan basofil) serta adanya rasa nyeri dan inflamasi yang menyertai
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
demam (Wells, Dipiro, Schwinghammer, & Hamilton, 2006). Pada kenyataannya, di lapangan, penentuan penggunaan antibiotik ini didasarkan pada kondisi pasien pada saat masuk perawatan (ada tidaknya demam dan inflamasi). Pengujian laboratorium jarang dilakukan mengingat kebutuhan waktu penanganan pasien, sehingga pemberian terapi yang digunakan adalah berupa terapi empirik.
Gambar 3. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan indikasi Ketepatan pemilihan antibiotik didasarkan pada jenis antibiotik yang digunakan untuk terapi ISPA yang diderita oleh pasien. Antibiotik yang dipilih untuk terapi juga seharusnya sesuai dengan bakteri penginfeksinya sehingga terapi bisa tepat sasaran, misalnya untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan akut yang mayoritas bakteri penyebabnya adalah bakteri Gram-negatif seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumoniae dan bakteri lainnya seperti Haemofilus influenza dan Branhamella catarrhalis. Selain dengan terapi definitif sesuai dengan bakteri penginfeksinya, pemilihan pengobatan juga dapat didasarkan terapi empiris. Ditemukan seluruh pasien sudah diterapi dengan tepat seperti pada Gambar 4. Penggunaan antibiotik kombinasi hanya ditemukan pada penggunaan kotrimoksazol (antimikroba). Penggunaan antibiotik kombinasi biasanya bertujuan untuk memperluas spektrum pada terapi empiris, mendapatkan aktivitas yang sinergis untuk mengatasi organisme penginfeksi, serta untuk mengurangi kejadian resistensi.
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Kekurangan
penggunaan kombinasi antibiotik adalah peningkatan efek nefrotoksisitas,
inaktivasi, dan dapat menimbulkan aktivitas antagonis (Wells, Dipiro, Schwinghammer, & Hamilton, 2006).
Gambar 4. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan pemilihan obat Dari segi ketepatan regimen dosis, ditemukan sebanyak 83,8% diberikan terapi secara tepat. Penilaian ketepatan dosis ini dilakukan pada pasien dengan kondisi ginjal normal. Perhitungan dosis dilakukan dengan mempertimbangkan berat badan dan umur pasien serta dosis harian yang diberikan, yang kemudian dibandingkan dengan dosis yang terdapat pada pedoman pengobatan yang diacu. Ketidaktepatan regimen dosis yang ditemukan adalah karena penentuan frekuensi yang kurang tepat (pada penggunaan sefotaksim dan kotrimoksazol), dosis kurang (under dose) (penggunaan gentamisin, sefiksim, dan kotrimoksazol), dan dosis berlebih (over dose) (penggunaan amoksisilin dan kotrimoksazol (antimikroba)). Pemberian dosis kurang dari dosis seharusnya dikhawatirkan dapat menyebabkan tidak tercapainya efek terapi yang maksimal. Sedangkan pemberian dosis lebih dari dosis seharusnya dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya efek samping obat pada pasien. Hal ini penting mengingat pengobatan yang ditujukan pada balita yang harus memperhatikan farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Keduanya akan berhubungan dengan konsentrasi obat dalam darah yang akan berpengaruh pada efikasi dan
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
toksisitas pengobatan (U.S. FDA, CDER, & CBER, 1998). Distribusi ketidaktepatannya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan regimen dosis Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011, terdapat beberapa macam aturan terkait lama penggunaan antibiotik. Untuk antibiotik parenteral, dapat diganti dengan peroral, apabila setelah 24-48 jam terjadi perubahan kondisi klinis pasien (kondisi klinisnya membaik, tidak ada gangguan fungsi pencernaan, kesadaran baik, tidak demam, disertai tidak lebih dari satu kriteria berikut yaitu nadi lebih dari 90 kali/menit, pernapasan lebih dari 20 kali/menit atau PaCO2 kurang dari 32mmHg, tekanan darah tidak stabil, leukosit kurang dari 4.000sel/dl atau lebih dari 12.000sel/dl (tidak ada neutropeni) (NHS,2009). Di samping itu, monitoring terhadap terapi antibiotik dilakukan setiap 48-72 jam, dengan memperhatikan kondisi klinis pasien dan data penunjang yang ada. Apabila setelah pemberian antibiotik selama 72 jam tidak ada perbaikan kondisi klinis pasien, maka perlu dilakukan evaluasi ulang tentang diagnosis klinis pasien, dan dapat dilakukan diskusi dengan Tim PPRA Rumah Sakit untuk mencarikan solusi masalah tersebut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini ditetapkan dasar terapi antibiotik untuk pasien adalah minimal 24 jam untuk penggantian antibiotik parenteral dan 72 jam untuk penggunaan antibiotik setelah pemberian. Dari penilaian, didapatkan hasil sebanyak 50% penggunaan dinilai tepat. Distribusi ketepatan penggunaan antibiotik ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Ga mbar 6. Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan lama penggunaan Analisis Hubungan Penggunaan Antibiotik dengan Ketepatan Penggunaan Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan uji kai kuadrat dalam program SPSS 20.0. Dari hasil pengujian kai kuadrat, pengujian hubungan antara jenis antibiotik yang dengan ketepatan indikasi dan obat tidak dapat dilakukan karena dari hasil penilaian, kedua jenis ketepatan tersebut 100% tepat sehingga hubungannya tidak dapat dinilai secara statistic. Hasil uji kai kuadrat menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan dosis (nilai probabilitas kurang dari 5% dan nilai koefisien kontingensi kurang dari 0,7). Hal ini dikarenakan untuk penentuan ketepatan dosis, peneliti menghubungkannya dengan jenis antibiotik yang digunakan sehingga ketepatannya bisa
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
saling berhubungan, sehingga, bila pemilihan jenis antibiotiknya tidak tepat, maka akan menghasilkan ketidaktepatan dosis. Hasil yang berbeda didapatkan pada hubungan antara jenis antibiotik yang digunakan dengan ketepatan lama penggunaan (nilai probabilitas lebih dari 5%). Pada hubungannya dengan lama penggunaan, jenis antibiotik apa pun yang digunakan tidak berhubungan dengan ketepatan lama penggunaan obat oleh sampel karena peneliti memberikan dasar penentuan ketepatan yang sama untuk semua jenis antibiotik yang digunakan. Tabel 1. Kesimpulan Hasil Uji Kai Kuadrat antara Jenis Antibiotik yang Digunakan dengan Ketepatan Dosis dan Lama Penggunaan Antibiotik (nilai α = 0,05) Variabel 1 Jenis antibiotik
Variabel 2 Ketepatan dosis
Asymp. Sig.
Contingency
(2-sided)
Coefficient
0,000
Kesimpulan
0.606 Ada hubungan lemah
Jenis antibiotik
Ketepatan lama
0,076
-
Tidak ada hubungan
penggunaan KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketepatan penggunaan antibiotik yang ditinjau dari segi indikasi sebesar 100%, pemilihan antibiotik sebesar 100%, regimen dosis sebesar 83,8%, dan lama penggunaan sebesar 50%. SARAN Dari hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan monitoring dan evaluasi penggunaan antibiotik secara sistematis yang dilaksanakan secara teratur untuk mengatasi penggunaan antibiotik yang kurang tepat. Selain itu, terapi definitif dinilai perlu disamping terapi secara empiris untuk menghindari terjadinya peningkatan resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. Diperlukan juga kerja sama dan kolaborasi yang tepat antara dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dan pengobatan pada pasien, sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif, dan aman.
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
KEPUSTAKAAN Ayieko, P., & English, M. (2007). Case management of childhood pneumonia in developing countries. Pediatr Dis J, 26, 432-40. Black, R. E., Morris, S. S., & Bryce, J. (2003). Where and Why Are 10 Million Children Dying Every Year? Lancet, 361 (9376), 2226–34. Bryce, J., Boschi-Pinto, C., Shibuya, K., Black, R. E., & the WHO Child Health Epidemiology Reference Group. (2005). WHO Estimates of the Causes of Death in Children. Lancet, 365, 1147–52. Daulay, R. (2003). Penggunaan Antibakteri di Bidang Pediatrik. Pertemuan Ilmiah Tahunan PAMKI, Pertemuan Ilmah Nasional PETRI, PERPARI, dan PERALUMNI. Medan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Situasi Pneumonia Balita di Indonesia. Pneumonia Balita. Jakarta: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3, 1-6. Joynt, G. M., Lipman, J., Gomesall, C. D., Young, R. J., Wong, E. L., & Gin, T. (2001). The Pharmacokinetics of once-daily dosing of ceftriaxone in critically ill patients. Journal of Antimicrobial Chemotherapy; 47, 421-429. Juwono, R., & Prayitno, A. (2003). Terapi Antibiotika. Dalam Aslam, M., Tan, C. K., & Prayitno, A. (Ed.), Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy). Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Kartasasmita, C. B. (2010). Pneumonia Pembunuh Balita. Pneumonia Balita. Jakarta: Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3, 23. Katzung, B. G. (ed.). (2006). Basic and Clinical Pharmacology 10th Edition. San Fransisco: McGraw Hill Lange, Chapter 39. Menteri Kesehatan RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibakteri. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24066/Menkes/PER/XII/2011. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 50-53. Muaris, H. (2006). Sarapan Sehat untuk Anak Balita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Paediatric Formulary Committee. (2011). British National Formulary for Children 20112012. London: BMJ Group, The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, & RCPCH Publications. ISBN: 978 0 85369 959 0. Pagliaro, Louise, A., & Ann, M. P. (1995). Problems in Pediatric Drug Therapy, 3rd Ed. USA: Production Press. Setiabudy, R. (2007a). Pengantar Antimikroba. Dalam S. G. Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi, & Elysabeth (Ed.). Farmakologi dan Terapi (5th ed.). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 585, 587588.
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013
Simoes, E. A. F., Cherian, T., Chow, J., Shahid-Salles, S., Laxminarayan, R., & John, T. J. (2006). Acute Respiratory Infections in Children (Chapter 25). Dalam: Simoes, E. A. F. et. al. Disease Control Priorities in Developing Countries (2nd edition). Washington DC: World Bank. Sumarmo, S. (2002). Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sutomo, B., & Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka. U.S. Department of Health and Human Services, Food and Drug Administration (FDA), Center for Drug Evaluation Research (CDER), & Center for Biologics Evaluation and Research (CBER). (1998). Guidance for Industry – General Considerations for Pediatric Pharmacokinetic Studies for Drugs and Biological products, Draft Guidance. Diakses dari http://www.fda.gov/cder/guidance/index.htm. Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L., & Hamilton, C. W. (2006). Pharmacoterapy Hanbook, 6th Edition. USA: McGraw-Hill.
Penggunaan Antibiotik..., Oktaviani Tika Wulandria, F. Farmasi UI, 2013